Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Seri Fiqih Islami
Ahmad Sarwat, Lc
FIQIH MINORITAS
DU CENTER PRESS
1
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
0
3
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Judul Buku Fiqih Minoritas
Penulis Ahmad Sarwat, Lc
Editor Aini Aryani, LLB
Penerbit DU CENTER PRESS
Cetakan Pertama Peb 2010
4
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Daftar Isi Pengantar
9
Muslim Minoritas Minoritas Muslim Dalam Al-Quran Minoritas Muslim di Masa Rasulullah SAW Negeri Muslim Minoritas Data Prosentase Penduduk Muslim Minoritas Pertumbuhan Muslim di Barat Bom Waktu Demografis Bernama Islam Umat Islam di Negeri Minoritas Butuh Syariah
13 13 14 15 17 20 21 23
Karekteristik Fiqih Minoritas 1. Ijtihad Kontemporer 2. Kontektual bukan Tektual 3. Memudahkan bukan Memberatkan 4. Pendapat Jumhur bukan Pribadi 5. Beda Keadaan Beda Fatwa 6. Menerima Kedaruratan
25 25 26 27 29 29 31
Problem Fiqih Minoritas Bolehkah Muslim Tinggal di Negeri Kafir Bolehkah Menjadi Bagian Dari Pemerintahan Pendapat Yang Membolehkan Ikut Parlemen
35 36 38 42
a. Syekh Shaleh Alfauzan b. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz c. Pendapat Syaikh Al Utsaimin d. Pendapat Imam Al-’Izz Ibnu Abdis Salam e. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Islam vs Barat Barat Lebih Islami dari Umat Islam? Boikot Amerika Berarti Juga Boikot Tahu dan Tempe Haruskah Kita Boikot Produk Asing? Hukum Wisata ke Negeri Non Muslim
42 42 43 44 45
47 47 53 57 61
5
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Agama & Aqidah Ahli Kitab Sekarang dan di Masa Nabi Sama? Saudara Non Muslim sebagai Ahli Waris Baru Masuk Islam Lantas Meninggal Dunia... Apa yang Harus Dilakukan Kalau Masuk Islam? Mencela Agama Orang Lain Mendoakan Non Muslim Haruskan Ijin Orang Tua untuk Masuk Islam? Para Nabi & Rasul Beragama Islam?
71 71 79 82 85 90 94 97 102
Shalat & Puasa Shalat Seorang di Luar Negeri dan Musafir Shalat Jumat di Negara Mayoritas Non Muslim Hanya 7 Muslim, Shalat Jumatnya Bagaimana? Status Puasa Ketika dalam Pesawat 18 Jam Perjalanan Berpuasa dalam Musim Dingin?
107 107 113 119 122 124
Makanan Keharaman Makanan di Negara Minoritas Muslim Minum Dari Bekas Minum Orang Kafir, Najiskah? Halalkan Makan dari Piring Non-muslim Ragu Diundang Makan di Rumah Non Muslim Makanan Parcel Natal Apakah Halal? Non Muslim Menanyakan Kenapa Babi Haram?
129 129 134 136 140 142 146
Etika Pergaulan Menghadiahkan Quran kepada Keluarga Non Muslim Memberi Salam Lebih Dahulu kepada Non Muslim Membagi Daging Kurban Buat Non Muslim Menyapa Non Muslim dengan Ucapan Selamat Pagi Bersentuhan dengan Orang Kafir, Batalkah Wudhu? Tetangga yang Beragama Lain Selamat Natal dan Hari Raya Agama Lain Muslim Pakai Topi Natal, Haramkah?
151 151 154 157 160 163 165 169 180
Pernikahan
185
6
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Pernikahan Beda Agama Pengantin Pria di Luar Negeri Nikah dengan Wanita Non Muslim Foto Perkawinan Non-Muslim
185 188 190 195
Non Muslim Najis? Hukum Transplantasi Organ dari Non Muslim Hukum Menerima Transfusi Darah dari Non Muslim Makan Pemberian non Muslim dan Menjabat Tangan
199 199 202 204
Pekerjaan Manual Menjalankan Agama Islam di Jepang Kerja di Luar Negeri = Membantu Orang Kafir? Wanita Ke Luar Negeri Tanpa Mahram Menjadi TKI Ilegal, Halalkah Rejeki Saya?
209 209 215 219 225
Penutup
233
Tentang Penulis
235
7
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Pengantar
5 Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Shalawat serta salam tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, juga kepada para shahabat, pengikut dan orang-orang yang berada di jalannya hingga akhir zaman. Ketika Penulis diminta untuk menjadi pembicara dalam Daurah Syariah di Jepang di tahun 2008 yang diselenggarakan oleh KMII, disana muncul banyak pertanyaan terkait dengan teknis menjadi muslim yang baik di negeri yang mayoritas non-muslim. Mulai dari masalah shalat yang tidak diberikan waktu oleh pihak kantor tempat bekerja, masalah najis, menentukan arah kiblat, sampai masalah memilih makanan halal. Yang terakhir ini terutama disampaikan para ibu yang kebingungan mendapatkan makanan halal di negeri Sakura itu. Tahun 2010, ketika diminta berceramah di Singapore oleh masyarakat muslim Indonesia yang menetap disana atas undangan KBRI Singapura, pertanyaan-pertanyaan serupa juga muncul lagi. Kali ini bahkan pihak panitia meminta Penulis untuk membuat tulisan atau coretan kecil, sekedar bisa dijadikan catatan buat saudara kita disana. Rupanya kenyataan hidup di negeri yang mayoritas
9
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
non-muslim memang punya karakteristik tersendiri. Tidak bisa begitu saja disamakan dengan hidup di negeri kita Indonesia yang mayoritas muslim. Banyak perkara yang terasa mudah diatasi di negeri kita, namun jadi lumayan rumit juga ketika kita hidup di negeri asing yang jarang-jarang penduduk muslimnya. Misalnya, di Indonesia kita bisa dengan mudah mengatakan haram mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani, dengan segudang dalil yang bisa dengan mudah kita dapatkan di berbagai kesempatan. Tetapi akan jadi repot ketika kita hidup di suatu masyarakat yang nyaris semua teman pergaulan kita merayakan natal. Apakah dimungkinkan bagi seorang muslim untuk –setidaknya- berbasa-basi kepada tetangga kanan kiri yang merayakan natal itu? Apakah memang mutlak haram untuk sekedar menyatakan penghormatan kepada sesama manusia yang kebetulan beda keyakinan? Ataukah pemahaman dan dalil lain yang bisa dijadikan second opinion buat seorang muslim untuk bisa tetap bermasyarakat di tengah mayoritas non-muslim? Jadi pertanyaan besarnya adalah bagaimana caranya menjadi muslim di negeri minoritas? Dan lebih mendasar lagi barangkali, apakah dimungkinkan bagi seorang muslim untuk hidup di negeri yang mayoritas non muslim? Kalau memang terlarang, apa dalil yang kuat untuk mengharamkannya? Apakah mutlak keharaman tinggal di negeri non muslim? Tentu pertanyaan mendasar ini cukup hangat untuk dikupas dan dikaji. Sejauhmana Islam dapat tetap dipeluk dan dijalankan, di negeri yang mayoritas penduduknya non muslim. Diskusi kedua, kalau seandainya memang 10
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
dimungkinkan kita hidup sebagai muslim dengan tetap menjalankan syariat dengan taat, tentunya ada banyak kendala yang sulit dihindari. Lalu adakah hukum syariah dimungkinkan berbeda-beda penerapannya di tiap negeri, sesuai dengan kondisinya? Hal-hal apa saja yang bisa membedakan penerapan syariat Islam? Dalam hal apa saja dimungkinkan terjadi keringanan dalam penerapan syariah? Perlukan disusun sebuah fiqih khusus untuk negeri yang minoritas? Dalam banyak kesempatan, penulis sebenarnya sudah cukup sering mengangkat masalah ini, baik sebagai sebuah tema ceramah, mau pun lewat jawaban dari pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan para hadirin. Berangkat dari masalah-masalah inilah, penulis kemudian merasa perlu untuk menyusun sebuah tulisan kecil, yang sekiranya nanti dapat dijadikan acuan bagi umat Islam yang barangkali kebetulan harus tinggal di negeri mayoritas non muslim. Semoga tulisan ini bisa memberikan pencerahan ala kadarnya, yang menjelaskan duduk masalah tiap hal yang sering dipertanyakan itu. Penulis tentu tidak bisa berlepas diri dari kenyataan adanya perbedaan pandangan dari para fuqaha sendiri, yang ternyata cukup intens dalam mempertahankan pendapat masing-masing. Sehingga penulis pun sadar bahwa tulisan ini tentunya tidak akan meredakan perbedaan pendapat yang memang sudah ada sejak zaman dahulu. Namun harapan penulis, setidaknya tulisan ini bisa dijadikan salah satu sumber rujukan yang dapat mencerahkan, dalam arti kata, menjelaskan dengan adil tentang kenapa terjadi perbedaan pandangan di antara 11
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
para ulama. Sehingga kalau pun kita berbeda pandangan, namun jarak perbedaan itu tidak harus bermuara kepada perpecahan apalagi permusuhan. Sebab masing-masing kita sudah saling mengenal alur berpikir masing-masing, yang dalam batasan tertentu, sangat dimungkinkan dalam syariah Islam. Akhirnya penulis berharap agar karya ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Semoga dapat menjadi amal kebajikan buat penulis dan juga yang membacanya
Al-Faqir ilallah Ahmad Sarwat, Lc
12
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Pertama
Muslim Minoritas
Minoritas Muslim Dalam Al-Quran Di dalam Al-Quran Al-Kariem disebutkan keadaan minoritas umat Islam. Salah satunya di dalam ayat berikut ini.
ﻔﹾﺴِﺪِﻳﻦﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﺎﻗِﺒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﻒﻭﺍﹾ ﻛﹶﻴﺍﻧﻈﹸﺮ ﻭﻛﹸﻢ ﻗﹶﻠِﻴﻼﹰ ﻓﹶﻜﹶﺜﱠﺮﻢﻭﺍﹾ ﺇِﺫﹾ ﻛﹸﻨﺘﺍﺫﹾﻛﹸﺮﻭ Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-A'raf : 86)
ﻄﱠﻔﹶﻜﹸﻢﺨﺘﺎﻓﹸﻮﻥﹶ ﺃﹶﻥ ﻳﺨﺽِ ﺗﻔﹸﻮﻥﹶ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﻌﻀﺘﺴ ﻗﹶﻠِﻴﻞﹲ ﻣﻢﻭﺍﹾ ﺇِﺫﹾ ﺃﹶﻧﺘﺍﺫﹾﻛﹸﺮﻭ 13
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
ﻭﻥﹶﻜﹸﺮﺸ ﺗﱠﻠﻜﹸﻢﺎﺕِ ﻟﹶﻌﺒ ﺍﻟﻄﱠﻴﻦﻗﹶﻜﹸﻢ ﻣﺯﺭﺮِﻩِ ﻭﺼﻛﹸﻢ ﺑِﻨﺪﺃﹶﻳ ﻭﺍﻛﹸﻢ ﻓﹶﺂﻭﺎﺱﺍﻟﻨ Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (QS. AlAnfal : 26) Minoritas Muslim di Masa Rasulullah SAW Dalam sejarah Nabi SAW, umat Islam awal mulanya pernah mengamali masa minoritas, terutama ketika dakwah baru saja diperkenalkan di kota Mekkah. Sampai tiga tahun berdakwah, jumlah pemeluk agama Islam hanya berkisar 30 orang saja. Dan saat itu hukum syariah memang belum terlalu menjadi titik tekan dalam risalah samawi. Penekanan dakwah masih terkonsentrasi pada penanaman keimanan dan aqidah. Namun bukan berarti di masa awal dakwah tidak ada masalah fiqih dan syariah. Shalat sebagai tiang agama dan salah satu rukun Islam telah diwajibkan, meski belum berbentuk shalat 5 waktu. Shalat yang diwajibkan saat itu adalah shalat malam, sebagaimana disebutkan di dalam ayat kedua yang turun.
ﻗﹶﻠِﻴﻼﻪ ﻣِﻨ ﺃﹶﻭِ ﺍﻧﻘﹸﺺﻔﹶﻪﻞﹶ ﺇِﻻﱠ ﻗﹶﻠِﻴﻼ ﻧِﺼﻞﹸ ﻗﹸﻢِ ﺍﻟﻠﱠﻴﻣﺰﺎ ﺍﻟﹾﻤﻬﺎ ﺃﹶﻳﻳ Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali 14
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sedikit (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit (QS. Al-Muzzammil : 1-3) Di masa itu dakwah Islam masih bersifat rahasia, terutama di 3 tahun pertama. Selanjutnya, dakwah sudah bersifat terbuka, karena ada perintah untuk membuka diri. Saat itulah berbagai cobaan dan ujian harus dihadapi oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya.
Negeri Muslim Minoritas Menurut catatan statistik dewasa ini, jumlah umat Islam di dunia mencapai 1,5 – 1,6 milyar. Dengan jumlah seperti ini, berarti umat Islam adalah 1/4 penduduk muka bumi. Karena bumi dewasa ini didiami oleh paling kurang 6 milyar jiwa. Sebagian umat Islam itu tinggal di negara-negara tertentu dalam jumlah besar, sehingga mereka menjadi mayoritas. Namun sebagian lagi hidup di negara-negara lain dalam jumlah kecil, sehingga mereka menjadi minoritas. Umat Islam di dunia ini bisa kita bagi berdasarkan perbandingan jumlah dengan pemeluk agama lain menjadi dua jenis. Pertama, negeri dengan penduduk mayoritas muslim. Kedua, negeri dengan penduduk minoritas muslim. Kalau kita bicara tentang negeri dengan penduduk minoritas muslim, kita juga bisa membaginya menjadi 2 jenis lagi. Pertama, minoritas yang asalnya mayoritas. Dahulu umat Islam di negeri itu terhitung mayoritas, namun sejalan dengan sunnatullah, umat Islam mengalami penurunan kualitas dan berpengaruh kepada 15
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
penurunan jumlah. Kita bisa sebut sebagai contoh antara lain Spanyol, India, Amerika Utara, serta negeri-negeri di Eropa Timur. Dahulu umat Islam pernah bertahta selama 7 abad di Spanyol, di bawah pemerintahan Khilafah Bani Umayah II. Lewat masa perebutan yang panjang, Reconquista, akhirnya umat Islam terpojok dan harus angkat kaki dari semenanjung Iberia, berganti kepemimpinan di bawah kekuasaan Kristen. Dewasa ini muslim di Spanyol tercatat hanya 2,3% dari penduduk negeri itu. India pernah menjadi kerajaan Islam terbesar di masa lalu. Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri antara tahun 1526-1858 M. Kemudian kerajaan Islam itu mengalami kemunduran dan berganti penguasa Hindu. Saat ini India berpenduduk 1,1 milyar, muslim di India hanya 13,4 % atau kira-kira 150-an juta. Minoritas tapi cukup besar. Benua Amerika sebelum masa kedatangan bangsa Eropa telah mengenal agama Islam. Beberapa penelitian terkahir menyebutkan bahwa suku Indian sudah banyak yang memeluk agama Islam. Kemudian budak-budak Afrika yang beragama Islam didatangkan ke benua Amerika dalam jumlah besar. Namun saat ini dari 300an juta penduduk Amerika Serikat, umat Islam tercatat hanya sekitar 3 jutaan, atau 1% saja. Angka ini temasuk sangat minoritas. Kedua, minoritas muslim yang memang sejak awal memang minoritas. Sejak awal sejarah tidak mencatat keberadaan orang-orang muslim dalam jumlah yang banyak. Kita bisa sebut sebagai contoh adalah negaranegara di Eropa Barat, Australia, Amerika Latin dan lainnya. 16
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Data Prosentase Penduduk Muslim Minoritas Beberapa sumber data penduduk menyebutkan data prosentase pemeluk agama Islam di tiap negara. Berikut adalah salah satu perkiraan data yang bisa dijadikan rujukan. 1 Negara
Wilayah
Amerika Serikat Amerika Utara
Angola Argentina Australia Austria Belarus Belgia Belize Benin Bhutan Bolivia Bosnia Botswana Brazil Bulgaria Burundi Camboja Camerun Canada Chad Penulis Chili China Colombia Kongo Congo
Afrika Selatan Amerika Selatan Oseania Eropa Tengah Eropa Timur Eropa Barat Amerika Tengah Afrika Barat Asia Selatan Amerika Selatan Balkan Afrika Selatan Amerika Selatan Balkan Afrika Tengah Asia Tenggara Afrika Barat Amerika Utara Afrika Tengah Amerika Selatan Asia Timur Amerika Selatan Afrika Tengah Afrika Tengah
Kosta Rika Côte d'Ivoire Croasia Cuba Ciprus
Amerika Tengah Afrika Barat Balkan Amerika Utara Timur Tengah
1
Penduduk 301,139,947
Muslim 3,011,399
% 1%
12,263,596
85,845
0.70%
40,301,927
604,529
1.5%
20,434,176
347,381
1.7%
8,199,783
344,391
4.2%
9,724,723
9,724
0.1%
10,392,226
415,689
294,385
1,707
8,078,314
1,615,663
20%
2,327,849
11,639
0.5%
9,119,152
912
0.01%
4,552,198
1,820,879
40%
1,815,508
3,631
0.2%
190,010,647
30,402
0.016%
7,322,858
893,389
12.2%
8,390,505
839,051
10%
13,995,904
489,857
3.5%
18,060,382
3,612,076
20%
33,390,141
667,803
2%
9,885,661
5,041,678
51%
16,284,741
3,257
1,321,851,888
19,827,778
44,379,598
10,651
4% 0.58%
0.02% 1.5% 0.024%
3,800,610
76,012
2%
65,751,512
3,287,5766,575,151 4,134
5% - 10%
4,133,884
0.1%
18,013,409
6,304,693
35%
4,493,312
58,413
1.3%
11,394,043
912
788,457
141,922
0.008% 18%
Sumber : id.wikipedia.com/wiki/islam_menurut_negara 17
Fiqih Mawaris
Ceko Denmark Dominika Timor Timur Ekuador El Salvador Estonia Ethiopia Fiji Finlandia Franch Gabon Georgia German Ghana Greek (Yunani) Grenada Guatemala GuineaBissau Guyana Haiti Honduras Hungaria Islandia India Inggris Irlandia Israel Italia Jamaika Jepang Kenya Korea Selatan Laos Latvia Lesotho Liberia Lithuania Luxemburg Makedonia Madagaskar Malawi
18
Ahmad Sarwat, Lc
Eropa Tengah Eropa Barat Karibia Asia Tenggara Amerika Selatan Amerika Tengah Eropa Timur Afrika Timur Oseania Eropa Barat Eropa Barat Afrika Barat Kaukasus Eropa Barat Afrika Barat Balkan Karibia Amerika Tengah Afrika Barat Amerika Selatan Karibia Amerika Tengah Eropa Tengah Eropa Barat Asia Selatan Eropa Barat Eropa Barat Timur Tengah Eropa Barat Karibia Asia Timur Afrika Timur Asia Timur Asia Tenggara Eropa Timur Afrika Selatan Afrika Barat Eropa Timur Eropa Barat Balkan Afrika Selatan Afrika Selatan
10,228,744
10,229
5,468,120
109,362
9,365,818
1,873
0.1% 2% 0.02%
1,084,971
10,850
13,755,680
275
0.002%
1%
6,948,073
2,084
0.03%
1,315,912
5,264
0.4%
76,511,887
25,095,899
32.8%
918,675
64,307
7%
5,238,460
20,654
0.40%
63,718,187
6,371,819
1,454,867
14,549
1%
4,646,003
459,954
9.9%
82,400,996
3,213,639
3.9%
22,931,299
3,577,283
15.6%
10,706,290
139,182
1.3%
89,971
270
12,728,111
1,018
1,472,780
662,751
45%
769,095
55,375
7.2%
8,706,497
1,741
0.02%
7,483,763
2,994
0.04%
9,956,108
9,956
0.1%
301,931
302
0.1%
1,129,866,154
151,402,065
13.4%
60,776,238
1,640,958
2.7%
4,109,086
20,135
0.49%
6,426,679
1,028,269
16%
58,147,733
814,068
1.4%
10%
0.3% 0.008%
2,780,132
5,560
127,433,494
121,062
0.2%
36,913,721
3,691,372
49,044,790
35,000
0.071%
6,521,998
424
0.0065%
2,259,810
384
0.017%
2,125,262
21,256
3,195,931
639,186
3,575,439
2,682
0.095% 10%
>1% 20% 0.075%
480,222
9,604
2%
2,055,915
657,893
32%
19,448,815
1,361,417
7%
13,603,181
2,720,636
20%
Ahmad Sarwat, Lc
Mauritius Meksiko Moldova Mongolia Montenegro Mozambik Myanmar Namibia Nepal detial Nedherland New Caledonia
Fiqih Mawaris
Nikaragua Nigeria Norwegia Panama Papua Nugini Paraguay Peru Filipina Polandia Portugal Romania Rusia Rwanda Serbia Seychelles Singapura Slovakia Slovenia Kep. Solomon South Africa Spanyol Sri Langka Suriname Swaziland
Afrika Selatan Amerika Utara Eropa Timur Asia Tengah Balkan Afrika Selatan Asia Tenggara Afrika Selatan Asia Selatan Eropa Barat Oseania Oseania Amerika Tengah Afrika Barat Eropa Barat Amerika Tengah Oseania Amerika Selatan Amerika Selatan Asia Tenggara Eropa Tengah Eropa Barat Balkan Eropa Timur Afrika Timur Balkan Afrika Timur Asia Tenggara rEropa Tengah Eropa Tengah Oseania Afrika Selatan Eropa Barat Asia Selatan Amerika Selatan Afrika Selatan
Swedia Switzerland Taiwan Tanzania Thailand Togo
Eropa Barat Eropa Barat Asia Timur Afrika Timur Asia Tenggara Afrika Barat
New Zeadland
1,250,882
212,650
17%
108,700,891
282,622
0.26%
4,328,816
3,030
0.07%
2,951,786
177,107
6%
684,736
143,795
21%
20,905,585
4,181,117
20%
47,373,958
1,894,958
4%
2,055,080
20,055
1%
28,901,790
1,156,072
4%
16,570,613
994,237
6%
221,943
8,878
4%
4,115,771
23,871
0.58% 0.008%
5,675,356
454
135,031,164
67,515,582
50%
4,627,926
83,303
1.8%
3,242,173
9,727
0.3%
5,795,887
2,029
0.035%
6,669,086
534
0.008%
28,674,757
860
0.003%
91,077,287
4,553,864
38,518,241
3,852
0.01%
10,642,836
35,121
0.33%
22,276,056
44,552
0.2%
141,377,752
19,792,885
14%
9,907,509
455,745
4.6%
10,150,265
324,808
3.2%
81,895
172
0.21%
4,553,009
682,951
5,447,502
3,051
2,009,245
48,222
2.4%
566,842
>200
0.04%
43,997,828
659,967
1.5%
40,448,191
930,308
2.3%
20,926,315
1,464,842
470,784
92,274
1,133,066
1% - 10%
9,031,088
11,331 113,307 270,933
7,554,661
324,850
4.3%
22,858,872
45,717
0.3%
39,384,223
15,753,689
40%
65,068,149
2,993,135
4.6%
5,701,579
781,116
5%
15% 0.056%
7% 19.6%
3%
13.7% - 20%
19
Fiqih Mawaris
Trinidad Uganda Ukraina Puerto Rico Uruguay Vanuatu Venezuela Vietnam Zambia Zimbabwe
Ahmad Sarwat, Lc
Amerika Tengah Afrika Timur Eropa Timur Karibia Amerika Selatan Oseania Amerika Selatan Asia Tenggara Afrika Selatan Afrika Selatan
1,056,608
1,140,316 61,283
5.8%
30,262,610
3,661,775
12.1%
46,299,862
787,098
1.7%
3,944,259
5,128
0.13%
3,460,607
346
0.01%
208,900
209
0.1%
26,023,528
91,082
0.35%
85,262,356
67,357
0.079%
11,477,447
114,774
< 1%
12,311,143
123,111
< 1%
Pertumbuhan Muslim di Barat Setelah cukup lama Barat menjajah dan menyebarkan agama Kristen ke dunia Islam, akhir-akhir ini muncul anomali yang tidak diduga sebelumnya. Dunia semakin hari menyaksikan fenomena pertumbuhan jumlah pemeluk agama Islam di Eropa khususnya dan di negeri Barat umumnya. Semua tentunya atas izin dan kehendak Allah. Tidak sedikit para pengamat yang memprediksi bahwa angka pertumbuhan populasi muslim di Eropa akan terus naik pesat dalam beberapa dekade mendatang. Daily Telegraph Inggris melaporkan bahwa penduduk muslim di Eropa tahun 2050 diperkirakan akan naik menjadi 20% dari seluruh populasi benua tersebut. karena meningkatnya imigrasi dan berkurangnya angka kelahiran penduduk Eropa asli. Populasi muslim dari total populasi 27 negara di Eropa akan meningkat menjadi 20%, pada tahun 2050. Dari 27 negara tersebut yang diindikasikan akan memiliki proporsi Muslim lebih tinggi dalam waktu dekat adalah Inggris, Spanyol, dan Belanda. 20
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Inggris, yang saat ini memiliki jumlah penduduk 20 juta, lebih sedikit dari Jerman. Jerman juga diproyeksikan akan menjadi negara terpadat di Eropa pada tahun 2060 dengan jumlah penduduk 77 juta jiwa. Di tahun 2009, jumlah muslim di Perancis mencapai 9% dari total populasi. Penduduk muslim di Marseilles dan Rotterdam, angkanya mencapai 25%. Di London dan Copenhagen, penduduk Muslim berjumlah 10% dari total populasi. Spanyol adalah negara dengan peningkatan jumlah populasi Muslim terbesar dengan masuknya satu juta imigran Moroko ke negara itu dalam beberapa tahun terakhir. Sementara, di Belgia, nama-nama yang paling banyak ditemukan adalah nama Islami seperti Muhammad, Adam, Royan, Ayyub, Mahdi, Amin, dan Hamzah. Data demografis tentang tingkat pertumbuhan Islam menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah Muslim di negara-negara non-Muslim disebabkan terutama oleh imigrasi (di negara-negara Barat) dan angka kelahiran yang lebih tinggi (di seluruh dunia). Tahun 2006, negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim memiliki angka pertumbuhan penduduk rata-rata 1.8% per tahun. Bandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk dunia yang hanya 1.12% per tahun.
Bom Waktu Demografis Bernama Islam Hasil survei yang dilansir Daily Telegraph tersebut telah memicu tuduhan bahwa para penyusun kebijakan gagal melawan tantangan-tantangan dari “bom waktu demografis”. Para ahli mengatakan kurang ada diskusi mengenai bagaimana perubahan populasi akan 21
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
mempengaruhi wilayah-wilayah kehidupan mulai dari pendidikan dan perumahan hingga kebijakan luar negeri dan pensiun. Diperkirakan, para politisi Uni Eropa terutama kelompok kanan akan mengupayakan adanya pemberhentiaan masuknya imrigran Muslim dalam waktu dekat demi menjaga keseimbangan atsmosfer negara-negara Uni Eropa. "Uni Eropa sangat memerlukan kebijakan politis untuk masalah imigran demi kemajuan tanpa adanya duri yang akan menjadi masalah di kemudian hari," ujar Angel Goergia, Sekjen Organisasi Bantuan dan Pertumbuhan Ekonomi. Menurut Carnegie Endowment for International Peace, Database Kristen Dunia pada tahun 2007 memperkirakan enam agama dengan pertumbuhan paling cepat adalah Islam (1.8%), aliran keyakinan Bahai’i (1.7%), Sikhisme (1.62%), Jainisme (1.57%), Hinduisme (1.52%), dan Kristen (1.32%). Tingginya angka kelahiran disebut sebagai penyebab pertumbuhan tersebut. Monsignor Vittorio Formenti, yang menyusun buku tahunan Vatikan, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan koran Vatikan, L’Osservatore Romano, bahwa “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita tidak lagi berada di puncak, Muslim telah menggeser posisi kita.” Ia mengatakan bahwa jumlah umat Katolik adalah 17.4% dari total populasi dunia, sedangkan Muslim mencapai 19.2%. “Benar bahwa keluarga-keluarga Muslim, seperti yang telah diketahui, terus melahirkan banyak keturunan, sebaliknya, keluarga Kristen semakin sedikit memiliki anak,” ujarnya. Juga disebutkan dalam sejumlah klaim bahwa 22
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
peningkatan jumlah Muslim disebabkan semakin banyaknya orang yang masuk agama Islam. Namun, data jumlah mualaf ini sulit untuk diverifikasi. Contohnya, New York Times telah mengklaim bahwa 25% Muslim Amerika adalah mualaf. Di Inggris, juga ada klaim bahwa sekitar 10.000 hingga 20.000 orang masuk Islam tiap tahunnya.
Umat Islam di Negeri Minoritas Butuh Syariah Dengan munculnya fenomena menarik ini, dan memang telah diberikan kabar gembira oleh Rasulullah SAW bahwa Eropa pada akhir zaman akan jatuh ke tangan umat Islam, maka dalam proses kembali kepada syariah, umat Islam di negeri-negeri minoritas itu sangat membutuhkan pedoman untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam. Pedoman itu tidak lain adalah sistem syariah Islam, yang terkenal universal dan abadi, selalu sesuai dengan zaman dan keadaan. Tentunya karena punya sifat tsabat dan tathawwur yang harmonis. Tidak kehilangan originalitasnya sehingga dijamin keasliannya, namun juga tidak kehilangan kelenturannya, karena memang didesain oleh Allah SWT, tuhan semua umat manusia sepanjang zaman. Syariah Islam yang turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah syariah yang terakhir, tidak ada lagi syariah yang turun dari langit. Tidak akan ada lagi nabi yang turun, juga tidak akan ada lagi kitab suci yang dibawa dari langit. Namun sungguh luar biasa. Meski telah melewati 14 abad usianya, syariah Islam tetap masih paten dan luwes untuk bisa diterapkan di dalam berbagai keadaan, wilayah geografi, beragam budaya dan bangsa, serta 23
Fiqih Mawaris
lintas peradaban.
24
Ahmad Sarwat, Lc
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Kedua
Karekteristik Fiqih Minoritas
Di antara karakteristik fiqih minoritas yang harus dipahami dan tidak mungkin diabaikan antara lain :
1. Ijtihad Kontemporer Fiqih adalah produk ijtihad. Tidak ada fiqih tanpa ijtihad. Dan ijtihad itu adalah mengaitkan antara dalildalil syariah dengan realitas yang ada. Ijtihad tidak pernah sama hasilnya di tiap tempat yang berbeda. Sebab realitasnya dan persoalannya bisa saja berbeda. Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah bahkan mendirikan dua mazhab dalam hidupnya, padahal beliau hidup hanya selama 54 tahun (150-204 H). 25
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Dalam mazhab yang kedua (qaul jadid), beliau banyak sekali mengoreksi pendapat dirinya sendiri dari mazhab sebelumnya (qaul qadim). Demikian juga para mujtahid ghairub mustaqil dalam satu mazhab, meski tetap menggunakan manhaj dari gurunya, namun mereka tetap berijtihad dengan bebas. Sehingga sering kali antara seorang mujtahid ghairu mustaqil dengan gurunya yang mujtahid mutlak, punya pendapat yang berbeda. Setiap zaman dibutuhkan mujtahid yang hidup bersama zamannya. Setiap wilayah negeri muslim butuh mutjatahid yang hidup bersama dengan realitas wilayah tersebut. Ijtihad yang baru tidak harus selalu bertentangan dengan ijtihad yang lama. Terkadang malah menguatkan hasil ijtihad yang lama. Namun ada kalanya hasil ijtihad yang baru lebih kuat dan lebih tepat dengan realitas yang ada. Hasil ijtihad Abu Hanifah tentunya terasa lebih pas dan mengena dengan masalah muamalah. Hal itu karena Abu Hanifah selain sebagai mujtahid, beliau juga seorang pedagang kain, yang setiap hari bergumul dengan berbagai macam persoalan muamalah dan jual beli di dalam pasar. Setiap hutan memiliki macannya sendiri-sendiri. Setiap negeri membutuhkan mujtahid yang ahli dan mengerti realitas sosial serta masalah yang lebih kontemporer.
2. Kontektual bukan Tektual Teks dan dalil syariah itu sangat banyak. Terkadang kalau kita tidak tahu asal-usul turunnya (asbabunnuzul), atau sebab dikeluarkannya (asbabul wurud), boleh jadi kita bingung sendiri. 26
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Apalagi bila kita tidak mengerti ilmu nasakh wal mansukh, dimana dalil-dalil itu ternyata ada yang dihapus keberlakuannya, maka kita akan kebingungan sendiri. Di satu ayat, suatu masalah diwajibkan, tetapi di ayat lain malah diharamkan. Di satu hadits, sebuah masalah dianjurkan, tetapi di hadits lain, justru diperintahkan untuk mengindarinya. Maka penerapan suatu dalil dalam suatu masalah tentu tidak bisa dilakukan, kecuali setelah mengetahui latar belakang dalil itu, serta mengetahui juga latar belakang masalah yang ingin diketahui hukumnya. Suatu hari datang seorang tua kepada Nabi SAW dan bertanya tentang hukum mencumbi istri di siang hari bulan Ramadhan. Beliau SAW pun mengizinkan dan membolehkan laki-laki tua itu mencumbu istrinya di siang hari bulan Ramadhan, asalkan tidak sampai jima'. Setelah itu datang lagi seseorang kepada beliau SAW. Kali ini seorang pemuda. Pertanyaannya sama, bolehkah dirinya mencumbu istri di siang hari bulan Ramadhan. Ternyata kali ini jawaban Rasullah SAW berbeda. Beliau tidak membolehkan pemuda itu mencumbu istri di siang hari bulan Ramadhan. Dari dua kisah itu, kita bisa menyimpulakn bahwa hukum dan fatwa yang beliau SAW keluarkan dipengaruhi oleh konteks, bukan semata-mata aturan yang kaku dan baku.
3. Memudahkan bukan Memberatkan Sejak masa shahabat memang sudah ada dua kecenderungan dalam masalah fatwa. Pertama, adalah mazhab mudhayyiqin, yang umumnya diwakili oleh Ibnu Umar radhiyallahu anhu. Kedua, adalah mazhab 27
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
muyassirin yang umumnya diwakili oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhu. Kedua shahabat ini sangat mencintai Rasululllah SAW dan beliau pun sangat mencintai keduanya. Namun ketika masing-masing punya pendekatan yang khas dalam berfatwa dan mengambil kesimpulan hukum, kita tidak bisa mengunggulan yang satu dan menjelekkan yang lain. Sebab tiap shahabat punya latar belakang sendiri-sendiri yang membawanya sampai kepada suatu pendapat. Maka kalau syariah Islam memberikan kedua pilihan itu dengan peluang yang sama besarnya, sama benarnya, serta sama keberkahannya, kita akan merasakan betapa luasnya syariah Islam itu. Buat mereka yang suka bersusah-susah dalam agama, karena iman dan taqwa, lalu lebih senang mengambil pendapat yang lebih berat dan sulit, sudah ada contoh dan panutannya sendiri. Sebaliknya, buat mereka yang dalam keadaan terjepit, darurat, atau baru masuk Islam, atau berada pada situasi yang tidak memungkinkan, maka tidak berarti dia harus menyerah dengan keadaan lantas meninggalkan agamanya. Sebab syariah Islam ternyata juga memberikan peluang untuk tetap bisa setia tanpa kehilangan originalitas dan ikatan hukum. Masih ada pendapat-pendapat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang telah didoakan oleh Rasulullah SAW :
ﻞﺄﹾﻭِﻳ ﺍﻟﺘﻪﻠِّﻤﻋﻦِ ﻭ ﰲِ ﺍﻟﺪِّﻳﻪ ﻓﹶﻘِّﻬﻢﺍﻟﻠﱠﻬ Ya Allah, jadikanlah dia orang yang ahli dalam ilmu fiqih agama dan ajarkan padanya ilmu takwil (tafsir). 28
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Shahabat sekaliber Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bukan shahabat biasa. Beliau telah menjadi imam shalat bagi kaumnya ketika belum baligh, baru mumayyiz. Hal itu karena ilmu beliau yang sudah tertanam sejak kecil, dan kebagusan bacaan Quran yang beliau kuasai. Ada begitu banyak shahabat Nabi SAW yang jauh lebih senior dari segi usia atau pun masa keislaman, namun mereka menjadikan Ibnu Abbas radhiyallahu anhu sebagai rujukan dalam ilmu agama.
4. Pendapat Jumhur bukan Pribadi Karena masalah yang berkembang di negeri minoritas muslim ini sangat komplek, bukan hanya terdiri dari satu masalah yang bisa diselesaikan secara parsial, maka kajian fiqih minoritas ini pun juga harus melibatkan banyak kalangan. Tidak cukup fatwa satu orang untuk menyelesaikan masalah yang komplek. Dibutuhkan ijtihad bersama (jama`i) dari berbagai ulama dengan latar belakang yang berbeda, seusai dengan realitas sosial yang ada. Sehingga fatwa yang dihasilkan akan lebih dekat kepada keadaan sesungguhnya. Tidak seperti asap yang jauh dari api. Di berbagai belahan dunia ini, terutama di negeri minoritas muslim, banyak ulama yang mendirikan majma' fiqih, khusus dibuat untuk memenuhi kebutuhan fatwa di negeri tertentu dengan keadaan yang khusus.
5. Beda Keadaan Beda Fatwa Salah satu karakter fiqih Islam adalah bahwa sebuah fatwa bisa saja berbeda antara satu dengan yang lainnya. 29
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Tergantung dari banyak hal, baik yang menyangkut individu seseorang atau pun yang terkait dengan keadaan dimana suatu masyarakat berada. Fatwa fiqih yang berlaku pada seorang yang sehat tentu tidak sama dengan fatwa yang berlaku buat orang yang sakit. Fatwa yang berlaku buat musafir juga tidak sama persis dengan fatwa buat orang yang muqim. Orang yang terpaksa menerima fatwa yang berlainan dengan orang yang puya banyak pilihan. Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi amir di kota Madinah menerima kesaksian dari satu orang. Tetapi ketika beliau menjadi khalifah di Damaskus, beliau menetapkan bahwa kesaksian atas suatu perkara harus datang minimal dari dua orang. Sebab beliau melihat perbedaan yang signifikan antara penduduk Madinah dan Damaskus. Dalam hal ini, beliau punya kalimat yang terkenal : Katakanlah kepada manusia perkara sesuai dengan tingkat kejahatan yang terjadi. Ada ungkapan khas tentang perbedaan fatwa yang datang dari beberapa ulama, yaitu ikhtilaful ashri wazzaman, bukan ikhtilaf hujjah dan dalil. Ikhtilaful ashri wazzaman adalah ikhtilaf yang timbul akibat perbedaan zaman dan masa, bukan karena perbedaan dalam mengambil hujjah dan dalil. Karena itulah kita seringkali mendapati para ulama dari suatu mazhab menyelisihi pendapat imam mazhab mereka sendiri. Apa yang dikatakan oleh Al-Imam Abu Hanifah belum tentu persis sama dengan yang difatwakan oleh kedua muridnya, Abu Yusuf dan Muhammad. Demikian juga fatwa Imam An-Nawawi terkadang tidak sama persis dengan fatwa imam mazhabnya sendiri, Al-Imam Asy-Syafi'i. 30
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
6. Menerima Kedaruratan Karakter yang paling khas dari fiqih minoritas adalah mengakui realitas adalah kedaruratan yang tidak bisa dinafikan. Karena semua orang mengalami langsung kedaruratan itu. Dalam keadaan normal, laki-laki diharamkan memakai pakaian yang terbuat dari sutra. Namun karena alasan darurat (sakit), Az-Zubair bin Al-Awwam dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahuanhuma dibolehkan oleh Rasulullah SAW untuk mengenakan pakaian yang terbuat dari sutera, sebagai keringanan hukum. Para ulama mempunyai beberapa kaidah tentang hukum fiqih dalam keadaan darurat ini. Di antara kaidah-kaidah itu adalah :
ﺍﺕ ﺍﶈﹶﻈﹸﻮﺭﺒِﻴﺢﺓﹸ ﺗﻭﺭﺮﺍﻟﻀ Kedaruratan itu membolehkan hal-hal yang dilarang Maksudnya, keadaan darurat yang dialami oleh seseorang dalam kasus tertentu dapat membuat apa-apa yang tadinya terlarang menjadi boleh hukumnya. Bila dalam keadaan tersesat di tengah padang pasir, sudah 7 hari tidak makan, satu-satunya yang masih mungkin dimakan adalah bangkai yang hukumnya najis, maka dimungkinkan untuk memakan bangkai yang haram itu, karena keadaan darurat. Namun keadaan darurat itu bisa saja berbeda-beda bagi tiap orang dan juga tidak sama levelnya untuk setiap kasus. Karena itu setiap kedaruratan harus diukur kadarnya, sebagaimana kaidah berikut ini :
31
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
ﺎﺭِﻫ ﺑِﻘﹶﺪﺭﻘﹶﺪﺓﹸ ﺗﻭﺭﺮﺍﻟﻀ Kedaruratan itu harus diukur tingkatan kedaruratannya.
sesuai
dengan
Ini berarti tidak mentang-mentang ada satu masalah yang berbau darurat, lantas kita menghalalkan semua yang haram. Di padang pasir itu selama kita masih bisa bertahan dengan memakan tumbuhan atau rumput, maka masih belum dihalalkan memakan bangkai. Demikian juga bila seseorang masih bisa bertahan hidup dalam waktu yang lebih lama, maka baginya belum dibenarkan untuk memakan bangkai. Sehingga ukuran kedaruratan antara satu orang dengan orang lain sangat berbeda, tidak bisa dipukul rata. Karena itu ada semacam kaidah yang sangat membuat hukum agama itu menjadi sedemikian fleksible. Intinya, bila keadaan menjadi sempit dan sulit, maka hukumnya menjadi lebih luas. Artinya, hukumnya menjadi lebih mudah. Sebaliknya, bila keadaan yang kita miliki lebih luas, dalam arti tidak ada unsur daruratnya, atau kalau pun ada kedaruratan, sangat sedikit, maka hukumnya menjadi sempit. Maksudnya, hukumnya menjadi lebih tegas.
ﺿﺎﹶﻕﻊﺴﺇِﺫﹶﺍ ﺍﺗ ﻭﻊﺴ ﺍﺗﺮ ﺍﻷَﻣﺇِﺫﹶﺍ ﺿﺎﹶﻕ Apabila suatu masalah menjadi sempit, maka hukumnya menjadi luas. Dan bila suatu masalah luas, maka hukumnya menjadi sempit.
ﺮﺴِﻴﻴ ﺍﻟﺘﻠِﺐﺠﻘﱠﺔﹸ ﺗﺍﳌﹶﺸ 32
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Kesulitan itu membuahkan kemudahan Maksudnya, bila keadaan sangat sulit sehingga tidak dimungkinkan menjalankan hukum secara ideal, maka untuk kasus tertentu dimungkinkan hukumnya menjadi lebih mudah.
33
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Problem Fiqih Minoritas
Umat Islam yang tinggal di negeri dimana mereka adalah kelompok minoritas, seringkali menghadapi banyak kendala besar terkait dengan hukum-hukum syariah. Hal itu terjadi karena pada umumnya hukum-hukum syariah yang sudah tertulis di berbagai literatur disusun di zaman tegaknya negara-negara Islam. Intinya, keadaan sosial politik yang melatar-belakangi penulisan hukum fiqih di masa itu tidak secara tepat tercermin dalam realitas kehidupan umat Islam minoritas di masa sekarang ini. Empat imam mazhab yang menjadi rujukan ijtihad para ulama sedunia adalah orang-orang yang hidup di zaman kekuasaan Islam, bukan negeri dimana umat Islam justru menjadi minoritas. Imam Abu Hanifah (70-150H) dan Imam Malik (80179 H) rahimahumallah hidup di dua zaman keemasan kekuasaan Islam, yaitu Khilafah Bani Umayyah di Damaskus dan Khilafah Bni Abbasiyah di Baghdad. Kitab-kitab fiqih yang tersusun umumnya memberikan jawaban masalah dengan kondisi sosial yang ideal, dimana umat Islam berada dalam keadaan aman, dipimpin oleh sultan (penguasa) yang shalih, serta kedaulatan Islam yang penuh. Hal ini memang wajar, karena selama 14 abad berturut-turut, umat Islam memegang supremasi dunia. Selama itu umat Islam selalu hidup dalam satu kesatuan dunia yang kuat, di bawah pemerintahan yang adil, kuat, serta berfungsi mengayomi semua lapisan. 35
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Namun ketika memasuki abad 20, secara de-facto dan de-jure, umat Islam mengalami kemunduran yang sangat besar. Tahun 1924 Khilafah Islamiyah Turki Utsmani yang terakhir pun diruntuhkan, wilayahnya yang sangat luas itu dibagi-bagi di antara para penjajah Barat. Maka begitu banyak persoalan fiqih yang memerlukan kajian yang lebih mendalam dengan melihat kepada realitas yang ada, tidak sekedar memfoto-kopi dari kitab-kitab fiqih klasik yang terlanjur dianggap sebagai satu-satunya rujukan. Tidak seperti umumnya penerapan fiqih di dunia Islam, keberadaan umat Islam di negeri yang minoritas tentunya sulit dihindarkan dari berbagai kenyataan yang ada. Karena itu fiqih yang digunakan boleh jadi memiliki kaidah yang spesifik, namun tetap original dan asli sebagaimana diturunkan di dalam Al-Quran dan AsSunnah. Di setiap negeri dimana jumlah muslim minoritas muncul begitu banyak pertanyaan yang sulit untuk bisa dijawab begitu saja, kecuali dengan kajian yang lebih komprehensif, mendalam, melihat realitas sosial politik, serta memahami nilai-nilai yang dianut oleh tiap negeri.
Bolehkah Muslim Tinggal di Negeri Kafir Misalnya pertanyaan yang paling mendasar adalah : Apakah boleh seorang muslim tinggal dan hidup menjadi warga negara dari negeri yang tidak berhukum kepada hukum Allah? Tentu saja pertanyaan seperti ini bisa saja dijawab dengan satu kata, haram. Lalu dalilnya adalah surat AlMaidah ayat 44,45 dan 47, dimana orang yang tidak 36
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
berhukum dengan hukum Allah berarti dia kafir, fasik dan zhalim. Atau juga dengan dalil dari hadits Nabi SAW yang sekilas melarang seorang muslim hidup di tengah orang-orang non muslim.
ﺮِﻛِﲔﺮِ ﺍﳌﹸﺸ ﺃﹶﻇﹾﻬﻦﻴ ﺑﻢﻘِﻴﻠِﻢٍ ﻳﺴ ﻛﹸﻞِّ ﻣﺮِﻱﺀٌ ﻣِﻦﺎ ﺑﺃﹶﻧ Aku berlepas diri dari setiap muslim yang hidup di belakang orang-orang musrik.
ﻣِﺜﹾﻠﹸﻪﻮﺮِﻛﹰﺎ ﻓﹶﻬﺸ ﻣﻊﺎﻣ ﺟﻦﻣ Siapa yang bercampur dengan orang musyrik, maka dia termasuk dari kelompok mereka. Tetapi masalahnya tidak sesederhana itu mengatakan bahwa orang yang tinggal di negeri minoritas muslim lantas dianggap kafir, dengan menggunakan dalil-dalil di atas. Bagaimana kalau orang itu memang asli penduduk negeri itu, dimana dia hidup, mencari penghidupan, makan dan minum di negeri kelahirannya? Lalu jika kebetulan dia mendapat hidayah dari Allah SWT untuk memeluk agama Islam, apakah dia harus hijrah dan meninggalkan kampung halamannya, sebagaimana dulu para shahabat meninggalkan Mekkah Al-Mukarramah meninggalkan kampung halaman? Selain itu, kita juga melihat realitas di masa Rasulullah SAW ketika mengutus para shahabat ke berbagai negeri non muslim, mereka justru meninggalkan Madinah Al-Munawwarah dan Masjid An-Nabawi, juga meninggalkan Rasulullah SAW dan para shahabat yang mulia, untuk hidup sendiri sebagai 37
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
muslim di negeri asing yang saat itu belum ada umat Islam disana. Tugas para shahabat ini justru untuk menyebarkan agama Islam di negeri yang masih belum mengenal agama Allah. Sehingga tidak bisa dihindari mereka pun mengalami hidup sebagai kelompok minoritas, juga mengalami hidup di bawah kekuasaan hukum yang selain hukum Allah. Perintah hijrah ke Madinah bukan semata karena di Mekkah saat itu tidak berlaku hukum syariah. Tetapi saat itu memang sedang dibutuhkan pemusatan kekuatan di Madinah untuk membangun masyarakat Islam pertama. Maka ada perintah untuk berhijrah ke Madinah. Tetapi hanya berselang beberapa tahun, tepatnya telah Perjanjian Hudaibiyah di tahun ke-6 hijriyah, Rasulullah SAW sudah mulai mengutus para shahabat ke berbagai negeri, berpencar-pencar menuju negeri yang justru sama sekali belum mengenal agama Islam. Tentu juga tidak atau belum berhukum dengan hukum Allah. Apakah kita akan mengatakan bahwa para shahabat Nabi SAW yang diutus itu secara meninggalkan negeri yang berhukum dengan hukum Islam, menuju negeri yang berhukum dengan hukum manusia? Dan apakah mereka berdosa melakukannya?
Bolehkah Menjadi Bagian Dari Pemerintahan Sebagian ulama mengharamkan umat Islam yang tinggal di negeri minoritas muslim (baca:kafir) untuk ikut serta dalam pemerintahan, yang secara tegas tidak menggunakan hukum Allah. Bahkan juga mengharamkan umat Islam untuk mengikuti pemilihan umum untuk memilih calon pemimpin. 38
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Alasannya, kira-kira tidak jauh berbeda dengan dalildalil di atas, yaitu bahwa negara itu adalah negara kafir. Dan seorang muslim tidak boleh memiliki pemimpin yang kafir dan tidak berhukum dengan hukum Allah. Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat berikut ini :
ﺒِﻴﻼﹰ ﺳﻣِﻨِﲔﺆﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤ ﻋ ﻟِﻠﹾﻜﹶﺎﻓِﺮِﻳﻦﻞﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﻌﺠ ﻳﻟﹶﻦﻭ Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang Mukmin. (QS An-Nisa’ :141)
ﻦ ﺎ ﻣِـﻟﹶﻌِﺒﺍ ﻭﻭﺰ ﻫﻜﹸﻢﺬﹸﻭﺍ ﺩِﻳﻨﺨ ﺍﺗﺨِﺬﹸﻭﺍ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﺘﻮﺍ ﻻﹶ ﺗﻨ ﺀَﺍﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻬﺎﺃﹶﻳﻳ ﻢـﺘ ﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻨﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﺍﺗﺎﺀَ ﻭﻟِﻴ ﺃﹶﻭﺍﻟﹾﻜﹸﻔﱠﺎﺭ ﻭﻠِﻜﹸﻢ ﻗﹶﺒ ﻣِﻦﺎﺏﻮﺍ ﺍﻟﹾﻜِﺘ ﺃﹸﻭﺗﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻨِﲔﺆﻣ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan wali (pemimpin)-mu, orang-orang yang menjadikan agamamu sebagai bahan ejekan dan permainan, (yaitu) dari orang-orang yang diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir (QS. Al-Maidah : 57)
ُﺎﺀﻟِﻴ ﺃﹶﻭﻢﻬﻀﻌﺎﺀَ ﺑﻟِﻴﻯ ﺃﹶﻭﺎﺭﺼﺍﻟﻨ ﻭﻮﺩﻬﺨِﺬﹸﻭﺍ ﺍﻟﹾﻴﺘﻮﺍ ﻻﹶ ﺗﻨ ﺀَﺍﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻬﺎﺃﹶﻳﻳ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟِﻤِﲔﻡﺪِﻱ ﺍﻟﹾﻘﹶﻮﻬ ﻻﹶ ﻳ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﻢﻬ ﻣِﻨﻪ ﻓﹶﺈِﻧﻜﹸﻢ ﻣِﻨﻢﻟﱠﻬﻮﺘ ﻳﻦﻣﺾٍ ﻭﻌﺑ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi walimu (pemimpinmu); sesungguhnya sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka 39
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
menjadi wali (pemimpin), maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (QS. Al-Maidah : 51) Umat Islam hanya diperbolehkan taat kepada pemimpin yang beragama Islam dari kalangan internal sendiri. Dimana hukum yang diterapkan adalah hukum yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
ﻢ ﻜﹸﺮِ ﻣِـﻨﺃﹸﻭﻟِﻲ ﺍﻷَﻣﻮﻝﹶ ﻭﺳﻮﺍ ﺍﻟﺮﺃﹶﻃِﻴﻌ ﻭﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﻮﺍ ﺃﹶﻃِﻴﻌﻨ ﺀَﺍﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻬﺎﺃﹶﻳﻳ ِﻮﻥﹶ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪﻣِﻨﺆ ﺗﻢﺘﻮﻝِ ﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻨﺳﺍﻟﺮ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭﻭﻩﺩﺀٍ ﻓﹶﺮﻲ ﻓِﻲ ﺷﻢﺘﻋﺎﺯﻨﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺗ ﺄﹾﻭِﻳﻼ ﺗﻦﺴﺃﹶﺣ ﻭﺮﻴ ﺧﻡِ ﺍﻵﺧِﺮِ ﺫﹶﻟِﻚﻮﺍﻟﹾﻴﻭ Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa’ :59) Karena itu haram hukumnya ikut pemilu, karena hal itu berarti umat Islam mengakui kepemimpinan yang menentang hukum Islam. Dengan dalil-dalil di atas, maka begitu banyak umat Islam di negeri-negeri minoritas melepaskan haknya dalam pemilihan yang diselenggarakan. Dengan demikian, hak-hak mereka sebagai warga dan juga sebagai manusia, ternyata juga tidak bisa mereka dapatkan. Karena tidak ada yang memperjuangkan hakhak dan aspirasi mereka di parlemen dan perwakilan rakyat. Sebagai perbandingan, Di Inggris, jumlah anggota 40
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
parlemen dari kalangan yahudi 52 anggota, padahal jumlah warga Yahudi di sana tidak lebih dari 300 ribu orang. Di saat yang sama, kaum muslimin yang jumlahnya mencapai lima kali lipat dari Yahudi hanya memiliki satu orang perwakilan di parlemen Inggris. Di Amerika Serikat jumlah anggota Kongres Amerika dari Yahudi berjumlah 13 orang dari 101 total anggota Kongres Amerika. Padahal persentase Yahudi di sana di bawah 2%. Sementara di parlemen Amerika Yahudi memiliki perwakilan 30 orang. Dan jangan tanya berapa banyak mereka yang loyal kepada Yahudi dan kepentingannya. Di Perancis, Yahudi memiliki 18 kursi di parlemen padahal jumlah warga Yahudi di sana tidak melebihi 1% penduduk. Demikian halnya di Ukraina. Angka-angka di atas memberikan kesimpulan betapa besar lobi Yahudi di negara-negara besar. Maka kalau arah kebijakan negara-negara itu cenderung untuk membela kepentingan yahudi termasuk negara Israel, tentu sangat masuk akal. Sebaliknya, bila umat Islam yang jumlahnya sekarang cukup besar dan terus bertambah, tetapi nasibnya tidak pernah membaik, karena terus menerus ditekan baik oleh pemerintah atau oleh opini publik yang diciptakan, maka sedikit banyak karena adanya fatwa yang mengharamkan umat Islam masuk parlemen dan memperjuangkan kepentingan umat Islam sendiri. Tentu dengan dalil-dalil di atas. Masalahnya, apakah dalil-dalil di atas tadi sudah sesuai dengan konteks dan realitas yang ada? Ini yang menjadi bahan diskusi panjang di kalangan ulama. Mereka yang tidak mengharamkan pemilihan umum dan menjadi bagian dari parlemen mengajukan dalil, 41
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
bahwa tujuan mereka hanya untuk memperjuangkan nasib umat Islam di negeri itu. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kepemimpinan non muslim atau hukum-hukum selain hukum Allah.
Pendapat Yang Membolehkan Ikut Parlemen a. Syekh Shaleh Alfauzan Syekh Shaleh Alfauzan, salah seorang ulama di Saudi Arabia pernah ditanya tentang hukum seorang muslim memasuki parlemen. Syekh Fauzan balik bertanya, “Apa itu parlemen?” Salah seorang peserta menjawab “Dewan legislatif atau yang lainnya” Syekh, “Masuk untuk berdakwah di dalamnya?” Salah seorang peserta menjawab, “Ikut berperan serta di dalamnya” Syekh, “Maksudnya menjadi anggota di dalamnya?” Peserta, “Iya.” Syeikh menerangkan: “Apakah dengan keanggotaan di dalamnya akan menghasilkan kemaslahatan bagi kaum muslimin? Jika memang ada kemaslahatan yang dihasilkan bagi kaum muslimin dan memiliki tujuan untuk memperbaiki parlemen ini agar berubah kepada Islam, maka ini adalah suatu yang baik, atau paling tidak bertujuan untuk mengurangi kejahatan terhadap kaum muslimin dan menghasilkan sebagian kemaslahatan, jika tidak memungkinkan kemaslahatan seluruhnya meskipun hanya sedikit.”
b. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Majalah Al-Ishlah pernah bertanya kepada Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang pernah menjadi Mufti Kerajaan Saudi Arabia tentang hukum masuknya para ulama dan duat ke DPR, parlemen serta ikut dalam 42
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
pemilu pada sebuah negara yang tidak menjalankan syariat Islam. Bagaimana aturannya? Syaikh Bin Baz menjawab: “Masuknya mereka berbahaya, yaitu masuk ke parlemen, DPR atau sejenisnya. Masuk ke dalam lembaga seperti itu berbahaya, namun bila seseorang punya ilmu dan bashirah serta menginginkan kebenaran atau mengarahkan manusia kepada kebaikan, mengurangi kebatilan, tanpa rasa tamak pada dunia dan harta, maka dia telah masuk untuk membela agama Allah swt. berjihad di jalan kebenaran dan meninggalkan kebatilan. Dengan niat yang baik seperti ini, saya memandang bahwa tidak ada masalah untuk masuk parlemen. Bahkan tidak selayaknya lembaga itu kosong dari kebaikan dan pendukungnya.” Namun bila motivasinya untuk mendapatkan dunia atau haus kekuasaan, maka hal itu tidak diperbolehkan. Seharusnya masuknya untuk mencari ridha Allah, akhirat, membela kebenaran dan menegakkannya dengan argumen-argumennya, niscaya majelis itu memberinya ganjaran yang besar.”
c. Pendapat Syaikh Al Utsaimin Pada bulan Zul-Hijjah 1411 H. bertepatan dengan bulan Mei 1996 Majalah Al-Furqan melakukan wawancara dengan Syaikh Utsaimin. Majalah AlFurqan: Apa hukum masuk ke dalam parlemen? Syaikh Al-’Utsaimin menjawab: “Saya memandang bahwa masuk ke dalam majelis perwakilan (DPR) itu boleh. Bila seseorang bertujuan untuk mashlahat, baik mencegah kejahatan atau memasukkan kebaikan. Sebab semakin banyak orangorang shalih di dalam lembaga ini, maka akan menjadi
43
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
lebih dekat kepada keselamatan dan semakin jauh dari bala’. Sedangkan masalah sumpah untuk menghormati undang-undang, maka hendaknya dia bersumpah untuk menghormati undang-undang selama tidak bertentangan dengan syariat. Dan semua amal itu tergantung pada niatnya di mana setiap orang akan mendapat sesuai yang diniatkannya. Namun, tindakan meninggalkan majelis ini sehingga diisi oleh orang-orang bodoh, fasik dan sekuler adalah merupakan perbuatan ghalat (rancu) yang tidak menyelesaikan masalah. Demi Allah, seandainya ada kebaikan untuk meninggalkan majelis ini, pastilah kami akan katakan wajib menjauhinya dan tidak memasukinya. Namun keadaannya adalah sebaliknya. Mungkin saja Allah swt. menjadikan kebaikan yang besar di hadapan seorang anggota parlemen. Dan dia barangkali memang benar-benar menguasai masalah, memahami kondisi masyarakat, hasil-hasil kerjanya, bahkan mungkin dia punya kemampuan yang baik dalam berargumentasi, berdiplomasi dan persuasi, hingga membuat anggota parlemen lainnya tidak berkutik. Dan menghasilkan kebaikan yang banyak.” (lihat majalah Al-Furqan – Kuwait hal. 18-19)
d. Pendapat Imam Al-’Izz Ibnu Abdis Salam Dalam kitab Qawa’idul Ahkam karya Al-’Izz bin Abdus Salam tercantum: “Bila orang kafir berkuasa pada sebuah wilayah yang luas, lalu mereka menyerahkan masalah hukum kepada orang yang mendahulukan kemaslahatan umat Islam secara umum, maka yang benar adalah merealisasikan hal tersebut. Hal ini mendapatkan kemaslahatan umum
44
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
dan menolak mafsadah. Karena menunda masalahat umum dan menanggung mafsadat bukanlah hal yang layak dalam paradigma syariah yang bersifat kasih. Hanya lantaran tidak terdapatnya orang yang sempurna untuk memangku jabatan tersebut hingga ada orang yang memang memenuhi syarat.”
e. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (691- 751 H) dalam kitabnya At-Turuq al-Hukmiyah menulis: Masalah ini cukup pelik dan rawan, juga sempit dan sulit. terkadang sekelompok orang melampoi batas, meng hilangkan hak-hak, dan mendorong berlaku kejahatan, kerusakan serta menjadikasn syariat itu sempit sehingga tidak mampu memberikan jawaban kepada pemeluknya. Serta menghalangi diri mereka dari jalan yang benar, yaitu jalan untuk mengetahui kebenaran dan menerapkannya. Sehingga mereka menolak hal tersebut, pada hal mereka dan yang lainnya tahu secara pasti bahwa hal itu adalah hal yang wajib diterapkan namun mereka menyangkal bahwa hal itu bertentangan dengan qowaid syariah. Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak sesuai yang dibawa Rasulullah. Yang menjadikan mereka berpikir seperti itu adalah kurangnya memahami syariah dan pengenalan kondisi lapangan atau keduanya, sehingga begitu mereka melihat hal tersebut dan melihat orangorang melakukan hal yang tidak sesuai yang dipahaminya, mereka melakukan kejahatan yang panjang, kerusakan yang besar, maka permasalahannya jadi terbalik. Di sisi lain ada kelompok yang berlawanan pendapatnya dan menafikan hukum Allah dan Rasul-
45
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Nya. Kedua kelompok di atas sama-sama kurang memahami risalah yang dibawa Rasulullah SAW padahal Allah telah mengutus Rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya agar manusia menjalankan keadilan, yang dengan keadilan itu bumi dan langit ini di tegakkan. Bila ciri-ciri keadilan itu mulai nampak dan wajahnya tampil dengan beragam cara, maka itulah syariat Allah dan agama-Nya. Allah swt. Maha Tahu dan Maha Hakim untuk memilih jalan menuju keadilan dan memberinya ciri dan tanda. Apapun jalan yang bisa membawa tegaknya keadilan maka itu adalah bagian dari agama, dan tidak bertentangan dengan agama. “Maka tidak boleh dikatakan bahwa politik yang adil itu berbeda dengan syariat, tetapi sebaliknya justru sesuai dengan syariat, bahkan bagian dari syariat itu sendiri. Kami menamakannya sebagai politik sekedar mengikuti istilah yang Anda buat, tetapi pada hakikatnya merupakan keadilan Allah dan Rasul-Nya.” Dan tidak ada keraguan, bahwa siapa yang menjabat sebuah kekuasaan maka ia harus menegakkan keadilan yang sesuai dengan syariat. Dan berlaku ihsan, bekerja untuk kepentingan syariat meskipun di bawah pemerintahan kafir.
46
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Kedua
Islam vs Barat
Barat Lebih Islami dari Umat Islam? Di Amerika, saya menemukan banyak orang yang berbuat baik, bahkan boleh dikatakan lebih Islami dari pada orang-orang yang mengaku beragama Islam itu sendiri. Bedanya, mereka tidak melakukan Rukun Islam. Mereka tidak pernah mendapat pengetahuan mengenai Islam itu sendiri, bahkan jikapun mendapat masukan tentang Islam, masukannya yang tidak benar. Rasa-rasanya kasihan mereka jika harus masuk ke neraka karena ketidakmengertiannya. Bagaimana mendapat Ustadz? 47
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Memang pernyataan seperti yang anda sampaikan itu dalam beberapa hal ada benarnya. Bahkan kalimat yang sama pernah muncul dari salah satu tokoh pembaharuan Islam berkebangsaan Mesir, Muhammad Abduh, saat berkunjung ke Eropa. Beliau mengatakan bahwa di sana ada Islam tanpa orang Islam, sedang di Mesir banyak orang Islam tapi tanpa Islam. Namun pernyataan seperti ini sebenarnya agak berbau hyperbol, lantaran mengatakan tidak ada penerapan ajaran Islam di tengah umat Islam. Atau mengatakan ada pelaksanaan ajaran Islam di tengah orang kafir. Padahal sesungguhnya tidak demikian. Namun selama ungkapan ini sebuah gaya bahasa yang punya titik tekan tertentu dan bukan hakikat secara aqidah, rasanya kita tidak bisa menolaknya. Seperti penyataan seorang penceramah yang sedang menggambarkan betapa dahsyatnya penghancuran kepada umat Islam di Andalusia, sampai beliau mengatakan hari ini tidak tersisa seorang pun muslim di sana. Di Barat Ada Sebagian Kecil Ajaran Islam Tapi Terlalu Banyak Yang Bertentangan Dibandingkan dengan ajaran Islam yang secara tidak sengaja terjadi di barat, sebenarnya tetap saja ajaran Islam tidak terjadi di sana. Benar bahwa di barat itu orang-orang menegakkan disiplin, jujur, bersih, sehat dan teratur. Namun jangan lupa barat di barat begitu banyak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlaq Islam.
48
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
a. Zina Di barat orang bebas melakukan perzinaan kapan saja di mana saja dan dilindungi undang-undang. Seorang ayah tidak berhak melarang puterinya berzina dengan temannya, sebagaimana seorang suami tidak berhak melarang isterinya berzina dengan tetangganya. Semua atas nama kebebasan yang mereka agungkan. Pemerintahan militer Prancis terus menerus kekurangan pemuda-pemuda yang laik menjadi sukarelawan dari segi kesehatan badan. 75 ribu orang tentara yang terpaksa harus diberhentikan dan dimasukkan ke rumah sakit karena mengidap penyakit kotor (spilis). Dalam satu tangsi tentara ada 242 orang terjangkit penyakit kotor ini. Penyakit ini akan mempengaruhi keturunannya secara mengerikan. Fenomena seperti ini terjadi pula di kalangan pemuda-pemuda Amerika. Presiden Amerika pernah mengumumkan, lebih satu juta dari sekitar enam juta pemuda Amerika yang harus mengikuti wajib militer tidak laik menjadi tentara. Hal itu menunjukkan merosotnya sumber daya manusia Amerika secara umum akibat kehidupan seks bebas yang digelutinya dan penyakit kelamin. Ada sekitar 30 sampai 40 ribu anak mati karena korban penyakit kotor orang tuanya dalam setiap tahunnya. Hakim Lancy mengatakan, "Di Amerika sekurang-kurangnya satu juta kehamilan dalam satu tahun dan beribu-ribu anak lahir langsung dibunuh." Yang lebih rusak lagi bahwa di Jerman gadis-gadis akan merasa malu jika ketika menikah masih perawan. Dan alat-alat pencegah kehamilan tersedia di setiap pinggir jalan. Dengan semua fakta di atas, masih kita ingin 49
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
mengatakan bahwa di barat terlaksana ajaran Islam? b. Bebas Merusak Diri dan Mencelakakannya Di barat yang katanya maju dalam ilmu pengetahuan dan dunia kesehatannya, seseorang masih dibebaskan untuk merusak tubuhnya dan meracuninya. Padahal para dokter telah ijma' bahwa khamar dan rokok itu merusak kesehatan. Orang-orang dibolehkan minum khamar bahkan dilindungi undang-undang. Termasuk merokok dan mengkonsumi obat-obat terlarang. Barat yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ternyata membebaskan siapa saja melakukan prostitusi dengan moral yang bejad, asal bayar pajak dan tanpa paksaan. Benarkah di barat ada penerapan ajaran Islam? c. Penginjak-injak HAM Bahkan lebih konyol lagi, barat yang konon menjunjung tinggi HAM, justru punya sejarah berdarahdarah dengan penjajahan dunia selama ratusan tahun. Jutaan nyawa manusia telah melayang sia-sia. Barat bertanggung-jawab atas semua pembantaian orang-orang kulit hitam di Amerika dan Afrika Selatan. Barat juga bertanggung-jawab atas pembantaian suku bangsa Indian di benua Amerika dan suku Aborigin di Australia. Barat juga bertanggung-jawab atas pembantaian rakyat vietnam, peledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, pembantaian muslim Bosnia dan Kosovo, pembantaian terhadap Muslim India. Dan ingatlah bahwa yang menemukan bom atom dan hidrogin serta menjalankan perang dunia pertama dan kedua juga barat. Masihkah kita mengatakan bahwa di barat ada 50
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
pelaksanaan ajaran Islam? d. Pengekang Kebebasan Beragama Sejarah barat penuh dengan pemaksaan agama. Hilangnya umat Islam di Spanyol adalah bukti bahwa barat itu suka memaksakan agama. Bahkan pemaksaaan agama bukan hanya terhadap umat Islam tetapi juga antara sesama aliran dalam sebuah agama. Di Inggris, jika di antara rakyat ada yang berbeda aliran mazhabnya walaupun sesama pemeluk kristen, akan ditangkap dan diadili. Bila dalam pengadilan dia bertaubat dan pindah aliran, akan diberikan ampunan berupa membunuhnya dengan pedang. Bila tidak bertaubat, maka dia dibakar hiduphidup. Kasus pelarangan jilbab di Perancis dan tuduhan negatif bahwa umat Islam pelaku terorisme sudah membuktikan hal ini. Benarkah di barat ada penerapan ajaran Islam? e. Makan Uang Haram Orang barat yang sering diisukan jujur dan baik, ternyata menghalalkan uang haram. Barat sangat bersikukuh dengan sistem ekonomi yang berlandaskan pada sistem riba. Padahal riba itu amat menyengsarakan. Bahkan tingkatan keharaman riba yang paling ringan sama dengan dosa berzina dengan ibu sendiri. Barat juga bertanggung-jawab atas penjarahan kekayaan alam negeri-negeri jajahannya, bahkan sampai hari ini tetap masih berlangsung. Lewat politik pasar bebas dan globalisasi, intinya barat sedang merampas harta dengan cara tidak halal. Aneksasi sebuah negara seperti Iraq, tidak lebih dari 51
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
libido penjarahan harta milik orang lain atas nama pasukan perdamaian dan recovery ekonomi. Termasuk penjeratan hutang-hutang pihak barat kepada negeri miskin, yang lebih jorok dari ulah para rentenir. Hutang yang menjerat dan mencekik disebut dengan bantuan lunak. Sebuah istilah basi yang sangat menipu. f. Hukum Bisa Dibeli dengan Uang Di barat hukum bisa dibeli dengan uang. Bahkan hukum dibuat oleh para pemegang uang. Sehingga orang yang benar di dalam kasus hukum adalah orang yang punya uang. Sedangkan orang yang bersalah dalam pandangan hukum adalah orang yang tidak punya uang. Kalau pun di dunia Islam hal yang sama terjadi, tentu semua itu adalah hasil impor dari dunia barat. Bukankah barat telah menjajah dunia Islam selama ratusan tahun? g. Barat Tidak Bertuhan dan Menghinanya Atas nama kemajuan berpikir dan kebebasan, barat sejak dulu sudah ingkar kepada adanya tuhan. Uni Sovyet yang komunis itu dilahirkan oleh barat dengan berlandaskan pemikiran Karl Marx dengan buku Das Kapitalnya. Mereka dengan terang-terangan mengingkari tuhan dan agama. Bahkan melarangnya serta mengatakan bahwa agama adalah candu dan kejahatan. Sementara penduduk eropa barat, Amerika dan Australia, juga mengingkari keberadaan tuhan, meski tidak terang-terangan. Namun mereka telah mengobrakabrik risalah nabi Isa alaihissalam sesuai dengan selera, kepentingan, serta kesukaan mereka sendiri. Bahkan 52
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
mencampur-aduknya dengan kepercayaan syirik dan keberhalaan. Injil yang aslinya merupakan firman Allah SWT kepada nabi Isa, juga merka kotori dengan tangantangan mereka sendiri. Sehingga tidak layak lagi menjadi sebuah kitab suci. Masihkah kita menuduh mereka melakukan ajaran Islam? Barat Butuh Islam Namun kita sadari bahwa tidak semua orang barat jahat. Banyak juga di antara mereka yang baik. Sayangnya, selama ini mereka kurang mendapat jatah informasi tentang Islam. Karena itu, menjadi tugas kita untuk menyampaikan informasi ajaran Islam kepada mereka. Maka berbagai Islamic center didirikan para ulama di barat. Dan terbukti bahwa orang barat banyak yang awam terhadap ajaran Islam. Begitu mereka mengenal hakikat Islam, maka berbondong-bondonglah mereka masuk Islam. Tak terkecuali setelah peledakan WTC, justru orang semakin penasaran dengan ajaran Islam. Di Australia tercatat 25.000 orang yang masuk Islam, justru pasca ledakan itu.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Boikot Amerika Berarti Juga Boikot Tahu dan Tempe Assalamualaikum.w.w Pak Ustad yang kami hormati, kita semua tahu 53
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
bahwa fatwa ketua forum ulama sedunia, yaitu Dr Qardhawi dan pendapat dari para alim-ulama lainnya bahwa kita wajib membantu perjuangan bangsa Palestine. Salah satu caranya adalah dengan memboikot produk-produk Amerika, karena dari sanalah Israel tetap kokoh berdiri Yang saya tanyakan adalah ternyata Tahu dan Tempe yang selama ini menjadi "makanan pokok" orang Indonesia yang terbuat dari kedelai, sebagian besar bahan baku kedelai di-Impor dari Amerika Serikat, apakah kita juga perlu memboikotnya? Bagaimana sikap kita mengenai hal ini?
Wassalamu'alaikum.w.w Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Urusan tempe dan tahu akhirnya jadi sebuah ironi tersendiri. Selama ini kita tidak tahu, ternyata tempe dan tahu yang kita kirabenar-benar produk umat Islam, setidaknya produk dalam negeri, justru kedelainya ditanam di Amerika. Ternyata kita baru tahu bahwa bahan baku tempe, tahu bahkan nasi yang kita makan, nyaris semua harus kita beli dari 'musuh-musuh' kita sendiri. Kalau bangsa ini dilarang makan American Food, mungkin masih masuk akal. Sebab selain kebanyakan orang tidak doyan makan ayam yang cuma digoreng, harganya pun oleh rakyat desa kebanyakan, masih menjadi problem tersendiri. Tapi kami tidak bisa membayangkan kala bangsa ini dilarang maka tahu dan tempe. Sebab keduanya adalah
54
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
makanan kebangsaan. Selain tentunya, karena harganya yang amat terjangkau. Menjadi Pribadi Yang Anti Amerika Umat Islam boleh marah besar kepada Amerika. Dan ulamanya boleh saja berfatwa untuk memboikot produk negara itu. Dalam beberapa hal, kebijakan itu memang efektif. Tapi yang ingin kami katakan adalah yang namanya boikot itu adalah bagian dari sebuah strategi perang modern. Ketika kita boikot, bukan berarti hukumnya mutlak. Namanya saja perang psikologis, jadi kebijakannya tidak kaku. Intinya sederhana, jangan sampai yang memboikot justru yang tertekan. Di mana-mana, yang memboikot itu adanya di atas angin, sedangkan pihak yang diboikot adalah pihak yang ditekan. Tapi kalau kita 'haramkan' bangsa ini dari tempe, rasanya perlu bicara panjang lebar sebelumnya. Sekarang coba Anda bayangkan seandainya anda lahir di Amerika. Anggaplah keluarga anda mendapat hidayat dan kebetulan beragama Islam, tetapi Anda tetap tidak bisa melepaskan diri dari segala yang berbau Amerika. Mulai dari rumah sakit tempat anda lahir itu milik Amerika, dokternya dokter Amerika, semua susu dan makanan yang anda makan, diproduksi oleh Amerika. Yang menarik untuk kita jadikan pertanyaan, apakah dengan adanya seruan boikot itu maka seorang muslim tidak boleh menjadi warga negara Amerika? Apakah negara Amerika itu seluruhnya kafir sehingga haram bagi seorang muslim menjadi penduduknya? Dan apakah bila ada warga asli Amerika tiba-tiba masuk
55
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Islam, mereka diwajibkan hijrah ke Arab Saudi atau negara Islam lainnya? Tentu semua akan semakin membingungkan, bukan? Bukankah ketika anda sedang membaca tulisan ini, banyak komponen di dalam komputer anda yangjuga diproduksi oleh mereka? Bukankah perusahaan yang memproduksi HP setia anda juga buatan mereka? Bukankah saham perusahaan operatornya juga dimiliki oleh mereka? Kebijakan Rezim Biar bagaimaa pun Amerika adalah sebuah negara, yang dipimpin oleh sebuah rezim. Secara nalar, warna kebijakan negara adidaya itu sangat ditentukan oleh rezim yang berkuasa. Ketika ada kebijakan untuk membantu Israel dan membunuh muslimin Palestina, tentu ini menjadi tanggung jawab rezimnya, dan siapa saja dari rakyatnya yang ikut menyetujui kebijakan rezim itu. Tapi kita juga tahu bahwa tidak semua rakyat Amerika setuju dengan kebijakan yang tidak bijak. Banyak di antara mereka yang menentangnya. Bahkan banyak rakyat yang anti lobi yahudi yang terlanjur menjadi jamur yang merongrong negara super power itu. Maka kita pun tidak bisa menggeneralisir masalah, seolah apa pun yang datang dari Amerika berarti harus diboikot dan diperangi. Karena alasan bahwa kebijakan luar negeri Amerika yang zalim. Ketika kemudian akhirnya kita tahu bahwa tempe dan tahu yang kita makan itu toh ditanam di negara itu, maka barulah sekarang ini kita mikir. Oh iya ya, kita tidak bisa asal pukul rata.
56
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Tentunya Dr. Yusuf Al-Qaradawi pun kalau tahu bahwa bangsa Indonesia yang 200 juta ini makan tempe dan tahu, dan ternyata kedelainya ditanam di Amerika, tentu beliau juga tidak lantas main haramkan juga. Bisa pada mati kelaparan bangsa ini. Maka setiap kebijakan boikot itu tidak berlaku mutlak, mungki akan ideal untuk diterapkan di suatu negeri, namun belum tentu tepat untuk diterapkan di negeri lain. Setidaknya, perlu ada studi yang panjang dan mendalam. Di beberapa negera Teluk dan sekitarnya, di mana kehidupan bangsa muslim di sana telah menjadi American minded, seruan boikot itu memang cukup berhasil. Akan tetapi kalau bangsa Indonesia disuruh berhenti makan tahu dan tempe, tentu masalahnya tidak sederhana. Sudah daging dan ikan tak kuat beli, tinggal ada tahu dan tempe, masih mau dilarang pula. Nanti kalau kita tahu bahwa beras pun kita masi impor, dan ternyata impornya dari negara yang kita anggap musuh Islam, akhirnya kita kembali makan singkong. Kasihan juga bangsa ini.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Haruskah Kita Boikot Produk Asing? Assalamu'alaikum wr, wb. Beberapa minggu yang lalu di kuliah PAI, teman sekelas saya bertanya tentang haram-tidaknya produkproduk amerika yang diduga menysihkan sebagian 57
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
labanya untuk mendanai Israel. Saya sudah sejak lama mendengar wacana ini. Saya jelas menentang tindakan perusahaan-perusahaan tersebut. namun yang masih menjadi ganjalan di hati saya ialah, selama ini saya hanya mendengar ajakan untuk memboikot produk-produk tersebut saja. Belum pernah saya melihat bukti bahwa perusahaanperusahaan tersebut mendonasikan labanya untuk israel. Kalau yang dimaksuk dana untuk israel adalah pajak yang dibayarkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk pemerintah AS lantas oleh AS uang tersebut diberikan sebagian untuk Israel, bukankah kalo begitu berarti kita harus memboikot seluruh produk AS? Tapi apakah mungkin INDONESIA memboikot seluruh produk AS, menilik ketergantungan ekonomi kita yang sangat besar pada AS? Sekiranya bapak ahmad sarwat berkenan menjawab pertanyaan saya. Terimakasih sebelumnya.
Wassalaamu'alaikum wr, wb. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Seruan untuk memboikot produk Israel dan Amerika memang sangat terkait dengan politik perang ekonomi. Boleh jadi sebenarnya secara hukum thaharah, produk makanan atau minuman itu halal. Karena dibuat tanpa melanggar aturan dalam syariah. Namun yang menjadi titik masalah adalah efek priskologis di bidang ekonomi. Dan konon di beberapa negara Arab yang sebelumnya masyarakat sangat konsumtif terhadap produk Israel, begitu para ulama mengumandangkan ajakan boikot, banyak yang merugi
58
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
dan gulung tikar. Kenapa di negeri ini kita tidak tahu? Ada banyak sebab. Salah satunya memang produk-produk Israel itu memang tidak beredar di negeri kita. Sehingga kita tidak merasakan langsung pengaruh dari pemboikotan itu. Apalagi seruan itu ternyata bukan hanya disambut oleh umat Islam di Timur Tengah saja, tetapi beberapa kelompok masyarakat di Eropa yang nota bene bukan muslim, juga ikut memboikot produk Israel itu. Motivasinya tentu karena kemanusiaan. Sebab apa yang dilakukan Israel benar-benar bertentangan denga nilainilai kemanusiaan, bukan hanya sekedar tidak suka kepada umat Islam. Adapun produk negara Amerika yang memang sangat banyak itu, memang kita di Indonesia belum menyaksikan langsung gonjang-ganjing akibat pemboikotan. Sebab seperti yang anda sebutkan, jumlah item produk merekabegitu banyak dan bukan hanya yang dikonsumsi oleh masyarakat. Bahkan negara kita pun menjadi salah satu konsumennya. Beberapa jenis pesawat terbang, senjata, mesin serta alat berat masih kita beli dari Amerika. Dan nyaris saat ini kelihatan tidak mungkin bila tiba-tiba kita tidak membeli dari mereka. Kalau melihat kondisi ini, sebenarnya yang butuh bukan Amerika tetapi kita. Lihatlah bagaimana TNI AUpernah diboikot oleh pabrikan pesawat terbang di Amerika, sehingga mereka tidak mau menjual spare-part pesawat. Akibatnya, begitu banyak pesawat kita yang tidak bisa terbang. Namun seruan untuk boikot itu tetap sangat efektif dan ampuh. Sebab memboikot adalah hak kita sebagai konsumen. Tinggal kita pilih-pilih mana yang lebih strategis untuk diboikot. Tentu tidak semua produk 59
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Amerika bisa dengan mudah diboikot. Ada banyak produk yang nyaris kita bisa memboikotnya, karena kenyataanya kita memang butuh. Lucunya, kita pun masih belum berniat untuk memproduk sendiri. Dahulu bangsa Indonesia bisa bangga punya industri pesawat terbang, tapi kini semua tinggal kenangan. Entah salah urus atau salah kebijakan, yang jelas ribuan pegawai pabrik pesawat terbang di negeri ini jadi pengangguran. Konon pabrik itu sekarang hanya memproduksi panci untuk kebutuhan perlengkapan dapur. Sungguh mengenaskan. Sebenarnya, bangsa ini bukan tidak punya putera terbaik yang bisa bikin produk canggih dan murah. Masalahnya terletak pada kebijakan penguasa yang tidak bijak dan kurang berjiwa nasionalisme. Barangkali otak mereka sudah teracuni dengan doktrin ekonomi barat yang kapitalis. Sehingga kurang memberi ruang dan kesempatan kepada produk dalam negeri sendiri untuk berkembang. Akibatnya terjadi braindrain, sebuah istilah untuk mengungkapkan fenomena perginya ilmuwan dan tenaga ahli dari negeri sendiri ke luar negeri, akibat tidak dihargainya peran mereka oleh bangsa sendiri. Tiap tahun ribuan putera-puteri terbaik bangsa ini yang hijrah ke negeri lain dan bekerja untuk kepentingan pembangunan di negeri itu. Alasannya sangat klasik, di sana mereka digaji tinggi sementara di sini, gaji mereka hanya terpaut tipis dengan para buruh kasar. Walhasil negeri ini miskin produksi, tidak punya SDM, tidak punya modal untuk mengembangkan sendiri industri dalam negeri. Bahkan SDM yang berada di level paling dasar sekalipun, antri untuk bekerja 60
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
menjadi buruh apa saja di luar negeri. Ketika datang seruan untuk memboikot produk yahudi dan Amerika, barulah kita sadar. Rupanya semua yang kita makan, minum dan pakai, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua produk musuh Islam. Dan kita seolah baru bangun dari tidur, ternyata kita tidak bisa hidup kecuali menjadi konsumen setia industri musuh Allah. Masalah ini menjadi pelajaran bagi kita bangsa muslim, untuk mulia berpikir lebih jauh. Jangan sampai hidup kita bergantung dari membeli produk orang lain. Sementara produk bangsa sendiri tidak dipikirkan. Untuk itu, marilah kita mulia dari yang paling mudah dan sederhana. Kita belum bisa terlalu ideal memang, tetapi bukan berarti apa yang tidak bisa dikerjakan semuanya lalu ditinggalkan semuanya. Pepatah Arab sering mengungkapkan dengan untaian kalimat: maa laa yudraku kulluhu laa yutraku julluhu. Sesuatu yang tidak bisa didapat semuanya, tidak harus ditinggalkan semuanya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Hukum Wisata ke Negeri Non Muslim Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Saya pernah baca bahwa kaum muslimin tidak diperbolehkan mengunjungi tempat-tempat yang pernah di-azab Allah hingga jika sampai melewatinyapun diperintah untuk istighfar dan Rasulullahpun pernah menghancurkan sarana 61
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
kemusyrikan (patung-patung) di Mekah/ Ka'bah. Bagaimana hukum mengunjungi/ wisata (dg alasan tadabur alam) ke negeri non Muslim ? Bukankah disana sentralnya kemusyrikan ? Mohon penjelasan dan solusinya, sukron.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Menurut mufti Dr. Muhammad Al-Faqih, khabar bahwaٌRasulullah SAW pernah melewati Laut Mati (the Death Sea) dalam perjalanan perang dan melarang umatnya mendekatinya karena merupakan negeri yang pernah dihancurkan atau diadzab Allah pada zaman dahulu, adalah khabar yang tidak shahih. Dan kalau kita teliti dalam Sirah Nabawiyah, Rasulullah SAW tercatat hanya 3 kali saja seumur hidupnya datang ke negeri Syam. Pertama dan kedua, saat beliau belum diangkat menjadi Nabi, dimana beliau melakukan perjalanan niaga kesana, baik bersama pamannya atau pun bersama Maisarah bekerjasama dengan Khadijah sebagi pemilik modal. Ketiga, adalah saat peristiwa Isra' dan Mi'raj. Dan meski beliau SAW ikut serta dalam perang Tabuk, dimana arahnya memang ke Syam, posisinya masih sangat jauh dari Laut Mati yang ada di Syam. Tabuk kini adalah kota yang masih dalam wilayah Kerajaan Saudi Arabia. Selebihnya, tidak ada riwayat yang shahih yang menyebutkan bahwa beliau datang ke Syam yang disana terdapat Laut Mati. Dan tentunya, isyu adanya larangan beliau untuk tidak mendatangi Laut Mati karena
62
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
merupakan arean adzab Allah pun tidak kuat dasarnya. Intinya, tidak semua negeri yang pernah dihancurkan lantas berarti kita tidak boleh mengunjunginya hari ini. Bukankah dahulu Firaun (Ramses II) pernah berkuasa dan menjadi penguasa lalim di Mesir, lalu Allah hancurkan dia dan bala tentaranya. Lantas, apakah haram hukumnya kita tinggal di Mesir, hanya karena Firaun pernah tinggal disana? Dan apakah kita haram melintasi Laut Merah karena dahulu Firaun dan balatentaranya mati tenggelam di Laut Merah. Kaum Tsamud juga pernah dibinasakan Allah, padahal mereka pernah membangun peradaban besar. Salah satu peninggalan mereka adalah bukit yang diukir menjadi bangunan yang tinggi dan megah. Manusia di zaman sekarang ini pun belum tentu mampu membangunnya. Lalu kaum Tsamud dimusnahkan Allah. Lantas apakah kita diharamkan tinggal di negeri yang dulunya ada bangsa yang diadzab Allah? Lalu bagaimana dengan banjir di zaman Nabi Nuh? Bukankah banjir itu konon menenggelamkan sekian banyak wilayah di bumi. Apakah kita diharamkan tinggal di negeri yang pernah ada banjir Nabi Nuh? Tentu jawaban dari semua itu adalah : TIDAK. Nabi Menghancurkan Berhala Raslullah SAW memang pernah menghancurkan patung dan berhala yang ada di sekitar Ka'bah. Ini kisah yang benar dan tidak bisa dipungkiri. Namun peristiwa ini terjadi setelah Rasullah SAW berdakwah selama 13 tahun di Mekkah. Beliau setiap hari shalat di depan ka'bah, ditemani 360-an berhala. Sepanjang 13 tahun itu beliau sama sekali tidak pernah diriwayatkan menghancurkan berhala di depan Ka'bah.
63
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Penghancuran berhala baru terjadi saat penduduk Mekkah masuk Islam secara berbondong-bondong. Bahkan penduduk Mekkah ikut serta dalam proses penghancuran Ka'bah, karena mereka sudah masuk Islam. Tentu hukumnya beda dengan sikap kita kepada rumah ibadah agama lain. Di dalam syariah Islam, haram hukumnya umat Islam menghancurkan rumah ibadah agama lain. Terutama rumah ibadah yang ada di negeri muslim, dimana para pemeluk agamanya sudah terikat perjanjian damai dengan penguasa muslim. Betlehem yang diyakini sebagai tempat suci umat Kristiani, ketika jatuh ke tangan umat Islam lewat penaklukan, juga tidak dihancurkan oleh Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu. Demikian juga gereja-gereja yang ada di Mesir, tidak dirusak oleh Amr bin Al-Ash tatkala menaklukkannya. Gereja megah Aya Sofia pun tetap masih berdiri kokoh hingga hari ini di Istambul. Padahal umat Islam berkuasa disana hingga 800-an tahun. Pagoda, Vihara dan Kuil yang ada di India pun masih utuh hingga hari ini, padahal umat Islam berkuasa disana ratusan tahun. Para wali songo pun juga tidak pernah merusak candi Borobudur atau Prambanan serta ratusan candi lainnya. Sebab syariah Islam tidak diturunkan untuk merusak atau merobohkan tempat ibadah agama lain. Dan menghancurkan candi, gereja, biara, kuil, di negeri kita juga termasuk haram hukumnya. Muslim Masuk Tempat Ibadah Orang Kafir Pada dasarnya tempat yang diharamkan untuk dimasuki oleh seorang muslim bukanlah tempat-tempat ibadah agama lain. Yang diharamkan untuk dihadiri
64
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
tempat ibadah agama lain bila di dalamnya sedangkan dilakukan peribadatan, Dalilnya adalah firman Allah SWT
ﺪ ـﺒﺎ ﺃﹶﻋﻭﻥﹶ ﻣﺎﺑِﺪ ﻋﻢﻻﹶ ﺃﹶﻧﺘﻭﻥﹶ ﻭﺪﺒﻌﺎ ﺗ ﻣﺪﺒﻭﻥﹶ ﻻﹶ ﺃﹶﻋﺎ ﺍﻟﹾﻜﹶﺎﻓِﺮّﻬﺎ ﺃﹶﻳﻗﹸﻞﹾ ﻳ ﻟِـﻲ ﻭﻜﹸﻢ ﺩِﻳﻨ ﻟﹶﻜﹸﻢﺪﺒﺎ ﺃﹶﻋﻭﻥﹶ ﻣﺎﺑِﺪ ﻋﻢﻻﹶ ﺃﹶﻧﺘ ﻭّﻢﺪﺗﺒّﺎ ﻋ ﻣﺎﺑِﺪﺎ ﻋﻻﹶ ﺃﹶﻧﻭ ِﺩِﻳﻦ Katakanlah,"Hai orang kafir, Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. Kamu bukan penyembah tuhan yang kami sembah. Dan Aku bukan penyembah tuhan yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. (QS. Al-Kafirun : 16) Sedangkan hukum memasuki rumah ibadah agama lain, apabila sedang tidak dilakukan ritual ibadah, pada dasarnya tidak ada larangan.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu berkata,"Janganlah kalian masuk ke rumah ibadah agama lain pada saat hari perayaan ibadah mereka. Karena murka Allah turun kepada mereka. (HR Al-Baihaqi dalam As-Sunan 9/234, Abdurrazaq dalam Al-Mushannif, no. 1609) Lihat Iqtidha Shirath Al-Mustaqim karya Syaikhul Islam 1/455 dan juga kitab Al-Adab Asy-Syar'iyah jilid 3 halaman 442. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abu Musa radhiyallahu anhuma dalam kitab Asy-Syarh, bahwa tidak ada larangan untuk melakukan shalat di dalam 65
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
tempat ibadah agama lain, asalkan suci atau bersih dari najis. Mazhab Al-Hanabilah membolehkan seorang muslim melakukan shalat di dalam rumah ibadah agama lain, tanpa karahah. Al-Kasani dari mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa tidak terlarang hukumnya bagi seorang muslim untuk shalat di dalam rumah ibadah agama lain, asalkan bukan dengan berjamaah. Kalau pun Al-Hanafiyah memakruhkan seorang muslim masuk ke rumah ibadah agama lain, penyebabnya bukan karena keberadaan rumah ibadah itu, melainkan mereka meyakini bahwa di dalamnya banyak syetan yang berkumpul. Namun tetap saja mereka tidak sampai mengharamkannya. Sedangkan mazhab Asy-Syafi'iyah ketika melarang umat muslim memasuki rumah ibadah agama lain, alasannya hanya bila hal itu tidak mendapat izin dari pemeluk agama yang bersangkutan. Sebaliknya, bila mereka sendiri mengizinkan, maka tidak ada larangan untuk memasukinya. Sedangkan Al-Imam Ibnu Tamim menegaskan bahwa tidak ada larangan buat seorang muslim untuk memasuki rumah ibadah agama lain, bahkan untuk shalat di dalamnya, selama tidak ada patung yang disembah. Berbeda dengan semua fatwa di atas, Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta milik Kerajaan Saudi Arabia saat ditanya tentang hukum masuknya seorang muslim ke gereja, baik itu untuk menghadiri sembahyang mereka atau mendengarkan ceramah, mereka mengatakan bahwa seorang muslim tidak boleh masuk ke tempat-tempat ibadah kaum kuffar karena 66
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
banyaknya keburukan mereka. Lalu Wisata ke negeri Non Muslim, Haramkah? Setelah berputar-putar kesana kemari, sekarang mungkin antum akan bertanya to the point, kalau begitu berwisata ke negeri non muslim buat seorang muslim, haram apa tidak? Jawabannya pada dasarnya berwisata kesana tidak terlarang, karena tidak semua objek wisata di negara itu selalu negatif dan maksiat. Disana ada wisata alam yang indah, baik pegunungan dengan hamparan sawah menghijau, atau laut lepas dengan pasir yang nyaman untuk melepas lelah dan kepenatan. Bahkan juga tersedia arena bemain anak-anak yang positif dan mendidik. Ini bukan promosi tapi ini realita. Wisata ke negeri non muslim baru terlarang dan haram bila selama disana kita melakukan hal-hal yang nyata-nyata diharamkan. Misalnya, ikut berbagai ritual peribadatan agama lain, seperti ikut memberikan sesaji, termasuk ikut mempercayai tahayul dan kepercayaankepercayaan mereka. Ini jelas haram hukumnya secara mutlak. Juga termasuk haram bila disana kita melakukan wisata dengan melanggar ketentuan Allah seperti mabuk, minum khamar, pesta seks, berzina, cuci mata menonton aurat wanita, atau ikut mengumbar aurat juga. Walau pun tempatnya di pantai, bukan berarti lantas mengumbar aurat jadi boleh. Apalagi bila wisata itu menggunakan uang hasil nilep uang negara yang haram hukumnya, seperti hasil korupsi, uang sogokan, apa pun namanya. Tentu hukumnya haram 2 kali lipat. Selama berwisata, sebagai muslim tetap wajib shalat
67
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
fardhu, walau pun dijama' atau qashar. Dan haram hukumnya kita makan di sembarang tempat kecuali kita yakin kehalalannya. Urusan oleh-oleh, tetap haram buat kita beli oleh-oleh berupa patung, walau pun sekedar buat hiasan. Karena Islam mengharamkan patung dari makhluk bernyawa atau benda hidup, mulai dari jual-belinya sampai memajangnya di dalam rumah. kalau merupakan representasi dari setan atau dewa dan sejenisnya, juga termasuk hal yang haram dimiliki buat seorang muslim. Kalau mau beli souvenir, carilah yang gambarnya pemandangan alam, baik laut atau pohon-pohon. Jangan yang gambar maksiat atau tempat ibadah agama lain. Lepas dari semua itu, berwisata ke wilayah Islam tentu tetap lebih utama, apalagi bila bisa sekalian Umroh ke tanah suci. Misalnya berwisata ke Spanyol untuk melihat bagaimana megahnya peradaban Islam berjaya lebih dari 500 tahun lamanya. Atau ke Turki yang juga masih menjadi saksi kejayaan khilafah Islam terakhir. Tapi buat saya dan teman-teman yang pas-pasan, wisata ke masjid Istiqlal di Jakarta pun jadilah. Murah, meriah, bahkan tidak bayar alias gratis. Jadi mungkin ini lebih cocok buat saya. Cukup bawa nasi bungkus dari rumah, kita bisa berwisata seharian sambil i'tikaf dan menyelesaikan bacaan Quran. Paling-paling orang bilang, wisata kok gratisan. Kita jawab, biarin aja, yang penting hati senang. Ya, nggak?
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
68
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
69
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Ketiga
Agama & Aqidah
Ahli Kitab Sekarang dan di Masa Nabi Sama? Dalam penjelasan ustadz mengenai perbedaan agama dalam perkawinan disebutkan sebagai berikut: "Jumhur ulama memang menghalalkan pernikahan beda agama, asalkan yang laki-laki muslim dan yang perempuan wanita ahli kitab (baca: Nasrani atau Yahudi). Adapun bila yang laki-laki bukan muslim dan yang wanita muslimah, hukumnya haram." Yang menjadi pertanyaan adalah pengertian ahli kitab, apakah sama dengan kaum Nasrani dan Yahudi, mengingat ahli kitab yang dimaksudkan adalah ahli kitab atas kitab Taurat dan Injil yang masih asli (seperti 71
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
paman dari Khadijah waktu meyakini kenabian Nabi Muhammad bukan para pendeta atau rahib) sedangkan kaum Nasrani dan Yahudi saat ini keaslian akan Taurat dan Injilnya sudah diragukan keasliannya. Mohon penjelasan ustadz mengenai pengertian saya ini. Atas penjelasan ustadz saya ucapkan terimakasih dan sebelumnya mohon maaf apabila pengertian saya tersebut salah. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Kehalalan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab itu bukan hal yang mengada-ada, melainkan kesimpulan hukum yang dikemukakan oleh para ulama besar. Bahkan para pendiri mazhab yang empat itu sepakat membenarkannya. Salah besar bila dituduhkan bahwa kebolehan itu dikatakan sebagai pemikiran keliru atau mengada-ada, justru kitab-kitab fiqih yang muktamad dan menjadi rujukan para ulama memang menuliskannya dengan tegas tentang kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab. Mereka yang berpikiran seperti itu perlu lebih banyak lagi membaca dan mendalami ilmu syariah, agar tidak dengan mudah menuduh dan terlanjur mencaci maki siapapun, padahal dia sendiri tidak punya ilmunya. Bahkan Al-Quran Al-Kariem pun secara tegas membolehkannya.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal bagi mereka. wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita72
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (QS. Al-Maidah: 5) Lagi pula bila disebutkan hukumnya halal, tidak berarti kita harus melakukannya. Yang namanya halal itu hanya sekedar boleh dan bukan sebuah keharusan. Dan di balik kehalalan hukumnya, tetap saja ada pertimbangan-pertimbangan taktis dan strategis yang juga perlu diperhitungkan. Di situ para ulama dan pemimpin Islam punya hak untuk membuat kebijakankebijakan yang populis dan produktif. Maka kita pun mendukung fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang cenderung melarangnya. Mengingat kondisi kita di Indonesia, pernikahan campur memang sudah sangat merugikan umat Islam. Sebab proses pemurtadan yang selama ini berlangsung memang di antaranya melalui nikah beda agama. Sebuah fenomena yang berbebeda dengan keadaan umat Islam di Barat. Pernikahan campur di sana ternyata malah bernilai positif, karena dengan menikahnya laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab, terjadilah proses Islamisasi yang dahsyat. Yang kedua adalah berkaitan dengan pendidikan anak. Sebagaimana kita tahu orang yang paling berpengaruh dalam pendidikan anak adalah ibu, karena umumnya ibu lebih dekat dengan mereka. Kalau ibu 73
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
mereka bukan muslimah, pendidikan Islam seperti apa yang akan mereka terima. Belum lagi kalau anak-anak itu belajar aqidah yang intinya akan menyimpulkan bahwa orang yang bukan muslim akan masuk neraka. Bagaimana perasaan mereka bila tahu bahwa ibu mereka pasti masuk neraka karena bukan muslimah? Apalagi ada resiko anak-anak akan diperkenalkan dengan budaya Nasrani, seperti ke gereja, natalan dan menyembah nabi Isa as. Maka akan semakin parah kondisi anak-anak anda nantinya. Siapakah Ahli Kitab? Masalahnya kini tinggal kita perlu menjawab pertanyaan, siapakah yang dimaksud dengan ahli kitab? Benarkah ahli kitab itu hanya terbatas pada mereka yang beriman kepada Taurat dan Injil yang asli saja? Tentu saja para ulama berbeda pendapat dalam diskusi yang cukup panjang dan melelahkan. Bahkan sebagian lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud ahli kitab hanyalah mereka yang punya darah asli dari keturunan yahudi dan nasrani saja. Maksudnya dari keturunan Bani Israil saja. Sedangkan ras manusia di luar keturunan Bani Israil, tidak termasuk ahli kitab. Tentu saja kita perlu menghargai berbagai pendapat dan hujjah yang dikemukakan banyak pihak. Meski pun perlu juga kita cermati dengan jujur bahwa masingmasing pendapat itu sulit untuk terlepas dari celah kelemahan. Tidak Sucinya Kitab Mereka Sekarang Ini Sebagian pendapat mengatakan bahwa ahli kitab di zaman sekarang ini sudah tidak ada lagi, seiring dengan sudah tidak murninya kitab suci umat kristiani. Pendapat ini benar dan banyak juga yang 74
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
mendukungnya. Namun perlu juga diketahui bahwa perbuatan memalsu isi kitab suci, memutar-balik ayat dan bahkan menyelewengkannya sudah terjadi sejak sebelum nabi Muhammad dilahirkan. Bahkan salah satu hikmah diutusnya Nabi Muhammad SAW justru karena sudah dipalsukannya kitab-kitab suci yang turun sebelumnya. Ketika Al-Quran mengatakan bahwa yahudi dan nasrani sesat, memang karena di zaman itu sudah sesat sebelumnya. Al-Quran tidak berbicara tentang kesesatan mereka untuk masa sekarang ini saja. Ketika Al-Quran mengancam mereka karena merusak keaslian kitab suci, juga bukan yang terjadi di masa kita sekarang ini, melainkan karena hal itu sudah terjadidi masa nabi Muhammad SAW dan bahkan sebelum lahirnya beliau. Artinya, tidak tepat kalau kita menyimpulkan bahwa Yahudi dan Nasrani di masa nabi tidak memalsukan kitab suci, sehingga wanita mereka halal dinikahi. Dan juga tidak tepat bila dikatakan bahwa wanita Yahudi dan Nasrani di zaman sekarang ini haram dinikahi karena baru sekarang ini mereka memalsu kitab suci. Yang benar adalah Yahudi dan Nasrani sudah memalsu kitab suci, merusak isinya, menodainya, bahkan menjualnya dengan harga yang sedikit sejak sebelum Al-Quran diturunkan, namun bersama dengan itu Al-Quran membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita mereka. Adapun Paman Khadijah yang disebut-sebut masih menggunakan Injil yang asli, tentu tidak mencerminkan bahwa semua pemeluk Nasrani di masa itu masih memegang injil asli. Sebab di masa sekarang ini pun masih ada kelompok Nasrani tertentu yang disebutsebut masih menggunakan injil yang 'asli'. Sebutlah 75
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
misalnya Injil Barnabas sebagai contoh. Keberadaan pemeluk kristen di zaman sekarang yang berinjilbarnabas itu tidak bisa dijadikan kesimpulan bahwa sekarang ini semua orang Kristen masih menggunakan Injil asli. Sementara Al-Quran dengan tegas mengkafirkan pemeluk agama Nasrani, lepas dari urusan keaslian Injil mereka, yaitu karena mereka telah menuhankan nabi Isa as atau telah mengatakan bahwa tuhan itu tiga.
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putera Maryam". (QS. Al-Maidah: 17) Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. (QS. Al-Maidah: 73) Sejak masa Nabi SAW masih hidup, orang-orang kristen di masa itu sudah mengubah injil, menyembah nabi Isa dan menganut tirinitas. Dan bersama dengan itu, Al-Quran membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kristen. Jadi nyaris tidak ada bedanya antara kerusakan kristen di masa Nabi SAW dengan sekarang. Yang sekarang pun mengubah injil, menyembah nabi Isa dan menganut tirinitas. Lalu mengapa hukumnya harus dibedakan? Yahudi dan Nasrani Musyrik? Sebagian orang berpendapat bahwa laki-laki muslim diharamkan menikahi wanita yahudi dan nasrani, karena mereka justru melakukan kemusyrikan. Sedangkan Al-Quran mengharamkan laki-laki muslim menikahi wanita musyrik. 76
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Pendapat ini juga benar dan banyak didukung oleh umat Islam. BahkanIbnu Umar mengatakan bahwa pemeluk agama ahli kitab itu pada dasarnya musyrik dan haram dinikahi. Sebab tidak ada kemusyrikan yang melebihi perbuatan seorang menyembah nabi Isa. Selain itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Kita pun perlu menghargai pendapat ini dan memang dalam banyak hal, tetap ada nilai-nilai kebenarannya. Namun perlu juga dicermati bahwa penggunaan istilah orang musyrik itu tidak selalu identik dengan orang yang melakukan praktek syirik. Kalau kita lihat pengistilahan Al-Quran, ternyata istilah orang musyrik itu memang dibedakan dengan ahli kitab. Meski duaduanya sama-sama kafir dan pasti masuk neraka. Tetapi orang yang mengerjakan perbuatan syirik tidak otomatis menjadi orang musyrik. Sebab ketika AlQuran menyebut istilah 'orang musyrik', yang dimaksudadalah orang kafir, bukan sekedar orang yangmelakukan perbuatan syirik.Apakah kalau ada seorang muslim datang ke kuburan karena dia kurang ilmunya, lalu meminta kepada kuburan, lantas dia langsung jadi kafir? Apakah seorang yang percaya dengan ramalan bintang (zodiak) itu juga bukan muslim? Bukankah ketika seorang bersikap riya juga merupakan bagian dari syirik juga? Tentu tidak, orang yang terlanjur berlaku riya tentu tidak bisa disamakan dengan orang musyrik penyembah berhala yang pasti masuk neraka. Bukankah bila seorang datang kepada dukun, percaya pada ramalan bintang, percaya kepada burung 77
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
yang terbang melintas, percaya bahwa ruh dalam kubur bisa mendatangkan bahaya dan sejenisnya juga merupakan perbuatan syirik? Dan berapa banyak umat Islam yang hingga hari ini masih saja berkutat dengan hal itu? Tentu saja mereka tidak bisa dikatakan kafir, non muslim atau pun dikatergorikan sebagai pemeluk agama paganis dan penyembah berhala. Sebab ayat yang mengharamkan muslim menikahi wanita musyrik itu maksudnya adalah wanita yang belum masuk Islam. Bukan orang yang pernah melakukan perbuatan yang termasuk kategori syirik. Dan perbuatan syirik yang mereka lakukan itu tidaklah membuat mereka keluar dari Islam. Bukan Ahli Kitab: Yahudi atau Nasrani Yang dimaksud dengan orang musyrik yang tidak boleh dinikahi juga bukan non muslim ahli kitab (nasrani atau yahudi). Tetapi yang dimaksud adalah mereka yang beragama majusi yang menyembah api, atau agama para penyembah berhala seperti kafir Quraisy di masa lalu. Dan bisa juga agama para penyembah matahari seperti agamanya orang jepang dan lainnya. Musyrikin itu dalam hukum Islam dibedakan dengan ahli kitab, meski sama-sama kafirnya. Pemeluk agama ahli kitab itu secara hukum masih mendapatkan perlakuan yang khusus ketimbang pemeluk agama berhala lainnya. Misalnya tentang kebolehan bagi lakilaki muslim untuk menikahi wanita ahli kitab. Juga tentang kebolehan umat Islam memakan daging sembelihan mereka. Sesuatu yang secara mutlak diharamkan bila terhadap kafir selain ahli kitab.
78
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Saudara Non Muslim sebagai Ahli Waris Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pak Ustaz, kami sembilan bersaudara, 5 orang kakak kami beragama Nasrani, dan 4 orang termasuk saya muslim, kebetulan saya anak bungsu. Ibu bapak kami, keduanya muslim, sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Orang tua kami meninggalkan 1 buah rumah cukup besar, dan saat ini agak terlantar karena tidak terawat. Dan kami semuanya sudah memiliki rumah masing-masing. Kami saudara yang muslim sepakat untuk menjual rumah tersebut, kemudian hasilnya akan dibagikan sebagai waris, kepada ahli warisnya. Namun saudara yang Nasrani menolaknya, dengan alasan sebelum Bapak wafat, pernah berwasiat (katanya) bahwa rumah tersebut jangan dijual. 1. Apakah rumah tersebut boleh dijual atau tidak, karena kata kakak saya yang Nasrani bapak pernah berwasiat untuk tidak menjual rumah tersebut, walaupun pada ahirnya tidak ada manfaat dari rumah tersebut. 2. Apakah saudara yang Nasrani (kakak-kakak saya) masih berhak sebagai ahli waris, mengingat bahwa kedua orang tua kami adalah muslim? Demikian, terima kasih atas jawabannya. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatulahi wabarakatuh, 79
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Setiap seorang yang wafat dan memiliki harta benda, maka harta benda miliknya akan berubah status pemilik. Dalam hal ini menjadi milik ahli warisnya. Kalau rumah peninggalan dari ayah itu sudah dibagi waris, maka ahli waris sepenuhnya sudah jadi pemilik. Dan sebagai pemilik, tentu saja berhak untuk melakukan apa pun atas hak miliknya. Mau dijual, disewakan, di tempati sendiri atau mau dirobohkan, semua merupakan hak sepenuhnya dari pemilik baru. Orang yang sudah wafat, tidak punya lagi hak atas harta benda yang selama ini menjadi miliknya. Kematian telah memisahkan dirinya dengan harta benda miliknya. Ahli Waris Bukan Muslim Ada tiga yang menjadi penghalang warisan. Atau dikenal dengan istilah mawani'. Yang pertama adalah pembunuhan. Yang keduanya adalah beda agama. Dan yang ketiga adalah perbudakan. Dalam mawani' yang kedua, yaitu beda agama, pengertiannya adalah bila seorang muwarrist (orang yang meninggal dunia dan memiliki harta untukdibagi waris) dan ahli waris berbeda agama, maka tidak terjadi pewarisan antara kedua. Beda agama di sini maksudnya salah satunya muslim dan satunya lagi bukan muslim. Maka kakak anda yang kafir itu tidak berhak atas harta muwarrits-nya (ayah atau ibunya). Karena ayah dan ibunya muslim, sedangkan dirinya bukan muslim. Maka gugurlah haknya untuk mendapatkan warisan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:
ﻠِﻢ ﺍﳌﹸﺴﻻﹶ ﺍﻟﻜﹶﺎﻓِﺮ ﻭ ﺍﻟﻜﹶﺎﻓِﺮﻠِﻢﺮِﺙﹸ ﺍﳌﹸﺴﻻﹶ ﻳ 80
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim. (Bukhari dan Muslim) Kekafiran bukan saja memutuskan jalur pewarisan, juga memutus jalur nasab secara hukum. Misalnya, seorang wanita yang muslimah dan ayahnya kafir selain ahli kitab, maka secara hukum syariah, ayahnya itu tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atas dirinya. Sebab salah satu syarat untuk seorang wali nikah adalah bahwa orang itu harus beragama Islam. Bila Muwarrits Kafir dan Ahli Waris Muslim Apabila muwarrits-nya kafir sedangkan ahli warisnya muslim, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa ahli waris muslim tetap mendapat harta warisan dari muwarrits yang kafir. Mereka mengaku bersandar pada pendapat Mu'adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa al-Islam ya'lu (unggul, tidak ada yang mengunggulinya). Sebagian ulama lainnya mengatakan tidak bisa mewariskan. Jumhur ulama termasuk yang berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatulahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
81
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Baru Masuk Islam Lantas Meninggal Dunia... Asslamu 'alaikum.wr wb Tahun lalu ana pernah baca di suratkabar bahwa ada seorang mantan agen intelijen Rusia yang tinggal di Inggris diracun oleh pemerintahnya sendiri karena membeberkan kepada pers tentang kejahatan tentara Rusia terhadap muslim Chechnya. Dua hari sebelum meninggal ia menyatakan memeluk Islam, Alhamdulillah. Yang ana ketahui kalo ada orang kafir masuk Islam maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu selama ia masih kafir meskipun ia seorang agen intelijen yang kemungkinan besar suka membunuh atas nama negara. Yang ingin ana tanyakan, kalo dia baru masuk Islam seperti cerita di atas terus 2 hari kemudian ia meninggal, ada kemungkinan dosanya kan masih sedikit karena baru beriman, apakah lebih cepat hisabnya diakhirat kelak? Dan kemungkinan masuk surga besar?
Wassalam.wr wb Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Yang namanya untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Kalau Allah SWT berkehendak ingin memberi hidayah kepada seseorang, pasti tidak ada yang bisa membuat orang itu tetap sesat selamanya. Sebaliknya, kalau Allah SWT berkehendak membuat seseorang sesat, maka tidak ada lagi hidayah baginya.
Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang Dia 82
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. (QS. Al-Isra': 97) Maka beruntunglah orang yang telah diberi hidayah oleh Allah SWT, lalu masuk Islam dan setelah itu langsung dipanggil Allah untuk menghadap-Nya. Maka tentu saja dosanya masih sedikit, sebab dengan keIslamannya, Allah SWT menghapus dosa-dosanya yang pernah dikerjakan sebelumnya. Hal itu pernah ditanyakan oleh seorang shahabat nabi, 'Amr bin Al-Ash radhiyallahu 'anhu saat beliau masuk Islam.
Dari Amr bin Al-Ash ra. berkata, "Ketika Allah azza wa jalla memasukkan Islam ke dalam hatiku, aku mendatangi Rasulullah SAW untuk memba'iatku. Beliau SAW menjulurkan tangannya kepadaku. Namun aku berkata, "Aku tidak akan berbai'at dengan Anda, ya Rasulallah hingga Anda mintakan aku ampunan atas dosaku." Rasulullah SAW menjawab, "Ya Amr, tidakkah kamu tahu bahwa hijrah itu menghapus dosa-dosa sebelumnya? Ya Amr, tidakkah kamu tahu bahwa masuk Islam itu menghapus dosa-dosa sebelumnya?" (HR Ahmad) Jadi memang benar bahwa seorang non muslim yang masuk Islam akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT, seolah-olah bayi yang baru saja dilahirkan oleh ibunya. Kalau belum lama berselang dari keIslamannya dia meninggal, logika dan nalar kita akan membenarkan bila kesempatan orang tersebut masuk surga akan sangat besar. Mengingat dari segi dosa, barangkali kita 83
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
yang sudah lama jadi umat Islam malah lebih banyak dari dosa-dosa yang dimilikinya.Maka boleh jadi proses masuk surganya jauh lebih cepat dari kita. Tapi kita pun juga jangan dulu berkecil hati. Atau malah punya pikiran ngeres, misalnya, kalau gitu kita murtad saja dulu, terus masuk Islam lagi, kan dosadosanya akan diampunkan. Itu namanya 'piktor', alias pikiran kotor. Ngapain harus pake murtad dulu, kan untuk menghapus dosa bisa dengan bertaubat? Ya kalau pas lagi murtad tidak dicabut nyawanya oleh Allah, gimana kalau pas lagi murtad jadi orang kafir itu, tiba-tibaIzrail datang dan main betot nyawa di dada? Kan malah rugi dunia akhirat. Taubat Menghapus Dosa Bagi seorang muslim, bila ingin dosa-dosanya dihapus, tidak perlu murtad dulu. Sebab dosa-dosa bisa gugur seperti daun di musim gugur dengan taubat. Ingatlah taubat seorang wanita Ghamidiyah yang pernah berzina dan minta dirajam. Allah SWT menerima taubatnya bahkan lewat lisan Rasulullah SAW dikatakan bahwa bila taubatnya itu dibagikan lagi kepada orang lain, maka cukuplah untuk 70 orang penduduk Madinah. Tapi jangan 'piktor' lagi, misalnya ada yang bilang, pak ustadz, kalau begitu biar taubatnya tambah seru, apakah harus berzina dulu? Hah? No comment lah
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
84
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Apa yang Harus Dilakukan Kalau Masuk Islam? Assalammualaikum wr wb, Ustadz status saya saat ini non muslim. Saya ada keinginan unttk memeluk agama Islam. Saya sudah baca tentang bisanya masuk Islam secara online, hanya dengan meyakini 2 hal yaitu mengingkari semua bentuk Tuhan kecuali Allah Swt dan meyakini Muhammad adalah nabi yang diutus oleh Allah. Dan dengan mengucapkan kalimat syahadat saja tanpa disaksikan oleh orang lain, kita sudah bisa memeluk Islam. Yang ingin saya tanyakan....setelah resmi menjadi muslim, apa lagi yang harus saya lakukan? Apakah saya harus belajar mengaji terlebih dahulu atau belajar caracara sholat? Itu yang saya bingungkan Ustadz....maka dari itu saya mohon penjelasan dr Ustadz. Terima kasih. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Mungkin perlu diluruskan bahwa kami tidak mengatakan bisa masuk Islam secara online. Karena dua kalimat syahadat itu adalah ikrar untuk diri sendiri, bukan akad antara dua belah pihak. Bilal bin Rabah dahulu masuk Islam tanpa harus dilihat oleh siapa-siapa, bahkan beliau merahasiakan keIslamannya. Hal itu bisa terjadi karena untuk masuk Islam tidak dibutuhkan ritual seperti pembaptisan atau akad antara dua belah pihak. Jadi kalau mau masuk Islam, ya ucapkan saja di dalam diri sendiri dua kalimat syahadat dengan mengerti dan meyakini makna keduanya. Kalau hal itu 85
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
dilakukan, pada hakikatnya seseorang sudah menjadi muslim, tanpa harus online atau berkaitan dengan orang lain. Sebab ikrar masuk Islam pada hakikatnya tidak mensyaratkan saksi, kecuali nanti dalam urusan muamalah. Kewajiban Setelah Masuk Islam Kami sebenarnya ingin mengatakan bahwa jauh sebelum seseorang menyatakan diri masuk Islam, dia sudah wajib untuk mempelajari agama Islam. Dan inilah bedanya umat Islam di masa Nabi dengan di masa sekarang. Orang Arab Quraisy atau non muslim lainnya, sudah mengenal agama yang dibawa Muhammad SAW sebelum mereka menyatakan diri masuk Islam. Semua prinsip dasar agama Islam begitu terang di mata mereka. Karena kalau kita kaitkan dengan ayat tidak ada paksaan masuk Islam, menjadi sangat relevan.
Tidak ada paksaan untuk masuk agama Islam, karena sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. (QS. Al-Baqarah: 256) Perhatikan pada bagian lafadz: telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan dakwah nabi Muhammad SAW. Tidak ada seorang kafir pun yang tidak dibuat paham dengan agama Islam. Apalagi orang yang sudah masuk Islam, pasti sangat paham dengan agama Islam. Dakwah nabi sebelum mengajak orang masuk Islam adalah menjelaskan kisi-kisi dan detail ajaran Islam, justru kepada semua orang yang bukan muslim. Sehingga para gembong Quraisy menjadi sangat paham dan mengerti apa maunya agama Islam, bahkan hingga 86
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
masalah yang sangat detail dan rinci. Maka kalau merek mau masuk Islam, urusannya cuma tinggal hidayah saja. Secara logika dan pemahaman, mereka telah berhasil dibuat paham dan mengerti agama Islam. Bahkan yang lebih menarik, ketika saat itu Abu Sufyan belum masuk Islam, beliau sudah bisa menjadi narasumber tentang kajian agama Islam. Tidak tanggung-tanggung, yang menjadi audience-nya adalah seorang Kaisar Heraklius, raja Romawi yang juga telah mendengar tentang agama Islam. Sang Kaisar penasaran dan ingin mengerti isi dan esensi ajaran agama Islam, maka dia pun mengundang Abu Sufyan yang kebetulan sedang berdagang di Syam. Kebetulan juga Abu Sufyan ini punya jabatan sebagai 'Wali Kota Makkah'. Maka pemandangannya menjadi menarik, karena seorang yang belum memeluk agama Islam sudah bisa menjadi nara sumber yang mampu menjelaskan detail ajaran agama Islam. Coba kita bercermin ke hari ini, janganlah orang non Islam, justru umat Islam sendiri malah banyak yang tidak mengerti apa-apa tentang ajaran agamanya. Berapa banyak umat Islam yang tidak mengerti bagaimana cara wudhu' atau shalat. Sedikit sekali di antara mereka yang tahu bahwa shalat lima waktu wajib dilaksanakan. Sebagai bukti, saat ini di salah satu stasiun TV swasta nasional ada sebuah acara yang amat digemari oleh semua umur. Acara itu live disiarkan secara langsung, mulai tepat jam 18.00 hingga selesai beberapa jam kemudian. Anehnya, acara live yang dimulai beberapa menit sebelum waktu Maghrib itu tidak dibreak untuk shalat, padahal dilangsungkan di teater Tanah Air yang 87
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
menampung sekian banyak pengunjung. Kita lihat langsung ada sekian ratus muslim yang ada di gedung itu tidak shalat Maghrib. Padahal banyak juga yang pakai kerudung atau haji. Begitu juga ketika terjadi pertandingan sepak bola di stadion, kita lihat waktu maghrib masuk, tetapi pemain terus saja main bola dan ribuan penonton tetap terus asyik bersorak sorai, sampai waktu Maghrib lewat. Begitu juga kalau kita dalam perjalanan malam naik kendaraan umum antara kota, kita lihat hanya satu atau dua orang saja dari penumpang yang shalat Shubuh. Selebihnya entah mereka tahu atau tidak bahwa shalat shubuh itu wajib. Entah mereka tahu apa tidak bahwa shalat Maghrib dan Shubuh itu wajib, yang jelas faktanya mereka tidak shalat pada waktunya. Berapa banyak dari mereka tidak tahu bahkan yang tidak menyakini adanya hari kiamat, surga, neraka, yaumul hisab bahkan termasuk alam kubur. Berapa banyak dari mereka yang tidak tahu bagaimana sikap dan tindakan yang wajib kita lakukan terhadap Rasulullah SAW. Dan yang paling memprihatinkan, nyaris mayoritas kaum muslimin di negeri ini tidak ada yang bisa memahami ayat-ayat Al-Quran yang mereka lantunkan. Karena mereka tidak paham bahasa Arab. Padahal 17 rakaat yang tiap hari mereka lakukan dan baca ayat Quran di dalamnya, tidak sah kalau tidak pakai bahasa Arab. Kewajiban Tiap Muslim Kewajiban setiap muslim adalah mempelajari isi dan esensi agama. Baik lewat majelis taklim, pengajian,
88
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
diskusi, baca buku, browsing di internetatau dalam bentuk sebuah perkuliahan khusus tentang agama Islam. Perkuliahan adalah bentuk pelajaran agama Islam yang paling ideal. Dibandingkan dengan yang lainnya seperti pengajian yang hanyadilakukan paling intensif hanya seminggu sekali, jelaslah perkuliahan itu lebih baik, karenadilakukan tiap hari. Dalam satu hari bisa jadi ada beberapa mata kuliah yang berbeda. Otomatis belajar Islam lewat perkuliahan jauh lebih intensif dari pada lewat pengajian atau majelis taklim. Selain itu, dalam sebuah perkuliahan, biasanya dosen atau nara sumbernya adalah ada banyak dan masingmasing adalah orang yang berkualitas. Masing-masing datang dengan keahliannya dan spesifikasi keahlian bidang ilmunya. Ada dosen khusus yang mengajar mata kuliah Aqidah, Fiqih, Ushul Fiqih, Quran, Tafsir, Hadits, Tarikh, Tsaqafah, Bahasa Arab, Sastra Arab, Logika (manthiq), Hukum Waris, Qawa'id Fiqhiyah dan seterusnya. Jadi dengan ikut menjadi mahasiswa pada sebuah perkuliahan syariah Islam, seseorag akan mendapatkan begitu banyak materi pelajaran yang tidak akan bisa didapatnya kalau hanya sekedar ikut pengajian. Bayangkan kalau ada seorang muallaf masuk Islam, lalu diwajibkan untuk ikut kuliah syariah seperti di atas, selama 8 semester untuk mendapatkan setidaknya 144 SKS, kalau dia sampai lulus, setidaknya ilmu pengetahuannya sudah bisa melebihi seorang ustadz kondang. Nah, kalau mau online bukan masuk Islamnya, tapi kuliahnya yang bisa online. Silahkan kuliah di Kampus 89
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Eramuslim.Kuliah yang bisa dilakukan jarak jauh ini tentu bukan cuma buat mereka yang baru masuk Islam, buat mereka yang sejak lahir sudah secara tidak sengaja tiba-tiba jadi muslim pun tetap berlaku. Sebab ya itu tadi, betapa miskinnya umat Islam ini dengan ilmu-ilmu yang terkait dengan ajaran agama Islam.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Mencela Agama Orang Lain Apakah di dalam agama muslim diperbolehkan mencela agama orang lain, bukankah seharusnya saling menghargai tanpa mencari - cari kebenaran agama siapa yang paling benar jawaban Asssalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Islam adalah agama santun dan penuh adab. Di dalam Islam tidak dikenal istilah mencela, apalagi mencaci maki. Islam tidak membenarka apabila ada pemeluknya yang mencela dan mencaci maki pemeluk agama lain. Bahkan Islam mengancam orang yang kerjanya mencela dan mengumpat dengan neraka Wail, sebagaimana Allah SWT berfirman:
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela (QS. Al-Humazah:1) Dan kita pun dilarang memaki berhala-berhala yang disebah oleh orang kafir. Kita dibenarkan untuk memberikan penjelasan bahwa berhala itu tidak layak disembah. Dan bahwa benda yang tidak bisa bergerak, tidak makan tidak minum itu tidak pantas dijadikan 90
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sesembahan manusia. Namun caranya bukan dengan memaki berhalaberhala itu, sebab para penyembah berhala akan sakit hati dan akan balas memaki Allah SWT. Itulah yang dilarang Al-Quran.
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.(QS. Al-An'am: 108) Diskusi Perbandingan Agama Memang ada sebagian pemeluk agama yang terbiasa didoktrin dengan dogma-dogma oleh tokoh agama mereka, sehingga mereka sangat anti dengan diskusi masalah perbandingan agama. Bagi mereka, mau masuk akal atau tidak, pokoknya itulah dogma yang harus ditelan bulat-bulat. Berbeda dengan agama Islam yang sangat terbuka dengan diskusi dan dialog antar agama. Semua bisa dijawab, baik dengan cara logika apalagi dengan dalildalil wahyu. Dan namanya diskusi agama, tentu kita bicara tentang argumentasi yang mendasari kenapa kita memilih dan memeluk suatu agama. Kalau dibilang tidak boleh mencari-cari kebenaran, tentu kurang tepat. Justru diskusi itu bertujuan untuk mencari konsep yang benar tentang sebuah agama. Tentu tidak sama antara berdiskusi tentang agama dengan mencela suatu agama. Sebagai muslim, kita 91
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
diwajibkan menjelaskan kebenaran agama, sesuai dengan logika dan kebenaran yang turun dari Allah. Kita tidak salah ketika melakukan studi komparasi titik kebenaran antara satu agama dengan agama lain. Bukan dalam rangka menjelekkan atau menghina, tetapi dalam rangka menjelaskan anatomi agama Islam. Sebab kita memang diwajibkan untuk menjelaskan seperti apakah Islam itu. Tapi kita tidak pernah diwajibkan untuk memastikan orang-orang untuk masuk Islam. Maka tentu saja diskusi memberikan penjelasan tentang sistem ketuhanan dalam agama Islam adalah hal yang wajar, masuk akal, logis dan santun. Kita diwajibkan untuk mengenalkan konsep Islam kepada orang di luar Islam, tanpa diharuskan agar mereka masuk Islam. Menjelaskan Disangka Mencela Namun terkadang orang-orang kafir ada yang merasa terganggu ketika mereka dijelaskan tentang agama Islam. Entah karena takut orang-orang jadi masuk Islam atau karena pengaruh dengki atau boleh jadi argumentasi mereka memang lemah. Lalu merekamenuduh orang yang mempresentasikan konsep ajaran Islam sebagai pencela agama mereka. Padahal yang dilakukan bukan pencelaan, melainkan diskusi yang logis dan masuk akal, berdasarkan fakta dan realita. Akan tetapi karena mereka belum apa-apa sudah anti-pati duluan, akhirnya siapa pun yang menjelaskan konsep agama Islam denganaqidah yang lurus, pasti dikatakannya sebagai celaan terhadap agama atau berhala mereka. Di dalam Al-Quran, hal seperti itu memang
92
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
disebutkan:
Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok., "Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhan-mu?", padahal mereka adaIah orang-orang yang ingkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah.(QS. AlAnbiya': 36) Bahkan dahulu saat nabi Ibrahim alaihissalam berdakwah dan menjelaskan tentang konsep agama tauhid serta yang tidak menyembah patung, beliau malah dituduh mencela berhala.
Mereka berkata, "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ."(QS. Al-Anbiya': 60) Jadi kasus di mana bicara tentang sesuatu yang ilmiyah, logis dan masuk akal tentang konsep agama Islam, lalu orang kafir sakit hati dan menuduh kita mencela agama mereka, bukan cerita yang baru. Cerita seperti itu sudah lama ada sejak zaman dahulu. Kita tidak mencaci tidak memaki, tetapi dituduh demikian. Maka kita perlu klarifikasi dengan cara yang baik. Sebab dalam Islam memang diharamkan mencaci maki, termasuk mencaci maki suatu agama. Dalam berdakwah untuk mengajak ke jalan yang benar, kita hanya bertugas menjelaskan kebenaran. Tidak ada celaan, makian, hinaan apalagi paksaan.
Tidak ada paksaan untuk agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. Al-Baqarah: 256)
93
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Wallahu a'lam bishshawab, wasssalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ahmad Sarwat, Lc
Mendoakan Non Muslim Dalam pergaulan saya dengan non Islam, sering dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang sangat prinsip. Misalnya kepada rekan non Islam, saya: - menjenguk yang sakit - menjenguk yang melahirkan - memberikan pertolongan kepada yang mengalami bencana, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana, cara kita sebagai umat Islam mendoakan rekan non Islam untuk sehubungan dengan hal-hal di atas. Kemudian jika mendengar rekan non Islam yang meninggal, ucapan yang bagaimana bisa disampaikan sebagai rasa belasungkawa kita. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Mendoakan orang lain hukumnya tentu baik dan berpahala. Termasuk juga mendoakan hal-hal yang baik buat seorang non muslim sekalipun. Misalnya mendoakan kesembuhannya bila sakit atau bisa terbebas dari kesulitan duniawi lainnya. Dan yang paling utama adalah mendoakannya agar mendapat hidayah dari Allah sehingga bisa memeluk Islam. Tentu doa ini tidak ada kaitannya dengan aqidah, melainkan lebih merupakan sebuah doa yang bersifat kemanusiaan, di mana sebagai sesama manusia, wajarlah bila kita saling tolong dengan sesama. 94
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bahkan sebagai muslim diwajibkan kepada kita untuk melindungi kafir zimmi segala hal yangmencelakakan mereka. Bahkankalau sampai adapihak umat Islam yang menyakiti kafir zimmi yang berada dalam perlindungan umat Islam, maka yang memerangi itu harus diperangi. Maka mendoakan kebaikan duniawi buat mereka tentu saja merupakan hal yang wajar dan diperbolehkan. Batas yang tidak boleh adalah memohonkan ampunan bagi orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya. Meski pun yang kafir itu masih saudara kita sendiri. Dan dalam konteks itulah Allah SWT melarang Nabi Ibrahim mendoakan dan memintakan ampunan bagi ayahnya yang kafir.
Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku." (QS. Maryam:47) Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (QS. At-Taubah: 113) Dan permintaan ampun dari Ibrahim untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
95
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. AtTaubah: 114) Ungkapan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'un bukan doa dan sama sekali tidak bermaksud mendoakan orang yang wafat, melainkan ungkapan zikir biasa yang dikaitkan dalam konteks bila ada yang wafat. Sedangkan yang wafat itu beragama apapun, tidaklah menjadi masalah. Sebab makna lafaz dari hanyalah ungkapa bahwa kita ini semua milik Allah dan kita pasti akan kembali kepadan-Nya. Bahwa seorang mati dalam keadaan beriman atau tidak beriman, itu urusan masingmasing. Selama lafaz itu tidak bermakna doa atau memohonkan ampunan, tentu tidak terkena larangan. Namun bila diteruskan dengan ungkapan lain, seperti: "semoga arwahnya diterima di sisi tuhan", tentu saja haram hukumnya. Sebab siapapun yang meninggal bukan sebagai muslim, sudah pasti arwahnya tidak akan diterima Allah. Tapi bukan gentayangan, melainkan tidak diterima sebagai hamba yang baik, sebaliknya diterima sebagai hamba yang kafir, ingkar dan sudah pasti 100% masuk neraka. Dan tanpa kemungkinan untuk diampuni lagi dosanya. Demikian juga bila harapan kita adalah: "Semoga arwahnya tenang di sisi-Nya", tentu saja tidak boleh. Sebab dalam pandangan aqidah kita, seorang yang mati dalam keadaan kafir, arwahnya tidak akan tenang. Sebab mereka harus berhadapan dengan malaikat azab. Jadi tidak layak kalau dimakamnya ditulis: RIP (rest in peace), yang benar adalah RIF (rest in fire). Apa yang kami sampaikan ini bukan berarti kita harus membenci non muslim. Sama sekali tidak. Namun tema ini adalah bagian dari aqidah seorang muslim, 96
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
untuk membedakan bahwa agama Islam itu tidak sama dengan agama lain. Bedanya jelas, yang muslim kalau mati masuk surga sedangkan yang bukan muslim matinya pasti masuk neraka. Jadi ungkapan bahwa semua agama itu sama adalah ungkapan yang sesat dan menyesatkan. Tetapi kalau kita sampaikan rasa bela sungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan, misalnya dengan ucapan turut berduka cita, seperti yang umumnya tertulis di karangan bunga, tentu tidak menjadi masalah. Toh, ungkapan ini juga bukan doa melainkan hanya ungkapan rasa simpati sebagai sesama manusia biasa. Bahkan kalaupun kita mohon kepada Allah SWT agar keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran, tentu saja tidak mengapa.
Wallahu a'lam bish-shawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Haruskan Ijin Orang Tua untuk Masuk Islam? Assalamualaikum Wr Wb Saya Pria berusia 26 tahun dan sudah memiliki rencana untuk menikah. Yang jadi masalah adalah calon saya berasal dari keluarga non-Muslim dan tidak ada satupun dari keluarganya yang memeluk Agama Islam. Calon saya tersebut sudah lama tertarik untuk memeluk Agama Islam jauh sebelum mengenal saya. Saya kagum dengan semangatnya yang menggebu untuk mempelajari Agama Islam. Yang ingin saya tanyakan adalah: 1. Apakah calon saya tersebut harus meminta izin 97
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Orang Tua nya jika ingin masuk Islam? Bagaimana jika tidak diizinkan? 2. Jika sang Ayah calon saya tersebut tidak menyetujui hubungan kami karena alasan saya adalah seorang muslim, apakah sah jika saya tetap ingin menikah dengannya tanpa izin Orang Tua nya yang Non-Muslim? Siapa yang berhak menjadi wali nikahnya berhubung tidak ada satupun dari keluarganya yang Muslim? Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu'alaikum wr. Wb. Jawaban
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sebenarnya tanpa harus minta izin, setiap orang sudah menjadi muslim secara asalnya. Ketika ruh setiap manusia akan ditiupkan ke dalam jasadnya, Allah SWT telah meminta kesaksian dan pengakuan atas keIslaman mereka.
Danketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul, kami menjadi saksi." agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini " (QS. Al-A'raf: 172) Kemudia Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa setiap bayi yang lahir di muka bumi ini terlahir sebagai muslim.
Dari Abu Hurairah ra bahwa RasulullahSAW bersabda, "Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan 98
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi. Sebagaimana seekor binatang yang melahirkan seekor anak tanpa cacat, apakah kamu merasakan terdapat yang terpotong hidungnya? (HR Muslim) Jadi kita bisa simpulkan bahwa asal agama setiap manusia adalah Islam. Mereka menjadi kafir karena godaan syetan dan kawanannya. Sehingga bila ada hidayah Allah SWT berikan kepada siapa saja yang masih kafir untuk kembali ke pangkuan Islam, langsung saja kembali. Tidak perlu izin ini dan itu dari siapapun. Karena kembali kepada hidayah Allah SWT adalah hak paling asasi setiap insan yang bernyawa. Menjadi seorang muslim adalah hak yang tidak pernah bisa dihalangi. Meski ada kekuatan yang ingi menghalangi, mencegah, melarang, bahkan mengancam, namun keIslaman seseorang terlepas dari semua halangan itu. Sebab iman itu adanya di dalam hati, bukan di wajah atau pakaian, juga bukan di selembar KTP. Bukankah Bilal bin Rabah sudah menjadi muslim, meski tuannya, Umayyah bin Khalaf melarangnya? Maka masuklah ke dalam Islam kapan saja dan di mana saja, jangan ditunda-tunda lagi. Tak seorang pun yang bisa menghalangi hidayah itu. Menikahi Wanita Muallaf Apa yang akan Anda lakukan saat ini adalah sesuatu yang sangat alamiyah dan bersejarah. Salah satu metode pengembangan dan perluasan agama Islam di nusantara adalah lewat pernikahan. Dahulu para wali dan penyebar agama Islam 99
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
menikahi gadis-gadis pribumi yang ayahnya masih beragama Hindu atau Budha. Bahkan kerajaan Majapahit yang amat digjaya dan punya kekuasaan sangat luas, berhasil diIslamkan oleh para wali. Salah satunya dengan menikahi puteri penguasa kerajaan ini. Tentu saja sang puteri sudah masuk Islam terlebih dahulu, karena haram hukumnya seorang laki-laki muslim menikahi wanita yang bukan muslim. Kecuali bila agama wanita itu nasrani atau yahudi. Sedangkan kerajaan Majapahit beragama watsaniyah (penyembah berhala). Lalu bagaimana teknis untuk menikahi wanita yang hanya dirinya sendiri saja yang beragama Islam, sedangkan ayah kandungnya dan semua orang yang bisa menjadi walinya non muslim? Dan lebih penting, bolehkah wanita itu dinikahi tanpa izin dari orang tua kandungnya? Izin Wali Untuk Menikah Di dalam syariat Islam, seorang wanita tidak menikah kecuali wali atau ayahnya yang menikahkan. Tidak ada cerita seorang wanita menikahkan dirinya sendiri. Juga tidak ada cerita seorang wanita meminta orang yang ditemukannya di pinggir jalan untuk menjadi wali atas dirinya. Hak untuk menjadi wali hanya ada di tangan ayah kandungnya. Selama ayah kandungnya masih hidup, maka si ayah kandung itulah yang punya otoritas untuk menikahkan anak gadisnya. Namun ketika seorang ayah kehilangan syarat-syarat mendasar untuk menjadi seorang wali, maka dia pun tidak berhak menjadi wali. Salah satu di antara syarat mendasar itu adalah status keIslaman. Ini adalah syarat
100
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
mendasar dan mutlak. Mustahil seorang non muslim menjadi wali bagi anak gadisnya yang muslimah. Walau pun anak gadis itu darah dagingnya sendiri. Perbedaan agama dan keimanan telah memisahkan hubungan syar'i antara si gadis dengan ayah kandungnya. Maka pada saat itu, si gadis kehilangan wali dari diri ayahnya yang masih kafir. Hak si Ayah untuk menjadi wali bagi si buah hatinya sendiri menjadi gugur dengan sendiri. Kehilangan hak untuk menjadi wali itu diikuti juga kehilangan hak bagi si ayah untuk memberi izin menikah kepada anak gadisnya. Dan hukumnya akan ikut terus ke mana-mana, termasuk si anak gadis nantinya akan kehilangan hak untuk mendapatkan warisan dari ayahnya, karena urusan berbeda agama ini. Lalu siapa yang menjadi wali bagi si gadis muslimah yang ayahnya masih kafir? Pertanyaan ini telah dijawab oleh Rasulullah SAW 14 abad yang lalu. Ya, jawabnya adalah penguasa Islam yang sah. Atau sering juga disebut dengan sultan atau hakim. Istilah hakim sebenarnya mengacu kepada istilah di masa lalu yang identik dengan penguasa. Hakimu Andalus berarti penguasa Andalusia. Hakimu Syam berarti penguasa wilayah Syam. Sedangkan 'hakim-hakiman' yang dipungut di pinggir jalan tidak boleh dijadikan wali, karena sebenarnyadia bukan penguasa. Menikah dengan wali hakim berarti yang menjadi wali adalah penguasa resmi yang kekuasaannya diakui di wilayah tersebut. Kalau di Indonesia, maka SBY adalah hakim resmi. Jadi SBY adalah wali hakim yang berhak untuk menikahkan wanita muslimah yang tidak punya wali lantaran ayahnya non muslim. 101
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Dalam pelaksanannya, SBY boleh mewakilkan wewenangnya kepada para pejabat di bawahnya, misalnya pak Menteri Agama. Dan begitulah, pak Menteri yang sibuk itu boleh juga mewakilkan wewenangnya kepada bawahannya dan bawahannya lagi hingga ke tingkat Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi kesimpulanya, yang berhak jadi wali bagi gadis itu adala Kepala Kantor Urusan Agama resmi tempat di mana mereka berdomilisi. Datang dan merujuklah ke sana. Insya Allah akan dibantu.
Wallahu a'lam bishshawab, warahmatullahi wabarakatuh,
Assalamualaikum
Ahmad Sarwat, Lc
Para Nabi & Rasul Beragama Islam? Assalaamu'alaikum wr. wb Apa betul Nabi Isa adalah nabinya orang nasrani dan Nabi Musa adalah nabinya orang yahudi? Apa agamanya nabi Isa dan Nabi Musa? Apakah Nasrani dan Yahudi digolongkan sebagai agama atau suku bangsa?
Wassalaamu'alaikum wr. wb Jawaban Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Benar bahwa Nabi Isa alaihissalam adalah nabi resmi utusan Allah kepada umat nasrani. Dan benar pula bahwa Nabi Musa alaihissalam adalah nabi utusan resmi dari Allah kepada umat yahudi. Apa yang mereka berdua ajarkan kepada masing-masing umatnya adalah semata-mata agama yang berasal dari Allah SWT juga. 102
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Dan di beberapa ayat Al-Quran, agama yang diajarkan oleh para nabi terdahulu itu juga bernama ISLAM. Sebagaimana pernyataan bapak tiga agama besar dunia, Nabi Ibrahim alaihissalam
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub.: "Hai anakanakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam."(QS. Al-Baqarah: 132) Nabi Yusuf alaihissalam yang juga keturunan Bani Israil menyebut agamanya sebagai Islam. Perhatikan doa beliau seperti disebutkan di dalam firman Allah SWT berikut ini
Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.(QS. Yusuf: 101) Hanya bedanya, para nabi terdahulu itu diutus secara limited khusus hanya kepada satu umat saja secara eksklusif. Sedangkan Nabi Muhammad SAW diutus kepada semua makhluk yang bernama manusia secara massal. Perbedaan kedua, nabi-nabi terdahulu punya expire date dalam risalahnya. Kalau sudah lewat masa expirenya, sudah tidak berlaku lagi. Sedangkan risalah Nabi Muhammad SAW punya life time warranty, sehingga aman digunakan sampai selesainya panggung dunia ini. Namun intisari ajaran yang dibawa oleh semua nabi 103
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
termasuk nabi Muhammad SAW sama saja. Yaitu mengimani bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT. Dan menjalankan semua perintah Allah SWT yang telah dibawa oleh para nabi itu. Kalau pun ada perbedaan, biasanya seputar detail teknis ibadah. Di mana secara umum, beban buat umat nabi Muhammad SAW diringankan Allah SWT seringan-ringannya.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(QS. Al-Baqarah: 185) Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. Al-Baqarah: 178) Kalau umat Islam wajib shalat, zakat dan puasa, ternyata Allah SWT juga mewajibkan yahudi dan nasrani untuk melakukannya, meski ada sedikit variasi dalam teknisnya. Kalau Allah SWT mengharamkan umat Islam dari pembunuhan, perzinaan, pencurian, minum khamar, perjudian, ternyata hal yang sama dahulu juga diberlakukan kepada yahudi dan nasrani, namun dengan jenis hukuman yang lebih berat. Kebetulan yahudi itu asal muasalnya adalah satu keturunan. Dan sering juga disebut dengan istilah Bani Israil. Makna bani adalah anak keturunan sedangkan Israil adalah nama lain dari Nabi Syu'aib. Beliau punya 12 orang anak, yang kesebelas bernama Yusuf alaihissalam dan kedua belas bernama Bunyamin. Ke-12 orang anak ini kemudian menjadi sebuah klan yang sangat besar dan disebut dengan anak-anak Israil (Bani Israil). Kepada mereka diutus para nabi dan rasul 104
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
dengan jumlah yang sangat banyak, salah satu di antaranya yang paling besar adalah nabi Musa alaihissalam. Jadi bisa dikatakan bahwa agama yang turun kepada mereka itu khusus untuk mereka saja, baik sebagai sebuah keluarga, keturunan, klan, umat, bangsa atau apapun istilahnya.
Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
105
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Keempat
Shalat & Puasa
Shalat Seorang di Luar Negeri dan Musafir Assalamualakum wr. wb. Bapak ustadz yang budiman, yang diridlhai Allah. Saya ingin bertanya mengenai shalat dalam keadaan musafir. Sebelumnya akan saya jelaskan tentang kondisi saya agar lebih jelas. Saya seorng mahasiswa yang alhamdulillah mendapat karunia Allah untuk studi di Jerman. Saya tinggal di sini sudah lebih dari 2 tahun. Pertanyaannya: 1. Bagaimana sebaiknya saya menjalankan shalat? 107
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Apakah saya sebaiknya bershalat seperti layaknya seorang musafir, karena memang saya tidak pernah terlintas di fikiran, apabila telah selesai kuliah, untuk menetap atau bekerja di Jerman. 2. Apakah ada batasan waktu untuk menjadi seorang musafir? 3. Apa syarat yang mengizinkan seseorang untuk dapat menjama' dan mengqashar shalatnya? 4. Bagaimana perilaku shalat Rasulullah saw dan para sahabat ketika beliau dalam keadaan musafir? 5. Apakah bila seseorang telah menjama' dan mengqashar shalatnya dalam keadaan musafir, dapat pula melaksanakan shalat sunat lainnya seperti halnya shalat sunat rawatib? 6. Tolong bapak ustadz yang budiman dijelaskan juga pendapat para imam madzhab berkenaan dengan hal ini (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hambali). Hal ini penting untuk dapat menjelaskan kepada kawan-kawan saya yang di Jerman akan ketentuan ini. Teman saya ada yang dari Maroko dan Mesir bermadzhab Maliki, dari Uzbekistan dan Turki bermadzhab Hanafi, dari Saudi Arabia bermazhab Hambali dan saya sendiri menganggap bermazhab Syafi'i. Terimakasih banyak, Jajakallahu khairan.
Wassalam, jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 1. Batasan antara Musafir dengan Muqim Beda antara safar dengan muqim (menetap) adalah 108
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
seseorang bergerak di muka bumi. Atau disebut dengan adh-dharbu fi ardh. Yaitu anda terus bergerak ke sana ke mari setiap harinya dalam format perjalanan luar kota, bukan berputar-putar di dalam kota. Bila anda sudah berniat untuk menetap -meski sementara- di suatu tempat, maka status anda bukan musafir lagi. Batasan musafir dan tidak adalah bila anda terus bergerak tanpa menetap di suatu titik di muka bumi. Begitu anda berdiam di suatu tempat, maka ada jatah waktu tunggu maksimal, yaitu 4 hari atau 15 hari, tergantung pendapat para ulama yang nanti akan kami jelaskan. Anggaplah kita pakai pendapat yang 4 hari, maka begitu anda menginap di suatu tempat selama lebih dari 4 hari, anda sudah bukan musafir lagi. Dan tentunya anda harus segera shalat lengkap bukan jama' dan bukan qashar. 2. Syarat yang mengizinkan seseorang untuk dapat menjama dan mengqashar shalatnya. Di antara penyebab dibolehkannya jama` dan qashar adalah safar adalah: a. Bepergian atau safar Syarat yang harus ada dalam perjalanan itu menurut ulama fiqih antara lain harus berniat safar, memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd atau 88, 656 km(sebagian ulama berbeda dalam menentukan jarak minimal),keluar dari kota tempat tinggalnya dansafar yang dilakukan bukan safar maksiat b. Sakit Imam Ahmad bin Hanbal membolehka jama` karena disebabkan sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian 109
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
pengikut Asy-Syafi`iyyah. Sedangkan dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dari mazhab Al-Hanabilah menuliskan bahwa sakit adalah hal yang membolehkan jama` shalat. Syeikh Sayyid Sabiq menukil masalah ini dalam Fiqhussunnahnya. Sedangkan Al-Imam An-Nawawi dari mazhab AsySyafi`iyyah dalam Syarah An-Nawawi jilid 5 219 menyebutkan, ”Sebagian imam berpendapat membolehkan menjama` shalat saat mukim (tidak safar) karena keperluan tapi bukan menjadi kebiasaan. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Ibnu Sirin dan Asyhab dari kalangan Al-Malikiyah. Begitu juga AlKhattabi menceritakan dari Al-Quffal dan Asysyasyi alkabir dari kalangan Asy-Syafi`iyyah. Begitu juga dengan Ibnul Munzir yang menguatkan pendapat dibolehkannya jama` ini dengan perkataan Ibnu Abbas ra, “Beliau tidak ingin memberatkan ummatnya”. Allah SWT berfirman:
Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan. (QS Al-Hajj: 78) Dan bagi orang sakit tidak ada kesulitan. (QS Annur: 61) c. Haji Para jamaah haji disyariatkan untuk menjama` dan mengqashar shalat zhuhur dan Ashar ketika berga di Arafah dan di Muzdalifah dengan dalil hadits berikut ini:
110
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Dari Abi Ayyub al-Anshari ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` Maghrib dan Isya` di Muzdalifah pada haji wada`. (HR Bukhari 1674). d. Hujan
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW shalat di Madinah tujuh atau delapan; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya`”. Ayyub berkata, ”Barangkali pada malam turun hujan?” Jabir berkata, ”Mungkin.” (HR Bukhari 543 dan Muslim 705) Dari Nafi` maula Ibnu Umar berkata, ”Abdullah bin Umar bila para umara menjama` antara maghrib dan isya` karena hujan, beliau ikut menjama` bersama mereka.” (HR Ibnu Abi Syaibah dengan sanad Shahih). Hal seperti juga dilakukan oleh para salafus shalih seperti Umar bin Abdul Aziz, Said bin Al-Musayyab, Urwah bin az-Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman dan para masyaikh lainnya di masa itu. Demikian dituliskan oleh Imam Malik dalam Al-Muwattha` jilid 3 halaman 40. Selain itu ada juga hadits yang menerangkan bahwa hujan adalah salah satu sebab dibolehkannya jama` qashar. Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR Muslim 705). e. Keperluan Mendesak Bila seseorang terjebak dengan kondisi di mana dia tidak punya alternatif lain selain menjama`, maka 111
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
sebagian ulama membolehkannya. Namun hal itu tidak boleh dilakukan sebagai kebiasaan atau rutinitas. Dalil yang digunakan adalah dalil umum seperti yang sudah disebutkan di atas. Allah SWT berfirman:
Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan. (QS. Al-Hajj: 78) Dari Ibnu Abbas ra, “beliau tidak ingin memberatkan ummatnya”.
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan. (HR. Muslim 705). 3. Bila menjama dan mengqashar shalatnya dalam keadaan musafir, adakah shalatsunnah rawatib? Umumnya para ulama memandang tidak perlu lagi adanya shalat sunnah qabliyah maupun ba'diyah yang mengiringi shalat qashar atau jama'. Sebab esensi shalat ini adalah meringankan, baik dengan digabungkan dalam satu waktu atau pun dikurangi bilangan rakaatnya. Kalau masih melakukan shalat qabliyah dan ba'diyah, maka esensinya malah hilang. Demikian menurut umumnya para ulama. 4. Masa Bolehnya Shalat Safar Batasan berapa lama seseorang boleh tetap menjama` dan mengqashar shalatnya, ada beberapa perbedaan pendapat di antara para fuqoha. a. Imam Malik dan Imam As-Syafi`i
112
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
berpendapat bahwa masa berlakunya jama` dan qashar bila menetap disuatu tempat selama 4 hari, maka selesailah masa jama` dan qasharnya. Dasarnya adalah praktek jama' qahar di dalam hajimulai tanggal 10, 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah. b. Imam Abu Hanifah dan At-Tsauri Mereka berpendapat bahwa masa berlakunya jama` dan qashar bila menetap disuatu tempat selama 15 hari, maka selesailah masa jama` dan qasharnya. c. Dan Imam Ahmad bin Hanbal dan Daud Mereka berpendapat bahwa masa berlakunya jama` dan qashar bila menetap disuatu tempat lebih dari 4 hari, maka selesailah masa jama` dan qasharnya. Adapun musafir yang tidak akan menetap maka ia senantiasa mengqashar shalat selagi masih dalam keadaan safar. Ibnul Qoyyim berkata bahwa Rasulullah SAW tinggal di Tabuk 20 hari mengqashar shalat”.
Disebutkan Ibnu Abbas:” Rasulullah SAW melaksanakan shalat di sebagian safarnya 19 hari, shalat dua rakaat. Dan kami jika safar 19 hari, shalat dua rakaat, tetapi jika lebih dari 19 hari, maka kami shalat dengan sempurna”. (HR. Bukhari) Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Shalat Jumat di Negara Mayoritas Non Muslim Assalamu'alaikum Wr. Wb. 113
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Saya mau bertanya mengenai sholat Jum'at di negara yang penduduknya mayoritas bukan muslim. Saya bekerja di perusahaan Jepang, saat ini ada promosi training ke Jepang untuk belajar Reseach And Development selama 2 tahun. Saya sudah minta informasi kepada rekan yang sudah training di sana mengenai keadaan dan kondisi di sana. Adapun kondisi di sana (Hamamatsu City) tidak ada masjid, adapun masjid ada di Tokyo, Dari Hamamatsu ke Tokyo naik kereta cepat memakan waktu 3 jam. Jadi tidak mungkin terkerjar untuk sholat Jum'at. Yang jadi pertanyaan saya: 1. Bagaimana solusi untuk saya apabila tidak sholat Jum'at berjamaah di masjid? 2. Bolehkah sholat Jum'at dilaksanakan oleh dua orang atau lebih, bukan di masjid dan apakah harus ada khutbah? 3. Apabila saya tidak mendapati teman untuk berjamaah Jum'at, bolehkah diganti dengan sholat zuhur?
Wassalamulaikum Wr.Wb Jawaban
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sebenarnya kewajiban shalat Jumat itu sendiri baru ada kalau ada sejumlah syarat tertentu. Bila salah satu syarat itu tidak terpenuhi, maka tidak ada kewajiban untuk melakukan shalat Jumat. Misalnya berkaitan dengan apa yang ada pada diri seseorang, bisa saja membuatnya tidak wajib menjalankan shalat Jumat, misalnya wanita, anak-anak yang belum baligh, orang sakit dan juga orang yang dalam perjalanan (safar).
114
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Sedangkan yang terkait dengan kondisi lainnya, salah satunya adalah adanya jumlah tertentu untuk bisa dilakukan shalat Jumat. Khusus dalam masalah jumlah jamaah, memang para fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengatakan minimal jumlahnya 40 orang, namun ada juga yang mengatakan tidak harus sejumlah itu. AlHafiz Ibnu Hajar mencatat paling tidak ada sekitar 15 pendapat yang berbeda dalam ketentuan masalah batas minimal jamaah Jumat. Termasuk pendapat yang mengatakan bahwa boleh dilakukan walau hanya berdua saja, karena shalat jamaah itu minimal dilakukan oleh 2 orang Sehingga bila menggunakan salah satu dari pendapat itu, Anda berdua atau bertiga tetap bisa mendirikan shalat Jumat di tempat perantauan Anda. Tentang tempat dilakukannya shalat Jumat, memang ada yang mengatakan harus di dalam masjid. Namun sebenarnya shalat Jumat tetap syah dan bisa dilakukan di mana pun di dalam suatu gedung. Namun bila Anda cenderung untuk berpendapat bahwa minimal harus ada 40 orang yang hadir agar bisa dilaksanakan shalat Jumat, maka Anda tidak termasuk yang wajib menjalankan shalat Jumat. Dengan catatan bahwa di wilayah tersebut memang tidak ada lagi orang-orang muslim, atau sama sekali Anda tidak mengetahui adanya masjid di mana di situ dilaksanakan shalat Jumat. Masing-masing pendapat itu tentu punya latar belakang dan dasar yang kuat sehingga pendapatpendapat itu berjalan abadi sepanjang masa. 1. Pendapat Kalangan Al-Hanafiyah Al-Hanafiyah mengatakan bahwa jumlah minimal
115
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
untuk syahnya shalat Jumat adalah tiga orang selain imam. Nampaknya kalangan ini berangkat dengan pengertian lughawi (bahasa) tentang sebuah jamaah. Yaitu bahwa yang bisa dikatakan jamaah itu adalah minimal tiga orang. Bahkan mereka tidak mensyaratkan bahwa peserta shalat Jumat itu harus penduduk setempat, orang yang sehat atau lainnya. Yang penting jumlahnya tiga orang selain imam atau khatib. Selain itu mereka juga berpendapat bahwa tidak ada nash dalam Al-Quran Al-Karim yang mengharuskan jumlah tertentu kecuali perintah itu dalam bentuk jama`. Dan dalam kaidah bahasa arab, jumlah minimal untuk bisa disebut jama? adalah tiga orang.
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu'ah: 9) Kata 'kalian' menurut mereka tidak menunjukkan 12 atau 40 orang, tetapi tiga orang pun sudah mencukupi makna jama'. 2. Pendapat kalangan Al-Malikiyah Al-Malikiyah menyaratkan bahwa sebuah shalat Jumat itu baru syah bila dilakukan oleh minimal 12 orang untuk shalat dan khutbah. Jumlah ini didapat dari peristiwa yang disebutkan dalam surat Al-Jumu'ah yaitu peristiwa bubarnya sebagian peserta shalat Jumat karena datangnya rombongan kafilah dagang yang baru pulang berniaga. Serta merta mereka meninggalkan Rasulullah SAW yang 116
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
saat itu sedang berkhutbah sehingga yang tersisa hanya tinggal 12 orang saja.
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri. Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki. (QS. Al-Jumu?ah: 11) Oleh kalangan Al-Malikiyah, tersisanya 12 orang yang masih tetap berada dalam shaf shalat Jum'at itu itu dianggap sebagai syarat minimal jumlah peserta shalat Jumat. Dan menurut mereka, Rasulullah SAW saat itu tetap meneruskan shalat Jumat dan tidak menggantinya menjadi shalat zhuhur. 3. Pendapat kalangan Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyaratkan bahwa sebuah shalat Jumat itu tidak sah kecuali dihadiri oleh minimal 40 orang yang ikut shalat dan khutbah dari awal sampai akhirnya. Dalil tentang jumlah yang harus 40 orang itu berdasarkan hadits Rasulullah SAW:
Dari Ibnu Mas'ud ra. bahwa Rasulullah SAW shalat Jum'at di Madinah dengan jumlah peserta 40 orang. (HR. Al-Baihaqi). Inil adalah dalil yang sangat jelas dan terang sekali yang menjelaskan berapa jumlah peserta shalat Jumat di masa Rasulullah SAW. Menurut kalangan AsySyafi'iyah, tidak pernah didapat dalil yang shahih yang menyebutkan bahwa jumlah mereka itu kurang dari 40 orang. Tidak pernah disebutkan dalam dalil yang shahih bahwa misalnya Rasulullah SAW dahulu pernah shalat 117
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Jumat hanya bertiga saja atau hanya 12 orang saja. Karena menurut mereka ketika terjadi peristiwa bubarnya sebagian jamaah itu, tidak ada keterangan bahwa Rasulullah SAW dan sisa jamaah meneruskan shalat itu dengan shalat Jumat. Dengan hujjah itu, kalangan Asy-Syafi'iyah meyakini bahwa satu-satu keterangan yang pasti tentang bagaimana shalat Rasulullah SAW ketika shalat Jumat adalah yang menyebutkan bahwa jumlah mereka 40 orang. Bahkan mereka menambahkan syarat-syarat lainnya, yaitu bahwa keberadaan ke-40 orang peserta shalat Jumat ini harus sejak awal hingga akhirnya. Sehingga bila saat khutbah ada sebagian peserta shalat Jumat yang keluar sehingga jumlah mereka kurang dari 40 orang, maka batallah Jumat itu. Karena didengarnya khutbah oleh minimal 40 orang adalah bagian dari rukun shalat Jumat dalam pandangan mereka. Seandainya hal itu terjadi, maka menurut mereka shalat itu harus dirubah menjadi shalat zhuhur dengan empat rakaat. Hal itu dilakukan karena tidak tercukupinya syarat syah shalat Jumat. Selain itu ada syarat lainnya seperti: 1. Ke-40 orang itu harus muqimin atau orang-orang yang tinggal di tempat itu (ahli balad), bukan orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), Karena musafir bagi mereka tidak wajib menjalankan shalat Jumat, sehingga keberadaan musafir di dalam shalat itu tidak mencukupi hitungan minimal peserta shalat Jumat. 2. Ke-40 orang itu pun harus laki-laki semua, sedangkan kehadiran jamaah wanita meski dibenarkan namun tidak bisa dianggap mencukupi 118
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
jumlah minimal. 3. Ke-40 orang itu harus orang yang merdeka, jamaah yang budak tidak bisa dihitung untuk mencukupi jumlah minimal shalat Jumat. 4. Ke-40 orang itu harus mukallaf yang telah aqil baligh, sehingga kehadiran anak-anak yang belum baligh di dalam shalat Jumat tidak berpengaruh kepada jumlah minimal yang disyaratkan. Silahkan pilih pendapat yang menurut Anda paling sesuai dengan kondisi Anda dan paling sesuai dengan jiwa Anda sendiri. Pada dasarnya Islam itu agama yang mudah dan bisa tetap dilaksanakan di mana pun dan kapanpun.
Wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Hanya 7 Muslim, Shalat Jumatnya Bagaimana? Assalamualaikum wr. wb., Saat ini saya sedang berada di luar negeri yang tidak ada komunitas umat Islamnnya. Kami berangkat dengan 7 orang teman. Bagaimna kami melaksanakan shalat Jumat? Demikian, terima kasih atas jawabannya.
Wassalam jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalat Jumat adalah fardhu yang wajib dikerjakan oleh semua laki-laki muslim yang memenuhi syarat. Secara sengaja meninggalkan kewajiban shalat Jumat 119
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
tanpa udzur syar'i, maka Allah akan menutup hatinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini.
Dari Abi Al-Ja`d Adh-dhamiri ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang meninggalkan 3 kali shalat Jumat karena lalai, Allah akan menutup hatinya." (HR Abu Daud, Tirmizy, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad). Namun semua itu hanya ditegakkan manakala syarat-syaratnya sudah terpenuhi. Sebaliknya, bila syaratnya tidak terpenuhi, atau dalam keadaan tertentu, tentu tidak ada kewajiban untuk mengerjakannya. Sehingga yang wajib dikerjakan adalah shalat Dzhuhur biasa. Di antara 'udzur syar'i yang dibenarkan dalam ikut shalat Jumat adalah safar. Bila kepergian anda ke luar negeri ini masih termasuk kategori safar, maka anda dibolehkan untuk tidak melakukan shalat jumat. Bahkan sebagian ulama justru menyatakan bahwa bila suatu shalat Jumat dikerjakan hanya oleh mereka yang sedang safar, maka hukumnya tidak sah. Mereka mensyaratkan bahwa shalat jumat itu hanya untuk mereka yang muqim (mustauthin) di suatu tempat, bukan orang yang sedang safar dan kebetulan ikut shalat Jumat. Namun demikian, yang juga jadi masalah adalah status keberadaan anda sebagai musafir. Pada saat ini, apakah anda musafir atau anda termasuk mustathin? Para ulama memberi batasan bahwa yang namanya musafir adalah orang yang sedang dalam perjalanan. Bukan orang yang diam dan tinggal di suatu tempat, meski jauh dari negerinya. Dan batasan berdiamnya seorang musafir adalah 4 hari di suatu tempat, di luar 120
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
hari kedatangan dan hari keberangkatan. Batasan ini menurut sebagian ulama, terutama di kalangan mazhab As-Syafi'iyyah, didapat dari praktek nabi SAW ketika beliau melakukan serangkaian ibadah haji, di mana beliau selalu menjama' dan mengqashar shalatnya selama 4 hari. Yaitu tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Jadi bila anda berada di suatu tempat di luar negeri, untuk masa waktu lebih dari 4 hari, maka anda sudah tidak dihitung musafir lagi. Dengan demikian, anda sudah wajib melakukan shalat Jumat, juga tidak boleh menjama' dan mengqashar shalat. Namun dengan pengecualian bila anda tidak pernah tahu mau berapa lama akan berdiam dan berada di suatu tempat. Juga bila anda berpindah-pindah meski hanya dekat jaraknya, termasuk dikatakan anda tidak berdiam di suatu tempat. Dari segi status, memang anda sudah dianggap muqim yang wajib shalat Jumat. Tapi dari segi jumlah, karena jumlah anda kurang dari 40 orang, maka tidak terpenuhi syarat kedua dalam penyelenggaraan shalat jumat. Sehingga menurut mazhab As-Syafi'i, anda tetap tidak diwajibkan untuk shalat Jumat karena tidak adanya shalat Jumat di tempat itu. Sedangkan bila Anda menggunakan mazhab lain yang tidak mensyaratkan jumlah minimal 40 orang dalam shalat Jumat, maka anda bertujuh bisa saja melakukan shalat Jumat sendiri. Seperti pendapat AlMalikiyah menyaratkan bahwa sebuah shalat jumat itu baru syah bila dilakukan oleh minimal 12 orang untuk shalat dan khutbah. Bahkan Al-Hanafiyah mengatakan bahwa jumlah minimal untuk syahnya shalat jumat adalah tiga orang 121
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
selain imam.
Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Status Puasa Ketika dalam Pesawat 18 Jam Perjalanan Assalamu'alaikum wr. wb. Pada Ramadhan kali ini, saya mendapat tugas dari kantor untuk training selama 2 minggu ke sebuah negara Eropa. Menurut jadwal yang ada keberangkatan saya (menggunakan pesawat terbang) pada hari Senin, pukul 20:00 WIB (GMT+7) dan sampai di Eropa hari Selasa pukul 06:00 waktu setempat (GMT+1). Kepulangan saya berangkat dari Eropa hari Kamis pukul 22:00 waktu setempat (GMT+1) dan sampai di Jakarta hari Jum'at pukul 19:30 WIB(GMT+7). Walaupun ada keringanan untuk tidak berpuasa selama dalam perjalanan, tapi saya berniat untuk tetap berpuasa. Yang ingin saya tanyakan adalah: 1. Dalam keberangkatan ke Eropa, apakah ketika sampai di sana saya bisa meneruskan berpuasa dengan sebelumnya sahur di pesawat dengan mengikuti waktu Eropa (GMT+1)? 2. Apakah dalam kepulangan dari Eropa, saya sahur dahulu sebelum berangkat, kemudian selama di pesawat saya berpuasa dan ketika sampai di Jakarta (GMT+7) saya berbuka bisa dianggap sebagai puasa pada hari Jum'at di Jakarta? 3. Perlukah saya mengganti puasa di bulan Syawwal 122
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
untuk pertanyaan no. 1 dan no. 2 walaupun saya sudah berusaha berpuasa (khawatir dengan kesempurnaan)? Atau cukupkah dengan berpuasa 6 hari di bulan Syawwal bisa menyempurnakan puasa saya selama perjalanan pergi dan pulang tersebut? Jazakumullah Khairon Katsiron atas kesempatan untuk menjawab pertanyaan ini, semoga Allah SWT membalas kebajikan yang anda perbuat dengan balasan yang berlimpah. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Yang dijadikan acuan dalam menentukn jadwal berpuasa adalah keadaan alam yang disaksikan oleh pelaku. Maksudnya, waktu Shubuh dan waktu Maghrib yang berlaku pada diri seseorang adalah yang secara real dialaminya. Bukan berdasarkan jadwal puasa pada tempat asal atau tempat tujuan, sementara dirinya tidak ada di tempat itu. Anda boleh makan sahur selama anda belum mengalami masuknya waktu shubuh. Boleh anda perkirakan atau malah sebaiknya anda tanyakan kepada awak pesawat, di mana dan kapan kira-kira anda akan memasuki waktu shubuh. Maka patokannya bukan jadwal shubuh di negeri tujuan, juga bukan negeri asal, tetapi negeri di mana pada saat itu anda berada. Boleh jadi anda masih ada di atas Laut Merah atau Laut Mediterania, pada saat masuk waktu shalat shubuh. Begitu anda sampai di negara tujuan, berbuka puasalah sesuai dengan jadwal puasa negeri setempat. Sangat dimungkin dengan adanya perjalanan ini, masa berpuasa anda akan semakin singkat atau semakin 123
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
panjang. Meski pun lamanya terbang anda relatif sama, antara pergi dan pulangnya. Tetapi karena jadwal puasa di tiap negara berbeda-beda, maka masa puasa anda sendiri otomatis ikut berbeda. Tetapi yang selalu harus anda perhatikan, mulailah berpuasa sesuai dengan jadwal puasa di mana anda berada dan berbukalah sesuai dengan jadwal buka puasa di mana anda berada.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ahmad Sarwat, Lc.
Berpuasa dalam Musim Dingin? Assalamualaikum Pak Ustadz, Saya sekarang sedang berada di AS, pak ustadz. Ini pertama kalinya saya akan menghadapi bulan suci Ramadhan di luar Indonesia. Untuk saat ini saya bekerja di mana ritme kerjanya menurut saya bisa untuk berpuasa dengan lancar (karena kerjanya indoor/dalam ruangan). Tetapi menurut rencana saya akan pindah kerja di luar ruangan/*outdoor di mana menurut estimasi puasa di sini akan dilalui dalam musim dingin/ salju. Dan saya berniat sekali untuk bisa berpuasa sebulan penuh nantinya. Yang jadi pertanyaan saya: 1. Bagaimana jika nantinya dalam menjalankan ibadah puasa di tengah jalan saya tidak kuat, mengingat kerjanya tidak ada libur dan dalam musim dingin/salju, apakah saya harus membayar dam/denda atau cukup mengganti saja di lain hari setelah habis masa Ramadhan? 124
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
2. Apakah sholat saya bisa saya gabung nantinya contohnya: Zhuhur dengan Azhar.Mengingat kerjanya cukup berat dan susah untuk mengatur waktu sholat. Terimakasih atas jawabannya Pak Ustadz
Wa'alaikumsalam wr. wb. jawaban
Asalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Seseorang yang karena kondisi tertentu tidak mampu berpuasa, dibolehkan untuk berbuka. Sebab pada hakikatnya agama Islam itu tidak memberatkan umatnya. Namun untuk itu diperlukan syarat mutlak, yaitu ketidak-mampuannya itu memang sudah sampai titik perjuangan terakhir. Sehingga bila diteruskan puasanya, akan mengakibatkan masalah yang fatal atau bersifat madharrat. Adapun bila masih sanggup untuk diteruskan, tentu saja hukumnya haram bila membatalkan secara sengaja. Dengan demikian, anda wajib berniat sejak malam hari untuk berpuasa dan melakukan puasa terlebih dahulu. Kalau di dalam hari itu ternyata tidak kuat lagi meneruskan puasa, maka barulah pada saat itu saja anda boleh berbuka. Anda tidak boleh sejak awal sudah berniat tidak puasa. Hal yang sama juga berlaku buat mereka yang kerja kasar, entah kuli angkut di pelabuhan atau penarik becak dan sejenisnya. Boleh berbuka bila memang pada akhirnya tidak mampu, namun syaratnya sejak semula harus berniat puasa dan menjalankannya terlebih dahulu. Pengganti Puasa 125
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Bila seseorang tidak mampu meneruskan puasa karena kondisi yang payah, maka sebagai penggantinya adalah dengan berpuasa di hari lain sebanyak hari yang ditinggalkannya. Bukan dengan membayar fidyah. Sebab pengganti dalam bentuk fidyah hanya berlaku buat orang yang sudah sama sekali tidak akan mampu berpuasa seumur hidupnya. Seperti orang yang sudah lanjut usia atau jompo. Sementara orang sakit yang masih bisa diharapkan kesembuhannya, maka dia harus mengganti dengan puasa di lain hari. Sebagaimana firman Allah SWT:
Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah: 184) Syarat Menjama' Shalat Kita memang mengetahui adanya syariat untuk menjama' shalat, yaitu mengerjakan dua shalat wajib yang berbeda di dalam satu waktu. Namun untuk itu harus ada syarat tertentu agar 'fasilitas' ini bisa digunakan. Di antaranya adalah bila seseorang dalam keadaan safar, atau ketika turun hujan. Sedangkan menjama' shalat karena kesibukan, apalagi terjadi setiap hari, tentu 126
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
saja tidak boleh dilakukan begitu saja. Sebab setiap orang pasti sibuk setiap hari, bukan hanya di Amerika saja. Di mana pun kalau mau dituruti selalu ada kesibukan. Kalau begitu maka shalat pun pasti akan dijama' semuanya. Maka kami berpandangan bahwa menjama' shalat tidak boleh dilakukan hanya karena alasan sibuk. Kecuali bila memang sekali waktu seseorang karena kondisi yang di luar perkiraannya dipaksa oleh keadaan untuk tidak bisa shalat. Maka bolehlah saat itu dia menjama'nya. Itu pun tidak boleh tiap hari.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
127
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Kelima
Makanan
Keharaman Makanan di Negara Minoritas Muslim Assalamu'alaikum, 1.
2.
Yang dirahmati Allah, Ust. Ahmad Sarwat, Lc. Saya seorang mahasiswa dan pada kesempatan kali ini saya bermukim di luar negeri untuk menyelesaikan studi saya. Kebetulan saya berada di satu negeri yang muslim minoritas, sehingga permasalahan makan halal menjadi kendala saya. Pertanyaan saya: Apakah saya termasuk mengkonsumsi makanan yang tidak halal jika saya makan di tempat yang 129
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
tidak jelas kehalalanya walaupun menu yang saya pilih tidak mengandung subsatansi haram (babi, alkohol dll.), sementara saya tidak mengetahui proses memasaknya apakah ada bahan tambahan yang sekiranya masuk kategori haram? 3. Pada satu kesempatan saya mengkonsumsi satu makan, dan ternyata belakangan baru saya tahu jika dalam makakan tersebut terkandung bahan yang dalam kategori haram, dalam hal ini apakah saya telah berdosa? 4. Bagaimakah sikap saya seharusnya agar bisa selamat dari hal makanan haram ini? Mohon masukannya. Demikian ustadz permasalahan saya, mohon saya diberikan pencerahan atas kebimbangan saya ini.
Jazakumullah jawabannya.
khoiron
katsiroo
atas
segala
Jawaban
Assalamu 'alakum warahmatullahi wabarakatuh, Adalah merupakan sebuah keutamaan bagi seorang muslim untuk selalu bersifat wara', yaitu berhati-hati dalam menjaga diri agar jangan tercebur ke dalam halhal yang diharamkan Allah SWT. Jangan sampai kita terlalu memudahkan masalah dan menganggap sepele, padahal masalah itu di sisi Allah SWT boleh jadi sangat besar. Sebagaimana firman Allah SWT:
... Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (QS. An-Nur: 15)
130
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Sifat wara' ini merupakan sifat yang utama bagi seorang muslim dan merupakan jalan menuju menjadi orang yang berderajat muttaqin. Sebagaimana sabda nabi SAW:
Dari 'Athiyyah bin 'Urwah As-Sa'diy berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seorang hamba tidak akan sampai sebagai bagian dari orang bertaqwa hingga dia meninggalkan hal-hal yang tidak haram, karena takut sesuatu yang tidak haram itu menjadi haram. (HR. Tirmizy dan beliau mengatakan hasan) Demi mengamalkan kedua dalil di atas, maka bila ada seorang hamba yang sangat berhati-hati dalam masalah memakan makanan tertentu, lalu dia memilih untuk memasak dan mengolah sendiri semua makanan yang dikonsumsinya, jangan diejek dulu. Sebab sesuai dengan ijtihadnya, dia ingin bersikap hati-hati sesuai dengan suara hatinya. Namun sampai di mana rasa kehati-hatian ini masih dianggap wajar? Apakah semua muslim yang tinggal di negeri minoritas Islam, harus memasak dan mengolah sendiri semua makanannya, dan meninggalkan semua jenis makanan yan tersedia? Dan benarkah rasa hati-hati ini boleh digeneralisir hingga merubah status hukumnya? Mari kita bahas masalah ini.
"Yang halal itu jelas, yang haram juga jelas, sedangkan di tengah-tengahnya ada hal-hal yang mutasyabihat, yaitu hal-hal yang hukumnya belum jelas. Orang kebanyakan tidak mengetahui hukumnya... (HR. Muttafaq 'alaihi) Hadits ini tegas sekali menyatakan bahwa ada hal-hal yang hukumnya tidak banyak diketahui oleh 131
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
kebanyakan orang. Namun hadits ini juga menyiratkan pengertian bahwa tetap ada kalangan orang yang mengerti hukumnya dengan pasti. Tapi siapakah yang mengetahuinya? Yang mengetahuinya adalah kalangan ahli syariah yang melakukan berbagai penyelidikan, upaya tak kenal lelah, serta proses penyelidikan kepada berbagai macam dalil yang ada. Mereka inilah yang mengetahui hukum di balik hal-hal yang syubhat di mata awam. Mereka inilah yang menetapkan suatu makanan itu haram atau halal hukumnya. Tentu dengan menggunakan standar pengambilan keputusan hukum yang valid. Termasuk dalam melakukan penyelidikan dalam masalah makanan. Namun karena jumlah makanan itu sangat banyak, dan tidak mungkin semuanya harus dijatuhkan hukumnya sebagai haram, hanya berdasaran asumsi dan dugaan, maka idealnya penyelidikan dimulai dari memeriksa makanan-makanan yang dianggap sangat berpotensi mengandung unsur yang haram. Hasilnya adalah sebuah kepastian hukum atas haramnya makanan tersebut. Kalau sudah divonis haram, maka makanan itu haram untuk dikonsumsi. Sedangkan kalau belum dilakukan penyelidikan, hukumnya tidak bisa langsung dijatuhkan haram. Sebab tidak semua makanan yang dimakan oleh non muslim itu pasti semuanya haram. Dan kita pun akan jatuh kepada dosa manakala kita sampai menjatuhkan vonis haram kepada makananmakanan yang pada dasarnya tidak haram. Namun tidak salah bila seseorang dengan niat menjaga diri, tidak memakannya. Selama dia tidak memvonis bahwa makanan itu hukumnya langsung 132
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
haram. Menjaga diri dari kemungkinan jatuh kepada yang haram sangat berbeda dengan memvonis suatu makanan hukumnya haram. Islam Agama yang Mudah Kita tahu bahwa Islam adalah agama yang mudah, ringan dan tidak merupakan beban buat umatnya. Termasuk dalam masalah makanan. Dalam syariah Islam, kita diperintahkan untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan dalil yang kuat, bukan dengan asumsi dan perasaaan. Ketika kita shalat dan yang kita lihat secara pisik bahwa pakaian kita bersih, tempat shalatnya juga bersih, maka kita harus meyakini bahwa keduanya suci dan bersih. Kita diharamkan bersikap was-was yang berlebihan, seperti was-was kalau-kalau ada setitik najis pada pakaian kita atau tempat shalat yang tidak kita sadari. Sehingga kemudian malah menyusahkan kita sendiri. Sikap berlebihan seperti ini justru dilarang dalam Islam. Sikap wara' (berhati-hati) tidak bisa disamakan dengan sikap was-was dan ragu-ragu. Maka untuk membedakannya, ada kaidah yang berbunyi: Nahnu nahkumu biz-zhowahir, wallahu yatawallassarair. Kita memutuskan hukum berdasarkan bentuk zahirnya, sedangkan masalah yang tersembunyi menjadi urusan Allah. Keterkaitannya dengan hukum makanan di negeri minorita muslim, maka kita patut berhati-hati, tetapi juga tidak boleh was-was berlebihan. Sehingga malah menyusahkan diri sendiri. Kalau kita selalu curiga kepada orang lain, maka hidup ini akan semakin sempit,
133
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
dan agama ini juga akan semakin menyulitkan.
Wallahu a'lam bishshwab, wassalamu 'alakum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Minum Dari Bekas Minum Orang Kafir, Najiskah? Assalamu'alaikum. Ada seorang teman Nasrani minum dari botol air mineral. Kemudian teman saya yang muslim menggunakan botol kosong tersebut untuk minum. Salah seorang teman saya mengatakan seorang muslim tidak boleh seperti itu (berbagi wadah minum). Bagaimana hukumnya menurut ustadz mengenai berbagi wadah minum dengan orang kafir ahli kitab? Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bekas minum manusia baik kafir maupun muslim tidak najis. Yang najis adalah bekas minum hewan yang air liurny najis, seperti anjing atau babi. Dalam istilah fiqih disebut dengan sebutan su'ru. Para ulama sepakat bahwa su'ru manusia hukumnya tidak najis, meski manusia itu bukan muslim. Adapun dalil yang menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu najis, bukan dalam makna hakiki, melainkan makna majazi.
ﻡ ﺍﺮ ﺍﻟﹾﺤﺠِﺪﺴﻮﺍﹾ ﺍﻟﹾﻤﺑﻘﹾﺮ ﻓﹶﻼﹶ ﻳﺲﺠﺮِﻛﹸﻮﻥﹶ ﻧﺸﺎ ﺍﻟﹾﻤﻤﻮﺍﹾ ﺇِﻧﻨ ﺁﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻬﺎ ﺃﹶﻳﻳ ﻠِﻪِ ﺇِﻥﻪ ﻣِﻦ ﻓﹶﻀ ﺍﻟﻠﹼﻨِﻴﻜﹸﻢﻐ ﻳﻑﻮﻠﹶﺔﹰ ﻓﹶﺴﻴ ﻋﻢﺇِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘـﺬﹶﺍ ﻭ ﻫﺎﻣِﻬِﻢ ﻋﺪﻌﺑ 134
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
ﻢ ﻜِﻴ ﺣﻠِﻴﻢ ﻋﺎﺀ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﹼﻪﺷ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah: 28) Karena itulah maka ayat ini hanya melarang orangorang non muslim masuk ke wilayah haram Makkah. Dan aturan ini sudah diterapkan oleh penguasa Saudi Arabia. Tapi ayat ini sama sekali tidak melarang orang kafir masuk ke masjid lantaran tubuhnya najis secara hakiki. Dahulu orang-orang kafir yang datang kepada Rasulullah SAW bercampur baur dengan umat Islam. Bahkan ada yang masuk ke dalam masjid. Namun Rasulullah SAW tidak pernah diriwayatkan memerintahkan untuk membersihkan bekas sisa orang kafir. Sedangkan dalil yang secara langsung menyebutkan tidak najisnya bekas minum orang kafir, adaah hadits Abu Bakar berikut ini:
Rasulullah SAW diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian, lalu disodorkan sisanya itu kepada seorang a`rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya, lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari
135
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
wadah yang sama) lalu beliau berkata,`Ke kanan dan ke kanan`. (HR Bukhari) Hadits shahih ini menyebutkan tanda tedeng alingaling bahw Rasulullah SAW, orang kafir dan Abu Bakar ra minum dari gelas yang sama. Seandainya bekas minum orang kafir itu najis, maka tidak mungkin Abu Bakar minum dari gelas bekas orang kafir, sementara Rasulullah SAW ada bersama mereka. Kecuali bila manusia itu baru saja meminum khamar, maka hukum ludah atau su`ru-nya mejadi haram, lantaran kekhawatiran masih adanya sisa-sisa khamar. Tapisekali bukan karena kekafirannya, sebab mungkin saja ada orang Islam yang minum khamar. Dan minum dengan gelas bekas minum khamar hukumnya haram, lantaran menghindari sisa khamarnya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Halalkan Makan dari Piring Non-muslim Saya bekerja dilingkungan non muslim. Yang mengganjal di diri saya adalah saya sering diundang pada acara-acara tertentu yang akhirnya disuguhi makanan. Sering saya tidak datang, tapi kalau di gedung dan nasinya nasi box dari rumah makan padang, biasanya saya baru akan makan. Mereka selalu bilang, tenang bu.. ga ada babinya kok. Sajian babi di pisah sama ayam koq. Ih, saya sudah bergidik mendengarnya. Saya pernah baca, barang-barang yang pernah kena najis besar seperti anjing dan babi, jika belum disama' tetap saja bernajis. Tidak hanya itu, saya juga bingung, 136
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
menempatkan fikih atau akhlak toleransi, karena setiap hari teman dikantor sering bawa makanan yang dimasak dirumahnya (teman saya non-Islam), sering berbagai alasan saya tolak tetapi beberapa kali saya makan juga karena sungkan selalu menolak. Sepertinya saya tidak konsekuen, mereka tahu babi dan anjing haram buat kita muslim, tetapi apakah makanan yang mereka masak juga jadi haram semuanya. Mereka malah membuat kesimpulan, bahwa makanan yang dimasak oleh orang kristen adalah haram bagi orang Islam. bagaimana ustaz. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Kalau teman-teman non muslim anda menawarkan makanan kepada Anda, itu berarti mereka adalah kawan anda. Buktinya, mereka sampai mau berbagi dalam masalah makanan. Dan yang namanya kawan pasti tidak mau menjerumuskan, atau tidak akan melecehkan diri anda. Termasuk tidak ingin menghalangi anda dari menjalankan agama anda dengan baik. Dan rasanya, hampir tidak ada orang non muslim yang tidak tahu, bahwa babi dan anjing itu hukumnya haram dimakan oleh muslim. Demikian juga dengan khamar. Kita tidak boleh memperlaukan seorang non muslim seolah sebagai orang yang ingin menjerumuskan, menjebak atau menelikung kita. Memang ada kalangan non muslim yang demikian, namun tidak semuanya. Wadah Makanan Bekas Najis Yang anda khawatirkan barangkali kalau-kalau teman non muslim itu pernah memasak dan memakan 137
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
makanan yang termasuk najis. Sebenarnya najis itu ada tiga macam, mulai dari yang ringan, sedang dan berat. Najis yang ringan sering dicontohkan dengan air kencing bayi laki-laki yang belum minum atau makan apapun kecuali air susu ibunya. Di tengah-tengahnya ada najis sedang seperti darah, nanah, bangkai dan lainnya. Cara mensucikannya cukup dengan dicuci pakai air hingga hilang warna, rasa dan aroma najisnya. Adapun najis yang terakhir adalah najis yang berat (mughalladzhah). Najis seperti ini memang tidak bisa menjadi suci hanya dengan dicuci pakai air saja. Sucinya dengan mencucinya 7 kali salah satunya dengan air. Ritual ini mengacu kepada sabda Rasulullah SAW ketika menyebutkan cara mencuci wadah yang berisi air namun sempat diminum atau dimasuki moncong anjing.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila anjing minum dari wadah air milikmu, harus dicuci tujuh kali.(HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW bersabda, "Sucinya wadah minummu yang telah diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.(HR Muslim dan Ahmad) Oleh para ulama, ketentuan pensucian najis air liur anjing ini disamakan dengan pensucian babi yang keduanya dikelompokkan sebagai najis berat. Maka bila kita mengacu kepada pengelompokan najis, piring milik saudara kita yang non muslim itu belum tentu semuanya harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Karena tidak selalu mereka memasak anjing atau babi.
138
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Mungkin saja mereka hanya memakan bangkai hewan yang tidak disembelih sesuai dengan syariah. Hukumnya buka najis berat tapi najis sedang, jadi najisnya akan hilang saat piring-piring itu dicuci biasa. Adapun bila kita hanya berpraduga secara umum, misalnya kita bilang, 'jangan-jangan piring ini pernah digunakan untuk wadah daging anjing atau babi', sebetulnya dugaan itu belum mengubah status hukum. Karena sebuah status hukum itu harus didasarkan pada sesuatu yang nyata dan terbukti, tidak cukup hanya dengan dugaan. Kalau kita pernah lihat langsung, atau si non muslim itu jujur mengatakan bahwa piring itu pernah dipakai untuk wadah anjing atau babi, barulah saat itu status hukumnya menjadi pasti. Dan barulah saat itu kita diharamkan menggunakan piring itu sebelum kita sucikan sesuai syariah. Namun selama kita masih menduga-duga, apalagi bahkan si pemilik piring pun menampik bahwa piring itu pernah digunakan untuk wadah anjing atau babi, maka status hukum piring itu masih sesuai asalnya, yaitu tidak najis. Atau minimal sesuai dengan keadaan pisik yang anda lihat, bersih dan suci. Kita tidak akan dimintai pertanggung-jawaban dari Allah SWT atas segala hal yang di luar yang nyata di hadapan kita. Kalau secara lahiriyah piring itu suci, maka hukumnya suci. Seandainya diam-diam teman kita yang non muslim itu secara sengaja berbohong untuk menjebak kita, insya Allah kita terbebas dari dosa. Kesimpulan jawaban ini bisa kita ringkas dalam sebuah kaidah: nahnu nahkumu didzdzhawahir wallahu yatawallas-sarair. Kita menetapkan hukum berdasarkan lahiriyah, sedangkan yang tersembunyi menjadi urusan Allah. 139
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Wallahu a'lam bishshwab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Ragu Diundang Makan di Rumah Non Muslim Assalamu'alaikum wr. wb. Ustadz, saya memiliki kawan non -muslim, kami mengadakan pertemuan setiap 2 bulan sekali semacam reuni, di mana dalam acara tersebut kami mengadakan acara makan-makan yang biasanya diadakan di rumah teman saya yang non muslim tersebut. Saya pernah bertanya pada khadimatnya bahwa di rumah itu sering dimasak daging babi sebagai menu masakannya. Saya menjadi ragu setiap makan di acara tersebut, karena pasti tuan rumah memasak menggunakan alat memasak yang pernah dipakai untuk memasak daging babi. Daging babi itu haram dan termasuk najis besar kalau saya tidak salah, sehingga untuk membersihkannya bukankah harus dilakukan pencucian sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan tanah seperti membasuh sesuatu yang terjilat anjing? Jawaban
Assalamu 'alaikum warahamatullahi wabarakatuh, Kalau mau diikuti logika fiqihnya memang demikian. Maka solusinya sederhana saja sebenarnya, yaitu anda perlu sedikit terbuka dengan kawan anda yang bukan muslim itu. Sampaikan saja dengan baik-baik dan sopan bahwa sebagai muslim, anda tidak boleh makan babi. Namun meski teman anda itu tidak menghidangkan babi, namun dalam kepercayaan anda tetap saja alat 140
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
masak yang pernah digunakan untuk memasak babi perlu disucikan secara benar. Sebenarnya kalau kita melihat secara aturan umum, setiap muslim tidak diwajibkan sampai menanyakan sejauh itu, apalagi sampai bertanya kepada pembantunya. Seharusnya kita cukup berhusnudzdzan dengan apa yang dihidangkan, tanpa dibebani dengan kewajiban untuk bertanya terlalu jauh. Paling tidak sebagian ulama berpandangan demikian, terutama bila dikaitkan dengan masalah hukum. Sebab kita mengenal ungkapan: Nahnu nahkumu bizhzhawahir wallahu watawallas-sarair. Kita menetapkan hukum berdasarkan apa yang nampak, sedangkan yang tidak nampak menjadi urusan Allah. Sehingga kalau mengikuti kaidah itu, kita tidak dibebani untuk terlalu mendalami asal usul makanan yang dihidangkan. Namun kita pun mengakui adanya kecenderungan sikap hati-hati (wara') dari sebagian muslim. Yaitu mereka yang berupaya secara maksimal untuk menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT, meski sudah melampaui batas-batas yang tersembunyi sekalipun dan di luar kelaziman. Sikap hati-hati seperti ini memang baik bahkan perlu dipupuk, asalkan diiringi juga dengan mentalitas yang kuat. Paling tidak, dia harus kuat menahan diri untuk tidak makan di suatu jamuan makan, di mana dia merasa kurang sreg dengan kehalalannya. Atau dia harus kuat mental untuk tidak malu menanyakan status kehalalan makanan kepada tuan rumah, sebagaimana saran kami di atas. Sikap mental ini penting untuk dipelihara dan dipupuk. Tidak ada alasan kurang etis atau kurang sopan. Sebab ini masalah halal dan haram, tidak boleh 141
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
asal-asalan. Terutama bila seseorang cenderung untuk berhati-hati dalam kehalalan makanan. Sikap kehatihatian itu harus diiringi dengan resiko siap mental. Namun bila tidak siap mental, sebaiknya kembali saja kepada dasar yang sudah baku, yaitu kita melihat lahiriyah saja, tidak perlu terlalu merepotkan diri dengan hal-hal yang di luar jangkauan.
Wallahu a'lam bishshawab, Wassalamu 'alaikum warahamatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Makanan Parcel Natal Apakah Halal? Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh Ustad, banyak perusahaan rekanan yang mengrimkan parcel Natal ke tempat saya bekerja. Apakah makanan-makanan itu halal untuk dimakan oleh kita sebagai seorang muslim? Mohon penjelasannya ustad.
wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Haramnya makanan kembali kepada hukum fiqih, bukan hukum aqidah. Secara aqidah, kita tidak bisa kompromi dengan tahayyul umat Kristiani yang mengatakan tuhan ada tiga, salah satu di antaranya adalah Nabi Isa 'alaihisalam. Karena itu dalam aqidah kita, teman-teman kita yang tetap memeluk agama nasrani itu hanya akan jadi teman selama di dunia ini saja, begitu mereka mati, mereka 142
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
akan langsung berpisah dari kita untuk selama-lamanya. Sebab mereka semua masuk neraka dan kekal selamalamanya di sana. Yang baik atau yang jahat, semua masuk neraka. Karena satu saja sebabnya, mereka tidak mentauhidkan Allah dan ingkar kepada kenabian Muhammad SAW. Urusan Muamalah Tapi kalau urusannya bukan aqidah, tetapi urusan muamalah, lain lagi hukumnya. Setidaknya menurut jumhur ulama. Kepada para non-muslim, kita tetap wajib menjaga hak-hak mereka. Maksudnya kepada kafir dzimmi yang tidak ada peperangan fisik antara kita dengan mereka. Bahkan kita diwajibkan untuk menjaga harta benda serta keluarga mereka. Nyawa mereka pun wajib kita jamin agar tidak tersia-sia. Jadi tidak ada salahnya kalau kita berbaik-baik dengan mereka selama masih di dunia ini. Anggap saja sebagai cendera mata sebelum mereka nanti digebukin malaikat di neraka kekal. Islam tidak melarang kita bertukar hadiah dan penghormatan kepada pemeluk Kristiani. Baik terkait dengan hari besar mereka atau pun hari besar kita. Bahkan para ulama berijtihad bahwa dana baitul mal pun dibolehkan diserahkan kepada umat Kristiani, kalau mereka miskin dan tidak mampu. Dan dana zakat yang mustahiqnya ada 8 kelompok itu, salah satunya pun ditetapkan untuk diberikan kepada mereka, yaitu orang kafir yang diharapkan akan takluk hatinya. Kalau pun tidak masuk Islam, setidaknya tidak menjadi musuh yang merugikan umat Islam.
143
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60) Istilah wal-muallafati qulubuhum salah satu maknanya adalah mereka yang masih kafir dan hatinya ingin ditaklukkan. Selain makna muallaf yaitu orang kafir yang sudah masuk Islam. Maka hadiah yang mereka berikan kepada kita, lepas dari masalah pengaruh psikologisnya, sebenarnya bukan benda yang haram untuk dikonsumsi, selama bukan benda yang secara dzatnya haram dimakan, seperti benda najis atau berupa khamar. Kecuali yang diberikan itu berupa hewan yang disembelih bukan karena Allah, misalnya untuk berhala, maka kita diharamkan untuk memakannya. Sebagaimana firman Allah SWT:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah . (QS. Al-Baqarah: 173) Katakanlah, "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (QS Al-An-'am: 145) 144
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Demikian juga bila yang diberikan itu berupa khamar, maka haram hukumnya untuk dikonsumsi. Atau makanan lain yang sekiranya mengandung khamar. Selebihnya, bila makanan itu pada hakikatnya makanan halal, maka tidak ada dalil atau hujjah untuk mengharamkannya dari sudut pandang fiqih. Kecuali kalau kita mau memandang dari sudut yang lain, misalnya secara politis atau strategis. Di mana kalau kita makan, akan memberikan dampak psikologis yang meresahkan umat misalnya. Maka yang kita tetapkan bukan hukum halal atau haramnya, melainkan unsur psikologisnya. Yang Mengharamkan Di balik dari pendapat umumnya ulama, ada juga pendapat yang mengharamkan semua bentuk penerimaan hadiah dalam rangka hari raya agama lain, wabil khusus Kristen. Sebutlah misalnya pendapat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu yang sangat benci kepada kenasranian. Beliau sampai mengatakan tidak ada orang yang lebih syirik daripada pemeluk agama Nasrani. Sebab mereka telah mengatakan Allah punya anak dan nabi Isa sebagai anak Allah. Sampai beliau mengharamkan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab, dan juga mengharamkan hewan sembelihan mereka. Aspek Psikologis Selain adanya pendapat yang mengharamkan, kita juga tidak boleh bermain-main dengan aspek psikologis. Dan inilah yang telah berlangsung lama di negeri tercinta ini. Murtadnya sekian juta muslim di berbagai 145
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
pelosok, disinyalir bermula dari diterimanya hadiah, bantuan, santunan, beasiswa, biaya rumah sakit sampai renovasi rumah dan seterusnya, dari kalangan penginjil kepada rakyat muslim yang miskin. Bantuan dan hadiah ini pada gilirannya akan menaklukkan hati umat Islam, sehingga pendirian rumah ibadah Kristen di tengah pemukiman muslim jadi dibolehkan. Padahal rumah ibadah ini jelas-jelas sebuah agen kristenisasi yang sangat dahsyat memurtadkan umat Islam. Sehingga untuk periode berikutnya, banyak masyarakat yang akhirnya melego imannya, murtad dan jadi kafir serta bersiap-siap menjadi bahan bakar api neraka. wal 'iyadhzu billah. Kekhawatiran ini tidak berlebihan, mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang berada dalam nomor urut satu sebagai bangsa yang dijadikan objek kristenisasi level dunia. Maka kalau ada tokoh yang bersikeras melarang kita menerima atau makan parcel dari umat kristiani, harus dilihat dari sudut pandang ini. Walaupun kalau kita kembali kepada hukum dasar makanan, secara pisik makanan itu tidak selalu haram.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Non Muslim Menanyakan Kenapa Babi Haram? Assalamualikum wr. wb. Ustadz, ada teman saya non muslim menanyakan kenapa dalam Islam babi itu haram dimakan? Saya hanya bisa menjawab bahwa hal itu dilarang dan tersirat 146
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
dalam al-Quran tapi dia kurang puas atas jawaban saya. Apakah ada kisah atau riwayat yang menjelaskan sehingga babi itu haram dimakan? Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Perbedaan antara seorang mukmin dengan kafir dalam amal perbuatannya terutama didasarkan dari niatnya. Seorang yang beriman ketika mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, selalu mendasarkan tindakannya itu atas perintah dan larangan dari Allah SWT. Sebaliknya seorang kafir tidak pernah menjadikan perintah dan larangan Allah SWT sebagai landasan amalnya. Misalnya, ketika seorang muslim melakukan shalat dan ditanyakan kepadanya, mengapa dia shalat?, maka jawabannya adalah bahwa karena Allah SWT telah memerintahkannya untuk shalat. Tentang shalat itu ada manfaatnya buat kesehatan atau ketenangan jiwa dan sebagainya, tidaklah menjadi landasan dasar atas shalatnya. Dan di situlah peran niat yang sesungguhnya. Demikian juga ketika seorang mukmin meninggalkan khamar, zina, judi dan makan babi, niatnya semata-mata karena dia tunduk, taat dan patuh kepada larangan dari Allah SWT. Bukan sekedar mengejar hikmah dan tujuan yang bersifat duniawi. Tidak minum khamar bukan karena sekedar tidak mau mabuk, melainkan sematamata karena Allah SWT mengharamkannya. Tidak mau zina bukan karena takut kena sipilis atau HIV, tetapi karena ada larangan dari Allah SWT. Demikian juga, tidak makan babi bukan karena takut ada cacing pita, melainkan karena Allah SWT sudah mengharamkannya. Adapun orang kafir tidak pernah mendasarkan 147
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
tindakannya itu karena iman dan ketundukan kepada aturan yang datang dari Allah SWT. Paling jauh, landasannya sekedar logika dan penemuan ilmiyah. Padahal, sesuatu yang ilmiyah itu justru bersifat nisbi dan sangat mudah berubah. Kalau kita amati saat ini, banyak juga non muslim yang atas penemuan ilmiyahnya ikut-ikutan berpuasa sebagaimana seorang mukmin. Misalnya, karena kesimpulan ilmiyah membuktikan bahwa dengan mengosongkan perut, tubuh akan semakin sehat. Maka mereka pun berpuasa sebagaimana orang mukmin. Tetapi disisi Allah SWT, puasa non muslim itu sama sekali tidak ada nilainya. Mengapa? Karena puasanya buka lantaran taat kepada Allah SWT, melainkan semata-mata karena kesimpulannya sendiri. Penelitian ilmiyah dan beragam hikmah serta rahasia ibadah seperti ini buat seorang mukmin tidak menjadi dasar mengapa dia berpuasa. Sebab dasar ibadah hanyalah semata-mata karena perintah dari Allah, bukan karena ingin sehat atau sebab-sebab lainnya. Jadi kalau teman non muslim anda itu kurang puas dengan jawaban anda yang memang sudah benar itu, jangan kecewa dulu. Sebab memang hal itulah yang membedakan anda dengan teman anda. Anda adalah seorang muslim yang taat pada perintah dan larangan Allah SWT, sedangkan teman anda itu orang kafir yang ingkar -bukan hanya pada perintah dan larangan Allahbahkan keberadaan dan kebenaran Allah SWT sebagai tuhan pun diingkarinya. Bagaimana mungkin seorang yang mengingkari eksistensi Allah bisa menerima dan memahami aturan-aturan dari-Nya? 148
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Kalau kita buat perumpamaan, seorang yang tidak mengakui eksistensi suatu negara, tidak akan mungkin mau mematuhi aturan-aturan yang ada di dalam negara itu. Seorang gembong pemberontak di Papua misalnya, tentu tidak mau menerima dan tunduk kepada peraturan pemerintah RI. Dan seorang yang mengingkari kebenaran ajaran Islam, tentu saja tidak bisa menerima perintah puasa dan selalu bilang tidak puas. Jawaban seperti itu bukan berarti kita menafikan adanya manfaat dan hikmah di balik setiap perintah dan larangan dari Allah SWT. Tentu manfaat dan hikmahnya banyak sekali kalau mau diungkap, bahkan selalu ada penemuan baru yang bersifat ilmiyah dan mampu membuktikan kebenaran agama Islam. Termasuk hikmah di balik pelarangan makan babi. Selain karena babi hidup lebih jorok dari hewan ternak lainnya, juga semua agama samawi baik yahudi, nasrani dan Islam, sepakat memposisikan babi sebagai lambang kebusukan dan kenajisan. Banyak orang mengungkapkan bahwa babi itu kalau terpaksa, mau makan kotorannya sendiri. Sementara hewan lainnya masih punya harga diri. Mendingan mati dari pada makan kotorannya sendiri.Juga banyak yang mengatkan bahwa daging babi terlalu banyak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi tubuh manusia. Karena makannya tidak terkontrol, apa saja dimakannya, sehingga tubuhnya pun mengandung segala jenis penyakit. Dan masih banyak lagi rahasia dan hikmah di balik pelarangan makan babi yang bisa dapatkan. Namun semua itu sekedar menambah keyakinan yang sudah ada di dalam hati kita. Bukan sebagai landasan utama. 149
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Dan buat kita, apakah di balik larangan makan babi itu ada hikmah atau tidak, sama sekali tidak ada hubungannya dengan ketaatan kita kepada Allah SWT yang telah melarang kita makan babi.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 173) Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'laikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
150
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Keenam
Etika Pergaulan
Menghadiahkan Quran kepada Keluarga Non Muslim Bolehkah saya memberi hadiah kepada saudara saya yang masih beragama Nasrani sebuah Al-Qur'an Terjemahan dengan niat agar saudara saya dapat mempelajari dan semoga Ia mendapat hidayah? jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Kalau tujuannya adalah untuk dakwah dan bisa
151
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
dijamin bahwa kitab suci Al-Quran itu tidak akan dihina atau dirusak, tentu saja boleh hukumnya. Sebab pada hakikatnya, apa yang ada di dalam Al-Quran itu bukan semata-mata perintah kepada umat Islam semata, melainkan juga untuk seluruh manusia. Bukankah Umar bin Al-Khattab masuk Islam lantaran setelah diperdengarkan bacaan ayat Al-Quran? Beliau yang dahulu masih kafir itu tiba-tiba mendadak menangis tersedu-sedu begitu mendengar ayat-ayat AlQuran dibacakan. Tiba-tiba hatinya lapang dan pandangannya luas. Saat itu juga beliau minta dipertemukan dengan nabi Muhammad SAW, hingga beliau menyatakan ke-Islamannya. Allah SWT berfirman:
Bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. (QS. Al-Bawarah: 185) Bahkan bukan sekedar petunjuk, isi Al-Quran adalah hukum yang harus dilaksanakan oleh semua umat manusia.
Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman 152
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Baqarah: 213) Maka keinginan Anda untuk menghadiahkan kitab suci Al-Quran kepada keluarga anda yang masih belum mendapat hidayah merupakan bentuk hadiah yang tak ternilai harganya. Sebab dengan hadiah itu, anda telah mengundangnya untuk masuk surga. Sebab siapa pun yang mati tapi tidak dalam keadaan muslim, semua usahanya akan sia-sia belaka, bila mati masuk neraka. Di tahun 80-an, ada seorang musikus kondang asal Inggris mendapat hadiah Al-Quran terjemah, padahal dia seorang Kristen. Karena penasaran, sesekali dibacanya kitab itu, yang saaat itu dia masih belum tahu bahwa buku itu adalah Al-Quran, kitab suci milik umat Islam. Beberapa kali membacanya, dia seakan mendapatkan begitu banyak jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang selama tak terjawab sepanjang hayat. Semakin penasaran dan akhirnya dia bertanya kepada yang memberi hadiah. Barulah dia tahu akhirnya bahwa yang telah dibacanya selama ini ternyata sebuah firman Allah. Maka semakin menggebu saja keinginannnya untuk mengenal agama Islam lebih dalam. Dan akhirnya, dia menyatakan masuk Islam dan berganti nama menjadi Yusuf Islam, setelah sebelumnya bernama Cat Steven. Silahkan saja memberikan hadiah berupa Al-Quran, tetapi kami sarankan kalau bisa yang ada terjemahnya. Syukur kalau bisa dilengkapi dengan buku penjelasan lainnya, terutama buku tentang kebenaran agama Islam. Di pasaran saat ini cukup banyak beredar buku bahkan VCD yang intinya menjelaskan kebenaran agama Islam. 153
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Serta memberikan perbandingan ilmiyah yang amat logis dan adil tentang kebenaran agama Islam dibandingkan agama lainnya. Semoga keluarga Anda diberikan hidayah dan diterangi jalannya menuju surga dengan sebab upaya yang anda lakukan. Amien.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Memberi Salam Lebih Dahulu kepada Non Muslim Assalamu'alaikum ustadz. Bagaimana hukumnya orang Islam yang mengucapkan assalamu'alaikum kepada teman/orang yang bukan Islam? Saya pernah berselisih pendapat dengan teman saya karana saya menyatakan kita tidak boleh mengucapkan salam (assalamu'alaikum warramatullahi wa barakatuh) kepada teman non muslim. Teman saya membantah dengan argumen bahwa kita diperbolehkan mengucapkan assalamu'alaikum kepada teman non muslim jika tidak diiringi dengan kalimat warramatullahi wa barakatuh. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ada beberapa sudut pandang yang sedikit berbeda dari para ulama tentang masalah ini. Sebagian ada yang mengharamkan dan sebagian membolehannya dengan syarat. Sebagian ulama ada yang punya harga diri tinggi di depan kaum kafir. Sehingga beberapa dari mereka 154
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
bersemangat untuk mengharamkan memberikan salam kepada orang kafir. Terutama kalau memulai memberi salam. Syeikh Ibnu Utsaimin ketika ditanyakan masalah ini, secara tegas menjawab haram dan tidak boleh. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW: Janganlah kalian memberi salam terlebih dahulu kepada yahudi dan nasrani. Kalau kalian bertemu mereka di jalanan, maka pepetlah mereka ke tempat yang sempit'. (Al-Hadits) Namun Syeikh Utsaimin mewajibkan umat Islam menjawab salam orang kafir dengan jawaban yang setimpal. Lantaran Allah SWT sudah berfirman:
ﻠﹶـﻰ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﹼﻪﻭﻫﺩ ﺭﺎ ﺃﹶﻭﻬ ﻣِﻨﻦﺴﻮﺍﹾ ﺑِﺄﹶﺣﻴﺔٍ ﻓﹶﺤﺤِﻴﻢ ﺑِﺘﺘﻴﻴﺇِﺫﹶﺍ ﺣﻭ ﺎﺴِﻴﺒﺀٍ ﺣﻲﻛﹸﻞﱢ ﺷ Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS. An-Nisa': 86) Yang dimaksud dengan jawaban yang setimpal seperti ucapan: 'wa'alaikum', yang artinya kira-kira: dan demikian juga dengan anda. Hal itu karena diriwayatkan bahwa dahulu ada seorang yahudi yang memberi salam kepada nabi dengan ucapan: 'assaamu 'alaika ya Muhammad'. Dan kata assaamu artinya kematian. Kata ini pelesetan dari 'assalaamu 'alaikum'. Maka nabi berkata, "Kalau orang kafir mengatakan padamu assaamu 'alaikum, maka jawablah dengan wa 155
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
'alaikum." Dan syeikh mengatakan bahwa seandainya mereka memberi salam dengan lafadz yang benar seperti 'assalamu 'alaikum', maka kita wajib membalasnya dengan lafadz yang sama. Pendapat yang Tidak Mengharamkan Secara Mutlak Namun sebagian ulama memandang bahwa penyampaian salam dikembalikan kepada niatnya. Kalau niatnya berupa rasa rendah diri di depan orang kafir, haram hukumnya. Tetapi kalau penghormatan yang tidak menunjukkan kerendahan umat Islam, tidak menjadi soal. Dalilnya adalah salam yang dituliskan nabi Muhammad SAW ketika berkirim surat kepada raja-raja dunia yang bukan muslim. Surat-surat nabi itu dimulai dengan basmalah dan salam. Lengkapnya berbunyi: salamun 'alaa man ittaba'al-huda (salam kepada orang yang mengikuti petunjuk). Meski bukan lafadz assalamu 'alaikum, namun kalimat pembuka surat nabi itu juga tetap mengandung kata-kata 'salam. Meski pun juga sifatnya masih mu'allaq (tergantung), tidak langsung mendoakan orang kafir penerima surat itu secara pasti, tetapi mendoakannya bila dia mengikuti petunjuk (masuk Islam). Juga tidak mengapa bila berbasa-basi dengan orang kafir yang tidak memusuhi kita dan mulai dengan menyapa mereka, asalkan dengan lafaz yang tidak mengandung rasa rendah diri sebagai muslim. Terutama bila memang dirasa perlu. Seperti ucapan ahlan wa sahlan dan kaifa haluka. Ucapan ahlan wa sahlan kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi 'selamat
156
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
datang'. Selamat yang dimaksud dalam idiom ini sama sekali berbeda makna dan esensinya dengan lafadz assalamu 'alaikum.2 Demikian juga kita boleh menyapa mereka dengan lafaz shabahul khair, atau shabahus surur, yang terjemahan bebasnya adalah selamat pagi atau selamat sore. Tapi makna selamat di sini berbeda dengan makna assalamu 'alaikum. Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma'aad jilid 2 halaman 424 menuliskan bahwa sebagian ulama membolehkan untuk mendahului orang kafir dalam memberi salam demi kemashlahatan yang kuat dan nyata dibutuhkan. Atau karena alasan takut dari ulah orang kafir itu. Atau karena adanya hubungan kekerabatan denganmereka. Atau karena sebab-sebab lain yang seperti itu.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Membagi Daging Kurban Buat Non Muslim Assalamu'alaikum wr. wb. Ustadz.mohon penjelasan lebih lanjut tentang membagikan daging hewan kurban pada Non Muslim. Kondisi di tempat tinggal kami sangat heterogen dan dapat dikatakan mampu (perumahan). Ada hal yang menarik karena setiap Idul Adha semua warga, tak terkecuali Non Muslim, mendapat daging kurban. Untuk tahun ini, jumlah penerimaan hewan kurban agak menurun dibanding tahun sebelumnya. Sebagian 2
Al-Mausu'ah Al-Fiqqhiyah Al-Kuwaitiyah jiid 25 halaman 168 157
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
masyarakat ada yang berpendapat yang Non Muslim tidak usah diberi, tetapi sebagian masyarakat berpendapat untuk tetap memberi pada Non Muslim karena sudah kebiasaan dari tahun sebelumnya dan takut timbul perasaankecewa dari warga Non Muslim. Mohon solusinya? Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Apa yang anda tanyakan itu memang menjadi silang pendapat di kalangan para ulama di masa lalu. Sebagian membolehkan kita memberikan daging qurban untuk non muslim (ahlu zimah), sebagian lainnya tidak membolehkan. Kalau kita telusuri lebih dalam literatur syariah, kita akan menemukan beberapa variasi perbedaan pendapat, yaitu: Ibnul Munzir sebagaimana diriwayatkan oleh AlImam An-Nawawi mengatakan bahwa umat Islam telah berijma' (sepakat) atas kebolehan memberikan daging qurban kepada umat Islam, namun mereka berselisih paham bila diberikan kepada fakir dari kalangan non muslim. Imam Al-Hasan Al-Basri, Al-Imam Abu Hanifah dan Abu Tsaur berpendapat bahwa boleh daging qurban itu diberikan kepada fakir miskin dari kalangan non muslim. Sedangkan Al-Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya, termasuk memakruhkan bila memberi kulit dan bagian-bagian dari hewan qurban kepada mereka. Al-Laits mengatakan bila daging itu dimasak dulu kemudian orang kafir zimmi diajak makan, maka 158
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
hukumnya boleh. Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umumnya ulama membedakan antara hukum qurban sunnah dengan qurban wajib. Bila daging itu berasal dari qurban sunnah, maka boleh diberikan kepada non muslim. Sedangkan bila dari qurban yang hukumnya wajib, hukumnya tidak boleh. Syeikh Ibnu Qudamah mengatakan bahwa boleh hukumnya memberi daging qurban kepada non muslim. Karena daging itu makan mereka juga dan dibolehkan mereka memakan daging. Kebolehannya sebagaimana kita dibolehkan memberi makanan bentuk lainnya kepada mereka. Dan karena memberi daging qurban kepada mereka sama kedudukannya dengan sedekah umumnya yang hukumnya boleh. Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang agak saling berbeda ini adalah bahwa secara umum para ulama cenderung kepada pendapat yang pertama, yaitu pendapat yang membolehkan. Khususnya bila non muslim itu termasuk faqir yang sangat membutuhkan bantuan, atau tinggal di tengah-tengah masyarakat muslim seperti cerita anda. Siapa tahu dengan kebaikan yang kita berikan, dia akan masuk Islam. Atau paling tidak, ada nilai tambah tersendiri dalam pandangannya tentang Islam dan umatnya, sehingga tidak memusuhi, bahkan berbalik menjadi simpati.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
159
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Menyapa Non Muslim dengan Ucapan Selamat Pagi Assalamualaikum. Apa hukumnya kita menyapa seseorang yang non muslim dengan mengucapkan "selamat pagi, selamat siang, selamat malam"? Karena saya pernah mendengar seorang penceramah yang mengatakan bahwa itu tidak boleh dengan alasan ada kata-kata "selamat" yang berarti kita mendoakan keselamatan bagi mereka. Jika memang itu tidak boleh, lalu bagaimana seharusnya kita menyapa orang-orang non muslim?
wassalamualaikum wr. Wb. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Apa yang anda tanyakan Ini sebenarnya masalah rasa bahasa dan problem penerjemahan dari budaya dan bahasa asing. Memangdalam bahasa Indonesia, sapaan atau greeting seperti itu seringkali diterjemahkan secara bebas menjadi ucapan "Selamat", bisa menjadi"Selamat Pagi", "Selamat Petang", "Selamat Jalan", "Selamat Tidur" dan seterusnya. Semuanya diterjemahkan dengan kata "Selamat." Maka tidak heran bila ucapan atau sapaan "Selamat Pagi" atau "Selamat Sore", kalau dilihat secara selintas, memang seolah-olah merupakan doa keselamatan. Padahal kalau kita mau rujuk dari mana asal muasal sapaan seperti itu, maka kita tahu bahwa maksud asli dan yang sebenarnya bukan berupa doa keselamatan, tetapi hanya sebuah sapaan yang bersifat umum. Menurut hemat kami, sapaan seperti itu kita adaptasi dari tata cara bergaul orang Barat, di mana yang 160
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sebenarnya mereka ucapkan dalam bahasa asli mereka adalah kata "Good Morning", yang artinya memang bukan mendoakan selamat, melainkan sekedar basa basi dan sopan santun. Coba terjemahkan kata "Good Morning" secara baku, maka Anda akan mengetahui bahwa sapan itu bukan doa keselamatan. "Good" artinya baik dan "Morning" artinya pagi. Jadi terjemahan bakunya adalah "pagi yang baik", dan bukan "Selamat Pagi." Kalau pun diterjemahkan secara salah menjadi "Selamat Pagi", yang salah adalah penerjemahannya. Hal yang sama juga kita temukan dalam bahasa lain, Arab misalnya. Di dalam bahasa Arab, kita mengenal juga sapaan serupa. Tetapi orang Arab menterjemahkannya dengan benar sesuai bahasa aslinya. Ucapan "Good Morning" itu tidak mereka terjemahkan menjadi "Assalamu 'alaika fi hadzashshabah", tetapi mereka terjemahkan dengan tepat sesuai aslinya, menjadi "Shabahul Khair." Kata "Shabah" itu artinya pagi dan kata "Khair" itu artinya baik. Maknanya memang bukan selamat pagi, melainkan pagi yang baik. Lalu di mana titik masalahnya? Masalahnya ada pada penerjemahan yang kita gunakan. Kita ini yang salah menerjemahkan kata "Good Morning"menjadi "Selamat Pagi." Sehingga ketika orang yang tidak tahu menahu asal usul penggunaan ungkapan itu mengotak-atik, jadinya seolah ucapan itu merupakan doa keselamatan. Lalu diharamkan begitu saja. Padahal maksudnya pasti bukan mendoakan orang yang kita sapa itu dengan doa keselamatan. Ketika mengucapkan "selamat pagi", niatnya sama sekali tidak 161
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
pernah mendoakan dan tidak pernah ada dalam benak"Semoga Allah memberikan keselamatan kepada Anda." Tetapi semata-mata sapaan atau dikenal dengan istilah greeting. Menyapa Orang Kafir dan Berbasa-basi Dalam hukum Islam, kita tidak diharamkan untuk bersopan santunatauberbasa-basi dengan orang kafir. Dan juga tidak ada salahnya kita menyapa orang kafir.
ﻠﹶـﻰ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﹼﻪﻭﻫﺩ ﺭﺎ ﺃﹶﻭﻬ ﻣِﻨﻦﺴﻮﺍﹾ ﺑِﺄﹶﺣﻴﺔٍ ﻓﹶﺤﺤِﻴﻢ ﺑِﺘﺘﻴﻴﺇِﺫﹶﺍ ﺣﻭ ﺎﺴِﻴﺒﺀٍ ﺣﻲﻛﹸﻞﱢ ﺷ Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS. An-Nisa': 86) Dan ketika kita menyapa atau berbasa basi dengan orang kafir, tentunya tidak bisa disamakan dengan mendoakan keselamatan atasnya. Ketika kita menyapa mereka dengan 'Good Morning' atau 'Shabahul Khair", sama sekali tidak ada unsur doa keselamatan kepada mereka. Jadi hukumnya tidak haram. Tinggal kita ganti saja kata 'Selamat Pagi' itu dengan ungkapan greeting yang lebih tepat, bahkan pakai saja dalam bahasa Inggris atau bahasa Arab sekalian, biar tidak ada salah tafsir dan dianggap mendoakan. Atau tidak usah diucapkan kata "selamat", cukup disingkat menjadi "Pagi." Walaupun kalau diucapkan juga, asal niatnya bukan mendoakan keselamatan, tentu 162
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
juga tidak mengapa. Karena masalah ini hanya kesilapan bahasa dan keterbatasan cara pengungkapan dan kekakuan terjemahan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Bersentuhan dengan Orang Kafir, Batalkah Wudhu? Assalamualaikkum, ustadz. Ana ingin bertanya, apakah batal apabila kita telah berwudhu, berjabatan tangan dengan orang non muslim? Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Di dalam ayat Al-Quran memang ada disebutkan lafadz yang kalau diartikan secara dzahir, kita akan menyimpulkan bahwa orang-orang musyrik itu najis. Sedangkan salah satu di antara hal-hal yang menyebabkan batalnya wudhu' adalah tersentuh dengan benda-benda yang najis. Ayat itu adalah:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 28) 163
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Namun umumnya para ulama tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lafadz najis dalam ayat ini adalah secara maknawi, bukan secara zhahir atau jasadi. Dasarnya adalah bahwa dahulu orang-orang kafir yang datang kepada Rasulullah SAW bercampur baur dengan umat Islam. Bahkan ada yang masuk ke dalam masjid. Namun Rasulullah SAW tidak pernah diriwayatkan memerintahkan untuk membersihkan bekas sisa orang kafir. Juga ada hadits yang menegasakan bahwa ludah mereka pun tidak najis. Karena Rasulullah SAW dan Abu Bakar pernah minum bersama orang-orang kafir dari wadah yang sama. Seperti hadits berikut ini: Rasulullah SAW diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian, lalu disodorkan sisanya itu kepada a`rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya, lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata,`Ke kanan dan ke kanan`. (HR Bukhari) Kalau ludah atau bekas air minum mereka tidak najis, maka tentu saja tubuh mereka pun bukan termasuk benda najis. Kecuali bila orang kafir itu baru saja meminum khamar, maka hukum ludahnya menjadi najis. Tetapi tubuhnya tetap bukan najis.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
164
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Tetangga yang Beragama Lain Assalammualaikum wr. wb. Batasan apa saja yang perlu diperhatikan dalam berhubungan dengan tetangga yang beragama lain? Sebagai contoh dalam hal tolong menolong. Misalkan si tetangga minta diantar ke rumah sakit, minta tolong jemput mertua ke bandara (kadang kadang sekali). Apabila si tetangga tersebut melahirkan, boleh atau tidak kalau kita menjenguk dan memberi kado berisi pakaian bayi atau sebangsanya (hal seperti ini sering kami lakukan terhadap tetangga sesama muslim atau kerabat jauh)?
Wassalammualaikum wr. wb. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarkatuh, Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin, bukan agama eksklusif dan 'ashabiyah. Manfaat agama Islam tidak terbatas hanya kepada pemeluknya saja, tetapi juga buat pemeluk agama selain Islam. Di sisi lain, tidak semua orang non muslim itu harus diperangi. Mereka yang termasuk kafir harbi memang wajib diperangi, akan tetapi mereka yang termasuk ahlu zimmah, yang tinggal dengan rukun dan damai bersama sesama umat Islam, haram hukumnya untuk diganggu, diperangi atau dilecehkan. Bahkan sudah menjadi kewajiban bahwa umat Islam wajib membantu mereka, serta menghormati hak-hak mereka. Sebagai tetangga, tidak mentang-mentang agamanya bukan Islam, lantas tetangga kita itu kita cabut hakhaknya dari hak sebagai tetangga. Sebaliknya, kita harus 165
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
berbagi dengan mereka, baik dalam kebahagian maupun dengan dalam masalah materi. Kalau kita punya makanan yang lebih, tidak ada salahnya bila kita hadiahkan kepada mereka. Sebagaimana kita pun tidak haram bila menerima pemberian makan mereka. Selama tidak ada maksudmaskud yang tercela di balik kebaikan mereka, seperti ingin memurtadkan atau menikah beda agama. Anjuran untuk Menyantuni Orang Kafir Menyatuni orang kafir zimmi yang hidup damai dengan muslimin dengan harta sedekah hukumnya boleh, bahkan dianjurkan. Dasarnya adalah firman Allah SWT berikut ini:
ﻦﻮﻛﹸﻢ ﻣﺮِﺟﺨ ﻳﻟﹶﻢﻳﻦِ ﻭ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪﻘﹶﺎﺗِﻠﹸﻮﻛﹸﻢ ﻳ ﻟﹶﻢﻦِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻋ ﺍﻟﻠﱠﻪﺎﻛﹸﻢﻬﻨﻻﹶ ﻳ ﻘﹾﺴِﻄِﲔ ﺍﻟﹾﻤﺤِﺐ ﻳ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﻬِﻢﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﺇِﻟﹶﻴﺗ ﻭﻢﻭﻫﺮﺒ ﺃﹶﻥ ﺗﺎﺭِﻛﹸﻢﺩِﻳ Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS AlMumtahanah: 8) Selain ayat Al-Quran di atas, dasarnya juga riwayat di mana Rasulullah SAW memerintahkan kepada iparnya, Asma' binti Abu Bakar agar menyambung tali silaturrahim dengan ibunya yang saat itu bukan muslim. Caranya dengan memberikan santunan dan bantuan material kepadanya. Sebagian Ulama Membolehkan kepada Orang Kafir
166
Memberi
Zakat
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Ada khilaf di antar ulama tentang kebolehan memberi harta zakat kepada orang kafir zimmi. Meski jumhur ulama berpendapat bahwa zakat itu hanya boleh untuk umat Islam saja, namun sebagian ulama seperti Abu Hanifah, Az-Zuhri dan Muhammad bin Syrubmah berpendapat bahwa boleh hukumnya memberi zakat fitrah kepada orang kafir. Mereka berpendapat demikian, selain berdasarkan ayat Quran di atas, juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan harta dari baitulmal kepada orang kafir. Yaitu harta zakat yang dikumpulkan dari kaum muslimin. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut ini: Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abi Maysarah bahwa Rasulullah SAW memberikan para rahib (pemuka agama lain) zakat fitrah. (Al-Mushannaf: 4/39) Kebolehan memberi harta zakat buat orang kafir karena alasan bahwa orang kafir itu termasuk mustahiq zakat juga. Yaitu selama pada diri orang kafir itu ada kriteria mustahiq zakat. Misalnya, orang kafir itu miskin dan fakir. Maka setelah fakir miskin dari kalangan muslimin mendapatkan pembagian harta zakat, giliran berikutnya tentu saja fakir miskin dari pemeluk agama selain Islam. Kemiskinan dan kefakiran mereka telah membuat mereka menjadi mustahiq zakat, meski pun agama mereka bukan Islam. Muallaf Non Muslim Mendapat Zakat Dari sisi lain, Rasulullah SAW juga pernah memberi harta zakat kepada orang kafir yang bukan miskin. Sebab mereka termasuk kriteria 'wal mu'allafati qulubuhum', yaitu orang-orang yang dilunakkan
167
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
hatinya. Selama ini kita seolah membatasi bahwa asnaf mu'allaf itu hanya buat mereka yang sudah masuk Islam, padahal di masa lalu, mereka yang belum masuk Islam pun berhak menerima, bila dipertimbangkan akan membawa manfaat. Bahkan mereka yang sulit diharapkan masuk Islam lantaran kerasnya permusuhan dan selalu mengusik ketenangan kaum muslimin, oleh Rasulullah SAW pun diberi juga. Targetnya mungkin bukan untuk masuk Islam, tetapi sekedar bisa melunakkan sikap kasarnya kepada umat Islam. Itu pun sudah termasuk kriteria wal muallafati qulubuhum. Mereka boleh diberikan harta dari dana zakat, sebagaimana Al-Quran telah menetapkannya. Ibnul Munzir berkata,"Umumnya para ulama sepakat (ijma') bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, namun dikecualikan bila dia termasuk almuallafati qulubuhum." Maka kalau zakat boleh diberikan kepada mereka, apalagi masalah hadiah, bantuan, santunan dan lainnya. Tentu saja hukumnya boleh dan juga berpahala. Tetapi tentu saja selama dipertimbangkan bahwa semua itu akan membawa manfaat buat kepentingan Islam. Misalnya, hati mereka semakin terpaut dan tertarik serta bersimpati kepada umat Islam. Karena mereka tidak dikucilkan dan dibeda-bedakan. Siapa tahu suatu saat Allah SWT akan memberikan hidayah kepada mereka, lewat sikap santun kita kepada mereka. Kalau para misionaris berhasil membujuk jutaan umat Islam murtad dan masuk agama mereka, lewat berbagai macam bujukan dan bantuan kemanusiaan, maka sesungguhnya di dalam syariat Islam pun 168
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
diberikan ruang untuk 'membujuk' mereka agar masuk Islam. Meski pun kita tidak menamakannya dengan istilah menyogok, tetapi melunakkan hati orang kafir termasuk bagian dari cara dakwah yang efektif dan dianjurkan. Bahkan meski harus lewat pemberian materi.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarkatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Selamat Natal dan Hari Raya Agama Lain Assalamualaikum wr wb., Pak ustadz yth, sebagaimana kita ketahui bahwa ada beberapa di antara kita tinggal dalam lingkungan yang majemuk terutama dengan agama/kepercayaan lain. Pada saat Idul Fitri mereka mengucapkan selamat hari raya pada kita namun bolehkah apabila pada hari raya mereka kita juga melakukan hal yang sama? Kalau tak salah dalam Perjanjian Lama pd Surat Paulus II atau Yohanes II (saya lupa) ada ajaran nasrani yang melarang mengucapkan salam pada agama lain. Benarkah demikian mohon penjelasan lebih lanjut dan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. Wb. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Di masa lalu umat Islam jauh lebih kuat dan besar dari umat Kristiani. Bahkan tempat-tempat bersejarah yang dianggap sebagai tempat lahirnya nabi Isa sejak 169
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
masa khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhusudah berada di tangan umat Islam bahkan hingga pertengahan abad 20. Sebaliknya, umat kristiani tidak pernah lebih besar dari umat Islam. Kemajuan barat di dua abad terakhir ini tidak bisa diklaim sebagai prestasi agama kristen, bahkan justru sebaliknya. Barat bisa maju peradabannya ketika mereka terbebas dari kungkungan gereja. Maka sepanjang 14 abad, pandangan muslim kepada pemeluk agama nasrani agak berbeda dengan di masa sekarang ini. Di masa kejayaan umat Islam, umat nasrani dipandang sebagai umat yang minoritas, lemah, tak berdaya dan perlu dikasihani. Bahkan di Eropa yang sebagiannya dikuasai umat Islam saat itu, begitu banyak pemeluk kristiani yang dilindungi dan disubsidi oleh pemerintah Islam. Pandangan ini kemudian berubah ketika Barat mengekspansi negeri-negeri muslim di bawahbendera salib. Dan kekuatan salib berhasil menyelinap di balik misi ipmerialisme yang tujuannya Gold, Gospel and Glory. Gospel adalah penyebaran agama kristiani ke dunia Islam. Sejak saat itulah gambaran umat kristiani berubah dalam perspektif umat Islam. Yang tadinya dianggap umat yang lemah dan perlu dikasihani, tiba-tiba berubah menjadi agresor, penindas, penjajah dan perusak akidah. Di masa kekuasaan Islam, ayat-ayat Al-Quran dan hadits nabi untuk menyayangi dan berempati kepada pemeluk nasrani kelihatan lebih sesuai dengan konteksnya. Misalnya ayat berikut ini:
ﻛﹸﻮﺍﹾـﺮ ﺃﹶﺷﺍﻟﱠـﺬِﻳﻦ ﻭـﻮﺩﻬﻮﺍﹾ ﺍﻟﹾﻴﻨ ﺁﻣﺓﹰ ﻟﱢﻠﱠﺬِﻳﻦﺍﻭﺪﺎﺱِ ﻋ ﺍﻟﻨﺪﻥﱠ ﺃﹶﺷﺠِﺪﻟﹶﺘ 170
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
ﺑِﺄﹶﻥﱠﻯ ﺫﹶﻟِﻚﺎﺭﺼﺎ ﻧﺍﹾ ﺇِﻧ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﻮﺍﹾ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻨ ﺁﻣﺓﹰ ﻟﱢﻠﱠﺬِﻳﻦﺩﻮ ﻣﻢﻬﺑﻥﱠ ﺃﹶﻗﹾﺮﺠِﺪﻟﹶﺘﻭ ﻭﻥﹶﻜﹾﺒِﺮﺘﺴ ﻻﹶ ﻳﻢﻬﺃﹶﻧﺎ ﻭﺎﻧﺒﻫﺭ ﻭﻴﺴِﲔ ﻗِﺴﻢﻬﻣِﻨ Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS. Al-Maidah: 82) Al-Quran menggambarkan bahwa orang-orang nasrani adalah orang yang paling dekat persahabatannya dengan umat Islam. Sebab mereka masih mengakui Allah SWT sebagai Allah, juga mengakui keberadaan banyak nabi dan malaikat. Mereka juga percaya adanya kehidupan sesudah kematian (akhirat). Apalagi di masa kejayaan Islam, umat nasrani sangat sedikit, lemah dan tertindas. Maka di berbagai pusat peradaban Islam, umat nasrani justru disebut dengan zimmy. Artinya adalah orang-orang yang dilindungi oleh umat Islam. Nyawa, harta, keluarga dan hak-hak mereka dijamin oleh pemerintah Islam. Bahkan suasana itu juga terasa cocok dengan ayat Allah SWT yang lain lagi, yaitu tentang halalnya sembelihan mereka dan dinikahinya wanita ahli kitab oleh laki-laki muslim.
ﺣِـﻞﱞ ﻟﱠﻜﹸـﻢـﺎﺏﻮﺍﹾ ﺍﻟﹾﻜِﺘ ﺃﹸﻭﺗ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﺎﻡﻃﹶﻌ ﻭﺎﺕﺒ ﺍﻟﻄﱠﻴ ﺃﹸﺣِﻞﱠ ﻟﹶﻜﹸﻢﻡﻮﺍﻟﹾﻴ 171
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
ﻣِـﻦﺎﺕﻨﺼﺤﺍﻟﹾﻤﺎﺕِ ﻭﻣِﻨﺆ ﺍﻟﹾﻤ ﻣِﻦﺎﺕﻨﺼﺤﺍﻟﹾﻤ ﻭﻢ ﺣِﻞﱡ ﻟﱠﻬﻜﹸﻢﺎﻣﻃﹶﻌﻭ ﻠِﻜﹸﻢ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﺎﺏﻮﺍﹾ ﺍﻟﹾﻜِﺘ ﺃﹸﻭﺗﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi AlKitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal bagi mereka. wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu(QS. Al-Maidah: 5) Umat Islam mengizinkan mereka mendirikan geraja dan haram hukumnya untuk mengusik ibadah mereka. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi bahwa mempersilahkan umat kristiani untuk merayakan misa natal di tempattempat yang dianggap bersejarah. Semua itu adalah gambaran suasana kerukunan umat beragama yang sesungguhnya, hasil dari kemajuan peradaban Islam. Hubungan Islam Nasrani di Zaman Kolonialisme Tetapi semua itu menjadi hancur berantakan garagara kolonialisme. Keserasian umat Islam dengan pemeluk nasrani berubah menjadi perang tiada habisnya. Darah para syuhada membasahi bumi Islam tatkala umat kristiani membonceng mesin perang Barat menjajah negeri, merampas harta benda, membunuh muslim dan membumi hangus peradaban. Umat kristiani yang tadinya umat lemah tak berdaya dan dilindungi, tiba-tiba berubah menjadi kekuatan yang congkak dan berbalik menjadi penindas umat Islam. Khilafah Islamiyah yang menyatukan umat Islam 172
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sedunia dicabik-cabik dan dibelah menjadi puluhan negara jajahan. Akibat dari kolonilisme itu, pandangan umat Islam terhadap bangsa kristiani pun mulai mengalami pergeseran. Yang tadinya lebih banyak menyebut ayatayat tentang kedekatan antara dua agama, sekarang yang lebih terasa justru ayat-ayat yang mempertentangkan keduanya.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah: 120) Juga ayat ini:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali Imran: 100) Maka umat Islam berperang melawan nasrani dan menolak bila negerinya dipimpin oleh mereka.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
173
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah: 51) Imbas Kepada Hukum Memberi Ucapan Selamat Natal Melihat realitas di atas, maka di dalam tubuh umat Islam berkembang dua cara pandang yang berbeda. Di satu sisi, ada kalanganyang menganggap bahwa nasrani itu bukan musuh, tidak boleh dibunuh atau diperangi. Justru harus dianggap sebagai komunitas yang harus ditolong. Kepada mereka tidak dipaksakan untuk memeluk Islam. Bahkan tidak terlarang untuk hidup berdampingan, saling tolong dan saling hormat, sampai saling memberi tahni'ah (congratulation) kepada masing-masing kepercayaan. Di sisi lain, ada kalangan yang tetap berprinsip bahwa nasrani adalah umat yang harus dimusuhi, diperangi dan tidak bisa dipercaya. Maka kecenderungannya dalam fatwa yang berkembang adalah haram untuk saling mengucapkan tahni'ah di hari raya masing-masing. Untuk lebih tegasnya bagaimana perbedaan pandangan itu, kami kutipkan fatwa-fatwa dari berbagai ulama terkemuka. Fatwa Haram Ibnul Qayyim Pendapat anda yang mengharamkan ucapan selamat natal difatwakan oleh Ibn al-Qayyim Al-Jauziyah. Beliau pernah menyampaikan bila pemberian ucapan “Selamat Natal” atau mengucapkan “Happy Christmas” kepada orang-orang kafir hukumnya haram. Dalam kitabnya 'Ahkâm Ahl adz-Dzimmah', beliau berkata, “Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka
174
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan. Sikap ini juga sama pernah disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin sebagaimana dikutip dalam Majma’ Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403). Di negeri kita, tidak sedikit umat Islam yang mengharamkan ucapan selamat natal ini. Fatwa Yang Membolehkan Memang pendapat yang membolehkan ini kurang populer di banyak kalangan. Namun kalau kita mau agak teliti dan jujur, rupanya yang menghalalkan tidak sedikit. Bukan hanya Dr. Quraisy Syihab saja, tetapi bahkan Majelis Ulama Indonesia, Dr. Yusuf AlQaradawi dan beberapa ulama dunia lainnya, ternyata kita dapati pendapat mereka membolehkan ucapan itu. Rasanya agak kaget juga, tetapi itulah yang kita dapat begitu kita agak jauh menelitinya. Kami uraikan di sini petikan-petikan pendapat mereka, bukan dengan tujuan ingin mengubah pandangan yang sudah ada. Tetapi sekedar memberikan tambahan wawasan kepada kita, agar kita punya referensi yang lebih lengkap. Fatwa MUI Tentang Haramnya Natal Bersama, Bukan Ucapan Selamat Natal Satu yang perlu dicermati adalah kenyataan bahwa MUI tidak pernah berfatwa yang mengharamkan ucapan selamat natal. Yang ada hanyalah fatwa haramnya melakukan natal bersama. Majelis Ulama Indonesia pada 7 Maret 1981, sebagaimana ditandatangani K.H. M. Syukri Ghozali, 175
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
MUI telah mengeluarkan fatwa:perayaan natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram Hal ini juga ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal MUI, Dr. Dien Syamsudin MA, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu menyatakan bahwa MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen/ritual Natal. "Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam, " katanya. Bahkan pernah di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya, beliau menyampaikan, "Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani." Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni'ah saat perayaan agama lainnya. Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai 176
Ahmad Sarwat, Lc
orang-orang yang Mumtahanah: 8)
Fiqih Mawaris
berlaku
adil.
(QS.
Al-
Kebolehan memberikan tahni'ah ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada kami dalam perayaan hari raya kami.
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.(QS. An-Nisa': 86) Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain. Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa' Di dalam bank fatwa situs Islamonline.com, Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang kafir. Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut. Sehingga menurut beliau, ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, juga tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan 177
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
koleganya yang kebetulan berbeda agama. Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum ucapan natalnya. Namun beliau menyatakan bahwa ucapan tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaanperayaan natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar. Majelis Fatwa dan Riset Eropa Majelis Fatwa dan Riset Eropajuga berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa' dalam hal kebolehan mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya. Fatwa Dr. Abdussattar Fathullah Said Dr. Abdussattar Fathullah Said adalah profesor bidang tafsir dan ulumul quran di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah ini beliau agak berhatihati dan memilahnya menjadi dua. Ada tahni'ah yang halal dan ada yang haram. Tahni'ah yang halal adalah tahni'ah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam. Sedangkan tahni'ah yang haram adalah tahni'ah kepada orang kafir yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi, "Semoga 178
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Tuhan memberkati diri anda sekeluarga." Sedangkan ucapan yang halal seperti, "Semoga tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda." Bahkan beliau membolehkan memberi hadiah kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun yang diharamkan Allah. 25 Desember Bukan Hari Lahir Nabi Isa Lepas dari perdebatan seputar fatwa haramnya mengucapkan selamat natal, ada masalah yang lebih penting lagi. Yaitu kesepakatan para ahli sejarah bahwa Nabi Isa sendiri tidak lahir di tanggal tersebut. Tidak pernah ada data akurat pada tanggal berapakah beliau itu lahir. Yang jelas 25 Desember itu bukanlah hari lahirnya karena itu adalah hari kelahiran anak Dewa Matahari di cerita mitos Eropa kuno. Mitos itu pada sekian ratus tahun setelah wafatnya nabi Isa masuk begitu saja ke dalam ajaran kristen lalu diyakini sebagai hari lahir beliau. Padahal tidak ada satu pun ahli sejarah yang membenarkannya. Bahkan British Encylopedia dan American Ensyclopedia sepakat bahwa 25 bukanlah hari lahirnya Isa as. Jadi kalau pun ada sebagain kalangan yang tidak mengharamkan ucapan selamat natal, ketika diucapkan pada even natal, ucapan itu mengandung sebuah kesalahan ilmiyah yang fatal.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
179
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Muslim Pakai Topi Natal, Haramkah? Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ustad,nabi bersabda."bararangsiapa menyerupai suatu kaum,maka dia akan menjadi bagian dari kaum itu"(mohon dibetulkan kalo salah). 1. Apa yg dimaksud dg tasyabuh?apa memakai jas,topi natal termasuk tasyabuh? 2. Apa orang yg menyerupai orang kafir otomatis jadi kafir menurut hadis diatas? Mohon penjelasan.terima kasih
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Yang dikatakan sebagai 'menyerupai orang kafir' tentu tidak asal serupa. Tidak mentang-mentang ada sedikit kemiripan pada hal tertentu, lantas seorang muslim tiba-tiba dianggap jadi kafir. Kita ambil perumpamaan sederhana. Orang non muslim di negeri kita ini makan nasi. Dan umat Islam di Indonesia juga makan nasi. Tentu tidak bisa dikatakan bahwa umat Islam telah salah karena telah menyerupai tindakan orang kafir, yaitu makan nasi. Masak sih hanya gara-gara memakan makanan yang sama dengan makanan yang kebetulan dimakan orang kafir, seorang muslim harus divonis menjadi kafir juga. Kita ambil contoh lain. Kebanyakan orang Jepang bukan muslim. Kalau orang Jepang makan shushi, makanan yang sudah jadi ciri khas mereka, lalu ada umat Islam makan shushi juga, tentu tidak bisa dikatakan orang Islam itu sudah kafir, gara-gara makan 180
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
meniru orang Jepang yang kafir. Walau pun umumnya orang Jepang bukan pemeluk agama Islam, namun shushi tidak bisa diidentikkan dengan makanan orang kafir. Jadi ada wilayah yang merupakan batas teritori dari kekafiran, dimana suatu tindakan atau sikap memang hanya dimiliki oleh orang kafir itu secara unik. Tindakan itu bukan merupakan tindakan yang menjadi milik publik, namun orang kafir ikut share melakukannya. Jas : Pakaian Khas Orang Kafir? Sebenarnya jas yang umum dipakai laki-laki baik untuk pesta atau peremuan resmi, bukan pakaian khas agama tertentu. Sehingga tidak tepat kalau dikatakan bahwa jas adalah pakaian orang kafir. Yang sesungguhnya, jas adalah pakaian yang asalnya khas dikenakan oleh orang-orang di Eropa. Tapi kalau jas merah yang dikenakan oleh Sinterklas, meski asalnya hanya model iklan Cocacola, namun sudah lazim dianggap bagian dari khas atribut natal. Maka saya memandang seorang muslim tidak dibenarkan mengenakannya, kalau dia tahu duduk masalahnya. Topi Natal Namanya saja sudah 'topi natal'. Kalau disebut kata itu, yang terbetik di benak kita adalah atribut yang dikenakan dalam suasana natal. Walau pun mungkin tidak ada hubungan sama sekali antara kelahiran Isa alaihissalam dengan topi natal, namun karena topi itu sudah identik dengan perayaan dan suasana natal, maka secara umum bisa kita katakan bahwa topi natal itu memang khas busana atau atribut agama Kristiani. 181
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Dalam pandangan saya, seorang muslim tidak dibenarkan secara sadar dan sengaja mengenakan topi natal. Karena termasuk tindakan tasyabbuh bil kuffar, atau menyerupai ciri khas agama tertentu, yaitu Kristen. Sayangnya, sering kali sebuah perusahaan mengharuskan sebagain karyawannya mengenakan topi khas agama Kristen ini, meskipun para direksinya tahu bahwa para karyawan itu beragama Islam. Saya sangat menyayangkan hal ini. Meski tidak ada kaitannya dengan aqidah dan kepercayaan, tetapi sulit dipungkiri bahwa topi natal itu memang khas atribut agama Kristen. Dan buat seorang muslim, haram hukumnya menyerupai atribut khas agama lain. Lambang Salib Dalam pandangan saya, tindakan lain yang juga khas dimilik oleh umat Kristiani misalnya memakai lambang salib, baik sebagai hiasan rumah maupun kalung yang dikenakan di leher. Mereka juga terbiasa menghias rumah dengan pohon natal. Kalau ada umat Islam yang secara sadar dan sengaja mengenakan kalung salib khas umat Kristiani, maka tindakan ini dilarang serta haram dikerjakan. Karena lambang salib itu memang khas identitas umat Kristiani. Palang Merah Tapi ketika sebuah lambang tertentu tidak terlalu kentara, misalnya lambang milik Palang Merah Indonesia (PMI). Kalau kita mau usut sampai ke asal sejarahnya, banyak para ahli yang menyatakan bahwa lambang palang merah itu berasal dari kayu salib. Konon pasukan Kristen dalam perang salib diperkuat dengan barisan dokter dan perawat yang memakai lambang salib di baju mereka. 182
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Tetapi lambang ini kemudian mengalami generalisasi, sehingga kesan salibnya mulai pudar, walau masih tetap sulit ditepis. Saya memandang ketika ada seorang muslim menjadi anggota PMI, dan kebetulan seragamnya berlambang mirip salib, dia tidak dalam keadaan sengaja dan sadar mengenakan atribut khas umat Kristiani. Meski kalau boleh usul, sebaiknya PMI yang nota bene punya banyak anggota yang beragama Islam, sebaiknya melakukan koreksi atas lambangnya, lantaran asal muasalnya memang dari syiar umat Kristiani.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
183
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Ketujuh
Pernikahan
Pernikahan Beda Agama Assalamu'alaikum wr. wb. Saya telah membaca uraian ustadz bahwa Islam secara tegas menghalalkan pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita Yahudi dan seterusnya dengan judul "Hikmah Halalnya Pernikahanan Wanita Kristen dengan Pria Muslim" atas pertanyaan bapak Munawir. Yang ingin saya tanyakan: bagaimana dengan bunyi ayat "walaa tankihul musyrikaati,... dan seterusnya. 185
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Wassalam, jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Halalnya laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab bukan semata-mata pendapat atau ijtihad buatan kami, melainkan merupakan firman Allah SWT yang tegas disebutkan di dalam Al-Quran.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal bagi mereka. wanita yang menjaga kehormatan di antara wanitawanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (QS. Al-Maidah: 5) Para ulama baik salaf maupun khalaf ketika menjelaskan makna ayat tersebut, juga menyimpulkan demikian. Bahwa laki-laki muslim dihalalkan menikahi wanita ahli kitab, dengan berdasarkan ayat ini. Dan itu adalah pendapat mayoritas ulama. Khilaf Ulama tentang Makna Musyrik Sebenarnya ketika Al-Quran menyebut istilah musyrik, yang dimaksud bukanlah ahli kitab, melainkan pemeluk agama berhala. Seperti kafir Quraisy yang 186
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
beragama non samawi dan menyembah berhala. Atau orang-orang majusi yang menyembah api. Wanitawanita dari kalangan inilah yang diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki muslim. Adapun wanita-wanita dari pemeluk agama samawi, atau yang sering pula diistilahkan dengan wanita ahli kitab (kitabiyyah), seluruh shahabat mengakui kehalalannya dan mereka pun mempraktekkannya. Namun ada juga sebagian dari ulama yang tidak sejalan dengan apa yang telah diyakini oleh jumhur ulama. Yaitu mereka mengatakan bahwa Yahudi dan Nasrani itu pun harus dikategorikan sebagai orang musyrik. Karena mereka menyembah Nabi Isa bahkan punya 3 tuhan sekaligus. Sebagaimana pendapat anda. Maka sebenarnya pendapat anda itu sudah ada yang mengatakannya. Pendapat anda sangat sesuai dengan pendapat Ibnu Umar yang mengharamkan wanita kitabiyah dan juga mengharamkan sembelihan ahli kitab. Pendapat yang senada juga dilontarkan oleh ulama pada masa berikutnya yaitu Ibnu Hazm. Ibnu Hazm jelas-jelas mengatakan bahwa tidak ada orang yang paling musyrik melebihi dari ahli kitab. Karena mereka telah menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan. Sehingga menurut mazhab ini, sembelihan ahli kitab tidak halal dan demikian juga dengan tidak halal menikahi wanita kitabiyah (ahli kitab). Meski demikian, pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Hazm bukan pendapat mayoritas ulama (jumhur). Karena jumhur ulama tetap menganggap bahwa orang Nasrani itu ahli kitab yang halal sembelihannya dan halal pula mengawini wanitanya. Bahwa mereka menyembah Isa dan sebagainya, 187
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
bukanlah fenomena yang terjadi pada masa sekarang saja. Sejak awal mula lahirnya Islam, Al-Quran sudah menyatakan bahwa mereka menjadikan Isa sebagai anak tuhan dan tuhan itu tiga. Begitu juga dengan Yahudi yang mengatakan bahwa Uzair anak tuhan. Sehingga tidak ada bedanya antara kemusyrikan ahli kitab hari ini dengan pada masa nabi SAW. Namun demikian, para shahabat tetap menyantap sembelihan ahli kitab dan menghalalkan menikahi wanitanya. Di antara adalah Umar bin Al-Khattab ra, Ustman bin Affan ra, Jabir ra, Thalhah ra, Huzaifah ra. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi‘in seperti Atho‘, Ibnul Musayib, Al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi‘i, juga ahli Madinah dan Kufah. Anda bebas untuk berpendapat seperti itu dan anda punya panutan antara lain Ibnu Umar dan juga Ibnu Hazm. Argumen yang anda ajukan pun lumayan kuat. Apalagi bila mengingat di zaman ini banyak sekali orang Islam yang dimurtadkan karena pengaruh agama. Pendapat anda cukup bisa dipertimbangkan meski kurang populer di kalangan jumhur ulama.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Pengantin Pria di Luar Negeri Assalamu'alaikum wr. wb. Maaf Ustadz, saya punya saudari sepupu yang menikah dengan sepupu laki-laki yang ada di luar negeri (Arab Saudi). Akadnya dilakukan di Indonesia, 188
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
yang diwakilkan kepada paman yang merupakan suami dari bibi sepupu laki-laki. Bagaimana status pernikahan tersebut? Sefahaman saya, syarat sahnya adalah adanya pengantin laki-laki. Ketika saya tanyakan kepada orang tua, dijawab pernikahannya akan diulang di Saudi, padahal, sepupu tidak ada walinya, karena keluarga kandung berada di Indonesia.
Jazakallah khairan jaza' jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pada prinsipnya, setiap akan nikah itu dilakukan oleh dua orang laki-laki. Yang pertama adalah ayah kandung calon isteri sebagai wali. Sedangkan yang kedua adalah calon suami. Mereka berdua inilah yang melakukan ijab dan qabul. Asalkan akad itu disaksikan oleh minimal 2 orang laki-laki yang muslim, aqil, baligh, merdeka dan adil, maka akad itu sah secara hukum. Kemudian, keberadaan masing-masing pihak itu masih boleh diwakili oleh orang lain. Asalkan atas izin dan persetujuan dari yang memberi mandat. Seorang calon suami boleh mewakilkan dirinya kepada orang lain, sebagaimana seorang wali boleh mewakilkan dirinya kepada orang lain. Lalu masing-masing wakil itu melakukan akad nikah atas nama dan atas seizin dari masing-masing pihak yang diwakilinya. Dan hal ini sangat lazim kalau kita lihat dari sudut pandang hukum. Bukankah dalam sebuah persidangan, baik terdakwa maupun penuntut sangat lazim menggunakan jasa lawyer (pengacara) profesional? Para
189
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
pengacara ini kemudian bukan saja memberikan masukan dan advisnya, bahkan ikut berbicara di depan sidang pengadilan. Mereka berfungsi sebagai kuasa hukum. Maka hal yang sama juga berlaku dalam masalah akad nikah. Masing-masing pihak, baik calon suami atau pun wali, sama-sama berhak mengangkat orang lain untuk bertindak atas nama dirinya dalam sebuah akad nikah. Dan akad itu bisa sah secara hukum. Kecuali para saksi, justru mereka tidak boleh diwakilkan, karena fungsi saksi justru sangat penting peranannya sehingga tidak bisa diwakilkan. Tapi yang memudahkan, para saksi ini boleh siapa saja, tidak harus yang masih punya hubungan famili dengan masingmasing pihak. Maka dengan demikian, asalkan masing-masing pihak sudah terwakili secara sah, maka akad nikah itu bisa dilakukan secara sah, baik dalam hukum agama maupun dalam hukum negara. Baik akad itu dilakukan di Indonesia maupun di Saudi Arabia.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Nikah dengan Wanita Non Muslim Saya lajang usia tahun 2007 ini memasuki 41 th, saat ini saya berpacaran dengan wanita keturunan(China) danNon Muslim, saya berniat menikah dengan nya begitu juga dengan Dia, tapi kami bersikukuh pada agama kami masing-masing. Dia takut masuk Islam krn Dia menyaksikan sendiri, betapa brutalnya orang-orang Islam mengobrak abrik kios majalah yang pedagangnya 190
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
orang "kecil" muslim pula dan tayangan TV yang memojokan Islam. Saya berharap setelah menikah dengan saya, Dia mau memeluk Islam, karena saya ingin menunjukan bahwa Islam itu adalah agama yang sempurna dan tidak seperti yang diperkirakan. Yang saya ingin tanyakan bolehkan laki-laki Muslim menikah dengan wanita Non Muslim (Protestan)? Adakah ayat Al-Quran yang berbicara tgg masalah perkawainan ini?? Kalau boleh bagaimana caranya? Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Secara tegas Al-Quran sejak 14 abad lampau telah memberikan kehalalan bagi laki-laki muslim untuk menikahi wanita ahli kitab. Silahkan baca surat AlMaidah:
ـﺎﺏﻮﺍﹾ ﺍﻟﹾﻜِﺘ ﺃﹸﻭﺗ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦﺎﺕﻨﺼﺤﺍﻟﹾﻤﺎﺕِ ﻭﻣِﻨﺆ ﺍﻟﹾﻤ ﻣِﻦﺎﺕﻨﺼﺤﺍﻟﹾﻤﻭ ﻠِﻜﹸﻢﻣِﻦ ﻗﹶﺒ (dihalalkan bagimu menikahi wanita) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi AlKitab sebelum kamu. (QS. Al-Maidah: 5) Semua ulama ahli syariah pun sepakat membenarkan tentang halalnya pria muslim menikahi wanita ahli kitab. Demikian juga dengan pendapat 4 imam mazhab, semua menghalalkannya. Namun ada beberapa hal yang perlu kiranya dijadikan bahan pertimbangan, antara lain: 191
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
1. Masalah beda pendapat tentang pengertian ahli kitab Harus diakui di balik dari tegasnya ayat Al-Quran dan sepakatnya jumhur ulama, ternyata masih ada pendapat sebagian ulama yang membatasi pengertian dan batasan ahli kitab. Di antaranya ada yang menyebutkan bahwa wanita kristen itu tidak lain adalah wanita musyrikah, karena menyembah Yesus. Atau ada yang mengatakan bahwa yang masuk dalam kriteria ahli kitab hanyalah mereka yang keturunan langsung dari bani Israil. Bukan bangsabangsa lain yang dikristenkan. Rupanya pendapat mereka mengembalikan pengertian ahli kitab kepada unsur keturunan, bukan kepada status. Di antara yang berpendapat demikian antara lain Dr. Salim Segaf Al-Jufri, sebagaimana pernah kami tanyakan hal ini saat kami masih kuliah dulu. Beliau membatasi pengertian wanita ahli kitab pada keturunan (sulalah) bani Israil saja, sedangkan wanita kritsten dari bangsa di luar itu, tidak termasuk hukum wanita ahli kitab. Kalau menggunakan batasan ini, maka calon isteri anda yang keturunan cina itu tidak termasuk wanita ahli kitab. Tapi kalau kita menggunakan pendapat jumhur ulama yang tidak membedakan berdasarkan keturunan atau nasab, maka hukumnya boleh secara syariah. Yang jadi ukuran semata-mata status yang telah diikrarkan oleh yang bersangkutan. Testnya mudah saja untuk membedakan apakah seseorang itu termasuk ahli kitab atau bukan, yaitu kita tanyakan kepadanya tentang agamanya, apakah anda seorang nasrani? Kalau dia menjawab 'ya', maka dia adalah seorang nasrani. Urusan dia percaya atau tidak 192
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
percaya kepada bible, gereja, yesus atau doktrin-doktrin lainnya, tidak perlu kita risaukan. Pokoknya, begitu seseorang mengaku beragama kristen, maka secara hukum syariah kita perlakukan sebagai pemeluk agama itu. Kalau seandainya dia meninggal, kita tidak perlu wawancara dulu tentang detail-detail doktrin agamanya, langsung saja kita kuburkan di pekuburan kristen, selesai. 2. Masalah styreotype umat Islam Hal kedua yang jadi bahan pertimbangan adalah cara pandang sebagian umat Islam atas pernikahan model begini. Kenyataan yang sulit dihindari adalah bahwa sebagian masyarakat kita ini meski mengaku muslim, tapi sangat awam dengan agamanya. Lihatlah Aa Gym yang berpoligami secara 100% halal, tapi habislah beliau dihujani hujatan, makian, cemooh, cibiran, bahkan fitnah berkepanjangan. Sementara Maria Eva yang jelas berzina dan menggugurkan bayi, malah mendapat simpati. Aa Gym pasti sudah tahu resiko dicibirkan oleh orang yang dahulu memuja dirinya. Sangat menyakitkan pastinya. Tinggal semua kembali kepada anda, tentunya panen kritik dan hal-hal sejenis pun akan terjadi. Padahal AlQruan dan syariah Islam sudah 100% menghalalkannya. Tetapi anda harus berhadapan dengan keawaman mereka plus sikap anarkisnya juga. 3. Masalah Fitnah dan Politik Masalah ketiga adalah masalah fitnah di dalam tubuh umat Islam, lebi tepatnya di dalam lingkungan wanita 193
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
muslimah. Masih banyak wanita muslimah yang sudah paten, shalihah, qanitah, berketurunan baik-baik dan lainnya, mengapa harus jauh-jauh mencari wanita yang masih belum jelas agamanya? Hal ini juga yang dahulu jadi motivasi mengapa khalifah Umar bin Al-Khattab ra berkirim surat kepada bawahannya yang menikahi wanita ahli kitab. Konon surat khalifah itu sangat tegas, "Jangan kamu letakkan suratkku ini sebelum kamu ceraikan dulu isterimu yang ahli kitab itu." Tentu perintah khalifah itu bukan untuk menentang kehalalan yang sudah jelas di dalam Al-Quran, melainkan sebagai politisi, beliau punya kebijakankebijakan internal demi mendapatkan tujuan-tujuan yang lebih besar. Mungkin beliau berpandangan lebih baik memerintahkan bawaannya untuk menceraikan isteri dari ahli kitab, dari pada timbul gelombang fitnah besar di dalam negeri, yang tentunya akan berimbas pada ketidak-stabilan politik lebih besar. Toh para bawahannya itu sudah punya isteri sebelumnya. 4. Masalah Pendidikan Anak dan Keluarga Masalah ini juga perlu untuk dipertimbangkan matang-matang. Sebab masalah hidayah masuk Islam kan urusan Allah SWT. Meski pernikahan anda tetap halal untuk selamanya tanpa ada syarat masuk Islamnya isrti, namun bagaimana dengan pendidikan anak-anak anda. Pastinya anda berkewajiban punya keturunan yang beragama Islam, bukan beragama sebagaimana agama ibunya. Kecuali bila anda memang tidak berniat punya keturunan dari isteri anda itu.
194
Ahmad Sarwat, Lc
Tapi normalnya semua orang menginginkan anak keturunan.
Fiqih Mawaris
menikah
pasti
Wallahu 'alam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Foto Perkawinan Non-Muslim Assalumualaikum wr wb Saya bekerja di bidang komputer graphic, dan salah satu teman saya mengajak saya untuk bergabung untuk mengerjakan sebuah proyek sampingan mengedit foto perkawinan, dan kadang perkawinan non muslim, baik itu foto di dalam gereja atau di luar dengan segala upacaranya. Walaupun saya hanya mengedit foto tapi saya ragu apakah boleh kita ikut serta di dalam pekerjaan itu? Dan apa batasanya bila kita hendak bekerja sama dengan orang non muslim?
Wassalamualaikum, wr. wb. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sebagai muslim yang taat, tentu anda akan merasakan sebuah keragunan yang beratketika harus mengerjakan tugas yang kurang sejalan dengan iman anda. Boleh jadi anda akan berkata, mendingan mengerjakan proyek yang berbau dakwah walaudibayar murah, ketimbang dibayar mahal tetapi harus mengerjakan proyek yang kurang sejalan dengan isi hati. 195
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Ketahuilah bahwa problematika seperti ini bukan dirasakan oleh anda seorang. Tetapi ada berjuta muslim seperti anda di dunia ini yang merasakan hal yang sama, terjebakpada perangkapyang sama. Dan ini merupakan salah satu bagian dari problematika umat Islam dewasa ini, di mana begitu banyak umat Islam 'harus dan terpaksa' mengerjakan sesuatu yang tidak disukainya. Demi sekedar menyambung hidupnya, mereka harus dibenturkan dengan realita yang keras, yang tidak sejalan dengan isi hati dan aqidahnya. Khusus dalam masalah anda, karena baru sekedar usaha sampingan, di mana anda sudah punya kerja pokok dengan penghasilan yang cukup, maka pada hakikatnya anda masih punya pilihan. Anda bisa menerima job itu atau menolaknya. Tinggal anda pertimbangkan, apa saja keuntungan yang anda dapat dari mengerjakan projek sampingan itu. Sedangkan kerugiannya sudah jelas, yaitu anda mengerjakan hal-hal yang kurang sejalan dengan iman anda. Foto Perkawinan Agama Lain Sebenarnya ketika anda mengerjakan projek poto pernikahan biasa, yang tidak terkait dengan agama tertentu, tidak ada masalah dengan hal itu. Namun ceritanya memang akan menjadi lain tatkala pernikahan itu dilakukan di gereja. Tentu potografer harus ikut masuk ke gereja. Entah kalau anda yang kerjanya sekedar melakukan editing. Tentang hukum masuk gereja, sebenarnya tidak ada nash yang mengharamkannya. Dan hukumnya memang tidak haram, asalkan di luar acara keagamaan yang
196
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sedang dilangsungkan. Hukumnya menjadi haram tatkala seorang muslim ikut dalam ritual keagamaan agama lain. Baik dilakukan di dalam rumah ibadah mereka atau di luar rumah ibadah. Jadi yang menjadi titik masalah bukan tempatnya, namun ritual acaranya. Umat Islam diharamkan hadir dan ikut dalam sebuah ritual keagamaan selain agama Islam. Tinggal kita nilai sekarang, apakah sebuah ritual pernikahan di gereja itu bagian dari ritual ibadah atau bukan. Kalau termasuk ritual ibadah, maka umat Islam haram untuk menghadirinya. Sedangka bila di luar ibadah, maka boleh menghadirinya. Adapun bila anda bekerja di dalam studio dan hanya melakukan editing, anda tidak akan terkena hukum haramnya menghadiri acara agama lain. Kira-kira sama dengan kasus sopir taksi muslim yang berpenumpang jamah yang mau ke gereja. Di sini muncul sebuah perbedaan, apakah hal itu termasuk ke dalam kriteria tolong menolong dalam kebaikan ataukah tolong menolong dalam keburukan? Dan apakah mengerjakan editing foto wedding di gereja atau yang berbau syiar agama lain termasuk menolong dalam hal keburukan, para ulama pun masih berdebat panjang. Yang jelas, keberadaan seorang non muslim di dalam negeri Islam sangat djamin. Mereka berhak membangun rumah ibadah, serta mendapatkan kebebasan untuk menjalankan agamanya. Dan menolong orang lain, apapun agamanya, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam, juga dianjurkan dalam agama Islam.
197
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
198
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Kedelapan
Non Muslim Najis?
Hukum Transplantasi Organ dari Non Muslim Assalamu 'alaikum wr wb Pak ustaz, saya ingin bertanya tentang donor anggota tubuh. Apakah terlarang bila seorang muslim mendapatkan donor transplatasi organ tubuh dari seorang non muslim? Dan bagaimana dengan firman Allah SWT yang menyebutkan bahwa orang musyrik itu najis?
199
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Wassalamu'alaikum wr, wb. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Mencangkok (transplantasi) organ dari tubuh seorang nonmuslim kepada tubuh seorang muslim pada dasarnya tidak terlarang. Mengapa? Karena organ tubuh manusia tidak diidentifikasi sebagai Islam atau kafir, ia hanya merupakan alat bagi manusia yang dipergunakannya sesuai dengan akidah dan pandangan hidupnya. Apabila suatu organ tubuh dipindahkan dari orang kafir kepada orang Muslim, maka ia menjadi bagian dari wujud si muslim itu dan menjadi alat baginya untuk menjalankan misi hidupnya, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Hal ini sama dengan orang muslim yang mengambil senjata orang kafir. Dan mempergunakannya untuk berperang fi sabilillah. Bahkan sesungguhnya semua organ di dalam tubuh seorang kafir itu adalah pada hakikatnya muslim (tunduk dan menyerah kepada Allah). Karena organ tubuh itu adalah makhluk Allah, di mana benda-benda itu bertasbih dan bersujud kepada Allah SWT, hanya saja kita tidak mengerti cara mereka bertasbih. Kekafiran atau keIslaman seseorang tidak berpengaruh terhadap organ tubuhnya, termasuk terhadap hatinya (organnya) sendiri. Memang ALQuran sering menyebut istilah hati yang sering diklasifikasikan sehat dan sakit, iman dan ragu, mati dan hidup. Namun sebenarnya yang dimaksud di sini bukanlah organ tubuh yang dapat diraba (ditangkap dengan 200
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
indra), bukan yang termasuk bidang garap dokter spesialis dan ahli anatomi. Sebab yang demikian itu tidak berbeda antara yang beriman dan yang kafir, serta antara yang taat dan yang bermaksiat. Tetapi yang dimaksud dengan hati orang kafir di dalam istilah Al-Quran adalah makna ruhiyahnya, yang dengannya manusia merasa, berpikir, dan memahami sesuatu, sebagaimana firman Allah:
"Lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami "(QS. Al-Hajj: 46) "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) "(QS. Al-A`raf: 179) Orang Musyrik Najis? Lalu bagaimana dengan firman Allah SWT yang menyebutkan bahwa Orang musyrik itu najis? Benar bahwa Allah SWT telah menyebutkan bahwa orang musyrik itu najis, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran:
ﺲﺠﺮِﻛﹸﻮﻥﹶ ﻧﺸﺎ ﺍﻟﹾﻤﻤﻮﺍﹾ ﺇِﻧﻨ ﺁﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻬﺎ ﺃﹶﻳﻳ "Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis" (QS. At-Taubah: 28) Namun para ulama sepakat mengatakan bahwa 'najis' dalam ayat tersebut bukanlah dimaksudkan untuk najis indrawi yang berhubungan Dengan badan, melainkan najis maknawi yang berhubungan dengan hati dan akal (pikiran). Karena itu tidak terdapat larangan bagi orang muslim untuk memanfaatkan organ tubuh orang nonmuslim, apabila memang diperlukan. 201
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Hukum Menerima Transfusi Darah dari Non Muslim Assalamu Alaikum Wr Wb Ustad, bagaimanakah hukumnya apabila seorang muslim sakit kemudian harus mentransfusi darah tetapi yang tersedia adalah darah dari orang selain muslim. Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Para ulama sepakat bahwa darah adala benda najis. Semua imam mazhab menyatkan hal yang sama dalam hal ini. Namun mereka mengatakan bahwa darah yang najis itu adalah darah yang keluar dari dalam tubuh kita. Sedangkan darah yang ada di dalam tubuh dan sedang bekerja menyebarkan makanan, oksigen dan lainnya, tidak dikatakan sebagai najis. Sebab kalau darah di dalam tubuh kita dinyatakan najis, berarti tubuh kita pun najis juga jadinya. Dan kalau tubuh kita najis, bagaimana kita shalat, thawaf dan sebagainya? Di sisi lain, para ulama juga menyatakan bahwa tubuh manusia, kafir atau muslim, tidak termasuk benda najis. Kalau pun ada ungkapan di dalam Al-Quran tentang kenajisan orang kafir, maka para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan najis di dalam ayat itu bukan najis secara hakiki, namun najis secara majazi. Mengapa para ulama mengatakan demikian? 202
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Karena melihatkonteks ayat itu yang sedang menjelaskan keharaman orang kafir memasuki wilayah tanah haram di Makkah. Maka ketika orang-orang musyrik itu dikatakan najis, adalah makna majazi. Seolah-olah mereka itu benda najis yang tidak boleh memasuki wilayah yang suci. Tapi pada hakikatnya tubuh orang kafir bukan benda najis. Buktinya mereka tetap dibolehkan masuk ke dalam masjid-masjid mana pun di dunia ini, kecuali masjid di tanah haram. Kalau tubuh orang kafir dikatakan najis, maka tidak mungkin Abu Bakar minum dari satu gelas bersama dengan orang kafir. Kalau kita belajar fiqih thaharah, maka kita akan masuk ke dalam salah satu bab yang membahas hal ini, yaitu Bab Su'ur. Di sana disebutkan bahwa su'ur adami (ludah manusia) hukumnya suci, termasuk su'ur orang kafir. Maka hukum darah orang kafir yang dimasukkan ke dalam tubuh seorang muslim tentu bukan termasuk benda najis. Ketika darah itu baru dikeluarkan dari tubuh, saat itu darah itu memang najis. Dan kantung darah tentu tidak boleh dibawa untuk shalat, karena kantung darah itu najis. Namun begitu darah segar itu dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka darah itu sudah tidak najis lagi. Dan darah orang kafir yang sudah masuk ke dalam tubuh seorang muslim juga tidak najis. Sehingga hukumnya tetap boleh dan dibenarkan ketika seorang muslim menerima transfusi darah dari donor yang tidak beragama Islam.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
203
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Ahmad Sarwat, Lc
Makan Pemberian non Muslim dan Menjabat Tangan Apakah boleh kita memakan makanan pemberian dari non muslim? Saya seorang akhwat, apakah boleh berjabat tangan dengan perempuan non muslim? Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Halal haramnya makanan tidak diukur dari siapa yang memberikan, melainkan dar itolok ukur yang sudah baku. Yang pertama adalah dari cara mendapatkannya, sedangkan yang kedua dari zatnya. Dari cara mendapatkannya, suatu makanan bisa menjadi haram untuk dimakan. akan tetapi titik keharamannya bukan pada makanan itu, tetapi dari hukum cara mendapatkannya. Misalnya makanan yang dibeli dari uang hasil mencuri, korupsi, manipulasi, memeras, menipu, menyogok, membungakan uang dan seterusnya. Dari keharaman zatnya, pada dasarnya semua makanan itu halal, kecuali yang namanya atau kriterianya disebutkan di dalam nash-nash suci, baik AlQuran maupun As-Sunnah. Kalau kita kaitkan kehalalan makanan orang kafir (non muslim), selama tidak ada penyimpangan dari dua tolok ukur di atas, hukumnya adalah halal. Maka makanan pemberian non muslim, selama bukan dari hasil-hasil kejahatan di atas, hukumnya halal. Demikian juga, makanan pemberian orang kafir yang tidak disebutkan keharamannya secara tegas di dalam dua sumber hukum Islam, baik namanya atau pun 204
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
kriterianya, hukumnya halal. Di antara jenis makanan orang kafir yang diharamkan adalah daging hewan yang disembelih oleh mereka yang beragama selain Nasrani dan Yahudi. Sedangkan sembelihan Nasrani dan Yahudi hukumnya halal bagi umat Islam, meski tanpa menyebut nama Allah. Sebab kebanyakan ulama tidak menjadikan penyebutan nama Allah SWT sebagai syarat sahnya penyembelihan. Juga hewan yang ketika disembelih, diniatkan untuk dipersembahkan kepada dewa atau roh atau sesembahan lainnya. Misalnya hewan-hewan yang disembelih untuk sesajen makhluk halus, karena mengharapkan bantuannya. Atau syarat yang diberikan oleh dukun tertentu, sebagai penolak bala bencana dan sejenisnya. Nampaknya halal haramnya jenis makanan yang terkait dengan makanan dari non muslim hanya seputar kedua hal ini saja. Yaitu bila disembelih oleh orang kafir selain ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) atau disembelih secara sengaja sebagai persembahan dewa atau berhala. Selebihnya, halal haramnya makanan bersifat umum, tidak dipengaruhi apakah sumbernya dari orang kafir atau muslim. Apakah Wanita Muslimah Diharamkan Berjabat Tangan dengan Wanita non Muslim? Buat seorang wanita muslimah ketika bergaul dengan wanita kafir, yang diharamkan adalah terlihat sebagian auratnya, meski sesama wanita. Sebab kedudukan wanita kafir itu setara dengan laki-laki asing (ajnabi) yang bukan mahram. Di hadapan sesama wanita tapi bukan wanita muslimah, diharamkan untuk melepas
205
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
kerudung atau jilbab. Sedangkan bila dengan sesama wanita muslimah, dibolehkan untuk terlihat sebagian aurat, seperti rambut, tangan dan kaki (aurat kecil). Sedangkan masalah sentuhan dengan wanita kafir, tidak ada masalah. Karena mereka pada dasarnya juga perempuan. Dalam hal ini hukumnya tidak bisa disamakan dengan hukum melihat aurat. Juga perlu diketahui bahwa sesungguhnya tubuh orang kafir itu tidak najis, tidak sebagaimana najisnya benda-benda. Maka sentuhan kulit antara muslim dengan non muslim tidaklah membatalkan wudhu', juga tidak mengharuskan pencucian atau pensucian. Adapun ayat Al-Quran yang menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu najis, oleh para ahli tafsir disebutkan bahwa kenajisan yang dimaksud ayat itu bukanlah najis hakiki, melainkan najis hukmi.
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 28) Najis hakiki adalah benda-benda yang kita kenal sebagai najis, seperti darah, nanah, kotoran, air kencing, bangkai dan lainnya. Sedangkan najis hukmi adalah kondisi seseorang yang sedang dalam keadaan janabah, di mana dia dilarang melakukan shalat, menyentuh mushaf, masuk masjid dan sejenisnya. Seolah-olah dia terkena najis, namun bukannajis secara hakiki melainkan secara hukmi. 206
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Untuk mensucikan najis hakiki, dilakukan pencucian dengan air hingga hilang rasa, aroma dan warna. Sedangkan untuk menghiangkan najis hukmi, cukup dengan melakukan mandi janabah. Karena itulah ayat ini dijadikan oleh para ulama sebagai landasan kewajiban bagi orang kafir yang masuk Islam untuk mandi janabah. Hal itu bisa kita lihat di dalam tafsir ayat ini pada kitab Jami' li Ahkamil Quran (Tafsir Al-Qurthubi). Di dalam kitab itu disebutkan oleh Qatadah, Ma'mar bin Rasyid, Abu Tsaur dan Ahmad, bahwa orang yang masuk Islam diwajibkan untuk mandi janabah dengan ayat ini. Sedangkan As-Syafi'i tidak mewajibkan mandi janabah, beliau hanya menyunnahkan saja. Jadi ayat ini bukan dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir itu sama najisnya dengan kotoran manusia, darah, nanah, bangkai atau babi. Ayat ini tidak menyatakan kenajisan mereka secara hakiki, melainkan menegaskan kenajisan mereka secara hukmi, yaitu bahwa mereka dalam keadaan janabah yang mewajibkan mereka mandi janabah, bila masuk Islam. Juga menegaskan bahwa mereka diharamkan masuk ke tanah haram atau masjid Al-Haram di Makkah. Adapun bila masuk ke dalam masjid selain Al-Haram di Makkah, para ulama berbeda pendapat.
Wallahu a'lam bishshawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ahmad Sarwat, Lc.
207
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Bab Kesembilan
Pekerjaan
Manual Menjalankan Agama Islam di Jepang Assalamu 'alaikum, ustadz Kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya atas kedatangan ustadz ke Jepang, sungguh begitu banyak persoalan fiqih yang selama ini kami hadapi dan alhamdulillah dengan kedatangan ustadz, kami lebih tercerahkan. Namun kalau kami perhatikan, di antara kendala masalah syariah yang paling berat kami hadapi justru datang dari kami sendiri. Ternyata kami yang muslim dari Indonesia ini datang dari latar belakang 209
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
pemahaman syariah yang berbeda-beda. Sehingga terkadang yang terjadi justru kami ini yang bertengkar urusan halal dan haram. Sebagai gambaran, ada teman-teman yang sedemikian ekstrem, sehingga dalam memilih makanan, mereka nyaris mengharamkan semua makanan yang tersedia. Disisi lain, ada teman yang justru terlalu memudah-mudahkan, seolah semua makanan di Jepang ini halal. Jadi kami mohon kepada ustadz sebagai ahli syariah yang sudah sering kami baca kajiannya di situs ini, untuk membuat semacam manual atau guide book yang secara khusus menyelesaikan perbedaan pendapat di antara kami. Agar kami bisa dengan mudah menjalani hidup secara syariah di negeri non Islam ini. Semoga Allah SWT memudahkan perjalanan ustadz selama di Jepang ini.
Wassalam Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sangat kami akui bahwa masalah fiqih di dalam kehidupan masyarakat Jepang sangat complicated. Mengingat bangsa Jepang memang secara mayoritas bukan beragama Islam, juga bukan pemeluk agama ahli kitab. Bahkan terkadang agak sulit juga memposisikan mereka, karena agamanya ternyata juga tidak jelas. Tentu saja semua akan berpengaruh kepada bentuk teknis dari kehidupan, mulai dari masalah kehalalan makanan dan minuman, sampai urusan muamalah ekonomi dan lainnya. Semua memang membutuhkan
210
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
kajian yang mendalam, serta solusi yang komprehensip. Keberadaan buku manual Islami seperti yang anda usulkan itu mutlak diperlukan. Tentu saja kami akan sangat berbahagia bila dapat membantu terlahirkan buku manual seperti itu. Walau pun kami yakin bahwa buku seperti itu tidak mungkin dikerjakan oleh seseorang saja, tanpa melibatkan berbagai pihak. Sebenarnya yang bisa kami lakukan hanyalah sebatas memberikan penjelasan terkait dengan solusi syariah atas berbagai permasahalan menyangkut kehidupan di Jepang. Itu pun sebenarnya masih bisa didiskusikan lagi, sesuai dengan latar belakang manhaj fiqih yang memang beragam itu. Barangkali dengan sedikit tambahan di sana-sini tentang adanya beberapa variasi manhaj fiqih dari beberapa mazhab. Sebab kita memang harus akui bahwa ada beberapa perbedaan teknis dalam tiap mazhab saat memandang dan menginterpretasikan suatu hukum dari dalil-dali yang sebegitu banyak. Sehingga meski namanya buku manual, tetapi karakteristik fiqih yang selalu bisa multi-tafsir dan penuh dengan beragam pandangan, menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan. Dan realitas seperti itu bukan hanya karena kita hidup di masa modern ini saja. Bahkan sejak awal mula lahirnya fiqih Islam yang dibukukan, para mujtahid mazhab sudah merasakan hal yang sama. Fiqih Manual Book di Masa Imam Malik Itulah mengapa Al-Imam Malik rahimahullah menolak saat kitabnya yang legendaris itu diminta untuk dijadikan manual book resmi khilafah Islamiyah saat itu. Konon, sang Khalifah memandang akan jauh
211
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
lebih baik apabila perbedaan-perbedaan pendapat yang berkembang di tengah umat diselesaikan dengan cara khilafah turun tangan untuk membuat satu pedoman. Biarla khalifah memilih satu kitab yang resmi dijadikan manhaj negara dalam berfikih. Dan pilihan itu jatuh pada kitab yang memang sangat fenomenal di masa itu, Al-Muwaththa' yang disusun oleh ulama tanpa tanding di zamannya, Al-Imam Malik rahimahullah. Sebenarnya sangat layak dan wajar serta memang masuk akal seandainya Al-imam Malik menerima tawaran itu. Bahkan tujuannya pun mulia, yaitu ingin menyatukan umat Islam agar tidak pecah belah. Dan tidak ada seorang pun yang menolak keulamaan dan kepakaran seorang Imam Malik. Beliau adalah imam dari penduduk Madinah, kota yang dahulu nabi Muhammad SAW pernah tinggal di dalamnya selama sepuluh tahun. Dan ilmu serta kapasitas beliau memang telah sampai kepada derajat mujtahid mutlak, yaitu derajat tertinggi dalam hirarki para mujtahid. Di masa beliau hidup, boleh dibilang hanya beliau seorang saja yang menduduki tempat itu, setelah sebelumnya Al-Imam Abu Hanifah yang tinggal di Kufah wafat pada tahun 150 masehi. Namun, Betapa agungnya akhlaq dan kerendahan hati seorang mujtahid mutlak yang satu ini. Alih-alih merasa pintar dan benar sendiri, justru beliau menolak dengan halus kalau kitabnya yang legendaris itu dijadikan manual book buat umat Islam sedunia. Beliau tetap menganggap bahwa apa yang ditulisnya di dalam kitab itu hanyalah hasil ijtihad, yang sementara beliau menganggapnya benar, namun punya ihtimal 212
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
(kemungkinan) juga mengalami kesalahan-kesalahan. Subhanallah, seorang dengan level mujtahid mutlak ternyata masih juga tawaddhu' dengan ilmunya. Sungguh benar-benar sebuah teladan yang sulit kita temukan di zaman sekarang ini. Yang lebih sering kita saksikan justru sebaliknya, kumpulan orang-orang dengan ilmu yang terbatas, namun memposisikan dirinya sebagai orang yang ilmunya tidak pernah salah. Yang lebih sering kita baca justru orang-orang dengan wawasan terbatas, namun dengan sebegitu pedenya, telah mengangkat dirinya sebagai mufti yang tidak pernah salah. Bahkan dalam fatwa-fatwanya, lebih sering menyalah-nyalahkan orang lain yang sekiranya tidak sepaham dengan dirinya. Lebih aneh lagi, kita malah lebih sering bertemu dengan para taqlider (tukang taklid) dari para mufti yang ilmunya terbatas ini. Kadang suara mereka jauh lebih keras dan kata-kata mereka jauh lebih tajam dari sebilah pedang. Dengan sadisnya, ditusukkannya pedang itu di dada setiap saudara muslim. Hatinya akan bahagia manakala hati saudara-saudara muslimnya itu tertusuk dengan lisan yang kotor dan wajah yang bengis. Wajahnya akan semakin menampakkan keriangan manakala telah berhasil melontarkan sumpah serapah dan tudingan bid'ah yang menempatkan saudaranya itu sebagai penduduk neraka jahannam, lantaran dianggapnya saudaranya itu telah melakukan bid'ah. Padahal yang diributkan sebagai bid'ah itu ternyata hanyalah wilayah khilafiyah yang sejak zaman dahulu sudah selesai disepakati oleh para ulama. Namun pemandangan buruk yang memilukan itu tidak kita temukan dari seorang Al-Imam Malik. Beliau 213
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
menolak dengan halus tawaran agar kitab yang berisi pendapat beliau dijadikan manual book standar yang berlaku buat seluruh wilayah khilafah Islamiyah. Beliau masih sempat mengatakan bahwa selain dirinya, masih banyak para mujtahid lain yang punya kesimpulan hukum yang tidak sejalan dengan dirinya. Dengan segala kedalaan ilmu dan keluasan wawasan, beliau memberikan kesempatan kepada mujtahid lainnya untuk berpendapat yang sekiranya tidak sama dengan pendapat beliau. Alangkah indahnya, bila di masa sekarang ini, kita menemukan kembali sosok seperti Al-Imam Malik ini. Maka tawaran untuk membuat manual book khusus untuk kehidupan seorang muslim di Jepang ini bukannya kami tolak, namun barangkali istilahnya bukan manual book. Yah, sekedar sekelumit pendapat selintas yang sekiranya masih mungkin juga berubah. Sekedar sebuah logika alur berfikir fiqhiyah yang menjadi salah satu dari sekian banyak alternatif yang bisa disuguhkan. Sehingga kami agak kurang setuju seandainya dijadikan sebagai satu-satunya pedoman dalam berfiqih di Jepang. Dan kalau pun buku itu akhirnya tercetak pula, maka pasti isinya merupakan dialog dari berbagai manhaj dan mazhab fiqih. Isinya pasti bukan fatwa kaku yang tidak punya landasan alur logika. Sebaliknya, kami terbiasa membawakan berbagai macam pendapat dan dilengkapi dengan latar belakang istidlalnya. Itulah yang kami pelajari dari Dr. Salim Segaf Al-Jufri, MA dan para doktor syariah saat dahulu duduk di LIPIA sebagai mahasiswa fakultas Syariah S-1. Semoga keinginan atau tepatnya kebutuhan adanya 214
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sebagai guide book itu bisa terlaksana. Tentunya dengan bantuan semua pihak, wabil khusus para warga negara Indonesia di Jepang.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Kerja di Luar Negeri = Membantu Orang Kafir? Assalamu'alaikum, Pak Ustadz, saya seorang karyawati berjilbab di perusahaan Indonesia. Perusahaan saya sering kerjasama dengan perusahaan asing. Saya sering diperbantukan karena alhamdulillah saya menguasai bahasa asing (Inggris). Saya juga berteman dengan partner asing perusahaan dari luar negeri. Sudah sebulan ini saya sedang mencari pekerjaan lain karena suasana kerja yang kurang mendukung walaupun mayoritas Muslim. Yang jadi pertanyaan, teman saya tersebut menawarkan untuk kerja di kantor pusatnya di luar negeri, tepatnya di New Zealand. Dia meminta saya berbicara dengan suami karena kalau kami setuju kami diperbolehkan pergi bersama dan suami juga akan bekerja di sana. Menurut teman saya karyawati di sana juga ada yang berjilbab seperti saya ketika dia ditanya mengenai identitas saya yang seorang Muslimah. Suami saya setuju dengan pertimbangan tidak terlalu lama kemungkinan kita di sana hanya 2 tahun saja, ada komunitas muslim di kota tersebut dan 5 masjid sudah berdiri lengkap dengan kajian ke-Islaman, shalat Jumat berjamaah dan lain-lain. Di samping itu kita belum 215
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
dikaruniai anak dan juga untuk menambah modal usaha ketika kembali ke Indonesia pada sisi ekonomi. Yang jadi kekhawatiran saya, apakah boleh kita membantu dalam kata lain bekerja untuk orang non Muslim karena mereka adalah musuh-musuh kita umat Islam dan mereka tidak akan ridho pada Muslim sampai kita ikut agama mereka (QS 2: 120)? Di sisi lain, dalam bekerja saya lihat mereka lebih profesional dan disiplin yang ini bisa kita contoh untuk kebaikan dan inilah suasana kerja yang saya cari. Seringkali saya lihat orang Muslim sendiri tidak bekerja disiplin. Apakah boleh dengan alasan tersebut kita belajar pada perusahaan orang asing yang lebih profesional? Mohon pak Ustadz memberikan solusi dalam Islam dan atas jawabannya saya ucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu'alaikum wr. wb. jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Tidak semua orang kafir itu musuh umat Islam, hanya kafir harbi saja yang harus dimusuhi. Itu sifatnya tidak abadi, maksudnya tidak selamanya orang kafir harbi itu akan jadi kafir harbi. Bila terjadi perdamaian dan ta'ahud antara mereka dengan pemimpin umat Islam, maka statusnya turun menjadi kafir zimmi, kafir mu'ahid atau kafir muamman. Di Madinah pada masa Rasulullah SAW, jumlah kafir zimmi ini cukup banyak. Dan tidak ada pemboikotan apapun dengan mereka, karena selama ini mereka setiap dengan perjanjian yang telah disepakati. Yaitu Piagam Madinah. Kecuali setelah terbukti kecurangan mereka dan gugurnya piagam itu, maka dimaklumatkan perang
216
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
kepada mereka dan jadilah mereka kafir harbi. Selama masih dalam mu'ahadah, kehidupan di Madinah cukup tenang. Bahkan dalam banyak hal, Rasulullah SAW terlibat dengan banyak akad dan transaksi dengan orang Yahudi. Demikian juga dengan para shahabat, mereka tetap bermuamalah dengan orang yahudi di Madinah. Kalau pun kita tidak suka dengan sikap mereka, lalu secara perasaan yang bersifat individu kita tidak mau bekerjasama atau bekerja dengan mereka, tentu sikap itu merupakan hak kita masing-masing. Sama saja kasusnya bila anda menolak bekerja dengan sebuah perusahaan di negeri sendiri, lantaran bosnya kurang anda sukai. Tetapi kita bisa membuat sebuah fatwa begitu saja yang mengharamkan bekerja dengan suatu perusahaan tertentu hanya karena masalah yang bersifat subjektif. Manfaat dan Madharat Dalam pandangan kami selama bukan kepada orang kafir harbi, kita masih dibenarkan untuk berhubungan bahkan bermuamalah dengan mereka. Pertimbangannya tinggal masalah seberapa besar manfaat dan madharat yang bisa kita dapat dari bermuamalat dengan mereka. Barangkali di antara manfaat yang bisa anda dapat adalah gaji yang lebih besar. Dan pertimbangan ini tentu manusiawi sekali dan juga dibenarkan dalam syariah. Banyak sekali para aktifis dakwah dari negara Arab yang kini tinggal di negara barat, di mana salah satu pertimbangan mereka memang pertimbangan ekonomi selain masalah peluang dakwah. Dan memang peluang berdakwah ini pun bisa menjadi faktor penguat juga. Sebab negara-negara barat
217
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
termasuk juga New Zealand miskin dan minim dakwah, padahal mereka juga berhak untuk mendapatkannya. Apalagi mengingat sekarang ini sampai bisa membuat mereka berbondong-bondong masuk Islam. Pasca meledaknya bom WTC 11 September 2001, paling tidak sudah ada 25.000 orang Australia yang masuk Islam. Tentunya mereka butuh nara sumber dari kalangan muslim, selain juga perlu bertemua langsung dengan orang-orang Islam yang menjadi teman mereka serta membuat citra yang positif. Semua ini kami anggap sebagai bagian dari dakwah yang sangat urgen. Dakwah bukan hanya terbatas di negeri Islam saja, tetapi justru di barat sekarang ini sangat dibutuhkan tenaga dakwah. Selain urusan ekonomi dan dakwah, di beberapa negara barat juga ada manfaat lainnya yang bisa kita ambil, misalnya teknologi dan aplikasinya, juga penerapan kedisiplinan, kebersihan, ketertiban bahkan termasuk law enforcement. Tetapi di balik beberapa manfaat, pasti juga ada madharat. Misalnya dekadensi moral yang akut di negeri mereka, kebebasan seks, termasuk resiko tertular AIDS. Kerusakan dalam bidang pemikiran juga sangat parah, baik lewat ideologi kapitalis, sosialis bahkan atheis. Selain juga liberalis dan sekuleris yang bersarang di sana. Resiko lainnya masalah ketidaknyamanan anda disikapi dengan stereotype negatif oleh bangsa itu. Akibat kebijakan pers yang sangat timpang. Mungkin juga anda akan menerima sindiran, cacian, sinisme, atau bahkan provokasi negatif dari bangsa itu. Semua manfaat dan madharat itu perlu anda pertimbangkan sebaik-baiknya. Kalau manfaatnya 218
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
dirasa lebih besar, apa salahnya anda berangkat ke sana dengan suami. Tapi kalau madharatnya jauh lebih besar, buat apa ke sana. Tidak ada salahnya bila anda banyak cari informasi kepada teman-teman yang sudah pernah ke sana sebelumnya. Atau kalau anda punya jalur tertentu dengan para aktifis dakwah di sana, tentu akan lebih lagi. Sebab sejak awal anda akan dimasukkan ke dalam barisan aktifis dakwah di sana.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
Wanita Ke Luar Negeri Tanpa Mahram Assaalamu'alaikum, Bapak Ustadz yang semoga selalu sehat dan dirahmati ALLAH. Pertanyaan saya, bolehkah seorang wanita pergi haji tanpa saudara, anak, atau suami yang menyertai?
Wassalamu'alaikum, Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bila kita menilik dalil-dalil syar'i, kita akan menemukan lafadz yang tidak memperkenankan para wanita untuk keluar rumah lebih dari tiga hari kecuali ditemani oleh mahram atau suaminya. Larangan ini bersifat umum dan jelas berdasarkan sabda Rasulullah SAW. Namun ketika menarik kesimpulan hukum, para ulama berbeda pendapat dalam detail rinciannya. Di antara dalil nash yang paling masyhur di kalangan 219
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
kita tentang masalah ini adalah sabda nabi SAW berikut ini
`Tidak halal bagi wanita muslim bepergian lebih dari tiga hari kecuali bersama mahramnya`. (HR Muttafaq 'alaihi) Namun para ulama berbeda pendapat bila tujuannya adalah untuk pergi haji. Dalam masalah mahram bagi wanita dalam pergi haji, ada dua pendapat yang berkembang. 1. Mengharuskan ada mahram secara mutlak. Seorang wanita yang sudah akil baligh tidak diperbolehkan bepergian lebih dari tiga hari kecuali ada suami atau mahram bersamanya. Hal itu sudah ditekankan oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad yang lalu dalam sabda beliau.
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari kiamat untuk bepergian lebih dari tiga hari, kecuali bersama mahramnya atau suaminya. (HR Muttafaq 'alaihi) Dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW berkhutbah, "Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya." Ada seorang bertanya,`Ya Rasulullah SAW, aku tercatat untuk ikut pergi dalam peperangan tertentu namun isteriku bermaksud pergi haji. Rasulullah SAW bersabda,"Pergilah bersama isterimu untuk haji bersama isterimu." (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad.) Dengan dua dalil di atas dan dalil-dalil lainnya, 220
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
sebagian ulama berpendapat wanita diharamkan bepergian sejauh perjalanan 3 hari, kecuali harus benarbenar ditemani oleh mahramnya atau suaminya. Dan di antara yang berpendapat demikian antara lain: Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, An-Nakha`i, Al-Hasan, At-Tsauri dan Ishaq rahimahumullah. Buat kalangan ini, keberadaan mahram atau suami adalah syarat mutlak yang harus terpenuhi bila seorang wanita ingin bepergian. Tanpa keberadaan salah satu dari keduanya, maka tidak halal bagi wanita untuk bepergian keluar rumah lebih dari tiga hari lamanya. Abu Hanifah menggunakan hadits ini sebagai dalil bahwa seorang wanita yang tidak punya mahram atau tidak ada suami yang menemaninya, maka tidak wajib untuk menunaikan ibadah haji yang wajib atasnya. Hal itu juga diungkapkan oleh Ibrahim An-Nakha`i ketika seorang wanita bertanya via surat bahwa dia belum pernah menjalankan ibadah haji karena tidak punya mahram yang menemani. Maka Ibrahim An-Nakha`i menjawab bahwa anda termasuk orang yang tidak wajib untuk berhaji. 2. Tidak mengharuskan secara mutlak Sebagian ulama memahami hadits yang digunakan oleh pendapat di atas bukan sebagai syarat mutlak, melainkan sebagai sebagai gambaran tentang perhatian Islam kepada para wanita dan upaya melindungi mereka dari ketidak-amanan perjalanan. Hal itu lantaran di masa itu memang belum ada jaminan keamanan bagi wanita yang bepergian sendirian. Sehingga keberadaan mahram atau suami adalah antisipasi dari buruknya keadaan di masa lalu, khususnya dalam perjalanan menembus padang pasir
221
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
jauh dari peradaban. Namun ketika keadaan masyarakat sudah jauh lebih baik, tidak ada lagi ancaman dan bahaya yang menghadang di tengah jalan, maka tidak lagi diperlukan mahram atau suami. Hal itu tergambar dalam sabda nabi SAW yang lainnya, seperti berikut ini:
`Wahai Adi, Pernahkah kamu ke Hirah? Aku menjawab, belum tapi hanya mendengar tentangnya. Beliau bersabda, "Apabila umurmu panjang, kamu akan melihat wanita bepergian dari kota Hirahberjalan sendirian hinggabisa tawaf di Ka`bah, dengan keadaan tidak merasa takut kecuali hanya kepada Allah saja`. Adi berkata, "Maka akhirnya aku menyaksikan wanita bepergian dari Hirah hingga tawaf di ka'bah tanpa takut kecuali hanya kepada Allah." (HR Bukhari). Dari hadits yang dishahihkan oleh Al-Imam AlBukhari ini, para ulama pendukung pendapat kedua mengambil kesimpulan bahwa syarat kesertaan mahram itu bukan syarat mutlak, melainkan syarat yang diperlukan pada saat perjalanan keluar kota yang tidak terjamin keamanannya, baik dari kejahatan maupun dari fitnah lainnya. Dan jelas sekali digambarkan bahwa Rasulullah SAW mengatakan bahwa suatu saat nanti akan ada wanita yang bepergian dari Hirah ke Makkah sendirian tanpa takut dari ancaman apapun. Dan bahwa seorang wanita akan berjalan sendirian, menembus gelapnya malam dan melintasi padang pasir tak bertepi, tetapi dia sama sekali tidak takut atas ancaman apapun. Dengan amat jelasnya penggambaran nabi SAW ini, menurut para ulama, hal itu tidak lain menunjukkan 222
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
hukum kebolehan seorang wanita bepergian sendirian ke luar kota, tanpa mahramatau juga suami. Dengan demikian, keberadaan mahram atau suami dibutuhkan hanya pada saat tidak adanya keamanan saja. Ini adalah pendapat yang didukung oleh Al-Imam Malik. Al-Imam Asy-Syafi`i, Daud Azh-Zhahiri, Hasan Al-Bashri, Al-Mawardi dan lainnya. Bahkan Al-Imam Asy-syafi'i dalam salah satu pendapat beliau tidak mengharuskan jumlah wanita yang banyak tapi boleh satu saja wanita yang tsiqah. Semua mensyaratkan satu hal saja, yaitu amannya perjalanan dari fitnah. Al-Imam Malik rahimahullah mengatakan bila aman dari fitnah, para wanita boleh bepergian tanpa mahram atau suami, asalkan ditemani oleh sejumlah wanita yang tsiqah (bisa dipercaya). Sedangkan Al-Mawardi dari ulama kalangan AsSyafi'iyah mengatakan bahwa sebagian dari kalangan pendukung mazhab As-syafi'i berpendapat bahwa bila perjalanan itu aman dan tidak ada kekhawatiran dari khalwat antara laki dan perempuan, maka para wanita boleh bepergian tanpa mahram bahkan tanpa teman seorang wanita yang tsiqah. Namun semua itu hanya berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya wajib. Sedangkan yang hukumnya sunnah,hukum kebolehannyatidak berlaku. Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi yang menyebutkan bahwa suatu ketika akan ada wanita yang pergi haji dari kota Hirah ke Makkah dalam keadaan aman. Selain itu pendapat yang membolehkan wanita haji tanpa mahram juga didukung dengan dalil bahwa para isteri nabi pun pergi haji di masa Umar setelah diizinkan oleh beliau. Saat itu mereka ditemani Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Demikian disebutkan dalam 223
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
hadits riwayat Al-Bukhari. Ibnu Taimiyah sebagaimana yang tertulis dalam kitab Subulus Salam mengatakan bahwa wanita yang berhaji tanpa mahram, hajinya syah. Begitu juga dengan orang yang belum mampu bila pergi haji maka hajinya syah. Perjalanan di Luar Haji Semua perbedaan pendapat di atas masih dalam koridor pergi haji bagi wanita tanpa mahram. Lalu bagaimana dengan bepergiannya wanita tanpa mahram tapi bukan untuk haji. Dalam hal ini para ulama sekali lagi berbeda pendapat. Sebagian ulama yang membolehkan wanita bepergian sendirian, hanya membolehkan untuk haji yang wajib. Sedangkan haji yang hukumnya sunnah, bukan wajib, maka hukumnya tetap tidak boleh. Sebagian lainnya mengatakan bahwa kebolehan wanita bepergian tanpa mahram itu hanya khusus untuk ibadah haji saja, sedangkan bila di luar kepentingan pergi haji, maka hukumnya tetap tidak boleh kecuali harus dengan mahram Sebagian lainnya lagi mengqiyaskan kebolehan pergi yang bukan haji dengan kebolehan haji di atas. Sehingga bagi mereka, semua bentuk perjalanan yang hukumnya halal, wania boleh bepergian tanpa mahram atau suami, asalkan aman dari fitnah, atau ditemani oleh sejumlah wanita yang tsiqah.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.
224
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Menjadi TKI Ilegal, Halalkah Rejeki Saya? Assalamualaikum wr wb... Pak ustadz..saya mau bertanya Saya sudah tiga tahun bekerja di korea.Awalnya saya resmi karna merasa belum cukup pendapatan saya, saya terus bertahan di negara ini dengan status ilegal. Sebenarnya bukan hal itu saja yang selama ini menjadi beban fikiran saya. Selama ini saya bekerja di negara yang mayoritas non Islam bahkan banyak yang tidak beragama... Dengan ini saya mohon penjelasan Pak Ustadz 1.apakah nilai rizki yang saya dapatkan sedangkan saya bekerja dan mengabdi kepada orang non muslim? Halalkah? 2. Apa nilai rizki yang saya dapatkan kalau saya berstatus ilegal? Halalkah? Sebelumnya saya ucapkan terima kasih...
Wassalam.... Jawaban
Assasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Islam pada hakikatnya tidak melarang kita bermuamalah dengan orang kafir. Selama orang kafir itu tidak memerangi umat Islam. Dahulu Rasulullah SAW seringkali melakukan praktek muamalah dengan menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi yang tinggal di Madinah. Karena si Yahudi itu termasuk orang kafir ahlu zimmah yang hidup di bahwa perlindungan dan keamanan dari umat Islam. Syarat Bekerja Dengan Orang Kafir 225
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Agar harta yang kita terima menjadi halal, memang ada beberapa syarat utama, di samping syarat tambahan, yang harus dipenuhi. Syarat-syarat itu antara lain: 1. Tidak Menghalangi Agama Pimpinan atau pemilik perusahaan memberikan kebebasan kepada kita untuk menjalankan agama kita, tidak melarang kita menutup aurat, tidak melarang kita shalat dan intinya tidak melarang kita menjalankan agama dengan benar. Tentunya juga tidak berkampanye untuk mengajak kita masuk ke dalam agama mereka. Karena ada indikasi beberapa misionaris sengaja mendorong pegawainya yang muslim untuk murtad dari agama Islam, dengan kedok membuka peluang kerja. 2. Bentuk Usahanya Halal Tentunya jenis usaha yang dilakukan perusahaan itu adalah usaha yang halal juga. Setidaknya, patuh pada peraturan dan perundangan yang berlaku. Jangan sampai perusahaan itu merupakan mafia yang kerjanya mengambil hak orang lain. Bukan perusahaan yang memproduksi khamar sehingga membuat orang mabuk. Juga bukan perusahaan yang mempekerjakan wanita tuna susila (baca: pezina) sehingga selalu bergelimang dengan maksiat. 3. Bekerja Dengan Halal Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa kita bekerja di perusahaan itu secara halal, dengan mengeluarkan tenaga dan keringat kita sendiri. Bukan mendapatkan rizki dengan jalan menipu, menilep, 226
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
menggelapkan dan menyikat harta yang haram. Tentunya tanpa korupsi waktu, tanpa membuat surat dinas perjalanan fiktif seperti yang sering dilakukan oleh sebagian saudara kita sendiri. Menjadi TKI Ilegal Menjadi TKI ilegal memang merupakan kendala utama dari tenaga kerja kita. Tapi kami yakin, pada dasarnya tidak ada seorang pun yang mau jadi TKI ilegal, karena tentu sangat tidak nyaman. Semua TKI pasti ingin menjadi TKI yang resmi, diakui hak-haknya, dijamin keamanannya dan dijamin pula harta penghasilannya. Kalau sampai ada yang pada akhirnya menjadi TKI tidak resmi, tentunya ada begitu banyak faktor yang memojokkan mereka. Misalnya karena ulah oknum yang ada di PJTKI yang mau untung sendiri tanpa memikirkan kesejahteraan para TKI itu sendiri. Tapi biar bagaimana pun, sesuatu yang namanya ilegal sudah pasti merupakan pelanggaran. Setidaknya, pelanggaran menurut versi kalangan yang membuat peraturan (baca: negara). Namun apakah segala yang ilegal itu lantas menjadi dosa dan berakibat pada keharaman rejeki yang didapat? Jawabnya belum tentu. Sebab masalahnya harus dibedah satu per satu. Tidak bisa asal gebuk bahwa segala yang termasuk ke dalam kategori ilegal langsung haram. Kita perlu melihat kasusnya, bagaimana kok sesuatu itu bisa menjadi ilegal? Adakah unsur-unsur keharaman yang terjadi? Adakah unsur pemaksaan yang melatarbelakanginya? Adakah sikap yang merugikan pihak
227
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
lain? Adakah unsur pengkhianatan, pengambilan hak orang lain dan penggelapan serta penzaliman yang terjadi di dalamnya? Yang pasti, menjadi TKI ilegal tidak seharam dan senista menjadi pelacur ilegal. Yang namanya jadi pelacur, mau legal atau tidak legal, tetap saja dosa di sisi Allah. Penjajahan Belanda Ketika dulu Belanda menjajah negeri kita, pergerakan para pemuda dianggap ilegal. Bahkan para pejuang itu dianggap ekstrimis. Jadi semua bentuk perang kemerdeakaan bahkan perjuangan anak bangsa itu dianggap ilegal oleh penguasa Hindia Belanda. Nah, apakah sesuatu yang ilegal di mata Belanda kita anggap dosa? Tentu tidak demikian. Bahkan para ulama malah turun tangan memberi semangat untuk berjihad melawan Belanda. Mereka berpidato lengkap dengan takbir yang membahana, membakar emosi jiwa bangsa untuk bangun melawan sang penjajah. Maka sesuatu yang ilgeal di mata Belanda, justru menjadi jihad bagi para ulama. Dan jihad itu tidak ada balasannya kecuali surga. Bahkan masuk surga tanpa hisab. Kesimpulan: Selama seorang TKI terpaksa atau dipaksa oleh aturan sehingga dia pada akhirnya terpojok menjadi TKI ilegal, maka apa yang dikerjakannya tetap halal. Harta dan rizkinya tetap halal. Namun kalau pada dasarnya seorang TKI nekat menabrak aturan yang sudah dibuat, tanpa keterpaksaan, tanpa terpojokkan, maka pada dasarnya 228
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
memang dia sendiri yang mengambil resiko, kalau terjadi apa-apa nantinya. Ada pun halal atau tidaknya rezeki yang didapatkannya, selama syarat-syarat di atas sudah terpenuhi, sebenarnya secara hukum syariah tidak menjadi masalah. Pelanggaran yang dilakukannya mungkin sebatas pelanggaran administratif saja. Kalau mau disebut melanggar, memang melanggar. Tapi kalau dikaitkan dengan dosa, pada dasarnya hanya dosa yang bersifat administratif saja. Tentu nilainya beda dengan dosa besar zina dan seterusnya. Dan rasanya tidak ada kaitannya dengan kehalalan rizki yang didapatnya dengan keringatnya. Namun mohon jangan jadikan jawaban ini sebagai dasar untuk menghalalkan TKI ilegal, karena pada dasarnya kami pun tidak setuju dengan TKI yang bekerja secara ilegal. Karena kasus tiap masalah keilegalan TKI sangat berbeda antara satu kasus dengan lainnya, maka setiap kasus perlu dikaji satu persatu. Tidak bisa hanya menggunakan opini umum yang tertuang di dalam jawaban ini saja.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
229
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
231
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Penutup
Semoga apa yang disampaikan dalam buku ini dapat menjadi solusi dalam detail kehidupan kita, terutama buat para muslim yang ada di negeri minoritas. Semoga Allah SWT menjadikan para pembaca buku ini dan juga penulis termasuk orang-orang yang telah mendengarkan perintah-Nya dan menjalankan apa yang diperintahkan itu dengan sebaik-baiknya. Serta dijadikan pemberat amal timbangan kebaikan di akhirat kelak. Insya Allah ke depan, buku ini tentu akan lebih disempurnakan lagi dengan tambahan disana-sini, termasuk bab-bab yang belum sempat dituliskan dalam edisi ini. 233
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Akhirnya, marilah kita sampaikan shalawat dan salam serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta para shahabat, keluarga dan orang-orang yang menjadi pengikutnya hingga akhir zaman. Dan semoga Allah matikan kita nantinya dalam keadaan Iman dan Islam,berserah diri kepada-Nya serta dalam keadaan husnul khatimah, Amien Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. al-faqir ilallah Ahmad Sarwat, Lc
234
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
Tentang Penulis Nama Ahmad Sarwat, Lc
T/Tgl Lahir Cairo, 19 September 1969
Alamat DU CENTER (Yayasan Daarul-Uluum Al-Islamiyah) Jl. Karet Pedurenan no 53 Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Koordinat :
Telp 085694461792
Website www.ustsarwat.com Email
[email protected]
Pendidikan : S1 - Fakultas Syariah Universitas Islam Muhammad Ibnu Suud Kerajaan
Saudi Arabia cabang Jakarta (LIPIA) S2 - Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Konsentrasi Ulumul Quran dan Ulumul Hadits (belum selesai)
Pekerjaan : Dosen Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Pengasuh Rubrik Syariah dan Kehidupan di www.warnaislam.com Dosen Kampus Syariah (kuliah syariah online via internet) www.kampussyariah.com
Aktifitas : Ketua Umum/Nadzir Yayasan Daarul-Uluum Al-Islamiyah Ketua Umum Forum Komunikasi Majelis Taklim dan Umara Experience Rais Syu'un Ijtima'iyah LPPD Khairu Ummah - 1992 Jam'iyah Dakwah wa At-Taklim (Eldata) - 1999 Konsultasi Syariah : Pusat Konsultasi Syariah (www.syariahonline.com)
2001 Pemred dan General Manager Eramuslim – 2004 235
Fiqih Mawaris
Ahmad Sarwat, Lc
Karya Tulis
1. Fiqih Tahahrah
2. Fiqih Shalat
3. Fiqih Puasa
4. Fiqih Zakat
5. Fiqih Muamalat
6. Fiqih Nikah
7. Fiqih Kontemporer
8. Fiqih Kuliner
9. Fiqih Ikhtilaf
10. Fiqih Wanita
11. Fiqih Politik
12. Fiqih Mawaris
Buku-buku ini dalam versi softcopy bisa diunduh secara gratis di www.ustsarwat.com
236
Ahmad Sarwat, Lc
Fiqih Mawaris
237