SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 22 – 34
ISSN : 1829-9946
ANALISIS KOMPARATIF USAHA TANI PADI (Oryza sativa L.) SAWAH IRIGASI BAGIAN HULU DAN SAWAH IRIGASI BAGIAN HILIR DAERAH IRIGASI BAPANG DI KABUPATEN SRAGEN JOKO PUSPITO1, SUPRAPTI SUPARDI2, RADEN KUNTO ADI2 Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UNS 2 Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UNS 1
Masuk 30 Juni 2011; Diterima 12 Agustus 2011
ABSTRACT The aims of this research are to identify and compare the productivity of land, income, efficiency and benefit between rice farming upstream irrigated rice field and downstream irrigated rice field of irrigation areas. The basic method used in this research was analytical descriptive method with survey technique in implementation. The research conducted at the Bapang Irrigation Areas in Sragen Regency which include Plupuh district and Tanon district. Determination of the village which is used as the sample area is done on purpose (purposive sampling method) with consideration of the village is located at the upstream and downstream irrigation areas. Jembangan and Jabung selected to represent the upstream, while Jono and Sidokerto selected to represent the downstream areas. The sample farmers selected using proportion random sampling method, amounting to 30 people each type of farming. The data used in this research were primary and secondary data that collected by interview, record keeping, and observation techniques. The results of analysis showed that the average productivity of land (76,31 Kw/Ha/ MT), the average income (Rp 12.031.016,67 /Ha/MT), the average efficiency (2,40) and the benefit (1,94) for rice farming upstream irrigated rice field. While the average productivity of land (74,87 Kw/Ha/MT), the average income (Rp 9.578.920,83 /Ha/MT), the average efficiency (1.94) and the benefit (0,94) for rice farming downstream irrigated rice field. Based on the results of this analysis we can conclude that the land productivity, income, efficiency and benefit of rice farming upstream irrigated rice field higher than land productivity, income, efficiency and benefit of rice farming downstream irrigated rice field. The rice farming upstream irrigated rice field give benefit more than rice farming downstream irrigated rice field because it could increase the revenue and in the same time decrease the cost of farming, expecially in irrigation cost. Keywords : Rice Farming Irrigated Rice Field, Productivity of Land, Income, Efficiency, Benefit, Upstream Downstream Irrigation Areas 139,15 kg/kapita lebih tinggi dari rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg/kapita. Sebagai perbandingan untuk konsumsi beras Jepang 60 kg/kapita, Malaysia dan Brunai 80 kg/kapita dan Thailand 70 kg/kapita. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan pokok Indonesia. Menurut Suryana (2001) dalam Triyanto (2006), Produksi beras Indonesia jauh tertinggal dari permintaan, sementara tingkat partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di Jawa maupun diluar Jawa cukup tinggi yaitu 97-100 persen, ini berarti hanya 3 persen rumah tangga yang tidak mengkonsumsi beras. Salah satu pilihan strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi padi adalah melalui penyediaan pengairan atau
PENDAHULUAN Sasaran pembangunan pertanian Indonesia adalah untuk menciptakan ketahanan pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Di antara berbagai sumber bahan makanan pokok di Indonesia, padi memegang peranan paling penting dalam penyediaan pangan yang mendukung ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani. Oleh sebab itu produksi padi perlu segera ditingkatkan untuk dapat memenuhi permintaan konsumsi beras masyarakat Indonesia yang sangat tinggi. Berdasarkan data BPS dan FAO tahun 2009 saja konsumsi beras Indonesia mencapai
22
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … irigasi yang cukup bagi usahatani padi, terutama pada lahan-lahan yang mempunyai tingkat produktivitas rendah seperti sawah irigasi hilir dan lahan kering. Pentingnya penyediaan dan pelayanan pengairan bagi pertanian diwujudkan pemerintah melalui pembangunan sarana dan jaringan irigasi, khususnya di daerah sentral penghasil padi. Setiobudi dan Fagi (2009) menyatakan bahwa sekitar 70 persen produksi padi nasional berasal dari padi sawah irigasi, dimana Pulau Jawa menyumbang sekitar 57 persen produksi nasional. Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Sudjarwadi (1990) dalam Suroso et al (2007), pembangunan saluran irigasi untuk menunjang penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan, khususnya sungai. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat jumlah, tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis. Daerah Irigasi Bapang (2.814 Ha) di Kabupaten Sragen merupakan salah satu dari sekian banyak infrastruktur irigasi yang telah dibangun pemerintah pada periode tahun 1980. Daerah Irigasi Bapang ditargetkan dapat memberikan pelayanan irigasi pada lahan sawah di Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon. Secara teknis, Daerah Irigasi Bapang dibagi menjadi bagian hulu, tengah dan hilir menurut letaknya dari sumber air, yaitu Waduk Menjing yang suplai airnya berasal dari Sungai Cemoro. Perbedaan bagian hulu dan bagian hilir di Daerah Irigasi Bapang berdampak pada jumlah suplai air irigasi yang diterima petakpetak sawah untuk usahatani padi di dua lokasi tersebut. Jumlah air irigasi yang diterima di bagian hulu lebih banyak daripada di bagian hilir jaringan irigasi karena lebih dekat dengan bendungan sebagai sumber utama pengairan. Selain faktor lokasi, kondisi sarana irigasi seperti bangunan utama, saluran pembawa, bangunan pengatur dan bangunan pelengkap di Daerah Irigasi Bapang telah banyak yang mengalami kerusakan dan pendangkalan saluran sehingga distribusi air irigasi dari hulu sampai dengan hilir menjadi tidak merata.
METODOLOGI PENELITIAN Metode dasar penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik mempunyai ciri bahwa metode ini memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994). Sedangkan pelaksanaan menggunakan teknik survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Daerah Irigasi Bapang merupakan daerah irigasi dengan kategori utuh kabupaten terbesar di Kabupaten Sragen menurut Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jawa Tengah. Penentuan desa dalam penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan : 1) Secara administratif termasuk dalam Daerah Irigasi Bapang, 2) Berdasarkan jaringan irigasi letaknya berbeda, yaitu bagian hulu dan bagian hilir, 3) Merupakan wilayah dengan target area irigasi terbesar. Berdasarkan kriteria tersebut Desa Jembangan dipilih untuk mewakili bagian hulu dan Desa Sidokerto mewakili bagian hilir dari Saluran Menjing Kanan. Sedangkan untuk Saluran Menjing Kiri dipilih Desa Jabung untuk mewakili bagian hulu dan Desa Jono mewakili bagian hilir. Sampel petani yang diambil berjumlah 30 orang untuk masing-masing jenis usahatani dengan metode pengambilan sampel menggunakan proportion random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dengan jumlah sampel setiap lokasi terpilih (4 desa) ditentukan secara proporsional. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder menggunakan teknik wawancara, pencatatan dan observasi. Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui produktivitas lahan sawah irigasi bagian hulu atau bagian hilir menggunakan rumus :
:
23
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani …
Produktivitas Lahan
Hasil produksipadi satu musim tanam(Kw/MT) Luas lahan garapansatu hektar(Ha)
2. Untuk mengetahui pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau bagian hilir menggunakan rumus :
5. Untuk menguji hipotesis, dimana Ho : X 1 X 2 dan Ha : X 1 > X 2 digunakan uji komparasi dengan uji t (t-test) yang besarnya nilai t-hitung dapat diketahui dengan rumus :
Pd = TR - TC = Y x Py - Bm, dimana : Pd = Pendapatan bersih usahatani (Rp/ Ha/ MT) TR = Penerimaan usahatani (Rp/ Ha/ MT) TC = Biaya usahatani (Rp/ Ha/ MT) Y = Hasil produksi (Kw) Py = Harga produk per Kw (Rp/Kw) Bm = Biaya mengusahakan (Rp/ Ha/ MT) 3. Untuk menilai efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau bagian hilir menggunakan Revenue Cost Ratio, dirumuskan sebagai berikut :
R
C
Ratio
t
1
X2
,
SS1 SS 2 1 1 n1 n 2 2 n1 n2 dimana SS
X
2 i
( X i ) 2 n
(Nazir, 1983) Keterangan :
X 1 = Rata-rata produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu
R , dimana : C
X 2 = Rata-rata produktivitas lahan
R = Penerimaan (Rp/ Ha/ MT) C = Biaya (Rp/ Ha/ MT), dengan kriteria : R/C ratio > 1, berarti usahatani efisien R/C ratio ≤ 1, berarti usahatani tidak efisien 4. Untuk menilai kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu atau bagian hilir menggunakan Net Benefit Cost Ratio, dengan rumus sebagai berikut : Net B / C Ratio =
X
atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir SS1 = Sumsquare produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu SS2 = Sumsqure produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir n1 = Jumlah petani sampel usahatani padi sawah irigasi bagian hulu n2 = Jumlah petani sampel usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jika thitung > ttabel, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima. Jadi produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih
B , dimana : C
B = Pendapatan bersih (Rp/ Ha/ MT) C = Biaya (Rp/ Ha/ MT), dengan kriteria : Net B/C Ratio > 1, berarti usahatani layak dijalankan/memberi kan kemanfaatan Net B/C Ratio < 1, berarti usahatani tidak layak dijalankan/tidak memberikan kemanfaatan (Kadariah, 1988)
24
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … tinggi dari usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. 2. Jika thitung ≤ ttabel, maka hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Jadi produktivitas lahan atau pendapatan atau efisiensi atau kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih rendah atau sama dengan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir.
b. Pola Tanam Sawah Irigasi dan Budidaya Padi Sawah Irigasi Ketersediaan air irigasi mempengaruhi pola tanam pada usahatani lahan sawah irigasi di Daerah Irigasi Bapang. Usahatani lahan sawah irigasi di bagian hulu mengikuti pola tanam Padi-Padi-Padi akibat tersedianya air irigasi sepanjang tahun untuk pertanaman padi sedangkan pada usahatani lahan sawah irigasi bagian hilir mengikuti pola tanam PadiPadi/Palawija-Palawija atau PadiPalawija-Bero akibat keterbatasan jumlah air irigasi dan letak petak sawah dari jaringan irigasi dan sumber air irigasi lainnya. Teknik budidaya padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir Daerah Irigasi Bapang pada musim tanam pertama (musim penghujan) pada dasarnya adalah sama. Perbedaan utama adalah pada teknik irigasi yang diterapkan selama masa tanam. Pada bagian hulu cukup mengandalkan suplai air dari jaringan irigasi dan air hujan sedangkan di bagian hilir memerlukan operasi pompa air untuk mencukupi kebutuhan air irigasi. Kegiatan usahatani padi sawah irigasi meliputi persiapan lahan, persemaian, pembibitan, penanaman, pemupukan, pengendalian gulma pengganggu, hama dan penyakit, pengairan, dan pemanenan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keragaan Usahatani Padi Sawah Irigasi di Daerah Irigasi Bapang a. Kondisi Jaringan Irigasi Bapang Saluran dan bangunan irigasi di Daerah Irigasi Bapang saat ini banyak yang mengalami kerusakan, seperti pada saluran induk dan sekunder yang rusak, longsor dan mengalami sedimentasi atau pendangkalan sedangkan bangunan pelengkap irigasi banyak yang rusak, tidak terawat dan terbengkalai. Berdasarkan data penilaian kondisi fisik jaringan irigasi kewenangan provinsi Jawa Tengah dari Dinas PSDA Jawa Tengah tahun 2010, jaringan irigasi di Daerah Irigasi Bapang berada pada tingkat Rusak Sedang. Penilaian dilakukan berdasarkan kondisi bangunan utama, saluran pembawa, bangunan pengatur dan bangunan pelengkap. Kondisi sumber air irigasi di Waduk Menjing mengalami penurunan debit air yang berarti terjadi penurunan jumlah air yang dapat ditampung oleh waduk. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan penurunan kinerja jaringan irigasi Bapang sehingga air irigasi yang dialirkan tidak dapat menjangkau seluruh petak sawah yang direncanakan mendapatkan pelayanan irigasi.
2. Karakteristik Petani Sampel Karakteristik petani sampel merupakan gambaran umum mengenai latar belakang dan keadaan petani yang berkaitan dengan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir Daerah Irigasi Bapang. Rata-rata umur petani padi sawah irigasi bagian hulu adalah 49 tahun dan bagian hilir 53 tahun, keduanya masih tergolong usia produktif (14-65 tahun).
25
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani …
Tabel 1. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang No. Uraian Bagian Hulu Bagian Hilir 1. Jumlah petani responden (orang) 30 30 2. Rata-rata umur petani (tahun) 49,07 52,80 3. Rata-rata pendidikan petani (tahun) 6,80 5,70 4. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani 5 4 (orang) 5. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang 2 2 aktif dalam UT padi sawah irigasi (orang) 6. Rata-rata luas lahan sawah yang digarap 0,37 0,40 (Ha) 7. Rata-rata pengalaman mendapatkan irigasi dari jaringan irigasi Bapang untuk UT padi 24,37 7,23 sawah irigasi (tahun) Sumber : Analisis Data Primer, 2010 Tingkat pendidikan rata-rata petani padi sawah irigasi bagian hulu adalah kurang lebih tujuh tahun atau setingkat dengan SMP sedangkan petani padi sawah irigasi bagian hilir kurang lebih enam tahun, setingkat SD. Tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi sikap petani dalam mengambil keputusan dalam kehidupannya, termasuk dalam kegiatan usahatani dan dapat mempengaruhi dalam mengakses serta menyerap informasi dan teknologi baru di bidang pertanian. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani padi sawah irigasi bagian hulu adalah lima orang sedangkan petani padi sawah irigasi bagian hilir adalah empat orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usahatani adalah dua orang untuk kedua sampel petani. Luas rata-rata sawah garapan petani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir, yaitu 0,37 Ha dan 0,40 Ha dengan rata-rata pengalaman mendapatkan irigasi dari jaringan irigasi Bapang adalah 24,37 tahun dan 7,23 tahun.
usahatani padi sawah irigasi bagian hilir 401,14 kg/Ha merupakan jumlah penggunaan pupuk tertinggi. Rata-rata penggunaan pupuk SP-36 sebesar 217,56 kg/Ha dan pupuk ZA 109,67 pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan pada usahatani padi bagian hilir sebanyak 58,33 kg/Ha pupuk SP-36 dan 29,36 kg/Ha pupuk ZA. Sebagai pengganti pengurangan dosis pupuk SP36 dan pupuk ZA, pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir menggunakan pupuk NPK dengan dosis rata-rata 157,97 kg/Ha. Penggunaan obat-obat kimia, yaitu zat pertumbuhan tanaman (ZPT), herbisida dan pestisida pada kedua jenis usahatani menunjukkan jumlah yang hampir sama. Penggunaan tenaga kerja manusia pada usahatani padi sawah irigasi dihitung dalam satuan HKP (hari kerja pria) dengan lam kerja delapan jam per hari mulai pukul 07.0012.00 dan dilanjutkan pukul 13.0016.00. Rata-rata upah kerja yang dinilai dalam bentuk uang sebesar Rp 40.000,per hari. Tenaga kerja mesin dikonversikan dalam satuan HKP dengan cara membagi nilai sewa mesin yang berupa traktor dan threser dengan rata-rata upah tenaga kerja manusia. Penggunaan tanaga kerja usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebanyak 159,08 HKP dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebanyak 169,57 HKP.
3. Analisis Usahatani Padi Sawah Irigasi a. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Rata-rata penggunaan benih pada usahatani padi sawah irigasi padi bagian hulu 31,85 kg/Ha dan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebanyak 50,80 kg/Ha. Rata-rata penggunaan pupuk urea pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu 336,43 kg/Ha dan
26
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani …
Gambar 1. Penggunaan Sarana Produksi
27
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … Gambar 2. Penggunaan Tenaga Kerja
b. Biaya usahatani
Gambar 3. Biaya Usahatani
Rata-rata biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebesar Rp 8.602.098,41. Pengeluaran terbesar adalah pada kelompok biaya tenaga yang mencapai 73,97 persen dari total biaya usahatani sedangkan kelompok biaya sarana produksi sebesar 18,07 persen dan sisanya adalah biaya lain-lain, yang meliputi biaya penyusutan, pajak tanah, IPAIR, operasi pompa air dan selamatan. Rata-rata biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hilir adalah sebesar Rp 10.507.170,98 dengan persentase pengeluran tertinggi untuk biaya tenaga kerja sebesar 64,55 persen. Pengeluran kedua terbesar adalah pada biaya lain-lain, yaitu sebesar 18,93 persen dan sisanya untuk biaya sarana produksi. c. Produksi dan Penerimaan Usahatani Rata-rata produksi padi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebesar 76,31
kw/Ha sedangkan pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir 74,87 kw/Ha. Rata-rata harga gabah kering panen usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir pada musim tanam pertama antara Rp 260.000,00/Kw sampai dengan Rp 280.000,00/Kw. Ratarata penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu Rp 20.663.115,08 dan penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Rp 20.086.091,81 d. Pendapatan, Efisiensi dan Kemanfaatan Usahatani Rata-rata pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu adalah Rp 12.031.016,67/Ha sedangkan bagian hilir Rp 9.578.920,83/Ha. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir telah mencapai efisiensi usahatani yang ditunjukkan dari nilai R/C Ratio lebih dari satu, yaitu 2,40 dan 1,94. Nilai kemanfaatan usahatani ditunjukkan dari
28
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … nilai Net B/C Ratio. Nilai Net B/C Ratio usahatani padi sawah irigasi bagian hulu sebesar 1,40 yang berarti usahatani layak untuk dijalankan karena dapat memberikan manfaat secara ekonomi. Sedangkan Nilai Net B/C Ratio usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebesar 0,94 atau kurang dari satu yang berarti usahatani tidak layak untuk dijalankan karena tidak memberikan manfaat secara ekonomi. e. Analisis Komparatif Produktivitas Lahan, Pendapatan Usahatani, Efisiensi Usahatani dan Kemanfaatan Usahatani 1) Produktivitas lahan Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu 76,31 Kw/Ha lebih tinggi daripada bagian hilir 74,87 Kw/Ha. Uji komparatif produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir memberikan nilai thitung (3,62) lebih besar dari nilai ttabel (1,70) sehingga hipotesis diterima yang menyatakan produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi dari produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang. 2) Pendapatan usahatani Hasil analisis menunjukkan pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu Rp 12.031.016,67/Ha lebih tinggi daripada bagian hilir Rp 9.578.920,83/Ha. Uji komparatif pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir memberikan nilai t-hitung (7,15) lebih besar dari t-tabel (1,70). Dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang menyatakan pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang. 3) Efisiensi usahatani Hasil analisis menunjukkan efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu 2,40 lebih tinggi daripada efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hilir 1,94. Uji
komparatif efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir memberikan nilai thitung (7,64) lebih besar daripada nilai t-tabel (1,70). Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis diterima yang menyatakan bahwa usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih efisien dibandingkan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang. 4) Kemanfaatan Usahatani Hasil analisis menunjukkan kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu 1,40 lebih tinggi daripada kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir sebesar 0,94. Uji komparatif kemanfaatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir memberikan nilai t-hitung (7,64) lebih besar daripada nilai t-tabel (1,70). Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis diterima yang menyatakan bahwa usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang. 4. Pembahasan Proses kehilangan air pada jaringan irigasi Bapang yang menyebabkan penurunan luas area pelayanan irigasi disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, sebagai akibat proses alam, seperti penurunan jumlah air dari sumber air akibat kekeringan, proses penguapan air (evapotranspirasi) dan perlokasi. Kedua, faktor penurunan kinerja saluran dan bagunan-bangunan irigasi pada jaringan irigasi, seperti pendangkalan saluran dan rembesan Ketiga, akibat penggunaan yang tidak efisien, mengarah pada pemborosan oleh petani, salah satunya adalah akibat keterlambatan dalam menepati jadwal tanam sehingga air irigasi pada lahan terbuang siasia. Penurunan kinerja jaringan irigasi Bapang berpengaruh pada penyediaan dan pelayanan air irigasi untuk usahatani padi sawah irigasi di bagian hulu dan bagian hilir Daerah Irigasi Bapang. Hal tersebut selanjutnya akan berpengaruh terhadap penggunaan masukan-masukan usahatani. Jumlah benih padi yang diperlukan di bagian
29
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … hulu lebih rendah daripada di bagian hilir. Penggunaan benih padi yang lebih banyak di bagian hilir untuk mengantisipasi benih yang gagal tumbuh menjadi bibit padi akibat kekurangan air irigasi. Pupuk anorganik yang digunakan petani padi sawah irigasi bagian hulu secara umum menggunakan pupuk tunggal dengan kandungan unsur hara yang spesifik (Urea dan SP-36) sedangkan petani padi sawah irigasi bagian hilir sebagian besar telah beralih dengan menggunakan pupuk kombinasi (NPK). Penggunaan pupuk kombinasi (NPK) dipilih karena ketiga unsur yang dibutuhkan tanaman padi terkandung dalam satu jenis pupuk sehingga dapat menghemat dalam penggunaan tenaga kerja. Hal ini menyebabkan perbedaan dosis penggunaan pupuk anorganik dan biaya pemupukan yang dikeluarkan oleh petani di bagian hulu dan bagian hilir. Penggunaan obat-obat kimia, seperti zat pertumbuhan tanaman, herbisida dan pestisida hampir sama dalam jumlah dan rupiah yang
dikeluarkan petani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir. Penggunaan tenaga kerja total (manusia dan mesin) yang dihitung dalam satuan HKP pada usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih sedikit daripada bagian hilir. Peningkatan jumlah tenaga kerja pada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir, khususnya berkaitan dengan penambahan tenaga kerja untuk pengoperasian pompa air. Kelompok biaya usahatani yang paling berpengaruh terhadap perbedaan biaya usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir adalah kelompok biaya lain-lain sedangkan komponen biaya lain-lain yang paling mempengaruhi adalah pada biaya pengairan yang meliputi biaya IPAIR dan operasi pompa air. Rata-rata selisih biaya pengairan antara usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir sebesar Rp 1.383.430,64.
Tabel 2. Rata-rata Produksi, Harga dan Penerimaan Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 Bagian Hulu Bagian Hilir No Uraian Per UT Per UT Per Ha Per Ha (0,37 Ha) (0,40 Ha) 1 Produksi (Kw) 28,54 76,31 29,71 74,87 2 Harga (Rp/Kw) 270.333,33 270.333,33 268.333,33 268.333,33 3 Penerimaan (Rp) 7.714.250,00 20.633.115,08 7.934.250,00 20.086.091,81 Sumber : Analisis Data Primer, 2010
Tabel 3. Rata-rata Pendapatan, Efisensi dan Kemanfaatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 Bagian Hulu (Rp) Bagian Hilir (Rp) No Uraian Per UT (0,37 Per UT (0,40 Per Ha Per Ha Ha) Ha) 1. Penerimaan (Rp) 7.714.250,00 20.633.115,08 7.934.250,00 20.086.091,81 2. Biaya (Rp) 3.133.108,33 8.602.098,41 4.215.474,44 10.507.170,98 3. Pendapatan (Rp) 4.581.141,67 12.031.016,67 3.718.775,56 9.578.920,83 4. Efisiensi 2,40 1,94 5. Kemanfaatan 1,40 0,94 Sumber : Analisis Data Primer, 2010
30
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … Tabel 4. Analisis Komparatif Produktivitas Lahan Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 Uraian Bagian Hulu Bagian Hilir Produktivitas (Kw/Ha) 76,31 74,87 - Standart deviasi 1,74 1,32 - Varian 3,01 1,75 - t-hitung 3,62 - t-tabel (t = 0,05) 1,70 Sumber : Analisis Data Primer, 2010 Tabel 5. Analisis Komparatif Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 Uraian Bagian Hulu Bagian Hilir Pendapatan (Rp/Ha) 12.031.016,67 9.578.920,83 - Standart deviasi 1.091.412,30 1.530.607,45 - Varian 1.19118E+12 2.34276E+12 - t-hitung 7,15 1,70 - t-tabel (t = 0,05) Sumber : Analisis Data Primer, 2010 Tabel 6. Analisis Komparatif Efisiensi Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 Uraian Bagian Hulu Bagian Hilir Efisiensi 2,40 1,94 - Standart deviasi 0,17 0,28 - Varian 0,03 0,08 - t-hitung 7,64 - t-tabel (t = 0,05) 1,70 Sumber : Analisis Data Primer, 2010 Tabel 7. Analisis Komparatif Kemanfaatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang MT I Tahun 2011 Uraian Bagian Hulu Bagian Hilir Kemanfaatan 1,40 0,94 - Standart deviasi 0,17 0,28 - Varian 0,03 0,08 - t-hitung 7,64 1,70 - t-tabel (t = 0,05) Sumber : Analisis Data Primer, 2010
Produktivitas lahan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu tinggi. Kondisi ini disebabkan karena petani padi sawah irigasi di bagian hilir dengan kondisi keterbatasan jumlah penyediaan air irigasi dari jaringan irigasi Bapang tetap mengupayakan agar air irigasi tersedia untuk pertumbuhan tanaman padi meskipun harus mengeluarkan biaya pengairan yang lebih besar, yaitu biaya operasi pompa air. Penerimaan usahatani padi sawah irigasi
bagian hulu dan bagian hilir selain dipengaruhi oleh produksi juga dipengaruhi oleh harga gabah. Rata-rata harga gabah yang diterima petani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada harga gabah yang diterima petani padi sawah irigasi bagian hilir. Hal tersebut disebabkan di bagian hilir waktu tanam yang lebih lambat sehingga waktu panen tertinggal dari waktu panen bagian hulu. Pada waktu panen bagian hulu pedagang berlomba mendapatkan gabah yang sebelumnya pada
31
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … musim tanam ketiga (musim kemarau) terjadi kekurangan suplai gabah sehingga harga gabah cenderung lebih besar. Saat bagian hilir memasuki waktu panennya, suplai gabah sudah melimpah (waktu panen raya) yang mengakibatkan harga gabah menurun di pasar (hukum permintaanpenawaran). Kondisi harga gabah yang rendah juga tidak dapat dilepaskan dari peran para tengkulak yang bermunculan pada saat masa panen. Petani ingin segera mendapatkan penerimaan dari penjualan gabah guna memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan modal untuk persiapan masa tanam berikutnya. Perbedaan ketersediaan air irigasi di bagian hulu dan bagian hilir Daerah Irigasi Bapang terbukti berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Rata-rata pendapatan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi daripada bagian hilir karena rata-rata produksi padi dan penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi sedangkan rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan lebih rendah daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. Efisiensi usahatani merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya usahatani. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan bagian hilir telah mencapai efisiensi usahatani namun terbukti usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih efisien daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Daerah Irigasi Bapang karena memiliki nilai pengembalian yang lebih tinggi daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. Setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani memberikan pengembalian sebesar Rp 2,40 untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan Rp 1,94 untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hilir Kemanfaatan merupakan perbandingan manfaat (benefit) yang berupa pendapatan bersih dengan biaya usahatani. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu layak untuk dijalankan karena secara ekonomi memberikan nilai manfaat. Kemanfaatan tersebut diperoleh karena dapat meningkatkan penerimaan usahatani dan sekaligus mampu menekan biaya usahatani, khususnya biaya pengairan dibandingkan dengan usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. Biaya pengairan yang dapat ditekan adalah dalam pengoperasian
pompa air irigasi dimana untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hilir harus mengeluarkan biaya tersebut dengan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan air irigasi bagi pertumbuhan tanaman padi. Sedangkan berdasarkan nilai kemanfaatan, usahatani padi sawah irigasi bagian hilir tidak layak untuk dijalankan, namun kondisi untuk terus mengusahakan usahatani tersebut selain, dikarenakan pola usahatani yang turun menurun, juga dikarenakan keputusan usahatani petani yang kurang berani mengambil resiko untuk mengusahakan usahatani alternatif yang dapat memberikan nilai kemanfaatan yang lebih tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Produktivitas lahan pada usahatani padi sawah irigasi di bagian hulu (76,31 Kw/Ha/MT) terbukti lebih tinggi daripada produktivitas lahan pada usahatani padi sawah irigasi di bagian hilir (74,87 Kw/Ha/ MT). Hal ini disebabkan di bagian hilir waktu tanam yang lebih lambat sehingga waktu panen tertinggal dari waktu panen bagian hulu. 2. Pendapatan dari usahatani padi sawah irigasi di bagian hulu(Rp 12.031.016,67 /Ha/MT) terbukti lebih tinggi daripada pendapatan dari usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Rp 9.578.920,83 /Ha/ MT), karena rata-rata produksi padi dan penerimaan usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi sedangkan ratarata biaya usahatani yang dikeluarkan lebih rendah daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir. 3. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu (R/C ratio = 2,40) lebih efisien daripada usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (R/C ratio = 1,94). Setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani memberikan pengembalian sebesar Rp 2,40 untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hulu dan Rp 1,94 untuk usahatani padi sawah irigasi bagian hilir 4. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu (Net B/C ratio = 1,40) lebih memberikan kemanfaatan daripada efisiensi usahatani padi sawah irigasi bagian hilir (Net B/C ratio = 0,94).
32
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … kompetitif untuk melindungi petani dari pengaruh pasar. 4) Memfasilitasi rehabilitasi dan perbaikan infrastruktur irigasi bagian hilir agar biaya pengairan dapat ditekan. Karena biaya terbesar usahatani padi sawah bagian hilir adalah dalam pengoperasian pompa air irigasi. Petani yang mempunyai usahatani padi sawah irigasi bagian hilir harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk memenuhi kebutuhan air irigasi bagi pertumbuhan tanaman padi. 3. Perlu diaktifkannya peran penyuluh untuk memotivasi dan mendampingi petani yang kurang berani mengambil resiko guna mengusahakan usahatani alternatif yang dapat memberikan nilai kemanfaatan yang lebih tinggi. 4. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai efisiensi penggunaan air irigasi dan dampak keberadaan Daerah Irigasi Bapang terhadap keberlanjutan usahatani padi pada khususnya dan tanaman budidaya lainnya pada umumnya.
Saran 1. Bagi Petani Padi Sawah Daerah Irigasi Bapang, teknik budidaya padi sawah irigasi perlu segera diperbaiki, antara lain dengan : a. Mematuhi jadwal tanam dan pengairan yang telah ditetapkan serta meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan air irigasi pada tingkat usahatani. b. Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengatur aplikasi pemupukan. c. Penggunaan bahan organik dalam bentuk aplikasi pupuk maupun obatobat pengendalian hama, penyakit dan gulma untuk memperbaiki kualitas lahan dan air irigasi. d. Untuk petani padi sawah di bagian hilir khususnya, dapat mengaplikasikan system of rice intensification (SRI) karena sesuai kondisi keterbatasan air irigasi di daerah tersebut. e. Meningkatkan partisipasi dalam pengelolaan air irigasi guna kepentingan bersama. 2. Bagi Pemerintah Kabupaten Sragen a. Kinerja bangunan dan jaringan irigasi Bapang perlu segera ditingkatkan melalui perbaikkan dan rehabilitasi. b. Peningkatan peran petani dalam pengelolaan dan pemeliharaaan jaringan irigasi melalui pengaktifan kembali dan pembinaan kelembagaan P3A. c. Dalam meningkatkan keberhasilan usahatani padi sawah irigasi dapat dilakukan pemerintah antara lain : 1) Pemberian subsidi terhadap input produksi, khususnya pupuk dan memperlancar pendistribusiannya untuk mencegah kelangkaan. 2) Mengusahakan pemberian kredit lunak tanpa agunan dan menjadi penjamin bagi petani padi. 3) Meningkatkan peran Bulog daerah dalam menjaga keseimbangan harga, khususnya harga gabah petani pada saat musim panen raya dengan penetapan HPP (harga pembelian pemerintah) yang
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Konsumsi Beras Indonesia Tahun 2009. BPS. Jakarta. Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah. 2011. Penilaian Kondisi Fisik Jaringan Irigasi Kewenangan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010. Semarang. Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek: Analisa Ekonomis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Setiobudi, D dan A.M. Fagi. 2009. Pengelolaan Air pada Sawah Irigasi : Antisipasi Kelangkaan Air. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.Hlm. 243-272. Singarimbun, M dan S. Effendi.1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi dalam Suroso, PS. Nugroho dan P. Pamuji. 2007. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Banjaran Untuk Meningkatkan Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Air
33
Joko Puspito, Suprapti Supardi, Raden Kunto Adi : Analisis Komparatif Usaha Tani … Irigasi. Dinamika Teknik Sipil Vol.7 No.1, Januari 2007:55-62. Surakhmad, W. 1994. Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode, dan Teknik. Tarsito. Bandung.
Suryana, A dan S. Mardiyanto. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras dalam Triyanto, J. 2006. Analisis Produksi Padi di Jawa Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
34