SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI PASOK KARET ALAM DENGAN PENDEKATAN GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (STUDI KASUS DI PT. CONDONG GARUT)
SKRIPSI
DANIEL SAPUTRA F34080019
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
DECISION SUPPORT SYSTEM FOR NATURAL RUBBER SUPPLY CHAIN MANAGEMENT WITH GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE APPROACH (CASE STUDY IN PT. CONDONG GARUT)
Marimin, M. Arif Darmawan and Daniel Saputra Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculture Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 251 8624622, email:
[email protected]
ABSTRACT The ability to make decisions quickly and accurately will be a key to success in global competition in the future. Integration of hardware, software, and processes are necessary to produce a decision support system (DSS) is focused on helping executives to make decisions. Demand of natural rubber in Indonesia, from year to year continues to increase with increasing human needs for equipmentthat is elastic and not easily broken. One of the largest natural rubber agroindustry is PT. XYZ located in the southern coastal area Garut, West Java. The sources of Indonesia’s economy is derived from export and import activities,one of them is the export of natural rubber. Economic growth in the natural rubber agroindustry is expected to care for the environment. Economic growth refers to the environmental conditions expected to create sustainable development that can be implemented in the long term. These conditions make the company should be able to improve its supply chain management for the entire business process can run well. The main objective of this research is to design and develop web-based decision-making systems that can provide the output as a solution to existing problems and efforts to improve the supply chain so that the natural rubber agroindusty can grow and increase profits. The need for a system that can assist in decision-making process to improve the performance of the agro-natural rubber, charged with designing an application program called Agrogreenrubber. This system provides a variety of models and decision alternatives, which are the prospective product model selection, the potential costumer model selection, strategy model selection to choose the best plasma, and the company's performance measurement model. The approach used to process and analyze data that is MPE method, AHP, and AHP GSCOR. Keywords : decision support system, natural rubber, AHP-GSCOR
DANIEL SAPUTRA. F34080019. Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Karet Alam dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference (Studi Kasus Di PT. Condong Garut). Dibawah bimbingan Marimin dan M. Arif Darmawan. 2012.
RINGKASAN Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, salah satu sentra tanaman karet yang cukup besar berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sekitar kurang lebih 95 km dari Ibu Kota Garut, dengan ketinggian 600-800 meter dari permukaan laut, terdapat suatu perusahaan swasta yang memiliki total luas areal perkebunan karet seluas 2,741.81 Ha. Selain mempunyai perkebunan karet, perusahaan ini mempunyai beberapa pabrik pengolahan karet yang berdekatan dengan perkebunan karet. Setiap hari di perkebunan karet terjadi proses pemanenan lateks dimana hasil dari pemanenan ini akan dikirim ke pabrik pengolahan karet. Lateks yang telah diterima pabrik akan ditransformasikan menjadi beberapa produk-produk turunan karet alam yang berkualitas, seperti Ribbed Smoked Sheet dan Brown Crepe. Namun pada kenyataannya, produktivitas lahan karet pada perkebunan ini mulai mengalami penurunan sehingga mutu lateks yang dihasilkan juga kurang memuaskan. Salah satu penyebab utama permasalahan ini adalah pengelolaan perkebunan karet yang seadanya, misalnya perawatan tanaman yang utama seperti pemupukan dan pemberantasan gulma jarang dilakukan. Selain itu, klon-klon baru yang memiliki produktivitas lateks tinggi banyak yang tidak dikenali. Produktivitas perkebunan karet yang rendah juga dapat disebabkan oleh kualitas bibit yang rendah, pemanfaatan lahan perkebunan yang tidak optimal, dan pemeliharaan tanaman yang buruk. Jika dibiarkan semakin lama permasalahan ini, dikhawatirkan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan juga menurun. Penurunan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan dapat menurunkan keuntungan perusahaan karena jumlah produk yang berkualitas yang akan ditawarkan kepada konsumen pun terbatas. Padahal, produktivitas lateks yang menurun bukan menjadi suatu alasan keterbatasan pemasukan perusahaan, karena perusahaan dapat memaksimalkan proses produksi untuk menghasilkan produk prospektif sehingga pemilihan konsumen yang potensial untuk membeli produk berkualitas dengan kuantitas yang banyak dapat ditentukan. Dalam mengatasi keterbatasan pemasukan perusahaan atas masalah-masalah yang ada dalam agroindustri karet, para pengambil keputusan dihadapkan pada penentuan bagaimana keputusankeputusan yang rasional harus diambil dan menentukan pilihan yang tepat dan akurat secara cepat. Sistem penunjang keputusan merupakan bentuk evolusi dari pengolahan data elektronik dan sistem informasi manajemen yang berfokus untuk membantu manajemen puncak dan eksekutif mengambil keputusan dan bertumpu pada fleksibilitas, adaptabilitas, dan jawaban yang cepat, yang dapat dikendalikan oleh pengguna (Suryadi dan Ramdhani 1998). Sistem penunjang keputusan pada penelitian ini juga dapat membantu para pengambil keputusan untuk memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh. Selain sistem sudah dilengkapi dengan model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan, pengembangan sistem ini juga dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir sehingga pengukuran terhadap rantai pasok pun dapat diukur. Metodologi penelitian ini terdiri dari analisis kebutuhan sistem, formulasi permasalahan, dan identifikasi sistem. Sementara, tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan data dan informasi dengan melakukan observasi dan wawancara dengan pakar, mengolah dan menganalisis data, mengembangkan sistem, menguji, dan mengevaluasi model. Data yang digunakan untuk
memilih produk prospektif, konsumen potensial, penentuan strategi pemilihan plasma unggul (petani kebun karet) merupakan data-data yang telah ditentukan oleh pakar dari hasil wawancara. Sementara data yang digunakan untuk menentukan nilai metrik kinerja dalam pengukuran merupakan data-data yang diperoleh dari pustaka yang menjadi faktor peningkatan performa dan pengembangan perusahaan. Agrogreenrubber merupakan sebuah sistem penunjang keputusan berbasis web yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan menyajikan berbagai model dan alternatif keputusan, yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan konsumen potensial, model strategi pemilihan pemilihan plasma terbaik, dan model pengukuran kinerja perusahaan. Model-model dalam Agrogreenrubber merupakan representasi terhadap permasalahan nyata di PT. Condong Garut. Model pemilihan produk prospektif dan model pemilihan konsumen potensial dianalisis dengan pendekatan metode perbandingan eksponensial (MPE). Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul dianalisis dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Sementara untuk menentukan nilai metrik kinerja dalam model pengukuran kinerja perusahaan, dilakukan pembobotan dengan menggunakan pendekatan GSCOR yang dikombinasikan dengan AHP. Hasil keluaran pada model pemilihan produk prospektif menghasilkan bahwa produk terbaik untuk diproduksi adalah Ribbed Smoked Sheet kualitas 1. Namun mengingat sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia yang menanganinya masih terbatas, maka diharapkan perusahaan mampu menyesuaikannya sehingga dapat tercapai produktivitas optimal dan keuntungan yang maksimal. Sementara pada model pemilihan konsumen potensial menyimpulkan bahwa konsumen terbaik untuk memasarkan produk olahan karet alam adalah WTP. Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul menghasilkan alternatif-alternatif yang dapat mewakili penilaian perusahaan inti terhadap plasma sebagai mitra perusahaan dalam memelihara kebun karet dan menghasilkan lateks. Alternatif-altenatif tersebut diperoleh melalui pembobotan AHP berdasarkan faktor-faktor kunci yang membuat suatu plasma unggul. Alternatif dengan bobot terbesar yaitu merawat, memanen dan menyaring lateks sesuai prosedur dengan bobot 0.420, menjadi hal terpenting dalam menilai keunggulan suatu plasma. Pengukuran kinerja perusahaan dalam model keempat didasarkan kepada semua aspek metrik kinerja yang yang diperoleh melalui pembobotan AHP. Hasil akhir yang diperoleh berdasarkan tabel pengukuran kinerja yaitu kinerja rantai pasok perusahaan terbaik. Keluaran rekomendasi dari sistem menunjukkan perbaikan pada aspek yang bernilai kurang dan cukup. Saran dalam penelitian ini adalah perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran kinerja rantai pasok karet dengan pendekatan GSCOR sehingga penilaian kinerja dapat dilakukan secara menyeluruh dan terperinci. Selain itu, sebaiknya diadakan pengukuran kinerja dari para mitra plasma sehingga hasil yang keluar terlihat lebih nyata.
Daniel Saputra. F34080019. Decision Support System For Natural Rubber Supply Chain Management with Green Supply Chain Operations Reference Approach (Case Study In PT. Condong Garut). Supervised by Marimin and M. Arif Darmawan. 2012.
SUMMARY Natural rubber is one of the important agricultural commodity for Indonesia and international scope. In Indonesia, especially in Java, one of the biggest industry of rubber was located in Kabupaten Garut, West Java. Approximately less than 95 km from the capital city of Garut, with a height of 600800 meters above sea level, there is a private company that has a total area of 2.741,81 hectares of rubber plantation area. Besides having a rubber plantation, the company has several rubber processing plant adjacent to the rubber plantations. Every day in the process of harvesting rubber latex in which the results of the harvest will be sent to a processing plant rubber. Latex has received factory will be transformed into a number of derivative products quality natural rubber, such as Ribbed Smoked Sheet and Brown Crepe. But in reality, the rubber plantation land productivity is on the decline so that the quality of the resulting latex was also less than satisfactory. One of the main problems is the management of the crude rubber plantation, such as the main treatment plant fertilization and weed eradication is rarely done. In addition, new clones, which have much higher productivity latex unrecognized. Low productivity of rubber plantations can also be caused by low quality seeds, farm land use that is not optimal, and poor maintenance of plants. If left longer the issue, it is feared the quality and quantity of the product also decreased. Decline in the quality and quantity of the product can reduce corporate profits as the number of high quality products that will be offered to consumers is limited. In fact, productivity declined latex not be a reason for the limitations of the company's revenue, since the company can maximize the production process so as to produce elections prospective potential consumers to buy quality products with a lot quantity can be determined. In addressing the limitations of the company's revenue for the problems that exist in the agrorubber, decision makers are faced with determining how rational decisions to be taken and make the right choice quickly and accurately. Decision support system is a form of evolution of electronic data processing and information management systems that are focused on helping top management and executives make decisions and rely on the flexibility, adaptability and rapid response, which can be controlled by the user (Suryadi and Ramdhani 1998). Decision support systems in this study can also help decision-makers to choose alternatives such decisions result of processing the information obtained. In addition the system is equipped with a selection of models that are representative of the problems that exist in the company, the development of this system is also integrated with supply chain management to facilitate any information and products, ranging from suppliers to consumers, in order to create a relationship orderly from upstream to downstream so that the measurement of the supply chain can be measured. The methodology of this research consists of the analysis of system requirements, formulation issues, and identification systems. Meanwhile, conducted the research stages of data collection and information by observation and interviews with experts, process and analyze data, develop systems, test, and evaluate the model. The data used to select prospective products, potential customers, determining the selection strategy superior plasma is the data that has been determined by experts from the interview. While the data used to determine the value of performance metrics in the measurement data are obtained from the literature that factor into increased performance and development company.
Agrogreenrubber is a web-based decision support system that is expected to address the problems that exist in the company by presenting various models and decision alternatives, ie prospective model of product selection, model selection of potential consumers, the model selection strategy selection of the best plasma, and performance measurement model. The models in Agrogreenrubber a representation of the real problems in the PT. Condong Garut. Model selection and model selection of products prospective potential customers analyzed by comparative method exponential approach. Model the strategy of winning elections plasma were analyzed by the method of Analytical Hierarchy Process. While the selection of performance metrics to determine the performance measurement model, weighted by GSCOR approach combined with AHP. The output on the model selection of prospective yield products that are manufactured products for Ribbed Smoked Sheet 1. However, given the infrastructure and human resources to handle is still limited, it is expected that the company is able to adjust so as to achieve optimum productivity and profitability are maximized. While the model concluded that the selection of potential consumers for marketing consumer products processed natural rubber is WTP. Model the plasma selection strategy produces superior alternatives that can represent the core of the assessment of plasma as a corporate partner in maintaining and producing rubber latex. Alternative-alternative obtained through AHP weighting based on the key factors that make a superior plasma. Alternative with the greatest weight is caring for, harvesting and filtering procedures latex suit with weights 0.420, became the most important in assessing the advantages of a plasma. Measuring the performance of the company in the fourth model is based on all aspects of the performance metrics obtained through AHP weighting. The final results were obtained by chart performance measurement is the best company supply chain performance. The output of the system shows improvement recommendations on aspects that are less valuable and fairly. Suggestions in this study is the need to further research on the measurement of the performance of the supply chain so that rubber GSCOR approach to performance assessment be thorough and detailed. In addition, performance measurement should be held from the plasma so that the partners who came out to look more real.
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI PASOK KARET ALAM DENGAN PENDEKATAN GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (STUDI KASUS DI PT. CONDONG GARUT)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh DANIEL SAPUTRA F34080019
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
JUDUL : SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI PASOK KARET ALAM DENGAN PENDEKATAN GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (STUDI KASUS DI PT. CONDONG GARUT) Nama : Daniel Saputra NRP : F34080019
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.) NIP: 196109051986091001
(M. Arif Darmawan, S.TP, M.T.) NIP: 197510262009121001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903.2.001
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul adalah Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Karet Alam Dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference (Studi Kasus Di PT. Condong Garut) hasil karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012 Yang membuat pernyataan
Daniel Saputra F34080019
© Hak cipta milik Daniel Saputra, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 15 Agustus 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Endang Sapta dan Ibu Anastasia Sri Purwanti. Pendidikan formal yang ditempuh penulis di SD Budi Mulia Bogor pada tahun 1996-2002, SLTP Budi Mulia Bogor 20022005, dan SMA Negeri 2 Bogor pada tahun 2005-2008. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) angkatan 45. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan non-akademik ekstrakampus di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri IPB (HIMALOGIN). Di luar kampus penulis aktif dalam sebuah komunitas SAP di Bogor yang bernama SAP INTERFACE. Penulis sampai saat ini masih aktif di komunitas tersebut dan sering terlibat dalam acara pelatihan-pelatihan pada komunitas tersebut sebagai Asisten Training SAP. Pada Tahun 2011 penulis juga pernah mengikuti kegiatan program praktik lapang di PT. Indokarlo Perkasa. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Karet Alam Dengan Pendekatan Green Suplly Chain Operations Reference (Studi Kasus Di PT. Condong Garut)” untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc dan M. Arif Darmawan, S.TP, M.T.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference (Studi Kasus Di PT. Condong Garut). Penelitian pada skripsi ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2012. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. sebagai dosen pembimbing utama. 2. M. Arif Darmawan, S.TP, M.T. atas saran dan bantuan moril yang diberikan selaku dosen pembimbing pendamping. 3. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberikan banyak masukan untuk skripsi ini. 4. PT. Condong Garut dan Balai Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan pengambilan data untuk kepentingan penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh kepala bagian, staf dan koordinator lapangan PT. Condong Garut atas pengetahuan, informasi, dan masukan yang diberikan seputar agroindustri karet alam. 6. Ir. Dadang Suparto, MS, Dr. Ir. Uhendi Haris, MSi, dan Bapak Yanto selaku narasumber terkait kegiatan wawancara dalam penelitian ini, yang turut memberikan banyak pengetahuan pada penulis. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang industri karet Indonesia.
Bogor, Desember 2012 Daniel Saputra
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................... iii DAFTAR TABEL........................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix DAFTAR ISTILAH ..........................................................................................x I. PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................1 1.2 TUJUAN PENELITIAN .........................................................................3 1.3 RUANG LINGKUP ................................................................................3 1.4 MANFAAT PENELITIAN .....................................................................3 II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................4 2.1 KARET ...................................................................................................4 2.2 BUDIDAYA KARET ALAM.................................................................6 2.3 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI KARET ALAM ..........................8 2.4 MANAJEMEN RANTAI PASOK........................................................11 2.5 PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK....................................13 2.6 SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE....................................14 2.7 GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE......................16 2.8 VALUE STREAM MAPPING ................................................................17 2.9 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN................................................19 2.10 ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS................................................20 2.11 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL ...............................21 2.12 WWW (WORLD WIDE WEB)..............................................................22 2.13 PENELITIAN TERDAHULU ..............................................................23 III. METODE PENELITIAN................................................................................24 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN....................................................................24 3.2 PENDEKATAN SISTEM .......................................................................26 3.2.1 ANALISIS KEBUTUHAN ............................................................27 3.2.2 FORMULASI PERMASALAHAN ...............................................27 3.2.3 IDENTIFIKASI SISTEM...............................................................28 3.3 TATA LAKSANA...................................................................................29 3.3.1 PENGUMPULAN DATA ............................................................29 3.3.2 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA ..................................30 3.3.3 PENGEMBANGAN SISTEM......................................................30
iv
Halaman IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ......................................................32 4.1 SEJARAH PERUSAHAAN ....................................................................32 4.2 VISI DAN MISI PERUSAHAAN...........................................................32 4.3 LOKASI PABRIK ...................................................................................33 4.4 HAK GUNA USAHA..............................................................................33 4.5 KOMODITAS PRODUK ........................................................................33 4.6 KETENAGAKERJAAN..........................................................................33 4.7 FASILITAS PERUSAHAAN..................................................................34 4.8 MANAJEMEN LINGKUNGAN.............................................................35 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................36 5.1 PEMODELAN SISTEM..........................................................................36 5.1.1 KONFIGURASI SITEM ...............................................................36 5.1.2 DIAGRAM ALIRAN DATA ........................................................40 5.1.3 DIAGRAM HUBUNGAN ENTITAS...........................................42 5.2 IDENTIFIKASI RANTAI PASOKAN KARET ALAM ........................43 5.2.1 ANGGOTA RANTAI PASOK ......................................................44 5.2.2 AKTIVITAS ANGGOTA RANTAI PASOK................................45 5.2.3 SISTEM TRANSAKSI ..................................................................45 5.2.4 KEMITRAAN DALAM RANTAI PASOK ..................................46 5.2.5 RESIKO RANTAI PASOK ...........................................................47 5.3 GREEN MAP RANTAI PASOK RIBBED SMOKED SHEET ................47 5.3.1 ANALISIS SEVEN GREEN WASTES............................................47 5.3.2 GREEN STREAM MAP ..................................................................50 5.4 IMPLEMENTASI SISTEM PERANGKAT LUNAK ............................53 5.4.1 MODEL PEMILIHAN PRODUK PROSPEKTIF.........................56 5.4.2 MODEL PEMILIHAN KONSUMEN POTENSIAL ....................58 5.4.3 MODEL PENENTUAN STRATEGI PEMILIHAN PLASMA UNGGUL ......................................................................59 5.4.4 MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK .............62 5.5 VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL...............................................69 5.5.1 VERIFIKASI..................................................................................71 5.5.2 VALIDASI .....................................................................................73 5.6 IMPLIKASI MANAJERIAL...................................................................73 VI. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................75 6.1 KESIMPULAN........................................................................................75 6.2 SARAN ....................................................................................................76 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................77 LAMPIRAN....................................................................................................79 v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14.
Halaman Kandungan zat-zat dalam lateks segar dan yang dikeringkan ............................................ 5 Komposisi kayu bakar ........................................................................................................ 5 Perkiraan kebutuhan pupuk PT. Condong Garut tahun 2012 ............................................. 7 Kebutuhan material penunjang budidaya karet ................................................................. 7 Jarak lokasi afdeling ke pabrik pengolahan........................................................................ 8 Atribut performa manajemen rantai pasokan beserta metrik performa ............................. 16 Skala perbandingan berpasangan ....................................................................................... 21 Daftar Gas Rumah Kaca (GRK) dan GWP ........................................................................ 48 Hasil analisis seven green wastes pada proses budidaya.................................................... 49 Hasil analisis seven green wastes produksi ribbed smoked sheet....................................... 49 Skala penilaian pada MPE.................................................................................................. 56 Metrik level 1 dan atribut performa SCOR ........................................................................ 65 Metrik level 1 dan atribut performa GSCOR ..................................................................... 66 Kisaran nilai yang diberikan sistem pada tabel pengukuran kinerja .................................. 74
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Diagram alir proses produksi Ribbed Smoked Sheet ....................................................... 9 Gambar 2. Diagram alir proses produksi Brown Crepe .................................................................... 10 Gambar 3. Brown Crepe yang telah dibentuk dalam bandela ........................................................... 11 Gambar 4. Struktur manajemen rantai pasok .................................................................................... 12 Gambar 5. Struktur model SCOR...................................................................................................... 15 Gambar 6. Struktur model GSCOR................................................................................................... 17 Gambar 7. Lambang pada peta value stream .................................................................................... 18 Gambar 8. Contoh peta value stream current state ........................................................................... 19 Gambar 9. Contoh peta value stream future state ............................................................................. 19 Gambar 10. Struktur dasar SPK .......................................................................................................... 20 Gambar 11. Diagram alir kerangka berpikir........................................................................................ 25 Gambar 12. Tahapan pendekatan sistem ............................................................................................. 26 Gambar 13. Diagram lingkar sebab akibat .......................................................................................... 28 Gambar 14. Diagram input output....................................................................................................... 29 Gambar 15. Konfigurasi SPK rantai pasok karet alam........................................................................ 36 Gambar 16. Diagram alir deskripsi model produk prospektif ............................................................. 38 Gambar 17. Diagram alir deskripsi model pemilihan konsumen potensial ......................................... 38 Gambar 18. Diagram alir deskripsi model strategi pemilihan plasma unggul..................................... 39 Gambar 19. Diagram alir deskripsi model pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan.................... 40 Gambar 20. DFD level 0 ..................................................................................................................... 41 Gambar 21. DFD level 1 ..................................................................................................................... 41 Gambar 22. DFD level 2 ..................................................................................................................... 42 Gambar 23. Diagram ER..................................................................................................................... 42 Gambar 24. Pola aliran rantai pasokan karet alam .............................................................................. 43 Gambar 25. Area perkebunan karet PT. Condong Garut .................................................................... 46 Gambar 26. Current-state green stream map rantai pasok ribbed smoked sheet ................................ 51 Gambar 27.Tampilan halaman beranda pada sistem ........................................................................... 54 Gambar 28. Tampilan halaman perusahaan pada sistem..................................................................... 54 Gambar 29. Tampilan menu login untuk menuju halaman pemilihan model pada sistem.................. 55 Gambar 30. Tampilan menu pemilihan model pada sitem .................................................................. 55 Gambar 31. Tampilan halaman model I (before process) ................................................................... 56 Gambar 32. Tampilan halaman model I (after process)...................................................................... 57 Gambar 33. Tampilan halaman model II (before process).................................................................. 58 Gambar 34. Tampilan halaman model II (after process) .................................................................... 59 Gambar 35. Hierarki model pemilihan plasma unggul........................................................................ 60 Gambar 36. Tampilan model III pada menu pemilihan model............................................................ 60 Gambar 37. Penyusunan hierarki pada Expert Choice ........................................................................ 61 Gambar 38. Pengisian bobot pada Expert Choice ............................................................................... 61 Gambar 39. Hasil pembobotan hierarki pada Expert Choice .............................................................. 61 Gambar 40. Hierarki model pemilihan plasma unggul dengan bobot di setiap levelnya .................... 62 Gambar 41. Bobot akhir hasil analisis dengan pendekatan AHP metrik kinerja rantai pasok ............ 67
vii
Halaman Gambar 42. Tampilan model IV pada sistem...................................................................................... 68 Gambar 43. Tampilan halaman pengukuran kinerja rantai pasok pada sistem.................................... 69 Gambar 44. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan produk prospektif................................. 70 Gambar 45. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan konsumen potensial ............................. 71 Gambar 46. Tampilan I output model pengukuran kinerja perusahaan............................................... 71 Gambar 47. Tampilan II output model pengukuran kinerja perusahaan. ............................................ 72 Gambar 48. Notifikasi yang muncul jika nilai input berada diluar range............................................ 72
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Agrogreenrubber melalui localhost.......................................................................................................... 80 Lampiran 2. Hasil rekapan kuesioner dengan pakar ......................................................................... 81 Lampiran 3. Data produksi dan pembelian karet di PT. Condong Garut .......................................... 83 Lampiran 4. Standar mutu lateks pekat ............................................................................................. 84 Lampiran 5. Kuesioner AHP strategi pemilihan plasma unggul ....................................................... 85 Lampiran 6. Kuesioner AHP strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam dengan pendekatan GSCOR....................................................................... 89
ix
DAFTAR ISTILAH
Afdeling : Area wilayah perkebunan. Sebuah perkebunan biasanya memiliki beberapa afdeling. Analytical Hierarchy Process (AHP) : Merupakan model pendukung keputusan yang digunakan untuk menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria kompleks menjadi hirarki. Antikoagulan : Bahan anti pengental yang digunakan untuk mencegah lateks cepat menggumpal. Biodiversitas : Keanekaragaman hayati yang mencakup semua bentuk kehidupan hewan, tumbuhan, mikroorganisme, ekosistem, dan proses-proses ekologi. Brown crepe : Merupakan jenis produk karet yang terbuat dari koagulum alam seperti lump mangkok, lump tanah, dan sisa-sisa gumpalan yang di melekat pada dinding bak pengumpul lateks. Current state map : Peta yang menggambarkan kondisi yang terjadi saat ini. Dampak lingkungan (Environmental Impact) : Dampak yang ditimbulkan akibat proses kegiatan yang dilakukan. Penilaian dampak lingkungan dilakukan berdasarkan empat jenis sumber limbah, yaitu penggunaan air, emisi yang dihasilkan, limbah padat dan limbah pada lingkungan yang dihasilkan. Emisi : Zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkann ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Future state map : Peta yang menggambarkan kondisi yang terjadi dimasa mendatang setelah terjadi perbaikan. Green productivity : Suatu bentuk strategi pendekatan produktivitas dan pencapaian lingkungan secara keseluruhan yang berlandaskan pada pengembangan sosial ekonomi, yang dapat meminimasi kegiatan pemborosan. Green Supply Chain Management (GSCM) : sebagai fungsi pembelian termasuk pengurangan, daur ulang, penggunaan kembali, dan substitusi bahan baku. Green Supply Chain Operations Reference (GSCOR) : merupakan modifikasi dari model Supply Chain Operations Reference (SCOR) dan manajemen rantai pasok yang dibangun dengan memasukkan unsur-unsur sistem manajemen lingkungan. Green value stream map : Peta aliran material yang menggambarkan aliran penggunaan tujuh bahan sumber pembangkit limbah dalam suatu proses kegiatan.
x
Kadar Karet Kering (KKK) : Kandungan padatan karet per satuan berat. KKK lateks atau bekuan sangat penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan sebagai pedoman penentuan harga juga merupakan standar dalam pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS, TPC dan lateks pekat. Lateks kebun mutu I biasanya memiliki nilai kadar karet kering 28% dan lateks kebun mutu 2 memiliki kadar karet kering 20%. Klon tanaman : Jenis-jenis tanaman yang memiliki sifat-sifat menguntungkan. Lateks : Getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan banyak tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas. Lumb : Bahan olah karet yang berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Manajemen rantai pasok : merupakan integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanaan, pengubahan barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman kepada pelanggan. Measurement : merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur atau memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) : salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Pembibitan : Proses kegiatan budidaya karet alam, yang terdiri atas keseluruhan kegiatan, mulai dari proses seleksi biji, pengecambahan, penyemaian, dan okulasi. Pengukuran kinerja :membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Penyadapan : Kegiatan pokok dari usaha perkebunan karet, yang bertujuan membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Penyemaian : Proses kegiatan yang dilakukan untuk membesarkan bibit karet setelah melalui proses pengecambahan. Perawatan TBM/TM : Salah satu bagian dari proses kegiatan budidaya karet alam, yang meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan. Proses budidaya karet alam : Proses kegiatan yang meliputi kegiatan pembibitan, perawatan TBM, perawatan TM, pemanenan, penyaringan, dan pengiriman hasil panen (shipping). Rantai pasok : jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama. Ribbed Smoked Sheet (RSS) : Jenis produk karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
xi
Seven green wastes : Tujuh jenis sumber pembangkit limbah, yang terdiri atas pemakaian energi, air, material, sampah, transportasi, emisi, dan biodiversitas. Shipping : Pengiriman hasil pemanenan lateks, yang pengangkut yang berisi tangki penampungan lateks.
dilakukan dengan menggunakan truk
Sistem Penunjang Keputusan : bentuk evolusi dari pengolahan data elektronik (PDE) dan sistem informasi manajemen (SIM) yang berfokus untuk membantu manajemen puncak dan eksekutif mengambil keputusan dan bertumpu pada fleksibilitas, adaptabilitas, dan jawaban yang cepat, yang dapat dikendalikan oleh pengguna. Standard Indonesian Rubber (SIR) : Standar dasar yang dijadikan acuan pada penentuan jenis produk karet di Indonesia. Supply Chain Operations Reference (SCOR) : suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan sebagai alat diagnosa Supply Chain Management yang digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan pihak-pihak ayng terlibat di dalamnya. Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) : Lokasi tempat pengumpulan lateks sementara. Web : jaringan informasi yang menggunakan protocol HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) dan FTP (File Transfer Protocol), dimana sumberdaya-sumberdaya yang berguna diidentifikasi oleh pengenal global berupa alamat URL (Uniform Resource Locator).
xii
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara. Hal ini terbukti dengan besarnya jumlah devisa yang dihasilkan dari perkebunan karet. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal puluhan atau ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh rakyat dan swasta. Tanaman karet tergolong mudah diusahakan pada kondisi wilayah yang beriklim tropis. Di wilayah negara Indonesia, karet dapat tumbuh baik dan menghasilkan lateks hampir di semua daerah, termasuk daerah yang kurang subur. Hal ini yang menyebabkan banyak rakyat yang berlomba-lomba membuka lahan untuk dijadikan perkebunan karet. Disisi lain, banyak petani karet di Indonesia yang tidak tahu atau kurang mengerti tentang budidaya tanaman karet dengan baik. Perawatan tanaman yang utama seperti pemupukan dan pemberantasan gulma jarang dilakukan. Selain itu, klon-klon baru yang memiliki produktivitas lateks tinggi banyak yang tidak dikenali (Paimin dan Nazaruddin 1998). Salah satu sentra tanaman karet yang cukup besar di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanaman karet merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan di daerah Garut. Hal ini dikarenakan oleh kondisi alam Kabupaten Garut yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang baik pada daerah tersebut. Kondisi lingkungan sumber daya alam Kabupaten Garut dengan daya dukung agroklimat yang cukup baik, sangat mendukung untuk dilakukan penerapan metode peningkatan produksi produk olahan karet baik dari kualitas maupun kuantitas. Indonesia merupakan negara kedua terbesar penghasil karet alam dunia (sekitar 28% dari produksi karet dunia ditahun 2010), sedikit di belakang Thailand (sekitar 30%). Dimasa mendatang permintaan produk karet alam dan karet sintetik masih cukup signifikan, karena didorong oleh pertumbuhan industri otomotif yang tentunya memerlukan produk ban yang berbahan baku karet sintetik dan karet alam. Harga karet sintetik yang terbuat dari minyak bumi akan sangat berfluktuasi terhadap perubahan harga minyak dunia. Demikian pula dengan harga karet alam yang akan tergantung pada harga minyak dunia oleh karena karet alam dan karet sintetik adalah barang yang saling melengkapi (complementary goods). Sebagian besar produksi karet di Indonesia dihasilkan oleh pengusaha kecil (sekitar 80% dari total produksi nasional). Perusahaan swasta dan pemerintah masing-masing menghasilkan produksi sekitar 10% dari total produksi nasional. Sebagian besar produsen yang merupakan pengusaha kecil rata-rata memiliki lahan yang tergolong kecil dan masih menggunakan cara berkebun secara tradisional. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas kebun yang diolah oleh pengusaha kecil dan berdampak pada profitabilitas dari rantai nilai perkebunan secara keseluruhan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia (2011), total luas perkebunan karet di Indonesia hingga tahun 2011 mencapai 3,450,144 hektar, yang merupakan luas areal terluas di dunia. Malaysia dan Thailand yang merupakan pesaing utama Indonesia memiliki luas lahan yang jauh di bawah jumlah tersebut. Sayangnya luas areal perkebunan karet yang luas ini tidak diimbangi dengan produktivitas dan pengelolaan yang baik. Produktivitas lahan karet di Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet yang dihasilkan juga kurang memuaskan. Salah satu penyebab utama
1
permasalahan ini adalah pengelolaan perkebunan karet yang seadanya. Hanya beberapa perkebunan besar milik negara dan beberapa perkebunan swasta yang memiliki tingkat pengelolaan cukup baik (Tim Penulis 2007). Ini memperlihatkan kurang efisiennya pengolahan karet di Indonesia selama ini dimana pengolahan karet tersebut hampir seluruhnya (sekitar 95 %) ditujukan untuk pasar ekspor. Negara tujuan ekspor karet alam Indonesia dari tahun ke tahun cenderung bertambah luas, dan kini sudah mencapai 166 negara. Dari sebanyak 166 negara tujuan ekspor karet alam Indonesia tersebut terdapat beberapa negara pengimpor terbesar antara lain AS, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, Jerman, Kanada, Belgia dan Perancis. Indonesia memiliki produktivitas karet yang lebih rendah yaitu sekitar 50% dari produktivitas karet India. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia memiliki produktivitas lebih rendah sekitar 30-40% dibandingkan Thailand, Vietnam, atau Malaysia. Disamping itu, peran pengusaha kecil di negara-negara lain lebih besar daripada Indonesia. Produktivitas perkebunan karet yang rendah di Indonesia disebabkan oleh kualitas bibit yang rendah, pemanfaatan lahan perkebunan yang tidak optimal, dan pemeliharaan tanaman yang buruk. Jika permasalahan ini dibiarkan semakin lama, dikhawatirkan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan akan terus menurun. Penurunan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan dapat menurunkan keuntungan perusahaan karena jumlah produk yang berkualitas yang akan ditawarkan kepada konsumen pun terbatas. Padahal, produktivitas lateks yang menurun bukan menjadi suatu alasan keterbatasan pemasukan perusahaan, karena perusahaan dapat memaksimalkan proses produksi untuk menghasilkan produk unggulan sehingga dapat ditentukan konsumen yang potensial untuk membeli produk berkualitas dengan kuantitas yang banyak. Seiring dengan meningkatnya isu akan besarnya dampak lingkungan yang dihasilkan pada proses kegiatan industri, diperlukan suatu bentuk pendekatan yang mengedepankan pentingnya aspek lingkungan dalam pelaksanaan proses kegiatan industri yang dilakukan. Pendekatan yang dilakukan harus turut memperhitungkan hubungan antara kegiatan ekonomi dan aspek dampak lingkungan yang terjadi melalui proses kegiatan eksploitasi, produksi, dan konsumsi berbagai jenis sumber daya alam yang berdampak pada dihasilkannya limbah. Pertumbuhan ekonomi yang berlebihan tidak hanya menghasilkan kelangkaan sumberdaya, tetapi juga menghasilkan polutan yang melebihi batas kapasitas toleransi lingkungan alam, yang turut dapat menurunkan kualitas dari sistem pendukung kehidupan. Kebijakan ekonomi saat ini yang hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini telah mengakibatkan kerugian berupa dampak lingkungan yang tidak dapat diubah. Tujuan eksploitasi perusahaan yang mengedepankan keuntungan jangka pendek menjadikan perusahaan melihat aspek perlindungan lingkungan sebagai hambatan dalam kegiatan eksploitasi yang dilakukan perusahaan. Kebutuhan penggunaan sumber daya yang efisien dan kebijakan serta perilaku lingkungan perusahaan yang ramah lingkungan kini telah diakui di seluruh dunia.Menurut Saxena et al. (2003) menyatakan bahwa kinerja suatu perusahaan tidak lagi dapat dievaluasi berdasarkan parameter ekonomi saja, karena saat ini kinerja perusahaan juga harus terintegrasi dengan kinerja lingkungan. Salah satu yang berkaitan dengan aspek lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan dimana konsep ini muncul seiring dengan kesadaran manusia terhadap lingkungan. Menurut Setiawan et al. (2011) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi menyangga kehidupan sehingga daya dukung lingkungan semakin hari semakin berkurang sedangkan pencemaran cenderung meningkat. Oleh karena itu, aspek lingkungan sangat diperlukan dalam industri karet alam. Cemaran yang dihasilkan dari industri karet alam adalah cemaran dari limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Selain kondisi lingkungan, sumber daya alam, dan peran pemerintah
2
yang mendukung kelangsungan industri karet alam, manajemen rantai pasokan pun perlu ditingkatkan agar seluruh proses bisnis berjalan dengan baik. Dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas karet alam dibutuhkan strategi dan kinerja yang efektif dari aliran rantai pasokan industri tersebut. Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri karet alam. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalahmasalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem penunjang keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasiinformasi yang diperoleh. Sistem ini dilengkapi dengan model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Pengembangan sistem ini dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir.
1.2
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang dan mengembangkan suatu sistem penunjang keputusan berbasis web yang dapat memberikan keluaran sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada serta sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan sehingga agroindustri karet alam dapat berkembang lebih baik, sedangkan tujuan antara dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi mekanisme rantai pasok karet alam di PT. Condong Garut dan menganalisis seven green wastes pada rantai pasok Ribbed Smoked Sheet. 2. Mengembangkan model pengambilan keputusan yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan keuntungan. 3. Memberikan informasi mengenai budidaya dan teknologi pengolahan karet alam, yang dapat diakses dengan mudah oleh para pengguna kapan pun dan dimana pun.
1.3
Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan di PT. Condong Garut, Garut, Jawa Barat sebagai chain member utama dengan mengkaji manajemen rantai pasokan karet alam mengenai anggota dan aktivitas masingmasing rantai pasok serta green stream map rantai pasok Ribbed Smoked Sheet. Ruang lingkup penelitian ini adalah perancangan dan pengembangan sistem sebagai fasilitas yang diperuntukkan bagi perusahaan dalam mengambil keputusan mengenai aspek-aspek yang menjadi kendala dalam mengembangkan perusahaan, mencakup pemilihan produk psopektif, pemilihan konsumen potensial, strategi pemilihan plasma unggul, dan model pengukuran kinerja perusahaan yang mampu memberikan rekomendasi perbaikan. Rangakaian kegiatan agroindustri karet alam yang dikaji lebih dalam yaitu mulai dari pembibitan biji karet, pemeliharaan dan perawatan tanaman karet, pemanenan lateks, dan produksi karet alam tipe Ribbed Smoked Sheet (RSS) dan Brown Crepe. Sementara SPK berbasis web yang disajikan dapat digunakan pengguna untuk memberikan nilai inputan saja dan tidak dapat menambah, mengurangi, dan mengedit kriteria dan alternatif yang tersedia dalam sistem.
1.4
Manfaat Penelitian
Output yang dihasilkan oleh sistem diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di perusahaan dengan disediakannya sistem berbasis web yang menyediakan model-model mengenai produk prospektif, konsumen potensial, strategi pemilihan plasma unggul, dan pengukuran kinerja perusahaan sendiri. Selain itu, rekomendasi yang diberikan juga dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kinerja perusahaan dengan memperbaiki tahapan proses yang diwakilkan dengan metrik kinerja pada sistem.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karet
Karet alam adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (lateks) di getah beberapa jenis tumbuhan, tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari lateks yang digunakan untuk menciptakan karet berasal dari pohon karet Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Tanaman karet termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotyledone, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae dan genus Hevea. Tanaman tersebut tumbuh baik di daerah yang berada pada iklim tropis dengan rentang astronomis 15°LU- 10°LS, suhu harian 25-30°C, ketinggian 1-600m dpl, curah hujan 2,000-2,500 mm/tahun, intensitas matahari 5-7 jam/hari, dan pH tanah 5-6 (Paimin dan Nazaruddin 1998). Menurut Heru dan Andoko (2008) menyatakan bahwa karet alam pertama kali ditemukan oleh Columbus pada tahun 1493, ketika melihat seorang anak penduduk asli Pulau Haiti sedang bermain bola hitam yang terbuat dari getah. Setelah itu, pada tahun 1763 Mack dari Perancis menemukan bahwa karet dapat dilarutkan dalam eter dan lemak terpena. Pada tahun 1770, Frestry yang berasal dari Inggris menemukan bahwa karet dapat digunakan sebagai penghapus yang diberi nama rubber (berasal dari “rub”). Selanjutnya pada tahun 1905, karet yang tumbuh di sekitar aliran Amazon tidak dibudidayakan dan dikontrol seperti perkebunan karet saat ini. Akibat pengambilan getah karet yang dibatasi, maka para pedagang menjual dengan harga tinggi. Untuk menyelesaikan masalah itu, produksi karet dialihkan ke perkebunan di Asia Tenggara. Pada abad ke-20, sejak ditemukannya mobil, permintaan akan karet mengalami lonjakan, sehingga karet alam menjadi benda yang langka. Sebagai pengaruh dari langkanya karet alam, maka dibuat karet sintesis. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet pada tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Adapun diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, 7% perkebunan besar Negara, dan 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong yang tidak produktif untuk perkebunan karet (Sumber: ditjenbun.deptan.go.id). Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Pada beberapa tahun terakhir, ekspor karet Indonesia terus menunjukkan peningkatan, sehingga pendapatan devisa dari komoditi ini menunjukan hasil yang baik. Bahan baku dalam pengolahan karet adalah lateks yang belum mengalami pra koagulasi. Lateks merupakan cairan yang berbentuk koloid berwarna putih kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh pohon karet. Adapun ciri-ciri lateks yang digunakan untuk menghasilkan lembaran slab yang baik, yaitu berbau segar, mempunyai KKK (Kader Karet Kering) yang tinggi yaitu 20% - 25%, tidak mengandung kotoran yang berasal dari benda lain yang tercampur dalam lateks, misalnya tatal kayu, daun, tanah, dan lain-lain, tidak terdapat bintik-bintik gumpalan karet atau terjadi proses pra koagulasi, serta mempunyai pH antara 6.5 – 7.0. Pada lateks segar dan lateks yang dikeringkan mengandung zat-zat tertentu. Perbandingan zat-zat tersebut disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Kandungan zat-zat dalam lateks segar dan yang dikeringkan No. Jenis Lateks Segar (%) Lateks yang dikeringkan (%) 1. Kandungan Karet 35.62 88.28 2. Resin (Damar) 1.65 4.10 3. Protein 2.03 5.04 4. Abu 0.70 0.84 5. Zat Gula 0.34 0.84 6. Air 59.62 1.0 Sumber : Heru dan Andoko (2008) Lateks diperoleh dari pohon karet dengan proses penyadapan. Penyadapan adalah usaha untuk mendapatkan lateks sebanyak-banyaknya dengan tidak mengganggu kesehatan tanaman serta tidak merusak bagian-bagian lain dari tanaman kecuali kulit pohon. Penyadapan merupakan mata rantai pertama dalam proses pengolahan karet, sehingga penyadapan harus dilakukan sesuai prosedur. Pada tanaman muda, penyadapan dimulai ketika tanaman mencapai umur 5-6 tahun. Dalam pelaksanaannya, sebelum dilaksanakan sadapan rutin terlebih dahulu dilakukan bukaan sadapan dengan memperhatikan kriteria matang sadap, tinggi bukaan sadapan dan arah serta sudut lereng irisan sadapan. Setelah didapat lateks dari proses penyadapan, maka lateks tersebut akan dikirim ke pabrik karet remah. Adapun beberapa bahan tambahan yang digunakan untuk menghasilkan karet remah adalah amoniak (NH3), asam formiat (HCOOH), air, dan kayu bakar. Amoniak dalam bentuk ciclo hexyl amin yang diencerkan menjadi ammonium hidroksida (NH4OH), memiliki sifat anti koagulan dan desinfektan, sehingga senyawa ini digunakan untuk pengawetan lateks. Lalu asam formiat (HCOOH) adalah asam yang berfungsi untuk membuat koagulan lateks. Asam ini tersedia dalam konsentrasi 90% sehingga perlu diencerkan menjadi 2% agar pH yang diharapkan tercapai. Nilai pH 4.7 adalah titik penggumpal terbaik saat tercapainya titik beku pada lateks. Jumlah asam bisa diperbesar jika lateks telah mengalami penambahan anti koagulan yang bersifat basa, seperti amoniak, soda atau natrium sulfit. Sedangkan air dalam pengolahan memiliki fungsi untuk mengencerkan lateks, mencegah koagulan yang lengket dengan alat, dan membersihkan alat yang digunakan. Tetapi air yang digunakan dalam pengolahan sheet harus bersih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak sadah, pH antara 5.8-8, kadar karbonatnya tidak melebihi 300 mg dan tidak mengandung besi, tembaga dan mangan. Setelah itu, kayu bakar digunakan untuk mengasapi dan membentuk warna coklat (kuning keemasan). Kayu tersebut adalah kayu karet yang dihasilkan dari peremajaan karet yang sudah tidak produktif. Komposisi asap dalam kayu bakar disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi emisi kayu bakar Komponen Kadar (mg/m3 asap) Formaldehyde 30-50 Macam-macam aldehyde 180-230 Keton 190-200 Asam Formiat 115-160 Asam Asetat 600 Tar 1295 Phenol 25-40 Sumber : Heru dan Andoko (2008)
5
Sheet adalah salah satu produk karet alam yang telah sejak lama dikenal di pasaran. Pada masa sebelum perang dunia kedua, dalam perdagangan sheet dikenal “Java Standard Sheet”, yaitu berupa lembaran-lembaran sheet yang telah diasap, bersih dan liat, bebas dari jamur, tidak saling melekat, warna jernih, tidak bergelembung udara dan bebas dari akibat pengolahan yang kurang sempurna. Standar tesebut sampai sekarang masih dipertahankan sehingga perdagangan sheet masih mampu bertahan sampai saat ini. Adapun cara pengolahan sheet secara garis besar dimulai dari penerimaan lateks, pengenceran, pembekuan, penggilingan, pengasapan dan pengeringan lalu sortasi dan pengepakan. Crepe merupakan salah satu produk karet alam konvensional yang cukup prospektif. Crepe berasal dari lateks, lump karet, atau RSS yang berkualitas rendah. Cara pembuatannya mirip dengan RSS, namun yang berbeda adalah menghilangkan warna cokelat tua dari karet kering, sehingga menghasilkan karet yang berwarna putih yang digiling mengunakan mesin pengiling menjadi lembaran tipis crepe.
2.2
Budidaya Karet Alam
Secara umum proses kegiatan budidaya karet alam di PT. Condong Garut dapat digolongkan menjadi enam proses kegiatan, yang terdiri atas kegiatan pembibitan, kegiatan perawatan tanaman belum menghasilkan (TBM), perawatan tanaman menghasilkan (TM), pemanenan, penyaringan, dan pengiriman hasil panen (shipping). Kegiatan pembibitan mencakup keseluruhan kegiatan mulai dari proses seleksi biji, pengecambahan, penyemaian, dan okulasi. Di PT. Condong Garut kurang lebih terdapat satu juta biji setiap tahunnya yang ditanam dan ditumbuhkan. Proses seleksi biji dilakukan dengan teknik sampling dan juga seleksi secara visual. Proses pengecambahan biji karet dilakukan di lahan bedengan yang memiliki atap naungan untuk menghindari lahan dari terpaan matahari dan guyuran hujan. Proses penyiraman dilakukan teratur dua sampai tiga hari sekali, bergantung pada keadaan cuaca. Biji berkualitas baik akan berkecambah setelah sepuluh hari sejak dilakukan penanaman. Sedangkan biji yang berkecambah lebih dari sepuluh hari seringkali dibuang, karena diperkirakan dapat terganggu pada masa pertumbuhan tanamannya. Proses penyemaian dilakukan di lahan dan di dalam polybag. Kegiatan perawatan saat bibit berada pada masa penyemaian meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan pemberantasan hama. Proses okulasi yang dilakukan di PT. Condong Garut umumnya adalah jenis okulasi hijau, dimana batang bawah berusia lima sampai delapan bulan di pembibitan, sedangkan batang atasnya berumur satu sampai tiga bulan setelah pemangkasan. Untuk proses perawatan TBM pada tanaman karet yang berumur satu sampai lima tahun meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan. Kegiatan penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit karet yang mati di lahan. Penyiangan memiliki tujuan untuk membebaskan tanaman dari gangguan gulma yang berada di lahan tanam.Pemupukan bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, sedangkan seleksi dilakukan untuk menghentikan penyebaran penyakit pada tanaman bermasalah. Tabel 3 memperlihatkan perkiraan kebutuhan pupuk perkebunan karet PT. Condong Garut. Sedangkan untuk perawat TM pada tanaman karet yang berumur lima sampai tiga puluh tahun tidak terlalu berbeda dengan perwawatan TBM, yaitu terdiri atas kegiatan penyiangan, pemupukan, dan peremajaan. Peremajaan pada tanaman meghasilkan dilakukan pada tanaman karet tua yang dinilai sudah tidak menguntungkan secara ekonomis karena telah mengalami penurunan produksi lateks. Selain pupuk, pada kegiatan pembibitan dan perawatan tanaman karet juga diperlukan pestisida dan obat
6
tanaman untuk menunjang pertumbuhan tanaman karet. Tabel 4 menunjukan sebagian kebutuhan material penunjang proses budidaya tanaman karet. Tabel 3. Perkiraan kebutuhan pupuk PT. Condong Garut tahun 2012 Kebutuhan (Kg)
Jenis Tanaman
Luas Areal (Ha)
Jumlah Pohon
Urea
Sp.36
KCL
Pukalet
1
TM
1,758.62
465,224
235,880
116,292
132,909
359,416
2
TBM
759.18
311,796
161,324
152,225
165,735
121,564
3
Opening
173.19
0
0
0
0
0
4
Entres
3.65
8,380
3,603
3,268
3,268
3,352
5
Bibitan
20.17
250,000
0
0
0
0
400,807
271,785
301,912
484,332
No.
Total
2,714.81
Sumber : PT. Condong Garut (2012)
Kegiatan pemanenan di PT. Condong Garut dilakukan setiap hari, dimulai pada saat terang tanah (sekitar pukul lima pagi) hingga pukul delapan pagi. Sedangkan proses pengumpulan lateks dimulai pada pukul sepuluh pagi. Keseluruhan lateks hasil sadap diharapkan sudah terkumpul di tempat pengumpulan hasil (TPH) pada pukul sebelas. Pada proses pemanenan, seorang petani sadap membawa beberapa peralatan untuk proses penyadapannya, seperti pisau sadap, asahan pisau, pisau sadap atas (khusus tanaman sadap atas), golok, dan ember berukuran dua belas liter dan empat puluh liter. Pada proses pengumpulan hasil lateks, biasanya petani sadap menambahkan satu tetes amoniak pada setiap mangkuk sadap, untuk menghindari terjadinya penggumpalan pada lateks yang telah dikumpulkan. Setiap afdeling memiliki jumlah TPH yang berbeda-beda, bergantung pada luas areal perkebunan dan jumlah petani sadap dilokasi afdeling tersebut berada. Afdeling Bokor memiliki lima buah TPH, Cisonggom empat belas TPH, Cirejeng delapan TPH, Cikadongdong tiga TPH, dan Gunung Kembar memiliki sebelas TPH. Tabel 4. Kebutuhan material penunjang budidaya karet Jenis Tanaman
Pembibitan
TBM
TM
Kebutuhan (Kg/Ha/Tahun)
Kebutuhan/Tahun (Kg)
Furadan
12
85.9
Matador
10
71.6
Baypolan
29
207.6
TB
32
229.1
Parafin
10
71.6
Dhithane
267
1,911.7
TB. 29
3
2,288.5
Amoniak
6
4,577.0
Jenis Material
Round Up
6
4,577.0
Belerang
24
18,307.9
TB. 29
3
5,275.9
Amoniak
6
10,551.7
Round Up
4
7,034.5
Belerang
24
42,206.9
Sumber : PT. Condong Garut (2009)
7
Proses penyaringan lateks dilakukan ditempat pengumpulan hasil (TPH) lateks, bersamaan dengan proses penuangan lateks dari ember ke dalam bak penampungan. Kegiatan penyaringan ini bertujuan untuk menyaring berbagai bahan pengotor lateks berukuran besar, seperti ranting, dedaunan, ataupun lateks yang telah menggumpal (lumb). Pada setiap waktu penyaringan, biasanya jumlah kotoran yang tersaring mencapai dua sampai tiga kilogram untuk setiap TPH. Pengiriman hasil panen lateks dilakukan dengan menggunakan truk pengangkut yang berisi tangki penampungan lateks. Setiap truk akan mengangkut hasil lateks dari tempat pengumpulan hasil (TPH) menuju ke pabrik olah karet. PT. Condong Garut memiliki sembilan unit truk yang setiap harinya dioperasikan untuk melakukan pengiriman hasil lateks ini. Jarak tempuh truk dari setiap lokasi afdeling menuju pabrik pengolahan karet disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jarak lokasi afdeling ke pabrik pengolahan Afdeling
Pabrik Tujuan
Alat Angkut
Jarak
Bokor
Cimari
Truk
14 km
Cirenjeng
Cimari
Truk
10 km
Cisonggom
Cimari
Truk
5 km
Cikadondong
Cikadondong
Truk
5 km
Gunung Kembar
Gunung Kembar
Truk
11 km
Sumber : PT. Condong Garut (2012)
2.3
Teknologi Proses Produksi Karet Alam
Produk karet alam terdiri dari berbagai macam jenis. Di PT. Condong Garut sendiri pada kegiatan produksinya menghasilkan dua produk, yakni ribbed smoked sheet dan brown crepe. Kedua jenis produk karet alam tersebut tergolong kepada karet konvensional.Secara umum proses pengolahan lateks menjadi ribbed smoked sheet dan brown crepe adalah sama. Diagram alir proses pengolahan ribbed smoked sheet di PT. Condong Garut disajikan pada Gambar 1. Lateks segar yang diperoleh dari kebun setiap harinya dikumpulkan dan diangkut dengan segera menuju pabrik untuk mencegah terjadinya penggumpalan ketika sebelum tiba di pabrik. Sebelum proses pengangkutan lateks segar menuju pabrik, terlebih dahulu latels segar tersebut ditambahkan amonia yang berfungsi untuk memperlambat proses penggumpalan lateks. Lateks yang sudah menggumpal ketika sebelum mencapai pabrik tidak dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan ribbed smoked sheet,biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan brown crepe. Lateks yang menggumpal tersebut biasa disebut sebagai lump. Proses menggumpalnya lateks segar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah akibat dari adanya guncangan selama pengangkutan lateks menuju pabrik. Menurut Heru dan Andoko (2008) apabila lateks sering tergoncang akan dapat mengganggu gerakan brown dan sistem koloid lateks, sehingga partikel mungkin akan bertubrukan satu sama lain. Tubrukantubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung dan akan mengakibatkan penggumpalan. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya penggumpalan lateks segar yakni pengaruh pH dan pengaruh jasad renik. Perubahan pH dapat terjadi dengan penambahan asam atu basa dan karena penambahan elektolit. Bila pH diturunkan terlalu rendah dan dengan cepat lateks akan tetap cair (stabil) karena lapisan pelindung seluruhnya bermuatan positif. Hal tersebut terjadi juga saat pH 5.5 karena protein bermuatan negatif. Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad renik yang berasal dari udara atau dari peralatan-peralatan yang digunakan.
8
Jasad renik tersebut mula-mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum dan menghasilkan asam-asam lemah yang mudah menguap.
Gambar 1. Diagram alir proses produksi ribbed smoked sheet Pada dasarnya tidak semua lateks segar yang diperoleh dari kebun dapat diproses menjadi ribbed smoked sheet. Beberapa bagian lateks yang menggumpal dan membusa dipisahkan dari lateks segar yang masih baik. Proses pemisahan lateks dilakukan pada stasiun penerimaan bahan baku. Kategori lateks yang tidak dapat diolah menjadi ribbed smoked sheet adalah lateks yang telah menggumpal atau biasa disebut lump mangkok dan lateks yang sudah membusa atau biasa disebut lump busa. Biasanya ± 90% lateks segar yang dapat diproses menjadi ribbed smoked sheet di PT. Condong Garut. Sedangkan yang ±10% tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan brown crepe. Produk karet alam selanjutnya yang dihasilkan di PT. Condong Garut adalah brown crepe. Produk ini dapat juga dikatakan sebagai produk samping dari pembuatan ribbed smoked sheet. Hal ini karena bahan baku yang digunakan adalah sisa-sisa lateks yang menggumpal dari kebun sebelum mencapai pabrik atau biasa disebut lump mangkok dan juga lateks yang membusa akibat dari guncangan saat transportasi dari kebun menuju pabrik atau yang biasa juga disebut sebagai lump busa.Secara umum proses pengolahan brown crepe adalah sama di berbagai pabrik karet. Adapun diagram alir proses produksi brown crepe disajikan pada Gambar 2. Lump mangkok, lump busa dan sisa tes kadar karet kering dikumpulkan dalam satu bak yang sebelumnya telah dipenuhi oleh air pencuci. Semua bahan baku pembuatan brown crepe tersebut kemudian dicuci dan menggunakan air bersih yang terdapat di dalam bak pencucian. Sortasi dilakukan setelah proses pencucian selesai. Lump yang masih terlihat baik dan bersih dipisahkan dari lump yang sudah terlihat hitam dan kotor. Proses pemisahan ini berguna agar pada proses penggilingan bahan yang masih bersifat bagus tidak tercampuri dengan bahan yang kotor
9
dan hitam. Hal ini ditujukan untuk menjaga kualitas bahan berupa lump yang masih baik agar menghasilkan kualitas brown crepe yang juga lebih baik.
Gambar 2. Diagram alir proses produksi brown crepe Terlebih dahulu bahan atau lump yang kualitasnya lebih baik didahulukan dalam proses penggilingan. Hal ini ditujukan agar tetap menjaga kualitas crepe yang dihasikan. Apabila bahan atau lump yang kotor didahulukan, maka sisa-sisa noda yang menempel pada mesin penggiling akan terbawa pada bahan atau lum yang masih baik oleh karena penggilingannya dilakukan setelah lump yang kotor. Penggilingan pertama pada proses produksi brown crepe dinamakan juga dengan proses pencacahan. Di mana lump dimasukan satu persatu ke dalam mesin giling dan kemudian dicacah di mesin giling sehingga terbentuk lembaran brown crepe yang masih kasar. Pada proses pencacahan ini ditambahkan larutan H2SO4 5% untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan serum yang masih melekat pada lump dan juga untuk mempermudah proses penggilingan. Proses penggilingan pertama ini dilakukan sebanyak 3 – 4 kali ulangan. Setelah itu masuk ke proses penggilingan kedua. Penggilingan kedua dinamakan dengan proses pembentukan. Sama dengan proses pencacahan, pada proses pembentukan ini juga ditambahkan larutan H2SO4 5% untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan serum yang masih melekat pada lump serta juga untuk mempermudah proses penggilingan. Pada proses pembentukan ini crepe mulai dibentuk lembaranlembaran yang lebih halus. Proses penggilingan kedua ini juga dilakukan sebanyak 3 – 4 kali ulangan. Tahap selanjutnya, masuk ke penggilingan yang terakhir yakni penggilingan yang ketiga. Penggilingan ketiga dinamakan dengan proses finishing. Pada proses ini crepe digiling sebanyak 2 kali untuk mendapatkan lembaran crepe yang lebih baik dan lebih rata ketebalannya
10
dan permukaannya. Sama halnya dengan penggilingan sebelumnya, pada penggilingan ketiga ini juga ditambahkan larutan H2SO4 5% untuk lebih membersihkan lembaran crepe yang dihasilkan selain untuk mempermudah proses penggilingan tersebut. Setelah proses penggilingan selesai kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan lembaran crepe ini mencapai 40 hari lamanya. Berbeda pada proses pengeringan pada proses produksi ribbed smoked sheet yang menggunakan asap, pada proses pengeringan lembaran brown crepe dilakukan dengan cara kering angin yakni menggunakan bantuan angin dan udara sekitar untuk mengeringkan lembaran crepe. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang masih tersisa pada lembaran crepe yang telah digiling. Kadar air yang terlalu besar pada lembaran crepe dapat menyebabkan lembaran crepe mudah untuk terserang cendawan dan mikroorganisme lainnya yang dapat menurunkan mutu dari brown crepe yang dihasilkan. Proses sortasi dan pengepakan dilakukan setelah waktu pengeringan mencapai 40 hari. Lembaran crepe yang hitam dipisahkan dari lembaran crepe yang bersih pada tahap sortasi. Di PT. Condong Garut mutu brown crepe dibagi ke dalam 4 jenis, yaitu brown crepe mutu I, brown crepe mutu II, brown crepe mutu III dan brown crepe mutu cutting. Indikator yang digunakan untuk memisahkan mutu lembaran brown crepe yang dihasilkan adalah warna dari lembaran crepe. Warna yang lebih jernih digolongkan ke dalam brown crepe mutu I. Warna yang terdapat bercakbercak hitam sedikit di golongkan ke dalam brown crepe mutu II. Warna lembaran crepe yang hitam digolongkan ke dalam brown crepe mutu III. Adapun brown crepe mutu cutting adalah sisa hasil potongan pada brown crepe mutu I, II dan III pada proses pengepakan. Sama halnya dengan proses pengepakan pada produksi ribbed smoked sheet, pada proses pengepakan brown crepe juga menggunakan lembaran karet yang sejenis mutunya dengan yang di kemas. Berbeda dari ribbed smoked sheet, 1 bandela pada brown crepe bobotnya adalah ±40 kg. Gambar 3 mengilustrasikan brown crepe yang telah dibentuk dalam bandela atau bal-bal dengan bobot 40 kg/bal.
Gambar 3. Brown crepe yang telah dibentuk dalam bandela
2.4
Manajemen Rantai Pasok
Tunggal (2009) mengemukakan rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan tersebut juga membentuk jaringan organisasi yang melibatkan hubungan hulu (upstream) dan hilir (downstream) dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan. Heizer dan Render (2010) berpendapat bahwa manajemen rantai pasok merupakan integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanaan, pengubahan barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman kepada pelanggan. Menurut Siagian (2005), ruang lingkup manajemen rantai
11
pasok meliputi, (1) Rantai pasok yang mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan konsumen termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasok. (2) Rantai pasok sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya. Struktur manajemen rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur manajemen rantai pasok (Siagian 2005) Manajemen rantai pasok berkaitan langsung dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang, dan distribusi kemudian sampai ke konsumen. Sementara perusahaan meningkatkan kemampuan bersaing mereka melalui penyesuaian produk, kualitas yang tinggi, pengurangan biaya, dan kecepatan mencapai pasar diberikan penekanan tambahan terhadap rantai pasok. Rantai pasok mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi penjadwalan, transfer kredit, dan tunai, serta transfer bahan baku antara pihak-pihak yang terlibat. Menurut Miranda dan Amin (2006), manajemen rantai pasok terdiri atas tiga unsur yang saling terkait satu sama lain, yaitu : 1. Struktur jaringan rantai pasok, yaitu jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota rantai pasok lainnya. Anggota rantai pasok meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pemasok atau pelanggannya dari point of origin hingga point of consumption. 2. Proses bisnis rantai pasok, yaitu aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan, yaitu : Customer Relationship Management (CRM), Customer Service Management (CSM), demand management (berfungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan pelanggan dengan kemampuan supply perusahaan, serta menentukan apa yang akan dibeli pelanggan dan kapan), Customer Order Fulfillment (COF), manufacturing flow management, procurement, serta pengembangan produk dan komersialisasi. 3. Komponen manajemen rantai pasok berupa peubah-peubah manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasok. Adapun komponen utamanya adalah metode perencanaan dan pengendalian, struktur aliran kinerja / aktivitas kerja, struktur organisasi, struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi, struktur fasilitas aliran produksi, metode manajemen, struktur wewenang dan kepemimpinan, struktur risiko dan reward, serta budaya dan sikap. Chopra dan Peter (2007) mengemukakan bahwa rantai pasok melibatkan variasi beberapa tahapan. Adapun tahapan-tahapan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Rantai pertama atau pemasok merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang dimulai. Bahan pertama ini dapat dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, penggabungan, dan sebagainya.
12
2. Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur dimana tugasnya adalah melakukan pekerjaan pabrikasi, merakit dan menyelesaikan barang hingga menjadi produk jadi. 3. Rantai ketiga ialah distributor. Barang yang sudah selesai dipabrikasi akan didistribusikan ke gudang atau disalurkan ke gudang milik distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailer (pengecer). 4. Rantai keempat ialah retailer. Pengecer berfungsi sebagai rantai pasok yang ada di antara distributor yang pada umumnya pedagang besar ke pedagang kecil (pengecer). Pengecer berupa gerai seperti toko, warung, departement store, supermarket, hypermarket, koperasi, mal, club stores, dan sebagainya. 5. Rantai kelima ialah pelanggan. Dari distributor atau pengecer, barang ditawarkan langsung kepada pelanggan sebagai pengguna barang tersebut. Akhir dari mata rantai pasok adalah pada saat produk sampai kepada orang yang menggunakan atau memakai produk tersebut.
2.5
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Djaali dan Muljono (2007) menyatakan bahwa pengukuran (measurement) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur atau memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran. Pada hakikatnya, mengukur adalah pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang diberikan dengan fakta dan diberi angka atau diukur. Kinerja atau performance menurut Hertz (2009) dapat mengacu pada hasil output dan sesuatu yang dihasilkan dari proses produk dan pelanggan yang bisa dievaluasi dan dibandingkan secara relatif dengan tujuan, standar, hasil masa lalu dan organisasi lainnya. Kinerja dapat dinyatakan dalam istilah nonfinansial dan keuangan. Pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Dengan kata lain, sasaran-sasaran tersebut harus diteliti satu per satu, baik mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%), maupun mana yang di atas standar (target) dan juga mana yang di bawah target atau tidak tercapai penuh (Ruky dan Achmad 2001). Menurut Wibowo (2009), kinerja adalah melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat penyimpangan dari rencana yang telah ditentukan, apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, dan apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi, mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan, mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja, menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian, menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas, mempertimbangkan penggunaan sumber daya, dan mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan. Menurut Ruky dan Achmad (2001), salah satu aspek fundamental dalam manajemen rantai pasok adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik. Adapun sistem pengukuran kinerja ini diperlukan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, mengetahui posisi suatu organisasi terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai, dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
13
Filosofi manajemen rantai pasok menekankan perlunya koordinasi dan kolaborasi baik antar fungsi di dalam sebuah organisasi maupun lintas organisasi pada suatu rantai pasok. Hal ini menyiratkan pentingnya sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi, bukan hanya di dalam suatu organisasi, tetapi juga antar pemain organisasi pada suatu rantai pasok. Artinya, sistem pengukuran kinerja harus memiliki alat ukur yang dapat digunakan untuk memonitor kinerja secara bersamasama antara satu organisasi dengan organisasi lainnya pada sebuah rantai pasok.
2.6
Supply Chain Operations Reference
Menurut Pujawan (2005), Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan sebagai alat diagnosa Supply Chain Management yang digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan pihak-pihak ayng terlibat di dalamnya. Dasar model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu pemodelan proses, pengukuran performa atau kinerja rantai pasokan, dan penerapan best practice (Supply Chain Council 2008). Model SCOR mempunyai indikator-indikator penilaian yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang disebut dengan metrik-metrik penilaian. Metrik-metrik penilaian tersebut dinyatakan dalam beberapa level tingkatan meliputi level 1, level 2, dan level 3. Banyaknya metrik dan tingkatan metrik yang digunakan sesuai dengan jenis dan banyaknya proses, serta tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan (Supply Chain Council 2008). Proses SCOR terbagi menjadi beberapa level detail proses untuk membantu perusahaan menganalisa kinerja supply chainnya. Model SCOR membagi proses-proses rantai pasok menjadi lima proses yang terdiri dari: 1. Plan (proses perencanaan) yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasok untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan mencakup proses menaksir, kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian rencana rantai pasok dan rencana keuangan. 2. Source (proses pengadaan) yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses source mencakup penjadwalan pengiriman dari pemasok, menerima, mengecek, dan memberi otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim pemasok, memilih pemasok, dan mengevaluasi kinerja pemasok. 3. Make (proses produksi) yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Proses make mencakup penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, dan memelihara fasilitas produksi. 4. Deliver (proses pengiriman) yaitu proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa yang meliputi manajemen pesanan, transportasi, dan distribusi. Proses deliver mencakup menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan. 5. Return (proses pengembalian) yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan. Kegiatan return antara lain identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian. SCOR dapat mengukur kinerja rantai pasok secara obyektif berdasarkan data yang ada serta dapat mengidentifikasi dimana perbaikan perlu dilakukan untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan melakukan analisis dan dekomposisi proses. Gambar 5 menggambarkan stuktur model
14
SCOR. SCOR model merupakan suatu model konseptual yang dikembangkan oleh SCC (Supply Chain Council), sebuah organisasi non profit independent, perusahaan global dengan keanggotaan terbuka untuk semua perusahaan dan organisasi yang tertarik untuk mendaftar dan memajukan sistem SCM. Model SCOR menyediakan kerangka kerja unik yang menghubungkan proses bisnis, metrik, praktik terbaik dan fitur teknologi menjadi sebuah kesatuan struktur untuk mendukung komunikasi di antara mitra rantai pasok untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasok yang terkait dalam kegiatan perbaikan rantai pasok (www.supply-chain.org).
Gambar 5. Struktur model SCOR (Supply Chain Council 2008) SCC didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi maupun perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter & Gamble, Lockheed Martin, Nortel, Rockwell emiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill, Pittiglio, Rabin, Todd, & McGrath (PRTM), dan AMR (Advance Manufacturing Research) yang beranggotakan 69 orang sukarelawan yang terdiri dari para praktisi dunia industri dan para peneliti (Bolstroff dan Rosenbaum 2003). Model SCOR memiliki lima aspek penilaian, yaitu reliability, responsiveness, flexibility, cost dan assets. Masing-masing dari atribut performa tersebut terdiri dari satu atau lebih metrik level 1. Menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2003), pada umumnya para pimpinan perusahaan menggunakan metrik level 1 ini sebagai dasar untuk menentukan strategi pengembangan rantai pasok yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal). Definisi dari masing-masing atribut performa tersebut dijelaskan pada Tabel 6. Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran kinerja bisa cukup banyak. Untuk menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan dengan jelas. Menurut Melynk et al. (2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasrkan fokus dan waktu. Metrik bisa berfokus pada kinerja finansial maupun operasional. Metrik operasional mengukur kinerja dalam satuan waktu, output, dan sebagainya. Banyak proses dalam rantai pasok memegang dimonitor dalam satuan non-finansial. Menurut Gunasekaran et al. (2001), pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di masa depan pada strategi, taktik, dan tingkat operasional. Untuk itu dibutuhkan lebih besar untuk studi pengukuran dan metirk dalam konteks manajemen rantai pasok karena dua alasan, yaitu kurangnya pendekatan yang seimbang dan kurang jelasnya perbedaan antara metrik level strategi, taktik dan operasional.
15
Tabel 6. Atribut performa manajemen rantai pasok beserta metrik performa Atribut Performa Definisi Metrik Level 1 Reliabilitas Rantai Performa rantai pasok perusahaan dalam Pemenuhan Pesanan Pasok memenuhi pesanan pembeli dengan; Sempurna produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi, dan dokumentasi yang tepat, sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada pembeli bahwa pesanannya akan dapat terpenuhi dengan baik. Responsivitas Waktu (kecepatan) rantai pasok Siklus Pemenuhan Pesanan Rantai Pasok perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen. Fleksibilitas Rantai Fleksibilitas Rantai Pasok Pasok Atas Keuletan rantai pasok dan kemampuan untuk beradaptasinya terhadap perubahan Penyesuaian Rantai Pasok pasar untuk memelihara keuntungan Atas kompetitif rantai pasok. Penyesuaian Rantai Pasok Bawah Biaya Rantai Pasok Biaya SCM Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan proses rantai pasok. Biaya Pokok Produk Manajemen Aset Siklus Cash-to-Cash Efektivitas suatu perusahaan dalam Rantai Pasok memanajemenkan asetnya untuk Return on Supply Chain mendukung terpenuhinya kepuasan Fixed Assets konsumen. Return on Working Capital Sumber : Bolstroff dan Rosenbaum (2003)
2.7
Green Supply Chain Management dan Green Supply Chain Operations Reference
Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan kata kunci untuk meyakinkan bahwa semua faktor atau semua elemen dalam rantai pasok memperhatikan lingkungannya atau tidak menimbulkan dampak berbahaya bagi lingkungan. Setiawan et al. (2011) mendefinisikan GSCM sebagai fungsi pembelian termasuk pengurangan, daur ulang, penggunaan kembali, dan substitusi bahan baku. Konsep GSCM mencakup seluruh tahapan dalam siklus hidup produk, mulai dari penyedian bahan baku, produksi, distribusi, dan penggunaan produk oleh konsumen sampai kepada bagian akhir dari produk tersebut yaitu pembuangan (limbah yang dihasilkan). Tujuan dasar dari pengukuran kinerja GSCM adalah pelaporan eksternal, pengendalian internal, dan analisis internal (memahami bisnis yang lebih baik dan perbaikan terus-menerus). Hal tersebut merupakan hal mendasar dalam mendesain kerangka kerja pengukuran kinerja GSCM. Pengukuran kinerja GSCM lebih menekankan aspek ekologi dan ekonomi sebagai sistem manajemen lingkungan. GSCM bertujuan untuk membatasi limbah yang dihasilkan dalam sistem industri sehingga dapat menghemat energi dan mencegah pembuangan bahan berbahaya ke lingkungan. Desain pengukuran kinerja GSCM harus dimulai dengan mendefinisikan tujuan sistem rantai pasok secara keseluruhan. Pengukuran kinerja GSCM harus sesuai dengan prinsip sistem manajemen lingkungan, seperti ISO 14000.
16
Menurut LMI (2003), konsep dari Green Supply Chain Operations Reference (GSCOR) cukup sederhana karena merupakan modifikasi dari model Supply Chain Operations Reference (SCOR) dan manajemen rantai pasok yang dibangun dengan memasukkan unsur-unsur sistem manajemen lingkungan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu alat analisis yang memberikan gambaran tentang hubungan antara fungsi rantai pasok dengan aspek lingkungan agar tercipta peningkatan kinerja manajemen diantara keduanya. Sebagai dasar untuk membangun GSCM maka digunakanlah pendekatan SCOR, yang kini alat pengukurannya disebut dengan GSCOR. Keuntungan dalam menggunakan pendekatan GSCM, antara lain : meningkatkan kinerja manajemen lingkungan, meningkatkan kinerja manajemen rantai pasok, dan meningkatkan inisiatif terhadap GSCM. Gambar 6 menggambarkan struktur model GSCOR.
Gambar 6. Struktur model GSCOR (LMI 2003)
2.8
Value Stream Mapping
Peta value stream, pada awalnya dikenal sebagai materi dan peta arus informasi, merupakan satu halaman diagram yang menggambarkan proses yang digunakan untuk membuat suatu produk. Peta value stream pertama kali dikembangkan oleh Manajemen Operasi Divisi Toyota Motor Corporation, Toyota City, Jepang, pada akhir 1980-an. Nilai value stream mengidentifikasi cara untuk mendapatkan material dan aliran informasi tanpa adanya gangguan, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta membantu orang menerapkan sistem daripada terpaku pada isolasi proses perbaikan. Selama lebih dari sepuluh tahun, peta value stream telah diterapkan terutama untuk kegiatan manufaktur (Emiliani 2004). Menurut Fawaz et al. (2006), bekerja dengan menggunakan sudut pandang value stream berarti bekerja pada keseluruhan aspek proses dan bukan pada masing-masing proses. Saat ini peta value stream telah digunakan untuk memahami aliran bahan dan informasi dalam kegiatan perkantoran, seperti entry order, pengembangan produk baru, dan pelaporan keuangan. Pada dasarnya value stream dapat digunakan untuk memetakan setiap proses bisnis jasa, termasuk bisnis penjualan ritel, e-business, audit, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan
17
pemerintah. Peta value stream membantu orang melihat hasil samping yang ada dalam proses bisnis, di mana limbah didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau perilaku yang menambahkan biaya tetapi tidak menambah nilai. Menghilangkan limbah memfokuskan upaya masyarakat terhadap penciptaan nilai kegiatan yang pelanggan inginkan dan bersedia untuk membayar sebagai hasil dari perbaikan proses bisnis. Peta value stream ini dibuat oleh suatu tim lintas fungsi dari orang-orang yang secara langsung terlibat dalam proses yang sedang dikerjakan atau dipertimbangkan. Ada dua jenis peta value stream, yaitu peta yang menggambarkan keadaan saat ini (current state) dan keadaan di masa depan (future state). Gambar 7 menunjukan lambanglambang yang digunakan untuk membuat peta value stream.
Gambar 7. Lambang pada peta value stream (Emiliani 2004) Peta value stream saat ini (current state) menggambarkan cara saat dimana bahan dan informasi diproses. Peta value stream future state menggambarkan kondisi masa depan yang menggabungkan kegiatan yang belum dilakukan hingga proses pembuatan perbaikan (Emiliani 2004). Secara umum, dibutuhkan suatu alat pendukung VSM yang dapat mengukur keuntungan yang diperoleh selama awal perencanaan hingga pada tahap penilaian. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah simulasi, yang dapat menghasilkan kebutuhan sumberdaya dan statistik kinerja sementara. Gambar 8 menunjukan peta value stream current state, sedangkan Gambar 9 menunjukan peta value stream future state. Di dalam konsep pendekatan yang memperhatikan aspek lingkungan, dikenal suatu metode pemetaan baru yang merupakan pengembangan dari peta value stream. Metode pemetaan ini dikembangkan oleh Wills (2009), yang dikenal sebagai prinsip green intentions dengan metode 21 pemetaan green value stream. Bila pada konsep value stream dikenal tujuh sumber pembangkit limbah terdiri dari inventori, perpindahan, kerusakan produk, transportasi, produksi berlebih, selisih berlebih proses, dan waktu menunggu, maka pada konsep green value stream, tujuh sumber pembangkit limbah terdiri dari pemakaian energi, air, material, sampah, transportasi, emisi, dan biodiversitas. Sama halnya dengan konse pemetaan value stream, pemetaan green value stream juga memiliki dua jenis pemetaan, yaitu pemetaan saat ini (current state) dan pemetaan masa mendatang (future state).
18
Gambar 8. Contoh peta value stream current state (Emiliani 2004)
Gambar 9. Contoh peta value stream future state (Emiliani 2004)
2.9
Sistem Penunjang Keputusan
Konsep sistem penunjang keputusan (SPK) pertama kali diungkapkan pada 1970-an oleh Michael S. Scoot Morton dengan istilah Management Decision System. SPK merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk membantu pengambil keputusan dalam memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstruktur (Daihani 2001).
19
Sistem penunjang keputusan digunakan untuk memaparkan secara detail elemen-elemen sistem sehingga dapat membantu para pengambil keputusan dalam proses pengambilan keputusannya. Dalam SPK dikenal dengan adanya istilah alternatif dan kriteria. Alternatif merupakan tindakan yang harus diambil dan dipilih agar diperoleh hasil yang terbaik sesuai dengan tujuan sistem, sedangkan kriteria digunakan untuk menggambarkan tujuan dari sistem serta sebagai basis untuk merancang dan mengembangkan sistem (Eriyatno 1999). Landasan utama dalam pengembangan SPK menurut Eriyatno (1999) adalah konsepsi model. Konsepsi model ini menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam penunjang keputusan, yaitu pengambilan keputusan atau pengguna, model, atau data. Masingmasing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran untuk pengguna dikelola oleh sebuah manajemen dialog, sedangkan untuk pelaksanaan perintah model dikelola oleh manajemen basis model, dan data akan dikelola oleh sebuah basis data. Struktur dasar SPK dapat dilihat pada Gambar 10. Marimin (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan itu dapat meliputi identifikasi masalah, pengumpulan dan analisis data, perancangan alternatif-alternatif kebijakan yang nantinya akan dijadikan alternatif-alternatif keputusan, pemilihan satu alternatif terbaik untuk dijadikan keputusan, pelaksanaan keputusan, serta pemantauan dan evaluasi hasil pelaksanaan keputusan.
Gambar 10. Struktur dasar SPK (Turban 1990)
2.10 Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai (Marimin dan Maghfiroh 2010). Suatu persoalan akan diselesaikan dengan menggunakan AHP dalam suatu kerangka pemikiran yang terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Saaty (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip di dalam metode AHP. Prinsip pertama ialah penyusunan hirarki, yaitu menguraikan permasalahan yang kompleks menjadi elemen pokoknya, lalu prinsip kedua ialah penentuan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut kepentingannya, serta prinsip ketiga ialah konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan dan diperingkatkan secara logis. Menurut Fewidarto (1996), AHP dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur maupun yang memerlukan suatu pendapat. Penggunaan pendapat dalam memecahkan masalah dilakukan dengan membandingkan elemen-elemen secara berpasangan (pairwise comparison). Penilaian dilakukan dengan cara memberikan bobot dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lain berdasarkan skala komparasi yang telah ditetapkan. Tahap berikutnya
20
adalah melakukan sintesis terhadap hasil penilaian yang dilakukan untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah. Skala perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Skala perbandingan berpasangan Intensitas Pentingnya Definisi 1 Sama Penting 3 Sedikit Lebih Penting 5 Sangat Penting 7 Jelas Lebih Penting 9 Mutlak Lebih Penting 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara diantara dua pertimbangan yang berdekatan Sumber : Saaty (1991). AHP menguraikan sistem yang komplek menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana. Fewidarto (1996) mendefinisikan hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampak-dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi mempunyai bentuk yang saling berkaitan yang menggambarkan sistem secara keseluruhan. Beberapa keuntungan dari penerapan hirarki menurut Fewidarto (1996) adalah hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level yang lebih tinggi dapat mempengaruhi prioritas pada level bawahnya, hirarki memberikan informasi yang lengkap mengenai struktur dan fungsi suatu sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai aktor dan tujuan pada level yang lebih tinggi, sistem akan menjadi lebih efisien jika disusun dalam bentuk hirarki dibandingkan dalam bentuk lain, serta hirarki bersifat stabil dan fleksibel. Stabil dalam arti bahwa perubahan yang kecil mempunyai efek yang kecil, sedangkan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur yang telah tersusun baik tidak akan mengganggu kinerjanya.
2.11 Metode Perbandingan Eksponensial Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pendekatan dalam membantu pengguna untuk mengambil keputusan dengan kriteria jamak pada model pemilihan produk prospektif dan pemilihan pasar potensial. Menurut Eriyatno (1999), MPE digunakan sebagai pembantu bagi individu mengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap proses. MPE digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. MPE adalah salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Menurut Marimin (2004) dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai
21
total pada setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut : Total Nilai (TNi) =
(RKij)
Keterangan : TNi = Total nilai alternatif ke-i RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0;bulat n = Jumlah pilihan keputusan m = Jumlah kriteria keputusan Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi.
2.12 WWW (World Wide Web) Web adalah jaringan informasi yang menggunakan protocol HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) dan FTP (File Transfer Protocol), dimana sumberdaya-sumberdaya yang berguna diidentifikasi oleh pengenal global berupa alamat URL (Uniform Resource Locator). Web dapat diakses melalui interface sederhana dan mudah digunakan. Informasi ini biasanya disajikan dalam bentuk hypertext atau multimedia, dan disediakan oleh server yang berlokasi di berbagai penjuru dunia. Halaman web terbagi menjadi dua macam, yaitu halaman statis dan halaman dinamis. Web statis biasanya hanya merupakan HTML yang diketik melalui text editor yang disimpan dalam bentuk .html atau .htm. Web dinamis adalah halaman web yang hanya berhubungan dengan halaman web yang lain, user hanya bias melihat isi dokumen pada halaman web dan jika diklik maka dokumen akan berpindah ke halaman web selanjutnya. Interaksi user dengan browser hanya sebatas melihat informasi tetapi tidak bisa mengolah informasi yang dihasilkan. Web yang dinamis memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan menggunakan form sehingga kita bisa mengolah informasi yang ditampilkan. Setelah melakukan penyewaan domain name dan web hosting serta penguasaan bahasa program (scripts program), unsur website yang penting dan utama adalah desain. Desain website menentukan kualitas dan keindahan sebuah website. Desain sangat berpengaruh kepada penilaian pengunjung akan bagus tidaknya sebuah website. Untuk membuat website biasanya dapat dilakukan sendiri atau menyewa jasa website designer. Kualitas situs sangat ditentukan oleh kualitas designer. Semakin banyak penguasaan web designer tentang beragam program / software pendukung pembuatan situs maka akan dihasilkan situs yang semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya. Keberadaan situs tidak ada gunanya dibangun tanpa dikunjungi atau dikenal oleh masyarakat atau pengunjung internet. Karena efektif tidaknya situs sangat tergantung dari besarnya pengunjung dan komentar yang masuk. Untuk mengenalkan situs kepada masyarakat memerlukan apa yang disebut publikasi atau promosi. Publikasi situs di masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan pamflet-pamflet, selebaran, baliho dan lain sebagainya tapi cara ini bisa dikatakan masih kurang efektif dan sangat terbatas. Cara yang
22
biasanya dilakukan dan paling efektif dengan tak terbatas ruang atau waktu adalah publikasi langsung di internet melalui search engine-search engine (mesin pencari, seperti : Yahoo, Google, search Indonesia, dsb). Cara publikasi di search engine ada yang gratis dan ada pula yang membayar. Yang gratis biasanya terbatas dan cukup lama untuk bisa masuk dan dikenali di search engine terkenal seperti Yahoo atau Google. Cara efektif publikasi adalah dengan membayar, walaupun harus sedikit mengeluarkan akan tetapi situs cepat masuk ke search engine dan dikenal oleh pengunjung. Untuk mendukung kelanjutan dari situs diperlukan pemeliharaan setiap waktu sesuai yang diinginkan seperti penambahan informasi, berita, artikel, link, gambar atau lain sebagainya. Tanpa pemeliharaan yang baik situs akan terkesan membosankan atau monoton juga akan segera ditinggal pengunjung. Pemeliharaan situs dapat dilakukan per periode tertentu seperti tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan sekali secara rutin atau secara periodik saja tergantung kebutuhan (tidak rutin). Pemeliharaan rutin biasanya dipakai oleh situs-situs berita, penyedia artikel, organisasi atau lembaga pemerintah, sedangkan pemeliharaan periodik biasanya untuk situs-situs pribadi, penjualan / e-commerce, dan lain sebagainya (Saputro 2007).
2.13 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini, diantaranya Muhardika (2009), dengan skripsi yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan Manajemen Rantai Pasok Krisan dan Kedelai Edamame melakukan pengukuran kinerja terhadap para mitra perusahaan dengan metode SCOR dan DEA. Selain itu, dalam sistem yang dibuatnya, terdapat pula model pengukuran nilai tambah masing-masing komoditas terhadap berbagai pihak, diantaranya konsumen, perusahaan, dan mitra tani. Mardhiyyah (2008), melakukan penelitian tentang Kinerja Penyampaian Suku Cadang PT Toyota-Astra Motor dengan Model Supply Chain Operations Reference. Dari penelitian tersebut dijelaskan : (1) struktur anggota rantai pasok bisnis suku cadang PT TAM, yaitu supplier (mata rantai 1), TAM (mata rantai 2) sebagai agen tunggal pemegang merk Toyota, main dealer Toyota (mata rantai 3), sub dealer/branch/VSP dan partshop (mata rantai 4) yang secara langsung menangani end-user (mata rantai 5) ; (2) pengukuran kinerja metrik level 1 delivery performance menunjukkan pengiriman on time untuk tujuan luar Jakarta di atas 90% dan tujuan Jakarta di atas 98% ; (3) Kategori proses yang sangat kritis untuk PT TAM adalah delivery stocked product (D1). SCOR level 3 menguraikan aliran proses dan informasi kegiatan pemrosesan order pada TAM. Pada level 4 dilakukan penguraian tugas dari elemen proses pada level 3, sehingga menjadi acuan bagi pelaksana. Fawaz et al. (2006) menggunakan value stream mapping pada studi kasus suatu sektor proses sebagai alat identifikasi peluang dalam berbagai teknik penghematan. Pada penelitian ini dilakukan simulasi model yang dikembangkan untuk membandingkan skenario sebelum dan setelah perbaikan secara detail, dalam tujuan menggambarkan berbagai manfaat potensial manajemen, seperti penurunan lead-time produksi dan rendahnya tingkat persediaan yang diproses. Maarif (2000) menggunakan model analytical hierarchy process (AHP) sebagai alat untuk memperoleh alternatif strategi terbaik pada permasalahan peningkatan produktivitas udang tambak. Penggunaan AHP dalam penelitian ini bertujuan untuk menyederhanakan pengkajian permasalahan yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur, sehingga dapat dihasilkan informasi lengkap mengenai permasalahan yang terjadi.
23
III. METODE PENELITIAN
3.1
Kerangka Pemikiran
Agroindustri karet alam dapat menghasilkan beberapa produk turunan karet yang berkualitas, diantaranya adalah Ribbed Smoked Sheet dan Brown Crepe. Walaupun kondisi geografis di Indonesia sangat mendukung industri tersebut, namun kenyataannya kegiatan budidaya dan pengelolaan yang seadanya membuat produktivitas rendah. Biaya produksi dalam pengolahan karet yang kian mahal dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, ditambah dengan keuletan dan keterampilan yang harus dimiliki dalam pengelolaan perkebunan karet menjadi kendala dalam mempertahankan produktivitas agroindustri karet alam. PT. Condong Garut yang terletak di Garut Selatan merupakan salah satu agroindustri karet terbesar milik swasta di Indonesia. Sama halnya dengan agroindustri karet lain, agroindustri ini kurang maksimal dalam memproduksi produk-produk turunan yang prospektif sehingga keuntungan perusahaan pun rendah. Keputusan mengenai jumlah dari masing-masing produk yang akan diproduksi didasarkan pada ketersediaan sarana dan sumber daya manusia terampil yang dibutuhkan dalam proses produksi berlangsung. Sementara untuk memasarkan produknya, agroindustri ini lebih banyak menjual kepada konsumen dengan skala besar. Banyaknya permintaan yang tidak didukung oleh ketersediaan produk yang memadai, membuat pemasaran produk menjadi terbatas sehingga pihak perusahaan tidak memikirkan potensi permintaan konsumen, biaya distribusi, penawaran harga dan sebagainya. Padahal, dengan mengoptimalkan pengolahan produk prospektif dan konsumen yang potensial, dapat menjadi masalah keterbatasan pemasukan perusahaan. Selain kedua hal tersebut, pasokan bahan baku utama berupa lateks yang diperoleh dari mitra plasma (petani karet), mempunyai kuantitas dan kualitas yang masih kurang menurut pihak perusahaan, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari perusahaan mengenai hal itu. Dalam hal ini, agroindustri karet yang berperan sebagai perusahaan inti masih belum dapat menyaring dan mengawasi para plasma dengan baik. Keuletan dalam memelihara kebun karet adalah hal utama yang wajib dimiliki oleh plasma, karena salah satu kunci keberhasilan dalam menghasilkan lateks yang berkadar karet kering tinggi, adalah dengan merawat kebun, menyadap lateks dan menyaring lateks sesuai prosedur. Selain itu, faktor-faktor pendukung lainnya juga dapat menjadi kunci kesuksesan dalam menghasilkan lateks yang berkualitas. Pihak perusahaan sebaiknya dapat memilih dan meninjau keberadaan para plasma terlebih dahulu sebelum membuat kesepakatan dalam proses kerja sama dan pemeliharaan. Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri karet alam ini. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem yang dapat membantu seorang pengambil keputusan untuk menghasilkan keputusan yang terbaik dalam waktu yang singkat dan sistem tersebut dapat menyediakan informasi yang mendukung proses pengambilan keputusan secara cepat, ringkas, dan informatif. Pada penelitian ini, sistem tersebut adalah sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok karet alam dengan pendekatan Green Supply Chain Operations Reference. Sistem ini dilengkapi dengan model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Model-model pemilihan yang tersedia yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan konsumen potensial, dan model penentuan strategi pemilihan plasma unggul. Selain itu, dalam sistem ini juga dilengkapi dengan model pengukuran kinerja rantai pasokan perusahaan.
24
Model tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jauh mengenai kinerja agroindustri karet saat ini. Sistem penunjang keputusan yang dibuat juga telah dilengkapi dengan informasi-informasi mengenai budidaya tanaman karet, gambaran umum perusahaan, teknologi proses produksi karet alam, standar mutu karet alam, dan mekanisme manajemen rantai pasok dalam agroindustri karet alam. Adapun proses-proses yang dilalui dalam pembuatan sistem penunjang keputusan ini dimulai dengan pengumpulan data, yaitu studi pustaka, observasi lapang, dan wawancara. Melalui pengumpulan data ini, maka dapat dilakukan identifikasi kegiatan-kegiatan mengenai rantai pasok karet alam dan analisis seven green wastes dengan pendekatan green value stream mapping. Setelah itu dilakukan tahapan pendekatan sistem yang terdiri dari : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, dan implementasi sistem. Lalu dilanjutkan tahapan verifikasi model dan validasi model untuk menguji model dengan data aktual apakah model yang terbentuk dengan program komputer telah layak digunakan dan memenuhi kriteria yang ditetapkan. Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram alir kerangka berpikir
25
3.2
Pendekatan Sistem
Menurut Simatupang (1995), sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang saling berinteraksi dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu dalam lingkungan yang kompleks. Sistem mencakup lima unsur utama, yaitu elemen-elemen, adanya interaksi atau hubungan antar elemen-elemen, adanya sesuatu yang mengikat elemen-elemen tersebut menjadi satu kesatuan, terdapatnya tujuan bersama sebagai hasil akhir, dan berada dalam suatu lingkungan yang kompleks. Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi dan analisis kebutuhan, serta diakhiri dengan hasil berupa sistem operasi yang efektif dan efisien. Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin dan mengorganisir, penggunaan model matematika, mampu berpikir secara kualitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi serta dapat diaplikasikan dengan komputer (Eriyatno 1999). Pendekatan sistem digunakan untuk memecahkan permasalahan yang kompleks dengan menggunakan berbagai peubah. Pendekatan sistem ini mampu mewakili permasalahan yang ada selanjutnya dianalisis dan dibuat suatu model sehingga akan mempermudah dalam pemecahan masalah. Tahapan kerja pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Tahapan pendekatan sistem (Eriyatno 1999)
26
3.2.1 Analisis Kebutuhan Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Dalam melakukan analisis kebutuhan, terlebih dahulu dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhankebutuhan yang dideskripsikan. Identifikasi ini menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Identifikasi ini dapat meliputi hasil survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapang, dan lain-lain. Analisis kebutuhan dari Sistem Penunjang Keputusan Majemen Rantai Pasok Pada Agroindustri Karet Alam Berbasis Web meliputi aktor dan kebutuhannya, sebagai berikut: a. Petani Kebun Karet (Plasma Unggul) Meningkatkan pendapatan. Meningkatkan kepercayaan industri. Bahan baku yang dihasilkan berkualitas. Memenuhi kebutuhan pabrik secara maksimal. b. Agroindustri Karet Alam Memperoleh keuntungan yang maksimal. Potensi mengembangkan industri lebih besar. Bahan baku yang diperoleh berkualitas. Kinerja agroindustri meningkat. Reduksi biaya pengelolaan lingkungan. Permintaan konsumen terpenuhi. c. Konsumen Mendapatkan produk dengan harga yang sesuai dengan kualitas. Memperoleh pesanan tepat waktu. Memperoleh pesanan dalam jumlah yang benar. Memperoleh pesanan dengan spesifikasi yang benar. d. Lembaga Litbang Pengembangan dan inovasi produk. Adanya upaya mengembangkan industri karet alam dan memperluas perkebunan karet. e. Pemerintah Terjaganya agroindustri karet. Menurunnya angka pengangguran. Meningkatnya pendapatan daerah. Kenaikan jumlah ekspor dan penerimaan devisa dari sektor karet.
3.2.2 Formulasi Permasalahan Peluang pasar dan potensi produksi karet alam relatif besar, namun pada kenyataannya perkembangan produksi dan ketersediaan produk di pasaran relatif masih lambat dibandingkan laju konsumsi dan permintaan produk. Agroindustri karet alam bersifat strategis karena karet alam diperlukan untuk saling melengkapi dengan karet sintetik dimana pertumbuhan industri otomotif yang menggunakan kedua bahan tersebut terus berkembang cukup signifikan. Agroindustri karet alam ini juga dihadapkan pada beberapa permasalahan yaitu permintaan konsumen akan produk yang berkualitas, pemasaran produk ke beberapa konsumen, plasma unggul yang dapat meningkatkan keuntungan perusahaan, dan pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan. Salah satu permasalahan pada agroindustri ini adalah pengambilan keputusan yang lambat, padahal produksi harus dilakukan secara cepat untuk mempertahankan kualitas produk dan pemilihan
27
konsumen yang tepat dengan penawaran tertinggi dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan adanya sistem penunjang keputusan ini dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan secara sistematis, cepat, efisien, dan efektif diharapkan dapat menjadi penunjang tercapainya pemenuhan kebutuhan dari tiap komponen dalam sistem.
3.2.3 Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan sebagai langkah awal dalam merancang dan mengidentifikasi keperluan sistem. Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan yang dijabarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat dan diagram inputoutput (Marimin 2004). Dalam tahap ini diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung dalam rantai pasok karet alam. a. Diagram Lingkar Sebab Akibat Diagram sebab akibat menggambarkan interkoneksi antar peubah-peubah penting yang diturunkan dari identifikasi kebutuhan dan masalah yang telah diformulasikan pada suatu sistem tertutup. Hubungan antara komponen tersebut dapat positif atau negatif, dapat berlangsung searah dan dapat juga bersifat timbal balik. Selain itu, diagram sebab akibat harus mempertimbangkan komponenkomponen yang digambarkan pada diagram input-output (Marimin 2004). Diagram sebab akibat sistem disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram lingkar sebab akibat Keterangan : : Elemen + : Relasi Peningkatan : Relasi Pengurangan Berdasarkan diagram tersebut, dapat dilihat bahwa pada produktivitas agroindustri karet alam akan mengalami peningkatan ketika kualitas lateks yang diterima mulai mengalami peningkatan mutu, dan tingginya mutu ini dipengaruhi juga resiko operasional yang berupa masalah teknis yang didapat pada perkebunan mulai dapat diminimalisir akibat keuletan para petani karet. Keuletan para petani ini ternyata dipengaruhi oleh kesejahteraan mereka yang mulai meningkat karena adanya subsidi dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah pun ternyata mendapatkan pemasukan tambahan akibat kontinuitas suplai karet yang dihasilkan agroindustri ini meningkat dimana kegiatan impor karet pun mulai mengalami penurunan. Dengan kontinuitas yang mulai stabil dan
28
mengalami peningkatan ini akan meningkatkan daya beli konsumen karena produk yang dihasilkan agroindustri tersebut berkualitas dan potensi untuk memasarkan pun semakin besar sehingga keuntungan perusahaan terus meningkat. b. Diagram Input Output Analisis sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasokan dilakukan dengan pendekatan bottom up yang dimulai dengan identifikasi kebutuhan pengguna sehingga menghasilkan rancang diagram input-output sistem. Diagram input-output menggambarkan skema identifikasi didasarkan pada masukan dan keluaran model yang dikembangkan dengan dilengkapi dengan operasi awal yang dilakukan (Marimin 2004). Gambar 14 menggambarkan diagram input output dari Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam.
Gambar 14. Diagram input output
3.3
Tata Laksana
3.3.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk data sekunder maupun data primer. Akuisisi pengetahuan untuk mendapatkan data kualitatif melalui teknik wawancara mendalam (depth interview). Responden wawancara dan kuesioner ini adalah staf dan karyawan PT. Condong Garut dan dua orang pakar dari Riset Perkebunan Nusantara (RPN). Wawancara juga dilakukan untuk menjelaskan dan mengklarifikasi serta menerangkan masalah-masalah teknis yang ada di lapangan yang berguna untuk mendapatkan informasi tambahan. Sedangkan pengamatan langsung (observasi) dan dokumentasi kegiatan juga dilakukan untuk mendukung hasil wawancara. Ketiga teknik pengumpulan data ini diupayakan dapat menggali kekayaan informasi kualitatif yang akurat untuk mendukung hasil dari penelitian ini. Data kuantitatif yang digunakan berupa data sekunder yang berhubungan dengan kegiatan rantai pasok karet pada perusahaan. Datayang tidak tersedia, diestimasikan melalui informasi kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari wawancara manajemen dan tinjauan pustaka (artikel, jurnal ilmiah, buku acuan, dan internet).
29
3.3.2 Pengolahan dan Analisis Data Pada pengembangan sistem, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode MPE dan AHP. Sebelum melakukan analisis data, dilakukan terlebih dahulu observasi lapang dan juga wawancara dengan pakar untuk pengisian kuesioner. Sebelum membuat operasi fungsi dalam sistem, data dari hasil kuesioner untuk model pemilihan produk prospektif dan konsumen potensial diolah dengan menggunakan Ms. Excel 2007 terlebih dahulu dengan metode MPE. Sementara data dari hasil kuesioner untuk model pemilihan strategi plasma unggul (petani kebun karet) dan model pemilihan pengukuran kinerja rantai pasok tersebut dianalisis menggunakan perangkat lunak Expert Choice 2000. Hasil analisis data kuesioner tersebut menjadi bobot prioritas tujuan dari pemilihan strategi plasma unggul dan bobot prioritas tujuan dari pemilihan metrik pengukuran kinerja. Pada model pengukuran kinerja, pembobotan metrik kinerja dilakukan dengan menggunakan metode AHP yang dikombinasikan dengan SCOR yang beraspek lingkungan (GSCOR). SCOR merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur kinerja rantai pasok perusahaan secara keseluruhan. Model SCOR yang digunakan pada penelitian ini adalah SCOR versi 8.0. SCOR versi terbaru, yaitu SCOR versi 10.0 menggambarkan kebutuhan pelatihan dan pengukuran kinerja individu untuk masing-masing proses sehingga pemimpin dapat menemukan dan mengembangkan orang-orang yang memiliki keahlian dan pengalaman (Anonim 2011). Semua metrik yang sudah mempunyai bobot akan dijadikan sebagai poin penilaian mewakili keseluruhan metriks yang ada. Kemudian dari semua poin penilaian tersebut, keluaran yang diterima oleh pengguna akan ditambahkan dengan rekomendasi dari sistem berupa saran perbaikan yang bersifat umum. SCOR adalah referensi model proses yang memungkinkan perusahaan untuk mengubah rantai pasokan mereka dengan pemetaan proses rantai pasokan, menentukan dimana link lemah, dan mengukur kinerja yang dibandingkan dengan target perusahaan standar industri. Metode ini terdiri atas beberapa lapisan yang semakin rinci, yang memungkinkan perusahaan untuk memeriksa hubungan mereka dengan mitra, pemasok dan pelanggan (Supply Chain Council 2006). Namun, metode SCOR ini juga mempunyai kekurangan, yaitu hanya menilai kinerja dari dua perspektif saja. Penilaian internal dilakukan oleh pihak perusahaan dan penilaian ektsternal yang hanya diwakili oleh customer. Metrik-metrik pengukuran dalam SCOR juga memberikan sistem pengukuran yang masih bersifat generik bagi para penggunanya (Ervil 2010).
3.3.3 Pengembangan Sistem Setelah permasalahan dan informasi teridentifikasi dirancang, dilanjutkan dengan tahap persiapan meliputi pengumpulan data melalui studi pustaka, observasi, dan wawancara serta tahap pengolahan dan analisis data. Sementara, tahap pengembangan dilakukan dengan mengembangkan Sistem Manajemen Basis Data dan Sistem Manajemen Basis Model yang dihubungkan dengan sistem pengolahan terpusat serta sistem manajemen basis dialog yang mempermudah komunikasi antara pengguna dan komputer. Sistem Manajemen Basis Data merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengolahan data, yaitu mengendalikan dan memanipulasi data yang tersimpan. Proses tersebut diantaranya input data, ubah data, dan hapus data. Sistem Manajemen Basis Data terdiri dari dua bagian yaitu sistem manajemen basis data statis dan sistem manajemen basis data dinamis. Sistem Manajemen Basis Data terdiri dari dua bagian yaitu sistem manajemen basis data statis dan sistem manajemen basis data dinamis. Sistem manajemen basis data statis merupakan bagian sistem yang didalamnya terdiri dari basis data yang bersifat statis (tetap), pada sistem ini adalah informasi-informasi mengenai budidaya tanaman karet dan teknologi pengolahan karet alam.
30
Sistem manajemen basis model merupakan bagian dari sistem sistem penunjang keputusan yang memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan. Sistem ini meliputi berbagai formulasi matematika sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan (decision making). Sistem manajemen basis model terdiri atas empat model, yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan konsumen potensial, model strategi pemilihan plasma unggul, dan model pengukuran kinerja perusahaan. Model produk prospektif dan konsumen potensial merupakan model yang digunakan untuk menentukan jenis karet alam dan pasar konsumen yang akan diprioritaskan dalam produksi dan pemasaran. Kedua model tersebut menggunakan metode MPE. Model strategi pemilihan petani kebun karet digunakan untuk menentukan strategi penilaian perusahaan dalam memilih mitra plasma yang dianggap unggul, metode ini dilakukan pembobotan dengan menggunakan AHP. Sementara model pengukuran kinerja perusahaan digunakan untuk mengukur kinerja atau performa perusahaan dan dilakukan dengan metode pendekatan GSCOR yang dikombinasikan dengan AHP. Pada tahapan implementasi, koordinasi dilakukan pada basis data dan basis model yang akan diimplementasikan dalam suatu program komputer. Pengembangan sistem ini menggunakan XAMPP 2.5 dan pengembangan basis datanya menggunakan MySQL Oracle 2010. Verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model (program komputer) sesuai dengan logika diagram alur (Sargent 2007). Pada tahap ini dilakukan perbandingan hasil perhitungan program aplikasi Heveniel dengan yang dilakukan menggunakan perangkat lunak Ms. Excel 2007. Verifikasi diperlukan untuk memeriksa adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada tahap implementasi. Dengan adanya tahap verifikasi kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki dengan cepat. Validasi dilakukan untuk mengetahui dan memastikan ketepatan konsep logika dari model yang dirancang serta hubungan yang tepat dan rasional antara input dan output yang digunakan pada model (Sargent 2007). Teknik validasi yang digunakan adalah teknik face validity. Menurut Sargent (2007), face validity merupakan teknik validasi yang dilakukan dengan menanyakan kepada pakar (orang yang berkompeten) mengenai ketepatan model dan perilaku model yang dirancang.
31
IV.
4.1
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perusahaan
Pada awalnya perkebunan Condong Garut merupakan perkebunan swasta Inggris yang berkedudukan di London, sedangkan kepengurusannya dilaksanakan oleh NV J.A. WATTIE & CO. Ltd yang berkedudukan di Jakarta, perkebunan ini dibuka sejak tahun 1900 namun secara resmi akta pendiriannya baru pada tahun 1910 dengan tanaman karet sebagai komoditas utama. Sejak tahun 1963 sampai dengan sekarang, perkebunan Condong Garut telah beberapa kali berganti nama serta pemilik, mulai dari perkebunan Condong P.P. Dwikora V sampai Condong Garut dibawah kepemilikan PT. Rejosari Bumi sampai PT. Panca Permata Harapan dengan pimpinannya adalah Bapak H. Herry Sunardi. Pada penjajahan Jepang perkebunan ini dikuasai oleh Jepang. Namun, setelah Indonesia merdeka maka PT. Condong Garut kembali kepada kepengurusan Inggris, meskipun diantara para pelaksananya adalah orang Belanda. Beberapa reorganisasi yang terjadi di PT. Condong Garut , yaitu: September 1963, perkebunan ini berada di bawah pengawasan pemerintah Republik Indonesia karena ada permasalahan politik dimana pemerintah Inggris telah mendirikan Negara Kerajaan Malaysia. April 1964, akibat permasalahan politik dengan Malaysia, semua perusahaan Inggris dinasionalisasikan, termasuk perkebunan Condong berubah menjadi P. P Dwikora V. Mei 1968, sebagai tindak lanjut pemulihan dengan Inggris maka semua perusahaan Inggris dikembalikan lagi. Perkebunan Condong dikembalikan lagi ke pemiliknya, namun oleh pemilik yang baru (NV TELOREJO UNITED PLANTATIONS LTD) kuasa atas perkebunan diberikan kepada perusahaan swasta nasional yaitu PT. Air Murni. Juli 1969, terjadi persengketaan antara NV Telogorejo sebagai pemilik dengan PT. Air Murni sebagai pemegang kuasa, dimana kedua belah pihak saling memperebutkan Perkebunan Condong. April 1970, untuk melerai persengketaan antara keduanya, maka oleh pemerintah diambil alih perkebunan tersebut. Kemudian menunjuk PT. Perkebunan XII untuk menguasai dan mengusahakan Perkebunan Condong. Maret 1972, perkebunan diserahkan kembali ke pemiliknya yang dalam hal ini pemilik yang baru yaitu PT. Condong Garut. Persengketaan antara PT. Air Murni dengan pemilik telah diselesaikan melalui pengadilan. PT. Condong Garut di bawah pimpinan Halim Sutanto. Tahun 1972 sekaligus ditetapkan menjadi hari jadi PT. Condong Garut. Mei 1975, PT. Condong Garut mengalami perubahan kepemilikan, yaitu dibawah PT. Rejo Sari Bumi dan Yanita Indonesia. September 1991, PT. Condong Garut mengalami perubahan kepemilikan,yaitu di bawah PT. Panca Permata Harapan. Tahun 2007, hingga saat ini menjadi perkebunan swasta.
4.2
Visi dan Misi Perusahaan
Visi Perusahaan : Menjadi perusahaan swasta yang unggul dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas dengan tetap menjaga dan memperhatikan kelestarian alam, lingkungan, dan juga keselamatan kerja.
32
Misi Perusahaan : 1. Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat kabupaten Garut. 2. Memberi manfaat bagi masyarakatsekitar perkebunan berupa peningkatan pendidikan dan taraf hidup bagi karyawan serta masyarakat. 3. Menghasilkan komoditas perkebunan yang sesuai dengan standar mutu internasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun internasional. 4. Menambah pendapatan daerah.
4.3
Lokasi Pabrik
PT. Condong Garut merupakan perkebunan terbesar di Jawa Barat, berada di daerah pesisir pantai selatan Garut Jawa Barat, tepatnya ± 95 km dari ibu kota Garut, dengan ketinggian 600 sampai 800 meter dari permukaan laut, curah hujan 1,982 mm/tahun, dan luas areal perkebunan 7,768.30 Ha. PT. Condong Garut telah menghasilkan produk-produk berkualitas dan menembus pasar ekspor dunia. Lokasi perusahaan dapat ditempuh melalui dua akses jalan, yaitu dari kecamatan Cikelet serta dari kecamatan Pakenjeng.
4.4
Hak Guna Usaha
Hak guna usaha PT. Condong Garut dibuktikan dengan Surat Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 64/HGU/BPN/98 tanggal 16 September 1998 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha PT. Condong Garut seluas 7,768.3015 Ha yang berlaku sampai 2023.
4.5
Komoditas Produk
Komoditas Kelapa Sawit Mulai didirikan pada tahun 1980 dibangun pabrik pengolahan sawit diatas area seluas 3,024 Ha dengan kapasitas 20 Ton TBS/jam, 140 ton/hari dengan rendemen 19-23% dengan peralatan buatan Stork Belanda, teknisi dari Malaysia dan Singapura, atap pabrik dari Australia, yang dapat menghasilkan produk-produk unggulan. Semua proses diawasi oleh para ahli sampai pada akhirnya mendapatkan bahan dengan kualitas bagus, yaitu : CPO (Crude Palm Oil) berasal dari sabutnya dan PKO (Palm Kernel Oil), yang berasal dari inti kelapanya. Komoditas Karet Ditanam di atas lahan seluas 2,529.43 Ha dan areal pembibitan seluas 9.67 Ha. Pabrik pengolahan dibangun pada tahun 1987 dengan luas pabrik 0.85 Ha, yang dapat menghasilkan karet kering sebanyak ±1 ton per hari, kualitas karet yang terdiri dari RS I, RS II, Cutting, dengan standar pengolahan mengacu pada panduan Green Book sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Komoditas Lainnya Komoditas lainnya yakni pengembangan minyak nilam serta bio energi dari tumbuhan jarak yang masih dalam proses riset, tanaman nilam ditanam di lahan seluas 54.31 Ha sebagai tanaman tumpang sari di areal perkebunan karet, dalam satu tahun bisa menghasilkan 702.498 kg nilam basah serta 126.450 nilam kering.
4.6
Ketenagakerjaan
Dengan luas lahan 7,768.30 Ha serta sarana pendukung lainnya, PT. Condong Garut bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 1,626 orang, yang hampir semuanya asli berasal dari putra daerah Garut mencapai ±98% dari jumlah karyawan. Jumlah tenaga kerja yang cukup banyak ini terdiri dari
33
karyawan unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS), unit Pengolahan Karet, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, serta satuan pengamanan. Jam kerja yang diberlakukan di PT. Condong Garut dibagi atas dua bagian, yaitu: a. Bagian Kantor Untuk rincian jam kerja bagian kantor adalah sebagai berikut: Hari Senin sampai dengan Kamis : Pukul 07.00-12.00 : kerja aktif. Pukul 12.00-13.00 : istirahat. Pukul 13.00-15.00 : kerja aktif. Hari Jumat : Pukul 07.00-11.00 : kerja aktif. Hari Sabtu : Pukul 07.00-12.00 : kerja aktif. b. Bagian Pabrik Untuk rincian kerja bagian pabrik adalah sebagai berikut: Hari Senin sampai dengan Kamis : Pukul 07.00-15.00 : kerja aktif. Hari Jumat : Pukul 07.00-11.00 : kerja aktif. Hari Sabtu : Pukul 07.00-12.00 : kerja aktif.
4.7
Fasilitas Perusahaan
PT. Condong Garut dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada karyawan menyediakan beberapa fasilitas dan mengadakan beberapa kegiatan yang ditujukan bagi para karyawan. Rumah Dinas Karyawan, Sarana Belajar dan Kesehatan Rumah dinas karyawan dibangun tidak jauh dari lokasi bekerja. Sarana sekolah dan kesehatan untuk keluarga karyawan dibangun disekitar pemukiman karyawan dan penduduk setempat dengan tenaga-tenaga yang disediakan oleh perusahaan. Tidak hanya keluarga karyawan, namun penduduk di sekitar perusahaan pun banyak yang memanfaatkan fasilitas yang diberikan perusahaan. Kegiatan peningkatkan kualitas SDM karyawan dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, baik yang diadakan di dalam perusahaan (In House Training) maupun diluar perusahaan Koperasi Karyawan PT. Condong Garut memiliki sebuah lembaga koperasi karyawan yang mana sampai bulan April 2007 telah menghasilkan keuntungan sebesar Rp 308,716,304, dengan jumlah anggota sebanyak 626 anggota. Kegiatan Sosial PT. Condong Garut juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat, seperti pembuatan jalan umum, jembatan, mesjid-mesjid, pengobatan gratis bagi karyawan dan masyarakat umum, sunatan masal bagi keluarga kurang mampu, operasi katarak gratis, pemberian zakat penghasilan perusahaan, serta pembentukan Bazis (Badan Amil Zakat dan Shadakoh) yang dikelola oleh para karyawan, serta kegiatan bakti sosial lainnya. Kegiatan sosial ini tidak hanya dirasakan oleh karyawan dan lingkungan sekitar perusahaan saja, namun juga telah merambah keluar lingkungan perusahaan disekitar Kabupaten Garut, seperti Cikajang, Cibatu, Limbangan, Bungbulang, Caringin dan beberapa daerah lainnya.
34
Peningkatan Kreativitas Dalam bidang kreativitas, perusahaan menyediakanbeberapa sarana olahraga, seperti bola voli dan bulu tangkis. Beberapa kreativitas dibidang kesenian adalah seni tradisional calung, debus, dangdut, serta kesenian-kesenian lainnya.
4.8
Manajemen Lingkungan
Dalam penanggulangan dampak lingkungan, perusahaan telah mendapatkan kepercayaan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mengikuti program penilaian peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER), untuk komoditas kelapa sawit sejak Januari tahun 2003 hingga September 2004telah diikutkan sebagai peserta PROPER dengan peringkat “BIRU”, sedangkan komoditas karet baru didaftarkan sejak bulan Oktober 2005 hingga Oktober 2006. Sebagai pendukung penilaian PROPER, perusahaan juga telah memenuhi kewajiban pelengkapan dokumen, seperti dokumen AMDAL, RKL, dan RPL. Selain itu, perusahaan juga telah melaksanakan kewajiban pengendalian pencemaran air.
35
V.
5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan Sistem
5.1.1 Konfigurasi Sistem Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai pasok perusahaan yang dapat diakses melalui web. SPK Rantai Pasok Karet Alam ini dirancang menjadi suatu halaman situs yang diberi nama AGROGREENRUBBER. Agrogreenrubber terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu : Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Dialog. Gambar 15 menggambarkan konfigurasi SPK dalam sistem Agrogreenrubber.
Gambar 15. Konfigurasi SPK rantai pasok karet alam Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian dari sistem yang mengelola dan mengatur seluruh komponen, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara timbal balik dengan sistem lainnya. Sistem Pengolahan Terpusat berfungsi sebagai koordinator dan pengendalian dari operasi Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam. Sistem Pengolahan Terpusat bertujuan mengorganisasikan dan mengendalikan seluruh komponen sistem, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara dua arah dengan sistem lainnya. Sistem Pengolahan Terpusat Agrogreenrubber divisualisasikan dalam bentuk Menu Utama yang terdiri dari Basis Data Statis, Basis Data Dinamis, dan Basis Model. Sistem Manajemen Dialog merupakan bagian sistem yang memungkinkan pengguna dengan mudah berinteraksi dengan sistem. Sistem Manajemen Dialog dalam Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam menyediakan fasilitas interaktif antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Sistem Manajemen Dialog merupakan fasilitas yang diberikan untuk
36
berkomunikasi antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Sistem ini akan mempermudah pengguna dalam pemakaian program. Hal ini dikarenakan sistem yang dibuat user friendly. Sistem Manajemen Dialog perlu dirancang dengan tampilan menarik agar pengguna mudah mengerti dengan alur kerja penggunaan program serta membuat pengguna tidak merasa bosan. Selain itu, sistem Agrogreenrubber ini menggunakan bahasa Indonesia sehingga akan lebih memudahkan dalam pengoperasiannya. Sistem Manajemen Basis Data merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengolahan data, yaitu mengendalikan dan memanipulasi data yang tersimpan. Proses tersebut diantaranya input data, ubah data, dan hapus data. Sistem Manajemen Basis Data terdiri dari dua bagian yaitu sistem manajemen basis data statis dan sistem manajemen basis data dinamis. Manajemen basis data merupakan salah satu komponen penting dari suatu sistem karena adanya perbedaan kebutuhan data. Sistem manajemen basis data statis Agrogreenrubber merupakan bagian sistem yang didalamnya terdiri dari basis data yang bersifat statis (tetap). Basis data ini digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat tetap dan tidak dapat mengalami perubahan. Sementara, sistem manajemen basis data dinamis berisikan basis data yang dibutuhkan sebagai nilai input bagi sistem manajemen basis model. Sistem manajemen basis data dinamis harus memiliki kemampuan terhadap perubahan struktur dan isi elemen data. Dalam sistem ini hanya basis data statis saja yang digunakan karena pengguna tidak dapat mengubah, baik menambah maupun mengurangi atau menghapus data secara langsung. Agrogreenrubber dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP. Manajemen Basis Data Statis dirancang dengan menggunakan HTML (Hyper Text Markup Language) dan dibuka oleh Internet Explorer atau Web Browser lainnya yang diintegrasikan pada program utama. Manajemen Basis Data Dinamis dirancang dengan menggunakan MySQL dan bahasa pemrograman PHP. Sistem Manajemen Dialog dirancang dengan menggunakan Dreamweaver CS5 (Adobe Systems 2010). Sistem Manajemen Basis Model merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengelolaan model untuk perhitungan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem Manajemen Basis Model merupakan bagian dari sistem dalam Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam yang memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan. Sistem ini meliputi berbagai formulasi matematika sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan (decision making). Sistem Manajemen Basis Model yang dikembangkan terdiri dari : 1) Model Produk Olahan Karet Alam Prospektif Model produk prospektif merupakan model yang digunakan untuk menentukan jenis olahan karet alam yang akan diprioritaskan produksinya sehingga mengurangi resiko memproduksi produk yang tidak memberikan keuntungan. Metode yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil daripada sub model ini adalah jenis produk olahan karet alam yang patut dipertimbangkan dan diprioritaskan produksinya. Kriteria yang digunakan untuk model ini adalah adalah potensi produk di pasaran, ketersediaan sarana produksi, ketersediaan SDM yang terampil, keuntungan, dan nilai tambah. Semua nilai yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus MPE dan dijumlahkan untuk setiap alternatif. Diagram alir deskripsi Model Pemilihan Produk Prospektif disajikan pada Gambar 16.
37
Gambar 16. Diagram alir deskripsi model produk prospektif 2) Model Konsumen Potensial Model konsumen potensial merupakan model yang digunakan untuk menentukan konsumen yang akan diprioritaskan penjualannya sehingga mengurangi resiko penjualan produk ke konsumen yang memberikan penawaran terendah dan potensi pembelian sedikit. Sama seperti model sebelumnya, metode yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil daripada sub model ini adalah konsumen karet alam yang patut dipertimbangkan. Kriteria yang digunakan untuk model ini adalah adalah potensi permintaan konsumen, kemudahan menjangkau konsumen, ketersediaan sarana dan prasarana, penawaran harga, dan biaya distribusi. Semua nilai yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus MPE dan dijumlahkan untuk setiap alternatif. Diagram alir deskripsi Model Pemilihan Konsumen Potensial disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Diagram alir deskripsi model pemilihan konsumen potensial
38
3) Model Strategi Pemilihan Plasma Unggul Model ini digunakan untuk menentukan strategi-strategi untuk memilih plasma unggul. Model ini juga menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dimana metode tersebut digunakan untuk menganalisis alternatif-alternatif pemilihan plasma unggul berdasarkan : a) Level Faktor : lokasi pemeliharaan, sarana dan prasarana, jumlah anggota plasma, kualitas lateks, teknologi dan keuletan. b) Level Aktor : petani karet, perusahaan inti, RLPS. c) Level Alternatif: lokasi pemeliharaan yang sesuai dengan topografi, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, jumlah anggota mitra yang efisien, memberikan pelatihan, memelihara sesuai prosedur dimulai dengan merawat tanaman karet lalu memanen lateks dan menyaringnya. Adapun keluaran dari model ini adalah urutan alternatif strategi pemilihan plasma unggul yang disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Diagram alir deskripsi model strategi pemilihan plasma unggul 4) Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Perusahaan Model ini digunakan untuk memilih metrik-metrik yang akan digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok perusahaan. Model pengukuran kinerja menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan pendekatan GSCOR dimana metode ini menganalisis alternatif-alternatif metrik pengukuran kinerja rantai pasok berdasarkan : a) Level Faktor : pengadaan, produksi, pengolahan, pengiriman, pengelolaan lingkungan. b) Level Parameter Kinerja : nilai tambah, kualitas, resiko. c) Level Atribut Kinerja : reliabilitas, responsivitas, biaya, aset, pemanfaatan limbah. Gambar 19 menyajikan diagram alir deskripsi model pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan.
39
Gambar 19. Diagram alir deskripsi model pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan Model Agrogreenrubber mengintegrasikan sistem dengan memasukkan pendapat pakar yang keluarannya akan menjadi komponen sistem penunjang keputusan. Keluaran dari pengolahan data tersebut merupakan hasil dari pengkombinasian sistem dan nilai yang didapat dari pakar. Agrogreenrubber secara umum dapat digambarkan dengan sebuah diagram alir deskriptif yang terdiri dari bentuk masukan dan keluaran program serta alur program secara keseluruhan. Secara garis besar program Agrogreenrubber mengolah dengan menggunakan beberapa metode, untuk pemilihan produk prospektif dan konsumen potensial menggunakan metode MPE, untuk pemilihan plasma unggul menggunakan AHP, dan untuk menganalisis kinerja menggunakan AHP GSCOR.
5.1.2 Diagram Aliran Data Tahapan pemodelan sistem dalam perancangan sistem penunjang keputusan berguna untuk memberikan gambaran jelas dalam membangun dan menerapkan sistem secara fisik kepada pengguna. Pemodelan Agrogreenrubber dilakukan dengan pendekatan berarah fungsi yang terdiri atas pembuatan diagram aliran data atau data flow diagram (DFD). DFD memperlihatkan hubungan fungsional dari nilai yang dihitung oleh sistem termasuk nilai masukan, nilai keluaran, serta tempat penyimpanan internal. Diagram aliran data adalah gambaran grafis yang memperlihatkan aliran data dari sumbernya dalam objek kemudian melewati suatu proses yang mentransformasinya ke tujuan lain (Nugroho 2002). Diagram ini akan membantu melihat sistem secara menyeluruh dan dijadikan suatu objek utuk penyusunan sistem. Menurut Sidarta (1995), alat perancangan sistem yang berorientasi pada alur data dengan konsep dekomposisi yang dapat digunakan untuk penggambaran analisis maupun rancangan sistem yg mudah dikomunikasikan oleh profesional sistem kepada pemakai maupun pembuat program. Menurut Nugroho (2002) diagram aliran data terdiri atas empat unsur, yaitu proses, aliran data, entitas, dan data store. Proses adalah sesuatu yang melakukan transformasi terhadap data. Setiap proses harus memiliki sedikitnya satu masukan dan satu keluaran aliran data. Menurut Whitten et al.
40
(2004), sebuah aliran data juga digunakan untuk menunjukkan pembuatan, pembacaan, penghapusan, serta pemutakhiran data pada sebuah berkas atau basis data. Aliran data berguna untuk menghubungkan keluaran dari suatu objek atau proses yang terjadi pada suatu masukan. Entitas adalah objek aktif yang mengendalikan aliran data dengan memproduksi atau mengkonsumsi data. Data store adalah objek pasif dalam diagram aliran data yang menyimpan data untuk penggunaan lebih lanjut. Sistem penunjang keputusan ini terdiri atas suatu proses global dan proses-proses yang lebih detail yang menyusun proses global tersebut. Penggambaran dari proses global sistem akan menghasilkan diagram konteks atau DFD level 0, sedangkan analisis dari proses lebih detail yang menyusun diagram konteks tersebut akan menghasilkan DFD level 1 dan seterusnya. Diagram konteks atau diagram alir data level 0 menggambarkan keseluruhan sistem dengan satu proses berikut sumber dan tujuan data secara jelas. Masukan data sistem yang berasal dari agroindustri, pakar, dan studi pustaka. Entitas agroindustri memberikan masukan kepada sistem berupa data produksi lateks dan produk karet alam. Data mengenai budidaya dan teknologi proses diperoleh dari entitas pakar, agroindustri dan pustaka. Selain itu, pakar juga memberi masukan kepada sistem berupa kriteria dan data penilaian terhadap model yang disediakan yang kemudian menerima keluaran dari sistem berupa laporan dan rekomendasi. Gambaran DFD level 0 dapat disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. DFD level 0 Keterangan : :Entitas →
: Proses : Aliran data
Pada Gambar 21 menyajikan diagram aliran data untuk level 1 pada sistem penunjang keputusan rantai pasokan karet alam. Pada level ini terlihat lebih detail pada subproses yang membangun sistem secara keseluruhan. Subproses tersebut menjadi proses turunan dari diagram konteks atau DFD level 0 sebelumnya. Pada DFD level 1 ini terdapat tiga subproses, yaitu pengumpulan data, penyortiran dan seleksi, serta pengolahan data. Gambar 21 menggambarkan DFD level 1 pada sistem.
Gambar 21. DFD level 1
41
Proses tersebut akan dipecah kembali dalam satuan-satuan proses yang digambarkan dalam DFD level 2. Diagram alir data level 2 menjelaskan tentang proses-proses yang terjadi dalam proses penyortiran dan seleksi data, dan pada proses pengolahan data. Proses penyortiran dan seleksi data ini dibagi menjadi enam, yaitu proses penyortiran, proses seleksi data produk prospektif, proses seleksi data konsumen potensial, proses seleksi data strategi plasma unggul, proses seleksi data metrik kinerja, dan proses seleksi data perusahaan yang digambarkan pada Gambar 22.
Gambar 22. DFD level 2
5.1.3 Diagram Hubungan Entitas Entity Relationship Diagram adalah modul yang mendeskripsikan hubungan antara penyimpanan dalam DFD. Model entity relationship berisi komponen-komponen himpunan entitas dan himpunan relasi yang masing-masing dilengkapi dengan atribut-atribut yang merepresentasikan fakta dari dunia nyata yang ditinjau, dan dapat digambarkan dengan lebih sistematis dengan menggunakan Entity Relationship Diagram (ERD). ERD untuk program Agrogreenrubber dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Diagram ER Keterangan : : Tabel Entitas dengan atributnya : Setiap 1 obyek A berelasi dengan tepat 1 obyek B : Setiap 1 obyek A berelasi dengan banyak 1 obyek B
42
5.2
Identifikasi Rantai Pasokan Karet Alam
Rantai pasokan merupakan interaksi dari beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut meliputi aliran barang (produk) maupun aliran informasi dan aliran dana atau uang. Aliran barang merupakan bentuk fisik dari gambaran hubungan rantai pasokan. Dari aliran barang tersebut dapat diketahui pihak mana saja yang tidak terlibat langsung namun masih memiliki andil dalam kegiatan didalam rantai pasokan tersebut. Sebelum diterima konsumen, suatu produk jadi terlebih dahulu mengalami proses panjang dimulai dari berupa bahan mentah yang kemudian diolah dengan penambahan nilai pada setiap prosesnya. Pada umumnya aliran barang, bermula dari tahapan awal rantai pasokan menuju ke pengguna akhir. Sementara aliran informasi dan aliran uang bergerak berlawanan dari aliran barang. Menurut Hugos (2006), secara sederhana sebuah rantai pasokan terdiri atas sebuah perusahaan, pemasok, serta pelanggan perusahaan tersebut. Umumnya anggota rantai pasokan terdiri atas produsen, distributor, retailer, pelanggan, serta penyedia layanan. Rantai pasokan karet alam terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan nilai yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasokan karet alam di Indonesia berakhir sampai dengan eksportir. Selanjutnya eksportir tersebut memasarkannya dengan mengekspor karet alam ke Amerika, Jepang, Cina, Singapur, dan Jerman. Anggota utama rantai pasokan karet alam di Indonesia terdiri dari pemasok, pendistribusi, pengolah, dan konsumen (pasar). Pada PT. Condong Garut, petani kebun karet bertugas sebagai pemasok bahan baku, pemanen lateks, pengumpul dan penyaring lateks dan juga pendistribusi lateks ke pabrik. Pabrik sebagai pengolah bertugas untuk melakukan pemrosesan RSS dan Brown Crepe. Karet alam yang sudah diproses akan dipasarkan kepada para pengumpul dan eksportir. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan karet alam yang berkualitas. Pola aliran rantai pasokan karet alam disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24. Pola aliran rantai pasokan karet alam Keterangan : 1.
Penyedia sarana produksi untuk petani
2.
Pemanen lateks dan budidaya
3.
Pengumpul dan penyaring lateks
4. 5. 6.
Pabrik pengolah lateks Pengumpul karet alam
7. 8. 9. 10.
Konsumen luar negeri Aliran barang Aliran finansial Aliran informasi
11. _
. . _ Cakupan rantai pasok karet
alam PT. Condong Garut 12. _
. _
Cakupan rantai pasok karet
alam Indonesia
Eksportir karet alam
43
Aliran rantai pasokan karet alam dimulai dari petani sebagai pemasok bahan baku karet alam. Hasil panen dari petani akan dikumpulkan dan disaring terlebih dahulu sebelum dikirim. Mekanisme pengiriman lateks dilakukan ketika lateks sudah terkumpul dan tersaring kemudian langsung dikirim ke pabrik pengolahan. Alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk mengantarkan lateks kepada pabrik adalah dengan menggunakan truk. Karet alam yang dihasilkan oleh pabrik dijual langsung ke pengumpul karet alam atau eksportir yang berada diluar wilayah kabupaten Garut. Eksportir karet alam yang membeli di PT. Condong Garut paling banyak berada di wilayah Jakarta. Karet alam akan diekspor ke Amerika, Jepang, Cina, Singapur, dan Jerman. Harga beli karet alam oleh pengumpul atau eksportir bergantung pada kualitas karet alam yang dipesan. Semakin baik kualitas karet alam, maka semakin mahal harga karet alam tersebut. Aliran finansial pada rantai pasokan karet alam terjadi dari pengekspor karet alam ke pengumpul karet alam atau langsung ke pabrik pengolah lateks. Selanjutnya, aliran finansial dari pabrik diteruskan ke pengumpul lateks atau langsung ke petani. Pembayaran dari eksportir kepada pabrik atau pengumpul karet alam dilakukan secara tunai ataupun transfer antar bank sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Pabrik juga memberikan modal untuk melakukan budidaya tanaman karet. Setelah dari proses pemanenan, pengumpulan dan penyaringan, petani tersebut harus mengirim lateks ke pabrik tersebut, dan pabrik memberikan bonus kepada petani atas lateks yang dihasilkan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak. Sistem komunikasi yang terjalin antara anggota primer dalam rantai pasokan karet alam sudah terintegrasi dengan baik. Aliran informasi terjadi pada pengekpor karet alam dan pengumpul karet alam atau langsung ke pabrik pengolah lateks. Selanjutnya dari pabrik ke pengumpul lateks atau langsung ke petani. Komunikasi antara pengekspor dengan pabrik menggunakan telepon untuk mengetahui harga yang berlaku dan tanggal pengiriman karet alam. Komunikasi antara pabrik dengan petani kebun karet berupa informasi tentang pembibitan, perawatan, pemanenan, dan kapasitas pengiriman lateks kepada pabrik. Komunikasi yang dilakukan antara petani dan pabrik biasanya dilakukan menggunakan telepon dan rapat atau musyawarah. Petani dan pabrik tersebut merupakan sebuah kemitraan yang sudah terintegrasi yang berada di daerah kawasan PT. Condong Garut. Hal yang dibahas dalam rapat atau musyawarah tersebut membahas penggunaan pupuk, bantuan sarana penunjang produksi, dan pelatihan budidaya. Komunikasi antar pabrik dan petani dilakukan secara informal seperti pihak pabrik mengunjungi langsung ke lahan perkebunan karet atau afdeling.
5.2.1 Anggota Rantai Pasok Pemasok lateks dan bahan penunjang produksi merupakan pemasok utama bahan baku dalam rantai pasokan karet alam ini. Prosesor dalam rantai pasokan ini adalah pabrik pengolah lateks yang menjadi anggota utama dari rantai pasokan. Selain bertanggung jawab dalam pembelian biji, pupuk, dan bahan pendukung lainnya, pabrik juga bertanggung jawab dalam pengolahan lateks menjadi produk olahan yaitu Ribbed Smoked Sheet (RSS) dan pengolahan limbah padatnya seperti lump menjadi produk olahan yang punya nilai tambah yaitu Brown Crepe. Anggota terakhir dalam rantai pasokan ini adalah konsumen luar negeri, namun konsumen akhir dalam rantai pasok PT. Condong Garut adalah pengumpul dan eksportir karet alam. Kedua konsumen ini biasanya membeli produk yang sudah dipesan ataupun yang tersedia dalam stok pengaman di pabrik. Perusahaan pun mempunyai bentuk kerjasama yang telah disepakati dengan para konsumennya, berupa kontrak perjanjian tertulis.
44
5.2.2 Aktifitas Anggota Rantai Pasok Rantai pasokan dimulai ketika PT. Condong Garut menerima lateks dari semua afdeling dan memesan bahan pendukung produksi. Perusahaan melakukan pembelian dengan pemasok tanpa ikatan kontrak. Biasanya perusahaan memesan bahan pendukung seperti pupuk, amonia, asam semut, asam sulfat selama dua bulan sekali. Sedangkan pembelian biji karet dilakukan setahun sekali. Adanya prakiraan permintaan produksi yang dilakukan oleh perusahaan untuk merencanakan proses produksi, perusahaan menginformasikan kebutuhan lateks kepada setiap afdeling. Setiap afdeling mempunyai plasma unggul berdasarkan Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) yang ada. TPH merupakan tempat pengumpulan dan penyaringan lateks oleh para plasma. Para plasma ini pun akan memberikan informasi kepada pabrik pengolahan atas jumlah lateks yang akan dikirim. Sebuah kelompok plasma beranggotakan antara 20 sampai 30 orang dimana orang-orang tersebut sudah dibagikan tugasnya seperti merawat tanaman karet, menyadap dan menyaring lateks. Jika lateks telah dikumpulkan, masing-masing plasma langsung mengirim lateks tersebut ke pabrik pengolahan. Proses selanjutnya adalah penerimaan bahan baku dan pengukuran kadar karet kering. Penerimaan lateks di pabrik dilakukan selama 1 jam dan dilihat nilai kadar karet kering yang diterima sehingga jumlah produksi karet alam pun dapat diestimasi. Selanjutnya dilakukan pengenceran dan koagulasi, penggilingan, pengasapan, sortasi, dan pengepakan. Sortasi yang dilakukan perusahaan masih manual, yaitu dengan menggunakan tangan dan gunting. Jumlah lateks yang diolah menjadi RSS didasarkan pada persediaan produk, bukan permintaan. Namun jika dirata-ratakan, kapasitas produksi per harinya adalah 4 ton per hari. Seluruh kegiatan pengolahan lateks menjadi RSS dilakukan oleh perusahaan, begitu juga pengolahan limbah yang mempunyai nilai tambah yaitu pengolahan lump menjadi Brown Crepe. Kedua produk olahan ini pun disortasi berdasarkan standar mutu yang ada, sehingga mempunyai beberapa produk prospektif yang dibutuhkan oleh konsumen. Semakin tinggi kualitas karet alam, maka semakin tinggi harga jual dan nilai tambahnya. Karena ada berbagai jenis produk yang dihasilkan, konsumen dapat memesan karet alam sesuai kebutuhan dan pabrik pun dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Konsumen, eksportir, dan pengumpul dapat membeli produknya melalui kontrak tertulis, ataupun ketika mereka membutuhkan produk dan biasanya dilakukan setiap awal semester. Pengiriman produk kepada konsumen dilakukan menggunakan truk. Sementara uang dari konsumen dilakukan pembayaran secara tunai atau transfer antar bank.
5.2.3 Sistem Transaksi Sistem transaksi yang diterapkan di dalam rantai pasokan karet alam cukup sederhana. Pada gudang penyimpanan, transaksi jual-beli antara produsen dan konsumen dapat berlangsung secara cash and carry, yaitu konsumen membayar langsung kepada perusahaan dan mendapatkan langsung produk yang diinginkan. Sementara pada lingkungan eksportir dan pengumpul, transaksi penjualan umumnya menggunakan invoice atau faktur penjualan. Pelunasan pembayaran dari faktur tersebut umumnya dibayar setelah rentang waktu maksimal tiga bulan. Pembayaran seperti ini digunakan untuk setiap pembelian tetap yaitu eksportir atau pengumpul yang memesan karet alam, dan pasti akan membelinya setelah produk sudah siap dikirim. Sistem transaksi seperti ini dilakukan dengan kesepakatan antara pihak eksportir atau pengumpul dan perusahaan terlebih dahulu pada setiap awal semester. Pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon. Kesepakatan kedua belah pihak disampaikan melalui media suara dan adanya perjanjian tertulis, dan dalam pelaksanaannya tidak
45
pernah mengalami permasalahan. Setelah diproduksi, karet alam tersebut kemudian dikirim kepada pemesan kontrak. Di samping itu, ada juga konsumen yang membeli karet alam secara tidak menentu (tidak tetap). Jika produksi karet alam melebihi pemesanan dari pemesan kontrak, maka perusahaan akan menjualnya kepada konsumen lain dengan melakukan penawaran terlebih dahulu. Hampir sama seperti pemesan kontrak, perusahaan melakukan penawaran kepada konsumen tidak tetap melalui telepon.
5.2.4 Kemitraan Dalam Rantai Pasok Pola kemitraan yang dianut oleh perusahaan ini adalah inti plasma. Inti plasma merupakan salah satu hubungan kemitraan antara kelompok mitra sebagai plasma, dalam hal ini yaitu petani kebun karet dengan industri pengolahan selaku perusahaan inti. Menurut Hafsah (2000), salah satu keunggulan dari pola inti plasma adalah dapat memberikan manfaat timbal balik dari perusahaan besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma. Manfaat tersebut diperoleh melalui cara pengusaha besar atau menengah memberikan pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil dan pemasaran, dengan begitu perusahaan besar telah membagi resiko hasil serta peluang bisnis dengan pengusaha kecil sebagai plasma. Pada kemitraan ini, perusahaan memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, yaitu berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana penunjang produksi, memberikan upah yang layak, dan memberikan bonus atas produktivitas yang telah dilakukan, sedangkan petani bertanggung jawab dalam pembudidayaan, perawatan dan pemeliharaan, sampai pemanenan, kemudian petani mengirim hasil panennya ke perusahaan inti. Sementara itu, kemitraan yang terjalin antara petani kebun karet (plasma) terjadi di dalam kelompok. Satu kelompok biasanya terdiri atas 20-25 orang petani kebun karet yang mempunyai hubungan kekerabatan atau kedekatan tempat tinggal. Tidak semua petani bertugas untuk budidaya tanaman karet, tetapi ada juga yang memanen lateks dan mengumpulkan sekaligus menyaringnya. Luas total area perkebunan PT. Condong Garut adalah 2,714.81 Ha (Gambar 25). Untuk jenis tanaman yang sudah menghasilkan memiliki luas area 1,758.62 Ha dan jumlah pohon sebanyak 465,224. Sedangkan tanaman yang belum menghasilkan memiliki luas 759.18 Ha dan jumlah pohon sebanyak 311,796. Sedangkan sisanya adalah lahan opening seluas 173.19 Ha, lahan entres 3.65Ha, dan lahan pembibitan 20.17 Ha. Tanaman Menghasilkan Tanaman Belum Menghasilkan OPENING ENTRES Pembibitan
Gambar 25. Area perkebunan karet PT. Condong Garut
46
5.2.5 Resiko Rantai Pasok Resiko rantai pasokan pada komoditas karet alam ini dibagi menjadi dua, yaitu resiko operasional serta resiko lingkungan dan kebijakan. Resiko operasional merupakan resiko yang terjadi berupa masalah teknis, dan pada umumnya disebabkan oleh cuaca, penyakit tanaman karet dan serangan binatang, serta kesalahan dari sumber daya manusia. Resiko operasional ini sangat mempengaruhi hasil produksi, seperti adanya jamur pada pohon karet sehingga mempengaruhi kualitas lateks, kadar karet kering menurun akibat cuaca sedang hujan, atau kuantitas lateks yang rendah akibat kesalahan pemanenan yang dilakukan pekerja. Di setiap tahapan kegiatan pemeliharaan dan pengolahan memang rentan dengan kesalahan dan kerugian, namun jika SDM yang menanganinya terampil dan teliti, hal itu dapat diminimalisir. Resiko kebijakan dan lingkungan merupakan faktor eksternal yang sifatnya tidak pasti. Resiko ini umumnya berasal dari Pemerintah sebagai penentu kebijakan Negara. Contoh dari resiko ini adalah kenaikan harga BBM atau Tarif Dasar Listrik dan kebijakan pemerintah mengenai peraturan lalu lintas barang dan jasa.
5.3 Green Map Rantai Pasok Ribbed Smoked Sheet 5.3.1 Analisis Seven Green Wastes Pada setiap proses rantai pasokan pada agroindustri karet yang berada di Garut ini dilakukan analisis mengenai tujuh sumber pembangkit limbah. Wills (2009) dalam bukunya “Green Intentions: Creating a Green Value Stream to Compete and Win” membagi limbah pada suatu perusahaan ke dalam tujuh jenis yang kemudian dikenal dengan seven green wastes, ketujuh seven green wastes tersebut di antaranya adalah energi, air, bahan, sampah, transportasi, emisi dan biodiversitas. Masingmasing tahapan proses dilakukan identifikasi terhadap seven green wastes yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya dan produksi yang termasuk dalam proses inti pada mekanisme rantai pasok. Energi seringkali didefinisikan dalam ruang lingkup aktivitas yang luas, namun di dalam permasalahan ini, limbah energi yang dimaksudkan adalah penggunaan listrik, bahan bakar, peralatan elektronik, mesin, dan perlengkapan bangunan atau gedung, yang mencakup berbagai macam alat penerangan dan pengamanan. Penggunaan air sama layaknya dengan penggunaan energi, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam suatu aktivitas bisnis. Dalam konsep seven green wastes penggunaan air yang berasal dari sumber mata air maupun perusahaan air diharapkan dapat diminimalisir, namun disisi lain penggunaan air hujan dan air daur ulang yang didapatkan secara gratis diharapkan dapat dijadikan solusi pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya air. Penggunaan material dalam konsep seven green wastes adalah keseluruhan bahan material input yang digunakan untuk menghasilkan produk output akhir. Sedangkan sampah atau garbage yang dimaksud dalam konsep ini adalah seluruh hasil samping dari proses kegiatan produksi. Ide dari konsep green wastes adalah untuk meniadakan jenis limbah ini, sehingga tidak ada limbah atau wastes yang dihasilkan. Konsep meminimalisasi perpindahan dan transportasi yang terjadi dalam proses kegiatan ekonomi merupakan hal penting yang juga menjadi fokus dalam analisis seven green wastes. Perpindahan dan transportasi dianggap tidak diperlukan, karena dapat meningkatkan biaya produksi pada keseluruhan aktivitas. Emisi berkontribusi terhadap peningkatan jumlah polutan di alam dan berdampak pada lingkungan secara keseluruhan. Sumber emisi dalam aktivitas industri dapat berasal dari semua kegiatan yang menggunakan energi, baik itu bahan bakar maupun listrik. Konsep jenis limbah biodiversitas adalah sejumlah ganti rugi yang harus dibayarkan pelaku kegiatan ekonomi atas perusakan atau perubahan biodiversitas yang terjadi akibat aktivitas kegiatan yang dilakukan. Jenis perusakan biodiversitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu perusakan secara langsung (one-time destruction) atau penghancuran, dan perusakan secara bertahap (continual destruction).
47
Sumber emisi dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu scope 1, 2 dan 3. Scope 1 adalah emisi karbon dari kegiatan di mana perusahaan punya kendali penuh, seperti pengoperasian boiler, genset atau alat atau fasilitas lainnya yang menggunakan bahan bakar fosil termasuk kendaraan milik perusahaan untuk transportasi orang atau barang. Sumber lainnya bisa dari proses produksi yang mengemisikan gas-gas rumah kaca (GRK) lainnya , seperti CH4, PF dan lain-lain seperti disajikan pada Tabel 8. Untuk mengukur emisi karbon yang dikeluarkan oleh perusahaan pada scope 1 dibutuhkan data jumlah bahan bakar fosil yang digunakan.
Jenis Bahan CO2 Methane Nitrous oxide Perfluoroethane Perfluoropenthane Perfuorohexane Sulphur hexaluoride
Tabel 8. Daftar Gas Rumah Kaca (GRK) dan GWP Rumus GWP Jenis Bahan Rumus Kimia Kimia CO2 1 HFC-23 CHF3 CH4 21 HFC-236fa C3H2F6 N2O 310 HFC-143a C2H3F3 C2F6 9,200 HFC-134a CH2FCF3 C5F12 7,500 HFC-134 C2H2F4 C6F14 7,400 HFC-32 CH2F2 SF6 23,900 HFC-41 CH3F Sumber : Climate change (1995)
GWP 11,700 6,300 3,800 1,300 1,000 650 150
Scope 2 adalah emisi yang berasal dari energi yang dibeli atau didatangkan dari luar, seperti energi listrik yang dipakai oleh perusahaan dalam kegiatan produksinya dari PLN atau steam dari pemasok luar. Pada pengukuran emisi yang yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk scope 2 diperlukan data jumlah listrik (dalam kwh) yang digunakan oleh perusahaan pada kegiatan produksinya. Sedangkan scope 3 adalah emisi yang berasal dari kegiatan pemasok yang memasok barang ke perusahaan kita. Biasanya emisi dari scope 3 ini jarang dihitung, selain karena faktor kesulitan dalam akses data juga karena jumlahnya yang relatif kecil. Berdasarkan hasil analisis ini diketahui bahwa penggunaan energi dan air hanya terdapat pada proses kegiatan pembibitan. Energi yang digunakan berasal dari penggunaan pompa air untuk pengairan bibit tanaman dan penggunaan listrik pada kantor pengawasan pembibitan, yang juga merupakan kantor afdeling di lokasi pembibitan terkait. PT. Condong Garut menggunakan air yang bersumber dari gunung disekitar lokasi perkebunan untuk memenuhi kebutuhan air pada kegiatan pembibitan dan proses pengolahan karet di pabrik pengolahan. Sampah atau garbage yang dihasilkan dari kegiatan pembibitan terdiri atas sampah hasil penggunaan polybag pada proses penyemaian. Sedangkan emisi yang dihasilkan berasal dari hasil konversi penggunaan energi listrik pada proses kegiatan pembibitan. Perhitungan emisi yang dilakukan mengacu pada surat edaran Menteri ESDM No. 3783/21/600.5/2008, dimana faktor konversi untuk mengubah energi listrik menjadi jumlah emisi CO yang dihasilkan sebesar 0.891 kg/KWh. Sedangkan faktor konversi konsumsi solar menjadi emisi CO2 berdasarkan DEFRA dan DECC (2010) adalah sebesar 2.6413 kg/liter. Melalui perhitungan ini didapatkan jumlah emisi per bulan pada proses pembibitan sebesar 1,631 kg CO2 per bulan. Sedangkan luas areal biodiversitas yang digunakan pada proses pembibitan mencapai 194 Ha, yang mencakup luas areal lokasi pembibitan di afdeling Bokor, Cisonggom, Cirejeng, dan Cikadongdong. Pada proses kegiatan perawatan TBM dan TM material yang digunakan adalah berupa kebutuhan pupuk dan obat-obatan tanaman. Proses pemanenan menghasilkan garbage wastes berupa lumb mangkuk yang berasal dari kebun. Sedangkan proses penyaringan menghasilkan garbage wastes berupa ranting dan daun hasil penyaringan lateks. Pada proses kegiatan shipping, emisi yang
48
dihasilkan berasal dari penggunaan bahan bakar solar pada proses pengiriman hasil lateks dari TPH kebun ke pabrik pengolahan. Hasil analisis tujuh sumber pembangkit limbah pada proses kegiatan budidaya karet alam selengkapnya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis seven green wastes pada proses budidaya* Proses Kegiatan Jenis Limbah Energi (kwh)** Air (liter) Bahan (kg) Sampah (kg) Transportasi (km) Emisi (Kg CO2)** Biodiversity (Ha)
Pembibitan
Perawatan TBM
Perawatan TM
Pemanenan
Penyarin gan
Shipping
Total
1,830
0
0
0
0
0
1,830
900
0
0
0
0
0
900
2,359
53,671
75,807
0
0
0
131,836
334
0
0
144,000
3000
0
147,334
0
0
0
0
0
2,700
2,769
1,631
0
0
0
0
1,426
3,094
194
763
1,759
0,02
0,01
0
2,715
Sumber : Panji (2012) *Disajikan dalam jumlah limbah per bulan **Didapat Secara Teoritis Selanjutnya, hasil analisis seven green wastes yang terdiri dari energi, air, bahan, sampah, transportasi, emisi dan biodiversitas di masing tahapan proses produksi ribbed smoked sheet dan brown crepe pada PT. Condong Garut. Konsep dari green stream map sendiri adalah mengupayakan limbah hasil samping dari proses produksi dapat ditekan dan diminimalisasi jumlahnya karena kuantitas limbah yang dihasilkan mencerminkan seberapa besar produktivitas pada suatu industri atau perusahaan, semakin kecil limbah yang dihasilkan hal tersebut diartikan bahwa produktivitas hijau pada suatu industri atau perusahaan semakin baik, begitu juga dengan sebaliknya semakin besar jumlah limbah yang dihasilkan hal tersebut mengartikan bahwa produktivitas hijau di suatu industri atau perusahaan semakin buruk. Tabel 10 menyajikan hasil analisis seven green wastes untuk produk ribbed smoked sheet. Tabel 10. Hasil analisis seven green wastes produksi ribbed smoked sheet Proses Kegiatan (dalam 1x produksi) Jenis Limbah
Energi (kwh)* Air (liter) Bahan (kg) Sampah (kg) Transportasi (km) Emisi (Kg CO2)* Biodiversity (Ha)
Penerimaan Bahan Baku
Pengenceran dan Koagulasi
Penggilingan
Pengasapan
Sortasi
Pengepakan
Total
3.33
200
170
0
0
50
423.33
0
8,549.71
7,000
0
0
0
15,549.71
0
45
0
0
0
0
45
0
0
0
652
0
0
652
0
0
0
0
0
0
0
2.967
712.8
757.3
147.3
0
267.3
188.7
-
-
-
-
-
-
-
Sumber : Wiguna (2012) *Didapat secara teoritis
49
5.3.2 Green Stream Map Menurut Wills (2009), terdapat tiga langkah untuk membuat curren-state green stream map. Langkah pertama adalah pemetaan value stream, langkah kedua mengenai pengamatan dan identifikasi setiap proses, langkah ketiga mengenai identifikasi dan pengukuran seven green wastes dalam aktivitas value stream serta proses penggambaran ke dalam green stream map. Pada penelitian ini telah dilakukan analisis setiap proses pada peta value stream, dan telah didapatkan aliran data dan material dalam value stream. Berdasarkan data yang didapatkan, aliran kebutuhan material dimulai dengan kebutuhan biji karet sebesar satu juta bibit per tahun dan kebutuhan lateks kebun sebesar 428,557 liter lateks per bulan sehingga prakiraan kebutuhan karet sebesar 120 Ton per bulan dapat terpenuhi. Kebutuhan bibit ini dipenuhi dari pemasok bibit yang berasal dari daerah Subang dan Sukabumi. Gambar 26 merupakan hasil pemetaan seluruh aktivitas aliran material pada rantai pasok RSS di PT. Condong Garut. Berdasarkan Gambar 26, pada proses kegiatan budidaya karet alam terdapat jenis-jenis limbah yang dapat dieliminasi karena dinilai dapat ditolerir oleh lingkungan, diantaranya limbah dedaunan dan ranting pada proses penyaringan serta limbah lumb mangkuk sisa proses pemanenan. Ranting dan dedaunan yang tersaring pada proses kegiatan penyaringan lateks sebenarnya dapat diabaikan, mengingat jenis sampah ini merupakan sampah yang dapat didegradasi oleh lingkungan secara keseluruhan. Sedangkan lumb mangkuk dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan brown crepe. Berdasarkan hasil analisis tujuh indikator penilaian pada green stream map rantai pasok RSS di PT. Condong Garut menunjukan bahwa untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebesar 120 ton/bulan, dibutuhkan energi berupa listrik sebesar 14,530 Kwh, air sebanyak 1,289 m3, material yang terbuang sebanyak 132,961 Kg, sampah sisa hasil produksi sebesar 147,353.6 Kg, transportasi yang ditempuh 2,769.17 Km dan emisi yang ditimbulkan sebesar 3,096.2 Kg CO2. Ketujuh indikator penilaian tersebut kemudian diukur di tiap tahapan prosesnya, mulai dari kegiatan budidaya tanaman karet sampai menghasilkannya RSS. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tahapan proses setelah penyaringan dan pengiriman lateks maka untuk memproduksi ribbed smoked sheet di PT. Condong Garut terdiri dari stasiun penerimaan bahan baku berupa lateks, stasiun pengenceran dan koagulasi, stasiun penggilingan, stasiun pengasapan, stasiun sortasi dan stasiun pengepakan. Pada Gambar 26 dijelaskan bahwa waktu proses produksi atau cycle time di stasiun penerimaan bahan baku dalam satu kali produksinya adalah sebesar 1 jam. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan bahan atau change over yang ada pada stasiun penerimaan bahan baku menuju stasiun berikutnya sebesar 0 jam, hal ini karena proses yang berlangsung bersifat kontinyu atau tidak bersifat batch, sehingga bahan yang masuk langsung dialirkan menuju stasiun berikutnya. Energi listrik yang dibutuhkan setiap harinya untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebanyak 4 ton/hari (konversi dari total 120 ton/bulan) membutuhkan rata-rata energi sebesar 3.33 Kwh. Energi listrik tersebut digunakan untuk menganalisis KKK (Kadar Karet Kering) lateks yang dihasilkan dari afdeling atau kebun. Pada stasiun penerimaan bahan baku tidak diperlukan air karena aktivitas yang terjadi pada stasiun penerimaan bahan baku hanya menganalisis KKK saja. Bahan-bahan yang diterima berupa lateks pada stasiun penerimaan bahan baku pun diasumsikan tidak ada yang terbuang karena semua bahan seluruhnya diterima dan dialirkan menuju stasiun berikutnya. Indikator transportasi bernilai 0 karena tidak dibutuhkan kendaraan angkut pada stasiun penerimaan bahan baku. Adapun untuk emisi gas yang dikeluarkan dari stasiun penerimaan bahan baku sebesar 2,967 Kg CO2. Besaran emisi tersebut merupakan hasil konversi dari pemakaian energi listrik pada stasiun penerimaan bahan baku. Adapun untuk biodiversitas untuk semua tahapan proses tidak dilakukan pengukuran karena sulit menemukan rekam jejak kondisi alam sekitar di tahun-tahun sebelumnya.
50
Gambar 26. curren-state green stream map rantai pasok ribbed smoked sheet
51
Hasil analisis pada stasiun pengenceran dan koagulasi pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan pengenceran dan koagulasi sebesar 4 jam. Waktu 4 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses penggumpalan lateks yang sebelumnya diencerkan dengan menggunakan air menjadi koagulum. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun pengenceran dan koagulasi menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 1 jam. Energi yang dibutuhkan pada proses pengenceran dan koagulasi perharinya untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebanyak 4 ton/hari rata-rata sebesar 200 Kwh. Energi ini diperlukan untuk memompa air yang kemudian air tersebut digunakan untuk mengencerkan lateks agar mencapai kadar 15%. Air yang dibutuhkan dalam proses pengenceran lateks sebesar 8,549.71 liter/hari. Material atau bahan berupa yang terbuang pada proses pengenceran dan koagulasi lateks berkisar 45 liter/hari. Material tersebut terbuang disebabkan karena pada proses penyaringan lateks terdapat sisa-sisa lateks pada wadah saring yang bercecer ke lantai. Sampah yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi diasumsikan 0 kg karena hampir tidak ada sampah yang ditimbukan pada tahapan proses tersebut. Untuk transportasi pun nilainya 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi adalah sebesar 712,8 Kg CO2/hari. Sama seperti stasiun sebelumnya emisi didapatkan dari hasil konversi energi listrik yang dibutuhkan pada stasiun pengenceran dan koagulasi. Hasil analisis pada stasiun penggilingan pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan penggilingan adalah sebesar 5 jam. Waktu 5 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses menggiling koagulum yang telah dihasilkan dari proses pengenceran dan koagulasi. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun penggilingan menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 2 jam. Energi yang dibutuhkan pada proses penggilingan perharinya untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebanyak 4 ton/hari rata-rata sebesar 170 Kwh. Energi ini diperlukan untuk menggerakan mesin giling ribbed smoked sheet. Air yang dibutuhkan dalam proses penggilingan berkisar 7,000 liter/hari. Material atau bahan berupa yang terbuang pada proses penggilingan bernilai 0 liter karena semua bahan berupa koagulum dapat dikonversi menjadi sheet basah. Sampah yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi diasumsikan 0 kg karena hampir tidak ada sampah yang ditimbukan pada tahapan proses tersebut. Untuk transportasi pun nilainya 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi adalah sebesar 757.3 Kg CO2. Sama seperti stasiun-stasiun sebelumnya emisi didapatkan dari hasil konversi energi listrik yang dibutuhkan pada stasiun pengenceran dan koagulasi. Hasil analisis pada stasiun pengasapan pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan pengasapan adalah sebesar 120 jam. Waktu 120 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses mengasapkan sheet basah hasil proses penggilingan agar kadar air nya menjadi lebih berkurang. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun pengasapan menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 2 jam. Pada proses pengasapan ini tidak diperlukan energi listrik, sehingga kebutuhan energi listriknya bernilai 0 Kwh. Begitu pula dengan air, pada proses pengasapan ini tidak memerlukan air, sehingga kebutuhan air bernilai 0 liter/hari. Material atau bahan yang terbuang pada proses pengasapan bernilai 0 kg karena semua bahan berupa sheet basah dapat dikonversi menjadi sheet kering. Sampah berupa abu yang ditimbulkan dari proses pengasapan diasumsikan 10% dari kayu bakar yang digunakan untuk menghasilkan asap, yakni sebesar 30 kg/hari. Untuk transportasi nilainya 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses pengasapan adalah sebesar 147.3 Kg NOx dan SOx.
52
Hasil analisis pada stasiun sortasi pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan sortasi adalah sebesar 6 jam. Waktu 6 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses grading sheet kering yang dihasilkan dari proses pengasapan menjadi mutu yang beragam, diantaranya RSS I, RSS III dan cutting. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun sortasi menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 1 jam. Pada proses sortasi ini tidak diperlukan energi listrik, sehingga kebutuhan energi listriknya bernilai 0 Kwh. Begitu pula dengan air, pada proses sortasi ini tidak memerlukan air, sehingga kebutuhan air bernilai 0 liter/hari. Material atau bahanyang terbuang pada proses sortasi bernilai 0 kg karena semua bahan berupa sheet kering dapat dikonversi menjadi RSS I, RSS III atau cutting. Sampah yang ditimbulkan dari proses sortasi juga bernilai 0 kg/hari karena tidak ditimbulkan sampah pada proses tersebut. Untuk transportasi bernilai 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses sortasi bernilai 0 ton CO2/hari karena di dalam aktivitasnya tidak membutuhkan energi. Hasil analisis pada stasiun pengepakan dan inventory pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan pengepakan adalah sebesar 6 jam. Waktu 6 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses mengepakan ribbed smoked sheet yang telah disortir menjadi bentuk bal-bal dengan berat 113 kg/bal. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun pengepakan menuju gudang adalah rata-rata 1 jam. Pada proses pengepakan energi listrik yang dibutuhkan untuk meggerakan mesin pengepepak ribbed smoked sheet adalah sebesar 50 Kwh. Adapun air, pada proses pengepakan ini tidak memerlukan air, sehingga kebutuhan air bernilai 0 liter/hari. Material atau bahan yang terbuang pada proses pengepakan bernilai 0 kg karena semua bahan berupa sheet kering dapat dikonversi menjadi bal-bal RSS I, RSS III atau cutting. Sampah yang ditimbulkan dari proses sortasi juga bernilai 0 kg/hari karena tidak ditimbulkan sampah pada proses tersebut. Untuk transportasi bernilai 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses sortasi bernilai 267.3 Kg CO2, sama seperti stasiun-stasiun sebelumnya nilai tersebut di dapat dari hasil konversi energi listrik yang dibutuhkan dalam tahapan proses pengepakan.
5.4
Implementasi Sistem Perangkat Lunak
Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok karet alam dirancang dalam sebuah paket program komputer berbasis web yang diberi nama AGROGREENRUBBER. Model Agrogreenrubber dirancang untuk dijadikan sebagai alat bantu dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan rantai pasok agroindustri karet alam. Pengguna program ini adalah pihak perusahaan inti yang menjadi prosesor dalam rantai pasokan. Selain itu, pihak-pihak yang terkait ataupun tidak dapat memanfaatkan program ini , diantaranya para petani kebun karet dan pemerintah. Keluaran yang dihasilkan dari program ini adalah rekomendasi bagi para pengambil keputusan dalam memilih produk, konsumen, dan plasma terbaik. Selain itu, pengguna program ini akan mendapatkan gambaran mengenai teknologi proses, budidaya tanaman karet, dan aliran rantai pasokan agroindustri karet alam. Ruang lingkup analisis permasalahan disajikan dalam bentuk sub model. AGROGREENRUBBER menyediakan model analisis diantaranya analisis produk prospektif, analisis konsumen potensial, analisis penentuan strategi pemilihan plasma terbaik, dan analisis pembobotan atribut untuk pengukuran kinerja. Analisis-analisis tersebut bertujuan untuk mempermudah pengguna melakukan pengambilan keputusan dalam memperbaiki rantai pasok untuk mengefisienkan waktu dan biaya sehingga diperoleh keuntungan maksimal. AGROGREENRUBBER terbagi ke dalam 5 bagian
53
utama, yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Dialog, Sistem Manajemen Basis Data Statis, Sistem Manajemen Basis Data Dinamis, dan Sistem Manajemen Basis Model. Sistem pengolahan terpusat merupakan sentral dari proses yang ada di dalam sistem. Ketika program Agrogreenrubber dijalankan, maka program akan memasuki menu home (beranda), dimana terdapat informasi awal mengenai karet secara keseluruhan dan menu-menu utama yang dapat digunakan untuk mengakses halaman lain di dalam sistem. Tampilan menu beranda disajikan pada Gambar 27.
Gambar 27. Tampilan halaman beranda pada sistem Sistem ini selain mempunyai beranda tetapi juga mempunyai beberapa sub menu lain, antara lain adalah Tools, Framework, Gallery, PT. Condong Garut, Case Study, dan Models. Halaman PT. Condong Garut disajikan pada Gambar 28. Halaman PT. Condong Garut ini menampilkan informasi dan gambaran umum perusahaan, meliputi lokasi perusahaan, hak guna usaha, produk, ketenagakerjaan, fasilitas perusahaan, dan manajemen lingkungan.
Gambar 28. Tampilan halaman perusahaan pada sistem Selanjutnya adalah halaman Gallery yang menyajikan beberapa hasil rekaman foto saat penelitian di PT. Condong Garut. Pada sub menu Tools menyampaikan informasi mengenai tools yang digunakan pada models dan framework. Sistem ini pun selain memiliki beberapa sub menu, juga memiliki beberapa informasi menarik yang dapat dilihat oleh para pengguna yang terdapat pada menu
54
sidebar. Pada menu sidebar “Berita Terkait” terdapat informasi mengenai budidaya tanaman karet, proses produksi RSS dan brown crepe, standar mutu karet, dan strategi peningkatan produksi. Untuk menuju halaman Models, para pengguna akan memasuki menu login yang meminta nama dan status pengguna sebagai perusahaan, pemerintah, dan administrator. Administrator dapat melakukan perubahan pada sistem dan dapat mengakses model-model tertentu, sedangkan user lain tidak. Sehingga perlu adanya pengaman untuk menjaga keamanan dan validitas data. Untuk semua pengguna yang ingin masuk ke dalam Models, maka sistem akan meminta kata sandi (password) pada menu login ini. Tampilan menu login AGROGREENRUBBER disajikan pada Gambar 29.
Gambar 29. Tampilan menu login untuk menuju halaman pemilihan model pada sistem Setelah login dengan username CondongGarut, selanjutnya akan masuk ke dalam tampilan utama program. Menu pemilihan model dari program AGROGREENRUBBER didesain untuk memudahkan pengguna dalam pengoperasiannya, menjadikan program ini lebih user friendly, dan tidak merasa bosan selama berinteraksi dengan paket program ini. Tampilan menu pemilihan model disajikan pada Gambar 30.
Gambar 30. Tampilan menu pemilihan model pada sistem Sistem Manajemen Basis Data AGROGREENRUBBER terdiri dari Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Sistem Manajemen Basis Data Statis AGROGREENRUBBER merupakan bagian sistem yang terdiri dari data-data yang bersifat statis (tetap). Data-data ini digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat tetap, tidak dapat diubah ataupun dimanipulasi dan berperan sebagai input bagi pengembangan sistem. Informasi yang terdapat
55
pada basis data ini adalah profil perusahaan, budidaya tanaman karet, proses produksi RSS dan Brown Crepe, standar mutu karet alam, dan rantai pasok karet alam. Sistem Manajemen Basis Data Statis bertujuan untuk memberikan informasi guna mendukung paket program AGROGREENRUBBER. Contoh tampilan basis data statis yang disediakan oleh program AGROGREENRUBBER. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis merupakan bagian dari sistem berisi data-data yang dibutuhkan sebagai input bagi Sistem Manajemen Basis Model. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis menyediakan fasilitas-fasilitas untuk memanipulasi data dalam pengolahan data, seperti menambah data, menghapus data, mengedit data, dan menyimpan data. Penanganan data ini dibantu dengan menggunakan MySQL sebagai akses penempatan basis data.
5.4.1 Model Pemilihan Produk Prospektif Model produk prospektif ini digunakan untuk menentukan komoditi produk olahan karet alam prospektif di pasar domestik dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) yang digunakan untuk menyaring alternatif. Alternatif merupakan pilihan-pilihan dari hasil akhir sedangkan kriteria merupakan hal yang menentukan seberapa utama alternatif yang ada. Pada model ini pengguna harus mengisi nilai untuk masing-masing alternatif berdasarkan kriteria yang ada dengan skala 1-5. Setiap kriteria yang ada, telah memiliki bobot berdasarkan tingkat kepentingannya. Pembobotan kriteria secara default didapatkan dari hasil wawancara dengan para pakar yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pemasaran produk karet alam. Skala kepentingan itu mulai dari 1 hingga 5. Semakin tingggi nilai yang diberikan, maka semakin penting kriteria tersebut dalam penentuan produk prospektif. Adapun skala dan keterangannya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Skala penilaian pada MPE Skala Keterangan 1 Sangat tidak penting 2 Tidak Penting 3 Sama Penting 4 Penting 5 Sangat Penting Pembobotan kriteria yang telah ditentukan oleh narasumber melalui wawancara, tidak dapat diubah oleh user. Wawancara dilakukan kepada tiga orang pakar yang ahli di bidang produk olahan karet alam. Kriteria yang digunakan untuk produk olahan prospektif adalah potensi produk di pasaran, ketersediaan sarana produksi, ketersediaan SDM, keuntungan dan nilai tambah.
Gambar 31. Tampilan halaman model I (before process)
56
Potensi produk di pasaran menunjukkan prospek permintaan komoditi olahan karet alam di pasar domestik untuk prakiraan masa sekarang maupun jangka panjang. Ketersediaan sarana produksi menunjukkan banyaknya jumlah mesin-mesin dan peralatan lain yang masih dapat digunakan untuk memproduksi produk olahan karet alam selama ini. Begitu halnya dengan kriteria ketersediaan SDM yang menunjukkan banyaknya jumlah tenaga kerja yang ahli atau dapat mengolah lateks menjadi karet alam tipe RSS dan Brown Crepe. Semakin besar suatu industri maka semakin besar pula pelibatan tenaga kerja bisa di bagian produksi, manajemen maupun distribusinya. Kriteria nilai tambah mengacu kepada pertambahan nilai dan fungsi dari karet alam setelah mengalami serangkaian proses. Sebagai contoh, nilai tambah pada RSS lebih tinggi daripada Brown Crepe sehingga harga jualnya juga lebih tinggi. Tampilan model I disajikan pada Gambar 31. Nilai input untuk model ini berupa skala pengguna untuk menilai alternatif dan nilai output berupa hasil peringkat dari ketiga produk yang disajikan.
Gambar 32. Tampilan halaman model I (after process) Berdasarkan hasil perhitungan MPE yang disajikan hasilnya pada Gambar 32, bobot RSS I diperoleh sebesar 9695, brown crepe I 3355, RSS II 3096, RSS Cutting 1519 dan brown crepe II, III, Cutting berturut-turut adalah 753, 542, dan 316. Hasil output tersebut menunjukkan bahwa RSS I merupakan produk prospektif yang dapat diproduksi secara optimal agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan output ini diharapkan perusahaan dapat melakukan perencanaan di setiap awal periode mengenai jumlah dan jenis produk apa yang sedang prospektif untuk diproduksi serta mempertimbangkan dengan sarana produksi yang tersedia dan SDM yang terampil.
57
5.4.2 Model Pemilihan Konsumen Potensial Model konsumen potensial ini digunakan untuk menentukan konsumen potensial untuk menawarkan produk olahan karet alam. Sama halnya dengan model I, perhitungan pada model II ini juga menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE). Begitu juga dengan pembobotan masing-masing kriteria ditentukan oleh narasumber melalui wawancara. Pada model kedua ini, wawancara dilakukan kepada tiga orang pakar yang telah banyak mempunyai pengalaman di bidang pemasaran produk olahan karet alam, namun tidak terjun secara langsung. Ketiga pakar itu masih pakar yang sama dengan model I. Kriteria yang digunakan yaitu potensi permintaan konsumen, kemudahan menjangkau konsumen, ketersediaan sarana dan prasarana, penawaran harga, dan biaya distribusi. Kriteria potensi permintaan konsumen menunjukkan seberapa sering konsumen tersebut melakukan pembelian dan penawaran pada perusahaan. Untuk kriteria kemudahan menjangkau konsumen menunjukkan seberapa jauh konsumen tersebut dapat dijangkau oleh konsumen berikutnya dari segi jarak, waktu, dan biaya. Ketersediaan sarana dan prasarana menunjukkan banyaknya jumlah peralatan yang masih dapat digunakan untuk mengolah produk setengah jadi menjadi produk jadi yang siap dipakai konsumen. Sementara penawaran harga menunjukkan berapa jumlah biaya yang konsumen keluarkan untuk membeli produk dari PT. Condong Garut. Semakin mahal penawaran yang mereka berikan, maka semakin banyak pula kuantitas produk yang akan disediakan untuk konsumen tersebut. Kriteria biaya distribusi menunjukkan seberapa besar biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan pengiriman. Semua kriteria ini dapat dilihat pada tampilan model II yang disajikan pada Gambar 33.
Gambar 33. Tampilan halaman model II (before process) Berdasarkan Gambar 34, Output dari model II menunjukkan bahwa WTP merupakan konsumen potensial yang dapat dijadikan sebagai tujuan utama perusahaan dalam menjual produknya. Berdasarkan pendekatan MPE, WTP memiliki bobot akhir sebesar 6887, diikuti dengan BGS dengan perolehan bobot 4611, SJL 2818, SP 2237, INK 1456, HL 591, SK 545, PRJ 399, ML 104, dan PRI dengan bobot akhir sebesar 27.
58
Gambar 34. Tampilan halaman model II (after process) Bobot akhir dari kesepuluh konsumen tersebut merupakan hasil perhitungan dari masingmasing bobot alternatif yang dimasukkan oleh pengguna berdasarkan data rekapitulasi kuesioner yang terdapat pada Lampiran 2. Dengan output ini diharapkan perusahaan mampu melakukan perencanaan pemasaran produk disetiap periode produksinya dengan mengutamakan pemasaran ke konsumen potensial dari hasil penilaian model II.
5.4.3 Model Penentuan Strategi Pemilihan Plasma Unggul Model penentuan strategi plasma unggul ini untuk menentukan strategi kunci yang dapat membuat sebuah plasma menjadi unggul, yakni sebagai mitra perusahaan dalam memelihara dan merawat tanaman karet juga dalam proses pemanenan dan penyaringan lateks. Model ini menggunakan pendekatan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Perbedaan AHP dan MPE ini terletak pada cara penilaiannya. Pada MPE penilaian dilakukan hanya dengan melihat nilai dari faktor itu sendiri, sedangkan pada AHP penilaian dilakukan dengan membandingkan satu faktor dengan faktor yang lain dan dilihat dari tingkat kepentingan dari level sebelumnya. Oleh karena itu, penilaian AHP ini lebih terstruktur dan lebih menyeluruh. Penyusunan hirarki penentuan strategi pemilihan plasma unggul dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu studi literatur dan wawancara atau konsultasi dengan pakar terkait, dalam hal ini pakar yang diwawancarai adalah pihak perusahaan yang berkaitan langsung dengan plasma. Tujuan dari
59
penyusunan hirarki ini adalah memberikan informasi kepada pengguna mengenai alur proses yang akan ditempuh dalam mentukan tujuan dari suatu masalah. Hirarki yang disusun terdiri dari empat level yaitu level pertama untuk menentukan goal yaitu menentukan plasma unggul yang dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan, level kedua adalah faktor atau kriteria yang berpengaruh dalam mencapai tujuan yaitu lokasi pemeliharaan, sarana dan prasarana, jumlah anggota plasma, kualitas lateks, serta teknologi dan keuletan. Level ketiga adalah aktor-aktor yang berperan yaitu Badan Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, plasma, dan perusahaan inti. Level keempat adalah strategi dalam mencapai tujuan seperti memilih lokasi pemeliharaan dengan topografi terbaik, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, memiliki jumlah anggota plasma yang ideal, mengikuti pelatihan-pelatihan, dan merawat tanaman karet, memanen juga menyaring lateks sesuai prosedur. Hirarki model pemilihan plasma unggul disajikan pada Gambar 35.
Gambar 35. Hirarki model pemilihan plasma unggul Hasil perhitungan dengan menggunakan metode AHP ini berupa urutan prioritas dari tiap elemen di tiap level. Dalam program AGROGREENRUBBER, pembobotan model III juga dilakukan dengan program aplikasi Expert Choice 2000 yang akan dipanggil. Namun untuk menggunakannya, user perlu menginstal program terlebih dahulu sehingga pengambilan keputusan yang diambil tidak secara langsung, seperti tampak pada Gambar 36. Agar memudahkan pengguna dalam pengoperasian model, pada model ini juga akan ditampilkan gambar penyusunan hirarki dan pengisian bobot kriteria dalam expert choice.
Gambar 36. Tampilan model III pada menu pemilihan model
60
Dalam Expert Choice, langkah pertama yang harus dibuat adalah penyusunan hirarki berdasarkan struktur hirarki AHP yang telah dibuat sebelumnya sehingga diperoleh masing-masing tingkatan di setiap levelnya, seperti yang disajikan pada Gambar 37.
Gambar 37. Penyusunan hirarki pada Expert Choice Data tiap level dimasukkan sehingga didapat nilai total masing-masing elemen yang terdapat dalam masing-masing hirarki. Perhitungan bobot dari masing-masing level dibantu dengan menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000, seperti dapat dilihat pada Gambar 38.
Gambar 38. Pengisian bobot pada Expert Choice Setelah memasukkan skala kepentingan yang merupakan hasil studi literatur dan wawancara, maka diperoleh bobot yang berbeda di setiap levelnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 39.
Gambar 39. Hasil pembobotan hirarki pada Expert Choice
61
Hasil keluaran bobot akhir pada level alternatif menunjukkan bahwa merawat tanaman karet, memanen dan menyaring lateks sesuai prosedur merupakan alternatif yang sangat mempengaruhi sebuah mitra plasma unggul atau tidak, karena mempunyai bobot terbesar yaitu 0.420. Diikuti dengan alternatif memiliki sarana dan prasarana (0.268), memiliki lokasi pemeliharaan terbaik (0.141), memiliki jumlah anggota plasma yang ideal (0.088), dan mengikuti pelatihan-pelatihan (0.083). Hierarki model pemilihan plasma unggul dengan bobot di setiap levelnya disajikan pada Gambar 40. Alternatif merawat, memanen, dan menyaring lateks sesuai prosedur tersebut dianggap penting karena kualitas lateks menjadi salah satu faktor penentu untuk menghasilkan produk olahan karet alam. Lateks yang memenuhi standar akan mudah diolah sehingga produk yang dihasilkan pun berkualitas dan mempunyai harga jual yang tinggi.
Gambar 40. Hirarki model pemilihan plasma unggul dengan bobot di setiap levelnya
5.4.4 Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 5.4.4.1 Desain Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Berdasarkan Pendekatan GSCOR Menggunakan Metode AHP Metode pengukuran kinerja rantai pasok karet alam dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kompetitif yang perlu dimiliki agar dapat meningkatkan kinerjanya perusahaan sehingga dapat mendapatkan keuntungan maksimal. Metode tersebut diawali dengan merancang metrik kinerja rantai pasok, menganalisis kinerja, menentukan kinerja perusahaan yang dikehendaki, dan merancang strategi peningkatan kinerja rantai pasokan pada masa mendatang. Menurut Aramyam et al (2006), aspek kualitas produk dan lingkungan mempunyai dampak paling besar dalam kinerja rantai pasok produk pertanian secara keseluruhan. Karena itu, dalam mengembangkan sistem pengukuran kinerja rantai pasok produk pertanian, indikator yang menggambarkan aspek kualitas produk dan proses adalah sangat relevan dan bersama-sama indikatorindikator finansial dan non finansial lainnya tergabung dalam sistem pengukuran kinerja. Dalam penelitian ini, aspek kualitas atau kesesuaian dengan standar mutu kualitas merupakan salah satu
62
indikator yang dimasukkan dalam penyesuaian metrik kinerja dengan pendekatan model SCOR. Selain itu, dimensi pengukuran kinerja dalam penelitian ini juga ditambahkan dengan aspek lingkungan dikarenakan menggunakan pendekatan SCOR yang berbasis “green”. Pendekatan GSCOR digunakan untuk merancang pengukuran kinerja rantai pasokan karet alam dikarenakan selama ini pengukuran kinerja belum memperhatikan aspek lingkungan. 5.4.4.2 Proses Bisnis Rantai Pasok Karet Alam Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan mendeskripsikan proses bisnis rantai pasokan yang terjadi. Menurut Supply Chain Council (2006), dalam SCOR Model proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), dan pengembalian (Return). Pada rantai pasokan karet alam di PT. Condong Garut, proses bisnis ini disesuaikan dan mengacu model GSCOR sehingga terdiri atas perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), dan pengelolaan lingkungan. 1) Perencanaan (Plan) Proses ini merupakan proses merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan. Perencanaan diarahkan untuk pengembangan strategi dalam mengatur seluruh sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. 2) Pengadaan (Source) Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan negosiasi, komunikasi, penerimaan barang, inspeksi, verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke pemasok. Umumnya proses ini dilakukan oleh bandar, usaha dagang dan koperasi dengan menjalin kerjasama dengan petani baik secara individu maupun kelompok yang dipercaya dapat memasok produk yang dibutuhkan sesuai dengan standar mutu. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga dan pengiriman, pembayaran kepada pemasok dan menjaga hubungan baik. 3) Produksi (Make) Produksi merupakan faktor penentu terhadap kelangsungan rantai pasok. Budidaya merupakan proses produksi karet alam yang membutuhkan ketersediaan sarana produksi baik alat sadap, pupuk, bibit, desinfektan, dan lain-lain. 4) Distribusi (Deliver) Pengiriman merupakan sebuah proses bisnis yang melibatkan pergerakan fisik dari produk karet alam yang berada dalam satu jalur rantai pasok. Manajemen pengiriman barang didahului komunikasi pendahuluan terutama informasi mengenai harga, jumlah, kualitas, dan frekuensi yang harus dikirimkan. Proses tawar menawar dan negosiasi sering dilakukan melalui telepon. 5) Pengolahan (Process) Kegiatan pengolahan mencakup kegiatan pemanenan, penyaringan, produksi, sortasi, pengepakan, dan persiapan pengiriman. 6) Pengelolaan lingkungan
63
Pengelolaan lingkungan merupakan suatu kerangka kerja untuk mengenal, mengukur, mengelola, dan mengontrol dampak-dampak lingkungan secara efektif yang diakibatkan oleh agroindustri karet alam. Pengelolaan lingkungan perlu diterapkan karena untuk mencegah adanya polusi dan pencemaran lingkungan yang diakibatkan industri tersebut. 5.4.4.3 Faktor Peningkatan Kinerja 1) Nilai Tambah Nilai tambah masing-masing produk pada masing-masing pelaku rantai pasok karet alam berbeda-beda, bergantung pada aktivitas pengolahan yang dilakukan. Sebagai gambaran, nilai tambah produk RSS di perusahaan berbeda dengan nilai tambah produk RSS yang dijual kembali oleh konsumen perantara kepada konsumen akhir dan eksportir. Besarnya nilai tambah produk menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok. 2) Resiko Resiko merupakan hal penting untuk diperhitungkan agar dalam rantai pasok tidak menanggung kerugian hanya di satu pihak. Pada pabrik, resiko yang dihadapi adalah karet yang dihasilkan banyak yang cacat yang disebabkan oleh cuaca basah sehingga kualitas lateks menurun. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan inti. 3) Kualitas Kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok karet alam untuk mendukung strategi akan diferensiasi, biaya rendah, dan respon cepat. Peningkatan kualitas membantu pelaku rantai pasok karet alam meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, yang keduanya akan meningkatkan keuntungan. 5.4.4.4 Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Metrik adalah sebuah standar untuk mengukur performa dan memberikan basis evaluasi yang dapat dipercaya dan valid di setiap proses pada rantai pasok. Suatu metrik dapat digunakan sebagai kriteria atau indikator yang menggambarkan suatu kondisi atau performa suatu manajemen rantai pasok perusahaan. Metrik merupakan ukuran derajat kuantitatif dari atribut tertentu pada suatu sistem, komponen, atau proses. Melalui proses pengukuran, dapat memberikan indikasi dari pengembangan secara kuantitatif mengenai jumlah, dimensi, kapasitas, atau ukuran dari beberapa atribut produk atau proses (Sudaryanto 2007). Dalam mentukan daftar metrik, beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu bahwa metrik harus komplit, berhubungan dengan variabel bebas, praktis, dan metrik merupakan kriteria yang populer untuk perbandingan di pasar. Selain itu, merupakan proses yang diulang (repeatable) dan harus sesuai dengan aktivitas proses yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, tidak semua metrik yang diberikan, digunakan untuk pengembangan SCOR. Dalam metode SCOR versi 8.0, metrik-metrik untuk mengukur performa perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua tujuan. Tujuan pertama menerangkan metrik yang dihadapi oleh pasar atau konsumen (eksternal), sedangkan tujuan kedua menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan serta pemilik saham (internal). Uraian metrik dalam metode SCOR, disajikan pada Tabel 12. Metrik pemenuhan pesanan, kinerja pengiriman, dan kesesuaian dengan standar mutu adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Pemenuhan pesanan secara sempurna tersebut meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu pengiriman, ketepatan jumlah pengiriman, ketepatan tempat pengiriman, dan
64
ketepatan dokumentasi data pengiriman. Namun, atribut pemenuhan pesanan yang menjadi penilaian di PT. Condong Garut hanya meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu pengiriman, ketepatan dokumentasi data dan ketepatan tempat pengiriman saja karena seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahawa produksi di pabrik bukan berdasarkan permintaan, melainkan berdasarkan ketersediaan lateks yang didapat dari setiap afdeling, sehingga metrik ketepatan jumlah permintaan tidak dapat dinilai. Tabel 12. Metrik level 1 dan atribut performa SCOR Atribut Performa Eksternal (Customer)
Metrik Level 1 Reliabilitas Pemenuhan Pesanan
X
Kinerja Pengiriman
X
Kesesuaian Standar Mutu
X
Responsivitas
Siklus Pemenuhan Pesanan
X
Lead Time Pemenuhan
X
Internal Fleksibilitas
Biaya
Aset
Pesanan Fleksibilitas Rantai Pasokan
X
Biaya SCM
X
Siklus Cash to Cash
X
Inventory Days of Supply
X
Sumber : Supply Chain Council (2008). Metrik kesesuaian dengan standar mutu merupakan metrik baru yang ditambahkan dalam SCOR card level 1 ini karena karakteristik produk pertanian yang berbeda dengan produk manufaktur lainnya. Metrik kesesuaian dengan standar mutu mencakup aspek-aspek seperti keamanan produk, sensorik dan penampakan, serta keterandalan produk dan kenyamanan. Bagi agroindustri karet alam, performa metrik tersebut sangat penting untuk membangun kepercayaan (reliabilitas) pada pelanggan. Semakin baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok yang dibangun, semakin baik pula tingkat kepercayaan atau trust building yang diberikan oleh pelanggan. Manajemen rantai pasok akan berlangsung baik dan lancar ketika trust building diantara rantai pasok terbangun dengan baik. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan metrik tersebut sebagai salah satu acuan peningkatan manajemen rantai pasok perusahaan. Metrik siklus pemenuhan pesanan atau order fulfillment cycle time menerangkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen, mulai dari memasok bahan baku dari supplier hingga produk sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian metrik tersebut meliputi waktu dari supplier (source) dan siklus waktu produksi (make). Semakin cepat siklus pemenuhan pesanan, semakin responsif pula perusahaan dalam melayani permintaan konsumen dengan baik. Metrik fleksibilitas rantai pasok atas atau upside supply chain flexibility, adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam melayani peningkatan pesanan yang tak terduga sebanyak 20%. Fleksibilitas disini meliputi kemampuan pemasok untuk menyediakan tambahan bahan baku, kemampuan produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi, dan kemampuan untuk meningkatkan distribusi sebesar 20%. Nilai 20% tersebut merupakan nilai rata-rata tingkat fluktuasi perubahan permintaan pasar. Metrik fleksibilitas rantai pasok tidak dapat dinilai pada PT. Condong Garut karena produksi tidak berdasarkan permintaan.
65
Metrik biaya manajemen rantai pasok atau supply chain management cost menerangkan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan material handling mulai dari pemasok hingga ke konsumen. Setiap perusahaan tentu memiliki nilai yang berbeda pada metrik ini. Namun metrik tersebut dapat dibandingkan dengan perusahaan lain jika biaya SCM yang dikeluarkan dibagi dengan jumlah karet alam yang diproduksi. Tingginya biaya SCM yang dikeluarkan mempengaruhi harga karet alam yang dijual. Untuk itu, efisiensi material handling sangat penting agar PT. Condong Garut dapat meminimalkan biaya produksi sehingga meningkatkan pendapatan. Metrik siklus cash to cash menerangkan perputaran uang perusahaan mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok, hingga pembayaran atau pelunasan produk oleh konsumen. Pada umumnya, semakin singkat siklus cash to cash perusahaan maka semakin cepat pula mendapatkan return uang hasil penjualan. Sementara itu, metrik inventory days of supply mengukur mencukupi persediaan dengan satuan waktu (hari) yang berarti lamanya rata-rata (dalam hari) suatu pelaku rantai pasok bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimilikinya. Kinerja rantai pasok dikatakan baik jika mampu memutar aset dengan cepat. Tabel 13. Metrik level 1 dan atribut performa GSCOR Atribut Performa Eksternal (Customer)
Metrik Level 1 Reliabilitas Pemenuhan Pesanan
X
Kinerja Pengiriman
X
Kesesuaian Standar Mutu
X
Responsivitas
Siklus Pemenuhan Pesanan
X
Lead Time Pemenuhan Pesanan
X
Fleksibilitas Rantai Pasokan Biaya SCM
Internal Fleksibilitas
Biaya
Pemanfaatan
Aset
Limbah Produk
X X
Siklus Cash to Cash
X
Inventory Days of Supply
X
Pengolahan Limbah Cair
X
Pengolahan Limbah Padat
X
Selain metrik-metrik yang terdapat dalam level 1 SCOR, kinerja rantai pasok ini mempunyai metrik baru dengan menambahkan aspek lingkungan, yaitu pemanfaatan limbah produk, dimana uraian metrik GSCOR ini seperti yang disajikan pada Tabel 13. Pemanfaatan limbah produk ini terbagi menjadi pemanfaatan limbah cair dan pemanfaatan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan dari agroindustri ini adalah air hasil pencucian lumb, air hasil sisa koagulasi, dan air hasil penggilingan. Limbah cair ini sebelum dibuang ke sungai, akan mengalami beberapa treatment terlebih dahulu pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga limbah cair yang dibuang itu menjadi tidak berbahaya untuk lingkungan. Sedangkan limbah padat hasil dari sisa penyadapan lateks, busa dari koagulasi, dan sisa sortasi produk dimanfaatkan kembali untuk proses pencampuran pada produksi Brown Crepe. Untuk limbah padat hasil dari sisa pembibitan yang gagal sebagian ada yang dijadikan pupuk kompos, tetapi ada juga yang membuangnya. Limbah padat yang berasal dari pohon karet yang sudah tidak produktif itu ditebang dan dimanfaatkan untuk dijual kembali ke pengrajin kayu. Selain limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan dari industri ini, terdapat pula limbah udara. Limbah udara berupa karbon, asap hasil sisa pengasapan RSS. Metode pengukuran limbah
66
bermacam-macam tergantung jenis limbah yang dihasilkan pada industri tersebut. Pada industri karet alam ini, nilai pengukuran limbah dapat dilihat dari segi kuantitas dan segi kualitasnya. Pengukuran limbah dari segi kuantitas akan terukur jumlah limbah yang dihasilkan, seperti dari proses pembibitan. Sedangkan dari segi kualitas, pengukuran limbah diukur menurut kandungan bahan berbahaya yang dapat dihasilkan oleh limbah tersebut. Pengukuran limbah dari segi kualitas dilakukan dengan uji laboratorium dengan prosedur, metode pengukuran dan alat ukur yang telah ditentukan sesuai jenis limbahnya. 5.4.4.5 Pemilihan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan AHP Pemilihan metrik kinerja rantai pasok karet alam dilakukan dengan pendekatan AHP. Struktur hierarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok karet alam terdiri atas level 1 yaitu Proses Bisnis, Level 2 terdiri atas Parameter Kinerja, level 3 terdiri atas Atribut Kinerja, dan level 4 terdiri atas Metrik Kinerja. Sama halnya seperti model III, pembobotan AHP di model IV ini juga dilakukan dengan menggunakan aplikasi Expert Choice 2000. Langkah-langkah pengerjaannya juga sama seperti pada model III. Setelah pembobotan dilakukan pada setiap level, maka diperoleh struktur hierarki pemilihan metrik kinerja yang telah disatukan dengan masing-masing bobot yang dimilikinya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 41.
Gambar 41. Bobot akhir hasil analisis dengan pendekatan AHP metrik kinerja rantai pasok Pada level proses bisnis, aspek produksi memiliki bobot terbesar, yaitu 0.475. Berdasarkan hasil tersebut produksi menjadi prioritas utama dalam proses bisnis karet alam, karena produksi menjadi kunci utama yang menentukan kualitas akhir produk yang dihasilkan. Pada level parameter kinerja, yang memiliki bobot terbesar yaitu aspek kualitas sebesar 0.489. Dengan demikian kualitas menjadi prioritas pertama dalam level parameter kinerja. Pakar menilai kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok karet alam. Kualitas produk menjadi pertimbangan penting dalam sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak kerjasama antar masing-masing pelaku rantai pasok karet alam. Pada level atribut kinerja, realibilitas menjadi prioritas utama karena mempunyai bobot terbesar, yaitu 0.306. Pakar menilai bahwa semakin baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok
67
yang dibangun, semakin baik pula tingkat kepercayaaan atau trust building yang diberikan oleh pelanggan. Sementara pada level metrik kinerja, pemenuhan pesanan memiliki bobot 0.174, aspek kesesuaian dengan standar mutu mempunyai bobot 0.214, aspek kinerja pengiriman 0.043, aspek siklus pemenuhan pesanan memiliki bobot 0.199, aspek biaya SCM 0.136, aspek siklus cash to cash 0.085, aspek inventory days of supply 0.073 , aspek pemanfaatan limbah cair dan pemanfaatan limbah padat berturut-turut mempunyai bobot 0.035 dan 0.041. Pada sistem, tampilan pada model IV tidak berbeda denga tampilan model III, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 42. Pengisian bobot tidak dilakukan langsung oleh user, tetapi user harus mengunduh terlebih dahulu software expert choice yang tersedian pada interface model IV. Langkahlangkah pengisian bobot pada expert choice juga ditampilkan pada model IV.
Gambar 42. Tampilan model IV pada sistem Pada model pengukuran kinerja perusahaan juga dilengkapi dengan form penilaian kinerja, dimana aspek penilaian berdasarkan semua metrik kinerja hasil pembobotan AHP. Form penilaian dapat dilihat pada Gambar 43. User dapat menginput nilai semua aspek tersebut sesuai dengan range nilai yang diberikan dimana kisaran nilai tersebut diperoleh dari pustaka dan hasil wawancara. Pada metrik kesesuaian dengan standar mutu, ukuran nilai yang diberikan yaitu berasal dari kadar karet kering pada lateks pekat sesuai dengan standar mutu dan dalam persentase. Standar mutu lateks pekat juga dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada metrik siklus pemenuhan pesanan pabrik, ukuran nilai yang diberikan berasal dari lamanya proses budidaya karet hingga pemanenan lateks dilaksanakan, dengan satuan berupa hari. Sementara untuk metrik pemenuhan pesanan konsumen, ukuran nilai berasal dari pihak perusahaan sesuai dengan tanggung jawabnya dalam memenuhi pesanan dari pihak konsumen, dengan satuan persentase. Sedangkan biaya manajemen rantai pasok, ukuran nilai rendah, sedang, dan tinggi berasal dari penilaian pihak perusahaan terhadap efisiensi material handling. Siklus cash-tocash ukuran rentang hari berasal dari dimana terjadinya pembayaran utang dan piutang. Inventory days of supply memberikan ukuran hari dimana jumlah dan lama persediaan perusahaan dapat bertahan. Kinerja Pengiriman menerangkan presentase pesanan terkirim berdasarkan ketepatan jadwal, waktu dan lokasi. Untuk tingkat pengolahan limbah padat dan cair memberikan ukuran nilai secara umum dalam menangani proses pengelolaan lingkungan baik di perkebunan dan juga pabrik. Kisaran nilai yang diberikan dalam sistem dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 14.
68
Gambar 43.Tampilan halaman pengukuran kinerja rantai pasok pada sistem Tabel 14. Kisaran nilai yang diberikan sistem pada tabel pengukuran kinerja
Kriteria
50 (Kurang)
75 (Cukup)
100 (Baik)
Satuan
kadar karet kering
10 - 15
16 - 20
21 - 25
%
Siklus Pemenuhan Pesanan
36 - 40
31 - 35
28 - 30
hari
Pemenuhan Pesanan Konsumen
40 - 65
66 - 80
81 - 100
%
Biaya Manajemen Rantai Pasok
Tinggi
Sedang
Rendah
-
Siklus Cash To Cash
17 - 20
13 - 16
10 - 12
hari
Persediaan Harian
5-8
9 - 12
13 - 15
hari
Kinerja Pengiriman
40 - 65
66 - 80
81 - 100
%
Tingkat Pengolahan Limbah Padat
40 - 65
66 - 80
81 - 100
%
Tingkat Pengolahan Limbah Cair
40 - 65
66 - 80
81 - 100
%
Kesesuaian dengan standar mutu
5.5
Verifikasi dan Validasi Model
5.5.1 Verifikasi Menurut Maarif (2006) dalam Sabar (2007) verifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) melakukan tes data, yaitu mengevaluasi setiap kegiatan yang mungkin, mempersiapkan data masukan dengan khusus dan kemampuan program pada kondisi ekstrim; (2) tulis dan debug program dalam modul-modul atau subprogram-subprogram; (3) diuji oleh banyak orang; (4) run pada asumsi penyederhanaan dimana model simulasi dapat dihitung dengan mudah; (5) lihat hasil simulasi. Program AGROGREENRUBBER bersifat multiuser karena model dapat digunakan oleh beberapa user dalam waktu bersamaan tanpa mengalami masalah atau konflik. Hal tersebut diuji dengan pengisian
69
bobot yang berbeda dalam model I, kemudian dilakukan submit dalam waktu bersamaan dan hasil keluaran sistem tetap ada dengan nilai yang berbeda. 5.5.1.1 Model Pemilihan Produk Prospektif Verifikasi ini dilakukan dengan masukan berupa data aktual yang diinputkan ke dalam sistem dan diamati keluarannya. Model pemilihan produk prospektif dilakukan melalui pendekatan MPE. Nilai yang dimasukkan oleh user dan hasil keluarannya dapat ditunjukkan pada Gambar 44. Data yang digunakan untuk model pemilihan produk prospektif ini berasal dari tiga orang pakar yang mempunyai peranan penting dalam bidang agroindustri karet alam. Penggabungan data dari ketiga pakar dilakukan dengan metode pendapat gabungan. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil penilaian para pakar mengenai produk prospektif berdasarkan kriteria yang telah dipilih sebelumnya, maka alternatif komoditi produk olahan yang prospektif di pasar domestik yaitu RSS I, Brown Crepe I, dan RSS serta BC kualitas II, III serta cutting.
Gambar 44. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan produk prospektif 5.5.1.2 Model Pemilihan Konsumen Potensial Sama halnya dengan model sebelumnya, data yang digunakan untuk model pemilihan konsumen potensial ini berasal dari tiga orang pakar yang mempunyai peranan penting dalam agroindustri karet alam. Model pemilihan konsumen potensial juga dilakukan melalui pendekatan MPE. Penggabungan data dari ketiga pakar juga dilakukan dengan metode pendapat gabungan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai yang dimasukkan oleh user dan hasil keluarannya dapat ditunjukkan pada Gambar 45. Hasil penilaian para pakar mengenai produk prospektif berdasarkan kriteria yang telah dipilih sebelumnya, alternatif konsumen potensial produk olahan karet alam yaitu WTP, BGS, SJL, SK, ML, HL, INK, SP, PRI, dan PRJ.
70
Gambar 45. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan konsumen potensial 5.5.1.3 Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Perusahaan Data yang digunakan untuk model pengukuran kinerja perusahaan ini berasal dari data-data aktual perusahaan. Nilai yang diinput pengguna akan disesuaikan dengan rentang nilai yang disediakan. Masing-masing poin penilaian akan menghasilkan parameter kualitas. Kesimpulan akhir diperoleh dengan menggabungkan parameter-parameter dari kesembilan poin tersebut. Nilai yang dimasukkan oleh user dan hasil keluarannya dapat ditunjukkan pada Gambar 46 dan 47.
Gambar 46. Tampilan I output model pengukuran kinerja perusahaan.
71
Gambar 47. Tampilan II output model pengukuran kinerja perusahaan. Hasil keluaran berupa pengukuran kinerja perusahaan menunjukkan bahwa kinerja rantai pasok perusahaan terbaik. Rekomendasi muncul jika hanya salah satu aspek mempunyai nilai kurang atau cukup. Jika telah bernilai baik, sistem tidak akan mengeluarkan rekomendasi tersebut. Jika nilai input tidak berada dalam range, maka sistem akan mengeluarkan notifikasi yang disajikan pada Gambar 48.
Gambar 48. Notifikasi yang muncul jika nilai input berada diluar range
72
5.5.2 Validasi Validasi berfungsi sebagai pembuktian bahwa aplikasi dari model terkomputerisasi, dalam penelitian ini adalah program AGROGREENRUBBER, telah dapat mempresentasikan kondisi nyata dan menjawab masalah sebenarnya dari pihak perusahaan PT. Condong Garut. Pada tahapan validasi ini diharapkan tahapan operasional dari program AGROGREENRUBBER dapat menghasilkan keluaran yang konsisten dan memuaskan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari perancangan model tersebut. Teknik validasi yang digunakan terhadap program AGROGREENRUBBER adalah teknik face validity. Menurut Sargent (2007), face validity merupakan teknik validasi yang dilakukan dengan menanyakan kepada pakar (orang yang berkompeten) mengenai ketepatan model dan perilaku model yang dirancang. Pakar yang melakukan validasi akan mengecek ketepatan konsep logika dari model yang dirancang serta hubungan yang tepat dan rasional antara input dan output yang digunakan pada model. Proses face validity dilakukan bersama dengan dua orang pakar, yaitu : 1. Ir. Dadang Suparto, MS (Pihak Perkebunan Nusantara). Pakar ini melakukan validasi terhadap rancangan model pemilihan produk prospektif. 2. Bapak Yanto (Pihak perusahaan PT. Condong Garut). Pakar ini melakukan validasi terhadap rancangan model pemilihan konsumen potensial, model penentuan strategi pemilihan plasma unggul, dan model rekomendasi terhadap pengukuran kinerja rantai pasok oleh sistem. Kedua pakar tersebut menilai bahwa model yang dikembangkan cukup dapat mempresentasikan faktor-faktor serta tahapan-tahapan yang dipertimbangkan dalam proses pemilihan produk prospektif, konsumen potensial, dan strategi pemilihan plasma unggul. Selain itu, model yang dikembangkan juga sesuai dengan informasi-informasi serta arahan yang mereka berikan kepada peneliti.
5.6
Implikasi Manajerial
Sistem penunjang keputusan ini mempunyai implikasi yang sangat besar bagi pihak perusahaan, karena model yang dibangun merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Dengan adanya sistem ini, perusahaan mempunyai alat bantu pengambilan kebijakan mengenai produk yang harus dikembangkan dan memaksimalkan konsumen potensial yang merupakan tujuan penjualan produk berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh pakar. Keluaran hasil produk dari sistem diharapkan dapat disesuaikan dengan kapasitas sarana produksi dan SDM sehingga dapat tercapai produktivitas optimal dan keuntungan maksimal. Ketidakpuasan perusahaan terhadap plasma karena pasokan bahan baku berupa lateks, seringkali mempunyai kualitas yang tidak seperti apa yang diharapkan dan siklus pemeliharaannya yang sedikit lebih cepat. Oleh karena itu, dengan adanya sistem penunjang keputusan AGROGREENRUBBER diharapkan perusahaan dapat menentukan strategi untuk pemilihan plasma yang akan dipercayai sebagai mitra perusahaan untuk memelihara dan merawat kebun karet. Plasma yang bermitra dengan perusahaan selama ini, hanya memanen dan menyaring lateks saja. Sebaiknya untuk perbaikna ke depan, perusahaan juga harus menilai kelompok plasma tersebut berdasarkan alternatif-alternatif yang dihasilkan dari sistem penunjang keputusan ini. Perusahaan juga dapat memberikan kriteria-kriteria yang sebaiknya dimiliki oleh plasma berdasarkan alternatif yang dihasilkan dari sistem agar mereka menyadari bahwa untuk mendapatkan produk kualitas, diperlukan lebih sekedar memanen dan menyaring lateks, tetapi juga harus ditunjang dengan lokasi pemeliharaan, saran dan prasarana yang memadai, jumlah anggota plasma yang ideal, teknologi dan keuletan petani, dan kualitas lateks.
73
Setiap hari, biasanya para plasma dikunjungi oleh koordinator dari pihak perusahaan, hanya untuk mengawasi pemeliharaan dan perawatan tanaman karet. Namun dari aksi itu saja, dirasa belum cukup oleh para plasma, karena tidak ada ilmu yang diperoleh. Plasma yang belum mempunyai kriteria cukup untuk dijadikan mitra perusahaan, sebaiknya diberikan penyuluhan. Penyuluhan atau pelatihan telah dilakukan sebenarnya, namun hanya diberikan dua kali dalam setahun. Pihak pemerintah yang bertanggung jawab mengenai agroindustri karet alam, dalam hal ini Departemen Kehutanan maupun Riset Perkebunan Nusantara juga diharapkan dapat memberikan penyuluhanpenyuluhan yang sifatnya lebih intensif. Implikasi lainnya yaitu perusahaan mampu mengukur kinerjanya selaku pemelihara dan prosesor utama dalam agroindustri karet alam ini. Dengan adanya model pengukuran kinerja, perusahaan dapat menilai sendiri dimana faktor-faktor yang menjadi kelebihan dan harus dipertahankan. Kinerja perusahaan yang baik dapat menjadi faktor kesuksesan dan kunci berkembangnya perusahaan. Informasi rantai pasok karet alam yang disajikan juga dapat menjadi informasi bagi Departemen Perindustrian dan Departemen Kehutanan maupun Riset Perkebunan Nusantara.
74
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan tema sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok karet alam dengan pendekatan Green Suplly Chain Operations Reference studi kasus di PT. Condong Garut, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Rantai pasokan merupakan interaksi dari beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Rantai pasokan karet alam terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan nilai yang lain membentuk rantai nilai industri. Anggota utama rantai pasokan karet alam di Indonesia terdiri dari pemasok, pendistribusi, pengolah, dan konsumen (pasar). Pada PT. Condong Garut, petani kebun karet bertugas sebagai pemasok bahan baku, pemanen lateks, pengumpul dan penyaring lateks dan juga pendistribusi lateks ke pabrik. Pabrik sebagai pengolah bertugas untuk melakukan pemrosesan RSS dan Brown Crepe. Karet alam yang sudah diproses akan dipasarkan kepada para pengumpul dan eksportir. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan karet alam yang berkualitas. 2. Berdasarkan hasil analisis tujuh indikator penilaian pada green stream map rantai pasok RSS di PT. Condong Garut menunjukan bahwa untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebesar 120 ton/bulan, dibutuhkan energi berupa listrik sebesar 14,530 Kwh, air sebanyak 1,289 m3, material yang terbuang sebanyak 132,961 Kg, sampah sisa hasil produksi sebesar 147,353.6 Kg, transportasi yang ditempuh 2,769.17 Km dan emisi yang ditimbulkan sebesar 3,096.2 Kg CO2. Ketujuh indikator penilaian tersebut kemudian diukur di tiap tahapan prosesnya, mulai dari kegiatan budidaya tanaman karet sampai menghasilkannya RSS. 3. Dengan dibuatnya suatu sistem penunjang keputusan diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh. Kebutuhan akan sistem penunjang keputusan tersebut diimplementasikan dalam suatu program AGROGREENRUBBER. Sistem ini dilengkapi dengan model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Model-model yang tersedia yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan konsumen potensial, model penentuan strategi pemilihan plasma unggul, dan model pengukuran kineja rantai pasok perusahaan. 4. Hasil keluaran dari model pemilihan produk prospektif menunjukkan bahwa produk terbaik untuk diproduksi adalah Ribbed Smoked Sheet I. Sementara model pemilihan konsumen potensial menyimpulkan bahwa konsumen terbaik untuk menawarkan produk olahan karet alam adalah WTP. Hasil keluaran dari kedua model tersebut didasarkan pada hasil perhitungan metode perbandingan eksponensial (MPE). 5. Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul menghasilkan alternatif-alternatif yang dapat mewakili penilaian perusahaan inti terhadap plasma sebagai mitra perusahaan dalam pengelolaan perkebunan karet. Alternatif-alternatif tersebut diperoleh melalui pembobotan dengan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) berdasarkan faktor-faktor kunci yang membuat suatu plasma unggul. Alternatif-alternatif tersebut jika diurutkan dari bobot yang paling besar yaitu merawat, memanen dan menyaring lateks sesuai prosedur sebesar 0.420, memiliki sarana dan prasarana yang memadai sebesar 0.268, memiliki lokasi pemeliharaan
75
6.
7.
6.2 1.
2.
3.
dengan topografi terbaik sebesar 0.141, memiliki jumlah anggota plasma yang ideal sebesar 0.088, dan mengikuti pelatihan-pelatihan sebesar 0.083. Model kinerja rantai pasok perusahaan diukur dengan menggunakan AHP yang dikombinasikan dengan GSCOR dimana metrik SCOR level 1 ditambahkan aspek lingkungan. Pengukuran kinerja tersebut berdasarkan semua aspek metrik kinerja yang telah mempunyai bobot. Data aktual dan wawancara dari perusahaan menjadi inputan dasar pada tabel pengukuran kinerja. Hasil yang diperoleh berdasarkan tabel pengukuran kinerja yaitu kinerja rantai pasok perusahaan terbaik. Keluaran rekomendasi dari sistem menunjukkan perbaikan pada aspek yang bernilai kurang dan cukup. Di dalam software Agrogreenrubber juga memberikan banyak informasi mengenai budidaya dan teknologi pengolahan karet alam, tools yang digunakan untuk penelitian, data-data rekapitulasi kuesioner dengan pakar, data produksi lateks, data produksi RSS dan Brown Crepe, peta afdeling, informasi mengenai rantai pasok perusahaan, dan standar mutu karet. Karena sistem dibuat berbasis web, semua informasi tersebut dapat diakses dengan mudah oleh para pengguna kapan pun dan dimana pun.
Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: Sistem perlu dibuat lebih dinamis agar dalam penggunaannya menjadi lebih mudah dengan menambahkan fasilitas untuk mengubah, baik untuk menambah, mengurangi, mengedit, dan menghapus sehingga data dapat mengalami perubahan sesuai dengan keinginan pengguna. Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran kinerja rantai pasok karet dengan pendekatan GSCOR sehingga penilaian kinerja dapat dilakukan secara menyeluruh dan terperinci. Perlu dibuat database mengenai profil-profil mitra plasma secara lebih detail sehingga pengukuran kinerja para mitra plasma juga dapat dilakukan.
76
DAFTAR PUSTAKA
Aramyam LH, Ondersteijn CJM, van Kooten O, Lansink AGJMO. 2006. Performance indicators in agri-food production chains. Quantifying the agri-food supply chain J 15: 47-64. Anonim. 2011. Supply Chain Council Releases Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model 10.0 in Logistic Week. www.supply-chain.org. [20 Juli 2012]. Bolstroff P, Rosenbaum R. 2003. Supply Chain Excellence: A Handbook for Dramatic Improvement Using the SCOR Model. AMACOM. Chopra S, Meindl P. 2007. Supply Chain Management : Strategy, Planning, and Operation. 3rd ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall. Daihani DU. 2001. Komputerisasi Pengambilan Keputusan. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia [Homepage of Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan], [online]. 2011. http://ditjenbun.deptan.go.id/ cigraph/index. php/viewstat/komoditiutama/2-Karet. [2 Agustus 2012]. Djaali, Muljono P. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta : Grasindo. Emiliani ML, Stec DJ. 2004. Using value stream maps to improve leadership. The Leadership & Organization Development J 25(8) :622-645. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor : IPB Press. Ervil R. 2010. Pengembangan model pengukuran kinerja supply chain berbasis balanced scorecard [Skripsi]. Surabaya : Program Sarjana, Institut Teknologi Sepuluh November. Fawaz A, Abdulmalek, Jayant R. 2006. Analyzing the benefits of lean manufacturing and value stream mapping via simulation : A process sector case study. Production Economics J 107: 223-236. Fewidarto PD. 1996. Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process). TIN Fateta IPB. Bogor. Gunasekaran A, Patel C, Tirtiroglu E. 2001. Performance measures and metriks in a supply chain environment. Production and Operation Management J 21(1/2) :71-87. Heru D, Andoko A. 2008. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Jakarta : PT AgroMedia Pustaka. Heizer J, Render B. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta : Salemba Empat. Hertz HS. 2009. The 2009-2010 Criteria for Performance Excellence. Baldrige National Quality Program. USA. Hines, Peter, Rich N. 1997. The seven value stream mapping tools. Operations and Production Management J 17: 46-64. Hugos M. 2006. Essential of Supply Chain Management. 2nd ed. New Jersey : John Wiley & Sons Inc. LMI. 2003. GreenSCOR : Developing a Green Supply Chain Analytical Tool. Working Paper. Mardhiyyah N. 2008. Kinerja penyampaian suku cadang PT Toyota-Astra Motor dengan model supply chain operations reference [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Marimin. 2004. Teknik Pengambilan Keputusan Kriteria Jamak dan Aplikasinya dalam Perumusan Kebijakan Strategi. Fateta IPB. Bogor. Marimin, Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor : IPB Press. Melynk SA, Stewart DM, Siwank M. 2004. Metriks and performance measurement in operations management : Dealing with metriks maze. Operation Management J 22 :209-217. Miranda, Amin WT. 2006. Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Jakarta : Harvarindo.
77
Muhardika BA. 2009. Sistem Pendukung Keputusan Manajemen Rantai Pasokan krisan dan kedelai edamame [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Nazaruddin, Paimin. 1998. Karet Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahan. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Nugroho A. 2002. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi dengan Metodologi Berorientasi Objek. Jakarta. Panji M. 2012. Peningkatan Produktivitas Proses Budidaya Karet Alam Dengan Pendekatan Green Productivity (Studi Kasus Di PT. Condong Garut) [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management. Surabaya : GunaWidya. Ruky, Achmad S. 2001. Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System) : Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta : Gramedia. Saaty L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta Pusat : Pustaka Binaman Pressindo. Sahar AH. 2007. Analisis Kinerja Sistem Antrian pada industri pengolahan fillet ikan beku [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Saputro H. 2007. Pengertian Website, Web Hosting, dan Domain Name. http://www.baliorange.web.id/pengertianwebsite-webhosting-domainname. [24 Juli 2012]. Sargent RG. 2007. Verification and validation ofsimulation models. Di dalam Proceedings of the Winter Simulation Conference 2007. New Jersey : IEEE Piscataway. Hlm 124-136. Saxena AK, Bhardwaj KD, Sinha KK. 2003. Sustainable growth through green productivity: a case of edible oil industry in India. International Energy J 4(1) :81-91. Setiawan, Mulyati, Suroso. 2011. Kerangka Pengukuran Kinerja pada Green Supply Chain Management pada Orange Book3 Green Economy Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Bogor : IPB Press. Siagian M. 2005. Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia Bisnis. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. Sidarta, Lani. 1995. Pengantar Sistem Informasi Bisnis. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Simatupang. 1995. Teori Sistem: Suatu Perspektif Teknik Industri. Yogyakarta : Andi Offset. Supply Chain Council. 2006. Supply Chain Operations Reference Model Version 6.0. Working Paper. Supply Chain Council. 2008. Supply Chain Operations Reference Model Version 8.0. Working Paper. Suryadi K, Ramdhani MA. 1998. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Tunggal AW. 2009. Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan). Jakarta : Harvarindo. Turban E. 1990. Decision Support and Expert Sistem. New York : McMillan Publishing Company. Whitten JL, Bentley KD, Dittman KC. 2004. Sistem Analysis and Design Methods. 5th ed. New York : MNHE. Wibowo. 2009. Manajemen Kinerja. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. Wiguna B. 2012. Peningkatan Produktivitas Proses Produksi Karet Alam Dengan Pendekatan Green Productivity (Studi Kasus Di PT. Condong Garut) [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Wills B. 2009. Green Intentions: Creating a Green Value Stream to Compete and Win. New York : Productivity Press.
78
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Agroindiniel melalui localhost Instalasi program Agroindiniel membutuhkan seperangkat PC dengan spesifikasi minimal sebagai berikut : 1. Satu set Personal Computer (PC) atau laptop dengan prosesor Pentium IV dan RAM 256 MB. 2. Layar monitor 1280x 800 pixel. 3. DVD-ROM. 4. Ruang kosong pada harddisk sebesar 100 MB. 5. Sistem operasi Linux, Mac atau Windows. 6. PC telah terinstal web server dan database MySQL. 7. PC telah terinstal internet browser seperti Mozilla Firefox atau Internet Explorer. Petunjuk Instalasi Program Agrogreenrubber melalui localhot: 1. Masukkan CD Agrogreenrubber ke dalam DVD-ROM. 2. Salin folder “Agrogreenrubber” ke dalam drive C di folder xampp/htdocs. 3. Import database “Agrogreenrubber” ke dalam drive C di folder xampp/mysql/data. 4. Setelah itu program dapat langsung digunakan melalui browser dengan http://localhot/agrogreenrubber. 5. Keluarkan CD dari DVD-ROM dan simpan di tempat aman. 6. Selamat menggunakan program Agrogreenrubber.
alamat
Menu Utama Tampilan awal dari program Agrogreenrubber disajikan dalam bentuk halaman utama website yang terdiri atas menu informasi dan menu penunjang keputusan, seperti pada gambar di bawah ini :
80
Lampiran 2. Hasil rekapan kuesioner dengan pakar a. Model Pemilihan Produk Prospektif No.
Kriteria
Bobot
RSS 1
RSS 2
Alternatif RSS BC Cutting 1
BC 2
BC 3
BC Cutting
1
Potensi Produk Di Pasaran
5
5
4
3
4
3
3
3
2
Ketersediaan Sarana Produksi
3
3
3
2
4
2
2
2
3
Ketersediaan SDM
4
4
2
1
3
2
2
1
4
Keuntungan Penjualan
5
4
3
3
5
3
2
2
5
Nilai Tambah
5
5
4
3
4
3
2
2
Bobot
RSS 1
RSS 2
BC 2
BC 3
BC Cutting
Pakar I
No.
Kriteria
Alternatif RSS BC Cutting 1
1
Potensi Produk Di Pasaran
5
5
4
3
5
3
3
3
2
Ketersediaan Sarana Produksi
4
4
3
2
4
3
2
2
3
Ketersediaan SDM
3
4
2
1
3
2
2
1
4
Keuntungan Penjualan
5
5
4
2
4
4
3
3
Nilai Tambah
5
5
5
4
4
3
2
2
Bobot
RSS 1
RSS 2
BC 2
BC 3
BC Cutting
5
Pakar II
No.
Kriteria
Alternatif RSS BC Cutting 1
1
Potensi Produk Di Pasaran
5
5
4
3
4
3
3
2
2
Ketersediaan Sarana Produksi
4
4
2
2
5
2
2
2
3
Ketersediaan SDM
3
4
2
2
3
2
2
2
4
Keuntungan Penjualan
5
5
4
3
4
3
3
3
5
Nilai Tambah
5
5
3
4
4
4
2
2
Bobot
RSS 1
RSS 2
RSS Cutting
BC 1
BC 2
BC 3
BC Cutting
Pakar III Hasil rekapitulasi : Alternatif No.
Kriteria
1
Potensi Produk Di Pasaran
5
5
4
3
4
3
3
3
2
Ketersediaan Sarana Produksi
4
4
2
2
4
2
2
2
3
Ketersediaan SDM
3
4
2
1
3
2
2
1
4
Keuntungan Penjualan
5
5
4
3
4
3
3
2
5
Nilai Tambah
5
5
4
4
4
3
2
2
81
b. Modul Pemilihan Konsumen Potensial No. 1
Kriteria
Alternatif
Bobot WTP
BGS
SJL
SK
ML
HL
INK
SP
PRI
PRJ
5
5
5
2
3
2
3
4
4
1
3
3
3
3
4
2
2
2
3
3
1
2
3
Potensi permintaan Kemudahan Menjangkau Konsumen Ketersediaan Sarana dan Prasarana
3
4
4
2
3
2
2
3
2
2
3
4
Penawaran Harga
5
3
3
3
2
2
3
3
4
1
2
5
Biaya Distribusi
3
3
4
5
2
1
2
2
3
1
2
2
Pakar I
No. 1
Kriteria
Alternatif
Bobot WTP
BGS
SJL
SK
ML
HL
INK
SP
PRI
PRJ
5
5
4
3
3
2
3
4
4
1
2
4
4
3
3
2
1
2
3
2
1
2
3
Potensi permintaan Kemudahan Menjangkau Konsumen Ketersediaan Sarana dan Prasarana
2
4
4
3
2
2
2
3
3
1
3
4
Penawaran Harga
5
5
4
2
3
2
2
3
4
1
2
5
Biaya Distribusi
4
4
5
4
2
2
3
3
3
2
3
WTP
BGS
SJL
SK
ML
HL
INK
SP
PRI
PRJ
2
Pakar II
No. 1
Kriteria
Alternatif
Bobot 4
4
5
2
2
2
3
4
4
1
3
4
4
4
4
2
2
2
3
3
1
2
3
Potensi permintaan Kemudahan Menjangkau Konsumen Ketersediaan Sarana dan Prasarana
3
5
3
2
3
2
2
2
3
2
3
4
Penawaran Harga
5
3
3
2
3
1
3
3
4
1
2
5
Biaya Distribusi
4
4
4
5
2
2
3
3
2
2
3
WTP
BGS
SJL
SK
ML
HL
INK
SP
PRI
PRJ
2
Pakar III Hasil rekapitulasi : No. 1
Kriteria
Alternatif
Bobot 5
5
5
4
3
2
3
4
4
1
3
4
4
4
3
2
2
2
3
3
1
2
3
Potensi permintaan Kemudahan Menjangkau Konsumen Ketersediaan Sarana dan Prasarana
3
5
5
4
3
2
2
3
3
2
3
4
Penawaran Harga
5
5
4
4
3
2
3
3
4
1
2
5
Biaya Distribusi
4
4
3
5
2
2
3
3
3
2
3
2
82
Lampiran 3. Data produksi dan pembelian karet di PT. Condong Garut a. Data Produksi Karet Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jumlah (Kg)
RSS 1 (Kg)
1.333.139
1.727.860
1.601.699
1.462.994
1.229.539
1.115.613
8.470.844
RSS 2 (Kg) CUTTING (Kg)
258.596
160.328
219.630
224.856
168.512
135.545
1.167.467
154.676
115.799
116.944
108.167
86.734
57.487
639.807
BC 1 (Kg)
11.586
47.560
68.327
47.600
175.073
BC 2 (Kg)
14.430
96.449
109.825
128.760
349.464
BC 3 (Kg) BC Cutting(Kg)
6.470
171.171
134.011
94.000
405.652
2.239
7.247
8.539
18.025
2.113.436
1.804.175
1.587.544
11.246.332
2.003.987
1.970.759
Konsumen
RSS (Kg)
Brown Crepe (Kg)
Total Pembelian (Kg)
PT. Wilson Tunggal Prakarsa
1225485
12800
1238285
PT. Bitung Guna Sejahtera
42940
108800
151740
CV. Semesta Jaya Lestari
33900
57600
91500
PT. Sarana Karindo
22600
Total (Kg)
1.746.411
b. Data Pembelian Karet
22600
CV. Mandala Logam
9289
9289
Bpk Hengky Lie
12800
12800
PT. Inkaba
32000
32000
PT. Sumber Persada
34080
34080
PT. Polirubberindo
1290
1290
PT. Putra Rimba Jaya
12280
12280
83
Lampiran 4. Standar mutu lateks pekat Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks) pada getah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari lateks yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Bahan baku dalam pengolahan karet adalah lateks yang belum mengalami prakoagulasi. Lateks merupakan cairan yang berbentuk koloid berwarna putih kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh pohon karet. Lateks adalah getah yang diperoleh dari pohon karet dengan proses penyadapan. Penyadapan adalah usaha untuk mendapatkan lateks sebanyak-banyaknya dengan tidak merusak bagian-bagian lain dari tanaman kecuali kulit pohon serta tidak mengganggu kesehatan tanaman. Penyadapan merupakan mata rantai pertama dalam proses pengolahan karet sehingga penyadapan dilakukan sebaik-baiknya. Dalam pelaksanaan penyadapan pada tanaman muda, sebelum dilaksanakan sadapan rutin terlebih dahulu dilakukan bukaan sadapan dengan memperhatikan kriteria matang sadap, tinggi bukaan sadapan, dan arah sudut lereng irisan sadapan. Pada lateks segar dan lateks yang dikeringkan mengandung zat-zat tertentu. Perbandingan zat-zat tersebut disajikan pada tabel berikut.
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Adapun ciri-ciri lateks yang digunakan untuk menghasilkan lembaran slab yang baik, yaitu: 1. Berbau segar 2. Mempunyai KKK (Kader Karet Kering) yang tinggi yaitu 20% - 25% 3. Tidak mengandung kotoran, yaitu kotoran dari benda lain yang tercampur dalam lateks 4. Tidak terdapat bintik-bintik gumpalan karet atau terjadi proses prakoagulasi 5. Mempunyai pH antara 6.5-7.0
84
Lampiran 5. Kuesioner AHP strategi pemilihan plasma unggul
KUISIONER Penggunaan Analytical Hierarchy process (AHP) untuk PENENTUAN STRATEGI PEMILIHAN PLASMA UNGGUL (PETANI KEBUN KARET) Nama Responden : Jabatan
:
Tanggal Pengisian : Tanda tangan
:
Hasil pengisian kuisioner ini akan digunakan untuk keperluan memenuhi tugas akhir (skripsi) oleh Daniel Saputra (F34080019) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
85
PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER I. Umum 1. 2. 3.
4.
Isi kolom indentitas yang terdapat di halaman depan kuisioner. Berikan penilaian terhadap Hierarki Penentuan Strategi Pemilihan Petani Kebun Karet dengan cara mengisi Lembar Penilaian. Penilaian yang dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan atau peran komponen-komponen dalam 1 level hierarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan Skala Penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II. Lembar Penilaian berisi penjelasan masing-masing elemen yang diperbandingkan, pertanyaan, dan kolom-kolom untuk menuliskan hasil penilaian.
5. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah disediakan. II. Skala Penilaian Skala yang digunakan adalah 1, 3, 5, 7, dan 9 serta 2, 4, 6, dan 8 untuk penilaian diantara skala tersebut. Apabila hasil penilaian menunjukkan sebaliknya maka yang digunakan adalah 1, ½, 1/3, ... dan 1/9. Contoh penerapannya adalah sebagai berikut: Jika A sama pentingnya dengan B 1 Jika A sedikit lebih penting daripada B 3 Jika sebaliknya (B sedikit lebih penting daripada A) 1/3 Jika A jelas lebih penting daripada B 5 Jika sebaliknya (B jelas lebih penting daripada A) 1/5 Jika A sangat lebih penting daripada B 7 Jika sebaliknya (B sangat lebih penting daripada A) 1/7 Jika A mutlak lebih penting daripada B 9 Jika sebaliknya (B mutlak lebih penting daripada A) 1/9 Nilai skala 2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8 diberikan apabila terdapat sedikit saja perbedaan dengan patokan tersebut di atas. Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk menentukan strategi pemilihan plasma unggul dalam agroindustri karet alam menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan pendapat ahli (pakar) telah disusun struktur AHP dengan komponen-komponennya sebagai berikut :
86
1. Penentuan Bobot FAKTOR dalam Penentuan Strategi Pemilihan Plasma Unggul Faktor yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan petani kebun karet adalah sebagai berikut: a. Lokasi Pemeliharaan (LP) b. Sarana dan Prasarana (SP) c. Jumlah Anggota Plasma (JAP) d. Kualitas Lateks (KL) e. Teknologi dan Keuletan (TK) Faktor LP SP JAA KL TK
LP
SP
JAP
KL
TK
2. Penentuan Bobot AKTOR dalam Penentuan Strategi Pemilihan Plasma Unggul Aktor yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan petani kebun karet adalah sebagai berikut: a. Badan Litbang atau Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) b. Kelompok Petani (Plasma) c. Perusahaan Inti 1) Dalam kaitannya dengan faktor Lokasi Pemeliharaan, bandingkanlah besarnya peranan aktoraktor berikut ini: Aktor RLPS Kelompok Plasma Perusahaan Inti
RLPS
Kelompok Plasma
Perusahaan Inti
2) Dalam kaitannya dengan faktor Sarana dan Prasarana, bandingkanlah besarnya peranan aktor-aktor berikut ini: Aktor RLPS Kelompok Plasma Perusahaan Inti
RLPS
Kelompok Plasma
Perusahaan Inti
3) Dalam kaitannya dengan faktor Jumlah Anggota Plasma, bandingkanlah besarnya peranan aktor-aktor berikut ini: Aktor RLPS Kelompok Plasma Perusahaan Inti
RLPS
Kelompok Plasma
Perusahaan Inti
4) Dalam kaitannya dengan faktor Kualitas Lateks, bandingkanlah besarnya peranan aktor-aktor berikut ini: Aktor RLPS Kelompok Plasma Perusahaan Inti
RLPS
Kelompok Plasma
Perusahaan Inti
87
5) Dalam kaitannya dengan faktor Teknologi dan Keuletan, bandingkanlah besarnya peranan aktor-aktor berikut ini: Aktor RLPS Kelompok Plasma Perusahaan Inti
RLPS
Kelompok Plasma
Perusahaan Inti
3. Penentuan Bobot STRATEGI dalam Penentuan Strategi Pemilihan Plasma Unggul Strategi yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan petani kebun karet adalah sebagai berikut: a. Memilih Lokasi Produksi sesuai Topografi Terbaik (LPT) b. Memiliki Sarana dan Prasarana yang Memadai (SPM) c. Memiliki Jumlah Anggota Plasma yang Ideal (JAPR) d. Mengikuti Pelatihan (MP) e. Merawat tanaman karet dan Memanen serta Menyaring lateks sesuai Prosedur (MMP) 1) Dalam kaitannya dengan aktor RLPS, bandingkanlah besarnya peranan strategi-strategi berikut ini: Strategi LPT SPM JMR MP MMP
LPT
SPM
JAPR
MP
MMP
2) Dalam kaitannya dengan aktor Perusahaan Inti, bandingkanlah besarnya peranan strategistrategi berikut ini: Strategi LPT SPM JMR MP MMP
LPT
SPM
JAPR
MP
MMP
3) Dalam kaitannya dengan aktor Petani, bandingkanlah besarnya peranan strategi-strategi berikut ini: Strategi LPT SPM JMR MP MMP
LPT
SPM
JAPI
MP
MMP
Terima Kasih Atas Partisipasinya...Salam Sukses!! 88
Lampiran 6. Kuesioner AHP strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam dengan pendekatan GSCOR KUISIONER
Penggunaan Analytical Hierarchy process (AHP) untuk
PENENTUAN STRATEGI PEMILIHAN ATRIBUT PENILAIAN KINERJA RANTAI PASOKAN KARET ALAM DENGAN PENDEKATAN GSCOR (GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE)
Nama Responden : Jabatan
:
Tanggal Pengisian : Tanda tangan
:
Hasil pengisian kuisioner ini akan digunakan untuk keperluan memenuhi tugas akhir (skripsi) oleh Daniel Saputra (F34080019) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor 89
PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER I. Umum 1. 2. 3.
4. 5.
Isi kolom indentitas yang terdapat di halaman depan kuisioner. Berikan penilaian terhadap Hirarki Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasokan Karet Alam dengan cara mengisi Lembar Penilaian. Penilaian yang dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan atau peran komponen-komponen dalam 1 level hirarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan Skala Penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II. Lembar Penilaian berisi penjelasan masing-masing elemen yang diperbandingkan, pertanyaan, dan kolom-kolom untuk menuliskan hasil penilaian. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah disediakan.
II. Skala Penilaian Skala yang digunakan adalah 1, 3, 5, 7, dan 9 serta 2, 4, 6, dan 8 untuk penilaian diantara skala tersebut. Apabila hasil penilaian menunjukkan sebaliknya maka yang digunakan adalah 1, ½, 1/3, ... dan 1/9. Contoh penerapannya adalah sebagai berikut: Jika A sama pentingnya dengan B 1 Jika A sedikit lebih penting daripada B 3 Jika sebaliknya (B sedikit lebih penting daripada A) 1/3 Jika A jelas lebih penting daripada B 5 Jika sebaliknya (B jelas lebih penting daripada A) 1/5 Jika A sangat lebih penting daripada B 7 Jika sebaliknya (B sangat lebih penting daripada A) 1/7 Jika A mutlak lebih penting daripada B 9 Jika sebaliknya (B mutlak lebih penting daripada A) 1/9 Nilai skala 2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8 diberikan apabila terdapat sedikit saja perbedaan dengan patokan tersebut di atas. Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk menentukan pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam dalam agroindustri karet alam menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan pendekatan GSCOR. Berdasarkan pendapat ahli (pakar) telah disusun struktur AHP dengan komponen-komponennya sebagai berikut :
90
1. Penentuan Bobot Proses Bisnis dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasokan Karet Alam Proses Bisnis yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut : a. Pengadaan (Source) b. Produksi (Make) c. Distribusi (Deliver) d. Pengolahan (Process) e. Pengelolaan Lingkungan Proses Bisnis
Source
Make
Deliver
Process
Pengelolaan Lingkungan
Source Make Deliver Process Pengelolaan Lingkungan
2. Penentuan Bobot Parameter Kinerja dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasokan Karet Alam Parameter kinerja yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut : a. Nilai Tambah (NT) b. Resiko (R) c. Kualitas 1) Dalam kaitannya dengan proses bisnis Pengadaan, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini : Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas
NT
Resiko
Kualitas
2) Dalam kaitannya dengan proses bisnis Produksi, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini : Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas
NT
Resiko
Kualitas
3) Dalam kaitannya dengan proses bisnis Pengiriman, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini : Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas
NT
Resiko
Kualitas
4) Dalam kaitannya dengan proses Bisnis Pengolahan, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :
91
Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas
NT
Resiko
Kualitas
5) Dalam kaitannya dengan proses Bisnis Pengelolaan Lingkungan, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini : Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas
NT
Resiko
Kualitas
3. Penentuan Bobot Atribut Kinerja dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasokan Karet aAam Strategi yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut : a. Reliabilitas (Kepercayaan) b. Responsivitas (Pemenuhan Pesanan) c. Biaya d. Aset e. Pemanfaatan Limbah Produk (PLP)
1) Dalam kaitannya dengan parameter kinerja Nilai Tambah, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini : Atribut Kinerja Reliabilitas Responsivitas Biaya Aset PLP
Reliabilitas
Responsivitas
Biaya
Aset
PLP
2) Dalam kaitannya dengan parameter kinerja Resiko, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini : Atribut Kinerja Reliabilitas Responsivitas Biaya Aset PLP
Reliabilitas
Responsivitas
Biaya
Aset
PLP
3) Dalam kaitannya dengan parameter kinerja Kualitas, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini : Atribut Kinerja Reliabilitas Responsivitas Biaya Aset PLP
Reliabilitas
Responsivitas
Biaya
Aset
PLP
92
4. Penentuan Bobot Metrik Kinerja dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasokan Karet aAam Strategi yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut : a. Pemenuhan Pesanan (PP) b. Kinerja Pengiriman (KP) c. Kesesuaian Standar Mutu (KSM) d. Siklus Pemenuhan Pesanan (SPP) e. Lead Time Pemenuhan Pesanan (LTPP) f. Fleksibilitas Rantai Pasok (FRP) g. Biaya Manajemen Rantai Pasok (BMRP) h. Siklus cash-to-cash (SCTC) i. Inventory Days of Supply (IDS) j. Pengolahan Limbah Cair (PLC) k. Pengolahan Limbah Padat (PLP) 1) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Reliabilitas, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini : Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP
PP
KP
KSM
SPP
LTPP
FRP
BMRP
SCTC
IDS
PLC
PLP
2) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Responsivitas, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini : Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP
PP
KP
KSM
SPP
LTPP
FRP
BMRP
SCTC
IDS
PLC
PLP
93
3) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Biaya, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini : Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP
PP
KP
KSM
SPP
LTPP
FRP
BMRP
SCTC
IDS
PLC
PLP
4) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Aset, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini : Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP
PP
KP
KSM
SPP
LTPP
FRP
BMRP
SCTC
IDS
PLC
PLP
5) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Pemanfaatan Limbah Produk, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini : Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP
PP
KP
KSM
SPP
LTPP
FRP
BMRP
SCTC
IDS
PLC
PLP
Terima Kasih Atas Partisipasinya...Salam Sukses!!
94