MUKADDIMAH
flmm/ Smdi [flaw
ISSN: 0853—6759
Volume 18, No.
2)
2012
MUKADDIMAH jmm/ Sim? [5/51/77
ISSN: 08536759
Volume 18, No. 2, 2012
Mu/eaddiI/zabjllrflalftudi Mam merupakan jumzl akademik multidisiplincr yang diterbitkan oleh Kopertais Wilayah III‘Yogyakarta. Mukaddimah terbit setiap semester, pada bulan Juni (N01. 1) dan Desember (No. 2) Artikel yang diterbitkan meliputi kajian Islam yang ditinjau dthi berbagai perspektif, mulai dari komunikasi, rantropologi, pcndidikan, ekonomi, sosiologi, filologi, pendidikan, filsafat dan lain sebagamya. jurnal mi didedikasikan kepada akademisi, pakar dan pemerhati bidang kajian Studi Islam. Artikel yang diterbitkanharus berupa karya ofisinal dan tidak harus sejalan dengan pandangan redaksi. Mukada’imab: Jamal Studi 1:147): adalah jutnal terbuka yang versi wfit fi/eAnya bisa dibaca dan diakses secam gratis, sementara versi prinlvaut/ bardmpj dapat diperoleh dengan menghubungi distributor di alamat email:
[email protected]. Sofi—fi/e keseluruhan artikel yang diterbitkan dapat diakses melalui Mukaddimah Open Access Journal di http://mukaddimah.kopertais3.net
Dewan Penyunting Ketua: Casmini; Anggota: Al Makin, Aljmarul Qibtiyah, Dadan Muttaqin, Moch Nur Ichwan, Noorhaidi Hasan, Sid Syamsiyatun, Syaifudin Zulu-i; Penyunting Pelaksana: Saptoni, Syaifudin Zuhri
Korespondensi Mukaddimal): junta] Studi I514”!
Koordinatomt Perguxuan Tinggi Agama Islam Swasta (KOPERTAIS) leayah III Daerah Isflmewa Yogyakarta Jl. Marsda Adisucipto 1) Yogyakarta 55281 Telp/Fax: 0274689621/512474 Email:
[email protected] \Website: http://mukaddimah.kopermis§.net
MUKADDIMAH
fimm/ 527de 15/5177?
ISSN: 0853—6759
Volume 18, No. 2, 2012
DAFTAR ISI Editorial Islam: antara Ide dan Institusi
v—vii
Sejarah Memori dan Distingsi Identitas: Pengalaman Agama Monoteistik dari Peradaban Mesir Kuno Sh/mezz' KIM/mm Dru/2'
1637175
Mapping the Fate of Religions in the Late Modern Era: A Theoretical Survey
Ab/mzt/Alli/twin
1777205
Tasawuf Revolusioner Muhammad Zuhri [Flt/”ill Wqua/i
207228
Remarks on September Eleventh Uproar: American Muslim Negotiating Religion, Politics, and Identity in the United States Rama
[,I/fIMII/JII, ”Von/Mg Ugly/770m, 2’7 Ya/jya
Wz/ayz
Artikulasi Pidana Islam dalam Ruang Publik: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam di Ambon, Putusan Mahkamah Konstitusi N0. 19 / PUUVI / 2008, dan Qanun Jinayat di Aceh NV/{rm/WMI/
2297256
2577278
Islam Kampus dalam Petubahan Politik Nasional: Studi Kelslaman Masjid Kampus di Yogyakarta 214/}!
Qadz'r
279—299
Akat—akat Radikalisme Islam dalam Tafsit Ff Zilil al-
gur’in Katya Sayyid Qutb Z1mg} Nadia
301 7323
ARTIKULASI PIDANA ISLAM DALAM RUAN G PUBLIK: Tinjauan Pofitik Hukum Islam atas Kasus Rajam di
Ambon, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 19/PUUVI / 2008, dan Qanun Jinayat di Aceh Nutrohman I 'l
Fa/m/tm @11171’17/1 [31111117311111 15/11/17
Aligm'
111111
111%71717,
571171111 C11117111g D1111? [51111111111151
1101/: 11g:1‘111”1'/2006@)1/1/100, 1'0. 111
Abstract T/Je~ [111/17di11ggkf11tbe11' 11f 71/131011 [1117 7101
railed 11/ [be
lie
be/wem
Me 1711/7/11~ 5011513, 1711/1/11;
1!
f/R’J‘L’
yaw/11f
1111 110/1017 [1111/
74/1111 111? /11/1) 011911710175
1111171111711 777
L1117/
(Fiqh Siyisah}
10 11116.1
1177
J‘e/ea/i
11111711
d11"1171711.rk1111,
711er1-A211_;.'1117g
@1171”, 17/67‘ek131111g
11161yé177ba/a111 kWh/11
$7017
1111 1‘
111111
#1101115
11]"
Ibo/7171.1"
mpz'rmz'
17111173 1711/7/11;
arm
qf
[ifllilllk
117
l/W
1111111)
11/111111}:
11g111m1
P111111 111171
11_V]>1'1m1'_)'1117g 11711171'77/
meagiflgz'flkm/ befiMé
”7677;1[11171111/(27' 1711‘,
(11111
d1111
7'11
11/11/1711. 1'111177'1111/ A1111“
ygjak 471/111 111111/‘111kmu 177117y1111’11111511/1111
[flak ”II/ugh” dipim/ka/ beam/k Iiegdm mam
of
//160171{\‘
f0 [/11 I‘D/60’ 4/} 1‘6/{g/(111
711197117
0f
1'1 11 111111'01/11/ 155136516111
diff/1131f
I‘e/a/Pd
(1f
Me [1715/71 177 @1115
bangra
$11111 1171‘ Per/1111711,
Pancasfla
1117/11/11
11/311 11‘1'171/1'7712re‘1‘ 1171’ (tX'l‘é’fll
[Para/511111111
(J
171711712»
pub/1'1:
[/110
017m.
mm. 177/!
111 1711111171111
been
(/1111
from
/o be
6118 11f //.7(’ 1111111? I'm/4731111111113; 1177a” 11/[10 11151? 711/11110711'
1061111711111 111116 11711/ [/17
[111491731
11711111113111 11011171
119111111111
111311121
171311111 11g1111111.
.rek/r/w;
I’M/k:
11710711117111?)19111112111111 1917113111(1111111111117
11/60/qg1'771’g11r11. 711/1111” 7177111111711191111’21117.11/11171/11/1 [1011'
117111111431
111‘17k71/1111'
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam (la/am mmg/mb/z’k. [It/)empg mam/ab aim; kiwi/J fer/€111? dengan Izpqya A‘e/mg/mz ”war Ix/am di Jada/[aria dab/72 via/{gar/jkn/m‘zkcm15/47/71, 413mm;
Illa/72517021 pig/mm
[I/am, [la/m7] mung pub/[K3, kt’mz/dI-m/ dimm/iyix
benign/1km? fearipa/Z'l‘ik [Wk/w; [J/w/z
(ff/€177
Siyasah).]
Kata Kunci: Politik Hukum Islam, Ruang Publik, hukuin pidana A. Pendahuluan
Memjnggirkan agama sematavmata hanya penjadi urusan privat dewasa ini dinilai fidak realistis bukan hanya untuk masyamkat religius seperti Indonesia tapi juga untuk bangsarbangsa lain di dunia. Roy Clousider, sebagaitnana dikutip oleh Bcnyamin F. Intan mengatakan “2'! if :1 ”gt/7 to f/Jimé 11m; #76 pub/11‘ domain [I m’lm‘a/ LI/JO/If Iv/{gio/z. ’1 Artikulasi agama dalam ruang publik di Indonesia bisa ditelusuri sejak para _/é;/r//zdmkgfaz‘/Jeltr dalam merumuskan dasar dan idcologi negara. Para pcndiri bangsa ini sejak awal tampaknya menyadari bahwa agama tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari ruang publik. Pada saat bentuk negara mau dirumuskan, ada dua arus aspirasi yang muncul saat itu. Pertama, mereka yang menginginkan bentuk negara sekuler, kedua, mereka yang menghendaki bentuk negara agama. Untuk menjembatani kedua aspirasi ini, muncullah Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Dengan Pancasila, Indonesia tidak bermaksud menjadi negara sekuler murni, tapi juga bukan negara agama. Dengan Pancasila, Indonesia tidak perlu membersihkan ruang publik dan unsur agama, karena agama sesuai dengan sila pertaina justru incsti menjadi sumber spiritualitas bangsa ini.2 Oleh karena itu persoalannya bukan '
Benyamin F. Intan, ”Pancasila and Publik Religion,”
777: ja/(érm‘a P041.
22 Juni
2011.
Menurut Masdar Fand Mas’udj, dengan Pancasila Indonesia bukan negara Islam tap1 negata Islami, karena menjadjkan Keruhanan yang Maha Esa (muhid/lsebagai landasan spintulnya, Kemanusiaan yang adil dan beradab (lemma/471M mum) sebagai landasan moralnya, Persaruan (ale/Dumb) Indonesia sebagai acuan sosialnya, Kerakyatan yang dipimpin olch hikrnah kebijaksanaan dalam pennusyawaratan/ perwaflan (mam sebagai acuan politjknya, Keadilan social bagi selui'uh takyat Indonesia (zi/wda/n/y‘ sebagai tuiuan dan muaranya. Lihat MasdarFaiid Mas’udi, “Islam Indonesia vs NKRI”, makalah disajikan dalam rangka bedah buku “Syai‘ah UUD 1945: Pei-spekrif Islam,” di UIN Sunan Gunung Diati Bandung, Kamis 30 Juni 2011‘ 2
258
>K
lllflkdtldima/J, Vol. 18, N o, 2, 2012
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
apakah agama bisa diarfikulasikan dalam ruang publik, tapi bagaimana dan sejauhmana artikulasi agama dimungkinkan dalam ruang publik sehingga agama bisa difungsikan sebagaj faktor pemersatu bukan pemecah bangsar’y Pertanyaan diatas juga bisa ditujukan terhadap agama Islam. Sebab, Islam, seperti halnya agama pada umumnya, juga tidak mungkin dipisahkan dari ruang publik. Islam bukan semata aqidah tapi meliputi syatiat. Islam bukan hanya iman tapi juga amal. Namun, tidak semua arnkulasi Islam dalam ruang puBlik cocok dengan konteks Indonesia. Ini disebabkan katena arfikulasi Islam dalam ruang publik disamping tidak mnggal juga bisa berubah dari waktu ke wakrui Kalau artikulasi Islam dalam ruang publik dipcrsempit atau dibatasi pada syariat atau hukum Islam, maka pertanyaannya adalah syariat atau hukum Islam yang bagaimana yang cocok diarn'kulasikan di ruang publik Indonesia. Menjmbang artikulasi hukum Islam di ruang publjk ada hubungannya dcngan politik hukum Islam atau fikih lazily/J, maka pertanyaan di atas akan lebih jelas kalau dijawab dari perspektif politik hukum Islami Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, artikulasi hukum Islam atau syariat dalam ruang publik terus menjadi wacana yang tidak hcntiihentinya disuarakan oleh sejumlah kalangan sejak awal masa kemerdekaan, Orde Lama, Orde Batu sampai zaman reformasi dewasa ini.4 Secara juridis, artikulasi Islam dalam ruang publjk dipcrjuangkan melalui Lransformasi hukum Islam kc dalam hukum publik sedang secara sosiologis, hal itu bisa diamati melalui penggunaan simbol, jargon, atau atribut keIslaman.
Sebanyak 70% dam responder: yang disurvei oleh hatian Kompas pada tahun 2005 menyemjuibahwa agama berpotensi menjadi faktor pemecah bangsa. LibatElwin 'l‘obing , “Religious Intolerance and Indonesia’s Future,” The [Marla Pom 16 Agustus 2010. ‘ Pada awal kemcrdekaan masalah mi sempat diperdebatkan sccal‘a terbuka dalam Sldaflg konstimante pada tahun 1959. Masalah ini1uga memadi salah sam penyebab tenadmya pemberontakan Darul Islam (DI) atau NII (Negai'a Islam Indonesia), Gerakan NII terus menjadigerakan laten pada masa Orde Batu. Pada masa taformasi, suara yang retap menginginkan kembalinya Piagam Jakarta juga muncul di tengalrtengah upaya amandemen UndangiUndang Dasar 1945. Im semua merupakan wujud dan anikulasi Islam dalam ruang publik yang dimalmaibeibeda-beda di kalangan umat Islam sendin. ‘
uMé/ka/k/i/m/r,
’01.
18,
No. 2, 2012
2K
259
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam B.
Jaminan dan Pembatasan AItikulasi Agama dalam Ruang Publik
Artikulasi berasal dari kata army/aim”, menurut bahasa adalah (If L’Af)!"t’.fiil{g an idea, q/i'v/i/gq m- [/1 13/13 Iva/”(AW sebuah aksi untuk mengekspresikan ide, petasaan dan sebagainya dalam bentuk kata—kata). Jadi, artikulasi agama dalarn ruang publik mencakup idc, perasaan, gagasan yang diekspresikan ke tuang publik melalui katarkata. Dalam tulisan ini, arfikulasi akan diberi makna yang lebih luqs, tidak semata kata~kata tapi mencakup semua bentuk ekspresi termasuk implikasi dari katarkata itu. Sebagai bangsa yang mengakui bahwa kemetdekaannya adalah berkat rahmat dari Allah yang Maha Kuasa, bangsa Indonesia sebenarnya menyadari bahwa agama tidak mungkin dilepaskan dari kehidupan mereka. K0nsfitusi Indonesia sejak awal mengakui bahwa kebebasan warga negam untuk menganut suatu agama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya hams diJindungi oleh negam. P2153129 UUD 1945 mengatakanbahwa “negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa (ayat 1) dan menjatnin kemerdekaan fiapAtiap penduduk untuk memeluk agamanya masing~masing dan untuk bcribadat menurut agamanya dan I‘M uu‘tz’mz
kepetcayaannya (ayat 2).” Setelah UUD 1945 mengalami amandemen, pasal 29 ini tidak berubah. Kebebasan untuk menganut dan beribadah menurut againanya bahkan diperkuat dengan sejumlah pasal lain. Pasal 286, misalnya,
menyatakan bahwa sedap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya (ayat 1). Setiap orang berhak atas kebebasan ineyakjni kepercayaan, menyatakan pikii'an dan sikap, sesuai dengan hati nutaninya (ayat 2). Setiap omng berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengcluarkanpendapat (ayat 3). Menurut pasal 28i ayat 1, hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.6Jadi secara teoritis artikulasi against dalam ruang publik mendapat jaminan yang amat memadai daIam kons‘nmsi Indonesia. Against apapun yang tumbuh dan berkembang di Indonesia memiliki kescmpatan yang OAfl/‘d Admrzrem’ Lear/251‘} Dial/Mag, blm. 57 Teks pasal 28i UUD 1945 betbunyi sebagai benkut: Hak untuk hidup, hak unruk tidak disiksa, hak kemetdekaan pikiran dam hati numni, hak bemgama, hak 5
"
untuk ridak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk ridak dimntut atas dasar hokurn yang bcrlaku surur, adalah hak asnsi nianusia yang ridak dapat dikumngi dzlzm keadaan apapun (ayat 1 pasal 280 260
K AIL/Kimk/Mza/J)Vol. 18, NO.
2)
2012
Nurrohman: 'I‘injauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
sama untuk diartikulasikan dalam ruang publik. Scpanjang artikulasi diartikan sebagai ekspresi dalam bentuk kata—kata yang diungkapkan dalam ruang privat sebenarnya tidal: ada pembatasan sama sekali sebab sebagaimana dikatakan dalam pasal 286 ayat (1) bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikixan dan Sikap sesuai dengan hati nuraninya.” Namun, pada saat axtikulasi juga diinaknai sebagai Cksptesi yang muncul cli ruang publik maka ekspresi itu bisa bermasalah dan karenanya memerlukan pembatasan. Menui'ut Pasal 28) ayat 2 UUD 1945 ekspresi agama boleh dibatasi oleh undang~undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan clan serta penghonnatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertirnbangan moral, nilairnjlai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyaxakat yang demokratis. Menurut Nicola Colbran, pakar hak asasi manusia dari Norwegia, sebagaimana dikutip olch Teeriono, kebebasan againa yang bersifat ekstcrnal inemang bisa dibatasi oleh lima
hal, yaitu:
[Warm/flame)” rrjén' M Mm 72gb; nf may i/zdiI/tz/w/ to embryo) a wig/m lured 027 hit or bar 0111/; v/an'm 77);} ii a LD/iJ'll/lefl/Id/ my); My! zlr [MM izwz-der/{gab/e mm’ [ndiwlri/i/e. Extcr/zalfl'eedam or; the ot/Jerbum’. re/alm M l/M [Li/my f0 o/mn’z‘ rc/Zgiam balk/3' and bowi/{g [a lifi/itafiam‘. Bzmd 011 f/M III/er/mdimzz/fCaz/512ml cancer/41g Civil a/zr/ Pafizim/Rig/m, 1/74fieedo/fl top/21mm re/igz'wz
JIMIZ/
an];
by .rzr/gfac‘l lo {imitafz'wzi
wzler lap/171m Jam“ {3) fix/717k om’w; H) [Wk/[la baa/ll). (4)]ml7/ZX: 771072111: mm’ (5) f/irjl'z/zda/flmm/ Q," await-i7
pmz'nbcd
if; [my
1'11
{ 7 ) [WM/L2
.x‘
Dengan disahkannya Undang—Undang nomor 12 tahun 2005 yang berisi ratifikasi atas Internafional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) maka lirna hal yang bisa membatasi exspresi agama sudah tercantum di dalamnya. Pembatasan i111 dimuat dalam Pasal 19 ayat 3. Namun dctnikian, dalam ptakteknya kebebasan dan pembatasan dirnaknai secara betagam, bahkan kerap menimbulkan konLroversi sebagaimana akan dipaparkan dalarn tulisan ini. Ini disebabkan disamping karena sedap agama, termasuk agama Islam, bisa ditafsirkan secara berbedarbeda oleh pemeluknya, juga karena tidal; semua tafsir agarna cocok dengan situasi dan kondisi tertentu. Testnono, “Inhibiting Freedom of Religion,” dalam http://Islamlib.com/en/ article/nilnblfingifreedom-ofireligion diakses 6 juli 2011. 7
Malawi/limb, Vol. 18, N o. 2, 2012
K 261
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajarn
C. Artikulasi Hukum Islam dalam Ruang Publik Indonesia Hukum Islam atau fikih, secara gatis bcsar bisa dibagi dua yakni fikih ibadah (lam fildh muamalah. Salat, puasa, zakat clan haji scmuanya masuk katagon fikih ibadah. Sedangkan fikih mu’amnlah dalam arn luas mcliputi, fikih munakalmt (perkmvinan), fikih mawans (kcwansan), fikih iinayat (pidana) serta fikih muamalah dalam arti scmpit yang mencakup hukum perikatan seperti jual beli, sews menyewa, gadai dan sebagainya. chua icnis fikih ini. melalui beragam madzhnb yang dianut dan berkembang di Indonesia, sebenarnya sudah diartikulasikan atau diekspresikan dalam ruang publik. Secara tcrbuka, fidak ada umat Islam yang dihalangi dalam menjalankan ibadah salat, puasa, zakat dan haji. Ketentuaniketcnman dalam fikih munakahat maupun fikih nmwaris sudah diakomodjr dalam Undangrundang Pctkawinan (UndangiUndang N011 Tahun 1974) maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991). Adapun yang mcnyangkut fikihjinaym, maka ienis~jcnis kcjahatan yang dibicamkan dalam fikih inj pada dasarnya sudah diakomodir dalam undangiundang Indonesia Larangan terhadap pencurian, perjuclizm) perzinahan, penggunaan obat—obat terlarang (naxkoba), minum arak, yang dikenal dengan lima M (ma/Mg, ”mi/7. Mada/1, madm‘ dan ”ii/mm): bahkan sudah lama diterixna sebagai bagian dari budaya bangsa. Namun, problem yang muncul terkait artikulasi fikih jinaya: sebenarnya bukan pada jenis kejahatannya Itu sendiri, tapi lebih pada sanksi yang 21an diberikan terhadap pelakunya. Misalnya, apakah hukuman potong tangan masih layak atau cocok untuk diterapkan bagi pencuri? apakah hukuman rajam (dilempar dengan barn sampai man) atau dera masih relevan untuk diterapkan di Indonesia? apakah omng yang muItad masih layak mendapat hukuman mad? Dcngan kata lain persoalan yang muncul di Indonesia terkait fikih jinayah adalah mcnyangkutcksprcsi eksternal dari sebuah paham atau keyakjnan agama, bukan sebaliknya‘ Diskusi berikut adalah beberapa persoalan kontroversial terkait ekses pelanggamn atas satu ketentuan yang tetap. Hukuman Rajam di Amlum Kasus rajam di Ambon jelas merupakan salah satu \vujud artikulasi Islam (pidana Islam) dalam ruang publik. Bagaimana proses 1.
262
MC
illu‘fdtl’¢/ffl1d/J,
Vol. 18, No. 2, 2012
Nurrohman: Tinjauan Politik I‘Iukum Islam atas Kasus Rajam
dan kronologi sampai terjadinya eksekusi rajam atas Abdullah (bukan nama sebenarnya), dimuat dalam sejumlah media massa seperti harian Kompas, Pikiran Rakyat dan majalah Gama Kompas pada hm Karnis 17 3161i 2001 memuat benta berjudul: “ a’far Umar Thalib: I-Iukum Rajam di Ambon, Penegakan Syariat Islam”, yang memberitakan bahwa Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah telah mengeksekusi atau melaksanakan hukuman rajam pada salah satu anggotanya pada akhir lVIaret 2001. Dikatakan bahwa pelaksanaan hukuman rajam iru merupakan kelanjutan dari pemberlakuan syariat Islam di Ambon yang diikrarkan oleh umat Islam Ambon sejak tanggal 4 Januari 2001. Menurut Ja’far, ikrar 4 Januan disepakati setelah sejumlah tokoh Islam mengadakan sebuah pertemuan untuk menegakkan keamanan dan syanat Islam. Pertemuan itu sendiri diprakarsai oleh Ketua Majelis Ularna Maluku, H. Sanusi, dan Kapolda Maluku. “Pabg tidak ada dua belas kolompok yang ikut pertemuan tersebut. Dan itu berarti seluruh Muslimin di Maluku terwakjlj,” ujamya. “Setelah ikrar 4 Januari yang dibacakan di hadapan kaum Muslimin ch depan Masjid Raya AlrFatah Ambon, maka umat Islam melalui poskovposko jihad yang ada di sana, ada lebih clan 120 posko jihad yang mewakili kampung, mulai melakukan gerakan upaya pemberantasan kemaksiatan, prostitusi, miras, narkoba, pencuxian, dan sebagainya,” kata Ja’far. MenurutJa’far,pada saat gencar— gencarnya Umat Islam melakukan gerakan pemberantasan kemaksiatan tersebut, terjadilah peristiwa perzinaan atau lebih tepatnya pemerkosaan. Perkosaaan itu dilakukan oleh seorang anggota Laskar Jihad tethadap pembantu rumah tangga wanita di Kampung Diponegoro berusia 13 tahun‘ Setelah pelaku ditangkap, kemudian terjadilah intflrogasi dan yang bersangkutan mengakui perbuatannya serta meminta ditegakkannya hukum Islam. Menurut Ja’far, scbagai pangljma Laskar Jihad melihat keteguhan pelaku seperti itu, dixinya sempat berusaha agar yang bersangkutan dflepaskan dari hukum rajam tersebut tentunya melalui hukum syanat. Karena pelaku statusnya sudah menikah, dalam hukum syanat, pezina seperti itu dirajam yakni dilempari batu sampai mad. Ja’far meljhat, di dalam hukum syariat memang ada ketentuan hukum yang menysbutkan bahwa bila seseorang itu dimduh berzina hatus dibuktikan dengan salah satu dari dua jalan. Pertama, pengakuan pelaku sendixi. Tetapi pengakuan
,szkaddl’fimh, VOL 18,
N0. 2, 2012 K 263
Nutrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
sendiri ini bisa gugur hukumnya ketika dia mencabut pengakuannya. Kedua, kefika dia tertangkap basah dengan empat saksi yang menyaksikan sendjri terjadinya perzinaan. “Kalau empat saksi ini telflh disumpah dan memang dia orang yang dipercaya di depan mahkamah syatiat, maka tidak perlu adanya pengakuan si pelakul Maka hukum pun harus ditegakkan.”8 Sebagaimana akan dijelaskan nann pada bagian analisa, penegakkanhukum syariat versi Laskar Jihad ini bermasglah dilihat dari sistem hukum yang berlaku di Indonesial Atas perbuatannya ini, Ja’far Umar Thalib sempat diadili di Pengadilan Negeri Bogor. 2.
Gugm‘an ,ée Mab/eamab Komz‘itmz‘ ale/J Sag/am
Kira~kira tujuh tahun setelah kasus rajarn di [\mbon, di tingkat nasional, artikulasi Islam, khususnya pidana Islam di ruang publik juga diangkat melalui gugatan (Malian/review) kepada Mahkamah Konstitusi. Pada tanggal 24 Juni 2008, scorang buruh bernama Suryani yang beralamat cli kampong Tubui desa Wafinginkurung, Serang, Banten, mengajukanji/dizizz/ review atas UndangrUndang Peradilan Agama kepada lVIahkamah Konstitusi terkait dengan kompetensi Peradilan Agama di Indonesia. Suryani mengajukan permohonan pengujian materiil Pasal 49 ayat (1) 9 Undang—Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang kemudian diubah oleh Undang~Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang—Undang Nomor 7 Tahun 1989 tenmng Pemdilan Agama beserta Penjelasan pasal tersebut tethadap Pasa128e ayat (1), Pasal 28i ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang—Undang Dasa: Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan alasan antara lain sebagai berikut: 11 Bahwa hak dan/atau kewenangan konsitusional yang dimjliki Lihat http://Www.geocities.com/arumbaikole/kompas170501.htm?20104 diunduh 4 Agusrus 2010 " Bunyi pasal 49 ayat (1) adalah sebagaj berikut: ”PengadilanAgama bertugns dan berwenang memen'ksa, memums, dan menyelesaikan pctkal‘a di tingkat pettama 211mm orangiorang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, hibah, \vakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syan’ah. Adapun pcnjelasannya menyatakan: “Peradjlan Agama merupakan salah saru badan peradilan pelaku kekuasaankehakiman untuk menyelcnggarzkan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadflan perkara terrcnru antara orangiomng yang betagama Islam di bidang perkawinan,wags, wasim, hibah) wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah.” 8
264 M MAr/mddir/m/J, Vol. 18, No, 2, 2012
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
oleh Pcmohon selaku perorangan warga negara Indonesia dalam permohonan ini adalah hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut ajaran agama Pemohon, sebagaimana yang tclah dinyatakan dalam P215211 280 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “fr/mp 072mg baby." meme/71,42 agwm [lam lmflmdd/ wmmwf agammgyd. ”j/mc'lo Pasal 28i ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi,
“Ha/é [zmggama add/a1) Ind: (7111.97lflll/lll.v‘fq)r'flll<§7[Ma/c: dapal silk/Hwy
(la/am kmdamn apnpmf’. Ayat (2) berbunyi, “56122sz omit? bar/wk. behw dan'per/a/émnymg éeiu‘zfiz/ diJ‘inM/Iza/gfam; (Ix/‘rm‘apqzwm {in}: bar/Jule
mmdapalkan pm/illzlngmz [films/qt) peflrzkitm/ymg [Im’zj‘ézf d/Jkflmz'wlzf z'lszzlza‘a Pasa129 ayat (1) yang berbunyi, “Ngum
[zerdm'ar a/m' Kelli/Jdllfl/Z Yang Aldfm Em’i Ayat (2) berbunyi, “Nag/1m wely’nmzfl kmiem'ekam/ Imp-Zia)? paid/(did: [mm/s mmze/Iz/c agamg/yza mail/(gimmill‘g dmz Hum/a belibadul WWI/(I‘ll! di/aqyu
2/1121
kepen'qyammya Zf/f’
Bahwa pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia berpendapat bahwa pemberlakuan Pasal 49 ayat (1) Undang— Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kemudian diubah oleh Undang»Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas UndangiUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada pasal yang sama beserta penjelasannya, adalah bertentangan dan atau tidak sesuai dengan amanat konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
286 ayat (1), Pasal 281 ayat (1) (Ian (2) serta Pasal 29 ayat (1) dan (2) UndangrUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena hak dan/atau kewcnangan konsitusional
pemohon untuk “bebas beragama dan beribadat menurut
ajatan agama” agar dapat menjadi umat beragama yang benman sempuxna dan mencapai tingkatan mkwa menurut ajamn agama Pernohon yaitu agama Islam, telah “112)";ng’ oleh negaxa melalui Undang—Undang tentang Petadilan Agama tersebut. Bahwa di dalam ajaran Agama Islam, selain diperintahkan menialankan hukum agama (ya/721!) Islam secara perdata untuk perkara hukum rumah tangga (pctkawinan), 1mm, HIM/1, Il'quf; {ax/€111, z'zgfaq, Mating/1b dan perdagangan (ekonomi), sebagaimana relah ditegakkan Pcradflan Agama Indonesia; Al-Qur’an yang
,Mméaddizw/L Vol. 18, N o. 2, 2012
9K
265
Nurrohman: Tlnjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam juga memerintahkan umat Islam untuk menjalankan hukum
pidana untuk perkara pelanggaran pidana. Allah SWT dalam AlrQut’an, yang dlfirmankan Sepcrri yang salah sat-u contohnya terdapat pada Surat Al—Maidah ayat 38, agama
(JD/midi)
yang artinya: “741kb/akziyng ”mm/17’ ([dfl pvrwm/zaIUW/Ig
”MI/(7117,
finial/(glad) Zngzm kfld/Iaziya (Maggi) lfld/HJZZIZ [mgi (€Dfl_)’fllig mew/w [fa/aka” dam A‘K/Jlggzzi .rz'kmmz dar/ Al/a/r. Dali Allah Mal/m Per/€51.11] [agi [M0/74 By'akmlm
”.
Maka, menurut pemohon, Undang—Undang tentang Peradilan Agama khususnya Pasal 49 ayat (1) besetta penjelasannya, telah merugikan selutuh umat Islam (termasuk juga Pemohon). Karena telah dibatasi dalam hal menegakkan hukum agama (syariat) Islam secara menyeluruh (kifflzh), seperti yang telah di perintahkan Al—Qur’an dan AliI—Iadits sebagai sumber utama ajaran agama Islam. Atau berpotensi merugikan umat Islam, karena apabila umat Islam sebagai komunjtas sosial menjalankanperintah Allah SW/T scbagaimana telah difirmankan dalam AlrQur’zm (al‘Maidah ayat 38) tetsebut di atas, maka pasti akan djanggap menegakkan ‘hukum di atas hukuml’ Sesuai atutan hukum yang masih berlaku di Indonesia sampal saat ini, hal tersebut akan dianggap sebagai ‘pelanggaran hukum? Jadi, jelaslah bahwa menurut pemohon, ketentuan UU Peradilan Agama di atas, sangat nyata telah merugikan dan atau berpotensi merugikan hak lionstitusional Pemohon dan seluruh umat Islam di Indonesia [I’asal 286 ayat (1)/'It/m‘0 Pasal 28i ayat (1) dan (2)]7111470 Pasa129 ayat (1) dan (2) UUD 1945) unruk bebas menjalankan agamanya dan beribadat menurut ajaran agamanya itu. Dalatn arti: menjalankan hukum agama (syariat) Islam secara menyeluruh (/eqffah) sebagai benmk ibadahl Permohonanfltdzliz/lreview oleh saudara Suryani yang bermaksud mencari landasan hukum bagi pelaksanaan syariat Islam yang terkait hukum publik, seperti pelaksanaan rajam, 111i djtolak oleh Mahkamah Kons‘dtusi. Sembllan Hakim Konstitusi yaitu, Jimly Asshlddiqie sebagai Ketua merangkap anggota, Moh. Mahfud MD) HM. Arsyad Sanusi, Muhammad Aljm, Hl Harjono, Maruamr Siahaan, H.A.S. Natabaya, I Dewa Gede Palguna, dan H. Abdul Mukthie Fadjar, masingimasing sebagai anggota pada harijumat tanggal 8 Agustus tahun 2008, dengan
266
>K Ala/earlz/z'mw'),
Vol. 18, No. 2, 2012
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
sepakat menolak permohonan ini.“ Hukuman Raj/m; diQammjinglat/lwb Kira~kira sembflan tahun setelah tcrjadinya eksekusi rajam di Ambon, atau kira~kira satu tahun setelah hlahkamah Konstirusi menolak permohonan Suryani yang bermaksud mencan landasan bagi pelaksanaan syafiat Islam terkait hukurn publik, tepatnya pada 14 September 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyetujui diberlakukannya sebuah kanun yang memungkinkan orang berzina dihukum rajam. Pasa124 ayat (1) draft qanun yang disahkan oleh DPRA im monetapkan hukuman 100 kali cambuk bagi pelaku zina yang belum menikah dan ‘hukuman rajam bagi pelaku zina yang sudah rnenikah.’11 Qanun Jinayah ini bermasalah karena balk pemcrintah Aceh maupun rakyat Aceh sendiri banyak yang menolak. Pengesahan kanun ini diwarnai Oleh gelombang unjuk rasa yang pro Inaupun yang menolak. “Kita temp mempettahankan hukum rajam tidak masuk dalam qanun,” kata Wakil Gubernux Mahamlnad Nazar. Menurut Nazar, qanun yang disahkan tersebut masih bisa ditinjau kembali oleh rim kecfl yang dibentuk pemerintah dan legislatif sesuai kesepakatan rapat Panmus. “Semua peraturan yang telah disahkan memang Vvajib dijalankan oleh pemerjntah. Tupi posisi kita tetap menolak qanun itu, apalagi ini disahkan juga dengan catatan,” tukasnya. Aktivis sipjl di Aceh juga menuntut plhflk legislatif mermnus ulang Qanun Jinayat sesuai dengan nilairnilai universal Islam dan HAM (Hak Asasi Manusia), serta memastikan harmonisasi dengan berbagaj peraturan perundang—undangan. Mereka juga 111cminta keterlibatan ulama, intelektual dari perguruan tinggi, penegak hukum, dan praktisi hukum, serta masyarakat sipil termasuk kelompok perempuan‘ Sementam Muhanadi dari PKS menyatakan poinrpoin Qanun Jinayat yang telah disahkan tidak bisa diganggu gugat lagi.12 3.
“'
Lillat Purusan Mahkamah Konsnrusi nomor IQ/PUUJ'I/ 2008 yang dibacakan secara terbuka pada tanggal 12 Agustus 2008‘ ” Lihat http://www.lbhaceh.org/Beritai'l‘erkini/acelyberlakukanihukumrajam-massaipro-danikontra-berunjukirasalmnl (d1akses 19 july 2011). 12 Mid, blur juga httpz//acehpedia.org/QanunijinayalLAcell dmkscs 19 julj 2011.
Jill/,(mdziZfl/a/J, Vol. 18, N01 2,
2012 ;K 267
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
D. Tinjauan Politik Hukuxn Islam (Fikih Syimb) Bellfroid mendefinisikan poliuk hukum atau rer/nym/flflk sebagai proses pembentukan m (Minx/[11w (hukum positif) dari 2Z1; vofllz'tMIIdI/M (hukum yang akan dan harus ditetapkan) untuk memenuhi kebutuhan perubahan dalam kehidupan masyarakat‘ Menurut Mahfud MD, politik hukum juga mencakup pengerrjan tentang bagajmana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigm'asi kekuatan yang ada di belakangpembuatan dan pencgakan hukum. Juga mempettjmbangkan etik hukum, baik buruknya, adjl Lidaknya, atau cocok tidaknya ketentuan— ketentuan hukum itu bagi masyarakat yang bersangkutan, karena hal itu ada hubungannya dengan ditaati atau tidaknya hukum m1 dalam suatu masyarakat.13 Itulah sebabnya, menurut Daniel S Lev, politik hukum iru merupakan produk interaksi di kalangan elit politik yang berbasis kepada berbagai kelompok dan budaya. Ketika elit politjk Islam memfljki daya tawar yang kuat dalam interaksi politik, pengembangan hukum Islam dalam suprasttuktux politik pun memfliki peluang yang sangat besar dan sebaljknya.14 Pada masa penjajahan Belanda Hukum Islam hanya dipandang sebagai hukum apabfla diresepsi ke dalam hukum adat. Menurut teori yang dikenal dengan teori m‘e/n‘z'e ini, hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi oleh hukum adat. Artinya menutut teori yang dikembangkan oleh Van Vollenhoven (1874 — 1933) dan CS Hurgtonje (1857 — 1936) mi) hukum Islam baru bisa diberlakukan kalau ia sudah bisa diterima oleh masyarakat sebagai kesadaran hukum mereka. Meskipun teori ini mendapat reaksi keras dari Hazairin dengan menyebutnya teori “Iblis”15 namum teori ini sebenarnya mendapat
‘3
Suhartono, Kmfigmzm'Pa/it/k[la/z Legh/m‘i Huh/2m Ir/am
d/ [mic/min (5'71th Kq/im/
httpt/ /\vwwbadjlag, fer/lung Poxltiflimri net/data/ARTIKEL/\\'/ACAN:\%20HUKUA"/0201SLAM/KONFIGURASIO/oZO 177/9177
M llama/(117 [fa/cm; Pumper/ell] [Jo/Zn}: IIIIAEIz/‘flj,
politlk‘VoZOdan%20legfislasi.pdf (djakscs tanggal 7 Oktober 2010). H Partal l\Iuslim tidak pernah mencapai 21 “/0 dati suara pemilih nas1onal, Pada tahun 1955 , Masyumi hanya memperoleh 203 "/0, sememara NU dalam dua kali penulu 18 ”/27 suara, ardnya total suara partai Muslim tidak , 1955 dan 1971, hanya mendapatkan tahun 1955 total suara panai Muslim 43,9 “/0 Pada mayoritas. pemilu pernah mencapai “ 2004 total tahun semcntara pada pemilu suaranya 38,3 Qinlihat James ].FOX Future strategy for the Prosperous Justice Party,” Tbeuhiku/m Porn 27 Juli 2005, '5
268
>K
Mid.
Mmém’r/m/ub, Vol. 18,
N0. 2, 2012
Nurrohman: Tinjauan Pohfik Hukum Islam atas Kasus Rajam
pembenaran melalui scjurnlah fakta sosiologis.‘6 Politik hukum Islam atau {jg/a] ab J'bar‘ww/z, pada dasarnya juga tidak berbeda dengan politik hukum pada umurnnya. Ia berisi kebijakan atau
ammn yang dianggap bisa membawa kebaikan, kcadilan clan kemaslahatan bagi masyarakat. Sebab Iglj/Lb’fl/J diartikan sebagai upaya mendatangkan maslahatuntuk umat manusia sejalan dengan syariat (lm/bz'rmql‘i/ZZI [1/- ‘z'bid 21/51 lug/‘4? [I/d'bd?‘ ‘2)417 Kata sejalan bisa dimaknai sejalan dengan teks secara literal atau sejalan dengan semangat atau tujuan syariat. Itulah sebabnya , dalam gym/x tidak selalu teks syara dijadikan acuan. Sebab, gird/{7 jugs dideflnisjkan sebagai segala upaya yang akan menjadikan umat manusia lebih dekat kepada maslahat dan lebih jauh dari mafsadat, meskipun upaya iru tidak dijelaskan secara tersurat oleh Rasul maupun oleh \Vahyu18 Objek kajian 19/551211) ylmriiyya/J menurut Abdul Wahab Khallaf adalah adalah sistem dan perundang—undangan yang djrumuskan oleh para pakar untuk menggambarkan suatu negara. Sistem dan perundang—undangan itu dikaji untuk melihar apakah sistem dan aturan yang dibuat sejalan dengan prinsip—prjnsipagama, apakah sistem dan aruran yang dibuat bisa mendatangkan maslahat bagi umat manusia, apakah sistem clan aturan
itu cocok dengan kebutuhan masyarakatnya.” Oleh karena itu pada saat hukum Islam, khususnya pidana Islam, diwacanakan dalam ruang publik atau diupayakan agar dixnasukkan kc dalarn hukum publjk, maka ia mesti menerima konsekuensi untuk dikritisi oleh publik perihal kesesuaiannya dengan prinsiprprinsip
Survey yang dflakukan oleh Pusat Studi Agama dan chudayaan (TV/lie Cm!” of RI/égiorz and Ctr/111)?) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada awal Tahun 2009 terhadap 250 Takrnir Masjid di wjlayahjakarta menemukan hanya 31 % dam mereka yang seruju Indonesia mcnerapkan pidana Islam, Sisanya 56 0/0 tidal: setuju dan 13 ”/0 lidak menjawab. Lillat Irawmy \Wardany, “City mosques reject Islamic formalization ,“ The jz/km‘tu P041, 30 Januan' 20091 Sementara pada tahun 2007, survey yang dflakukan oleh The Wallid Institute dan Indo Barometer terhadap 1200 respondcn dan 33 provinsi menemukau bahwa 88 0/0 respondcn tidak setuju digunakannya cara kekerasan unruk manghukum atau mengatasi perbuatan Immoral. Lillar ” RI Muslims remain tolerant: Poll,” 'llll/rjwéar/a Pay], 22 Juni 2007‘ ‘6
jar
XII/{11'
Ahmad Fatlli Bahantsi, a/Jgju—m/J ulEli/m’ém/I/f tahun, hlm, 61. 1x Ibn aliQayyim Jauzryah> fl/-T/JII)"I/q 11/7] lukmgjjm/Ifl ‘7
hlm. 16. W
II/JJ/i/zjja/J
Abd alrW'uhab Khallaf, a/xl'QJJa/r aflfij’arfiwfi
lg‘mi’a/z' a/Jli/umgj‘J/I,
tanpa
a/~_Yz:w3'al7 a/«Sjwi/jsz/I,1961,
aw HAVE/Mam a/anI/tw/w/a/r 4/,
[/f S) 14 "lm d/-D/m‘/zzr_z) 21/1 32a: MILK/Ia/g/gj'zdr 1m a/nrl/Ia/jy‘ywl, Kairo,
Afghan/{12771516, Vol
Dar aliAnshar,
18, No. 2, 2012
>K
19774
269
Nurrohrnan: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajarn agama, kesesuaiannyadengan kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Klaim tentang kesesuaiannya dengan
prinsip agama, kemaslahatan dan kebutuhan masyarakat tidak bisa dflakukan secara otoriter oleh satu pihak saja. Oleh karena itu pada saat Sobti Lubis}U sekjen FPI (Front Pembela Islam), dalam salah satu pidatonya di muka umum menyerukan agar pengikut Ahmadiyah di bunuh, dengan alasan pengikut Ahmadiyah telah sesat, murtad dan karenanya halal darahnya menurut pidana Islam, maka seruan ini bisa dikritisi atau ‘ditolak. Sobri Lubis maupun FPI tidak bisa secara otorjter menerapkanpidana Islamini dalam konteks Indonesia. Betulkah pengikut Ahmadiyah telah muxtad dan berulkah menurut prinsip agama, orang murmd mesti dibunuh? Kalau orang murtad boleh dibunuh apa artinya kebebasan agama yang dijatnin oleh aliqu’an? Apakah membunuh orang muxtad bisa dibenarkan dalam sistem hukum di Indonesia? Kririk juga ditujukan pada saat hukmnan rajam benar—benax dilaksanakan atau sekedar diwacanakan. Bahkan kalaupun hukuman rajarn berhasil dimasukkan daIam petundangrudangan di Indonesia, maka perundang—undangn itu masih mungkin diuji oleh Mahkamah Agung atau oleh Mahkamah Konsrjtusi. Dalam mengomentari kasus rajam di Ambon, KH Umar
Shihab, salah satu Ketua klajelis Ulama Indonesia, misalnya, mengatakanbahwa “Pemberlakuan hukuxn Islam itu harus mengikuti satu mekanisme undang—undang yang disahkan oleh Negara.” Argumentasinya, menurut Umar Shihab, karena dalam al~Qur’an yang diperintahkan menegakkan hukurn adalah pemerintah sebagai pemegang kekuasaan. “Hukum Islam harus berdasarkan hukum yang disepakati,” katanya. Hal senada diutarakan Prof Drs. Asmuni Abdurtahman dari IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Menurut Asmuni, dalam memberlakukan hukum Islam, aturannya hatus jelas: “pemerintahnya harus Islam, pezinanya diproses, dan dipuruskan oleh majelis hakim.” Prof. Dr. Syechul Hadi Permono, pakar hukum Islam dari IAIN Sunan Ampel, Surabaya, memberikan solusi yakni “kalau mau Otonomi dalaln bidang hukum, setidaknya ada Wilayah yang berdaulat dan wa/gyy/ mil/7',” ujarnya. Itu sebabnya, Syechul menganjurkan, bila hukum
3" Bagus BT Saragih, “Uncheked Hate Speech ‘Exacerbates Intolerance”, T/Ie Poll. 14 Februari 2011. fm’mrm
270
>K
I‘lhkddl/fflla/J, Vol. 18, No. 2, 2012
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
Islam diterapkan, harus dikolaborasikan kc dalam KUHP yang berlaku sebagai hukum positif di Indonesia.21 Jadi, kalau djljhat dari tinjauan politik hukum, eksekusi rajam di Ambon mcngandung beberapa kekeliruan antara lain. Pertama ia tidak dilakukan oleh pemerintah sebagai pcmcgang kekuasaan. Kedua, ia tidak diputuskan oleh majlis hakim yang diangkat oleh pemefintahan yang sah. Dan keflga, hukuman rajam itu sendiri belum diakomodjr dalam KUHP (Kitab Undang—Undang Hukum Pidana) yang berlaku sebagai hukum positjf di Indonesia. Kritik dan kecaman terhadap eksekusi rajam di Ambon, tampaknya mengzilhami Suryani, seorang buruh yang berasal clan Serang, Banten, untuk mengajukan fill/227271 review kc Mahkamah Konstjtusi. Tujuannya jelas, yakni mencari landasan hukum bagi pelaksanaan syariat Islam yang terkait aspek publik seperti hukuman rajam. Suryani menemukan celah pada Peradilan Agama atau lebih tepamya pada kompetensi peradflan ini yang diatut dalam pasal 49 ayat (1) Undanngndang Nomor 3 Tahun 2006. Mengapa pasal ini perlu direview? Sebab pasal ini membcrikan kewenangan pada peradilan agama untuk memenksa dan mengadflj hal— hal yang terkait dengan syarjat Islam namun hanya yang terkait aspek privat. Akibamya, aspek publik dari syariat Islam sepern perzinahan berikut hukumannya tidak bisa diadili oleh pengadilan ini. Padahal menurut Suryani, penerapan syanat Islam baik yang privat maupun yang publik, disamping menjadi prasyarat bagi orang Islam yang mau mcnjalankan Islam secata kqf/a/J juga merupakan bentuk ibadah yang dijamin oleh konstitusl. Ringkasnya, menurut Suryani, pasal 49 ayat (1) UU No.3 Tahun 2006 bertentangan dengan sejumlah pasal dan ayat dalam konstitusi yang membenkan jamjnan bagi warga negara Indonesia untuk beribadah sesuai dengan kepercayaan masing»masing. Oleh karena itu, agar pasal inj tidak bertentangan dengan pasal—pasal dalam konstitusi, Suryani mjnta agar kewenangan Peradjlan Agama di tambah dengan jalan merubah pasal ini. Sembilan hakim Blahkamah Konstitusi dalam putusannya sepakat untuk menolak permohonan Suryani dengan berbagai alasan terutama karena lVIahkamah Konstitusi bukan mcrupakan pan/2N Calm nomor 24, 30 April 2001. Dlakses melalm http:/hmwgeocities, com/a1‘umbaikole/gatra040501.htm?20104l 2‘
J'l/tsz/il/mgb,
VOL 18,
No
2, 2012
K 271
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam [ago/afar tapi hanya figs/12m [QgZJ‘/atoitzz Artinya, IVIahkarnah Konstitusi tidak berwenang menambah rumusan undang—undang yang dibuat oleh Iembaga Iegislatif, tapi hanya berwenang menghapus ayat atau pasalipasai dalam undangvundang yang dinilai tidak sejalan dengan pasal atau ayat yang textuang konstitusi Sehingga permohonanSuryani agar Peradilan Agama ditambah wewenangnya untuk mengadili kasus yang terkait pidana (/z’mgwl) tidak bisa dikabulkan. Alasan Iain yang digunakan oleh Mahkamah Konsntusi adalah bahwa Indonesia bukan negaxa agama yang hanya didasarkan pada satu agama tertenru, Indonesia juga bukan negara sekuler yang sama sekali tidak memperhatikan agama dan menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada individu dan masyarakat. Indonesia adalah negara yang benKeruhanan Yang Maha Esa yang melindungi senap pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Dalam hubungannya dengan dasat falsafah Pancasila, hukum nasional harus menjamin keutuhan ideologi dan integrasi Wflayah negara, serta membangun toleransi beragama yang berkeadilan dan berkeadaban. Jadi, kalau pada alasan pertama Mahkamah Konstimsi seolah menyarankan agar usulannya ditujukan kepada Iembaga IegisIatif yang berwenang merumuskan undang—undang, maka dalam alasan kedua Mahkamah Konstitusi seolah mengingatkan, bahwa kalau pun usulan itu disetuji oleh lembaga Iegislafif, penambahan wewenang Peradilan Agama masih bisa diuji dari sisi kesesuainnya dengan konstitusi. Dalam konteks Indonesia, Mahkmnah Konsntusi seolah mengambil peran daIam memainkan .rgj/iM/J J/lel‘gqyw/y di Indonesia. Sebab 19/585111 (poIitik hukum) yang sejalan dengan konstitusi Indonesia pada dasarnya merupakan 377575412
J/Jar Zara/7.
Seperti tidak terpengaruh oleh kegagalan ji/dipz'a/ review ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Suryani, Dewan Perwakflan Rakyat Aceh (DPRA) dalam sidangnya pada bulan September 2009 mengesahkan sebuah qonun (sejenis peraturan daerah) yang didalamnya memuat pasal yakni pasal 24 ayat (1) yang memungkinkan orang berzina dihukurn rajam. Dalam draf qanun yang disahkan, pasal 24 ayat (1) menetapkan hukuman 100 kali cambuk bagi pelaku zina yang beIurn menjkah dan hukuman rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah. 32
Lihat Putusan Mahkamah Konstirusi Nome:
272 m AIMkudc/z'ma/J, Vol. 18, No. 2, 2012
19
tahun 2008.
Nuttohman: Tinjauan Politjk Hukum Islam atas Kasus Rajam
Saat mengesahkan qanun ini, tidak ada fraksi yang ikut hadir dalam persidangan yang secara eksplisit menyatakan keberatannya. Hanya Fraksi Demokrat yang menyatakan keberatannya sccara implisit. Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Ftaksi Partai Bulan Bintang, Fraksi Partai Amanat Nasional, Ftaksi Partai Bintang Reformasi, dan Fraksi Gabungan menyatakan setuju memasukkan klausul rajam sebagai hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah. Dari delapan Fraksi di DPRA, hanya Fraksi Demokrat yang menolak secara implisit‘ dengan Lidak memben pandangan umumnya tentang hukum rajam tersebut. Dalam pandangan yang dibacakan Yusrizal Ibrahim, Fraksi Demokrat hanya meminta agar bunyi pasal 24 yang mengatur soal zina diubah. Demokrat menyarankan agar Qanunjinayat dapat disesuaikan dengan kondisi Aceh dan Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara. Fraksi Demokrat mengusulkan agar hukuman yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) diubah menjadi 10 kali cambuk dan denda 100 gram emas murni atau hukuman penjara 10 bulan.23 Qanun ini, meskipun sudah disahkan oleh lembaga legislatif di tingkat propinsi tetap menyisakan sejumlah masalah sebagai berikut. Masalah panama adalah bagaimana menyelaraskan qanun jinayah ini dengan tuntutan HAM. Masalah kedua bagaimana menyelaraskan qanun ini dengan hukum nasional. Boleh jadi orang Aceh akan mengabaikan tuntutan HAM internasional dengan segala konsekwensinya. Akan tetapi qanun jinayah yang dibuat di Aceh Lidak bisa keluar dari koridot Undang—undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sebagai kelanjutan dari ditandatanganinya perjanjian Helsinki, serta tidak bisa kcluar dan konstitusi dan sistem hukum nasional Indonesia. Memang, berdasarkan pasal 235 ayat 3 Undang-undang nomor 11 tahun 2006, pemerintah (pusat) tidak bisa lagi membatalkan qanun dengan alasan perundangan yang lebih tinggi. Akan tetapi pcmerintah masih bisa membatalkan qanun dengan alasan kepentingan umum (pasal 235 ayat 2a) yang pengcrtiannya bisa amat luas. Sesuai dengan perundang— undangan, Mahkamah Agung juga bisa mengnji qanun (pasal 235 ayat 3 UK No 11 tahun 2006 dan pasal 31A UU No.3 tahun 2009). Hal lain 3‘
http://www.lbhaceh.otg/BetiraTerkini/aceh-bei‘lakukanihukum-raiami
massaiproidanikomra~be1‘un1ukirasahtmldiakses
19
juli 2011.
.I'I/Ikdzl'z/zfiizzh,
Vol. 18, No, 2, 2012
>K
Z73
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam yang perlu dijngat adalah bahwa perlindungan HAM disebut secara tegas baik dalam UU nomor 11 tahun 2006 maupun dalam perjanjian Helsinki tahun 2005 serta undangrundangnomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan undang fundang nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Acuan ini (ICCPR) juga yang digunakan dalam perjanjian Helsinki. Point 1.4.2
perjanjian Helsinki menyatakan Th5 lquirlalflre :
(gf 14ml?
will redrqfl Ills
leggy]
the 5111']:qu [/14mzz'ixermlprz'm‘lp/m'qf biz/mm Hgllfi‘ a_rp1'ozddnafii'
undeforAveb m [be Uriz'tede‘z‘omIntermlimml Car/mam? 01/ Civil and Pollflml Rzglm 471d 071 Eran/Will; 506ml and Gilli/ml Rig/113‘. Kalau hal ini tidak diperhatikan maka 017
qanun jinayah bisa mengalami bl/mrlfl‘sebagaimana pernah digambarkan oleh Kirsten E. Schulze.24 Dalam kaitan dengan qanun jinayah, saya berpandangan bahwa qanun ini sebenarnya masih bisa dipertanyakan keabsahannya. Para pendukung qanun ini tidak bisa semataqnata menggunakan pasal 234 undangrundang nomot 11 tahun 2006 yang menyatakan bahwa dalam hal rancangan qanun yang telah disetuji tidak disahkan oleh gubernur maka akan menjadi sah dengan senditinya setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Padahal, sepengetahuan saya, gubernur Aceh memang belum menyetujuinya.Oleh karena it'u cam yang terbaik adalah mengembalikan qanun itu kepada DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) untuk djrevisi dan disempurnakan. Menurut hemat saya, bagian penting yang perlu direvisi adalah ketentuan tentang hukuman rajam (hukuman man bagi pezina dengan cara dilempari batu). Saya percaya bahwa tidak ada orang Islam yang membolehkan perzinaan. Zina bukan saja haram tapi termasuk dosa besar yang sanksinya di akhirat amat berat. Oleh karena im, orang Islam yang benar—benar menghayan ajaran agamanya mestinya tidak akan melakukan perbuatan yang terkutuk ini terlepas ada atau tidak adanya Kirsten E.Schulze dalam tulisannya yang betjudul “A jumble of purposes of 111 Aceh” mengajukan law syanah pertanyaan apakah pada level nasional syari’at Islam konstitusi Indonesia? Dalam prakteknya boleh jadi muncul kasus yang seialan dengan diadjli oleh Mahkamah Syari’ah di Aceh, kemudian setelah banding ke tingkat kasasi akan ketemu dengan Mahkamah Agung yang menggunakan hukum na sionali Jika Mahkamah Agung bersikukuh menggunakan validitas syan’ah ia akan mengabaikanhukum nasional dan jika yang tetjadi sebaliknya maka penerapan syari’at Islam di Aceh tidal: lebih hanya sekedar tulisan diatas kettas. Lillat T/Eajukarta Parr, 19 April 2002. 2’
274 m MMmdz/fma/J, Vol. 18, No. 2, 2012
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
ancaman hukuman dalam undang~undang duniawi. Akan tetapi andajkam perbuatan yang melanggar susila mi akan dijadikan sebagai tindakan kriminal, maka penanganannya hams hati—hati karena beberapa alasan. Pertama, sanksi rajam atau hukuman mati tidak disebut dalam al—Qur’an. Kedua, selama perzinaan itu tidak dilakukan secata terang— terangan, zina cenderung menjadi persoalan privat. Ketiga, ketentuan tentang sanksi bagi perbuatan zina masuk kategoti muamalah dalam arti luas yang bisa berubah sejalan dengan pcrubahan waktu dan tempat sesuai dengan kaidah fiqih lag/ywwr a/—a[}kim bi fag/15931117? a/flzmz'm/y 1m ul-am/éz'm/x. Keempat, bagi mereka yang berpandangan bahwa hukuman rajam merupakan ketentuan yang gal/J yang tidak bisa bcrubah mereka mesti ingat bahwa hukum Islam secara umum bisa dibag—i dua yakni hukum Zak/M dam hukum wan/’2'. Kalau hukum luk/z'fi tetkait dengan tingkatan beban yang dijamhkan kepapa mukallaf, sepertj \Vajib) mubah, haram, hukum wad? terkait dengan kondisi tertentu yang menyertaj hukum taklifl, seperti syarat, sebab atau penghalang. Dalam situasi di mana suatu ketentuan hukum Zak/z]? tidak bisa dijalankan karena belum terpcnuhinya unsur—unsur dalam hukum wadZ maka umat Islam tidak wajib menjalankannya. Banyak contoh yang bisa dikemukakan dalam kaitan mi. Haji, adalah kewajiban bagi semua orang Islam, tapi kalau syaratnya belum terpenuhi atau ada penghalang maka kewajibannya bisa gugur atau textunda. Dalam kaimn ini segala ketentuan perundangan yang menghalangi hukuman rajam di Aceh bisa dilihat sebagai may/4272f gar? (penghalang syara’). Oleh karena itu uxnat Islam di Aceh tidak perlu memaksakandin menjalankan hukuman rajam ini. Hukuman rajam bisa diganti dengan sanksi lain yang sejalan dengan perundangiundangan yang berlaku di Indonesia.25 Singkamya, diflnjau dari J’g'yim/J x/mr‘mw/J, ekpresi pidana Islam dalam bentuk hukuman rajam tidak sesuai dengan kebutuhan umat Islam sendiri dan tidak membawa maslahat bagi bangsa Indonesia. ’1'
E. Kesimpulan Agama, termasuk Islam, pada dasarnya tidak mungkin 23
Nurrohman, gamut! ][/74)11/J ym‘m’ III/km” Nada/751k Pmk/mm/[ka Farma/uwi Hu/éum II/am dz'x/ueh, wmwacehmsdmrexom, tanggal 11 Januan 2009. il/lzzkaddimak, Vol. 18,
No. 2, 2012
7K
275
Nurrohman: Tinjauan Polink Hukum Islam atas Kasus Rajam
dipinggirkan semata—mata menjadi urusan privat. Sehingga pada dasarnya ddak ada ruang publik yang netral sama sekali dari pengaruh atau unsur agamal Akan tetapi pada saat agama mau diartikulasikan dalam ruang publik, maka ia tidak bisa dieksprsesikan SCbEbflS* bebasnya. Ia mesti diikat dengan sejumlah pembatasanipembatasan
agar ia ddak menjadi faktor pemecah bangsa. Tidak semua sanksl dalam pidana Islam bisa diartikulasikan dalam ruang publik di Indonesia, sebab dl antara mereka ada yang ddak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dan karenanya kalau dipaksakan ndak membawa maslahat RajaIn adalah salah satu bentuk sanksi dalam pidana Islam yang tidak bisa diberlakukan di Indonesia. Umat Islam perlu mengembangkan paham Islam yang lebih inklusif agar tidak tcrjadi konflik balk horisontal maupun yernkall Meskipun sebagian syariat sudah menjadj keyakinan umat Islam, namun dalam ekspresinya di ruang publik, ia harus slap diuji clan diperdebatkan secara luas. Umat Islam mesfi mengembangkan ijtihad scbagaimana didefinisikan oleh Fazlur Rahman: “fill/Md MINI lie multiple @[farf q/A f/Jz'flkmg mil/d5 — 101m ”diam/[y bZ/fl’)‘ flag/I other, Md mm: [Miter f/um o/lm' 2'71 mn'am army — t/Jm‘ wig/r071! eat/7 oflmr [/1 0pm dram qf debm‘e , rem/Zing eventual/j ' in an overall callimym‘?“
Umat Islam di Aceh kiranya perlu mewaspadaiterhadap politisiasi dan formalisasi syatiat yakni upaya menggunakan syariat Islam hanya untuk kepentingan politik dengan lebih menitikberarkan aspek formal ketimbang isi sehingga substansi atau iyaqirid syanatnya sendjri senngkali malah diabaikan. Penetapan syariat Islam yang dipaksakan melalui jalur formal struktural tanpa didahului oleh adanya kesadarandan penenmaan masyarakat hanya akan menjadikan syanat Islam itu sebagai hiasan diatas kcrtas saja.
Fazlur Rahman, “Islam challenges and opportunies” dalam Alford TW'elch and Piers Cachia (ed), Elam: Paxi Inf/Heme (Md Prev/It Ural/1mg (Edinbrugh: Edinbrugh University Press, 1979), 111m. 325. 3“
276
>K I‘ll/KiddCIIWZH/J) Vol‘
18:
No. 2’ 2012
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam
DAFTAR PUSTAKA
Bahantsi, Ahmad Fathi, a/Jz’yimfi aHz'rmf/jw/ifi .Syar/‘afz’ a/JI/n/Ilgya/J, tanpa tahunl “Eksekusi Rajam Untuk Penzina di Ambon,” di l1ttp://WW\V:geocities. com/arumbaikole/gatr2040501.htm?20104, diunduh tanggal 4 Agustus 2010 Fox, James J., “ Future strategy for the Prosperous Justice Party,” 777: fakarlzl Part, 27 juli 2005. Intan, Benyamjn F.,”I’ancasila and Public Religion,” Tbejaxémm P057, 22 Juni 2011. “Ja’far Urnar Thalib: Hukum Rajam cli Ambon, Penegakan Syariat Islam” di httpz//Wmv.geocities.corn/arumbaikole/kompas170501. htm?20104, Kornpas 17 Mei 2001. Jauziyah, Ibn al—Qayyim, a/vT/Jm’i/q a/Jfir/ewagw/j/i al-JgflBJ/ (Ilijjr’ar’gjyalj, 1961.
Khallaf, Abd aLWahab,
1117597357}; al-S/iarfig’a/I um fl/-Nz';fiw aZ-Dmu/gjyab ’7?” 5/9” fll-II/ilfijz’j/fl/Jfi al-Dmlzfifig/zz/J 1m Y—K/JJrf/zygb11M 71M i/fl/yat, Kairo:
Dar al—Anshar, l977l Mas’udi, Masdar Farid, “Islam Indonesia vs NKRI,” ”inky/ab disajikan dalam rangka bedah buku “Syarah UUD 1945: Perspektif Islam,” di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Karnis 30 Juni 2011. Muchsin, sztri/Jz/irz' H”kl/m Ir/z/m Ted/[1027]) Parka/7712621754”III/km): Alina/mg
http://Www.ditpertaislnet/annualconference/ZOOB/dokumen/
KONTRIBUSI—%20HUKUM%20lSLAMa'nuchsinpdf diakses tanggal 7 Oktober 2010. Nurrohman, “Qanun Jinayah versus Hukum Nasional: Problematika Formalisasi Hukum Islam di Aceh”, wwwacehinsn'tutefiom. Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 19 / PUU—VI / 2008. Rahman, Fazlur, “Islam Challenges and Opportunies”, dalam Alford T.Welch and Piere Cachia (eds), [Ila/fl: Pm? [ll/[HNIL‘E and Pram]! Chm/[6448, Edinbrugh: Edinbrugh University Press, 1979. Saragih) Bagus B.T, “L’nchekcd Hate Speech ‘Exacerbates Intolerance”, leejakurm Pam 14 Februari 2011. .rwzzkaddimz/k, Vol. 18,
No. 2, 2012
>I<
277
Nurrohman: Tinjauan Politik Hukum Islam atas Kasus Rajam Schulze, Kirsten E., “A Jumble of Purposes of Syariah Law in Acch,” T/Jefalémm P047, 19 April 2002. Suhartono, “Konfig‘umsi Politik dam Legislasi l-Iukum [slam di Indonesia (Sum-u Kajian tentang Positivisasi Fikih Muamalah dalam Perspekdf
Politik Hukutn)”, httpz//\V\V\Vib;1dilag,net/data/ARTIKEL/
WACANAU/020HUKUMO/oZOISLAM/KONFIGURASI%20 pohdléVoZOdan‘VoZOlegislasipdf.
Testtiono, “Inhibiting Freedom of Religion,” http://lslamlib.com/en/ article/ mhibiflng— freedomrofrreligion Tubing, Elm, “Religious Intolerance and Indonesia’s Future,” Tbgfméarla Pall, 16 Agustus 2010i Wardany, Irawaty, “City Mosques Reject Islamic Forinalization,“ The jméar/a Part, 30 Januari 2009.
278
X [\IM/(zadz/z'r/zd/D, Vol. 18, No‘ 2, 2012
PETUNJUK UNTUK PENULIS Artikel yang dikirim harus memenuhi kritetia berikut: * Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau lnggris. lsi artikel terdiri dari 6.000-10.000 kata Artikel harus mencantumkan abstrak yang terdiri dari 2007300 kata dan 375 kata kunci artikel. Narna lengkap penulis disebutkan pada halaman awal artikel dan disertai identitas institusi penulis Kutipan dimlis dalam bentuk foonote dan daftar pustaka harus mengikun' model penulisan yang digunakan Mukaddimah: Jurnal Studi Islam. Ketika satu sumber pertama kali dikutip, maka informasi lengkap tentang kutipan harus disebutkan: nama penulis, judul, tempat terbit, penerbit, tahun terbit dan nomor halaman yang dikutip. Sumber yang mengulang data yang pernah disebutkan pada kutipan sebelurnnya dimlis dengan menyebutkan nama pcnulis, tiga atau 4 kata judul awal sumber, dan nomor halaman yang dikutip. Mid. digunakan jika kutipan disebutkan secara berurutan, sementara opal, clan [omit tidal; digunakan. Contoh: Footnote: 1l\/li.r<:ea Eliade (ed), The Engr/qpezlz'a of Relggz'ofl, vol. 8 (New York: Simon and Schuster, 1995), hlm. 18. 2Norman Daniel, II/flffl and [be W/m‘ (Oxford: One World Publications, 1991), hlm. 190. 3lVlircea Eliade (ed), T/Je Engr/opedzfi, hlmi 119-30 Daftar Pustaka: Eliade, Mireea (6d,), The Engr/opedz'a q/ Re/zgion, vol 8, New York: Simon and Schuster, 1995. Daniel, Norman, II/am and five Wm, Oxford: One \‘Cr’orld Publications, 199lr 2k
>§<
Istilah bahasa Arab yang belum menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia harus ditransliterasi dengan mcngikuti pedoman transliterasi yang digunakan Mukaddimah:Jurnal Studi Islam. File artikel djkjrim ke
[email protected] dalam format .doc, .docx atau .rtf,
PEDOMAN TRAN SLITERASI A. Translitetasi
b t th i ‘
h
: : : I ‘
kh: d
:
Huruf
y..-
dh:
;
r
J
: z 2 : sh :
.4 .4 C
c
.5
d
:
Vméal dull dflmg nonrlmzd (panjang) dengan mad
3»
an
Cl
k
uh
a
:
:
5
dobelvokal
B.
9”
:
:
21y
.b
1
b
in n
‘
j
S
C
: z : : gh: f : :
g
;_ I;
E E
a
é
:
J
i
:f
7“,,
_1
aw:
=,.;
Note
9;
W
h ’
: : : :Z —
y 2
u 13
: :
J ,9 Q
s
.a
J 5
’_
9i
(L)
boleh ditulis Kata yang diakhir dengan fa” mar/712mb kata tersebut merupakan dengan/atau tanpa “h”; namun jika [5’ ditulis istilah khusus dari sebuah maka, marszfa/J bagian dengan “t”. 2) a/g'f/im (J!) dimlis 4/, ; jika menjadi bagian preposisi, maka 41/55 1)
ditulis 3) Ayat dalam Al—Qur’an dimlis berdasarkan 51mm bacaan. Misalnya: Kata da/am kalmm/lmb Mia/"fl Will/2;: 3.9.3.? a/J/an/J atau Lib/9J2! 5 4,11 Eng—Lu 2 517m! al—Baqam/J, bukan 517ml) zI/-Baqam/J [0711
7—
.
I
5.:Lo_1L19
Lad?
J49!
[4);]! 14/7QMF’477.‘ dub.” Leak.
9;? 5.9
X
91-11”
mm
:
51/7!
aha/21ml? 1m 7727in21/]
:J'i 09””
:
9241431;
bukanj‘d gym/m— 61/4203 ny’bafl/I, bukan
{Mi/21201 Y—kili/zz/ [5?
(Md/2'16
a/‘lez'tik
A? I‘:Z}'b_fl/7.