Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
ISSN 2088-8031
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGISIAN PASIR DENGAN VARIASI DIAMETER PIPA BAJA SCH40 SEAMLESS TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT Oleh, Semuel Boron Membala Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih Jl. Kampwolker Kampus Uncen Waena Jayapura – Papua E-mail:
[email protected],
Abstrak Getaran dari suatu mesin perkakas akan mengganggu proses operasinya sehingga mempengaruhi dimensi dan kualitas produk yang dihasilkan serta mengganggu keamanan struktur mesin itu sendiri. Chatter adalah getaran yang timbul pada saat proses pemotongan berlangsung dimana amplitudonya naik secara eksponensial pada kedalaman pemotongan tertentu dan terjadi pada daerah tidak stabil. Oleh karena itu, chatter harus dihindari selama proses pemotongan berlangsung. Makalah ini, mengkaji pengaruh pengisian butiran pasir terhadap kekakuan dan batas stabilitas chatter pada proses bubut pipa baja. Pengujian pemotongan pipa baja dimulai dari kedalaman potong 0.25 mm dan dinaikkan bertahap hingga terjadi chatter. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa volume pengisian pasir penuh mampu meningkatkan batas stabilitas chatter. Kedalaman potong kritis untuk pencekaman dalam, kondisi kosong adalah 0.51 mm, sedangkan volume pasir ¼, ½, ¾ dan penuh memberikan kenaikan batas stabilitas masing-masing 1.04 mm, 1.25 mm, 1.98 mm dan 2.49 mm. Atau terjadi kenaikan masing-masing 104 %, 145 %, 288 % dan 388 %. Sedangkan untuk pencekaman luar pipa memberikan efek yang lebih besar, yaitu peningkatan batas kedalaman potong kritis dari kondisi kosong sebesar 0.68 mm menjadi masing-masing 1.62 mm, 1.89 mm, 2.23 mm dan 3.02 mm atau terjadi kenaikan sebesar 138 %, 178 %, 228 % dan 344 %. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pasir dan perubahan sistem pencekaman mempengaruhi batas stabilitas dari proses bubut pipa baja. Kata kunci: chatter, pasir, bubut pipa baja, batas kestabilan, kedalaman potong kritis
1. Pendahuluan Suatu produk hasil proses manufaktur haruslah memiliki kualitas yang baik, untuk itu diperlukan mesin perkakas yang mempunyai performansi tinggi sehingga dalam proses pemotongan dapat mencapai spesifikasi geometri yang diinginkan, seperti dimensi, kekasaran permukaan (surface roughness), kepresisian tinggi, dan lain sebagainya. Dalam proses manufaktur salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas produk adalah getaran dari mesin perkakas itu sendiri. Pada proses pemotongan logam, getaran yang terjadi akibat proses pemotongan yang tidak stabil disebut Chatter. Chatter adalah getaran yang amplitudonya naik secara ekponensial pada saat proses pemotongan dengan kedalaman
tertentu dan terjadi pada daerah tidak stabil. Oleh karena itu, chatter harus dihindari selama proses pemotongan berlangsung. Pada proses bubut pipa baja chatter dapat dihindari dengan cara menambahkan media peredam seperti pasir/kerikil atau material butiran lainnya pada salah satu komponen mesin perkakas tersebut. Penelitian awal tentang teori chatter pada proses bubut yang menghasilkan diagram stabilitas untuk mengetahui terjadinya chatter diungkapkan oleh Koenigsberger dan Tlusty (1970). Penelitian lebih lanjut diungkap oleh berbagai peneliti dengan memperhatikan parameter yang berbeda-beda untuk mendapatkan kondisi stabilitas yang baik pada proses pemotongan. Dari penelitian yang pernah dilakukan mengenai batas stabilitas chatter, yang 33
Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
berkaitan dengan pengaruh peredam terhadap benda kerja sedikit sekali dilakukan eksperimen, padahal, stabilitas chatter selain tergantung pada parameter pemotongan juga bergantung pada material peredam. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Chatter Pada proses bubut Didalam proses perautan logam yang menggunakan mesin perkakas sering timbul getaran. Getaran dalam bidang dinamika mesin perkakas dapat dibagi menjadi tiga jenis, getaran bebas (free vibration), getaran paksa (forced vibration), dan getaran terekstitasi diri (self-excited vibration) dimana self-excited vibration juga disebut chatter (Boothroyd dan Knight, 1989). Contoh permukaan yang disebabkan oleh getaran ini ditunjukkan pada gambar 2.1.
Chatter
Gambar 2.1 profil permukaan akibat chatter pada mesin bubut
Pada kondisi pemotongan tertentu, utamanya pada saat meraut dengan lebar geram yang kecil, maka getaran tidak akan timbul dan proses pemotongan akan stabil. Pada kondisi pemotongan lainnya, getaran akan timbul dan proses pemotongan menjadi tidak stabil. Tidak stabilnya pemotongan logam ini antara lain disebabkan oleh lebar geram (blim) yang tidak sesuai dengan kondisi pemotongan yang telah ditetapkan. Pada proses pemotongan logam getaran yang terjadi akibat proses pemotongan itu sendiri disebut chatter. Oleh karena itu harus dipilih kondisi pemotongan yang baik untuk menghindari chatter. Uji pemotongan yang dilakukan pada suatu eksperimen hingga mencapai batas lebar geram (blim) tertentu hingga terjadi chatter, maka harga blim ini dapat dijadikan
ISSN 2088-8031
kriteria stabilitas yang berfungsi untuk mengontrol dan menghindari chatter, tentunya pada masing-masing kasus (jenis mesin, kondisi pemotongan, dan parameter tertentu). Diagram dasar dari proses chatter dalam pemotongan logam ditunjukkan pada gambar 2.2.
Tidak terjadi Chatter
Gambar 2.2 Diagram tertutup terjadinya chatter (Sumber: Suhardjono, 2003)
Gambar 2.2 adalah diagram sebuah rangkaian tertutup yang disusun oleh dua komponen dasar, yaitu proses pemesinan (meliputi parameter lebar geram (b), koofisien kestabilan (r), efek regeneratif dan kopling modus getar) dan sistem getaran dari mesin dan juga orientasi timbal-balik dari dua komponen tersebut. Diagram tersebut menunjukan bahwa getaran Y antara pahat dan benda kerja mempengaruhi proses pemotongan sehingga juga menyebabkan variasi F dari gaya potong yang membangkitkan lagi getaran Y. Stabilitas dari jenis mesin yang berbeda, atau pengaturan kondisi pemotongan yang berbeda, dapat diukur dengan melakukan sebuah tes pemotongan dibawah kondisi pemotongan standar, mulai dari kedalaman potong yang kecil dan menaikannya hingga terjadi chatter. 2.2 Chatter Regeneratif Chatter karena efek regeneratif adalah bahwa energi yang diberikan ke sistem akibat modulasi tebal geram oleh pengaruh permukaan yang bergelombang dari proses pemotongan sebelumnya. Modulasi tebal geram ini disebabkan oleh adanya pergeseran fasa antara gelombang dari proses pemotongan sebelumnya dengan gelombang 34
Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
ISSN 2088-8031
permukaan pada saat pemotongan sedang berlangsung. dn
fR
=90°
n
=180°
=0°
y
y
y
d
2.3.1 Sistem Satu Derajat Kebebasan (Single Degree of Freedom Forced Vibration) Sistem getaran yang paling sederhana dalam teori getaran adalah sistem satu derajat kebebasan (SDOF). Sistem ini terdiri dari sebuah massa (m), kekakuan pegas (k), dan redaman (c). Secara umum diilustrasikan pada gambar 2.4.
Gambar 2.3 Fluktuasi tebal geram akibat beda fasa (Sumber: Suhardjono, 2003)
Gambar 2.3. memperlihatkan bahwa fasa (ψ) = 0° gelombang permukaan saat proses pemotongan berlangsung tepat pada gelombang permukaan dari putaran sebelumnya. Kondisi seperti ini tidak terjadi perubahan tebal geram sehingga gaya potong yang terjadi konstan dan tidak menimbulkan fluktuasi gaya potong sehingga tidak timbul chatter. Fasa (ψ) = 90° terjadi pergeseran fasa antara gelombang permukaan saat proses berlangsung dan gelombang permukaan dari proses pemotongan sebelumnya sebesar 90° yang mengakibatkan perubahan tebal geram yang akhirnya terjadi fluktuasi gaya potong yang akan menimbulkan chatter jika sistem getaran mesin tidak mampu meredam. Fluktuasi gaya potong maksimal akan terjadi pada beda fasa ψ = 180°. 2.3 Getaran Sistem mekanik mengandung massa dan elastisitas yang mampu bergerak secara relatif. Apabila gerakan sistem seperti itu berulang sendiri terhadap interval waktu tertentu maka gerakan itu dikenal sebagai getaran. Pada kasus tertentu, terdapat getaran yang tidak diinginkan atau harus dihindari karena getaran menimbulkan bunyi, merusak elemen mesin perkakas tertentu, memindahkan gaya yang tidak diinginkan, merusak pahat, dan menggerakkan benda yang ada didekatnya, misalnya terjadinya getaran yang berlebihan pada proses pemesinan karena getaran tersebut dapat menghasilkan produk yang kurang baik, baik dari segi surface roghness maupun dimensi menda kerja.
Gambar 2.4 Sistem satu derajat kebebasan (Schmitz dan Smith, 2009).
2.3.2 Getaran Bebas (Free Vibration) Getaran bebas terjadi tanpa adanya gaya luar yang memaksa untuk terjadi eksitasi, tapi hasil dari beberapa kondisi awal yang dikenakan pada sistem, misalnya perpindahan posisi kesetimbangan sistem. Bentuk osilasi getaran bebas terlihat pada berikut ini.
Gambar 2.5 Bentuk osilasi getaran bebas (teredam) (Sumber: Schmitz dan Smith, 2009).
Apabila pada sistem getaran bebas terdapat energi yang hilang secara berangsurangsur maka getaran tersebut disebut sistem getaran bebas teredam (free damped vibration system). Berdasarkan harga rasio redaman, getaran bebas teredam dapat klasifikasikan sebagai berikut: 1. Sistem dibawah redamanan (underdamped system), terjadi jika pada getaran bebas teredam dengan rasio redaman (ζ) < 1. 35
Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
2.
3.
Sistem teredam secara kritis (critically damped), terjadi jika pada getaran bebas teredam dengan rasio redaman (ζ) = 1. Sistem diatas redaman kritis (critical overdamped system), terjadi jika pada getaran bebas teredam dengan rasio redaman (ζ) > 1, artinya sistem mengalami redaman yang berlebihan.
2.3.3
Getaran Paksa (Forced Vibration) Getaran paksa terjadi ketika terdapat gaya eksternal yang mengeksitasi sistem terus-menerus secara berkesinambungan. Getaran paksa akan semakin besar ketika frekuensi getaran paksa (ω) mendekati frekuensi pribadi system (ωn). Kondisi ini disebut sebagai resonansi dan umumnya dihindari. Bentuk osilasi getaran paksa ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Gambar 2.6 Bentuk osilasi getaran paksa (Sumber: Schmitz dan Smith, 2009)
ISSN 2088-8031
2. Dynamic Impedance : gaya/kecepatan 3. Dynamic stiffness : gaya/perpindahan Jadi, fungsi respon frekuensi adalah rasio output per input atau input per output. Respon dinamik pada suatu struktur akan semakin membesar bila dieksitasi mendekati frekuensi pribadinya. Hal ini membuat FRF akan meningkat dengan cepat. 2.5 Material Butiran Salah satu usaha untuk mengurangi getaran pada mesin perkakas adalah dengan menggunakan butiran pasir. Prinsip kerja dari material peredam ini adalah adanya disipasi energi akibat gaya gesekan antara material butiran. Hal ini menyebabkan energi getaran berkurang dan getaran itu sendiri terekduksi. Penggunaan butiran pasir atau kerikil sebagai media peredam getaran sebelumnya telah dilakukan pada mesin milling, dengan benda uji bentuk kotak dan didapatkan hasil untuk penambahan pasir atau kerikil dengan variasi volume pengisian benda uji mampu meningkatkan kekakuan dinamis yaitu dari 1.076 x N/m untuk benda uji kosong menjadi 1.844 x N/m untuk pengisian pasir volume penuh, dan 2.219 x N/m untuk penambahan kerikil volume penuh. (Oktaviyanto Wibowo,2006) 3 3.1
2.4 Fungsi Respon Frekuensi (FRF) Fungsi respon frekuensi (FRF) pada sistem getaran terdiri dari enam bentuk dasar, tiga bentuk pertama dari FRF adalah rasio antara respon struktur yang dapat berupa percepatan, kecepatan, atau perpindahan per gaya eksitasi. Ketiga bentuk pertama FRF tersebut, yaitu: 1. Inertance : percepatan/gaya 2. Mobility : kecepatan/gaya 3. Compliace : perpindahan/gaya Tiga bentuk yang kedua berbanding terbalik dari tiga bentuk yang pertama. Dimana tiga bentuk yang kedua mewakili sejumlah gaya yang diperlukan untuk mendapatkan respon pada sebuah frekuensi yang diberikan. Ketiga fungsi tersebut, yaitu: 1. Dynamic mass : gaya/percepatan
Metode Penelitian Parameter Permesinan
Variabel Benda kerja
Pahat potong Putaran spindel Feeding Kedalaman potong Overhang pahat Arah putaran spindel Kondisi pemotongan Mesin bubut
Pengaturan Pipa Baja SCH40 SEAMLESS Ø luar 88.9mm, dan Ø luar 73.6mm Panjang bebas pencekaman 150 mm Panjang pencekaman 50 mm. HSS, Kr 450 320 rpm 0.09 mm/putaran 0.25mm 25mm clock wise (cw) Dry machining Emco Maximat V13
36
Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
3.2
ISSN 2088-8031
Bahan dan Alat Penelitian Adapun peralatan yang digunakan
yaitu: 1. Analog Digital Converter jenis PICO ADC 200/50 MSPS 2. Personal Computer 3. Power Supplies tipe ACC-PS1 Omega 4. Charge Amplifier tipe 2635 Bruel & Kjaer 3.3
Set Up Penelitian Susunan peralatan sesuai dengan fungsinya masing-masing, rangkaian alat ini harus benar agar didapat data hasil pengujian yang akurat. Setelah dirangkai dengan benar pengaturan alat juga harus benar, sehingga pada pengolahan data tidak kesulitan. Berikut rangkaian alat pada penelitian
Gambar 4.1a). Amplitudo getaran pada benda uji tanpa pasir (kosong) dengan pencekaman dalam.
Gambar 4.1b). Amplitudo getaran pada benda uji volume pasir penuh dengan pencekaman dalam.
Gambar 3.1 Set Up Penelitian
4 Hasil Pengujian dan Pembahasan Dalam uji pemotongan ini diukur respon getaran dari proses turning untuk tiaptiap kedalaman potong, pada masing-masing variasi volume pengisian pasir yang dimulai dengan kedalaman potong 0.25mm sampai dengan terjadinya chatter dengan penambahan sebesar 0.25mm. Data yang diperoleh dari pengujian adalah getaran dimana amplitudo getaran berupa percepatan terhadap waktu, selanjutnya diolah menggunakan bantuan soft ware sehingga diperoleh hasil amplitudo getaran pada domain frekuensi. Gambar 4.1a – 4.1d Menunjukkan respon getaran untuk percobaan benda uji sebelum chatter dan saat terjadi chatter.
Gambar 4.1c). Amplitudo getaran pada benda uji tanpa pasir (kosong) dengan pencekaman luar.
Gambar 4.1d). Amplitudo getaran pada benda uji volume pasir penuh dengan pencekaman luar. 37
Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
Gambar 4.2a – 4.2d. Menunjukkan respon getaran untuk percobaan benda uji sebelum chatter dan saat terjadi chatter.
Gambar 4.2a). Amplitudo getaran pada benda uji tanpa pasir (kosong) dengan pencekaman dalam.
Gambar 4.2b). Amplitudo getaran pada benda uji volume pasir penuh dengan pencekaman dalam.
ISSN 2088-8031
4.1. Hasil pengujian benda kerja pipa Dari pengolahan data didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 4.3 Grafik amplitodo getaran benda uji ø 2.5inch dengan pencekaman dalam.
Gambar 4.3 Grafik amplitodo getaran benda uji ø 2.5 inch dengan pencekaman luar. Tabel 4.1 Batas stabilitas benda kerja pipa 2,5 inch
Gambar 4.2c). Amplitudo getaran pada benda uji tanpa pasir (kosong) dengan pencekaman luar.
Gambar 4.2d). Amplitudo getaran pada benda uji volume pasir penuh dengan pencekaman luar.
Gambar 4.4 Batas kestabilan pada benda uji ø 2.5 inch mm 38
Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
ISSN 2088-8031
5
Gambar 4.5 Grafik amplitodo getaran benda uji ø 3 inch dengan pencekaman dalam.
Gambar 4.6 Grafik amplitodo getaran benda uji ø 3 inch dengan pencekaman luar. Tabel 4.2 Batas stabilitas benda kerja pipa 3 inch
Kesimpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan tentang usaha peningkatan batas stabilitas dengan menggunakan beberapa metode, maka dapat disimpulkan: Penambahan material peredam pasir kedalam benda kerja pipa mampu meningkatan batas stabilitas proses bubut. Untuk pencekaman dalam, kondisi kosong adalah 0.81 mm, sedangkan volume pasir ¼, ½, ¾, dan penuh memberikan kenaikan batas stabilitas masin-masing 1.75 mm, 2.12 mm, 2.16 mm dan 2.22 mm untuk benda kerja pipa Ø 2.5 inch dan kondisi kosong adalah 0.51 mm, sedangkan volume pasir ¼, ½, ¾, dan pengisian volome pasir penuh memberikan kenaikan batas stabilitas pemotongan masing-masing 1.04 mm, 1,42 mm, 1,98 mm dan 2.72 mm untuk benda kerja pipa Ø 3 inch. sedangkan untuk pencekaman sisi luar didapat peningkatan sebesar 0.95 mm dan meningkat masing-masing menjadi 1.95 mm, 2.05 mm, 2.1 mm dan 3.05 mm untuk benda kerja pipa Ø 2.5 inch dan kondisi kosong sebesar 0.68 mm menjadi masing-masing 1.62 mm, 1.88 mm, 2.23 mm dan 3.27 mm untuk benda kerja pipa Ø 3 inch. Volume pengisian pasir penuh mampu meningkatkan batas stabilitas chatter. Untuk pencekaman dalam, didapat peningkatan sebesar 174 % untuk benda kerja pipa Ø 2.5 inch dan 388 % untuk benda kerja pipa Ø 3 inch. sedangkan untuk pencekaman sisi luar didapat peningkatan sebesar 221 %. untuk benda kerja pipa Ø 2.5 inch dan 381% untuk benda kerja pipa Ø 3 inch. Metode pencekaman sisi luar benda kerja memberikan efek yang lebih besar dibandingan pencekaman sisi dalam.
Gambar 4.7 Batas kestabilan benda uji ø 3 inch mm
39
Jurnal Cartenz, Vol.4, No. 6, Desember 2013
ISSN 2088-8031
Daftar Pustaka Rochim, Taufiq. Teori dan Aplikasi Proses Pemesinan. Higher Education Development Project, 1993. Irjhon,
Robby. Pengaruh Penggunaan Material Butiran Untuk Memperbaiki Karakteristik Dinamik pada Mesin Drill. ITS, Surabaya, 2004
Koenigsberger dan Tlusty, (1970), Machine Tool Structures, 1st edition, Pergamon Press Ltd, Headington Hill Hall, Oxford.
Wibowo, Oktaviyanto. Studi Eksperimental Pengaruh Penambahan Pasir atau Kerikil Terhadap Chatter pada Proses Mengefrais Tegak Untuk Benda Kerja bentuk Kotak. ITS, Surabaya, 2005 K. Saveri, M. Phil. Modal Analysis of Large Stuctures – Multiple Exiter Systems. Bruel & Kjaer, 1984 Suhardjono. (2009), Pengaruh Kecepatan Potong Terhadap Getaran dan Kekasaran Permukaan Hasil Proses Bubut dengan Pencekaman Chuck Tanpa Penumpu Tail stock.
40