1
STUDI DISTRIBUSI BESAR BUTIR FERIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERASAN PADA PROSES TERMOMEKANIK BAJA HSLA DENGAN VARIASI REDUKSI PADA TEMPERATUR 800°C Juristy Jerry H T, Dedi Priadi Jurusan Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia
Abstrak Telah diketahui bahwa deformasi plastis pada temperatur tinggi dapat meningkatkan sifat mekanis dari logam. Peningkatan sifat mekanis ini disebabkan oleh pengendalian struktur mikro ketika transformasi fasa. Sifat mekanis yang dihasilkan dari pengendalian struktur mikro dipengaruhi oleh ukuran butir ferrit yang terbentuk. Pada penelitian kali ini dilakukan proses termomekanik terhadap baja HSLA A572 untuk mengetahui pengaruh besar reduksi pada temperatur tinggi terhadap distribusi ukuran butir ferrit. Didapatkan bahwa ukuran butir ferrit pada bagian ketebalan memiliki nilai yang berbeda. Perbedaan ukuran antara permukaan atas dan bawah tidak memiliki nilai yang sangat signifikan terhadap nilai kekerasan. Sementara itu ukuran butir bagian tengah pada dimensi ketebalan sampel memiliki nilai yang paling rendah untuk setiap variasi besar reduksi. Kata kunci: Baja HSLA; Distribusi Ukuran Butir Ferrit; Reduksi; Termomekanik. Abstract It has been known that plastic deformation at high temperatures could increase the mechanical properties of a metal. Improved mechanical properties is due to the microstructure control when the phase transformation occured. The resulting mechanical properties is influenced by the ferrite grain size which is formed by microstructural control. In the present study thermomechanical process was performed on A572 HSLA steels to investigate the influence of hot roll reduction at elevated temperature to the ferrite grain size distribution.It was found that the ferrite grain size on the thickness has a different value for each position. Difference in size between the upper and lower surfaces have no significant value to the value of hardness properties. While the grain size at the center of the sample thickness dimension has the lowest value for any of the variation reduction. Keywords: Ferrite Grain Size Distributionl; HSLA Steel; Reduction; Thermomechanical. 1.
Pendahuluan Perkembangan teknologi khususnya pada bidang ilmu pengetahuan material membawa
perubahan yang pesat dalam dunia industri baja. Baja dituntut untuk memiliki sifat mekanis yang baik. Sifat mekanis tersebut diantaranya adalah kekuatan luluh, ketangguhan, dan kemampulasan. Untuk meningkatkan kekuatan baja biasanya komposisi karbonnya ditingkatkan. Sayangnya hal ini memperburuk kemampulasan baja. Mekanisme lain untuk Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
2
meningkatkan sifat mekanis baja adalah dengan cara penambahan unsur elemen microalloying. Baja dengan penambahan unsur microalloying dinamakan High strength low alloy steel (HSLA). Pada baja ini mekanisme paling penting untuk meningkatkan sifat mekanisnya adalah penghalusan butir dengan cara mengontrol ukuran butirnya pada saat transformasi fasa. Pengetahuan untuk mengontrol ukuran butir tersebut dinamakan Thermomechanical process (TMCP). Pada awalnya tujuan deformasi pada temperatur tinggi adalah untuk mempermudah reduksi ketebalan dimensi lembaran baja. Tetapi seiring berkembangnya teknologi dan permintaan baja dengan kualitas tinggi dikembangkanlah sebuah proses bernama proses termomekanik. Proses termomekanik atau sering juga disebut TMCP adalah proses yang menggunakan panas dan deformasi dalam setiap tahapnya. Secara garis besar pada proses ini terjadi 3 tahap yaitu pemanasan ulang, deformasi panas, dan pendinginan.Beberapa variabel penting dalam proses ini diantaranya adalah % reduksi, temperatur, dan waktu pendinginan. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh % reduksi pada temperatur tinggi terhadap distribusi ukuran butir ferrit dan sifat mekanis dari baja. Dimana semakin besar % reduksi yang dialami oleh baja maka sifat mekanis, dalam hal ini kekerasan, akan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya deformasi akan menimbulkan dislokasi dan cacat didalam kristal-kristal logam. Semakin tinggi regangan yang diberikan maka kerapatan dislokasi didalam logam akan meningkat sehingga kekerasan dari baja akan meningkat. Tetapi mengingat deformasi dilakukan pada temperatur tinggi maka akan memungkinkan terjadinya penurunan ukuran butir ferrit dengan cara meningkatkan tempat pengintian butir ferrit. Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Melihat penyebaran distribusi ukuran butir ferit dari material baja HSLA hasil proses termomekanik.
2.
Mengamati pengaruh % reduksi terhadap pertumbuhan ukuran butir ferit dan sifat mekanisnya dari proses termomekanik.
3.
Menyatakan hubungan pengaruh deformasi terhadap pertumbuhan butir ferit dalam suatu persamaan matematis
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
3
2.
Tinjauan Teoritis Baja HSLA Nb termasuk dalam kategori Microalloyed ferrite-pearlite. Sifat mekanis
baja ini didapatkan dari penambahan elemen paduan mikro Nb. Fungsi dari Nb dalam baja ini adalah sebagai penghambat pertumbuhan butir austenit dan membentuk penguatan endapan. Peningkatan sifat mekanis dari baja ini didapatkan dengan proses canai panas terkendali (Thermo mechanical processing). Unsur microalloying pada baja inilah yang berperan dalam peningkatan sifat mekanisnya. Kemampuan sebuah logam untuk dideformasi secara plastis berkaitan dengan kemampuan dislokasi, yang terdapat didalam logam tersebut, untuk bergerak.Dengan mengurangi pergerakan dislokasi maka sifat mekanik dapat ditingkatkan. Pada baja HSLA mekanisme penguatan utamanya adalah penghalusan butir akan tetapi tingkat kekuatan yang dipersyaratkan tercapai karena penguatan presipitasi tambahan dalam ferrit[1]. Penghalusan butir merupakan mekanisme penguatan yang paling sering digunakan karena menghasilkan kombinasi yang baik antara kekuatan dan ketangguhan[2]. Dengan berkurangnya ukuran butir maka akan meningkatkan jumlah batas butir per unit volume. Bertambahnya jumlah batas butir akan menghambat pergerakan dislokasi, sehingga dibutuhkan energi yang lebih banyak bagi dislokasi untuk melompat ke butir berikutnya. Untuk mendapatkan butir ferrit yang halus maka harus didapatkan butir austenit yang halus sebelum transformasi pendinginan. Pengontrolan ukuran butir austenit ini dapat dilakukan melalui proses termomekanik. Pada proses transformasi austenit-ferit,pembentukan ferrit diawali dengan nukleasi ferrit. Tempat tempat potensial untuk nukleasi ferrit diantaranya adalah: (1) batas butir austenit, (2) deformation band, (3) partikel fasa kedua, (4) sub-batas butir, (5) batas butir kembaran. Proses termomekanik merupakan pengetahuan untuk mengontrol struktur mikro suatu material untuk mendapatkan sifat mekanis yang baik. proses termomekanik dapat dibagi menjadi 3 tahap utama yaitu pemanasan ulang (reheating), Canai panas (Hot deformation), dan Pendinginan (cooling)[3]. Pada tahap pemanasan ulang baja dipanaskan sampai termperatur Ac3. Besar temperatur Ac3 adalah[4]: Ac3(°C) = 910 – 203 √C + 44,7 Si – 15,2 Ni + 31,5 Mo + 104 V
(2.1)
Baja yang telah diaustenisasi selanjutnya dicanai dengan cara melewatkannya diantara dua roll. Kedua roll tersebut akan memberikan sebuah gaya tekan yang bertujuan untuk mereduksi ketebalan dari material pada temperatur tinggi[5]. Dalam proses canai, reduksi ketebalan baja, r, dirumuskan sebagai berikut:
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
4
r = (h1 – h2)/h1 = 1 – (h2/h1)
(2.2)
dengan h1 menyatakan ketebalan logam sebelum dicanai dan h2 menyatakan ketebalan logam setelah dicanai. Sellars merumuskan cara untuk menghitung nilai regangan yang dialami baja (ε) dan laju regangan (έ) melalui persamaan[6]: ε = 1,155 ln (h1/h2) = 1,155 ln [1/(1 – r)]
(2.3)
dan έ= ε × vR / √[R (h1-h2)]
(2.4)
dengan vR menyatakan kecepatan rol dan R menyatakan jari-jari rol. Pada tahap pendinginan terjadi transformasi fasa dari mikrostruktur dengan kondisi austenitik menjadi kondisi ferritik, seperti terlihat dalam gambar 2.1. Mikrostruktur akhir baja bergantung pada kecepatan pendinginan dari temperatur austenit ke temperatur ruang. Logam mengalami proses pendinginan yang lebih cepat pada bagian permukaan. Hal ini mengakibatkan ukuran butir dipermukaan lebih kecil dibandingkan dengan bagian tengah
[7]
.
Dengan meningkatnya laju pendinginan maka butir ferit yang didapatkan akan semakin halus.
Gambar 2.1 Proses tranformasi austenit menjadi ferrit dan perlit[13] Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
5
Setiap proses metalurgis yang terjadi selama proses termomekanik akan mempengaruhi morfologi dan ukuran butir ferit yang akan didapatkan. Beberapa proses metalurgis yang terjadi pada proses termomekanik diantaranya adalah deformasi plastis, recovery, rekristalisasi, dan pertumbuhan butir. Pertama, pada proses termomekanik, deformasi plastis yang diberikan oleh tekanan radial canai akan menyebabkan butir austenit terelongasi. Didalam butir austenit yang terelongasi ini akan terdapat cacat didalam butir (intragranular defect) yang disebut deformation band. Deformation band yang terdapat didalam butir memiliki densitas dislokasi yang sangat tinggi. Deformation band yang terbentuk akan bertambah dengan semakin besarnya regangan yang terjadi dalam sampel[8]. Deformation band inilah yang menjadi salah satu tempat untuk nukleasi butir ferit. Kedua, pada proses recovery terjadi proses penghilangan energi internal (internal strain energy) dengan penyusunan ulang dislokasi melalui perlakuan panas[5]. Proses ini disebut poligonisasi. Pada proses ini dislokasi merubah susunannya dari pengelompokan horizontal menjadi vertikal. Adanya penyusunan kembali dislokasi akan membentuk sub-butir yang sederhana dengan batas butir bersudut kecil (2° – 3° misorientasi). Ketiga, pada proses rekristalisasi terbentuk kristal-kristal baru yang sangat kecil pada tahap awal, tetapi seiring dengan meningkatnya temperatur ukuran kristal yang baru meningkat dan perlahan akan menggantikan struktur yang terdistorsi[9]. Dalam proses termomekanik rekristalisasi umumnya dibagi menjadi 2 jenis yaitu rekristalisasi dinamik dan rekristalisasi statik. Rekristalisasi ini menghaluskan butir ferit dengan cara penghalusan butir austenite sebelum transformasi austenit-ferrit. Butir-butir baru yang terbentuk dari hasil rekristalisasi ini berbentuk equiaxed. Dan yang terakhir adalah pertumbuhan butir. Pertumbuhan butir ferit dikendalikan oleh temperatur, waktu tahan, dan unsur microalloying. Semakin tinggi temperatur austenisasi dalam proses reheating maka semakin cepat pula atom-atom Fe untuk berdifusi. Jika austenisasi ditahan untuk waktu yang lama maka atom-atom Fe akan mendapat kesempatan yang lama untuk berdifusi sehingga meningkatkan ukuran butir. Sedangkan untuk unsur microalloying dalam hal ini Nb, dimana Nb dapat membentuk partikel fasa kedua Nb(C,N) di batas butir yang dapat menghambat pertumbuhan butir, dengan cara mengerjakan tekanan pengunci pada batas butir[10].
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
6
3.
Metodologi Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Rancangan percobaan pada penelitian ini dapat dilihat dalam diagram alir pada gambar 3.3. Pada daerah ketebalan sampel dipilih 5 buah titik dengan rentang jarak sebesar 10mm seperti terlihat pada Gambar 3.1. Tabel 3.2 Komposisi Baja ASTM A572
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
7
Gambar 3.3 Gambar Sampel Pengujian Untuk pengamatan temperatur yaitu pada saat sampel mengalami pemanasan ulang, sampel dipasangkan kawat termokopel demgan membuat lubang seukuran diameter kawat pada bagian belakang sampel. Sampel dipanaskan dalam dapur sampai temperatur 900°C. Setelah temperatur tersebut tercapai, sampel didinginkan pada kondisi temperatur ruang hingga tercapai temperatur pencanaian yang telah ditetapkan. Sampel sudah dapat dicanai apabila telah mencapai temperatur 800°C. Setelah temperatur sampel mencapai 800°C, sampel langsung dimasukkan melewati celah roll gap. Tekanan radial yang diberikan oleh canai akan langsung menarik spesimen. Pada tahap ini sampel akan mengalami pengurangan ketebalan dengan ukuran yang berbeda-beda. Perbedaan % reduksi inilah yang menjadi variabel dalam penelitian ini. Proses termomekanik yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2.Setelah pencanaian sampel didinginkan hingga temperatur ruang. Setelah itu sampel kemudian diukur perubahan dimensinya. Perubahan dimensi yang menjadi perhatian adalah pada daerah ketebalan. Nilai dari rentang ukuran daerah ketebalan pada lima titik sebelum dan sesudah proses termomekanik digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini. Setelah perlakuan termomekanik, sampel dipreparasi kembali untuk pengujian metalografi dan kekerasan vickers.Proses pengetsaan dilakukan dengan memakai etsa nital 2% dan reagen marshall. Setelah proses pengetsaan, struktur mikro dari sampel akan difoto dengan tingkat perbesaran 1000X. Pengambilan foto dilakukan pada 15 titik untuk 3 posisi yaitu atas, tengah dan bawah. Dari foto mikrostruktur yang didapatkan, ukuran butir ferrit dihitung menggunakan metode ASTM E112[11]. Foto struktur mikro yang didapat dihitung menggunakan 3 buah lingkaran konsentrik dengan jumlah keliling 500 mm. Ketiga buah lingkaran tersebut dibuat diatas foto mikro yang didapat. Jumlah perpotongan batas butir oleh ketiga lingkaran tersebut, P, dimasukkan kedalam persamaan berikut: l = L/MP
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
(3.1)
Universitas Indonesia
8
Dimana L menyatakan jumlah keliling lingkaran yaitu 500 mm, l adalah perpotongan linear rata-rata, dan M adalah perbesaran yang digunakan. Setelah itu nilai l dimasukkan kedalam persamaan G = (– 6,644 log l) – 3,288
(3.2)
Setelah memperoleh nilai G, diameter butir rata-rata dapat dicari menggunakan tabel hubungan ukuran butir ASTM dengan ukuran butir rata-rata. Konversi dari nilai G menjadi diameter butir pada tabel ASTM E112 hanya dapat dilakukan sampai nilai G=14. Sehingga untuk menghitung ukuran butir dengan G>14 ukuran butir ferrit dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut[12]: d = 9,201×105G-4,81
(3.3)
Standar pengujian kekerasan mengacu kepada ASTM E92[13]. Pengujian kekerasan ini menggunakan metode vickers. Pada metode ini sampel dipreparasi terlebih dahulu untuk mendapatkan fokus pada pengambilan gambar. Preparasi sampel pada pengujian ini dilakukan seperti preparasi pengujian metalografi dengan cara mengetsa permukaan sampel. Setelah gambar terlihat di mikroskop kemudian dilakukan pembebanan sebesar 300 gf selama 5 detik. Setelah pembebanan selesai dilakukan, kedua diagonal pada tempat yang terindentasi dijumlahkan untuk mencari nilai rata-ratanya. Setelah itu nilai diagonal, d, tersebut dimasukkan kedalam persamaan VHN = 1,854P/d2
(3.4)
Dimana VHN menyatakan nilai kekerasan vickers, P menyatakan beban indentasi yang digunakan, dan d menyatakan nilai diagonal rata-rata hasil indentasi.
Gambar 3.4 Proses Termomekanik Dari Pemanasan Sampai Deformasi Panas Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
9
Gambar 3.5 Posisi Pengambilan Struktur Mikro sampel baja HSLA 4.
Hasil Penelitian
Proses termomekanik pada baja mengakibatkan perubahan dimensi ketebalan yang diamati pada 5 lokasi yang berbeda. Nilai besar reduksi, regangan, dan laju regangannya dapat dilihat pada tabel 4.1. Nilai dari ukuran butir ferrit dengan besar reduksi yang berbeda terlihat pada tabel 4.2. Sedangkan untuk nilai data kekerasan sampel dapat dilihat pada gambar 4.3. Tabel 4.1 Data pengaruh besar reduksi
Tabel 4.2 Data Ukuran Butir Ferrit
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
10
Tabel 4.3 Data Kekerasan Sampel
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya perbedaan ukuran butir dan nilai kekerasannya pada tiga posisi dimensi ketebalan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2. Pada gambar 4.1 terdapat 3 jenis penyebaran distribusi ukuran butir ferrit. Pada posisi atas ukuran butir ferrit berkisar dari 2,32 µm sampai dengan 2,92 µm. Pada posisi tengah ukuran butir ferrit berkisar dari 2,78 µm sampai dengan 3,39 µm. Pada posisi bawah ukuran butir ferrit berkisar dari 2,31 µm sampai dengan 2,72 µm. Nilai ukuran butir ferrit terbesar terletak pada posisi tengah dengan nilai 3,39 µm untuk nilai regangan 0.413. Sedangkan ukuran butir terkecil terletak pada posisi bawah dengan nilai 2,31 µm untuk nilai regangan 0.671. Pada gambar 4.2 terdapat 3 jenis penyebaran distribusi nilai kekerasan. Selain itu terlihat juga adanya peningkatan nilai kekerasan pada setiap posisi dengan semakin bertambahnya regangan. Distribusi nilai kekerasan pada setiap posisi dapat dijelaskan menurut rentang nilai kekerasannya. Pada posisi atas nilai kekerasannya berkisar dari 184 VHN sampai dengan 210 VHN. Untuk posisi tengah nilai kekerasannya berkisar dari 171 VHN sampai dengan 187 VHN. Sedangkan untuk posisi bawah nilai kekerasannya berkisar dari 191 VHN sampai dengan 208 VHN. Nilai kekerasan tertinggi terletak pada posisi atas dengan nilai 210 VHN untuk nilai regangan 0,671. Sedangkan untuk nilai kekerasan terendah terletak pada posisi tengah dengan nilai 171 VHN untuk nilai regangan 0,413.
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
11
Gambar 4.1 Pengaruh Besar Regangan Terhadap Ukuran Butir Ferrit
Gambar 4.2 Pengaruh Besar Regangan Terhadap Sifat Kekerasan Sampel
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
12
5.
Pembahasan Dari hasil penelitian terlihat bahwa ukuran butir ferrit semakin kecil dengan
bertambahnya besar regangan. Begitu juga dengan nilai kekerasan sampel yang didapat memiliki hubungan dimana peningkatan regangan akan meningkatkan nilai kekerasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan regangan dengan distribusi ukuran butir ferrit berbanding terbalik dan hubungan regangan dengan kekerasan berbanding lurus. Kedua hubungan tersebut terjadi karena deformasi akan menciptakan cacat pada butir austenit yang mengalami pengerjaan panas. Cacat yang timbul oleh pengerjaan panas ini diantaranya adalah dislokasi dan deformation band. Pada logam yang tidak dideformasi pengintian ferrit terjadi pada batas butir austenit. Tetapi karena adanya cacat-cacat dalam butir maka akan menambah tempat pengintian ferrit. Dengan meningkatnya tempat pengintian ferrit maka butir ferrit yang dihasilkan akan semakin halus. Sehingga dislokasi akan semakin susah bergerak karena batas butir persatuan volum meningkat. Nilai kekerasan dan ukuran butir ferrit pada bagian permukaan berbeda dengan bagian tengah sampel. Perbedaan ini merupakan karakteristik umum proses canai temperatur tinggi. Adanya perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan laju pendinginan sampel pada bagian tengah dan permukaan[7]. Pada gambar 5.2 terlihat bentuk butir yang dihasilkan memanjang sesuai orientasi pencanaian. Pada bagian tengah tidak terlihat adanya butir berukuran sangat halus. Pengaruh besar regangan terhadap ukuran butir ferrit terlihat juga pada gambar 5.1. Dari gambar terlihat jelas bahwa adanya butir-butir berukuran sangat halus yang berkelompok untuk nilai regangan sebesar 0,67. Menurut eghbali[14], butir-butir berukuran halus tersebut merupakan hasil dari strain induced ferrite transformation (SIFT). Bentuk butir pada nilai regangan tersebut terlihat tidak seragam dengan
adanya
butir
besar
hasil
proses
continues
dynamic
recrystalization[15].
Ketidakseragaman bentuk butir tersebut dikarenakan deformasi plastis dilakukan pada temperatur 2 fasa dimana sebagian austenit sudah mengalami transformasi fasa sebelum pengerjaan panas. Ukuran butir ferrit dengan deformasi dapat dihubungkan dengan sebuah persamaan matematis. Persamaan matematis hubungan ukuran butir dengan besar deformasi dijelaskan sebagai berikut: dα = 16.2022 ε−0,382 έ-1,013
(8.1)
Dari persamaan yang didapat didapatkan besar error dengan nilai 15%. Tingginya nilai error ini disebakan regangan dan laju regangan aktual yang terjadi pada masing-masing lapisan (atas, tengah dan bawah) tidak dapat diukur/dihitung (dimana asumsi regangan dan laju regangan pada masing-masing lapisan adalah sama). Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
13
Gambar 5.1 Butir ferrit pada bagian atas untuk regangan a) ε=0,44, b) ε=0,41, c) ε=0,39, d) ε=0,34
Gambar 5.2 Butir ferrit pada bagian tengah untuk regangan a) ε=44, b) ε=41, c) ε=39, d) ε=34
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
14
Begitu juga dengan pengaruh besar butir austenit awal dan temperatur pengerolan yang tidak ikut diperhitungkan disebabkan karena besar butir austenit awal dan temperatur pengerolan tidak ikut diperhitungkan dalam penelitian ini, serta tingkat ketelitian dan pengamatan alat yang juga ikut mempengaruhi hasil penelitian ini. 9.
Kesimpulan 1.
Pada baja HSLA yang dicanai panas terdapat perbedaan ukuran butir ferrit untuk posisi atas, tengah, dan bawah.
2.
Ukuran butir ferrit terbesar terletak pada posisi tengah dengan nilai 3,39 µm untuk regangan sebesar 0,3.
3.
Ukuran butir ferrit terkecil terletak pada posisi bawah dengan nilai 2,31 µm untuk regangan sebesar 0,44.
4.
Ukuran butir ferrit sampel setelah perlakuan termomekanik mengalami pengurangan pada ketiga posisi dengan semakin bertambahnya regangan.
5.
Nilai kekerasan sampel setelah perlakuan termomekanik mengalami peningkatan pada ketiga posisi dengan bertambahnya besar % reduksi.
6.
Nilai kekerasan terbesar terletak pada posisi atas dengan nilai 210 VHN untuk regangan sebesar 0,671.
7.
Nilai kekerasan terendah terletak pada posisi tengah dengan nilai 171 VHN untuk regangan sebesar 0,413.
8.
Hubungan deformasi terhadap pertumbuhan butir ferrit hasil penelitian didapat dalam persamaan berikut: dα = 16.2022 ε−0,382 έ-1,013
10.
Saran 1.
Perlu adanya peralatan yang lebih sesuai lagi untuk membuktikan teori ini agar lebih baik dan valid.
2.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengamati parameter temperatur, laju pendinginan, energi aktivasi, dan ukuran butir austenit awal sebagai fungsi untuk hubungan besar butir ferrit HSLA hasil proses termomekanik.
Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
15
11.
Kepustakaan
1.
Smallman, R.E., Ngan, A.H.W. (2007). Physical Metallurgy and AdvancedMaterials, 7th edn. Butterworth-Heinemann, Oxford.
2.
S.K.Dhua., D. Mukerjee.,D.S. Sarma. (2003). Influence of Thermomechanical Treatments on the Microstructure and Mechanical Properties of HSLA-100 Steel Plates. METALLURGICAL AND MATERIALS TRANSACTIONS A , 34A.
3.
M. Militzer, E. H. (2000). Microstructural Model for Hot Strip Rolling of High-Strength Low-Alloy Steels. METALLURGICAL AND MATERIALS TRANSACTIONS A .
4.
ASM Handbook Vol 4: Heat Treating. (1991). ASM International, Materials Park, Ohio, USA.
5.
Callister, W.D. (2007). Materials Science and Engineering: an Introduction, 7th edn. John Wiley & Sons, New York.
6.
Beynon, J.H., Sellars, C.M. (1992). Modelling Microstructure and Its Effects during Multipass Hot Rolling, ISIJ Int.
7.
Hiroshi YOSHIDA, A. Y. (1991). An Integrated Mathematical Simulation of Temperatures, Rolling Loads And Metalurgical properties In Hot Strip Mills. ISIJ
8.
Kvackaj, T., Mamuzic, I. (1998). A Quantitative Characterization of Austenite Microstructure after Deformation in Nonrecrystallization Region and Its Influence on Ferrite Microstructure after Transformation, ISIJ Int.
9.
M.I.Mech.E., H. W. (1962). Modern Workshop Technology. London: Cleaver-hume press ltd.
10.
Kostryzhev, A. G. (2009). Bauschinger Effect in Nb and V Microalloyed Line Pipe Steels. A thesis submitted to The University of Birmingham.
11.
ASTM Standard E112, (1996). “Standard Test Methods for Determining Average Grain Size," ASTM International, West Conshohocken, PA.
12.
Handjaja, J. (2012). Pengembangan Model Ukuran Butir Ferrit Dan Kekerasan Vickers Baja HSLA-0.028% Nb Hasil Canai Panas. Skripsi
13.
ASTM Standard E92, (2003). "Standard Test Method for Vickers Hardness of Metallic Materials," ASTM International, West Conshohocken, PA.
14.
B. Eghbali, A. A.-Z. (2007). Deformation induced ferrite transformation in a low carbon Nb–Ti microalloyed steel. Elsevier.
15.
Eghbali, B. (2010). Study on the ferrite grain refinement during intercritical deformation of a microalloyed steel. Elsevier. Studi distribusi..., uristy Jerry Hartarto Tampubolon, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia