Reviewer Dikti Monev 236 Judul Penelitian Periset UNAIR UNAIR
NEWS
–
Sebanyak
236
judul
penelitian
dilakukan
pemantauan dan evaluasi (monitoring and evaluation/monev) oleh enam reviewer eksternal yang ditunjuk Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dari hasil review yang dilangsungkan selama tiga hari 27-29 Oktober 2016, sebagian besar penelitian yang telah dilakukan akademisi UNAIR dinilai bagus. Pernyataan itu disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Salama Majang, M.T., IPM, salah satu reviewer eksternal asal Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, ketika ditemui di sela-sela istirahat siang, Jumat (28/10). “Bagus lah hasilnya, artinya motivasi dosen UNAIR untuk melakukan penelitian itu tinggi. Luaran yang dijanjikan hampir berhasil semua, seperti publikasi internasional, kerja sama dengan luar negeri juga banyak,” tutur Prof. Salama. Ada sejumlah kriteria yang dijadikan penilaian oleh tim reviewer, salah satunya perkembangan penelitian dan luaran yang telah dicapai. Setiap peneliti yang mendapatkan dana riset dari Dikti wajib menyertakan bukti untuk mendukung laporan perkembangan penelitian. “Kami menilai sampai sejauh mana penelitiannya. Hasil variatif tergantung dengan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing tim peneliti. Kalau misal mereka ingin mengadakan seminar nasional atau internasional, apakah sudah terlaksana atau belum. Kalau mereka ingin paten, bagaimana apakah sudah atau belum. Buktinya apa,” tutur Prof. Salama. Dari kriteria penilaian itu, berdasarkan review yang dilakukan pihaknya, sebagian besar hasil monev tersebut dinilai bagus.
Sedangkan, penilaian itu terdiri dari empat level yakni buruk, sedang, bagus, dan bagus sekali. Salah satu reviewer lainnya yang ikut melakukan monev terhadap perkembangan penelitian para periset UNAIR adalah Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA., DES, yang juga berasal dari Unhas. Sebagai masukan atas berbagai review penelitian yang ia lakukan terhadap peneliti UNAIR, ia menghendaki peningkatan kuantitas terhadap penelitian multiyears yang berakhir di hilir (hilirisasi). “Sebaiknya memang multiyears, misalnya yang mengekstrak tanaman atau biota laut. Itu sebaiknya tidak hanya sampai ekstrak tapi lebih baik sampai obat sehingga bisa diaplikasikan kepada masyarakat, jadi dihilirisasi,” imbuh Prof. Herry. Pelaksanaan
monev
ini
dilaksanakan
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban dana penelitian yang diberikan oleh pemerintah kepada akademisi. Selain bentuk transparansi dan akuntabilitas, dengan adanya kucuran dana penelitian, diharapkan dapat meningkatkan daya saing bangsa. “Dengan adanya penelitian ini, ada banyak tulisan di jurnal internasional atau nasional yang terakreditasi. Kalau ada banyak tulisan, paten, dan HAKI (hak atas kekayaan intelektual), peringkat dunia perguruan tinggi bisa meningkat,” imbuhnya. Pelaksanaan Ketua Lembaga Penelitian dan Inovasi Prof. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D., mengatakan proses pelaksanaan review perkembangan penelitian berjalan lebih teratur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebabnya, setiap peneliti UNAIR peserta monev bisa berinteraksi secara kondusif dan tenang dengan para reviewer. (*) Penulis: Defrina Sukma S
Editor: Nuri Hermawan
Kampus Jadi Tempat Kaderisasi Paham Radikal UNAIR NEWS – Indonesia memang negara multikultural. Salah satu hal yang membuat Indonesia dipuji oleh negara lain adalah ratusan suku bangsa yang bisa hidup berdampingan satu sama lain. Namun, multikulturalisme itu bukan tak pernah diuji. Adanya paham yang menganggap bahwa seorang atau kelompok merasa paling benar adalah salah satu ancaman bagi keutuhan bangsa Indonesia. Aksi separatisme atau radikalisme, atau ketegangan semacamnya dinilai akan tetap ada selama hayat masih dikandung badan. Namun, ada pula eks separatis yang telah meninggalkan prinsip atau paham yang telah dianutnya. Berkaitan dengan hal itu, Pusat Riset Ilmu Kepolisian, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, mengadakan roadshow seminar tentang Program Kampanye Toleransi dan Anti-Kekerasan di sepuluh perguruan tinggi ternama di Indonesia. Di Universitas Airlangga, roadshow seminar dilakukan di Aula Student Center Kampus C UNAIR pada Kamis (24/3). Sebagai pembicara pada seminar roadshow di UNAIR dihadiri oleh Prof. Sarlito Wirawan Sarwono selaku Guru Besar bidang Psikologi Sosial UI dan Yusuf Harris selaku eks Jamaah Islamiyah. Seminar tersebut dihadiri oleh mahasiswa dari fakultas di UNAIR. Dalam seminar tersebut Harris bertutur tentang awal mula ia bergabung dengan JI. Ia bergabung dengan JI pada saat ia masih berkuliah. Seperti pada gerakan-gerakan radikal pada umumnya,
ia dicuci otak oleh para senior di organisasi tersebut. Setelah bertahun-tahun ia bergabung dan menerima berbagai pelatihan militer, ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari organisasi JI. Harris juga menerangkan seputar kaderisasi organisasi radikal. Kaderisasi itu dimulai sejak awal mahasiswa berkuliah di kampus. Harris memberikan saran kepada para mahasiswa yang hadir di hadapannya agar mereka tetap menjalin komunikasi dengan lingkungan sekitar (rekan mahasiswa aktif). “Saran saya, ketika kalian (mahasiswa) dikader seperti itu, tetaplah berkomunikasi dengan lingkungan sekitar Anda. Jangan pernah simpan semuanya sendiri. Minta masukan juga dari temanteman Anda,” tutur Harris. Beberapa mahasiswa UNAIR mengakui bahwa kampus memang menjadi tempat untuk ajang kaderisasi. Dalam proses itu, mahasiswa dicekoki dengan paham radikal seperti khilafah. Menanggapi cerita dari mahasiswa itu, Prof. Sarlito berharap agar mahasiswa senantiasa untuk berpikir kritis dan memperkuat kualitas ajaran agama masing-masing dalam menghadapi pahampaham radikal. Bagaimana pun, radikalisme ibarat rantai yang tak bisa diputus. “Kalau kita nggak punya pandangan kritis, kita bisa terbawa dengan pandangan-pandangan semacam itu,” tutur Prof. Sarlito. Prof. Sarlito juga mengkritisi tentang wacana ‘pengkafiran’ dan berbagai regulasi di kalangan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Ia tak sependapat apabila kinerja pemimpin dianggap buruk hanya karena si pemimpin tak seagama dengan kelompok masyarakat yang mengkritik. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Rio F. Rachman
UNAIR Mantapkan Pembangunan Kampus E di Gresik Utara UNAIR NEWS – Guna menindaklanjuti kerjasama pengembangan kawasan pendidikan di Gresik utara, Wakil Rektor IV Universitas Airlangga Junaidi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D, bersama tim kembali meninjau lahan bakal kampus E di Kecamatan Panceng, Gresik, Senin (23/4). Dalam kunjungan lanjutan ini, rombongan UNAIR diterima oleh chairman PT. Polowijo Gosari Group, A. Djauhar Arifin. Dalam sambutannya, Arifin mengatakan, pendirian perguruan tinggi di kawasan Gresik utara nantinya dapat mendorong dan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar. “Daerah ini adalah daerah terbuang, kondisi masyarakat yang miskin, sulit air. Dengan adanya universitas yang berdiri di sini, nanti bisa mewujudkan mimpi kita bersama, yakni terciptanya masyarakat yang semakin sejahtera,” jelasnya. Arifin juga menambahkan, lahan seluas 420 hektar itu akan dikembangkan dalam tiga tahapan. Pertama, lahan seluas 5 hektar sudah disiapkan untuk pembangunan. Kedua, lahan seluas 45 hektar untuk perluasan. Ketiga, lahan seluas 370 hektar untuk pengembangan kaswasan pendidikan.
Chairman PT. Polowijo Gosari Group, A Djauhar Arifin (Dua Dari Kanan), Wakil Rektor IV UNAIR, Junaidi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D. (Tiga Dari Kanan), Bersama Tim Saat Di Lokasi Lahan Bakal Kampus (Foto: Nuri Hermawan) “Lahan 5 hektar yang sudah siap ini, silahkan diatur oleh tim UNAIR sebagai langkah awal program besar ini,” imbuh Arifin. Menanggapi pernyataan Arifin, Warek IV UNAIR mengatakan, sudah ada pembahasan mengenai rancangan pengembangan kawasan. Pada kunjungan kali ini, Junaidi menggandeng tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember untuk meninjau tata ruang serta kondisi lingkungan lahan bakal calon kampus E UNAIR. “Kami sekarang melakukan pemetaan lokasi. Selanjutnya, akan ada tim dari kami yang akan melakukan pengujian lahan dan sebagainya,” jelas Junaidi. Selain pengkajian mengenai rencanangan pengembangan fisik, doktor lulusan Universitas Hoshi juga menjelaskan, UNAIR telah mengkaji pengembangan nonfisik. Rencananya, ada sejumlah
fakultas dan prodi yang akan dikembangkan di kampus E UNAIR. “Kami sudah mengkaji pembangunan selama 25 tahun ke depan. Setidaknya, ada 5 fakultas dan 12 prodi, dengan sekian jumlah mahasiswa yang akan diterima,” tegas Junaidi. (*)
Design Pengembangan Kawasan Pendidikan Di Gresik Utara (Foto: Nuri Hermawan) Penulis : Nuri Hermawan Editor : Defrina Sukma S.
OPHI dan HAM RI Mahasiswa Diskusikan Montara
Ajak Kasus
UNAIR NEWS – Airlangga Institut of International Law Studies (AIILS), bekerja sama dengan Tim Otoritas Pusat Hukum Internasional (OPHI) Kementrian Hukum (Kemenhum) dan HAM RI, untuk mengadakan kuliah umum hukum laut. Melalui Pusat Studi Hukum Kemaritiman dan Kelautan (MAROCLAW), kuliah ini secara mendalam membahas tema Penegakan dan Penerapan Hukum dalam Kasus Pencemaran Laut akibat Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak Lepas Pantai. “Tim OPHI kali ini hadir membantu dan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, kami membantu dari sisi hukum,” ujar Rachmadi, Kasubdit Hukum Internasional OPHI. Dalam pertemuan di Aula Pancasila FH UNAIR, Tim OPHI Kemenhum hadir untuk menyaring masukan dan informasi dari aktivis, akademisi, dan LSM untuk bersama-sama membahasa kasus Montara tersebut. Hasil dari tinjauan Kasus yang melibatkan Indonesia dan Australia tersebut akan dibahas dalam dalam sidang komite hukum ke 103 pada Juni 2016, nanti. Kasus ini memiliki kendala dalam memberikan bukti kasus terkait. Kerusakan yang terkait sumberdaya bawah laut tidak bisa dibenarkan dengan menghadirkan bukti kerusakanya saja, tanpa menunjukkan pencemaran minyak lepas pantai secara langsung. “Pencemaran laut oleh minyak yang ada di perairan IndonesiaAustralia, terkendala oleh pembuktian pencemaran itu sendiri. Lantaran minyak yang ada diatas laut sudah menguap dan menghilang, hanya menyisakan kerusakan di dalam laut,” jelas Rahayu Lestari,
Analis Permasalahan Hukum Internasional.
Kuliah Kasus Montara ini nantinya akan menjadi bahan untuk dirapatkan bersama kementrian dan organisasi penting terkait, seperti International Maritime Organization (IMO) Kementrian Luar Negeri, Kementrian Hubungan Laut, Kementrian Lingkungan Hidup dan masih banyak lagi untuk membuat draft guidance.(*) Penulis : M. Ahalla Tsauro Editor : Nuri Hermawan
Mahasiswa OSI Ciptakan Alat Permudah Pantau Perusahaan UNAIR NEWS – Dua mahasiswa Fakultas Vokasi Universitas Airlangga berhasil menciptakan prototipe alat Smart Machine Industry yang digunakan untuk pengemasan dan pengepakan obat. Mesin ini dapat dikontrol dan dipantau melalui internet maupun gadget yang mempunyai OS Android. Tentu saja, mesin ini tidak hanya bisa mengemas dan mengepak obat saja, tapi juga bisa untuk mengemas permen dan vitamin. Caranya, dengan cara mengganti black magic box (kotak berwarna hitam pada alat). Kedua mahasiswa Fakultas Vokasi tersebut adalah Ahmad Amirudin dari Program Studi Otomasi Sistem Instrumentasi (OSI) angkatan 2013 dan Mochammad Fauzi yang dari program studi yang sama. Karya ini merupakan bagian dari tugas akhir yang digunakan untuk syarat kelulusan mereka. “Latar belakang dibuatnya Smart Machine Industri yaitu, industri pembuatan mesin untuk pabrik masih sangat sedikit di Indonesia. Rata–rata mesin yang berada di pabrik berasal dari China dan Jerman. Mesin–mesin di industri umumnya masih
menggunakan panel Human Manchine Interface (HMI) sebagai tampilan pemantau. Selain itu, jangkauan pantauan juga masih berskala lokal, kata Ahmad Amirudin. Maka dari itu, mereka berdua membuat prototipe Smart Machine Industri yang bisa dimonitoring dari internet dan smartphone android. Inovasi ini dapat memudahkan para manager dan pemegang saham perusahaan dalam memantau perusahaan mereka. Penciptaan inovasi ini sekaligus menunjukan bahwa sumber daya manusia Indonesia mampu bersaing dengan negara luar, setidaknya lingkup ASEAN. “Metode perancangan mesin ini yaitu pertama, kami mendesain mekanik terlebih dahulu dengan menggunakan software google sketchup dan solidwork. Setelah gambar teknik jadi, kami merancang kerangka untuk konveyor beserta 3 core plant prosesnya. Setelah itu memasang sistem pneumatic ke mesin sebagai aktuator dari 3 core plant proses,” lanjutnya. Untuk mengontrol silinder pneumatik, mereka menggunakan CKD Selenoid Valve yang mereka sambungkan ke input PLC. Pada bagian perangkat kerasnya, mereka merancang sendiri berbagai macam rangkaian elektronik, seperti rangkaian komporator, rangkaian pembatas input, arduino shield for PLC, dan sensor photodiode sebagai pendeteksi barang. Sedangkan untuk perancangan perangkat lunak, pertama mereka membuat flowchart-nya, lalu mulai melakukan pengamatan input dan output alat. Setelah melakukan pengalamatan, mereka melakukan pengkabelan antara perangkat keras dan pengendali. Untuk pengendali, mereka menggunakan PLC Omron sebagai pusat kendali dan arduino sebagai cabang pengendalinya. Arduino ini juga digunakan untuk menjembatani proses pantauan dari HP Android maupun dari internet ke mesin. Namun sebelum itu, arduino harus dipasang ethernet shield terlebih dahulu dan disambungka ke router yang tersambung internet.
“Setelah tersambung, kami membuat tampilan laman pantauan dengan menggunakan beberapa bahasa pemrograman yang terdiri dari php, ajax, css, html, javascript, dan mysql. Kami menggunakan database untuk menyimpan data jumlah produksi, karena itulah memakai mysql,” kata Mochammad Fauzi. Setelah tampilan laman selesai, mereka membuat program untuk tampilan smartphone android dengan menggunakan software android studio. Setelah semua beres, baru mesin bisa dijalankan untuk mengemas dan mengepak.
Lebih modern, dapat mengoperasikan mesin dalam skala luas dengan menggunakan internet yang dapat diakses melalui laptop dan smartphone. (Foto: Istimewa) Ahmad Amirudin dan Mochammad Fauzi menyadari bahwa mesin ini hanyalah sebagai prototipe. Sehingga, mesin ini masih belum bisa diterapakan ke industri–industri besar. Namun begitu, mesin ini bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran dan
praktik untuk kalangan mahasiswa. Selain itu bisa juga digunakan untuk semua orang yang ingin mendalami ilmu automation. “Ke depan, semoga prototipe smart machine industri ini bisa berkembang dan bisa diterapkan ke pabrik–pabrik besar di Indonesia,” pungkasnya. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh
Berkah Belajar Hingga Larut, Dita Widiyanti Lulus Terbaik S-2 FST UNAIR NEWS : Pengambilan bidang studi pada saat menempuh studi S-2 biasanya tidak jauh dari bidang studi saat S-1. Namun yang dilakukan Dita Widiyanti Sawitri ini agak berbeda. Perempuan kelahrian Surabaya ini menempuh bidang studi Biologi murni untuk jenjang S-2, yang berbeda dengan S-1 yang berbasis pada pendidkan. “Ini merupakan hal baru yang sangat menantang bagi saya,” ujar Dita. Namun justru pada studinya di S-2 ini justru Dita berhasil meraih predikat sebagai wisudawan terbaik jenjang S-2 Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, yang lulus dengan IPK 3,93. Dalam melakukan penelitian untuk tesisnya, Dita mengaku sebagai perjuangan yang cukup berliku. Diantaranya keputusannya untuk menikah di usia muda, sehingga penelitian tesisnya sempat tertunda sementara. Awalnya penelitian ini ditargetkan selesai dalam waktu kurang dari setahun, namun
keputusannya untuk menikah dahulu menjadi salah satu penyebab molornya watu penelitian. “Perjuangan lain ya belajarnya saya lakukan hingga larut malam. Belajar di kos-kosan hingga larut malam, kemudian saya pulang tetapi juga tidak bisa tidur. Jadi pukul 05.00 saya kembali lagi ke kos teman saya hingga ujian tiba,” kata Dita. Putri kedua dari dua bersaudara ini berhasil meraih titel S-2 nya berkat tesis “Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Bakteri Indigens Potensial untuk Degradasi Limbah Industri Farmasi yang Mengandung Pelarut Organik”, dan berhasil dipertahankan. Penelitian ini antara lain membahas bidang mikrobiologi dengan melakukan isolas, karakterisasi dan uji aktivitas dari bakteri indigenus yang ada pada libah industri farmasi berupa lumpur aktif untuk dimanfaatkan dalam degradasi libah industry farmasi yang mengandung pelarut organik. ”Jadi hasil yang diperoeh dari penelitan ini berupa isolat bakteri indigenus potensial yang memiliki kemampuan untuk melaukan degradasi limbah industri farmasi, sehingga bakteri tersebut dapat digunakan dalam pengolahan limbah Industri farmasi,” kata cewek berhobi masak ini. Di akhir wawancara, Dita juga menyempatkan berbagi pengalaman untuk mahasiswa yang menempuh tugas akhir. ”Untuk teman-teman yang menempuh tugas akhir, rencanakan waktu penelitian dengan baik, minimalisir kesalahan ketika menjalankan tugas akhir itu, terutama saat bekerja di laboratorium, dan perbanyak membaca dan jangan malu bertanya,” kata Dita. (*) Penulis: Akhmad Janni Editor : Bambang Bes
Booth Foto UNAIR News Ramai Dikunjungi Pimpinan Hingga Siswa SMA UNAIR NEWS – Tak dipungkiri, berkembangnya era digital membuat orang kian gemar mengabadikan berbagai momen menarik, termasuk para pimpinan, pelajar sekolah menengah atas, guru serta kepala sekolah pendamping. Mereka mencoba mengabadikan momen kemeriahan ulang tahun Universitas Airlangga dengan cara berfoto di pojok foto UNAIR News yang disediakan oleh Pusat Informasi dan Humas (PIH) UNAIR. “Fotoin aku dong!” “Eh ayo sini sini. Kita foto bareng-bareng!” “Ayo, bu, sini, bu. Masih cukup di sebelah sini!” Terdengar para siswa dan guru meminta tolong rekannya untuk memotret kebersamaan di booth foto UNAIR News. Lantas, sejumlah personel PIH membantu mengambil alih ponsel dan membuka fitur kamera. Sesaat kemudian, terdengar suara momen yang telah berhasil diambil gambarnya.
“Cekrek!” Tak sedikit pula, mereka yang meminta kawan-kawannya sendiri untuk mengambil foto tersebut. Ada banyak rangkaian acara dalam memperingati Dies Natalis UNAIR ke-62, mulai dari upacara Hari Pahlawan 10 November, Sidang UNAIR, Tour de Campus, sampai dengan Indonesia Research and Innovation Expo 2016. Beragam kalangan terlihat memadati kampus UNAIR.
Booth foto diletakkan di area-area strategis yang sesuai dengan lokasi penyelenggaraan acara. Pada saat kegiatan upacara dan sidang universitas, booth foto dipasang di hall lantai 1 Kantor Manajemen UNAIR. Keesokan harinya (Jumat, 11/11), booth foto dibongkar pasang untuk diletakkan di Airlangga Convention Center. Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Gandeng Awak Media, Beri Tips Sukses Berkarir di Media UNAIR NEWS – Langkah UNAIR dalam meningkatkan kualitas lulusan terus digalakkan, mulai mengadakan pameran bursa kerja, pelatihan-pelatihan memasuki dunia kerja, seminar, hingga mengadakan konsultasi karir. Kali ini, UNAIR melalui Pusat Pembinaan Karir dan Kewirausahaan (PPKK) bersama Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menggelar seminar yang bertajuk Sukses Berkarir di Media, Jumat (29/4). Seminar yang dilaksanakan di Aula Siti Parwati FIB UNAIR tersebut, dibuka langsung oleh Wakil Dekan I FIB UNAIR, Puji Karyanto, S.S., M.Hum. Pada sambutannya ia berharap bahwa kegiatan seminar dengan menggandeng awak media seperti bisa lebih sering diadakan di FIB, pasalnya FIB dirasa memiliki potensi mahasiswa yang dekat dengan media. “Saya harap kegiatan seperti ini lebih sering diadakan di fakultas kami, agar kemampuan mahasiswa FIB bisa terus terasah dan berani untuk bertarung dipersaingan global,” jelasnya. Didampingi moderator Lastiko Endi Rahmantyo, S.S., M.Hum.,
ketua PPKK UNAIR, Dr. Elly Munadziroh, M.S., Drg., menyatakan bahwa dalam dunia industri media seseorang tidak sekedar berkarir, namun baginya penting untuk melangkah menuju sukses berkarir. “Makanya dalam jagat media pentingnya sebuah kreatifitas dan tata mental untuk senantiasa percaya diri,” ujarnya. Ir. Latif Harnoko, MBA., selaku Senior Vice President Trans TV mengaku sudah tidak asing lagi memberikan materi di UNAIR, dalam pemaparananya ia menjelaskan dinamika perjalanan media di Indonesia, baginya jatuh bangun dalam menjalankan dunia media di negeri ini bisa menjadi landasan untuk memajukan industri media. “Dulu tahun 1998 jumlah penonton tertinggi di salah satu stasiun TV bisa sampai 30%, namun tahun ini hanya bisa 12%, berangkat dari menurunnya peminat TV ini makanya sekarang sebagian stasiun TV memilih bergabung,” jelasnya. Harnoko juga mengimbuhkan bahwa untuk meniti sukses dalam industri media diperlukan beberpa karakter mulai dari sikap percaya diri, terus ingin belajar, berani adaptasi, dan menggali pengalaman baru. “Namun yang tidak kalah penting dalam berkarir di industri media adalah sikap kerja keras dan yang pasti bekerjalah sesuai dengan passion, ini kuncinya agar bisa sukses,” pungkasnya. (*) Penulis : Nuri Hermawan
Prof. Kacung Marijan, Tax Amnesty Stimulator Pertumbuhan Ekonomi UNAIR NEWS – Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menyehatkan keuangan negara dengan program tax amnesty (amnesti pajak) tak hanya sekali dilakukan. Menurut sejarah, pemerintah RI terhitung pernah tiga kali menerapkan amnesti pajak yakni pada tahun 1964, 1984, dan 2016. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk memaksimalkan penerimaan negara. Pada tahun 1964, pemerintah Indonesia ingin mengembalikan dana revolusi ke kas negara melalui program amnesti pajak. Pada tahun 1984, Indonesia mengalami krisis minyak. Sehingga pemerintah RI memutuskan untuk menggali pendapatan dari sektor non-migas, termasuk dari perpajakan. Pada tahun 2016, program amnesti pajak dilakukan untuk menutupi defisit keuangan negara. Pada tahun 2016, meski perhitungan keuangan amnesti pajak sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara – Perubahan 2016, kondisi keuangan masih mengalami defisit. Pada APBN – P 2016 saja, muncul defisit sebesar Rp296,723 triliun atau sekitar Rp2,35% dari produk domestik bruto. Guru Besar Ekonomi Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Prof. Kacung Maridjan, Ph.D, mengatakan, kemampuan pemerintah untuk melakukan penarikan pajak mengalami penurunan. Sehingga, program ini diharapkan bisa menjadi stimulator bagi pertumbuhan ekonomi. “Ini bagian dari reformasi perpajakan, khususnya untuk mendata potensi wajib pajak kita. Karena sampai sekarang baru ada 18 juta penduduk Indonesia yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia dan jumlah penduduk yang seharusnya memiliki NPWP. Kedua, untuk
menarik dana yang di luar negeri (repatriasi) sebagai upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kita. Ketiga, negara mengalami defisit anggaran yang cukup besar,” tutur Prof. Kacung. “Dari orang yang mengikuti tax amnesty lumayan antusias, khususnya selama dua minggu terakhir. Dana yang sudah dideklarasikan hampir setengah dari target. Mungkin, bisa jadi akhir minggu ini bisa tembus Rp2.000 triliun. Yang agak kurang adalah repatriasi. Begitu pula dengan tebusan. Dari sini, saya sebut kebijakan ini masih separuh-separuh. Separuh gagal juga. Itu soal repatriasi yang masih 10%, dan tebusan masih sepertiga,” imbuh Prof. Kacung. Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, deklarasi pajak ditarget mencapai Rp4.000 triliun, sedangkan repatriasi mencapai Rp1.000 triliun. Untuk menutup defisit anggaran, target yang didapat adalah Rp165 triliun. Menurut data, sampai 26 September 2016, tren pelaporan kekayaan dari program amnesti pajak cenderung positif. Pada tanggal 11 September 2016, deklarasi pajak baru berkisar di angka Rp174 triliun, repatriasi Rp18,6 triliun, dan tebusan Rp8,53 triliun. Pada tanggal 26 September 2016, deklarasi pajak telah mencapai Rp1.849 triliun, repatriasi Rp94,5 triliun, dan tebusan mencapai Rp56,1 triliun. Bila angka defisit mencapai maksimal tiga persen dari PDB, maka presiden berisiko mengalami pemakzulan. Untuk menghindari itu, maka dua hal yang dilakukan oleh pemerintah adalah memangkas anggaran yang sedang berjalan, dan melakukan utang luar negeri. “Bila defisit itu mencapai tiga persen dari PDB, politik akan gaduh karena presiden melanggar undang-undang. Presiden bisa dimakzulkan, meski sekarang parpol (partai politik) dukungannya mengarah ke presiden,” terang Prof. Kacung. Menurut Prof. Kacung, kebijakan amnesti pajak memang dirasa
tidak mempertimbangkan asas keadilan. Karena negara memberikan ampunan bagi warga negara yang tidak melaporkan dan membayar pajaknya sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, justru itulah kebijakan amnesti pajak dirasa tepat dilaksanakan agar penerimaan keuangan negara tercapai. “Iya, ini memang tidak adil. Artinya, orang yang nakal sama yang tidak menjadi sama kedudukannya. Hanya saja, akan lebih tidak adil lagi apabila negara secara terus menerus membiarkan orang yang mengemplang. Saya kira negara ini mengambil suatu posisi, kalau dilanjutkan terus, maka lebih tidak adil. Makanya harus ada kebijakan untuk memangkas pengemplang pajak. Akhirnya, ya sudah diampuni kan diskresi,” tutur Prof. Kacung. Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Rania Tasya Ifadha, Mahasiswa Termuda FK UNAIR Jalur SNMPTN 2016 UNAIR NEWS – Rania Tasya Ifadha, atau yang lebih akrab disapa Iren, menjadi sosok yang istimewa diantara kawan-kawannya yang diterima di Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Airlangga. Lulusan SMAN 3 Semarang yang lahir pada 17 Februari 2001 ini, menjadi calon mahasiswa termuda FK UNAIR melalui jalur SNMPTN 2016, dengan usia 15 tahun. “Mulai usia 2 tahun, saya sudah disekolahkan di PAUD. Usia 3 tahun saya masuk TK selama 2 tahun. Usia 5 tahun saya sudah masuk SD dan lulus pada usia 11 tahun,” ujar Iren bercerita tentang pendidikannya sejak PAUD hingga SD.
Iren mengatakan bahwa pada saat menempuh pendidikan di bangku SMP dan SMA, ia mengambil program percepatan atau akselerasi, sehingga di usia 15 tahun ia sudah lulus SMA. Iren yang diterima pada program studi Pendidikan Dokter UNAIR mengatakan bahwa ia memang memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Ditanya mengenai manajemen waktunya ketika belajar, ia mengaku harus pandai mengatur waktu antara belajar dan istirahat. “Pada intinya saya menempatkan porsi waktu untuk belajar dan istirahat sesuai dengan yang saya butuhkan. Jika waktunya belajar, semaksimal mungkin saya manfaatkan untuk itu. Jika waktunya istirahat, ya, benar-benar untuk refreshing. Sehingga ketika kembali belajar bisa fokus kembali,” kata anak pertama dari dua bersaudara ini. Iren menekankan bahwa yang paling penting dalam setiap proses yang ia lalui adalah dorongan dari diri sendiri untuk meraih cita-cita yang sudah diinginkan sejak kecil. Sampai saat ini, ia tetap mengikuti bimbingan belajar meskipun ia telah diterima di FK UNAIR. “Saya masih les di bimbingan belajar. Karena dulu sebelum Ujian Nasional sudah mendaftar. Alhamdulillah, ternyata saya lolos SNMPTN. Ini hanya untuk mengisi waktu luang saja,” ujar Iren. Putri
dari
pasangan
Suhartini
dan
Hasanudin
ini
aktif
mengikuti ekstrakurikuler Forum Diskusi dan English Club semasa SMA. Suhartini, sang ibu, mengaku sangat mendukung Iren sehingga bisa mengantarkan putrinya hingga menempuh studi di perguruan tinggi, dengan waktu yang relatif cepat. “Ayahnya adalah pelaut. Kalau cuti mengajar di kampus Akademi Maritim Nasional Indonesia (AMNI). Kami mendukung dengan memfasilitasi kebutuhan sekolahnya, mendukung cita-citanya menjadi dokter karena ingin membantu sesama dan berjiwa sosial,” kata Suhartini yang bekerja sebagai perias pengantin. (*)
Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan