SKRIPSI
“ANALISA MAMPU REDAM KOMPOSIT POLYESTER DIPERKUAT SERAT BATANG PISANG”
Skripsi Ini Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Pada Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo
OLEH: LOMAN LEO E1C1 10 033 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
ANALISA MAMPU REDAM KOMPOSIT POLYESTER DIPERKUAT SERAT BATANG PISANG Nama Stambuk Jurusan Dosen Pembimbing
: Loman Leo : E1C1 10 033 : S-1 Teknik Mesin : 1. Jenny Delly, ST., MT 2. Aminur, ST., M.Eng
ABSTRAK Polusi suara yang berasal dari kebisingan merupakan permasalahan klasik yang ada diIndonesia. Kebisingan ini dapat dikurangi dengan menggunakan peredam akustik. Bahan komposit berbahan dasar matriks serat batang pisang merupakan sebuah alternatif material peredam akustik yang ramah lingkungan karena memanfaatkan material limbah pertanian. Penelitian ini bertujuan menganalisa mampu redam komposit polyester diperkuat serat batang pisang. Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan serat batang pisang, pembuatan komposit dan pengujian sifat penyerapan bunyi komposit polyester serat batang pisang. Pengambilan serat batang melalui proses penguraian dengan larutan 5% NaOH selama 14 jam dan dijemur sampai kering, kemudian dicincang dengan blender. Serat yang didapatkan kemudian dibuat komposit dengan fraksi volume serat 30, 40, dan 50%. Setiap fraksi volume serat pada komposit dicetak tekan sampai mengeras dengan waktu ±5 jam. Pada fraksi yang sama dibuat sampel sebanyak 9 spesimen uji. Pengujian redaman komposit dilakukan pada alat Kundts Tube Impedance yang dilengkapi perangkat speaker, amplifier, power supply, laptop, osiloscope, sound level meter, dengan frekuensi input 200, 400, dan 600 Hz. Hasil penelitian redaman komposit polyester diperkuat serat batang pisang memiliki koefisien serap suara tertinggi 0,72 pada fraksi volume serat 50% dengan frekuensi input 200 Hz dan nilai terendah 0,54 pada fraksi volume serat 30% dengan frekuensi input 400 Hz. Secara keseluruhan spesimen dapat dijadikan sebagai bahan peredam karena memiliki nilai koofisien serap suara >0,30. Kata Kunci : komposit, resin polyester, serat batang pisang dan NAC.
ii
ANALYSIS CAN MUFFLE COMPOSITE POLYESTER STRENGTHENED BANANAS ERECT FIBER
Nama Stambuk Jurusan Dosen Pembimbing
: Loman Leo : E1C1 10 033 : S-1 Teknik Mesin : 1. Jenny Delly, ST., MT 2. Aminur, ST., M.Eng
ABSTRACT Indigenous voice pollution classic promatical noise one is at Indonesia. This noise get by use of been reduced acoustic absorber. Composit's material gets fiber matrix raw product erect banana to constitute one alternatifmaterial acoustic absorber that environmentally-friendly because utilizes significant agricultural waste.This research intent analyses can muffle composite polyester strengthened by bananas erect fiber. Observational method to be done by fiber take erects banana, composite makings and sound absorption character examination composite polyester bananas erect fiber. Fiber take erects to pass through decomposition process with solution 5% NaOH up to 14 hours and is basked until dry, then chopped by blender . Fiber that is gotten then made by composite with fibers volumed fraction 30, 40, and 50%. Each fiber volume fraction on composite was printed to press until harder with ±5's time the time of day. On same fraction to be made sample as much 9 specimen test. composit's attenuation examination is done on tool kundts Tube Impedance one that completed by peripheral speaker amplifier, power supply, laptop, osiloscope, sound is meter level , with input frequency 200, 400, and 600 Hz. Attenuations observational result composite polyester was strengthened by fiber banana bar have supreme voice absorbtion coefficient 0,72 on fibers volumed fraction 50% by input frequency 200 Hz and point be contemned 0,54 on fibers volumed fraction 30% by input frequency 400 Hz. Wholly specimen get as been made absorber material because have coofisien's point absorbs voice>0,30. Key word: composite, resin polyester , bananas erect fiber and NAC .
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan penuh semangat dan kekuatan. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah menegakkan kalimat Allah dimuka bumi ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISA MAMPU REDAM KOMPOSIT POLYESTER DIPERKUAT SERAT BATANG PISANG”. Dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Gelar Strata Satu (S-1) pada Jurusan Teknik Mesin Program Studi S1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo. Penulis menyadari pula bahwa tulisan ini terwujud berkat arahan dari Ibu Jenny Delly,ST.,MT selaku pembimbing I dan Bapak Aminur, ST., M.Eng selaku pembimbing II. Oleh karena itu kepada kedua beliau penulis sangat mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setulus-tulusnya. Ucapan terima kasih tidak lupa pula penulis sampaikan kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan penulis kesehatan serta kekuatan, dan Nabi besar Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan yang terang kepada umatnya.
vi
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S. Selaku Rektor Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Mustarum Musaruddin, ST., MIT,. Ph.D, Selaku Dekan Fakultas Teknik. 4. Bapak Muh. Hasbi, ST., MT, Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin sekaligus Ketua Program Studi S-1 Teknik Mesin. 5. Terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua. Kepada Ayah tercinta La mbote dan ibunda tersayang Wa kaboosi yang telah memberikan do’a, kasih sayang, moral, motivasi dan materi yang takkan pernah ternilai, yang telah menjadikan Penulis menjadi orang yang berpendidikan. Penulis menyadari tiada satupun Penulis berikan untuk membalas semua itu selain dari pada doa yang Penulis panjatkan kepada Allah SWT. 6. Terima kasih kepada saudaraku-sauaraku tercinta,, Leho, Bona dan Lifa. 7. Bapak/Ibu Dosen pada Fakultas Teknik, khususnya Bapak/Ibu Dosen Pengajar pada Program Studi S-1 Teknik Mesin yang telah membina dan memberikan ilmu kepada penulis. 8. Terima kasih juga kepada Sofiana Imas,Spd, Ahmad Sefri,ST, Wahyu Petrus ST , Hendar Julina ST, Laode Ramadan Pangara ST,Kadir ST, dan Leting 0’10, serta pihak keluarga yang banyak memberikan motivasi baik itu berupa materi maupun dukungan moral kepada La hamili, Masdia, La lintasi, Nur lena, Sonia Igho, Gona, Hendra, Alman, Ital, Fita, dan Noni. 9. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
vii
Akhirulkalam, penghargaan dan terima kasih yang dalam buat semua pihak yang telah membantu penulis selama ini baik dalam studi maupun dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT menilai segala amal ibadah dan membalas dengan kebaikan dan semoga skripsi ini tidak menjadi hal yang sia-sia. Tetapi melainkan menjadikan sebuah referensi dalam pengembangan penelitian yang berikutnya, agar menjadikannya lebih baik. Amin………….
Kendari,
April 2016
Loman Leo
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii ABSTRAK INDONESIA .................................................................................... iv ABSTRAK INGGRIS ...........................................................................................v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR SIMBOL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ...............................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................3 1.4 Batasan Masalah .....................................................................................3 1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................4 1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pustaka Terdahulu ..................................................................................6 2.2 Landasan Teori Komposit ......................................................................9 2.2.1 Kompoasit ...................................................................................9 2.2.2 Klasifikasi Komposit ..................................................................9 ix
2.2.3 Resin Polyester .........................................................................12 2.2.4 Serat Batang Pisang ..................................................................14 2.2.5 Fraksi Volume dan Massa Jenis Serat ......................................14 2.3 Landasan Teori Bunyi ..........................................................................16 2.3.1 Bunyi (Sound) ...........................................................................16 2.3.2 Tingkat Bunyi (Sound Level) ....................................................19 2.4 Akustik (Acoustics) ..............................................................................19 2.4.1 Pengukuran Bunyi ....................................................................23 2.4.2 Koefisien Penyerapan Bunyi ....................................................24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................26 3.2 Alat dan Bahan .....................................................................................26 3.2.1 ... Alat ...........................................................................................26 3.2.2 Bahan ........................................................................................33 3.3 Tahapan Penelitian ...............................................................................35 3.3.1 Pengambilan dan Pengerjaan Serat Batang Pisang ...................35 3.3.2 Perlakuan NaOH .......................................................................35 3.3.3 Pembuatan Komposit ................................................................35 3.3.4 Pembuatan Spesimen Uji ..........................................................36 3.3.5 Pembuatan Alat Uji ...................................................................36 3.3.6 Pengujian Spesimen ..................................................................38 3.3.7 Pengambilan Data dan Analisa Data ........................................39 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Sound Pressure Level (SPL) .................................................................42 4.2 Noise Absorption Coefficient (NAC) ....................................................46 x
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...........................................................................................50 5.2 Saran .....................................................................................................50 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR SIMBOL
Ʋf
= fraksi volume serat (%)
ρf
= massa jenis serat (gr/cm3
ρm
= massa jenis matriks (gr/cm3)
mf
= massa serat (gr)
mm
= massa matriks (gr)
VC
= volume komposit (cm3)
Vf
= volume serat (cm3)
Vm
= volume matriks (cm3)
D
= Tebal Spesimen (cm)
ρ
= Densitas (gr/cm3)
λ
= panjang gelombang (m)
ƒ
= frekuensi (Hz)
v
= kecepatan rambat bunyi (m/s)
NAC
= Noise Absorption Coefficient (α)
SLM
= sound level meter (Db)
SPL
= Sound Pressure Level (db)
xii
DAFTAR GAMBAR
1.
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Komposit ..............................................................9
2.
Gambar 3.1 Parang..........................................................................................26
3.
Gambar 3.2 Baskom ........................................................................................27
4.
Gambar 3.3 Jangka Sorong .............................................................................27
5.
Gambar 3.4 Timbangan Digital ......................................................................28
6.
Gambar 3.5 Cetakan Komposit .......................................................................28
7.
Gambar 3.6 Gergaji Listrik .............................................................................29
8.
Gambar 3.7 Alat Press ....................................................................................29
9.
Gambar 3.8 Sound Level Meter ......................................................................30
10. Gambar 3.9 Speaker ........................................................................................30 11. Gambar 3.10 Amplifier....................................................................................31 12. Gambar 3.11 Osiloskop ..................................................................................31 13. Gambar 3.12 Adaptor ......................................................................................30 14. Gambar 3.13 Laptop .......................................................................................30 15. Gambar 3.14 Resin dan Katalis.......................................................................33 16. Gambar 3.15 Mirror Glaze .............................................................................34 17. Gambar 3.16 NaOH ........................................................................................34 18. Gambar 3.17 Batang Pisang ............................................................................35 19. Gambar 3.18 Sketsa Alat Uji Kunds tube Impedance .....................................37
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Nilai Kerapatan Bahan Komposit Tiap-Tiap Fraksi Volume Serat ………….……………………...……………………..41 Tabel 4.2 Sound Presurre Level (SPL) Rata- Rata Baik Untuk Spesimen fraksi Volume Serat dan Frekuensi ………………..………..……………..45 Tabel 4.3 Hasil Pengujian Koefisien Penyerapan Bunyi (α) Untuk MasingMasing Fraksi Volume Serat dan Frekuensi Input ..……..………….47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan massa jenis serat batang pisang Lampiran 2. Perhitungan fraksi volume serat Lampiran 3. Perhitungan koefisien serapan suara (α) Lampiran 4. Foto- foto Penelitian Lampiran 5. Tabel Hasil Pengujian Distribusi Sound Pressure Level (SPL) Berdasarkan Fraksi Volume Tiap-Tiap Spesiman Uji Komposit Redam Suara
xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi peralatan semakin berkembang dan meningkat, kebutuhan manusia baik primer atau sekunder juga semakin meningkat. Baik peralatan yang berupa sarana informasi, komunikasi, produksi, teknologi maupun hiburan. Seiring
dengan
penggunaan
peralatan-perlatan
tersebut,
permasalahan
lingkunganpun mulai muncul seperti halnya polusi suara /kebisingan. Ketika kebisingan disekitar bangunan terus meningkat, demikian juga dengan adanya peningkatan standar kehidupan masyarakat, berdampak meningkatnya kebutuhan ruang musik, ruang rapat dan film di dalam rumah (dikenal dengan istilah hometheatre). Hal ini mengakibatkan kebutuhan bahan-bahan peredam atau bahanbahan yang memiliki kemampuan akustik terus meningkat. Namun tingginya harga bahan bangunan yang memiliki sifat akustik yang baik menyebabkan bahan ini tidak terjangkau masyarakat secara luas. Bersamaan dengan usaha untuk terus menumbuhkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya mengurangi dampak kebisingan dan meningkatkan kualitas hidup, idealnya bahan bangunan dengan kualitas akustik yang baik dengan harga terjangkau juga makin banyak tersedia. Selama ini bahan-bahan pelapis dinding yang bersifat akustik yang mampu meredam bunyi dengan baik, umumnya terbuat dari bahan utama kayu-kayu berkualitas (pinus, jati, dll), sehingga harganya kurang terjangkau.
1
Kayu berkualitas untuk peredam bunyi umumnya digunakan dalam bentuk serutan, serbuk atau bubur kulit kayu yang dicetak bersama bahan perekat seperti lem. Oleh karena itu muncul inisiatif untuk mengganti bahan utama berharga tinggi tersebut dengan bahan lain, jika memungkinkan berupa limbah, akan tetapi memiliki sifat fisik seperti halnya serutan kayu. Misalnya dari limbah pertanian, yaitu batang pisang. Batang pisang merupakan bagian dari pisang yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Akan tetapi pada zaman modern sekarang ini batang pisang banyak dimanfaatkan yaitu serat pakaian, kertas, dan lain-lain. Akan tetapi pengolahan tersebut belum dilakukan secara intensif, karena kurangnya modal dan minat serta pengetahuan yang sangat rendah untuk mengelolah serat batang pisang ini menjadi pakaian atau kertas. Material yang bersifat lembut, berpori dan berserat diyakini mampu menyerap energi suara yang lebih besar yang mengenainya, dibandingkan jenis bahan lainnya. Dari ketiga bahan tersebut, bahan berporilah dan berserat khususnya serat alam yang sering digunakan. Hal ini karena bahan berpori dan berserat relatif murah dan ringan dibandingkan jenis peredam lain. Identifikasi morfologi dari penampang batang pisang memiliki jaringan selular dengan banyak rongga (pori-pori) dan berserat yang saling berhubungan, serta apabila telah dikeringkan akan menjadi padat menjadikannya suatu bahan yang memiliki daya serap yang cukup baik. Koofisien serap suara dinyatakan dalam bilangan antara 0 sampai 1. Nilai serap 1 menyatakan serapan sempurna (Doelle, 1985).
2
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mencoba mengadakan suatu penelitan dengan judul “Analisa Mampu Redam Komposit Polyester Diperkuat Serat Batang Pisang”. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang peneliti uraikan sebelumnya, agar dapat di analisis dan dapat menjawab permasalahan yang ada dalam sebuah penelitian, maka perumusan masalahnya dalam penelitian ini adalah bagaimana mampu redam suara komposit polyester diperkuat serat batang pisang? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mampu redam suara komposit resin polyester diperkuat serat batang pisang. 1.4 Batasan Masalah Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan terfokus pada tujuan yang akan dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1. Bahan baku yang digunakan adalah serat batang pisang yang diekstraksi dengan 5% larutan NaOH. 2. Fraksi perbandingan yang digunakan adalah fraksi volume serat –polyester dengan perbandingan : 30% serat dan 70% resin polyester, 40% serat dan 60% resin polyester, 50% serat dan 50% resin polyester. 3. Komposit yang dibuat berbentuk panel dengan pola susunan serat acak pada cetakan dengan ukuran cetakan (30x30x1) cm.
3
4. Komposit yang telah dicetak berbentuk panel kemudian, diptong-potong menjadi spesimen dengan ukuran (10x10x1) cm. 5. Spesimen bahan peredam bunyi sebanyak 29 spesimen yang terdiri dari fraksi volume serat yaitu 30:70% sebanyak 9 spesimen, 40:60% sebanyak 9 spesimen, 50: 50% sebanyak 9 spesimen. 6. Jumlah 9 spesimen untuk masing-masing frekuensi 200 Hz sebanyak 3 spesimen, frekuensi 400 Hz sebanyak 3 spesimen dan frekuensi 600 Hz sebanyak 3 spesimen. 7. Untuk melakukan pengujian redaman suara maka, dibuat alat pengujian redaman suara yang terdiri dari komponen-komponen sound system, speaker, sound level meter dan pipa penghubung dari speaker ke sound level meter. 8. Frekuensi yang diberikan 0–200 Hz, 0–400 Hz, dan 0–600 Hz dan tingkat tekanan bunyi yang terekam pada alat sound level meter pada skala desibel (dB). 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti adalah untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang penelitian material untuk aplikasi peredaman suara. 2. Bagi universitas, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut. 3. Bagi perindustrian, dapat digunakan untuk membuat material yang bermanfaat bagi disain bangunan akustik yang ramah lingkungan.
4
1.5 Sistematika Penulisan Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan, terfokus dengan baik, maka disusun penulisan dengan tersistematis sebagai berikut : Bab I :
Pendahuluan Pada bab pendahuluan berisi tentang, latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka Pada bab tinjauan pustaka membahas tentang, landasan teori, berisi tentang tinjauan pustaka dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang memiliki hubungan dengan tema penelitian dan dasardasar teori yang mendukung penelitian yang dilakukan. Bab III : Metode Penelitian Pada bab metodologi, mencakup tentang, waktu dan tempat penelitian, pemilihan alat dan bahan, prosedur penelitian, prosedur pengambilan data dan diagram alir. Bab IV : Analisa dan Pembahasan Pada bab ini, data akan diolah dan dianalisa yang direpresentasikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk dilakukan pembahasan. Bab V : Penutup Pada bab penutup akan disimpulkan tujuan penelitian yang telah dicapai dan disarankan bilamana masih perlu dilakukan penelitian lanjutan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pustaka Terdahulu Penelitian matrial akustik telah banyak dilakukan untuk diaplikasikan pada elektrornika dan transportasi, misalnya peralatan elektronika yang banyak menggunakan kebisingan yaitu audio, sedangkan pada transportasi seperti mobil, motor, kereta api dan pesawat terbang. Material akustik serat pelepah pisang (Musa acuminax balbasiana calla) sebagai pengendali polusi bunyi telah dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode tabung impedansi untuk mengetahui kemampuan material serat pelepah pisang menyerap bunyi. Komposisi yang digunakan 35:65; 32,5:67,5; 30:70; 22,5:72,5; 25:75 % dan frekuensi suara yang diberikan 500; 1000; 2000; 4000; 8000 Hz. Kesimpulan penelitian bahwa serat pelepah pisang potensial dijadikan sebagai material pengendali kebisingan karena mempunyai nilai koefisien absorpsi bunyi yang cukup tinggi. Nilai koofisien bunyi yang paling tinggi 0,99 pada sampel 1 dengan frekuensi 1000 Hz. Nilai koefisien bunyi yang paling rendah pada sampel 5 yaitu 0,21 dengan frekuensi 2000 Hz. (Dewi. A.K dan Elvaswer, 2015). Thamrin. S., dkk (2013), melakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik koefisien serap bunyi papan partikel dari kayu kelapa dengan tepung kanji, dicetak, dan dikeringkan. Sampel berbentuk silinder, dibuat sebanyak 4 buah dengan tebal yaitu : (1,15 cm), (1,95 cm), (2,95 cm) dan (4,05 cm). Nilai koefisien serap bunyi sampel diukur menggunakan alat ukur koefisien serap 6
bunyi. Hasil penelitian menunjukkan, ketebalan sampel mempengaruhi nilai koefisien serap bunyi (α) yaitu bahan dasar serbuk kayu kelapa. Papan partikel dibuat dengan mencampur serbuk pada frekuensi 600 Hz. Koefisien serap bunyi (α) semakin menurun dengan bertambahnya ketebalan papan partikel (sampel penyerap). Kartikararti. Y.M., dkk (2012), melakukan penelitian pembuatan komposit serat serabut kelapa dan resin fenol formadehide sebagai material akustik. Metode pembuatan komposit cetak tekan dengan variasi komposisi 1:1, 2:1, 3:1, 3:2, 5:3. Spesimen diuji pada alat tabung impedansi dua mikrofon, dengan sampel spesimen diletakkan pada salah satu ujung tabung impedansi dan sisi lainnya diletakkan sumber suara berfrekuensi 752-6400 Hz. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel komposit mempunyai koofisien serap suara diatas 0,15 dan maksimum 0,906 pada komposisi 1:1. Nurdiana dan Isranuri. I, (2011), meneliti studi karakteristik penyerapan suara pada komposit polymer dengan serat rookwool. Komposit dibuat berlapis sampai 3 lapis selang-seling dan diantara lapisan direkat matriks polimer. Waktu cetak tekan ±1 hari sampai komposit mengeras. Setelah keras dilepas dari cetakan dan dipotong-potong menjadi spesimen uji akustik. Metode pengujian menggunakan medan dengung di dalam ruang yang disebut ruang dengung yang didesain memiliki dinding yang reflektif dengan koofisien serap suara lebih kecil dari 0,06. Untuk menghitung besarnya koofisien serap suara diperlukan waktu dengung kosong (T1) dan waktu dengung spesimen (T2). Dengan menggunakan persamaan Sabine maka koofisien serap suara dapat dihasilkan. Hasil penelitian
7
didapatkan koofisien serap suara terbesar 0,564 dengan frekuensi 100 Hz (T1= 2 detik dan T2=1,68 detik, sedangkan koofisien serap suara terkecil -0, 037 dengan frekuensi 315 Hz (T1= 5,58 detik dan T2= 5,78 detik). Cahyono. E.S.H (2010), telah melakukan penelitian Noica Absoption Coeficien (NAC) komposit jerami dengan matrik alami sebagai peredam bunyi. Pengujian spesimen peredam bunyi dilakukan dengan Kundt’s Tube Impedance satu mikropon. Dimensi spesimen peredam bunyi yaitu, diameter 98,67 mm, dan variasi tebal 5,4 mm, 62 mm, dan 84 mm. Kinerja spesimen peredam bunyi dinyatakan dengan Standing Wave Ratio (SWR). NAC dinyatakan dengan (α), Tingkat Tekanan Bunyi (dB). Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai serapan bising dari ke tiga spesimen peredam bunyi, yaitu spesimen I rata-rata 0,975, spesimen II rata-rata 0,980, dan pada spesimen III rata-rata 0,994. Penambahan komposisi komposit jerami padi memberikan pengaruh terhadap nilai serapan bunyi. Indrawati. E dan Tirono. M (2009), telah melakukan penelitian koefisien penyerapan bunyi bahan akuistik dari pelepah pisang dengan kerapatan yang berbeda. Hasil yang didapatkan bahwa kooefisien penyerapan bunyi bahan akustik dari pelepah pisang dengan kerapatan yang berbeda pada massa 700 gram mampu menyerap bunyi sebersar 0,1176. Koefisien penyerapan bunyi bahan akustik dari pelepah pisang dengan kerapatan yang berbeda bisa menyerap bunyi hingga mencapai 0,25 dB pada massa 840 gram. Kepadatan bahan akustik memberi pengaruh terhadap koefisien serapan bunyi karena semakin padat bahan yang digunakan semakin besar pula nilai kooefisien penyerapan bunyi yang dihasilkan.
8
2.2 Landasan Teori Komposit 2.2.1 Komposit Secara umum komposit didefinisikan sebagai sebuah material yang terdiri atas beberapa material dengan sifat yang berbeda yang tersusun dari dua komponen yaitu matrik (resin) dan dan penguat baik dalam bentuk serat ataupun filler.
Gambar 2. 1 Bagian-bagian komposit. 2.2.2 Klasifikasi Komposit Berdasarkan material morfologi penguatnya, komposit dibagi menjadi 3 klasifikasi. yaitu : 1. Komposit partikulat (penguatnya butiran, kerikil, pasir, filler lain dalam matriks kontinu). 2. Komposit serat (berpenguat serat). Dalam hal polimer diperkuat serat, ada zat ketiga yang disebut zat penjodoh, penggabung, atau penyerasi (kopling) untuk meningkatkan rekatan antara serat dengan matriks. 3. Komposit laminat (penguatnya lembaran, kertas, kain, direkatkan dan dikenyangkan). Berdasarkan matriks yang digunakan komposit dibagi 3 (Sofyan, 2010), yaitu: 9
1. MMC (Metal Matriks Composite) Material ini memiliki matriks dari logam yang bersifat ulet. Umumnya material ini dapat dipakai pada suhu lebih tinggii dari suhu material logam. Berbagai jenis logam dapat dipakai sebagai matriks komposit. Bentuk penguatnya berupa partikel, serat dan whisker . Pemrosesan komposit bermatriks logam umumnya terdiri dari 2 tahap yaitu konsolidasi atau sintesis (tahap pemasukan penguat dalam matrik logam), diikuti dengan proses pembentukan. Aplikasi material ini seperti komponen-komponen mobil. Beberapa komponen mobil menggunakan komposit aluminium yang yang diperkuat alumina, sehingga menjadi ringan, tahan aus, dan distorsi. Untuk mobil, komposit logam juga dipakai untuk suspensi dan komponen transmisi. Pesawat ulang alik memakai komposit aluminium yang diperkuat serat boron pada orbiternya. Selain itu, paduan super (berbasis Ni dan Co) juga dibuat dari komposit dengan berpenguat logam refaktori, seperti tungsten. 2. CMC (Ceramic Matriks Composite) Keramik merupakan material yang tahan oksidasi dan tahan terhadap suhu yang tinggi, namun memiliki kerapuhan luar biasa, dengan nilai ketangguhan patah tang sangat rendah. Komposit bermatriks keramik diperkuat dengan serat panjang maupun pendek. proses pembuatannya adalah melalui proses penekanan keadaan panas, penekanan panas isostatik, sintering fase air. Sifat-sifat yang dimiliki komposit bermatriks keramik dengan serat yang panjang yaitu :
10
1. Kekuatan mekanik yang tinggi; 2. Ketahanan kejut panas yang tinggi; 3. Kekakuan yang tinggi; 4. Stabilitas panas yang tinggi; 5. Ketahanan korosi yang tinggi; 6. Berat jenis yang rendah. Salah satu contoh komposit bermatriks keramik dengan serat panjang adalah komposit bermatriks karbida silicon, komposit karbon-karbon yang juga dihasilkam melalui metode infltrasi fase uap kimia dari material matriks kesuatu bakalan yang terbuat dari serat karbon. Material ini dipakai untuk elemen pemanas, sistem rem yang canggih, cetakan hot pressing dan komponen mesin pesawat. 3. PMC (Polymer Matriks Composite) Komposit ini terdiri atas polimer sebagai matriks, dengan berbagai bentuk penguat. Pada dasarnya, polimer memiliki sifat mekanik yang terbatas, tetapi dengan adanya penguat, material ini memiliki kekuatan tarik, kekakuan, ketangguhan, ketahanan abrasi, dan kertahan korosi yang tinggi. Kekurangan material ini adalah ketahan panas yang rendah dan koefisien ekspansi panas yang besar. Ada 2 jenis polimer yang basa digunakan sebagai matriks, yaitu termoset (epoksi, fenolik) dan termoplastik (nilon, akrilik). Berdasarkan material penguatnya, komposit polimer dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Komposit polimer berpenguat serat gelas.
11
2. Komposit polimer berpenguat serat karbon. 3. Komposit polimer berpenguat serat aramid. 2.2.3 Resin Polyester Resin polyester tak jenuh atau sering disebut polyester merupakan matrik dari komposit. Resin ini termasuk juga dalam resin termoset. Pada polimer termoset resin cair diubah menjadi padatan yang keras dan getas yang terbentuk oleh ikatan silang kimiawi yang membentuk rantai polimer yang kuat. Resin termoset tidak mencair karena pemanasan. Pada saat pencetakan, resin ini tidak perlu diberikan tekanan, karena ketika masih cair memiliki viskositas yang relatif rendah, mengeras dalam suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas (tidak seperti resin termoset lainnya). Pada umumnya resin poliester (polyester) kuat terhadap asam kecuali asam pengoksida, tetapi memiliki ketahanan yang rendah terhadap basa. Jika resin ini dimasukkan ke dalam air mendidih selama 300 jam maka akan pecah dan retak-retak. Secara luas poliester digunakan dalam bentuk bahan komposit. Poliester merupakan jenis material polimer thermosetting yaitu jenis material diman terbentuknya ikatan dibantu oleh panas, katalis atau gabungannya. Matriks ini dapat menghasilkan keserasian matriks-penguat dengan mengontrol faktor jenis danjumlah komponen, katalis, waktu, dan suhu. Sifatnya tahan creep, memadai selaku perekat struktur berbeban berat, serta tahan kondisi ekstrim panas, radiasi, kelembaban, dan tahan kimia. Resin poliester merupakan resin yang paling banyak digunakan dalam berbagai aplikasi yang menggunakan resin termoset, baik secara terpisah maupun
12
dalam bentuk material komposit. Resin Polyester seperti yang telah dijelaskan diatas memiliki banyak kelebihan sekaligus beberapa kelemahan, dalam aplikasi komposit resin poliester dalam hal ini poliester tidak jenuh, biasanya ditambahkanpenguat (reinforced) berupa serat. Serat yang digunakan sebagai penguat adalah bisa berupa serat gelas, serat alam, serta carbon dan berbagai serat lainnya. Karena sifatnya
yang
polar, hampir semua jenis serat bisa
dikombinasikan dengan resin polyester (Sofyan, 2010). Penambahan filler atau fiber pada resin poliester dilakukan dengan berbagai macam alasan, namun secara umum penambahan fiber pada material resin poliester bertujuan untuk : a. Mengurangi biaya dari proses pencetakan (moulding) b. Untuk memfasilitasi proses pencetakan (moulding) c. Untuk memberikan sifat-sifat mekanik tertentu pada material yang ingin dibuat. Dalam melakukan fabrikasi menggunakan resin polyester, kita harus meyakinkan bahwa resin dan additif lainnya harus sudah tersebar secara merata sebelum katalis ditambahkan. Dan dalam proses pengadukan jangan sampai ada udara yang terperangkap didalam larutan komposit. Sehingga kemudian akan menyebabkan sifat mekanik dari material komposit berkurang secara signifikan. Kemudian pemberian katalis juga harus diperhatikan terlalu banyakkatali akan mengakibatkan proses pengerasan terlalu cepat sedangkan jika terlalu sedikit komposit yang terbentuk akan terbentuk under-cure.
13
2.2.4 Serat Batang Pisang Serat batang pisang yang termasuk dalam jenis vascular fibers, berasal dari batang tanaman pisang (Musa X Paridasiaca). Selain mudah diperoleh, serat pisang juga memiliki potensi untuk digunakan bahkan di dalam dunia industri sekalipun. Salah satu family dari tanaman pisang yaitu abaca telah lama digunakan dalam pembuatan uang, kantung teh, dan kertas manila yang terkenal. Bahkan kekuatan tariknyapun termasuk salah satu yang tertinggi di antara seratserat alam lainnya. Serat batang pisang diperoleh dari batang palsu (pseduo-stem) pokok pisang merupakan serat yang mempunyai sifat mekanik yang baik. Identitas morfologi dari penampang batang pisang terhadap serat batang pisang menunjukkan bahwa serat batang pisang memiliki banyak rongga dengan struktur permukaannya lebih menyerupai busa (sponge). Dari penampang melintangnya serat-serat tersebut mempunyai dinding dan lubang tengahnya yang disebut humen . Senyawa yang melekat satu serat dengan serat lainnya disebut lignin yang terdapat di dalam lamella tengah. Lignin yaitu bagian yang terdapat dalam lamella tengah dan dinding sel yang berfungsi sebagai perekat antar sel, merupakan senyawa aromatic (Doole, 1985). 2.2.5 Fraksi Volume dan Massa Jenis Serat Jumlah kandungan serat dalam komposit, merupakan hal yang terjadi perhatian khusus pada komposit berpenguat serat. Jumlah serat serta karakteristik dari serat tersebut merupakan salah satu elemen kunci dalam analisis mikromekanik komposit. Untuk menghitung fraksi volume, parameter yang harus diketahui adalah berat jenis matriks, berat jenis serat, berat komposit.
14
Untuk pembuatan komposit dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan fraksi. Fraksi pada pembuatan komposit terdiri dari 2 yaitu fraksi volume serat dan fraksi berat komposit. Apabila dalam pembuatan komposit yang diketahui adalah massa jenis serat (ρf) dan massa jenis matriks (ρm) maka, komposit dapat dihitung dengan menggunakan fraksi volume serat. vf =
Vf × 100% … … . … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … . … … … . … [1] VC mf
vf =
ρf × 100% … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … [2] VC
VC = Vf + Vm … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … . . … … … … … . [3] mf vf =
mf
ρf
ρf + mm
× 100% … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … … . [4] ρm
dimana: Ʋf
= fraksi volume serat (%)
ρf
= massa jenis serat (gr/cm3
ρm
= massa jenis matriks (gr/cm3)
mf
= massa serat (gr)
mm
= massa matriks (gr)
VC
= volume komposit (cm3)
Vf
= volume serat (cm3)
Vm
= volume matriks (cm3)
Sedangkan untuk menghitung massa jenis serat dengan menggunakan persamaan :
15
ρf =
mf … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … . … … … . … [5] Vf
2.3 Landasan Teori Bunyi Bunyi mempunyai dua definisi, yaitu secara fisis dan fisiologis. Secara fisis bunyi adalah penyimpanan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastic seperti udara. Secara fisiologis bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan secara fisis. Penyimpangan ini biasanya disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar, misalnya dawai gitar yang dipetik, atau garpu tala yang dipukul. Dari uraian tersebut maka untuk mendengar bunyi dibutuhkan tiga hal berikut : 1. Sumber atau obyek yang bergetar 2. Medium perambatan 3. Indera pendengaran. Medium perambatan harus ada antara obyek dan telinga agar perambatan dapat terjadi. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan perenggan partikel-partikel udara yang bergerak kearah luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Penyimpangan tekanan ditambahkan pada tekann atmosfir yang kira-kira tunak (steady) dan ditangkap oleh telinga. Partikel-partikel udara yang meneruskan gelombang bunyi tidak berubah posisi normalnya, mereka hanya bergetar sekitar posisi kesetimbangannya, yaitu posisi partikel jika tidak ada gelombang bunyi yang diteruskan. 2.3.1 Bunyi (Sound) Menurut Latifa (2015), terdapat beberapa istilah mengenai bunyi. Istilah tersebut, antara lain sebagai berikut: 16
1. Bunyi (objektif) Secara objektif bunyi merupakan penyimpangan tekanan pada medium pengantar akibat energi yang dirambatkan dalam bentuk gelombang oleh sumber getar. 2. Bunyi (subjektif) Secara subjektif bunyi adalah sensasi pendengaran yang masih dapat ditangkap oleh telinga manusia pada frekuensi dengan rentang 20-20.000 Hz 3. Suara Suara adalah bunyi yang dihasilkan oleh makhluk hidup, misalnya saat berbicara atau bernyanyi. 4. Sumber bunyi Sumber bunyi adalah benda penghasil bunyi yang menggetarkan medium perambat energi dengan arah rambatan berupa gelombang. Berdasarkan bentuk sumber getar, sumber bunyi dibedakan menjadi dua bentuk yaitu, yaitu sumber titik dan sumber garis. Semakin jauh objek dari sumber bunyi, tingkat bunyi makin berkurang. Satuan tingkat bunyi adalah decibel (dB). 5. Panjang gelombang (λ) Panjang gelombang adalah jarak antara puncak gelombang atau antar lembah gelombang. Satuan panjang gelombang adalah meter. 6. Frekuensi (f) Frekuensi adalah banyaknya gelombang yang terjadi dalam satuan waktu. Satuan frekuensi adalah hertz (Hz), sedangkan satuan waktu adalah detik (t).
17
Makin tinggi frekuensi, makin banyak gelombang bunyi terjadi dalam satuan waktu dan nada bunyi terdengar makin tinggi. 7. Amplitudo (A) Amplitudo adalah simpangan getar, yaitu jarak terjauh gelombang dari garis kesetimbangan. Makin besar amplitudonya, makin besar energi maka makin nyaring bunyinya. Amplitudo disebut juga kuat nada. 8. Kecepatan rambat bunyi (v) Kecepatan rambat bunyi tergantung kerapatan massa dan suhu medium yang dilalui. Makin renggang molekul medium dan makin tinggi suhu medium, kecepatan rambat bunyi cenderung makin tinggi. Pada kecepatan rambat bunyi yang sama, makin rendah frekuensi, makin besar panjang gelombangnya 9. Nada Nada merupakan tinggi rendah bunyi. Makin tinggi frekuensi, makin tinggi nada yang terdengar. Masing- masint tuts mmemiliki frekuensi yang berbeda. 10. Bising Bising adalah bunyi dengan frekuensi dan amplitude tak beraturan, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan audial. 11. Airborne sound Airborne sound merupakan bunyi yang merambat melalui medium udara. 12. Structureborne sound Structureborne sound adalah bunyi yang merambat melalui medium benda selain udara. Structureborne sound disebut juga bunyi benda.
18
2.3.2 Tingkat Bunyi (Sound Level) Tingkat bunyi adalah karakter bunyi yang menunjukan besar kuatnya bunyi. Kuat bunyi dipengaruhi oleh dua hal,yatu sebagai berikut: 1. Amplitudo (A) Makin besar simpangan gelombang bunyi yang merambat, makin kuat bunyi yang didengar. 2. Panjang gelombang (λ) Makin besar panjang gelombang, makin rendah frekunsinya dan makin kuat bunyi tersebut menimbulkan getaran pada medium yang dilaluinya. Ada beberapa cara untuk mengukur kuat bunyi, yaitu : b. Daya bunyi (sound power) Daya bunyi (P) adalah cara pengukuran kuat bunyi berdasarkan jumlah energi bunyi yang diproduksi oleh sumber bunyi, dengan satuan W (watt). c. Intensitas bunyi (sound intensity) Intensitas bunyi (I) adalah cara pengukuran tingkat bunyi berdasarkan daya bunyi per satuan uass yang terpapar bunyi. Jika sumber bbunyi berupa titik, ruang yang terpapar bunyi ini brebentuk bola yang dimensinya makin besar jika makin jauh dari sumber bunyi tersebut. 2.4 Akustik (Acoustics) Akustik adalah gejalah perubahan sesuatu karena menumbuk suatu benda. Pengertian lain akustik merupakan pengendalian bunyi agar diperoleh kualitas bunyi yang baik. Akuistika adalah semua hal yang berkaitan dengan
19
bunyi secara teori atau teknis. Akuistika lingkungan adalah pengendalian bunyi secara arsitektural. Peristiwa akustuk adalah hal-hal yang dialami bunyi baik diluar maupun didalam ruang. Peristiwa akustik yang umum terjadi, adalah sebagai berikut : 1. Bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi. 2. Propagasi Perambatan gelombang bunyi ke segala arah oleh medium penghantar yang dipengaruhi oleh kerapatan dan suhu medium. 3. Refleksi (pemantulan bunyi) Pemantulan bunyi oleh suatu medium yang rambatannya berubah kea rah sesuai sudut pantulnya. Medium berupa material reflector memiliki kemampuan memantulkan bunyi lebih tinggi daripada menyerap bunyi. 4. Absorbsi Penyerapan energi bunyi olh medium,yang energinya berubah menjadi energi kinetik dan kalor. Medium berupa material absorber memiliiki kemampuan menyerap bunyi lebih tinggi daripada memantulkan bunyi. 5. Difusi Penyebaran bunyi oleh suatu medium, dimana rambatan bunyi menjadi berubah arah tersebar kesegala arah. Medium berupa material diffuser berfungsi untuk menyebar arah rambatan bunyi. 6. Transmisi Transmisi merupakan penerusan bunyi anta rmedium. 7. Difraksi
20
Distorsi arah rambatan bunyi akibat mengenai penghalang, sehingga berbelok kearah lain dari arah rambatan semula. 8. Rafraksi Pembiasan atau pembelokan golombang bunyi disertai perubahan kecepatan rambat, akibat perubahan kerapatan massa medium yang dilalui. Kerapatan massa medium beruubah karena mengalami perubahan suhu. 9. Dispersi Perubahan frekuensi bunyi karena perubahan kecepatan rambat akibat perbedaan kerapatan massa atau suhu medium yang dilalui. 10. Atenuasi Penurunan intensitas bunyi akibat bunyi melalui medium. 11. Insulasi Terisolasinya bunyi oleh suatu medium material insulator, sehingga bising tidak atau kurang terambatkan ke ruang lain. 12. Resonasi Bergetarnya suatu benda karena menerima paparan bunyi dari sumber bunyi dengan frekuensi yang sama bunyi alaminya. 13. Cacat akustik Cacat akustik ada beberapa macam, yang paling sering terjadi adalah gema dan gaung. Peristiwa akustik dalam suatu ruangan yaitu : 1. Bunyi yang datang atau bunyi langsung 2. Bunyi pantul
21
3. Bunyi yang diserap oleh lapisan permukaan 4. Bunyi diffuser atau bunyi yang disebar 5. Bunyi difraksi atau bunyi yang di belokkan 6. Bunyi yang ditransmisi 7. Bunyi yang hilang dalam stuktur bangunan 8. Bunyi yang dirambatkan oleh struktur bangunan. Material akustik adalah material yang digunakan untuk mengendalikan kualitas akustik (reflector, absorber, diffuser, dan insulator) dengan alokasi sesuai prinsip kerja rambatan dan pantulan bunyi. Setiap jenis material, tergantung frekuensi, memiliki koefisien penyerapan bunyi spesifik. Berdasarkan frekuensi bunyi yang dominan terjadi dalam auditorium, dapat dilakukan pemilihan jenis material yang tepat. Tujuannya agar dengan rumus berikut, dapat diperoleh waktu dengung yang sesuai kebutuhan fungsi auditorium. Secara umum material akustik terdiri dari beberapa macam. Pemantulan (reflector) memiliki ciri-ciri, sebagai berikut : 1. Daya pantul bunyi lebih tinggi dari daya serapnya. 2. Koefisien penyerapan bunyi rendah (<0,30). 3. Keras, licin (makin tebal makin baik). 4. Contoh gypsum board, polywood, plexiglass, dan papan plastik kaku. Penyerap (absober) memiliki ciri-ciri, sebagai berikut. 1. Daya serap bunyi lebih tinggi dari pada daya pantulnya. 2. Koefisien penyerapan bunyi tinggi (>0,30). 3. Umumnya lunak dan berpori.
22
4. Terdiri atas material lunak dan/atau berpori, panel, dan resonator rongga. 5. Contoh soft board, selimut akustik (glasswool, rockwool), acoustic tile, mineral tile, dan karpet empuk). Penyebar (diffuser) memiliki ciri-ciri, sebagai berikut. 1. Merupakan reflector atau absorber dengan bentuk penyusunan irregular. 2. Koefisien penyerapan bunyi tergantung material. 3. Umumnya keras dan licin 4. Dengan bentuk penyusunan irregular maka bunyi pantul dapat dibuat difus (disebar) dan mencegah flutter echo. Penginsulasi (insulator) memiliki ciri-ciri, sebagai berikut. 1. Terdiri atas selapis material (dinding tunggal) atau kombinasi beberapa lapis material baik reflector maupun absorber (dinding ganda). 2. Dapat menginsulasi bunyi di suatu ruang, sehingga tidak diteruskan ke ruang lain. 2.4.1 Pengukuran Bunyi Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio sekitar 20 Hz-20.000 Hz. Bunyi pada frekuensi 20 Hz disebut bunyi infrasonic dan diatas 20.000 Hz disebut bunyi ultrasonic. Bunyi dibedakan menjadi tiga berdasarkan frekuensinya yaitu bunyi frekuensi rendah (<1000 Hz), bunyi frekuensi sedang (1000-4000 Hz), bunyi frekuensi tinggi (>40000 Hz). Berdasarkan penelitian telinga manusia lebih nyaman mendengarkan bunyi-bunyi dalam frekuensi rendah.
23
Kekuatan bunyi secara umum dapat diukur melalui tingat bunyi (sound levels). Cara pengukuran kekuatan bunyi berdasarkan jumlah energi yang diproduksi oleh sumber bunyi disebut sound power (P) dalam watt. Sedangkan pengukuran kekerasan bunyi juga dapat dilakukan dengan sound intensity (I) dalam watt/m2 2.3.5 Koefisien Penyerapan Bunyi Koefisien penyerapan bunyi (α) adalah angka yang menunjukan kemampuan material menyerap energi bunyi. Makin besar koefisiennya, daya serapnya makin tinggi. Setiap termasuk audiens memiliki koefisien penyerapan bunyi spesifik tergantung frekuensi sebagai reaksi yang berbeda terhadap besar energi bunyi yang diterima. Standar frekuensi untuk menentukan koefisien penyerapan bunyi rata-rata suatu material adalah 500 Hz. Penyerapan energi bunyi oleh material berarti perubahan energi bunyi menjadi energi kinetik dan energi kalor. Material lunak berpori mudah bergetar. Energi bunyi yang diterima berubah menjadi energi kinetik bagi pergerakan getaran tersebut, sehingga absorber memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap bunyi. Energi kalor terbentuk karena adanya gesekan antarmolekul saat bergetar. Untuk menghitung serapan bising dari material perlu adanya pengujian, alat uji yang digunakan adalah Kundts Tube Impedance. Alat ini berbentuk pipa sebagai pengisolasi suara dengan beberapa perangkat lain yang membantu. Prinsip kerja alat ini adalah bunyi dari speaker dialirkan dalam pipa, dimana diujung pipa terdapat material peredam yang akan menyerap bunyi dari speaker.
24
Bagus tidaknya serapan dari suatu material ditentukan oleh koofisien penyerapan bunyi/NAC (Noise Absorption Coefficient) material tersebut. Meskipun karakteristik tidak berubah, koefisien serap suatu material dapat berubah menyesuaikan dengan frekuensi bunyi yang datang. Jadi besar nilai serapan bising dapat dihitung dengan persamaan. NAC α =
Total energi sura datang − jumlah suara yang diserap … . … … . . (6) total energi suara datang
Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada suatu frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisien penyerapan bunyi (α). Koefisien penyerpan bunyi suatu permukaan adalah bagian energi bunyi datang yang diserap atau tidak dipantulkan. Nilai koefisien berada antara 0 dan 1, bila nilai serapan nilai bunyi 0 maka gelombang bunyi dipantulkan semuanya, bila nilainya 1 maka gelombang bunyi diserap semua. Ketika gelombang bunyi datang dan mengenai suatu material maka sebagian dari energi bunyi akan diserap sebagian lagi akan dipantulkan.
25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik dan Material Fakultas Teknik UHO serta Laboratorium Elektro Medik STIKES Mandala Waluya, yang dimulai pada bulan Mei hingga April 2016. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Adapun alat- alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 2 yaitu alat membuat bahan komposit dan alat menguji tingkat redaman spesimen komposit. Adapun alat membuat bahan komposit adalah sebagai berikut : 1. Parang Parang digunakan untuk memotong batang pisang dari pohon pisang.
Ganbar 3.1 Alat potong (parang) 2. Blender Blender digunakan untuk memisahkan batang pisang antara serat dan daging.
26
3. Wadah Wadah atau baskom digunakan untuk menyimpan serat batang pisang yang sudah di cacah (blender).
Gambar 3.2 Baskom 4. Jangka Sorong Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang, lebar, dan tebal spesimen.
Gambar 3.3 Jangka sorong 5. Timbangan digital. Timbangan digital digunakan untuk menimbang berat dari bahan yang akan digunakan.
27
Gambar 3.4 Timbangan digital 6. Cetakan komposit Cetakan yang terbuat dari plat baja yang berukuran panjang 30 cm dan lebar 30 cm digunakan untuk membuat komposit dalam bentuk panel.
Gambar 3.5 Cetakan komposit 7. Gergaji listrik Gergaji listrik digunakan untuk memotong panel komposit menjadi spesimen uji.
28
Gambar 3.6 Gergaji listrik 8. Alat pres komposit Alat ini digunakan untuk mengepres komposit dengan cara manual.
Gambar 3.7 Alat press Alat untuk menguji akustik bahan komposit : 1. Sound level meter Sound level meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan suara didalam maupun diluar ruangan.
29
Gambar 3.8 Sound level meter 2. Speaker Speaker berfungsi sebagai alat untuk mengubah gelombang listrik yang mulanya dari perangkat audio/suara menjadi gelombang getaran yaitu suara itu sendiri.
Gambar 3.9 Speaker 3. Amplifier. Amplifier adalah komponen elektronika yang dipakai untuk menguatkan daya atau sumber suara. Amplifier yang digunakan disni adalah daya 300 watt.
30
Gambar 3. 10 Amplifier 4. Osiloskop (Oscilloscope) Osiloskop adalah alat ukur elektronik yang dapat memetahkan atau memproyeksikan sinyal listrik dan frekuensi menjadi grafik agar mudah dimengerti. Osiloskop dapat menampilkan sinyal listrik atau gelombang. Osiloskop.
Gambar 3.11 Osiloskop
31
5. Adaptor Adaptor adalah sebuah rangkaian elektronika yang bekerja mengubah tegangan AC yang tinggi menjadi DC yang rendah. Adaptor juga banyak digunakan sebagai pencatu daya (power suplay) dan charger baterai.
Gambar 3.12 Adaptor 6. Laptop Laptop digunakan untuk membuat atau menyimpan atau mengolah data-data penelitian, selain itu digunakan sebagai penyedia sumber bunyi pada saat pengujian bahan komposit akustik.
Gambar 3.13 Laptop
32
7. Alat bantu lain Alat-alat bantu lainnya yang digunakan untuk merakit dan memasang spesimen pada alat uji redaman. Alat bantu tersebut seperti kunci ring (8, 10,12), tang, dan kapi. 3.2.2 Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian material akustik adalah sebagai berikut : 1. Serat batang pisang Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat batang pisang, serat diperoleh dari batang pisang yang diproses dengan cara manual sampai mendapatkan serat dengan menggunakan mesin blender untuk memisahkan serat dengan daging, dilanjutkan dengan perendaman alkali (NaOH). 2. Matriks Bahan matriks yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks resin polyester dan hardener MEKPO. Hal ini dikarenakan resin ini mudah didapat, harganya terjangkau serta yang terpenting adalah mudah dalam proses fabrikasinya
Gambar 3.14 Resin dan katalis
33
3. Mirror glaze Digunakan untuk memoles cetakan agar tidak lengket dengan komposit yang telah kering. Fungsi utamanya mempermudah proses pelepasan bahan komposit dari cetakan.
Gambar 3.14 Mirror glaze 4. NaOH (Natrium Hydroxida) Natrium Hydroxida digunakan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin dipermukaan serat. lapisan lilin yang ada pada serat perlu dihilangkan agar ikatan serat-matriks dapat terjadi dengan sempurna pada proses pembuatan komposit. Namun penggunaan natrium hydroxide yang berlebihan tidak dikehendaki karena dapat merusak sifat-sifat utama serat.
Gambar 3.15 Partikel NaOH padat 5. Besi plat Besi plat dirancang seperti boks yang didalamnya berisi speaker. 34
6. Pipa silinder Pipa silinder berlubang digunakan untuk menyalurkan suara dari kotak speaker menuju ke spesimen uji bahan redaman komposit. 3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Pengambilan dan Pengerjaan Serat Batang Pisang Batang pisang diambil dari batang pisang dengan cara manual. Batang pisang dipotong-potong dan diblender agar mudah dipisahkan antara serat dengan daging batang pisang
Gambar 3. 16 Batang pisang 3.3.2 Perlakuan NaOH Perlakuan NaOH dengan cara serat direndam didalam larutan 5% NaOH selama 3 jam dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan wax, lignin, hemiselulosa dan kotoran lainnya. Selanjutnya serat dibilas dengan air bersih, dan dijemur sampai kering. 3.3.3 Pembuatan Komposit Pembuatan komposit dilakukan dengan variasi komposisi fraksi volume serat yang berbeda dengan perbandingan fraksi volume batang pisang dan resin polyester yang dibuat adalah 30% matriks dan 70% serat batang pisang, 40% 35
matriks dan 60% serat batang pisang, 50% matriks dan 50% serat batang pisang. Setelah menentukan fraksi volume serat, serat dan matriks tersebut dicampur kedalam cetakan, kemudian ditutup sampai rapat dengan menggunakan penekanan secara hidrolik. Diamkan cetakan komposit sampai proses mengering (curing) dengan waktu ±4 jam. Setelah mengering bahan komposit tersebut dilakukan pembongkaran cetakan. Semua tahapan pross pembuatan komposit ini dlakukan sebanyak jumlah variasi yang dilakukan pada penelitian yaitu tiga (3) panel. 3.3.4 Pembutan Spesimen Uji Komposit yang telah dicetak berbentuk panel sebanyak 3 panel dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 30 cm, dipotong-potong dengan menggunakan gergaji listrik dengan ukuran spesimen panjang 10 cm dan lebar 10 cm. untuk satu panel komposit dipotong-potong menjadi 9 spesimen uji. 3.3.5 Pembuatan Alat Uji Adapun pembuatan alat uji redaman komposit yang disebut Kundt’s Tube Impedance dengan terlebih dahulu menyiapkan material plat baja, material baja berbentuk pipa berlubang dengan diameter 3 inch, speaker, power suplay, amplifier. Prinsip kerja alat ini adalah bunyi dari speaker dialirkan dalam pipa (tube), yang didalam pipa tersebut terdapat material peredam yang akan menyerap bunyi dari speaker, suara yang terserap ini akan terbaca secara langsung pada sound level meter. Adapun urutan proses pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Plat baja dipotong dengan ukuran 35 cm menjadi 4 bagian kemudian diberi lubang sekrup.
36
2. Pipa tabung dipotong dengan panjang 75 cm. 3. Rakit plat baja menjadi bentuk kotak, dan pasang speaker pada bagian sisi dalam kotak, amplifier pada bagian sisi atas, pipa tabung pada sisi depan, dan power suplay pada sisi samping. 4. Setelah alat-alat selesai dipasang kemudian, dilakukan instalasi jaringan untuk menghubungkan alat satu dan yang lainnya. Adapun desain alat Kundt’s Tube Impedance sebagai berikut :
Gambar 3.17 Sketsa alat uji kundt’s tube impedance Keterangan: A. Power supply B. Laptop C. Osiloscope D. Amplifier E. Speaker F. Kundts tube impedance G. Specimen H. Sound level meter 37
3.3.6 Pengujian Spesimen Pengujian spesimen dengan menggunakan alat eksperimen yang didesain khusus seperti Gambar 3.17. Alat ini memiliki bahan utama tube impidance yang terbuat baja karbon berbentuk silinder berlubang yang lengkapi kotak speaker, amplifier dan power suplay dan sumber bunyi dari Laptop. Adapun langkah-langkah pengujian spesimen yaitu sebagai berikut : 1. Siapkan alat kundt’s tube impedance beserta pendukung lainnya dan hubungkan satu persatu serta siapkan pula spesimen komposit. 2. Pasang spesimen komposit pada kedua permukaan tube dan jepit sampai benarbenar tidak ada kebocoran (vakum). 3. Pasang alat ukur sound level meter pada ujung tube. 4. Setelah alat dan bahan siap semua tekan tombol power suplay untuk memulai eksperimen. 5. Berikan sumber suara yang yang dikuatkan oleh amplifier dan ditranferkan ke speaker untuk selanjutnya diteruskan tube impedance spesimen komposit. Suara yang terserap dan keluar pada spesimen komposit akan terbaca pada alat sound level meter dalam satuan desibel (dB). Frekuensi suara yang diberikan dapat diatur-atur sesuai dengan tingkat yang dinginkan. Dalam eksperimen ini digunakan parameter frekuensi 200-600 Hz, untuk menentukan karakteristik bahan akustik yang terbuat dari bahan komposit polimer berpenguat serat batang pisang.
38
3.3.7 Pengambilan Data dan Analisa Data a. Pengambilan data Data yang telah diperoleh dari hasil pengujian redaman suara dengan 3 variasi penelitian yang terdiri dari masing-masing 9 spesimen untuk frekuensi 200, 400, dan 600 Hz, dari 9 spesimen tersebut terdiri dari 3 fraksi volume serat yaitu 30, 40, dan 50%. Sehingga total spesimen yang akan diuji berjumlah 27 spesimen. b. Analisa data Spesimen yang telah diuji sesuai dengan variabel yang diteliti, selanjutnya dibuatkan tabel dan grafik untuk dianalisa karakteritik nilai akusti bahan komposit polimer yang diperkuat serat batang pisang.
39
3.4 Alur Penelitian
Mulai
Studi literatur
Persiapan alat & bahan
Pembuatan bahan komposit polimer serat batang pisang
Pembuatan alat kundt’s tube impedance
Fraksi volume serat + resin polyester 30:70; 40:60; 50:50
Perakitan komponen-komponen pendukung (power suplay, amplifier, & sound level meter)
Pengujian redaman suara bahan komposit Analisa & pembahasan
Kesimpulan & saran
Selesai
Gambar 3.18 Diagram alir penelitian
40
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Besarnya penyerapan bunyi sangat dipengaruhi berapa besar nilai kerapatan dari material penyerap bunyi yang digunakan. Besar nilai kerapatan adalah perbandingan berat dari volume material peredam bunyi. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kerapatan (densitas) bahan komposit dimana hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Hasil pengukuran nilai kerapatan bahan komposit tiap-tiap fraksi volume serat
Ʋf
Wu
Wa
ρair
ρc
ρc average
(%)
gr 2.543 2.377 2.938 2.933 2.550 3.104 2.450 2.763 3.203
Gr 0.464 0.456 0.554 0.546 0.495 0.534 0.173 0.505 0.549
gr/cm3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
gr/cm3 1.22318 1.23738 1.23238 1.22874 1.24088 1.20778 1.07598 1.22365 1.20686
gr/cm3
30
40
50
1.231
1.226
1.167
Hasil pengukuran nilai kerapatan pada tabel diatas, memperlihatkan nilai yang bervariasi dari setiap spesimen komposit. Nlai kerapatan rata-rata berturutturut diperoleh 1.231 gr/cm3, 1.226 gr/cm3, dan 1.167 gr/cm3 untuk fraksi volume serat (Ʋf) 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan nilai pengukuran tersebut menunjukkan bahwa komposit termasuk pada material yang berkerapatan tinggi.
41
Nilai kerapatan (gr/cm3)
1.5000 1.2310 1.2258
1.3000
1.1688
1.1000
0.9000 0.7000 0.5000 10
30 50 Fraksi Volume Serat (%)
Gambar 4.1 Grafik hubungan nilai kerapatan terhadap fraksi volume serat. Berdasarkan grafik tersebut diatas menunjukkan bahwa terjadi penurutan nilai kerapatan bahan komposit, seiring meningkatnya jumlah serat (penguat) pada bahan komposit. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya fraksi volume serat maka, semakin banyak jumlah serat yang dibutuhkan dalam pembuatan komposit. Dimana pada penelitian ini digunakan serat batang pisang sebagai penguat dengan nilai kerapatan 0.29 gr/cm3 dan matriks sebagai perekat dengan nilai kerapatan 1,7 gr/cm3.
4.1 Sound Pressure Level (SPL) Pada pengukuran intensitas bunyi dengan menggunakan tekanan, dikenal dengan istilah sound pressure level (SPL) yaitu nilai yang menunjukkan perubahan tekanan di dalam udara karena adanya perambatan gelombang bunyi. SPL diukur dalam skala dB (decibel) dengan mengacu pada tekanan tertentu (20 µPa), dimana bunyi yang sangat keras hanya menghasilkan tekanan di udara sebesar-besarnya 0,707 Pa (Cahyono. E.S.H, 2010). Pada Gambar (4.2, 4.3, 4.4) memperlihatkan nilai sound pressure level pada skala decibel (dB) yang fluktuatif baik untuk fraksi volume serat 30, 40, dan 50%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tingkat tekanan bunyi yang diberikan pada
42
tiap-tiap spesimen peredam (komposit) sebagian akan diserap dan sebagian lainnya dipantulkan kembali, namun serapan suara tidak melebihi ambang batas dari total energi suara datang tanpa adanya spesimen peredam.
Sound Pressure Level (dB)
95 90 85
SP1
80
SP2 SP3
75
SP4 70
SP5
65
SP6 SP7
60
SP8 55
SP9
50 0
100
200
300
400
500
600
700
Frekuensi (Hz)
Gambar 4.2 Grafik distribusi Sound Pressure Level tiap-tiap spesimen terhadap Frekuensi bunyi pada fraksi volume serat 30%.
Sound Pressure Level (dB)
100 95 90
SP1
85
SP2
80
SP3
75
SP4
70
SP5
65
SP6
60
SP7
55
SP8
50
SP9 0
100
200
300
400
500
600
700
Frekuensi (Hz)
Gambar 4.3 Grafik distribusi Sound Pressure Level tiap-tiap spesimen terhadap frekuensi bunyi pada fraksi volume serat 40%. 43
Sound Pressure Level (dB)
120 110 SP1 100
SP2 SP3
90
SP4 SP5
80
SP6 70
SP7 SP8
60
SP9 50 0
100
200
300
400
500
600
700
Frekuensi (Hz)
Gambar 4.4 Grafik distribusi Sound Pressure Level tiap-tiap spesimen terhadap frekuensi bunyi pada fraksi volume serat 50%.
Secara keseluruhan sound pressure level yang diperliharkan pada Gambar (4.2, 4.3, 4.4) grafik, menunjukkan adanya tingkat serapan suara yang cenderung meningkat seiring meningkatnya fraksi volume serat atau jumlah serat batang pisang yang terkandung pada material peredam. Sound Pressure Level (dB)
130.00
120.00 Average 30% Average 40% Average 50% TSU
110.00 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 0
100
200
300
400
500
600
700
Frekuensi Hz)
Gambar 4.5 Grafik distribusi Sound Pressure Level rata-rata terhadap frekuensi bunyi pada fraksi volume serat 30, 40, 50% dan tanpa spesimen. 44
Pada Gambar 4.5 grafik yang menunjukkan distribusi sound pressure level ratarata pada spesimen komposit peredam suara. Distribusi SPL signifikan meningkat pada penambahan fraksi volume serat 50%. Namun distribusi SPL ini tidak melebihi nilai ambang batas SPL tanpa adanya spesimen uji. Sedangkan distribusi SPL pada fraksi volume serat 30% dan 40% menunjukkan nilai yang reatif sama. Tabel 4.2 Sound Pressure Level rata-rata baik untuk spesimen fraksi volume serat 30, 40,
Fraksi Volume Serat (%) 30 40 50 Tanpa Spesimen Uji
SPL Average (dB)
50% maupun tanpa spesimen pada frekuensi 200, 400, 600 Hz.
0
Frekuensi (Hz) 200 400 600 73.99 65.39 77.29 74.06
73.21
75.50
83.52
81.91
86.08
Frekuensi (Hz) 200 400 600 117 122 123
Pada Tabel 4.2, memperlihatkan nilai sound pressure level (SPL) ratarata spesimen bahan peredam untuk masing-masing fraksi volume serat dan frekuensi. Dari tabel tersebut diketahui nilai rata-rata SPL secara berturut-turut, yaitu 73.99; 65, 39; 77 dB untuk fraksi volume serat 30%; 74.06; 73.21; 75.50 dB untuk fraksi volume serat 40%, 83.52; 81.91; 86.08 dB untuk fraksi volume serat 50% pada masing-masing frekuensi suara 200, 400, 500 Hz. Sedangkan untuk SPL tanpa spesimen memiliki nilai rata-rata 117, 122, 123 dB pada frekuensi 200, 400, dan 600 Hz.
45
Sound Pressure Level (dB)
140.00
100.00 80.00
83.52 73.99 74.06
123
122
117
120.00
65.39
81.91 73.21
86.08 77.29 75.50
Average 30% Average 40% Average 50%
60.00
Average 0%
40.00 20.00 0.00 200
400
600
Frekuensi (Hz)
Gambar 4.6 Grafik hubungan Sound Pressure Level rata-rata terhadap frekuensi untuk masing spesimen. Pada Gambar 4.6 grafik memperlihatkan kecenderungan nilai SPL meningkat seiring dengan bertambahnya frekuensi suara yang diberikan pada spesimen. Nilai SPL rata-rata tertinggi 86.08 dB terdapat pada spesimen dengan fraksi volume serat 50% dengan frekuensi 600 Hz dan nilai SPL rata-rata terendah 65.39 dB terdapat pada spesimen dengan fraksi volume serat 40% dengan frekuensi 400 Hz. Sedangkan untuk SPL tanpa spesimen menujukkan kecenderungan nilai yang juga meningkat seiring dengan naiknya frekuensi suara. Nilai SPL rata-rata tinggi 123 dB pada frekuensi suara 600 Hz, dan nilai SPL ratarata terendah 117 dB pada frekuensi suara 200 Hz. SPL yang tinggi menunjukkan daya serapan suara yang cenderung menurun, sebaliknya nilai SPL yang rendah akan memiliki daya serapan suara yang tinggi hal dapat terlihat difraksi volume serat 30% pada frekuensi 400 Hz dengan SPL 65,39 dB menghasilkan NAC yang paling tinggi 0,463.
46
4.2 Noise Absorption Coefficient (NAC ) Noise Absorption Coefficient adalah angka tanpa satuan yang menunjukkan perbandingan antara energi bunyi yang tidak dipantulkan (diserap) oleh material pembatas berbanding keseluruhan energi bunyi yang mengenai material pembatas. Untuk mengetahui berapa besar koefisien penyerapan bunyi (α) bahan komposit perlu dilakukan pengujian pada alat yang dirancang yaitu Kundt’s Tube Impedance. Alat uji berbentuk pipa sebagai pengisolasi suara dan dengan beberapa perangkat lain yang membantu seperti sound level meter, siloskop, amplifier, power suplay dan speaker. Prinsip kerjanya yaitu bunyi dari speaker dialirkan dalam pipa, yan didalam pipa tersebut terdapat material peredam (spesimen) yang akan menyerap bunyi dari speaker. Nilai koofisien berada 0 dan 1, bila nilai serapan bunyi 0 maka gelombang bunyi dipantulkan semuanya, bila nilainya 1 maka gelombang bunyi diserap semua atau 100% diserap semua oleh material (spesimen komposit). Hasil pengujian akan terbaca pada alat ukur sound level meter yang akan mengukur tingkat tekanan bunyi (sound pressure level/SPL) pada skala decibel (dB). Hasil pengujian spesimen secara keseluruhan berada antara 0 dan 1 yang berarti bahwa serapan bunyi sebagian diserap dan sebagian dipantulkan. Tabel 4.3 Hasil pengujian koefisien penyerapan suara (α), untuk masing-masing fraksi volume serat dan frekuensi input. Fraksi Volume Serat (%) υf 30 υf 40 υf 50
Frekuensi (Hz) 200 400 600 0.375 0.463 0.372 0.374 0.400 0.386 0.294 0.329 0.300
47
Pada tabel diatas memperlihatkan nilai koofisien penyerapan bunyi dari tiap-tiap spesimen komposit polimer berpenguat serat batang pisang. Nilai koofisien serapan suara memperlihatkan nilai yang berbeda-beda setiap spesimennya. Nilai koofisien serapan suara rata-rata berturut-turut, yaitu 0,375; 0.463, 0.372 pada fraksi volume serat 30% dengan frekuensi 200, 400, 600 Hz; 0.374, 0.400, 0.386 pada fraksi volume serat 40% dengan frekuensi 200, 400, 600 Hz dan 0.294, 0.329, 0.300 pada fraksi volume serat 50% dengan frekuensi 200,
0.300
0.300
0.294
0.350
0.329
0.374
0.400
0.375
Noice Absorbtion Coeffisient
0.450
0.386
0.400
0.500
0.372
0.463
400, 600 Hz.
υf 30
0.250
υf 40
0.200
υf 50
0.150 0.100 0.050 0.000 200
400
600
Frekuensi (Hz)
Gambar 4.7 Grafik hubungan Noice Absoption Coeffisient rata-rata terhadap frekuensi untuk masing spesimen. Berdasarkan Gambar 4.7 grafik diatas diperoleh nilai rata-rata koofisien serapan suara atau biasa juga disebut koofisien penyerapan bunyi (NAC) tertinggi 0.463 dengan frekuensi 400 Hz pada fraksi volume serat 30% dan nilai koofisien 48
serapan suara rata-rata terendah 0.294 dengan frekuensi 200 Hz pada fraksi volume serat 50%. Idealnya semakin banyak gelombang bunyi yang ada maka semakin banyak pula gelombang suara yang merambat dan teredam ke dalam spesimen. Atau sebaliknya semakin sedikit gelombang bunyi dalam suatu waktu maka akan semakin sedikit pula gelombang suara yang teredam ke dalam spesimen. Banyak sedikitnya gelombang bunyi yang teredam ke dalam spesimen akan mempengaruhi besarnya nilai NAC. Dengan kata lain, frekuensi masuk (Hz) berbanding lurus dengan NAC hal ini dapat terjadi apabila spesimen yang diuji memiliki karakteristik sifat yang sama. Namun apabila spesimen memiliki karakteristik sifat yang berbeda seperti berpori, berserat dan lembut, maka frekuensi tidak selalu berbanding lurus dengan nilai NAC. Hal ini terlihat dari keseluruhan NAC rata-rata akibat frekuensi suara masuk menunjukkan peningkatan hanya pada frekuensi 400 dan menurun pada frekuensi 200 Hz baik untuk fraksi volume serat 30%, 40%, dan 50%. Hal ini terjadi akibat meningkatnya frekuensi suara sampai 600 Hz, menyebabkan energi serap suara semakin banyak yang keluar atau ditransmisikan sehinggga daya serapan akan semakin kecil. Secara keseluruhan pada grafik menunjukkan nilai rata-rata NAC signifikan meningkat pada fraksi volume serat 30% dengan frekuensi 200 Hz dan menurun pada fraksi volume serat 50% dengan frekuensi 200 Hz. Meningkatnya NAC disebabkan karena pada fraksi volume serat 30% terjadi campuran ideal antara matriks dan serat. Campuran yang ideal dapat menyebabkan pembentukan porositas yang banyak dan tredistribusi merata keseluruh bagian spesimen
49
komposit. Porositas merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki material peredam, karena dengan adanya porositas ketika suara datang dan mengenai permukaan spesimen akan mengalami pergesaran antar melekul-molekul serat sehingga suara yang datang akan bersikulasi melalui pori-pori dalam spesimen. Sedangkan menurunnya NAC pada fraksi volume serat 50% disebabkan karena serat tidak mampu membasahi seluruh permukaan serat sehingga porositas yang terbentuk lebih besar. Hal ini ini diperlihatkan dari hasil pengujian densitas dengan kerapatan yang kecil seiring meningkatnya fraksi volume serat. Kerapatan yang kecil menyebabkan porositas yang besar. Porositas yang besar akan yang menyebabkan
suara
yang
akan
mengenai
permukaan
komposit
akan
ditransmisikan keluar dari spesimen sehingga nilai daya serap menjadi rendah. Serapan yang rendah menyebabkan NAC menurun. Pada dasarnya porositas dikehendaki dengan jumlah yang banyak dan terdistribusi merata keseluruh bagian spesimen, bukan yang besar tapi hanya bagian terdapat pada bagian tertentu saja.
50
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah dilakukan analisis terhadap penelitian material komposit polyester yang diperkuat serat batang pisang sebagai bahan peredam suara maka, disimpulkan bahwa nilai koefisien serap suara tertinggi 0,464 pada fraksi volume serat 30%, dengan frekuensi 400 Hz. Sedangkan nilai koefisien serap suara terendah 0,286 pada fraksi volume serat 50%, dengan frekuensi 200 Hz. Koefisien serap suara yang dapat dijadikan sebagai bahan perdam yaitu yang lebih besar dari (> 0,3), dimana syarat material peredam memiliki nilai NAC (0,3) dan berpori serta berserat. 5.2 Saran Dari hasi penelitian yang dilakukan maka penulis menyarankan untuk dilakukan pengujian spesimen dengan frekuensi sedang 1000 Hz - 4000 Hz dan frekuensi tinggi > 4000 Hz. Selain itu perlu dilakukan penelitian bahan akustik lain dengan parameter pengujian diffuser, insulator, dan reflector.
51
DAFTAR PUSTAKA Cahyono. E.S.H, 2010. Noice Absroption Coeffisien Komposot Jerami Padi dengan Matriks Alami. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin. UII. Yogyakarta. Dewi. A.K dan Elvaswer, 2015. Material Akustik Serat Pelepah Pisang Sebagai Pengendali Polusi Bunyi. Jurnal Fisika Unand. Vol 4, No. 1. Doelle, L, 1985. Akustik Lingkungan. Terjemahan Oleh Lea Prasetia: Surabaya: Erlangga. Indrawati Evi ,M. Tirono 2009 . Koefisien Penyerapan Bunyi Bahan Akuistik Dari Pelepah Pisang Dengan Kerapatan Yang Berbeda. Jurnal Neutron Vol. 2, No. 4. Kartikaratri. Y.M., Subagio. A, Widyandari. H, 2012. Pembuatan Komposit Serabut Kelapa dan Resin Fenol Formadehide Sebagai Material Peredam Akustik. Vol 15, No. 3. Nurdiana, Isranuri Ikhwanyah, 2011. Studi Karakteristik Penyerapan Suara pada Komposit Polimer dengan Serat Roockwool. Jurnal Dinamis, Vol. 2, No. 8. Sofyan. B.T, 2010, Pengantar Material Teknik. Jakarta: Salemba Teknika. Thamrin. S. Tongkukut. S.H.J. As’ari, 2013. Koefisien Serap Bunyi papan Partikel Dari Bahan Serbuk Kayu Kelapa. Jurnal Mipa Unstrad Vol. 2, No. 1. Latifa. N. L, 2015. Fisika Bangunan 2. Cetakan 1. Jakarta: Griya Kreasi.
Lampiran 1. Perhitungan Massa Jenis Serat Batang Serat Untuk menghitung massa jenis serat digunakan persamaan [5] ρf =
mf Vf
Data-data yang diketahui untuk spesimen satu (1) yaitu massa serat batang pisang (57,791 gr), massa dan volume serat (200 ml/ 200 cm3). Dengan menggunakan persamaan diatas untuk spesimen 1 maka, massa serat batang pisang dapat ditentukan. ρf =
57,791 gr 200 cm3
ρf = 0,289
gr
cm3
Jadi massa jenis serat batang pisang = 0,289 gr/cm3. Untuk perhitungan massa jenis serat spesimen 2-10 dengan menggunakan persamaan yang sama, maka hasilnya diperlihatkan pada tabel berikut : Spesimen Massa serat, mf 1-10 (gr) 1 57.791 2 55.213 3 59.416 4 57.561 5 58.675 6 58.678 7 57.897 8 59.671 9 58.458 10 59.562 Average 58.292
Volume serat, Vf (ml) 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
Massa jenis serat, ρc (gr/ cm3) 0.289 0.276 0.297 0.288 0.293 0.293 0.289 0.298 0.292 0.298 0.291
Lampiran 2. Perhitungan Fraksi Volume Serat Untuk menghitung fraksi volume serat komposit dilakukan dengan menggunakan persamaan [2]. mf Vf ρf ϑf = = VC VC Data-data yang diketahui untuk fraksi volume serat 30% yaitu massa jenis serat batang pisang (0,29 gr/cm3), massa matriks resin polyester (1,7 gr/cm3) dan volume komposit (30 cm x 30 cm x 1 cm). Dengan menggunakan persamaan diatas untuk fraksi volume serat 30% maka jumlah serat batang pisang yang dibutuhkan dalam pembuatan komposit dapat ditentukan. mf
0,3 =
0,29 gr/cm3 30 × 30 × 1 cm3
mf = 79 gr Sehingga massa serat batang pisang yang dibutuhkan untuk membuat komposit dengan fraksi volume serat 30% sebesar 79 gr pada volume cetakan 900 cm3. Sedangkan untuk jumlah matriks resin polyester dapat dihitung dengan persamaan yang sama : mm
0,7 =
1,7 gr/cm3 30 × 30 × 1 cm3
mm = 1071 gr Jadi massa matriks resin polyester yang dibutuhkan untuk membuat komposit dengan fraksi volume matrik 70% sebesar 1071 gr pada volume cetakan 900 cm3. Untuk perhitungan fraksi volume serat 40% dan 50% dengan menggunakan persamaan yang sama, maka hasilnya diperlihatkan pada tabel berikut :
Ʋf
mf
mm
ρf
ρm
VC
(%)
(gr)
(gr)
(gr/cm3)
(gr/cm3)
(cm3)
30
79
1071
0,291
1,7
900
40
105
918
0,291
1,7
900
50
1317
765
0,291
1,7
900
Lampiran 3. Perhitungan Koofisien Serapan Suara (α) Untuk menghitung koofisien serapan suara dengan menggunakan persamaan [6] NAC α =
Total energi suara datang − Energi suara yang diserap total energi suara datang
Contoh perhitungan untuk spesimen 1 dengan frekuensi 200 Hz, dimana hasil pengujian total energi suara yang datang 117 dB dikurang energi suara yang di serap 70.1 dB, kemudian dibagi dengan total energy suara yang datang 117 dB. NAC (α) =
117 − 70,1 dB 117 dB
NAC α = 0,408 Pada Frekuensi 200 Hz didapat tingkat suara pada titik sebelum specimen sebesar 117 dB, Pada Frekuensi 400 Hz didapat tingkat suara pada titik sebelum specimen sebesar 122 dB, Pada Frekuensi 600 Hz didapat tingkat suara pada titik sebelum specimen sebesar 123 dB, Untuk perhitungan specimen - spesimen yang lain dengan menggunakan persamaan yang sama untuk masing-masing frekuensi dan fraksi volume serat dapat diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel hasil pengujian jumlah suara yang diserap untuk tiap-tiap spesimen dengan fraksi volume serat 30, 40, 50% da total total energi suara datang pada berbagai frekuensi 200, 400, 600 Hz. Fiber Fraction Volume (%)
Frekuensi suara (Hz)
Skala Decibel
υƒ 30
dB
Average
dB
Noice Absorbtion Coeffisient
200
400
600
200
400
600
70.1 74.7 82.2 74.5 76.1 74.9 69.8 72.4 71.2 74
67.6 73.6 66.2 63.1 66.2 68.4 65.1 60.5 67.8 65.4
70.2 84 85.4 82.5 79.6 82.1 71.3 71.2 69.3 77.3
0.408 0.369 0.305 0.371 0.357 0.367 0.411 0.389 0.399 0.375
0.446 0.397 0.457 0.483 0.457 0.439 0.466 0.504 0.444 0.463
0.429 0.317 0.306 0.329 0.353 0.333 0.420 0.421 0.437 0.372
υƒ 40
dB
Average
dB
υƒ 50
dB
Average
dB
80.3 78.9 77.6 68.6 67.7 72.2 70.5 72.2 78.5 74.1 80 81.4 80 74.5 79.7 76.2 87.8 100 91.9 83.5
86.2 71.7 77.3 78.3 64.4 69.7 71.4 72.2 65.7 73.2 74.9 80.7 87.5 71.2 73.2 75.2 85.7 93.1 91.9 81.9
87.8 73.5 70.9 69.9 83.1 67.7 82.2 72.2 72.2 75.5 78.5 77.7 90.5 89.1 75.5 82.2 91.2 100 91.9 86.1
0.321 0.333 0.344 0.421 0.429 0.390 0.405 0.390 0.336 0.374 0.324 0.312 0.324 0.371 0.326 0.356 0.257 0.152 0.222 0.294
0.293 0.412 0.366 0.358 0.472 0.429 0.415 0.408 0.461 0.400 0.386 0.339 0.283 0.416 0.400 0.384 0.298 0.237 0.245 0.329
0.286 0.402 0.424 0.432 0.324 0.450 0.332 0.413 0.413 0.386 0.362 0.368 0.264 0.276 0.386 0.332 0.259 0.187 0.253 0.300
Lampiran 4. Foto- foto Penelitian A. Pengambilan dan pengolahan serat batang pisang
B. Pembuatan Alat (Kund’s Tube Impedance)
C. Pembuatan Komposit (Material Akustik)
D. Pengujian Material Akustik
Lampiran 5. Tabel Hasil Pengujian Distribusi Sound Pressure Level (SPL) Berdasarkan Fraksi Volume Tiap-Tiap Spesiman Uji Komposit Redm Suara Frekuensi (Hz) Spesimen 50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
375
400
425
450
475
500
525
550
575
600
1
67.1
63.5
65.2
73.7
64
63.3
70.1
70.3
76.4
68.4
73.4
65.3
67.4
68.6
67.6
60.5
64.7
61.3
71.6
65.4
73.3
75.8
70.2
2
64.7
65.8
67.7
72
70.5
69.4
74.7
71.8
72.2
81.1
73
68.1
66
64.9
73.6
61.2
73.1
72.7
81.8
70.6
92.2
69.7
84
3
69.6
66.6
78.8
70.3
78.5
73.9
82.2
74.2
78.9
82.7
76.9
68.5
63.4
74.3
66.2
66.7
59.6
63.8
66.2
67.9
77
78.8
85.4
4
73.6
70.7
72
73.4
75.9
65
74.5
84.3
76.7
81.5
72.5
83.7
67.8
66.7
63.1
68.8
62.2
70.9
62.5
58.7
78.8
82
82.5
5
62.6
61.9
64.6
69.4
63.4
63.1
76.1
74.8
72.7
73.6
71.3
68.9
66.9
73.9
66.2
60.8
68.1
62.7
68.3
64
64.9
70.9
79.6
6
62.8
65.8
63.6
68.4
68.5
60
74.9
74.5
77.7
79.9
65
68.9
61.9
65.5
68.4
65.6
68.8
68.5
66.8
67.3
73.7
74.1
82.1
7
60.8
64.1
66.4
69.8
63.3
61.3
69.8
67.1
78.3
76.7
70.1
67.2
66.2
65.9
65.1
59.2
60.3
68
71.1
72.3
71.1
72.2
71.3
8
63.4
64.3
65.7
72.1
70.6
63.7
72.4
75.1
77.6
83.3
70.1
67.4
62.8
67.8
60.5
61.5
64.3
65.5
64.1
72.9
77.8
78.2
71.2
9
63.6
65.5
64.9
70.6
65.2
64.6
71.2
72.5
73.2
75.5
68.8
67
66
64.7
67.8
60.9
59.1
60.2
70.4
66.5
78.3
76.8
69.3
65.4
65.4
67.7
71.7
68.9
64.9
74
73.8
76.8
78.1
71.2
69.4
65.4
68
65.4
62.6
64.5
66
69.2
67.3
76.3
75.4
77.3
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
375
400
425
450
475
500
525
550
575
600
1
74
70.3
76.8
81.6
78.8
76.8
80.3
81.8
82.5
89.4
83.5
80.3
69.6
88
86.2
78.2
72.5
74.3
79.3
83.3
96.5
86.5
87.8
2
68.3
60.4
67.5
68.7
63.2
63.9
78.9
70.9
71.4
75.1
76.9
74.1
78.7
72.7
71.7
62.4
69.1
60.3
70.5
67.9
85.2
73.3
73.5
3
66.7
57.9
65.6
66
62.1
59.7
77.6
71.9
73.4
75.2
64
70.6
73.4
75.3
77.3
66.6
63.7
68.5
77
67.9
78.2
75.2
70.9
4
69.6
66.4
68.3
70.8
66.8
64.3
68.6
70.1
76.3
76.6
71.2
74.2
73.8
75.3
78.3
68
65.7
71.2
73.9
69.8
81.7
78.1
69.9
5
71.5
63.3
64
71.8
64.4
64.7
67.7
71.1
76.8
77.9
74.4
72.6
66.7
72.1
64.4
65.2
63.5
64.9
67.4
77
77.9
75.9
83.1
6
65.3
64.3
67.2
73.4
64.1
63.7
72.2
73.2
66.1
73.7
64.8
67.5
70.5
73.1
69.7
68.3
65.8
68
67.8
79.1
72.5
73.7
67.7
7
67.9
63.2
71.3
71.9
68.9
69.2
70.5
71.2
75.4
78.2
74
73
75.6
76.4
71.4
76.5
63.9
64.6
65.5
64.9
77.4
76.9
82.2
8
68.9
66.8
67.1
72.6
65.7
68.5
72.2
67.3
78
77.2
72.4
77.8
74.2
72.7
72.2
66.4
63.5
70
67.6
72.3
74.5
75
72.2
9
64.5
65
67.3
67.7
70.5
68.5
78.5
79.2
70.3
77.8
68.2
69.5
66.5
63.5
65.7
63.8
63.4
68.5
66.1
70.2
78.2
75.5
72.2
Vf %
30
Average
40
68.5
Average
64.2
68
71.6
67.2
66.6
74.1
73
74.5
77.9
72.2
73.3
74.3
74.3
73.2
68.4
65.7
67.8
70.6
71.4
80.2
76.2
75.5
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
375
400
425
450
475
500
525
550
575
600
1
62.9
64.7
64.2
67.2
69.4
66.2
80
74.6
71.8
77.4
72.9
69.6
69
73.3
74.9
69.9
68.2
67.2
59.9
70.5
73.6
76.3
78.5
2
69.9
71
73.2
79.3
76.6
74.5
81.4
76.8
77
85.8
74.8
80.8
79.8
89.5
80.7
75.3
79.9
86.9
71.6
71.5
87.7
86.3
77.7
3
78.8
75.4
75.9
80.9
79
76.3
80
81
82.5
88.9
81.6
83.3
89.7
87
87.5
77.6
72.9
74.4
73.8
76.1
85.6
88.4
90.5
4
73.8
68.6
72.5
78.2
68.9
71.1
74.5
75.9
74.1
80.2
72.9
77.7
81.2
81
71.2
75.9
71.2
70.7
72.3
81.5
94.5
82.7
89.1
5
61.8
66.4
69.9
69.3
62.4
58.6
79.7
66.3
72.2
75.6
73.1
70.5
65.7
73.5
73.2
69.9
60.9
63.8
69.8
71.6
73.2
76.7
75.5
6
61.8
66.4
69.9
69.3
62.4
58.6
76.2
66.3
72.2
75.6
73.1
70.5
65.7
73.5
75.2
69.9
60.9
63.8
69.8
71.6
73.2
76.7
82.2
7
83
81.2
82.7
89.8
84.6
85.3
87.8
89.6
87.1
96.8
89
87
89.8
82.7
85.7
95.2
79.4
82
81.8
84.5
98.1
95.8
91.2
8
91.9
94.1
91.9
93.7
97.9
97.7
100
103
98.3
103
107
99.1
103
108
93.1
102
92
91.2
93.6
102
110
109
100
9
85
88.4
86
90.1
87.9
92.6
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
91.9
Average
74.3
75.1
76.2
79.8
76.6
78.8
83.5
80.8
80.6
87
81.5
81.5
82.3
86.4
81.9
80.4
74.4
76.2
75.6
79.8
88.7
88
86.1
TSU
105
110
109
109
110
114
117
117
116
119
121
119
118
119
122
118
116
115
115
118
121
122
123
50
Average
117
122
123