BAB IV ANALISIS PERAN WANITA PEKERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK DI DUKUH BRAJAN DESA SALAKBROJO KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014
A. Analisis Peran Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga dalam Pendidikan Agama Islam Anak di Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.
Seorang wanita memiliki kesempatan dan potensi yang lebih besar untuk berperan secara langsung dalam pendidikan anak, terlebih pendidikan yang utama bagi seorang anak adalah pendidikan agama Islam, karena Pendidikan agama Islam merupakan cikal pembentukan generasi insan kamil. Oleh karena itu pendidikan agama Islam ditujukan dalam rangka untuk membangkitkan potensi yang baik pada anak dan mengurangi potensi yang jelek.1 Pada bab ini peneliti akan menganalisis data-data penelitian yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya terkait dengan peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam Pendidikan agama Islam anak Di Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. Peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anaknya bermacam-macam akan tetapi inti dari peran tersebut adalah sama. Meskipun mereka sibuk, mereka
1
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Cet. Ke-2 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 329.
79
80
berusaha membagi waktu antara bekerja dan memberi pendidikan kepada anak-anaknya. Hal ini dapat dibuktikan dari masing-masing pernyataan dari enam subjek penelitian, diantaranya: 1.
Nur Aeni “Saya memang bekerja dari waktu pagi sampai sore hari,tetapi ya saya tetap mengasuh anak, mendidik anak supaya rajin sekolah, dan rajin mengaji.”2 (S.1 W.1 B. 4-7)
2.
Sumarni “Saya bekerja mulai pagi hari setelah anak-anak sudah berangkat ke sekolah, nanti kalau sudah mulai sore. Saya mencari anak- anak yang sedang bermain untuk pulang berangkat mengaji di TPQ. Malamnya saya menyuruh anak utnuk berangkat mengaji Al-Qur‟an sampai waktu isya di rumahnya pak kyainya yang dekat. Setelah itu berangkat les.”3 (S.3 W.3 B. 4-12)
3.
Siti Rokhimah “Saya terkadang sibuk bekerja sampai malam. Ketika malam ya saya sering menyuruh anak untuk menata pelajaran, menyiapkan seragam apa yang hendak dipakai ke sekolah, sering sekali bertanya „ada PR atau tidak‟, supaya pagi-pagi sebelum berangkat ke sekolah tidak ribut. Saya pun mengingatkan supaya tidurnya jangan larut malam, agar bisa bangun pagi. ”4 (S.4 W.4 B. 4-17)
4.
Risawati “Pertama mengurus kebutuhan anak mulai dari bangun tidur sampai anak berangkat ke sekolah, setelah itu saya baru memulai bekerja. Nanti siang pukul setengah 11 saya menjemput anak pulang dari sekolah. Waktu bekerjanya lagi setelah dhuhur. Kemudian menyempatkan waktu sebentar untuk mengajari anak membaca jilid sebelum berangkat
2
Nur Aeni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18 Desember 2014. 3 Sumarni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan, 18 Desember 2014. 4 Siti Rokhimah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17 Desember 2014.
81
mengaji sore. Setelah maghrib saya mengantar anak mengaji dan lembur malamnya dimulai setelah anak tidur.”5 (S.1 W.1 B. 4-14)
5.
Siti Rinawati “Sehari-harinya ya kerja. Umumnya dari pagi sampai siang, siang istirahat lalu kerja lagi sampai sore, malemnya lembur. Tapi itu juga tergantung sama anak saya.Kalau memberikan pendidikan itu tidak mesti juga waktunya”6 (S.6.W.6 B. 7-11)
6.
Awaliyah “Sebagai ibu dan pekerja ya bisanya mengasuh dan mendidik dengan benar, memberi nasehat nasehat supaya anak rajin shalat. Rajin mengaji, dan kelakuannya baik, selalu menghormati orang tuanya.”7 (S.2 W.2 B. 18-22)
Memang konsekuensinya harus demikian, artinya wanitawanita pekerja industri rumah tangga tidak hanya sebatas bekerja saja, namun mereka tetap memperhatikan anak-anaknya. wanita dalam Islam laksana tiang negara, oleh karena itu apabila wanita baik maka baiklah negara, apabila wanita rusak, maka rusak pula suatu negara. 8 Semua berawal dari asuhan seorang ibu, ibulah yang harus mempersiapkan generasinya dengan baik.
5
2014.
Risawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,18 Desember
6
Siti Rinawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014. 7 Awaliyah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,17 Desember 2014. 8 Ibid., hlm. 203
82
Narasumber Risawati (RW), Nur Aeni (NA), Siti Rinawati (SR), Sumarni (SM), Awaliyah (AW) dan Siti Rokhimah (SH), sebagai wanita pekerja industri rumah tangga yang masing-masing dari mereka berstatus sebagai buruh dan pemilik industri. Mereka memiliki kesibukan yang berbeda di dalam bekerja, namun mereka tetap berperan dalam pendidikan agama Islam anak, peran mereka dalam pendidikan agama Islam adalah sebagai penasehat sekaligus sebagai pemberi dorongan dan stimulasi kepada anak-anaknya, hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan masing-masing narasumber : 1. Awaliyah “...Tetap mendidik anak misalnya menyuruh anak untuk bangun pagi meskipun sekolahnya libur. Supaya tidak meninggalkan shalat.”9 (S.2 W.2 B. 34-37) 2. Siti Rinawati “Mendidiknya dengan cara memberi nasehat yang baik. Membiasakan anak untuk bangun pagi. Meskipun sulit, tetapi ya harus dibiasakan. Semua itu berawal dari asuhan orangtuanya saja.”10 (S. 6 W.6 B. 18-23) 3. Nur Aeni “Anak saya rajin shalat pada waktu maghrib dan isya. Kalau maghrib biasanya dia pergi ke Musolla bersama teman-teman sekaligus mengaji. Kalau sholat Isya‟nya itu masih kadang-kadang, Kalau shalat dhuhur, ashar, dan subuh itu belum sepenuhnya ia jalankan. Tapi sedikit demi sedikit saya mengingatkan.”11 (S.5 W.5 B. 24-31)
9
Awaliyah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,17 Desember 2014. 10 Siti Rinawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,17 Desember 2014. 11 Nur Aeni ,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18 Desember 2014.
83
4. Siti Rokhimah “Di Sekolah dan di tempat mengajinya sudah ada materi-materi tentang sholat. Terkadang anak sudah mengerti tatacaranya tapi belum mau melaksanakannya.Jadi ya mengarahkan supaya anak mau shalat. Seringnya kalau sudah pulang sekolah dan bermain itu lupa sholat.”12 (S.4 W.4 B. 43-50) 5. Risawati “Saya mengajari anak untuk mengaji. Anak saya masih berumur 5 tahun, tetapi mengajinya sudah sampai jilid 3. Untuk menjaga kelancarannya, saya mengajari sekaligus mengulangi apa yang hendak dibaca di hari besok,biasanya sebelum berangkat mengaji, saya mengajarinya belajar.”13( S.1 W.1 B. 48-54) 6. Sumarni “...Ya menasehati anak-anak kalau sedang dinasehati orang tua tidak boleh membentak, apalagi melawan. Selain itu ya mengajari anak untuk mengingat waktu kalau sedang bermain. Terutama waktu untuk mengaji. Membimbing anak-anak agar selalu rukun antara kakak dan adik.”14 (S. 3 W.3 B. 52-59) Peran wanita pekerja industri rumah tangga sebagai motivator bagi anak-anaknya secara tidak langsung mengarah kepada jiwa anak agar temotivasi untuk selalu berperilaku baik, rajin beribadah, rajin membaca Al-Qur‟an serta rajin mengaji. nasehat-nasehat yang diberikan oleh wanita pekerja industri rumah tangga semata-mata karena ia berperan dalam pendidikan agama Islam anak. Nasehat sebagai perantara bagi anak untuk termotivasi dalam berperilaku, beribadah, membacaAl-Qur‟an dan mengaji.
12
Siti Rokhimah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17 Desember 2014. 13 Risawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi,Brajan,18 Desember 2014. 14 Sumarni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18 Desember 2014.
84
B.
Analisis Faktor-Faktor yang Mendukung dan Menghambat Peran Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga dalam Pendidikan Agama Islam Anak di Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.
1.
Analisis faktor yang mendukung peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, faktorfaktor yang mendukung peran wanita pekerja industri dalam pendidikan agama Islam anak ada dua, diantaranya sebagai berikut :
a.
Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat menjadi salah satu faktor yang mempermudah peran wanita dalam merealisasikan pendidikan agama Islam bagi anak-anaknya. Dari hasil yang diperoleh dari pernyataan narasumber, Risawati (RW), Sumarni (SM), Awaliyah (AW), Siti Rokhimah (SH), Siti Rinawati (SR) dan Nur Aeni (NA) masingmasing dari mereka merasakan bahwa lingkungan sangat mendukung perannya
dalam
pendidikan
agama
Islam
anak.
Lingkungan
masyarakat membuat anak bersedia mendatangi tempat ibadah. Baik sekedar untuk beribadah atau mengikuti kegiatan keagamaan. Risawati merasa mudah ketika mengajak anak untuk mengikuti berjenjenan. Anak yang sejak kecil sering dipupuk dengan kegiatan keagamaan maka ketika dewasa sudah terbiasa tumbuh dengan kesadarannya mengikuti kegiatan keagamaan yang ada di dalam masyarakat. Di samping itu dengan adanya pondok pesantren yang tidak jauh dari
85
rumahnya membuat Risawati berperan dengan baik terutama mengajari anak untuk membaca jilid ataupun mengaji. Sejalan dengan Risawati, Sumarni juga mengungkapkan kalau anaknya mengikuti berjenjenan. Kegiatan keagamaan dalam lingkungan masyarakat secara tidak langsung akan menarik keagamaan anak. Begitupun dengan Siti Rokhimah
yang
merasakan
kemudahan
dalam
meningkatkan
kesadaran anaknya untuk beribadah, baik mendatangi tempat ibadah untuk shalat ataupun mengikuti kegiatan berjenjenan. Dari tempat tinggal Siti Rinawati terdapat Musholla yang digunakan untuk mengaji Al-Qur‟an setiap malamnya. Mayoritas masyarakat sekitar memasukkan anak-anak mereka untuk belajar pendidikan keagamaan di Musholla. Dalam kondisi masyarakat yang demikian, membuat anak semakin terpengaruh kepada hal-hal yang baik, misalnya minat mengaji anak di Mushola semakin baik, anak sudah memahami waktu untuk mengaji, seperti yang dialami oleh Siti Rinawati. Nur Aeni merasakan bahwa anaknya memiliki kesadaran untuk mengkomunikasikan tugas hafalan yang diperoleh dari tempat mengajinya, seperti hafalan-hafalan surat pendek, atau hafalan-hafalan doa solat.Dengan demikian kesadaran anak untuk mengkomunikasikan tugas hafalan kepada ibunya sudah berjalan dengan baik. Peran ibu dalam mendidik dan mengajarkan Al-Qur‟an dapat terlaksana dengan baik. Tidak jauh berbeda dengan Siti Rinawati dan Nur Aeni,
86
Awaliyah pun memiliki keuntungan lantaran rumahnya dekat dengan Musholla, dan masyarakat menjadikan musholla sebagai tempat untuk belajar mengaji, secara tidak langsung mempermudah perannya dalam memotivasi anak. Anak termotivasi
sehingga minat mengaji anak
semakin baik. Sebenarnya tidak hanya minat mengaji saja. Anakpun akan mengikuti sholat berjamaah di Musholla yang semua itu dilakukan anak tanpa ada paksaan dari orangtuanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan masyarakat menjadi salah satu faktor yang mendukung peran wanita dalam pendidikan agama Islam anak. b. Teman sepermainan Teman sepermainan dalam hal ini adalah teman sebaya yang dekat dengan seorang anak. Fase anak-anak adalah fase yang sangat peka meniru lingkungan dan dapat terpengaruh dengan teman sebayanya. Anak dapat termotivasi untuk belajar mendatangi tempat – tempat ibadah, rajin mengikuti kegiatan keagamaan, rajin shalat lantaran meniru teman yang dekat dengannya. Dari hasil yang diperoleh dari narasumber wanita pekerja industri rumah tangga, Awaliyah (AW), Sumarni (SM), Siti Rokhimah (SH),Nur Aeni (NA), Risawati (RW) dan Siti Rokhimah(SR) secara tidak langsung mereka merasakan keuntungan dari teman sepermainan yang dekat dengan anaknya. Dengan adanya teman sepermainan itulah yang mendukung peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama
87
Islam anak. Teman sebaya yang dekat dengan anak mampu memberi motivasi yang baik, sehingga peran wanita untuk membimbing dan mengarahkan anaknya lebih mudah. Awaliyah mengakui bahwa masa anak-anak adalah masa meniru teman sebayanya, semua itu tergantung dengan siapa anak berteman. Anak yang memiliki teman baik maka anak akan terpengaruh menjadi baik pula perangainya. Seperti yang dialami oleh Siti Rinawati, putri pertamanya yang bernama Lina mulai termotivasi mengaji sebab teman seusianya sudah mengaji di Musholla setiap malam. Dari situlah anak mulai memiliki kesadaran untuk mengaji bersama dengan teman-temannya. Peran wanita dalam mendidik mengasuh serta memberi bimbingan kepada anak dapat berjalan dengan baik. Begitupun dengan Sumarni, Nur Aeni, dan Siti Rokhimah dan Risawati, masing-masing mereka merasakan bahwa teman sepermainan membantu dirinya dalam melaksanakan peran dalam pendidikan agama Islam anak. Teman sepermainan yang dekat dengan anak mampu membuat anak menjadi lebih giat mendatangi tempat ibadah seperti shalat, anakpun menjadi rajin dalam belajar mengaji tanpa harus dipaksakan. Peneliti juga melihat bahwa teman sepermainan selain memudahkan peran wanita dalam pendidikan agama Islam anak, teman sepermainan juga berpengaruh terhadap tingkah laku anak.
88
Dari hasil analisa tersebut peneliti menyimpulkan bahwa teman sepermainan menjadi salah satu faktor yang mendukung peran wanita dalam pendidikan agama Islam anak. 2.
Analisis faktor yang menghambat peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak. Diantara Faktor-faktor yang menghambat peran wanita dalam pendidikan agama Islam anak adalah sebagai berikut :
a.
Terbatasnya waktu Dari hasil yang penulis peroleh dari narasumber, Nur Aeni (NA), Risawati (RW), Sumarni (SM), Siti Rokhimah (SH), Siti Rinawati (SR), dan Awaliyah (AW) sebagai wanita pekerja industri rumah tangga yang terkadang memiliki waktu luang, terkadang tidak. Terbatasnya waktu memang menjadi kendala bagi masing-masing pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak. Terutama pada saat mereka bekerja. Mereka selalu fokus terhadap pekerjaannya, masalah mengasuh dan mendidik disesuaikan dengan kebutuhan anak. Pada umumnya wanita pekerja industri rumah tangga di Dukuh Brajan memulai kerja setelah anak-anaknya berangkat ke Sekolah sampai sore hari. Kemudian pada malam haripun mereka tetap bekerja sampai pukul 22.00 WIB atau bahkan lebih, tergantung dari kebutuhan masing-masing pekerja. Dari waktu kerja yang banyak itulah yang membuat wanita-wanita pekerja industri rumah tangga memperhatikan
pendidikan
agama
Islam
anak
namun
hanya
89
sekedarnya saja. Seperti Risawati yang hanya sekedar menyempatkan diri untuk mengajari anaknya membaca jilid. Memang Sumarni pun menyadari bahwa ada perbedaan antara ibu yang bekerja dengan tidak bekerja. Nur Aeni, Siti Rinawati, Sumarni dan Awaliyah pun terkadang merasa tidak pasti dalam memberikan pendidikan agama Islam kepada anak terutama ketika banyak pekerjaan. Dari hasil analisa di atas, penulis menyimpulkan bahwa Terbatasnya waktu inilah yang menjadi faktor penghambat peran wanita dalam pendidikan agama Islam anak-anaknya. b.
Minimnya pengetahuan wanita pekerja. Selain dari waktu kerja yang banyak, wanita pekerja industri rumah tangga di Dukuh Brajan mayoritas hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar (SD), sehingga minimnya pengetahuan yang mereka miliki terkadang membuat wanita hanya memberikan pendidikan agama Islam kepada anaknya sekedarnya. Padahal penting bagi seorang ibu memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pendidikan anak. Sehingga wanita-wanita pekerja industri lebih banyak menitik beratkan pada pendidikan formal ataupun informal seperti sekolah dan Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ).
90
Dari hasil yang peneliti peroleh dari narasumber Nur Aeni (NA), Awaliyah (AW), Sumarni (SM), Risawati (RW), Siti Rokhimah (SH) dan Siti Rinawati (SR), adalah wanita pekerja industri rumah tangga yang mengenyam pendidikan formal sampai Sekolah Dasar (SD), sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam memberikan pendidikan agama Islam kepada anak-anaknya. Nur Aeni hanya mendidik supaya anak berkelakuan baik, menyuruh mengaji dan shalat saja. Ia hanya memahami pendidikan agama Islam sekadarnya. Begitupun dengan Awaliyah dan Risawati yang memasukkan anaknya pada lembaga pendidikan formal dan informal agar anaknya dapat dididik dan diberi pengarahan oleh lembaga tersebut. Sumarni dan Siti Rokhimah juga yang mengaku bisa mengajari anak dengan materi-materi yang mudah seperti mengaji. Dengan
demikian,
dari
hasil
analisa-analisa
diatas,
peneliti
menyimpulkan bahwa minimnya pengetahuan yang ada dari dalam diri wanita pekerja industri rumah tangga inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat peran wanita dalam pendidikan agama Islam anak. Adapun cara yang dilakukan oleh wanita pekerja industri rumah tangga untuk meminimalisir hambatan tersebut adalah dengan memasukkan anak-anak mereka mengaji di TPQ setiap sore, meminta bantuan tenaga dan fikiran dari sanak saudara kandung yang dekat untuk mengajari anak belajar ngaji , mengajak anak untuk mengaji di rumah ustadzahnya, ataupun mendidiknya.