PENYEBARAN SERANGAN KUTU LILIN (PINEUS BOERNERI) PADA TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii) (STUDI KASUS DI KPH SUMEDANG PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN)
STEVANO JUFENTA SADLY IRIANDO
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT STEVANO JUFENTA SADLY IRIANDO, E14203065. Distribution of attack by wooly adelgid (Pinus boerneri) on pine stand (Pinus merkusii) (Case study in KPH Sumedang, Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten). Under academic supervision of Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS. Pine tree is known as one of the Indonesian commercial timber. Timber produced by pine tree has clear yellowish white color, which make it very attractive to be used for various furniture, house building, floor, furniture and various other products. Pine trees which are abundantly planted as plantation forest have some risk to be attacked by pest and disease. Monoculture condition of plantation forest which tends to be homogeneous, increases the tendency of attack by pest and diseases. At present, there is found pest species of the order Hemiptera which is known by the term wooly adelgid (Pineus boerneri). Pest wooly adelgid which attacks P. merkusii in Indonesia constitutes a new pest which was originated from outside Indonesia (exotic) and at present has not been found in other kinds of pine trees. Knowledge on distribution and condition of attack by wooly adelgid in pine stand is needed to determine the natural control action through environmental modification to create environment which is unfavorable for the wooly adelgid pest. The objective of this research was studying the distribution of attack by wooly adelgid (P. boerneri) in pine forest stand (P. merkusii) in Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten, KPH Sumedang. This research is useful to be used as consideration in recognizing the distribution of attack by pest wooly adelgid (P. boerneri) and as basic information for conducting environmental modification to control the pest effectively. This research was conducted in two places, namely in pine stand of Perum Perhutani (KPH Sumedang), and in Laboratory of Forest Entomology (Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University) from October through December 2009. Materials being used in this research were pine twigs which were attacked by pest wooly adelgid. The obtained data were analyzed with quantitative approach and processed statistically under the scheme of completely randomized design and presented by ANOVA, where there were analysis of the effect of geographic position/direction on the pest abundance in each phase (eggs – nymph – imago) at each damage level. Research results showed that distribution of wooly adelgid in the phase of nymph and imago were dominant in the southern section. Factor which affected the direction of wooly adelgid distribution is wind direction, whereas tree parts (upper, middle, lower) did not affect the distribution. Parts of pine tree did not have significant effect on wooly adelgid distribution, but in pine trees which had severe damage, wooly adelgid occurred abundantly in the upper part (shoot) because of abundant young tissues which served as food for wooly adelgid. West monsoon winds which blew in the period of October-April and moved from Asian continent to Australian continent were suspected to affect the distribution of wooly adelgid. Keywords: distribution, KPH Sumedang, Pinus merkusii, wooly adelgid.
RINGKASAN STEVANO JUFENTA SADLY IRIANDO, E14203065. Penyebaran Serangan Kutu Lilin (Pinus boerneri) Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) (Studi Kasus Di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Dan Banten). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Noor farikhah Haneda, MS. Pohon pinus dikenal sebagai salah satu jenis kayu perdagangan Indonesia. Kayu yang dihasilkan oleh pohon pinus mempunyai warna yang bersih dan putih kekuningan sehingga sangat menarik digunakan untuk berbagai funiture, dan berbagai produk lainnya. Pohon pinus yang banyak di tanam sebagai hutan tanaman beresiko mendapat serangan hama dan penyakit. Kondisi hutan tanaman yang monokultur dan cenderung homogen menyebabkan kemudahan bagi serangan hama dan penyakit. Saat ini ditemukan jenis hama ordo Hemiptera yang dikenal dengan istilah kutu lilin (Pineus boerneri). Hama kutu lilin yang menyerang tanaman P. merkusii di Indonesia merupakan hama baru yang datang dari luar Indonesia (eksotik) yang hingga saat ini belum diketemukan pada jenis tanaman pinus yang lain. Pengetahuan mengenai kondisi penyebaran serangan hama kutu lilin pada tegakan pinus diperlukan untuk menentukan tindakan pengendalian secara alamiah melalui modifikasi lingkungan yang tidak disukai hama kutu lilin tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penyebaran serangan hama kutu lilin (P. boerneri) pada tegakan hutan pinus (P. merkusii) di Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten KPH Sumedang. Penelitian ini bermanfaat untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengenali penyebaran serangan hama kutu lilin (P. boerneri) dan sebagai bahan dasar dalam melakukan modifikasi lingkungan untuk pengendalian hama secara efektif. Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu tegakan pinus Perum Perhutani KPH Sumedang dan Laboratorium Entomologi Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor selama bulan Oktober hingga Desember 2009. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ranting pinus yang terserang hama kutu lilin. Data dianalisa dengan pendekatan kuantitatif dan diolah menggunakan analisa statistika dengan menggunakan rancangan acak lengkap melalui ANOVA, yang diamati pengaruh arah mata angin melalui perbedaan jumlah dari tiap fase (Telur-Nimfa-Imago) pada tiap tingkat kerusakan, antar masing-masing tingkat kerusakan, dan perbandingan diantara tingkat kerusakan. Hasil penelitian menunjukkan penyebaran kutu lilin pada fase nimfa dan imago dominan berada pada bagian selatan. Faktor yang mempengaruhi alur penyebaran kutu lilin adalah arah angin, sedangkan bagian pohon (atas, tengah, bawah) tidak mempengaruhi penyebarannya. Bagian pohon Pinus tidak berpengaruh nyata terhadap penyebaran kutu lilin, akan tetapi pada pohon Pinus dengan kerusakan berat kutu lilin banyak terdapat pada bagian atas (pucuk) karena banyak terdapat jaringan-jaringan yang masih muda sebagai makanan kutu lilin. Angin Munsoon Barat yang berhembus pada periode Oktober-April bergerak dari benua Asia ke benua Australia di duga berpengaruh terhadap penyebaran kutu lilin. Kata Kunci : Kutu lilin, KPH Sumedang, Pinus, Penyebaran
PENYEBARAN SERANGAN KUTU LILIN (PINEUS BOERNERI) PADA TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii) (STUDI KASUS DI KPH SUMEDANG PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN)
STEVANO JUFENTA SADLY IRIANDO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyebaran Serangan Kutu Lilin (Pineus boerneri) Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) Studi Kasus di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Stevano Jufenta Sadly Iriando NRP E14203065
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Penyebaran Serangan Kutu Lilin (Pineus boerneri) Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) Studi Kasus di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. : Stevano Jufenta Sadly Iriando : E14203065
Menyetujui: Pembimbing
Dr.Ir. Noor Farikhah Haneda, M.S NIP 19660921 199003 2 001
Mengetahui: Plh. Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Noor Farikhah Haneda, M.S NIP 19660921 199003 2 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Penyebaran Serangan Kutu Lilin (Pinus boerneri) Pada Tegakan Pinus ( Pinus merkusii) ( Studi Kasus Di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Dan Banten). Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Insititut Pertanian Bogor. Skripsi ini mengemukakan upaya penulis dalam mencari pola serangan kutu lilin pada tegakkan pinus. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai petunjuk dalam mempelajari pola serangan agar dapat memunculkan pertimbangan cara pencegahan yang tepat guna mengatasi penyebaran kutu lilin pada tegakkan pinus. Penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan teknologi tepat - guna dalam perlindungan tanaman terhadap serangan hama perusak. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang ikut membantu secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyelesaian karya ilmiah ini.
Bogor, Juli 2001
Stevano Jufenta Sadly Iriando
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sorong Pada tanggal 26 Maret 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Muhammad Jafar Puarada SH. Dan Ibu Elisabeth Simbolon SH. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1991 – 1995 di SD Adhiyaksa II Medan, kemudian penulis beserta keluarga pindah dan melanjutkan dari kelas V SD sampai dengan selesai di SD Negeri 134 Palembang. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 6 Palembang hingga lulus pada tahun 2000, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 15 Plus Palembang dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui ujian saringan masuk tingkat nasional Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan Departemen Manajemen Hutan Program Studi Budidaya Hutan (sekarang berada di bawah Departemen Silvikultur) angkatan 40. Selama kuliah di IPB, penulis sempat menjadi salah satu pelopor berdirinya UKM MAX!! pada tahun 2003/4, aktif di IFSA dan AFSA selama 2004 - 2005, dan Badan Eksekutif Mahasiswa 2004 – 2005. Selain itu diluar kampus IPB penulis aktif berwiraswasta pada CV Kharisma Citra Lestari (KCL), sebagai perusahaan yang di bentuk oleh beberapa mahasiswa IPB yang bergerak di bidang pengadaan jasa dan barang, dan menjadi komisaris KCL ( 2004 - 2009). Pada tahun 2006 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Cilacap – Baturaden Jawa Tengah dan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Getas Jawa Timur serta Praktek Kerja Lapangan Di PT Intimpura Timber Papua tbk pada tahun 2007. Sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan praktek khusus berupa penelitian yang berjudul Penyebaran Serangan Kutu Lilin (Pinus boerneri) Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) (Studi Kasus Di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Dan Banten). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Noor farikhah Haneda, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Salam cinta kepada junjungan alam semesta Rasullah Muhammad SAW, beserta Ahlulbait Nya. Penulis juga menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada : 1. Keluarga besar Puarada, Ayahanda (M.Jafar Puarada. SH), Ibunda (Elisabeth Simbolon, SH.), Adik (Kartika Aprilia, SH.) Bapak Tua dan Mak Tua, Om dan Tante (Keluarga besar Puarada di seluruh Indonesia) atas doa, kasih sayang, motivasi, serta dukungan moril maupun materiil yang telah diberikan. Semoga hidup kita semua di rahmati Allah SWT. 2. Keluarga besar Simbolon, Tulang (Drs. Effendi MS Simbolon, SE., Irianto Simbolon, MM. SE., Lukman Simbolon, SH., ), Nantulang (Ir. Irma Siborutorop, Desi Tobing), Om (Ir. Bintatar Hutabarat), Tante (Cory Simbolon. SE), atas bantuan dan dukungan nya selama ini. 3. Ibu Dr. Ir. Noor farikhah Haneda, MS. Selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, dan masukkan yang sangat berarti kepada penulis, juga kesabaran nya selama ini. Semoga Allah SWT membalas berlipat-lipat segala kebaikan yang telah diberikan (amin). 4. Bapak Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F atas kesediaan nya meluangkan waktu sebagai dosen penguji. 5. Bapak H. Ir. Kasno, MS, atas segala bimbingan, perhatian , dan kata-kata motivasi nya selama ini, (Salam Sukses Luar Biasa!). 6. Resti Fitria S.ikom, atas doa, dukungan, perhatian dan kasih sayang nya kepada penulis. 7. Rifai, emma , Rifa, atas bantuan nya kepada penulis selama ini. 8. Pak Ismail, Ibu Aliyah, dan seluruh staf KPAP Departemen Silvikultur. 9. Ibu Mimi, Pak Gatot, Mas Mardi, Dedi, Rangga, Hendra Firmana ,Tito, serta seluruh teman-teman dan keluarga besar Fahutan IPB. 10. Seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, semoga Allah SWT membalas amal kebaikan semua, amin.
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..........................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. ii UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv DAFTAR TABEL ................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2 1.3 Manfaat ........................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pinus/Tusam (P. merkusii Jungh. at de Vriese) .............................. 2.1.1 Klasifikasi dan Penyebaran .................................................... 2.1.2 Deskripsi botani ..................................................................... 2.1.3 Teknik silvikultur ................................................................... 2.1.4 Pemanfaatan .......................................................................... 2.2 Hama Kutu Lilin (Pineus boerneri) ................................................ 2.2.1 Definisi Hama ........................................................................ 2.2.2 Kutu Lilin (Pineus boerneri) .................................................
4 4 5 6 8 9 9 10
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 14 3.2 Bahan dan Alat Penelitian ............................................................... 14 3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 14 3.3.1 Pengambilan Data Contoh di Lapangan................................. 14 3.3.2 Pengambilan Data di Laboratorium ....................................... 15 3.4 Analisis Data ................................................................................... 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Berat ............................................................................... 17 4.2 Kerusakan Ringan ............................................................................ 20 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 26 5.2 Saran ............................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27 LAMPIRAN ......................................................................................................... 29
v
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Tallysheet rakapitulasi data pengamatan. .................................................... 16
2.
Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah arah mata angin pada kondisi kerusakan berat ............. 17
3.
Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan bagian yang diamati pada kondisi kerusakan berat ................. 17
4.
Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan berat ..................... 18
5.
Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan bagian yang diamati pada tingkat kerusakan berat ................. 19
6.
Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah arah mata angin pada kondisi kerusakan ringan ........... 20
7.
Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan bagian yang diamati pada kondisi kerusakan ringan............... 21
8.
Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan ................... 22
9.
Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan bagian yang diamati pada tingkat kerusakan ringan ............... 22
10.
Hasil uji lanjut Duncan gabungan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan dan tingkat kerusakan berat ......................................................................... 23
11.
Hasil uji lanjut Duncan gabungan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan bagian yang diamati pada tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat. ......................................................................... 24
12.
Hasil uji lanjut Duncan gabungan rata-rata jumlah masing-masing stadia pada tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat. ......................... 24
vi
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Diagram perbandingan jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan berat .............................................. 18
2.
Gambar Kutu Lilin ......................................................................................... 19
3.
Diagram perbandingan jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan ............................................ 21 Diagram perbandingan jumlah masing-masing stadia pada tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat ........................................................... 24
4.
vii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Sidik ragam rata-rata jumlah telur, nimfa, dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat ............................ 29
2.
Sidik ragam rata-rata jumlah telur, nimfa, dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan .......................... 30
3.
Sidik ragam rata-rata jumlah telur, nimfa, dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan dan berat .............................................................................................................. 31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan pinus (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese) merupakan jenis komoditas hutan tanaman yang menjadi andalan di Perum Perhutani. Daur pertumbuhan yang lebih cepat dan komoditas hasil hutan non kayu menjadi nilai tambah yang dimiliki tanaman pinus. Pinus/tusam termasuk ke dalam keluarga Pinaceae, pohon bertajuk, lebat, berbentuk kerucut, mempunyai perakaran yang cukup dalam dan kuat. Jenis ini dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat bahkan mendekati 0 meter di atas permukaan laut. Pinus/tusam merupakan jenis tanaman asli Indonesia yang mempunyai daerah persebaran alami di Tapanuli, Kerinci dan Aceh. Pohon pinus dikenal sebagai salah satu jenis kayu perdagangan Indonesia. Kayu yang di hasilkan oleh pohon pinus mempunyai warna yang bersih dan putih kekuningan sehingga sangat menarik digunakan untuk berbagai funiture, bangunan rumah, lantai, meubel, kotak dan tangkai korek api, pulp, papan wol kayu, kayu lapis dan berbagai produk lainnya. Keunggulan lain yang dimiliki pohon pinus adalah bisa menghasilkan produk non kayu berupa getah, resin, gondorukem dan terpentin. Hasil hutan non kayu tersebut sangat memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai nilai tambah dari hutan tanaman pinus yang dikembangkan. Hutan tanaman pinus (P. merkusii) merupakan salah satu jenis daun jarum yang penting artinya bagi Perum Perhutani yang mengelola hutan tanaman di Pulau Jawa. Komoditas non kayu yang bisa dihasilkan dari hutan pinus memberikan tambahan masukan bagi Perhutani di Pulau Jawa mengingat semakin menurunnya jumlah dan kualitas tanaman jati (Tectona grandis) sebagai tanaman utama. Tanaman pinus banyak ditanam di kawasan lindung, karena tanaman ini merupakan tanaman perintis dengan tujuan utama cepat menghijaukan kawasan. Di luar Pulau Jawa tanaman pinus merupakan hasil dari penghijaun dan reboisasi. Tanaman pinus sudah menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia terutama di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
2
Pohon pinus yang semakin dikenal dan banyak di tanam sebagai hutan tanaman baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa beresiko mendapat serangan hama dan penyakit. Kondisi hutan tanaman yang monokultur dan cenderung homogen menyebabkan kemudahan bagi serangan hama dan penyakit. Jenis hama yang umum diketahui dan berpotensi merusak antara lain ulat kantong, rayap dan Diorytria sp. Sedangkan serangan penyakit yang diketahui paling berbahaya untuk tanaman pinus adalah Fusarium sp, Pythium sp, dan Rhizoctonia sp yang menyerang bibit di persemaian. Serangan penyakit ini sering dikenal dengan istilah lodoh. Saat ini ditemukan jenis hama ordo Hemiptera yang dikenal dengan istilah kutu lilin (Pineus boerneri). Hama kutu lilin yang menyerang tanaman P. merkusii di Indonesia merupakan hama baru yang datang dari luar Indonesia (eksotik) yang hingga saat ini belum diketemukan pada jenis tanaman pinus yang lain. Tanaman terserang daun akan menguning, serangan selanjutnya daun akan berwarna kecoklatan, mengering dan akhirnya pucuk mengalami kematian (die back) dan terjadi percabangan yang banyak/tumbuh tidak normal. Kondisi tersebut dalam skala yang luas dapat menyebabkan penuruan kualitas dan kuantitas produk dari kayu pinus sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomi. Di Perum Perhutani Unit III KPH Sumedang ditemukan serangan hama kutu lilin pada hutan pinus yang cukup membahayakan kondisi tegakan. Serangan hama kutu lilin ini menyebar pada sebagian hutan pinus yang ada. Pengetahuan mengenai kondisi penyebaran serangan hama kutu lilin pada tegakan pinus diperlukan untuk menentukan tindakan pengendalian secara alamiah melalui modifikasi lingkungan yang tidak disukai hama kutu lilin tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran serangan hama kutu lilin (Pineus boerneri) pada tegakan hutan pinus (P. merkusii) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Sumedang.
3
1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengenali penyebaran serangan hama kutu lilin (P. boerneri) dan sebagai bahan dasar dalam melakukan modifikasi lingkungan untuk pengendalian hama secara efektif.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pinus/Tusam (P. merkusii Jungh. at de Vriese) 2.1.1. Klasifikasi dan Penyebaran Di Indonesia Pinus mempunyai nama lain yaitu tusam. Jenis inis secara alami tersebar dari garis Bujur Timur 95°30’ hingga 121°30’ dan garis Lintang Utara 22° hingga garis Lintang Selatan 2°. Penyebaran pinus di Indonesia meliputi Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Di Sumatera, pinus terdapat di tiga lokasi yang terpisah yakni di Aceh, Tapanuli dan Kerinci (Gerad 2007). Berdasarkan klasifikasi timbuhan, pinus (P. merkusii) termasuk dalam famili Pinaceae. Klasifikasi morfologi gmelina sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Gymnospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Coniferales
Family
: Pinaceae
Genus
: Pinus
Spesies
: Pinus merkusii Jungh. at de Vriese.
P. merkusii merupakan jenis pohon pinus yang ada di daerah tropis, dan satu-satunya jenis pinus yang mempunyai penyebaran alami mulai dari belahan bumi utara, melintaso katulistiwa, menyebar sampai belahan bumi bagian selatan. Hutan pinus tersebar luas dan tumbuh secara alami di Asia Tenggara mulai dari Burma, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam dan Philipina. Pohon pinus tergolong jenis pohon pionir yang dapat tumbuh pada segala jenis tanah yang berasal dari beberapa bahan induk yang berbeda. Di Pulau Jawa pinus dapat tumbuh pada kondisi lahan dengan ketinggian 200-2000 meter dari permukaan laut dan tidak meminta persyaratan tempat tumbuh yang tinggi. Pohon pinus dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian lahan diatas 400 meter dari permukaan laut dengan curah hujan antara 1500 mm sampai dengan 4000 mm per tahun (Dirjen Kehutanan 1976).
5
2.1.2. Deskripsi botani P. merkusii merupakan jenis pohon daun jarum yang memiliki ketinggian pohon mencapai 60 m sampai dengan 70 m dengan besar diameter 100 cm. Batang berbentuk bulat dan lurus, kulit berwarna coklat tua, kasar beralur dalam dan menyerpih dalam kepingan panjang. Kayu bertekstur halus, bila diraba licin dan mengandung damar (resin), permukaan mengkilap warna kuning muda, serat halus (Dirjen Kehutanan 1976). Struktur kayu pinus tidak berpori dengan parenkim melingkari saluran damar, memiliki berat jenis (BJ) rata-rata 0,55 (terendah 0,40 dan tertinggi 0,75) dengan kelas kuat II sampai III dan kelas awet IV. Kayu pinus dilaporakan sebagai jenis kayu mempunyai sifat mudah dipotong dan dibelah tetapi sulit untuk digergaji dan diserut karena banyak mengandung damar (Martawijaya 1989). Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum pada panggkalnya diselimuti sarung tipis dengan panjang 0,5 cm (Steenis 2003). Kulit pohon berwarna abu-abu muda, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan dengan panjang 16-25 cm. Pohon pinus termasuk dalam tipe pohon berumah satu dengan bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili dengan panjang 2-4 cm terletak terutama di bagian bawah tajuk, sedangakan strobili betina banyak terdapat di sepertiga bagian atas tajuk terutama di ujung dahan. Strobili jantan dan betina dapat ditemukan sepanjang tahun. Puncak pembungaan di Indonesia Maret dan berakhir Juni. Penyerbukan oleh angin. Perkembangan menjadi buah selama 11-15 bulan. Di Indonesia puncak pembuahan bulan Mei-Juli, bervariasi menurut pohon maupun antar tegakan. Pohon mulai menghasilkan benih setelah umur 10-15 tahun. Benih disebarkan angin (Hidayat dan Hansen 2001). Pohon pinus memiliki buah berbentuk kerucut, silindris dengan panjang 510 cm dan lebar 2-4 cm. Lebar setelah terbuka lebih dari 10 cm. Benih pinus memiliki sayap yang dihasilkan dari dasar setiap sisik buah. Setiap sisik menghasilkan 2 benih dengan panjang sayap 22-30 mm dan lebar 5-8 mm. Sayap melekat pada benih dengan penjepit yang berhubungan dengan jaringan higroskopis di dasar sayap, sehingga benih tetap melekat saat disebar angin
6
selama sayap kering, tetapi segera lepas bila kelembaban benih meningkat. Dalam satu strobili buah umumnya terdapat 35-40 benih per kerucut dengan jumlah benih 50.000-60.000 benih per kg. (Hidayat dan Hansen 2001). Kayu pinus memiliki ciri warna teras yang sukar dibedakan dengan gubalnya, kecuali pada pohon berumur tua, terasnya berwarna kuning kemerahan, sedangkan gubalnya berwarna putih krem. Pinus merupakan pohon yang tidak berpori namun mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Permukaan radial dan tangensial pinus mempunyai corak yang disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya, sehingga terkesan ada pola dekoratif. Riap tumbuh pada pinus agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang lintang kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat (Pandit dan Ramdan 2002). Sebagian besar batang pinus (± 90-95%) terdiri atas sel trakeida yang berbentuk panjang dan langsing dengan ujung-ujung yang tertutup serta mempunyai dinding sel yang tebal. Sel trakeida mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai saluran cairan pohon yang dihisap oleh akar menuju daun, dan sebagai pemberi kekuatan mekanis agar batang pinus bisa tegak dan dapat menahan tajuknya. (Panshin dan Zeeuw 1970). Sementara sisanya (sebanyak ± 5 – 10%) terdiri atas sel berdinding tipis yaitu sel parenkim aksial dan sel parenkim jari-jari. Kedua macam sel ini berfungsi sebagai gudang bahan makanan cadangan (pati) dan sekaligus mendistribusikannya kepada jaringan yang membutuhkannya. Bagi kayu yang mempunyai saluran damar seperti pada kayu pinus, maka sebagian dari sel-sel parenkim ini baik sel parenkim aksial maupun sel parenkim jari-jari yang mengelilingi (membatasi) saluran damar tersebut dapat berdifferensiasi dan menjadi sel epithel. Sel epithel berfungsi untuk menghasilkan getah (resin) yang bersifat antiseptik bila terjadi pelukaan atau serangan hama atau penyakit pada pohon pinus tersebut (Panshin dan Zeeuw 1970; Esau 1977). 2.1.3. Teknik silvikultur Perbanyakan tanaman pinus bisa dilakukan dengan vegetatif (stek pucuk) dan secara generatif (dengan biji). Biji/benih pinus yang telah masak secara fisiologis dikumpulkan/dipanen sebagai sumber benih. Waktu pemanenan benih adalah ketika sebagian besar kerucut berubah hijau kecoklatan. Kemasakan
7
diperiksa dengan membelah benih. Benih yang sudah tua memiliki ciri-ciri endosperm berwarna putih dan padat, serta memenuhi seluruh rongga benih. Benih dikumpulkan dengan memanjat untuk memetik kerucut menggunakan galah berkait yang dilengkapi pisau (Hidayat dan Hansen 2001). Kerucut pinus yang berwana hijau kecoklatan dipisahkan dari yang masih hijau, dan langsung dijemur. Kerucut hijau diperam dengan cara dihamparkan hingga berwarna hijau kecoklatan dalam bak yang alasnya terbuat dari ram kawat. Benih diekstraksi dengan penjemuran kerucut. Ekstraksi dengan membelah akan menghasilkan benih yang belum masak dan merusak benih sehingga menurunkan daya kecambah. Benih kemudian dibersihkan dari sayap dengan cara manual, yaitu digosok di atas ayakan atau secara mekanik dengan pengaduk semen yang diputar 10 – 15 menit. Untuk memudahkan pelepasan sayap, benih dibasahi dengan air (5-10%), kemudian digosok, atau masukkan ke dalam mesin lalu diputar 15 menit. Selanjutnya, benih dipisahkan dari sayap, kemudian dikeringkan (Hidayat dan Hansen 2001). Benih pinus termasuk jenis benih yang bersifat ortodoks, dan dapat disimpan selama 5 tahun pada kadar air 6-8%, suhu 3-4°C dalam wadah kedap udara atau kantung plastik. Benih yang disimpan pada suhu kamar (20-30°C), daya kecambahnya hanya dapat dipertahankan selama 1 tahun. Benih pinus tidak mengalami dormansi dan tidak perlu perlakuan khusus untuk memulai perkecambahan. Merendam benih pada air dingin 24 jam sebelum penaburan dapat mempercepat dan menyerempakkan perkecambahan. Perkecambahan pinua dimulai 7 hari setelah penaburan. Daya kecambah 80% dapat dicapai dalam 12-15 hari. Benih dapat langsung ditabur pada kantung plastik (1-2 butir per kantung) atau disebar dahulu lalu disapih ke kantung plastik setelah panjang kecambah mencapai 3-4 cm. Media penyapihan bermikorhiza yang terdiri dari campuran pasir dan tanah humus dari tegakan pinus perbandingan 3:1. Bibit siap tanam setelah 9 – 10 bulan (Hidayat dan Hansen 2001). Penyediaan bibit pinus yang bermutu untuk kegiatan penanaman harus memperhatikan adanya resiko serangan hama penyakit saat di persemaian. Penyakit yang biasa menyerang bibit pinus di persemaian berupa gagalnya benih berkecambah maupun pembusukan kecambah pinus disebabkan oleh adanya
8
serangan cendawan atau bakteri di persemaian. Penyakit pembusukan kecambah secara cepat ini dikenal dengan istilah lodoh (damping off). Penyakit lodoh disebabkan oleh adanya serangan patogen oleh Fusarium sp dan Rhizoctonia sp. (Achmad 1991). Kegiatan pencegahan bisa dilakukan dengan memberikan fungisida pada saat pengolahan tanah sebelum dilakukan penyemaian atau penanaman bibit pinus. Di hutan alam tegakan alam banyak diserang oleh hama Milliona basalis, sehingga tanaman menjadi gundul dan pada tanaman muda dapat menyebabkan kematian. Teknik pengendalian pada tanaman muda dilakukan dengan menggunakan insektisida (Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1999). 2.1.4. Pemanfaatan Pohon pinus memiliki berbagai manfaat yang besar baik hasil kayu maupun non kayunya. Kayu pinus digunakan untuk berbagai keperluan seperti konstruksi ringan, mebel, pulp, korek api dan sumpit (Hidayat dan Hansen 2001). Hasil non kayunya berupa getah (resin) menghasilkan produk gondorukem dan terpentin yang bernilai jual tinggi. Minyak terpentin yang mengandung senyawa terpene yaitu salah satu isomer hidrokarbon tak jenuh dari C10 H163 terutama monoterpene alfa-pinene dan beta-pinene, terpentin biasanya digunakan sebagai pelarut untuk mengencerkan cat minyak,bahan campuran vernis yang biasa kita gunakan untuk mengkilapkan permukaan kayu dan bisa untuk bahan baku kimia lainnya (Murni 2010). Aroma terpentin harum seperti minyak kayu putih, karena keharumannya itu terpentin bisa digunakan untuk bahan pewangi lantai atau pembunuh kuman yang biasa kita beli, tapi ada lagi kegunaan lain dari terpentin sebagai bahan baku pembuat parfum, minyak esensial dari getah pinus ini diekstrak sehingga bisa menghasilkan terpinol yaitu alfa-terpinol merupakan salah satu dari 3 jenis alkohol isomer beraroma harum. Terpineol bisa bermanfaat untuk kesehatan yaitu untuk relaksasi bila digunakan sebagai bahan campuran minyak pijat.Aromanya yang harum dijadikan minyak pijat aromaterapi karena saat dioleskan kekulit akan terasa relaksasinya bila digunakan dengan dosis sesuai aturan. Bisa digunakan juga untuk bahan makanan tapi bukan dalam bentuk getahnya melainkan dari gum rosin yang telah diesterfikasi dengan gliserol dibawah atmosfir nitrogen menjadi
9
gum rosin ester, salah satu bahan tambahan pembuatan permen karet sehingga menjadi kenyal dan lentur (Murni 2010). Produk olahan dari getah atau resin pinus yang lain adalah gondorukem. Gondorukem adalah getah dari pohon Pinus (P. merkusii) yang kemudian diolah menjadi gondorukem. Kegunaan gondorukem adalah untuk bahan baku industri kertas, keramik, plastik, cat, batik, sabun, tinta cetak, politur, farmasi, kosmetik dll. Produksi getah pinus bervariasi tergantung tingkat umur tanaman tersebut. Pohon tua dapat menghasilkan 30-60 kg getah, 20-40 kg resin murni dan 7-14 kg terpentin per tahun. Selain itu tanaman pinus sangat cocok untuk rehabilitasi lahan kritis, tahan kebakaran dan dibudidayakan di tanah yang tidak subur (Hidayat dan Hansen 2001). 2.2. Hama Kutu Lilin (P. boerneri) 2.2.1 Definisi Hama Definisi hama ini menunjuk pada adanya aktivitas organisme yang tinggi yang bisa menimbulkan kerugian secara ekonomis. Aktivitas organisme tersebut meliputi makan, berkembang biak dan bertempat tinggal. Apabila kerusakan yang ditimbulkan ini dinilai belum merugikan secara ekonomis belum bisa dikatakan sebagai hama perusak. Hama yang dimaksud disini bisa terdiri atas berbagai organisme seperti serangga, burung, babi hutan, tikus, hewan piaraan dan satwa liar yang lain. Namun dalam perkembangan ilmu perlindungan hutan definisi hama khususnya hama hutan lebih menekankan pada aktivitas serangga, sedangkan gangguan dari hewan piaraan dan satwa liar dibawah dalam disiplin ilmu yang lain (Haneda 2010) Serangga akan menjadi hama apabila populasinya meningkat melampaui batas tertentu (ambang ekonomi). Seranggga-serangga tersebut akan melakukan aktivitas hidupnya melampaui kemampuan lingkungan pengedali alaminya sehingga bisa menimbulkan berbagai kerusakan. Serangga-serangga perusak ini akan memanfaatkan berbagai bagian dari pohon untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagian-bagian pohon yang sering menjadi makanan utama serangga hama yaitu daun, pucuk, batang, kulit batang, bunga, buah, ranting, akar dan bahkan cairan pada batang (kambium). Berdasarkan bagian-bagian pohon yang diserang serangga hama dikelompokkan menjadi 1) hama daun, 2) hama pucuk
10
dan cabang, 3) hama kulit pohon, 4) hama batang, 5) hama akar dan 6) hama bunga dan buah (Haneda 2010). 2.2.2 Kutu Lilin (P. boerneri) Dewasa ini pinus telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dalam bentuk hutan-hutan tanaman murni. Hutan tanaman pinus yang terluas bahkan terdapat di Pulau Jawa. Semakin luasnya sebaran pinus di Indonesia, dengan sendirinya juga telah menghadirkan beberapa serangga (hama) yang dilaporkan menyerang pada tanaman ini. Kutu lilin/Pine wooly adelgids adalah salah satu hama yang menyerang pinus. Hama ini menyerang dengan cara menghisap cairan pada pohon pinus yang pada akhirnya dapat mematikan pohon pinus. Nimpa serta hama yang telah dewasa menyerang dengan cara menghisap cairan dari pohon pinus dan menyebabkan kelainan bentuk serta kehilangan pertumbuhan tinggi pohon tersebut. Hal ini terjadi di Afrika, Australia, Eropa, Selandia Baru serta Amerika Utara dan Selatan. Dilaporkan serangan pertama terjadi di India pada tahun 1970 yang telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap hutan tanaman pinus (FAO 2007). Kutu lilin yang ditemukan di tegakan Pinus merkusii di Jawa selanjutnya diidentifikasi sebagai Pineus boerneri. Identifikasi dilakukan oleh Associate Insect Biosystematist, Dr. Gillian W. Watson. Berdasarkan kedudukan taksonominya kutu lilin diklasifikasikan sebagai berikut (Watson 2007): Phylum
: Arthropoda
Klas
: Hexapoda/Insekta
Ordo
: Homoptera
Super famili
: Aphidoidae
Famili
: Adelgidae
Genus
: Pineus
Species
: Pineus boerneri
Kutu lilin memiliki ciri tubuh yang lunak dan berukuran kecil (± 1 mm), tinggal dan berkembang biak di pangkal pucuk bagian luar dari pohon pinus. Kutu lilin mengeluarkan lilin putih dari lubang yang terdapat di bagian dorsal. Ciri lain dari hama ini adalah pada kutu betina mempunyai ovipositor, rostrum yang panjang, spirakel pada abdomen dan tidak aktif bergerak. Sebagian besar famili
11
Adelgidae mempunyai siklus hidup yang cukup kompleks, melibatkan inang dan mempunyai phase seksual pada tahun kedua. Kutu lilin merupakan serangga aseksual/partenogenesis sepanjang tahun. Serangga ini tahan terhadap kondisi lingkungan yang dingin (Watson 2007). Chilima dan Leather (2001) menyatakan bahwa terdapat pola tertentu dari serangan serangga ini, baik menurut ruang dan waktu. Kondisi pohon sangat mempengaruhi performance dari serangga ini (Dixon 1970; 1998). Selanjutnya kondisi hara tempat tumbuh memberi dampak terhadap pola distribusi dari serangga ini dan tanaman inangnya (Spight dan Wainhause 1989). Hama kutu lilin diketahui mempunyai inang lebih dari 50 jenis pohon pinus. Serangga ini menghisap cairan pada batang, pucuk dan pangkal daun pinus sehingga menghasilkan bercak-bercak lilin yang berwarna putih. Serangan kutu ini menyebabkan kematian pucuk (dieback) secara perlahan, kehilangan dominansi pucuk, distorsi cabang, pertumbuhan terhambat, daun menjadi kecoklatan dan mati, tajuk menipis dan akhirnya terjadi kematian pohon (Chilima dan Leather 2001). Lebih lanjut Watson (2007) menyatakan bahwa serangan hama kutu lilin menyebabkan gugurnya daun secara premature, hilang dan terlambatnya pertumbuhan, distorsi titik tumbuh dan pada kondisi yang kronis dapat menyebabkan kematian pohon. Kerusakan akan semakin parah apabila pohon tumbuh pada kondisi yang buruk sehingga menyebabkan stress. Hal ini terjadi karena kekeringan, tanah yang miskin, tidak ada penjarangan dan lain sebagainya. Pada tahap awal serangan akan terlihat bintik-bintik putih kecil (1 – 2 mm), biasanya pada pucuk tanaman dan batang dalam jumlah yang kecil. Bintik-bintik kecil putih tersebut berbentuk seperti hifa-hifa dengan warna putih bening dan lengket yang merupakan cairan yang dikeluarkan kutu lilin sebagai tempat tinggal (rumah/tempat berlindung dan berkembang biak) bagi kutu lilin. Setelah tanaman terserang kutu lilin maka tahap selanjutnya akan terjadi perkembangan penutupan lilin. Pada tahap ini bintik-bintik putih tersebut semakin melebar membentuk kelompok-kelompok lapisan lilin. Kemudian akan terus berlangsung sampai menutupi seluruh permukaan kulit dari tanaman pinus tersebut, sehingga pada tanaman pinus akan terlihat kumpulan warna putih akibat adanya lapisan lilin. (Supriadi 2001).
12
Pemahaman tentang distribusi populasi kutu berdasarkan ruang dan waktu sangat penting dalam pengelolaan hama kutu lilin ini yaitu pemilihan waktu dan teknik yang tepat untuk aplikasi pengendalian. Kegiatan silvikultur seperti penjarangan dan pemangkasan serta faktor lainnya (umur, spesies, vigor pohon dan gugur daun karena hama lain) dapat mempengaruhi distribusi kutu lilin ini. (Chilima dan Leather 2001). Barnes et al (1976) menyatakan bahwa penggunaan pinus jenis resisten sangat dimungkinkan sebagai pendekatan pencegahan secara genetik. Tindakan pengendalian lainnya yang bisa diusahakan adalah dengan merawat pohon dengan baik, penanaman jangan terlalu rapat, usahakan tajuk terbuka, menjaga tidak ada luka dan melakukan pemupukan secara berkala disertai dengan pemberian air yang tepat (Nik 2006). Pengendalian hama kutu lilin bisa juga dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif acephate atau melathion. Aplikasi dilakukan dengan menyemprot seluruh bagian pohon, bukan hanya yang terinfeksi kutu saja. selain itu penyemprotan dilakukan pada pohon-pohon disekitarnya sehingga tidak terjadi re-infestasi. Penyemprotan dilakukan setiap dua bulan sekali (Anonim 2002). Penggunaan insektisida dengan sabun dan “hortikultura oil” dapat dipakai untuk mengendalikan hama kutu lilin ini. Pengunaan musuh alami masih dalam tahap penelitian dan belum banyak yang diaplikasikan di lapangan. Di Malawi, Kenya dan negara-negara Afrika Timur pernah mendatangkan predator Leucopis tapiae (Diptera: Chamaemyiidae) dari Eropa untuk mengendalikan kutu ini (Nik S 2001). Spesies-spesies seperti laba-laba, belalang sembah dan undur-undur (Neuroptera) diketahui berpotensi sebagai pengendali secara alami. Upaya yang dapat diterapkan antara lain : a. Karantina b. Survei dan Monitoring : cara ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan (penyebaran dan dampak) serangan hama kutu lilin dari waktu ke waktu secara detail. Dengan demikian maka keputusan langkah pengendalian (kapan dan dimana) dapat diambil secara tepat. c. Pengendalian secara kimiawi : keuntungannya merupakan cara cepat untuk melindungi pohon; kerugiannya antara lain dapat mematikan parasit dan predator, di samping dampak polusi lingkungan.
13
d. Manipulasi Silvikultur : penggunaan jenis-jenis spesies alternatif, pemilihan tapak yang tidak cocok bagi hama kutu lilin, penjarangan tegakan yang terserang untuk meningkatkan kesehatan (vigoritas) pohon, penanaman lebih dari satu jenis spesies pada suatu lokasi pertanaman. e. Pengendalian secara mekanik : melalui penggunaan perangkap dan penyemprotan air volume tinggi ke cabang-cabang. Cara ini tidak menimbulkan efek negatif pada lingkungan, tapi belum teruji untuk hama kutu lilin, juga perlu banyak tenaga pelaksana. f. Observasi resistensi genetik : pada suatu tegakan pinus yang terserang hama kutu lilin. Dari berbagai observasi lapangan diketahui bahwa terdapat peluang adanya pohon resisten (pohon sehat hijau tidak dijumpai adanya serangan kutu lilin, pohon bersih dari kutu lilin) dan juga pohon toleran (kutu lilin menyerang, tapi pohon tetap sehat hijau tidak menunjukkan gejala sakit). Untuk mendapatkan pohon yang benar-benar resisten ataupun toleran, maka observasi kontinyu perlu dilakukan terhadap pohon-pohon kandidat resisten – toleran yang telah dipilih. g. Pengendalian secara biologi, dilakukan dengan cara mengintroduksi musuh alami hama kutu lilin.
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu tegakan pinus Perum Perhutani KPH Sumedang dan Laboratorium Entomologi Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan sejak bulan Oktober hingga Desember 2009. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian ranting pinus yang terserang hama kutu lilin. Alat-alat penelitian yang digunakan selama pengambilan sample di lapangan adalah tali tambang, pita ukur, gunting ranting, penggaris plastik ukuran 50 cm, alat tulis, kantong plastik dan karung sebagai tempat untuk menyimpan sample penelitian dari tiap pohon. Selain itu alat yang digunakan selama di laboraturium adalah gunting, tabung bekas film, alkohol, stiker tabel, mikroskop, tally sheet, dan alat tulis. 3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer. Data primer yang dikumpulkan berupa data tingkat serangan hama kutu lilin pada berbagai stadia (telur, nimfa dan imago). Data yang diambil meliputi tingkat serangan pada arah timur, utara, barat dan selatan serta pada berbagai bagian tanaman pinus. Pengumpulan data primer pada penelitian ini meliputi: 3.3.1 Pengambilan data contoh di lapangan Pengambilan bagian tanaman pinus yang terserang hama kutu lilin dilakukan dengan beberapa tahap. Pengambilan data ini diawali dengan menentukan 18 contoh pohon tusam (P. merkusii) berumur 20-30 tahun yang terserang hama kutu lilin (P. boerneri). Pohon contoh tersebut terdiri atas 10 pohon contoh dengan kategori rusak ringan dan 8 pohon contoh dengan kategori rusak berat. Kerusakan ringan didefinisikan pada kondisi dimana sekitar 25 % bagian tanaman yang mengalami kerusakan, sedangakn kerusakan berat adalah kondisi dimana sekitar 75 % lebih bagian tanaman mengalami kerusakan.
15
Penentuan pohon contoh dilakukan dengan metode acak (random sampling) dengan luas area 0,1 Ha berbentuk lingkaran. Pada tiap pohon contoh akan dibagi menjadi tiga area pengambilan sample, yaitu bagian atas tajuk pohon, bagian tengah tajuk pohon, dan bagian bawah tajuk pohon. Masing-masing bagian ditentukan dengan perbandingan proporsional ukuran tinggi tajuk hidup pohon, dimana 1/3 tinggi bagian dari tajuk bawah dianggap sebagai bagian bawah pohon, lalu 2/3 tinggi bagian dari tajuk hidup dianggap sebagai bagian tengah pohon dan kemudian bagian pucuk pohon dianggap sebagai bagian atas tajuk pohon. Pengambilan ranting contoh pada masing-masing pohon yang sudah ditentukan dilakukan berdasarkan 4 arah penjuru mata angin (Utara, Timur, Selatan dan Barat). Masing-masing ranting contoh yang diambil memiliki ukuran panjang sekitar 30 cm, sehingga akan didapatkan 12 ranting contoh berukuran 30 cm dari setiap pohon yang dijadikan contoh penelitian. 3.3.2 Pengambilan data di Laboratorium Metode pengambilan data dilakukan di Laboratorium dengan cara membagi kembali tiap ranting contoh menjadi tiga bagian yaitu ujung, tengah dan pangkal. Setiap bagian tersebut digunting dan diambil dengan masing-masing ukuran sepanjang 2 cm dan kemudian dimasukkan kedalam botol bekas tabung film yang telah diisi larutan alkohol. Hal ini dimaksudkan untuk mengawetkan ranting contoh tersebut. Pada masing-masing tabung film tersebut kemudian diberikan label keterangan masing-masing contoh. Pengamatan dan penghitungan dilakukan dengan cara menjepit ranting contoh menggunakan gunting penjepit di bawah mikroskop. Teknik yang digunakan adalah dengan melakukan gerakan melingkar. Daerah awal pengamatan dibatasi dengan membuat goresan pada ranting sampel sebagai daerah awal penghitungan, kemudian penghitungan dilakukan mengikuti bagian yang telah dihitung searah dengan arah jarum jam sampai kepada garis goresan yang telah di buat. Data yang diambil adalah diameter ranting, jumlah telur, jumlah nimfa dan jumlah imago dari setiap ranting contoh. Data yang diambil selanjutnya disajikan dalam tabel sebagai berikut:
16
Tabel 1. Tallysheet rakapitulasi data pengamatan Bagian pohon (atas-tengah-bawah) Diameter ranting sample ∑ Telur ∑ Nimfa ∑ Imago
Pangkal
Arah bagian pohon (Timur-Selatan–Barat-Utara) Tengah Ujung ∑ Rata-rata
3.4 Analisis Data Data yang telah didapat di analisis dengan pendekatan kuantitatif dan diolah menggunakan analisa statistika menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang tersaji melalui ANOVA dimana akan diamati pengaruh arah mata angin melalui perbedaan jumlah dari tiap fase (Telur-Nimfa-Imago) pada tiap tingkat kerusakan, antar masing-masing tingkat kerusakan, dan perbandingan diantara tingkat kerusakan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kerusakan berat Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan pada kondisi tanaman pinus yang mengalami kerusakan berat, jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin tidak seluruhnya berbeda nyata berdasarkan 4 arah mata angin. Berdasarkan bagian yang diamati (atas, tengah dan bawah) seluruh stadia hama kutu lilin tidak berbeda nyata. Hasil rekapitulasi rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin dan berdasarkan bagian yang diamati pada kondisi kerusakan berat disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah arah mata angin pada kondisi kerusakan berat. Arah Utara Selatan Timur Barat
Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa 39.92 60.96 33.50 115.96 31,13 58.33 28.79 68.08
Imago 347.42 542.58 428.29 336.92
Tabel 3. Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan bagian yang diamati pada kondisi kerusakan berat. Bagian Atas Tengah Bawah
Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa 42.41 94.25 31.97 67.59 25.62 65.66
Imago 446.25 413.06 382.09
Dari data hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2, dapat dilihat bahwasanya pada stadia telur rata-rata jumlahnya tidak terlalu berbeda. Stadia nimfa dan imago terlihat paling banyak ditemukan pada arah Selatan yaitu ratarata sekitar 115 dan 542 ekor. Berdasarkan bagian yang diamati rata-rata jumlah pada masing-masing stadia mempunyai nilai yang hampir seragam baik telur, nimfa maupun imago. Akan tetapi dapat dilihat bahwasanya pada fase telur, nimfa maupun imago banyak terdapat di bagian atas pohon pinus (pucuk). Perbandingan jumlah masing-masing stadia hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan berat disajikan pada Gambar 1.
18
Gambar 1. Diagram perbandingan jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan berat. Berdasarkan hasil sidik ragam rata-rata jumlah telur dan nimfa hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hasil sidik ragam rata-rata jumlah telur hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat disajikan pada Lampiran 1. Sedangkan berdasarkan hasil sidik ragam rata-rata jumlah imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hasil analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 1. Hasil rekapitulasi uji lajut Duncan terhadap rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin dan bagian yang diamati pada kondisi tingkat kerusakan berat disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan berat. Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa Imago Utara 39.92 a 60.96 b 347.42 b Selatan 33.50 a 115.96 a 542.58 a Timur 31,13 a 58.33 b 428.29 ab Barat 28.79 a 68.08 b 336.92 b Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. Arah
19
Tabel 5. Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan bagian yang diamati pada tingkat kerusakan berat. Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa Imago Atas 42.41 a 94.25 a 446.25 a Tengah 31.97 a 67.59 a 413.06 a Bawah 25.62 a 65.66 a 382.09 a Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. Bagian
Berdasarkan data dan hasil uji lanjut Duncan, terbukti bahwa fase nimfa dan imago kutu lilin yang terdapat pada pohon Pinus dengan kerusakan berat dominan berada pada arah selatan mata angin. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh angin Munsoon Barat yang berhembus pada periode Oktober-April. Menurut Wikipedia (2010), pada bulan Oktober – April, matahari berada pada belahan langit Selatan, sehingga benua Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari dari benua Asia, akibatnya di Australia terdapat pusat tekanan udara rendah (depresi) sedangkan di Asia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi (kompresi). Keadaan ini menyebabkan arus angin dari benua Asia ke benua Australia. Arus angin tersebut berpengaruh terhadap penyebaran kutu lilin, dimana dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kutu lilin pada fase nimfa dan imago banyak terdapat di daerah selatan.
a
b
Gambar 2. Gambar kutu lilin. Ket: (a) Koleksi Laboratorium Entomologi Hutan, fakultas Kehutanan IPB (100x); (b) Serangan kutu lilin pada pucuk pinus.
20
Dari data di atas dapat diketahui walaupun bagian pohon Pinus tidak berpengaruh nyata terhadap penyebaran kutu lilin, dapat dilihat bahwa kutu lilin dari semua fase (telur, nimfa, dan imago) pada pohon Pinus dengan kerusakan berat lebih banyak terdapat di bagian atas pohon (pucuk). Terdapat sekitar 42 telur, 94 nimfa, dan 446 imago pada bagian atas pohon. Hal tersebut dikarenakan bagian pucuk pohon banyak terdapat sel-sel yang masih muda, yang merupakan makanan dari kutu lilin. Menurut Perum Perhutani Cepu (2008), hama kutu lilin menyerang tanaman Pinus merkusii semua tingkatan umur, mulai umur 1 tahun sampai dengan tegakan akhir daur. Kutu ini mengisap cairan pohon, terutama di pucuk-pucuk ranting tajuk pinus.
4.2. Kerusakan ringan Kerusakan ringan tanaman pinus berbeda dengan kerusakan berat. Hasil penelitian
di
laboratorium
menunjukkan
jumlah
masing-masing
stadia
berdasarkan 4 arah mata angin dan bagian yang diamati berbeda baik pada arah, bagian maupun jika dibandingkan dengan tingkat kerusakan berat. Hasil rekapitulasi rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin dan berdasarkan bagian yang diamati pada kondisi kerusakan ringan disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah arah mata angin pada kondisi kerusakan ringan. Arah Utara Selatan Timur Barat
Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa 29.03 36,93 61.43 66,57 46.43 71,33 21.47 37,67
Imago 135.23 257.33 263.90 147.53
21
Tabel 7. Rata-rata jumlah telur, nimfa dan imago hama kutu lilin berdasarkan bagian yang diamati pada kondisi kerusakan ringan. Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa 42.63 41.35 39.85 53.87 36.30 64.15
Bagian Atas Tengah Bawah
Imago 163.10 214.73 225.18
Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium, jumlah telur berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan kondisinya hampir sama dengan tingkat kerusakan berat yaitu tidak terdapat perbedaan yang nyata. Pada stadia nimfa dan imago hasilnya berbeda nyata berdasarkan 4 arah mata angin dan berdasarkan bagian yang diamati. Perbandingan jumlah masing-masing stadia hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram perbandingan jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan. Berdasarkan hasil sidik ragam rata-rata jumlah telur hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hasil sidik ragam rata-rata jumlah telur hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan disajikan pada Lampiran 2. Sedangkan berdasarkan hasil sidik ragam rata-rata jumlah nimfa dan imago hama
22
kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hasil analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 2. Selain itu pada stadia nimfa interaksi antara faktor arah dan bagian juga berbeda nyata pada selang kepercayaan 98 % sehingga dilakukan uji lanjut Duncan kombinasi terhadap kedua faktor tersebut. Berbeda dengan tingkat kerusakan berat, pada tingkat kerusakan ringan ini parameter berdasarkan bagian yang diamati ada yang berbeda nyata. Hasil rekapitulasi uji lajut Duncan terhadap rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin dan bagian yang diamati pada kondisi tingkat kerusakan ringan disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan. Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa Imago Utara 29.03 b 36.93 b 135.23 b Selatan 61.43 a 66.57 a 257.33 a Timur 46.43 ab 71.33 a 263.90 a Barat 21.47 b 37.67 b 147.53 b Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. Arah
Tabel 9. Hasil uji lanjut Duncan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan bagian yang diamati pada tingkat kerusakan ringan. Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa Imago Atas 42.63 a 41.35 b 163.10 b Tengah 39.85 a 53.87 ab 214.73 ab Bawah 36.30 a 64.15 a 225.18 a Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. Bagian
Berdasarkan data dan hasil uji lanjut Duncan serangan kutu lilin pada pohon Pinus dengan kerusakan ringan diketahui hampir sama dengan serangan kutu lilin pada pohon Pinus dengan kerusakan berat, dimana pada fase nimfa dan imago tersebar dominan pada bagian timur dan selatan tegakan. Angin Munsoon Barat mempengaruhi penyebaran kutu lilin di bagian selatan. Akan tetapi jika membandingkan jumlah telur kutu lilin yang berada pada pohon Pinus dengan kerusakan berat dan kerusakan ringan, jumlahnya akan lebih
23
banyak pada pohon Pinus dengan kerusakan ringan. Hal tersebut diduga karena pada pohon Pinus masih banyak terdapat tajuk hidup sebagai proteksi terhadap telur-telur tersebut dari gangguan luar, baik oleh angin maupun oleh serangga lainnya. Tingkat kerusakan ringan dan berat berdasarkan 4 arah mata angin dan bagian yang diamati mempunyai perbedaan hasil pada stadia telur, nimfa dan imago. Stadia telur menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara tingkat kerusakan ringan dan berat berdasarkan arah dan bagian yang diamati pada selang kepercayaan 95 %. Sedangkan pada stadia nimfa dan imago rata-rata jumlahnya berbeda nyata antara tingkat kerusakan ringan dengan tingkat kerusakan berat serta pada 4 arah mata angin pada selang kerpercayaan 95 %. Hasil sidik ragam gabungan masing-masing stadia disajikan pada Lampiran 3. Hasil penelitian dan rekapitulasi menunjukkan pada tingkat kerusakan berat rata-rata jumlah nimfa dan imagonya lebih banyak daripada tingkat kerusakan ringan, sebaliknya terjadi pada stadia telur. Perbandingan rata-rata jumlah masingmasing stadia pada tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat disajikan pada Gambar 3. Dari hasil sidik ragam gabungan antara tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat, hanya pada stadia telur yang hasilnya tidak berbeda nyata. Stadia nimfa dan imago menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hasil uji lanjut Duncan gabungan antara tingkat kerusakan ringan dan berat disaijak pada Tabel 10, Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 10. Hasil uji lanjut Duncan gabungan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan 4 arah mata angin pada tingkat kerusakan ringan dan tingkat kerusakan berat. Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa Imago Utara 33.87 ab 51.19 b 231.70 b Selatan 49.02 a 88.52 a 384.11 a Timur 39.63 ab 65.56 b 336.96 a Barat 24.72 b 47.61 b 229.54 b Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. Arah
24
Tabel 11. Hasil uji lanjut Duncan gabungan rata-rata jumlah masing-masing stadia berdasarkan bagian yang diamati pada tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat. Bagian
Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur Nimfa 42.53 a 64.86 a 34.37 a 59.11 a
Imago Atas 288.94 a Tengah 302.88 a Bawah 33.53 a 65.68 a 294.92 a Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Tabel 12. Hasil uji lanjut Duncan gabungan rata-rata jumlah masing-masing stadia pada tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat. Tingkat Kerusakan
Stadia hama kutu lilin (Pineus boerneri) Telur
Nimfa
Imago
Ringan
39.59 a 53.13 b 201.00 b Berat 33.33 a 75.83 a 413.80 a Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Gambar 4. Diagram perbandingan jumlah masing-masing stadia pada tingkat kerusakan ringan dan kerusakan berat.
25
Berdasarkan data dan hasil uji lanjut Duncan di atas dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi alur penyebaran kutu lilin adalah arah angin, sedangkan bagian pohon (atas, tengah, bawah) tidak mempengaruhi penyebaran kutu lilin, dimana kutu lilin tersebar merata pada semua bagian pohon. Menurut Sukopramono (2010), penyebaran kutu dapat disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa orang, maupun terbawa serangga lain dan terbawa burung. Keberadaan kutu yang cukup tinggi dan bersifat polifag mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat. Disamping itu, dari sifat biologisnya yang merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu sampai menimbulkan kematian tanaman. Dengan demikian kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan ekonomis yang cukup tinggi. Untuk serangan pada tegakan (pohon besar), indikasi serangan dapat diamati secara okuler dengan perubahan warna dan kelebatan tajuk pohon. Tajuk pohon yang sehat berwarna hijau dan segar, sedangkan tajuk pohon pinus yang sakit (terserang) berwarna hijau kusam, kekuningan. Tajuk pohon yang terserang juga berubah menjadi tipis akibat daun-daun yang rontok.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Penyebaran kutu lilin pada fase nimfa dan imago di tegakan hutan pinus (P. merkusii) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Sumedang dominan berada pada bagian selatan. 2. Faktor yang mempengaruhi alur penyebaran kutu lilin adalah arah angin, sedangkan bagian pohon (atas, tengah, bawah) tidak mempengaruhi penyebaran kutu lilin. 3. Bagian pohon Pinus tidak berpengaruh nyata terhadap penyebaran kutu lilin, akan tetapi pada pohon Pinus dengan kerusakan berat kutu lilin banyak terdapat pada bagian atas (pucuk) karena banyak terdapat jaringanjaringan yang masih muda sebagai makanan kutu lilin. 4. Angin Munsoon Barat yang berhembus pada periode Oktober-April bergerak dari benua Asia ke benua Australia berpengaruh terhadap penyebaran kutu lilin.
5.2 Saran 1. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pada waktu sedang terjadi Angin Munsoon Timur untuk mengetahui pola penyebarannya dan pada tegakan Pinus. 2. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai metoda pengendalian serangan hama kutu lilin yang lebih efektif sesuai dengan kondisi umum lokasi tegakan Pinus.
DAFTAR PUSTAKA Achmad. 1991. Kemampuan Rhizopogon sp. Untuk Perlindungan Hayati Terhadap Penyebab Penyakit Lodoh Pada Pinus merkusii [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2002. Pine Tree Diseases : Pine wooly http://ctct.essortment.com./pinetreediseas.pkh.htm [25 Nov 2010].
Aphids.
Auliya. 2010. Pengaruh Monsun terhadap Curah Hujan dan Arus Angin di Indonesia. http://laluauliyaakraboe.wordpress.com/2010/01/02/pengaruhmonsun-terhadap-curah-hujan-dan-arus-angin-di-indonesia/. [25 November 2010] Barnes, R. D., Jarvis, R. F., Schweppenhauser M. A., and Mullin, L. J. 1976. Introduction, Spread and Control Of The Pine wooly Aphid, Pinesu pini (L.) in Rodhesia. S. Afr. For Jurnal 96:1-11 Chilima, C. Z and Leather, R. S. 2001. Within-Tree and Seasonal Distribution of Pine Wooly Aphid Pineus boerneri on Pinus kesiya Trees. Agriculture and Forest Entomology, Vol. 3 ISSUE 2 : 139-145. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta. Direktorat Jendral Kehutanan. 1976. Vadameceum Kehutanan Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. Direktorat Jendral Kehutanan. 1976. Silvika. Kursus Penjarangan Lanjutan. Jakarta. Esau K. Anatomy of Seed Plants. Second Edition. John Wiley and Sons. FAO. 2007. Overview of Forest Pest. Rome: Italy. Gerard DAL. 2007. Ciri-Ciri Fisik Pinus merkusii Banyak Menghasilkan Getah dan Pengaruh Stimulasi Serta Kelas Umur terhadap Produksi Getah Pinus [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Haneda NF., Husaeni EA., Kasno, dan Rachmatsyah O. 2010. Pengantar Hama Hutan: Bio-Teknologi dan Teknik Pengendalian. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Martawijaya AL, Kartasujana K, Kadir dan Prawira SA. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Bogor. Nix
S. 2002. The Wooly Adelgeids – Prevention and Control. http://forestry.about.com/od/forestinsect/p/sect.com_bwa.htm [23 Nov 2010].
Pandit IK, dan Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat kayu Sebagai Bahan Baku. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
28
Pansin AJ, de Zeeuw C. 1970. Textbook of wood Technology. Vol I. Third Edition. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Pusat Penelitian & Pengembangan Perum Perhutani. 2008. Seri Informasi Teknik Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman Hutan (Jati, Pinus, Kayu Putih, Sengon). Cepu: Pusat Penelitian & Pengembangan Perum Perhutani. Speight MR and Wainhause D. 1989. Ecology and Management of Forest Insect. Oxford: Cloredon Press. Sukopamono. 2010. Kutu Putih pada Tanaman Pepaya. http://sukopramono.wordpress.com/2010/06/29/kutu-putih-pada-tanamanpepaya/ [25 November 2010] Supriadi. 2001. Derajat Kerusakan dan Pengendalian Hama Kutu Lilin pada tegakan Pinus. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Watson GW. 2007. Associate Insect Biosystematist. Plant Pest Diagnostic Center. California Departement of Food and Agriculture Sucramento USA. http://www.cafa.ca.you/phpps/ppa/Entomology/EntBios/G.Watson/Watson. htm. [23 Nov 2010].
LAMPIRAN
29 Lampiran 1 Sidik ragam rata-rata jumlah telur, nimfa, dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat.
Sidik ragam rata-rata jumlah telur hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat. Source
DF
Model Error Corrected Total
11 84 95
Sum of Squares 10185.8333 119245.5000 129431.3333
Mean Square 925.9848 1419.5893
F Value 0.65
Pr > F 0.7787tn
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
Sidik ragam rata-rata jumlah nimfa hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat. Source
DF
Model Error Corrected Total
11 84 95
Sum of Squares 72964.0833 484413.2500 557377.3333
Mean Square 6633.0985 5766.8244
F Value 1.15
Pr > F 0.3342tn
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
Sidik ragam rata-rata jumlah imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan berat. Source
DF
Model Error Corrected Total
11 84 95
Sum of Squares 911985.115 3619842.125 4531827.240
Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%
Mean Square 82907.738 43093.359
F Value 1.92
Pr > F 0.0474*
30 Lampiran 2 Sidik ragam rata-rata jumlah telur, nimfa, dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan Sidik ragam rata-rata jumlah telur hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan. Source
DF
Model Error Corrected Total
11 84 95
Sum of Squares 39793.6917 321161.3000 360954.9917
Mean Square 3617.6083 2973.7157
F Value 1.22
Pr > F 0.2849tn
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
Sidik ragam rata-rata jumlah nimfa hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan. Source
DF
Model Error Corrected Total
11 84 95
Sum of Squares 69698.0250 134025.1000 203723.1250
Mean Square 6336.1841 1240.9731
F Value 5.11
Pr > F <.0001*
Keterangan : * = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
Sidik ragam rata-rata jumlah imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan. Source
DF
Model Error Corrected Total
11 84 95
Sum of Squares 575530.400 1495267.600 2070798.000
Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%
Mean Square 52320.945 13845.070
F Value 3.78
Pr > F 0.0001*
31 Lampiran 3 Sidik ragam rata-rata jumlah telur, nimfa, dan imago hama kutu lilin berdasarkan 4 arah mata angin pada kerusakan ringan dan berat Sidik ragam gabungan rata-rata jumlah telur hama kutu lilin pada kerusakan ringan dan kerusakan berat. Source
DF
Model Error Corrected Total
23 192 215
Sum of Squares 52068.4176 440406.8000 492475.2176
Mean Square 2263.8442 2293.7854
F Value 0.99
Pr > F 0.4840tn
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
Sidik ragam gabungan rata-rata jumlah nimfa hama kutu lilin pada kerusakan ringan dan kerusakan berat. Source
DF
Model Error Corrected Total
23 192 215
Sum of Squares 170164.4231 618438.3500 788602.7731
Mean Square 7398.4532 3221.0331
F Value 2.30
Pr > F 0.0012*
Keterangan : *= berpengaruh nyata pada taraf 5%
Sidik ragam gabungan rata-rata jumlah imago hama kutu lilin pada kerusakan ringan dan kerusakan berat. Source
DF
Model Error Corrected Total
23 192 215
Sum of Squares 3902700.937 5115109.725 9017810.662
Keterangan : *= berpengaruh nyata pada taraf 5%
Mean Square 169682.649 26641.196
F Value 6.37
Pr > F <.0001*