Ringkasan Publik Laporan Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah, Indonesia Status Legal Lahan: Izin Lokasi Luas: 15.650 hektar Penggunaan Lahan: Perkebunan Kelapa Sawit Skema Sertifikasi: RSPO Pelaksanaan Kajian: Mei – Juni 2015
Tim Pelaksana Kajian HCV Iwan Setiawan (Ketua Tim) Provisional ALS15039IS E-mail:
[email protected] PT Gagas Dinamiga Aksenta Jl. Gandaria VIII/10, Kebayoran Baru, Jakarta 12130, Indonesia Tel. +62 21 739 6518.; E-mail:
[email protected] Pemrakarsa Kajian HCV PT HAL Kantor Pusat: Jl.K. Tendean No. 174. RT. 17. Telp/Fax.0511/3273315, Banjarmasin, Kalimantan Selatan Kantor Lapangan: Jl. Negara No. 52, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah Peer Reviewed: Desember, 2015 oleh Yana Suryadinata Email:
[email protected]
Jakarta | Juni 2015
1.
Pendahuluan dan Latar Belakang
Meningkatnya permintaan dunia untuk minyak sawit mendorong peningkatan produksi, maka konsekuensi berupa perluasan area perkebunan kelapa sawit. Pada umumnya perluasan area terjadi dengan cara mekanisme konversi kawasan hutan yang mengarah ke isu-isu keberlanjutan seperti deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, erosi, perubahan iklim dan perubahan sosial yang berkaitan dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit. Masalah lingkungan yang paling utama yang berkaitan dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit adalah konversi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value Forest - HCVF) (Schouten dan Glasbergen, 2011). Respon isu-isu lingkungan oleh pengusaha, pemangku kepentingan industri kelapa sawit dan pengamat lingkungan melalui pembahasan produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Salah satu mekanisme yang diterapkan adalah pengembangan kerangka kerja pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mendirikan sebuah organisasi sertifikasi kelapa sawit (Roundtable on Sustainable Palm Oil - RSPO). RSPO adalah sebuah organisasi untuk memikul tanggung jawab pengembangan mekanisme tata kelola dunia swasta dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan norma-norma dan standar internasional. Penanganan isu keberlanjutan tersebut melalui pengelolaan area HCV untuk perusahaan yang bertanggung jawab dalam memenuhi Prinsip dan Kriteria (P&C) RSPO, terutama Prinsip 5 dan 7. Prinsip dan Kriteria pada kriteria 5.21 serta untuk penanaman baru harus memenuhi kriteria 7.32. PT Harisa Agro Lestari (PT HAL) adalah salah satu perusahaan yang sedang berupaya mendapatkan sertifikasi RSPO. Areal perkebunan kelapa sawit PT HAL berada di wilayah Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Areal Izin Lokasi PT HAL seluas 15.650 ha. Pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas lebih dari 15.000 akan berdampak pada kondisi lingkungan dan sosial. Sebagai bagian untuk menghindari dampak tersebut maka perlu dilakukan kajian HCV. Kajian HCV ini diperlukan untuk pemenuhan seluruh proses pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, Atas pertimbangan tersebut maka PT HAL melakukan kajian area HCV. PT HAL melibatkan PT Gagas Dinamiga Aksenta (Aksenta) untuk melakukan kajian HCV. Aksenta telah terdaftar sebagai anggota afiliasi RSPO untuk melaksanakan penilaian sosial dan lingkungan pada beberapa perusahaan kelapa sawit, dan memiliki pengalaman dalam melakukan penilaian HCV di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini.
Status spesies langka, terancam, atau terancam punah dan habitat High Conservation Value lainnya, apabila ada, yang terdapat di dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen perkebunan atau pabrik kelapa sawit, harus diidentifikasi dan kegiatan-kegiatan operasional harus dikelola sedemikian rupa untuk menjamin bahwa spesies dan habitat tersebut terjaga dan/atau terlindungi dengan baik. 2 Penanaman baru sejak November 2005 tidak menggantikan area hutan primer atau area lain yang dibutuhkan untuk memelihara atau meningkatkan sedikitnya salah satu dari High Conservation Values. 1
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
2
Maksud dari pelaksanaan kajian area HCV di areal Izin Lokasi PT HAL adalah untuk untuk memenuhi persyaratan Prinsip dan Kriteria RSPO pada kriteria 5.2, 7.3 dan persyaratan NPP (New Planting Prosedure). Adapun tujuan dari kegiatan ini sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi dan memetakan keberadaan area HCV yang berdasarkan status terkini dari area-area HCV dan atribut-atribut atau elemen-elemen kunci HCV, termasuk tekanan atau ancaman kelestariannya di areal Izin Lokasi PT HAL; 2) Menyusun rekomendasi untuk perlindungan, pengelolaan, dan pemantauannya sebagai bahan utama untuk penyusunan Rencana Pengelolaan HCV di areal Izin Lokasi PT HAL.
2.
Deskripsi Wilayah Kajian
Lingkup kajian HCV mencakup areal Izin Lokasi PT HAL seluas 15.650 ha. Letak area kajian berada di wilayah administrasi Desa Sei Rahayu, Sei rahayu II, Rimba Sari, Beringan Raya, Datai Niru dan Desa Pendreh, Kecamatan Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Letak geografinya pada 0048’51.30” - 0058’42,87” LS, 1140 39’53.45” 114052’11,83” BT (Gambar 2.1).
Sumber: Peta Areal Izin Lokasi PT HAL, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:110.000)
Gambar 2.1. Peta situasi kajian di areal Izin Lokasi PT HAL Areal Izin Lokasi PT HAL berbatasan di sebelah Utara dengan jalan utama HGU PT Multi Persada Gatra Megah dan PT Satria Abdi Lestari. di sebelah Timur dengan Sungai Barito, di sebelah Selatan dengan IUPHHK PT. Joloi Mosak dan di sebelah Barat dengan IUPHHK PT. Bina Multi Alam Lestari.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
3
Pemberian areal Izin Lokasi PT HAL seluas 15.650 ha berdasarkan SK Bupati Barito Utara, No. 188.45/218/2012, tanggal 1 Mei 2012 seluas 12.582ha dan SK Bupati Barito Utara No. 188.45/273/2013, tanggal 16 Mei 2013 seluas 3.068ha. Areal Izin Lokasi PT HAL untuk keperluan pembangunan perkebunan kelapa sawit. Saat ini, kegiatan operasional di areal izin Lokasi PT HAL adalah perawatan di areal tahun tanam 2014 seluas + 150 ha. Legalitas operasional lainnya berupa kajian AMDAL dengan pengesahan Komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten Barito Utara No. 188.45/233/2013 tanggal 7 Mei 2013 tentang “Persetujuan Kelayakan Lingkungan Hidup Suatu Usaha dan/atau kegiatan beserta Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) an. PT. Harisa Agro Lestari. Selanjutnya. SK Bupati Barito Utara No. 188.45/234/2013 tentang Izin Lingkungan Atas Kegiatan Rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit oleh PT. Harisa Agro Lestari di wilayah Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Menyusul perpanjangan kedua (IUP ) dengan No. 188.45/272/2013 tanggal 16 Mei 2013. Legalitas lainnya berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP) berdasarkan SK Bupati Barito Utara No. No. 188.45/522/2012 tanggal 18 Desember 2012. Areal Izin Lokasi PT HAL memiliki luas areal lebih dari 15.000ha, dan karena itu dapat dinilai kegiatan operasionalnya dengan skala menengah. Lanskap sekitarnya telah banyak dimanfaatkan lebih dari 50 tahun dengan sebagian besar arealnya untuk konsesi pengusahaan kayu (IUPHHK), pertambangan, pertanian, dan perkebunan kelapa sawit. Di sebelah utara areal Izin Lokasi PT HAL terdapat HGU perkebunan kelapa sawit PT Multi Persada Gatra Megah dan PT Satria Abdi Lestari. di sebelah Timur dengan Sungai Barito, di sebelah Selatan dengan IUPHHK PT. Joloi Mosak dan di sebelah Barat dengan IUPHHK PT. Bina Multi Alam Lestari.
3.
Anggota Tim
Pelaksanaan kajian HCV di areal Izin Lokasi PT HAL oleh Aksenta (PT Gagas Dinamiga Aksenta) yang beralamat di Jl. Gandaria VIII/10, Kebayoran Baru, Jakarta 12130, telephone.fax +62 21 739-6518, e-mail
[email protected]. Tim pelaksana tersaji pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Uraian singkat mengenai nama, kualifikasi, keahlian, dan peran di dalam tim kajian
Nama
Lisensi ALS
Lembaga
Iwan Setiawan
[email protected]
Provisional ALS15039IS.
Nandang Mulyana
[email protected]
Provisional ALS15037NM. Aksenta .
Aksenta
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
Peran
Ketua Tim, bidang kajian biodiversitas (HCV1-3)
Anggota tim, bidang kajian sosial-budaya
Keahlian Penelitian dan survey satwa liar, pengelolaan satwa liar, ornithologist, fasilitator community biodiversity assessment, pemetaan partisipatif, melakukan kajian HCV sejak tahun 2012 Ilmu sosial dan budaya melakukan kajian HCV sejak tahun 2010
4
Nama
Fersely G F Salmon
[email protected]
T. Ade Fachlevi
[email protected] Pramitama Bayu Saputro
[email protected]
4.
Lisensi ALS
N/A
N/A
N/A
Lembaga
Peran (HCV5 dan HCV6)
Keahlian
Aksenta
Anggota Tim, bidang kajian jasa lingkungan (HCV4)
Hydrologist, konservasi tanah, analisis spasial dan remote sensing, sistem pengelolaan air, melakukan kajian HCV sejak tahun 2010
Aksenta
Anggota Tim, bidang kajian sosial-budaya (HCV5 dan HCV6)
Ilmu sosial dan budaya melakukan kajian HCV sejak tahun 2010
Aksenta
Anggota Tim, Spesialis GIS
Analisis spasial dan remote sensing, Analisis perubahan tutupan lahan,
Metoda
Metode pelaksanaan kajian HCV dengan menggunakan beberapa referensi untuk mengidentifkasi area HCV, yaitu (i) The High Conservation Values Forest Toolkit (ProForest, 2003), (ii) Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Di Indonesia (Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia, 2008), (iii) Common Guidance of the Identification of High Conservation Values (HCVRN, 2013) dan (iv) Common Guidance for the Management and Monitoring of HCVs (HCVRN, 2013). Kajian HCV menggunakan Manual Penilaian HCV yang diterbitkan HCVRN (2014) untuk Skema Linsensi Penilai Tahun 2015.
4.1.
Penghimpunan data dan informasi di lapangan
Pendekatan step-wise screening digunakan untuk menyelaraskan informasi yang diperlukan sesuai dengan skala referensi. Skala referensi kajian HCV 1-3 mencakup tingkat global, regional dan nasional, kemudian dilakukan ground truthing. HCV 4-6 dikaji dengan penekanan pada lansekap atau tingkat lokal, kemudian diverifikasi di lapangan. Pelaksanaan kajian HCV ini mencakup pre-assessment, penghimpunan data lapangan, konsultasi publik, analisis dan pemetaan HCV hingga penyusunan laporan.
4.2.
Analisis data dan pemetaan area HCV
Seluruh titik koordinat area dari atribut atau elemen HCV dipetakan pada peta kerja. Informasi mengenai deskripsi area dari atribut atau elemen HCV digunakan untuk mengidentifikasi area di lokasi bersangkutan dengan karakteristik lapangan yang serupa berdasarkan hasil interpretasi citra satelit. Karakteristik lapangan yang serupa ini, untuk HCV keanekaragaman hayati dan area HCV sosial budaya, berupa tipe tutupan lahan atau tipe ekosistem yang serupa (misalnya hutan rapat, hutan sekunder, semak belukar, karet-campur, danau, sungai, rawa). Untuk HCV jasa lingkungan, karakteristik lapangan yang serupa dapat berupa daerah
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
5
berlereng terjal, aliran sungai, sempadan sungai, sempadan badan air terbuka, atau daerah depresi (rendahan, cekungan). Pembuatan peta area HCV indikatif untuk masing-masing bidang kajian. Ada keluaran tiga peta yang berupa, (i) peta area HCV indikatif keanekaragaman hayati (tipe HCV 1-3), (ii) peta area HCV indikatif jasa lingkungan (tipe HCV 4), dan (iii) peta area HCV indikatif sosial budaya (tipe HCV 5-6). Selanjutnya, ketiga peta ini digabungkan menjadi peta area HCV indikatif. Untuk menghasilkan peta area HCV definitif perlu dilakukan survei lapangan lanjutan berupa kegiatan delineasi (pengambilan titik-titik koordinat di lapangan) atas batas-batas area HCV indikatif. Hasil dari proses delineasi ini selanjutnya dipetakan sebagai revisi atas batas-batas indikatif area HCV yang dihasilkan dari kajian HCV ini.
4.3.
Konsultasi Publik
Kegiatan konsultasi publik intinya dilakukan dalam setiap tahapan kegiatan. Konsultasi publik berupa pertemuan tatap muka dilaksanakan dengan menghadirkan wakil-wakil dari pihakpihak kunci (key stakeholders) di wilayah kajian, baik dari masyarakat sekitar (tokoh-tokoh masyarakat, pemerintahan desa), instansi pemerintah kecamatan, institusi-institusi di lingkungan pemerintah kabupaten yang relavan, lembaga-lembaga non-pemerintah yang bekerja di sekitar wilayah kajian, juga perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar wilayah kajian. Tujuan pokok kegiatan pertemuan konsultasi publik adalah untuk: (i) menyampaikan temuantemuan lapangan dan hasil analisis lapangan dari Tim Kajian HCV, (ii) memperoleh data dan informasi tambahan dan klarifikasi atas temuan lapangan, dan (iii) memperoleh masukan untuk penyusunan laporan dan rekomendasi serta penyusunan Rencana Pengelolaan HCV.
4.4.
Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan kajian HCV di areal Izin Lokasi PT HAL sejak bulan Mei – Juni 2015. Identifikasi terdiri dari Pra Kerja Lapang, Kerja Lapang dan Paska Kerja Lapang.. Tata waktu pelaksanaan tersaji pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Jadwal pelaksanaan kegiatan kajian HCV di areal Izin Lokasi PT HAL Tahapan
Tujuan
Pra Kerja Lapang Kajian Pendahluan dan Persiapan
• Mengidentifikasi indikasi keberadaan atribut • • •
•
atau elemen HCV, Mengidentifikasi dan memetakan area-area yang berpotensi HCV, Memahami lebih baik konteks lansekap, Mengetahui isu-isu konservasi, pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan, serta potensi ancaman terhadap HCV, dan Menetapkan metode, rancangan survei, tim
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
Kegiatan • Mengumpulkan data awal
dan informasi dari manajemen perusahaan pada pengembangan perkebunan dan status manajemen. • Mengumpulkan data awal dan informasi dari sumber sekunder (laporan, makalah,
Waktu dan Tempat 12– 15 Mei 2015, Jakarta.
6
Tahapan
Kerja Lapang Pertemuan Pembuka dan pelatihan dasar HCV
• Lokakarya dengan unit
• Mendapatkan data dan informasi dari
manajemen perusahaan. • Pelatihan untuk unit manajemen perusahaan
•
• • •
Pertemuan Penutup
Paska Kerja Lapang Analisis dan Penyusunan Laporan
buku, data statistik dan peta dasar) dan informan. • Melakukan datya dan analisis spasial •
•
Konsultasi Publik
pelaksana kajian, dan tata waktu kegiatan lapangan
• Mengkomunikasikan tujuan penilaian HCV.
•
Survey Lapang
Kegiatan
•
•
Pemetaan Partisipatif
Tujuan
pengembangan perkebunan dan status manajemen. Membangun pemahaman unit manajemen mengenai HCV: latar belakang, maksud dan tujuan, konsep, jenis, atribut kunci atau elemen, dan metode identifikasi. Membentuk tim kerja (Tim Kajian HCV dan tim unit pengelola sebagai mitra) dan menyepakati waktu pelaksanaan Memperjelas potensi area HCV menurut hasil kajian pendahuluan Mengumpulkan data dan informasi tambahan mengenai atribut atau elemen HCV Memverifikasi keberadaan atribut atau elemen HCV. Mengidentifikasi area-area HCV dan memetakan batas indikatifnya. Mengidentifikasi ancaman dan poitensi ancaman area-area HCV.
• Mengkomunikasikan hasil identifikasi HCV
kepada pemangku kepentingan terkait lainnya (masyarakat, pemerintah daerah dan LSM). • Mengumpulkan data dan informasi tambahan dan memperjelas keberadaan atribut atau elemen area HCV dan ancaman atau potensi ancamannya. • Mengakomodasi masukan untuk menyusun rekomendasi dan pilihan untuk rencana pengelolaan dan pemantauan HCV Mengkomunikasikan hasil sementara identifikasi HCV untuk unit manajemen
Waktu dan Tempat
19 Mei 2015 , Ruang pertemuan Hotel Armani, Muara Teweh
• Workshop dengan nara sumber
19 Mei 2015 , Ruang pertemuan Hotel Armani, Muara Teweh
• Pemeriksaan lapangan
19 – 24 Mei 2015, Areal Izi n Lokasi PT HAL
• • • • •
terhadap kondisi tutupan lahan. • Mengumpulkan data lapangan. • Wawancara menggunakan triangulasi Lokakarya dengan stakeholder kunci. • FGD dengan stakeholder kunci. • Wawancara dengan informan
• Presentasi dan diskusi. • Penyampaian laporan
interim.
25 Mei 2015, Ruang Pertemuan Hotel JnB
25 Mei 2015, Ruang Pertemuan Hotel Armani, Muara Teweh
•
Menyajikan hasil penilaian HCV dalam sebuah laporan dengan format dan sistematika yang memenuhi prinsip-prinsip ilmiah, namun koheren dan sederhana untuk memungkinkan pemahaman yang baik oleh unit manajemen sebagai pengguna laporan utama.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
• Analisis Data • Analisis Spatial
25 Mei - 25 Juni 2015, Jakarta
• Pembuatan laporan
7
5.
Hasil
5.1.
Konteks Nasional dan Regional
Areal Izin Lokasi PT HAL terletak di Pulau Borneo, pulau terbesar ketiga di dunia. Borneo memiliki hutan hujan tropis yang sampai beberapa dekade lalu benar-benar menutupi pulau. Hutan tropis menyediakan beragam habitat bagi berbagai spesies satwa. Sebagai gambaran, Borneo memiliki 225 spesies mamalia dengan 44 spesies diantaranya endemik (Payne et al, 2000, Wilson et al 2005); tercatat 639 spesies burung denga 37 spesies endemik (MacKinnon et.al,. 2000); 208 spesies reptil (Uetz, 2013) dan 113 spesies amphibia (Frost, 2013). Juga telah tercatat 394 spesies ikan air tawar dengan 149 spesies endemik (MacKinnon et.al., 1996). Beberapa spesies satwa unik menghuni pulau ini, yaitu orangutan, bekantan, beruang madu, macan dahan, kucing merah, ibis karau, bangau storm dan sempidan kalimantan. Pulau ini juga memiliki flora yang terkaya di kepulauan Sunda besar. Telah tercatat lebih dari 3.000 spesies pohon, termasuk 267 spesies Dipterocarpaceae; 58% spesies endemik. Terdapat lebih dari 2.000 spesies anggrek dan 1.000 spesies pakis. Tingkat endemisitas flora Borneo mencapai 34% dari seluruh spesies tumbuhan yang ada (MacKinnon et al., 1996). Seiring berjalannya waktu, hutan di Borneo, khususnya di Kalimantan, mengalami penurunan luas secara drastis. Pada tahun 1968 penutupan hutan mencapai 70% dari seluruh luas lahan di Kalimantan. Pada tahun 1990 jumlah hutan menurun sampai 63% dan pada tahun 2008 diperkirakan tinggal sisa sebesar hanya 35% saja. Hutan Rawa Gambut cukup luas di Kalimantan (44,130 km2), tetapi kurang 0.5% dari habitat tersebut berada di kawasan konservasi. Dari seluruh luas Hutan Kerangas di Kalimantan (80,760 km2) hanya 1.4% berada di kawasan konservasi. Kerusakan hutan Kalimantan berdampak pula pada kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS). Tahun 20093, DAS kritis di seluruh Indonesia yang ditetapkan sebagai DAS prioritas sekitar 108 DAS, salah satunya adalah DAS Mentaya yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah. Berkurangnya luas hutan Kalimantan diiringi dengan meningkanya luas perkebunan kelapa sawit. Hingga akhir tahun 2015, luas areal kebun sawit di Indonesia telah mencapai luas 11,4 juta hektar, dan sekitar 7,6 juta hektar ada di Kalimantan. Tahun 2014, luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah telah mencapai 3,1 juta hektar, atau sekitar 40,76% dari luas perkebunan kelapa sawit se-Kalimantan. Dari total luas kebun sawit di Indonesia, sebesar 36% dimiliki oleh masyarakat (smallholders), 56% oleh perusahaan swasta, serta 8% dimiliki oleh perusahaan negara. Minat pemerintah dan masyarakat daerah terhadap masuknya investasi untuk perkebunan kelapa sawit sangat tinggi. Kelapa sawit dipandang memiliki nilai ekonomi tinggi, mampu mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam jangka waktu yang relatif pendek, dan serapan tenaga kerja yang tinggi. Bagi para pemimpin daerah, termasuk di Provinsi Kalimantan Tengah, pembangunan kebun kelapa sawit diharapkan dan diandalkan dapat membantu pembukaan wilayah terpencil, penyediaan jaringan jalan, dan pembentukan pusatpusat aktivitas ekonomi baru. 3
SK Menteri Kehutanan No. SK.328/Menhut-II/2009, Tanggal 12 Juni 2009 menetapkan 108 DAS kritis dengan prioritas penanganan yang dituangkan dalam RPJM 2010 – 2014
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
8
5.2.
Konteks Lansekap
Areal Izin Lokasi PT HAL sebagiannya berada di dalam kawasan hutan dengan status Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Konversi (HPK) serta Areal Penggunaan Lain (APL). Hal ini terkonfirmasi dari proses tumpang tindih posisi areal Izin Lokasi PT HAL pada Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Tengah (SK Menhut 529/Menhut-II/2012, tanggal 25 September 2012) tentang perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian No. 759/KPTS/UM/10/1982 tentang Penunjukkan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Tingkat I Kalimantan Tengah Seluas 15.300.000 ha sebagai Kawasan Hutan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Barito Utara (Perda Kabupaten Barito Utara No. 5 Tahun 2001), dan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (Perda, No. 28 Tahun 2003) Mengacu pada Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan hutan, dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (PIPIB) revisi VI tahun 20144, areal Izin Lokasi PT HAL tidak termasuk dalam areal yang perizinannya ditunda.
5.3.
Konteks Lansekap
5.3.1. Keanekaragaman Hayati Wilayah kajian berada di kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang rendah (Prihatna, 2009). Hasil kajian Prihatna 2009, areal Izin Lokasi PT HAL berada di luar Important Bird Area (lihat BirdLife International, 21055), tidak termasuk dalam wilayah Heart of Borneo6, dan bukan merupakan bagian dari area Ramsar7. Red List IUCN 20148 mencatat beberapa spesies satwa terancam kepenahan di areal Izin Lokasi PT HAL, dengan kategori Kritis (Critically Endangered) Genting (Endangered) dan Rentan (Vulnerable). Beberapa spesies yang sebarannya di wilayah kajian dan yang termasuk kategori Kritis yaitu Trenggiling (Manis javanica). Spesies-spesies yang termasuk kategori genting yaitu Owa kalaweit (Hylobates albibarbis) dan Macan dahan (Neofelis diardi borneensis) Spesies-spesies yang termasuk kategori rentan di antaranya Sero ambrang (Aonyx cinerea) dan Kura-kura ambon (Cuora amboinensis), Labi-labi (Amyda cartilaginea), Kurakura duri (Heosemys spinosa) Beberapa spesies tumbuhan, di wilayah kajian diduga masih terdapat beberapa spesies flora yang terancam punah dan dilindungi oleh peraturan perundangan Indonesia. Spesies tumbuhan tersebut di antaranya beberapa spesies dari keluarga Dipetrocarpacea (Shorea spp., Vatica spp.), kemudian Jelutung (Dyera costulata) dan Bengeris (Koompassia excelsa).
Diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Bird Areas factsheet: Kalimantan, http://www.birdlife.org 6 http://www.heartofborneo.org; http://wwf.panda.org/borneo_forests 7 http://www.ramsar.org/news/seventh-ramsar-site-in-indonesia 8 http://www.iucnredlist.org/ 4 5
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
9
5.3.2. Kawasan Hutan dan Penutupan Lahan Kawasan konservasi yang terdekat dengan areal Izin Lokasi PT HAL di sebelah selatan adalah Cagar Alam (CA) Pararawen yang terpisahkan oleh Sungai Pendreh dengan jarak 500 m. Penunjukkan kawasan CA Pararawen berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 85/Kpts-II/1999 seluas 6.000 ha. Kawasan ini di bawah pengelolaan Unit Pelaksana Teknis BKSDA Kalimantan Tengah. Secara administrasi, kawasan ini terletak di Desa Pendreh dan Desa Lemo Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Baritop Utara. Pada areal di sekitar kawasan CA Pararawen merupakan areal pengunnaan lain untuk peruntukkan pemukiman, perkebunan dan pertambangan. Areal Izin Lokasi PT HAL terpisah jarak kawasan CA Pararawen dengan Sungai Pandreh, lahan garapan masyarakat dan jalan umum. Hasil kajian tutupan lahan dengan mendasarkan interpretasi citra satelit Landsat 8 bulan Maret tahun 2015 dan observasi lapangan menunjukkan tujuh tipe penutupan lahan di areal Izin Lokasi PT HAL, yaitu: (i) hutan sekunder dataran rendah, (ii) belukar tua, (iii) kebun campur, (iv) belukar muda, (v) kebun monokultur, (vi) semak dan (vii) lahan terbuka. Hutan primer tidak teridentifikasi, baik melalui interpretasi citra satelit maupun hasil pengecekan lapangan. Hutan di areal izin lokasi PT HAL telah mengalami aktivitas pemanenan kayu yang intensif sejak tahun 1972.
5.3.3. Sejarah Pemanfaatan Lahan Pemanfaatan laham dan sumberdaya hutan di wilayah kajian dalam skala besar telah dilakukan pada tahun 1972 oleh perusahaan Jayanti Group. Sepanjang tahun 1980 - 1990 beberapa perusahaan logging lainnya mulai melakukan kegiatan operasional diantaranya PT Golden Forest, PT Hutan Mas dan PT Timur Trans. Pemanfaatan lahan untuk program transmigrasi. Program ini dilakukan oleh Pemerintah Indinesia Indonesia pada beberapa desa, yaitu Desa Sei Rahayu I (km 38) dan UPT 2 yaitu Desa Sei Rahayu II (km 52) pada tahun 1983-1988. Kegiatan pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman karet unggul mulai dilakukan pada tahun 1986, dimana masyarakat memperoleh bantuan bibit dari pemerintah.Program ini dilanjutkan dari tahun 1990-2000 pada sebagian bekas areal konsesi PT Jayanti Group yaitu Desa Rimba Sari (1993), Desa Beringin Jaya dan Desa Datai Niru (1997-1998). Beberapa perusahaan logging yang beroperasi yaitu PT Mulya Permata (1990-1995), PT Hasnul (19962000) dan PT Sarang Sapta (1997). Pada tahun 2005, PT Bina Multi Alam Lestari melakukan kegiatan logging di hulu Sungai Pendreh hingga kajian ini dilakukan. Menyusul pemanfaatan lahan untuk keperluan usaha pertambangan pada tahun 2010 – 2012. Kegiatan pertambangan batu bara oleh beberapa perusahaan yaitu PT Borneo Prima Coal, PT Ngantoi Bara Lestari dan PT Supra Bara Mapindo. Beberapa perusahaan pertambangan batu bara tersebut masih beroperasi sampai dengan saat ini.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
10
5.4.
Konteks Lingkungan Fisik
Wilayah kajian berada di DAS Barito, Sub DAS Pendreh-Barioi. Sungai utama yang melintasi areal Izin Lokasi PT HAL adalah Sungai Barioi yang bermuara ke Sungai Pendreh. Dari arah hulu ke hilir, di dalam areal Izin Lokasi terdapat beberapa anak Sungai Barioi, antara lain: Sungai Kareho, Sungai Lunuk, Sungai Balok, Sungai Ulin, Sungai Mangkaot, Sungai Suatu, Sungai Ese, dan Sungai Mensoring. Selain itu, terdapat juga Sungai Sempayang dan Sungai Bomban yang bermuara ke Sungai Pendreh; serta Sungai Matei dan Sungai Rapen yang bermuara ke Sungai Barito. Seluruh lokasi kajian berada di dataran rendah dengan ketinggian < 100 m dpl (Gambar 5.4). Kelerengan lahan didominasi oleh kelas lereng 8-15% dengan relief datar hingga berombakbergelombang. Sebagian area yang agak berbukit (kelerengan 25-40%) terdapat di bagian utara areal Izin Lokasi Areal Izin Lokasi PT HAL terbagi menjadi tiga sistem lahan,9 yaitu Lawanguwang (LWW) dan Teweh (TWH) yang berupa dataran berombak-bergelombang; serta Maput (MPT) yang berupa areal berbukit. Sistem lahan LWW mendominasi lokasi kajian dengan cakupan area 88%; sementara proporsi luas sistem lahan TWH dan MPT masing-masing sebesar 8% dan 4% dari total luas areal Izin Lokasi PT HAL Jenis tanah di lokasi kajian seluruhnya merupakan tanah mineral yang terbentuk dari bahan induk batupasir dan batuliat. Jenis tanah tersebut terbagi menjadi dua asosiasi, yaitu: i) dystrudepts, paleudults dan hapludults; serta ii) paleudults dan plintudults. Karakteristik fisik keduanya hampir mirip: memiliki tekstur tanah halus (lempung liat berdebu hingga liat berlempung), drainase sedang hingga baik, erodibilitas sedang hingga tinggi. Solum tanah umumnya dalam (>120 cm), kecuali area di bagian timur (<50 cm) yang terdapat singkapan batuan10.
5.5.
Konteks Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat
5.5.1. Demografi dan Sosial-Ekonomi Masyarakat Areal Izin Lokasi PT HAL berada di wilayah administratif Kabupaten Barito Utara. Kabupaten ini memiliki luas lebih kurang 8.300 km2 yang terdiri dari 9 kecamatan, 93 desa dan 10 kelurahan (BPS, 2014a). Populasi Kabupaten Barito pada tahun 2013 mencapai 125,400 jiwa. Perekonomian Kabupaten Barito Utara berdasarkan Produk Regional Domestik Bruto pada tahun 2013 ditopang oleh sektor pertambangan dan penggalian dengan kontribusi sebesar 23,57% dan sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 22,13%. Sektor pertanian terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun yang ditandai oleh kehadiran perusahaan perkebunan (BPS,2014a).
9 10
RePPProT (1989) Hasil survei tanah tinjau (Aksenta, 2015)
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
11
Areal Izin Lokasi PT HAL berada di dalam wilayah administrasi Desa Sei Rahayu I (km 38), Sei Rahayu II (km 52), Rimba sari (km 53), Beringin Jaya (km 54), Datai Nirui (km 55) dan Desa Pendreh, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Provini Kalimantan Tengah. Desa Pendreh merupakan desa asli dan tertua diantara 5 desa lainnya dan merupakan cikal bakal dari desa-desa transmigrasi yang ada saat ini pada wilayah kajian. Penduduk pada 6 desa tersebut berjumlah 5.615jiwa atau 1.527 rumah tangga. Jumlah penduduk terpadat terdapat di Desa Pendreh dengan jumlah 2.800 jiwa dan penduduk terendah dengan 250 jiwa berada di Desa Beringin Jaya. Fasilitas publik pada wilayah kajian telah terbangun dan terus mengalami perkembangan setiap tahunnya. Perekonomian masyarakat saat ini sangat heterogen, dengan pendapatan utama masyarakat ditopang oleh sektor pertanian dari perkebunan karet, padi ladang, hortikultura dan budidaya ikan air tawar dengan komiditi andalan ikan lele. Selain itu masyarakat saat ini banyak yang bekerja di perusahaan pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa. Umumnya masyarakat pedesaan berkembang sumber pendapatan diperoleh dari beberapa sektor (ganda) yang mencirikan masyarakat pada wilayah kajian merupakan masyarakat yang dalam tahap transisi dari perekonomian tradisional menuju perekonomian modren. Kebutuhan air bersih masyarakat bersumber dari sumur gali dan Sungai Barioi terutama pada musim kemarau. Untuk fasilitas listrik telah tersedia di Desa Sei Rahayu II, Rimba sari dan Desa Pendreh. Aksesibitilas dari Kota Muara Teweh, walaupun sebagian jalan dalam kondisi rusak. Fasilitas pendidikan dan kesehatan secara umum telah tersedia di seluruh desa kajian, Khusus fasilitas pendidikan sekolah menegah ke atas hanya tersedia di Desa Sei Rahayu II dan sebagian masyarakat menempuh pendidikan di Muara Teweh.
5.5.2. Sosial Budaya Masyarakat Struktur suku bangsa masyarakat yang mendiami wilayah Kabupaten Barito Utara didominasi oleh suku Dayak Taboyan, Bakumpai, Dayak Bayan, Bajar, Jawa, Sunda dan Sumatera. Di sisi lain, komposisi penduduk berdasarkan agama didominasi oleh agama Islam dengan komposisi sebesar 71%, Hindu Kaharingan 12%, Protestan 11% dan Katolik 6% (BPS, 2014a). Masyarakat asli yang mendiami wilayah kajian merupakan masyarakat dari Rumput Ot danum dengan sub suku Dusun Bayan, Dusun Malang, Dusun Ma’ayan dan Dusun Siang. Selain itu juga terdapat suku Amutai, Negara, Banjar dan Bakumpai, akan tetapi jumlahnya minoritas. Suku masyarakat pendatang yang merupakan masyarakat transmigrasi terdiri dari Suku Jawa, Sunda, Flores dan beberapa masyarakat pendatang lainnya seperti Batak dan Melayu. Beberapa nilai budaya masyarakat lokal yang masih dipertahankan seperti kegiatan adat ngelakang, tiwah dan wara yang merupakan ritual adat dalam ritual kematian. Di sisi lain, masyarakat pendatang juga menghormati kearifan masyarakat lokal yang memiliki hukum adat berupa sanksi jika terdapat pelanggaran-pelanggaran yang bersifat sosial dan dipatuhi oleh masyarakat pendatang. Sanksi tersebut berupa tenda yang disepakati antara kedua belah pihak yang memiliki masalah.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
12
Agama mayoritas pada wilayah kajian didominasi oleh Agama Islam dan Hindu Kaharingan. Toleransi antar umat beragama pada wilayah kajian sangat tinggi, hal tersebut didapat dilihat pada acara-acara keagamaan, masyarakat yang berbeda agama turut memeriahkan acara keagamaan masyarakat yang menganut agama lainnya.
5.6.
Hasil-Hasil dan Justifikasi
5.6.1. Keberadaan Area HCV Hasil observasi lapangan dan analisis menunjukkan bahwa di areal Izin Lokasi PT HAL terdapat 3 (tiga) tipe HCV, yaitu HCV 1, HCV 3 dan HCV4. Sementara itu, tipe HCV 2, HCV 5 dan HCV 6 tidak dijumpai. Ringkasan keberadaan area HCV dan argumentasinya di areal Izin Lokasi PT HAL tersaji pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Ringkasan keberadaan area HCV di dalam areal Izin Lokasi PT HAL Tipe HCV HCV 1 -
HCV 2
Argumentasi Definisi/ Pengertian Ada Potensi Tidak Ada Keterpusatan keanekaragaman biologis yang mencakup spesies endemik, dan spesies langka, terancam atau terancam punah, yang signifikan pada level global, regional atau nasional Terdapat spesies terancam punah (Trenggiling, Owa/Kalaweit, Beruang, Bekantan/Bekara, Macan dahan, Sero ambrang, Beruk, Tarsius/Weruk ambong Kukang/Pekiki Babi berjanggut, Biuku/Bidawang, Kura-kura duri, Kura-kura ambon, Kura punggung datar). Terdapat area penting untuk spesies endemik dan sebaran terbatas, seperti Owa, Bekantan, Macan dahan, Kukang) Terdapat area-area penting yang digunakan sebagai refugium berbagai spesies satwa terancam punah (Trenggiling, Owa/Kalaweit, Beruang, Bekantan/Bekara, Macan dahan, Sero ambrang, Beruk, Tarsius/Weruk ambong Kukang/Pekiki Babi berjanggut, Biuku/Bidawang, Kura-kura duri, Kura-kura ambon, Kura punggung data) Keberadaan area yang terletak di dalam atau mencakup lansekap sangat luas dan signifikan secara global, regional, atau nasional, di mana sebagian besar, bila tidak seluruhnya, populasi spesies hidupan liar yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya (viable) dijumpai dalam pola sebaran dan kelimpahan alaminya Pada seluruh areal Izin Lokasi telah
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
13
Tipe HCV
HCV 3
HCV 4 - HCV 4.1
- HCV 4.2
- HCV 4.3
HCV 5
HCV 6
Definisi/ Pengertian
Ada
Argumentasi Potensi
Tidak Ada banyak penggarapan lahan oleh masyarakat untuk pembukaan ladang padi huma dan karet. Keberadaan area yang terletak di dalam atau mencakup ekosistem langka atau terancam punah atau genting Terdapat ekosistem yang unik dan langka di dalam areal Izin Lokasi PT HAL berupa ekosistem hutan sekunder dataran rendah Keberadaan area yang menyediakan layanan ekosistem mendasar yang berada pada situasi kritis (misal perlindungan daerah tangkapan air, pengendali erosi tanah, dan lereng yang rentan, dan sekat bakar Daerah tangkapan Sungai sebagai daerah air dan daerah tangkapan air dan sumber air pengendali banjir bagi masyarakat, terutama Sungai Barioi; serta merupakan drainase alami untuk pengendali banjir Daerah Sempadan sungai berfungsi pengendali erosi sebagai pengendali morfoerosi dan sedimentasi; serta sebagai filter bahan pencemar yang akan masuk ke sungai Sekat alam untuk Tidak terdapat area mencegah yang berfungsi meluasnya sebagai sekat bakar kebakaran hutan alami dan lahan Keberadaan area yang fundamental untuk menyediakan kebutuhan dasar masyarakat setempat atau adat (misal subsisten, kesehatan) yang teridentifikasi melalui keterlibatan dengan setempat atau adat Tidak terdapat area yang berfungsi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup mendasar bagi masyarakat lokal di dalam areal Izin Lokasi PT HAL Keberadaan area berupa sumberdaya, habitat dan lanskap yang sangat penting sebagai identitas budaya arkeologis, atau historis secara global atau nasional, atau nilai budaya, ekonomi atau religi/suci yang sangat penting bagi penduduk setempat atau masyarakat adat, yangteridentifikasi melalui keterlibatan dengan penduduk atau masyarakat adat tersebut Tidak terdapat area yang berfungsi sebagai identitas budaya masyarakat lokal di dalam areal Izin Lokasi PT HAL
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
14
Keberadaan HCV 1 Hasil kajian menunjukkan bahwa di areal Izin Lokasi PT HAL terdapat 14 spesies RTE (Rare, Threatened and Endangered).yang berstatus Endangered/EN dan Vulnerable/ VU menurut IUCN. Lima spesies diantaranya adalah satwa yang bergantung pada sungai atau kolam sebagai habitatnya dan/atau tempat mencari makan (feeding area), yaitu Biuku/Bidawang, Kura-kura duri, Kura-kura ambon, Kura punggung dan Berang-berang. Habitat spesies ini berada di sungai dan sempadannya. Sembilan spesies satwa darat/terrestrial berada di hutan sekunder dataran rendah. Sebagian besar spesies terancam punah menghuni hutan sekunder dataran rendah, dan terutama spesies akuatik menggunakan daerah penyangga DAS yang masih ditutupi dengan vegetasi alami. Hasil survey di areal Izin Lokasi PT HAL tercatat 8 spesies endemik dan sebaran terbatas, dengan 3 spesies mamalia, 3 spesies burung dan 2 spesies reptile. Spesies tersebut dijumpai pada area kawasan hutan sekunder dan sempadai sungai. Pada areal Izin Lokasi PT HAL masih terdapat keberadaan area penting yang digunakan sebagai refugium berbagai spesies satwa terancam punah, di antaranya Trenggiling, Kalaweit, Beruang madu, Bekantan, Macan dahan, Kukang, Tarsius, Sero ambrang, Bidawang, Kurakura duri dan Kura-kura ambon. Area penting ini juga menjadi persinggahan spesies burung migran yaitu Elang sikep madu (Pernis ptilorhynchus) Keberadaan spesies-spesies endemik, dan langka serta terancam punah pada hutan sekunder dataran rendah yang tersisa dan sempadan sungai di wilayah kajian menunjukkan keberadaan area HCV 1
Keberadaan HCV 2 Hasil kajian menunjukkan lahan di areal Izin Lokasi PT HAL yang awalnya berupa ekosistem hutan dataran rendah telah mengalami degradasi, sebagai dampak dari sangat berkurangnya tegakan pohon karena pemanfaatan kayu dan pembukaan ladang. Vegetasi alami yang tersisa berupa hutan sekunder dataran rendah. Pada seluruh areal Izin Lokasi telah banyak penggarapan lahan oleh masyarakat untuk pembukaan ladang padi huma dan karet. Hasil kajian HCV ini tidak menemukan syarat sebuah bentang alam yang memenuhi kriteria HCV 2.Dengan demikian, HCV 2 tidak dijumpai di wilayah kajian.
Keberadaan HCV 3 Hasil kajian menunjukkan bahwa di areal Izin Lokasi PT HAL masih menyisakan sedikit keberadaan ekosistem langka dan unik berupa hutan sekunder dataran rendah. Walaupun kondisi ekosistemnya berupa hutan sekunder, pada areal tersebut masih terdapat beberapa spesies dari kelompok diptoreocarpacae, pohon ulin, Ulin, Balau, Bangkirani, Kruing dan berbagai jenis Meranti,
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
15
Hasil kajian perubahan penutupan lahan di areal Izin Lokasi PT HAL menunjukkan adanya dinamika perubahan penutupan lahan sejak 1 November 2005 hingga pada saat dilaksanakan kajian HCV (Aksenta 2015). Pada 1 November 2005, penutupan lahan di areal izin lokasi PT HAL didominasi oleh belukar tua (37,5%) dan belukar muda (25,5%). Sedangkan pada saat dilaksanakan kajian HCV, penutupan lahan yang dominan adalah belukar muda (43,1%). Hutan sekunder yang teridentifikasi pada 1 November 2005 seluas 2.430,9 ha (15,3%). Hutan sekunder mengalami degradasi dari waktu ke waktu diakibatkan adanya aktivitas masyarakat seperti pemanenan kayu dan pembukaan lahan menjadi lahan budidaya. Pada saat kajian HCV dilaksanakan, luas hutan sekunder yang masih tersisa adalah 1.817,5 ha (11,5%) Kondisi ekosistem hutan sekunder dataran rendah ini mendukung keberadaan spesies terancam kepunahan seperti Trenggiling, Kalaweit, Beruang madu, Sero ambrang, Kucing hutan, Beruk, Tarsius, Kukang, Biuku, Kura-kura duri dan Kura-kura ambon. Kondisi ini memperlihatkan keberadaan area HCV 3 di areal Izin Lokasi PT HAL.
Keberadaan HCV 4 Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat dua layanan ekosistem penting di areal Izin Lokasi PT HAL berupa: a) daerah tangkapan air dan sumber air bagi masyarakat, dan b) pengendali morfoerosi dan sedimentasi serta sebagai filter bahan pencemar yang akan masuk ke sungai. Sungai Barioi merupakan sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan sumber air bagi masyarakat. Sungai-sungai lainnya seperti Sungai Mangkaot, Barioi, Mensoring, Ulin, Balo. Ese, Kareho, Lunuk, Bomban, Matei, Rapen dan Sungai Pendreh yang berfungsi se bagai drainase alami untuk pengendali banjir. Seluruh sempadan sungai tersebut mempunyai pula sebagai sebagai pengendali morfoerosi dan sedimentasi; serta sebagai filter bahan pencemar yang akan masuk ke sungai. Fungsi-fungsi dari sungai dan sempadannya di areal Izin Lokasi PT HAL memperlihatkan keberadaan area HCV 4.
Keberadaan HCV 5 Hasil kajian menunjukkan bahwa keberadaan desa yang memiliki interaksi dengan areal Izin Lokasi PT HAL berada di luar areal Izin Lokasi PT HAL. Bentuk pemanfaatan masyarakat sekitar terhadap areal Izin Lokasi PT HAL berupa pemanfaatan pertanian yang terdiri dari perladangan padi, kebun karet monokultur dan karet campur serta kebun rotan. Pada saat ini, pemanfaatan lahan dan sumberdaya oleh masyarakat pada areal Izin Lokasi PT HAL cenderung memiliki motif ekonomi bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Sumber pendapatan utama masyarakat berupa hasil tanaman karet, sedangkan hasil padi ladang merupakan sumber bahan makanan masyarakat. Sumber pendapatan lainnya seperti bekerja di perusahaan pertambangan, perkebunan dan menjadi buruh pada proyek-proyek pemerintah. Masyarakat pada wilayah kajian saat ini menopang hidup dengan mengandalkan sektor pertanian yaitu perkebunan karet dan padi ladang sebagai mata pencarian utama. Walaupun
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
16
demikian, matapencarian utama masyarakat pada wilayah kajian bukan hanya pada satu sumber akan tetapi terdiri dari beragam sumber. Jika harga karet turun, masyarakat cenderung mencari pekerjaan lainnya seperti menjadi buruh pada proyek pemerintah atau buruh pada perkebunan kelapa sawit yang terdapat di sekitar. Telah banyak alternatif sumber penghidupan yang diperoleh pada desa-desa sekitar areal Izin Lokasi PT HAL. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa saat ini masyarakat di sekitar areal Izin Lokasi PT HAL tidak bergantung sepenuhnya kepada sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Persepsi masyarakat akan kehadiran perusahaan sawit dipandang lebih menguntungkan karena dapat memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat. Banyak masyarakat yang ingin mengganti komoditi karet dan padi ladang menjadi kelapa sawit karena dianggap sawit akan jauh lebih menguntungkan dibandingkan karet dan padi ladang. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan area dengan situs dan sumber daya yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal atau masyarakat adat (untuk mata pencaharian, kesehatan, makanan, air, dll.) yang teridentifikasi melalui interaksi dengan komunitas atau masyarakat adat terkait.tidak dijumpai di areal Izin Lokasi PT HAL
Keberadaan HCV 6 Hasil kajian menunjukkan bahwa di areal Izin Lokasi PT HAL terdiri dari masyarakat yang cenderung heterogen, walaupun demikian suku asli dari rumpun Ot Danum merupakan suku dominan.. Pada rumpun Dayak Ot Danum juga mengenal kasta atau tingkatan akan tetapi tidak seketat dalam agama Hindu, hal tersebut dipengaruhi oleh agam Hindu/Kaharingan yang dianut oleh masyarakat Ot Danum (Yunus, 1985). Kondisi sosial budaya masyarakat rumpun Ot Danum yang terdiri dari Sub Suku Malang, Ma’ayan, Bayan dan Siang pada lokasi kajian saat ini tidak tergantung terhadap ruang dalam pelaksaan ritual religi dan spiritual. Masyarakat dari rumpun Ot Danum tersebut saat ini memeluk agama Hindu Kaharingan yang kegiatan ibadahnya dilakukan pada Balai Basarah. Pada Izin Lokasi PT HAL tidak terdapat tempat yang memenuhi kriteria HCV 6 bagi masyarakat lokal pada wilayah kajian. Walaupun demikian, berdasarkan hasil wawancara dan konsultasi publik, pada areal Izin Lokasi PT HAL terdapat beberapa kuburan tua akan tetapi tidak memiliki nilai sejarah dan bukan merupakan kuburan keramat bagi masyarakat setempat. Kuburan tua tersebut adalah kuburan masyarakat lokal yang melakukan perladangan pada zaman dahulu. Masyarakat lokal pada wilayah kajian saat ini masih memanfaatkan beberapa jenis tumbuhan sebagai syarat untuk melakukan upacara adat Balian seperti bambu, rotan, jelutung dan deraya. Akan tetapi keberadaan tumbuhan tersebut saat ini masih banyak tersedia di sekitar desa dan tidak memiliki tempat atau lokasi khusus untuk tumbuhan tersebut. Selain itu masyarakat lokal dengan agama Hindu Kaharingan juga masih melaksanakan ritual Wara yaitu upacara kematian akan tetapi kegiatan tersebut tidak terkait dengan ruang yang terdapat di areal Izin Lokasi PT HAL.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
17
5.7.
Luas dan Sebaran Area HCV dan HCMA
Tipe HCV yang mendominasi di areal Izin Lokasi PT HAL adalah tipe HCV 1 dan 3 yang di dalamnya mencakup pula tipe HCV 4. Seluruh area Indikatif HCV di areal Izin Lokasi PT HAL tersebar pada 14 (empat belas) lokasi. Total luas area HCV adalah 2.157,1 ha atau 13,8% dari luas areal Izin Lokasi PT HAL (15.650 ha). Luas area indikatif HCVMA di areal Izin Lokasi PT HAL sekitar 41,2 ha atau 0,26%. Deskripsi area indikatif HCV dan HCVMA di areal Izin Lokasi PT HAL tersaji pada Tabel 5.2 dan 5.3. Peta sebaran area indikatif HCV dan HCVMA tersaji pada Gambar 5.8 dan 5.9 Tabel 5.2. Deskripsi Area HCV di areal Izin Lokasi PT HAL ID
Tipe HCV
Lokasi
1
4.1; 4.2
Sungai Suatu dengan buffer 50 m
2
4.1; 4.2
Sungai Mangkaot dengan buffer 50 m
4.1; 4.2
Sungai Barioi dengan buffer 50 m
3
1.2; 1.3; 1.4; 4.1; 4.2
Hutan riparian di muara Sungai Barioi Sungai Mensoring dengan buffer 30 m
03a
4.1; 4.2
03b
1.2; 1.3; 1.4
4
4.1; 4.2
Sungai Ulin dengan buffer 30 m
5
4.1; 4.2
Sungai Balo dengan buffer 30 m
6
4.1; 4.2
Sungai Ese dengan buffer 30 m
7
4.1; 4.2
Sungai Kareho dengan buffer 20 m
8
4.1; 4.2
Sungai Lunuk dengan buffer 30 m
9
4.1; 4.2
Sungai Bomban dengan buffer 30 m
Hutan riparian di muara Sungai Barioi
Elemen HCV
Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Spesies terancam punah Spesies endemik dan sebaran terbatas Refugum satwa terancam punah Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Spesies terancam punah Spesies endemik dan sebaran terbatas Refugum satwa terancam punah Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
Luas 24,6 77,2 332,4 32,8 5,2 85,3 24,4 49,4 72,7 11,9 30,2 84,3
18
ID
Tipe HCV
Lokasi Hutan Sekunder
10
1.2; 1.3; 1.4; 3
11
4.1; 4.2
Sungai Matei dengan buffer 50 m
12
4.1; 4.2
Sungai Rapen dengan buffer 50 m
13
4.1; 4.2
14
4.1; 4.2
Sungai Sempayang dengan buffer 30 m Sungai Pendreh dengan buffer 50 m
Elemen HCV
Luas
Spesies terancam punah Spesies endemik dan sebaran terbatas Refugum satwa terancam punah Ekosistem hutan sekunder dataran rendah Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Sumber air Pengendali banjir Pengendali erosi Pengendali banjir Pengendali erosi Pengendali banjir Pengendali erosi Total Luas Area HCV Indikatif (ha)
1.140,6
46,1 57,1 31,3 51,5 2.157,1
Luas Areal Izin Lokasi PT HAL (ha)
15.650
Persentase Luas Area HCV Indikatif *)Keterangan: Luas Izin Lokasi PT HAL berdasarkan perhitungan GIS
13.8%
Tabel 5.3. Luas dan Lokasi Area HCVMA untuk HCV 1.3 dan 4 di areal Izin Lokasi PT HAL No 1.
ID 3
Tipe HCV 4
Lokasi Sungai Barioi
2.
03b
1
Sungai Barioi
3.
6
4
Sungai Ese
4.
10
1 dan 3
5.
11
4
6.
12
Hutan Sekunder Sungai Matei
4 Sungai Rapen Total Luas Area Indikatif HCVMA (ha) Luas Areal Izin Lokasi PT HAL (ha) Persentase Luas Area Indikati HCV
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
Luas (Ha) 5,2 14,9 1,1 19,3 0,2 0,5 41,2 15.650 0,26%
19
Gambar 5.1. Lokasi Area Indikatif HCV 1, 3 dan 4 di areal Izin Lokasi PT HAL
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
20
Gambar 5.2. Lokasi Area Indikatif HCVMA di areal Izin Lokasi PT HAL
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
21
5.8.
Konsultasi dengan Pemangku Kepentingan
Ringkasan hasil-hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan terhadap kajian HCV di areal Izin Lokasi PT HAL tersaji pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Ringkasan hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan terhadap kajian HCV di areal Izin Lokasi PT HAL Nama
Jabatan/Peran
Organisasi/ Kelompok sosial Tokoh Masyarakat Desa Pendreh
1
Supriadi
2
Subrata
Kades Beringin Raya
3
Kurnadi Santoso
Kades Rimba Sari
Hal atau Isu Utama & Rekomendasi / Tanggapan Tm Penilai Memberikan informasi tentang penamaan Sungai Barioi, dan Sungai Balo. Serta memberikan konfirmasi bahwa Sungai Bomban bermuara ke Sungai Pendreh. Masih ada satu sungai yang belum teridentifikasi, yaitu Sungai Sempayang Tanggapan Tim Kajian: tambahan informasi ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki nama sungai yang menjadi potensi keberadaan area HCV 4. Memberikan informasi bahwa hulu Sungai Bomban terdapat di wilayah Desa Beringin Raya PT Bimal mulai beroperasi sejak tahun 2003 Masyarakat mulai melakukan budidaya lele sejak tahun 2012 Terdapat makam keramat bernama Datai Orai yang berlokasi di antara Km. 52 dengan Desa Sei Rahayu I. Sungai Lunuk selalu banjir pada saat musim penghujan, akan tetapi pada saat musim kering Sungai Lunuk tidak ada airnya. Sehingga masyarakat hanya mengandalkan air sumur karena kondisi air sungai yang keruh baik pada saat musim hujan maupun musim kemarau. Di areal yang masih berhutan (rimba) masyarakat masih memanfaatkan kayu jelutung dan kayu karayang untuk keperluan acara adat, sehingga rimba-rimba yang masih tersisa perlu dilindungi. Namun tidak ada area khusus untuk pemanfaatan kayu adat Masyarakat juga masih memanfaatkan obatobat tradisional yang diambil dari rimba (hutan). Meskipun demikian, tidak ada area khusus untuk pemanfaatan obat-obatan tradisional Tanggapan Tim Kajian: tambahan informasi ini sangat bermanfaat untuk memperkaya laporan kajian HCV - Masyarakat masih memanfaatkan Sungai Barioi untuk konsumsi. - Aktivitas PT HAL kemungkinan besar akan memberikan dampak terhadap Sungai
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
22
Nama
Jabatan/Peran
Organisasi/ Kelompok sosial
4
Ating J
Perwakilan Desa Pendreh
5
Suharto Hartono
Kades Sei Rahayu I
7
Parto
Kades Sei Rahayu II
8
Suryono
PJ Kades Datai Nirui
Hal atau Isu Utama & Rekomendasi / Tanggapan Tm Penilai Barioi, sehingga manajemen diharapkan memiliki strategi sehingga masyarakat dapat mendapatkan air bersih yang layak konsumsi. Tanggapan Tim Kajian: informasi ini sangat bermanfaat untuk menjadi rekomendasi kepada manajemen PT HAL dengan penerapan praktek terbaik terhadap sempadan sungai dan areaarea yang berpotensi erosi untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perkebunan kelapa sawit. Aliran Sungai Rapen ke arah perkebunan PT SAL, dan merupakan batas antara Desa Pendreh dengan Lanjas Masyarakat menyambut baik adanya aktivitas pembangunan kebun kelapa sawit PT HAL PT HAL diharapkan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sosial dan budaya masyarakat sekitar. Perusahaan diharapkan partisipatif dalam hal inventarisasi lahan dan pembukaan lahan. Tanggapan Tim Kajian: informasi ini sangat bermanfaat untuk menjadi rekomendasi kepada manajemen PT HAL terhadap rencana operasional pembangunan kebun kelapa sawit dengan praktek-praktek terbaik dalam pengelolaan lingkungan dan sosial PT HAL harus memperhatikan aktivitas di sekitar Sungai Suatu, karena kondisi air di Sungai Suatu sangat keruh Tanggapan Tim Kajian: informasi ini sangat bermanfaat untuk menjadi rekomendasi kepada manajemen PT HAL dalam penerapan praktek terbaik terhadap sempadan sungai dan areaarea yang berpotensi erosi untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perkebunan kelapa sawit. Air bersih merupakan permasalahan umum di desa Sei Rahayu II Masyarakat menyambut baik kedatangan PT HAL, karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan desa Tanggapan Tim Kajian: informasi ini sangat bermanfaat untuk menjadi rekomendasi kepada manajemen PT HAL penerapan praktek terbaik terhadap sempadan sungai dan area-area yang berpotensi erosi untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perkebunan kelapa sawit. Masyarakat Desa Datai Nirui sangat mendukung kehadiran PT HAL
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
23
Nama
9
6.
Jabatan/Peran
Imam Wicaksana
Organisasi/ Kelompok sosial
Hal atau Isu Utama & Rekomendasi / Tanggapan Tm Penilai Masyarakat Desa Datai Nirui memanfaatkan Sungai Sambomban dimana kondisi sungai tersebut pada saat musim kemarau sangat kering. Masyarakat berharap PT HAL memberikan bantuan langsung maupun tidak langsung berupa akses ke Sungai Pendreh Tanggapan Tim Kajian: informasi ini sangat bermanfaat untuk menjadi rekomendasi kepada manajemen PT HAL dalam penerapan praktek terbaik terhadap sempadan sungai dan areaarea yang berpotensi erosi untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perkebunan kelapa sawit serta adanya dukungan masyarakat terhadap operasional perkebunan kelapa sawit di areal Izin Lokasi PT HAL. PEH Seksi Wilayah III, Penjelasan mengenai metode pengambilan BKSDA, Muara Teweh data Bekantan memerlukan areal sejauh 100 – 300 m dari pinggir sungai, sehingga perlu dipertimbangan untuk area-area yang berpotensi sebagai habitat bekantan. Apakah area HCV yang teridentifikasi mempunyai koridor dengan CA Pararawein? Tanggapan Tim Kajian: Metode yang digunakan adalah Rapid Assessment yang mengobservasi keberadaan elemen kunci HCV. Berbagai hal yang berkaitan dengan detail populasi bekantan tidak dihasilkan dari survey ini. Koridor antara area HCV 1 yang teridentifikasi dengan CA Pararawein telah terputus dengan adanya jalan tambang yang melintas dari barat ke timur dengan aktivitas kendaraan hauling yang tinggi serta terputus oleh aliran Sungai Pendreh. Akan dipertimbangkan berkaitan dengan perlunya habitat bekantan di dalam areal Izin Lokasi PT HAL
Pengelolaan dan Pemantauan HCV
Proses kajian ancaman digunakan untuk membuat prioritas dalam pengelolaan area HCV. Kebanyakan ancaman langsung membawa dampak yang paling tidak diinginkan pada area HCV kemudian diidentifikasi, bersaman dengan yang paling mudah dengan biaya terendah. Proses tersebut akan berfungsi sebagai dasar untuk memungkinkan menanggapi ancaman secara cepat,
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
24
Menurut kajian HCV di areal Izin Lokasi PT HAL L terdapat tiga tipe area HCV, yaitu HCV 1, 3 dan 4. Kajian ancaman menunjukkan bahwa setiap tipe HCV yang teridentifikasi umumnya memiliki potensi dampak yang tinggi hingga sangat tinggi, perlindungan untuk area HCV 4 yang memiliki potensi dampak yang relatif rendah. Ringkasan hasil penilaian ancaman terhadap HCV yang teridentifikasi tersaji pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Ringkasan hasil penilaian ancaman terhadap HCV yang teridentifikasi Apa yang terjadi sekarang / Apa tekanan HCV 1
Potensi dampak terhadap nilainilai
Berkurangnya jumlah dan populasi spesies terancam punah Berkurangnya luasan hutan sekunder dataran rendah Perburuan beberapa satwa terancam HCV punah3 Berkurangnya luasan hutan sekunder dataran rendah HCV 4 Penurunan kualitas air
Penyebab / Sumber (potensi kontribusi terhadap tekanan
Keterangan
Tinggi
Penebangan hutan sekunder dataran rendah yang tersisa Perburuan satwa terancam punah
Tingginya kebutuhan lahan garapan untuk kegiatan pertanian
Tinggi
Pembukaan lahan garapan untuk kegiatan usaha pertanian
Rendah
Permintaan masyarakat pada beberapa satwa seperti trenggiling Pembukaan lahan garapan untuk kegiatan usaha pertanian
Tingginya kebutuhan lahan garapan untuk kegiatan pertanian Beberapa satwa terancam
Tinggi
Tinggi
Alih fungsi lahan di sempadan sungai yang dapat menurunkan fungsi sempadan Pembalakan liar yang dapat mengancam keberadaan vegetasi alami di sempadan sungai Flukstuasi debit aliran yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau.
punah memiliki nilai jual Tingginya kebutuhan lahan garapan untuk kegiatan pertanian Tutupan lahan di sempadan sungai hanya berupa semak dan belukar Aliran sungai pada musim hujan berpotensi menyebabkan flash flood yang memiliki energi kinetik yang sangat besar
Setiap tipologi area HCV di dalam wilayah kajian mempunyai karakteristik dan fungsi yang khas. Ancaman terhadap area tersebut dikategorikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dapat mengancam keberlanjutan dan kontinuitas dari fungsi area tersebut. Berdasarkan jenisnya, ancaman terhadap keberadaan area HCV dibedakan menjadi ancaman aktual, yaitu ancaman yang saat ini dijumpai di wilayah kajian, serta ancaman potensial, yaitu ancaman yang diprediksikan akan terjadi di masa depan apabila tidak dilakukan tindakan antisipasi dan mitigasi. Penjelasan mengenai ancaman terhadap keberadaan area HCV di areal Izin Lokasi PT HAL tersaji pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Keberadaan area HCV dan ancaman utamanya di areal Izin Lokasi PT HAL HCV
1
Deskripsi Area HCV Keberadaan area untuk habitat spesies terancam punah, endemik dan sebaran terbatas serta refugia (Trenggiling, Owa Kalaweit, Beruang madu, Bekantan, Macan dahan, Kukang, Tarsius, Sero ambrang, Rangkong badak, Bidawang, Kura-kura duri dan Kura-kura ambon)
Ancaman Utama Pembukaan lahan yang mengancam ekosistem hutan sekunder dataran rendah, sebagai habitat spesies terancam punah, spesies endemik dan sebaran terbatas serta refugia Perburuan satwa
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
25
HCV
Deskripsi Area HCV Keberadaan ekosistem unik dan langka berupa ekosistem hutan dataran rendah untuk habitat spesies terancam punah, endemik dan sebaran terbatas serta refugia (Trenggiling, Owa Kalaweit, Beruang madu, Bekantan, Macan dahan, Kukang, Tarsius, Sero ambrang, Rangkong badak, Bidawang, Kura-kura duri dan Kura-kura ambon) Keberadaan sungai dan sempadan sungai sebagai daerah pengendali banjir, pengendali erosi tebing sungai, pengendali pencemaran/ filter bahan pencemar dari lahan dan daerah pengendali sedimentasi
3
4
Ancaman Utama Pembukaan lahan yang mengancam ekosistem hutan sekunder dataran rendah sebagai habitat spesies terancam punah sebagai habitat spesies terancam punah, spesies endemik dan sebaran terbatas dan refugia.
Alih fungsi lahan di sempadan sungai yang dapat menurunkan fungsi sempadan Pembalakan liar yang dapat mengancam keberadaan vegetasi alami di sempadan sungai Flukstuasi debit aliran yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Aliran sungai pada musim hujan berpotensi menyebabkan flash flood yang memiliki energi kinetik yang sangat besar
6.1.
Rekomendasi Pengelolaan dan Pemantauan
6.2.
Mitigasi Ancaman
Hasil penilaian ancaman telah memberi pilihan terhadap tindakan yang perlu dilakukan untuk meminimalisir atau mengurangi ancaman terhadap HCV. Selanjutnya, pengelola kebun perlu mengembangkan rencana tertulis (yang didokumentasikan) untuk memelihara atau meningkatkan HCV serta mengintegrasikannya ke dalam rencana pengelolaan yang operasional. Rencana ini menjelaskan tujuan khusus dan strategi pengelolaan untuk masingmasing HCV dan menimbang dengan seksama hasil penilaian ancaman yang relevan. Berdasarkan hasil kajian telah teridentifikasi beberapa yang menjadi ancaman keberadaan area-area HCV yang menjadi dasar untuk keperluan rekomendasi pengelolaan dan pemantauan seperti tersaji pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Deskripsi area HCV dan ancaman untuk keperluan rekomendasi pengelolaan dan pemantauan di areal Izin Lokasi PT HAL HCV
Ancaman
HCV 1: Keberadaan spesies terancam punah, spesies endemik dan sebaran terbatas da refugia
Pembalakan kayu dan pembukaan lahan yang mengancam ekosistem hutan dataran rendah sebagai habitat spesies terancam punah, spesies endemik dan sebaran terbatas da refugia Perburuan satwa Pembukaan lahan yang
HCV 3:
Rekomendasi Pengelolaan Pemantauan • Survey keberadaan spesies TIdak ada pembukaan kunci (seperti Owa) lahan di hutan sekunder • Survey kondisi hutan pada ekosistem hutan sekunder pada ekosistem dataran rendah hutan dataran rendah Pembinaan masyarakat • Patroli pemantaun secara mengenai perburuan regular untuk mengelola satwa batas area HCV
TIdak ada pembukaan lahan
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
• Survey kondisi hutan
26
HCV Keberadaan ekosistem unik dan langka hutan dataran rendah HCV 4: Keberadaan daerah tangkapan air, pengendali banjir, sedimentasi, dan morfoerosi tebing
6.3.
Ancaman mengancam ekosistem hutan dataran rendah sebagai habitat spesies terancam punah, spesies endemik dan sebaran terbatas dan refugia Alih fungsi lahan di sempadan sungai yang dapat menurunkan fungsi sempadan Pembalakan liar yang dapat mengancam keberadaan vegetasi alami di sempadan sungai Flukstuasi debit aliran yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau.
Rekomendasi Pengelolaan Pemantauan pada hutan sekunder dataran sekunder pada ekosistem rendah hutan dataran rendah • Patroli pemantaun secara regular untuk mengelola batas area HCV Tidak ada penebangan dan pembukaan lahan pada area sempadan sungai yang telah ditetapkan sebagai area HCV Pengayaan tanaman di sempadan sungai yang sudah terbuka Pembuatan rorak atau parit buntu pada area yang terbuka untuk laju erosi dan limpasan permukaan Pembuatan embung air pada area cekungancekungan untuk menahan laju limpasan permukaan Pembuatan gully plug (dam penahan kecil) dan sediment trap pada paritparit kecil untuk mengurangi laju aliran air di sungai. Pengukuran kualitas air secara berkala (6 bulan sekali). Pelaksanaan manajemen air yang baik untuk meningkatkan kualitas air sungai dan mengurangi banjir” Sosialisasi kepada karyawan dan masyarakat sekitar Sosialisasi dan pengawasan kepada kontraktor pada kegiatan pembukaan lahan
Patroli regular batas area HCV Pembuatan stasiun pengamatan tinggi muka air pada lokasi yang mewakili daerah tangkapan air Pengukuran kualitas air secara berkala (6 bulan sekali) dengan parameter COD, BOD, TSS dan DO Penambahan point “Monitoring daerah rawan erosi” Dokumentasi kejadian banjir dan dampaknya Dokumentasi sosialisasi
Pengukuhan area, Penyadartahuan dan Penguatan Kapasitas
Beberapa rekomendasi penting lainnya dalam pengelolaan area HCV di areal Izin Lokasi PT HAL sebagai berikut:
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
27
1. Pemetaan dan deliniasi luasan areal HCV di areal Izin Lokasi PT HAL yang terdokumentasikan pada Berita Acara Delineasi Area HCV; 2. Deklarasi area HCV yang telah dideliniasi sebagai area HCV Perusahaan (definitif) dan menuangkannya ke dalam peta resmi Perusahaan (Peta HCV PT HAL). 3. Demarkasi area HCV yaitu berupa penandaaan batas-batas yang bersifat permanen dari setiap area HCV di lapangan dengan menggunakan bahan yang tahan lama, tidak mudah hilang atau rusak, dan dapat terlihat jelas; 4. Penyusunan Rencana Pengelolaan (management plan) dan Pemantauan (monitoring) HCVdengan mempertimbangkan: a. Aspek perlindungan species, karena tidak semua spesies satwa terancam punah memiliki area berlindung atau jalur melintasi kebun yang jelas, juga mempertimbangkan ketersambungan (connectivity) antar area-area HCV dan dengan lansekap lokal secara keseluruhan. b. Di sekitar wilayah kajian terdapat spesies Owa, jika situasi mengancam keberadaan spesies endemik Kalimantan bagian tengah ini, misalnya terjebak dalam fragmen kecil, segera lakukan penyelamatan sesuai prosedur. c. Penguatan jalinan komunikasi dengan perusahaan lain yang ada di sekitar untuk membangun rencana kelola dan rencana aksi perlindungan area-area HCV d. Melibatkan masyarakat setempat, karena kepentingan dan manfaat dari keberadaan HCV merupakan kepentingan dan manfaat semua pihak 5. Menginformasikan keberadaan area HCV di dalam kebun, batas indikasi area HCV, fungsi area HCV kepada karyawan,, masyarakat sekitar kebun, pemerntah desa dan lembaga adat); 6. Melakukan rehabilitasi sempadan sungai pada segmen sungai yang telah terdegradasi dengan pendekatan vegetatif; 7. Area yang terdapat tumbuhan Pusik (pohon madu) dan kuburan tua di Izin Lokasi PT HAL hendaknya tidak dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. 8. Membangun kelembagaan untuk pengelolaan area HCV: a. Membentuk unit management untuk memastikan tujuan-tujuan pengelolaan HCV tercapai. b. Melatih staf atau merekrut staf yang memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk pengelolaan HCV. c. Menyiapkan kebijakan, dan prosedur standar untuk tercapainya tujuan pengelolaan 9. Penguatan kapasitas dalam identifikasi pengelolaan, monitoring dan evaluasi: a. Pelatihan monitoring, misalnya dasar-dasar identifikasi satwa, pengukuran kualitas air, stakeholder engagement. b. Penerapan prosedur dan kebijakan secara konsisten. c. Penyusunan prosedur dan protokol baru.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
28
Daftar Pustaka [BPS] Kabupaten Barito Utara. 2014a. Kabupaten Barito Utara Dalam Angka Tahun 2014. BPS Kabupaten Barito Utara. Indonesia. [BPS] Kabupaten Barito Utara. 2014b. Kecamatan Teweh Tengah Dalam Angka Tahun 2014. BPS Kabupaten Barito Utara. Indonesia. [PT Harisa Agro Lestari], 2013. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Harisa Agro Lestari. di Desa Pendreh, Desa Sei Rahayu I, Desa Sei Rahayu II, Beringin Baru, Rimba Sari dan Datai Nirui, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara. [PT Harisa Agro Lestari], 2013. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Harisa Agro Lestari. Di Desa Pendreh, Desa Sei Rahayu I, Desa Sei Rahayu II, Beringin Baru, Rimba Sari dan Datai Nirui, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara. [PT Harisa Agro Lestari], 2013. Rencana Pengelolaan Lingkungan. (RKL) Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Harisa Agro Lestari. Di Desa Pendreh, Desa Sei Rahayu I, Desa Sei Rahayu II, Beringin Baru, Rimba Sari dan Datai Nirui, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara. Azman Aziz, 2008. Belian Bawe Serangkaian Kisah dari Kalimantan Timur. Tersedia di http://www.desantara.or.id, diakses 28 Mei 2015 Bakker, J.W.M, 1984, Filsafat Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta. BirdLife International. 2015. Important Bird Areas factsheet: Kalimantan. Downloaded from http://www.birdlife.org on 05/03/2015. Broton, L.; W. Thuuiller, M.B. Araujo, and A.H. Hirzel. 2004. Presence-absence versus presence-only modeling methods for predicting bird habitat suitability. Ecography 27: 437-448. Brown, E., N. Dudley, A. Lindhe, D.R. Muhtaman, C. Stewart, and T. Synnott (eds.). 2013. Common Guidance for the Identification of High Conservation Values. HCV Resource Network. Brown, E. and M.J.M. Senior. 2014 (September). Common Guidance for the Management and Monitoring of HCVs. HCV Resource Network.. CITES. 2014. Appendices I, II and III valid from 14 September 2014. UNEP, Geneva, Switzerland (http://www.cites.org/eng/app/appendices.php). Davison, G.W.H. and Chew Yen Fook. 1996. A Photographic guide to The Birds of Borneo. New Holland Ltd., London. Dick, J.H. and K. Martin-Smith. 2004. Fish-forest harvesting Interactions in perhumid and monsoonal Southeast Asia (Sundaland). In: Northcote T.G. and G.F.Hartman. (eds.). Fishes and Forestry, Worldwide Watershed Interactions and Management. Oxford: Blackwell Science Ltd. Dudgeon, D. 2000. The ecology of tropical asian rivers and streams in relation to biodiversity conservation. Annual Review of Ecology and Systematic 31: 239-263. Frost, D. 2013. Amphibian Species of the World 5.0, an Online Reference. The American Museum of Natural History. Gumbert. A.A., Higgins, S., and Agouridis, C. 2009. Riparian Buffers: A Livestock Best Management Practice for Protecting Water Quality. University of Kentucky, College of Agriculture. Lexington. Hidayat, S., Amiruddin, Satrianas, D., 1995, Peta Geologi Lembar Tarakan dan Sebatik, Kalimantan skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Inger, R.F. and R.B. Stuebing, 1997. A Field guide to The Frogs of Borneo. Natural History Publications (Borneo) Sdn.Bhd., Kota Kinabalu, Sabah.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
29
Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia & Papua Nugini, dengan catatan mengenai jenis-jenis di Asia Tenggara. IUCN, ITB dan World Bank. Iskandar, J. 2009. Ekologi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Universitas Padjadjaran. Bandung, Indonesia. IUCN, 2015. Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 12 Mei 2015. Jennings, S. and J. Jarvie. 2003. A Sourcebook for Landscape Analysis of High Conservation Value Forest. Version I. ProForest. Jennings, S., Nussbaum, R., Judd N., and Evans T. 2003. The High Conservation Value Forest Toolkit. Edition 1. ProForest, Oxford. UK. King, V. T. (Ed.). 2013. Kalimantan Tempo Doeloe. Komunitas Bambu. Depok, Indonesia. Koentjaraningrat, 1989, Pengantar Antropologi, Penerbit Aksara Baru, Jakarta, Jakarta. Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia. 2008. Panduan identifikasi kawasan benilai konservasi di Indonesia. Jakarta. Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. dan Proyek EMDI KMNKLH Jakarta. MacKinnon, J., K. Phillipps, B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI dan BirdLife IP. MacKinnon, K., G. Hatta, H. Halim, A. Mangalik. 1996. The Ecology of Kalimantan. Periplus Edition (HK) Ltd. Maryanto, I., A.S., Achmadi., dan AP., Kartono. 2008. Mammalia dilindungi PerundangUndangan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. Maryono, A. 2009. Kajian Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus Sungai-Sungai di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Masykhur, A. 2010. Beraja Niti; Fiqh Aplikatif Rakyat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Presented paper in Annual Conference on Islamic Studies. Banjarmasin, 1-4 November 2010. Natural Resources Conservation Service. 2003. Where The Land and Water Meet. A Guide for Protection and Restoration of Riparian Areas. U.S.Department of Agriculture. Noerdjito, M. dan I. Maryanto (ed.). 2001. Jenis-jenis hayati yang dilindungi Perundangundangan Indonesia. 2nd Ed. Museum Zoologicum Bogoriense, The Nature Conservancy dan USAID. Bogor. Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari. 2000. Panduan lapangan mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society, Wildlife Conservation Society-Indonesia Programme dan WWF Malaysia. Prihatna, D. 2009. Kajian Ekosistem Pulau Kalimantan. Departemen of Conservation Spatial Planning, WWF Indonesia. ProForest. 2003. The High Conservation Value Forest Toolkit. Edition 1. Oxford. ProForest. 2008. Good Practice Guidelines for High Conservation Value Assessment: a Practical Guide for Practitioners and Auditors. 1st Edition. Oxford. UK. RePPProT. 1990. The Land Resources of Indonesia: A National Overview. Regional Physical Planning Programme for Transmigration. Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Penyiapan Pemukiman, Departemen Transmigrasi; Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional; Department Natural Resources Institute, UK Overseas Development Administration. Jakarta. RSPO. 12th May 2010. RSPO New Planting Procedures: Format for Summary Report of SEIA and HCV Assessments. RSPO. 2007. RSPO Principles and Criteria for Sustainable Palm Oil Production. RSPO-INA-NIWG. September 2007. Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
30
Schouten G., and Galsbergen P. 2011. Creating legitimacy in global private governance: The case of the Roundtable on Sustainable Palm Oil. Jurnal of Ecological Economics. 70:1891-1899. Stewart, C., George, P., Rayden, T and Nussbaum, R. 2008. Good practice guidelines for High Conservation Value assessments; A practical guide for practitioners and auditors. ProForest, Oxford. UK. Stuebing, R.B. and R.F. Inger. 1999. A Field Guide to The Snakes of Borneo. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu. Sukmantoro, W., M. Irham., W. Novarino., F. Hasudungan., N. Kemp., dan M. Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia No. 2. Ornihologists’ Union, Bogor. Uetz, P. & Jirí Hošek (eds.), The Reptile Database, http://www.reptile-database.org, accessed Aug 1, 2013. Susilo, R. K. D. 2008. Sosiologi Lingkungan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, Indonesia. Wall, JRD. 1985. Regional physical planning programme for transmigration (Reppprot) Foreign and Commonwealth Office, Great Britain. Land Resources Development Centre Review of phase 1 results1B: East Kalimantan : June 1985 team leader: JRD Wall. Wilson, D.E & DeeAnn M. Reeder (editors). 2005. Mammal Species of the World. A Taxonomic and Geographic Reference (3rd ed), Wirendro, S., S.G. Nanggara, F.A. Nainggolan, dan I. Apriani. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia, Periode 2000-2009. Forest Wacth Indonesia (FWI). Edisi Pertama. Bogor. Yunus, A, 1985. Upacara Tradisional (upacara kematian) Daerah Kalimantan Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Ringkasan Publik Kajian HCV PT Harisa Agro Lestari
31