1
Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan Sulistiya Nengse, Didik Bambang Supriyadi, dan Mas Agus Mardyanto Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak—Genangan di Surabaya terjadi karena tingginya intensitas hujan lokal dan jenis tanah yang mempunyai resapan rendah. Salah satu cara yang efektif untuk menangani genangan air adalah memodifikasi lapisan tanah permukaan dengan menambahkan pupuk kompos dedaunan dan ranting dan kompos kotoran hewan sehingga terjadi peningkatan kemampuan resapan tanah. Penelitian ini untuk menentukan pengaruh jumlah kompos yang ditambahkan pada tanah terhadap peningkatan resapan dan reduksi lama genangan banjir. Penelitian dilakukan menggunakan metode pencampuran tanah dan kompos pada skala laboratorium. Penelitian ini menggunakan dua variabel penelitian, yaitu jenis kompos yang digunakan dan jumlah kompos yang ditambahkan. Parameter yang dianalisis adalah jenis tanah, kadar air (Wc), berat volume tanah (γ), porositas (n), dan laju resapan tanah (f). Dari hasil penelitian terlihat bahwa penambahan kompos daun dan ranting sebesar 15% ke tanah dapat meningkatkan laju resapan dari 0,298 cm/menit menjadi 0,904 cm/menit, penambahan kompos daun dan ranting 35% dapat meningkatkan laju resapan menjadi 1,099 cm/menit. Penambahan kompos kotoran hewan sebesar 15% ke tanah dapat meningkatkan laju resapan menjadi 0,369 cm/menit, penambahan kompos kotoran hewan 35% dapat meningkatkan laju resapan menjadi 0,736 cm/menit. Kata Kunci— genangan, kompos, resapan, tanah.
I. PENDAHULUAN
B
ANJIR di Surabaya bukan disebabkan meluapnya sungai, namun lebih dikarenakan tingginya intensitas hujan lokal yang diperparah dengan buruknya manajemen drainase kota, disamping itu kontur wilayah Surabaya merupakan permukaan yang relatif datar dan jenis tanah yang mempunyai resapan rendah. Meskipun ancaman banjir di Kota Surabaya tidak begitu parah seperti di Kota Jakarta, namun antisipasi terhadap terjadinya banjir perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan curah hujan di Surabaya terbilang tinggi sehingga masih ada kawasan yang tergenang air saat musim hujan, seperti di kawasan Rayon Gubeng Kota Surabaya, khususnya di Jalan Kyai Tambak Deres Kelurahan Bulak Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam mengantisipasi banjir yakni membangun rumah-rumah pompa banjir, membuat gorong-gorong, biopori, membersihkan saluran dari timbunan sampah, dan melakukan
pengerukan sedimen di bozem yang merupakan tempat penampungan air hujan sementara sebelum dibuang ke laut. Namun saat ini semua upaya tersebut belum cukup membuahkan hasil dalam menangani genangan air. Oleh karena itu, alternatif penanganan genangan air perlu dilakukan untuk mencapai kehidupan yang lebih nyaman. Untuk itu salah satu cara yang efektif untuk menangani genangan air adalah memperbesar area resapan air dengan cara meningkatkan resapan tanah. Mengingat tanah asli di Kota Surabaya mempunyai laju peresapan yang rendah maka perlu dilakukan modifikasi terhadap tanah permukaan tersebut, sehingga laju peresapan atau infiltrasinya meningkat. Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi terhadap lapisan tanah permukaan dengan cara menambahkan pupuk kompos dedaunan dan ranting dan kompos kotoran hewan. Menurut Murbandono (2009), pupuk kompos diketahui dapat meningkatkan porositas tanah dan memperbesar kemampuan tanah menampung air. Struktur tanah lempung dapat diperbaiki dengan penambahan kompos agar dapat menyimpan air lebih lama. Paper ini menyajikan hasil penelitian terkait kemampuan campuran tanah dan kompos dalam meningkatkan resapan air pada daerah genangan/rawan banjir di Kota Surabaya khususnya di Jalan Kyai Tambak Deres Kelurahan Bulak Kecamatan Kenjeran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh jumlah kompos yang ditambahkan pada tanah terhadap peningkatan resapan dan menentukan besar kemampuan campuran tanah dan kompos dalam mereduksi lama genangan banjir di daerah rawan genangan di Surabaya. II. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Sampel diambil di halaman rumah yang masih berupa tanah asli dan belum pernah diurug di daerah Jalan Kyai Tambak Deres Kelurahan Bulak Kecamatan Kenjeran Surabaya. Pengambilan sampel di lokasi ini didasarkan pada data dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Tahun 2012. Berdasarkan data tersebut luas area genangan di daerah Jalan Kyai Tambak Deres adalah
2 0,45 ha, tinggi genangan 40 cm, dan lama genangan 120 menit. Sampel diambil dari tiga titik (titik 1, 2, dan 3) yang mana jarak antara masing-masing adalah 3 meter. Masing-masing titik diambil dua sampel, yaitu sampel tanah di permukaan dan sampel tanah pada kedalaman 30 cm dari permukaan. Total sampel tanah sebanyak 6 sampel. Sampel diambil antara tanah permukaan hingga kedalaman 30 cm karena diprediksi sebelum 30 cm belum terdapat air tanah sehingga tanah tidak jenuh dan mudah dianalisis. Selain itu tanah pada kedalaman 30 cm lebih mudah dalam pengaplikasian karena tidak perlu menggunakan alat berat. Tanah pada kedalaman ini masih berupa top soil. B. Penyiapan Campuran Tanah dan Kompos Kompos yang digunakan terdiri dari dua macam kompos: - Kompos (1) yaitu kompos yang berasal dari daun dan ranting diambil dari Rumah Kompos Bratang. - Kompos (2) yaitu kompos yang berasal dari kotoran hewan yang dibeli dari Pasar Bunga Bratang produksi
No . 1.
Tabel 1. Variasi campuran tanah dan kompos Prosentas Variasi campuran Komposisi e Tanah asli Tanah asli 100%
2. 3.
Kompos 1 Kompos 2
4.
Campuran 1
5.
Campuran 2
6.
Campuran 3
7.
Campuran 4
8.
Campuran 5
9.
Campuran 6
Kompos (1) Kompos (2) Tanah asli Kompos (1) Tanah asli Kompos (1) Tanah asli Kompos (1) Tanah asli Kompos (2) Tanah asli Kompos (2) Tanah asli Kompos (2)
-
Wc =
-
C. Pemeriksaan Sampel Tanah Pemeriksaan sampel tanah meliputi analisis laboratorium sebagai berikut: - Analisis ayakan tanah asli
W 2 −W 3 × 100% W 3 − W1
(1)
dengan: Wc = kadar air (%) W1 = berat awal cawan petri kosong (gram) W2 = berat tanah basah + cawan (gram) W3 = berat kering tanah + cawan (gram) Analisis berat volume tanah (γ b ) Analisis berat volume tanah menggunakan metode perbandingan antara berat tanah dengan volumenya dalam gram/cm3. Analisis berat volume tanah dihitung dengan rumus (Das, 1988):
γb =
W V
(2)
dengan: γ b = berat volume (gram/cm3) W = berat total tanah (gram) V = volume total tanah (gram) Untuk berat volume tanah kering perhitungannya menggunakan rumus:
100% 100% 85% 15% 75% 25% 65% 35% 85% 15% 75% 25% 65% 35%
dari Wajak Malang. Campuran tanah dan kompos dengan berbagai variasi disajikan pada Tabel 1. Adanya variasi tanah asli 100%, kompos (1) 100%, dan kompos (2) 100% digunakan sebagai variabel kontrol terhadap variasi campuran lainnya. Sebelum dicampurkan, tanah asli terlebih dahulu dibentuk remah-remah agar tidak menggumpal dan lebih mudah dalam pencampuran dengan kompos. Begitupun dengan tanah asli 100%, sebelum dilakukan analisis laboratorium tanah asli dibuat remah terlebih dahulu. Pencampuran tanah dan kompos menggunakan perbandingan berat, sebagai contoh: dalam pembuatan campuran tanah 85% dan kompos (1) 15% diambil tanah asli sebanyak 850 gram kemudian dicampurkan kompos (1) sebanyak 150 gram.
Analisis ayakan bertujuan untuk menentukan jenis tanah yang dilakukan dengan metode saringan ayakan. Analisis kadar air Yaitu perbandingan antara berat air yang dikandung tanah sampel dengan berat kering tanah yang dinyatakan dalam persen. Analisis kadar air menggunakan metode oven pengering dan dihitung dengan rumus (Shirley, 1987):
γd =
-
1 + Wc
(3)
dengan: γ d = berat volume kering (gram/cm3) γ b = berat volume (gram/cm3) = kadar air (%) Wc Analisis porositas Analisis porositas menggunakan metode piknometer. Perhitungan porositas menggunakan rumus (Das, 1988):
n=
-
γb
e × 100% 1+ e
(4)
dengan: n = porositas tanah (%) e = angka pori Analisis resapan Analisis resapan menggunakan alat dari tabung transparan berdiameter 6 cm dan tinggi 10 cm yang dirangkai seperti sketsa pada Gambar 1. Perhitungan laju resapan menggunakan rumus infiltrasi (RSNI T-062004) yaitu:
f =
∆V A × ∆t
dengan:
(5)
3 f = laju infiltrasi/resapan (cm/jam) ∆V = volume air yang ditambahkan untuk menjaga muka air konstan tiap selang waktu (cm3)
Penyangga
Buret 50 ml 6 cm
Campuran tanah+kompos
Pipa Transparan
10 cm Plat Bawah
Selang Gambar. 2. Grafik hasil ayakan sampel
Kertas Saring Gambar. 1. Sketsa alat uji laju resapan
A ∆t
= luas bidang (cm2) = selang waktu pengukuran (menit) III. HASIL DAN DISKUSI
A. Analisis ayakan Analisis ayakan adalah mengayak contoh tanah melalui satu set ayakan dimana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan. Analisis ayakan dilakukan untuk mengetahui tanah yang paling dominan mengandung lempung, dimana semakin banyak lempung yang dikandung, semakin kecil pula laju resapannya. Analisis ayakan mengikuti SNI 031968-1990. Analisis ayakan dilakukan terhadap seluruh sampel tanah yang berjumlah 6 sampel agar dapat diketahui jenis tanah dominan yang terkandung tanah tersebut. Setiap sampel tanah diambil 500 gram untuk dilakukan analisis ayakan. Hasil analisis ayakan menunjukkan bahwa sampel tanah yang memiliki komposisi lempung paling besar adalah sampel yang Tabel 2. Hasil ayakan sampel tanah pada titik ketiga kedalaman 30 cm Nomor Berat Tertahan % % % Ayakan (gram) Tertahan Komulatif Lolos 2” 0 0 0 100 1” 21,00 4,20 4,20 95,80 ¾” 6,70 1,35 5,55 94,45 3/8” 24,70 4,95 10,50 89,50 4 15,30 3,06 13,56 86,44 10 25,30 5,06 18,62 81,38 20 7,70 1,54 20,16 79,84 40 17,80 3,55 23,71 76,29 100 87,70 17,53 41,24 58,76 200 45,40 9,08 50,32 49,68 PAN 248,40 49,68 100 0
diambil pada titik ketiga kedalaman 30 cm dari permukaan, dimana komposisi lempung yang dikandung adalah 16,45%. Hasil analisis ayakan sampel bisa dilihat pada Tabel 2.
Dari data di atas dapat dibuat grafik (Gambar 2) dimana sumbu X atas adalah nomor ayakan, sumbu X bawah adalah diameter butiran, dan sumbu Y adalah prosentase lolos (Liu, 1981). B. Analisis kadar air awal dan akhir Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui seberapa besar air yang tersimpan dalam sampel, baik tanah asli, kompos (1), kompos (2), maupun campuran. Kadar air awal yaitu kadar air campuran sebelum dialiri air dalam analisis
Gambar. 3. Grafik hubungan antara prosentase campuran kompos (1) dengan kadar air campuran
Gambar. 4. Grafik hubungan antara prosentase campuran kompos (2) dengan kadar air campuran
4 resapan, sedangkan kadar air akhir yaitu kadar air campuran setelah dialiri air. Kadar air dinyatakan dalam persen dengan perhitungan menggunakan Persamaan (1). Hasil analisis kadar air campuran tersaji pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa semakin besar prosentase kompos (1) yang ditambahkan, kadar air campuran semakin menurun karena kondisi kompos (1) yang relatif kering menyerupai tanah humus, sedangkan semakin banyak kompos (2) yang ditambahkan maka kadar airnya semakin besar karena kompos (2) butirannya basah. C. Berat Volume Basah (γ b ) Awal dan Akhir, dan berat volume kering(γ d ) Berat volume basah awal adalah berat volume basah campuran sebelum dilakukan uji resapan, sedangkan berat volume basah akhir adalah berat volume basah campuran setelah dilakukan uji resapan. Perhitungan berat volume basah menggunakan Persamaan (2), sedangkan perhitungan berat volume kering menggunakan Persamaan (3). Dari data yang didapat menunjukkan hasil semakin banyak kompos yang ditambahkan semakin kecil berat volumenya,
Gambar. 7. Grafik hubungan antara prosentase campuran kompos dengan berat volume kering campuran
tersebut. Ketiga grafik menunjukkan bahwa campuran tanah dan kompos (2) memiliki berat volume yang lebih besar daripada campuran tanah dan kompos (1), hal ini karena kompos (2) memiliki butiran yang lebih padat dan jumlah airnya lebih banyak sehingga memiliki massa yang lebih besar daripada kompos (1). D. Porositas
Gambar. 5. Grafik hubungan antara prosentase campuran kompos (1) dengan berat volume basah campuran Gambar. 8. Grafik hubungan antara prosentase campuran kompos dengan porositas
Analisis porositas sangat berkaitan erat dengan resapan, semakin besar porositas tanah semakin besar pula resapannya. Perhitungan porositas menggunakan Persamaan (4). Hasil analisis porositas tersaji pada Gambar 8. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin banyak kompos yang ditambahkan, baik kompos daun dan ranting maupun kompos kotoran hewan, maka semakin besar pula porositasnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompos yang ditambahkan berfungsi untuk meningkatkan porositas tanah. Gambar. 6. Grafik hubungan antara prosentase campuran kompos (2) dengan berat volume basah campuran
baik berat volume basah maupun berat volume kering, hal ini karena butiran-butiran kompos memiliki rongga yang besar serta massa yang lebih ringan daripada tanah asli. Hasil analisis tersaji pada Gambar 5, 6, dan 7. Semakin besar nilai berat volume campuran menunjukkan semakin besar pula kerapatan dan kepadatan campuran
E. Laju resapan Analisis laju resapan dilakukan untuk mengetahui kemampuan campuran tanah dan kompos dalam meresapkan air. Perhitungan laju resapan menggunakan Persamaan (5). Hasil analisis laju resapan tersaji pada Gambar 9. Diketahui dari data yang didapat dari Dinas Pekerjaan Umum Binamarga dan Pematusan Kota Surabaya Tahun 2012 bahwa tinggi genangan di daerah Kyai Tambak deres adalah
5
Gambar. 9. Grafik hubungan antara prosentase campuran kompos dengan kadar air campuran
40 cm, dengan kondisi tanah asli maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm tersebut adalah: waktu peresapan = tinggi genangan/laju resapan = 40 cm / 0,298 cm/menit = 134 menit Jika tanah dicampurkan dengan kompos (1) dengan komposisi tanah 85%: kompos (1) 15%, maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm tersebut adalah: waktu peresapan = tinggi genangan/laju resapan = 40 cm / 0,904 cm/menit = 44 menit Jika tanah dicampurkan dengan kompos (1) dengan komposisi tanah 75%: kompos (1) 25%, maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm tersebut adalah: waktu peresapan = tinggi genangan/laju resapan = 40 cm / 0,937 cm/menit = 43 menit Jika tanah dicampurkan dengan kompos (1) dengan komposisi tanah 65%: kompos (1) 35%, maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm tersebut adalah: waktu peresapan = tinggi genangan/laju resapan = 40 cm / 1,099 cm/menit = 36 menit Jika tanah dicampurkan dengan kompos (2) dengan komposisi tanah 85%: kompos (2) 15%, maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm tersebut adalah: waktu peresapan = tinggi genangan/laju resapan = 40 cm / 0,369 cm/menit = 108 menit Jika tanah dicampurkan dengan kompos (2) dengan komposisi tanah 75%: kompos (2) 25%, maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm tersebut adalah: waktu peresapan = tinggi genangan/laju resapan = 40 cm / 0,555 cm/menit = 72,0721 menit Jika tanah dicampurkan dengan kompos (2) dengan komposisi tanah 65%: kompos (2) 35%, maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm tersebut adalah: waktu peresapan = tinggi genangan/laju resapan = 40 cm / 0,736 cm/menit
= 54,3478 menit Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa jumlah kompos yang ditambahkan ke tanah berpengaruh terhadap peningkatan resapan tanah. Semakin banyak kompos yang ditambahkan baik kompos (1) maupun kompos (2) maka semakin cepat pula waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan ke dalam tanah, sehingga tinggi genangannya menjadi berkurang. Hal ini tentu berhubungan dengan porositas tanah, dimana semakin banyak kompos yang ditambahkan, porositas tanah menjadi semakin besar, sehingga genangan lebih mudah meresap ke dalam tanah. Terhadap kompos kotoran hewan juga dilakukan analisis kandungan e.coli yang mana dari hasil analisis diketahui bahwa kandungan e.coli kompos kotoran hewan adalah 4.242 MPN/gram. Apabila air hujan yang diresapkan ke dalam tanah difungsikan sebagai air minum, maka tidak direkomendasikan menggunakan kompos kotoran hewan sebagai media resapannya, karena menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum bahwa kadar maksimum e.coli yang diperbolehkan dalam air minum adalah 0. Akan tetapi apabila air hujan yang diresapkan ke dalam tanah difungsikan selain untuk air minum, misalkan untuk mandi, cuci, dan kakus maka boleh saja menggunakan kompos kotoran hewan sebagai media resapannya. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari penelitian mengenai studi campuran tanah dan kompos ini, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan kompos ke dalam tanah dapat meningkatkan laju resapan dari 0,298 cm/menit menjadi: - Tanah 85%: kompos daun dan ranting 15% laju resapan menjadi 0,904 cm/menit - Tanah 65%: kompos daun dan ranting 35% laju resapan menjadi 1,099 cm/menit - Tanah 85%: kompos kotoran hewan 15% laju resapan menjadi 0,369 cm/menit - Tanah 65%: kompos kotoran hewan 35% laju resapan menjadi 0,736 cm/menit. 2. Campuran tanah dan kompos dapat mereduksi waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan genangan setinggi 40 cm dari 134 menit menjadi: - Tanah 85%: kompos daun dan ranting 15% laju resapan menjadi 44 menit - Tanah 65%: kompos daun dan ranting 35% laju resapan menjadi 36 menit - Tanah 85% : kompos kotoran hewan 15% laju resapan menjadi 108 menit - Tanah 65% : kompos kotoran hewan 35% laju resapan menjadi 54,3478 menit. DAFTAR PUSTAKA [1]
Das, B.M. 1988. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) jilid 1. Jakarta: Erlangga
6 [2] [3] [4] [5] [6]
[7] [8]
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya. 2012. Data Banjir Kota Surabaya Tahun 2012 Liu, C. 1981. Soils and Foundations. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs Murbandono, L. 2009. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/Menkes/Per.IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum RSNI T-06-2004 tentang Tata Cara Pengukuran Laju Infiltrasi Tanah di Lapangan Menggunakan Infiltrometer Cincin Ganda. 2004. Badan Standarisasi Nasional Shirley. 1987. Penuntun Praktis Geoteknik dan Mekanikan Tanah (Penyelidikan Lapangan & Laboratorium). Bandung: Nova SNI 03-1968-1990 Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar. 1990. Badan Standarisasi Nasional