Ringkasan Buku Cara Berkhotbah yang Baik; Haddon W. Robinson
Diringkas Oleh: Donna Crosnoy Sinaga
Khotbah Ekspositori Berkhotbah adalah tugas yang unik dan berharga di mata Allah. Sebab melaluinya Allah berbicara kepada umatNya dengan perantaraan hambaNya. Oleh sebab itu, berkhotbah haruslah dimulai dari pikiran Allah, dan merupakan caraNya yang khas untuk menyampaikan berita ke hati manusia untuk menyelamatkan jiwa dan mendewasakan umat dalam pengenalan akan Allah yang akan diterapkan dalam komunitas dan aktifitas hidupnya. Dalam pandangan Allah, berkhotbah adalah hal yang urgen, demikianlah seharusnya dalam pandangan pengkhotbah. Memang saat ini telah banyak metode atau cara berkhotbah yang berkembang. Baik yang bermula dari zaman dahulu yang dikembangkan dengan cara-cara baru, ataupun suatu metode kontemporer yang digandrungi masyarakat. Namun dari berbagai merode yang berkembang dan banyak digunakan orang, salah satunya yang paling baik dalam membentangkan Alkitab adalah khotbah ekspositori. Khotbah ini bersifat konsisten dan loyal pada Alkitab. Khotbah ekspositori
adalah menjelaskan Alkitab dengan membukakan teks
kepada pandangan publik, untuk memaparkan maknanya, menjelaskan apa yang sulit untuk dimengerti dan membuat aplikasi yang tepat. Atau dengan lebih lengkap adalah komunikasi atas suatu konsep alkitabiah yang diperoleh dan disampaikan melalui suatu studi sejarah, gramatikal, dan sastra, atau suatu perikop sesuai dengan konteksnya, yang pertama diterapkan oleh Roh Kudus kepada pribadi dan pengalaman pengkhotbahnya, dan melaluinya kepada jemaatnya. Pada intinya khotbah ekspositori adalah khotbah yang memaparkan kebenaran Alkitab. Hal ini tentu berkaitan dengan sumber khotbah. Alkitab merupakan satu-satunya bahan dasar atau substansi khotbah ekspositori. Seorang ekspositor menyadari bahwa hanya Alkitablah satu-satunya buku yang dapat menjadi sumber khotbahnya. Ia melihat bahwa hanya Alkitab yang memiliki otoritas ilahi. Oleh sebab itu, ia hanya akan mengkhotbahkan apa yang tertulis dan yang dikatakan dalam Alkitab. Dengan menjadikan Alkitab sebagai sumber khotbahnya, maka ia telah menempatkan Alkitab sebagai sumber otoritasnya dan ia akan memiliki otoritas ilahi di dalam khotbahnya. Yang menjadi filosofi khotbah ekspositori
adalah Alkitab menjadi sumber khotbah dan oleh sebab itu, pengkhotbah wajib menguraikan arti teks tersebut di sepanjang zaman. Alasannya, pengkhotbah bukan berkhotbah dengan otoritasnya, tetapi dengan otoritas Allah. Oleh sebab itu, ia harus dan hanya mengkhotbahkan firman Allah sebagai berita khotbahnya. Khotbah
ekspositori juga berkaitan dengan otoritas Allah. Oleh sebab itu,
khotbah ekspositori membuat seorang pengkhotbah semakin bersandar pada kuasa Roh Kudus. Para pengkhotbah ekspositori yang menyampaikan berita Alkitab akan menyadari bahwa ia memerlukan kuasa Roh Kudus agar jemaat bisa mengerti apa yang menjadi berita dari Allah untuk umat-Nya. Ia menyadari bahwa kuasa manusia tidak akan dapat membuat manusia lain tunduk pada kebenaran Allah. Hanya Roh Kudus yang dapat membuat manusia melihat Allah. Oleh sebab itu, para pengkhotbah harus bergantung dan bersandar kepada kuasa Roh Kudus. Tanpa kuasa Roh Kudus, tidak akan ada nilai kekal yang tercapai walaupun mungkin ada banyak orang yang mengagumi daya persuasi, menikmati ilustrasi khotbah atau belajar doktrin dari sang pengkhotbah. Dalam khotbah ekspositori juga mendapat tekanan mengenai bagaimana bagian itu menjadi bagian dari kehidupan pengkhotbah sebagaimana yang diarahkan Roh Kudus dalam kehidupan pribadinya. Artinya, khotbah ini juga berkenaan dengan aplikasi personal dari pengkhotbah dalam tuntunan Roh Kudus. Selanjutnya, maka pengkhotbah dengan lebih hidup dapat menyampaikan berita Allah dalam Alkitab. Sebagai seorang pengkhotbah, maka ia harus menyadari bahwa ia bukan sumber otoritas, tetapi ia hanya seorang saksi yang telah melihat dan mendengar firman Tuhan lebih dahulu. Ia adalah juga bagian dari jemaat dan berasal dari jemaat, kemudian diutus oleh jemaat untuk pergi menyaksikan—mendengar dan melihat—firman Tuhan untuk kemudian menyampaikan kepada jemaat apa yang telah ia saksikan. Itulah sebabnya, ia tidak diharapkan untuk menyaksikan hal-hal yang lain, termasuk menyaksikan kehebatan dirinya, tetapi hanya menyampaikan berita dari firman Tuhan yang telah ia saksikan. Ini bukan berarti seorang pengkhotbah tidak boleh sama sekali menceritakan tentang dirinya di mimbar, tetapi pengertian ini lebih menekankan bahwa fokus khotbah bukanlah diri si pengkhotbah itu sendiri, melainkan berita firman Tuhan. Kesaksiannya sangat penting karena menyangkut kebenaran ilahi yang bersifat kekal yang mempengaruhi pengetahuan dan pertumbuhan iman jemaat. Kesaksian tersebut bukan hanya sekedar kata-kata belaka, tetapi juga menyangkut keterikatan total antara kata dan perbuatan dari si pengkhotbah. Dengan kata lain, integritas seorang pengkhotbah memegang peranan penting dalam tugasnya. Seorang pengkhotbah dituntut untuk merancang lebih dahulu tentang bentuk kesaksiannya atau cara
mengkomunikasikannya agar berita yang ia sampaikan dapat diterima oleh jemaat dengan baik. Dengan menyadari posisi dan perannya, maka pengkhotbah mampu menempatkan dirinya sebagai pengkhotbah pada posisi yang tepat tentang siapakah ia dan apa yang sedang ia kerjakan. Seorang pengkhotbah yang menghayati hal ini tidak akan pernah bergaya otoritatif
begitu rupa seolah-oleh ia adalah sumber otoritas itu sendiri. Ia akan tetap
menghormati Tuhan, sebagai sumber otoritas yang ia saksikan, dan jemaat yang mendengar khotbahnya. Ia akan selalu ingat bahwa ia adalah bagian dari jemaat, berasal dari jemaat, dan diutus oleh jemaat. Dengan menyadari hal ini juga, seorang pengkhotbah juga diingatkan bahwa ia berdiri di mimbar sebagai seorang saksi untuk menyaksikan dan menyuarakan firman Tuhan, bukan untuk menyaksikan hal-hal lain, termasuk filsafat, psikologi, sosiologi, manajemen, atau hal-hal lainnya. Firmanlah yang menumbuhkan iman jemaat dan firmanlah yang merubah hidup mereka. Pengkhotbah harus menyadari bahwa tujuan khotbah adalah kemuliaan Allah, berita khotbah adalah salib Kristus, dan kuasa khotbah adalah kuasa Roh Kudus. Dengan demikian, seorang pengkhotbah akan menyadari bahwa tugasnya hanyalah sebagai juru bicara Allah. Jika khotbahnya membawa seseorang berbalik kepada Allah, ia harus menyadari bahwa bukan dirinya sendiri yang membuat orang-orang tersebut bertobat. Mereka percaya karena Roh Kudus bekerja di dalam hati mereka. Namun, seorang pengkhotbah juga tidak akan berkecil hati jika ia tidak melihat hasil apapun dari khotbahnya. Ia tahu bahwa hanya Roh Kudus yang membuat seseorang berbalik kepada Allah. Ia akan tetap setia melakukan tugasnya sebagai pengkhotbah.
Ide & Penyajian Khotbah Ekspositori
Ide adalah sesuatu yang menolong untuk memampukan seseorang untuk melihat apa yang sebelumnya tidak jelas. Oleh sebab itu ide sangat menentukan berita khotbah. Ide pada umumnya berasal dari pikiran ketika hal-hal biasa yang terpisah-pisah secara bersamasama membentuk suatu kesatuan yang sebelumnya tidak ada atau belum dikenali. Akan tetapi, tidak semua ide memiliki validitas yang sama; ada ide yang baik dan ada ide yang buruk. Oleh sebab itu, setiap ekspositor harus berjuang dengan berbagai cara, baik melalui
kaidah akademis maupun pertolongan Roh Kudus, agar memampukannya menemukan ide yang baik dan benar dan bermanfaat bagi pendengar. Ide yang secara sederhana dapat dikatakan memadai jika memiliki satu subjek dan satu pelengkap. Para ahli homiletik sepakat untuk menentukan bahwa sebuah khotbah, seharusnya memiliki sebuah konsep tunggal yang mendasari seluruh pembahasan. Atau dengan kata lain, satu khotbah memiliki satu ide utama.poin-poin dan sub-sub bagian yang lain harus merupakan bagian dari satu ide utama tersebut. Poin-poin tersebut haruslah merupakan bagian-bagian yang lebih kecil dari tema utama tersebut yang kemudian dipilah-pilah menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil, sehingga gampang dicerna pikiran dan dapat diterapkan dalam kehidupan. Kemampuan menyederhanakan ini semua adalah panggilan dan peran penting pengkhotbah ekspositori. Hal ini juga menentukan bagaiman umat dapat menerapkan dengan baik. Jika pendengar saja sulit memahami maksud dari pengkhotbah, bagaimana mungkin dapat menerapkannya? Sederhananya ialah, bahwa apa yang diterapkan jemaat, adalah apa yang didapat dan dimengertinya dari penyampaian pengkhotbah. Khotbah-khotbah yang efektif adalah khotbah-khotbah yang mengutamakan ide alkitab yang merangkainya dalam satu struktur yang baik. Hal ini adalah bukti bahwa ide yang dikembangkan adalah ide Allah. Dengan mengikuti pikiran Allah, seorang ekspositor mengkomunikasikan dan menerapkan pikiran –pikiran itu ke pada para pendengarnya lewat kebergantungannya kepada Roh Kudus. Selanjutnya ialah berbicara mengenai tahap-tahap dalam khotbah ekspositori. Yaitu pertama, menentukan perikop yang akan dikhotbahkan. Pengkhotbah haruslah mampu memilih dan menetapkan perikop atau bagian yang akan dikhotbahkan dengan baik. Penentuan ini juga haruslah didampingin dengan pengenalan bagian dari perikop itu. Apakah merupakan narasi, puisi atau pengajaran umum? Pengenalan ini akan membantu terhadap tindakan selanjutnya.
Kedua, Mempelajari perikop dan mengumpulkan catatan-catatan
mengenai bagian tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari konteks. Sangatlah sulit mendapatkan pemahaman yang benar jika mengabaikan konteks. Kemudian menggunakan alat bantu leksikon atau kamus. Hal ini berfungsi memberikan defenisi dari suatu kata, makna kata, identifikasi beberapa bentuk gramatikal, daftar periko di mata kata tersebut berada, klasifikasi penggunaan kata tersebut dalam konteks yang berbeda-beda, dan memberikan ilustrasi yang membantu memperjelas penggunaan kata tersebut. Selanjutnya ialah dengan menggunakan konkordansi. Konkordansi berfungsi untuk mempelajari sebuah kata di dalam perikop tempat kata tersebut ditulis. Kemudian dapat juga menggunakan beberapa tafsiran. Sebaiknya tafsiran digunakan jika telah melakukan pendekatan atau
penggalian
pribadi.
Setelah
mendapatkan
hasil
studi
pribadi
barulah
kemudian
membandingkan dengan tafsiran-tafsiran yang ada. Jika tidak, maka tafsiran akan membunuh kreatifitas dan kemampuan penggalian, karena telah diisi dengan pemahaman sebagaimana yang terdapat dalam tafsiran. Ketiga, menghubungkan bagian – bagian yang dipelajari untuk menentukan ide tafsiran dan perkembangannya. Bagian ini dilakukan dengan analisa gramatika dan sintaktikalnya. Dalam hal ini akan dipelajari mengenai hubungan satu kata dengan kata lain, ataupun hubungan subyek dengan predikat atau dengan pelengkap lain. Keempat, menghadapkan ide eksegesis pada tiga pertanyaan pengembang. Yaitu konfrontasi terhadap makna dari hasil eksegesis tersebut, kebenaran dari hasil eksegesis, dan nilai perbedaan apa yang dihasilkannya. Kelima, mendasarkan hasil tersebut sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman pendengar. Berpikir melalui ide eksegis tersebut dan sedapat mungkin menyatakan ide tersebut dalam kalimat yang paling tepat dan mengensankan. Keenam, menentukan tujuan suatu khotbah. Tujuan menyatakan apa yang diharapkan pengkhotbah agar dilakukan atau terjadi dalam kehidupan para pendengar sebagai suatu hasil mengkhotbahkan
khotbah
tertentu.
Sementara
ide
menyatakan
kebenaran,
tujuan
mendefenisikan apa yang akan dikerjakan oleh kebenaran itu. Namun yang lebih hakiki diketahui oleh pengkhotbah berkenaan dengan tujuan ialah, apa yang lebih diinginkan Allah menjadi bagian kehidupan pendengar melalui firman yang disampaikannya. Hal ini akan mengurangi aspek-aspek kepentingan pribadi yang sesungguhnya sangat mudah dilakukan pengkhotbah. Terlebih di zaman modern ini, banyak pengkhotbah yang mendalilkan pengajarankan dengan firman Allah, tetapi motivasinya adalah untuk keuntungan pribadi atau golongan. Bahkan tidak jarang juga dewasa ini digunakan sebagai persuasi politik atau agenda-agenda lain. Ketujuh, berkenaan dengan ide homiletik, yakni refleksi pribadi, bagaimana ide tersebut harus dipegang guna menyelesaikan suatu tujuan. Hal ini berarti adanya suatu penjelasan, validasi dan penerapan ide tersebut. Terkadang sebuah ide harus dijelaskan dengan sangat mendetai, tetapi juga terkadang dapat dijelaskan dengan sederhana. Kendati demikian, orientasi utamanya agar pendengar memahami maksud Firman Allah dengan baik. Hal ini menjelaskan bahwa menawarkan kepada pendengar suatu keterangan yang jelas mengenai suatu pesan Alkitabiah merupakan sumbangan terpenting yang dapat dilakukan oleh seorang ekspositor di dalam khotbahnya. Setelah ide dijelaskan, maka proposisi dibuktikan. Dalam khotbah-khotbah yang mengambil bentuk lain, terkadang sebuah ide tidak meminta penjelasan namun meminta pembuktian. Jika demikian keadaannya, ide akan
muncul dibagian pendahuluan, namun bila itu merupakan sebuah proposisi pengkhotbah akan mempertahankannya. Pertanyaan pengembang yang dihasilkan dalam bagian seperti ini adalah untuk meminta pengesahan; Benarkah itu? Mengapa harus dipercayai? Oleh sebab itu, dalam bagian ini posisi pengkhotbah sangat mirip dengan seorang pendebat, maka poin-poin yang ada menjadi alasan-alasan atau bukti-bukti bagi idenya. Selanjutnya, sebuah prinsip untuk diterapkan. Hal yang dipertanyakan dalam bagian ini ialah, apa yang hendak dilakukan? Perbedaan apa yang akan dihasilkannya? Dalam hal ini, pengkhotbah harus sungguh-sungguh memberikan perhatian penting, agar sesuatu yang disajikan sungguhsungguh bermanfaat. Namun terkadang, banyak pengkhotbah yang mengabaikan kepentingan bagian ini. Mereka lebih fokus pada penggalian atau pengajaran masa lalu dalam teks. Akhirnya jemaat kering dan tidak mendapatkan sesuatu yang dapat diterapkannya. Depalan, membuat garis besar khotbah. Setelah memperoleh sebuah konsep dari data-data Alkitab dan kebutuhan pendengar, kini pengkhotbah harus menciptakan sebuah perencanaa, yang merupakan kerangka khotbah. Meskipun isi yang ada mungkin masih tanpa bentuk, namun struktur sudah menyediakan bagi khotbah itu, seperti urutan, keutuhan dan perkembangan. Kerangka khotbah setidaknya menyediakan beberapa tujuan. Pertama, kerangkan menjelaskan hubungan-hubungan antara bagian-bagian yang ada dalam khotbah menurut pikiran dan pandangan pengkhotbah. Kedua, pengkhotbah memandang khotbahnya sebagai keseluruhan dengan demikian semakin menambah rasa keutuhan. Sebuah kerangka juga mengkristalisasikan urutan-urutan ide sehingga pendengar akan mendapatkan ide-ide itu secara cukup berurutan. Akhirnya, pengkhotbah mengenali tempat-tempat dalam kerangka yang memerlukan materi dukungan tambahan untuk mengembangkan poin-poinnya. Pada umumnya, kerangka-kerangka terdiri atas pendahuluan, isi dan penutup. Pendahuluan menyampaikan subyek, ide atau poin pertama suatu khotbah. Bagian isi kemudian menguraikan ide tersebut. Sedangkan kesimpulan membawa ide pada sebuah fokus dan mengakhiri khotbah. Tidak semua poin dalam suatu khotbah memiliki tingkat kepentingan yang sama. Terkadang, ada beberapa poin yang lebih penting dari pada yang lainnya, namun tetap merupakan bagian kesatuan ide utama yang memiliki peranan penting dalam penyampaian firman Allah. Setiap poin dalam kerangka mewakili sebuah ide, oleh sebab itu harus dinyatakan dengan kalimat yang lengkap secara gramatikal. Setiap poin seharusnya merupakan pernyataan, dan bukan suatu pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tidak menunjukkan hubungan-hubungan karena pertanyaan bukanlah ide. Poin-poin dalam kerangka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dan bukan menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan sebaiknya dipakai dalam suatu khotbah sebagai transisi untuk memperkenalkan
poin-poin baru. Transisi memberitahu pendengar bahwa pengkhotbah masih terus melanjutkan khotbahnya, yakni dengan menyatakan secara langsung atau dengan tidak langsung hubungan logis atau psikologis antara pendahuluan dengan isi, poin-poin dalam bagian ini dan isi dengan kesimpulan. Sembilan, mengisi kerangka dengan materi-materi pendukung yang menjelaskan, membuktikan, menerapkan, atau menguatkan poin-poin tersebut. Seorang pendengar tidak merespon ide-ide abstrak, juga seseorang tidak akan bertindak karena membaca sebuah kerangka. Karena itu, jika sebuah kerangka tetap tidak dikembangkan, maka seorang pendengar dapat kehilangan artinya dan ia tetap tidak dapat diyakinkan. Untuk menjelaskan, menguatkan, membutkikan atau menerapkan ide-idenya dan untuk membuat ide-ide tersebut dapat dipahami dan menarik, maka seorang pengkhotbah memakai suatu variasi materimateri pendukung. Adapun beberapa variasi yang digunakan ialah: pertama, dengan pernyataan ulang, yakni mengulangi sebuah ide dengan kata-kata lain. Adapun tujuan utamanya ialah untuk memperoleh kejelasan yang lebih akurat dan menyadarkan kebenaran pada pendengar. Berbeda dengan para pembaca, para pendengar harus dapat menangkap apa yang dikatakan saat pengkhotbah menyampaikan sesuatu. Sebab pendengar tidak dapat mundur kembali seperti pembaca untuk menerima penjelasan ulang. Disadari bahwa mengatakan sesuatu dengan sekali saja dapat dengan mudah diabaikan, namun jika diulangi beberapa kali maka sesuatu itu akan melekat dalam pikiran dalam perasaan seseorang. Namun dalam pengulangan juga harus diperhatikan cara menggunakan bahasa yang lebih kreatif agar tidak membosankan pendengar, rentang waktu pengulangan dengan waktu ketika ide disampaikan, sebaiknya jangan pengulangan yang beruntun atau dalam waktu yang relatif sangat singkat. Melakukan pengulangan juga membutuhkan seni penyampaian. Kedua, dengan penjelasan dan defenisi. Defenisi menuliskan apa yang harus dimasukkan dan apa yang tidak dimasukkan atas suatu istilah atau pernyataan. Penjelasan juga menetapkan batasan-batasan, tetapi penjelasan menetapkan batasannya lewat penguatan pada bagaimana ide-ide saling berkait satu sama lain atau apa yang ditunjukkan oleh suatu ide. Ketiga, informasi faktual. Seorang pengkhotbah juga harus mampu menemukan hal-hal faktual baik berupa observasi, contoh-contoh, statistik dan berbagai hal lain untuk menjadikan khotbahnya lebih hidup dan menarik. Penyajian ini akan memberikan rangsangan atau tantangan kepada pendengar dengan mendengar realita yang terjadi disekelilingnya, dan hal ini juga akan meneguhkan nilai-nilai informasi lain yang disampaikan pengkhotbah.
Keempat, kutipan-kutipan. Bagian ini merupakan hal yang menarik dan umumnya selalu diingini banyak orang. Kutipan dapat berupa kata bijak, firman, nasehat, buah pengalaman riil, dan bagian dari sebuah pernyataan (buku, artikel, suatu topik). Kutipan ini akan mendukung dan memperluas sebuah poin karena keterkesanan dan otoritas. Mendaratkan sebuah poin melalui suatu susunan kata yang dapat berdampak dalam pikiran pendengar mungkin merupakan alasan utama bagi para pengkhotbah untuk memasukkan kutipan-kutipan dalam khotbahnya. Kelima, narasi. Narasi dapat memberikan latar belakang dalam suatu khotbah dengan menyebutkan sejarah, setting, atau tokoh-tokoh yang terlibat. Narasi memberikan energi saat kata-kata kerja dan kata-kata benda terlintas dalam ingatan. Terkadang, suatu pandangan yang berbeda membawa kesegaran atas suatu catatan yang sering diceritakan. Narasi dapat berarti mengkomunikasikan melalui imajinasi, dan imajinasi merefleksikan pengalaman iman. Sehingga imajinasi berada di satu langkah dibalik faktafakta alkitabiah. Keenam,
ilustrasi-ilustrasi. Ilustrasi merupakan salah satu cara mendaratkan
khotbah dengan baik. Ilustrasi-ilustrasi yang dipilih dengan baik, secara terampil digunakan untuk menyatakan ulang, menjelaskan, menyatakan validitas atau menerapkan ide-ide dengan cara
menghubungkannya
dengan
pengalaman-pengalaman
nyata.
Ilustrasi
dapat
menghadirkan kebenaran tanpa melelahkan para pendengar. Ilustrasi-ilustrasi juga memberikan kebenaran yang dapat dipercaya. Secara logis memang diakui bahwa contohcontoh tidak dapat bertindak sebagai bukti, namun secara psikologis contoh-contoh tersebut bekerja bersama argumen untuk dapat diterima. Ilustrasi dapat dengan mudah menerapkan ide-ide dalam pengalaman. Seorang pendengar tidak hanya perlu memahami dan menerima suatu konsep, tetapi juga perlu untuk mengetahui perbedaan apa yangt dibuatnya. Ilustrasi dapat membantu pengingatan, menggerakkan emosi, menciptakan kebutuhan, menyedot perhatian dan membangun hubungan antara pembicara dengan pendengar. Akan tetapi harus diwaspadai juga dalam memilih dan menggunakan ilustrasi. Baik dalam pemilihan jenis maupun jumlah penggunaan. Ilustrasi yang terlalu banyak dapat menghilangkan kebenaran, sehingga pendengar hanya membawa pulang cerita/ ilustrasi tersebut. Ilustrasi sebaiknya sesuau yang dapat dimengerti dengan mudah, hendaknya meyakinkan, sesuai dengan tema khotbah dan pendengarnya, dapat ditemukan di manapun. Jauh lebih menarik jika ilustrasi adalah pengalaman nyata. Sehingga memiliki kontak emosi dan psikologis yang lebih besar. Sepuluh, menyiapkan bagian pendahuluan dan penutup khotbah. Pendahuluan yang baik ialah memperkenalkan ide dan perkembangannya kepada pendengarnya. Pendahuluan yang tepat akan timbul dari tujuan yang tepat. Pembuatan pendahuluan yang
baik ialah pertama, menarik perhatian. Suatu pendahuluan harus menarik perhatian. Bila pengkhotbah tidak bisa merebut perhatian dalam waktu setengah menit pertama, ia mungkin tidak akan pernah memperolehnya sama sekali. Kedua, memunculkan kebutuhan-kebutuhan. Seorang perkhotbah harus mampu mengubah perhatian yang tanpa sengaja ke perhatian yang disengaja, sehingga orang yang mendengarkannya tidak karena keharusan tetapi karena keinginan dan kebutuhan. Ketiga, memperkenalkan bagian isi khobah. Pendahuluan setidaknya memperkenalkan subyek khotbah sehingga tidak ada seorangpun yang mendugaduga apa yang akan dibicarakan pengkhotbah. Pendahuluan yang baik haruslah diikuti dengan kesimpulan yang baik. Tujuan kesimpulan ialah untuk menyimpulkan dengan lebih sederhana inti seluruh pembahasan, bukan semata-mata untuk mengakhiri. Bagian ini lebih dari sekedar pukulan untuk keluar dari sebuah situasi, dan lebih dari sekedar meminta jemaat untuk menundukkan kepada di dalam doa. Kesimpulan harus menghasilkan perasaan puas dan selesai dengan baik.
Penyampaian Khotbah
Penyampaian khotbah yang baik haruslah dengan suatu gaya yang jelas. Gaya yang dimaksud ialah penyampaian yang jelas. Bagi pengkhotbah, kejelasan merupakan suatu masalah moral. Sebab, apa yang dikhotbahkannya dapat membawa orang kepada Tuhan atau menjauhkannya dari Tuhan. Garis besar yang jelas. Persiapan yang baik dengan waktu yang cukup sesuai dengan aturan yang baik, akan menghasilkan garis besar yang jelas. Hal ini akan memudahkan pengkhotbah menyampaikan Firman dan memudahkan jemaat menerima Firman. Kalimat-kalimat pendek. Kalimat pendek dapat menjaga pikiran dari kekacauan sebab seseorang lebih mudah mengingatnya. Namun sebaiknya tidak terlalu banyak digunakan dalam khotbah. Struktur kalimat sederhana. Berarti penyusunan sesuai dengan kaidah umum yang mudah dimengerti dan tidak menimbulkan makna ganda. Hal ini juga berkenaan dengan hal-hal yang ditekankan. Struktur ini harus dibarengi dengan pilihan katakata yang sederhana. Banyak orang mudah menyampaikan idenya sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan bahasanya. Tetapi sebagai pengkhotbah, ia harus menyampaikan idenya dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti semua kalangan. Penggunaan bahasa sederhana tidaklah menimbulkan kesan bahwa pengkhotbah tersebut memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Bahasa sederhana justru akan semakin menunjukkan betapa bagusnya pengkhotbah tersebut.
Selanjutnya hal yang tidak boleh diabaikan mengenai penampilan sang pengkhotbah. Penampilan ini juga memiliki fungsi dan peran yang berdampingan dengan isi khotbah. Ketepatan khotbah tergantung pada dua faktor yaitu, apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya. Kedua-duanya memiliki nilai yang sama penting, oleh sebab itu tidak boleh difokuskan hanya pada satu hal. Isi Alkitab sesungguhnya tidak layak disampaikan jika terlepas dari kehidupan. Demikian pula tanpa kemampuan dalam penyampaian, maka tidak akan mampu menjelaskan isi firman dengan baik kepada jemaat. Untuk menjadikan khotbah signifikan, ada beberapa unsur-unsur pendukung khotbah yang harus diperhatikan yaitu, ide, susunan, bahasa, suara dan gerak tubuh. Gerak tubuh dan suara adalah unsur yang paling jelas dan menentukan. Gerak tubuh dapat menyampaikan banyak pesan bahkan ketika suara tidak diucapkan. Tidak hanya suara dan gerak tubuh pembicara yang pertama-tama menggugah pendengar, ternyata nada suara dan tampilan dapat pula mengungkap sikap dan perasaan lebih akurat daripada kata-katanya. Beberapa observasi dari riset yang menghubungkan antara pengkhotbah dan khotbah ialah: pertama, bahasa non-verbal memiliki peran yang strategis dalam komunikasi di depan umum. Ketika menyampaikan sesuatu kepada orang lain, ada tiga jaringan komunikasi yang berbeda yang berjalan dalam waktu yang bersamaan yaitu: kata-kata, intonasi, dan gerak tubuh. Ketiganya merupakan sarana yang menyampaikan ide-ide. Kedua, jika pesan-pesan non-verbal berlawanan dengan pesan verbal, maka pendengar akan lebih percaya bahasa yang tanpa kata tersebut. Sebab, lebih sulit berdusta dengan seluruh tubuh daripada hanya dengan bibir. Ketiga, penyampaian yang efektif diawali dengan hasrat. Hasrat akan mendorong orang untuk melakukan sesuatu dari dalam dirinya sendiri. Pada umumnya dengan hasil yang lebih maksimal. Hasrat sesuatu yang menggelora yang membakar seseorang untuk bertindak terus hingga mencapai suatu hasil/ tujuan. Hal selanjutnya yang tidak kalah pentingnya ialah mengenai penampilan dan cara berpakaian. Sebagai seorang pembicara Allah, pengkhotbah harus menjaga penampilannya sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi pendengar. Penampilan ini akan memberikan kesan yang baik dan membangkitkan minat pendengar untuk mendengarkan berita dariNya. Ketika tampil di mimbar, pengkhotbah juga harus mampu menunjukkan penguasaannya terhadap mimbar. Ia tidak terkunci di mimbar atau berkeliaran dari mimbar, tetapi mampu menempatkan dengan baik. Waktu/ moment yang tepat untuk bergerak atau harus berada di mimbar. Gerakan-gerakan yang ditampilkan sebaiknya merupakan gerakan spontan yang seirama dengan berita yang disampaikan. Dalam penyampaian beritanya, juga harus dikemas dengan suara/ intonasi yang menarik. Mengerti saat-saat menyuarakan dengan keras, lembut,
tempo, dan pemberhentian dari satu kalimat ke kalimat lainnya. Dengan penguasaan diri seperti penampilan, gerak tubuh dan suara yang baik, maka akan semakin melengkapi pemberitaan yang efektif dan maksimal.