169
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN PENYEDIAAN OKSIGEN DAN AIR DI KOTA DEPOK PROPINSI JAWA BARAT Bos Ariadi Muis, SP.,M.Si 1 1
Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
Abstract The objective of this research were to determine green open space (GOS) area based on oxygen requirement, to predict GOS area for water availability and to study human preferential society for development priority at Depok City. The research was conducted by using the approach oxygen requirement, water requirement and analysis hierarchical process. Results of the research indicated that Depok City GOS area at present is 5.125,43 ha and was predict in year 2015 will be unable to take over oxygen requirement for human, vehicles and animals, thus will need to add 933,57 ha. While, addition of GOS for water requirement is not needed, because GOS area is still wide enough and be able to fulfill water requirement. People of Depok City tent to give priority for settlement development (3,17%) and on economic consideration (51%). While developments the existing GOS had constraint, because of lack of socialization program. Key words: green open space, oxygen requirements, water availability 1. Pendahuluan Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan areal berupa ruang terbuka yang bervegetasi berada di kawasan perkotaan yang mempunyai fungsi perlindungan, pemanfaatan dan pelestarian lingkungan hidup. Fungsi RTH dapat berbentuk hutan kota, taman kota, taman pemakaman umum, lapangan olahraga, jalur hijau jalan raya, bantaran rel kereta api, bantaran sungai dan kawasan pertanian. RTH disebut sebagai paru-paru kota karena merupakan produsen oksigen (O2) yang belum tergantikan fungsinya. Peran oksigen sangat vital bagi manusia karena fungsinya yang begitu penting, kekurangan O2 akan berdampak serius bagi kesehatan. Manusia 170
membutuhkan O2 dari udara sebanyak 600 liter/hari setara dengan 864 g/hari untuk menghasilkan energi dalam tubuh dan mengeluarkan 480 liter karbon dioksida (CO2). Menurut Siahaan (2005), pada lahan seluas 1.600 m2 yang terdapat 16 pohon berdiameter tajuk 10 m mampu menyuplai O2 sebesar 14.000 liter. Setiap jam, satu hektar daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg karbon dioksida yang berasal dari 200 orang dalam waktu yang sama. Selain dari itu RTH juga dapat menyimpan 900 m3 air tanah per tahun, dan mentransfer air 4.000 liter per hari. Kota Depok dengan luas wilayah 20.029 ha merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan cukup pesat dalam pembangunannya. Dengan laju pertambahan penduduk yang disebabkan
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
oleh urbanisasi dan kelahiran mencapai 3,70% per tahun dan jumlah penduduk saat ini 1.386.470 jiwa memerlukan perluasan permukiman, hal ini menyebabkan berubahnya fungsi dari kawasan bevegetasi menjadi kawasan terbangun. Semakin berkurangnya kawasan bervegetasi menyebabkan meningkatnya run off, luas serapan air di kota berkurang sehingga debit air yang masuk ke sungai meningkat, sementara persediaan air tanah terus berkurang sehingga mengurangi cadangan air tanah. Tersedianya air bersih dan sehat merupakan salah satu faktor yang penting bagi permukiman maupun industri, sehingga pemanfaatan sumberdaya air yang berlebihan mengakibatkan terjadinya intrusi air laut. Pemerintah Kota Depok harus dapat menyediakan berbagai sarana dan prasarana penunjang kebutuhan hidup masyarakatnya. Salah satu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi adalah RTH yang berfungsi sebagai penyediaan O2 dan ketersediaan air. Luas RTH yang ada saat ini 5.125,43 ha, terdiri dari hutan kota, jalur hijau, taman kota, areal pemakaman, sawah irigasi, kebun dan halaman, serta situ dan danau. Berkurangnya RTH di Kota Depok pada tahun 2003, digunakan untuk perumahan dan permukiman mencapai 10.968 ha (54,76%), dan industri, jasa serta perusahaan menempati areal 1.100 ha (6%). Saat ini ketersediaan air di Kota Depok cenderung berkurang, air permukaan menjadi kotor sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Penyediaan air Kota Depok bersumber dari PDAM, mata air baku dan air permukaan dengan kapasitas suplai 1.567,5 liter/detik hanya mampu melayani 38.388 pelanggan dari 76.046 sambungan (50,47%), dan
171
besarnya jumlah pemakaian air 3 mencapai 11.403.912 m /tahun. Salah satu penyebab berkurangnya ketersediaan air tanah adalah menurunnya luas ruang untuk resapan air, dan pengambilan air oleh manusia yang berlebihan sedangkan upaya mengembalikannya ke dalam tanah tidak ada. Oleh karena itu agar muka air tanah relatif stabil dan meningkat, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan merencanakan suatu RTH yang dapat mengkonservasi air. Permasalahan yang ada di Kota Depok saat ini adalah ketersediaan RTH dan kebutuhan air yang tidak tercukupi, disebabkan oleh alih fungsi peruntukan lahan akibat kebijakan pemerintah daerah. Ruang terbuka hijau dianggap penting oleh masyarakat jika dapat memberi manfaat dan adanya perhatian dari pemerintah daerah. Selain itu, keberhasilan pengembangan pembangunan RTH ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dapat berupa penyediaan lahan untuk RTH dan kesadaran untuk menanam berbagai jenis pohon di lingkungan rumah masingmasing. Kebutuhan RTH dan penyediaan air yang dilakukan oleh pemerintah serta para ahli dibidangnya, sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, perlu melibatkan banyak pihak diluar instansi pemerintah. Dengan kesadaran akan pentingnya keberadaan RTH dan ketersediaan air sebagai sumber kehidupan, baik masa kini maupun masa datang yang dibutuhkan oleh berbagai sektor, maka hal tersebut membantu pengadaan RTH dan penyediaan air di Kota Depok. Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah disajikan, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
mengetahui kebutuhan RTH dalam menyediakan oksigen dan air di Kota Depok, Propinsi Jawa Barat.
2.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menentukan luas ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen dan ketersediaan air, serta menilai preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan pembangunan di Kota Depok. 2. Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administrasi Kota Depok, Propinsi Jawa Barat. Meliputi 6 (enam) Kecamatan yaitu Sawangan, Pancoran Mas, Sukmajaya, Cimanggis, Beji, dan Limo, dengan luas wilayah 20.029 hektar. Waktu penelitian dilaksanakan selama 1 (satu) tahun mulai Oktober 2005 Oktober 2006. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Rupabumi Administrasi Kota Depok, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2010, dan Software ArcView GIS 3.3, Adobe Photoshop 7.0, AutoCAD 2002, Expert Choice 2000 serta Kuesioner. Peralatan yang digunakan adalah satu unit komputer, kamera digital, tripod, meteran dan alat tulis. Metode Pengumpulan Data Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu: 1. Inventarisasi data primer dan data sekunder terdiri dari data fisik, biofisik, sosial dan budaya, serta ekonomi yang diperoleh melalui
172
3.
4.
5.
survei lapangan, studi pustaka, wawancara dan pencatatan. Tinjauan tapak dengan tujuan melihat secara langsung kondisi RTH saat ini berupa jenis vegetasi, luas RTH, sumber air dan intensitas pemeliharaannya. Analisis data untuk mengetahui potensi sumberdaya alam dan penyelesaian permasalahan yang terjadi di Kota Depok. Sintesis adalah tahap mengajukan program penyediaan ruang terbuka hijau. Pembuatan konsep kebutuhan RTH berdasarkan penyediaan oksigen dan air dengan pertimbangan kriteria kebutuhan RTH di Kota Depok dan diselaraskan pula dengan tujuan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2010.
a. Analisis kebutuhan luas RTH Kota Depok berdasarkan penyediaan oksigen Luas kebutuhan RTH dihitung berdasarkan kebutuhan oksigen dengan metode Gerarkis, 1974 (dalam Wisesa, 1988) yaitu sebagai berikut:
Lt
( Pt K t Tt ) 2 m (54) (0,9375)
Keterangan: Lt = Luas RTH pada tahun t (m2) Pt = Jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk per hari pada tahun t (kg/hari) Kt = Jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor per hari pada tahun t (kg/hari) Tt = Jumlah kebutuhan oksigen untuk ternak per hari pada tahun t (kg/hari)
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
54 = Konstanta, produksi berat kering tanaman per hari per m2 RTH (g/hari/m2) 0,9375 = Konstanta, produksi oksigen 0,9375 /g berat kering tanaman. Asumsi: ♠ Kebutuhan O2 per hari tiap penduduk adalah 600 l/hari. ♠ Pengguna O2 hanya manusia, kendaraan bermotor dan ternak, sedangkan jumlah hewan peliharaan dan ternak yang relatif kecil diabaikan dalam perhitungan. ♠ Jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dalam wilayah Kota Depok dianggap sama tiap hari. ♠ Suplai O2 dari luar wilayah Kota Depok diabaikan dan hanya dilakukan oleh tanaman. ♠ Kesejahteraan penduduk meningkat tiap tahun sehingga mampu membeli kendaraan bermotor.
b. Analisis kebutuhan luas RTH untuk ketersediaan air Kota Depok Untuk meningkatkan ketersediaan air dilakukan penghitungan berdasarkan metode Fahutan IPB (1987) yaitu:
La
P .K 1 r c PAM Pa 0 z
Keterangan: La = Luas RTH yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air (ha) P0 = Jumlah penduduk kota pada tahun ke 0 (jiwa) K = Konsumsi air per kapita (liter/hari)
173
r = Laju kebutuhan air bersih; sama dengan laju pertambahan penduduk (%) c = Faktor pengendali; upaya pemda menurunkan laju pertambahan penduduk (%) PAM = Kapasitas suplai perusahaan air minum (m3/tahun) Pa = Potensi air tanah (m3/tahun) z = Kemampuan RTH menyimpan air (m3/tahun/ha) Asumsi: ♠ Potensi air tanah tersebar merata di seluruh kawasan. ♠ Sumber air berasal dari wilayah Kota Depok dan tidak menerima dari daerah lain. ♠ Jenis vegetasi yang digunakan memiliki kemampuan sama dalam meresapkan air. ♠ Upaya pemerintah mengendalikan pertambahan penduduk dinilai secara kualitatif. ♠ Laju pertambahan penduduk 10 tahun mendatang relatif tetap (3,70%). ♠ Standar kebutuhan konsumsi air bersih 250 l/orang/hari dan bersumber dari PDAM Kota Depok dengan kapasitas suplai air bersih tetap1).
c. Analisis preferensi masyarakat terhadap prioritas pembangunan RTH Menggunakan pendekatan metode Saaty (1993) yaitu Analysis Hierarchy Process (AHP), bertujuan untuk mengetahui preferensi masyarakat dalam menentukan suatu kebijakan terhadap prioritas utama pembangunan di Kota Depok. Analisis ini dilakukan 1)
Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Medisa. Jakarta. 106 hlm.
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
menggunakan software Expert Choice 2000 dan melalui 8 tahap yaitu: (1) Identifikasi masalah, (2) Penyusunan hirarki, (3) Penyusunan matrik perbandingan, (4) Menghitung matrik pendapat individu, (5) Menghitung pendapat gabungan, (6) Pengolahan horizontal, (7) Pengolahan vertikal, (8) Revisi pendapat. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan responden adalah pengguna tapak (stakeholder), terdiri dari 4 (empat) stakeholder berjumlah 30 responden, yaitu (1) Pemerintah Kota Depok terdiri dari badan perencanaan dan pembangunan daerah, dinas kependudukan dan lingkungan hidup, dinas kebersihan dan pertamanan kota, dinas lalu lintas dan angkutan jalan raya, (2) Swasta, (3) Tokoh Masyarakat, (4) Perguruan Tinggi.
3. Hasil Penelitian 1. Kebutuhan Luas RTH Kota Depok Berdasarkan Penyediaan Oksigen Peningkatan jumlah penduduk, kendaraan bermotor, dan hewan ternak di Kota Depok sangat cepat, disebabkan karena letak wilayahnya yang sangat strategis berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk yang mencapai 3,70% per tahun, menjadikan Kota Depok sebagai pusat permukiman, perdagangan, jasa dan pendidikan. Sektor permukiman, perdagangan, dan jasa merupakan sektor ekonomi yang
174
banyak diminati oleh masyarakat baik formal maupun informal. Oleh sebab itu, kebutuhan lahan untuk fasilitas sarana dan prasarana fisik kota sangat dibutuhkan. Pada dasarnya semua aktifitas kehidupan membutuhkan oksigen (O2). Dari semua jenis konsumen, yang sangat banyak mengkonsumsi O2 adalah manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak. Manusia mengkonsumsi O2 untuk pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh, sedangkan kendaraan bermotor memerlukan O2 untuk pembakaran bahan bakarnya. Selain dari itu O2 bagi hewan ternak digunakan untuk metabolisme basal dalam tubuhnya. Hasil analisis kebutuhan luas RTH berdasarkan penyediaan O2 untuk penduduk, kendaraan bermotor dan hewan ternak, membuktikan bahwa peningkatan konsumsi O2 setiap tahun semakin bertambah dan membutuhkan lahan yang lebih luas untuk menambah suplai O2 yaitu melalui pengembangan RTH di Kota Depok. Dengan menggunakan rumus bunga berganda dapat diprediksikan jumlah penduduk, kendaraan bermotor dan hewan ternak yang ada di Kota Depok. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2005 jumlah penduduk Kota Depok mencapai 1.386.470 jiwa, dan membutuhkan O2 sebanyak 1.197.910 kg/hari. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah penduduk hingga 1.662.663 jiwa, dan O2 yang dibutuhkan mencapai 1.436.541 kg/hari. Sedangkan kendaraan bermotor terjadi peningkatan rata-rata 14% per tahun dan hewan ternak 18% per tahun.
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
Tabel 1 Jumlah pengguna dan kebutuhan oksigen di Kota Depok Jumlah Pengguna O2 Kebutuhan O2 (kg/hari) Keterangan 2005 2010 2015 2005 2010 2015 1.722.70 Penduduk
1.386.470
1.662.663
1.993.876
1.197.910
1.436.541 8
Kendaraan 50.959
98.116
188.915
144.221
271.908
523.536
1.394.910
3.231.989
4.702.013
243.662
564.562
821.345
Bermotor Hewan Ternak
Kebutuhan Oksigen (kg/hari)
Terjadinya pertambahan jumlah pengguna O2 setiap tahun, maka kebutuhan konsumsi O2 juga meningkat. Oksigen sangat penting bagi kehidupan karena menghasilkan energi yang diperlukan oleh makhluk hidup. Tumbuhan menghasilkan jutaan ton O2 setiap hari dan melepaskannya ke atmosfer bumi. Atmosfer bumi
mengandung campuran uap air dan gas, yang terdiri dari 77% gas nitrogen, 21% gas O2 dan 1% gas CO2. Gambar 1 memperlihatkan perbandingan jumlah kebutuhan O2 antara penduduk, kendaraan bermotor dan hewan ternak pada tahun 2005-2015 yang semakin meningkat.
2000000 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 2005 Penduduk
2010 Tahun Kendaraan Bermotor
2015 Hewan Ternak
Gambar 1 Perbandingan kebutuhan oksigen untuk manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak
Agar terjadi keseimbangan lingkungan hidup, maka salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan O2 di Kota Depok, yaitu melalui pengembangan
175
RTH baik berupa hutan kota, taman kota, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, bantaran sungai ataupun kawasan pertanian. Berdasarkan data dinas
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
pertamanan Kota Depok 2004, luas RTH yang ada saat ini 5.125,43 ha. Hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan rumus Gerarkis berdasarkan kebutuhan O2, memperlihatkan luas RTH yang dibutuhkan Kota Depok untuk tahun 2005 mencapai 3.132 ha, dan kebutuhan
pohon berdiameter tajuk 2 m berjumlah 1.370.125 batang pohon. Untuk tahun 2010 diprediksikan kebutuhan luas RTH dan jumlah pohon di Kota Depok memerlukan lahan seluas 4.490 ha dan 1.963.882 batang pohon (Tabel 2).
Tabel 2 Luas RTH dan kebutuhan jumlah pohon di Kota Depok Luas RTH (ha) Jumlah Pohon Tahun (batang) Dibutuhkan Tersedia Tambahan 2005
3.132
5.125,43
-
1.370.125
2010
4.490
5.125,43
-
1.963.882
2015
6.059
5.125,43
933,57
2.650.397
Luas RTH di Kota Depok sampai tahun 2010 masih mampu memenuhi kebutuhan O2 bagi manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak, tetapi untuk tahun 2015 dibutuhkan penambahan luas lahan RTH 933,57 ha dan diperlukan 2.650.397 batang pohon agar dapat mencukupi kebutuhan pengguna O2. 2. Kebutuhan Luas RTH untuk Ketersediaan Air Kota Depok Air adalah sumberdaya yang sangat vital bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka suatu saat air tidak akan mampu mencukupi kebutuhan seluruh makhluk hidup di dunia ini jika tidak ada upaya untuk melestarikannya. Air yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal dari dalam tanah dan juga dari air permukaan. Oleh karena itu ketersediaan air di permukaan tidak seterusnya tetap jumlahnya sehingga dapat menjadi berkurang. Salah satu penyebab
176
berkurangnya ketersediaan air tanah adalah menurunnya luas ruang untuk resapan air. Dengan semakin berkurangnya air yang masuk ke dalam tanah, maka air sungai akan semakin bertambah banyak dan kemudian meluap. Jika tidak ada usaha pencegahan maka akan terjadi banjir. Pengambilan air oleh manusia yang berlebihan dan tidak ada usaha mengembalikannya ke dalam tanah akan mengakibatkan berkurangnya air tanah. Penyediaan air bersih di Kota Depok dikelola oleh PDAM Kabupaten Bogor. Kapasitas suplai air mencapai 1.567,5 liter/detik atau 135.432 m3/hari, yang terpakai hanya 1.466 liter/detik. Besarnya jumlah pemakaian air bagi masyarakat adalah 11.403.912 m3/tahun. Potensi air tanah saat ini sebesar 41.343.696 m3/tahun (BPS Kota Depok, 2003). Berdasarkan pertambahan jumlah penduduk terhadap kebutuhan air dan kemampuan PDAM dalam mensuplai air
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
bersih, serta jumlah potensi air tanah yang ada saat ini, maka dengan menggunakan pendekatan perhitungan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan air untuk tahun 2005-2015, dapat diketahui luas RTH yang diperlukan wilayah Kota Depok. Hasil perhitungan kebutuhan luas RTH untuk ketersediaan air di Kota Depok tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Kebutuhan luas RTH untuk penyediaan air di Kota Depok Luas RTH (ha) Tahun Dibutuhkan
Tersedia
Tambahan
2005
11,53
5.125,43
-
2010
14,64
5.125,43
-
2015
18,37
5.125,43
-
Dari hasil perhitungan kebutuhan luas RTH untuk ketersediaan air di Kota Depok dinyatakan bahwa, dari tahun 2005-2015 wilayah Kota Depok tidak memerlukan penambahan luas RTH, karena luas RTH yang tersedia sangat besar untuk mencukupi kebutuhan air bagi masyarakat wilayah Kota Depok. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk terhadap kebutuhan air dan ketersediaan lahan untuk RTH, sudah saatnya pemerintah Kota Depok memperhatikan pembagunan yang berwawasan lingkungan, karena air, udara dan tanah yang semua ini akan menjadi lebih produktif dipergunakan bagi pembangunan wilayah dan peningkatan kesehatan masyarakat Kota Depok. Pemerintah Kota Depok memegang peranan penting dalam hal ini, dengan mengeluarkan kebijakan perlindungan sumber air dan penertiban daerah pinggiran sungai dari 177
permukiman agar tidak tercemar oleh limbah rumah tangga. Selain dari itu jaringan pendistribusian air bersih PDAM harus menyebar merata di seluruh wilayah Kota Depok, sehingga masyarakat dapat menikmati air bersih. 3. Preferensi Masyarakat terhadap Prioritas Pengembangan Kota Depok Keberhasilan suatu program pengembangan RTH di Kota Depok, ditentukan oleh konsistensi pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan RTH sebagai suplai O2 dan penyediaan air bersih. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan cara memasukkan masalah lingkungan dalam rencana kegiatan kelembagaan sosial yang ada, melaksanakan penyuluhan secara terpadu melalui lembaga swadaya masyarakat, tentang fungsi dan manfaat dari RTH kota, dan mengikutsertakan masyarakat dalam menentukan prioritas program pengembangan pembangunan di Kota Depok. Untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap prioritas pembangunan khususnya pengembangan RTH di Kota Depok, dilakukan pendekatan metode proses analisis hirarki (AHP). Masyarakat yang dimintai pendapatnya berjumlah 30 responden, dan yang layak dinilai pendapatnya hasil analisis terdiri dari 10 stakeholder. Masing-masing stakeholder sebelumnya telah memiliki nilai Inconsistency Ratio (IC) = <0,1 artinya para stakeholder termasuk konsisten dalam memberikan nilai pembobotan dengan tingkat penyimpangan sangat kecil. Preferensi masyarakat diarahkan berdasarkan RTRW 2000-2010 Kota Depok, yaitu pengembangan sektor
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
permukiman, perdagangan, perkantoran, penghijauan dan pariwisata. Faktor pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah didasarkan atas pertimbangan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Selain dari itu, untuk mengetahui perubahan skala prioritas pengembangan dilakukan dengan uji sensitivitas. Analisis sensitivitas ini dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan perubahan suatu kebijakan terhadap faktor lain yang mempengaruhinya. Dengan menggunakan metode AHP melalui program software Expert Choise 2000, hasil analisa pendapat 10 stakeholder dapat diketahui, yaitu sebagai berikut:
a. Analisis pendapat gabungan stakeholder Hasil analisis dari pendapat tokoh masyarakat dan perguruan tinggi, diperoleh nilai 0,374 dan 0,355 (Tabel 4), artinya tokoh masyarakat dan perguruan tinggi berpendapat bahwa sektor penghijauan merupakan masalah utama yang banyak dipersoalkan dan dikembangkan secara luas. Terkait dengan RTH sebagai penghasil O2 dengan berbagai macam jenis tumbuhan didalamnya, dapat membantu meningkatkan ketersediaan dan kualitas air bersih di Kota Depok.
Tabel 4 Hasil analisis pendapat gabungan responden Stakeholder Permukiman Perdagangan Perkantoran
Penghijauan
Pariwisata
Pemerintah
0,334
0,187
0,177
0,219
0,135
Swasta
0,299
0,186
0,148
0,154
0,210
Masyarakat
0,204
0,164
0,130
0,374
0,108
Perguruan Tinggi
0,214
0,191
0,145
0,355
0,094
b. Analisis pendapat kriteria manfaat pengembangan Hasil analisis dari pendapat gabungan stakeholder terhadap kriteria manfaat pengembangan Kota Depok, stakeholders berpendapat bahwa pengembangan sektor permukiman jauh lebih bermanfaat di tinjau dari
178
pendapatan, pemanfaatan ruang, pemerataan pembangunan dan aktivitas sosial bagi masyarakat Kota Depok. Pengembangan sektor penghijauan lebih bermanfaat jika ditinjau dari manfaat dan jumlah RTH yang akan diwujudkan (Tabel 5).
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
Tabel 5 Hasil analisis kriteria manfaat pengembangan Kriteria Manfaat Permukiman Perdagangan Perkantoran
Penghijauan
Pariwisata
Pendapatan
0,363
0,235
0,159
0,130
0,114
Pemanfaatan
0,371
0,146
0,135
0,246
0,102
Manfaat RTH
0,235
0,168
0,103
0,282
0,212
Jumlah RTH
0,229
0,128
0,109
0,331
0,223
Pemerataan Pembangunan Aktifitas Sosial
0,336
0,161
0,157
0,225
0,092
0,368
0,128
0,166
0,239
0,098
Ruang
c. Prioritas pengembangan pembangunan Kota Depok Hasil dari analisis metode AHP mengenai preferensi masyarakat (stakeholder) terhadap prioritas pengembangan pembangunan di Kota Depok, bahwa nilai pembobotan tertinggi untuk pengembangan pembangunan di Kota Depok diprioritaskan pada sektor permukiman
Sensitivitas Prioritas (%)
35
dengan nilai 0,317, selanjutnya secara berturut pengembangan diprioritaskan pada sektor penghijauan (0,205), perdagangan (0,178), perkantoran (0,175), dan pariwisata (0,126). Hasil pendapat tersebut dapat dibuktikan kembali melalui uji sensitivitas untuk prioritas pengembangan pembangunan (Gambar 2).
31,7
30 25 20
20,5
17,8 17,5
15
12,5
10 5 0
Permukiman Penghijauan Perdagangan Perkantoran
Pariwisata
Prioritas Pengembangan Gambar pendapat stakeholders terhadap prioritas Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 pengembangan 179 2 Uji sensitivitas
Sensitivitas Prioritas (%)
Penetapan skala prioritas pengembangan pembangunan di Kota Depok didasarkan atas pertimbangan aspek ekonomi sebagai prioritas utama (51%), disusul dengan pertimbangan aspek lingkungan sebagai prioritas kedua (36,6%), dan pertimbangan aspek sosial sebagai prioritas terakhir (12,4%). Uji sensitifitas ini dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan perubahan suatu prioritas terhadap faktor lain yang mempengaruhinya.
60 50
51 36,6
40 30 20
12,4 10 0
Ekonomi
Lingkungan
Sosial
Sensitivitas Aspek
Gambar 3 Uji sensitivitas aspek terhadap prioritas pengembangan
4. Kesimpulan Hasil dari penelitian analisis kebutuhan RTH berdasarkan penyediaan oksigen dan air di Kota Depok, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kota Depok saat ini memiliki luas RTH 5.125,43 ha. Sampai tahun 2010 diprediksikan RTH yang ada masih mampu memenuhi kebutuhan O2 bagi manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak, tetapi pada tahun 2015 dibutuhkan penambahan luas RTH 933,57 ha. 2. Ketersediaan dan kebutuhan air bagi masyarakat di Kota Depok dari tahun 2005-2015, tidak memerlukan
180
penambahan luas RTH, karena luas RTH yang tersedia 5.125,43 ha, sehingga masih mampu mencukupi kebutuhan air bagi masyarakat Kota Depok. 3. Preferensi masyarakat memprioritaskan pengembangan pembangunan pada sektor permukiman (31,7%), atas dasar pertimbangan aspek ekonomi sebagai prioritas utama (51%), dan dengan tujuan pengembangan adalah pemanfaatan ruang, meningkatkan aktifitas sosial masyarakat, menciptakan pendapatan bagi daerah, dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Kota Depok. Pengembangan pembangunan RTH di Kota Depok mengalami kendala, karena kurangnya sosialisasi pada masyarakat yang berimplikasi pada pemahaman akan arti pentingnya RTH. Saran 1. Segera menyusun Perda Konservasi RTH yang bertujuan melindungi keberlanjutan RTH sebagai aset, potensi, dan investasi Kota Depok jangka panjang. 2. Perlunya proses sosialisasi, penyuluhan, bimbingan, advokasi yang serius dan kontinu pada masyarakat luas tentang pentingnya pembangunan RTH yang berorientasi kelestarian lingkungan. 3. Mengadakan dengar pendapat publik mencari solusi pengembangan RTH yang diinginkan masyarakat sebagai stakeholder utama RTH berbasis masyarakat. 4. Harus ada evaluasi segera terhadap berbagai kebijakan pembangunan yang tidak menghiraukan kelestarian
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010
dan keseimbangan ruang terbuka hijau di Kota Depok.
Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 107 hlm.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Di Taman Kota Lebih Oke. http://www.pikiranrakyat.com/Cetak/-0903/ 13/hikmah/lainnya07.htm [1 Februari 2005] BPS Kota Depok. 2003. Kota Depok Dalam Angka 2002. Kerjasama Bappeda dan BPS Depok. 284 hlm. Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Medisa. Jakarta. 106 hlm. Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dan Setjen Departemen Kehutanan. Jakarta. 82 hlm. Saaty, T. L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Gramedia. Jakarta. 270 hlm. Siahaan R. 2005. Sehat dan Energik Berkat Oksigen. Human Health. Tahun IV No.1 Januari. Hal 29-30. WJEMP Depok City. 2004. Assignment Completion Report (ACR), Study for Normalization and Management of Lakes. Draft. PT. Innerindo Dinamika. Kota Depok. 274 hlm. Wisesa, S.P.C. 1988. Studi Pengembangan Hutan Kota Di Wilayah Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya
181
Rona Teknik Pertanian Vol. 2 No. 2 Tahun 2010