SINTESIS KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN-PVA SEBAGAI INJECTABLE BONE SUBSTITUTE
FIRNANELTY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul sintesis komposit hidroksiapatit-kitosan-pva sebagai injectable bone substitute adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Firnanelty NIM G451140041
RINGKASAN FIRNANELTY. Sintesis Komposit Hidroksiapatit-Kitosan-PVA sebagai Injectable Bone Substitute. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan CHARLENA. Bone filler adalah suspensi yang diaplikasikan dengan cara disuntikkan untuk mengisi celah-celah tulang akibat osteoporosis disebut injectable bone substitute (IBS). Kelebihan IBS yaitu dapat dibentuk sesuai dengan bentuk rongga tulang yang akan diisi dan terpolimerisasi in situ setelah disuntikkan. Material dalam bentuk injectable bersifat steril dan siap pakai serta bersifat osteokonduktif. Salah satu material yang dapat dibentuk menjadi IBS adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit (HAp) merupakan senyawa kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai bone graft substitute. Hidroksiapatit bersifat biokompatibel, osteokonduktif dan tidak toksik. Sekitar 65% fraksi mineral di dalam tulang tersusun atas hidroksiapatit. Namun HAp memiliki kekurangan yaitu rapuh dan getas. Penambahan kitosan dan PVA bertujuan untuk memperbaiki kekurangan dari HAp. Studi yang dilakukan tidak hanya upaya untuk memperbaiki kekurangan HAp saja namun pemilihan starting material juga sangat penting dalam pembuatan kalsium posfat yang paling ekonomis. Salah satu sumber kalsium dapat diperoleh dari cangkang tutut. Cangkang tutut merupakan limbah yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara komersial. Limbah ini kaya berbagai mineral termasuk kalsium. HAp dapat dikompositkan dengan kitosan dan PVA yang dapat digunakan sebagai bahan implan tulang. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan cangkang tututsebagai prekursor Ca untuk menyintesis HAp, menyintesis komposit HAp-kitosan-PVA, melakukan karakterisasi HAp dan komposit, menguji viskositas dan sitotoksisitas in vitro pada kultur sel endotel Calf Pulmonary Artery Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209). Analisis serbuk cangkang tutut menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) menunjukkan kandungan kalsium dalam cangkang sebesar 55.37%. Hasil sintesis dengan metode presipitasi basah menunjukkan HAp yang diperoleh merupakan fasa tunggal HAp. Nilai viskositas komposit HAp-kitosan-PVA diperoleh 36 dPa.s. Hasil ini cukup mendekati nilai standard IBS. Uji sitotoksisitas in vitro pada kultur sel endotel Calf Pulmonary Artery Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209) menunjukkan bahwa tidak timbul toksisitas terhadap selpada konsentrasi 12.5% dengan persen inhibisi 13.13%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai viabilitas sel lebih dari 50%. Limbah cangkang tutut berhasil dimanfaatkan sebagai prekursor kalsium dalam sintesis fasa tunggal HAp. Berdasarkan viskositas dan sifat sitotoksisitas, komposit HAp-Kitosan-PVA berpotensi sebagai implan biokompatibel untuk aplikasi implan tulang. Kata kunci: Osteoporosis, cangkang tutut (Bellamya javanica), injectable bone substitute, hidroksiapatit
SUMMARY FIRNANELTY. Synthesis of composite Hydroxyapatite-Chitosan-PVA as Injectable Bone Substitute. Supervised by SRI SUGIARTI and CHARLENA. Bone filler is a suspension that applied by injection to fill the cracks of bones due to osteoporosis is called injectable bone substitute (IBS). Excess IBS which can be formed according to the shape of the bone cavity to be filled and polymerized in situ after being injected. Material of injectable forms are sterile, ready to use and osteoconductive. One material that can be formed into IBS is hydroxyapatite. Hydroxyapatite (HAp) is a group of minerals apatite compound with the chemical formula Ca10(PO4)6(OH)2 as a bone graft substitute. Hydroxyapatite are biocompatible, osteoconductive, and non-toxic. Approximately 65% fraction in bone mineral composed of hydroxyapatite. However HAp has the disadvantage that fragile and brittle. Addition of chitosan and PVA aimed to improve the lack of HAp. This study not only attempt to correct any deficiencies HAp but also the selection of the starting material is very important in making calcium phosphate the most economical. One source of calcium can be obtained from the Tutut shell. Tutut shell of an abundant waste but has not been used commercially. This waste is rich in various minerals, including calcium. HAp can be composited with chitosan and PVA that can be used as bone implant materials. This research aimed to utilize Tutut shell as precursors of Ca to synthesize HAp, synthesize composite HAp-chitosan-PVA, characterize HAp and composite, examine the viscosity and cytotoxicity in vitro in cultured endothelial cells Calf Pulmonary Artery endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209) of composite. Analysis of calcium content by using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) showed that Tutut shell was 55.37% (by weight). HAp was synthesized by wet precipitation method, confirmed the formation of single phase of HAp. Viscosity value of composite HAp-Chitosan-PVA obtained 36 dPa.s. These results are quite close to the value standard of IBS. Cytotoxicity assay in vitro in cultured endothelial cells Calf Pulmonary Artery endothelium (CPAE) (ATCC CCL-209) showed there was no toxicity to the cells culture with concentration 12.5% with the percent inhibition 13.13%. Its indicates that the value of cell viability over 50%. The waste of Tutut shell was utilized as a precursor for the synthesis of calcium in a single phase HAp. Based on the viscosity and cytotoxicity assay, composite HAp-Chitosan-PVA potential as bone implant applications. Keywords: Osteoporosis, Tutut shell (Bellamya javanica), injectable bone substitute, hydroxyapatite
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SINTESIS KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN-PVA SEBAGAI INJECTABLE BONE SUBSTITUTE
FIRNANELTY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Kiagus Dahlan, MSc
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul “Sintesis Komposit Hidroksiapatit-Kitosan-PVA Sebagai Injectable Bone Substitute”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2015 sampai dengan Mei 2016. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Sugiarti, PhD dan Ibu Dr Charlena, MSi selaku pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, kesabaran, nasehat, saran dan kritik yang membangun, serta dukungannya selama proses penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr selaku Ketua Program Magister Kimia, Bapak Drs Sulistioso Giat Sukaryo, MT yang telah banyak memberikan masukan, Bapak Drs Erizal atas bantuan sterilisasi sampel penelitian, serta seluruh dosen Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pimpinan dan keluarga besar staf Laboratorium Kimia Anorganik IPB, staf Laboratorium Kimia Fisik IPB, staf Laboratorium Bersama Kimia IPB, staf Laboratorium Radiasi PAIR BATAN Jakarta, staf Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta, staf Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Satwa Primata dan staf Laboratorium Penguji Badan Litbang Departemen Kehutanan yang telah membantu analisis selama penelitian. Tak lupa pula ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa Sekolah Pascasarjana Kimia angkatan 2014 atas masukan, saran, dan motivasi yang diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama, Ibu, Kakak, dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016 Firnanelty
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Injectable Bone Substitute Cangkang Tutut Hidroksiapatit Kitosan PVA Teknik Iradiasi Gamma Viskositas Uji Sitotoksisitas in vitro Sel Endotel
3 4 4 4 6 7 7 8 8
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian Preparasi Sampel Pengukuran Kadar Ca dalam Serbuk Sampel dengan AAS Kalsinasi Serbuk Sampel dan Konversi menjadi Ca(OH)2 Sintesis HAp dengan Metode Presipitasi Basah Sintesis Komposit HAp-Kitosan-PVA Uji Viskositas Uji In vitro Sitotoksisitas pada Sel Endotel CPAE
9 9 9 9 9 9 10 10 11 11 11 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis XRD Cangkang Tutut Sebelum dan Setelah Kalsinasi Penentuan Kadar Ca Cangkang Tutut Hasil Sintesis HAp Hasil Karakterisasi Fasa HAp menggunakan XRD Hasil Karakterisasi HAp menggunakan FTIR Hasil Karakterisasi HAp menggunakan SEM Komposit HAp-Kitosan-PVA Sebagai Injectable Bone Substitute Karakterisasi Komposit menggunakan FTIR Karakterisasi Komposit menggunakan XRD Karakterisasi Komposit menggunakan SEM Hasil Uji Viskositas Hasil Uji Sitotoksisitas In Vitro Sel Endotel
12 12 14 14 15 16 17 17 18 19 20 20 20
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
21 21 22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Cangkang tutut( Bellamya javanica) Struktur hidroksiapatit Fenomena antarmuka antara HAp dan sel tubuh Struktur kitosan Proses polimerisasi radiasi Cangkang tutut kering dan serbuk halus Difraktogram sinar-x serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi Difraktogram sinar-x hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis Spektrum FTIR HAp Foto SEM HAp dengan perbesaran 500X Spektrum FTIR PVA, kitosan, HAp, dan Komposit HAp-Kitosan-PVA Difraktogram sinar-x komposit HAp-Kitosan-PVA Morfologi komposit HAp-Kitosan-PVA Komposit HAp-Kitosan-PVA terhadap sel CPAE
4 5 6 7 8 12 13 14 15 16 17 18 19 19 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram alir penelitian 2 Data hasil analisis XRD cangkang tutut a Serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi b Serbuk cangkang tutut setelah kalsinsasi c Hasil sintesis HAp menggunakan metode presipitasi basah 3 Data joint cristal powder diffraction standard (JCPDS) a Aragonite : CaCO3 b Porlandite : Ca(OH)2 c Hidroksiapatit : Ca10(PO4)6(OH)2 4 Perhitungan AAS kandungan kalsium cangkang tutut sebelum Kalsinasi a Absorbans standar kalsium b Absorbans dan konsentrasi kalsium cangkang tutut 5 a Penentuan pola h2+k2+l2 b Penentuan ukuran kristal HAp hasil sintesis 6 Data uji kultur sel endotel
28 29 29 29 30 30 30 31 31 32 32 32 33 34 35
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bone filler diaplikasikan dengan cara disuntikkan dalam bentuk suspensi untuk mengisi celah-celah tulang akibat osteoporosis disebut Injectable Bone Substitute (IBS). Kelebihan injectable system yaitu dapat dibentuk sesuai dengan bentuk rongga tulang yang akan diisi dan terpolimerisasi in situ setelah disuntikkan. Selain itu, material dalam bentuk injectable bersifat steril dan siap pakai (Warastuti et al. 2011). Bahan dalam bentuk IBS harus bersifat osteokonduktif dan memiliki kekuatan mekanik yang baik (Weiss et al. 2007). Salah satu material yang dapat dibentuk menjadi IBS adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit (HAp) merupakan senyawa kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai bone graft substitute. Hidroksiapatit (HAp) merupakan senyawa dari salah satu jenis biokeramik yang paling sering digunakan karena merupakan unsur anorganik utama penyusun tulang. Sekitar 65% fraksi mineral di dalam tulang tersusun atas hidroksiapatit (Petit 1999). Hidroksiapatit memiliki beberapa karakteristik, yaitu bioaktif, biokompatibel, osteokonduktif, tidak toksik, dan tidak imunogenik (Nayak 2010). Namun HAp memiliki beberapa kekurangan yaitu rapuh, getas, tahanannya yang rendah, dan memiliki laju resorpsi yang sangat lambat. Jika digunakan sendiri, hidroksiapatit tidak memiliki kekuatan mekanik dan tidak tahan terhadap tekanan. Sehingga dilakukan pengembangan untuk menghilangkan kekurangan itu untuk menghasilkan bone graft yang ideal. Hidroksiapatit banyak dibuat menjadi komposit dengan material alam seperti kitosan untuk mengatasi sifat rapuhnya. Sifatnya yang biokompatibel, toksisitas rendah, dan antibakteri (Sugita et al. 2009) menjadikan kitosan memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai pengganti tulang. Kitosan dapat didegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia dan hasil degradasinya tidak beracun (Kumar 2004). Mohamed et al (2011) menyebutkan bahwa penambahan kitosan menyebabkan sifat degradasi dan kekuatan ikatan akan berkurang. Polivinil alkohol (PVA) yang memiliki karakteristik mekanik dan biokompatibilitas yang baik dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komposit (Maruf et al. 2013). PVA banyak digunakan untuk menggantikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan atau penyakit karena memiliki sifat fisikokemikal terutama sifat bio-tribiological yang sangat baik, yaitu memiliki permukaan licin, tahan terhadap gesekan, keausan (Suciu et al 2004) dan biokompatibilitas yang baik. Keberadaan PVA dalam pembentukan komposit juga sebagai agen cross-linking. Komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA cocok digunakan sebagai material pengganti tulang dan aplikasi teknik jaringan dalam bentuk injectable bone substitute dengan menggunakan hidroksipropilmetil selulosa (HPMC) sebagai suspending agent (Weiss et al. 2007). Studi yang dilakukan tidak hanya upaya untuk memperbaiki kekurangan dari sifat HAp sendiri namun dilakukan juga pemilihan starting material dalam pembuatan kalsium posfat yang paling ekonomis. Cangkang tutut merupakan limbah yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara komersial. Limbah ini kaya berbagai mineral termasuk kalsium (Baby et al. 2010). Cangkang tutut
2 mengandung sebagian besar kalsium karbonat. Kalsium dari cangkang tutut dapat digunakan sebagai prekursor dalam pembuatan kalsium posfat karena mengandung kadar Ca sekitar 64.73% (Herawaty 2014). Sintesis hidroksiapatit sudah lazim dilakukan dengan metode presipitasi basah dan komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA dengan teknik iradiasi gamma. Iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan (Winarno 1980). Teknik iradiasi gamma dapat diaplikasikan pada industri polimer yaitu untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, dengan bantuan sinar radiasi sebagai sumber energi. Penggunaan sinar gamma berintensitas tinggi mampu membunuh organisme berbahaya dan sekaligus sterilisasi material. Secara visual komposit hasil iradiasi menunjukkan pasta gel yang kental dan homogen (Warastuti et al. 2011). Walaupun penggunaan material hidroksiapatit sudah digunakan untuk implan dengan pelapisan terhadap logam namun cangkang tutut sebagai IBS belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan sintesis dan karakterisasi komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA dengan teknik iradiasi gamma sebagai injectable bone substitute. Komposit yang dihasilkan dapat digunakan pada berbagai keperluan klinis pada bidang periodontal, ortopedik, dan bedah plastik dan telah memenuhi beberapa sifat yang disyaratkan sebagai pengganti tulang (bone substitute) sesuai hasil uji in vitro, fisik, dan kimia (Azami 2012).
Rumusan Masalah Beberapa penelitian terus mengembangkan penggunaan hidroksiapatit mengatasi defek tulang dalam bentuk injectable bone substitute. Penggunaan hidroksiapatit sendiri mudah rapuh sehingga perlu material lain yang mampu membuat komposit tersebut kuat dan mampu mempercepat mineralisasi apatit dalam tubuh. Kombinasi komposit HAp-kitosan-PVA merupakan salah satu alternatif yang mampu dijadikan bahan injectable bone substitute sehingga diharapkan dapat diaplikasikan sebagai implan tulang yang memiliki biokompatibilitas tinggi dan sifat degradasi yang baik. Komposit ini diharapkan memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan tubuh. Penelitian tentang sintesis HAp dari cangkang tutut yang dapat dibentuk IBS sangat penting untuk dilakukan agar dapat memperkaya pengetahuan tentang bahan baku dalam sintesis HAp dan aplikasinya terutama dalam bidang biomedis.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyintesis dan mengkarakterisasi hidroksiapatit berbasis cangkang tutut melalui metode presipitasi basah dan membuat komposit HAp-kitosan-PVA sebagai bahan injectable bone substitute dalam bentuk yang disuntikkan serta mengukur viskositas, dan sitotoksisitas komposit terhadap sel endotel.
3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi cangkang tutut sebagai prekursor Ca dalam sintesis HAp dan komposit HApKitosan-PVA yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan implan tulang dalam bentuk injectable.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri dari 4 tahapan utama. Tahap pertama adalah preparasi sampel, pengukuran kadar Ca dengan AAS, kalsinasi serbuk sampel, dan konversi menjadi Ca(OH)2. Tahap kedua adalah sintesis HAp dengan metode presipitasi basah. Tahap ketiga adalah sintesis komposit HAp-Kitosan-PVA dengan teknik iradiasi gamma. Tahap keempat adalah tahap uji viskositas dan uji in vitro sitotoksisitas pada sel endotel CPAE. Diagram alir penelitian disajikan pada Lampiran 1.
2 TINJAUAN PUSTAKA Injectable Bone Substitute (IBS) Berbagai kasus kerusakan tulang membutuhkan graft tulang sebagai pengganti tulang. Saat ini graft tulang yang banyak digunakan pada bidang ortopedi yaitu natural bone antara lain autograft (tulang dari pasien yang sama), allograft (tulang dari donor manusia lain), dan xenograft (tulang sapi). Autograft mempunyai kelemahan yaitu tulang harus diambil dari bagian tubuh lain pasien yang sama melalui teknik operasi sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah klinis hingga resiko kematian. Sedangkan allograft dan xenograft dapat menimbulkan reaksi autoimun serta kemungkinan terjadinya transfer penyakit (Darwis dan Warastuti 2008). Untuk mengatasi beberapa kelemahan dari proses penggantian tulang yang telah disebutkan diatas maka dibuat pengganti tulang suntik atau injectable bone substitutes (IBS) terdiri dari semen kalsium fosfat yang dapat disuntikkan dan mudah dibentuk. Hal ini memungkinkan ahli bedah untuk menyuntikkan dan menjangkau daerah-daerah yang sulit di mana mencangkok tulang diperlukan, dan ditujukan untuk tulang yang kosong atau cacat yang tidak intrinsik untuk stabilitas struktur tulang. Hal ini diserap kembali dan diganti dengan tulang selama proses penyembuhan. Penggunaan pengganti tulang dengan kalsium fosfat telah menyebabkan penurunan dalam masalah yang disebabkan oleh cangkok tulang. Pengganti tulang ini harus memiliki instrumen pendukung steril, memastikan siap untuk digunakan dalam ruang operasi. Peran injectable bone substitute bisa juga ditambahkan sebagai penghantar obat untuk membantu proses penyembuhan defek tulang (Shi et al. 2008).
4 Cangkang Tutut Tutut (Bellamya) termasuk dalam kelompok Operculata yang hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur dengan aliran air yang lamban dan ditumbuhi rerumputan air. Misalnya sawah, rawa, pinggir danau, dan pinggir sungai kecil adalah contoh tempat tutut tumbuh. Ada dua jenis Bellamya yang hidup di sawah, yaitu Tutut Jawa (Bellamya javanica) dan Tutut Sumatera (Bellamya sumatraensis) yang sebarannya mencakup Indonesia (Sumatera dan Jawa), Thailand, Kamboja, dan Malaysia. Kelompok hewan ini bisa memiliki tinggi cangkang hingga 40 mm dengan diameter 15-25 mm, bentuk cangkangnya kerucut agak menggelembung, tipis, kecil atau tidak transparan. Tutut memiliki satuatau lebih rangka punggung yang tumpul dan berbentuk spiral. Bagian atas runcing, berdasar bulat, pinggiran bulat atau bersudut. Lingkaran embrio tidak mengikat, walaupun pada beberapa spesies keong dewasa berbentuk bulat dengan warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan (Jutting 1956). Cangkang tutut dapat dilihat pada Gambar 1. Tulang pada vertebrata yang telah tumbuh dewasa sebagian besar tersusun dari hidroksiapatit. Senyawa ini memiliki susunan molekul teratur (kristal) dan menempati fibril-fibril kolagen. Keberadaan kolagen dapat diumpamakan dengan cetakan yang menjadi wadah atau tempat tumbuhnya kristal hidroksiapatit. Hasil difraksi sinar-x, teramati bahwa kandungan terbesar tulang vertebrata muda dan vertebrata dewasa ternyata berbeda. Pada tulang muda struktur kristal hidroksiapatit itu belum dijumpai. Artinya, tulang vertebrata yang masih belia sebagian besar terdiri atas bahan amorf (bahan yang molekulnya tidak dalam susunan kristal). Perubahan kemudian terjadi seiring dengan pertumbuhan vertebrata itu. Kandungan tulangnya berubah dari yang sebagian besar berupa bahan amorf ketika muda, menjadi sebagian besar berupa kristal hidroksiapatit ketika dewasa (Miranda 2013). Tutut merupakan moluska air tawar yang dagingnya banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan kaya protein dan mineral di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Cangkang tutut merupakan limbah dari konsumsi daging tutut dan belum memiliki pemanfaatan komersial.
Gambar 1 Cangkang Tutut
Hidroksiapatit Hidroksiapatit merupakan senyawa kalsium fosfat dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Nisbah mol Ca/P agar material HAp terbentuk adalah 1.67. Struktur kristal HAp (Gambar 2) adalah heksagonal dengan parameter kisi a = b = 9.4225 Ǻ dan c = 6.8850 Ǻ (Manafi dan Joughehdoust 2009). HAp termasuk
5 dalam anggota senyawa kalsium fosfat yang potensial dalam rekayasa jaringan. Berbagai senyawa kalsium fosfat lainnya adalah dikalsium fosfat dihidrat (CaHPO4.2H2O), okta kalsium fosfat (Ca8H2(PO4)6·5H2O), dan trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2). HAp merupakan senyawa kalsium fosfat yang paling stabil (Chow 2009). Hidroksiapatit memiliki biokompabilitas yang sangat baik dengan jaringan keras, bioaktivitas merekontruksi ulang jaringan tulang yang telah rusak dan juga di dalam jaringan lunak meskipun mempunyai laju degradasi yang rendah, osteokonduktivitas tinggi, non-toksik, memiliki sifat non-inflamasi dan sifat imunogenik (Kusrini dan Sontang 2011).
Gambar 2 Struktur Hidroksiapatit (Aoki 1991) Sifat kimia yang penting dari hidroksiapatit adalah biocompatible, bioactive, dan bioresorbable. Biocompatible adalah sifat dimana mineral tersebut tidak menyebabkan reaksi penolakan dari sistem kekebalan tubuh manusia karena dianggap sebagai benda asing. Bioactive material akan sedikit terlarut tetapi membantu pembentukan sebuah lapisan permukaan apatit biologis sebelum langsung berantarmuka dengan jaringan dalam skala atomik, yang mengakibatkan pembentukan sebuah ikatan ke tulang. Bioresorbable material akan melarut sepanjang waktu (tanpa memerhatikan mekanisme yang menyebabkan pemindahan material) dan mengijinkan jaringan yang baru terbentuk tumbuh pada sembarang permukaan tak-beraturan namun tidak harus berantarmuka langsung dengan permukaan material.
Gambar 3 Fenomena antarmuka antara HAp dengan sel tubuh (Bertazzo et al. 2010) Fenomena antarmuka antara HAp dengan sel tubuh setelah implan masuk kedalam tubuh akan mengalami beberapa tahapan. Tahap pertama pada awal
6 proses implan, mulai terjadinya pelarutan permukaan HAp, tahap kedua pelarutan permukaan HAp terus berlanjut, tahap ketiga kondisi kesetimbangan terbentuk antara larutan fisiologis dengan permukaan HAp, tahap keempat terjadi adsorpsi protein-protein dan senyawa bioorganik, tahap kelima terjadi adhesi sel, tahap keenam perkembangan sel, tahap ketujuh awal mula perkembangan sel tulang baru, dan tahap kedelapan tulang baru telah terbentuk (Gambar 3). Fenomena tersebut merupakan sifat dari HAp yang juga bioaktif. Bioaktif diartikan sebagai sifat material yang akan terlarut sedikit demi sedikit tetapi membantu pembentukan suatu lapisan permukaan apatit biologis sebelum berantarmuka langsung dengan jaringan pada tingkat atomik, yang menghasilkan ikatan kimia yang baik antara implan dengan tulang (Suryadi 2011). Sintesis HAp membutuhkan suatu prekursor sebagai sumber kalsium. Prekursor berperan sebagai zat awal yang dibutuhkan dalam pembuatan suatu senyawa. HAp dapat dibuat dari prekursor sintetik maupun dari prekursor bahan alam. Saat ini sedang dikembangkan pembuatan HAp dari prekursor bahan alam yaitu tulang ikan, cangkang kerang, batu kapur, cangkang keong dan cangkang telur. Sumber fosfor yang dapat digunakan untuk sintesis HAp yaitu diamonium hidrogen fosfat (NH4)2HPO4, asam fosfat (H3PO4), dan difosfor pentaoksida (P2O5). Material HAp dapat disintesis dengan menggabungkan sumber Ca dan P. Kalsium (Ca) yang dibutuhkan dalam sintesa mineral apatit banyak terdapat pada cangkang tutut dengan kandungan gizi tinggi. Cangkang tutut menyimpan potensi kalsium yang luar biasa, kalsium dalam keong tutut kira-kira ada 217 mg dalam 100 gram hampir setara dengan segelas susu (Safrida 2014). Sintesis HAp dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode basah dan metode kering. Metode basah terdiri atas tiga jenis yaitu metode presipitasi, hidrotermal, sol gel, dan hidrolisis (Pankaew et al. 2010; Kehoe 2008). Metode kering yaitu reaksi solid-state, sintesis mechanochemical. Selain itu spray dan freeze-drying juga dapat digunakan sebagai metode untuk menyintesis HAp (Kehoe 2008). Metode basah memiliki beberapa kelebihan sehingga mudah diaplikasikan dalam bidang industri diantaranya, hasil samping sintesisnya berupa air, kemungkinan kontaminasi selama proses sangat rendah, dan biaya prosesnya rendah (Kehoe 2008). Metode presipitasi merupakan metode yang sering digunakan dalam sintesis HAp karena metode ini memiliki kontrol komposisi dan karakter fisik HAp yang lebih baik serta mudah diaplikasikan (Pankaew et al. 2010).
Kitosan Kitosan merupakan salah satu polimer alami yang digunakan secara luas disajikan pada Gambar 4. Kitosan dapat diperoleh dengan deacetylating secara parsial dari kitin yang dapat diekstrak dari binatang berkulit keras. Kitosan merupakan polisakarida yang terdiri dari glucosamine dan N-acetyl glucosamine yang dihubungkan dengan sebuah ikatan β 1-4 glucosidic. Kitosan besifat biokompatibel dan dapat didegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia dan hasil degradasinya tidak beracun (Kumar 2004). Dalam bidang medis membran kitosan dibuat berpori untuk mempermudah sirkulasi udara dan mencegah akumulasi air
7 pada luka, sehingga luka cepat menjadi kering dan cepat sembuh. Selain itu, kitosan juga bersifat antibakteri (Sugita et al. 2009). R
OH
OH
H
H
NH
H
H
O
O HO
O H
H H
NH2
H
H H
HO O
O
H
O HO
H
H H
OH
O
NH2 H
Gambar 4 Struktur kitosan
Polivinil Alkohol (PVA) Polivinil alkohol (PVA) adalah suatu resin yang dibuat dari penggabungan molekul-molekul (polimerisasi) yang diperoleh dari hidrolisis dari polimer vinil ester dengan menggunakan material awal polivinil asetat. Polivinil Alkohol adalah salah satu dari beberapa polimer sintetik yang biodegradable (Kroschwitz 1998). PVA berwarna putih, bentuk seperti serbuk, rasa hambar, tembus cahaya, tidak berbau dan larut dalam air. PVA salah satu polimer yang mempunyai sifat hidrofolik dan sebagai perekat. PVA dapat digunakan sebagai lapisan tipis yang sensitif. PVA terkenal sebagai polimer sintetik larut air, dan rantai utamanya saling berikatan melalui ikatan hidrogen oleh sebab adanya gugus hidroksil.
Teknik Iradiasi Gamma Teknologi polimerisasi radiasi adalah salah satu teknologi nuklir yang dapat diaplikasikan pada industri polimer yaitu untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, dengan bantuan sinar radiasi sebagai sumber energi. Radiasi berfungsi sebagai alat untuk mempermudah, mempercepat, reaksi kimia yang diperlukan di dalam proses polimerisasi atau memperbaiki. Secara konvensional reaksi kimia dimaksud, biasanya berlangsung melalui inisiator bahan kimia dan energi panas. Dalam proses polimerisasi radiasi, pemakaian bahan kimia dan panas sangat sedikit, baik jenis maupun kadarnya, karena sudah terwakili oleh sumber radiasi tersebut. Ada dua sumber radiasi yang sering digunakan dalam proses polimerisasi radiasi yaitu: sumber radiasi yang memancarkan sinar gamma dan sumber radiasi yang memancarkan sinar berkas elektron. Dengan mengendalikan jenis dan persentase monomer, serta dosis radiasi, maka akan diperoleh kondisi optimum proses polimerisasi radiasi. Dengan proses polimerisasi radiasi tersebut maka akan dihasilkan produk baru yang diinginkan, misalnya lebih kuat, ulet, keras, kenyal dan sebagainya. Proses polimerisasi ini tidak menggunakan bahan kimia pemercepat dan panas, karena sudah terwakili oleh sinar radiasi, sehingga
8 prosesnya dapat dilakukan pada suhu kamar, disamping itu proses polimerisasi radiasi mudah dikontrol/dipantau, sederhana, cepat, bebas pencemaran baik udara maupun limbah padat, serta produk yang dihasilkan tidak mengandung bahan beracun/karsinogen, karena prosesnya merupakan teknologi bebas pencemaran. Secara garis besar proses polimerisasi radiasi digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5 Proses polimerisasi radiasi
Viskositas Viskositas atau kekentalan merupakan gaya gesekan antara molekulmolekul yang menyusun suatu fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk suatu fluida saling gesek-menggesek ketika fluida-fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Viskositas disebabkan oleh kohesi dan pertukaran momentum molekuler di antara lapisan-lapisan fluida dan pada waktu berlangsungnya aliran, efek ini terlihat sebagai tegangan tangensial atau tegangan geser di antara lapisan yang bergerak. Akibat adanya gradien kecepatan, akan menyebabkan lapisan fluida yang lebih dekat pada plat yang bergerak, dan akan diperoleh kecepatan yang lebih besar dari lapisan yang lebih jauh. Cairan yang mempunyai viskositas lebih tinggi akan lebih lambat mengalir di dalam pipa dibandingkan cairan yang viskositasnya lebih rendah. Sebuah benda yang bergerak dalam fluida yang punya viskositas lebih tinggi mengalami gaya gesek viskositas yang lebih besar daripada jika benda tersebut bergerak di dalam fluida yang viskositasnya lebih rendah.
Uji Sitotoksisitas In vitro Sel Endotel Sitotoksisitas merupakan suatu uji viabilitas sel yang mencerminkan non sitotoksisitas suatu biomaterial. Uji ini penting dalam desain biomaterial untuk aplikasi dalam suatu rekayasa jaringan (Hashmi 2014). Uji sitotoksisitas dalam penelitian ini dilakukan secara in vitro menggunakan media kultur sel endotel cell pulmonary artery endhothelium (CPAE ATCC-CCL 209). Sel endotel memainkan peranan penting dalam penyembuhan luka karena terdapat pada permukaan dalam pembuluh darah dan sel utama yang terlibat dalam angiogenesis (Marques et al. 2008). Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang merupakan suatu proses fisiologis tubuh untuk menyediakan nutrisi, oksigen, dan memicu pembentukan jaringan granulasi pada daerah luka. Angiogenesis
9 memainkan peranan penting dalam membangun rangka dan perbaikan pada tulang yang retak atau patah. Hal ini dapat ditangani melalui proses implantasi (Kanczler dan Oreffo 2008). HAp untuk mempercepat proses penyembuhan luka setelah implantasi, mampu meningkatkan proliferasi endotel yang dibutuhkan untuk terjadinya angiogenesis (Pezzatini 2007). HAp sebagai implan juga berguna menjaga konsentrasi kalsium pada darah (Zhang 2012).
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015‒Mei 2016 di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB, Laboratorium Radiasi PAIR BATAN Jakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Satwa Primata.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang tutut diperoleh dari Kabupaten Bogor, CaCO3 (Merck), HNO3(Merck), (NH4)2HPO4 (Merck), air bebas ion, sel endotel CPAE ATCC CCL-209 (American Type Culture Collection, USA), dulbecco's modified eagle medium (Gibco, USA), dan biru tripan (Sigma, USA).
Alat Alat-alat yang digunakan adalah ayakan 100 mesh, pengaduk magnetik, tanur, buret, indikator pH universal, oven, kertas saring, sonikasi, sentrifugasi, dan peralatan uji kultur sel. Sedangkan peralatan karakterisasi terdiri dari Difraksi Sinar-X (XRD) Shimadzu XD-7000, Spektrometer Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) Bruker Tensor 3, Mikroskop Pemancar Elektron (SEM) Carl-Zeiss Bruker EVO MA10, dan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) Shimadzu AA7000.
Prosedur Penelitian Preparasi sampel Sampel (cangkang tutut) dibersihkan dari kotoran menggunakan air kemudian direbus selama 1 jam. Selanjutnya sampel dikeringkan di bawah sinar matahari lalu digiling menggunakan mesin penggiling sampai menjadi serbuk
10 halus. Serbuk sampel diayak 100 mesh. Fasa serbuk lolos 100 mesh dianalisis dengan XRD (Mijan et al. 2015).
Pengukuran Kadar Ca dari CaO Preparasi Sampel Sampel serbuk tutut yang sudah dikalsinasi CaCO3 ditimbang sebanyak 0.1 gram kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dalam labu ukur 100 mL. Setelah itu, didiamkan ± 5 menit sampai larut dan jernih. Sampel ditera dengan akuades, lalu dikocok. Selanjutnya dipipet 1 mL larutan yang telah dibuat dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Sampel ditera dengan akuades dan ditambahkan strontium agar ionnya stabil, kemudian dikocok. Larutan diukur dengan SSA pada λ = 422.7 nm. Preparasi Deret Standar Larutan 1000 ppm dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 0.25 gram CaCO3 ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan didiamkan ± 5 menit sampai larut dan jernih. Sampel ditera dengan akuades, lalu dikocok-kocok. Setelah itu dibuat 100 ppm dengan memipet 10 mL dari larutan 1000 ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian, ditera dengan akuades dan di kocok. Selanjutnya dari larutan 100 ppm dibuat deret standar dengan konsentrasi 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm yaitu dipipet 2, 4, 8, 12, dan 16 mL kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan sedikit strontium agar ionnya stabil, ditera dengan akuades lalu dikocok. Deret standar diukur dengan SSA pada λ = 422.7 nm. Preparasi Blanko Sebanyak 5 mL HNO3 pekat dipipet dalam labu ukur 100 mL. Selanjutnya ditera dengan akuades dan dikocok. Setelah itu, dipipet 1 mL larutan yang telah dibuat dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan sedikit strontium, ditera dengan akuades lalu dikocok. Larutan diukur dengan SSA pada λ = 422.7 nm.
Kalsinasi CaCO3 menjadi CaO dan Konversi CaO menjadi Ca(OH)2 (Soido et al. 2009) CaCO3 kemudian di kalsinasi pada suhu 1000 oC selama 3 jam, kemudian didiamkan selama 1 minggu. Proses kalsinasi bertujuan untuk mengubah CaCO3 menjadi CaO, yang terjadi pada suhu 1000o-1200oC. Sebagian CO2 akan terlepas dan menyebabkan penurunan massa sampel. Serbuk tutut yang telah dikalsinasi dilanjutkan analisis fasa menggunakan XRD. CaO kemudian dikonversi menjadi Ca(OH)2. Serbuk diratakan pada wadah dan dibiarkan berinteraksi dengan udara terbuka (dihidrasi) selama seminggu. Serbuk Ca(OH)2 yang terbentuk kemudian dianalisis menggunakan XRD.
11 Sintesis HAp dengan metode presipitasi basah Hidroksiapatit disintesis dari Ca(OH)2 yang telah disiapkan dari cangkang tutut. Ca(OH)2 dibuat menjadi larutan 0.5 M lalu direaksikan dengan (NH4)2.HPO4 0.3 M sebagai berikut. 10Ca(OH)2 + 6(NH4)2.HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH HAp dibuat dengan metode presipitasi basah melalui prinsip reaksi antara kalsium hidroksida dan asam posfat pada suhu 40±2 oC dengan pH 10. Reaksi terjadi dengan cara (NH4)2HPO4 0.3 M diteteskan ke dalam Ca(OH)2 0.5 M dengan laju alir 1,3 mL per menit selama ±1 jam. Reaksi menghasilkan basa NH4OH sehingga pH nya mencapai nilai 10 dengan menggunakan indikator pH universal setiap menit. Suspensi yang dihasilkan didiamkan selama 24 jam dan dilanjutkan dengan proses sonikasi selama 6 jam. Setelah itu disentrifugasi selama 15 menit pada 4500 rpm dan dibilas dengan akuades. Endapan yang dihasilkan kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam. Serbuk HAp yang telah terbentuk diangkat dan dibiarkan mendingin pada suhu kamar.
Sintesis HAp-Kitosan-PVA Kitosan terlebih dahulu dilarutkan dalam asam asetat 3% kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik. PVA dilarutkan dalam aquades hingga homogen. Kemudian larutan kitosan dicampurkan ke dalam larutan PVA. Larutan hidroksiapatit kemudian dimasukkan ke dalam campuran kitosan dan PVA. Ke dalam larutan HPMC 2% (w/v) dicampurkan campuran hidroksiapatit-kitosanPVA sedikit demi sedikit dan diaduk selama 6 jam hingga homogen. Dihasilkan suspensi berwarna putih. Kemudian komposit diiradiasi pada dosis 20 kGy. Karakterisasi menggunakan XRD, FTIR dan SEM.
Uji viskositas (Modifikasi Putra et al. 2014) Analisis viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sampel suspensi yang telah disintesis. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Viscotester TV-10. Suspensi komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA langsung dimasukkan gelasa becker dan dilakukan pengukuran dengan menggunakan rotor nomor 1. Pengukuran diawali dengan mengaitkan rotor pada viscotester dan sampel dimasukkan ke dalam gelas becker hingga batas sampel pada rotor. Bagian needle clamp yang ada ditepi dipindahkan ke arah sebaliknya dan alat dinyalakan. Ketika rotor mulai berputar, jarum indikator viskositas secara perlahan akan bergerak ke arah kanan dan akan stabil pada nilai tertentu. Skala yang digunakan sesuai dengan rotor yang digunakan yaitu skala kedua untuk rotor nomor 1. Setelah selesai pembacaan hasil viskositas, alat tersebut dimatikan dan needle clamp dikembalikan ke arah sebelumnya. Hasil yang ditampilkan berupa angka yang menunjukkan kekentalan sampel suspensi komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA dalam satuan dPa.s.
12 Uji in vitro Sitotoksisitas pada Sel Endotel CPAE Pengujian sitotoksisitas dengan metode 3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)2,5difeniltetrazolium bromide (MTT) dilakukan pada Sel CPAE. Sel CPAE ditumbuhkan dalam media penumbuh Dulbecco’s modified Eangle’s medium (DMEM). Sel yang digunakan diinokulasi pada pelat yang terdiri atas 96 sumur dengan jumlah media penumbuh 100 μL/sumur yang mengandung 2200 sel/sumur. Sebanyak 100μL sampel dengan deret konsentrasi tertentu ditambahkan pada inokulan, kemudian diinkubasi selama 48 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 ᵒC. Selanjutnya ke dalam setiap sumur ditambahkan 10 μL MTT dan diinkubasi kembali selama 4 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 ᵒC. sel hidup yang bereaksi dengan MTT membentuk formazan menjadi berwarna biru. Formazan yang terbentuk dilarutkan dalam etanol 96%. Serapan dibaca dengan spektrofotometer ELISA microplate reader pada λ 595 nm.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang tutut pada Gambar 6 merupakan limbah dari konsumsi daging tutut dan belum memiliki pemanfaatan komersial. Cangkang tutut memiliki bentuk cangkang kerucut agak menggelembung dengan tinggi cangkang hingga 40 mm dengan diameter 15-25, tipis, dan kecil. Cangkang tutut cocok sebagai sumber material komposit karena mengandung berbagai mineral. Salah satunya adalah unsur kalisum. Kalsium dalam cangkang tutut memiliki satu komposisi fasa yaitu kalsium karbonat (CaCO3). a
b
Gambar 6 Cangkang tutut (Bellamya javanica) (a) kering (b) serbuk halus
Hasil Analisis XRD Cangkang Tutut Sebelum dan Setelah Kalsinasi Hasil analisis XRD untuk keberadaan senyawa CaCO3 dari serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi menunjukkan bahwa cangkang tutut memiliki puncakpuncak pada kisaran 2θ 26-53 (°) yaitu 26.34, 27.26, 33.28, 36.16, 37.98, 38.14, 41.52, 42.96, 45.90, 48,54, 50.4, dan 52.52 (Gambar 7). Puncak difraksi fasa CaCO3 (aragonite) dicirikan dari puncak difraksi yang khas dengan intensitas tertinggi berada pada sudut 2θ 26.34°, 33.28°, 36.16°, dan 52.52° (berdasarkan data JCPDS No. 41-1475). Analisis difraksi sinar-x terhadap serbuk cangkang tutut menunjukkan bahwa CaCO3 merupakan komponen utama.
13 CaCO3
Gambar 7 Difraktogram sinar-x serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi Fase kristal CaCO3 aragonit terbentuk dari kondisi super jenuh dan membutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi. Fase ini disintesis pada temperatur di atas 60oC. Umumnya, aragonit ditemukan di alam sebagai biomineral dalam batu karang, cangkang kerang, cangkang tutut, dan otolit. Aragonit berisostruktur dengan karbonat dari kation divalen seperti Ba, Sr, dan Pb (Dickens dan Bowen 2007). Serbuk cangkang tutut yaitu CaCO3 dikalsinasi pada suhu 1000-1200 ᵒC selama 3 jam. Kalsinasi pada suhu rendah dapat menyebabkan senyawa CaO yang dihasilkan berubah kembali menjadi CaCO3 dan dekomposisi CO2 yang dihasilkan akan cukup rendah. Proses kalsinasi bertujuan untuk mengubah senyawa CaCO3 menjadi CaO. Kondisi ini menyebabkan seluruh komponen organik cangkang tutut terbakar habis menjadi CO2 dan H2O (Adak dan Purohit 2011). Kalsinasi juga dapat menghilangkan senyawa organik dan pengotor yang mengganggu dalam proses pembentukan HAp (Sukaryo et al. 2009). Dengan demikian di akhir proses kalsinasi, seluruh cangkang tututdiharapkan dapat berubah menjadi CaO dan menyebabkan massa sampel berkurang. Data hasil analisis XRD serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi dapat dilihat pada Lampiran 2a dan standar fasa CaCO3 dapat dilihat pada Lampiran 3a. Reaksi: CaCO3(s)
CaO(s) + CO2(g)
Senyawa CaO yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi Ca(OH)2. Proses konversi dilakukan dengan cara dibiarkan kontak langsung dengan udara. Proses ini bertujuan agar terjadi hidrasi CaO menjadi Ca(OH)2 melalui persamaan reaksi: 2CaO(s) + 2H2O(g) → 2Ca(OH)2(s). Pola XRD cangkang tutut setelah kalsinasi menunjukkan bahwa telah terbentuknya fasa Ca(OH)2 (portlandite) yang dicirikan keberadaannya pada sudut 2θ = 18.18°, 28.68°, 34.30°, 47.40°, 50.92°, 54.16°, dan 62.62°, 64.16°, 67.46° (berdasarkan data JCPDS No. 44-1481) (Gambar 8).
14 Ca(OH)2
Gambar 8 Difraktogram sinar-x hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut Senyawa Ca(OH)2 yang diperoleh ini merupakan starting material yang digunakan dalam tahap sintesis HAp. Data hasil analisis XRD serbuk cangkang tutut setelah kalsinasi dapat dilihat pada Lampiran 2b dan standar fasa Ca(OH)2 dapat dilihat pada Lampiran 3b.
Penentuan Kadar Ca Cangkang Tutut Analisis kadar Ca dalam cangkang tutut setelah kalsinasi menggunakan AAS. Hasil analisis serbuk cangkang tutut menunjukkan kandungan kalsium sebesar adalah 55.37% (Lampiran 4). Kandungan kalsium cangkang tutut yang diperoleh lebih rendah dibandingkan cangkang tutut hasil penelitian Herawaty (2014) sebesar 64.73%. Namun kandungan kalsium dari cangkang tutut lebih tinggi dibandingkan cangkang keong sawah hasil Winata (2012) sebesar 52%. Hasil AAS telah membuktikan bahwa cangkang tutut yang kaya akan kalsium berpotensi sebagai prekursor kalsium untuk mensintesis HAp. Tutut hidup di tanah sawah berlumpur, oleh karena selain kalsium yang terdapat dalam cangkang diduga terdapat unsur lain yang terkandung dalam cangkang tutut yaitu magnesium, fosfor, natrium, besi, mangan, tembaga dan seng. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh komposisinya memiliki kadar dibawah 0.05%, sedangkan kadar tertinggi sebesar 0.08% berasal dari unsur besi. Kadar ini masih dibawah syarat mutu yaitu 2.00% berdasarkan persyaratan dalam SNI 19-7030-2004 yang mengindikasikan bahwa cangkang tutut ini tidak termasuk limbah organik domestik yang membahayakan (Herawaty 2014).
Hasil Sintesis HAp dengan Metode Presipitasi Basah Sintesis hidroksiapatit paling banyak dilakukan adalah metode presipitasi basah. Metode ini digunakan karena jumlah produk HAp yang dihasilkan relatif lebih banyak dan tanpa menggunakan pelarut organik (Cunniffe et al. 2010). Selain itu partikel HAp yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian tinggi dalam waktu sintesis yang cepat. Sintesis HAp dilakukan dengan mereaksikan larutan Ca(OH)2 dengan larutan (NH4)2HPO4 dengan persamaan reaksi: 10Ca(OH)2 + 6(NH4)2HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH
15 Proses sintesis berlangsung menggunakan pH optimum terbentuknya HAp yaitu 10 (Dahlan et al. 2009). Apabila pH larutan kurang dari 10 atau melebihi 10akan menyebabkan terbentuknya kalsium monofosfat dan kalsium dehidrat yang mudah larut dalam air (Afshar et al. 2003). Suhu sintering sangat penting dalam proses menghasilkan HAp murni karena fasa selain HAp dapat terbentuk apabila suhu sintering terlampau tinggi maupun terlampau rendah. Jika suhu sintering terlampau tinggi maka akan terbentuk senyawa apatit karbonat tipe A Ca10(PO4)6CO3 dan jika suhu sintering terlampau rendah maka akan terbentuk senyawa apatit karbonat tipe B Ca10(PO4)3CO3(OH)2 (Shojai et al. 2013). Proses sonikasi dilakukan dengan memberikan gelombang ultrasonik yangbertujuan untuk memperkecil ukuran HAp dan membuat partikel HAp homogen sehingga derajat kristalinitasnya meningkat. Proses dekantasi dan sentrifugasi bertujuan agar HAp dapat mengendap sehingga mudah untuk dipisahkan (Earl et al. 2006).
Hasil Karakterisasi Fasa HAp menggnakan XRD Identifikasi pola difraksi sinar-x HAp hasil sintesis dengan metode presipitasi dicirikan oleh puncak difraksi di antara sudut 2θ 22–80° (Gambar 9). Pola XRD menunjukkan bahwa serbuk hasil sintesis merupakan murni fasa tunggal HAp berdasarkan data JCPDS No. 09-0432 (Lampiran 3c). Hal ini dibuktikan dari puncak ciri khas yang kuat pada 2θ = 31.98°, 32.96°, dan 33.08° tanpa adanya puncak asing. Data hasil analisis XRD HAp dapat dilihat pada Lampiran 2c.
Gambar 9 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode presipitasi
Selain pola difraksi sinar-x khas dari HAp dicirikan pula dengan munculnya beberapa puncak difraksi intensitas sedang pada sudut 2θ 26° dan 39–53°, dua puncak agak lemah di 28–29° dan 64°. Hasil analisis yang dilakukan Lee (2009) menggunakan program general structure analysis system (GSAS) menunjukkan struktur HAp adalah struktur heksagonal.
16 Hasil Analisis HAp menggunakan FTIR Analisis spektrum FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugug fungsi yang terdapat pada senyawa HAp yang dihasilkan. Gugus fungsi pada HAp ditandai dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1. Spektrum FTIR HAp hasil sintesis metode presipitasi dapat dilihat pada Gambar 10. .
-
OH
CO32PO43-
PO43-
Gambar 10 Spektrum FTIR hidroksiapatit hasil metode presipitasi basah Adanya serapan pada bilangan gelombang 1033.12, 604.89 dan 565.77 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus PO43-. Bilangan gelombang pada vibrasi gugus PO43- yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Farnoush et al. (2012) yaitu muncul pada bilangan gelombang di sekitar 1090, 602, dan 570 cm-1. Sejalan dengan Destainville (2003) yang juga melaporkan bahwa gugus PO43- muncul pada bilangan gelombang 1041.56, 601.79 dan 567.07 cm-1. Adanya gugus OH- ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 3431.90 cm-1. Vibrasi gugus OH- yang sama juga telah dilaporkan oleh Farnoush et al. (2012) yaitu muncul pada serapan pada bilangan gelombang sekitar 3572 dan 632 cm-1. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Dedourkova et al. (2012) bahwa gugus OH- muncul pada bilangan gelombang 3575 cm-1. Gugus OH- yang sama juga dilaporkan muncul pada bilangan gelombang 3421.72 cm-1 (Raynaud 2002). Adanya puncak lemah yang merupakan vibrasi dari gugus CO32- ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1421.03 cm-1. Vibrasi dari gugus CO32- yang sama juga telah dilaporkan oleh Farnoush et al. (2012) bahwa spektrum lemah mengindikasikan adanya gugus CO32- muncul pada bilangan gelombang 1470 dan 1420 cm-1 sebagai hasil dari absorpsi atmosfer CO2 pada permukaan partikel HAp. Hal ini sejalan dengan hasil FTIR pada gugus CO32- yang dilaporkan oleh Herawaty et al. (2014) yaitu muncul pada bilangan gelombang 1454.33 cm-1. Meejoo et al. (2006) juga melaporkan gugus CO32- muncul pada serapan gelombang 1454.33 cm-1. Menurut Dedourkova et al. (2012) bahwa adanya substitusi karbonat pada gugus hidroksil atau fosfat dapat disebabkan oleh kelarutan CO2 di lingkungan sekitar terkait dengan pengadukan yang kuat selama proses sintesis HAp dengan metode presipitasi kimia. Hasil spektrum terlihat bahwa gugus fosfat terdeteksi paling dominan. Hasil ini menunjukkan tingkat kemurnian HAp yang sangat tinggi,
17 walaupun masih terdapat gugus karbonat sebagai kalsium karbonat dalam jumlah yang sangat kecil (trace element).
Hasil Karakterisasi HAp menggunakan SEM Analisis SEM bertujuan untuk melihat partikel HAp. Analisis ini dilakukan dengan teknik pelapisan menggunakan emas. Foto SEM partikel HAp dapat dilihat pada Gambar 11. Kristal HAp yang diperoleh cenderung berbentuk bulat atau bola dan ukuran rata-rata pori yang homogen. Farnoush et al. (2012) melaporkan hal yang sama bahwa morfologi HAp dilihat menggunakan SEM diperoleh HAp berbentuk bola. Porositas HAp berfungsi menyediakan lingkungan biologi yang baik pada adhesi sel, interaksi selular, proliferasi, dan migrasi (Poinern et al. 2013). Dengan demikian, pori HAp yang terdapat diantara butiran HAp diharapkan memiliki kemampuan sebagai media pertumbuhan tulang baru setelah implantasi.
Gambar 11 Foto SEM HAp hasil sintesis presipitasi basah perbesaran 500X Foto SEM pada HAp menggunakan metode presipitasi yang sama dilaporkan Yoruc dan Koca (2009) bahwa diperoleh HAp berbentuk boladan terjadi aglomerasi pada partikel. Hal ini terjadi karena bergabungnya partikel ukuran nano membentuk aglomerat sehingga diperoleh beberapa ukuran mikro. Sejalan dengan Dedourkova et al. (2012) yang memperoleh partikel HAp berbentuk bola dan beberapa partikel yang teraglomerasi. Mobasherpour et al. (2007) juga melaporkan hal yang sama bahwa pada SEM partikel HAp yang dihasilkan menggunakan metode presipitasi diperoleh partikel kecil dan partikel aglomerasi. Morfologi hidroksiapatit menunjukkan aglomerasi dengan karakteristik partikel tunggalnya cenderung bulat-bulat. Morfologi HAp hasil sintesis metode presipitasi membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih kecil.
Komposit HAp-Kitosan-PVA sebagai Injectable Bone Substitute Komposit IBS yang telah disintesis diiradiasi menggunakan sinar gamma dengan dosis 20 kGy berdasarkan Association for the Advancement of Medical
18 Instrumentation (AAMI) TIR33:2005 yang menyatakan bahwa dosis sterlisasi pada kisaran dosis 15 hingga 35 kGy. Iradiasi gamma pada material untuk sterilisasi produk yang akan digunakan dalam bidang kesehatan dan tidak meninggalkan residu radioaktif. Secara visual hasil sampel IBS setelah iradiasi menunjukkan gel tak berwarna (bening) yang kental dan homogen.
Karakterisasi komposit menggunakan FTIR Spektroskopi Fourier Transform infrared (FTIR) adalah teknik yang tepat untuk menguji interaksi partikel polimer. Hasil pengujian FTIR PVA, kitosan, hidroksiapatit dan komposit HAp-kitosan-PVA ditampilkan pada Gambar 12. Karakteristik spektrum polivinil alkohol terdapat pada bilangan gelombang 3438 cm-1 (vibrasi regang OH), 2924 cm-1 (vibrasi regang C-H/CH2), 1701 cm-1 (vibrasi regang –C=O), 1381 cm-1 (vibrasi regang –C-H), 1055 cm-1 (vibrasi –C-C-). Dan juga kehadiran dari absorbsi ikatan HOH yang diobservasi pada bilangan gelombang 1649 cm-1. Spektrum kitosan pada bilangan gelombang 3730 cm-1 (vibrasi regang H-NH), sementara 1654 cm-1 merupakan karakteristik dari amida I. Puncak tajam pada 1421 cm-1 yang ditunjukkan oleh mode perubahan bentuk simetris CH3. Bilangan gelombang 3432 cm-1 (vibrasi regang –OH), 2874 cm-1 (vibrasi C-H alifatik), 664 cm-1 (vibrasi tekuk N-H). Spektrum FTIR hidroksiapatit cangkang tutut antara lain vibrasi regang OH pada daerah 3431 cm1 , vibrasi tekuk H-OH pada 1640 cm-1, serapan yang khas dari karbonat (CO32-) pada 1421 cm-1 dan 873 cm-1, kemudian serapan fosfat (PO43-) pada 1033 cm-1, 604 cm-1 dan 565 cm-1. Pada spektrum FTIR komposit terlihat bahwa spektrum yang terbentuk merupakan gabungan dari spektrum unsur-unsur penyusun dari komposit yaitu PVA, kitosan dan hidroksiapatit. Terjadi pelebaran puncak pada bilangan gelombang 3000-3500 cm-1 yang merupakan penggabungan antara vibrasi –OH dari hidroksiapatit, kitosan dan PVA (Warastuti et al. 2014). Selain itu terdapat pula puncak serapan yang khas dari kitosan pada 2874cm-1 (vibrasi – C-H alifatik).
), kitosan ( Gambar 12 Spektrum FTIR PVA ( dan komposit HAp-kitosan-PVA (
), hidroksiapatit ( )
)
19 Puncak serapan hidroksiapatit cangkang tutut sebelum perlakuan menunjukkan serapan vibrasi regang OH pada daerah 3431 cm-1, vibrasi tekuk HOH pada 1640 cm-1, serapan yang khas dari karbonat (CO32-) pada 1421 cm-1 dan 873 cm-1, kemudian serapan fosfat (PO43-) pada 1033 cm-1, 604 cm-1 dan 565 cm-1, tetapi setelah terbentuk komposit, puncak serapan dari hidroksiapatit berkurang intensitasnya dan agak melebar/broadening berkisar 3000-3500 cm-1. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antar unsur penyusun komposit, seperti ikatan hidrogen antara kitosan-hidroksiapatit. Gugus –OH dan –NH2 dari kitosan berikatan dengan gugus –OH dari hidroksiapatit (Pighinelli et al. 2013).
Karakterisasi komposit menggunakan XRD Hasil pola difraksi sinar-x dari komposit hidroksiapatit cangkang tutut khitosan-PVA ditampilkan pada Gambar 13. Dari pola difraksi terlihat puncak difraksi dari hidroksiapatit pada posisi 2θ 31.98°, 32.96°, dan 33.08°. Kitosan memperlihatkan dua puncak difraksi pada 12.41o dan 20.42o sedangkan pada PVA terdapat satu puncak difraksi pada 19.84o. Dari pola difraksi tersebut terlihat bahwa hidroksiapatit bersifat kristalin karena menghasilkan puncak-puncak yang tajam, PVA bersifat semi kristalin dan kitosan bersifat amorf karena puncaknya yang cenderung melebar. Puncak difraksi sinar-x pada sampel menunjukkan gabungan dari ketiga unsur penyusun komposit. Pada posisi 2θ 10-20ᵒ terdapat puncak difraksi pada posisi 11.31o dan 19.93o, dimana puncak difraksi PVA di posisi 19.84o dan kitosan di posisi 21.42o berubah menjadi satu puncak saja di posisi 19.57o. Hal tersebut menunjukkan kitosan memiliki interaksi yang kuat dengan PVA, menghasilkan campuran miscible (Zhang 2012). Sementara itu, puncak difraksi pada posisi 25o sampai 50o merupakan puncak difraksi dari hidroksiapatit. Dari pola difraksi sinar-x ini juga dapat diketahui bahwa campuran ketiga unsur berinteraksi membentuk komposit dan tidak membentuk senyawa baru, yang terlihat dari tidak terbentuknya puncak difraksi baru pada pola difraksi komposit.
Gambar 13 Difraktogram sinar-x komposit HAp-kitosan-PVA
20 Karakterisasi komposit dengan SEM Morfologi permukaan dari membran komposit IBS disajikan pada Gambar 14. Permukaan membran terlihat kasar dan terdapat mikropori yang berasal dari penambahan hidroksiapatit. Jaringan penghubung berpori pada membran berfungsi sebagai sirkulasi pada cairan tubuh dan darah (Teng et al. 2008).
Gambar 14 Morfologi komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA
Hasil Uji Viskositas Pengujian tingkat kekentalan atau viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sampel atau komposit yang telah disintesis. Pengujian ini bertujuan agar sampel IBS dapat disuntikkan dengan baik ketika proses implan dilakukan. Karena sebagai bahan IBS kekentalan dari bahan implan harus tepat untuk menjaga implan yang akan masuk mengisi rongga kosong pada tulang. Hasil nilai viskositas yang ditunjukkan oleh komposit adalah 36 dPa.s. Nilai viskositas yang dimiliki oleh komposit ini menunjukkan hasil yang mendekati nilai standar viskositas untuk sampel injectable bone substitute yaitu 40 dPa.s. Hal ini menunjukkan bahwa secara kualitatif, suspensi mampu diaplikasikan sebagai injectable bone substitute.
Hasil Uji SitotoksisitasIn vitro Sel Endotel Pengujian sitotoksisitas dilakukan secara in vitro menggunakan media kultur sel endotel. Uji ini bertujuan untuk menentukan viabilitas sel ketika terjadi kontak langsung dengan sampel. Sel endotel dipilih karena sel endotel merupakan sel utama yang terlibat dalam pembentukan pembuluh darah. Hidroksiapatit diketahui mampu meningkatkan proliferasi endotel yang dibutuhkan untuk terjadinya pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) (Rucker et al. 2006). Proses pembentukan pembuluh darah baru sangat penting dalam proses perbaikan jaringan yang rusak, pertumbuhan jaringan, maupun proses penyembuhan. Oleh karena itu, komposit IBS sebagai implan yang berfungsi mempercepat proses penyembuhan tidak boleh menyebabkan toksisitas pada sel endotel.
21 Persen inhibisi menunjukkan terhambatnya pertumbuhan sel akibat terpapar oleh sampel. Persen inhibisi dinyatakan dalam dosis efektif median (ED50). Jika persen inhibisi melebihi 50%, maka sampel tergolong toksik (Matsuura et al. 2000). Konsentrasi komposit yang digunakan dengan deret konsentrasi (%) 100, 75, 50, 25, 12.5 menggunakan uji MTT. Hasil uji toksisitas komposit menunjukkan bahwa batas konsentrasi yang aman adalah 12.5% dengan persen inhibisi 13.13% yang artinya sel CPAE yang digunakan tetap hidup lebih dari 50%. Hasil uji sitotoksisitas dapat dilihat pada Gambar 15. a
b
d
c
e
Gambar 15 Komposit HAp-kitosan-PVA terhadap sel CPAE dengan deret konsentrasi (%) (a) 100, (b) 75, (c) 50, (d) 25, dan (e) 12.5
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hidroksiapatit berbahan baku cangkang tutut telah berhasil disintesis menggunakan metode presipitasi basah. Hasil sintesis menunjukkan bahwa hidoksiapatit merupakan fasa tunggal. Komposit hidroksiapatit cangkang tututkitosan-polivinil alkohol mampu dibuat menjadi injectable bone substitute untuk aplikasi defek tulang akibat osteoporosis. Hasil uji viskositas diperoleh 36 dPa.s yang cukup mendekati nilai standard injectable bone substitute. Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan komposit tidak menyebabkan toksis pada kultur sel endotel Calf Pulmonary Artery Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209) dengan persen inhibisi 13.13% yang menunjukkan nilai viabilitas sel lebih dari 50%. Berdasarkan nilai viskositas dan sitotoksisitas komposit HAp-kitosan-PVA berpotensi sebagai implan tulang.
22 Saran Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sifat biokompatibel komposit melalui uji in vivo.
23
DAFTAR PUSTAKA Adak MD, Purohit KM. 2011. Synthesis of nano crystalline hydroxyapatite from dead snail shells for biological implantation. Trends Biomater Artif Organs. 25(3):101-106 . Afshar A, Ghorbani M, Ehsani N, Saeri MR, Sorrell CC. 2003. Some important factors in the wet precipitation process of hydroxyapatite. Materials and design. 24:197–202. Azami M, Tavakol S, Samadikuchaksaraei A', Hashjin M'S, Baheiraei N', Kamali M', NouraniMR. 2012. A porous hydroxyapatite/gelatin nanocomposite scaffold for bone tissue repair: in vitro and in vivo evaluation. J Biomater Sci., Polym Ed. Aoki, Hideki. 1991. Science and Medical Application of Hydroxyapatite. JAAS: Tokyo, Japan. Baby RL, Hasan I, Kabir KA, Naser MN. 2010. Nutrient analysis of some commercially important mollusc of Bangladesh. J Sci Res. 2(2):390–396. Bertazzo S, Zambuzzi W, Campos D, Ogeda T. 2010. Hydroxyapatite surface solubility and effect on cell adhesion. Colloids Surf., B. 78(2): 177-184. doi: 10/1016/j.colsurfb.2010.02.027. Chow LC. 2009. Next generation calcium phosphate-based biomaterials. Dent Mater J. 28(1):1–10. Cunniffe GM, O’Brian FJ, Partap S, Levingstone TJ, Stanton KT, Dickson GR. 2010. The synthesis and characterization of nanophase hydroxyapatite using a novel dispersant-aided precipitation method. J Biomed Mater Res. RCSI .95(4):1142-1149. Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan dry metode. J Biofis 5(2):71-78 Darwis D, Warastuti Y. 2008. Sintesis dan karakterisasi komposit hidroksiapatit (HA) sebagai graft tulang sintetik. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 4(2): 143-153. Dedourkova T, Zelenka J, Zelenkova M, Benes L, Svoboda L. 2012. Synthesis of sphere-like nanoparticles of hydroxyapatite. Procedia Engineering. 42:1816–1821. doi: 10.1016/j.proeng.2012.07.576. Destainville A, Champion E, Bernache-Assollante D, Laborde E. 2003. Synthesis, characterization and thermal behaviour of apatitic tricalcium phosphate. Mater Chemi and Phys. 80(1): 269 – 277. Dickens B, Bowen JS. 1971. Refinement of the crystal structure of the aragonite phase of CaCO3. J Res Nat Bur Stand. 75A(1): 27-32 Earl JS, Wood DJ and Milne SJ. 2006. Hydrothermal synthesis of hydroxyapatite. Institute for Materials Research, University of Leeds. UK J of Physics: Conference (26):268–271 doi:10.1088/1742-6596/26/1/064 Farnoush H, Mohandesi JA, Fatmehsari DH, Moztarzadeh F. 2012. Modification of electrophoretically deposited nano-hydroxyapatite coatings by wire brushing on Ti–6Al–4V substrates. Ceram Int. 38(6):4885–4893. doi: 10.1016/j.ceramint.2012.02.079. Herawaty L. 2014. Sintesis nano hidroksiapatit dari cangkang tutut (bellamya javanica) dengan metode presipitasi dan hidrotermal. [tesis]. Bogor:
24 Departement Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Jutting B. 1956. Systematic Studies on the Non-Marine Mollusca of the IndoAustralian Archipelago.Critical Revision of the Javanese Freshwater Gastropods. Amsterdam (AM): Treubia.23(2):259-477. Kanczler JM, Oreffo RO. 2008. Osteogenesis and angiogenesis: the potential for engineering bone. Eur Cell Mater. 15:100-114. Kehoe S. 2008. Optimisation of hydroxyapatite (HAp) for orthopaedic application via the chemical precipitation technique [thesis]. Dublin: School of mechanical and manufacturing engineering Dublin City University. Khaerudini, DS. 2008. Microstructure and Mechanical Behaviour of Powder Metallurgy Kroschwitz JI. 1998. Concise Encyclopedia of Polymer Science and Engineering. New York: John Willey & Sons Inc. Kumar MN, Muzzarelli RA, Muzzareli C, Sashiwa H, Domb Aj. 2004. Chitosan Chemistry and Pharmaceutical Perspective. Chem Kev. 104(12): 6017-84 Kusrini E, Sontang, M. 2012. Characterizayion of X-Ray diffraction and electron spin resonance, dalam Pudjiastuti, AR. 2012. Preparasi hidroksiapaptit dari tulang sapi dengan metode kombinasi ultrasonik dan spraydrying. Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Jakarta. Lee YJ, Stephens P , Tang Y, Li W, Phillips BL, Parise J B, Reeder RJ. 2009. Arsenate substitution in hydroxylapatite: structural characterization of the Ca5(PxAs1-xO4)3OH solid solution. Am Mineral 94(5-6): 666-675. doi: 10.2138/am.3120. Manafi SA, Joughehdoust S. 2009. Synthesis of hydroxyapatite nanostructure by hydrothermal condition for biomedical application. Iran J Pharm Res.5(2):89-94. Marques JMS, Gomes PS, Silva MA, Cabrita AM, Santos JD, Fernandes MH. 2008. Growth andphenotypic expression of human endothelial cells cultured on a glass-reinforced hydroxyapatite. J Mater Sci: Mater Med. 20(3):72531. doi:10.1007/s10856-008-3628-6. Maruf, Siswomihardjo W, Soesatyo MHNE, Tontowi AE. 2013. Uji biokompatibiltas komposit polivinil alkohol-hidroskiapatit dengan penguat catgut sebagai bahan penyambung patah tulang. Jurnal Teknosains; Vol 3 hal 1-80 Matsuura T, Hosokawa R, Okamoto K, Kimoto T, Akagawa Y. 2000. Diverse mechanisms of osteoblast spreading on hydroxyapatite and titanium. Biomaterials. 21(11):1121–1127. Meejoo S, Maneeprakorn W, Winotai P. 2006. Phase and thermal stability of nanocrystalline hydroxyapatite prepared via microwave heating. Thermochimica Acta. 447(1): 115–120. Mijan NA, Yap YH, Lee HV. 2015. Synthesis of clamshell derived Ca(OH)2 nano-particles via simple surfactant-hydration treatment. The Chemical Engineering Journal. 262:1043–1051. doi:10.1016/j.cej.2014.10.069. Miranda ZI, Siswanto, Hikmawati D. 2013. Sintesis komposit kolagen-hidroksiapatit sebagai kandidat bone graft. Media Jurnal Fisika dan Terapan. Fakultas Sains & Teknologi. Unair. 1(1).
25 Mobasherpour I, Heshajin MS, Kazemzadeh A, Zakeri M. 2007. Synthesis of nanocrystalline hydroxyapatite by using precipitation method. J Alloys Compd. 430:330-333. doi:10.1016/j.jallcom.2006.05.018. Mohamed KR, El-Rashidy ZM, Salama AA. 2011. In vitro properties of nanohydroxyapatite/chitosan biocomposites. Journal Ceramic International 2011;37:3265 Nayak KA. 2010. Hydroxyapatite synthesis methodologies: an overview. International Journal Chem Tech Research., 2 (2), 903-907. Pankaew P, Hoonnivathana E, Limsuwan P, Naemchanthara K. 2010. Temperature effect on calcium phosphate synthesized from chicken eggshells and ammonium phosphate. Journal of Applied Sciences. 10(24):3337-3342. doi:10.3923/jas.2010.3337.3342. Petit R. 1999. The use of hydroxyapatite in orthopedic surgery: A ten-year review. European Journal of Orthopedic surgery & amp; Traumatology Pezzatini S, Solito R, Morbidelli L, Bigi A, Ziche M. 2007. Nanocrystalline hydroxyapatite promotes angiogenesis in vitro by up-regulation of FGF-2. Eur Cell Mater. 14(3):107. Pighinelli L, Kucharska. 2013. Chitosan-hydroxyapatite composites. Carbohydr Polym. vol.93, pp.256-262 Poinern G, Brundavanam R, Fawcett D. 2013. Nanometre scale hydroxyapatite ceramics for bone tissue engineering. American Journal of Biomedical Engineering. 3(6):148-168. doi: 10.5923/j.ajbe.20130306.04. Putra A, Ifada A, Rahmah A, Rahmawati F, Qulub F, Hikmawati D. 2014. Komposit hidroksiapatit-gelatin-alendronate sebagai injectable bone substitute dalam mengatasi defek tulang akibat osteoporosis. Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan IV. Surabaya : Departemen Sisika Universitas Airlangga Raynaud S, Champion E, Bernache-Assollant D, Thomas P. 2002. Calcium phosphate apatite with variable Ca/P atomic ratio I. synthesis characterisation and thermal stability of powders. Biomaterials. 23(4): 1065–1072. Rucker M, Laschke MW, Junker D, Carvalho C, Schramm A, Mulhaupt R, Gellrich NC, Menger MD. 2006.Angiogenic and inflammatory response to biodegradable scaffolds in dorsal skinfold chambers of mice. Biomaterials. 27:5027–5038. Safrida. 2014. Pengenalan Struktur Morfologi Dan Anatomi Keong Tutut (Bellamya Javanica V.D Bush 1844) Sebagai Penunjang Praktikum Materi Invertebrata Sma Kurikulum 2013. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Shi XH, Wang SL, Zhang YM, Wang YC, Yang Z, Zhou X, Lei ZY, Fan DL. 2014. Hydroxyapatite-coated sillicone rubber enhanced cell adhesion and it may be through the interaction of EF1β and γ-actin. Plos One. 9(11): e111503. doi:10.1371/journal.pone.0111503. Shojai MS, Khorasani MT, Khoshdargi ED, Jamshidi A. 2013.Synthesis methods for nanosized hydroxyapatite in diverse structures- a review.Acta Biomaterialia. doi:10.1016/j.actbio.2013.04.012. Soído C, Vasconcellos MC, Diniz AG, Pinheiro J. 2009. An improvement of calcium determination technique in the shell of molluscs. Braz arch biol technol. 52(1): 93-98.
26 Suciu AN, Iwatsubo T, dan Matsuda M. 2004. A study upon durability of the artificial knee joint with PVA hydrogel cartilage. JSME International Journal Series C. 47(1) Past C hal 199-208. Sugita P, Wukirsari T, Sjahriza A, Wahyono D. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor: IPB Press Sukaryo SG, Nurbainah E, Wahyudi ST, Sitompul A. 2009. Pelapisan SS 316L dengan hidroksiapatit menggunakan teknik electrophoretic deposition. Jusami. ISSN 1411-1098. Suryadi. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Biomaterial Hidroksiapatit dengan proses pengendapan Kimia basah [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Teng, Shu-hua. 2008. Chitosan/Hydroxyapatite composite membranes via dynamic filtration for guided bone regeneration. J Biomed Mater Res Part A, 88A, 569-580. Warastuti Y, Abbas B. 2011. Sintesis dan karakterisasi pasta injectable bone subtitute iradiasi berbasis hidroksiapatit. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta. Warastuti Y, Budianto E, Darmawan. 2014. Sintesis dan karakterisasi membran komposit Hidroksiapatit tulang sapi-kitosan-poli(vinil Alkohol) untukaplikasi biomaterial. Jusami Weiss P, Gauthier O, Bouler JM, GrimandiG, Daculsi G. 2007. Injectable Bone Substitute Using a Hydrophilic Polymer. Equipe INSERM Materiaux V. 1., France: 1-8. Weiss P, Layrolle P, Clergeau PL, Enckel B, Pilet P, Amouriq Y, Daculsi G, Giumelli B. 2007. The safety and efficacy of an injectable bone substitute in dental sockets demonstrated in a human clinical trial. Biomaterials J. 28(2007):3295-3305. doi:10.1016/j.biomaterials.2007.04.006 Winarno FG, Fernandez IE. 2010. Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan Kemasan. Bogor: M-Brio Press Cetakan 1. ISBN 978-979-3098-73-9. Winata BC. 2012. Karakterisasi HAp dari cangkang keong sawah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yoruc AB, Koca Y. 2009. Double step stirring a novel method for precipitation of nano-sized hydroxyapatite powder. J Nanomater Bios. 4(1): 73-81 Zhang X, Yuan G, Niu J, Fu P, Ding W. 2012. Microstructure, mechanical properties, biocorrosion behavior, and cytotoxicity of as-extruded Mg–Nd– Zn–Zr alloy with different extrusion ratios. J Mech Behav Biomed Mater. 9: 153–162.doi:10.1016/j.jmbbm.2012.02.002.
27
LAMPIRAN
28 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Cangkang Tutut Preparasi
Analisis Fasa CaCO3 dengan XRD
Pengukuran Kadar Ca (AAS)
CaCO3 Kalsinasi
CaO Dibiarkan kontak dengan udara
Analisis Fasa Ca(OH)2 dengan XRD
Ca(OH)2
- Ditambahkan (NH4)2HPO4 - Dilakukansintesis dengan metode presipitasi basah - Analisis Fasa XRD - Analisis Gugus Fungsi FTIR - Analisis Morfologi SEM
HAp
Sintesis komposit
Komposit Hap-KitosanPVA
Uji Viskositas
- Analisis Fasa XRD - Analisis FasaFTIR - Analisis Morfologi SEM
Uji Sitotoksisitas In vitro Sel Endotel
29 Lampiran 2 Data Hasil Analisis XRD Cangkang Tutut a.
Serbuk Cangkang Tutut Sebelum Kalsinasi Sudut difraksi standar CaCO3 dan hasil sintesis JCPDS CaCO341-1475 (Aragonite) 2θ Intensitas 26.213 100 27.216 50 33.128 60 36.176 40 37.884 45 38.610 25 41.187 12 42.867 20 45.853 55 48.445 25 50.229 20 52.455 25
b.
Serbuk Hasil Sintesis 2θ 26.34 27.26 33.28 36.16 37.98 38.14 41.52 42.96 45.90 48.54 50.40 52.52
Intensitas 80 30 66 38 54 32 8 24 62 24 16 40
Serbuk Cangkang Tutut Setelah Kalsinasi Sudut difraksi Ca(OH)2 standar dan hasil sintesis JCPDS Ca(OH)2 44-1481 (portlandite) 2θ Intensitas 18.00 72 28.671 27 34.101 100 47.120 30 50.812 31 54.356 14 62.632 9 64.231 7
Serbuk Hasil Sintesis 2θ 18.26 28.68 34.30 47.40 50.94 54.16 64.16 67.46
Intensitas 64 34 96 39 35 39 36 38
30 Lanjutan Lampiran 2 c.
Hasil Sintesis HAp menggunakan Metode Presipitasi Basah Sudut difraksi standar HAp dan hasil sintesis JCPDS Hidroksiapatit No: 09-0432 2θ Intensitas 25.879 40 28.966 18 31.773 100 32.902 60 34.048 25 46.711 30 48.103 16 49.468 40 55.879 10 61.660 10 64.078 13
Serbuk Hasil Sintesis 2θ 25.80 28.98 31.98 32.96 33.08 46.80 48.08 49.32 55.96 61.74 64.08
Lampiran 3 Data Joint Cristal Powder Diffraction Standard (JCPDS) a.
Aragonite : CaCO3
Intensitas 28 14 58 34 20 20 16 22 8 10 12
31 Lanjutan Lampiran 3 b.
Porlandite: Ca(OH)2
c.
Hidroksiapatit (HAp): Ca10(PO4)6(OH)2
32 Lampiran 4 Perhitungan AAS Kandungan Kalsium Cangkang Tutut a.
Absorbans Standar Kalsium Konsentrasi Standar (ppm) 2 4 8 12 16
b.
Absorbans 0.1152 0.2380 0.4318 0.6443 0.8392
Absorbans dan Konsentrasi Kalsium Cangkang Tutut Sampel Sampel Cangkang 1 Sampel Cangkang 2 Sampel Cangkang 3
Konsentrasi (ppm) 6.3172 6.3425 6.4048
Absorbans 0.3467 0.3480 0.3512
WF
VF
DF
0.1137 0.1152 0.1154
100 100 100
100 100 100
Sampel Cangkang 1: Konsentrasi Ca =
(
=
– (
–
)
)
= 555602.4626 ppm Sampel Cangkang 2: Konsentrasi Ca =
=
( (
– –
= 550564.2361 ppm
)
)
33 Lanjutan Lampiran 4 Sampel Cangkang 3: Konsentrasi Ca =
=
(
–
(
–
)
)
= 555008.6655 ppm Konsentrasi rerata Ca =
=
(
)
(
)
ppm
= 553725.1214 ppm Jadi, 553725.1214 ppm = ….……. % 553725.1214mg/kg = ………. gr/ 100 gr 553725.1214 gr/kg = 55.3725 gr/100 gr atau 55.3725 ≈ 55.37% Keterangan : VF = faktor volume; DF = faktor pengenceran; WF = faktor berat Lampiran 5 a. Penentuan Pola h2+k2+l2 s
√s
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1.00 1.41 1.73 2.00 2.24 2.45 2.65 2.83 3.00 3.16 3.32 3.46 3.61 3.74 3.87 4.00 4.12
d1 5,42 5.42 4.48 7.35 8.11 8.76 9.26 9.86 8.96 9.26 9.43 9.28 9.40 9.47 9.47 8.87 9.06 8.83
d2 4,48 4.48 6.00 7.02 7.83 8.46 9.12 8.38 8.73 8.95 8.85 9.00 9.10 9.13 8.57 8.77 8.56 8.50
d3 4,24 4.24 5.73 6.78 7.56 8.33 7.76 8.16 8.44 8.39 8.58 8.71 8.77 8.26 8.47 8.29 8.25 8.23
d4 4,05 4.05 5.54 6.55 7.45 7.08 7.56 7.89 7.91 8.14 8.31 8.39 7.93 8.16 8.01 7.99 7.99 8.00
d5 3,91 3.91 5.35 6.45 6.33 6.90 7.30 7.40 7.67 7.88 8.00 7.59 7.84 7.72 7.71 7.73 7.76 7.78
d6 3,78 3.78 5.27 5.48 6.17 6.67 6.85 7.17 7.43 7.59 7.24 7.51 7.42 7.43 7.47 7.51 7.55 7.59
d7 3,72 3.72 4.48 5.34 5.96 6.25 6.64 6.95 7.16 6.87 7.16 7.10 7.14 7.20 7.26 7.31 7.37 7.45
d8 3,16 3.16 4.36 5.16 5.59 6.06 6.43 6.70 6.48 6.79 6.77 6.84 6.92 6.99 7.06 7.13 7.23 7.21
d9 3,08 3.08 4.22 4.84 5.42 5.87 6.20 6.06 6.40 6.42 6.52 6.62 6.72 6.80 6.89 7.00 7.00 7.11
d10 2,98 2.98 3.95 4.70 5.25 5.66 5.61 5.99 6.05 6.18 6.31 6.43 6.54 6.64 6.76 6.78 6.89 6.93
d11 2,79 2.79 3.83 4.55 5.06 5.12 5.54 5.66 5.83 5.99 6.13 6.26 6.38 6.52 6.55 6.67 6.72 5.98
d12 2,71 2.71 3.71 4.38 4.58 5.06 5.24 5.45 5.65 5.82 5.97 6.11 6.26 6.31 6.45 6.51 5.81 5.93
d13 2,62 2.62 3.58 3.96 4.53 4.79 5.05 5.28 5.48 5.66 5.82 5.99 6.06 6.21 6.29 5.62 5.76 5.88
34 Lanjutan Lampiran 5a 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
4.24 4.36 4.47 4.58 4.69 4.80 4.90 5.00 5.10 5.20 5.29 5.39 5.48 5.57 5.66
8.75 8.71 8.67 8.65 8.64 8.67 8.57 8.62 8.57 7.54 7.62 7.68 7.68 7.65 6.89
8.47 8.46 8.44 8.44 8.48 8.39 8.44 8.40 7.40 7.48 7.55 7.55 7.53 6.78 0
8.23 8.23 8.23 8.28 8.21 8.27 8.23 7.26 7.34 7.41 7.42 7.40 6.67 0 0
8.01 8.03 8.08 8.02 8.08 8.06 7.11 7.20 7.27 7.29 7.27 6.56 0 0 0
7.81 7.88 7.82 7.90 7.88 6.96 7.05 7.13 7.15 7.14 6.44 0 0 0 0
7.67 7.63 7.71 7.70 6.81 6.90 6.99 7.01 7.01 6.33 0 0 0 0 0
7.42 7.51 7.51 6.65 6.75 6.84 6.87 6.87 6.21 0 0 0 0 0 0
7.31 7.32 6.49 6.60 6.69 6.73 6.73 6.09 0 0 0 0 0 0 0
7.13 6.33 6.44 6.54 6.58 6.59 5.97 0 0 0 0 0 0 0 0
6.16 6.27 6.38 6.43 6.44 5.84 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6.11 6.22 6.27 6.30 5.71 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6.05 5.95 6.11 5.99 6.14 5.45 5.58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
d = (nλ ) / (2 sin θ) = (1× 1.5406) / (2 × 0.189) = 4.07 s = h2+ k2+ l2 dengan: d = jarak antar bidang pendifraksi n = orde difraksi λ = panjang gelombang (Å)
θ = sudut payaran.misalnya10.92º b.
Penentuan Ukuran Kristal HAp Hasil Sintesis 2θ
θ
Cos θ
FWHM(deg)
W (rad)
Kxλ
W*Cosθ
ukuran (nm)
25.8545
12.9272
0.974655
0.3600
0.006280
0.138654
0.006120
22.6558823
31.9469
15.9734
0.961389
0.6600
0.011513
0.138654
0.011068
12.5274665
32.9809
16.4904
0.958867
0.5300
0.009245
0.138654
0.008864
15.6423736
46.7670
23.3835
0.917868
0.4800
0.008373
0.138654
0.007685
18.0421600
49.4258
24.7129
0.908414
0.3600
0.006280
0.138654
0.005704
24.3082047
53.0594
26.5297
0.894702
0.2900
0.005058
0.138654
0.004525
30.6417679
Rata-rata
Contoh Perhitungan: Ukuran kristal berdasarkan hukum Debye Scherrer: Untuk 2θ pertama D= = = 22.65 nm Keterangan : D : ukuran kristal (nm) K : konstanta (0.9)
20.6363091
35 λ W
: panjang gelombang sinar-X (0.15406 nm) : Lebar puncak pada setengah intensitas puncak maksimum (rad)
Lampiran 6 Data Uji Kultur Sel Endotel Komposit 4 (%) 100 75 50 25 12.5 Cell control
ODI 0.029 0.02 0.025 0.036 0.202 0.256
Ulangan ODII 0.034 0.025 0.034 0.027 0.218 0.257
ODIII 0.032 0.006 0.029 0.031 0.223 0.256
Rata-rata
%inhibisi
0.032 0.017 0.029 0.031 0.223 0.256
87.65 93.37 88.56 87.78 13.13 0
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bungoro (Sulawesi Selatan) pada tanggal 14Februari 1991 dari Ayahanda Drs.ABD. Rasyid P dan Ibunda Ramliah, SPd. Penulis adalah putri ketiga dari 3 bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Makassar, lulus pada tahun 2013. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Master (S-2) pada Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2014. Selama mengikuti Program S-2, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) IPB periode 2015-2016 dan sebagai Wakil Sekretaris Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB Asal Sulawesi Selatan (RUMANA IPB SULSEL) periode 2016-2017.