Edisi januari-maret 2014 KPPOD Membangun Indonesia dari Daerah www.kppod.org
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Iklim Investasi
S
ebagai konsekuensi pemberlakuan otonomi daerah pada tahun 2001, pemerintah kota dan kabupaten tergerak untuk menggarap potensi yang ada di wilayah masingmasing, dengan tujuan meningkatkan pendapatan. Dari pendapatan tersebut mereka bisa lebih leluasa melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan, dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Salah satu bentuk upaya menggarap potensi daerah itu adalah menarik para investor. Tak mengherankan jika kemudian investor baik domestik maupun asing bak primadona yang dikejar-kejar oleh para kepala daerah agar mau melirik daerahnya. Namun tidak semua pemda menyadari bahwa para pemilik modal itu butuh insentif, kemudahan, dan nilai lebih atas rencana-rencana investasinya. Investasi merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan ekonomi karena mempunyai keterkaitan dengan keberlangsungan kegiatan ekonomi di masa yang akan datang. Dengan melakukan investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan, yang berarti peningkatan output. Peningkatan output akan meningkatkan pendapatan. Dalam jangka panjang akumulasi investasi mendorong perkembangan berbagai aktivitas ekonomi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Dengan demikian dampak dan keterkaitannya cukup besar, baik pada investor sendiri, pemerintah daerah, maupun rakyat kecil. Makin banyak dan tinggi nilai investasi, kian besar pula dampak dan manfaat yang dipetik, seperti menyerap tenaga kerja, optimalisasi sumber daya alam, serta yang paling utama meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat di daerah tersebut. Tampaknya hal tersebut cukup dipahami oleh sebagian kepala daerah di Indonesia. Dalam suatu wawancara, mantan Bupati Sragen, Untung Wiyono, menyampaikan alasan mengapa ia mengedepankan kebijakan ramah investasi dengan membentuk PTSP: “Kalau tidak ada investasi, pertumbuhan ekonomi tidak akan ada. Investasi merupakan kunci untuk melakukan pertumbuhan ekonomi.” Namun tidak sedikit pula kepala daerah yang jumawa menyatakan tidak perlu PTSP karena dengan endowment yang dimilikinya tampa PTSP tetap saja banyak investor yang masuk ke daerahnya. Lantas bagaimana dengan daerah yang tidak memiliki endowment untuk menarik investasi? Terbukti bahwa daerah-daerah yang telah menerapkan PTSP dalam pelayanan perizinan investasi di daerahnya, berhasil mendatangkan investasi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi daerahnya. Terobosan semacam pelayanan perizinan investasi satu pintu (PTSP) perlu terus didukung dan dikembangkan. Para pejabat terkait mesti mengedepankan semangat melayani, bukan dilayani, sehingga dapat tercipta iklim yang kondusif bagi penanaman modal. Dari sisi jumlah, menurut data dari Bangda Kemendagri, sampai periode Maret 2012, jumlah daerah yang telah membentuk PTSP adalah sebanyak 444 (84%) yang terdiri dari Provinsi sebanyak 18, Kabupaten sebanyak 330 dan Kota sebanyak 96, dengan bentuk kelembagaan berupa Badan sebanyak 122, Dinas sebanyak 8, Kantor sebanyak 281 dan Unit sebanyak 33. Namun data tersebut baru memperlihatkan kuatitas PTSP, belum sampai pada kualitas pelayanan yang diberikan, dan masih ada 16% daerah yang belum memiliki PTSP. Belajar dari pengalaman di banyak daerah dalam membentuk PTSP memperlihatkan bahwa komitmen kepala daerah adalah kunci sukses pembentukan PTSP dalam upaya menarik investasi. PTSP memang bukan segalanya dalam rangka menarik investasi, tatapi PTSP tetap signifikan dalam memberikan insentif, kemudahan bagi investor dan masyarakat secara umum. Pembentukan PTSP bukan semata-mata untuk menarik investasi, tetapi juga bentuk komitmen pemerintah terhadap upaya perbaikan pelayanan publik melalui reformasi birokrasi.
EDITORIAL Reformasi Birokrasi Perijinan bagi Layanan Usaha Prima
DAFTAR ISI Artikel ......................................... 3 Review Regulasi.......................... 9 Dari Daerah .............................. 12 Opini 1 ....................................... 14 Opini 2 .......................................16 Laporan Seminar Nasional...... 22 Seputar Otonomi...................... 24 Agenda KPPOD........................ 26 Sekilas KPPOD ......................... 27
Susunan Redaksi Pemimpin Redaksi: Robert Endi Jaweng Redaktur Pelaksana: Ig. Sigit Murwito Staff Redaksi: Sri Mulyati Boedi Rheza Elizabeth Karlinda M. Iqbal Damanik Distribusi: Regina Retno Budiastuti Kurniawaty Septiani Agus Salim Layout: Winantyo
Alamat Redaksi: Permata Kuningan Building 10th Fl. Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C Guntur Setiabudi Jakarta Selatan 12980 Phone : +62 21 8378 0642/53 Fax : +62 21 8378 0643 www.kppod.org http://perda.kppod.org http://pustaka.kppod.org
2
Isu pokok yang selalu menjadi tantangan berusaha di Indonesia adalah tata kelola ijin yang tidak efisien dan rawan malpraktik (korupsi). Dalam konteks itu, reformasi perijinan melalui debirokratisasi-deregulasi yang menyatu dalam model pelayanan terpadu satu pintu/PTSP (one stop service) menjadi salah satu opsi yang visibel sejauh ini. Dalam model reformasi perijinan tersebut bukan saja business process menjadi terintegrasi dan lebih sederhana, tetapi juga transparan. PTSP menjadi titik akses tunggal: berawal (penyerahan aplikasi dan persyaratan), berproses (validasi administrasi, verifikasi lapangan, penolakan/persetujuan) hingga berakhirnya (pengambilan dokumen ijin) pengurusan suatu ijin. Hari ini, setidaknya sudah 470 daerah (27 Propinsi, 96 Kota dan 347 Kabupaten) atau sekitar 87% dari total 539 Daerah di Indoensia sudah membentuk PTSP. Namun, lebih dari sekedar persoalan jumlah yang fantastis tersebut, hal yang sangat penting sesungguhnya adalah soal kinerja dan kepuasan masyarakat dalam layanan perijinan usaha. Di sini, kita tidak memiliki angka pasti, namun dugaan umum menunjukan bahwa sesungguhnya masih sangat sedikit PTSP yang terbilang ideal dari sisi desain dan kinerjanya, dan lebih sedikit lagi yang mampu memuaskan masyarakat. Sebagian besar sifatnya formalistis, bahkan latah, sekedar menaati ketentuan Pusat. Output kinerja secara umum, terutama ihwal percepatan waktu dan proporsionalitas biaya (retribusi) masih serasa jauh panggang dari api. Jalan memang masih panjang. Semua sadar, birokrasi perijinan memegang peran krusial dalam pembaruan sektor publik kita: sebagai instrumen rekayasa pembangunan (ekonomi), instrumen pendapatan (budgeter), dan sebagai wujud komitmen nyata kita pada agenda reformasi itu sendiri. Tata kelola perizinan yang buruk (prosedur pengurusan perizinan usaha yang sulit, lama, dan mahal) tentu akan menghambat pertumbuhan kegiatan usaha baru, sekaligus menyebabkan beban inefisiensi bagi pemerintah itu sendiri. Terlepas dari kontradiksi di atas, jika model PTSP ini dijalankan secara konsiten, perbaikan salah urus dan penyimpangan layanan publik sesungguhnya bisa terkoreksi secara mendasar. Sejumlah daerah yang berada dalam barisa ini menunjukan bukti nyata. Propinsi DKI Jakarta, sebagaimana banyak diulas dalam sejumlah tulisan di KPPOD Brief ini, juga sedang merintis jalan kearah sana. Paling tidak, pada level kebijakan, Jakarta sudah memiliki Perda khusus mengenai penyelenggaraan perijinan terpadu, yakni Perda No.12 Tahun 2014. Agenda lanjutan ke depan, selain penguatan kapasitas teknokratik PTSP, entah di Jakarta atau pun daerah-daerah lainnya, adalah penguatan lanjutan yang lebih subtansial. Pertama, leverasi reformasi mesti memadukan antara upaya debirokratisasi dan deregulasi sekaligus: percepatan waktu atau kemudahan syarat/prosedur (debirokratisasi) diimbangi rasionalisasi jumlah/jenis ijin yang banyak (deregulasi). Kedua, penguatan kerangka kebijakan dan koordinasi di level Pusat, setidaknya dimulai dari “penyatuan” model BKPM vs Kemendagri. Dan ketiga, penguatan kapasitas dan monev secara komprehensif. Untuk mengetahui gambaran menyeluruh, monitoring mesti dilakukan secara regular dan komprehensif untuk menangkap semua aspek krusial suatu capaian reformasi birokrasi sehingga intervensi perbaikan dapat dilakukan secara sinergis dan sistematis. Di atas semua itu, sebagaimana hakikatnya bahwa reformasi birokrasi adalah proses dan produk politik (bureaucracy reforms is a political process), prasyarat mutlak adalah faktor kepemimpinan politik dari Presiden untuk menjamin sinkronisasi kebijakan dan koordinasi kelembagaan di Pusat hingga komitmen Bupati/Walikota dalam mengawal berjalannnya implementasi dan memberi dukungan penguatan kapasitas aparaturnya. Tanpa dukungan politik, eksperimentasi reformasi apa pun tidak akan bergerak ke mana-mana dan mustahil menghantarkan kualitas layanan yang bermutu ke haribaan publik. Alih-alih, reformasi itu justru dibajak oleh pemimpinnya sendiri. Selamat membaca.
Artikel
Reformasi Birokrasi Pembentukan PTSP Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
P
embangunan ekonomi daerah Yogyakarta, diarahkan untuk mewujudkan visi sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan. Untuk mencapai terwujudnya visi tersebut, salah satunya dilakukan dengan menciptakan kemudahan berusaha di Yogyakarta melalui reformasi pelayanan perizijinan usaha adalah salah satu upaya untuk mendorong investasi. Pemerintah Kota Yogyakarta sangat sadar bahwa investasi merupakan kunci pembangunan ekonomi, baik secara nasional maupun di daerah. Kegiatan investasi memiliki kontribusi penting dalam perekonomian daerah melalui balas jasa terhadap faktor-faktor produksi, seperti sewa tanah, bunga bank, dan utamanya dalam penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dalam berbagai hal, termasuk pelayanan perizinan. Tulisan ini akan mengulas bagaimana reformasi pelayanan perizinan di Kota Yogyakarta dilakukan. Ig. Sigit Murwito *
ѣќљѢѠіȱ ђљђњяює ююћȱё юљюњȱђѓќџњюѠіȱ ђљюѦюћюћȱ ђџіѧіћюћȱё іȱ ќѡюȱ ќє Ѧюј юџѡю Reformasi dalam pelayanan perizinan di Yogyakarta dilakukan secara terencana melalui proses panjang. Pada tahun 2000-2001 telah dibentuk Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA). Pembentukan UPTSA di Kota Yogyakarta ini salah satunya merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 81 lahun 1995 yang memberikan berbagai rambu-rambu pemberian pelayanan kepada birokrasi publik secara baik.. Namun demikian UPTSA tersebut belum berjalan optimal karena fungsinya masih menjadi semacam ‘post office’, dimana proses penyelesaian perizinan dan keputusan pemberian izin masih pada instansi teknis terkait. Pada tahun 2002 UPTSA diremajakan dan dimantapkan sebagai sebuah lembaga yang seolah-olah seperti SKPD tersendiri. Walaupun status dan kedudukannya masih sebatas unit namun memiliki anggaran sendiri dan selalu diundang pada Rapat SKPD. Untuk menjamin kualitas pelayanan pegawai UPTSA tetap dipertahankan. Pada tahun 2002 ini juga, mulai dibentuk satu tim untuk meningkatkan status kelembagaan UPTSA menjadi Dinas Perizinan. Proses perancangan dan pembentukan Dinas Perizinan melibatkan dan didukung oleh beberapa SKPD. Hal-hal yang dipersiapkan oleh masing-masing instansi sesuai kewenangannya dalam pembentukan Dinas Perizinan adalah: 1. Bagian Hukum: Menyiapkan segala Kebijakan yang akan Dilaksanakan Dinas Perizinan; 2. Bagian Organisasi: Melakukan Analisis Jabatan untuk menentukan personil yang akan ditugaskan pada Dinas Perizinan dan Tata Laksana penyerahan Dokumen serta Lay Out Dinas Perizinan; 3. Bag. Tata Pemerintahan: Menyiapkan Kewenangan yangakandikerjakan Kepala Dinas Perizinanmaupun * Deputi Direktur Eksekutif KPPOD
pelimpahan kewenangan kepada Kecamatan; 4. Bagian Perlengkapan: Menyiapkan Sarana Prasanara dan Pengadaan segala Perlengkapan yang akan digunakan Dinas Perizinan; 5. Badan Kepegawaian Daerah (BKD): Menyiapkan Personil yang akan dimutasikan ke Dinas Perizinan; 6. Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD): Menyiapkan Anggaran yang Akan dikelola Dinas Perizinan; 7. Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE): Menyiapkan Jaringan dan sistem informasi IT; 8. Dinas Tata Kota: Melaksanakan Pembangunan Gedung dengan “konsep Korea”, yakni di design terbuka dan transparan, sehingga setiap bagian terlihat dan dapat saling mengawasi. Tujuan dibentuknya Dinas Perizinan antara lain adalah: 1. Menghindari adanya overlapping Pelayanan izin yang sama dari beberapa instansi; 2. Keterpaduan persyaratan dalam pelayanan izin; 3. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah; 4. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah; 5. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya; 6. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan; 7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan. Komitmen dan political will dari Kepala Daerah merupakan kunci penyelesaian hambatan pembentukan Dinas Perizinan. Dalam proses pembentukan Dinas Perizinan tidakada resistensi/ tarik ulur kewenangan dari
3
Artikel SKPD Teknis. Kepala SKPD dikumpulkan, ditanya siapa yang tidak setuju beserta alasan ketidaksetujuannya. Selanjutnya bila ada yang tidak setuju diminta untuk menandatangani surat pernyataan keberatan di atas meterai. Dalam praktiknya tidak satu pun kepala SKPD yang tidak menyetujui rencana pembentukan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Sejak 15 November 2005 terbentuk Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang melayani pengurusan pelayanan perizinan. Dipilihnya bentuk kelembagaan setingkat Dinas karena dapat secara tuntas melaksanakan berbagai fungsi pelayanan perizinan. Sejak tanggal 15 November 2005 selama 1,5 bulan kepala demisioner, dan pada 15 Januari 2006 secara resmi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta berdiri dan langsung beroperasi karena segala perangkat pendukungnya sudah disiapkan terlebih dahulu sejak tahun 2002. Setelah terbentuk dinas Perizinan Kota Yogyakarta sudah membiayai dan mengelola keuangan secara mandiri untuk pelaksanaan kegiatan. Rekening retribusi izin masuk ke Dokumen Pelaksanaan Kegiatan (DPA) Dinas Perizinan. Dukungan anggaran pada Dinas Perizinan meliputi belanja langsung dan tidak langsung. Belanja tidak langsung terdiri gaji dan tunjangan lain bagi pegawai Dinas Perizinan. Belanja langsung untuk pelaksanaan kegiatan Reformasi perizinan telah mengakibatkan perubahan yang substansi terkait dengan reorganisasi perizinan di Pemerintahan Kota Yogyakarta. Kebijakan reorganisasi ini ditandai dengan adanya Peraturan Daerah No. 17/2005 Tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perizinan. Perda tersebut menjadi titik tolak bagi reorganisasi perizinan di lingkungan Pemerintahan Kota Yogyakarta. Sebab dengan adanya penataan organisasi tersebut menandakan bahwa pengurusan perizinan satu pintu di bawah dinas tersendiri menjadi lebih efisien dan efektif. Deregulasi sebagai Penunjang Reformasi Pelayanan Perijinan Deregulasi yang dilakukan dalam pembenahan pelayanan perijinan di Kota Yogyakarta ditujukan untuk memperkuat kelembagaan dari sisi legal formal. Formalisasi merupakan salah satu bentuk karakteristik dari struktur organisasi di mana pekerjaan dalam suatu organisasi di distribusikan, dimasukkan dalam aturanaturan, prosedur-prosedur dan perintah dalam bentuk tertulis. Dalam awal implementasinya, regulasi perizinan di Kota Yogyakarta mengandung permasalahan yang subtansial. Berdasarkan hasil temuan lapangan, ada tiga permasalahan yang terkait masalah regulasi perizinan di Dinas Perijinan Kota Yogyakarta dalam meningkatkan kualitas pelayanan perizinan. Pertama, izin yang dilaksanakan belum ada peraturan daerahnya; Kedua, ada beberapa Perda yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat;
4
dan Ketiga, pola pelimpahan kewenangan antara atasan dan bawahan. Sehingga upaya ke depan dari Dinas Perizinan berusaha mengkaji secara terus-menerus regulasi yang sesuai kebutuhan dan kondisi daerah. Beberapa izin yang menjadi kewenangan Dinas Perizinan belum memiliki dasar hukum berupa Perda. Berdasarkan Peraturan Walikota No.33/2008 tentang Penyelenggaraan Perizinan Pada Pemerintah Kota Yogyakarta, ada 29 izin yang dilaksanakan oleh Dinas Perizinan dari 74 jenis izin yang ada di Pemerintahan Kota Yogyakarta. Dari 29 izin tersebut hanya 17 yang sudah di atur melalui peraturan daerah. Sedang 14 izin yang lain belum ada peraturan daerah dan masih mengacu pada aturan yang dibuat oleh keputusan gubernur, walikota, dan pemerintah pusat dalam bentuk peraturan menteri maupun dalam bentuk aturan lain dari departemen teknis. Kendala bagi izin yang belum ada peraturan daerahnya adalah kurangnya kewenangan penuh dari pemerintah daerah terkait dengan prosedur, teknis, pengawasan, dan penindakan perizinan. Hasil analisis internal Dinas Perizinan terdapat beberapa Perda yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan social dan ekonomi masyarakat. Beberapa Perda yang tidak relevan lagi, sehingga perlu direvisi untuk disesuaikan perkembangan saat ini, seperti; Perda No.07/1999 tentang Retribusi Izin Gangguan (HO), Perda No. 04/1991 tentang SIUJK, Perda No. 04, 05, 06/ 1998 tentang IMBB. Peraturan daerah tersebut dalam implementasinya terdapat beberapa hal yang tidak sesuai lagi dengan konteks saat ini, terutama terkait dengan hal teknis pelayanan, baik dari aspek prosedural, waktu pelayanan, dan biaya. Tidak semua jenis izin dapat dilayani di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Berdasarkan analisis yang dilakukan secara internal oleh Dinas Perizinan, terdapat 12 izin yang secara teknis tidak efisien jika dilayani oleh perizinan karena membutuhkan pengetahuan dan kemampuan yang sangat teknis. Selain itu juga sulit untuk dilakukan karena tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada di lapangan. Kedua belas izin tersebut adalah Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah (ABT), Izin Pengeboran ABT, Izin Perusahaan Pengeboran ABT, Izin Pengambilan dan Pemanfaatan ABT dari Sumur Bor, Izin Pengambilan Mata Air, Izin Pengembilan dan Pemanfaatan ABT dari Sumur Gali/Pantek, Izin Penurapan Mata Air, Izin Shooting Film, Rental VCD/ LCD/CD, Bioskop, Izin Pendirian Depot Lokal, Izin Pendirian SPBU, Izin Pengumpulan dan Penyaluran Pelumas Bekas, Izin Pemasaran Bahan Bakar Khusus untuk Mesin dua langkah. Debirokratisasi untuk Pelaksanaan Kewenangan dan Pola Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terkait dengan regulasi organisasi, Pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan peraturan yang menjabarkan fungsi dan tugas dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Peraturan Walikota No. 14/2007 tentang Perubahan Atas
Artikel Peraturan Walikota Yogyakarta No. 187/2005 tentang Penjabaran Fungsi dan Tugas Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, merupakan dasar hukum pertama kali yang dijadikan dasar. Dalam Perwal tersebut di atur secara khusus mengenai tugas dan fungsi Seksi Pengaduan, Pengawasan, dan Advokasi. Pengawasan disisipkan di Bidang Sistem Informasi dan Pengaduan. Namun dalam implementasinya masuknya pengawasan di Bidang Sistem Informasi dan Pengaduan terasa sangat dipaksakan karena tidak sinkron dari aspek teknis pekerjaan. Seharusnya Pengaduan dan Advokasi itu menjadi bidang tersendiri atau berada di bawah Bidang Pelayanan. Dengan adanya permasalahan di atas, Pemerintahan Kota Yogyakarta melakukan kajian mengenai struktur Dinas perizinan yang lebih baik. Hasil kajian ini kemudian mengeluarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah. Dimana, dalam Perda tersebut pengawasan menjadi bidang tersendiri dibawah Bidang Pengaduan dan Pengawasan. Perangkat pendukung untuk menjamin kualitas pelayanan perizinan secara prima. Terdapat perangkat pendukung utama untuk mewujutkan pelayanan yang baik bagi pemohon, yakni: Regulasi; Pengembangan Kinerja; Data Sistem Informasi; dan Pengaduan. Ø Bagian Regulasi berfungsi untuk mencemati dan menindaklanjuti pembuatan atau penyempurnaan peraturan perizinan. Ø Bagian Pengembangan Kinerja bertugas untuk mencermati dan membuat analisis terhadap permasalahan untuk masukan pengambilan kebijakan lebih lanjut. Ø Bagian Data bertugas untuk penataan, mengolah dan menyediakan data perizinan; dan Ø Bagian Sistem Informasi bertugas merancang, membuat dan menerapkan sistem informasi untuk kelancaran pelayanan perizinan; serta Ø Bagian Pengaduan yang berfungsi menampung, menindaklanjuti dan/atau menyelesaikan pengaduan masalah obyek yang telah berizin. Kewenangan dan pola penyelenggaraan pelayanan dilakukan dengan Pola Terpadu Satu Atap dan Satu Pintu. Dinas Perizinan memiliki 3 Bidang, 8 Subag, memiliki kewenangan untuk memberikan izin, menolak izin, pencabutan izin, legalisasi izin, duplikat izin dan pengawasan izin. Dalam melaksanakan pelayanan perizinan dilakukan melalui pola pelayanan satu atap dan satu pintu. Pelayanan Terpadu Satu Atap: Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Pelayanan Terpadu Satu Pintu: Pola Pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Dinas Perizinan dapat secara operasional tuntas dalam melaksanakan berbagai fungsi pelayanan perizinan.
Yang menjadi kekuatan atau kelebihan dari pelayanan perizinan di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta adalah permohonan perizinan sudah tidak membutuhkan rekomendasi dari instansi teknis. Sebagian kewenangan pelayanan perizinan sudah dilimpahkan ke kecamatan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas, seperti untuk IMB dan HO untuk skala kecil. Dari 48 izin yang ada, 34 yang ditangani Dinas Perijinan. Beberapa jenis izin memang masih ditandatangani instansi terkait (Dinkes, DPDPK) selanjutnya sebagai titipan, seperti: Ijin Sarana Kesehatan; Izin Petugas Kesehatan; Izin Salon (kesehatan) dan sebagainya. Dalam hal ini pola pelayanan satu atap diterapkan. Alasan mengapa masih ditangani oleh Dinkes adalah, jika menjadi kewenangan Dinas Perizinan, maka harus menyediakan tenaga yang menguasai bidang kesehatan. Pola Pengambilan Keputusan Dalam aspek pengambilan keputusan, mekanisme yang tersurat memang belum diatur secara rinci. Namun, ada kesepakatan bersama di Dinas Perizinan bahwa dalam melakukan koordinasi terkait dengan pelayanan dilakukan secara formal dan in-formal. Koordinasi yang bersifat informal dilakukan secara insidentil disesuaikan dengan permasalahan yang ada. Rapat informal ini lebih banyak dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi urgent di tingkat bidang atau seksi, sehingga dapat diselesaikan secara cepat dan tepat. Koordinasi yang bersifat formal telah disepakati dalam satu minggu dengan agenda yang telah disusun dengan jelas. Untuk koordinasi formal, intensitas koordinasi dilakukan setiap minggu sesuai dengan jadwal. Oleh karena itu, mekanisme pengambilan keputusan di Dinas Perizinan terlihat sudah efektif dalam implementasinya dengan adanya rapat koordinasi intens, baik formal maupun informal. Dengan adanya mekanisme pengambilan keputusan yang telah terkoordinasi dengan baik, maka upaya peningkatan mutu pelayanan dapat tercapai dengan baik. Sementara terkait dengan pelimpahan kewenangan, kerangka yang berlaku adalah Keputusan Kepala Dinas Perizinan Kota Yogyakarta No. 01/KEP/DINZIN/2007 Tentang Pelimpahan Kewenangan Kepala Dinas Perizinan Kepada Pejabat Struktural Eselon III di Dinas Perizinan untuk menandatangani perizinan. Kepala Dinas melimpahkan kewenangan untuk menandatangani perizinan kepada Kepala Bidang Pelayanan, Kepala Bidang Data dan Pengembangan, dan terakhir Kepala Bagian Tata Usaha. Pola Pelimpahan Kewenangan antara Atasan dan Bawahan Rentang kontrol (span of control) dilakukan pada setiap bagian. Untuk sentralisasi terkait dengan span of control di Dinas Perizinan secara rinci diatur dalam Peraturan Kepala Dinas Perizinan Nomor 01/2006 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Perizinan pada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Mekanisme pelayanan di tingkat seksi sampai tingkat terbawah telah terdistribusi dengan
5
Artikel baik melalui routing slip untuk mengontrol pekerjaan karyawan yang didukung dengan aplikasi yang sangat inovatif dan efektif. Routing slip adalah lembar kendali yang diaplikasikan melalui suatu sistem. Lewat aplikasi routing slip ini proses izin dapat di pantau untuk setiap proses/tahapannya. Penyederhanan mekanisme penandatangan perizinan dilakukan untuk peningkatan kelancaran perizinan dilakukan. Beberapa izin yang yang dilimpahkan dan pejabat eselon III (Kepala Bidang Pelayanan) yang dapat menandatangani izin. Untuk Kepala Bidang Data dan Pengembangan diberi kewenangan untuk menandatangai semua izin yang terkait dengan duplikat surat izin. Sedangkan Kepala Bagian Tata Usaha diberikan pelimpahan kewenangan untuk menandatangani izin penelitian, praktek kerja, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN), serta legalisasi perizinan. Dengan adanya pelimpahan kewenangan di atas, maka berkas perizinan tidak akan numpuk di Kepala Dinas Perizinan. Sehingga proses pelimpahan berdampak pada meningkatnya kelancaran pelayanan perizinan di Kota Yogyakarta. Spesialisasi Petugas untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Spesialisasi dilihatdarikomposisisumberdayamanusia yang menjalankan tugas serta beban tugas diatur secara detail dalam Peraturan Walikota No.187/2005. Perwal tersebut menjabarkan dan mengatur secara detail mengenai pembagian fungsi dan tugas masing-masing bagian di Dinas Perizinan. Pada awalnya dirasakan bahwa beban tugas yang diemban oleh pegawai menjadi tidak seimbang dengan jumlah SDM yang ada, khususnya pada aspek spesialisasi kuantitas staf yang mengerjakan tugas. Terdapat beberapa rangkap jabatan dengan kualitas staf yang tidak kompeten. Pengembangan kapasitas staf lebih diarahkan pada pembinaan kemampuan staf untuk mengerjakan semua jenis pelayanan perizinan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengantisipasi kualitas staf yang tidak sesuai dengan kompetensinya terutama pada awal terbentuknya Dinas Perizinan. SDM UPTSA tidak semua dapat didayagunakan oleh Dinas Perizinan dikarenakan dinas teknis menarik semua sumber daya yang kompoten dengan alasan masih dibutuhkan. Untuk mengatasi permasalahan terkait dengan pembagian beban di atas, maka dalam enam bulan pertama Dinas Perizinan berdiri In-house Training dilaksanakan seminggu satu kali. Dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap perizinan setiap pagi sesudah apel dilaksanakan pertemuan rutin dihadiri Kepala Dinas, Pejabat struktural, petugas lapangan dan petugas pembuat Surat Keputusan. Untuk membentuk team building dilakukan dengan Outbound. Spesialisasi pekerjaan untuk mengantisipasi ketidaksesuaian kualifikasi Staf yang dengan tugasnya (rangkap pekerjaan). Rangkap jabatan biasa terjadi karena secara kuantitas jumlah staf sangatlah kurang.
6
Saat ini jumlah personil di Dinas Perizinan berjumlah 96 orang, padahal menurut analisa jabatan semestinya berjumlah 106 orang, bahkan menurut Kepala Dinas Perizinan idealnya jumlah pegawai mestinya 137 orang. Sebagian besar personil yang dulu menangani izin pada instansi teknis dimutasi menjadi pegawai pada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Untuk itu dibuat pembagian pelayanan perizinan yang dikelopokkan ke dalam loket-loket pelayanan. Untuk mengantisipasi pelayanan yang maksimal dengan staf yang minimal, maka pembagian kerja diatur berdasarkan empat kelompok loket pelayanan. Mekanisme Pelayanan untuk Memperlancar Proses Perizinan Reformasi perizinan juga diperkuat dengan adanya peningkatan kualitas sistem dan prosedur perizinan. Dinas Perizinan diberi kewenangan untuk melakukan sinkronisasi sistem prosedur pelayanan perizinan secara integratif yang tidak hanya bersifat parsial. Pelayanan perizinan parsial bersifat tunggal artinya pengurusan perizinan tidak terkait dengan izin yang lain. Sedangkan pelayanan izin bersifat paralel artinya pengurusan perizinan terkait dengan persyaratan yang tidak berulang-ulang. Sistem Informasi Advice Planning untuk mempermudah pelayanan perizinan untuk memulai usaha dan Izin Membangun Bangun Bangunan (IMBB). Advice planning atau keterangan rencana tata ruang kota dan syaratsyarat yang berhubungan dengan tata ruang kota dapat diperoleh di Dinas Perizinan secara cepat dan tidak dipungut biaya (gratis). Advice planning dapat digunakan sebagai suatu pedoman untuk merancang bangunan di Kota Yogyakarta. Setiap Pemohon IMBB wajib meminta Advice Planning. Dengan advice planning pemohon dapat mengetahui persyaratan apa yang harus dipenuhi ketika membangun dan memulai usaha sehingga tidak menyalahi tata ruang. Sejak awal dibentuknya Dinas Perizinan sistem informasi Advice Planning sudah tersedia dan diberikan secara gratis. Klinik Pelayanan Perizinan (KLIPER) dibentuk untuk membantu memperlancar proses permohonan izin untuk memulai usaha. KLIPER ini lebih ditujukan untuk permohonan perizinan yang perlu dikoordinasikan, karena ada kendala syarat administrasi dan teknis.
ȱȱȱȱȱȱĞȱǰȱ misalnya agar semua persyaratan lengkap sebelum proses pengajuan izin. KLIPER merupakan wahana untuk menjembati pemohon perizinan dengan Dinas Perizinan dalam rangka melayani permohonan izin khususnya IMBB dan Izin Gangguan (HO) berkaitan dengan kendala syarat administrasi maupun teknis. Petugas KLIPER hanya berada di kantor Dinas Perizinan, tidak diperbolehkan menemui pemohon izin di luar kantor, dengan alasan untuk menghindari kemungkinan terjadinya transaksi “illegal” antara pemohon dan petugas. Melalui Forum ini diuraikan permasalahan secara menyeluruh dan dibahas secara bersama antara pemohon dengan TIM KLIPPER melalui serangkaian
Artikel diskusi dan argumentasi dengan mendasarkan data, fakta dan perundang-undangan di bidang perizinan. Pelayanan perizinan dapat dilakukan secara paralel dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat proses. Pengajuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), ȱ Ğȱȱȱǻ Ǽ ǰȱȱȱ£ȱ ȱ Usaha/Izin Gangguan-Hinder Ordonantie SITU/HO yang dapat diajukan dalam waktu bersamaan dan diurus dalam satu tempat. Hal tersebut menjadikan waktu dan prosedur dalam proses pengurusan izin menjadi lebih singkat dan lebih mudah, serta biaya juga menjadi lebih murah. Dari Studi Sub National Doing Business yang dilakukan oleh IFC tahun 2012 diketahui pula bahwa, pelaku usaha di Yogyakarta hanya cukup mendatangi Dinas Perizinan untuk mengurus perizinan SIUP, TDP, dan Izin Lokasi. Waktu untuk mengurus perizinan ini menjadi lebih cepat (3 hari) dibandingkan rata-rata kota-kota lainnya yang di survei di Indonesia. Ѣј Ѣћє юћȱ іѠѡђњȱћѓќџњюѠіȱ ђћђїђњђћȱђџяюѠіѠȱ ђј ћќљќє іȱ ћѓќџњюѠі Sistem prosedur yang rinci dan rigid diperkuat dengan penggunaan teknologi informasi dalam pengurusan izin. Mulai dari persyaratan dan pengambilan formulir perizinan dapat di download di website Dinas Perizinan, ĴȱDZ ȦȦ£ǯǯ ǯ . Penggunaan SIM ini terutama ditujukan antara lain untuk mendokumentasi perizinan; mendapatkan informasi perizinan; serta pemantauan dan pengawasan proses perizinan. Dengan adanya database mempercepat pengolahan data sehingga mempermudah mendapatkan informasi target (pendapatan), realisasi (izin terbit dan pendapatan), Rekapitulasi/laporan sesuai dengan kebutuhan data yang diinginkan. Untuk mempermudah akses masyarakat terhadap informasi mengenai perijinan dibangun Kontak Informasi Perizinan (KIP). KIP adalah sistim informasi yang menyimpan informasi persyaratan perizinan dalam mesin penjawab yang dapat diakses oleh masyarakat melalui telepon/HP. Selain itu di kantor Dinas Perizinan juga disediakan dua aplikasi Touch Screen. Yang pertama berisi persyaratan dan prosedur perizinan; informasi proses suatu perizinan; dan pengaduan dan keluhan pelayanan perizinan. Kedua Touch Screen antrian yang digunakan untuk pengambilan karcis antrian tunggu pelayanan yang dibagi sesuai loket layanan yang ada yaitu 4 loket layanan dan 1 loket pengambilan izin. Penggunaan teknologi informasi untuk keseluruhan proses pengurusan pelayanan perizinan akan lebih menguntungkan pelaku usaha baik dari sisi prosedur, waktu, dan biaya. Meskipun Dinas Perizinan kota Yogyakarta telah memanfaatkan teknologi informasi untuk memberikan informasi kepada pelaku usaha terkait langkah-langkah pengajuan perizinan, persyaratan, dan mekanisme pengaduan, namun pengusaha harus tetap mengunjungi Dinas Perizinan untuk mengurus prosesnya. Prosesnya akan lebih memudahkan pengusaha jika saja semua proses
tersebut dilakukan secara online, pengusaha hanya cukup mengirimkan semua data dan persyaratan secara elektronik tanpa harus datang langsung sehingga hal tersebut dapat lebih mengefisienkan waktu dan biaya pun menjadi lebih murah dengan minimnya pertemuan antara kedua belah pihak serta minimnya transport yang dikeluarkan oleh pengusaha. Secara bertahap mulai tahun 2012, izin-izin yang tidak memerlukan peninjauan lapangan, seperti SIUP, TDP, izin Penelitian, PKL dan KKN sudah dapat menggunakan sistem pelayanan online. Untuk menjamin kepastian waktu dan biaya pelayanan perizinan dilakukan dengan Sistem ROUTING SLIP (Lembar Kendali) berbasis teknologi. Routing slip adalah lembar kendali yang diaplikasikan melalui suatu sistem. Lewat aplikasi routing slip proses izin dapat dipantau setiap proses/tahapannya. Dengan adanya aplikasi routing slip ini maka terwujud adanya kepastian waktu bagi setiap proses izin. Dengan sistem rounting slip ini setiap tahapan proses perizinan diinput dalam sistem komputerisasi untuk memberikan kepastian bagi pemohon izin dan menghindari praktik koruptif. Melalui sistem yang dibangun terdapat kepastian layanan ¢ȱȱȱ ǯȱȱĞȱȱȱ dapat tercetak apabila ada kekurangan persyaratan. Berkas permohonan izin dalam proses diberi tanda/ tulisan tanggal paling lambat harus terbit, sehingga batas waktu izin terbit terkontrol. Dan pembayaran retribusi langsung di Bank yang berada di Gedung Dinas Perizinan, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya praktik biaya transaksi ilegal. Kemacetan dan proses perizinan dapat dipantau dengan menggunakan ȱȱ ȱ ȱĞȱȱ permohonan izin; atau Sub Domain, dan SMS Center. Sedangkan kontrol atasan dapat diketahui dengan memberikan paraf pada lembar kendali terhadap kinerja staf dalam menangani izin. Bahkan bila dilihat dari proses akuntabiltas, routing slip berbasis teknologi informasi mampu meningkatkan kualitas pelayanan perizinan terutama yang terkait dengan adanya kepastian waktu, syarat, biaya, akuntabilitas, dan terjangkau. Keberadaan Petugas Penghubung untuk membantu pemohon izin dan menghindari praktik penyimpangan biaya. Untuk menjembatani antara masyarakat pemohon dengan Dinas Perizinan ditunjuk Petugas Penghubung (4 orang). Kontak person petugas ȱȱȱȱĞȱǯȱȱȱ Petugas Penghubung antara lain adalah memberikan informasi kepada pemohon izin yang datang langsung ke Dinas Perizinan dan/atau lewat telepon/SMS yang ȱȱ£ȱ¢ȱĞȱǯȱȱȱȱ Penghubung juga bertugas memberikan informasi izin yang telah terbitkan kepada pemohon izin. Fungsi lainnya adalah menginformasikan alasan permasalahan terhadap suatu proses izin kepada pemohon izin yang ȱ Ğȱǯȱ Pemberitahuan izin yang sudah selesai diproses dilakukan melalui beberapa mekanisme. Pemberitahuan
7
Artikel dapat dilakukan dengan Pemberitahuan oleh petugas penghubung, atau pemohon dapat secara aktif melihat Ğȱȱ £ȱ ȱ ¢ȱ ȱ ȱ ȱ ȱ ȱ perizinan dan SMS gateway. Untuk menjamin kepastian biaya surat pemberitahuan pembayaran retribusi dan pengambilan izin yang dilampiri hasil perhitungan retribusi. ќћіѡќџіћє ȱ ё юћȱѣюљѢюѠі Majelis Kode Etik dibentuk untuk menjaga kualitas dan pengawasan melekat kepada karyawan. Majelis Kode Etik ini beranggotakan kepala-kepala bagian hingga Kepala Dinas dari Dinas Perizinan yang bertugas melakukan pengawasan secara cross section maupun secara vertikal. Selain kondisi lingkungan kerja yang kondusif dan dikondisikan untuk menutup peluang praktik negatif. Dibangun sistem dimana petugas administrasi dapat mengawasi pekerjaan dari setiap penggunaan komputer. Apabila terdeteksi penyelewengan penggunaan komputer (misal untuk bermain game), maka petugas admin dapat memblokirnya. Bidang Regulasi bertugas untuk pengembangan kinerja pegawai. Evaluasi internal dilakukan setiap hari Senin atau Selasa. Hasil evaluasi tersebut dijadikan bahan untuk evaluasi dari bagian Organisasi. Keberadaan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta untuk meningkatkan kualitas pelayanan dapat diukur berdasarkan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Dinas Perizinan membuka akses seluas-luasnya untuk informasi dan pengaduan perizinan kepada masyarakat, melalui berbagai media seperti Hotline SMS Dinas Perizinan, UPIK SMS, sebagainya. Dengan adanya reformasi organisasi perizinan menjadi dinas tersendiri merupakan terobosan yang kreatif dan inovatif dari pemerintah Kota Yogyakarta untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik dengan menjadikan Dinas Perizinan menjadi salah satu ikon Pemerintah Kota Yogyakarta hingga mendapat Sertifikasi ISO 9001. Secara Eksternal Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dilakukan setiap hari sebagai bahan evaluasi kinerja pelayanan perizinan. Data atau informasi mengenai tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dengan kebutuhannya. Tindak lanjut dari survei IKM ini adalah dilakukan evaluasi oleh Bagian Regulasi. Berdasarkan hasil IKM menjadi modal untuk tindak lanjut misalnya penambahan fasilitas, evaluasi kinerja petugas pelayanan, dan lain-lain. Selain melalui survei IKM yang dilakukan setiap hari, mekanisme pengawasan juga dilakukan pada Bagian Pengaduan Izin (Wasdu). Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan cukup tinggi namun perlu diwaspadai untuk
8
perizinan yang memerlukan interaksi langsung antara pemohon dengan petugas pelayanan. Secara keseluruhan nilai IKM telah mencapai diatas 84. Namun demikian bila dicermati khusus untuk perizinan-perizinan yang dalam prosesnya masih memerlukan banyak interaksi langsung antara pemohon dengan petugas pelayanan perizinan nilainya cenderung lebih rendah dibandingkan yang interaksi dengan petugasnya sedikit. Izin-izin Gangguan (HO), dan Izin IMBB, rata-rata memiliki nilai IKM berkisar antara 80-82. Untuk kedua izin tersebut memang masih dimungkinkan interaksi langsung antara petugas lapangan dengan pemohon, terutama ketika terjadi inspeksi lapangan. Hal ini barangkali yang berpotensi terjadinya penyimpangan, sehinggi kepuasan masyarakat menjadi cenderung rendah. Meski demikian pihak Dinas Perizinan menyatakan bahwa pelayanan yang dilakukan sudah sesuai dengan SOP yang ada. Dari sini terlihat adanya gap antara harapan masyarakat dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Dinas Perizinan. юѡюѡюћȱј ѕ іџ Dua perubahan utama yang dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta dalam melakukan reformasi pelayanan perizinan usaha yakni; pertama dengan reformasi regulasi perizinan usaha, yang banyak dalam hal jumlah dan tumpang tindih. Reformasi regulasi perizinan saat ini masih sulit dilaksanakan, mengingat pertama, kewenangan perizinan masih tersebar di berbagai SKPD; kedua, sebagian besar perizinan masih sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah pusat. Kedua, Reformasi birokrasi perizinan usaha, dilakukan melalui penyederhanaan persyaratan yang banyak, tumpang tindih serta menyangkut banyak instansi teknis menyebabkan prosedur layanan menjadi lebih efisien. Pengembangan PTSP pada dasarnya baru menyentuh reformasi di bidang birokrasi perizinan, dengan sasaran pada penyederhanaan prosedur perizinan. Komitmen kepala daerah dan dukungan SKPD terkait dalam proses perencanaan pembentukan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta adalah modal utama keberhasilan dari reformasi yang dicanangkan. Pada tahap pelaksanaan, kerangka regulasi, dukungan teknologi informasi, dan monitoring serta evaluasi yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus mampu membuat pelayanan perizinan berjalan secara optimal. Pelimpahan kewenangan dan dukungan SDM yang handal adalah faktor lain yang juga penting bagi keberhasilan pelaksanaan pelayanan perizinan ini. Penempatan pegawai sesuai dengan kapabilitas dan kompetensinya perlu untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang baik. Upaya untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan adalah kunci sukses dari optimalisasi dari tujuan yang hendak diperoleh yakni perbaikan iklim investasi yang pada gilirannya dapat menarik investasi masuk ke daerah. <
Review Regulasi
Perda Provinsi DKI Jakarta No. 12 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di DKI Jakarta
K
inerja pelayanan publik di DKI Jakarta khususnya pada penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan dipandang masih tertinggal dibandingkan kota lainnya di Indonesia. Hasil studi Sub National Doing Business yang dilakukan oleh IFC mencatat bahwa pelaku usaha di Jakarta masih membutuhkan waktu lebih lama (45 Hari) untuk mengurus perizinan memulai usaha dibandingkan Yogyakarta (29 Hari), Surakarta (29 Hari), dan Denpasar (31 Hari). Salah satu penyebab lamanya pengurusan izin dan non izin tersebut dikarenakan selama ini penyelenggaraan pelayanan perizinan/non perizinan masih tersebar di SKPD/UKPD terkait. Sri Mulyati *
Praktik tersebut dijalankan berdasar pada ketentuan Peraturan Daerah (Perda) No.10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang masih memberikan kewenangan kepada SKPD/UKPD untuk melayani perizinan dan non perizinan. Meskipun sejak 2007 sudah dibentuk PTSP bidang penanaman modal di level provinsi, dan menyusul pada 2010 dibentuk PTSP di masing-masing Kota Administrasi, namun dalam pelaksanaannya, PTSP yang ada hanya bertindak sebatas penerimaan dokumen saja sedangkan kewenangan pengurusan dan penandatanganan izin/non izin masih menjadi kewenangan SKPD/UKPD terkait. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki oleh PTSP diantaranya disebabkan disharmoni peraturan antara Peraturan Gubernur sebagai dasar hukum PTSP dan Perda OPD sebagai dasar hukum SKPD/UKPD. Desain kelembagaan PTSP yang hanya berupa unit pelaksana dan bukan perangkat daerah mandiri membuat PTSP memiliki banyak keterbatasan, seperti dalam hal kewenangan pelayanan perizinan dan non perizinan, kewenangan penyusunan dan pengelolaan mata anggaran, dan keterbatasan pengaturan SDM & sarana dan prasarana pendukung PTSP. Guna meminimalisir hambatan dalam penyelenggaraan PTSP di DKI Jakarta seperti tersebut diatas, Pemerintah Provinsi (PemProv) DKI Jakarta melakukan penguatan dasar hukum penyelenggaraan PTSP dengan menetapkan Perda No. 12 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Perda PPTSP). Dalam salah satu pengaturannya, Perda ini menetapkan pembentukan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) sebagai penyelenggara PTSP. Dengan pembentukan BPTSP ini diharapkan semua perizinan dapat dilaksanakan pada satu tempat, dan berakhir ditempat yang sama sehingga proses pengurusannya menjadi lebih efektif dan efisien dari sisi prosedur, waktu dan biaya. іћє ј юѠюћ Ѡіȱђџё ю Ø Penyelenggaraan PTSP ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan * Peneliti KPPOD
non perizinan; memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan perizinan dan non perizinan; dan meningkatkan kepastian pelayanan perizinan dan non perizinan. Melalui PTSP ini diharapkan akan terwujud pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti, terjangkau dan akuntabel; dan meningkatkan hakhak masyarakat terhadap pelayanan publik. Dengan begitu dapat mendorong pelaku usaha untuk mengurus izin/non izin serta dapat mendorong tumbuhnya industri baru. Ø Dalam pasal 8 Perda PPTSP diatur bahwa lingkup kewenangan yang dimiliki PTSP bersifat menyeluruh “paripurna” sejak penerimaan dokumen permohonan hingga penerbitan izin dan non izin termasuk kewenangan penandatanganan. Dengan kewenangan penandatanganan yang dimiliki oleh PTSP, diharapkan dapat mempercepat proses pelayanan izin dan non izin. Dalam ketentuan selanjutnya, perda ini menetapkan 26 bidang jenis pelayanan izin dan non izin yang akan dilayani PTSP tersebut. Ø Untuk menangani 26 bidang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, BPTSP akan memiliki susunan organisasi bertingkat dari level Provinsi hingga level Kelurahan. Dalam pasal 18 Perda PPTSP, ditetapkan bahwa BPTSP sebagai penyelenggara PTSP di DKI Jakarta. BPTSP merupakan bagian dari perangkat daerah (SKPD) mandiri yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah (Sekda). Dengan luasnya wilayah DKI Jakarta, kelembagaan PTSP di DKI Jakarta disusun atas beberapa beberapa wilayah kerja yang terdiri dari BPTSP ditingkat Provinsi, Kantor PTSP di tingkat Kantor PTSP, Satuan Pelaksana (Satpel) Kecamatan di tingkat Kecamatan, dan Satpel Kelurahan di tingkat Kelurahan. Ketentuan tersebut sebagaimana tercantum pada Pasal 20 Perda PPTSP. Ø Kelembagaan PTSP yang bertingkat dari level Provinsi hingga tingkat Kelurahan merupakan satu
9
Review Regulasi kesatuan pelayanan terpadu. Untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan, perda ini mengatur penyelenggaraan pelayanan nantinya akan didukung oleh sistem teknologi informasi. Sistem pelayanan online menjadi tumpuan utama tidak hanya pada proses pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, namun juga untuk mempermudah mekanisme koordinasi internal staf pelaksana, dan koordinasi dengan instansi Pemerintah Pusat. Ø Dengan bentuk kelembagaan sebagai badan, PTSP DKI Jakarta disamping memiliki kewenangan penuh dalam proses pelayanan perizinan dan non perizinan, PTSP juga memiliki kewenangan penuh dalam pengaturan SDM, keuangan, dan Sarana & prasarana. Dalam hal kepegawaian, Pasal 11 perda ini mengatur bahwa SDM yang ditugaskan di PTSP adalah pegawai asli PTSP, artinya PTSP memiliki kewenangan penuh dalam hal pengisian dan pengaturan kepegawaian PTSP. Dukungan lain yang juga sama pentingnya adalah kewenangan penuh dalam hal penyusunan dan pengelolaan mata anggaran yang dibutuhkan dalam operasional penyelenggaraan PTSP serta jaminan ketersediaan sarana dan prasarana yang memenuhi standar pelayanan minimum penyelenggaraan PTSP (Pasal 12 dan 13 Perda PPTSP). Ø Dalam hal proses pengawasan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan izin dan non izin yang diterbitkan penyelenggara PTSP tetap menjadi kewenangan SKPD/UKPD teknis. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya check and balances atas penyelenggaraan PTSP. Sedangkan untuk menjamin pelaksanaan pelimpahan kewenangan dari PTSP sebelumnya ke BPTSP, dalam ketentuan peralihan perda ini mengatur penentuan masa transisi yang ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur. Ketentuan peralihan lainnya mengatur penghapusan kewenangan pelayanan perizinan dan non perizinan yang dimiliki oleh SKPD/UKPD sebagaimana diatur dalam Perda No.10 Tahun 2008. ћюљіѠіѠȱѢяѠѡюћѠі Perda PPTSP ini dibentuk dengan niat untuk melaksanakan mandat Pemerintah Pusat dalam hal kemudahan pelayanan perizinan dan non perizinan. Dalam proses penyusunannya, perda ini sudah menyelaraskan ketentuan penyelenggaraan pelayanan publik seperti Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 9 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Pasal 2 Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Perda PPTSP ini memberikan jaminan peningkatan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan melalui penguatan desain kelembagaan dan peningkatan kewenangan yang dimiliki oleh PTSP. Dengan pelimpahan kewenangan penandatanganan izin dan non izin kepada PTSP akan mempercepat proses pengurusan
10
pelayanan izin dan non perizinan. Dengan desain kelembagaan yang dibentuk hingga level Kelurahan akan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengurus perizinan dan non perizinan. Namun beberapa pengaturan dalam perda PPTSP yang masih bersifat umum berpotensi menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakefisienan pelaksanaan pelayanan yang dikhawatirkan justru akan semakin menjauhkan perwujudan pelayanan yang prima dalam pelaksanaan PTSP. ȱ Ĥȱȱ ȱ ȱ ǰȱ beberapa muatan materi perda yang perlu dicermati dan dijabarkan kembali lebih detail dalam peraturan pelaksana diantaranya adalah sebagai berikut: Ø Kewenangan izin dan non izin PTSP yang cukup besar (26 bidang perizinan/non perizinan) akan menjadi beban PTSP jika semua perizinan dilimpahkan ke PTSP tanpa melalui mekanisme dan tahapan yang jelas dalam proses pelimpahannya. PTSP bertujuan untuk mengintegrasikan dan menyederhanakan proses pelayanan perizinan dan non perizinan dalam satu lembaga. Hal tersebut tidak berarti semua perizinan akan dilimpahkan kepada PTSP apalagi jika proses pelimpahan dilakukan tanpa melalui tahapan yang sistematis. Pelimpahan seluruh kewenangan perizinan ke PTSP tanpa mempertimbangkan kapasitas beban kerja yang dimiliki BPTSP, dalam prosesnya justru dapat menimbulkan inefisiensi sumber daya PTSP baik dari sisi anggaran, SDM (kepegawaian), termasuk kesiapan sistem teknologi informasi maupun infrastruktur pendukung lainnya. Merujuk pada Surat Edaran Bangda Kemendagri mengenai Panduan Nasional PTSP, pelimpahan kewenangan dapat dilakukan melalui beberapa tahapan; diantaranya adalah mengidentifikasi jenis perizinan dan non perizinan yang ada, klasifikasi berdasarkan kompleksitas jenis izin dan non izin yang diurus (kapasitas SDM dan sarana & prasarana), dan kategori lainnya yang sesuai dengan kebutuhan DKI Jakarta. Pada tahap awal, Pemprov ȱ ȱȱ ȱĞȱȱȱ£ȱȱ non izin yang perlu segera dilimpahkan dan menjadi ȱǯȱ ¢ȱĞȱȱ£ȱȱȱ£ȱ yang terkait dengan proses memulai usaha merujuk pada hasil kajian survei Doing Business. Hal tersebut juga selaras dengan mandat Pemerintah Pusat yang tercantum dalam Paket Kebijakan Investasi dimana Pemprov DKI Jakarta dihimbau untuk segera membentuk PTSP guna mendorong kemudahan berusaha di DKI Jakarta. Ø Ketidakjelasan ketentuan masa transisi dapat menimbulkan ketidakefisienan pelayanan perizinan dan non perizinan. Ketentuan masa transisi harus jelas baik dari sisi jangka waktu pemberlakuan masa transisi, mekanisme penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan yang dilakukan selama
Review Regulasi masa transisi, pembagian tugas dan fungsi yang dilakukan oleh masing-masing SKPD/UKPD yang terlibat, jangka waktu yang ditetapkan untuk masing-masing SKPD/UKPD untuk menyelesaikan tanggungjawabnya, misalnya Biro Ortala dan BKD dalam menyusun mekanisme pengisian SDM di PTSP. Ø Belum tumbuhnya satu pemahaman bersama dari SKPD/UKPD berpotensi munculnya keengganan dari SKPD/UKPD teknis. Dengandiambilnyakewenanganpelayananperizinan dan non perizinan yang dimiliki oleh SKPD/UKPD teknis (Perda No.10/2008), tentunya akan berdampak sangat besar bagi SKPD/UKPD teknis. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pelimpahan khususnya pada masa transisi, pelibatan SKPD/UKPD teknis secara intensif perlu dilakukan baik melalui penjelasan/ sosialisasi sistematis mengenai bentuk lembaga yang baru, proses penyelenggaraan layanan (termasuk menyiapkan sistem untuk mengintegrasikan pelayanan yang sudah ada sebelumnya kedalam sistem baru), tugas dan tanggungjawab SKPD/ UKPD, dan lain-lain sehingga tercipta koordinasi yang baik antara PTSP dengan SKPD/UKPD terkait. Ø Dengan desain kelembagaan PTSP hingga level Kelurahan, dibutuhkan kesiapan SDM dan dukungan infrastruktur yang memadai baik dari sisi kualitas maupun ketersediaannya. SDM yang ditempatkan harus memiliki kapasitas yang sesuai kompetensi untuk menjalankan pelayanan secara optimal. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan bagaimana mekanisme pengisian kepegawaian di masing-masing institusi penyelenggara pelayanan. Jangan sampai desain kelembagaan PTSP yang baru justru menambah gemuk struktur kepegawaian PTSP. Mekanisme rekrutmen pegawai PTSP hendaknya mengacu pada pedoman nasional PTSP yang diatur dalam Surat Edaran Bangda Nomor 500/1191/V/BANGDA Tanggal 8 Juni 2009. Selain itu, perlu diperhatikan
bagaimana mekanisme koordinasi yang akan dijalankan antara staf PTSP dengan staf SKPD/UKPD dalam penyelenggaraan PTSP. Ø Kesiapan Satpel Kecamatan dan Kelurahan sebagai gerbang utama pelayanan PTSP perlu mendapat dukungan dari sisi SDM, anggaran, dan saran & prasarana lainnya. Kewenangan yang dimiliki Satpel Kecamatan dan Kelurahan hampir sama dengan Kantor PTSP namun disesuaikan dengan skala kewenangan yang telah dilimpahkan. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan kesiapan dari Kecamatan dan Kelurahan mengingat Satpel ini tidak memiliki kewenangan dalam penentuan anggaran dan SDM pelaksana yang akan digunakan. Selain itu perlu diperhatikan kemampuan dan beban kerja dari Kecamatan dan Kelurahan baik kedudukannya sebagai Satpel PTSP maupun sebagai perangkat daerah Kecamatan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan dari level pemerintahan diatasnya. юѡюѡюћȱј ѕ іџ Sebagai perangkat daerah mandiri, PTSP memiliki kewenangan luas dalam pelaksanaan pelayanan izin dan non izin, kemandirian dalam menyusun dan mengelola SDM dan alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja pelayanan publik. Komitmen Kepala Daerah, dalam hal ini Gubernur sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di DKI Jakarta memegang peran penting dalam menginstruksikan kepada semua pimpinan SKPD/UKPD untuk mendukung semua proses pelimpahan kewenangan kepada BPTSP sehingga prosesnya dapat berjalan dengan cepat dan meminimalisir hambatan termasuk keengganan SKPD/ UKPD terkait peralihan kelembagaan dan kewenangan kepada BPTSP. Selain itu, dibutuhkan kesiapan SDM baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, Sarana dan prasarana terutama dukungan sistem informasi dan teknologi yang kuat untuk mendukung efektivitas operasionalisasi penyelenggaraan PTSP dari level Kelurahan hingga level Provinsi. <
Saat ini KPPOD memiliki koleksi sekitar 20.000 Perda dalam versi elektronik menyangkut topik ekonomi/investasi di daerah (Pajak, Retribusi, Perijinan, dll). 6OUVLNFMJIBUEBęBSLPMFLTJUFSTFCVU TJMBILBOBLTFTIUUQQFSEBLQQPEPSH Bagi individu/korporasi/organisasi yang akan memesan koleksi kami, dapat menelusuri prosedur dan syarat pemesanan yang tertera pada menu layanan submenu pemesanan perda.
Terima kasih Bagian Keperpustakaan
11
Dari Daerah
Peningkatan Kapasitas Petani melalui Pembentukan Forum Petani Kakao di Kabupaten Majene
S
ektor pertanian masih mempunyai peranan penting dalam perekonomian di Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat. Terbukti dari data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar yakni 54% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Daerah (PDRB). Dari nilai tersebut, sebesar 20% didukung dari subsektor perkebunan, dimana dalam subsektor tersebut didominasi oleh komoditas kakao. Elizabeth Karlinda *
Kakao merupakan salah satu komoditi andalan Kabupaten Majene. Luas areal kebun kakao di Kabupaten Majene adalah 14.112 ha atau 15% dari luas wilayah Majene. Dengan luas areal kebun kakao tersebut, wajar apabila usaha kakao menjadi mata pencaharian utama di kabupaten tersebut. Jumlah petani kakao di Kabupaten Majene sebanyak 10.289 KK (Dishutbun Majene 2012). Jika diasumsikan setiap keluarga memiliki empat anggota (bapak, ibu dan dua anak), maka total penduduk yang bergantung pada komoditas kakao lebih dari 40.000 orang. Potensi yang besar pada komoditas kakao seyogyanya juga diimbangi dengan kapasitas SDM untuk mengelolanya. Namun, faktanya, kebanyakan petani kakao Majene masih memiliki kapasitas yang kurang memadai, baik dari aspek pengetahuan, sikap, keterampilan maupun permodalan. Salah satunya ditunjukkan oleh rendahnya kesadaran budidaya kakao menggunakan teknik budidaya yang baik. Budidaya kakao yang kurang optimal mengakibatkan produktivitas dan kualitas biji kakao Majene masih kurang rendah. Faktor lain penyebab rendahnya produktivitas kakao di Majene adalah serangan hama dan penyakit yang menyerang 70% lahan kakao Majene, Dishutbun Majene 2012). Kesadaran petani dalam melakukan proses pengolahan secara baik juga masih rendah. Akibatnya, pengeringan hanya dilakukan dalam waktu singkat (satu hari) dan prosesnya pun masih belum memerhatikan faktor kebersihan (sanitasi). Proses fermentasi masih sangat jarang dilakukan oleh para petani. Beberapa hal tersebut mengakibatkan kualitas biji kakao yang dihasilkan oleh petani masih rendah. Kapasitas petani yang rendah menyebabkan mereka tidak memiliki posisi tawar terutama dalam sistem pemasaran. Peranan pengepul masih lebih menonjol ketimbang petani kakao di dalam rantai perdagangan kakao. Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan kelembagaan petani yang masih lemah. Hingga
* Peneliti KPPOD
12
tahun 2012, terdapat 1.018 kelompok tani (poktan) di Majene, namun, dari jumlah tersebut, hanya 10% atau sekitar 100 poktan yang dapat berfungsi sebagai poktan yang baik yakni sebagai tempat belajar, tempat bekerjasama dan unit produksi. Sedikitnya poktan yang berfungsi optimal dikarenakan banyak poktan yang dibentuk bukan berdasarkan ȱ ȱ ¢ȱ ¢ȱ ǻĴȱȱ up). Poktan seringkali dibentuk untuk kepentingan politik, seperti mendapatkan suara pilih dari para petani atau kepentingan pribadi lainnya. Akibatnya, banyak poktan yang mendapatkan bantuan dari pemda namun tidak melaksanakan fungsinya sebagai kelompok tani, sehingga petani anggota tidak banyak menerima manfaat dari keberadaan poktan tersebut. Penguatan kelembagaan petani dapat menjadi kunci untuk meningkatkan kapasitas petani di Majene. Kelembagaan petani yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik dapat dijadikan sebagai tempat belajar, tempat bekerja sama dan tempat berproduksi oleh anggotanya. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan petani dapat meningkat. Selain itu, kelembagaan yang kuat dapat meningkatkan posisi tawar petani di mata pedagang pengepul maupun di mata perusahaan. Untuk meningkatkan kelembagaan petani, muncul gagasan untuk membentuk suatu forum petani kakao di Kabupaten Majene. Ide ini muncul dari kalangan para petani (Ĵȱ ȱ ) karena berbagai kendala yang dialami mereka dalam berusaha kakao. Dalam diskusi dengan para petani, berbagai kendala yang seringkali dihadapi oleh para petani akibat rendahnya pengetahuan dan keterampilan teknis budidaya adalah kesulitan mereka untuk bermitra dengan pihak lain seperti pemda Majene, perbankan maupun perusahaan, sulitnya petani untuk mendapatkan modal maupun sarana produksi seperti pupuk dan bibit, serta lemahnya posisi tawar petani dalam rantai pemasaran kakao. Untuk mengatasi persoalan yang dihadapi para petani tersebut maka peningkatan kapastias petani adalah hal yang sangat mendesak.
Dari Daerah KPPOD memfasilitasi pembentukan forum kelompok tani untuk meningkatkan kapastitas petani. Untuk menginisiasi pembentukan forum petani tersebut, beberapa pertemuan telah dilakukan. Pada tanggal 10 Oktober 2013, pertemuan informal yang melibatkan 10 orang perwakilan poktan, pegawai Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Majene difasilitasi oleh KPPOD. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk membentuk suatu forum petani sebagai wadah organisasi kelompok tani kakao di Majene. Untuk semakin memperkuat terbentuknya forum petani tersebut, pada tangal 27 Januari 2014 diadakan pertemuan lanjutan dengan mengundang perwakilan petani dari 5 kecamatan sentra kakao di Kabupaten Majene, yakni Kecamatan Malunda, Kecamatan Ulumanda, Kecamatan Tamerrodo, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan Sendana. Pada pertemuan tersebut, diperoleh kesepakatan dan kesepahaman tentang perlunya pembentukan forum petani kakao Majene. Tujuan pembentukan forum petani kakao Majene adalah untuk meningkatkan kapasitas petani dalam mengatasi persoalan dalam usaha kakao. Pada tanggal 27 Janurari 2014 dirumuskan tujuan pembentukan forum petani kakao Majene, sebagai berikut: 1. Meningkatkan kelembagaan petani yang professional dan mandiri; 2. Menjadikan kakao majene sebagai kakao terbaik di Sulbar; 3. Meningkatkan kesejahteraan petani kakao majene; 4. Meningkatkan kapasitas (SDM dan Permodalan) Petani kakao majene. Adapun fungsi dari forum petani ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai wadah komuniasi antar kelompok tani; 2. Sebagai wadah menampung aspirasi dari kelompok tani;
3. Sebagai wadah advokasi kebijakan kepada para pemangku kebijakan; 4. Sebagai wadah fasilitasi petani dengan para pihak lain seperti Pemda, perbankan, perusahan. Forum petani ini nantinya diarahkan untuk menjadi lembaga formal berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan SK Bupati Majene. Untuk menuju ke arah tersebut, maka dibentuk susunan organisasi forum petani Majene. Pengurus inti forum ini terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Koordinator setiap kecamatan sentra kakao Majene. Para pengurus ini merupakan para petani perwakilan andalan dari masing-masing kecamatan sentra kakao yang memahami kepengurusan organisasi petani di Majene. юѡюѡюћȱ ј ѕ іџ Inisiasi pembentukan forum petani yang berasal dari para petani merupakan hal yang perlu diapresiasi. Forum ini muncul karena petani merasa membutuhkan wadah oraganisasi yang jelas untuk menghadapi secara bersama berbagai kendala dalam melakukan aktivitas usaha berkebun kakao. Adanya kesadaran akan kebutuhan bersama inilah yang dapat menjadi fondasi yang kokoh atas keberadaan forum petani kakao tersebut. Namun, dukungan dari stakeholder lain juga sangat penting bagi keberhasilan forum petani ini. Pemda sebagai pemangku kebijakan (policy maker) seyogyanya mendukung pembentukan forum petani dan berkomitmen atas keberlanjutan forum yang datang dari aspirasi para petani (Ĵȱ ȱ ). Dukungan yang dari Pemda bisa dalam bentuk dukungan regulasi maupun dukungan keterlibatan serta fiskal. Akademisi dan lembaga independen pun seperti LSM mempunyai peranan penting dalam pemberdayaan forum petani tersebut. Dukungan pemberdayaan tersebut sangat berguna untuk mencapai tujuan forum seperti yang diharapkan. <
Bagan Tahapan Umum Pembentukan Forum Petani Kakao Majene
13
Opini
Reformasi Birokrasi Daerah: Sebuah Semangat Pertumbuhan Ekonomi dari Daerah
T
ujuan utama sebuah pemerintahan yang diamanatkan oleh Negara adalah untuk menyejahterakan rakyatnya, dan salah satu upaya menyejahterakan masyarakat tersebut adalah memastikan bahwa siklus ekonomi terus dan tetap berjalan. Kondisi perekonomian suatu negara bisa dilihat dari berjalannya siklus ekonomi dengan baik, dimana seluruh rakyat ikut dalam kegiatan ekonomi dan negara menjamin keberlangsungannya. M. Iqbal Damanik *
Ekonomi menjadi faktor penting dalam pembangunan sebuah Negara, Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, baik dan berkelanjutan menjadi dasar pembangunan. Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi harus diiringi dengan komitmen pemerintah, baik pusat dan daerah dalam menginisiasi kebijakan yang pro pada pembangunan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang bergairah mampu menciptakan pasar tenaga kerja, iklim usaha yang kompetitif, meningkatkan perputaran uang, dan mendatangkan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi. Dimana secara tidak langsung hal ini menciptakan sebuah siklus ekonomi yang terus berlanjut dan hidup. Untuk menjaga berjalannya siklus ekonomi, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah memudahkan para pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Kondisi yang berkembang saat ini, pemerintah belum mampu memberikan jaminan keamanan bagi pelaku usaha asing maupun lokal, untuk mengembangkan usaha di daerah. Beberapa hal yang menghantui para investor dan para pionir yang mengembangkan usaha di satu daerah tak juga kunjung terjawab, yaitu kepastian hukum dan jaminan keamanan, kondisi infrastruktur pendukung, serta birokrasi yang simpel, cepat, dan transparan. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. ђѓќџњюѠіȱ іџќј џюѠіDzȱ
ђяӒȱюј юћ PTSP Pemerintah pusat dalam upaya mendorong iklim investasi di daerah, mengeluarkan kebijakan mengenai reformasi birokrasi khususnya bidang perizinan usaha. Pada Tahun 2010 lalu, Wakil Presiden Boediono * Peneliti KPPOD
14
mengeluarkan kebijakan yang kemudian dikenal dengan istilah Paket Kebijakan Meningkatkan Kemudahan berusaha. Paket ini menyederhanakan birokrasi pada pelbagai sektor melalui 17 Rencana Aksi Peningkatan Kemudahan Berusaha. Salah satunya adalah kebijakan pengurusan banyak perizinan melalui satu pintu atau yang sering disebut dengan PTSP (Perizinan Terpadu Satu Pintu). Aturan baku mengenai kebijakan pembentukan PTSP pun telah dirumuskan Kementrian Dalam Negeri dengan mengeluarkan permendagri No.24 tahun 2006 tentang PTSP. Lalu BKPM sebagai badan yang mengkordinasikan penanaman modal di Indonesia mengeluarkan peraturan Kepala Badan No.7 tahun 2013 tentang PTSP. Kedua peraturan inilah yang akhirnya menjadi rujukan dalam membentuk institusi PTSP di daerah. Namun di dua peraturan ini terdapat perbedaan tafsir terhadap PTSP dimana kemendagri berpandangan bahwa PTSP melayani seluruh layanan izin dan non perizinan sedangkan BKPM mendefenisikan PTSP sebagai lembaga yang mengintegrasikan kelembagaan dengan fungsi pelayanan penanaman modal. Perbedaaan pandangan kedua peratiran ini akhirnya menjadi tumpang tindih sebagai peraturan rujukan pembuatan perda PTSP di daerah. Ketumpangtindihan mengenai peraturan sebagai rujukan harus segera dikoordinasikan, perbedaaan rujukan antar daerah bisa saja menjadi boomerang kegalauan konsep PTSP di daerah. Koordinasi yang tidak baik antar lembaga di pemerintah pusat akan menimbulkan ketidakpastian peraturan daerah dalam menjamin proses penanaman modal. Hingga saat ini masih banyak perbedaan mengenai konsep PTSP di daerah, salah satunya konsep kebijakan di PTSP di Surabaya berbeda dengan DKI Jakarta. Dimana PTSP di Surabaya lebih kepada konsep satu atap, sedangkan instruksinya adalah satu pintu. Dan di DKI Jakarta sendiri juga pada tatanan implementasi Perda PTSP masih cendrung kearah satu atap. Pemerintah pusat harus segera menyamakan konsep PTSP di setiap daerah dengan menunjuk satu peraturan sebagai rujukan peraturan dearah mengenai PTSP.
Opini Birokrasi yang simpel, cepat, dan transparan dengan kepastian hukum melalui penerapan peraturan daerah menjadi sebuah kepastian yang harus segera dilakukan jika Indonesia ingin berbenah menuju pertumbuhan ekonomi yang stabil. Saat ini, posisi Indonesia dalam Global Doing Business yang diwakili Jakarta, Indonesia menduduki peringkat 120 dari 189 negara yang diteliti. Khusus untuk memulai usaha (starting a business), posisi Indonesia menurun dari 171 menjadi 175. Proses memulai usaha di Indonesia dipandang pelaku usaha masih belum efisien dengan rata-rata jumlah prosedur sebanyak 10 prosedur, 48 hari, dan biaya sebesar 20,5% dari pendapatan per-kapita. Lamanya proses perizinan usaha dan panjangnya rantai birokrasi menjadi dasar lambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Ini menjadi fakta yang mendasari belum adanya reformasi birokrasi di Indonesia yang didukung kepastian regulasi, kebijakan PTSP yang diinisiasi semangat reformasi birokrasi dalam kerangka rujukan hukumnya pun masih tumpang tindih. PTSP dalam semangat reformasinya adalah sebuah kebijakan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun dalam perjalanannya kebijakan ini tak sesegar angin yang bertiup kearah pelaku usaha, PTSP malah menjadi kebijakan tumpang tindih dimana masih memiliki kewenangan terbatas dalam mengeluarkan perizinan dan menjadi badan penyelenggara dengan SDM yang belum matang. PTSP di beberapa daerah hanya menjadi sekedar badan pemeriksa dan pengumpul berkas yang kemudian legalisasi dan pengeluaran izin masih terdapat pada perizinan sektoral, contohnya dalam pengurusan izin mendirikan bangunan para pelaku usaha tetap harus mengajukan izin SKPD terkait untuk mendapatkan izin. Harusnya logika PTSP bukanlah menjadi wadah mengurus banyak izin dalam satu pintu tapi menyelesaikan izin dalam satu pintu. Logika mengurus
adalah pelaku usaha yang datang ke PTSP mendapati banyak urusan dalam mengurus izin, namun jika menyelesaikan PTSP langsung sebagai badan yang menyelesaikan dengan kewenangan memberikan izin dan mengatur unit serta SDM di bawahnya. юѡюѡюћȱј ѕ іџ Semangat untuk menumbuhkan pembangunan ekonomi dari daerah harus terus didukung. Pembangunan ekonomi dapat berjalan jika investasi berjalan dengan baik. Investasi akan terus meningkat jika iklim berusaha sangat kondusif dan didorong dengan kepastian peraturan. Pengkondusifan iklim berinvestasi salah satunya adalah dengan mengeluarkan peraturan mengenai PTSP. Dengan adanya kepastian regulasi tujuan penyelenggaraan penanaman modal seperti pertumbuhan ekonomi, terciptanya lapangan kerja, menurunkan angka kemiskinan akan dapat tercapai. Regulasi bukan saja memberikan kepastian hukum dan berjalannya iklim usaha yang kondusif. Kepastian hukum jugalah yang merupakan sebuah upaya penguatan negara, dalam hal ini pemerintah dalam mengatur kebijakan ekonomi yang tidak hanya berpihak pada investor besar, tetapi juga kepada seluruh pelaku ekonomi dan pihak-pihak yang terkena dampak (negatif maupun positif) dari suatu aktivitas ekonomi. Regulasi yang pasti akan memberikan kepastian kepada negara, pelaku usaha, dan rakyat secara keseluruhan dalam keberimbangan pembangunan dengan menjamin bahwa setiap orang yang terlibat dalam siklus ekonomi mempunyai hak untuk sejahtera. Pembangunan yang merata di setiap daerah di Indonesia sudah pasti akan meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara yang ramah terhadap para pemodal dengan kepastian hukum, dan Indonesia yang kuat secara ekonomi juga sudah menjadi sebuah keniscayaan. <
http://perizinan.jogjakota.go.id
15
Opini
Dampak Reformasi Birokrasi Pelayanan Perizinan Terhadap Upaya Meningkatkan Iklim Investasi dan Aktivitas Ekonomi Kota Yogyakarta
Y
ogyakarta, merupakan sebuah kota di tengah Pulau Jawa yang merupakan salah satu daerah tujuan wisata dengan citranya sebagai pusat budaya. Selain sebagai tujuan wisata budaya dan kota pendidikan, Yogyakarta juga dikenal wisata alam, bahkan sebagai tempat tujuan wisata belanja dan wisata kuliner. Potensi wisata tersebut secara langsung maupun tak langsung berpengaruh terhadap perekonomian wilayahnya. Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, strategi dilakukan oleh Kota Yogyakarta adalah mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang memiliki peranan dominan terhadap perekonomian. Salah satu potensi ekonomi yang dimiliki Kota Yogyakarta adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata menjadi fokus pembangunan ekonomi dan sangat diharapkan pengaruhnya terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).Tulisan ini akan bagaimana pengaruh reformasi pelayanan perizinan terhadap berbagai aspek kehidupan ekonomi daerah, seperti dampaknya terhadap peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya perizinan, pengaruhnya terhadap keuangan daerah, dan perekonomian daerah secara makro. Ig. Sigit Murwito *
Dalam pengembangan ekonomi Kota Yogyakarta dihadapkan pada keterbatasan wilayah. Yogyakarta dapat dikategorikan sebagai kota kecil karena luas wilayahnya hanya sekitar 3.250 Ha atau 32,5 Km2 atau 1,02 persen dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jarak terjauh dari utara ke selatan adalah 7,5 km, dan dari barat ke timur kurang lebih hanya 5,6 km. Secara administratif Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan, 45 Kelurahan. Jika selama ini orang mengenal Yogyakarta sebagai kota yang besar, bukanlah semata-mata termasuk wilayah administrasi Kota Yogyakarta sediri, melaikan juga mencakup wilayah administrasi daerah kabupaten di sekitarnya, khususnya Kabupaten Sleman dan Bantul. Namun dilihat dari jumlah penduduknya Yogyakarta dapat dikategorikan sebagai kota menengah. Berdasarkan hasil Sensus
Penduduk 2010 jumlah penduduk tahun 2010 tercatat 388.627 orang, yang terdiri 48,67% laki-laki dan 51,33% perempuan. Rata-rata pertumbuhan penduduk periode tahun 2000-2010 adalah sebesar 1,9%. ђћіћє ј юѡюћȱ
ѢюљіѡюѠȱ ђљюѦюћюћȱ ђџіѧіћюћȱяює іȱ ђљюј Ѣȱ Ѡюѕ ю Perbaikan reformasi perizinan dari PTSA menjadi PTSP telah terbukti dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Hal ini dapat terlihat dari perbandingan reorganisasi Perizinan dari UPTSA menjadi Dinas Perizinan yang menerapkan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Berikut adalah perbandingan organisasi perizinan UPTSA dengan Dinas Perizinan secara ringkas:
Tabel 1. Perbandingan Reorganisasi Perizinan dari UPTSA menjadi Dinas Perizinan. ASPEK
UPTSA Dapat dilengkapi selama proses
Proses Perizinan
Perizinan diproses secara parsial
Izin diproses secara terpadu dan bertahap
Routing slip
Sebagian izin dengan kendali / Rounting Slip
Routing slip dengan system informasi dapat terpantau setiap tahapan
Masa berlaku izin
Masa berlaku izin tidak dapat terpantau
Dapat diterbitkan pemberitahuan habis masa berlaku secara otomatis sesuai data yang ada
Pengaduan
Melalu surat, telepon, atau dating langsung
Dapat mengirim email ke Dinas Perizinan atau menulis langsung pada touch screen yang terhubung ke seluruh jajaran Dinas Perizinan
Kinerja
• Belum ada system prosedur izin • Personil haya mengetahui izin tertentu.
•
Durasi waktu
Lebih lama dari ketetapan dalam aturan
Waktu lebih singkat/minimal sama dengan aturan.
Pembayaran retribusi
Langsung counter
Melalui Bank Pembangunan Daerah yang terletak satu atap dengan Dinas Perizinan.
Sumber: Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, 2011 * Deputi Direktur Eksekutif KPPOD
16
DINAS PERIZINAN
Persyaratan Izin
Bila tidak lengkap secara sisstem (aplikasi Sistem Informasi Manajemen Perizinan) tidak dapat diproses
•
Penerapan system dan prosedur dengan aplikasi perizinan Petugas menguasai seluruh proses izin
Opini Keberadaan PTSP mampu meningkatkan efisiensi pengurusan izin. Peraturan Walikota Yogyakarta No. 37/2011 telah mengalihkan prosedur untuk Ğȱȱ ȱ ȱ ȱ £ȱ Kota Yogyakarta. Hal ini mengurangi jumlah waktu ǰȱȱĞȱȱȱř ȱǯȱȱ itu, untuk memperoleh keterangan atau izin mengenai lingkungan dari Badan Lingkungan Hidup (BLH), permohonannya bisa diajukan melalui Dinas Perizinan, dan menjadi lebih mudah serta mengurangi waktu hingga 4 hari dan tidak ada biaya untuk prosedur ini. Selanjutnya melalui Peraturan Wali Kota Yogyakarta No. 64/2007, Kota Yogyakarta menyediakan format untuk permohonan memperoleh izin lingkungan. Dengan adanya kemudahan ini, pengusaha di Yogyakarta bisa mengisi sendiri formulir permohonan dan mempersiapkan segala persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan izin terkait lingkungan. Dengan kemudahan ini, waktu untuk mengurus prosedur terkait izin lingkungan berkurang sebanyak 4 hari dan penurunan biaya sebesar Rp. 3.500.000,-. Dari aspek waktu pelayanan perizinan sudah cukup baik. Dari standar waktu penerbitan izin yang telah ditetapkan dalam Standar Operating Procedure (SOP) untuk masing-masing jenis izin, selama tahun 2011 ternyata hanya 42 yang mengalami keterlambatan atau sekitar 0,52% dari total izin yang dikeluarkan pada tahun tersebut. Kemudian dari total izin terbit 34 jenis izin, dalam bulan Januari s/d Desember 2011 adalah sebesar 8150 izin. Padahal jumlah pemohon izin adalah sebesar 8293, hal ini berarti bahwa ada sekitar 140 jenis izin yang ditolak.
ђћіћє ј юѡюћȱ
ђѠюё юџюћȱ юѠѦюџюј юѡȱюј юћȱ ђћѡіћє ћѦюȱ ѧіћ Pelayanan prima oleh Dinas Perizinan Yogyakarta meningkatkan kesadaran dan animo pelaku usaha untuk mengurus izin. Hal ini diperlihatkan dari data penerbitan izin selama tiga-lima tahun terakhir yang secara signifikan selalu mengalami peningkatan ratarata 7%. Seperti tampak pada Tabel 2 di bawah, terlihat bahwa Izin Penelitian adalah yang paling banyak diurus di Yogyakarta, kemudian diikuti oleh IMBB dan Izin HO dan dikuti oleh TDP dan SIUP. ђћіћє ј юѡј юћȱ ћѣђѠѡюѠіȱѤюѠѡюȦ ђћіћє ј юѡј юћȱ юѦюȱюџіј ȱ ћѣђѠѡюѠіȱюђџюѕ Birokrasi perizinan yang lebih efisien menjadi salah satu daya tarik bagi investor. Dengan luas wilayah administratif yang hanya 32,5 km2, Kota Yogyakarta mampu menarik banyak investor kecil maupun besar ke dalam wilayah. Data-data realisasi penerbitan perizinan daerah merupakan bukti dari realisasi investasi yang berhasil ditarik oleh Pemda Kota Yogyakarta. Grafik 1 memperlihatkan perkembangan investasi di Yogyakarta berdasarkan unit usaha baru dan tenaga kerja yang terserap berdasar Surat Ijin Usaha Perdagangan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Yogyakarta. Nilai investasi per tahun hingga Desember 2011 rata-rata mencapai Rp305,39 milyar dengan pertumbuhan nilai investasi rata-rata mencapai 0,67% per tahun. Unit usaha baru yang tercipta terus meningkat dari tahun 2006 sebanyak 460 unit usaha baru menjadi 966 pada Desember 2011. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa reformasi
Tabel 2. Realisasi Penerbitan Izin di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta (tahun 2006-2011) No
JENIS IJIN
1
IMBB
2
Izin-izin terkait Lingkungan (SAH, IN GANG, SAL, IPL)
3
Izin Gangguan/ HO
2006 722
IUI dan TDI
5
SIUP
6
Izin-Izin Usaha (Pengangkutan, Toko, Salon, Penjualan Daging dll)
7
Izin Penelitian, KKN, PKL
8
SIUJK
9
2962
2008 959
2009 1237
2010 1227
2011
Jumlah
1214
8321
93
79
109
96
127
134
638
993
1243
1487
1423
1599
1427
8172
941
1070
1149
1176
1089
5425
Izin Gangguan/HO Baru 4
2007
24
27
44
45
63
62
265
450
455
549
579
646
977
3656
1
11
13
8
7
33
73
2114
2326
2404
2494
2685
2960
14983
39
134
83
46
63
49
414
Izin-Izin Pariwisata (Hotel, Restoran, usaha pariwisata lainnya).
59
83
92
113
133
128
608
10
Izin-Izin terkait Air Bawah Tanah
19
11
29
26
22
14
121
11
£ȱȱ Ğȱȱ ȱǻ Ǽ
2
3
8
12
£ȱȱ Ğȱȱȱǻ Ǽ
717
766
824
974
1052
5102
13
Lain-lain TOTAL
3 769 10
56
109
98
149
97
519
5286
8048
6535
6891
7548
8053
42361
Sumber: Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, diolah
17
Opini Grafik 1. Perkembangan Investasi di Kota Yogyakarta Menurut SIUP yang Diterbitkan Tahun 2006-2011
pelayanan perizinan mampu mendorong tumbuhnya sektor kegiatan usaha di Yogyakarta. Badan usaha perorangan dan CV merupakan usaha yang paling dominan berkembang di Kota Yogyakarta. Pertumbuhan bentuk usaha perorangan yang kebanyakan adalah skala usaha kecil menengah adalah yang paling pesat. Jika pada tahun 2006 ada 188 usaha perorangan baru, maka di tahun 2011 terdapat 510 usaha perorangan baru. PT tidak terlalu dominan namun dari tahun 2006 hingga tahun 2011 menunjukkan trend perkembangan yang positif. Pada tahun 2006 jumlah PT baru yang tumbuh sebanyak 80 PT, dan di tahun 2011 terdapat 137 PT baru.
Izin Gangguan/ HO (Hinder Ordonantie), merupakan izin dasar yang wajib dimiliki oleh semua jenis kegiatan usaha tanpa melihat skala usaha maupun sektor usaha. Dengan demikian izin HO ini dapat digunakan sebagai proxy data perkembangan kegiatan usaha (investasi) yang ada di Yogyakarta. Jika dilihat dari perkembangan penerbitan HO di Kota Yogyakarta terlihat bahwa sejak dibentuk Dinas Perizinan terus mengalami peningkatan, yang menandakan perkembangan investasi yang semakin meningkat. Dalam 5 tahun terakhir sekitar 900 s/d 1.176 kegiatan usaha baru muncul di Kota Yogyakarta atau rata-rata dalam 5 tahun terakhir tumbuh sekitar 8%, kecuali pada 2011 yang sedikit mengalami pelambatan.
Munculnya kegiatan baru di Kota Yogyakarta membuka lapangan kerja baru. Dari tabel 3 disamping terlihat meskipun nilai investasi pada tahun 2010 - 2011 lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun dari sisi penyerapan tenaga kerja terus mengalami peningkatan. Penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun terakhir rata-rata sekitar 10.000 tenaga kerja tercipta akibat adanya kegiatan usaha baru. Atau setiap satu kegiatan usaha rata-rata menyerap 10 tenaga kerja baru. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan usaha yang muncul di Kota Yogyakarta rataGrafik 2. Bentuk Usaha di Kota Yogyakarta Berdasarkan SIUP rata adalah skala kecil Terbit Tahun 2006-2012 menengah (UMKM). Jenis izin usaha kepariwisataan (Hotel, Restoran, dan Jasa Pariwisata) cukup menonjol pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan visi dan misi kota Yogyakarta, serta potensi daerah yakni wisata yang secara langsung maupun tak langsung berpengaruh terhadap perekonomian wilayahnya. Tumbuhnya hotel dan restoran di Kota Yogyakarta ini tercatat dalam perkembangan jumlah izin yang diterbitkan oleh Dinas
18
Opini Perizinan di mana dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang signifikan. Berdasarkan data dari Dinas Perizinan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir telah menerbitkan izin hotel sebanyak 156 hotel, dan untuk restoran 22 buah dan usaha perjalanan wisata sebanyak 90 buah.
Tabel 3. Jumlah Penanaman Modal, Unit Usaha Baru dan Tenaga Kerja yang Terserap di Kota Yogyakarta Berdasarkan HO Terbit tahun 2007-2011 Tahun
Modal (dalam Milyard)
2007
31.478
941
9.640
2008
17.477
1.070
8.935
2009
34.381
1.149
11.597
2010
2.352
1.176
12.081
Unit Usaha
Tenaga Kerja
2011 6.470 1.089 11.316 Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Pariwisata Sumber: Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, 2011 (Hotel, Restoran, dan Jasa Pariwisata), tidak terlepas dari kebijakan perbaikan pelayanan perizinan dan insentif investasi. ђћіћє ј юѡј юћȱ
юѝюѠіѡюѠȱ іѠј юљȱюђџюѕ ȱ Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta No.3 tahun ǽђћё юѝюѡюћȱѠљіȱюђџюѕ ȱȬȱ Ǿ 2009, tentang Pemberian Insentif Investasi di Kota Yogyakarta, Pemerintah daerah memberikan insentif Peningkatan jumlah izin yang diterbitkan memberikan kepada investor yang menanamkan modalnya di Kota kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan Yogyakarta. Pemberian insentif ini berupa keringanan pendapatan asli daerah (PAD). Dari 34 jenis izin yang besaran pajak dan retribusi, serta pentahapan menjadi kewenangan Dinas Perizinan, hanya dua izin pembayaran pajak dan retribusi tersebut. Insentif yang yang masih dipungut biaya (retribusi) yakni IMBB dan diberikan meliputi, pajak hotel, pajak restoran, pajak Izin Gangguan/HO. Kedua jenis izin tersebut kemudian hiburan. Retribusi Izin Mendirikan Bangun Bangunan diatur secara bersama dalam Perda Perizinan Tertentu. (IMBB), retribusi izin gangguan (HO), dan retribusi Sementara izin lainnya berdasarkan UU No.28/2009 izin usaha kepariwisataan. Keringanan pajak yang tentang Pajak dan Retribusi Daerah sudah tidak diberikan kepada investor yang akan mendirikan usaha dipungut biaya lagi. Bahkan untuk beberpa izin dasar baru (investasi), besarannya bermacam-macam. Dalam seperti SIUP, TDP, TDI dll, sudah dibebaskan dari biaya pajak hotel ada pengurangan hingga 90 % bagi pelaku sejak tahun 2005. Namun demikian ternyata kontribusi usaha perhotelan mulai dari hotel non bintang hingga Dinas Perizinan terhadap PAD tetap cukup signifikan, hotel bintang selama 3 bulan pertama, kemudian 3 yakni berkisar antara 4%-3% terhadap PAD, dan sebesar bulan berikutnya sebesar 50% dan 6 bulan berikutnya 10%-15% terhadap total Retribusi Daerah (lihat Tabel ada potongan 25%. 4 dibawah). Meskipun secara langsung kontribusi
Tabel 4. Total Pendapatan Asli Daerah dan Khusus dari Dinas Perizinan Daerah URAIAN
2008
2009
2010
2011
PENDAPATAN ASLI DAERAH
32.431.571.515
161.473.838.210
179.423.640.058
233.295.459.227
Ø Pajak Daerah
62.452.770.490
71.852.539.011
78.254.579.242
120.578.636.794
Ø Retribusi Daerah
34.940.602.210
23.497.748.962
32.214.650.779
40.931.552.596
Ø Lainnya
35.038.198.815
66.123.550.237
68.954.410.037
71.785.269.837
3.510.099.485
3.367.953.770
4.774.629.998
4.264.942.508
PENDAPATAN DARI SKPD DINAS PERIZINAN RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU Ø % terhadap PAD
3
2
3
2
Ø % terhadap Pajak Daerah
6
5
6
4
Ø % Terhadap Retribusi Daerah
10
14
15
10
RETRIBUSI IMBB
2.928.435.511
2.857.659.633
4.157.401.737
3.695.819.588
Ø Dinas Perizinan
2.883.697.087
2.820.877.320
4.122.499.700
3.665.982.500
44.738.424
36.782.313
34.902.037
29.837.088
RETRIBUSI IZIN GANGGUAN
514.534.974
473.059.637
561.255.761
569.122.920
Ø Dinas Perizinan
412.045.600
397.586.900
468.711.500
442.236.900
Ø Kecamatan
102.489.374
75.472.737
92.544.261
126.886.020
RETRIBUSI DI BIDANG PARIWISATA
38.829.000
22.259.500
25.362.500
28.465.500
BEA SIUJK
28.300.000
14.975.000
30.610.000
46.245.000
Ø Kecamatan
Sumber: Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, diolah.
19
Opini terhadap PAD baru sebesar 2% - 3% namun secara tidak langsung perannya cukup besar. Lebih dalam lagi perbaikan birokrasi perizinan yang dilakukan telah mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru yang pada gilirannya juga berkontribusi dalam peningkatan PAD melalui pajak dari kegiatan usaha yang bersangkutan. Pertumbuhan usaha baru selain berkontribusi secara langsung terhadap peningkatan PAD melalui retribusi izin-izin yang diterbitkan, maka pada jangka menengah dan pajang secara tidak langsung berkontribusi melalui penerimaan pajakpajak dari kegiatan perusahaan yang baru dan telah berkembang. Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Kota Yogyakarta kontribusi PAD Kota Yogyakarta, dalam 6 tahun terakhir rata-rata sebesar 49% dari total PAD (Lihat Tabel 5). Bila dilihat dari struktur PAD Kota Yogyakarta ternyata sumbangan terbesar PAD Kota Yogyakarta adalah berasal dari Pajak Hotel dan
Restoran serta usaha pariwisata lainnya. Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap total penerimaan pajak daerah rata-rata adalah sebesar 55% dalam kurun waktu 6 tahun terakhir sejak dibentuknya Dinas Perizinan. Sementara kontribusi pajak hotel dan restoran terahadap PAD rata-rata mencapai 27%. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan perbaikan pelayanan perizinan mampu mendorong tumbuhnya kegiatan usaha di bidang pariwisata (hotel dan restoran) dan selanjutnya berdampak pada peningkatan PAD yang sangat signifikan. ђћё ќџќћє ȱ ђџѡѢњяѢѕ юћȱј ќћќњіȱ юђџюѕ Selain berkontribusi terhadap keuangan daerah (melalui PAD) kontribusi iklim investasi di sektor pariwisata juga berkontribusi terhadap perekonomian daerah secara makro. Hal ini dibuktikan dengan tingginya kontribusi kegiatan ekonomi sektor perdagangan, hotel
Tabel 5. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap APBD Kota Yogyakarta tahun 2005-2011 (dalam Juta Rupiah dan %) JENIS PAJAK DAERAH Pajak Hotel
2005
2010
2011
20.529.611
26.543.727
30.788.901
32.400.000
37.861.436
8.635.810
9.638.979
10.615.751
12.002.777
12.962.999
13.817.217
26.527.217
23.211.106
30.168.590
37.159.478
42.791.678
45.362.999
51.678.653
58
43
58
53
30
Pajak Hiburan Pajak Reklame
55
24
1.700.213
60
26
1.352.354
1.741.018
60
28 2.037.440
27 3.727.950
25 4.320.000
26 4.684.984
2.437.630
2.224.859
3.619.969
4.962.578
5.030.452
4.200.000
5.439.732
15.159.696
16.882.280
18.885.554
17.864.485
19.736.631
23.300.000
23.857.658
281.963
326.548
368.072
428.790
565.825
679.527
776.412
46.106.719
43.999.153
54.783.203
62.452.770
71.854.545
Pajak Parkir
52
Ø % pajak Daerah thd PAD PAD
2009
14.575.296
Ø % terhadap PAD
Total Pajak Daerah
2008
8.532.492
Ø % terhadap Pajak Daerah
Pajak Penerangan Jalan
2007
17.994.725
Pajak Restoran Pajak Hotel & Restoran
2006
46
89.196.416
96.419.456
48
47
44
114.098.350
132.745.563
161.473.838
78.254.579 120.578.637 44
60
179.423.640 202.261.000
Sumber: DPDPK Kota Yogyakarta, diolah
Tabel 6. Kontribusi Ekonomi Sektoral terhadap Perekonomian Daerah Kota Yogyakarta 2006-2010 (dalam %) LAPANGAN USAHA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Pertanian
0,50
0,47
0,40
0,30
0,29
0,28
Pertambanan dan Penggalian
0.00
0,01
0,01
0,10
0,10
0,10
Industri Pengolahan
11,8
11,6
11,3
10,8
10,5
10,8
Listrik, Gas, Air Minum
1,37
1,33
1,34
1,87
1,91
1,83
Bangunan
7,0
7,9
8,2
8,2
7,9
7,8
Perdagangan, Hotel dan Restoran
25,2
25,1
24,9
25,0
25,4
25,3
Transportasi dan Telekomunikasi
18,5
18,9
19,1
19,6
20,1
20,0
Keuangan dan Jasa Perusahaan
14,3
13,3
13,7
13,9
14,0
14,0
Jasa-jasa
21,3
21,5
21,4
20,8
20,5
20,6
100
100
100
100
100
100
TOTAL
Sumber: Yogyakarta Dalam Angka tahun 2011, diolah
20
Opini Tabel 7. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 - 2009 (Persen) LAPANGAN USAHA
2007
2008
2009
2010
1. Pertanian
-2,22
2. Pertambangan & Penggalian
11,57
-10,03
-5,56
-4,31
3,33
-7,35
3. Industri Pengolahan
2,70
2,20
1,83
0,72
1,20
4. Listrik, Gas & Air Bersih
0,86
5,69
2,01
2,63
5. Konstruksi
17,57
7,77
5,80
0,24
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
3,43
3,67
5,46
6,31
7. Pengangkutan & Komunikasi
5,98
5,59
8,15
7,14
8. Keuangan, Persewaan, & Js. Prsh.
-3,40
7,28
6,88
5,05
9. Jasa-Jasa
4,67
3,08
3,36
2,94
3,97
4,46
5,12
4,46
PDRB
Sumber: Yogyakarta Dalam Angka tahun 2011, diolah
dan restoran terhadap perekonomian daerah yang sangat signifikan. Tabel 6 di bawah, memperlihatkan kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap perekonomian daerah secara keseluruhan dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kontribusi sektor perdagangan hotel dan restoran terhadap perekonomian daerah rata-rata mencapai 25%. Sektor Transportasi dan Telekomunikasi yang merupakan ikutan dari kegaitan perdagangan, dan pariwisata juga berkontribusi sangat signifikan yakni mencapai ratarata 19%. Kontribusi yang besar dari sektor kegiatan yang terkait dengan pariwisata tersebut didorong oleh pesatnya pertumbuhan kegiatan-kegiatan usaha di sektor ini seperti sudah diulas sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa selain perbaikan birokrasi perijinan, deregulasi berupa insentif investasi sektor pariwisata telah membentuk iklim investasi yang kondusif di sektor ini. Akibatnya kegiatan usaha tumbuh dan berkembang dengan sehat dan akhirnya berkontribusi positif terhadap perekonomian daerah secara makro. Sektor-sektor yang distimulus dengan insentif investasi mampu tumbuh signifikan dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi secara makro. Secara makro perbaikan pelayanan perizinan yang menjadi satu paket dengan insentif investasi berupa pengurangan dan penangguhan pajak dan retribusi daerah telah berdampak pada pertumbuhan perekonomian daerah. Tumbuhnya kegiatan usaha yang ada di Yogyakarta khususnya yang terkait dengan perdagangan dan jasa pariwisata, telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Yogyakarta rata-rata 5% pertahun selama 5 tahunterakhirini.Tabel7,memperlihatkanpertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta dari tahun 2006 hingga 2010. Khusus untuk sektor pariwisata (perdagangan, hotel dan restoran) yang merupakan buah dari perbaikan iklim investasi dan perbaikan pelayanan perizinan, mampu tumbuh melampaui sektor lainnya, yakni pada tahun 2010 sebesar 6,3% dan sektor pengangkutan dan komunikasi mencapai 7,17% di tahun yang sama.
Hal ini menjadi bukti bahwa perbaikan pelayanan perizinan pada jangka menengah dan panjang mampu berkontribusi dalam menggerakkan ekonomi daerah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara keseluruhan. юѡюѡюћȱј ѕ іџ Dampak dari reformasi pelayanan perizinan yang dilakukan di Kota Yogyakarta telah memberikan hasil yang sangat positif. Yang pertama adalah adanya peningkatan kualitas pelayan perizinan bagi masyarakat khususnya pelaku usaha. Dengan perbaikan kualitas pelayanan ini memberikan citra positif akan pelayanan perizinan yang selama ini dipandang sulit, namun dengan pelayanan prima dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta mampu meningkatkan kesadaran dan animo pelaku usaha untuk mengurus izin usaha. Hal ini diperlihatkan dari data penerbitan izin selama tigalima tahun yang semakin meningkat. Pada gilirannya, birokrasi perizinan yang lebih efisien mampu menjadi salah satu daya tarik bagi investor atau calon investor. Paling tidak, pelayanan perizinan yang lebih baik merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat, termasuk dunia usaha. Reformasi pelayanan perizinan Kota Yogyakarta juga mampu menarik banyak investor kecil maupun besar ke dalam wilayah. Pada jangka menengah dan panjang ternyata perbaikan pelayanan perizinan ini juga dapat meningkatkan kapasitas fiskal daerah melalui peningkatan PAD. Selain berkontribusi terhadap keuangan daerah (melalui PAD) juga berkontribusi terhadap perekonomian daerah secara makro. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa selain perbaikan birokrasi perijinan, deregulasi berupa insentif investasi sektor pariwisata telah membentuk iklim investasi yang kondusif di sektor ini. <
21
Laporan Seminar Nasional
Membangun Daerah Berbasis Sektor Unggulan: Tinjauan Khusus Komoditas Kakao
P
embangunan daerah sudah selayaknya memperhatikan sektor unggulan. Sebagai Negara yang berbasis pertanian, Indonesia sudah selayaknya fokus kepada sektor pertanian.
Salah satu komoditi pertanian adalah kakao, dimana Indonesia merupakan produsen terbesar ke dua di Dunia. Selain itu, di beberapa daerah, kakao merupakan mata pencaharian utama. Boedi Rheza *
Memandang posisi strategis dari komoditas kakao, KPPOD bersama FORD Foundation mengadakan sebuah seminar dengan tema “Membangun Daerah Berbasis Potensi Unggulan: Tinjauan Khusus Komoditas Kakao”. Seminar ini merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan dalam program yang dilakukan oleh KPPOD bersama FORD Foundation di dua daerah yaitu Sikka (NTT) dan Majene (Sulbar). Seminar ini dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2013, dengan mengundang para stakeholder kakao baik ditingkat pusat maupun daerah, seperti pelaku usaha, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat maupun lembaga-lembaga yang fokus pada pertanian. Acara dibuka dengan penyampaian kata sambutan dari FORD Foundation yang diwakili oleh Ibu Ade Aryani. Ibu Ade Aryani menyampaikan dukungan FORD Foundation terhadap program ini. Dukungan ini dilatarbelakangi oleh fokus FORD Foundation pada peningkatan kegiatan peningkatan pertanian di wilayah Timur Indonesia. Sektor pertanian dipilih karena wilayah timur Indonesia memiliki potensi pertanian yang besar dimana pelaku utamanya (petani) mayoritas penduduk yang termasuk kategori miskin. Komoditi yang ingin di dukung oleh program FORD Foundation adalah kakao, cengkeh dan kemiri. Harapan dari kerjasama ini adalah peningkatan lingkungan bisnis dan dukungan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung petani. Dalam seminar ini KPPOD memaparkan hasil pelaksanaan program pendampingan di kedua daerah, serta temuan-temuan rekomendasi hasil need assessment dengan pendekatan rantai nilai untuk ditindaklanjuti oleh stakeholders kakao di dua daerah program. Analisis rantai ini dilakukan kepada seluruh rantai nilai, mulai dari input sampai pemasaran kakao. Pemilihan kakao sebagai case study dalam program yang dilakukan oleh KPPOD dengan alasan posisi strategis kakao dibanding komoditas pertanian lainnya. Dari need assessment diketahui bahwa 95% petani kakao adalah petani kecil yang memiliki luasan lahan hanya 0.5 hingga 1 hektar. * Peneliti KPPOD
22
Ironisnya banyak Pemda yang menjadikan komoditas kakao sebagai komoditas unggulan atau penggerak perekonomian di daerahnya, namun masih kurang dukungan dari kebijakan atau intervensi-intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. KPPOD juga melakukan evaluasi terhadap program nasional yang dilakukan dalam rangka meningkatkan produktivitas kakao yaitu GERNAS Kakao. Evaluasi program ini dilakukan untuk melihat dampak dari pelaksanaan program tersebut. Dari kegiatan need assessment yang dilakukan, di dapat bahwa peran pemda masih belum optimal dalam mengembangkan kakao. Sentuhan kebijakan untuk komoditas kakao belum memadai. Hal ini terlihat di dua daerah program dimana kebijakan sektor kakao baru terbatas pada SOTK subsektor pertanian, belum menyentuh inti permasalahan kakao seperti dalam budidaya kakao. Program-program pengembangan kakao pun tidak berkesinambungan dan hanya berupa respon terhadap program-program Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan NGO. Temuan lain adalah masih lemahnya kapasitas petani baik dari segi SDM dan permodalan. Hal ini berdampak pada kurangnya sarana produksi yang dimiliki petani dan berdampak pada tidak terawatnya kebun sehingga produktivitas kakao tidak optimal. Beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh KPPOD, terkait pengembangan komoditas kakao, khususnya di dua daerah program adalah perlu dilakukan perbaikan kebijakan. Perbaikan kebijakan ini dilakukan dalam kerangka pengembangan usaha kakao di daerah. Selain itu, perlu dilakukan intervensi pemerintah daerah dalam hal penguatan kelembagaan petani. Penguatan kelembagaan petani ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelembagaan yang sudah ada atau yang sudah mulai dirintis seperti Unit Pengolahan Hasil (UPH). Kepala Daerah di dua daerah program (Bupati Sikka dan Bupati Majene) menyampaikan perkembangan
Laporan Seminar Nasional sektor kakao maupun kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan untuk pengembangan sektor kakao. Bupati ǰȱ ǯȱ ȱ Ĵȱǰȱ ¢ ȱ ȱ ȱ Majene saat ini potensi kakao Majene masih sangat besar. Dari sekitar 14 ribu hektar (tahun 2012) lahan kakao, produktivitas perhektar mencapai 897 kg/ha. Kakao juga merupakan komoditas strategis di Majene mengingat kontribusi terhadap sektor pertanian mencapai 20%. Sementara sektor pertanian sendiri, menyumbang 54% PDRB Kab. Majene. Beberapa permasalahan yang ada di komoditas kakao adalah masih lemahnya SDM Petani. Selain itu, masalah lain adalah posisi petani yang lemah di pasar. Di rantai budidaya, serangan hama juga masih tinggi, sarana produksi yang dimiliki masih kurang dan lemahnya motivasi petani dalam merawat kebun. Akar permasalahan dari keseluruhan permasalahan tersebut adalah kurangnya SDM Petani baik dalam hal pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Terdapat sekurangnya empat strategi pengembangan kakao di Kabupaten Majene antara lain, (1) intensifikasi, ekstensifikasi rehabilitasi dan diversifikasi perkebunan; (2) Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pertanian, Perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan dan perikanan dalam mendorong perekonomian daerah; (3) Meningkatkan posisi tawar dan daya saing produk unggulan daerah; (4) Mengoptimalkan potensi Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, Kelautan dan Perikanan; (5) Meningkatkan kemampuan teknis aparat dan masyarakat. Dari beberapa strategi tersebut, diharapkan terjadi peningkatan produktivitas kakao dari 500 kg/ha di tahun 2009 menjadi 897 kg/ ha di tahun 2012. Menanggapai hasil kegiatan yang dilakukan KPPOD bersama FORD Foundation, Bupati Kab. Majene menyampaikan terima kasih dan apresiasi. Pemda Majene juga mendukung hasil-hasil temuan KPPOD dan menindaklanjuti temuan tersebut dengan membentuk tim yang mengawal regulasi terkait kakao dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan tim tersebut, terutama terkait kebijakan kakao. Selanjutnya Bupati Sikka, Drs. Yoseph Ansar Rera, menyampaikan saat ini di Sikka, tingkat produktivitas kakao mencapai 640 kg/ha dengan luasan lahan kurang lebih seluas 22 ribu hektar. Beberapa permasalahan sektor kakao yang terjadi di Sikka adalah rendahnya kualitas dan kapasitas petani kakao; Kemampuan modal petani yang kurang; sarana produksi yang kurang memadai, tanaman yang sudah tua; informasi dan teknologi kakao yang terbatas serta akses pemasaran yang kurang. Untuk mengatasi masalahmasalah tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) Sikka kemudian menetapkan arah pembangunan sektor kakao, antara lain untuk meningkatkan produktivitas, penyediaan saprodi khususnya bibit unggul dan memperkuat kelembagaan maupun peningkatan SDM petani. Menanggapi kegiatan yang dilakukan oleh KPPOD, Bupati Sikka menyampaikan apresiasi terhadap masukan-masukan kebijakan yang merupakan hasil kegiatan tersebut. Berangkat dari hal tersebut, terdapat beberapa tindak lanjut Pemda Sikka terhadap
hasil kegiatan tersebut, yaitu menyiapkan kebijakan disektor kakao, mendorong pemantapan peran Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah yang digunakan juga untuk Forum Kakao, serta meningkatkan dan membangun kerjasama antar stakeholder kakao di Sikka. Sementara, sebagai perwakilan Pemerintah Pusat, Kementerian Pertanian menyampaikan bahwa memang masih terjadi permasalahan-permasalahan pengembangan komoditi kakao. Permasalahan yang terjadi di dua daerah program tersebut, secara umum juga terjadi di Indonesia. Di satu sisi, komoditas kakao memiliki prospek maupun peluang yang dapat menjadikan komoditas kakao sebagai komoditas unggulan Indonesia. Peluang kakao Indonesia saat ini cukup besar, hal ini dikarenakan kebutuhan dunia atas kakao yang terus naik, karakteristik kakao Indonesia yang tidak dimiliki oleh kakao Negara lain dan masih tersedianya lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan kakao. Untuk menjadikan kakao Indonesia nomor satu di dunia, Kementerian Pertanian memiliki strategi revitalisasi di beberapa aspek antara lain revitalisasi lahan, perbenihan, SDM, infrastruktur, kelembagaan petani maupun teknologi. Beberapa isu penting di sektor kakao yang masih perlu ditindaklanjuti adalah selisih harga kakao fermentasi dan non fermentasi yang tipis, sehingga mempengaruhi petani untuk tidak melakukan fermentasi. Selain itu, kakao yang dijual masih berbentuk bahan baku, sehingga harganya sangat rendah. Dan terakhir adalah isu rantai tata niaga yang masih panjang dan belum efisien. Di dalam seminar ini juga terdapat stakeholder kakao dari dunia usaha. Mereka juga menyampaikan perhatian khusus terhadap pengembangan komoditas kakao Indonesia. Salah satunya adalah Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo). Dekaindo merupakan gabungan dari asosiasi-asosiasi kakao yang ada di Indonesia. Dekaindo menyoroti tentang kualitas SDM, permodalan dan avalis (Bapak Asuh). Kualitas SDM, termasuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap merupakan hal yang utama untuk memperkuat sektor kakao di Indonesia. Untuk menguatkan SDM ini, sudah dilakukan pendampingan, namun sayangnya kapasitas pendamping itu sendiri masih kurang, khususnya pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya pertanian kakao. Dekaindo mengusulkan untuk pendampingan tersebut, dapat menggunakan petanipetani andalan yang menjadi pionir di daerahnya sendiri. Keuntungan lainnya dari mengambil penyuluh dari petani andalan, akan ada bukti nyata atau apa yang dihasilkan dan dapat berkomunikasi dengan baik dengan para penyuluh. Dari pengusaha, juga sepakat bahwa simpul atau titik tumpu adalah SDM yang berkualitas. Kalau penguatan SDM ini dapat dilakukan bukan tidak mungkin, Indonesia dapat menjadi produsen kakao di Indonesia. Jalan lain yang dapat dilakukan adalah membentuk cluster-cluster per wilayah produsen kakao. Cluster ini dapat digunakan juga sebagai sarana pendampingan bagi petani kakao.<
23
Seputar Otonomi
Seputar Otonomi Daerah
Robert Endi Jaweng *
1. Meningkatnya Dana Transfer ke Daerah, namun… Pada Tahun Anggaran 2014 ini, alokasi belanja APBN untuk transfer ke daerah meningkat dari Rp 530 Triliun (2013) menjadi Rp 592,6 Triliun. Nominal itu juga berarti ada sekitar 31% dari total belanja dalama APBN sebesar Rp 1.842,5 Triliun dilimpahkan ke daerah. Dana transfer tersebut dibagi ke dalam dua komponen utama, yakni Dana Perimbangan sebesar Rp 487,9 Triliun dan Dana Otsus dan Penyesuaian (untuk dana Otsus Papua, Papua Barat, Yogyakarta dan Aceh; sementara dana Penyesuaian berupa Bantuan Operasional Sekolah/BOS, Dana Insentif Daerah/DID, Dana Tunjangan Profesi/Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah) sebesar Rp 104,6 Triliun. Namun, sebagaimana catatan analis tahun-tahun sebelumnya, desentralisasi fiskal maupun politik anggaran dalam RAPBN 2014 ini lebih tampak sebagai kelanjutan dan hanya rutinitas (business as usual). Masih tetap sulit untuk menjelaskan bagaimana konstruksi logis dan formula hitungannya sehingga jumlah transfer daerah tak beranjak dari kisaran 30-an% dari belanja Negara, meski secara nominal terus mengalami peningkatan tahun demi tahun. Bagaimana kalkulasinya, sebagai misal, proporsi DAU ditetapkan minimal 26% dari ȱ ȱȦ ȱ Ĵȱȱ ȱȱ variabel kebutuhan (fiscal need) maupun celah/selisih (fiscal gap) justru menunjukan indeks yang jauh lebih tinggi, termasuk alokasi dasar bagi gaji pegawai yang ada? Semua itu terasa klasik namun penting untuk terus disampaikan lantaran titik tolak pemerintah masih belum berdasar pendekatan kebutuhan daerah sebagai fungsi dari jumlah urusan yang sekitar 31 urusan pemerintahan (sekitar 70% pangsa tugas negara) kini berada di tangan daerah namun mereka hanya memperoleh porsi pendanaan sekitar 30% * Direktur Eksekutif KPPOD
24
dari Negara. Padahal, dalam Pasal 2 UU No.32 Tahun 2004 ditegaskan prinsip desentralisasi fiskal, bahwa pola pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemda dalam rangka desentralisasi didasarkan pada penyerahan tugas pemerintahan ke daerah. Maka selalu bertahan kesan yang cukup beralasan bahwa penyusunan besaran transfer Daerah tak didasari pendekatan kebutuhan daerah (berbasis money follow function) tapi semata sebagai sisa akhir ketika aneka pos pengeluaran penting Pusat (utang, subsidi, dan birokrasi) sudah mendapatkan jatahnya untuk kemudian porsi daerah baru bisa dibahas dan ditetapkan. 2. Ditetapkannya UU ASN dan UU Desa Setelah mendapat persetujuan dalam Sidang Paripurna DPR pada masa sidang sebelumnya, pada tahun 2014 ini berlaku sah UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Desa yang berdasarkan penetapan oleh Presiden masing-masing diberi nomor UU No.5 Tahun 2014 dan UU No.6 Tahun 2012. Salah satu poin krusial dalam UU Desa adalah peningkatan jumlah uang yang akan dikelola Desa. Kalau prapemberlakukan UU ini, rerata penerimaan satu desa itu sebesar Rp 254 juta per tahun (komponen ADD mendominasi sebesar Rp 105,9 juta atau 41,7%), UU baru ini memungkina suatu Desa mengelola sekitar Rp 1,4 Milir setiap tahunnya. Itu pun baru berasal dari komponen alokasi Desa dari APBN (alokasi anggaran APBN sebesar 10% dari dana transfer daerah dalam APBN) dan Alokasi Dana Desa (10% dari Dana Perimbangan]. Di luar itu masih ada 10% dari pendapatan pajak dan retribusi yang diterima Kabupaten/Kota maupun jenis-jenis penerimaan Desa lainnya. Maka, soal kapasitas tata kelola, kualitas belanja dan akuntabilitas pengggunaan anggaran harus menjadi perhatian semua pihak ke depan. Segala program penguatan Desa agar mampu menjalan prinsip-prinisp good budgetary governance menjadi agenda nag tak bisa ditunda pelaksanaannya.
Seputar Otonomi Sementara prihal UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN, selain isu reorganisasi jabatan, manajemen SDM aparatur dan isu-isu terkait, beberapa point krusial patut dicatat --antara lain-- perihal proses yang terbuka bagi akses masyarakat untuk terlibat dalam wadah KASN (keanggotannya diisi PNS dan masyarakat), akses terbuka bagi aparatur di daerah untuk menduduki jabatan di daerah lain dan bahkan di birokrasi pusat (termausk untuk Jabatan Pimpinan Tinggi/JPT), dst. Kita berharap agar kehadiran beleid baru di bidang kepegawaian ini bisa menjadi sumbangan penting bagi reformasi birokrasi, termasuk di level daerah, khususnya yang terkait agenda penataan aparatur daerah seperti penataan jumlah dan distribusi PNS, sistem seleksi dan promosi terbuka, profesionalisasi dan infrastruktur kerja PNS, serta peningkatan kesejahteraan.
3. Tertundanya Pembahasan RUU Pemda dan RUU Pilkada Berita yang kurang menggembirakan kembali muncul dari gedung parlemen: untuk kesekian kalinya pembahasan RUU Pemda dan RUU Pilkada tidak dirampungkan. DPR, termasuk anggota Pansus kedua RUU tersebut, mesti bersiap diri memasuki masa reses yang dimulai tanggal 7 Maret dan akan dilanjutkan dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2014. Mengingat masih banyaknya isu kelas berat yang belum disepakati, publik dan bahkan anggota Pansus DPR sendiri belum punaya gambaran waktu mengenai ujung dari semua proses ini. Namun, kita berharap, sebelum selesai masa kerja mereka (September 2014), diharapkan kedua RUU tersebut berganti status menjadi UU. <
25
Agenda KPPOD
Kegiatan KPPOD Terkini
D
engan menggunakan pendekatan multi-perspektif (ekonomi, politik, hukum dan administrasi publik), KPPOD melakukan studi, advokasi, dan asistensi teknis bagi peningkatan mutu tata kelola ekonomi dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis di daerah. Saat ini, KPPOD bekerjasama dengan beberapa lembaga donor sedang melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut: Winantyo *
1. Diskusi Para Ahli (expert meeting) Membahas PTSP DKI Jakarta Saat ini, KPPOD sedang bekerjasama dengan British Embassy dalam kerangka program “Peningkatan Pelayanan Perizinan di DKI Jakarta: Studi Percepatan Pelimpahan Kewenangan dari Dinas Sektoral ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)”. Sebagai salah satu rangkaian kegiatan, pada tanggal 19 Desember 2013 lalu, KPPOD menyelenggarakan kegiatan diskusi para ahli (expert meeting) untuk mengkaji PTSP DKI Jakarta. Tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk memberikan masukan atas laporan yang sedang disusun oleh KPPOD. Turut hadir dalam diskusi tersebut adalah para pakar PTSP di Indonesia seperti Erman Rahman, Alit Merthayasa, Frida Rustiani dan Early Rahmawati. Hasil diskusi tersebut adalah bahwa studi yang dilakukan oleh KPPOD ini diarahkan untuk fokus dalam rencana strategis penerapan perda tersebut. Pasca disahkannya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, tentunya masih banyak yang harus dipersiapkan untuk membentuk suatu Badan PTSP yang memiliki kewenangan untuk menangani perizinan dan non perizinan di DKI Jakarta termasuk mekanisme pelimpahan wewenang perizinan dan non perizinan ke lembaga baru tersebut. Berbagai komentar dan arahan dari para pakar tersebut menjadi masukan yang baik untuk memperbaiki studi KPPOD ke depan khususnya laporan yang sedang disusun. 2. Agenda Rapat Paripurna Pengesahan Perda PTSP DKI Jakarta Dalam Rapat Paripurna yang digelar pada 18 Desember 2013 lalu, DPRD DKI Jakarta mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Disahkannya Perda PTSP ini menunjukkan adanya komitmen kuat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan pelayanan publik, khususnya pelayanan perizinan dan non perizinan di DKI Jakarta. Perda tersebut terdiri dari 15 Bab dan 37 Pasal yang diantaranya mengatur penguatan kelembagaan penyelenggaraan PTSP dalam bentuk * Staff Dokumentasi
26
badan yang disingkat BPTSP dan perluasan cakupan kewenangan PTSP hingga proses penandatanganan izin dan non izin. Selain itu, dengan disahkannya perda PTSP ini juga menjadikan dasar hukum penyelenggaraan PTSP di DKI Jakarta lebih kuat dari sebelumnya yang hanya berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub). Dengan adanya perda PTSP diharapkan pelayanan publik di DKI Jakarta menjadi lebih cepat, transparan, terjangkau dan akuntabel sehingga dapat semakin mendorong kemudahan berusaha di DKI Jakarta 3. Workshop Penguatan Keorganisasian Kelompok Tani Kakao Majene”
“Forum
KPPOD bekerja sama dengan FORD Foundation melaksanakan kegiatan Pengembangan Rantai Nilai Usaha Kakao. Program ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan salah satunya adalah Asistensi Teknis. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Workshop Penguatan Keorganisasian Forum Kelompok Tani Kakao yang dilakukan di Majene. Tujuan dari diadakannya workshop ini adalah menguatkan kapasitas pengurus Forum Kelompok Tani Kakao Majene yang baru saja terbentuk. Kegiatan ini mendapatkan atensi yang cukup luas khususnya di kalangan pengurus kelompok tani yang sebagian besar menjadi pengurus Forum Kelompok Tani Kakao Majene. Hal ini terlihat dari lengkapnya kehadiran pengurus Forum Kelompok Tani Kakao Majene. Kegiatan ini diawali dengan penyampaian materi tentang cara membentuk organisasi yang mandiri dan kuat, dan kemudian dilanjutkan dengan materi serta praktek pembuatan gambaran kerja dan Rencana Tindak Lanjut (RTL) Forum Kelompok Tani Kakao Majene. Melalui kegiatan ini, peserta dilatih untuk menyusun perangkat-perangkat organisasi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan Forum Kelompok Tani Kakao. Perangkat-perangkat organisasi tersebut nantinya akan digunakan untuk mendukung berjalannya Forum Kelompok Tani Kakao di Majene. Untuk tahap awal, hasil dari workshop ini adalah gambaran kerja (Job Description) pengurus serta rencana tindak lanjut Forum Kelompok Tani Kakao 6 bulan kedepan beserta target-target capaian.<
SEKILAS KPPOD Sebagai tindak lanjut hasil Seminar Nasional “Menyelamatkan Otonomi Daerah” yang diselenggarakan KPEN (Komite Pemulihan Ekonomi Nasional), CSIS (Center for Strategic and International Studies) dan LPEM-FEUI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat-Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) pada tanggal 7 Desember 2000, para penyelenggara secara intensif membahas dan menyepakati pembentukan suatu lembaga independen pemantauan pelaksanaan otonomi daerah yang di kemudian hari bernama Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Dalam perkembangannya, sejumlah institusi lain ikut bergabung melalui kesertaan para figur pimpinannya sebagai unsur pendiri: Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya, The Jakarta Post, Bisnis Indonesia, dan Suara Pembaruan. Melihat latar belakang institusi pendiri tersebut, dapat dikatakan kelahiran KPPOD merupakan hasil eksperimentasi kerjasama dunia bisnis, akademik, dan media massa sebagai tiga pilar penting dalam formasi sosial di Indonesia dewasa ini. Sebagai dasar pemikiran yang menyemangati kerja-kerja profesionalnya, KPPOD memaknai desentralisasi dan otonomi daerah sebagai kebijakan yang bertujuan mengubah struktur tata kelola pemerintahan dari sentralisme menjadi terdesentralisasi, sekaligus menggeser pola pembangunan yang didominasi negara menuju kesempatan yang lebih terbuka bagi masyarakat dan dunia usaha. Maka pada setiap kebijakan pemerintah haruslah tercermin suatu komitmen nyata untuk mendorong keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan daerah. Mengalir pada pilihan wilayah isu, KPPOD menaruh fokus sentral pemantauannya pada segala hal terkait kebijakan dan pelayanan publik di bidang ekonomi dan kebijakan desentralisasi/otonomi daerah secara umum. Dengan menggunakan pendekatan multi-perspektif (ekonomi, politik, hukum dan administrasi publik), KPPOD melakukan studi, advokasi, dan asistensi teknis bagi peningkatan mutu tata kelola ekonomi dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis di daerah. --o0o--
WILAYAH ISU KPPOD PEMBANGUNAN EKONOMI
TATA KELOLA EKONOMI DAERAH
1.
TATA KELOLA KEUANGAN DAERAH
Reformasi Regulasi Usaha:
Mendorong deregulasi melalui upaya rasionalisasi jumlah dan atau jenis Perijinan usaha maupun pungutan (pajak/retribusi) di daerah.
2.
Reformasi Birokrasi Perijinan:
Mendorong debirokratisasi melalui upaya efisiensi business process (pengurusan) perijinan lewat kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di daerah.
3.
Desentralisasi dan Manajemen Fiskal:
Studi dan advokasi kebijakan desentralisasi fiskal yang mendukung kemandirian daerah dan perbaikan kualitas tata kelola keuangan di daerah (APBD) yang pro-prtumbuhan ekonomi dan kesejahteraan publik.
4.
Isu-isu Strategis Otda lainnya:
Pemekaran daerah, kerja sama antar-daerah, rencana pembangunan daerah, pemilihan kepala daerah, dsb.
27
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Regional Autonomy Watch Permata Kuningan Building 10th Fl. Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C Guntur Setiabudi, Jakarta Selatan 12980 Phone : +62 21 8378 0642/53, Fax : +62 21 8378 0643 http://www.kppod.org, http://perda.kppod.org, http://pustaka.kppod.org