Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
COMPETENCY BASED ASSESSMENT SEBAGAI MODEL PENGUJIAN KOMPETENSI DI SMK Oleh : Yoyoh Jubaedah Jurusan PKK FPTK UPI
ABSTRAK Penyelenggaraan pendidikan di SMK perlu adanya kesepadanan atau kesesuaian dengan dunia kerja (link and match), sehingga kompetensi peserta didik memenuhi tuntutan kompetensi di lapangan kerja. Untuk mengetahuai kesesuain tersebut, maka perlu dilaksanakan penilaian hasil belajar atau uji kompetensi terhadap capaian kompetensi peserta didik sesuai dengan tuntutan kompetensi yang dibutuhkan lapangan kerja. Pengujian kompetensi di SMK pada dasarnya merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, yang perlu diarahkan untuk menilai kinerja peserta didik dengan memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajarnya secara berkesinambungan. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar, maupun secara tidak langsung melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja atau performance criteria. Oleh karena itu sistem penilaian untuk kelompok mata pelajaran produktif menitikberatkan pada penilaian hasil belajar berbasis kompetensi atau Competency Based Assessment. Kata Kunci : Penilaian, Kompetensi, Pengujian, SMK
PENDAHULUAN Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai pendidikan kejuruan yang saat ini dikembangkan di Indonesia, bertujuan menyiapkan peserta didik untuk menjadi tenaga produktif yang terampil dalam mengisi lowongan kerja sesuai bidang keahlian dan kebutuhan dunia usaha dan industri. Di samping itu, lulusannya disiapkan menjadi warga negara yang kreatif untuk mengembangkan sikap profesional dalam pekerjaan sesuai dengan tuntutan dunia kerja di berbagai bidang keahlian. Lulusan SMK idealnya dipersiapkan untuk mampu terserap lapangan kerja di berbagai dunia usaha dan industri, namun kenyataannya masih banyak lulusan SMK yang menjadi pengangguran. Berdasarkan Badan Pusat Statistik atau BPS yang dikemukakan Kuswari (2009 : 1), bahwa : “Pengangguran terbuka didominasi lulusan SMK sebesar 17,26 %, SMA 14,31 %, Perguruan Tinggi 12,59 %, diploma 11,21 %, lulusan SMP 9,39 %, dan lulusan SD 4,57 % dari jumlah penganggur“. Pengangguran tersebut tercipta karena calon tenaga kerja tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan yang dibutuhkan dunia kerja. Sebagaimana diungkapkan Suparno (2008 : 1), bahwa : “Kompetensi para pencari kerja belum link and match dengan industri“. Dalam mengantisipasi ledakan pengangguran lulusan SMK, maka perlu menyiapkan tenaga kerja yang kompeten sesuai tuntutan dunia kerja dapat dimulai pada saat mereka menempuh pendidikan di SMK masing-masing melalui pengalaman belajar dan penilaian hasil belajar. Pengalaman belajar yang diberikan di SMK telah menerapkan pendekatan Competency Based Training dan Production Based Training yang disesuaikan dengan bidang keahlian yang dikembangkan, sehingga akan berimplikasi pada penilaian hasil belajar atau pengujian kompetensi peserta didik. Departemen Pendidikan Nasional (2006 : 1) menjelaskan bahwa : “Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum sangat berpengaruh terhadap sisitem penilaian yang dilaksanakan“. Kurikulum SMK dikembangkan dan dilaksanakan menggunakan pendekatan berbasis kompetensi, maka sistem penilaian hasil belajar yang digunakanpun harus model penilaian berbasis kompetensi (Competency-based Assessment). Pelaksanaan penilaian hasil belajar berbasis kompetensi diarahkan untuk mengukur dan menilai performansi peserta didik dalam kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif; baik secara langsung pada saat melakukan aktivitas belajar maupun secara tidak langsung, yaitu melalui bukti hasil belajar (evidence of learning) sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria). Kriteria kinerja tersebut harus sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri serta dalam pelaksanaan pengujian harus melibatkan pihak-pihak terkait dengan pembinaan SMK (stakeholders), karena pada akhirnya kompetensi yang telah dikuasai oleh peserta didik harus mendapat pengakuan dari pihak pemakai tenaga kerja. Pandangan ini sejalan dengan implikasi hasil penelitian yang disarikan dari Jubaedah
265
Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
(2009), bahwa : 1) Penerapan model penilaian keahlian Tata Busana berbasis Standar Kompetensi Nasional mampu meningkatkan kualitas lulusan SMK apabila didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Oleh karena itu, perlu kesiapan dan kemampuan guru dalam melakukan penilaian sebagai penilai internal yang kompeten. 2) Pelaksanaan penilaian berkala level kualifikasi perlu melibatkan pihak industri sebagai penilai eksternal dalam upaya meningkatkan kompetensi peserta didik, sehingga industri dapat menerbitkan sertifikat bagi peserta didik yang kompeten. Dalam kaitan dengan pengujian kompetensi peserta didik di SMK, maka perlu dikembangkan model penilaian yang sesuai dengan tuntutan kompetensi kerja di dunia usaha dan industri. Model penilaian yang dimaksud harus mengacu pada tujuan penilaian hasil belajar dalam Pedoman Pelaksanaan Penilaian Hasil Belajar Peseta Didik SMK (2004 : 17), sebagai berikut : a. Menyediakan acuan atau referensi penilaian hasil belajar peserta didik yang sesuai dengan kurikulum SMK berbasis kompetensi (Competency-based Curriculum) b. Meningkatkan mutu pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik baik yang langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah dan di industri, maupun yang berkaitan dengan penilaian penguasaan kompetensi c. Mengembangkan model penilaian berbasis kompetensi (competency-based assessment) yang dalam pelaksanaannya melibatkan unsur internal dan eksternal yang relevan. Pengembangan model penilaian merupakan tugas guru yang harus bekerja sama dengan dunia usaha dan industri terkait sebagai institusi pasangan sekolah dalam upaya menyiapkan lulusan yang kompeten dalam bidang keahlian yang ditekuninya serta tutuntan keahlian di dunia kerja. Oleh karena itu, untuk mengetahui kesesuaian lulusan dengan tuntutan lapangan kerja dibutuhkan alat penilaian yang dapat mengukur capaian kompetensi peserta didik yang sesuai dengan tuntutan kompetensi kerja di dunia usaha dan industri, sehingga capaian kompetensi lulusan memperoleh pengakuan dari pihak dunia kerja (stakeholders). Sistem Penilaian/Pengujian Kompetensi di SMK Pengertian kompetensi yang dirujuk dari VEETAC (1993 : 3), digambarkan sebagai berikut : The concept of competency focuses onwhat is expected of an employee in the workplace rather than on the learning process;and embodies the ability to transfer and apply sklills and knowledge to new situations and environments. Competency is a broad concept that includes all aspects of work performance and not only narrow task skill. Kutipan di atas mengandung makna bahwa konsep kompetensi berfokus pada apa yang diharapkan seorang pegawai di tempat kerja daripada dalam proses pembelajaran; dan mencakup kemampuan untuk mengaplikasikan keahlian dan pengetahuan pada situasi dan lingkungan baru. Kompetensi merupakan suatu konsep luas yang mencakup semua aspek pelaksanaan kerja bukan hanya keahlian-keahlian tugas yang sempit. Definisi kompetensi memiliki implikasi penting bagi pendekatan dalam menilai kemampuan seseorang, karena dapat mempengaruhi jenis informasi yang dicari untuk pendekatan dalam proses penilaian berdasakan pengumpulan bukti yang tepat dan sesuai untuk mendasari penilaian bahwa seseorang merupakan individu yang memiliki kemampuan. Disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap, sesuai unjuk kerja yang dipersyaratkan industri atau dunia kerja. Seseorang dikatakan berkompeten apabila memenuhi 5 dimensi berikut. a. Task Skills (keterampilan tugas), yaitu keterampilan yang harus dimiliki untuk melakukan tugas rutin b. Task Management Skills (Keterampilan Pengelolaan Tugas), yaitu keterampilan yang diperlukan untuk mengelola beberapa tugas sesuai alokasi waktu yang ditentukan c. Contingency Skills (Keterampilan Pemecahan Masalah), yaitu keterampilan untuk memecahkan masalah apabila menemui hal-hal yang harus diselesaikan sehubungan dengan pelaksanaan tugas d. Job/Role/Environment Skill, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan peran pekerjaan, termasuk kerjasama dan harapan-harapan di tempat kerja e. Transfer Skills, yaitu keterampilan mentransfer kompetensi yang dimiliki dan penyesuaiannya dalam lingkungan masyarakat. Konsep kompetensi tersebut merupakan acuan di dalam mengembangkan standar penilaian berbasis kompetensi, sehingga dalam rancangan dan pelaksanaannya harus memperhatikan faktorfaktor sebagi berikut : 1) Ketentuan untuk melaksanakan tugas-tugas individu (keahlian-keahlian tugas);
266
Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
2) Ketentuan untuk mengatur sejumlah tugas yang berbeda dalam pekerjaan (keahlian) pengaturan tugas; 3) Ketentuan untuk merespon ketidakteraturan dan hambatan dalam rutinitas (keahlian pengaturan kemungkinan); 4) Ketentuan untuk berhubungan dengan tanggung jawab dan harapan-harapan lingkungan kerja (keahlian atau peran dalam lingkungan kerja), termasuk bekerja sama dengan orang lain. (Disarikan dari Wolf, 1996 : 2) Setiap kegiatan pembelajaran perlu ditindaklanjuti dengan mengadakan penilaian, yang dapat dilakukan terhadap proses dan hasil belajar. Pelaksanaan penilaian kemajuan dan hasil belajar atau pengujian kompetensi peserta didik diarahkan untuk mengukur dan menilai performansi peserta didik yang berkaitan dengan aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap; baik secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar maupun secara tidak langsung, yaitu melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria unjuk kerja. Dalam pelaksanaan pengujian kompetensi ini direalisasikan dalam penilaian berkala. Penilaian berkala yang disarikan dari Pedoman Pelaksanaan Penilaian Hasil Belajar Peserta Diklat di SMK (2004 : 17-18) adalah pengukuran dan penilaian ketuntasan pencapaian hasil belajar yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran, berfungsi untuk menetapkan keberhasilan peserta didik menguasai satu satuan kompetensi, level kualifikasi, dan atau akhir pendidikan. Tahap pelaksanaan penilaian berkala dapat dibagi menjadi : 1) Berkala Akhir Kompetensi Penilaian berkala akhir kompetensi dilakukan untuk mengukur dan menilai setiap kompetensi yang telah dipelajari oleh peserta didik secara utuh. Hasil tes ini dicatat dalam Kartu Hasil Studi (KHS) dan dilaporkan dalam bukuk laporan pendidikan (Rapor). 2) Berkala Akhir Level Kualifikasi Penilaian berkala akhir level kualifikasi merupakan penilaian secara komprehensif, dilakukan untuk mengukur serta menilai pencapaian suatu satuan jenis kompetensi/level kualifikasi yang telah dipelajari peserta didik pada akhir jenis kompetensi/level kualifikasi tertentu. Hasil penilaian ini dicatat dalam Kartu Hasil Studi, dilaporkan dalam Rapor, dan diverifikasi oleh pihak internal dan eksternal untuk penerbitan sertifikat kompetensi sesuai dengan jenis dan levelnya. 3) Berkala Akhir Pendidikan Penguasaan beberapa kompetensi secara parsial pada suatu keahlian tertentu belum secara otomatis menjamin bahwa yang bersangkutan dapat dinyatakan profesional/kompeten pada keahlian tersebut. Ini diperlukan mekanisme penilaian untuk mengukur bahwa yang bersangkutan mampu mendemonstrasikan unjuk kerjanya secara utuh yang mengungkap unsur-unsur dimensi kompetensi secara menyeluruh dalam suatu pekerjaan. Unsur-unsur dimensi kompetensi yang dimaksud meliputi : task skill, task management skill, contingency management skill, job/role environment skills, dan transfer skill. Competency Based Assessment Penilaian berbasis kompetensi yang disarikan dari Wolf (1995 : 21-23) memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) One-to-one correspondence with outcome-base standards, 2) Indivisualized assessment, 3) Competent/no yet competent judgement only, 4) Assessment in the workplace, 5) No specified time for completion of assessment, 6) No specified course of learning study. Karakteristik penilaian berbasis kompetensi yang dikemukakan tersebut, sejalan dengan yang dikemukakan Fletcher (2005 : 21), yaitu : 1) Fokus pada hasil, 2) Penilaian bersifat individual, 3) Tidak ada nilai persentase, 4) Tidak ada perbandingan dengan hasil individu lain, 5) Semua standar (persyaratan) harus dipenuhi, 6) Proses berkelanjutan (mengarahkan pada pengembangan dan panilaian lebih lanjut), 7) Penilaian hanya dibuat “kompeten” dan “belum kompeten”. Dari karakteristik yang diungkapkan di atas, maka model penilaian berbasis kompetensi digambarkan sebagai berikut.
267
Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
Menetapkan kriteria yang dipersyaratkan untuk kinerja
Mengumpulkan bukti mengenai hasil kinerja individu
Mencocokkan bukti dengan hasil yang ditetapkan/dipersyaratkan
Membuat penilaian mengenai pencapaian terhadap seluruh hasil kinerja yang dipersyaratkan
Mengalokasikan nilai “kompeten” atau “belum kompeten”
Apabila tujuan penilaian juga untuk sertifikasi
Menerbitkan sertifikat untuk kompetensi yang dicapai
Membuat rencana pengembangan untuk bidang-bidang “yang belum kompeten” Bagan 1 Model Penilaian Berbasis Kompetensi (Diadopsi dari Fletcher, 2005 : 22) Pengertian penilaian berbasis kompetensi menurut Fletcher (2005 : 22) adalah : “Mengumpulkan bukti yang memadai untuk menunjukkan bahwa seseorang dapat melaksanakan atau berperilaku sesuai standar tertentu pada peran tertentu”. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Worsnop (1993 : 39) yang mengartikan bahwa penilaian berbasis kompetensi yaitu : Assessment is the process of collecting evidence and making judgements on the nature and extent of progress towards the performance requirements set out in a standard, or a learning outcomes, and, at the appropriate point, making the judgement as to whether competency has been achieved. Maksud dari kutipan di atas menggambarkan bahwa, penilaian merupakan proses pengumpulan bukti dan membuat pertimbangan yang asli dan tingkat kemajuan terhadap seperangkat standar perilaku atau hasil belajar serta nilai berupa angka dalam membuat pertimbangan apakah kompetensi telah tercapai. Dari gambaran konsep penilaian berbasis kompetensi terdapat tiga ciri penilaian kompetensi sebagai berikut : a) Penekanan pada tujuan-tujuan khusus, setiap tujuan berbeda dan dipertimbangkan secara terpisah b) Keyakinan bahwa tujuan-tujuan ini dapat dan harus dikhususkan pada batasan dimana tujuan tersebut jelas dan transparan, bahwa penilai, yang dinilai dan pihak ketiga harus bisa memahami apa yang sedang dinilai dan apa yang harus dicapai c) Institusi pasangan dalam penilaian dipilih dari institusi-institusi khusus atau program-program pembelajaran Ciri-ciri tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan penilaian berbasis kompetensi penekanannya pada tujuan dan keterbukaan serta suatu penilaian yang mengacu pada kriteria. Ini berarti bahwa penilaian tersebut menilai kemampuan seseorang atau keberhasilan berdasarkan
268
Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
kriteria, bukan membandingkan kemampuan seseorang dengan orang lain di dalam kelas. Dengan demikian, bahwa penilaian akan mengukur kemampuan pengetahuan, keahlian dan aplikasinya pada standar yang dikembangkan oleh pihak dunia kerja atau industri. Suatu sistem berbasis kompetensi mendorong individu untuk mengembangkan seluruh potensi dengan cara memberi kesempatan untuk dinilai pada suatu tingkat kompetensi tertentu dan kemudian beralih untuk mencapai kompetensi selanjutnya yang mereka ingin lakukan. Fungsi dari penilaian yang disarikan dari Worsnop (1993 : 39) adalah : (1) Membantu dan mendukung pembelajaran dengan memberikan saran pada peserta didik tentang kualitas pelaksanaan dan tingkat kemajuan peserta didik terhadap keberhasilan standar kompetensi. Ini dikenal sebagai penilaian formatif. (2) Membantu peserta didik dan pengelola untuk menentukan kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Penilaian untuk tujuan ini disebut dengan penilaian diagnosa (3) Menentukan apakah suatu unit kompetensi atau suatu hasil pembelajaran telah tercapai untuk tujuan pemahaman pelatihan formal. Jenis penilaian ini disebut penilaian sumatif (4) Menentukan apakah seseorang telah mencapai standar kompetensi yang belum dinilai secara formal, sehingga mendapatkan masukan dalam pembelajaran yang belum dipahami untuk pemahaman pembelajaran dasar. Proses penilaian berbasis kompetensi yang disarikan dari Worsnop (1993 : 36-37) meliputi tahapan sebagai berikut : (a) Planning Tahap ini merupakan perencanaan yang berkaitan dengan penentuan penilai yang keahliannya sesuai dengan peserta uji yang akan dinilai. Dalam tahap ini juga perlu untuk mempersiapkan rencana penilaian yang harus disepakati bersama antara penilai internal dan eksternal serta peserta yang akan diuji. (b) Collecting Tahap ini mencakup pengumpulan bukti, yang dapat diperoleh secara langsung (observasi), produk jadi ataupun pertanyaan tertulis. Cara yang paling efektif dalam mengumpulkan bukti bisanya melalui beberapa kombinasi aktivitas yang terencana. (c) Judging Tahapan ini merupakan tahap pertimbangan yang dapat dilakukan dengan cara membandingkan bukti-bukti yang ada dengan kriteria : (1) Apabila bukti penilaian yang dipertimbangkan memenuhi ketentuan, maka penilai harus mencatat dan melaporkan penilaian untuk referensi selanjutnya. (2) Apabila bukti tidak memenuhi ketentuan yang dituliskan dalam kriteria, maka penilai harus menyarankan untuk merencanakan bantuan kepada peserta uji untuk diuji kembali sesuai dengan kompetensi yang belum memenuhi kriteria. (d) Deciding Tahap ini penentuan yang harus diputuskan berdasarkan bukti-bukti dan hasil pertimbangan, apakah peserta uji telah mencapai standar kompetensi yang harus dikuasai atau belum. Hasil capaian peserta uji ini harus dicatat dan dibuktikan mealui penerbitan sertifikat. Konsep-konsep lain yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan model penilaian berbasis kompetensi, yaitu ciri penting yang dirujuk dari Hager, Athanasou dan Gonczi (1994), Hall dan Saunders (1993), NCCBT (1995), VEETAC (1992) dan VEETAC (1993) sebagai berikut : (1) Kewajaran – penilaian tidak seharusnya merugikan para peserta didik tertentu. Jika suatu penilaian wajar atau adil, maka semua peserta didik akan diperlakukan secara sama. (2) Fleksibilitas - penilaian harus cukup fleksibel untuk mencakup ragam pengetahuan dan keahlian yang tercakup di dalam standar kompetensi dan untuk menyesuaikan ragam jenis penyampaian, tempat penyampaian dan kebutuhan peserta didik. (3) Reliabilitas – penilaian harus menggunakan metode dan prosedur yang memastikan sejauh mungkin standar kompetensi dan tingkatan/levelnya ditafsirkan dan diterapkan secara konsisten pada semua peserta didik dan dalam situasi yang berbeda. Idealnya, suatu penilaian yang dapat dipercaya harus dapat dihasilkan kembali, yaitu harus mampu menghasilkan hasil yang sama bagi peserta didik dengan kemampuan yang sama pada saat atau tempat yang berbeda. Landasan Filosofis dan Psikologis Model Penilaian Berbasis Kompetensi Penilaian hasil belajar, apabila dikaji dari ilmu pendidikan barakar pada asumsi-asumsi tentang teori pendidikan dan pembelajaran. Oleh karena itu setiap ada pembaharuan dalam bidang penilaian,
269
Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
termasuk Competency Based Assessment tentu harus dicari akar teorinya. Pengkajian akar teori penilaian berbasis kompetensi yang diadaptasi pada penyelenggaraan penilaian di SMK, dapat dianalisis mengacu pada landasan filosofis dan psikologis pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan. Kurikulum SMK dirancang untuk memberi kesempatan berkembangnya kompetensi kerja yang relevan dengan perkembangan permintaan pasar kerja, serta memberi ruang gerak pada diri peserta didik untuk mengembangkan dan melakukan berbagai aktivitas yang dapat memberi kontribusi terhadap kecakapan hidup di lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, aliran filosofi yang dipakai sebagai landasan di dalam pengembangan kurikulum SMK adalah esensialisme, sedangkan secara psikologis dilandasi oleh pemikiran behavioristik. (Disarikan dari Departemen Pendidikan Nasional, 2004 : 5-6). Dari landasan pengembangan kurikulum SMK tersebut, maka dapat dijadikan acuan di dalam melakukan pengkajian terhadap landasan teori pengembangan penilaian berbasis kompetensi baik secara filosofis maupun psikologis. 1) Esensialisme sebagai Landasan Filosofis Penilaian Berbasis Kompetensi Pendidikan kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang mampu memasuki dunia kerja dan mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan disiapkan menjadi individu produktif yang mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja sesuai dengan bidang kehalian secara kompetitif dan profesional. Tujuan pendidikan kejuruan ini sejalan dengan pandangan tujuan umum pendidikan menurut para esensialis yang dikemukakan Sukmadinata (2001 : 9), yaitu : ”Memperoleh pekerjaan yang lebih baik, dapat bekerja sama lebih baik dengan orang dari berbagai tingkatan/lapisan masyarakat dan memperoleh penghasilan lebih banyak”. Dalam upaya mecapai tujuan tersebut, maka kurikulum SMK sebagai pendidikan kejuruan dikemas dengan pendekatan berbasis kompetesi, sehingga berimplikasi pada pengembangan model penilaian yang juga mengacu pada penilaian berbasis kompetensi. Landasan filosofis yang dijadikan acuan dalam mengembangkan model penilaian berbasis kompetensi adalah esensialisme, karena diarahkan untuk mengukur dan menilai performansi peserta didik pada aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap; baik secara langsung pada saat melakukan aktivitas belajar maupun secara tidak langsung melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja di industri. Pandangan ini sejalan dengan kajian teori pendidikan esensialisme yang dikemukakan Sukmadinata (2001 : 9), bahwa : ”... Pendidikan diarahkan dalam mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dunia kerja”. Esensialisme menekankan peran dan fungsi pendidik dalam proses pembelajaran sebagai seorang ahli, mengembangkan skill dengan berlatih, pengulangan, pengkondisian dan pengembangan kebiasaan baik dalam mempengaruhi perilaku peserta didik. Sudira (2009 : 3) dalam kaitan teori esensialisme mengemukakan bahwa : ”Pembelajaran orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks”. Dalam kaitan dengan model penilaian berbasis kompetensi, dapat dimaknai bahwa dasar pemikiran yang dirujuk dari filsafat esensialisme, sebagai berikut : a) Peserta didik memiliki akal untuk menyesuaikan diri pada kehidupan dunia kerja b) Peserta didik mampu menunjukkan kemampuannya dari mulai skill dasar menuju skill yang lebih kompleks. c) Peserta didik menunjukkan sikap profesional dalam bekerja sesuai prosedur kerja di industri d) Peserta didik melalui latihan dapat menghasilkan produk sebagai hasil kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja 2) Behavioristik sebagai Landasan Psikologis Penilaian Berbasis Kompetensi Akar terori Competency Based Assessment yang disarikan dari Pitman, Bell dan Fyfe (2000 : 9) adalah model behavioris yang dikembangkan pada tahun 1950-an oleh Skinner sebagai pendukung utamanya. Pandangan tersebut diperkuat oleh pendapat Stevenson (Pitman, Bell dan Fyfe, 2000 : 9) yang juga menyatakan bahwa : ”Versi awal Competency Based Assessment lebih bersifat behavioristik”. Landasan ini didasarkan pada pandangan Taylor dan Chappell (Pitman, Bell dan Fyfe, 2000 : 9) sebagai berikut : The models of competence used most extensively in education was developed by the American defence forces in the 1950s. Competency based training (CBT), as it came to be called, is based on the view that standardized training outcomes can be achieved by all learners if a thorough
270
Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
analysis of the behaviours demonstrated by any competent performer is undertaken and then transposed into a set of standardized learning sequences. Teori behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar, yang menjadi prinsip dalam pembelajaran penguasaan pengetahuan dan keahlian pada pendidikan kejuruan. Pemikiran behavioris ini masih memberikan pengaruh pada pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan dan penyelenggaraan pendidikan di SMK, yaitu proses pembelajaran di SMK menerapkan pendekatan Competency Based Training dan Production Based Training; merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemikiran behavioristik ini. Behavioristik lebih menekankan pada tingkah laku atau perilaku yang dapat diamati atau diukur. Ada beberapa ciri behavioristik yang dikemukakan Ibrahim dan Sukmadinata (1996 : 16), yaitu : (1) Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil (2) Bersifat mekanistis (3) Menekankan peranan lingkungan (4) Mementingkan pembentukan reaksi atau respons (5) Menekankan pentingnya latihan Pemikiran psikologi pendidikan yang berakar pada aliran pikiran psikologi behavioristik memberi warna yang sangat dominan pada penilaian berbasis kompetensi sebagai penilaian hasil belajar. Salah satu wujud pengaruh pemikiran behavioristik yang dikemukakan Zainul (2004 : 4), bahwa : “Berkembangnya tes objektif terutama yang digunakan untuk mengukur hasil belajar yang dikenal dengan mastery learning dan mastery testing”. Penilaian berbasis kompetensi terwujud dengan gagasan sebagai berikut : 1) Tujuan harus dinyatakan secara akurat dan dalam behavioral terms, 2) Kriteria untuk penilaian harus dinyatakan secara terbuka dan eksplisit, 3) Penolakan terhadap penetapan masa belajar dan persyaratan masuk bagi calon peserta didik, 4) Persyaratan kelulusan adalah kemampuan mendemonstrasikan kompetensi dalam profesinya, 5) Need Assessment menjadi suatu yang esensial untuk mengidentifikasi kompetensi peserta didik, 6) Personalisasi program pembelajaran dan penilaian individual. Kesimpulan 1. Pengujian kompetensi di SMK dapat menerapkan model Competency Based Assessment, yang diarahkan untuk mengukur dan menilai performansi peserta didik pada kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif; baik secara langsung pada saat melakukan aktivitas belajar maupun secara tidak langsung, yaitu melalui bukti hasil belajar (evidence of learning) sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria). 2. Proses penilaian berbasis kompetensi meliputi tahapan Planning, Collecting, Judging, Deciding dengan mempertimbangkan kewajaran, fleksibilitas dan reliabilitas; sehingga pengujian kompetensi peserta didik betul-betul objektif dan akurat. 3. Pelaksanaan pengujian kompetensi dengan menerapkan model Competency Based Assessment harus melibatkan pihak internal (sekolah) dan eksternal (industri), sehingga capaian kompetensi peserta didik dapat diakui oleh pihak dunia kerja melalui penerbitan sertifikat bagi yang kompeten. Daftar Pustaka Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Petunjuk Teknis Penyusunan Perangkat Uji : Ujian Nasional Komponen Produktif dengan Pendekatan Project Work. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. ________ (2004). Pedoman Pelaksanaan Penilaian Hasil Belajar Peserta Diklat SMK. Jakarta : Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Fletcher, S. (1992). Competence-Based Assessment Techniques. Kogan Page, UK. _______ (2005). The Art of Training and Development : Competence-Based Assessment Techniques. Alih bahasa : Ramelan. Teknik Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.
271
Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia
Ibrahim, R. dan Sukmadinata, N.S. (1996). Perencanaan Pengajaran. Yakarta : Runeka Cipta. Jubaedah, Yoyoh. (2009). Model Penilaian Keahlian Tata Busana Berbasis Standar Kompetensi Nasional di Sekolah Menengah Kejuruan. Bandung : Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Kuswari. (2009). Lulusan SMK Mau ke Mana ?. Terdapat di http://pendis.depag.go.id/index.php?a=detilberita&id=3169 (19 Agustus 2009).
[On-line]
Pitman, Bell dan Fyfe (2000). Assumptions and Origin of Competency-Based Assessment : New Challenges for Teachers. Queensland : Board of Senior Secondary School Studies. Sudira, P. (2009). Sadar Filsafati. Terdapat di [On line] http://blog.uny.ac.id/putupanji/guru/ (7 Oktober 2009). Sukmadinata, N.S. (2001). Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Suparno, Erman. (2008). Kompetensi, Jabatan Penghubung Dunia Pendidikan dan Industri. Terdapat di [On line] http://www.Edubenchmark.com/ kompetensijembatanpenghubungduniapendidikandanindustri.html (10 Pebruari 2008). Wolf, A. (1996). Competency Based Assessment. Buckingham-Philadelphia : Open University Press. Wosnop, P.J. (1993). Competency Based Training : How To Do it – For Trainers. VEETAC : Developing for the Competency Based Training Working party, of. Zainul, A. (2004). Asesmen Alternatif Untuk Mendukung Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI).
272