1
Status jurnal berbahasa Indonesia
2
Dasapta Erwin Irawan (Institut Teknologi Bandung)
3
Mochammad Tanzil Multazam (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo)
4
Juneman Abraham (Universitas Bina Nusantara)
5
Indrya Mulyaningsih (Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati)
6 7
Abstrak
8
[895145]
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Banyak pihak masih meragukan kualitas jurnal Indonesia. Salah satu ukuran kualitas jurnal adalah dengan terindeks di DOAJ. Kualitas jurnal bukan semata ditentukan oleh artikel yang dimuat, tetapi juga pengelolaannya. Oleh karena itu, penting kiranya mengetahui dan mendeskripsikan kualitas jurnal Indonesia, baik dari segi artikel maupun pengelolaan. Data diperoleh melalui pengamatan berupa jurnal open access (OA) berbahasa Indonesia yang dihimpun oleh DOAJ. Data diambil tanggal 11 Maret 2017 dengan menggunakan filter, meliputi: 1) Search type: Journal, 2) Country of publisher: Indonesia, dan 3) Full text language: Indonesia. Berdasarkan data tersebut, Indonesia memiliki 500 jurnal yang terindeks DOAJ. Sebagian besar atau 420 diantaranya menggunakan bahasa Indonesia. Tiga bidang terbanyak yang dimuat, meliputi: pendidikan (education in general), agama Islam, dan bisnis atau perdagangan (business and commerce). Melihat fenomena ini, dapat dikatakan bahwa jurnal Indonesia adalah kekuatan baru dalam dunia saintifik dengan jumlah jurnal yang masif. Terindeks DOAJ adalah salah satu langkah awal, tapi kualitas harus tetap ditingkatkan secara kontinyu. Dominasi Bahasa Inggris sebagai lingua franca dalam ilmu pengetahuan jangan jadi kendala. Justru penggunaan bahasa Indonesia memudahkan penulis dalam mengekspresikan pemikiran secara lebih jelas dan rinci. Hal ini juga diharapkan dapat mengurangi jumlah publikasi dalam jurnal yang meragukan, hanya dengan alasan bahwa jurnal tersebut mampu menerbit makalah dalam waktu yang cepat. Pengelola jurnal juga tidak perlu risau dengan indeksasi SCOPUS. Namun demikian, Pemerintah hendaklah tetap harus memberi perhatian lebih pada pengelolaan jurnal di Indonesia dengan menerbitkan berbagai aturan yang lebih inklusif dan mengurangi peran indeks komersial.
31
Abstract
32 33 34 35
The quality of Indonesian journal are still questioned by many authors, including Indonesian authors. One of the quality mark for an open access journal is included in DOAJ indexing. However, the quality of a journal is based not only on the quality of the articles but also the management. Therefore it is very important to describe the quality of
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Indonesian journals, in terms of both aspects. This paper is considered as the first attempt to uncover the facts behind Indonesian journals. The data is gathered from DOAJ database using the following filters: 1) Search type: Journal, 2) Country of publisher: Indonesia, dan 3) Full text language: Indonesia. Based on the data, we manage to get 500 Indonesia journals with 420 (84%) of them are in Indonesian language (data acquired in 24-27 March 2017). The top 3 fields are education, Islam education, and business and commerce. Here we could see that Indonesia journal is a new massive new force in scientific publication. DOAJ indexing is just a start, but efforts to increase the quality of articles and governance are still way ahead. Sustainable quality improvement is the most important thing. The use of English as lingua franca in science should not be dealt as a burden. In fact writing in native language should help Indonesian scientist to express their ideas more clearly and precisely. But yet, journal managers should also not be intimidated with commercial indexing (eg: Scopus). With this dynamic scientific movement, commercial indexing will not be used as the main indicator for quality. Moreoever, Indonesian government should also the growth of Indonesian journals by releasing more inclusive regulations and reducing the role of commercial indexing.
52
Kata Kunci: DOAJ, ilmiah, Indonesia, jurnal, publikasi
53
Pendahuluan
54
[236388]
55
Tentang open access
56
[612663]
57 58 59 60 61 62
Banyak pihak yang hanya memberikan komentar mengenai buruknya pengelolaan jurnal di Indonesia. Banyaknya keluhan dan kritikan tersebut mungkin ada benarnya, tapi yang Anda tidak tahu adalah jurnal Indonesia bahkan yang berbahasa Indonesia telah dikelola dengan baik, sehingga terindeks oleh Directory of Open Access Journal (DOAJ). Jadi quote kami bahwa Indonesia adalah surganya jurnal OA tidaklah berlebihan, terutama bila dibandingkan dengan kondisi di negara lain.
63 64 65 66 67 68
Makalah ini ditulis untuk mengungkap lebih banyak fakta tentang status jurnal berbahasa di Indonesia di DOAJ. Mengapa DOAJ? DOAJ digunakan karena lembaga ini bersifat independen dan not for profit, untuk menghindari bias. Hal ini penting menurut penulis agar para pemangku kepentingan mengerti kondisi jurnal di Indonesia dari sisi kuantitas untuk menentukan kebijakan yang diperlukan untuk pengembangannya. Data dapat diunduh di repositori Zenodo.
69 70 71 72 73
Open access (OA) sendiri pada dasarnya adalah gerakan membangun kesadaran bagi para peneliti/penulis/akademia pada umumnya untuk melakukan pengarsipan secara mandiri (self archiving) serta membuka aksesnya seluas mungkin, serta mempublikasikan karya ilmiahnya pada jurnal OA, yakni jurnal yang membebankan biaya publikasi dari sumbersumber lain selain biaya langganan (subscription) dari pembaca. Biaya publikasi dapat
74 75
berasal dari penulis dengan membayar article processing cost (APC), donasi atau sponsorship dari lembaga (Tennant and Mounce 2015; Bailey Jr. 2008).
76 77 78
Menyoroti fenomena Permenristekdikti No 20/2017 yang menghangat akhir-akhir ini dengan pro dan kontranya, sebenarnya tuntutan publikasi di negara berkembang telah terlihat, seperti tertulis dalam publikasi berikut ini. (Butler 2013)
79 80 81 82
Pressure to publish is often intense in developing countries, and vanity presses could attract unscrupulous researchers keen to pad out their CVs. But respectable domestic publishers could have an important role by helping to address local science issues, such as those related to crops, diseases or environmental problems (Butler 2013).
83 84
Menurut kami jumlah jurnal OA yang tinggi di Indonesia adalah salah satu cara untuk mencapai target yang diatur dalam Permenristek Dikti tersebut.
85
Kondisi OA di berbagai negara
86
[403232]
87 88 89 90 91 92 93
Sebagai pendahuluan, berikut ini adalah grafik jumlah jurnal OA pada berbagai negara (top 50) yang ada dalam database DOAJ (Gambar 1). Indonesia berada pada urutan no 5 dengan jumlah jurnal terbanyak yang diindeks oleh DOAJ, setelah Brazil, UK, AS, dan Mesir. Di bawah Indonesia adalah Spanyol, Polandia, Jerman, Rumania, Iran, Italia, dan India. Anda mungkin belum tahu tentang ini (Irawan 2017). Dalam perkembangannya jurnal OA menjadi pesaing jurnal non-OA. Dari sisi jumlahnya pun terus bertambah tiap tahun.
94 95 96 97 98 99 100 101
Bila kita gunakan data Bank Dunia jumlah artikel total dari beberapa negara terlihat seperti pada gambar di bawah ini (Gambar 2). Terlihat bahwa Jepang memimpin, disusul oleh Brazil, Malaysia, Mesir, Indonesia, Sudan, dan Kamboja. Jepang mengalami lonjakan jumlah publikasi menjelang tahun 2000. Demikian pula Brazil.Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia memimpin. Lonjakannya terjadi di pertengahan 2005-2010. Kondisi tersebut akan berhubungan dengan grafik persentase belanja riset dan pengembangan (R/D) di tiap negara tersebut (Gambar 3) dengan Jepang masih di urutan teratas. Yang menarik pada Gambar 4 dan Gambar 5.
102 103
Gambar 1 Jumlah jurnal OA dari top 50 negara [927545]
104 105 106
Gambar 2 Jumlah publikasi menurut Bank Dunia untuk beberapa negara terpilih (data diakses tanggal 26-27 Maret 2017) (Irawan 2017) [539311]
107 108 109 110 111
Gambar 3 Persentase dana riset dan pengembangan dari total Gross Domestic Product (GDP) menurut Bank Dunia untuk beberapa negara terpilih (data diakses tanggal 26-27 Maret 2017) (Irawan 2017) [131845]
112 113 114 115
Gambar 4 Jumlah artikel vs persentase dana R&D dari total GDP menurut Bank Dunia untuk beberapa negara terpilih (data diakses tanggal 28 Maret 2017)) [602702] [602702] [602702]
116 117 118
Gambar 5 Jumlah artikel vs jumlah peneliti (per 1000 penduduk) menurut Bank Dunia untuk beberapa negara terpilih (data diakses tanggal 28 Maret 2017) [226510]
119 120
121
122
123
[341265]
124
Metode
125
[106508]
126 127 128
Data yang digunakan adalah data jurnal open access (OA) yang dihimpun oleh DOAJ. Analisis dilakukan pada tanggal 11 Maret 2017 dengan menggunakan filter sebagai berikut:
129
1.
Search type: Journal
130
2.
Country of publisher: Indonesia
131
3.
Full text language: Indonesia
132
Hasil pencarian kemudian ditabelkan berdasarkan:
133
1.
institusi penerbit,
134
2.
bidang ilmu,
135
3.
status article processing cost (APC), dan
136
4.
tahun diindeks oleh DOAJ.
137 138 139 140
Selain itu data bank Dunia (World Bank) juga digunakan untuk memadukan indikator saintifik dengan indikator makro sebuah negara, salah satunya adalah persentase anggaran riset dan pengembangan (Research and Development/RnD) dibandingkan GDP total.
141 142
[316369]
143
Hasil dan diskusi
144
[744784]
145
Jurnal berdasarkan institusi penerbit
146
[866338]
147 148 149 150
Kami hanya menampilkan 25 penerbit jurnal teratas yang ada di Indonesia. Walaupun kurang lebih 60% dari penerbit tersebut ada di P. Jawa, dipimpin oleh Universitas Negeri Semarang, tapi sudah mulai muncul penerbit dari Banda Aceh, Madura, Samarinda, dll. Iklim ini dinilai sangat baik. Aktifitas komunitas Relawan Jurnal Indonesia yang agresif
151 152
untuk mensosialisasikan manajemen jurnal yang baik serta piranti lunak Open Journal System (OJS).
153 154
Gambar 6 Jurnal OA dari top 25 institusi [242718]
155
Jurnal berdasarkan bidang ilmu
156
[420704]
157 158 159 160 161 162 163
Kami hanya menampilkan daftar 25 bidang ilmu teratas (Gambar [537944]). Bidang ilmu paling banyak adalah pendidikan secara umum (education in general), yang kedua adalah tentang Agama Islam, dan ketiga tentang bisnis dan perdagangan (business and commerce). Gap yang cukup besar terjadi untuk bidang bidang geografi dan ilmu lingkungan yang ada di urutan bawah. Bidang ilmu ini diduga mencakup juga ilmu geologi, kebumian, dan hidrogeologi, yang belum tertera secara eksplisit dalam klasifikasi jurnal di DOAJ. Dalam ini metadata DOAJ perlu diperbaiki.
164 165
Gambar 7 Jurnal OA berdasarkan bidang ilmu (top 25) [537944]
166
Jurnal berdasarkan status Article Processing Cost
167
[418714]
168 169 170 171 172
Mayoritas jurnal tidak mengenakan APC (warna merah), walaupun berstatus jurnal Open Access (OA) (Gambar [936898]). Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa lebih banyak jurnal yang tidak mengenakan APC (75,5%). Sedangkan jurnal yang mengenakan APC pun, biaya maksimumnya Rp. 1.500.000,-. Hasil dari komunikasi personal via media sosial, terlihat ada trend peningkatan APC yang perlu survey lebih lanjut.
173 174
Gambar 8 Jurnal OA berdasarkan status APC [936898]
175
Jurnal berdasarkan tahun masuk ke DOAJ
176
[610195]
177 178 179 180
DOAJ menampilkan data sejak tahun 2009. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 terlihat ada peningkatan jumlah jurnal yang diindeks oleh DOAJ. Peristiwa atau kebijakan yang melatar-belakanginya perlu dicari tahu secara rinci, sebagai modal dasar untuk lebih mengembangkan jurnal OA di Indonesia (Gambar [679890]).
181 182
Gambar 9 Jurnal OA berdasarkan waktu indeks [679890]
183
Dampak jurnal OA
184
[336390]
185 186 187 188 189 190 191 192 193
Dengan maraknya jurnal OA di Indonesia, semestinya dampaknya sangat luas (2009). Dari Gambar [924850] di bawah ini dapat dilihat bahwa jurnal OA akan sangat memudahkan akses oleh masyarakat, pemerintah, dan industri, dibandingkan dengan jurnal non-OA. Akselerasi sains di kalangan akademia, komersialisasi di kalangan industri/praktisi, dan sosialisasi di kalangan masyarakat lebih mungkin terjadi bila tidak ada batas akses (paywall) yang mahal. Hal ini hanya akan terjadi bila akses kepada ilmu pengetahuan bersifat cuma-cuma (free), segera (immediate), dan bebas (unrestricted) (Gambar [640971]). Untuk urusan ini, Pemerintah Indonesia dapat bercermin kepada Pemerintah UK guna memaksimumkan dampak kebebasan akses terhadap hasil riset.
194 195 196 197 198 199
Sebuah artikel yang berjudul “OA Impact Advantage” (Harnad 2005) yang kemudian dirujuk dalam artikel berjudul “Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models Exploring the costs and benefits” (“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits” 2009) menyebutkan lima komponen yang mempengaruhi nilai sebuah produk OA, yakni (Gambar [764302]):
200 201
•
early advantage: jurnal OA memiliki peluang dibaca lebih cepat dibanding jurnal non-OA.
202 203 204 205 206
•
ArXiv advantage: menurut kami keuntungan ini berhubungan dengan pengunggahan jenis publikasi preprint yang diawali oleh komunitas ilmuwan fisika dan matematika. Publikasi jenis preprint ini diklaim memicu percepatan pengembangan dan penyerapan ilmu baru, karena bentuk makalah ini belum melalui suatu filter yang bernama peer-review.
207 208 209 210
•
quality bias: ini juga berkaitan dengan produk makalah berjenis preprint. Karena ia belum melalui proses peer review, maka punya potensi masalah dalam hal kualitas. Tapi makin banyak penulis mengunggah naskah preprintnya, maka bias akan terus menurun.
211 212 213 214
•
quality advantage: dengan OA, maka pembaca memiliki pilihan lebih luas. Mereka bisa menetapkan standar makalah berkualitasnya sendiri. Bila makalah hanya dikeluarkan oleh penerbit non-OA, maka kualitas akan hanya dikendalilan oleh penerbit.
215 216
•
competitive advantage: peningkatan jumlah naskah OA, juga dianggap dapat meningkatkan nilai jual atau “competitiveness” individu dan atau institusinya, dan
217 218 219
•
usage advantage: ini berkaitan dengan komponen early advantage. Makalah OA dapat digunakan oleh sebanyak mungkin orang, dan sesering mungkin tanpa batasan jumlah dan waktu.
220 221 222 223
Gambar 10 Kerangka pikir dampak jurnal non-OA dan OA (“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits” 2009) [924850]
224 225 226 227
Gambar 11 Dimensi dampak dan benefit dari sisi akses dan perizinan (“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits” 2009) [640971]
228 229 230 231
Gambar 12 Kerangka pikir dampak OA kepada ekonomi: contoh dari Inggris (“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits” 2009) [683463]
232 233 234 235
Gambar 13 Nilai positif OA (Harnad 2005) yang dirujuk dalam (“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits” 2009) [764302]
236
Beberapa catatan dalam pengelolaan jurnal OA
237
[336390]
238 239
Menghindari mengejar indexing dari lembaga komersial sebagai tujuan utama
240
[554871]
241 242
Dari sisi pengelola jurnal. Saat ini banyak sekali indexing yang dapat dipilih, alih-alih hanya mengejar indexing arus utama, seperti Scopus ataupun Web of Science. Para
243 244
pengelola jurnal kami tekankan agar tidak hanya mengejar salah satu atau keduanya saja. Berikut ini beberapa pertimbangan mengapa kami agak keras tentang hal ini:
245 246 247 248 249 250
1.
Meningkatkan biaya publikasi: Indexing oleh lembaga-lembaga komersial akan menambah komponen biaya yang tidak perlu dalam penerbitan makalah atau jurnal. Contoh: saat ini konferensi atau seminar yang terindeks Scopus meminta biaya konferensi (conference fee) rata-rata tidak kurang dari Rp. 3.000.000,-. Dengan biaya sebesar itu, maka berat bagi kaum mahasiswa (S1, S2, S3) sebagai komponen akademia yang paling membutuhkan dan juga menjadi penulis.
251 252 253 254 255 256
2.
Sering terjadi kesalahan dalam memasang portal paywall: Berkaitan dengan butir ke-1, pada beberapa kasus (dan ini sering terjadi), lembaga pengindeks tersebut memasang portal paywall (portal pembayaran) untuk makalah yang semestinya berstatus OA. Bila kita telah membayar biaya publikasi atau disebut juga article processing cost (APC), maka mestinya dokumen kita akan berstatus OA. Pembaca tidak akan ditarik biaya.
257 258 259 260 261 262 263
3.
Menambah waktu publikasi: Kalau anda mengejar indeks ini, maka makalah yang dipublikasikan harus dalam Bahasa Inggris. Tanpa adanya tim translator dan proof reader, kondisi ini akan menambah durasi proses makalah, yakni di tahap review dan penyuntingan. Maka makalah baru akan termuat resmi dalam laman indexing rata-rata enam sampai delapan bulan sejak pengiriman makalah ke jurnal atau panitia seminar (submission) atau bahkan sejak makalah dipresentasikan dalam seminar.
264 265 266 267
4.
Syarat yang diajukan adalah syarat umum: sebenarnya syarat yang diajukan oleh kedua lembaga pengindeks tersebut di atas akan sama dengan syarat yang diajukan oleh lembaga lainnya. Tidak ada syarat khusus yang diajukan. Dalam beberapa sisi, justru lembaga akreditasi jurnal di Indonesia memiliki syarat lebih banyak dan ketat.
268 269 270 271
5.
Kekhawatiran berlebihan bahwa makalah atau jurnal tidak akan muncul dalam mesin pencari (search engine): Kekhawatiran ini sudah tidak relevan, karena apapun yang sifatnya telah daring (online), maka dapat dicari oleh bot mesin pencari.
272 273 274 275 276 277 278 279 280 281
Sampai saat ini, bahkan Google Scholar dan Microsoft Academic pun masih digunakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai alat ukur kinerja riset. Bahkan pada akhir-akhir ini, kedua indeks terbuka tersebut telah diakui sebagai ciri jurnal bereputasi (Permenristekdikti No. 20/2017, lampiran, dan juknisnya). Anne-Wil Harzing, pembuat piranti lunak Publish or Perishyang menggunakan basis data Google Scholar, menyatakan bahwa Google Scholar menjadi alternatif (pesaing) serius bagi Web of Science (Harzing 2017). Artikel tersebut meluruskan berbagai persepsi yang salah tentang Google Scholar. Lebih ekstrim lagi, ada pandangan yang menyatakan bahwa sains adalah miliki komunitas dan masyarakat jadi tidak sepantasnya diatur-atur oleh aturan eksklusif sebuah jurnal dengan alasan untuk menjaga kualitas (Bhattacharya 2017).
282 283 284
Science should not, and need not, be shackled by journal publication. Three sensible reforms would ensure that researchers’ results could be communicated to more people more quickly, without any compromise on quality…(Bhattacharya 2017)
285 286 287 288 289 290
Salah satu indexing yang sedang mengemuka adalah indexing oleh ScienceOpen (SO), sebuah perusahaan yang berbasis di Jerman. SO indexing mengutamakan untuk bekerjasama dengan penerbit jurnal OA. Mereka menggunakan Altmetric sebagai ukuran reputasi atau dampak dari suatu makalah. Selain itu, kami juga merekomendasikan indexing oleh Pubmed Central (PMC), sebuah indeks yang awalnya dibuat untuk bidang ilmu kedokteran dan kesehatan.
291
Meningkatkan pembaca dari “English speaking countries”
292
[162814]
293 294 295 296 297 298
Salah satu yang menjadi isu besar di Indonesia sebagai non-English speaking country adalah penting atau tidaknya menulis dalam Bahasa Inggris. Kalau menulis dalam Bahasa Inggris masih sulit, dan akhirnya terjebak dalam “jurnal meragukan” agar cepat terbit, kenapa tidak menulis dalam Bahasa Indonesia. Dengan menggunakan Bahasa Ibu, maka riset dapat ditulis dengan sebaik-baiknya, dan dijelaskan dengan sejelas-jelasnya.
299 300 301 302 303 304 305 306 307 308
Di samping itu, menulis dalam bahasa ibu dengan baik mengindikasikan (meskipun bukan satu-satunya) cinta tanah air, karena meningkatkan literasi masyarakat kita sendiri. Ada bagian dari masyarakat kita yang belum tentu ataupun belum berkepentingan memiliki daya akses (finansial, kepustakaan, maupun linguistik) terhadap jurnal-jurnal berbahasa asing. Di samping itu tidak dapat dipungkiri bahwa penciptaan pengetahuan banyak berlangsung dalam situasi tertentu. Realitas pengetahuan bersifat kontekstual (Abraham 2016)(Abraham 2016). Contoh sederhana: beras, pari, sego, intip, upo, dalam bahasa Jawa; semuanya disebut “rice” dalam bahasa Inggris (Dardjowidjojo 2007). Kekayaan objektif dan keindahan intersubjektif pengetahuan tidak selalu dapat ditangkap dan diungkap dengan bahasa Inggris.
309 310 311 312 313 314 315 316 317 318
Lantas bagaimana dengan pembaca dari negara selain Indonesia? Untuk hal ini kami memang baru berhipotesis, karena belum pernah melakukan riset secara langsung. Menurut kami, para pembaca asing pastinya akan mencari sebanyak-banyaknya makalah yang relevan dengan subyek dan terutama dengan lokasi risetnya. Setidaknya kondisi tersebut mengarah ke arah bahwa bahasa bukan kendala utama saat peneliti asing mencari referensi yang terkait dengan risetnya (75% dari 142 responden dari Tweet Poll ini). Jadi bila mereka akan meneliti di suatu lokasi di Indonesia, mereka sadar bahwa besar kemungkinan harus mencari makalah dalam Bahasa Indonesia. Karena itu usulan kami untuk pengelola jurnal berbahasa Indonesia, wajibkan bagi para penulis yang makalahnya telah diterima untuk:
319 320
1.
membuat slide dalam Bahasa Inggris untuk menceritakan makalahnya secara singkat. Slide ini terutama berisi gambar-gambar dan tabel.
321 322 323 324
2.
memuat data mentah sebagai lampiran (supplementary electronic data) atau mendorong mereka untuk mengunggah data di repository terbuka seperti OSF, Figshare, atau Zenodo. Untuk bidang ilmu kebumian dapat memanfaatkan server repositori Pangaea.
325 326
3.
menggunakan judul dan abstrak yang memuat identitas lokasi, setidaknya nama kabupaten dan “Indonesia” (Irawan 2015).
327 328 329 330 331 332
4.
membuat abstrak dalam format video, dalam mana penulis menceritakan naskahnya dalam Bahasa Inggris (baca juga laman The Scientiest Videographer). Hal ini sangat sesuai dengan situasi Indonesia yang masih kental dengan budaya lisan (berbicara) dan merupakan pengguna Live Instagram Video dalam jumlah yang cukup besar. Artinya kalau minat membuat video-video media sosial ini tinggi, maka dapat dimanfaatkan untuk membuat abstrak dalam bentuk visual.
333 334 335 336
Perkembangan baru saat ini adalah beberapa server preprint (mayoritas yang di-hosting oleh OSF) telah menerima makalah preprint dalam bahasa selain Bahasa Inggris. Ini merupakan kemajuan signifikan untuk melintasi batasan bahasa (language boundary) dalam dunia saintifik.
337
Menghindari kriteria jurnal meragukan
338
[410467]
339 340 341 342 343 344 345 346 347
Dalam pengelolaannya, jurnal-jurnal OA ini walaupun belum dapat menyamai kinerja jurnal-jurnal berusia dewasa (baca: jurnal lama) di luar negeri tapi hal yang perlu dijaga adalah agar tidak menjadi jurnal yang meragukan (questionable journal). Mengingat sudah muncul persepsi di dunia internasional bahwa banyak jurnal meragukan diterbitkan di benua Asia (“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits” 2009). Tahapan evaluasi jurnal inilah yang perlu disosialisasikan secara masif, mengingat masih banyak penulis/peneliti yang tidak mengetahui cara membedakan jurnal yang bertatakelola baik dan jurnal yang hanya mementingkan pemasukan dana APC.
348 349 350
Tahapan ini sangat penting juga untuk merespon niat baik pemerintah Indonesia dalam meningkatkan jumlah publikasi berlingkup internasional, dengan penerbitan Permenristekdikti No. 20/2017.
351 352 353 354
Gambar 14 Distribusi lokasi penerbit berdasarkan negara dan benua (Shen and Björk 2015)(“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits” 2009) [738274]
355 356 357 358 359 360
Dari sisi penulis, kita perlu mewaspadai perkembangan jurnal-jurnal meragukan ini, karena dari data menunjukkan penulis terbanyak berasal dari Asia pula. Kriteria untuk menyeleksi jurnal dapat dengan merujuk kepada Komunitas ThinkCheckSubmit, daftar indeks DOAJ, maupun Sherpa, atau delapan kriteria dari Jeffrey Beall (bila kriteria ini masih dapat dipakai). Dengan berbagai kriteria tersebut diharapkan pemilihan jurnal dapat lebih obyektif untuk menghindari jebakan jurnal yang meragukan.
361 362 363
Gambar 15 Distribusi penulis jurnal meragukan berdasarkan benua dan negara (Shen and Björk 2015) [949403]
364
Penutup
365
[336390]
366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380
Bila melihat kondisi di atas, dapat dilihat bahwa jumlah jurnal OA di Indonesia sangat banyak, 420 buah dan akan lebih dari 500 bila memasukkan jurnal berbahasa Inggris. Bandingkan dengan negara lain seperti: Turki (162 jurnal), Polandia (114), Persia (85), Ukraina (70), Kroasia (47). Di sisi lain, tidak semua jurnal Indonesia tersebut mengenakan APC, sebagaimana lazimnya jurnal OA. Ini karena sebagian besar jurnal memang didanai oleh anggaran lembaga, bahkan kementerian. Ini hal yang unik dari sisi pendanaan. Model pengelolaannya pun unik, bila dibandingkan dengan jurnal di luar negeri, misal kebijakan untuk memberikan insentif bagi penulis dan peer-reviewer. Secara pribadi, dari sisi itu, penulis menilai model pengelolaannya lebih baik dari Elsevier dan penerbit besar lainnya. Dengan berbagai kelebihan itu, maka tidak berlebihan kalau kami menyebut Indonesia sebagai surganya jurnal OA. Semoga makalah ini bermanfaat untuk pengembangan pengelolaan jurnal serta pengembangan ilmu secara lebih luas. Pemerintah memgang peranan penting untuk mengembangkan dunia penerbitan saintifik Indonesia yang lebih berkualitas, dan inklusif untuk mengimbangi dominasi indikator-indikator indexing yang eksklusif.
381
References
382 383
Tennant, Jon, and Ross Mounce. 2015. “Open Research Glossary”, July. doi:10.6084/m9.figshare.1482094.v1.
384 385
Bailey Jr., Charles W. 2008. “What Is Open Access?”. http://digitalscholarship.org/cwb/WhatIsOA.htm.
386 387 388
Butler, Declan. 2013. “The Dark Side of Publishing”. Nature 495 (7442). Nature Publishing Group: 433. http://www.nature.com/news/investigating-journals-the-darkside-of-publishing-1.12666.
389 390 391 392
Irawan, Dasapta Erwin. 2017. “Mengorek Jumlah Makalah Berbahasa Indonesia Dalam Basis Data DOAJ Dan Bank Dunia – Dasaptaerwin”. https://derwinirawan.wordpress.com/2017/03/26/mengorek-jumlah-makalah-berbahasaindonesia-dalam-basis-data-doaj-dan-bank-dunia/.
393 394
“Economic Implications of Alternative Scholarly Publishing Models: Exploring the Costs and Benefits”. 2009. http://www.pcfly.info/pdf/alternative/4.pdf.
395 396
Harnad, Stevan. 2005. “OA Impact Advantage = EA + (AA) + (QB) + QA + (CA) + UA - EPrints Soton”. https://eprints.soton.ac.uk/262085/.
397 398 399 400 401 402
Harzing, Anne-Wil. 2017. “Impact of Social Sciences – Google Scholar Is a Serious Alternative to Web of Science”. http://blogs.lse.ac.uk/impactofsocialsciences/2017/03/16/google-scholar-is-a-seriousalternative-to-web-ofscience/?utm_content=bufferc8e85&utm_medium=social&utm_source=twitter.com&utm _campaign=buffer.
403 404 405
Bhattacharya, Ananyo. 2017. “Medical Research: The Shackles of Scientific Journals | The Economist”. http://www.economist.com/news/leaders/21719480-and-how-castthem-shackles-scientific-journals.
406 407 408
Abraham, Juneman. 2016. “Juneman Abraham » Tiga Rangsangan Riset Yang Berorientasikan ‘Customer’”. http://juneman.blog.binusian.org/2017/03/16/tigarangsangan-riset-yang-berorientasikan-customer/.
409 410 411
Dardjowidjojo, Soenjono. 2007. Psikolinguistik: Memahami Asas Pemerolehan Bahasa Akademia. Akademia. https://books.google.co.id/books?id=mEkj4TlJKMC&printsec=copyright&hl=id&source=gbs_pub_info_r.
412 413
Irawan, Dasapta Erwin. 2015. “WTF: Bagaimana Indonesia ‘Ditemukan’? SEO for Academics – Dasaptaerwin”. https://goo.gl/B9Lldp.
414 415 416
Shen, Cenyu, and Bo-Christer Björk. 2015. “‘Predatory’ Open Access: a Longitudinal Study of Article Volumes and Market Characteristics”. BMC Medicine 13 (1): 230. doi:10.1186/s12916-015-0469-2.