DISERTASI – TE143597
SEGMENTASI HURUF PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING BERBASIS TEKSTUR SUSIJANTO TRI RASMANA 2211301009
PEMBIMBING Dr. Ir. YOYON KUSNENDAR SUPRAPTO, M.Sc. Dr. I KETUT EDDY PURNAMA, S.T., M.T.
PROGRAM DOKTOR JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
DISSERTATION – TE143597
LETTER SEGMENTATION OF THE ANCIENT COPPER INSCRIPTIONS USING TEXTURE-BASED THRESHOLDING SUSIJANTO TRI RASMANA 2211301009
SUPERVISOR Dr. Ir. YOYON KUSNENDAR SUPRAPTO, M.Sc. Dr. I KETUT EDDY PURNAMA, S.T., M.T.
DOCTORAL PROGRAM DEPARTMENT OF ELEKTRICAL ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
vi
SEGMENTASI HURUF PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING BERBASIS TEKSTUR Nama mahasiswa NRP Pembimbing
: Susijanto Tri Rasmana : 2211301009 : Dr. Ir. Yoyon Kusnendar Suprapto, M.Sc Dr. I Ketut Eddy Purnama, S.T., M.T.
ABSTRAK Prasasti logam kuno merupakan salah satu bukti sejarah peradaban dan budaya masa lampau. Prasasti logam kuno yang terbuat dari tembaga, saat ini banyak yang rusak, dan salah satunya disebabkan oleh patina. Patina merupakan lapisan yang timbul karena proses oksidasi dan menutupi permukaan tembaga. Pada prasasti tembaga hal ini berakibat tertutupnya lempeng dan juga huruf-huruf pada prasasti sehingga huruf-huruf pada prasasti menjadi sulit dikenali. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan agar huruf-huruf pada citra prasasti dapat dikenali. Langkah awal restorasi citra prasasti yang telah dilakukan adalah studi mengenai perbedaan warna pada citra prasasti logam. Perbedaan warna yang diukur adalah antara pahatan huruf dengan lempeng prasasti yang dilakukan menggunakan model warna CIELab, yaitu layer L* untuk intensitas warna, layer a* untuk warna merah dan hijau, serta layer b* untuk warna biru dan kuning. Hasil yang didapatkan untuk nilai rata-rata Δa* dan Δb* adalah kecil. Perbedaan yang cukup besar ada pada unsur intensitas warna ΔL*, maka untuk selanjutnya digunakan layer L*. Berdasarkan hasil uji coba sebelumnya tentang perbedaan warna yang kecil, maka dilakukan deteksi pahatan huruf berdasarkan tekstur. Ekstraksi tekstur pada citra prasasti menggunakan metode FO dan GLCM. Sedangkan deteksi menggunakan metode SVM classifier dan slidding window. Hasil pengukuran kinerja dari metode ini adalah untuk prasasti dengan patina coklat gelap diperoleh nilai akurasi 92,12%, presisi 59,01%, dan F-measure 63,07%. Sedangkan untuk prasasti dengan patina hijau diperoleh nilai akurasi 87,87%, presisi 40,45%, dan Fmeasure 46,93%. Bahasan selanjutnya dari penelitian ini adalah segmentasi menggunakan metode GTex Thresholding. Segmentasi dilakukan untuk memisahkan citra pahatan huruf dengan lempeng prasasti. GTex Thresholding merupakan perpaduan antara metode ekstraksi tekstur GLCM dengan Otsu Thresholding. Evaluasi dari metode GTex Thresholding didapatkan nilai F-measure 95.4%, Pseudo F-measure 94.44%, PSNR 11.15, dan DRD 37.82. Proses berikutnya adalah segmentasi huruf-huruf pada prasasti. Segmentasi dilakukan pada hasil deteksi tekstur pahatan dan hasil GTex Thresholding menggunakan metode deteksi blob. Huruf yang tersegmentasi dengan benar untuk citra hasil segmentasi GTex Thresholding adalah 64,83%, sedangkan untuk citra hasil deteksi tekstur pahatan adalah 61,86%. Kata kunci: Prasasti tembaga kuno, SVM, GLCM, CIELab, GTex Thresholding.
vii
Halaman ini sengaja dikosongkan
viii
LETTER SEGMENTATION OF THE ANCIENT COPPER INSCRIPTIONS USING TEXTURE-BASED THRESHOLDING Name of Student Student ID Promotor Co Promotor
: Susijanto Tri Rasmana : 2211301009 : Dr. Ir. Yoyon Kusnendar Suprapto, M.Sc : Dr. I Ketut Eddy Purnama, S.T., M.T.
ABSTRACT Ancient metal inscriptions are one of historical evidences about past civilizations and cultures. As historical relics that are very important for science, it needs to be preserved. Ancient inscriptions made of copper were much damaged caused by patina. Patina is coatings that arise due to the oxidation process and covers the copper surface. On copper inscriptions, patina closes the plates and the letters then make difficult to be recognized and be read. There is an enhancement need of inscription, so that the existing letters on the inscription can be identified. The initial step of inscription image restoration is the study of the color differences on the metal inscription images in the CIELab color space. Measurement of color differences is performed between the letter carvings and the plate of inscription. Measurements were taken at each layer of the CIELab color space, the L* layer for the color intensity representations, the a* layer for red and green representations, and b* layer for blue and yellow representations. The calculation result obtained for the average value of Δa* and Δb* are small. The Considerable differences is in the color intensity (ΔL*), so that the L* layer is used for the next step. The next step is the detection of letter carvings that aim to segmentation. Based on the previous trial results about of the color difference is small, then the detection was performed textures based. Texture extraction of the inscription images using FO and GLCM. While detection of letter carvings using SVM classifier and sliding window. Performance measurement results of this method for inscriptions with dark brown patina, obtained value of accuracy is 92.12%, precision is 59.01%, and F-measure is 63.07%. Whereas the inscriptions with green patina, the value of accuracy is 87.87%, precision is 40.45%, and F-measure is 46.93%. Further discussion of this research is segmentation of ancient copper inscriptions using GTex Thresholding. Segmentation made to separate the letter carvings and plate of inscription. The GTex Thresholding is the combination of GLCM texture extraction methods and Otsu thresholding. The evaluation results of GTex Thresholding performance, obtained value of F-measure 95.4%, Pseudo F-measure 94.44%, PSNR 11.15, and DRD 37.82. The next process is the segmentation of the letters in the inscription. Segmentation is performed on the texture detection results of letter carvings and the results of GTex Thresholding. Letter segmented correctly to the image of the GTex Thresholding results is 64.83%, while for the image of the carving texture detection results is 61.86%.
Keywords: Ancient copper inscription, SVM, GLCM, CIELab, GTex Thresholding. ix
Halaman ini sengaja dikosongkan
x
KATA PENGANTAR Puji syukur AlhamduLillah kami panjatkan kehadirat Alloh SWT., atas limpahan rohmat dan hidayah-Nya penulisan disertasi dengan judul ‘Segmentasi Huruf Pada Prasasti Tembaga Kuno Menggunakan Metode Thresholding Berbasis Tekstur’ dapat kami selesaikan. Karya disertasi ini tentunya tidak bisa selesai tanpa bantuan dan dukungan keluarga, pembimbing, penguji, sahabat, serta kolega.Untuk itu ungkapan terima kasih yang terhingga juga kami haturkan kepada: 1. Kedua orang tuaku, Ibu Rasmini dan Bapak Suprap (Alm.) yang telah rela melahirkan, merawat, dan doa beliau yang tak pernah putus sehingga menjadikanku seperti saat ini. 2. Kedua mertuaku, Ibu Semi Umiyati dan Bapak Edi Waluyo (Alm.) yang telah melahirkan, merawat, dan membesarkan istriku, hingga akhirnya merelakan buah hatinya mendampingiku. 3. Istriku Erliyana serta kedua anakku Amira Aulia Bilqis dan Rizky Maulana Ibrahim yang dengan setia selalu mendukung dengan do’a dan pendamingan serta mengorbankan waktunya selama studi S3. 4. Dr. Ir. Yoyon Kusnendar Suprapto, M.Sc dan Dr. I Ketut Eddy Purnama, S.T., M.T. yang dengan sabar dan setia selalu membimbing dan mendampingi selama studi S3. 5. Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery Purnomo, M.Eng, Prof. Dr. I Ketut Gede Darma Putra, S.Kom., M.T., dan Dr. Surya Sumpeno, ST., M.Sc., selaku penguji dan telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan disertasi ini. 6. Sahabat di Prodi Sistem Komputer, Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya, Pak Anjik, Pak Harianto, Pak Pauladie, Pak Jusak, Pak Agus Pribadi, Bu Weny, Pak Heri, Bu Ira, Bu Yosefine, Bu Musayyanah, Fahmi, Orin, Toni dan Edo, yang selalu memberikan semangat. 7. Sahabat dan kolega di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Pak Eko Mulyanto, Bu Atik, Pak Sholekan, Bu Diah, Bu Endang, Pak Aris, Pak Basuki, Pak Iwan, Pak Lie, Pak Muljono dan semua yang tidak bisa saya sebut satu-persatu. 8. Sahabat seperjuangan Pak Helmy, Pak Subiyantoro, Bu Sulis Janu, Madha dan Dewa. xi
9. Para pimpinan, dosen, dan staf di Pascasarjana Teknik Elekto khususnya dan ITS pada umumnya. 10. Para pimpinan, staf, dosen dan karyawan Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya atas segala dukungannya.
Semoga segala bentuk bantuan dan peran serta semua pihak mendapatkan balasan kebaikan dari Alloh SWT, aamiin.
Surabaya, Pebruari 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DISERTASI ........................................................... iii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI ...........................................v ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT .......................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii DAFTAR TABEL............................................................................................... xxi DAFTAR NOTASI ........................................................................................... xxiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1. Latar Belakang .........................................................................................1 1.2. Permasalahan ...........................................................................................4 1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................................5 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................7 1.5. Originalitas dan Kontribusi Penelitian .....................................................7 1.6. Susunan Penulisan Disertasi ....................................................................9 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI DASAR .........................................11 2.1. State of The Art ......................................................................................11 2.1.1. Review Binerisasi Citra Dokumen .....................................................11 2.1.2. Review Segmentasi Citra Prasasti ......................................................11 2.1.3. Review Model Warna .........................................................................12 2.1.4. Review Ekstraksi Tekstur ...................................................................13 2.2. Dasar Teori ............................................................................................14 2.2.1. Model Warna CIELab.........................................................................14 xiii
2.2.2. Ekstraksi Tekstur Citra Prasasti ......................................................... 15 2.2.3. Metode Klasifikasi Support Vector Machine (SVM)......................... 23 2.2.4. Metode Otsu Thresholding................................................................. 26 2.2.5. Metode Deteksi Blob dan Pelabelan .................................................. 28 2.3. Evaluasi Kinerja .................................................................................... 31 2.3.1. Receiver Operating Characteristic .................................................... 31 2.3.2. Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) ................................................... 34 2.3.3. Distance Reciprocal Distortion Metric (DRD) .................................. 34 2.3.4. Ground Truth ..................................................................................... 35 BAB III PENGUKURAN BEDA WARNA ANTARA PAHATAN HURUF DAN LEMPENG PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO .............................. 37 3.1. Tujuan Pengukuran Beda Warna ........................................................... 37 3.2. Prosedur Pengukuran Beda Warna ........................................................ 38 3.2.1. Pemilihan Area Citra .......................................................................... 38 3.2.2. Penghitungan beda warna .................................................................. 39 3.3. Hasil Pengukuran .................................................................................. 40 3.4. Ujicoba Segmentasi ............................................................................... 41 3.5. Kesimpulan Bab .................................................................................... 43 BAB IV SEGMENTASI PAHATAN PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO BERDASARKAN CIRI TEKSTUR .................................................................. 45 4.1. Tujuan Segmentasi Prasasti Berdasarkan Ciri Tekstur Pahatan ............ 46 4.2. Prosedur Segmentasi Pahatan Huruf Berdasarkan Ciri Tekstur Pahatan ......................................................................................................... 47 4.2.1. Training .............................................................................................. 47 4.2.2. Deteksi Segmentasi ............................................................................ 52 4.3. Percobaan dan Hasil .............................................................................. 55 4.4. Pengukuran Kinerja ............................................................................... 58 xiv
4.5. Kesimpulan Bab .....................................................................................58 BAB
V
SEGMENTASI
CITRA
PRASASTI
TEMBAGA
KUNO
MENGGUNAKAN METODE GTEX THRESHOLDING ...............................61 5.1. Tujuan Penelitian ...................................................................................62 5.2. Metode GTex Thresholding ...................................................................62 5.2.1. Pre-processing ....................................................................................63 5.2.2. Ekstraksi Tekstur ................................................................................64 5.2.3. Segmentasi ..........................................................................................66 5.3. Percobaan dan Hasil...............................................................................67 5.4. Pengukuran Kinerja ...............................................................................70 5.5. Kesimpulan Bab .....................................................................................71 BAB VI SEGMENTASI HURUF PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO MENGGUNAKAN DETEKSI BLOB ................................................................73 6.1. Tujuan Segmentasi Huruf menggunakan Deteksi Blob .........................73 6.2. Prosedur Segmentasi ..............................................................................73 6.3. Erosi dan Dilasi ......................................................................................74 6.4. Deteksi Blob dan Pelabelan ...................................................................75 6.5. Segmentasi Huruf ..................................................................................79 6.6. Percobaan dan Hasil...............................................................................80 6.7. Pengukuran Kinerja ...............................................................................81 6.8. Kesimpulan Bab .....................................................................................83 BAB VII KESIMPULAN ....................................................................................85 7.1. Kesimpulan ............................................................................................85 7.2. Saran ......................................................................................................86 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................87 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................95
xv
Halaman ini sengaja dikosongkan
xvi
DAFTAR GAMBAR
1.1. Prasasti batu dan logam menggunakan huruf Jawa kuno..................................1 1.2. Contoh citra pahatan huruf pada prasasti dengan (a) patina coklat gelap dan (b) patina hijau...........................................................................................2 1.3. Diagram fishbone penelitian. ............................................................................8 1.4. Diagram sistematika penulisan .........................................................................9 2.1. Ilustrasi jarak dan sudut pada Co-occurrence Matrix .....................................17 2.2. Ilustrasi matriks citra dengan tiga tingkat lightness (kolom pertama), dan tabel pengukuran Co-occurrence (kolom kedua). Pengukuran dilakukan dengan jarak d = 1, dengan arah 0o (baris pertama), 45o (baris kedua), 90o (baris ketiga), dan 135o (baris keempat). .................................................18 2.3. Ilustrasi pemisahan objek pada ruang dua dimensi .........................................24 2.4. Matrik nilai piksel pada citra biner .................................................................29 2.5. Pelabelan matrik citra biner pada langkah maju iterasi pertama .....................30 2.6. Pelabelan matrik citra biner pada langkah mundur iterasi pertama ................31 2.7. Confusion matrix .............................................................................................32 2.8. Pembuatan citra ground truth, (a) pemilihan area pahatan huruf, (b) pemberian warna putih pada area pahatan huruf, (c) pemberian warna hitam pada selain area pahatan. ......................................................................35 2.9. Citra ground truth, (kolom kiri) citra asli, (kolom kanan) citra ground truth. ...............................................................................................................36 3.1. Blok diagram prosedur pengukuran beda warna. ............................................38 3.2. Pemilihan area yang memiliki karakteristik warna pahatan, (a) warna pahatan, (b) warna bayang-bayang pahatan, (c) kombinasi warna pahatan dan bayang-bayang. ..........................................................................39 3.3. Beberapa contoh citra prasasti yang disegmentasi. .........................................42 4.1. Blok diagram metode segmentasi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno berdasarkan ciri tekstur. ........................................................................46 4.2. Capture program deteksi tekstur pahatan. .......................................................47 4.3. Capture proses training SVM sebanyak 100 iterasi dan diambil nilai formulasi hyperplane terbaik. ........................................................................48 xvii
4.4. Beberapa Contoh ROI dari citra prasasti dengan patina coklat gelap untuk area pahatan huruf (baris pertama) dan area lempeng prasasti (baris kedua), serta citra prasasti dengan patina hijau untuk area pahatan huruf (baris ketiga) dan area lempeng prasasti (baris keempat).............................. 49 4.5. Grafik akurasi deteksi tekstur berdasarkan jarak pixel, deteksi menggunakan SVM classifier dan ekstraksi fitur tekstur menggunakan GLCM. ........................................................................................................... 51 4.6. Ilustrasi pergerakan deteksi menggunakan metode raster scan. .................... 52 4.7. Tampilan hasil aplikasi deteksi tekstur pahatan. ............................................ 55 4.8. Hasil-hasil segmentasi pahatan huruf prasasti dengan patina coklat gelap, baris pertama citra asli, baris kedua citra Ground Truth, baris ketiga hasil metode C-V, baris keempat hasil metode NGFICA dan baris kelima hasil metode deteksi tekstur pahatan. ..................................................................... 56 4.9. Hasil-hasil segmentasi pahatan huruf prasasti dengan patina hijau, baris pertama citra asli, baris kedua citra Ground Truth, baris ketiga hasil metode C-V, baris keempat hasil metode NGFICA dan baris kelima hasil metode deteksi tekstur pahatan. ..................................................................... 57 5.1. (a) Citra prasasti asli, (b) hasil thresholding menggunakan metode Otsu. ..... 62 5.2. Blok diagram metode GTex Thresholding. .................................................... 63 5.3. Citra prasasti dalam model warna (a) RGB, (b) layer L* CIELab. ................ 64 5.4. Capture program pengubahan dari citra layer L* model warna CIELab ke citra fitur CP, Con, dan IDM dari GLCM ..................................................... 65 5.5. Citra hasil program pengubahan dari citra layer L* model warna CIELab ke citra fitur Con dari GLCM ........................................................................ 65 5.6. Hasil ekstraksi tekstur terhadap citra prasasti dan disimpan dalam bentuk citra grayscale. Ekstraksi menggunakan GLCM dengan fitur cluster prominence (baris pertama), contrast (baris kedua), inverse difference moment (baris ketiga), dengan arah 0o (kolom pertama), 45o (kolom kedua), 90o (kolom ketiga), 135o (kolom keempat)....................................... 66 5.7. Citra asli prasasti (baris pertama), hasil segmentasi berdasarkan fitur GLCM: cluster prominance (baris kedua), contrast (baris ketiga), inverse difference moment (baris keempat). .................................................. 68
xviii
5.8. Perbandingan hasil segmentasi: Citra asli (baris pertama), Ground Truth (baris kedua), Otsu (baris ketiga), Sauvola (baris keempat), Niblack (baris kelima), Bernsen (baris keenam), NGFICA (baris ketujuh), GTex Thresholding (baris kedelapan). .....................................................................70 6.1. Blok diagram langkah-langkah segmentasi ....................................................73 6.2. Morfologi: (a) citra asli, (b) citra hasil operasi erosi, (c) citra hasil operasi dilasi. ..............................................................................................................75 6.3. Matrik nilai piksel dari citra biner prasasti tembaga kuno. .............................75 6.4. Hasil pelabelan pada langkah mundur iterasi pertama. ...................................78 6.5. Hasil pelabelan pada langkah mundur iterasi pertama. ...................................79 6.6. Hasil segmentasi..............................................................................................80 6.7. Hasil segmentasi citra prasasti, kolom pertama adalah citra asli, kolom kedua segmentasi pada citra hasil deteksi tekstur, dan kolom ketiga segmentasi pada citra hasil GTex Thresholding. ...........................................81
xix
Halaman ini sengaja dikosongkan
xx
DAFTAR TABEL
1.1. Penelitian-penelitian terkait dengan metode yang digunakan. ..........................4 2.1. Jenis-jenis kernel yang sering dipakai dalam SVM ........................................26 2.2. Lokasi blob pada sebuah citra. ........................................................................29 2.3. Lokasi blob pada langkah maju iterasi pertama. .............................................30 2.4. Lokasi blob pada langkah mundur iterasi pertama. ........................................30 2.5. Normalized weight matrix. (Lu et al., 2004) ...................................................35 3.1. Nilai ∆𝐸 dan pengaruhnya (W & M, 2011) ....................................................40 3.2. Pengaruh Perbedaan Komponen ∆𝐿, ∆𝑎, dan ∆𝑏 (W & M, 2011) .................40 3.3. Nilai rata-rata ∆Lab, dan ∆E prasasti dengan patina coklat gelap ..................41 3.4. Nilai rata-rata ∆Lab, dan ∆E prasasti dengan patina hijau..............................41 3.5. Hasil segmentasi prasasti dengan patina coklat gelap dalam ruang warna CIELab, pada layer L*, a*, dan b*.................................................................42 3.6. Hasil segmentasi prasasti dengan patina hijau dalam ruang warna CIELab, pada layer L*, a*, dan b* ...............................................................................43 3.7. Perbandingan nilai pengukuran pada segmentasi prasasti dengan patina coklat gelap untuk tiap komponen L*, a*, and b*. ........................................43 3.8. Perbandingan nilai pengukuran pada segmentasi prasasti dengan patina hijau untuk tiap komponen L*, a*, and b*. ....................................................43 4.1. Contoh data hasil ekstraksi tekstur FO untuk prasasti tembaga kuno dengan patina coklat gelap..........................................................................................50 4.2. Contoh data hasil ekstraksi tekstur FO untuk prasasti tembaga kuno dengan patina hijau .....................................................................................................50 4.3. Perbandingan akurasi deteksi pahatan huruf prasasti berdasarkan ekstraksi tekstur menggunakan FO, GLCM, dan FO + GLCM. ...................................52 4.4. Nilai minimum dan maksimum fitur hasil ekstraksi tekstur GLCM dan FO pada citra prasasti dengan patina coklat gelap. ..............................................53 4.5. Nilai minimum dan maksimum fitur hasil ekstraksi tekstur GLCM dan FO pada citra prasasti dengan patina hijau...........................................................54 4.6. Evaluasi kinerja segmentasi ............................................................................58
xxi
5.1. Perbandingan pengukuran dari hasil segmentasi untuk mendapatkan nilai jarak (d) terbaik berdasarkan ekstraksi GLCM pada fitur cluster prominence (CP), contrast (Con) dan inverse difference moment (IDM), menggunakan ukuran sliding window 20 pixels. Nilai yang tercetak tebal adalah nilai terbaik......................................................................................... 67 5.2. Perbandingan pengukuran hasil segmentasi untuk mendapatkan nilai window size terbaik, pada fitur cluster prominence (CP) menggunakan jarak 5 pixel dan untuk fitur contrast (Con) dan inverse difference moment (IDM) menggunakan jarak 6 pixel. Nilai yang tercetak tebal adalah nilai terbaik. ........................................................................................................... 68 5.3. Perbandingan pengukuran hasil segmentasi. Nilai yang tercetak tebal adalah nilai terbaik......................................................................................... 71 6.1. Tabel lokasi blob dari Gambar 6.3. ................................................................ 76 6.2. Pelabelan pada langkah maju iterasi pertama. ................................................ 77 6.3. Pelabelan pada langkah mundur iterasi pertama. ........................................... 78 6.4. Perbandingan jumlah huruf yang tersegmentasi dengan benar antara citra hasil deteksi tekstur pahatan huruf (CTD) dan hasil GTex Thresholding. .... 82
xxii
DAFTAR NOTASI
𝐴𝑢𝑐𝑜𝑟
:
Autocorrelation
𝛼𝑖
:
Lagrange multipliers
𝐶
:
Nilai kompromi antara regularization dan constraint violation
𝐶𝑜𝑛
:
Kontras
𝐶𝑜𝑟
:
Korelasi
𝐶𝑃
:
Cluster Prominence
𝐶𝑆
:
Cluster Shade
𝑑
:
Density (jarak) piksel
𝐷𝐸
:
Difference Entropy
𝐷𝑖𝑠
:
Dissimilarity
𝐷𝑉
:
Difference Variance
𝑒
:
Entropy
𝐸𝑛𝑒
:
Energi
𝐸𝑛𝑡
:
Entropy
𝐻𝑜𝑚
:
Homogeneity
𝑖, 𝑗
:
nilai intensitas warna atau keabuan
𝐼𝐷𝑀
:
Inverse Difference Moment
𝑘
:
Jumlah data klasifikasi
L*,a*,b*
:
Layer/chanel pada ruang warna CIELab
L
:
Nilai intensitas warna tertinggi atau jumlah nilai keabuan
M
:
Mean
ℳ
:
Lebar citra
𝑀𝑃
:
Maximum Probability
𝜇
:
Rata-rata
𝑁
:
Jumlah piksel suatu citra
𝒩
:
Panjang citra
𝜔
:
Bobot area citra
𝑝
:
Probabilitas
xxiii
𝑝(𝑖, 𝑗)
:
probabilitas jumlah hubungan antara nilai keabuan 𝑖 dan 𝑗 terhadap jumlah nilai keseluruhan piksel
R
:
Smoothness
𝑆𝐴
:
Sum Average
𝑆𝐸
:
Sum Entropy
𝑆𝑜𝑆
:
Sum of Squares
𝑆𝑉
:
Sum Variance
Σ
:
Standar deviasi
𝒯𝓂
:
Third moment
𝜃
:
Sudut orentasi piksel
𝑈
:
Uniformity
𝑣(𝑖, 𝑗)
:
jumlah hubungan antara nilai keabuan 𝑖 dan 𝑗
𝑤
:
Jarak hyperplane dengan support vector
𝑥𝑖
:
Data input klasifikasi
𝑥, 𝑦
:
Koordinat baris dan kolom piksel pada citra
X,Y,Z
:
Ruang warna peralihan XYZ
Xn, Yn, Zn
:
nilai tristimulus atau koordinat chromatis
𝜉𝑖
:
slack variable
𝑦𝑖
:
Label data terklasifikasi
xxiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bangsa yang besar tidak akan melupakan sejarah. Ungkapan ini menunjukkan betapa pentingnya untuk menghargai sejarah. Demikian pula sejarah berdirinya negara Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan tidak bisa lepas dari keberadaan kerajaan-kerajaan masa lampau. Sejarah telah mencatat bahwa di Indonesia pernah berdiri kerajaan kecil dan besar pada masa lampau, antara lain kerajaan Kutai (adad ke-5M), Tarumanegara (abad ke-5 hingga ke-7M), Sriwijaya (abad ke7M), Majapahit (1292 - 1478M). Bukti-bukti keberadaan kerajaan kuno ini didapatkan dari peninggalan sejarah, diantaranya berupa prasasti.
Gambar 1.1. Prasasti batu dan logam menggunakan huruf Jawa kuno Prasasti merupakan dokumen yang tertulis pada media yang keras (Boechari, 2012). Terdapat dua media yang digunakan untuk menulis prasasti, yaitu batu dan logam. Tulisan pada prasasti umumnya berupa goresan atau ukiran, sehingga huruf-huruf yang tertulis lebih menjorok kedalam daripada permukaan media yang digunakan seperti terlihat pada Gambar 1.1. Bahan yang digunakan untuk membuat prasasti di jaman kerajaan kuno di Indonesia adalah batu atau logam. Pada prasasti batu yang digunakan adalah jenis batu andesit, kapur, pualam, dan basalt. Sedangkan untuk prasasti logam bahan yang banyak digunakan adalah tembaga atau perunggu, dan sedikit sekali yang menggunakan emas atau perak. Salah satu jenis prasasti logam adalah prasasti Adan-adan. Prasasti Adanadan merupakan prasasti terlengkap yang dimiliki museum Empu Tantular. Prasasti yang berjumlah 17 lempeng ini terbuat dari tembaga, dengan ukuran panjang 37,5
1
cm, lebar 12 cm, dan tebal 4 mm. Pahatan huruf yang ada pada prasasti menggunakan huruf Jawa kuno dan terdapat pada kedua sisi lempeng prasasti. Kalimat yang tertulis di setiap sisi lempeng prasasti terdiri dari 4 baris. Prasasti ini memberikan informasi mengenai pembebasan pajak tanah di wilayah Adan-adan oleh raja Kartarajasa Jayawardhana. Penanggalan yang tertulis pada prasasti Adanadan ini adalah tahun 1223 Çaka (1301 Masehi), ditulis pada hari Sanaiscara (Sabtu), pasaran Umanis (Legi), tanggal 15 (Pancadasi) bagian bulan gelap (Krsnapaksa) dalam bulan Srwana. Prasasti Adan-adan ditemukan di desa Mayangrejo, kecamatan Kalitidu Bojonegoro pada tanggal 2 Maret 1992. Pada saat ditemukan prasasti ini dalam keadaan tertimbun tanah pada kedalaman sekitar 50 cm dari permukaan tanah. Keadaan ini menyebabkan timbulnya patina pada permukaan prasasti. Terdapat dua jenis patina yang timbul, yaitu patina berwarna coklat gelap dan hijau seperti disajikan pada Gambar 1.2.
(a)
(b)
Gambar 1.2. Contoh citra pahatan huruf pada prasasti dengan (a) patina coklat gelap dan (b) patina hijau Proses timbulnya patina pada tembaga merupakan proses yang alami. Patina coklat gelap umumnya mulai tumbuh pada tembaga pada usia tiga atau empat tahun. Sedangkan patina hijau umumnya mulai tumbuh setelah 10 tahun usia tembaga. Timbulnya patina juga dapat lebih lambat atau lebih cepat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar. Patina coklat gelap berwujud lapisan tipis yang menutupi permukaan prasasti, yang mengakibatkan perubahan warna yang hampir merata pada permukaan prasasti. Sedangkan untuk patina hijau berwujud lebih tebal dibandingkan patina coklat gelap. Kerusakan yang ditimbulkan patina hijau tidak hanya mengubah warna prasasti, tetapi juga menutupi pahatan huruf yang ada pada prasasti sehingga huruf yang ada pada prasasti menjadi tidak utuh dan sulit dibaca. Upaya
2
perbaikan secara fisik terhadap prasasti logam untuk menghilangkan patina dalam rangka memunculkan kembali huruf-huruf yang tertutup sulit dilakukan. Berdasarkan informasi dari narasumber, ada kekhawatiran timbulnya kerusakan yang lebih parah pada prasasti apabila dibersihkan dari patina. Sebagai benda peninggalan sejarah, prasasti perlu dijaga kelestariannya. Selain itu diperlukan upaya mendokumentasikan prasasti untuk keperluan penelitian serta publikasi keberadaan dan isi prasasti. Citra digital merupakan bentuk yang tepat untuk mendokumentasikan prasasti tembaga kuno. Karena dengan bentuk digital, citra prasasti lebih mudah untuk disimpan dan disebarluaskan. Namun terdapat kendala pembacaan huruf-huruf pada citra prasasti kuno tersebut. Timbulnya patina pada prasasti tembaga kuno juga mengakibatkan huruf-huruf yang ada pada citra prasasti tidak jelas terlihat. Untuk keperluan ini dilakukan segmentasi pada citra prasasti dengan memberikan warna yang berbeda antara pahatan huruf dengan lempeng prasasti. Salah satu cara segmentasi dokumen adalah dengan menggunakan metode pengambangan (thresholding). Terdapat dua jenis threshold yaitu global dan lokal. Global threshold yang banyak digunakan adalah metode Otsu (Otsu, 1979). Metode threshold berkembang dari global ke adaptive local thresholding (Bernsen, 1986; Gatos, Pratikakis, & Perantonis, 2006; Niblack, 1986; Sauvola & Pietikäinen, 2000). Nilai level pada adaptive local Thresholding diperhitungkan untuk area yang lebih kecil dari area image dan diklaim lebih efektif dari global thresholding. Metode segmentasi pada prasasti batu yang pernah digunakan adalah berbasis Independent Component Analysis (ICA). Sugata menggunakan Fast ICA (Das, Mandal, & Das, 2015) dan Sreedevi menggunakan Natural gradient flexible ICA (NGF-ICA) (Sreedevi, Pandey, Jayanthi, Bhola, & Chaudhury, 2013). Lebih lengkap tentang penelitian terkait dengan metode yang pernah dilakukan sebelumnya disajikan pada Tabel 1.1. Pada citra prasasti yang metode thresholding tidak bekerja sempurna. Hal ini karena antara area pahatan huruf dan area lempeng memiliki perbedaan warna yang kecil. Demikian pula dengan tingkat intensias warna pada prasasti yang homogen. Maka penggunaan tekstur untuk segmentasi pada prasasti merupakan pilihan yang tepat
3
Tabel 1.1. Penelitian-penelitian terkait dengan metode yang digunakan. Prasasti Kuno Rekonstruksi tiga dimensi untuk digitalisasi huruf pada prasasti batu kuno (Barmpoutis et al., 2010)
Segmentasi dan binerisasi huruf-huruf Brahmi kuno yang ada pada prasasti batu (Bandara et al., 2012)
Ekstraksi Tekstur Penggunaan GLCM untuk mengekstraksi tekstur gelombang ultrasonik untuk mendeteksi cedera pada kelenjar parotid (X. Yang et al., 2012) Analisa teknik ek- Deteksi target traksi fitur warna secara otomatis untuk citra Pathol- pada Inverse Synogy menggunakan thetic Aperture Raruang warna HSV, dar (ISAR) CIELab, dan mengunakan CIELuv. (Sheerin GLCM (Gupta et Banu & Nallaperu- al., 2012) mal, 2010) Deteksi plat nomor Perbandingan kendaraan dalam penggunaan GLCM ruang warna dan filter Gabor unCIELab. (Xu, 2011) tuk deteksi cacat pada kain (Lal Raheja et al., 2013)
Segmentasi dan binerisasi prasasti batu Hampi menggunakan NGFICA (Sreedevi et al., 2013)
Perbandingan penggunaan ruang warna YcbCr dan CIELab untuk segmentasi warna kulit. (Kaur & Kranthi, 2012)
Identifikasi dan pengenalan karakter Tamil pada prasasti batu kuno menggunakan filter Fuzzy (Rajakumar, Bharati, 2011)
Ruang Warna Segmentasi pada citra natural menggunakan ruang warna CIELab (Gomez et al., 2009)
Penggunaan ekstraksi tekstur FO, GLCM, dan GLRLM untuk membedakan kista dan tumor pada citra panoramic gigi (Nurtanio et al., 2013)
Binerisasi Binerisasi dokumen terdegradasi menggunakan automatic parameter tuning (Howe, N. R., 2013)
Robust document image binarization technique menggunakan metode adaptive image contrast (Su, B., Lu, S., & Tan, 2013). Binerisasi dokumen terdegradasi dengan pengaturan nilai kontras dan algoritma Niblack (Arruda, A. W. A., & Mello, C. A. B., 2014) Binerisasi pada dokumen terdegradasi menggunakan perpaduan Otsu Thresholding dan Adaptive bilateral filter (Ranganatha, D., & Holi, 2015)
1.2. Permasalahan Segmentasi merupakan tahapan yang tidak mudah untuk dilakukan pada citra prasasti tembaga kuno yang rusak karena tertutup patina. Perbedaan warna antara pahatan prasasti dan lempeng prasasti menyebabkan hasil segmentasi berdasarkan warna memberikan hasil yang tidak bagus. Untuk itulah digunakan tekstur untuk melakukan segmentasi. Penggunaan ekstraksi tekstur dengan metode FO dan GLCM yang dikombinasi dengan metode lain, serta pencarian nilai parameter guna mendapatkan hasil segmentasi terbaik dibahas pada penelitian ini. Hasil segmentasi
4
yang didapatkan kemudian dievaluasi menggunakan metode standar yang internasional dan dibandingkan dengan metode yang terpublikasi menghasilkan segmentasi yang baik.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah segmentasi huruf-huruf prasasti berdasarkan tekstur dari citra prasasti tembaga kuno. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan metode yang tepat untuk membedakan pahatan huruf dan lempeng dari prasasti tembaga kuno. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan untuk melakukan segmentasi khususnya pada prasasti tembaga kuno. Untuk itulah pada penelitian ini digunakan tekstur sebagai dasar dalam melakukan segmentasi. Penelitian diawali dengan pengambilan citra prasasti tembaga. Pengambilan citra menggunakan kamera Digital Single-Lens Reflex (DSLR) 12.3 mega pixel, dan lensa mikro 60mm. Dalam pengambilan data citra ini pemilihan lensa memegang peranan penting. Lensa mikro merupakan lensa yang dirancang untuk pemotretan dengan jarak yang dekat. Hal ini bertujuan agar ukuran huruf yang didapatkan cukup besar dan jelas. Citra prasasti yang diambil adalah citra prasasti dengan patina coklat gelap dan patina hijau. Pada langkah selanjutnya dipelajari fitur-fitur dari citra prasasti. Fitur suatu citra merupakan ciri yang kuat, yang merupakan informasi yang relevan dari citra tersebut untuk memecahkan permasalahan komputasi. Warna, teksture, pola, bentuk, dan batas tepi (edge) merupakan beberapa contoh fitur yang sering digunakan pada pengolahan citra. Setelah didapatkan citra prasasti maka langkah selanjutnya dilakukan studi tentang ciri warna dari pahatan huruf dan lempeng prasasti. Studi ini dilakukan dengan mengukur perbedaan warna pada kedua objek tersebut. Pengukuran beda warna dilakukan menggunakan model warna CIELab. Hasil dari studi ini didapatkan bahwa fitur warna bukanlah fitur yang tepat untuk mengenali pahatan huruf yang ada pada prasasti, karena perbedaan warna antara pahatan huruf dengan lempeng yang sangat kecil (T. Rasmana, K. Suprapto, & E. Purnama, 2013). Hal ini dapat diketahui dari hasil pengukuran beda warna pada layer a* dan b* yang kecil. Perbedaan yang cukup besar ada pada layer L* yang merupakan lapisan yang mempresentasikan intensitas warna dari citra. Selanjutnya layer L* inilah yang
5
digunakan dalam penelitian selanjutnya. Detail hasil pengukuran beda pengukuran warna ini dibahas pada BAB III. Perbedaan yang cukup besar antara huruf dan lempeng prasasti adalah pada itensitas warna. Tetapi intensitas warna saja tidak cukup karena terdapat beberapa bagian dari lempeng prasasti yang memiliki intensitas warna yang sama dengan huruf prasasti. Selanjutnya pada penelitian ini untuk mencari perbedaan antara pahatan huruf dan lempeng prasasti digunakan pola intensitas warna atau tekstur. Tekstur merupakan sifat permukaan fisik, seperti kekasaran atau hasil dari perbedaan itensitas warna yang membentuk suatu pola (Tuceryan & K. Jain, 1998). Hal ini yang mendasari pemakaian tekstur untuk mendeteksi pahatan huruf dan memisahkannya dengan lempeng prasasti. Ekstraksi tekstur dilakukan menggunakan metode First Order (FO) dan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM). Sedangkan untuk mendeteksi pahatan digunakan Support Vector Machine (SVM) classifier. Langkah-langkah deteksi pahatan huruf disajikan pada BAB IV. Penggunaan nilai-nilai tekstur dari citra prasasti tembaga kuno berhasil mempertegas perbedaan intensitas warna antara pahatan huruf dan lempeng prasasti. Selanjutnya dengan melakukan thresholding menghasilkan citra biner yang memberikan warna putih untuk pahatan huruf prasasti dan warna hitam pada lempeng prasasti. Metode segmentasi yang digunakan adalah GTex Thresholding. Metode ini merupakan perpaduan metode ekstraksi tekstur GLCM dan metode Otsu Thresholding. Lebih lengkap bahasan mengenai metode ini dibahas pada BAB V. Proses berikutnya adalah memberikan batas pemisah antar huruf pada prasasti atau segmentasi huruf prasasti. Segmentasi dilakukan pada hasil binerisasi dan deteksi pahatan huruf menggunakan analisa blob. Blob adalah kumpulan piksel-piksel yang memiliki nilai homogen dalam suatu area namun kontras dengan piksel-piksel lain di sekitarnya. Piksel-piksel huruf yang telah diberikan warna putih, serta piksel-piksel lempeng prasasti yang diberikan warna hitam dideteksi dengan metode blob. Setiap piksel-piksel dari huruf yang berbeda diberi nilai label yang berbeda. Hal ini digunakan untuk memisahkan area setiap huruf pada prasasti. Proses segmentasi huruf prasasti ini dibahas lengkap pada BAB VI.
6
1.4. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan, beberapa manfaat yang diperoleh diantaranya yang pertama adalah diperoleh data digital untuk prasasti tembaga kuno. Kedua, hasil dari proses segmentasi prasasti dapat digunakan untuk proses berikutnya, diantaranya pengenlan huruf atau analisa terhadap prasasti. Ketiga dalam proses segmentasi pada citra dengan perbedaan warna yang kecil, penggunaan tekstur menjadi alternatif yang lebih baik dari pada citra dengan perbedaan warna yang kecil.
1.5. Originalitas dan Kontribusi Penelitian Kondisi prasasti tembaga kuno dengan lapisan patina menyebabkan perbedaan warna pada permukaan prasasti. Serta huruf-huruf prasasti yang dipahat sehingga tidak ada perbedaan warna antara huruf dengan media prasasti, hal ini menjadi inspirasi penggunaan tekstur dalam proses segmentasi. Penggunaan tekstur dalam proses segmentasi prasasti kuno merupakan originalitas dari penelitian ini dan sejauh ini belum ada penelitian mengenai hal tersebut. Kedudukan penelitian hingga saat ini tergambar pada diagram fishbone yang disajikan pada Gambar 1.3. Kontribusi yang diberikan dari penelitian yang diawali dengan pengukuran beda warna antara pahatan huruf dan lempeng prasasti ini adalah bahwa perbedaan warna pada keduanya adalah kecil. Pengukuran dilakukan pada model warna CIELab. Dari tiga layer yang ada pada model warna CIELab, perbedaan yang cukup besar ada pada layer L* yang mempresentasikan intensitas warna dari citra. Kontribusi kedua adalah didapatkannya distribusi data ekstraksi tekstur untuk pahatan huruf dan lempeng dari prasasti tembaga kuno adalah non-linier. Metode ekstraksi tekstur yang digunakan adalah First Order dan GLCM. Kontribusi ketiga, hasil segmentasi citra prasasti berdasarkan tekstur didapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan berdasarkan warna. Pengukuran hasil dilakukan menggunakan metode F-measure, pseudo F-measure, Peak Signal-to-Noise Ratio (PSNR) dan Distance Reciprocal Distortion Metric (DRD) yang merupakan standar Document Image Binarization DIBCO 2014 (Ntirogiannis, Gatos, & Pratikakis, 2014).
7
Evaluasi Ekstraksi Tekstur
F-measure
GLRLM
Pseudo F-measure
GLCM
PSNR
First Order
DRD
CIELab
GTEX
HSL
SVM
RGB
Niblack
Ruang Warna
Savoula Otsu
Binerisasi Metode yang digunakan
Gambar 1.3. Diagram fishbone penelitian.
8
Segmentasi Huruf Prasasti
1.6. Susunan Penulisan Disertasi Penulisan disertasi ini terdiri dari enam bab yang diorganisasikan dalam blog diagram seperti disajikan pada Gambar 1.4.
BAB I
Latar Belakang
BAB II Kajian Pustaka dan Teori Dasar
BAB III Pengukuran Beda Warna Antara Pahatan Huruf dan Lempeng Prasasti
BAB IV
BAB V
Deteksi Tekstur Untuk Segmentasi Pahatan
Segmentasi Citra Prasasti Menggunakan Metode GTEX Thresholding
BAB VI Segmentasi Huruf Pada Citra Prasasti Kuno
BAB VII
Kesimpulan
Gambar 1.4. Diagram sistematika penulisan Bab I adalah pendahuluan yang berisi penjelasan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kontribusi dan originalitas serta susunan penulisan disertasi.
9
Bab II berisi kajian terkait dengan topik penelitian, terdiri dari teori tentang prasasti, model warna CIELab, ekstraksi tekstur menggunakan First Order (FO) dan Gray level Co-occurrence Matrix (GLCM), serta pengklasifikasi Support Vector Machine (SVM). Bab III menjelaskan pengukuran beda warna antara pahatan huruf dan lempeng dari prasasti. Bab ini membahas prosedur pengukuran yang terdiri dari pemilihan area citra yang diukur dan langkah-langkah pengukuran, serta menjelaskan hasil pengukuran dan analisanya. Bab IV membahas tentang deteksi tekstur untuk segmentasi pahatan huruf pada prasasti. Bab ini berisi materi metode segmentasi berdasarkan deteksi tekstur, uji coba segmentasi, serta pengukuran kinerja hasil segmentasi. Bab V menjelaskan segmentasi pada prasasti tembaga kuno menggunakan metode GTex Thresholding. Bab ini berisi penjelasan metode GTex Thresholding dalam proses segmentasi, uji coba segmentasi dan pengukuran kinerja segmentasi. Bab VI membahas segmentasi huruf pada hasil deteksi tekstur pahatan dan hasil GTex Thresholding prasasti tembaga kuno. Segmentasi dilakukan dengan melakukan morfologi, deteksi Blob dan pelabelan pada citra pahatan huruf. Selanjutnya dilakukan pemberian tanda persegi pada area huruf. Bab VII menyajikan kesimpulan dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI DASAR
2.1. State of The Art 2.1.1. Review Binerisasi Citra Dokumen Salah satu cara segmentasi terhadap dokumen kuno adalah melalui proses binerisasi. Binerisasi bertujuan untuk memperjelas huruf-huruf yang ada pada dokumen tersebut. Proses binerisasi merupakan tahapan penting dalam proses segmentasi, pengenalan dan analisa pada citra dokumen. Mengingat pentingnya tahapan binerisasi, hampir setiap tahun digelar acara Document Image Binarization Contest (DIBCO) bersama dengan International Conference on Frontiers in Handwriting Recognition (ICFHR) (Ntirogiannis et al., 2014). Untuk binarization dokumen umumnya dilakukan dengan menggunakan metode thresholding terhadap intensitas warna. Terdapat beberapa macam metode thresholding, diantaranya global thresholding (Otsu, 1979). Metode ini memberikan nilai level thresholding dengan teknik yang sederhana. Metode thresholding berkembang dari global ke adaptive local thresholding (Arruda & Mello, 2014; Bernsen, 1986; Sauvola & Pietikäinen, 2000; J. D. Yang, Chen, & Hsu, 1994). Nilai level pada adaptive local thresholding diperhitungkan untuk area yang lebih kecil dari area citra dan diklaim lebih efektif dari global thresholding, namun tentu saja memerlukan perhitungan yang lebih kompleks. Namun demikian binerisasi ini dilakukan pada dokumen dengan media kertas. Pada dokumen dengan media kertas huruf-huruf ditulis menggunakan tinta sehingga antara huruf (foreground) dan media (background) terdapat perbedaan warna. Hal yang demikian tentunya tidak terdapat pada prasasti yang huruf-hurufnya dibuat dengan cara dipahat.
2.1.2. Review Segmentasi Citra Prasasti Segmentasi huruf-huruf Brahmi kuno yang ada pada prasasti batu dilakukan oleh Bandara (Bandara, Warnajith, Minato, & Ozawa, 2012). Data huruf diambil dengan metode rubbed copy, yaitu dengan membasahi prasasti, kemudian dengan kertas khusus ditempelkan pada prasasti yang basah dan kertas di pukul-pukul
11
(chopping) hingga terpotong dan membentuk huruf-huruf pada prasasti. Hasilnya dari kertas ini kemudian di scan dan dilakukan proses pengolahan citra untuk memisahkan citra pahatan huruf dan media prasasti. Penelitian lain tentang binerisasi dan segmentasi prasasti juga dilakukan oleh Sreedevi (Sreedevi et al., 2013). Natural gradient-based flexible ICA (NGFICA) adalah metode yang digunakan. Hasil segmentasi prasasti batu dengan metode ini digunakan untuk mengenali huruf-huruf pada prasasti Hampi yang merupakan prasasti batu. Rekonstruksi tiga dimensi untuk binerisasi dan segmentasi huruf pada prasasti dilakukan oleh Barmpoutis (Barmpoutis, Bozia, & Wagman, 2010). Rekonstrtuksi dilakukan dengan menekan kertas yang lembut pada permukaan prasasti hingga terbentuk cekungan yang sama dengan huruf-huruf prasasti. Hasil rekonstruksi ini kemudian di scan dan dianalisa. Dari penelitian-penelitian mengenai binerisasi maupun segmentasi yang dibahas di atas, dokumen yang digunakan adalah dokumen dengan media kertas dan prasasti batu dan sampai saat ini belum ditemukan penelitian untuk dokumen dengan media logam. Juga penggunaan tekstur sebagai metode binerisasi masih sangat sedikit. Untuk itulah penelitian ini merupakan pelopor dalam segmentasi pada dokumen dengan media logam dengan menggunakan metode berbasis tekstur.
2.1.3. Review Model Warna Warna adalah deskriptor kuat dalam segmentasi citra yang menyederhanakan identifikasi objek dan ekstraksi dari gambar. Model warna memfasilitasi spesifikasi warna dengan cara yang standar. Sebuah model warna memberikan satu titik untuk mewakili warna (Bansal & Aggarwal, 2011). Penelitian penggunaan warna untuk segmentasi citra natural dilakukan Gomez (Hernandez-Gomez, Sanchez-Yanez, Ayala-Ramirez, & Correa-Tome, 2009). Penelitian ini menggunakan 9 database unsur warna dominan pada gambar di database Berkeley menggunakan metode adaptive perceptual color-texture. Hasil dari penelitian ini bahwa, layer a* dan b* dari warna model CIELab memberikan hasil yang terbaik segmentasi output untuk tiga gambar perwakilan di database Berkeley. Pengukuran dengan F-measurement untuk semua kasus yang diteliti di
12
sini menunjukkan bahwa terlalu rendah untuk mempertimbangkan warna sebagai satu-satunya isyarat untuk segmentasi citra alam. Deteksi nomor kendaraan di Cina berdasarkan warna (Xu, 2011). Terdapat dua jenis plat nomor kendaraan yang ada di cina, yaitu plat berwarna kuning dan biru. Dengan memanfaatkan komponen warna blue-yellow (b*) dalam ruang warna CIELab, didapatkan tingkat akurasi deteksi 98,51%. Perbandingan model warna YCbCr dan CIELab untuk segmentasi warna kulit dilakukan oleh Kaur (Kaur & Kranthi, 2012). YCbCr merupakan model warna yang terdiri dari komponen Luma (Y) yang merepresentasikan intensitas cahaya, komponen chroma blue (Cb) dan chroma red (Cr) merepresentasikan sinyal warna biru dan warna merah. Tidak ada pengukuran hasil secara kuantitatif mengenai hasil segmentasi dengan kedua ruang warna ini, namun dinyatakan bahwa segmentasi dalam ruang warna CIELab hasil yang didapatkan lebih baik daripada YcbCr.
2.1.4. Review Ekstraksi Tekstur Analisa tekstur merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk analisa suatu citra. Teksture merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu citra pada area yang relatif besar dan dapat berulang membentuk pola pada area tersebut. Pola-pola ini merupakan hasil dari sifat permukaan fisik, seperti kekasaran atau hasil dari perbedaan pantulan cahaya (Tuceryan & K. Jain, 1998). Penggunaan tekstur untuk membedakan kista dan tumor pada citra panoramic gigi dilakukan oleh Nurtanio (Nurtanio, Astuti, Purnama, Hariadi, & Purnomo, 2013). Klasifikasi berdasarkan fitur tekstur first-order statistics texture (FO), Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) and Gray Level Run Length Matrix (GLRLM), menggunakan Support Vector Machine (SVM). Dengan memadukan tiga ekstraksi tekstur tersebut (FO, GLCM, dan GLRLM) didapatkan hasil segmentasi terbaik. GLCM digunakan untuk mengekstraksi tekstur gelombang ultrasonik untuk mendeteksi cedera pada kelenjar parotid (X. Yang et al., 2012). Ekstraksi tekstur sonografi menggunakan GLCM dapat memberikan kuantifikasi echogenicity dan echotexture dari kelenjar parotis. Hasil yang didapatkan digunakan untuk menentukan perawatan yang akan diberikan kepada pasien.
13
Perbandingan penggunaan GLCM dan filter Gabor untuk deteksi cacat pada kain dilakukan oleh Raheja (Lal Raheja, Kumar, & Chaudhary, 2013). Penelitian dilakukan pada automatic fabric defect detection system (FDDS) untuk meningkatkan kualitas produksi. Hasil penelitian didapatkan bahwa pendekatan GLCM menghasilkan akurasi deteksi cacat lebih tinggi dari pendekatan Gabor filter dan lebih efisien secara komputasi.
2.2. Dasar Teori 2.2.1. Model Warna CIELab Model warna CIELab (Lab) merupakan ruang warna yang didefinisikan oleh Commission Internationale de l´Eclairage / The International Commission on Illumination (CIE) pada tahun 1976. Penggunaan ruang warna Lab telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Albuz, Kocalar, & Khokhar, 2000; Bansal & Aggarwal, 2011; Hernandez-Gomez et al., 2009; Kaur & Kranthi, 2012; Kumar, 2012; Lovisolo, 2011; Mojsilovic, Kovacevic, Hu, Safranek, & Ganapathy, 2000; Xu, 2011; Zeng & Li, 2010; Zhang, Yu, Chen, & Yang, 2010). Ruang warna CIELab (Lab) saat ini juga telah banyak digunakan sebagai standar internasional untuk menghitung perbedaan warna (Zhang et al., 2010). Kelebihan ruang warna Lab adalah bahwa Lab ditetapkan untuk meniru persepsi manusia mengenai warna (Hernandez-Gomez et al., 2009). Untuk mengubah warna dari ruang RBG ke Lab, terlebih dahulu dilakukan perubahan dari RGB ke ruang peralihan XYZ. 𝑋 0.6070 [𝑌 ] = [0.2990 𝑍 0.0000
0.1734 0.5864 0.0661
0.2000 𝑅 0.1146] [𝐺 ] 1.1175 𝐵
(2.1)
Selanjutnya dari ruang peralihan XYZ diubah ke ruang warna Lab: 𝑌 𝑌 116 × 𝑓 ( ) − 16, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ≤ 0.008856 𝑌𝑛 𝑌𝑛 ∗ 𝐿 = 𝑌 903.3 × 𝑓 ( ) , 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛 { 𝑌𝑛 𝑋 𝑌 𝑎∗ = 500 × [𝑓 ( ) − 𝑓 ( )] 𝑋𝑛 𝑌𝑛 𝑌 𝑍 𝑏 ∗ = 200 × [𝑓 ( ) − 𝑓 ( )] 𝑌𝑛 𝑍𝑛
14
(2.2)
𝐴 √ , 𝐴𝑛
3
Dengan,
𝐴 𝑓( ) = 𝐴𝑛
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘
𝐴 > 0.008856 𝐴𝑛
(2.3)
𝐴 𝐴 7.787 ( ) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ≤ 0.008856 { 𝐴𝑛 𝐴𝑛
Dengan A = X, Y, Z, dan An = Xn, Yn, Zn. Dengan Xn, Yn, dan Zn adalah nilai tristimulus atau koordinat chromatis untuk menentukan posisi warna putih yang merupakan bentuk iluminasi citra. Nilai tristimulus adalah: 𝑋𝑛 = 1, 𝑌𝑛 = 0.98072, 𝑍𝑛 = 1.18225
(2.4)
2.2.2. Ekstraksi Tekstur Citra Prasasti Tekstur juga dapat diartikan sebagai distribusi spasial dari nilai keabuan pada sekumpulan piksel-piksel yang saling berdekatan dalam jarak tertentu dari sebuah citra. Untuk itulah ekstraksi tekstur citra prasasti dilakukan pada area region of interest (ROI) dengan ukuran yang telah ditentukan. Fitur tekstur dihitung berdasarkan distribusi statistik dari intensitas piksel citra prasasti terhadap posisi antar piksel dan direpresentasikan dalam sebuah matriks. Metode ekstraksi tekstur yang digunakan pada penelitian ini adalah: First Order Extraction dan Gray Level Cooccurrence Matrix (GLCM). a. First Order Extraction First order extraction (FO) merupakan metode ekstraksi fitur berdasarkan pada karakteristik histogram dari citra. Nilai-nilai pada histogram merupakan probabilitas kemunculan nilai derajat itensitas dari citra. Dengan nilai-nilai ini dapat dihitung parameter-parameter ekstraksi fitur orde pertama, diantaranya: mean, standard deviasi, smoothness, third moment, uniformity dan entropy. Mean merupakan ukuran penyebaran (dispersi) nilai itensitas dari suatu citra. Untuk mencari nilai mean dapat dihitung dengan persamaan: L−1
m = ∑ zi p(zi ) i=0
15
(2.5)
Dengan 𝑖 adalah nilai itensitas warna dari citra, dan 𝑝(𝑖) merupakan nilai probabilitas kemunculan intensitas tersebut pada citra (histogram). Sedangkan L adalah nilai tertinggi dari itensitas. Standard deviasi merupakan variasi elemen pada histogram dari suatu citra, yang didefinisikan sebagai: L−1
σ = √∑(𝑖 − m)2 p(𝑖)
(2.6)
i=0
Smoothness menunjukkan tingkat kehalusan relatif dari itensitas suatu citra: R=1−
1 1 + 𝜎2
(2.7)
Third moment menunjukkan tingkat kemiringan relatif dari histogram suatu citra: 𝐿−1
𝒯𝓂 = ∑(𝑖 − 𝑚)3 𝑝(𝑖)
(2.8)
𝑖=0
Uniformity merupakan nilai tingkat keseragaman itensitas dari suatu citra: 𝐿−1
𝑈 = ∑ 𝑝 2 (𝑖)
(2.9)
𝑖=0
Entropy merupakan nilai ukuran ketidateraturan bentuk suatu citra. 𝐿−1
𝑒 = − ∑ 𝑝(𝑖) log 2 𝑝(𝑖)
(2.10)
𝑖=0
b. Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) Merupakan ekstraksi fitur orde dua, yang digunakan jika ekstraksi fitur orde pertama tidak cukup atau tidak dapat digunakan untuk membedakan fitur antar citra. GLCM mencari ciri statistik suatu citra dengan menghitung probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak dan orentasi sudut tertentu.
16
Dengan membentuk sebuah matrik yang memiliki kesamaan kejadian (co-occurrence), maka dapat ditentukan ciri dari sekumpulan matrik tersebut sebagai sebuah fungsi.
90o
o
135
45o
(x-1,y-1)
(x,y-1)
(x+1,y-1)
(x-1,y)
(x,y)
(x+1,y)
0o
(x-1,y+1) (x,y+1) (x+1,y+1) Gambar 2.1. Ilustrasi jarak dan sudut pada Co-occurrence Matrix Co-occurrence yang berarti kesamaan kejadian, yaitu jumlah kejadian munculnya nilai itensitas yang sama antara piksel-piksel yang bertetangga dalam satu level. Sebagai contoh 𝐼(𝑥, 𝑦) adalah suatu notasi untuk piksel suatu citra 𝐼 pada posisi kolom dan baris (𝑥, 𝑦). Jarak piksel 𝐼(𝑥, 𝑦) dengan 8 piksel tetangganya adalah 1. Sesuai dengan pernyataan jarak ini maka 𝐼(𝑥, 𝑦), 𝐼(𝑥 − 1, 𝑦), dan 𝐼(𝑥 + 1, 𝑦) memiliki hubungan dengan sudut 0 o. Sedangkan 𝐼(𝑥, 𝑦), 𝐼(𝑥 − 1, 𝑦 + 1), dan 𝐼(𝑥 + 1, 𝑦 − 1) memiliki hubungan dengan sudut 45o. Lebih detail ilustrasi jarak dan sudut pada matrik disajikan pada Gambar 2.1. Kedekatan antara satu piksel dengan piksel yang lain dinyatakan dalam jarak (𝑑 ) dan dalam orientasi sudut yang dinyatakan dalam derajat (𝜃 ). Dalam penelitian ini digunakan orientasi empat sudut, yaitu 0 o, 45o, 90o, dan 135o. Sedangkan jarak antar piksel akan dicari jarak yang menghasilkan klasifikasi dengan nilai keakuratan tertinggi. Untuk itu akan dilakukan pengujian dengan pengukuran hasil klasifikasi berdasarkan ekstraksi fitur dalam beberapa nilai jarak.
17
Kuadrat jumlah level itensitas piksel pada citra. Matrik yang setiap titik piksel (𝑖, 𝑗) ini berisi peluang kejadian piksel bernilai i, yang bertetangga dengan piksel bernilai 𝑗, dengan jarak antar piksel d dengan orientasi sudut 𝜃 dan (180 − 𝜃). Untuk memperjelas gambaran Co-occurrence matrix, dapat dilihat pada Gambar 2.2.
1
1
2
2
Gray
1
2
3
1
1
2
2
1
4
2
0
3
3
1
1
2
0
2
0
3
3
1
1
3
2
0
2
1
1
2
2
Gray
1
2
3
1
1
2
2
1
2
2
0
3
3
1
1
2
0
1
0
3
3
1
1
3
2
1
1
1
1
2
2
Gray
1
2
3
1
1
2
2
1
4
2
0
3
3
1
1
2
0
2
0
3
3
1
1
3
2
0
2
1
1
2
2
Gray
1
2
3
1
1
2
2
1
3
1
1
3
3
1
1
2
1
1
0
3
3
1
1
3
1
0
1
Gambar 2.2. Ilustrasi matriks citra dengan tiga tingkat lightness (kolom pertama), dan tabel pengukuran Co-occurrence (kolom kedua). Pengukuran dilakukan dengan jarak d = 1, dengan arah 0o (baris pertama), 45o (baris kedua), 90o (baris ketiga), dan 135o (baris keempat).
18
Dari perolehan co-occurrence matrix tersebut, maka dapat dihitung ciri statistik orde dua yang merupakan representasi dari citra yang diamati. Namun sebelum fitur tekstur dapat dihitung, diperlukan normalisasi dari matriks. Normalisasi dilakukan pada nilai probabilitas jumlah hubungan antara nilai keabuan 𝑖 dan 𝑗 terhadap jumlah nilai keseluruhan piksel. Hal ini didefinisikan sebagai: 𝑝(𝑖, 𝑗) =
𝑣(𝑖, 𝑗) ∑𝑁−1 𝑖,𝑗=0 𝑣(𝑖, 𝑗)
(2.11)
Dengan 𝑣(𝑖, 𝑗) adalah jumlah hubungan antara nilai keabuan 𝑖 dan 𝑗, serta L adalah jumlah skala nilai keabuan. Dari hasil normalisasi dapat dihasilkan beberapa fitur tekstur yang dapat diekstraksi (M. Haralick, Shanmugam, & Dinstein, 1973). Dari fitur-fitur tersebut, pada penelitian ini digunakan lima tekstur, yaitu: autocorrelation, correlation, cluster prominence, cluster shade, contrast, dissimilarity, energy, entropy, homogeneity, maximum probability, inverse difference moment, sum of squares, sumaverage, sum entropy, sum variance, difference variance, dan diference entropy. Contrast merupakan ukuran penyebaran (momen inersia) elemen-elemen dari matriks citra. Jika letak elemen-elemen tersebut jauh dari diagonal utama maka citra tersebut memiliki nilai contrast yang besar. Secara visual nilai contrast merupakan ukuran variasi antar derajat lightness suatu daerah citra yang didefinisikan debagai: 𝐿−1
𝐶𝑜𝑛 = ∑ (𝑖 − 𝑗)2 𝑝(𝑖, 𝑗)
(2.12)
𝑖,𝑗=0
Correlation merupakan ukuran ketergantungan linier pada derajat lightness citra. Dengan correlation bisa didapatkan petunjuk adanya struktur linier dalam citra. Hal ini didefinisikan sebagai: 𝐿−1
𝐶𝑜𝑟 = ∑ 𝑖,𝑗=0
(𝑖 − 𝜇𝑖 )(𝑗 − 𝜇𝑗 )𝑝(𝑖, 𝑗) 𝜎𝑖 𝜎𝑗
19
(2.13)
𝐿−1
Dengan
𝜇𝑖 = ∑ 𝑖(𝑝(𝑖, 𝑗)) 𝑖,𝑗=0
𝐿−1
𝜇𝑗 = ∑ 𝑗(𝑝(𝑖, 𝑗)) 𝑖,𝑗=0
𝐿−1
𝜎𝑖 = √ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗)(𝑖 − 𝜇𝑖 )2 𝑖,𝑗=0
𝐿−1
𝜎𝑗 = √ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗)(𝑗 − 𝜇𝑗 )
2
𝑖,𝑗=0
Energy merupakan ukuran konsentrasi pasangan itensitas pada co-occurrence matrix. Nilai energy akan membesar bila pasangan piksel yang memenuhi syarat itensitas pada co-occurrence matrix terkonsentrasi di beberapa koordinat, dan akan mengecil bila letaknya menyebar. Perhitungan energi didefinisikan sebagai: 𝐿−1
𝐸𝑛𝑒 = ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗)2
(2.14)
𝑖,𝑗=0
Homogeneity menunjukkan tingkat homogenitas citra dengan derajat itensitas sejenis. Nilai homogeneity akan besar jika variasi itensitas dalam citra sedikit, dan sebaliknya akan kecil jika variasi itensitas dalam citra banyak. Nilai homogeneity dari citra didefinisikan dengan persamaan: 𝐿−1
𝐻𝑜𝑚 = ∑ 𝑖,𝑗=0
𝑝(𝑖, 𝑗) 1 + (𝑖 − 𝑗)2
(2.15)
Entropy merupakan ukuran dari ketidakteraturan bentuk citra. Entropy yang besar menunjukkan bahwa citra memiliki transisi derajat itensitas yang merata. Dan
20
sebaliknya akan bernilai kecil bila struktur citra tidak teratur. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai entropy adalah: L−1
𝐸𝑛𝑡 = ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗)(− ln 𝑝(𝑖, 𝑗))
(2.16)
𝑖,𝑗=0
Fitur-fitur lainnya dari GLCM yang juga digunakan pada penelitian ini adalah:
Autocorrelation 𝐿−1
𝐴𝑢𝑐𝑜𝑟 = ∑ 𝑖,𝑗=0
𝑣(𝑖, 𝑗)𝑣(𝑖 + 𝒦, 𝑗 + ℒ) 𝑣 2 (𝑖, 𝑗)
(2.17)
Dengan 𝒦 dan ℒ adalah perbedaan posisi dalam arah 𝑖 dan 𝑗.
Cluster Prominence 𝐿−1 4
𝐶𝑃 = ∑ (𝑖 + 𝑗 − 𝜇𝑖 − 𝜇𝑗 ) 𝑝(𝑖, 𝑗)
(2.18)
𝑖,𝑗=0
Cluster Shade 𝐿−1 3
𝐶𝑆 = ∑ (𝑖 + 𝑗 − 𝜇𝑖 − 𝜇𝑗 ) 𝑝(𝑖, 𝑗)
(2.19)
𝑖,𝑗=0
Dissimilarity L−1
𝐷𝑖𝑠 = ∑ |𝑖 − 𝑗|𝑝(𝑖, 𝑗)
(2.20)
𝑖,𝑗=0
Maximum Probability 𝐿−1 𝑀𝑃 = 𝑚𝑎𝑥𝑖,𝑗=0 𝑃(𝑖, 𝑗)
21
(2.21)
Inverse Difference Moment 𝐿−1
𝑃(𝑖, 𝑗) 1 + (𝑖 − 𝑗)2
(2.22)
𝑆𝑜𝑆 = ∑ (𝑖 − 𝜇)2 𝑝(𝑖, 𝑗)
(2.23)
𝐼𝐷𝑀 = − ∑ 𝑖,𝑗=0
Sum of Squares 𝐿−1
𝑖,𝑗=0
Sum Average 2L−2
𝑆𝐴 = ∑ 𝑖𝑝𝑥+𝑦 (𝑖)
(2.24)
𝑖=0
Dimana: 𝐿−1
𝑝𝑥+𝑦 (𝑘) = ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗) 𝑖,𝑗=0
Untuk 𝑖 + 𝑗 = 𝑘 dan 𝑘 = 0,1,2, … , 2(𝐿 − 1)
Sum Entropy 2L−2
𝑆𝐸 = − ∑ 𝑝𝑥+𝑦 (𝑖) log(𝑝𝑥+𝑦 (𝑖))
(2.25)
𝑖=0
Sum Variance 2L−2
𝑆𝑉 = ∑ (𝑖 − 𝑆𝐸)2
(2.26)
𝑖=0
Difference Variance 𝐿−1
2
𝐿−1
𝐷𝑉 = ∑ (𝑖 − ∑ 𝑗𝑝𝑥−𝑦 (𝑗)) 𝑝𝑥−𝑦 (𝑖) 𝑖=0
𝑗=0
22
(2.27)
Dimana: 𝐿
𝑝𝑥−𝑦 (𝑘) = ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗) 𝑖,𝑗=1
Untuk |𝑖 − 𝑗| = 𝑘 dan 𝑘 = 0, 1, … , 𝐿 − 1
Difference Entropy 𝐿−1
𝐷𝐸 = − ∑ 𝑝𝑥+𝑦 (𝑖) log(𝑝𝑥+𝑦 (𝑖))
(2.28)
𝑖=0
Dari persamaan-persamaan ekstraksi fitur dengan GLCM ini notasi 𝑝 merupakan probabilitas dalam co-occurrence matrix yang bernilai 0 hingga 1. Notasi 𝑖 dan 𝑗 merupakan pasangan nilai itensitas yang berdekatan, yang pada co-occurrence matrix merupakan nomor baris dan kolom.
2.2.3. Metode Klasifikasi Support Vector Machine (SVM) Merupakan metode yang relatif baru yang digunakan untuk klasifikasi data. Metode ini diperkenalkan oleh (Cortes & Vapnik, 1995). SVM telah banyak digunakan dan menunjukkan kinerja yang tinggi bahkan pada ruang input yang sangat tinggi (Chapelle, Haffner, & Vapnik, 1999). Metode klasifikasi ini merupakan salah satu metode machine learning yang bekerja berdasarkan prinsip Structural Risk Minimization (SRM). Dengan prinsip tersebut metode SVM berusaha mencari hyperplane pemisah terbaik untuk memisahkan dua kelas pada ruang input, seperti disajikan pada Gambar 2.3.
23
W
Support Vectors
H2
H1 H Hyperplane Pemisah
Gambar 2.3. Ilustrasi pemisahan objek pada ruang dua dimensi
Seperti telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bahwa konsep dari SVM adalah mencari hyperplane (𝐻) sebagai pemisah dua buah kelas pada input space. Pemisahan menggunakan 𝐻1 untuk kelas pertama dan 𝐻2 untuk kelas kedua. Dalam penelitian ini input space berupa data gambar pahatan huruf prasasti dan lempeng prasasti. Data yang digunakan dinotasikan sebagai 𝑥𝑖 ∈ ℝ𝑑 , dan label dari tiap data dinotasikan 𝑦𝑖 ∈ {−1, +1}, dengan 𝑖 = 1,2, … , 𝑘, dengan 𝑘 merupakan jumlah data. Hyperplane diasumsikan dapat memisahkan secara sempurna data berdimensi 𝑑 yang terdiri dari dua kelas −1 dan +1 yang didefinisikan sebagai: 𝑤 ∙ 𝑥𝑖 + 𝑏 = 0
(2.29)
Untuk pola yang termasuk kelas −1 dirumuskan sebagai pola yang memenuhi pertidaksamaan: 𝑤 ∙ 𝑥𝑖 + 𝑏 ≤ −1
(2.30)
Sedangkan untuk pola yang termasuk kelas +1 dirumuskan sebagai pola yang memenuhi pertidaksamaan:
24
𝑤 ∙ 𝑥𝑖 + 𝑏 ≥ +1
(2.31)
Algoritma untuk mendapatkan hyperplane terbaik terletak di tengah-tengah dua set antara dua objek dari dua kelas. Hal ini dapat ditemukan dengan me1
maksimalkan jarak antara hyperplane dengan titik objek terdekat (‖𝑤‖) dengan meminimalkan ‖𝑤 ‖. Untuk melakukan hal tersebut digunakan rumusan Quadratic Programming (QP), yaitu: 𝑘
1 min 𝜏 (𝑤, 𝜉) = ‖𝑤 ‖2 + 𝐶 ∑ 𝜉𝑖 𝑤,𝜉 2
(2.32)
𝑖=1
dimana: Dengan:
𝑦𝑖 (𝑤 ∙ 𝑥𝑖 + 𝑏) ≥ 1 − 𝜉𝑖 𝜉𝑖 ≥ 0, 𝐶 > 0
Dan 𝐶 merupakan nilai kompromi antara regularization dan constraint violation, yaitu error dari SVM fase training dan memaksimalkan nilai margin. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan beberapa teknik perhitungan, salah satunya dengan mencari nilai maksimal dari modifikasi persamaan Lagrang Multiplier (2.33), dan decision function (2.34). 𝑘
max(𝛼) = ∑ 𝛼𝑖 − 𝛼
Dengan:
𝑖=0
1 ∑ 𝛼𝑖 𝛼𝑗 𝑦𝑖 𝑦𝑗 𝜁(𝑥𝑖 , 𝑥𝑗 ) 2
(2.33)
𝑖,𝑗=1
0 ≤ 𝛼𝑖 ≤ 𝐶 dan ∑ 𝛼𝑖 𝑦𝑖 = 0 𝑚
sign ℎ(𝑥) = ∑ 𝛼𝑙 𝑦𝑙 𝜁(𝑥, 𝑥𝑗 ) + 𝑏 𝑙=1
(2.34)
Dengan 𝜁 (𝑥, 𝑧): ℝ𝑛 × ℝ𝑛 → ℝ merupakan kernel pada data poin. Nilai 𝛼𝑙 yang diperoleh dari perhitungan ini umumnya positif, dan support vector adalah data yang berkorelasi dengan 𝛼𝑙 yang positif. SVM pada awalnya dirancang untuk klasifikasi data linier. Namun masalah yang terdapat di dunia nyata umumnya bersifat nonlinier. Demikian pula dengan data tekstur prasasti. Untuk menyelesaikan klasifikasi non linier dengan SVM dapat dilakukan dengan cara memetakan data ke ruang dimensi yang lebih tinggi (feature
25
space) (Boser, Guyon, & Vapnik, 1992; Nurtanio et al., 2013). Setelah data dipetakan ke ruang dimensi yang lebih tinggi, maka data dapat diklasifikasikan secara linier menggunakan transformasi Φ = ℝ𝑑 → 𝐻. Sehingga algoritma training ditentukan dari data yang melalui dot product H. Dan dengan mentransformasikan 𝑥𝑘 → Φ(𝑥𝑘 ), maka nilai 𝑤 menjadi 𝑤 = ∑#𝑆𝑉 𝑖=1 𝛼𝑖 𝑦𝑖 Φ(𝑥𝑖 ), maka didapatkan fungsi pembelajaran: #𝑆𝑉
𝑓(𝑥𝑑 ) = ∑ 𝛼𝑖 𝑦𝑖 Φ(𝑥𝑖 ) ∙ Φ(𝑥𝑑 ) + b
(2.35)
𝑖=1
Dimensi ruang fitur umumnya tinggi dan dapat mengakibatkan komputasi menjadi komplek. Untuk mengatasi hal ini digunakan kernel trick. Misal pada transformasi Φ(𝑥𝑖 ) ∙ Φ(𝑥𝑗 ), diberikan fungsi kernel K sedemikian hingga 𝐾(𝑥𝑖 , 𝑥𝑗 ) = Φ(𝑥𝑖 ) ∙ Φ(𝑥𝑗 ), maka persamaan (2.35) menjadi: #𝑆𝑉
𝑓(𝑥𝑑 ) = ∑ 𝛼𝑖 𝑦𝑖 𝐾(𝑥𝑖 , 𝑥𝑑 ) + b
(2.36)
𝑖=1
dengan 𝑆𝑉 adalah subset dari training set yang terpilih sebagai support vector. Beberapa jenis kernel yang biasa digunakan dalam SVM dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jenis-jenis kernel yang sering dipakai dalam SVM Jenis Kernel Definisi 𝑑
Polynomial
𝐾(𝑥̅𝑖 , 𝑥̅𝑗 ) = (𝑥̅𝑖 ∙ 𝑥̅𝑗 + 1)
Gaussian
‖𝑥̅𝑖 − 𝑥̅𝑗 ‖ ) 𝐾(𝑥̅𝑖 , 𝑥̅𝑗 ) = 𝑒𝑥𝑝 (− 2𝜎 2
Sigmoid
𝐾(𝑥̅𝑖 , 𝑥̅𝑗 ) = tan ℎ(𝑥̅𝑖 ∙ 𝑥̅𝑗 + 𝛽)
2
2.2.4. Metode Otsu Thresholding Penganbangan (thresholding) pada metode Otsu dilakukan dengan membagi histogram dari citra grayscale menjadi dua area, yaitu area objek (foreground)
26
dan area latar belakang (background) (Otsu, 1979). Untuk menentukan nilai threshold (𝑡) diawali dengan mencari probabilitas nilai intensitas (𝑖) dari histogram sebuah citra grayscale yang memiliki piksel yang sebanyak 𝑁 dengan rumus (2.37): 𝑝𝑖 =
𝑛𝑖 𝑁
(2.37)
Selanjutnya dilakukan pembobotan pada kedua area (foreground dan background) menggunakan rumus (2.38) dan (2.39). 𝑡
𝜔1 (𝑡) = ∑ 𝑝(𝑖)
(2.38)
𝑖=1 𝐿
(2.39)
𝜔2 (𝑡) = ∑ 𝑝(𝑖) = 1 − 𝑏1 (𝑡) 𝑖=𝑡+1
Dengan 𝐿 merupakan jumlah nilai keabuan. Dari pembobotan dapat dihitung nilai rata-rata dari masing-masing kelas dengan rumus (2.40) dan (2.41), serta varian dari masing-masing kelas dengan rumus (2.42) dan (2.43). ∑𝑡𝑖=1 𝑖 ∙ 𝑝(𝑖) 𝜇1 (𝑡) = 𝜔1 (𝑡) 𝜇2 (𝑡) =
∑𝐿𝑖=t+1 𝑖 ∙ 𝑝(𝑖) 𝜔2 (𝑡)
𝑡
𝜎1
2 (𝑡)
= ∑(1 − 𝑚1 )2 𝑖=1
𝑝(𝑖) 𝜔1 (𝑡)
𝐿
𝑝(𝑖) 𝜎2 (𝑡) = ∑ (1 − 𝑚2 ) 𝜔2 (𝑡) 2
(2.40) (2.41)
(2.42) (2.43)
2
𝑖=𝑡+1
Untuk menentukan nilai threshold (𝑡) dilakukan dengan memaksimumkan nilai between class variance (BCV) yang dinyatakan dengan persamaan (2.41). 𝑡 = 𝑚𝑎𝑥(𝜎𝐵 2 (𝑡)) = 𝑚𝑎𝑥(𝜔1 [𝜇1 (𝑡) − 𝜇 𝑇 ]2 + 𝜔2 [𝜇2 (𝑡) − 𝜇 𝑇 ]2 )
(2.44)
Dalam hal ini 𝜇 𝑇 adalah rata-rata total yang dinyatakan dengan persamaan (2.45).
27
𝑁
(2.45)
𝜇 𝑇 = ∑ 𝑖 ∙ 𝑝(𝑖) 𝑖=1
2.2.5. Metode Deteksi Blob dan Pelabelan Blob merupakan kumpulan piksel-piksel yang memiliki nilai homogen dalam suatu area namun kontras dengan piksel-piksel lain di sekitarnya (Hinz, 2005; Lindeberg, 1993). Pada pengolahan citra deteksi blob digunakan diantaranya untuk untuk mendeteksi lokasi tumor pada data Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computerized Axial Tomografi (CT Scan) (Gerig, Abor Sz, Israel, & Berger, 1995), juga untuk mendeteksi posisi dari sebuah benda (Minor & Sklansky, 1981; Scaramuzza, Pagnottelli, & Valigi, n.d.) dan sebagainya. Beberapa metode deteksi blob ditawarkan oleh para peneliti. Metode pertama adalah Watersheed Transformation (Beucher & Lantuejoul, 1979). Metode ini mengasumsikan citra grayscale adalah niali ketinggian gunung dan mensimulasikan proses hujan yang jatuh ke pegunungan, mengalir di pegunungan dan terakumulasi di cekungan. Proses ini diulang sampai semua cekungan diisi air. Genangan air ini merepresentasikan blob yang cerah, sedangkan blob yang gelap diperoleh dari area yang tidak tergenang air. Proses watersheed ini dilakukan pada gambar yang memiliki perbedaan nilai keabuan (gradien) dan harus muncul sepanjang tepi objek citra. Metode kedua adalah metode Spoke Filter yang disebut juga Adaptive Spatial Erosion Filter (Minor & Sklansky, 1981). Menggunakan filter tepi untuk mendeteksi batas area citra dalam 8 arah. Spoke Filter menandai piksel-piksel berdasarkan piramida intensitas dan menandai citra yang memiliki perbedaan intensitas yang besar. Pada setiap tingkatan Spoke Filter digunakan untuk mendeteksi blob. Metode ketiga adalah menggunakan Efficient Run-Length dengan memanfaatkan tabel lokasi (Haralick & Shapiro, 1992). Metode ini mendeteksi blob pada citra biner dan menandai dengan label urutan angka. Metode ini adalah yang digunakan dalam penelitian ini. Hal pertama yang dilakukan metode ini adalah mendeteksi dan mencatat lokasi blob pada sebuah tabel lokasi. Tabel ini mencatat posisi kompulan piksel bernilai 1 (blob) di setiap kolom dari citra. Contoh citra dan tabel lokasi blob disajikan pada Gambar 2.4 dan Tabel 2.2.
28
Gambar 2.4. Matrik nilai piksel pada citra biner
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel 2.2. Lokasi blob pada sebuah citra. Kolom Awal baris Akhir baris Label 2 3 4 5 6 7 7 8
2 3 5 2 2 1 3 2
4 5 5 2 4 1 4 2
0 0 0 0 0 0 0 0
Lokasi yang dicatat pada tabel lokasi blob adalah adalah kolom, baris awal dan baris akhir, serta nilai awal label dari setiap blob yang diberikan nilai 0. Selanjutnya dari tabel lokasi blob, dilakukan deteksi hubungan antar blob dan pelabelan. Deteksi dan pelabelan dilakukan dalam beberapa iterasi. Setiap iterasi terdiri dari langkah maju dan langkah mundur. Langkah maju adalah langkah analisa nilai tabel mulai dari kolom terkecil hingga terbesar, Sedangkan langkah mundur adalah sebaliknya. Pada langkah maju iterasi pertama, blob no. 1 pada Tabel 2.2, diberikan label 1. Pada blob selanjutnya dideteksi apakah memiliki hubungan ketetanggaan dengan blob sebelumnya yang telah diberi label. Deteksi dilakukan dalam 8 arah. Apabila salah satu piksel dari blob memiliki hubungan ketetanggaan dengan blob yang telah diberikan label sebelumnya maka diberikan label dengan nilai sama, tetapi apabila tidak maka diberikan label dengan nilai berikutnya. Apabila sebuah blob bertetangga dengan dua blob atau lebih yang memiliki label berbeda maka label yang digunakan adalah yang terkecil. Nilai-nilai label pada langkah maju iterasi pertama ini ditampilkan pada Tabel 2.3 dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 2.5. 29
Tabel 2.3. Lokasi blob pada langkah maju iterasi pertama. No. Kolom Awal baris Akhir baris Label 2 3 4 5 6 7 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8
2 3 5 2 2 1 3 2
4 5 5 2 4 1 4 2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
1
0
0
2
0
0
2
0
1
1
0
0
2
2
0
0
1
1
0
0
2
2
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 1 1 2 2 3 2 2
Gambar 2.5. Pelabelan matrik citra biner pada langkah maju iterasi pertama Pada langkah mundur iterasi pertama pelabelan dimulai dari blob terakhir. Pada proses ini jika sebuah blob memiliki tetangga yang memiliki nilai label lebih kecil maka dilakukan koreksi dengan menyesuaikan nilai label ke nilai terkecil. Hasil dari langkah mundur iterasi pertama ditunjukkan oleh Tabel 2.4 dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 2.6. Tabel 2.4. Lokasi blob pada langkah mundur iterasi pertama. No. Kolom Awal baris Akhir baris Label 1 2 3 4 5 6 7 8
2 3 4 5 6 7 7 8
2 3 5 2 2 1 3 2
30
4 5 5 2 4 1 4 2
1 1 1 2 2 2 2 2
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
0
0
2
0
0
2
0
1
1
0
0
2
2
0
0
1
1
0
0
2
2
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Gambar 2.6. Pelabelan matrik citra biner pada langkah mundur iterasi pertama
Pada kasus ini pelabelan telah selesai dalam satu iterasi, namun untuk meyakinkan seluruh blob sudah terlabeli dengan benar maka dilakukan iterasi sekali lagi hingga tidak ada label yang berubah nilainya.
2.3. Evaluasi Kinerja Pengukuran kinerja dari suatu metode diukur berdasarkan tingkat keberhasilan dari metode dalam melakukan segmentasi sesuai dengan yang diharapkan, atau dapat juga diukur berdasarkan tingkat kesalahan yang terjadi. Untuk pengukuran kinerja segmentasi digunakan beberapa metode pengukuran, yaitu: F-measure, Pseudo F-measure, Peak Signal-to-Noise Ratio (PSNR), dan Distance Reciprocal Distortion Metric (DRD). Metode pengukuran ini merupakan metode pengukuran yang digunakan dalam Competition on Handwritten Document Image Binarization (H-DIBCO) 2014 (Ntirogiannis et al., 2014). Selain itu juga digunakan pengukuran akurasi untuk pemilihan parameter terbaik dari ekstraksi tekstur FO dan GLCM.
2.3.1. Receiver Operating Characteristic Untuk menghitung F-measure, Pseudo F-measure dan akurasi didasarkan pada kurva Receiver Operating Characteristic (ROC). Kurva ROC awalnya digunakan untuk mendeteksi keberadaan musuh di medan pertempuran oleh para insinyur elektro dan teknisi radar selama perang dunia kedua. Selanjutnya ROC dikembangkan untuk analisa di bidang kedokteran dan radiologi. Saat ini ROC juga digunakan pada bidang lain yang relatif baru yaitu machine learning dan data main-
31
ing (Fawcett, 2006). Kurva ROC mempunyai kemampuan evaluasi secara menyeluruh dan cukup baik sehingga banyak digunakan untuk mengevaluasi klasifikasi (Cheng, Shan, Ju, Guo, & Zhang, 2010). Suatu problem klasifikasi citra untuk memisahkan data citra aktual (𝔸) menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan label 𝑝 dan kelompok kedua diberikan label 𝑛 yang dipetakan dalam satu set elemen {𝑝, 𝑛}. Pasangan kelompok data 𝔸 ini selanjutnya dipetakan ke suatu data prediksi berupa citra ground truth (GT) hasil klasifikasi. Untuk membedakan data klasifikasi 𝔸 dengan data GT maka data GT diberikan label 𝒫 untuk kelompok pertama dan label 𝒩 untuk kelompok kedua. Pemetaan ini akan menghasilkan keluaran yang merupakan kombinasi kelompok data sebenarnya dan kelompok data prediksi yaitu True Positive (TP), True Negative (TN), false positive (FP), dan false negative (FN). True Positive (TP) merupakan indikasi data 𝒫 yang terpetakan dengan benar pada data 𝑝. True negative (TN) merupakan indikasi data 𝒩 yang terpetakan dengan benar pada data 𝑛. False positive (FP) merupakan data 𝑝 yang terpetakan salah atau terpetakan pada data 𝑛. False negative (FN) merupakan data 𝒩 yang terpetakan salah atau terpetakan pada data 𝑝. Keempat nilai dari keadan ini membentuk sebuah matrik bernama confusion matrix seperti nampak pada Gambar 2.7.
Ground Truth (GT)
Aktual (𝔸)
𝑝
𝑛
𝒫
True Positive (TP)
False Positive (FP)
𝒩
False Negative (FN)
True negative (TN)
Gambar 2.7. Confusion matrix
Berdasarkan Confusion matrix dapat dihitung beberapa parameter unjuk kinerja yaitu:
32
a. Akurasi Akurasi merupakan jumlah data 𝒫 dan 𝒩 yang terpetakan dengan benar dibandingkan dengan jumlah seluruh data pemetaan. 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
(𝑇𝑃 + TN) (𝑇𝑃 + 𝑇𝑁 + 𝐹𝑃 + 𝐹𝑁)
(2.46)
b. F-measure Merupakan kombinasi dari nilai precision dan recall dalam deret harmonic, semakin tinggi nilai F-measure (FM) semakin dekat kemiripan dua dokumen.
FM =
2(𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 × 𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙) 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 + 𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙
(2.47)
Dimana 𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 =
𝑇𝑃 𝑇𝑃 + 𝐹𝑁
c. Pseudo F-measure Pseudo F-measure (PFM) yang merupakan pengembangan dari metode FM dengan memperhitungkan distance weights sehubungan dengan karakter ground truth (Ntirogiannis, Gatos, & Pratikakis, 2013). PFM =
2(𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 × 𝑃_𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙) 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 + 𝑃_𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙
(2.48)
Dimana Pseudo Recall (𝑃_𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙) merupakan 𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 yang didasarkan pada skeletonized citra ground truth. Skeletonized ground truth (𝑆𝐺) didefinisikan oleh persamaan berikut: 0, 𝑏𝑎𝑐𝑘𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑆𝐺 = { 1, 𝑓𝑜𝑟𝑒𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑
Dan 𝑃_𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 didefinisikan sebagai persentase dari skeletonized citra ground truth (𝑆𝐺) yang terdeteksi dalam citra biner (𝐵) yang berukuran 𝑀 × 𝑁. 𝑃_𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 =
∑𝑥=ℳ,𝑦=𝒩 𝑥=1,𝑦=1 𝑆𝐺(𝑥, 𝑦) ⋅ 𝐵(𝑥, 𝑦) ∑𝑥=ℳ,𝑦=𝒩 𝑥=1,𝑦=1 𝑆𝐺(𝑥, 𝑦)
33
× 100%
2.3.2. Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) Merupakan perbandingan antara nilai maksimum dari sinyal yang diukur dengan besarnya derau (noise) yang berpengaruh pada sinyal tersebut yang dinyatakan dalam desibel (dB). Pada pengolahan citra, nilai maksimum sinyal merupakan nilai maksimum dari piksel pada citra dan derau merupakan perbedaan antara nilai piksel pada citra ground truth (GT) dengan citra aktual. Dengan PSNR dapat diukur seberapa dekat kemiripan dua image. Semakin tinggi nilai PSNR semakin dekat kemiripan dua image. Untuk menghitung nilai PSNR dari citra berukuran ℳ × 𝒩 digunakan persamaan: PSNR = 10 log (
C2 ) MSE
(2.49)
Dimana MSE =
𝑁 2 ∑𝑀 𝑥=1 ∑𝑦=1(𝐺𝑇(𝑥, 𝑦) − 𝔸(𝑥, 𝑦))
ℳ×𝒩
(2.50)
Dan C merupakan nilai perbedaan antara foreground dan background yang dalam citra biner bernilai 1.
2.3.3. Distance Reciprocal Distortion Metric (DRD) Digunakan untuk mengukur visual distortion antara dua dokumen citra biner untuk semua flipped pixels (𝑆) (Lu, Kot, & Shi, 2004) yang didefinisikan sebagai: ∑𝑆𝑘=1 𝐷𝑅𝐷𝑘 𝐷𝑅𝐷 = 𝑁𝑈𝐵𝑁
(2.51)
Dimana 𝑁𝑈𝐵𝑁 adalah jumlah piksel yang tidak seragam (tidak semua piksel hitam atau putih) pada blok 8 × 8 dari citra ground truth. 𝐷𝑅𝐷𝑘 adalah distorsi dari flipped pixels ke-𝑘 yang dihitung menggunakan sebuah normalized weight matrix 𝑊𝑁𝑚 berukuran 5 × 5 (Lu et al., 2004) seperti disajikan pada Tabel 2.5. 𝐷𝑅𝐷𝑘 adalah jumlah bobot dari selisih piksel-piksel pada blok 5 × 5 dari ground truth (GT) dengan titik tengah flipped pixel ke-𝑘 di koordinat (x,y) dari citra aktual 𝔸 yang didefinisikan pada persamaan (2.52).
34
Tabel 2.5. Normalized weight matrix. (Lu et al., 2004) 0.0256 0.0324 0.0362 0.0324 0.0256 0.0324
0.0512
0.0724 0.0512 0.0324
0.0362
0.0724
0.0324
0.0512
0.0724 0.0512 0.0324
0.0256
0.0324
0.0362 0.0324 0.0256
0
0.0724 0.0362
2
𝐷𝑅𝐷𝑘 = ∑ |𝐺𝑇𝑘 (𝑖, 𝑗) − 𝔸𝑘 (𝑥, 𝑦)| × 𝑊𝑁𝑚 (𝑖, 𝑗)
(2.52)
𝑖,𝑗=−2
2.3.4. Ground Truth Citra ground truth merupakan citra yang menjadi acuan dalam pengukuran kinerja segmentasi menggunakan metode pengukuran yang telah dijelaskan sebelumnya (akurasi, F-measure, Pseudo F-measure, PSNR, dan DRD). Pembuatan citra ground truth prasasti tembaga kuno dilakukan secara manual menggunakan software aplikasi pengolah citra.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.8. Pembuatan citra ground truth, (a) pemilihan area pahatan huruf, (b) pemberian warna putih pada area pahatan huruf, (c) pemberian warna hitam pada selain area pahatan. Langkah-langkah pembuatan citra ground truth diawali dengan menandai area citra pahatan huruf dengan menggunakan tool pemilih. Setelah seluruh area citra huruf ditandai, dalam keadaan tool pemilih masih aktif, dilakukan pemberian warna putih (R = 255, G = 255, B = 255) pada area pahatan huruf. Kemudian pilih area selain area pahatan dengan tool pemilih dan diberikan warna hitam (R = 0, G = 0, B = 0). Langkah akhir yaitu citra ground truth diubah menjadi citra biner dan 35
disimpan. Urutan langkah ini disajikan pada Gambar 2.8. Beberapa contoh citra ground truth yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Citra ground truth, (kolom kiri) citra asli, (kolom kanan) citra ground truth.
36
BAB III PENGUKURAN BEDA WARNA ANTARA PAHATAN HURUF DAN LEMPENG PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO
Warna pada pengolahan citra merupakan komponen penting. Warna memberikan sinyal penting dalam proses clustering, klasifikasi, segmentasi dan pengenalan dari suatu gambar (Hernandez-Gomez et al., 2009). Pengukuran beda warna ini merupakan langkah awal dalam rangka segmentasi citra prasasti tembaga kuno berdasarkan tekstur. Pengukuran perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perbedaan warna antara pahatan huruf (foreground) dan lempeng (background) dari prasasti.
3.1. Tujuan Pengukuran Beda Warna Tujuan dari pengukuran beda warna ini adalah untuk mengukur seberapa besar perbedaan warna antara pahatan huruf (foreground) dan lempeng (background) prasasti berdasarkan warna. Warna yang merupakan salah satu fitur dari citra, dan merupakan fitur yang banyak digunakan dalam analisa suatu citra. Oleh sebab itu maka dilakukan studi terhadap warna pada prasasti tembaga kuno yang akan digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya dari penelitian segmentasi pada citra prasasti tembaga kuno. Pengukuran beda warna dilakukan berdasarkan model warna CIELab yang memiliki fitur yang lebih lengkap dibandingkan model warna RGB. Model warna CIELab terdiri dari tiga lapisan (layer), yaitu layer L* merepresentasikan tingkat intensitas cahaya dari warna (lightness), layer a* merepresentasikan warna merah dan hijau, dan layer b* merepresentasikan warna biru dan kuning. Penggunaan model warna Lab telah digunakan dalam beberapa penelitian dengan tujuan segmentasi (Bansal & Aggarwal, 2011; HernandezGomez et al., 2009; Kaur & Kranthi, 2012; X.-Y. Wang, Wang, & Bu, 2011), clustering warna (Kumar, 2012), object recognition (Payet & Todorovic, 2013), dan pengukuran beda warna (Sharma, Wu, & Dalal, 2005).
37
3.2. Prosedur Pengukuran Beda Warna Dalam pengukuran beda warna ini, langkah-langkah yang dilakukan disajikan dalam bentuk blok diagram pada Gambar 3.1.
Ambil area citra
Ubah model warna dari RGB ke CIELab
Hitung perbedaan warna pahatan dan lempeng dari prasasti
Uji coba segmentasi prasasti berdasarkan warna
Gambar 3.1. Blok diagram prosedur pengukuran beda warna. 3.2.1. Pemilihan Area Citra Citra yang digunakan dalam pengukuran ini adalah prasasti tembaga kuno dengan patina coklat gelap dan patina hijau. Data prasasti dibedakan berdasarkan warna patina karena perbedaan warna yang signifikan dari kedua jenis patina tersebut. Sebanyak 4 citra prasasti dengan patina coklat gelap dan 4 citra prasasti dengan patina hijau digunakan. Dari setiap prasasti diambil area foreground yang terdiri dari untuk citra area pahatan, area bayang-bayang pahatan, dan area kombinsasi keduanya masing-masing sebanyak 5. Contoh pengambilan citra untuk area-area tersebut disajikan pada Gambar 3.2.
38
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.2. Pemilihan area yang memiliki karakteristik warna pahatan, (a) warna pahatan, (b) warna bayang-bayang pahatan, (c) kombinasi warna pahatan dan bayang-bayang. 3.2.2. Penghitungan beda warna Area gambar yang telah diambil selanjutnya diubah mode warnanya dari RGB ke Lab menggunakan langkah-langkah seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.2.1. Langkah berikutnya adalah menghitung perbedaan warna tiap-tiap jenis area terhadap warna lempeng prasasti. Penghitungan rata-rata beda warna untuk setiap layer dilakukan dengan persamaan (3.1) – (3.3). ∆𝐿∗ = ̅̅̅̅ ℒ𝓅 − ̅̅̅ ℒℓ
(3.1)
̅̅̅̅ ∆𝑎∗ = 𝒶 𝒶ℓ 𝓅 − ̅̅̅
(3.2)
∆𝑏 ∗ = ̅̅̅̅ 𝒷𝓅 − ̅̅ 𝒷̅̅ℓ
(3.3)
Dimana ∆𝐿∗ , ∆𝑎∗ , dan ∆𝑏∗ merupakan notasi untuk nilai rata-rata beda warna pada layer L*, a*, dan b*. ̅̅̅̅ ℒ𝓅 , ̅̅̅̅, 𝒶𝓅 dan ̅̅̅̅ 𝒷𝓅 adalah notasi untuk nilai rata-rata area foreground untuk layer L*, a*, dan b*. ̅̅̅ ℒℓ , ̅̅̅, 𝒶ℓ dan ̅̅ 𝒷̅̅ℓ adalah notasi untuk nilai rata-rata area lempeng prasasti (background) untuk layer L*, a*, dan b*. Perhitungan beda warna dalam ruang warna Lab untuk seluruh layer dinotasikan dengan ∆𝐸. Notasi ini digunakan untuk menghitung perbedaan warna dalam ruang Lab yang didefinisikan sebagai :
∆𝐸 = √∆𝐿∗ 2 + ∆𝑎∗ 2 + ∆𝑏 ∗ 2
39
(3.4)
Dari nilai ∆𝐸 dapat diketahui seberapa besar perbedaan warna dua citra yang diukur. Secara visual arti besarnya nilai dari ∆𝐸 ditunjukkan oleh Tabel 3.1. Sedangkan arti nilai dari tiap-tiap komponen dari ruang warna Lab ditunjukkan oleh Tabel 3.2. Tabel 3.1. Nilai ∆𝐸 dan pengaruhnya (W & M, 2011) ∆𝑬 Pengaruh Tidak terlihat 𝟎 < ∆𝑬 ≤ 𝟏 Sangat kecil (hanya terlihat oleh pengamat berpengalaman) 𝟏 < ∆𝑬 ≤ 𝟐 Kecil 𝟐 < ∆𝑬 ≤ 𝟑, 𝟓 Sedang 𝟑, 𝟓 < ∆𝑬 ≤ 𝟓 Besar 𝟓 < ∆𝑬
Tabel 3.2. Pengaruh Perbedaan Komponen ∆𝐿, ∆𝑎, dan ∆𝑏 (W & M, 2011) Perbedaan Komponen ∗ (+) lebih cerah (-) lebih gelap ∆𝑳 ∗ (+) lebih merah (-) lebih hijau ∆𝒂 ∗ (+) lebih kuning (-) lebih biru ∆𝒃
3.3. Hasil Pengukuran Hasil pengukuran yang dilakukan menggunakan metode ini didapatkan, untuk pengukuran tiap komponen warna ∆𝐿, ∆𝑎, dan ∆𝑏 juga pengukuran ∆𝐸 yang merupakan nilai perbedaan seluruh komponen, untuk prasasti dengan patina coklat gelap disajikan pada Tabel 3.3, dan untuk prasasti dengan patina hijau disajikan pada Tabel 3.4. Untuk hasil tes prasasti dengan patina coklat gelap (Tabel 3.3), nilai rata-rata terbesar nilai tes ΔLab ditunjukkan oleh komponen ΔL, sekitar 15.15, terutama ke daerah bayangan, yang sebesar 25,06. Sedangkan untuk nilai rata-rata yang terbesar di goresan ΔE daerah dan bayangan, yang bernilai 16,43. Demikian pula dengan hasil tes prasasti dengan patina hijau (Tabel 3.4), nilai rata-rata terbesar nilai tes ΔLab ditunjukkan oleh komponen ΔL, sekitar 7.79, terutama dalam bayangan 13,99. Sedangkan untuk nilai rata-rata ΔE terbesar di bidang goresan dan bayangan, yang bernilai 10,35.
40
Tabel 3.3. Nilai rata-rata ∆Lab, dan ∆E prasasti dengan patina coklat gelap Rata-rata ∆Lab Huruf Rata-rata ∆E redengan Prasasti gion yang dipilih Area Prasasti ∆L* ∆a* ∆b* -8,42 1,42 1,54 4,19 Goresan 0,1 -0,93 10,43 Bayang-bayang 25,06 11,98 0,54 0,14 Goresan dan bayang16,43 bayang 0,69 0,87 10,35 Rata-rata 15,15 Tabel 3.4. Nilai rata-rata ∆Lab, dan ∆E prasasti dengan patina hijau Rata-rata ∆Lab Huruf Rata-rata ∆E redengan Prasasti gion yang dipilih Area Prasasti ∆L ∆a ∆b -4,91 -3,12 -0,97 3,57 Goresan 1,38 -2,21 8,16 Bayang-bayang 13,99 4,46 -1,50 -2,61 Goresan dan bayang10,35 bayang 2.00 1.93 7.36 Rata-rata 7.79 Dari hasil percobaan dan tes dapat disimpulkan bahwa perbedaan warna antara huruf prasasti dengan lempeng prasasti sangat kecil. Perbedaan warna kecil yang kita dapat dilihat dari nilai Δa dan Δb yaitu 0,69 dan 0,87 untuk prasasti dengan patina coklat gelap, 2,00 dan 1,93 untuk prasasti dengan patina hijau. Perbedaan besar ada di nilai ΔL yaitu 15,15 untuk prasasti dengan patina coklat gelap dan 7,79 untuk prasasti dengan patina hijau. Dengan ΔL adalah komponen lightnes citra. Dan dari tiga jenis area yang dipilih, daerah goresan shadow memiliki perbedaan terbesar, 25,6 untuk prasasti dengan patina coklat gelap dan 13,99 untuk prasasti dengan patina hijau.
3.4. Ujicoba Segmentasi Untuk menguatkan hasil dari pengukuran ini dilakukan segmentasi pada citra prasasti dalam ruang warna CIELab pada setiap layer (L*, a*, dan b*). Segmentasi dilakukan dengan metode global active contour berdasarkan localizing region (Lankton & Tannenbaum, 2008). Metode ini memungkinkan segmentasi secara global dapat dilakukan berdasarkan energi lokal (X.-F. Wang, Huang, & Xu,
41
2010). Beberapa contoh citra asli prasasti yang disegmentasi disajikan pada Gambar 3.3. Hasil dari segmentasi menggunakan active contour ini dapat dilihat pada Tabel 3.5 untuk hasil segmentasi prasasti dengan patina coklat gelap, dan Tabel 3.6 untuk hasil segmentasi dengan patina hijau.
Gambar 3.3. Beberapa contoh citra prasasti yang disegmentasi.
Tabel 3.5. Hasil segmentasi prasasti dengan patina coklat gelap dalam ruang warna CIELab, pada layer L*, a*, dan b* Ground Truth Hasil segmentasi yang didapatkan dalam layer L* a* b*
Untuk penilaian secara kuantitatif dari hasil segmentasi, digunakan metode F-measure (FM), Pseudo F-measure (PFM), PSNR, dan Distance Reciprocal Distortion Metric (DRD). Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 3.7 untuk segmentasi prasasti dengan patina coklat gelap dan Tabel 3.8 untuk segmentasi prasasti dengan patina hijau.
42
Tabel 3.6. Hasil segmentasi prasasti dengan patina hijau dalam ruang warna CIELab, pada layer L*, a*, dan b* Ground Truth Hasil segmentasi yang didapatkan dari layer L A B
Tabel 3.7. Perbandingan nilai pengukuran pada segmentasi prasasti dengan patina coklat gelap untuk tiap komponen L*, a*, and b*. FM PFM Component PSNR DRD (%) (%) 4,37 74,80 73,72 334,45 L* 1,65 32,04 30,19 666,72 a* b*
21.75
15.64
1.23
670.18
Tabel 3.8. Perbandingan nilai pengukuran pada segmentasi prasasti dengan patina hijau untuk tiap komponen L*, a*, and b*. FM PFM Component PSNR DRD (%) (%) 4,92 58,44 55,40 139,94 L* 2,32 30,15 29,41 219,43 a* b*
48,25
47,36
4,04
179,35
3.5. Kesimpulan Bab Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan warna antara huruf prasasti dengan lempeng prasasti sangat kecil. Perbedaan warna yang kecil dapat dilihat dari nilai Δa* dan Δb* yaitu 0,69 dan 0,87 untuk prasasti dengan patina coklat gelap, serta 2,00 dan 1,93 untuk prasasti dengan patina hijau. Perbedaan yang 43
besar ada di nilai ΔL* yaitu 15,15 untuk prasasti dengan patina coklat gelap dan 7.79 untuk prasasti dengan patina hijau. Dan dari tiga jenis area yang dipilih, gabungan area goresan dan bayang-bayang memiliki perbedaan terbesar, 25,6 untuk prasasti dengan patina coklat gelap dan 13,99 untuk prasasti dengan patina hijau. Hal ini menunjukkan bahwa daerah bayangan pada layer L* akan lebih mudah untuk tersegmentasi. Pemilihan layer L* dari model warna Lab untuk segmentasi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno memang terbukti efektif. Dengan uji coba segmentasi menggunakan active contour dan model warna Lab didapatkan nilai pengukuran segmentasi dengan metode F-measure (FM), Pseudo F-measure (PFM), PSNR, dan Distance Reciprocal Distortion Metric (DRD) bahwa hasil terbaik ditunjukkan pada layer L* seperti yang ditunjukkan Tabel 3.7 dan Tabel 3.8. Meskipun hasil segmentasi yang cukup bagus, tapi masih perlu ditingkatkan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa daerah dengan perbedaan warna terbesar adalah daerah bayangan. Masalahnya adalah bahwa tidak semua pahatan huruf pada citra prasasti memiliki bayangan. Jadi jika hanya mengandalkan daerah bayang-bayang maka tidak semua pahatan huruf dapat tersegmentasi sempurna. Selain itu daerah bayang-bayang pahatan huruf sangat tipis, lebih tipis dari pahatan huruf yang sebenarnya sehingga hasil segmentasi tidak menggambarkan ketebalan pahatan yang sesungguhnya. Dari hasil penelitian ini maka layer a* dan b* dari model warna CIELab, yang merupakan representasi warna citra, kurang efektif jika digunakan untuk segmentasi pada prasasti tembaga kuno. Untuk penelitian selanjutnya digunakan layer L* dari model warna CIELab yang merupakan representasi dari intensitas kecerahan dari citra.
44
BAB IV SEGMENTASI PAHATAN PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO BERDASARKAN CIRI TEKSTUR
Segmentasi pada pengolahan citra merupakan upaya untuk mengelompokkan fitur citra menjadi beberapa bagian yang memiliki karakteristik serupa (Mitra, Uma Shankar, & Pal, 2004). Warna merupakan salah satu komponen citra yang biasa digunakan untuk melakukan image segmentasi (Bansal & Aggarwal, 2011; H.-Y. Yang, Wang, Wang, & Zhang, 2012). Tetapi untuk gambar yang memiliki sedikit perbedaan warna (homogen), proses segmentasi citra akan menjadi kompleks. Komponen lain dari citra adalah tekstur. Tekstur adalah nilai intensitas cahaya yang membentuk pola pada area tertentu dari gambar. Disamping digunakan untuk segmentasi, tekstur juga digunakan untuk klasifikasi (Celik & Tjahjadi, 2011; Sá, Backes, & Cortez, 2013; Srinivasan, Ramar, & Suruliandi, 2011; Thibault et al., 2013) dan clustering (Hammouche, Diaf, & Postaire, 2006; Mumtaz, Coviello, Lanckriet, & Chan, 2013). Keuntungan dari tekstur dapat digunakan pada citra yang memiliki homogenitas dalam warna dan intensitas (Xie, Wu, & Jing, 2013). Hal ini sesuai dengan kondisi prasasti, karena antara huruf-huruf dan lempeng dari prasasti memiliki perbedaan warna yang kecil. Untuk ekstraksi tekstur digunakan dua metode yaitu Fist Order (FO) dan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM). Metode FO melakukan ekstraksi berdasarkan probabilitas terjadinya nilai intensitas citra (histogram) (Nurtanio et al., 2013; Selvarajah & Kodituwakku, 2011). GLCM adalah metode yang menunjukkan hubungan kedekatan antara dua piksel. Metode ini pertama kali diusulkan oleh Haralick (M. Haralick et al., 1973). GLCM mengacu pada statistik urutan kedua dan telah digunakan sebagai dasar untuk segmentasi (Corneloup, Moysan, & I.E. Magnin, 1996), klasifikasi (Chang, Chen, & Tsai, 2010), dan deteksi target (Gupta, Bhaskar, Bera, & Biswas, 2012). Sedangkan untuk metode deteksi segmentasi digunakan metode Support Vector Machine (SVM), sebuah metode klasifikasi yang diperkenalkan oleh Vapnik (Boser et al., 1992).
45
4.1. Tujuan Segmentasi Prasasti Berdasarkan Ciri Tekstur Pahatan Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan segmentasi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno berdasarkan ciri tekstur dari pahatan. Tekstur digunakan karena berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa perbedaan warna antara pahatan huruf dengan prasasti sangat kecil. Ekstraksi tekstur dilakukan menggunakan metode FO dan GLCM. Hasil ekstraksi tekstur selanjutnya dideteksi menggunakan SVM classifier.
SEGMENTATION
TRAINING
Data Segmentasi (RGB)
Citra RGB
Ubah model warna citra dari RGB ke CIELab dan ambil lapisan L*
Citra CIELab lapisan L*
Ubah model warna citra dari RGB ke CIELab dan ambil lapisan L* Citra CIELab lapisan L*
Deteksi pahatan berdasarkan hasil training
Penentuan ROI ROI pahatan dan lempeng prasasti
Sliding window Scanning direction
Inscription image
Ekstraksi tekstur citra menggunakan FO dan GLCM
Labeli pahatan dengan 1 dan lempeng dengan 0 Hasil segmentasi pahatan
Training SVM
Gambar 4.1. Blok diagram metode segmentasi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno berdasarkan ciri tekstur.
46
4.2. Prosedur Segmentasi Pahatan Huruf Berdasarkan Ciri Tekstur Pahatan Ilustrasi dari langkah-langkah segmentasi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno disajikan pada Gambar 4.1. Langkah-langkah ini terdiri dari dua bagian yaitu training dan deteksi segmentasi. Proses training diperlukan karena SVM merupakan metode berbasis supervised learning (Arbel & Hel-Or, 2011). Data segmentasi dipisahkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama untuk prasasti dengan patina coklat gelap dan kelompok kedua untuk prasasti dengan patina hijau. Hal ini dilakukan karena keduanya memiliki tekstur yang berbeda, sehingga data pelatihan juga berbeda.
4.2.1. Training Tujuan dari training pada SVM adalah untuk mendapatkan formulasi hyperplane terbaik. Formulasi hyperplane yang telah diperoleh akan digunakan untuk mendeteksi tekstur pahatan huruf di citra prasasti. Dalam proses pelatihan yang dilakukan sebanyak 100 iterasi digunakan data target untuk citra pahatan huruf diberikan nilai {+1} dan nilai {-1} untuk citra lempeng prasasti. Capture progam deteksi tekstur pahatan dan proses iterasi proses training SVM tersaji pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
Gambar 4.2. Capture program deteksi tekstur pahatan.
47
Gambar 4.3. Capture proses training SVM sebanyak 100 iterasi dan diambil nilai formulasi hyperplane terbaik.
a. Data Pelatihan Data pelatihan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah tekstur prasasti dengan patina coklat tua dan kelompok kedua adalah tekstur prasasti dengan patina hijau. Data training dalam bentuk region of interest (ROI) berukuran 25 × 25 piksel yang diambil dari citra prasasti dengan patina coklat gelap dan hijau masing-masing 10 citra. Dari 10 citra tersebut diambil 200 ROI untuk citra tekstur pahatan huruf dan 200 ROI untuk citra tekstur lempeng prasasti, sehingga terdapat 400 ROI sebagai data pelatihan untuk masing-masing prasasti dengan patina coklat gelap dan patina hijau. Seluruh data training diubah model warnanya dari RGB ke Lab. Dari model warna Lab hanya digunakan layer L* yang merupakan representasi kecerahan warna. Beberapa contoh ROI prasasti dengan patina coklat gelap dan hijau disajikan pada Gambar 4.4.
48
Gambar 4.4. Beberapa Contoh ROI dari citra prasasti dengan patina coklat gelap untuk area pahatan huruf (baris pertama) dan area lempeng prasasti (baris kedua), serta citra prasasti dengan patina hijau untuk area pahatan huruf (baris ketiga) dan area lempeng prasasti (baris keempat).
b. Ekstraksi Fitur Tekstur Dari data yang telah disiapkan, dilakukan ekstraksi fitur menggunakan metode FO dan GLCM. Sebanyak 6 fitur digunakan pada metode FO. Fitur fitur tersebut adalah: mean, deviation standard, smoothness, third moment, uniformity, dan entropy. Sedangkan untuk metode GLCM digunakan 17 fitur, yaitu: autocorrelation, correlation, cluster prominence, cluster shade, contrast, dissimilarity, energy, entropy, homogeneity, maximum probability, inverse difference moment, sum of squares, sumaverage, sum entropy, sum variance, difference variance, diference entropy. Beberapa contoh data hasil ekstraksi disajikan pada Tabel 4.1 untuk prasasti tembaga kuno dengan patina coklat gelap, dan Tabel 4.2 prasasti tembaga kuno dengan patina hijau.
49
Tabel 4.1. Contoh data hasil ekstraksi tekstur FO untuk prasasti tembaga kuno dengan patina coklat gelap. Mean Pahatan 1 Pahatan 2 Pahatan 3 Pahatan 4 Pahatan 5 Pahatan 6 Pahatan 7 Pahatan 8 Pahatan 9 Pahatan 10 Lempeng 1 Lempeng 2 Lempeng 3 Lempeng 4 Lempeng 5 Lempeng 6 Lempeng 7 Lempeng 8 Lempeng 9 Lempeng 10
155,240 161,739 191,304 167,926 176,258 191,902 177,419 176,765 162,061 174,194 152,266 191,922 168,843 170,877 156,178 157,723 180,397 147,528 182,891 164,789
Std. Dev 39,650 23,101 37,953 28,998 25,305 29,155 32,388 32,179 32,252 23,540 25,054 29,474 22,331 17,871 21,802 31,177 13,188 31,416 20,017 23,386
Smoothness 0,024 0,008 0,022 0,013 0,010 0,013 0,016 0,016 0,016 0,008 0,010 0,013 0,008 0,005 0,007 0,015 0,003 0,015 0,006 0,008
Third Uniformity moment -0,724 0,010 -0,038 0,014 0,063 0,011 0,340 0,013 0,018 0,012 -0,196 0,012 0,114 0,010 -0,132 0,010 0,377 0,011 0,022 0,014 0,135 0,013 0,034 0,011 -0,087 0,015 0,026 0,018 -0,057 0,015 0,106 0,010 0,014 0,024 -0,075 0,011 0,065 0,017 -0,021 0,015
Entropy 6,970 6,420 6,780 6,548 6,546 6,620 6,786 6,793 6,732 6,429 6,424 6,704 6,298 6,054 6,267 6,801 5,600 6,729 6,165 6,398
Tabel 4.2. Contoh data hasil ekstraksi tekstur FO untuk prasasti tembaga kuno dengan patina hijau Mean Pahatan 1 Pahatan 2 Pahatan 3 Pahatan 4 Pahatan 5 Pahatan 6 Pahatan 7 Pahatan 8 Pahatan 9 Pahatan 10 Lempeng 1 Lempeng 2 Lempeng 3 Lempeng 4 Lempeng 5 Lempeng 6 Lempeng 7 Lempeng 8 Lempeng 9 Lempeng 10
190,115 141,325 175,762 169,128 165,798 178,634 175,075 181,766 165,274 168,147 160,056 157,290 166,781 133,907 149,472 138,854 161,722 162,053 152,534 155,165
Std. Dev 25,535 39,768 20,296 18,596 37,846 48,211 24,916 19,496 33,252 40,509 31,561 33,372 45,371 33,011 32,960 30,145 32,644 32,566 37,859 24,436
Smoothness 0,010 0,024 0,006 0,005 0,022 0,035 0,009 0,006 0,017 0,025 0,015 0,017 0,031 0,016 0,016 0,014 0,016 0,016 0,022 0,009
50
Third Uniformity moment -0,487 0,018 -0,077 0,009 -0,116 0,018 -0,054 0,018 -1,151 0,012 -1,713 0,009 -0,011 0,013 0,067 0,017 -0,292 0,010 -0,302 0,009 -0,482 0,013 -0,453 0,012 -1,162 0,009 -0,208 0,010 -0,517 0,013 -0,272 0,012 -0,336 0,013 -0,572 0,014 -0,785 0,012 0,056 0,013
Entropy 6,138 7,010 6,107 6,073 6,715 6,999 6,476 6,132 6,852 7,061 6,624 6,720 7,048 6,825 6,678 6,658 6,662 6,591 6,750 6,451
Untuk mendapatkan kinerja terbaik, telah dilakukan serangkaian uji coba untuk memilih fitur dan menetapkan nilai-nilai parameter. Sebelumnya telah dilakukan studi karakteristik tekstur dari citra prasasti. Ekstraksi tekstur dilakukan dengan menggunakan metode FO dan GLCM dalam ruang warna Lab. Dengan sudut orientasi Co-occurence adalah: 0o, 45o, 90o, dan 135 o, dan variasi jarak mulai 2-10 piksel dilakukan uji coba segmentasi. Hasil uji coba segmentasi diukur tingkat akurasinya berdasarkan citra Ground Truth menggunakan persamaan (2.46). Hasil pengukuran ini disajikan pada Gambar 4.5. Berdasarkan Gambar 4.5 didapatkan bahwa akurasi tertinggi adalah pada jarak enam piksel. Untuk selanjutnya, enam jarak pixel digunakan sebagai ekstraksi fitur GLCM. Selain jarak piksel, juga dilakukan deteksi akurasi berdasarkan ekstraksi tekstur menggunakan FO, GLCM, dan kombinasi keduanya. Perbandingan akurasi diperoleh untuk ketiga metode ekstraksi tersebut disajikan pada Tabel 4.3. Berdasarkan Tabel 4.3, kombinasi ekstraksi berdasarkan ekstraksi tekstur menggunakan gabungan metode FO dan GLCM memiliki deteksi tertinggi akurasi.
AKURASI 100.00
90.83 89.16 90.83 88.33 91.66 90.00 90.00 88.33
Akurasi (%)
80.00 60.00 33.33
40.00
20.00 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jarak (piksel) Gambar 4.5. Grafik akurasi deteksi tekstur berdasarkan jarak pixel, deteksi menggunakan SVM classifier dan ekstraksi fitur tekstur menggunakan GLCM.
51
Tabel 4.3. Perbandingan akurasi deteksi pahatan huruf prasasti berdasarkan ekstraksi tekstur menggunakan FO, GLCM, dan FO + GLCM. Metode Ekstraksi FO GLCM FO+GLCM Akurasi (%)
87,50
91,67
93,33
4.2.2. Deteksi Segmentasi Segmentasi prasasti tembaga kuno dilakukan dengan menggunakan jendela geser (sliding window). Sliding window mendeteksi ukiran huruf berdasarkan formulasi hyperplane dari proses pelatihan SVM. Pergerakan sliding window menggunakan metode raster scan seperti disajikan pada Gambar 4.6. Ukuran sliding window dan ROI adalah 25 x 25 piksel. Ukuran ini digunakan berdasarkan pada lebar ukiran huruf pada gambar yang memiliki lebar rata-rata 30 piksel. Dengan menggunakan sliding window dan ROI 25 x 25 piksel, diperoleh lebar rata-rata ukiran huruf yang 30 pixel. Ukuran ini hampir sama dengan ukuran sebenarnya dari pahatan huruf.
Gambar 4.6. Ilustrasi pergerakan deteksi menggunakan metode raster scan.
52
SVM pada dasarnya merupakan metode klasifikasi data yang bersifat linier (Boser et al., 1992). Pada klasifikasi data yang bersifat non linier digunakan kernel trick (Cortes & Vapnik, 1995). Untuk mengetahui sifat dari sebaran data tekstur citra prasasti dilakukan pengamatan terhadap nilai minimum dan maksimum fiturfitur dari hasil ekstraksi tekstur FO dan GLCM. Nilai minimum dan maksimum dari fitur tekstur FO dan GLCM untuk prasasti dengan patina coklat gelap dan patina hijau disajikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
Tabel 4.4. Nilai minimum dan maksimum fitur hasil ekstraksi tekstur GLCM dan FO pada citra prasasti dengan patina coklat gelap. Pahatan Lempeng Fitur-fitur Min Mak Min Mak GLCM Autocorrelation 14,1191 46,1828 13,4155 48,7958 Contrast 0,2379 9,5235 0,2438 4,2568 Correlation -0,7188 0,8951 -0,5636 0,7275 Cluster Prominence 0,4355 279,5123 0,0736 52,6551 Cluster Shade -31,4156 11,9500 -8,6942 6,1276 Dissimilarity 0,2379 2,6427 0,2400 1,7258 Energy 0,0334 0,5560 0,0574 0,5805 Entropy 1,0584 3,5102 0,8447 3,0469 Homogeneity 0,3563 0,8811 0,4505 0,8844 Maximum probability 0,0589 0,7368 0,0914 0,7516 Sum of squares 16,5639 49,4774 13,5326 49,9076 Sum average 7,4404 13,5983 7,3019 13,9474 Sum variance 34,0691 160,1265 34,6073 157,3913 Sum entropy 0,8095 2,4406 0,6397 2,1264 Difference variance 0,2379 9,5235 0,2438 4,2568 Difference entropy 0,5486 1,7942 0,5554 1,5961 Inverse difference moment 0,8815 0,9963 0,9424 0,9962 FO Mean 107,5680 209,3872 100,1648 214,0816 Standard Deviation 13,4264 61,5092 7,1612 44,2832 Smoothness 0,0028 0,0550 0,0008 0,0293 Third moment Char -3,3063 1,0471 -1,0891 1,0663 Uniformity 0,0067 0,0226 0,0080 0,0419 Entropy 5,6852 7,4524 4,7882 7,1104
53
Tabel 4.5. Nilai minimum dan maksimum fitur hasil ekstraksi tekstur GLCM dan FO pada citra prasasti dengan patina hijau. Pahatan Lempeng Fitur GLCM Min Mak Min Mak GLCM Autocorrelation 10,1274 45,9335 11,5956 49,2653 Contrast 0,0000 3,8504 0,0000 1,9058 Correlation -0,5662 0,9491 -0,4236 0,8605 Cluster Prominence 0,0000 37,5093 0,0000 11,5311 Cluster Shade -2,5709 6,8317 -1,6117 3,2289 Dissimilarity 0,0000 1,5291 0,0000 1,0471 Energy 0,0841 1,0000 0,1012 1,0000 Entropy 0,0000 2,6723 0,0000 2,5477 Homogeneity 0,5102 1,0000 0,5973 1,0000 Maximum probability 0,1579 1,0000 0,1607 1,0000 Sum of squares 8,9451 47,7397 10,8399 49,0651 Sum average 6,3546 13,5540 6,8089 14,0379 Sum variance 31,5862 162,3494 32,0263 193,9252 Sum entropy 0,0000 1,9769 0,0000 1,7373 Difference variance 0,0000 3,8504 0,0000 1,9058 Difference entropy 0,0000 1,4359 0,0000 1,2403 Inverse difference moment 0,9465 1,0000 0,9725 1,0000 FO Mean 127,6160 202,3264 104,4752 185,8048 Standard Deviation 15,7115 57,6190 10,2761 50,0439 Smoothness 0,0038 0,0486 0,0016 0,0371 Third moment Char -3,5403 0,4020 -1,2259 0,7267 Uniformity 0,0072 0,0191 0,0080 0,0309 Entropy 5,8981 7,3125 5,3254 7,1659
Tampak pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 bahwa baik pada fitur-fitur GLCM maupun FO, pada prasasti dengan patina coklat gelap dan patina hijau didapatkan kisaran (range) nilai yang saling tumpang tindih antara pahatan huruf prasasti dan lempeng prasasti. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pahatan dan lempeng tidak linier (non-linier). Meskipun demikian nilai-nilai minimum dan maksimum dari tiap fitur tidak sama, sehingga klasifikasi non linier dapat dilakukan. Untuk mendeteksi pahatan huruf prasasti berdasarkan sebaran tekstur yang non-linier digunakan SVM dengan kernel Gaussian. Selanjutnya dengan memadukan SVM dan sliding window dilakukan proses deteksi pahatan huruf pada citra 54
prasasti. Jika didapatkan nilai prediksi lebih besar dari 0 maka daerah dalam sliding window dianggap sebagai ukiran huruf. Tetapi jika nilai prediksi kurang dari atau sama dengan 0 maka daerah dalam sliding window dianggap sebagai lempeng prasasti. Selanjutnya, diberikan warna putih untuk area ukiran huruf sedangkan warna hitam diberikan untuk area lempeng prasasti.
4.3. Percobaan dan Hasil Implementasi segmentasi dengan sliding window pada citra prasasti dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 70 gambar prasasti dengan patina coklat gelap, dan kelompok kedua terdiri dari 31 gambar prasasti dengan patina hijau. Pemisahan dilakukan karena perbedaan dalam tekstur pada kedua kelompok, sehingga data pelatihan untuk kedua kelompok juga berbeda. Namun parameter SVM yang digunakan adalah sama pada kedua kelompok, yaitu: SVM Parameter kontrol C = 10000, Lagrange α = 1e-7, dan parameter kernel Gaussian 𝜏 = 4000. Tampilan aplikasi deteksi tekstur pahatan huruf disajikan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Tampilan hasil aplikasi deteksi tekstur pahatan.
Untuk mengetahui kinerja dari metode yang diusulkan, dilakukan pembandingan dengan dua metode lainnya. Metode pertama adalah Chan-Vese Active Contour (C-V) (Chan & Vese, 2001). C-V adalah jenis global Active Contour yang
55
handal untuk segmentasi citra (Fatakdawala et al., 2010), yang bekerja secara multiphase level set framework dan dapat diterapkan untuk segmentasi tekstur (Vese & Chan, 2002). Untuk mengoptimalkan hasil segmentasi menggunakan C-V Active Contour, pengaturan parameter yang digunakan adalah: tipe whole mask, bobot untuk length term which adalah 0.2 dengan mode vector.
Gambar 4.8. Hasil-hasil segmentasi pahatan huruf prasasti dengan patina coklat gelap, baris pertama citra asli, baris kedua citra Ground Truth, baris ketiga hasil metode C-V, baris keempat hasil metode NGFICA dan baris kelima hasil metode deteksi tekstur pahatan.
56
Gambar 4.9. Hasil-hasil segmentasi pahatan huruf prasasti dengan patina hijau, baris pertama citra asli, baris kedua citra Ground Truth, baris ketiga hasil metode C-V, baris keempat hasil metode NGFICA dan baris kelima hasil metode deteksi tekstur pahatan. Metode pembanding kedua adalah Natural Gradient Flexible ICA (NGFICA). Metode ini diperkenalkan oleh Sreedevi untuk melakukan deteksi dan segmentasi huruf dalam naskah kuno (Sreedevi et al., 2013). Untuk mengoptimalkan hasil, dilakukan langkah-langkah yang yang sama seperti yang dilakukan oleh Sreedevi. Sebelum menerapkan metode NGFICA, kami melakukan Gaussian blurr pada gambar prasasti tembaga kuno dengan radius 5 piksel. Setelah proses ekstraksi dengan NGFICA, hasilnya kemudian ditingkatkan dengan menggunakan deteksi tepi Sobel dan di-dilasi dengan menggunakan struktur berbentuk disk. Hasil-hasil segmentasi prasasti tembaga kuno disajikan pada Gambar 4.8 untuk citra prasasti dengan patina coklat gelap dan Gambar 4.9 untuk citra prasasti dengan patina hijau.
57
4.4. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja dari penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode F-measure (FM), Pseudo F-measure (PFM), Peak Signal to Noise Ratio (PSNR), dan Distance Reciprocal Distortion Metric (DRD). Pengukuran dilakukan dengan membandingkan hasil segmentasi dari masing-masing metode dengan citra ground truth. Citra ground truth dibuat secara manual dengan software pengolah gambar karena tidak ada data referensi standar dalam bentuk digital untuk huruf Jawa kuno. Hasil pengukuran kinerja dari metode deteksi tekstur pahatan dan metode pembanding (C-V dan NGFICA) di tampilkan pada Tabel 4.6. Dari pengukuran hasil diperoleh bahwa kinerja metode yang diusulkan adalah yang terbaik untuk semua pengukuran.
Tabel 4.6. Evaluasi kinerja segmentasi Prasasti dengan patina
Pengukuran dan metode
Coklat
DRD
PSNR
P FM (%)
FM (%)
segmentasi
Hijau
Gelap
C-V
85.49
83.08
NGFICA
92.20
92.03
Deteksi Pahatan
95.13
92.59
C-V
85.56
82.52
NGFICA
92.12
91.65
Deteksi Pahatan
94.86
91.69
C-V
6.56
5.94
NGFICA
9.05
8.78
Deteksi Pahatan
10.81
9.22
C-V
242.60
291.00
NGFICA
131.92
146.13
Deteksi Pahatan
79.89
122.00
4.5. Kesimpulan Bab Pada bab ini disajikan suatu metodologi baru untuk mendeteksi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno yang telah rusak. Penelitian ini merupakan salah
58
satu langkah dalam upaya untuk mengenali huruf pada prasasti kuno. Penelitian ini menunjukkan bahwa SVM dan sliding window dapat digunakan untuk mendeteksi dan segmentasi ukiran huruf pada prasasti tembaga kuno yang ditutupi oleh patina. Dari evaluasi kinerja yang telah dilakukan untuk prasasti dengan patina coklat gelap diperoleh nilai akurasi 92,12%, presisi 59,01%, dan F-measure 63,07%. Sedangkan untuk prasasti dengan patina hijau diperoleh nilai akurasi 87,87%, presisi 40,45%, dan F-measure 46,93%. Berdasarkan hasil ini, metode ini cocok untuk segmentasi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno.
59
Halaman ini sengaja dikosongkan
60
BAB V SEGMENTASI CITRA PRASASTI TEMBAGA KUNO MENGGUNAKAN METODE GTEX THRESHOLDING
Dokumen-dokumen kuno memiliki nilai informasi yang penting tentang peradaban masa lampau. Namun faktor lingkungan dan usia menyebabkan kerusakan pada sebagian besar dokumen kuno. Satu langkah upaya untuk restorasi dokumen kuno adalah segmentasi yang merupakan langkah penting dalam rangka analisis dan pengenalan dokumen dalam bentuk digital image (Ntirogiannis et al., 2014; Ranganatha & Holi, 2015). Beragam metode digunakan dalam melakukan segmentasi dokumen, diantaranya menggunakan metode thresholding tingkat kecerahan (grayscale) untuk menyederhanakan citra menjadi citra biner. Bab ini membahas masalah segmentasi pada prasasti tembaga kuno yang telah mengalami kerusakan akibat patina. Timbulnya patina mengakibatkan perubahan warna pada prasasti menjadi coklat gelap. Perubahan warna yang tidak merata merupakan salah satu tantangan dalam melakukan segmentasi pada prasasti ini, demikian pula dengan warna pahatan huruf dan lempeng prasasti yang relatif sama menyebabkan tampilan huruf semakin memudar. Proses segmentasi bertujuan untuk memisahkan foreground yang berupa pahatan huruf dari media prasasti sebagai background. Hal ini akan memudahkan analisa dan pengenalan character pada ancient inscriptions. Metode segmentasi berdasarkan binerisasi yang paling banyak digunakan adalah berdasarkan intensitas warna. Salah satu metode yang populer adalah Otsu thresholding (Otsu, 1979). Namun perbedaan warna antara pahatan huruf dan plat pada prasasti yang rendah, juga perubahan warna pada prasasti akibat patina menyebabkan metode Otsu tidak efektif digunakan untuk binarisasi prasasti. Hal ini dapat kita lihat dari hasil binarisasi ancient cooper inscription yang ditampilkan pada Gambar 5.1.
61
(a)
(b)
Gambar 5.1. (a) Citra prasasti asli, (b) hasil thresholding menggunakan metode Otsu.
5.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan segmentasi berdasarkan tekstur pada prasasti tembaga kuno untuk memisahkan pahatan huruf dari media prasasti. Segmentasi menggunakan sebuah metode baru yang diusulkan dalam penelitian ini yaitu GTex Thresholding. Metode ini merupakan pengembangan dari metode Otsu yang dibuat untuk binerisasi berdasarkan tekstur dan intensitas warna. Untuk ekstraksi tekstur dari citra prasasti digunakan metode GLCM dan sliding window yang bergerak di seluruh area gambar. Hasil ekstraksi tekstur kemudian digunakan sebagai nilai grayscale dan dilakukan thresholding menggunakan metode Otsu. Metode GTex Thresholding lebih sederhana dari metode deteksi tekstur pahatan dan memiliki kinerja yang lebih baik.
5.2. Metode GTex Thresholding Metode GTex Thresholding merupakan perpaduan ekstraksi tekstur menggunakan GLCM dan Otsu Thresholding. Secara garis besar metode GTex Thresholding seperti diilustrasikan pada Gambar 5.2. Penggunaan GLCM pada penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya, dimana dilakukan segmentasi pada ancient copper inscription berdasarkan ekstraksi tekstur menggunakan first order dan GLCM dan mendapatkan hasil yang sangat baik. Pada penelitian ini dipilih fitur terbaik dari GLCM dan nilai fitur yang didapatkan digunakan sebagai nilai grayscale dari image. Metode ini merupakan metode yang sederhana tetapi sangat efektif untuk segmentasi pahatan huruf pada prasasti tembaga kuno.
62
Pre-processing
Layer L* (x × y)
Sliding Window (w × w)
Gunakan layer L*
Potong bagian citra pada layer L*
Layer L* (x × y)
Layer a*
Citra RGB (x × y)
Image (x ×CieLab y)
Layer L* (w × w)
Ekstraksi tekstur menggunakan GLCM dalam 4 arah
Ekstraksi Tekstur
Layer b* (x × y)
Ubah ke model warna CIELab
Nilai Fitur 0o
0o
Model warna CIELab Tidak 45o Normalisasi nilai matrik, simpan sebagai citra grayscale, dibinerkan dan gabungkan
Citra Tersegmentasi (x × y)
45o
Ya
Akhir dari area citra? 90o
Simpan nilai fitur sebagai matrik (x × y) untuk setiap arah
90o
135o
135o
Segmentasi
Co-ocurence Matrix (w × w)
Matrix of feature values (x × y)
Gambar 5.2. Blok diagram metode GTex Thresholding.
5.2.1. Pre-processing Proses diawali dengan mengubah model warna image dari RBG ke CIELab. Alasan utama penggunaan model warna CIELab adalah karena ruang warna ini dibuat berdasarkan human visual perception dan memiliki keunggulan yang telah dibuktikan dalam beberapa penelitian (Albuz et al., 2000; Bansal & Aggarwal, 2011; Kaur & Kranthi, 2012; T. Rasmana et al., 2013). Dengan layer L* yang merepresentasikan nilai lightness, layer a* yang merepresentasikan warna red dan green, dan layer b* yang merepresentasikan blue dan yellow menjadikan model warna CIELab memiliki fitur warna dalam mempresentasikan warna. Dari ketiga layer tersebut hanya layer L* yang digunakan untuk proses ekstraksi tekstur. Gambar 5.3 menampilkan hasil pengubahan image dari model warna RGB ke layer L* model warna CIELab. Hasil pengubahan inilah yang digunakan untuk proses ekstraksi tekstur.
63
(a)
(b)
Gambar 5.3. Citra prasasti dalam model warna (a) RGB, (b) layer L* CIELab.
5.2.2. Ekstraksi Tekstur Ekstraksi teksture dilakukan dalam area dengan ukuran tertentu dari citra. Pengambilan area ini menggunakan sliding window yang bergerak dengan metode raster scan pada seluruh area citra. Setiap area yang diambil oleh sliding window akan di ekstraksi menggunakan metode GLCM yang merupakan metode ekstraksi texture dengan analisa statistik orde kedua. Dikenalkan pada tahun 1973 oleh Haralick (M. Haralick et al., 1973). GLCM telah digunakan untuk analisa tekstur dengan berbagai tujuan, diantaranya medical analysis (Chang et al., 2010; Hosseini & Zekri, 2012; Mohanty, Beberta, & Lenka, 2011; Radhakrishnan & Kuttiannan, 2012; X. Yang et al., 2012), industrial production (Lal Raheja et al., 2013), analysis of radar data (Gupta et al., 2012), dan ecology (Ramos & Fernández, 2009). Sebelumnya telah dilakukan investigasi terhadap tiga fitur dari GLCM yang dipilih secara acak untuk mendapatkan fitur terbaik. Tiga fitur texture tersebut adalah: – Cluster prominence (CP): menggambarkan ketidak simetrisan tekstur dari image (X. Yang et al., 2012). Semakin tinggi nilai cluster prominence menunjukkan tekstur gambar semakin tidak simetris dan sebaliknya. – Contrast (Con): merupakan ukuran variasi intensitas warna dari image, semakin tinggi nilai contrast menunjukkan intensitas semakin bervariasi. – Inverse difference moment (IDM): merupakan indikator local homogeneity suatu image, semakin tinggi nilai IDM semakin homogen textur dari sebuah gambar. Hasil ekstraksi tekstur menggunakan ketiga fitur tersebut disimpan dalam array dengan dimensi yang sama dengan dimensi image prasasti. Setelah seluruh
64
area prasasti diubah menjadi nilai-nilai fitur maka dilakukan normalisasi. Normalisasi bertujuan agar nilai-nilai fitur pada array memiliki nilai antara 0 hingga 1. Hasil normalisasi nilai pada array ini kemudian disimpan sebagai grayscale image. Program untuk pengubahan citra layer L* model warna CIELab ke citra GLCM disajikan pada Gambar 5.4, dan contoh hasil untuk fitur contrast disajikan pada Gambar 5.5.
Gambar 5.4. Capture program pengubahan dari citra layer L* model warna CIELab ke citra fitur CP, Con, dan IDM dari GLCM
Gambar 5.5. Citra hasil program pengubahan dari citra layer L* model warna CIELab ke citra fitur Con dari GLCM 65
Citra yang dihasilkan dari ekstraksi tekstur dengan fitur CP, Con, dan IDM disajikan pada Gambar 5.6. Dapat kita lihat pada fitur CP, pahatan huruf pada prasasti memiliki intensitas warna lebih cerah dibandingkan plat prasasti. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat simetris pahatan huruf lebih rendah dibanding plat prasasti, sehingga memiliki nilai CP lebih tinggi. Pada fitur Con, pahatan huruf terlihat lebih cerah. Hal ini mengindikasikan bahwa intensitas warna dari pahatan lebih bervariasi dibanding plat prasasti, sehingga nilai Con dari pahatan lebih tinggi. Sedangkan pada hasil fitur IDM, pahatan huruf terlihat lebih gelap. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat homogeneity dari pahatan huruf lebih rendah dari plat prasasti, sehingga nilai IDM pahatan lebih rendah dari plat prasasti.
Gambar 5.6. Hasil ekstraksi tekstur terhadap citra prasasti dan disimpan dalam bentuk citra grayscale. Ekstraksi menggunakan GLCM dengan fitur cluster prominence (baris pertama), contrast (baris kedua), inverse difference moment (baris ketiga), dengan arah 0o (kolom pertama), 45o (kolom kedua), 90o (kolom ketiga), 135o (kolom keempat).
5.2.3. Segmentasi Upaya pemisahan citra pahatan huruf dan citra lempeng prasasti dilakukan dengan cara mengubah citra menjadi dua warna, yaitu warna putih untuk citra pahatan huruf dan warna hitam untuk citra lempeng prasasti. Upaya ini disebut sebagai binerisasi. Binerisasi dilakukan berdasarkan batas intensitas warna yang ditentukan. Proses ekstraksi menggunakan fitur dari GLCM menguatkan perbedaan intensitas warna pahatan huruf dan plat prasasti. Dengan demikian hasil binerisasi
66
menjadi lebih baik dengan proses ekstraksi tekstur yang diberikan sebelumnya. Proses binerisasi dilakukan menggunakan metode Otsu dilakukan pada masingmasing hasil ekstraksi tekstur GLCM arah 0o, 45o, 90o, dan 135o. Kemudian hasil dari empat arah tersebut digabung untuk setiap fitur menggunakan logika or.
5.3. Percobaan dan Hasil Uji coba segmentasi dilakukan menggunakan 35 citra prasasti tembaga kuno dengan patina coklat gelap. Sudut yang digunakan ketiga fitur GLCM adalah 0 o, 45o, 90o, dan 135o. Percobaan diawali dengan penentuan nilai parameter terbaik untuk jarak pixel (d) dan ukuran window. Dengan menggunakan sliding window berukuran 20 × 20 pixels, dilakukan proses ekstraksi tekstur dari citra dengan d mulai dari 1 hingga 10 pixels. Hasilnya ekstraksi tekstur kemudian di-threshold menggunakan metode Otsu dan diukur menggunakan metode F-measure (FM), Pseudo F-measure (PFM), PSNR, dan DRD. Pengukuran dilakukan berdasarkan citra Ground Truth. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 5.1. Berdasarkan nilai pengukuran secara umum hasil terbaik diberikan oleh fitur contrast dengan nilai jarak 6 pixels, terbaik kedua fitur cluster prominence dengan jarak 5 pixels, ketiga fitur inverse difference moment dengan jarak 6 pixels.
Tabel 5.1. Perbandingan pengukuran dari hasil segmentasi untuk mendapatkan nilai jarak (d) terbaik berdasarkan ekstraksi GLCM pada fitur cluster prominence (CP), contrast (Con) dan inverse difference moment (IDM), menggunakan ukuran sliding window 20 pixels. Nilai yang tercetak tebal adalah nilai terbaik. Jarak (d) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CP 94,95 94,94 94,98 95,05 95,09 95,03 94,92 94,86 94,82 94,72
FM (%) Con IDM 78,77 89,38 93,58 94,81 95,18 95,28 95,21 95,02 94,75 94,42
83,95 89,67 93,26 94,73 95,13 95,22 95,11 94,94 94,61 94,30
CP 94,32 94,32 94,33 94,36 94,32 94,16 94,04 94,01 94,04 93,98
PFM (%) Con IDM 77,78 88,01 92,28 93,57 94,02 94,20 94,16 94,01 93,75 93,40
83,19 88,36 91,91 93,53 93,97 94,11 94,04 93,90 93,57 93,25
CP
PSNR Con
IDM
CP
DRD Con
IDM
10,54 10,53 10,58 10,65 10,71 10,68 10,60 10,55 10,50 10,43
5,54 8,20 9,90 10,65 10,91 10,97 10,90 10,74 10,52 10,28
6,54 8,27 9,78 10,61 10,87 10,93 10,82 10,68 10,43 10,20
44,03 44,16 43,65 42,83 42,20 42,55 43,43 44,06 44,55 45,41
166,57 87,35 53,39 43,27 40,21 39,52 40,27 41,98 44,44 47,27
129,69 85,80 56,87 43,87 40,66 40,02 41,13 42,63 45,50 48,27
67
Tabel 5.2. Perbandingan pengukuran hasil segmentasi untuk mendapatkan nilai window size terbaik, pada fitur cluster prominence (CP) menggunakan jarak 5 pixel dan untuk fitur contrast (Con) dan inverse difference moment (IDM) menggunakan jarak 6 pixel. Nilai yang tercetak tebal adalah nilai terbaik. Window Size 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
FM (%) 94,10 94,64 94,78 95,13 95,14 95,35 95,25 95,37 95,20 95,27 95,08 95,11 94,92 94,91 94,69 94,65
CP PFM PSNR (%) 93,52 9,95 94,01 10,34 94,10 10,45 94,38 10,74 94,38 10,74 94,56 10,94 94,48 10,84 94,57 10,95 94,42 10,80 94,47 10,87 94,29 10,71 94,27 10,74 94,11 10,58 94,05 10,57 93,87 10,40 93,79 10,38
DRD 52,00 46,88 45,38 42,09 41,98 39,93 40,87 39,71 41,23 40,48 42,25 41,89 43,69 43,69 45,68 45,88
FM (%) 93,44 94,30 94,59 95,04 95,05 95,35 95,24 95,46 95,32 95,47 95,28 95,28 95,16 95,20 94,96 94,93
Con PFM PSNR (%) 92,64 9,56 93,46 10,14 93,70 10,36 94,13 10,73 94,14 10,74 94,40 11,01 94,28 10,91 94,44 11,13 94,29 10,99 94,38 11,15 94,20 10,97 94,20 10,97 94,02 10,89 93,98 10,94 93,76 10,74 93,67 10,72
DRD 57,17 49,26 46,44 42,27 42,10 39,27 40,19 38,03 39,35 37,82 39,52 39,52 40,39 39,87 42,02 42,17
FM (%) 92,34 93,63 94,19 94,74 94,82 95,15 95,11 95,33 95,21 95,38 95,22 95,31 95,15 95,20 94,97 94,96
IDM PFM PSNR (%) 91,46 8,97 92,73 9,72 93,24 10,08 93,79 10,50 93,85 10,56 94,17 10,85 94,10 10,82 94,28 11,01 94,16 10,90 94,27 11,08 94,11 10,93 94,14 11,02 93,99 10,88 93,97 10,94 93,76 10,74 93,68 10,75
DRD 66,67 55,04 49,97 44,88 44,11 40,99 41,26 39,20 40,29 38,54 40,02 39,07 40,51 39,91 42,00 41,90
Gambar 5.7. Citra asli prasasti (baris pertama), hasil segmentasi berdasarkan fitur GLCM: cluster prominance (baris kedua), contrast (baris ketiga), inverse difference moment (baris keempat). Selanjutnya dilakukan pemilihan ukuran sliding window. Pemilihan dilakukan pada ketiga fitur dengan nilai jarak terbaik untuk masing-masing fitur (5
68
piksel untuk fitur cluster prominence, 6 pixels untuk fitur contrast dan inverse difference moment). Ukuran sliding window yang diuji antara 10 × 10 hingga 25 × 25 pixels. Setelah dilakukan segmentasi dan pengujian, hasil pengujian disajikan pada Tabel 5.2 dan hasil segmentasi disajikan pada Gambar 5.7. Berdasarkan Tabel 5.2 hasil terbaik untuk fitur cluster prominence didapat dengan menggunakan jarak 5 pixels dan ukuran sliding window 17 × 17. Untuk fitur contrast dan inverse difference moment hasil terbaik didapat dengan menggunakan jarak 6 piksel dan ukuran sliding window 19 × 19. Secara umum fitur contrast memiliki hasil terbaik, sehingga fitur ini digunakan dalam metode GTex Thresholding. Pada penelitian ini juga dilakukan segmentasi menggunakan metode pembanding. Metode pembanding yang digunakan adalah metode berbasis intensitas warna, yaitu metode Otsu (reguler) (Otsu, 1979), Savoula (Sauvola & Pietikäinen, 2000), Niblack (Niblack, 1986), dan Bernsen (Bernsen, 1986), serta satu metode yang berbasis Independent Component Analysis (ICA) yaitu Natural gradient flexible ICA (NGF-ICA) (Sreedevi et al., 2013). Metode segmentasi dengan binerisasi berbasis thresholding kami gunakan karena metode ini banyak digunakan untuk segmentasi dokumen kuno, khususnya dengan media kertas. Sedangkan NGF-ICA merupakan metode yang pernah digunakan untuk binerisasi dan semnetasi prasasti batu kuno. Agar proses pembandingan fair kami melakukan optimasi parameter-parameter pada masing-masing metode pembanding. Kami melakukan beberapa kali percobaan untuk menentukan parameter-parameter terbaik untuk setiap metode pembanding. Pada metode Sauvola, hasil terbaik didapatkan dengan menggunakan neighbourhood 15 × 15. Pada metode Niblack, hasil terbaik didapatkan dengan menggunakan neighbourhood 3 × 3 dan offset 3. Pada metode Bernsen, hasil terbaik didapatkan dengan menggunakan neighbourhood 1 × 1. Dan untuk metode NGFICA, optimize kami lakukan dengan cara yang sama dengan yang dilakukan Sreedevi. Sebelum diekstraksi dengan NGF-ICA terlebih dahulu dilakukan Gaussian blurred dengan radius 5 pixels pada image. Setelah diekstraksi kemudian hasilnya di-enhance menggunakan Sobel edge detection dan di-dilasi menggunakan disc-shaped structuring element. Beberapa citra hasil segmentasi menggunakan metode GTex Thresholding dan metode pembanding ditampilkan pada Gambar 5.8.
69
Gambar 5.8. Perbandingan hasil segmentasi: Citra asli (baris pertama), Ground Truth (baris kedua), Otsu (baris ketiga), Sauvola (baris keempat), Niblack (baris kelima), Bernsen (baris keenam), NGFICA (baris ketujuh), GTex Thresholding (baris kedelapan). 5.4. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan empat metode, metode pertama adalah F-measure (FM) yang merupakan kombinasi dari nilai precision dan recall dalam deret harmonic, semakin tinggi nilai FM semakin dekat kemiripan dua dokumen. Metode kedua Pseudo F-measure (PFM) yang merupakan pengembangan dari metode FM dengan memperhitungkan distance weights sehubungan dengan karakter ground truth (Ntirogiannis et al., 2013). Metode pengukuran ketiga adalah PSNR yang merupakan ukuran seberapa dekat kemiripan dua image. Semakin tinggi nilai PSNR semakin dekat kemiripan dua image. Metode pengukuran keempat adalah Distance Reciprocal Distortion Metric
70
(DRD), yang digunakan untuk mengukur visual distortion antara dua dokumen binary image (Lu et al., 2004). Semakin tinggi nilai DRD menunjukkan semakin besar perbedaan pada dua dokumen binary image. Sesuai hasil uji coba yang telah dibahas pada subbab 5.3, metode GTex Thresholding merupakan perpaduan metode ekstraksi tekstur GLCM dengan fitur contrast dan metode Otsu Thresholding. Dengan nilai-nilai parameter yang juga telah ditentukan sesuai hasil uji coba, dilakukan segmentasi terhadap 32 citra prasasti dengan patina coklat gelap. Hasil segmentasi dibandingkan dengan metode Otsu untuk melihat seberapa besar peningkatan hasil dengan menggunakan metode GTex Thresholding. Hasil segmentasi yang telah didapatkan dibandingkan dengan citra ground truth yang dibuat secara manual. Untuk pengukuran hasil segmentasi, selain membandingkan antara metode GTex Thresholding dan metode pembanding (Otsu, Sauvola, Niblack, dan Bernsen) juga dibandingkan dengan metode deteksi tekstur pahatan yang telah dibahas pada BAB IV yang disajikan pada Tabel 5.3. Hasil pengukuran menunjukkan metode GTex Thresholding memiliki nilai terbaik untuk pengukuran FM, PSNR, dan DRD. Sedangkan metode deteksi tekstur pahatan memiliki nilai terbaik untuk pengukuran PFM.
Tabel 5.3. Perbandingan pengukuran hasil segmentasi. Nilai yang tercetak tebal adalah nilai terbaik. FM PFM Methods PSNR DRD (%) (%) Otsu 41,30 40,76 1,74 376,33 Sauvola
93,99
93,82
9,67
55,56
Niblack
81,41
81,36
5,25
164,98
Bernsen
89,36
89,35
7,53
96,72
NGFICA
91,84
92,42
8,91
152,76
Deteksi tekstur pahatan
95,38
95,56
10,96
85,18
GTex Thresholding
95,47
94,44
11,15
37,82
5.5. Kesimpulan Bab Pada bab ini telah disajikan metode segmentasi pada prasasti tembaga kuno. Warna yang homogen pada prasasti menyebabkan kegagalan penggunaan secara 71
langsung metode thresholding reguler. Kebaruan dari metode GTex Thresholding adalah perpaduan ekstraksi tekstur GLCM dan Otsu thresholding dalam proses segmentasi. Penggunaan tekstur menguatkan perbedaan pahatan huruf dan lempeng prasasti sehingga proses thresholding menjadi lebih mudah. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan menggunakan standar DIBCO 2014 didapatkan nilai F-measure 95,4%, Pseudo F-measure 94,44%, PSNR 11,15, dan DRD 37,82. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut GTex Thresholding sangat cocok diterapkan untuk segmentasi pada ancient cooper inscription yang merupakan salah satu jenis dokumen kuno.
72
BAB VI SEGMENTASI HURUF PADA PRASASTI TEMBAGA KUNO MENGGUNAKAN DETEKSI BLOB
Pada bab ini dibahas mengenai sementasi huruf pada prasasti tembaga kuno. Segmentasi dilakukan pada hasil deteksi pahatan huruf (BAB IV) dan pada hasil GTex Thresholding (BAB V) menggunakan deteksi blob. Pada metode deteksi blob, sebuah blob didefinisikan sebagai kumpulan piksel-piksel yang memiliki nilai homogen dalam suatu area namun kontras dengan piksel-piksel lain di sekitarnya (Hinz, 2005; Lindeberg, 1993). Pada citra prasasti, blob adalah hasil deteksi pahatan huruf dan binerisasi prasasti yaitu citra dari pahatan huruf yang berwarna putih sedangkan plat prasasti berwarna hitam. Selanjutnya pada setiap blob akan diberikan label yang berfungsi untuk menandai setiap huruf juga sebagai penghitung jumlah huruf yang ada pada citra prasasti.
6.1. Tujuan Segmentasi Huruf menggunakan Deteksi Blob Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan memisahkah huruf-huruf berdasarkan hasil deteksi pahatan huruf dan pada hasil GTex Thresholding. Pemisahan dilakukan menggunakan metode deteksi Blob.
6.2. Prosedur Segmentasi Prosedur segmentasi huruf prasasti terdiri dari empat langkah seperti digambarkan pada Gambar 6.1.
Citra biner
Erosi dan Dilasi
Deteksi Blob dan Pelabelan
Tandai area citra terlabel
Gambar 6.1. Blok diagram langkah-langkah segmentasi
73
6.3. Erosi dan Dilasi Merupakan metode morfologi yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu objek pada citra digital. Morfologi umumnya dilakukan pada citra biner. Prosedur erosi digunakan untuk memperkecil struktur objek pada citra. Operasi erosi 𝐴 oleh 𝐵 dinotasikan sebagai 𝐴 ⊝ 𝐵, dimana 𝐴 dan 𝐵 merupakan himpunan pada 𝑧 2 . Untuk melakukan erosi digunakan persamaan (Gonzales & Woods, 2011): 𝐴 ⊝ 𝐵 = {𝑧|(𝐵)𝑧 ∩ 𝐴𝑐 = ∅}
(6.1)
Dimana 𝐴𝑐 adalah komplemen dari 𝐴. Pada studi ini, operasi erosi digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan noise. Pada citra hasil deteksi pahatan huruf dan hasil GTex Thresholding terdapat titik-titik putih (noktah) selain pahatan huruf, noktah inilah yang dihilangkan untuk meningkatkan kinerja segmentasi. Contoh hasil erosi pada citra prasasti ditampilkan pada Gambar 6.2 (b). Terlihat bahwa noktah-noktah pada citra prasasti menjadi lebih kecil ukurannya bahkan menghilang tetapi efeknya lebar pahatan huruf juga menjadi lebih tipis. Untuk mengembalikan lebar pahatan dilakukan operasi dilasi. Dilasi merupakan operasi yang mengakibatkan pelebaran pada struktur objek dengan piksel bernilai 1. Pelebaran 𝐴 oleh 𝐵 mengakibatkan perpindahan semua objek pada 𝑧, sehingga 𝐵̂ dan A saling tumpeng tindih setidaknya satu elemen (Gonzales & Woods, 2011). Operasi dilasi dilakukan dengan persamaan (6.2): 𝐴⨁𝐵 = {𝑧|(𝐵̂)𝑧 ∩ 𝐴 ≠ ∅}
(6.2)
Dimana 𝐵̂ merupakan refleksi atau pencerminan dari 𝐵 terhadap titik pusat yang didefinisikan sebagai 𝐵̂ = 𝑤|𝑤 = −𝑏, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏 ∈ 𝐵
Operasi dilasi selain digunakan untuk mengembalikan lebar pahatan huruf setelah proses erosi juga digunakan untuk menghubungkan citra pahatan yang terputus dengan jarak tertentu. Untuk itulah ukuran dilasi yang digunakan lebih besar dari ukuran erosi. Pada penelitian ini ukuran erosi yang digunakan adalah 3 piksel, dan ukuran dilasi adalah 10 piksel dengan bentuk bulat Contoh hasil operasi dilasi pada citra prasasti ditampilkan pada Gambar 6.2 (c).
74
(a)
(b)
(c)
Gambar 6.2. Morfologi: (a) citra asli, (b) citra hasil operasi erosi, (c) citra hasil operasi dilasi.
6.4. Deteksi Blob dan Pelabelan Deteksi Blob pada penelitian ini digunakan untuk mendeteksi piksel-piksel berwarna putih yang saling terhubung. Piksel-piksel tersebut merupakan citra pahatan huruf yang telah ditandai pada proses segmentasi dan telah dilakukan proses erosi dan dilasi. Metode deteksi Blob yang digunakan seperti yang dijelaskan Haralick (Haralick & Saphiro, 1992). Langkah awal yang dilakukan adalah mendeteksi piksel-piksel dari citra yang bernilai 1 dari citra biner prasasti. Koordinat lokasi baris dan kolom dari piksel bernilai 1 tersebut dicatat pada sebuah tabel. Sebagai contoh, matrix sebuah citra biner prasasti seperti tampak pada Gambar 6.3 akan dilakukan proses deteksi Blob.
Gambar 6.3. Matrik nilai piksel dari citra biner prasasti tembaga kuno.
75
Dari matrik nilai sebuah citra biner prasasti biner dibuat sebuah tabel lokasi dari kumpulan piksel yang bernilai 1 (blob). Lokasi yang dicatat adalah kolom, baris awal dan baris akhir dan awalnya setiap blob diberikan label 0 seperti ditunjukkan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Tabel lokasi blob dari Gambar 6.3. No.
Kolom
Awal baris
Akhir baris
Label
No.
Kolom
Awal baris
Akhir baris
Label
No.
Kolom
Awal baris
Akhir baris
Label
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
5 6 7 8 8 9 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
10 8 7 6 15 5 32 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 7 7 5 5 10 32 33 34 35 35 35 35 8
37 38 38 10 38 8 37 8 7 7 7 7 7 8 8 9 9 10 12 36 36 36 36 37 37 37 37 37 37 12
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
32 33 33 34 34 35 35 35 36 36 37 37 38 39 40 40 41 47 48 48 49 49 50 50 50 51 51 51 52 52
35 7 35 6 34 5 13 34 5 33 5 15 5 6 7 20 8 28 8 26 7 25 6 13 24 5 24 32 5 17
37 13 37 14 37 9 14 36 8 36 9 36 35 34 13 30 11 32 13 33 14 34 10 14 34 9 27 34 8 18
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
52 52 53 53 53 53 54 54 54 54 55 55 55 55 56 56 57 57 58 58 59 59 60
24 32 5 17 24 32 6 17 25 32 6 16 25 33 6 25 7 26 8 27 9 29 10
27 35 9 18 27 35 9 18 27 35 10 18 28 36 18 36 17 35 17 34 16 33 14
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
76
Selanjutnya dari tabel lokasi blob, dilakukan deteksi hubungan antar blob dan pelabelan. Deteksi dan pelabelan dilakukan dalam beberapa iterasi, yang setiap iterasi terdiri dari langkah maju dan langkah mundur. Pada langkah maju iterasi pertama, blob no. 1 pada Tabel 6.1, diberikan label 1. Pada blob selanjutnya dideteksi apakah memiliki hubungan ketetanggaan dengan blob sebelumnya yang telah diberi label. Deteksi dilakukan dalam 8 arah. Apabila salah satu piksel dari blob memiliki hubungan ketetanggaan dengan blob yang telah diberikan label sebelumnya maka diberikan label dengan nilai sama, tetapi apabila tidak maka diberikan label dengan nilai berikutnya. Apabila sebuah blob bertetangga dengan dua blob atau lebih yang memiliki label berbeda maka label yang digunakan adalah yang terkecil. Nilai-nilai label dari blob pada langkah maju iterasi pertama ini ditampilkan pada Tabel 6.2 dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 6.4.
Tabel 6.2. Pelabelan pada langkah maju iterasi pertama. No.
Label
No.
Label
No.
Label
No.
Label
No.
Label
No.
Label
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
1 1 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 4
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
2 2 3 4 2 2 3 4 2 2 3 4 2 2 3
76 77 78 79 80 81 82 83
2 3 2 3 2 3 2 3
77
Gambar 6.4. Hasil pelabelan pada langkah mundur iterasi pertama.
Tabel 6.3. Pelabelan pada langkah mundur iterasi pertama. No.
Label
No.
Label
No.
Label
No.
Label
No.
Label
No.
Label
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
1 1 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3
76 77 78 79 80 81 82 83
2 3 2 3 2 3 2 3
Selanjutnya pada langkah mundur iterasi pertama pelabelan dimulai dari blob terakhir. Pada proses ini jika sebuah blob memiliki tetangga yang memiliki nilai label lebih kecil maka dilakukan koreksi dengan menyesuaikan nilai label ke 78
nilai terkecil. Hasil dari langkah mundur iterasi pertama ditunjukkan oleh Tabel 6.3 dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 6.5.
Gambar 6.5. Hasil pelabelan pada langkah mundur iterasi pertama.
6.5. Segmentasi Huruf Sebelum dilakukan pemberian tanda pada area label untuk pemisahan huruf terlebih dahulu dilakukan pencarian batas kiri, kanan, atas dan bawah dari setiap area blob yang telah diberikan label. Untuk pencarian batas-batas ini dilakukan berdasarkan koordinat setiap label blob dengan cara: –
Batas kiri adalah nilai kolom terkecil
–
Batas kanan adalah nilai kolom terbesar
–
Batas atas adalah nilai baris terkecil
–
Batas bawah adalah nilai baris terbesar.
Dengan menggunakan contoh hasil pelabelan blob pada Gambar 6.5, untuk blob paling kiri memiliki nilai baris terkecil 5 dan terbesar 38, serta nilai kolomterkecil 5 dan terbesar 41. Sehingga koordinat batas untuk blob sebelah kiri adalah:
79
– Koordinat kiri atas adalah (5, 5) – Koordina kiri bawah adalah (5, 38) – Koordinat kanan atas adalah (41, 5) – Koordinat kanan bawah adalah (41, 38)
Gambar 6.6. Hasil segmentasi. Dengan cara yang sama dapat ditentukan koordinat batas untuk blob sebelah untuk huruf atau karakter yang lain. Hasil segmentasi huruf prasasti dari hasil pelabelan blob dapat dilihat pada Gambar 6.6.
6.6. Percobaan dan Hasil Untuk implementasi metode ini pada citra prasasti, baik untuk citra hasil deteksi tekstur pahatan huruf (BAB IV) maupun citra hasil GTex Thresholding (BAB V). Sebanyak 35 citra prasasti dengan 235 huruf diujicoba untuk disegmentasi. Beberapa contoh hasil segmentasi huruf berdasarkan hasil deteksi tekstur pahatan huruf dan hasil GTex Thresholding disajikan pada Gambar 6.7
80
Gambar 6.7. Hasil segmentasi citra prasasti, kolom pertama adalah citra asli, kolom kedua segmentasi pada citra hasil deteksi tekstur, dan kolom ketiga segmentasi pada citra hasil GTex Thresholding.
6.7. Pengukuran Kinerja Untuk mengukur kinerja segmentasi huruf pada prasasti tembaga kuno dilakukan penghitungan akurasi dari segmentasi. Pengukuran akurasi segmentasi huruf dilakukan menggunakan persamaan (6.3) 𝐴𝐶𝑆 =
𝑇𝑆𝐶 × 100% 𝑇𝐶
(6.3)
Dimana ACS adalah akurasi segmentasi huruf, TSC adalah jumlah huruf yang tersegmentasi dengan benar, dan TC adalah jumlah huruf keseluruhan yang ada pada citra prasasti. Secara detail jumlah huruf yang ada pada tiap prasasti serta jumlah huruf yang tersegmentasi dengan benar pada citra hasil deteksi tekstur pahatan huruf (CTD) dan hasil GTex Thresholding disajikan pada Tabel 6.4.
81
Tabel 6.4. Perbandingan jumlah huruf yang tersegmentasi dengan benar antara citra hasil deteksi tekstur pahatan huruf (CTD) dan hasil GTex Thresholding. Jumlah huruf yang tersegmentasi Prasasti Jumlah Huruf dengan benar kePada Prasasti CTD GTex 1 7 5 5 2 8 3 5 3 10 8 8 4 5 3 3 5 6 4 4 6 6 4 4 7 8 3 3 8 5 5 5 9 8 4 4 10 7 3 2 11 8 2 2 12 8 5 5 13 5 2 2 14 5 3 3 15 4 3 3 16 6 6 6 17 5 5 5 18 5 3 3 19 5 5 5 20 7 6 6 21 6 5 5 22 7 4 4 23 4 4 4 24 6 4 4 25 10 7 7 26 12 9 8 27 9 4 5 28 9 6 6 29 7 3 3 30 8 3 4 31 6 4 4 32 5 3 3 33 7 4 4 34 5 4 4 35 7 5 5 Total 236 146 153
82
Dari 236 huruf yang terdapat pada 35 citra prasasti yang disegmentasi, untuk citra hasil deteksi tekstur pahatan, sebanyak 146 (61,86%) huruf berhasil disegmentasi dengan benar. Sedangkan untuk citra hasil GTex Thresholding sebanyak 153 (64,83%) huruf berhasil disegmentasi dengan benar.
6.8. Kesimpulan Bab Pada bab ini dijelaskan mengenai segmentasi huruf pada prasasti tembaga kuno berdasarkan hasil hasil deteksi pahatan huruf dan pada hasil GTex Thresholding. Metode yang digunakan untuk segmentasi adalah deteksi blob. Akurasi segmentasi yang diperoleh adalah 61,86% untuk citra hasil deteksi tekstur pahatan, dan 64,83% untuk citra hasil GTex Thresholding.
83
Halaman ini sengaja dikosongkan
84
BAB VII KESIMPULAN
7.1. Kesimpulan Pada laporan penelitian disertasi ini dibahas tentang langkah-langkah segmentasi berbasis tekstur pada prasasti tembaga kuno. Serangkaian prosedur telah dilaksanakan diantaranya adalah, proses pengukuran beda warna antara pahatan huruf dan lempeng prasasti. Prosedur yang dilakukan menggunakan model warna CIELab memberikan hasil bahwa perbedaan warna antara pahatan huruf dan lempeng prasasti bernilai kecil, tetapi terdapat perbedaan yang besar pada nilai intensitas warna. Hasil ini yang mendasari penggunaan tekstur untuk melakukan segmentasi. Segmentasi didapat dari deteksi tekstur pahatan huruf prasasti dan GTex Thresholding. Pada deteksi tekstur pahatan, ekstraksi tekstur menggunakan metode FO dan GLCM. Hasil ekstraksi digunakan untuk mendeteksi pahatan menggunakan metode klasifikasi SVM. Sedangkan pada GTex Thresholding, ekstraksi tekstur menggunakan GLCM. Hasil ekstraksi kemudian digunakan sebagai nilai intensitas warna citra yang kemudian dilakukan thresholding menggunakan metode Otsu. Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan yang telah disajikan dapat disimpulkan bahwa penggunaan tekstur untuk segmentasi pada citra prasasti tembaga kuno berhasil. Evaluasi kinerja dari segmentasi dilakukan menggunakan standar DIBCO 2014. Hasil evaluasi kinerja metode ini untuk segmentasi dengan metode deteksi tekstur pahatan diperoleh nilai F-measure 95,38%, Pseudo F-measure 95,56%, PSNR 10,96 , dan DRD 85,18. Evaluasi kinerja metode GTex Thresholding dilakukan menggunakan standar DIBCO 2014 didapatkan nilai F-measure 95,47%, Pseudo F-measure 94,44%, PSNR 11,15, dan DRD 37,82. Hasil ini meningkat tajam bila dibandingkan dengan mengunakan metode Otsu regular, yaitu F-measure 41,30%, Pseudo F-measure 40,76%, PSNR 1,74, dan DRD 376,33. Hasil yang didapatkan GTex Thresholding juga lebih baik dibandingkan dengan metode pembanding, yaitu: Sauvola, Niblack, Brensen, dan NGFICA.
85
Hasil dari metode deteksi tekstur pahatan dan GTex Thresholding selanjutnya dilakukan segmentasi huruf menggunakan metode deteksi blob. Hasil segmentasi huruf untuk citra hasil binerisasi GTex Thresholding diperoleh akurasi 64,83%. Untuk segmentasi huruf dari citra hasil deteksi tekstur pahatan diperoleh akurasi 61,86%.
7.2. Saran Berdasarkan kajian dan uji coba yang telah dilakukan dapat disampaikan saran bahwa perlu ditingkatkan deteksi tekstur terutama pada prasasti dengan patina hijau yang memiliki tingkat kerusakan tinggi menggunakan metoda yang lebih baik untuk meningkatkan hasil segmentasi. Peningkatan bisa dilakukan dengan mencoba metode ekstraksi tekstur yang lain atau memadukannya metode thresholding yang lain. Selain itu perlu dilakukan ujicoba metode GTex Thresholding untuk binerisasi citra yang memiliki warna homogen.
86
DAFTAR PUSTAKA Albuz, E., Kocalar, E. D., & Khokhar, a a. (2000). Quantized CIELab* space and encoded spatial structure for scalable indexing of large color image archives. 2000 IEEE International Conference on Acoustics Speech and Signal Processing Proceedings Cat No00CH37100, 6, 1995–1998. Retrieved from http://ieeexplore.ieee.org/lpdocs/epic03/wrapper.htm?arnumber=859223 Arbel, E., & Hel-Or, H. (2011). Shadow removal using intensity surfaces and texture anchor points. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, 33(6), 1202–16. http://doi.org/10.1109/TPAMI.2010.157 Arruda, A. W. A., & Mello, C. A. B. (2014). Binarization of Degraded Document Images Based on Combination of Contrast Images. In Proceedings of International Conference on Frontiers in Handwriting Recognition, ICFHR (Vol. 2014–Decem, pp. 615–620). http://doi.org/10.1109/ICFHR.2014.108 Bandara, D., Warnajith, N., Minato, A., & Ozawa, S. (2012). Creation of precise alphabet fonts of early Brahmi script from photographic data of ancient Sri Lankan inscriptions. Canadian Journal on Artificial Intelligence, Machine Learning and Pattern Recognition, 3(3), 33–39. Bansal, S., & Aggarwal, D. (2011). Color Image Segmentation using CIELab Color Space using Ant Colony Optimization. International Journal of Computer Applications, 29(9), 28–34. Barmpoutis, A., Bozia, E., & Wagman, R. S. (2010). A novel framework for 3D reconstruction and analysis of ancient inscriptions. Machine Vision and Applications, 21(6), 989–998. http://doi.org/10.1007/s00138-009-0198-7 Bernsen, J. (1986). Dynamic Thresholding of Grey-Level Images. In Proceedings - International Conference on Pattern Recognition (pp. 1251–1255). IEEE. Retrieved
from
http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-
0023014622&partnerID=tZOtx3y1 Beucher, & Lantuejoul, C. (1979). Use of Watersheds in Contour Detection. In International workshop on image processing, real-time edge and motion detection (pp. 12–21). http://doi.org/citeulike-article-id:4083187 Boechari. (2012). Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. (N. (FIB U. Susanti, H. (FIB U. Djafar, E. (FIB U. Wurjantoro, & A. (EFEO) Griffiths, 87
Eds.) (1st ed.). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Boser, B. E., Guyon, I. M., & Vapnik, V. N. (1992). A Training Algorithm for Optimal Margin Classfiers. In Proceedings of the 5th Annual ACM Workshop on Computational Learning Theory (pp. 144–152). Celik, T., & Tjahjadi, T. (2011). Bayesian texture classification and retrieval based on multiscale feature vector. Pattern Recognition Letters, 32(2), 159–167. http://doi.org/10.1016/j.patrec.2010.10.003 Chan, T. F., & Vese, L. a. (2001). Active contours without edges. IEEE Transactions on Image Processing : A Publication of the IEEE Signal Processing Society, 10(2), 266–277. http://doi.org/10.1109/83.902291 Chang, C.-Y., Chen, S.-J., & Tsai, M.-F. (2010). Application of support-vectormachine-based method for feature selection and classification of thyroid nodules in ultrasound images. Pattern Recognition, 43(10), 3494–3506. http://doi.org/10.1016/j.patcog.2010.04.023 Chapelle, O., Haffner, P., & Vapnik, V. N. (1999). Support vector machines for histogram-based image classification. IEEE Transactions on Neural Networks / a Publication of the IEEE Neural Networks Council, 10(5), 1055–64. http://doi.org/10.1109/72.788646 Cheng, H. D., Shan, J., Ju, W., Guo, Y., & Zhang, L. (2010). Automated breast cancer detection and classification using ultrasound images: A survey. Pattern Recognition, 43(1), 299–317. http://doi.org/10.1016/j.patcog.2009.05.012 Corneloup, G., Moysan, J., & I.E. Magnin. (1996). BSCAN Image Segmentation by Thresholding using Coocurence Matrix Analysis. Pattern Recognition, 29(2), 281–296. Cortes, C., & Vapnik, V. (1995). Support-vector networks. Machine Learning, 20(3), 273–297. http://doi.org/10.1007/BF00994018 Das, S., Mandal, S., & Das, A. K. (2015). Binarization of stone inscripted documents. In 2015 IEEE International Conference on Computer Graphics, Vision
and
Information
Security
(CGVIS)
(pp.
11–16).
IEEE.
http://doi.org/10.1109/CGVIS.2015.7449883 Fatakdawala, H., Xu, J., Basavanhally, A., Bhanot, G., Ganesan, S., Feldman, M., … Madabhushi, A. (2010). Expectation-maximization-driven geodesic active
88
contour with overlap resolution (EMaGACOR): application to lymphocyte segmentation on breast cancer histopathology. IEEE Transactions on BioMedical
Engineering,
57(7),
1676–1689.
http://doi.org/10.1109/TBME.2010.2041232 Fawcett, T. (2006). An introduction to ROC analysis. Pattern Recognition Letters, 27(8), 861–874. http://doi.org/10.1016/j.patrec.2005.10.010 Gatos, B., Pratikakis, I., & Perantonis, S. J. (2006). Adaptive degraded document image
binarization.
Pattern
Recognition,
39(3),
317–327.
http://doi.org/10.1016/j.patcog.2005.09.010 Gerig, G., Abor Sz, G., Israel, G., & Berger, M. (1995). DETECTION AND CHARACTERIZATION
OF
UNSHARP
BLOBS
BY
CURVE
EVOLUTION. Medical Imaging, 165–176. Gonzales, R. C., & Woods, R. E. (2011). Digital Image Processing. Pearson Education (3rd ed.). http://doi.org/10.1109/TBME.2009.2017027 Gupta, M., Bhaskar, D., Bera, R., & Biswas, S. (2012). Target detection of ISAR data by principal component transform on co-occurrence matrix. Pattern Recognition
Letters,
33(13),
1682–1688.
http://doi.org/10.1016/j.patrec.2012.05.018 Hammouche, K., Diaf, M., & Postaire, J.-G. (2006). A clustering method based on multidimensional texture analysis. Pattern Recognition, 39(7), 1265–1277. http://doi.org/10.1016/j.patcog.2005.11.024 Haralick, R. M., & Saphiro, L. G. (1992). Computer and Robot Vision (pp. 40–48). Addison-Weshley. Haralick, R. M., & Shapiro, L. G. (1992). Computer and robot vision. AddisonWesley Pub. Co. Hernandez-Gomez, G., Sanchez-Yanez, R. E., Ayala-Ramirez, V., & Correa-Tome, F. E. (2009). Natural Image Segmentation Using the CIELab Space. In 2009 International Conference on Electrical Communications and Computers (pp. 107–110). Ieee. http://doi.org/10.1109/CONIELECOMP.2009.38 Hinz, S. (2005). Fast and subpixel precise blob detection and attribution. In IEEE International Conference on Image Processing 2005 (p. III-457). IEEE. http://doi.org/10.1109/ICIP.2005.1530427
89
Hosseini, M. S., & Zekri, M. (2012). Review of Medical Image Classification using the Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System. Journal of Medical Signals & Sensors, 2(1), 49–60. Kaur, A., & Kranthi, B. . (2012). Comparison between YCbCr Color Space and CIELab Color Space for Skin Color Segmentation. International Journal of Applied Information Systems, 3(4), 30–33. Kumar, V. (2012). Color Image Clustering using Hybrid Approach based on CIELab Color Space. International Journal of Computer Applications, 57(12), 21–26. Lal Raheja, J., Kumar, S., & Chaudhary, A. (2013). Fabric defect detection based on GLCM and Gabor filter: A comparison. Optik - International Journal for Light
and
Electron
Optics,
124(23),
6469–6474.
http://doi.org/10.1016/j.ijleo.2013.05.004 Lankton, S., & Tannenbaum, A. (2008). Localizing region-based active contours. Image
Processing,
IEEE
Transactions
on,
17(11),
2029–2039.
http://doi.org/10.1109/TIP.2008.2004611 Lindeberg, T. (1993). Detecting salient blob-like image structures and their scales with a scale-space primal sketch: A method for focus-of-attention. International
Journal
of
Computer
Vision,
11(3),
283–318.
http://doi.org/10.1007/BF01469346 Lovisolo, L. (2011). Improvement of Objective Image Quality Evaluation Applying Colour Differences in the CIELAB Colour Space. International Journal of Image Processing, (5), 236–243. Lu, H., Kot, A. C., & Shi, Y. Q. (2004). Distance-Reciprocal Distortion Measure for Binary Document Images. IEEE Signal Processing Letters, 11(2), 228– 231. http://doi.org/10.1109/LSP.2003.821748 M. Haralick, R., Shanmugam, K., & Dinstein, I. (1973). Textural features for image classification. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, 3(6), 610–621. Minor, L. G., & Sklansky, J. (1981). The Detection and Segmentation of Blobs in Infrared Images. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, 11(3), 194–201. http://doi.org/10.1109/TSMC.1981.4308652
90
Mitra, P., Uma Shankar, B., & Pal, S. K. (2004). Segmentation of multispectral remote sensing images using active support vector machines. Pattern Recognition
Letters,
25(9),
1067–1074.
http://doi.org/10.1016/j.patrec.2004.03.004 Mohanty, A. K., Beberta, S., & Lenka, S. K. (2011). Classifying Benign and Malignant Mass using GLCM and GLRLM based Texture Features from Mammogram.
International
Journal
of
Engineering Research
and
Applications (IJERA), 1(3), 687–693. Mojsilovic, A., Kovacevic, J., Hu, J. H. J., Safranek, R. J., & Ganapathy, S. K. (2000). Matching and retrieval based on the vocabulary and grammar of color patterns. IEEE Transactions on Image Processing, 9(1), 38–54. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18255371 Mumtaz, A., Coviello, E., Lanckriet, G. R. G., & Chan, A. B. (2013). Clustering dynamic textures with the hierarchical em algorithm for modeling video. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, 35(7), 1606–21. http://doi.org/10.1109/TPAMI.2012.236 Niblack, W. (1986). An introduction to digital image processing. Prentice-Hall International. Ntirogiannis, K., Gatos, B., & Pratikakis, I. (2013). Performance evaluation methodology for historical document image binarization. IEEE Transactions on Image Processing, 22(2), 595–609. Ntirogiannis, K., Gatos, B., & Pratikakis, I. (2014). ICFHR2014 Competition on Handwritten Document Image Binarization (H-DIBCO 2014). Proceedings of International Conference on Frontiers in Handwriting Recognition, ICFHR, 2014–Decem, 809–813. http://doi.org/10.1109/ICFHR.2014.141 Nurtanio, I., Astuti, E. R., Purnama, I. K. E., Hariadi, M., & Purnomo, M. H. (2013). Classifying Cyst and Tumor Lesion Using Support Vector Machine Based on Dental Panoramic Images Texture Features. IAENG International Journal of Computer Science, 40(1). Otsu, N. (1979). A Threshold Selection Method from Gray Level. {IEEE} Transaction
on
Systems,
Man
and
http://doi.org/10.1109/TSMC.1979.4310076
91
Cybernetics,
9(1),
62–66.
Payet, N., & Todorovic, S. (2013). Hough forest random field for object recognition and segmentation. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, 35(5), 1066–79. http://doi.org/10.1109/TPAMI.2012.194 Radhakrishnan, M., & Kuttiannan, T. (2012). Comparative Analysis of Feature Extraction Methods for the Classification of Prostate Cancer from TRUS Medical Images. IJCSI International Journal of Computer Science Issues, 9(1), 171–179. Ramos, E., & Fernández, D. S. (2009). Classification of leaf epidermis microphotographs using texture features. Ecological Informatics, 4(3), 177– 181. http://doi.org/10.1016/j.ecoinf.2009.06.003 Ranganatha, D., & Holi, G. (2015). Hybrid binarization technique for degraded document images. In Souvenir of the 2015 IEEE International Advance Computing
Conference,
IACC
2015
(pp.
893–898).
http://doi.org/10.1109/IADCC.2015.7154834 Sá, J. J. D. M., Backes, A. R., & Cortez, P. C. (2013). Texture analysis and classification using shortest paths in graphs. Pattern Recognition Letters, 34(11), 1314–1319. http://doi.org/10.1016/j.patrec.2013.04.013 Sauvola, J., & Pietikäinen, M. (2000). Adaptive document image binarization. Pattern
Recognition,
33(2),
225–236.
http://doi.org/10.1016/S0031-
3203(99)00055-2 Scaramuzza, D., Pagnottelli, S., & Valigi, P. (n.d.). Ball Detection and Predictive Ball Following Based on a Stereoscopic Vision System. In Proceedings of the 2005 IEEE International Conference on Robotics and Automation (pp. 1561– 1566). IEEE. http://doi.org/10.1109/ROBOT.2005.1570336 Selvarajah, S., & Kodituwakku, S. R. (2011). Analysis and Comparison of Texture Features for Content Based Image Retrieval. International Journal of Latest Trends in Computing, 2(1), 108–113. Sharma, G., Wu, W., & Dalal, E. N. (2005). The CIEDE2000 color-difference formula: Implementation notes, supplementary test data, and mathematical observations.
Color
Research
Application,
30(1),
21–30.
http://doi.org/10.1002/col.20070 Sheerin Banu, M., & Nallaperumal, K. (2010). Analysis of Color Feature Extraction
92
Techniques for Pathology Image Retrieval System. In Computational Intelligence and Computing Research (ICCIC), 2010 IEEE International Conference on. Sreedevi, I., Pandey, R., Jayanthi, N., Bhola, G., & Chaudhury, S. (2013). NGFICA Based Digitization of Historic Inscription Images. International Scholarly Research Notices, 2013(2013). Srinivasan, E. M., Ramar, K., & Suruliandi, a. (2011). Texture Analysis Using Local Texture Patterns: a Fuzzy Logic Approach. International Journal of Pattern Recognition and Artificial Intelligence, 25(5), 741–762. T. Rasmana, S., K. Suprapto, Y., & E. Purnama, K. (2013). A Study of Color Differences on the Metal Inscription Image Based on CIELab Color Space. In Seminar on Intelegent Technology and Its Application (SITIA) (pp. 326–331). Surabaya, Indonesia. Thibault, G., FERTIL, B., NAVARRO, C., PEREIRA, S., CAU, P., LEVY, N., … MARI, J.-L. (2013). SHAPE AND TEXTURE INDEXES APPLICATION TO CELL NUCLEI CLASSIFICATION. International Journal of Pattern Recognition and Artificial Intelligence, 27(1), 1357002. Retrieved from http://www.worldscientific.com/doi/abs/10.1142/S0218001413570024%5Cn file:///Files/47/47BE4246-B6B1-465F-9E4C8A25602BBAFD.pdf%5Cnpapers3://publication/doi/10.1142/S02180014135 70024 Tuceryan, M., & K. Jain, A. (1998). Texture Analysis. In The Handbook of Pattern Recognition and Computer Vision (pp. 1–41). Vese, L. a., & Chan, T. F. (2002). A multiphase level set framework for image segmentation using the Mumford and Shah model. International Journal of Computer Vision, 50(3), 271–293. http://doi.org/10.1023/A:1020874308076 W, M., & M, T. (2011). Color difference Delta E - A survey. Machine Graphics and
Vision
(Vol.
20).
Retrieved
from
http://www.researchgate.net/publication/236023905_Color_difference_Delta _E_-_A_survey Wang, X.-F., Huang, D.-S., & Xu, H. (2010). An efficient local Chan–Vese model for
image
segmentation.
Pattern
93
Recognition,
43,
603–618.
http://doi.org/10.1016/j.patcog.2009.08.002 Wang, X.-Y., Wang, T., & Bu, J. (2011). Color image segmentation using pixel wise support vector machine classification. Pattern Recognition, 44(4), 777– 787. http://doi.org/10.1016/j.patcog.2010.08.008 Xie, X., Wu, J., & Jing, M. (2013). Fast two-stage segmentation via non-local active contours in multiscale texture feature space. Pattern Recognition Letters, 34(11), 1230–1239. http://doi.org/10.1016/j.patrec.2013.04.016 Xu, L. (2011). A New Method for License Plate Detection Based on Color and Edge Information of Lab Space. In 2011 International Conference on Multimedia and
Signal
Processing
(Vol.
1,
pp.
99–102).
Ieee.
http://doi.org/10.1109/CMSP.2011.26 Yang, H.-Y., Wang, X.-Y., Wang, Q.-Y., & Zhang, X.-J. (2012). LS-SVM based image segmentation using color and texture information. Journal of Visual Communication
and
Image
Representation,
23(7),
1095–1112.
http://doi.org/10.1016/j.jvcir.2012.07.007 Yang, J. D., Chen, Y. S., & Hsu, W. H. (1994). Adaptive thresholding algorithm and its hardware implementation. Pattern Recognition Letters, 15(2), 141– 150. Yang, X., Tridandapani, S., Beitler, J. J., Yu, D. S., Yoshida, E. J., Curran, W. J., & Liu, T. (2012). Ultrasound GLCM texture analysis of radiation-induced parotid-gland injury in head-and-neck cancer radiotherapy: an in vivo study of late
toxicity.
Medical
Physics,
39(9),
5732–9.
http://doi.org/10.1118/1.4747526 Zeng, J., & Li, D. (2010). An Improved Canny Edge Detector Against Impulsive Noise Based on CIELAB Space. In 2010 International Symposium on Intelligence Information Processing and Trusted Computing (pp. 520–523). IEEE. http://doi.org/10.1109/IPTC.2010.102 Zhang, E., Yu, J., Chen, Y., & Yang, Y. (2010). A Study of Image Color Quality Evaluation based on S-CIELAB. In 2010 3rd International Congress on Image and Signal Processing (CISP2010) (pp. 1110–1114).
94
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Susijanto Tri Rasmana
Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya / 27 September 1973 Pekerjaan
: Staf pengajar Prodi. Sistem Komputer, Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya.
Alamat Rumah
: Jl.
Merak
III-A/Q-45
REWWIN, Waru, Sidoarjo Nomor Telephon/HP
: 087856649757
E-mail
:
[email protected],
[email protected]
Riwayat Pendidikan: SD
: SD Negeri Rangkah IX Surabaya (1980 - 1986).
SMP
: SMP Negeri 9 Surabaya (1986 - 1989).
SMA
: SMA Negeri 7 Surabaya (1989 - 1992).
S1
: Teknik Komputer, Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya (1996 - 2002)
S2
: Teknik Elektro, FTI-ITS (2007 - 2010)
S3
: Teknik Elektro, FTI-ITS (2011- saat ini)
Publikasi Jurnal Internasional: 1.
Rasmana, S. T., Suprapto, Y. K., Purnama, I. K. E., Uchimura, K., & Koutaki, G. (2016). Texture Detection for Letter Carving Segmentation of Ancient Copper Inscriptions. International Journal of Pattern Recognition and Artificial Intelligence, 31(1), 1755002. http://doi.org/10.1142/S0218001417550023 (Terindeks Scopus Q2, H-index = 41)
2.
Rasmana, S. T., Suprapto, Y. K., Purnama, I. K. E., Rasmana, S. T., Suprapto, Y. K., & Purnama, I. K. E. (2016). The New Otsu Thresholding for Binarization of the Ancient Copper Inscriptions. International Review on Computers
95
and Software (IRECOS), 11(10), 907–914. http://doi.org/10.15866/IRECOS.V11I10.10359. (Terindeks Scopus Q2, H-index = 13)
Publikasi Jurnal Nasional Terakreditasi: 1. Rasmana, S. T., Suprapto, Y. K., & Purnama, I. K. E. (2013). Color Clustering in the Metal Inscription Images Using ANFIS Filter. TELKOMNIKA, 11(3), 529–536. http://doi.org/10.12928/TELKOMNIKA.v11i3.1047 (Terakreditasi Dikti, terindek Scopus Q3, H-index = 6)
Publikasi Seminar Nasional: 1. T. Rasmana, S., K. Suprapto, Y., & E. Purnama, K. (2013). A Study of Color Differences on the Metal Inscription Image Based on CIELab Color Space. In Seminar on Intelegent Technology and Its Application (SITIA) (pp. 326–331). Surabaya: Electrical Engineering Department, Faculty of Industrial Technology Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). 2. T. Rasmana, S., K. Suprapto, Y., & E. Purnama, K. (2014). Ancient Copper Inscription Image Classification Based on First Order Texture Feature Extraction Using SVM. In Seminar on Intelegent Technology and Its Application (SITIA) (pp. 106–111). Surabaya, Indonesia. Surabaya: Electrical Engineering Department, Faculty of Industrial Technology Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Hibah Penelitian dan Beasiswa selama Studi Doktor: 1.
Hibah Doktor (2014, Ketua). Peningkatan Kualitas Citra Berbasis Segmentasi Tekstur Untuk Merestorasi Huruf-Huruf Pada Citra Prasasti Logam.
2.
Beasiswa Peningkatan Kualitas Publikasi Internasional (PKPI) 2014, sebagai exchange student di Graduate School of Science and Technology Kumamoto University, Japan, (September – Desember 2014).
96