SANG KEPALA SEKOLAH; KUNCI UTAMA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DITINJAU DARI PERANANNYA YANG MULIA Muh. Fitrah Dosen Institut Agama Islam Muhammadiyah Bima
[email protected] Abstrac At this writing has the main goal is to find out the quality of education in schools, the leadership of the principal, the tasks and the role of the principal and the principal roles in improving the quality of education so that the educational process and product quality. The quality of education is the shared expectation in education in order to pick up the changing times are growing. Because of the growing development of increasingly tight real field more particularly in the field of education it takes true quality education for a better future. To create the quality of education is certainly not apart from the main task and role of leaders in educational institutions. One of them is the head of the school, because the principal is main piur in moving any changes towards the quality of education. The principal has a myriad of tasks and its role, and this indicates that the principal task of not only leading the ceremony, waiting for incoming mail but rather that the principal task of deciding whether the quality of education was able to was created in the school environment.
Keywords: Principal, Quality, Education PENDAHULUAN Pendidikan kunci mengatasi kekacauan, keterpurukan, ketertindasan dan ketertinggalan. Pendidikan sebagai benih harapan harus menjadikan karakter sebagai tumpuan dasar (Dirlanudin, 2014). Bermodalkan kepintaran, keturunan, dan kekuasaan, menjadi tak bermakna jika seseorang tak bisa dipercaya dan bermoral.Sejauh ini kita memaknai pendidikan di Negara Republik Indonesia tercinta terus mengalami kemajuan yang begitu pesat seirama dengan perkembangan teknologi, hal demikian ditandai dengan lahirnya UU No. 22 tahun 1999, kemudian dilaksanakan revisi pada UU No. 32 tahun 2004, dan selanjutnya di revisi kembali pada UU No. 23 tahun 2014. Oleh karena itu perbuahan demi perubahan yang terjadi memberikan arti yang jelas bahwa salah satu bagian yang menjadi agenda perubahannya adalah pendelegasian kewenangan pengelolaan pendidikan pada pemerintah daerah. Akan tetapi, yang akan menjadi kewenangan pemerintah daerah tidak sepenuhnya yaitu terbatas pada aspek pembiayaan, sumber daya manusia dan saranaprasarana. Sementara untuk aspek-aspek menyangkut kurikulum, pembelajaran, evaluasi dan pengukuran, sarana dan alat pembelajaran, metode dan waktu belajar, buku
serta alokasi belanja dan penggunaan anggaran, semuanya menjadi kewenangan sekolah. Untuk hal demikian, maka kepala sekolah dan seluruh guru dituntut bertanggung jawab terhadap kualitas proses dan hasil belajar guna meningkatkan mutu pendidikan secara nasional (Rosyada, 2013). Mengacu pada UU yang direvisi sebanyak tiga kali seperti penjelasan sebelumnya artinya bahwa era reformasi pendidikan yang sangat monumental dalam sejarah pendidikan di Negara Repeblik Indonesia ini, dimana otoritas yang sangat besar diberikan langsung pada sekolah. Sekolah bisa mengembangkan inovasinya masing-masing dalam mengembangkan perlakuan pada siswa dalam belajar, bahkan sekolah diberi kewenangan untuk menetapkan kebijakan tersendiri, misalkan saja disekolah apakah akanfullday school atau partday school dalam penggunaan waktu belajar. Selain itu, apakah sekolah akan menyusun sendiri buku teks yang diajarkan sesuai dengan kurikulum yang disepakati, atau membeli buku-buku karya guru lainnya. Dalam hal ini, hal terpenting sekaligus menjadi tekanannya adalah hasil dari itu semua adalah siswa berprestasi, siap diuji, sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan oleh pemerintah atas usulan masyarakat. Karena itu, bila prestasi siswa
menurun, maka masyarakat tidak bisa menyalahkan kantor dinas pendidikan baik kabupaten dan kota. Sebaliknya, mereka bisa bertanya pada kepala sekolah dan para gurunya, karena soal kurikulum dan pembelajaran seluruhnya menjadi kewenangan penuh sekolah. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu sumber daya manusia. Dewasa ini keunggulan suatu bangsa bukan lagi dicirikan dengan melimpah ruangnya kekayaan alam, akan tetapi lebih kepada keunggulan sumber daya manusia, karena mutu sumber daya manusia berkontribusi positif bagi mutu pendidikan. Mutupendidikan sering dinilai dengan kondisi yang baik, syarat yang terpenuhi, serta komponen yang komplit dalam pendidikan. Komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya. Untuk hal demikian, membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai peran yang sangat fundamental,salah satunya adalah kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Diidentikkan dengan pemimpin tentu kepala sekolah harus mampu menjaling hubungan baik dengan masyarakat disekitar dimana sekolah itu berada (Dirlanudin, 2014). Kepala sekolah sebagai kunci pendorong bagi perkembangan dan kemajuan sekolah untuk meningkatkan akuntabilitas keberhasilan programnya. Agar hal demikian tercapai dengan baik, maka kepemimpinan kepala sekolah perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus pandai memimpin kelompok dan pendelegasian tugas dan wewenang. Bercermin pada penjelasan tersebut, maka kepala sekolah mendapat tuntutan peran yang sangat besar. Dia harus kuat dan memiliki gaya kepemimpinan yang kuat untuk mendorong seluruh gurunya bekerja total dalam mendidik siswa-siswinya, memiliki visi untuk kemajuan sekolah, konsisten dengan
visinya, tapi tetap demokratis dan menghargai pandangan para staf. Kepala sekolah juga harus memiliki ekspektasi yang baik pada para siswanya, memberikan penguatan keterampilan dasar untuk siswa-siswinya, sehingga bisa berkembang dengan baik dalam profesi apapun, dan mampu menciptakan suasanan yang kondusif untuk para guru dan karyawan bekerja, serta menciptakan suasana yang nyaman untuk para siswa (Rosyada, 2013). Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini, pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Karena tenaga kependidikan profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama, strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan materi ajar dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis sekolah akan dapat menghasilkan output yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan, melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan
industri (Hanushek, 1981).Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macrooriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat pusat tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat sekolah.. Sehingga pada akhir bagian pemaparan pendahuluan ini penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari penulisan, antara lain: untuk mengetahui mutu pendidikan di sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, dan perananperanan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan agar proses dan produk pendidikannya berkualitas. PEMBAHASAN Mutu Pendidikan Disekolah Salah satu indikator keberhasilan kepemimpinan seorang kepala sekolah diukur dari mutu pendidikan yang ada di sekolah yang dipimpinnya. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan siswa. Output pendidikan merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya. Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya, 2002). Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada dalam sekolah itu sendiri dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut Townsend dan Butterworth (1992)ada sepuluh faktor yang menjadi penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, antara lain: 1) keefektifan gaya kepemimpinan kepala sekolah; 2) partisipasi aktif dan rasa tanggung jawab guru dan staff; 3) keberlangsungan proses belajar-mengajar
yang efektif;4) pengembangan staff yang terencana; 5) kurikulum yang relevan; 6) memiliki visi dan misi yang terarah; 7) iklim sekolah yang kondusif;8) penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan; 9) komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan 10) keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik. Jika dipahamai secara sederhana bahwa dari sempuluh unsur diatas bahwa disimpulkan konsep mutu pendidikan bukan semata-mata terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan, akan tetapi lebih memperhatikan faktor dalam proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Selama tahun 2002 dunia pendidikan nasional ditandai dengan berbagai perubahan yang datang, serempak, dan dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung pendidikan selama beberapa tahun terakhir, antara lain: manajemen berbasis sekolah, peningkatan mutu berbasis sekolah, kurikulum berbasis kompetensi, pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi, pendidikan berbasis luas, pendidikan berbasis masyarakat, evaluasi berbasis kelas, evaluasi berbasis siswa dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan berbasis lokal, pembiayaan pendidikan berbasis masyarakat, belajar berbasis internet, kurikulum 2013 dan pembentukan dewan sekolah dan dewan pendidikan kabupaten/kota dan masih banyak lainnya. Setiap pembaruan yang terjadi tentu sesungguhnya memiliki kisah dan problematikanya sendiri. Fenomena yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni menggunakan kata berbasis. Bila diamati lebih jauh, perubahan yang berbasis itu umumnya dari atas ke bawah; dari pusat ke daerah; dari pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah; dari pemerintah ke masyarakat; dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal. Istilah-istilah lain yang populer dan memiliki nuansa yang sama dengan berbasis adalah pemberdayaan, akar rumput, dari bawah ke atas, dan sejenisnya.
Banyak inovasi pendidikan yang diluncurkan di Indonesia dewasa ini kurang dihayati secara penuh oleh pelaksananya (termasuk kepala sekolah), di samping secara konseptual, serba tergesa-gesa, serba instan, targetnya tidak realistik, didasari asumsi yang linier seakan-akan suatu inovasi akan bergulir mulus begitu diluncurkan dan secara implisit dimuati obsesi demi menanamkan aset politik di masa depan. Maka sudah barang tentu inovasi model seperti ini mengandung risiko kegagalan yang besar. Kualitas Pendidikan Kita Istilah kualitas pendidikansangat mudah dikatakan, namun sangat sukar didefinisikan, karena pemaknannya terus berkembang dan menjadi perhatian semua orang di dunia. Kualitas terbagi dalam dua bagian utama, yaitu kualitas absolut dan kualitas relatif. Kualitas absolut adalah pencapaian standar tertinggi dalam pelaksanaan pekerjaan, melahirkan produk, atau memberikan layanan jasa, yang tidak mungkin bisa terlampaui dan bahkan sudah tidak ada lagi peluang untuk perbaikan. Tetapi, kualitas absolut ini sangat berat dan mahal dalam mewujudkannya. Oleh sebab itu, ukuran kualitas dalam manajemen pendidikan seringkali menggunakan ukuran dalam pengertian kualitas relatif, yakni kualitas yang masih berpeluang untuk ditingkatkan, direvisi secara dinamis, sehingga pengertiannya menjadi pencapaian standar tertentu yang telah ditetapkan bersama-sama sebelum memulai pekerjaan, baik dalam produk barang, jasa maupun lainnya (Rosyada, 2013). Pendidikan termasuk produk jasa, dan dalam pendidikan selalu ada standar yang dirumuskan bersama oleh masyarakat dan diusulkan pada pemerintah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, atau paling tidak Peraturan Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 dan direvisi menjadi PP Nomor 13 Tahun 2015, ditetapkanbahwa kualitas pendidikan di Indonesia diukur dengan delapan standar, yakni standar isi, standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar pengelolaan; standar pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan. Delapan standar ini telah
dijelaskan serta ditentukan ukuran-ukuran pencapaiannya yang telah ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Dengan demikian, ukuran pencapaian kualitas pendidikan di Indonesia sangat ditentukan oleh pencapaian masing-masing sekolah dalam mengimplementasikan program dan proses layanan menuju pada standar minimal hasil pendidikan yang diharapkan dalam seluruh standar isi dan standar kompetensi lulusan, didukung dengan terpenuhinya standar proses, sarana dan parasarana, pengelolaan, penilaian, pembiayaan dan lain-lain. Jeanette&Miske (2000) pernah melakukan penelitian teoretik untuk mengevaluasi dan mengukur kualitas penyelenggaraan pendidikan untuk anak-anak di tingkat sekolah dasar, dengan mengukur limaaspek utama, antara lain: 1) Siswa, diteliti tentang kesehatan, keterpeliharaan mereka sehingga siap untuk melakukan proses pembelajaran, dan terakhir dukungan keluarga dalam belajar; 2) Lingkungan, dievaluasi dan diukur tingkat kesehatan lingkungannya, keamanan, proteksi terhadap para siswa dan kepekaan gender, dan penyiapan sumber-sumber dan fasilitas yang cukup untuk mereka belajar; 3) Proses pembelajaran harus dilaksanakan oleh guru terlatih untuk mengajar, pembelajaran yang berpusat pada siswa, pengelolaan kelas yang baik, penilaian dilakukan oleh tenaga berkeahlian agar mampu memfasilitasi mereka belajar dan mengurangi disparitas hasil belajar; 4) Bahan ajar harus mencerminkan penguasaan basic skill bagi anak sekolah dasar yang akan melanjutkan studi dan menjadi seorang profesional dalam berbagai bidang pilihan mereka, harus pandai membaca, menghitung dan life skill, dan 5) Outcome dilihat dengan pencapaian pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai tujuan pendidikan nasional dan kemampuan mereka berpartisipasi di masyarakat.
Sementara Priscilla (2007) berdasarkan penelitiannya bahwa untuk mengevaluasi kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang mempersiapkan aktifitas anak setelah sekolah ditinjau dari dua katerori yaitu struktur dan proses. Kualitas struktur diukur dalam tiga variabel, antara lain; 1) rasio siswa dengan staff, ukuran rombongan belajar, dan program pengelolaan sekolah; 2) kualifikasi staf, level pendidikan dan pelatihan, dan 3) lamanya waktu layanan pendidikan. Sekolah itu berkualitas atau tidak sangat bergantung pada gaya kepemimpinan kepala sekolah, karena dialah pimpinan tertinggi di sekolah, dan dialah yang bisa mengambil keputusan dalam segala hal, tentang guru yang direkrut, penugasan guru, rotasi guru, pembinaan guru dan bahkan promosi kepangkatan guru. Semakin guru itu bekerja dengan penuh antusias, bermotivasi baik, dinamis mengikuti kemajuan baik teori, instrumen, teknologi, maupun kebijakan pemerintah, maka akan semakin tinggi produktifitas sekolah, dan akan semakin besar kontribusnya terhadap pemajuan bangsa ke depan. Demikian pula dengan sarana serta prasarana pendidikan. Kepala sekolah memiliki otoritas yang sangat besar untuk pengadaan sarana prasaran dengan mengajukan anggaran pembiayaan pada pemerintah atau pemerintah daerah bagi satuan pendidikan negeri, atau ke yayasan bagi satuan pendidikan swasta. Kemudian kepala sekolah juga memiliki kewenangan untuk mengatur waktu belajar siswa, antara full day school atau part day school, dan dialah yang bisa berkomunikasi secara eksternal pada pemerintah atau pemerintah daerah, pada tokoh masyarakat, atau pada apapun yang bisa berpartisipasi dalam pengembangan sekolah. Kepemimpinan Kepala Sekolah Pendefinisian kepemimpinan banyak sekali dipaparkan oleh para ahli baik secara umum maupun secara khusus, karena sesungguhnya kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Artinya bahwa kepemimpinan berperan sebagai penggerak segala sumber daya
manusia dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi (Sedarmayanti, 2010).Hal lain yang yang bisa diartikan bahwa kepemimpinan adalah bagian penting dalam manajemen (Sri, 2013), kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Rivai, 2004; Sadili Samsudin,2006; Purwati, 2013). Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin ini secara singkat disebut sebagai gaya kepemimpinan. Menurut Sutanto & Stiawan (2000) gaya kepemimpinan adalah sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Menurut Purwanto (2008) gaya kepemimpinan di bagi menjadi tiga bagian, antara lain:1) otokratik artinya pemimpin bertindak sebagai ditator terhadap anggota – anggota kelompoknya; 2) laissez faire artinya membiarkan orang – orang berbuat sekehendaknya, dan 3) demokratis artinya adalah kebalikan dari diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah – tengah anggota kelompoknya (Purwati, 2013).Paul Hersey dan Ken Blanchard (2005) pula mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuan bersama.Kepala sekolah adalah seorang pemimpin sekolah atau pemimpin suatu lembaga tempat menerima dan memberi pelajaran. Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo,2002). Kepemimpinan sekolah adalah kapasitas pemimpin sekolah dalam memahami dan mengartikulasikan visi, misi, dan strategi sekolah, meyakini bahwa sekolah adalah
tempat untuk belajar, mempengaruhi, memberdayakan, membimbing, membentuk kultur, menjaga integritas, berani mengambil resiko sebagai pionir dalam pembaharuan, memotivasi, mendudukkan sumber daya manusia lebih tinggi dari pada sumber dayasumber daya yang lainnya, menghargai orang lain, dan selalu proaktif. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.Kepala sekolah diangkat melalui prosedur serta persyaratan tertentu yang bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan yang mengimplikasikan meningkatkanya prestasi belajar peserta didik. Kepala sekolah yang professional akan berfikir untuk membuat perubahan tidak lagi berfikir bagaimana suatu perubahan sebagaimana adanya sehingga tidak terlindas oleh perubahan tersebut. Untuk mewujudkan kepala sekolah yang profesional tidak semudah membalikkan telapak tangan, semua itu butuh proses yang panjang. Namun jika kita berkaca pada kenyataan di disekolah disetiap daerah tentu kepala sekolah masih banyak yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan. Ini disebabkan karena dalam proses pengangkatannya tidak ada trasnparansi, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang terlambat serta banyak faktor penghambat lainnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan
guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin. Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia yang berkepribadian, dalam mengembangkan intelektual siswa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah sebagai pemimpin pada sebuah lembaga pendidikan formal, mempunyai peran sangat penting dan menentukan dalam membantu para guru dan siswanya. Di dalam kepemimpinnya kepala sekolah harus dapat memahami, mengatasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkungan sekolah secara menyeluruh. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah yang dipimpinnya, seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja para pendidik termasuk tenaga kependidikan yang berada di bawah kewenangannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang guru.Maka sebagai pimpinan tertinggi di sekolah, seorang kepala sekolah harus mampu memberikan suntikan energi positif yang mampu menggerakkan para guru untuk melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab sehingga kinerja mereka menjadi lebih baik. Sebagai pemimpin yang mempunyai pengaruh, seorang kepala sekolah harus terus berusaha agar ide, nasehat, saran, instruksi dan kebijakannya diikuti oleh para guru binaannya. Dengan demikian ia dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam cara berfikir, dalam bersikap dan dalam bertindak atau berperilaku. Maka menjadi tuntutan bagi seorang kepala sekolah harus selalu merefresh pengetahuan dan wawasan keilmuannya agar nantinya dapat mendukung tugasnya sebagai seorang pimpinan. Banyak faktor penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah seperti proses pengangkatannya tidak transparan, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas dan seringnya datang
terlambat, wawasan kepala sekolah yang masih sempit serta banyak faktor lain yang menghambat kinerja seorang kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu. Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya, kepala sekolah harus melakukan pengelolaan dan pembinaan terhadap seluruh komponen sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan kepemimpinan yang sangat tergantung pada kemampuan manajerial seorang kepala sekolah. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah sebagai supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengoreksi dan mencari inisiatif terhadap jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu, kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab yang dalam bahasa sekarang dikemas dalam istilah profesional. Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya secara operasional. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan kegiatan operasional itu berlangsung dengan baik. Peranan Sang Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Peranan kepala sekolah dalam rangka mutu pendidikan sangat penting karena dapat mempengaruhi berhasil dan tidaknya mutu pendidikan itu sendiri. Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di bidang administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan profesional kependidikan. Untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-
baiknya, ada tiga jenis keterampilan pokok yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu keterampilan teknis, keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan konseptual. Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi, serta rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas. Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh dari setiap program kerjanya. Keterlibatan kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan. Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat. Pola komunikasi dari sekolah pada umumnya bersifat kekeluargaan dengan memanfaatkan waktu senggang mereka. Alur penyampaian informasi berlangsung dua arah, yaitu komunikasi topdown, cenderung bersifat instruktif, sedangkan komunikasi bottom-up cenderung berisi pernyataan atau permintaan akan rincian tugas secara teknis operasional. Media komunikasi yang digunakan oleh kepala sekolah ialah: rapat dinas, surat edaran, buku informasi keliling, papan data, pengumuman lisan serta pesan berantai yang disampaikan secara lisan. Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran.Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian
mutu, yaitu: sesuai standar, sesuai penggunaan pasar/pelanggan, sesuai perkembangan kebutuhan, dan sesuai lingkungan globa. Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstrakurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk dapat memahami kualitas pendidikan formal di sekolah, perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu sistem tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil. Dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu, kepala sekolah harus senantiasa memahami sekolah sebagai suatu sistem organisasi. Untuk itu, kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan sebagai manager. Jenis pelaksana melalui sejumlah input manajemen agar menggunakan jasanya untuk bercampur tangan dengan sumberdaya selebihnya, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan output yang diharapkan (Slamet, 2000). Kepala sekolah dalam membangun sumber daya manusia melalui manajemen personalia (Suwardi, 2014). Secara umum Slamet (2000) karakteristik kepala sekolah tangguh dapat dituliskan sebagai berikut: 1) Memiliki wawasan jauh kedepan dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh; 2) Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas);
3) Memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat); 4) Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya; 5) Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai; 6) Memiliki kemampuan memerangi musuhmusuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak. Adapun peran kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Kepala sekolah menggunakan “pendekatan sistem” sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berpikir sistem, yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut, berpikir secara holistik, berpikir multi-inter-lintas disiplin, berpikir entropis; berpikir “sebab-akibat”; berpikir interdipendensi dan integrasi, berpikir eklektif, dan berpikir sinkretisme. 2) Kepala sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas, yangditunjukkan oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas, rencana, program, ketentuan-ketentuan, pengendalian, dan memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya. 3) Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, penyedia, pencipta iklim kerja, pengurus, pembaharu, regulator, dan pembangkit motivasi. Berikut ini akan diuraikan tentang peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang meliputi perannnya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor,
leader, inovator, dan motivator (Mulyasa, 2003; Vivi, 2013). 1) Kepala Sekolah sebagai Edukator Sebagai edukator, kepala sekolah bertugas untuk membimbing guru, tenaga kependidikan, siswa, mengikuti perkembangan iptek, dan memberi teladan yang baik. Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya, menciptakan iklim sekolah yang kondusif, karena akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif yang lebih menekankan pada learning to know, learning to do, learning to be, &learning to live together. Seperti pemaparan dari Vivi (2013) bahwa untuk menciptakan iklim sekolah yang kondusif diperlukan kerjasama atau hubungan yang harmonis antara seluruh warga sekolah dan tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah semata. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik adalah sebagai berikut: a) mengikutsertakan guru-guru dalam penataran, atau pendidikan lanjutan; b) menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik; c) menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran; dan sebagainya. 2) Kepala Sekolah sebagai Manajer Sebagai manajer kepala sekolah mempunyai fungsi, antara lain: menyusun perencanaan, mengkoordinasikan kegiatan, melakukan pengawasan, melakukan evaluasi terhadap kegiatan, mengadakan rapat, mengambil keputusan, mengatur proses pembelajaran, mengatur administrasi, dan mengatur tata usaha, siswa, ketenagaan, sarana, dan prasarana, keuangan (Sabirin, 2012).
Sunarto (2011) menjelaskan bahwa kepala sekolah sebagai manajer dituntut memiliki kesiapan untuk mengelola sekolah, kemampuan dan kemauan muncul manakala para pemimpin sekolah dapat membuka diri secara luas untuk mencari dan menyerap sumber-sumber yang dapat mendorong perubahan manajerial, dan kiranya konsep-konsep dasar untuk melakukan perubahan tersebut tersedia luas dalam bidang di luar bidang pendidikan itu sendiri, yakni bidang manajemen.Adapun peran kepala sekolah dalam menjalankan peranannya sebagai manajer, Wahjosumidjo (2002) adalah:a) peranan hubungan antar perseorangan; b) peranan informasional;c) Sebagai pengambil keputusan. Untuk melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk: a) memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama; b) memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya; dan c) mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan yang menunjang program sekolah. Karena jika merujuk pada pandangan manajemen modern, kerjasama merupakan hal yang amat mendasar dalam sebuah organisasi. Di dalam sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala sekolah, wakil kepala, dewan guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswasiswa. Dalam sekolah terdapat kurikulum dan pembelajaran, biaya, sarana, dan halhal lain yang harus direncanakan, dilaksanakan, dipimpin, dan diawasi, yang kesemuanya itu bermuara pada hubungan kerjasama. Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik
yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain. Selain harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama, sebagai manajer kepala sekolah barang tentu harus menunjukkan komitmen yang tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar-mengajar di sekolahnya dan tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya sehingga kegiatan belajarmengajar dapat berjalan efektif dan efisien. 3) Kepala Sekolah sebagai Administrator Administrasi merupakan suatu proses yang menyeluruh dan terdiri dari bermacam kegiatan atau aktivitas di dalam pelaksanaannya (Vivi, 2013). Sebagai administator, kepala sekolah bertanggung jawab atas kelancaran segala pekerjaan dan kegiatan administratif di sekolahnya. Sunarto (2011) memaparkan bahwa kepala sekolah sebagai kategori administrasi pendidikan perlu melengkapi wawasan kepemimpinan pendidikan dengan pengetahuan dan sikap yang antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk kebijakan pendidikan. Kepala sekolah sebagai administrator sangat diperlukan karena kegiatan di sekolah tidak terlepas dari pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan dan pendokumentasian seluruh program sekolah. Sebagai seorang administrator, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan mengembangkan semua fasilitas sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah juga dituntut untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan (Purwati, 2013).
Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai tindakan pengurusan keuangan seperti pertanggung jawaban, dan pelaporan (Vivi, 2013). Artinya bahwa seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru guna meningkatkan mutu pendidikan tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Masalah keuanganpun adalah masalah yang sensitif. Oleh sebab itu dalam mengelola bidang ini kepala sekolah harus hati-hati, jujur dan transparan agar tidak timbul kecurigaan baik dari staf maupun dari masyarakat atau orang tua murid. 4) Kepala Sekolah sebagai Supervisor Supervisi adalah kegiatan mengamati, mengidentifikasi mana hal-hal yang sudah benar, manayang belum benar, dan mana pula yang tidak benar, dengan maksud agar tepat dengan tujuan memberikan pembinaan (Arikunto, 2004; Barinto, 2012; Vivi, 2013). Supervisi juga dapat diartikan sebagai pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Kepala sekolah sebagai supervisor mempunyai peran dan tanggung jawab untuk membina, memantau, dan memperbaiki proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Supervisi pendidikan di sekolah lebih di arahkan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam rangka peningkatan proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan oleh kepala sekolah sebagai supervisor, yaitu melalui pemberian bantuan yang bercorak pelayanan dan bimbingan profesional, sehingga guru dapat melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajar. Menurut Herabudin (2009) sebagai supervisor, kepala sekolah melakukan langkah-langkah konkret, minimal antara lain: 1) menyusun rencana dan kebijakan bersama; 2) melibatkan partisipatif seluruh guru dan staf sekolah; 3) melakukan pengambilan keputusan atas dasar musyawarah mufakat dengan seluruh bawahannya, dan 4)
memerhatikan program kerja dan pelaksanaan program kerja yang sesuai dengan kecakapan bawahannya. Keberhasilan peran kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh: 1) meningkatnya kesadaran guru dan staf untuk meningkatkan kinerjanya; dan 2) meningkatnya keterampilan guru dan staf dalam melaksanakan tugasnya. 5) Kepala Sekolah sebagai Leader Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Karena itu kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar mau bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus mampu mempengaruhi dan menggerakkan sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat, penciptaan iklim sekolah, dan sebagainya. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. 6) Kepala sekolah Sebagai Inovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Peran kepala
sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan obyektif, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel. 7) Kepala sekolah Sebagai Motivator Ardana., dkk (2008) mengemukakan bahwa teori motivasi yang dikenal dengan teori harapan. Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Karena kepala sekolah meyakini dengan kemampuan membangun motivasi yang baik akan membangun dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja (Sabirin, 2012; Purwati, 2013), sehingga bawahannya mampu berkreasi demi mewujudkan mutu pendidikan yang baik pula. Motivasi ini dapat tumbuh melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar. Kemampuan kepala sekolah membangun motivasi menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan mutu pendidikan karena dikaloborasikan dengan kinerja guru. Untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, maka kepala sekolah memberi contoh bagaimana bekerja, membangun motivasi dan kerjasama, serta selalu melakukan koordinasi dengan guru dalam rapat kerja maupun dalam kegiatan rutin harian, artinya kepala sekolah harus mampu memberikan motivasi kepada guru untuk selalu bersikap sabar dan tabah. Berdasarkan pemaparan peran kepala sekolah diatas disimpulkan bahwa peranan kepala sekolah sebagai fasilitator, motivator, dan supervisor harus memiliki upaya-upaya tertentu, misalkan: 1) mengikutsertakan guruguru dalam setiap kesempatan penataran dan latihan, tanpa melihat sisi kedekatan dan kekeluargaan secara personal dari kepala
sekolah; 2) memberikan dorongan kepada guru untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi, karena kualifikasi guru yang memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi tentu akan mempengaruhi mutu pendidikan yang dihadirkan dilingkungan sekolah; 3) mewajibkan para guru untuk mengikuti kegiatan KKG, dan 4) membantu guru-guru yang mengalami kesulitan dalam mengelola proses belajar- mengajar. Sedangkan peran kepala sekolah sebagai mediator dan supervisor harus memiliki upaya-upaya yang akan mengarahkan dan meningkatkan mutu pendidikan, antara lain: 1) menyampaikan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi guru-guru dalam pengelolaan proses belajar-mengajar di sekolah kepada Dinas Kota maupun provinsi untuk perencanaan penataran dan latihan; 2) menyalurkan informasi mengenai pelaksanaan penataran dan latihan kepada guru-guru di sekolah, dan 3) menunjuk tutor serta pemandu mata pelajaran untuk membantu guru-guru yang menemui kesulitan dalam mengelola proses belajar-mengajar. Langkah Selanjutnya Seperti Apa yang Harus Dilakukan Oleh Sang Kepala Sekolah? Terkait dengan tugas dan posisinya yang sangat strategis, maka kepala sekolah dituntut memiliki kreatifitas, yakni kemampuan untuk mentransformasikan ide dan imajinasi serta keinginan-keinginan besar menjadi kenyataan. Untuk menjadi orang kreatif, seorang kepala sekolah harus memiliki imajinasi, harus memiliki kekuatan ide melahirkan sesuatu yang belum ada sebelumnya, kemudian untuk menjadi orang kreatif, dia juga harus berusaha mencari cara bagaimana ide-ide tersebut diturunkan menjadi sebuah kenyataan. Dengan demikian, untuk menjadi kreatif setiap kepala sekolah harus memiliki dua variabel utama, ide dan karya. Ide dan gagasan tanpa karya hanya akan menghasilkan mimpimimpi indah tanpa membawa perubahan, sebagaimana juga karya tanpa gagasan baru hanya akan menghasilkan stagnasi dan kejumudan (Rosyada, 2015). Tugas kepala sekolah sebagai seorang manajer, sangat kompleks, tidak sekedar mengelola kurikulum dan buku ajar, tapi juga SDM guru, staf tata usaha dan juga mengelola
serta mengembangkan aset dan mengelola keuangan institusi. Dengan demikian, dia harus memiliki tiga kecerdasan, yakni kecerdasan profesional, kecerdasan personal dan kecerdasan manajerial (Rosyada, 2013). Kecerdasan profesional adalah penguasaan terhadap berbagai pengetahuan dalam bidang tugasnya, yakni pendidikan. Seorang kepala sekolah harus menguasai teknik penyusunan kurikulum, perencanaan pembelajaran, strategi pembelajaran, evaluasi, pengelolaan kelas, dan berbagai pengetahuan tentang pendidikan dan pembelajaran. Tidak mungkin jabatan kepala sekolah dipegang oleh seseorang yang tidak menguasai pendidikan, atau sama sekali tidak pernah mengalami profesi keguruan, karena dia harus mengelola seluruh sumber daya untuk proses pendidikan dan pembelajaran. Bersamaan dengan itu, kepala sekolah juga harus memiliki kecerdasan personal, yakni bisa menerima orang lain, menghargai orang lain, dan selalu respek kepada seluruh gurunya, seluruh orang tua siswa dan bahkan dengan tokoh-tokoh pendidikan di sekitar sekolahnya. Demikian pula, kepala sekolah harus respek pada para siswanya, termasuk siswa yang tertinggal dalam penguasaan bahan-bahan ajar, agar tidak ada satu anak pun yang tertinggal oleh rombongan belajarnya. Tidak boleh ada disparitas yang mencolok antara satu dengan lainnya, dan tidak boleh membedakan layanan hanya karena perbedaan etnik, bahasa, budaya dan agama. Kepala sekolah harus memiliki rasa percaya diri yang baik untuk berhadapan dengan para pejabat daerah dan pusat, dan tidak boleh superior terhadap guru, staf dan seluruh jajaran pegawai di sekolahnya. Terakhir, seorang kepala sekolah harus memiliki kecerdasan manajerial, yakni memiliki ide-ide besar untuk kemajuan sekolahnya, mampu mengorganisir seluruh stafnya untuk melaksanakan program yang sudah ditetapkan sebagai rencana kerja tahunan, mampu memberi motivasi kepada seluruh staf akademik dan staf non akademik, dan selalu menghargai seluruh stafnya itu. Seorang kepala sekolah, harus mampu berkomunikasi dengan baik untuk membuat seluruh stafnya faham akan sesuatu yang harus mereka kerjakan, dan mampu mendorong mereka untuk bekerja memajukan institusi
sekolahnya. Dan bahkan seorang kepala sekolah harus mampu mengevaluasi secara obyektif pekerjaan yang diselesaikan oleh seluruh tim kerjanya, dan menjadikan sebagai inspirasi untuk perbaikan di waktu yang akan datang. James (2013) memaparkan bahwa kepala sekolah harus melakukan lima aktivitas utama, antara lain: 1) merumuskan visi untuk kemajuan academik siswa; 2) menciptakan suasana sekolah yang sangat kayak untuk pendidikan danpembelajaran; 3) menanamkan sikap kepemimpinan terhadap seluruh staf akademik dan non-akademik; 4) meningkatkan pembelajaran, dan 5) mengelola seluruh staf akademik dan non-akademik untuk mengelola proseslayanan akademik dan non-akademik dalam rangka mempercepat kemajuan. Kepala sekolah harus merumuskan visi kepemimpinannya yang jelas dan terukur, dan dapat difahami oleh semua staf akademik dan non akademik sehingga mereka memahami apa yang harus dikerjakan sesuai visi kepala sekolahnya. Kemudian menciptakan suasana yang dapat mendukung pelaksanaan proses pembelajaran, memimpin seluruh stafnya, serta mengelola seluruh orang dan proses untuk mempercepat kemajuan sekolah. Di samping itu semua, ada hal yang sangat krusial yang harus dilakukan kepala sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya, yakni peningkatan kualitas proses dan hasil belajar. Kunci utama peningkatan mutu tersebut adalah guru. Pendidikan yang baik harus ditopang oleh guru yang memiliki kapabilitas, loyalitas dan integritas, serta akuntabilitas pelaksanaan tugas. Artinya bahwa kepala sekolah harus memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan, meningkatkan dan memelihara profesionalisme para guru di sekolahnya. Kepala sekolah yang dikategorikan profesional adalah seorang pimpinan yang terus menerus melakukan perencanaan pembelajaran yang baik dan berkelanjutan untuk menunjukkan bahwa mutu pendidikan disekolah yang dipimpin dijadikan sekolah yang favorit, kemudian berusaha mengaktualisasi rencana tersebut dengan memanfaatkan potensi yang ada, setelah itu melakukan evaluasi atas kebijakan atau
rencana yang telah terealisasi. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan manajerial yang terjadi dapat diminimalisasi sehingga tidak terjadi lagi di masa mendatang. Untuk itu, menurut Bredeson dan Johansson (2013) kepala sekolah harus melakukan delapan langkah, antara lain: 1) selalu melakukan analisis terhadap basil belajar siswa, khususnya analisis terhadap hasil ujian siswa, dengan mengkaji perbedaan antara hasil belajar dengan tujuan danstandar kompetensi siswa; 2) melibatkan guru dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa, dan meningkatkan pengalaman belajar mereka untuk mencapai spa yang mereka butuhkan; 3) melakukan analisis apakah program sekolah sesuai dengan kegiatan harian guru; 4) melakukan analisis apakah program-program yang sudah diorganisisr mash efisien untuk mengatasi masalah; 5) melakukan analisis apakah kegiatan yang sedang berjalan dan program belajarberikutnya mendukung terhadap kebutuhan studi lanjut; 6) melakukan evaluasi bersama dengan menggunakan data dari beragam sumber belajar siswa dan bahan ajar yang diajarkan guru; 7) memberi kesempatan bagi guru untuk akses pada teoriteori yang mendasari pengetahuan, ketrampilan yang mereka pelajari, dan 8) melakukan analisis apakah program pembelajaran siswa sesuai dengan tujuan melakukan perubahan yang komprehensif pada siswa, dan apakah program perubahan tersebut fokus pada kemajuan belajar siswa. Dalam konteks peningkatan dan pengembangan profesionalisme guru ini, kepala sekolah harus memiliki data sebagai pijakan untuk melakukan perubahan menuju tercapainya tujuan dan terpenuhinya kebutuhan para siswa.Kemudian mendampingi para guru untuk melakukan perbaikanperbaikan proses pembelajaran agar tetap konsisten menuju tercapainya tujuan yang disepakati bersama, dan sesuai pula dengan kebutuhan para siswa sebagai warga belajar. Untuk meningkatkan kualitas sekolah, kepala sekolah sebagai manajer yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya satuan pendidikan yang menjadi wilayah otoritasnya, yang paling pertama harus dilakukannya adalah merumuskan visi kepemimpinannya, mempersiapkan sekolah
yang layak untuk penyeenggaraan pendidikan dan pembelajaran, bersikap sebagai seorang leader di hadapan seluruh staf akademik dan non-akademik, dan mengoptimalkan layanan seluruh stafnya untuk mempercepat kemajuan. Dan bersamaan dengan itu, kepala sekolah juga harus terus melakukan analisis terus menerus terhadap kesesuaian hasil belajar siswa dengan visi dan tujuan sekolah, kebutuhan siswa, kebutuhan studi lanjut, serta mengarahkan guru untuk menyesuaikan program pembelajaran dan proses pembelajaran dengan pencapaian visi tersebut, serta dengan berbagai variabel kebutuhan siswa untuk studi lanjut dan bahkan untuk mampu menyesuaikan diri dengan kehdupan sosial kemasyarakatan serta berbagai perubahan yang terjadai sangat cepat dalam kehidupan sosial. PENUTUP Berdasarkan pemaparan pada pembahasan, maka ada beberapa hal yang perlu disimpulkan guna untuk mempermudahkan ingatan kita dari sekian banyak yang dibahas, antara lain 1) Kepala sekolah dituntut memiliki kreatifitas, yakni kemampuan untuk mentransformasikan ide dan imajinasi serta keinginan-keinginan besar menjadi kenyataan. 2) Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang meliputi perannnya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator. 3) Konsep mutu pendidikan bukan sematamata terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan, akan tetapi lebih memperhatikan faktor dalam proses pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Ardana., dkk. 2008. Perilaku Keorganisasian. Yogjakarta: Graha Ilmu. Arikunto, Suharsimi. 2004. Dasar-dasar Supervisi. Jakarta: Rineka Cipta. Barinto. 2012. Hubungan Kompetensi Guru Dan Supervisi Akademik Dengan Kinerja Guru Smp Negeri Se-Kecamatan Percut Sei Tuan. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. Vol.9 No.2. Hal. 201-214. Bredeson, Paul V.,dan Olof Johansson. 2013. The School Principal’s Role in Teacher
Professional Development. Journal of in Service Education, USA. Colby, Jeanette,and Miske Witt. 2000.Defining Quality in Education.Working Paper Of Education Section, Program Division. New York: UNICEF. Dharma, Surya. 2002. Paradigma Baru: Manajemen Sumber daya Manusia. Yogyakarta: Amara Books. Dirlanudin. 2014. Kepala Sekolah Sebagai Sosok Teladan Bagi Komunitas Di Sekolah Dan Masyarakat. Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1. Hal. 1-6. Hanushek, A, Eric. 1981. Educadtion Policy Research – A Industry Perspective. Economic of Education Review Vol.1 No.3. Hal. 193-223 Harvey, James. 2013. The School Principal as Leader: Guiding Schools to Better Teaching and Learning, the Wallace Foundation. Herabudin. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia. Hersey, Paul & Ken Blanchard. 2005. Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. New Jersey: Prentice Hall Inc., fourth edition. Little, Priscilla M. 2007. The Quality ofSchool-Age Child Care in AfterSchool Settings. Journal Child Care and Early Education, Research Connection, Columbia University. Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2015, revisi atas Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. Purwanti, Sri. 2013. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Eningkatkan Disiplin Kerja Guru Dan Pegawai Di Sma Bakti Sejahtera Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur. eJournal Administrasi Negara. 1 (1), ISSN 0000-0000. Hal. 210-224. Purwanto, Ngalim. 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT RemajaRosdakarya. Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rosyada, Dede. 2013. Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model pelibatan Masyarakat dalam Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Rosyada, Dede. 2015. Creative Thinking.Kolom Rector UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Edisi 3. Rosdianti, R, Sri. 2013.Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Manajemen Kinerja Guru dan Peningkatan Mutu Pembelajaran: Studi Deskriptif pada Sekolah Menengah Kejuruan Swasta di Kota Bandung. Jurnal Kajian Pendidikan, 3(1). Hal. 93106. Rusmawati, Vivi. 2013. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Disiplin Kerja Guru Pada Sdn 018 Balikpapan. eJournal Administrasi Negara. 1 (2), ISSN 00000000. Hal. 395-409. Sabirin. 2012. Perencanaan Kepala Sekolah Tentang Pembelajaran. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. Vol. 9 No.1. Hal. 111-128. Sadili Samsudin. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Pustaka Setia. Samino, Suwardi. 2014. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Kreatif SD Muhammadiyah Kota Madiun. Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. 9, No. 2, 186 – 195. .
Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negri Sipil. Bandung: PT RefikaAditama. Sunarto. 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Manajemen Berbasis Sekolah dan Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Guru SMP di Wilayah Sub Rayon 04 Kabupaten Demak. Jurnal Analisis Manajemen Vol. 5, No. 1, 17–29. Sutanto, E. M & Stiawan, B. 2000. Peranan Gaya Kepemimpinan Yang Efektif Dalam Upaya Meningkatkan Semangat Dan Kegairahan Kerja Karyawan Di Toserba Sinar Mas Sidoarjo. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 2. Hal. 29 – 43. Slamet, PH. 2000. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Townsend, Diana & Butterworth. 1992. Your Child's Scholl. New York: A Plime Book. Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.