Review Jurnal MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING Endang Sulistya Rini Staf Pengajar FE USU
PENDAHULUAN Keberhasilan menciptakan persepsi positif di benak konsumen merupakan faktor penting dalam kesuksesan produk/merek lebih penting daripada keunggulan teknologi. menciptakan nilai emosional di produk/merek dan menimbulkan rasa kepemilikan kepada merek tersebut sehingga konsumen bersedia menyisihkan share of walletnya untuk produk/merek kita adalah kunci keberhasilan merek di pasar. Kuncinya adalah menciptakan excellent experience. Experience secara harafiah diartikan sebagai pengalaman. Al Ries dan Jack Trout dalam artikel mereka yang dimuat dalam Advertising Age yang berjudul The Positioning Era Cometh, mengatakan bahwa perang pemasaran bukanlah di pasar melainkan di benak pelanggan sehingga setiap kegiatan pemasaran selalu dilakukan untuk merebut hati pelanggan lewat produk dan jasa (service) atau yang lazimnya disebut service excellence (Ries and Ries: 2003).
hampir semua penyedia
produk dan jasa melakukan apa yang disebut service excellence. Kepuasan konsumen tidak menjamin konsumen akan loyal pada suatu produk (Smith and Wheeler, 2002). Karena itulah, saat ini kepuasan konsumen tidak lagi cukup untuk sukses dalam dunia pemasaran (Winarko: 2003). Pine and Gilmore (1999) mengidentifikasi bahwa penawaran yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya dapat berupa komoditi (Commodities), barang (goods), layanan (services), dan pengalaman (experiences). saat era services economy dan service excellence, barang dan layanan yang bagus sudah cukup untuk memuaskan pelanggan, namun di era experiential economy saat ini, produk harus mampu membangkitkan sensasi dan pengalaman yang akan menjadi basis loyalitas pelanggan Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and Brands, oleh Bernd H. 1|Page
Schmitt. Schmitt (1999) menyatakan bahwa esensi dari konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen yang didorong oleh pengalaman. Pemasar yang menganggap konsumen berfikir melalui suatu proses pengambilan keputusan, yang mana masing-masing karakteristik dari suatu produk, baik barang atau jasa, akan memberikan keuntungan yang jelas, dan karakteristik ini dievaluasi oleh pembeli-pembeli potensial (baik pembeli yang telah mengenal produk tersebuat maupun yang belum). Menurut Schmitt dianggap membatasi cara pandang pemasar terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh konsumen. Experiential marketing
dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin
meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk Tahap awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok: 1. Pengalaman Pelanggan. Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati, pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan. 2. Pola Konsumsi. Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas. 3. Keputusan rasional dan emosional. Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional. Experiential marketing pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat.
2|Page
Schmitt (1999) memberikan suatu framework alternatif yang terdiri dari dua elemen, yaitu Strategic expereince modules (SEMs), yang terdiri dari beberapa tipe
experience dan
Experience producers (ExPros), yaitu agen – agen yang dapat menghantarkan experience ini. Strategic experience modules terdiri dari lima tipe, yaitu sense, feel, think, act, dan relate. Sense Sense adalah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapatditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,1999) 1. Panca indera sebagai pendiferensiasi Sebuah organisasi dapat menggunakan sense marketing untuk mendiferensiasikan produk organisasi dengan produk pesaing didalam pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada konsumen. 2. Panca indera sebagai motivator Penerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya. 3. Panca indera sebagai penyedia nilai Panca indera juga dapat menyediakan nilai yang unik kepada konsumen. Feel Perasaan berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan
pelanggan,
menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan Feel campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan.
3|Page
Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Penggunaan affective experience harus memahami/memperhatikan : 1. Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik (Schmitt, 1999). 2. Emosi (emotion),
lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan
afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi).
Think Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problemsolving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah (1) menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun konseptual, (2) berusaha untuk memikat pelanggan dan (3) memberikan sedikit provokasi. 1. Kejutan (surprise) Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan ketika pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing, unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalaman-pengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan
4|Page
emosional yang mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama. 2. Memikat (intrigue) Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalam pelanggan tersebut. 3. Provokasi (provocation) Provokasi dapat menimbulkan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan secara tidak baik dan agresif (Shmitt, 1999).
Act Tindakan yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik. Relate Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan selfimprovement, status socio-economic, dan image. Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama. Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen melalui experience provider. Agen-agen yang bisa menghantarkan experience ini adalah : 1. Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, dan 5|Page
public relation. 2. Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain. 3. Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan. 4.
Co-branding,
meliputi even-even pemasaran, sponsorship, aliansi dan
rekanan kerja,
lisensi,penempatan produk dalam film, dan sebagainya. 5.
Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun eksterior, outlet penjualan,ekshibisi penjualan, dan lain-lain.
6. Web sites 7. Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan,customer service, operator call centre, danlainnya. Idealnya, sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing mampu memberikan experience yang integral, yaitu menyampaikan kelima elemen experience melalui Experience Provider. disebut oleh Schmitt (1999) sebagai holistic. Shmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential, dirangkum dalam poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands : 1. Experiences don‟t just happen; they need to be planned. Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi 2. Think about the customer experience first. Setelah itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada 3. Be obsessive about the details of the experience.Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori, perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta „cuci otak‟ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen.
6|Page
4. Find the “duck” for your brand. seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal 5. Think consumption situation, not product. 6. Strive for “holistic experiences” Holistic. sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam antar konsumen. 7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid. 8. Use methodologies eclectically. Metode penelitian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium. 9. Consider how the experience changes. Berkonsentrasi pada perubahan pengalaman pelanggan. 10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand. Dionysianism adalah kedinamisan, gairah, dan kreativitas.
Beberapa perusahaan yang menggunakan experiential marketing: (Hidayat, 2007 & Kertajaya, 2007) 1. PT Unilever Indonesia Tbk Perusahaan ini memperkenalkan wahana bagi konsumennya untuk menggali lebih jauh berkaitan dengan salah satu produk perawatan kulitnya, Citra. Wahana yang dikenal dengan Rumah Cantik Citra (RCC) ini memang tidak menetap disatu tempat, melainkan berkeliling keberbagai kota untuk menyambangi konsumennya. Kehadiran RCC adalah wujud kepedulian Citra yang ingin membantu perempuan Indonesia meraih kecantikan jiwa-raga. Selain itu, Citra juga mencerminkan cita rasa kecantikan lokal wanita Indonesia yang digempur produk perawatan kulit dan muka dari luar negeri. Citra mengedepankan bahan baku tradisional yang diolah dan dikemas secara moderen. Hal ini sesuai dengan semangat wanita Indonesia yang semakin modern tanpa harus 7|Page
menanggalkan kecantikan khas Indonesianya. RCC adalah bagian dari aktivitas brand image building Citra. Tujuannya, untuk memperkuat citra merek Citra dibenak konsumen, khususnya pecinta produk perawatan kulit dan muka lokal. 2. PT Hewlett-Packard Indonesia (HPI) HPI mulai menerapkan konsep yang dikemukakan Schmitt. Bahkan apa yang dilakukan HPI jauh lebih ekstrem ketimbang Unilever. Lewat HP Xperience Zone, HPI menyediakan tempat khusus di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, bagi calon konsumennya untuk mengetahui dan mencoba secara langsung produk-produk mereka. Disini konsumen dapat mencoba berbagai produk terbaru tanpa harus ada paksaan untuk membeli, karena memang tidak ada aktivitas jual beli di toko ini. Keberadaannya hanya untuk memberikan pengalaman dan sekaligus membangun citra HP. Konsumen dapat mencoba dan bertanya berbagai hal yang berkaitan dengan produk. 3. Rajawali Hiyoto Produsen beberapa merek cat ini bahkan memimpin pasar di beberapa area menciptakan konsep dapur cat yang dinamakan Ralston “De Verfkeuken”. Dapur cat ini dibuat untuk keluar dari persainagn cat di Indonesia yang menjadi produk komoditas. Tiap-tiap merek tidak memiliki diferensiasi yang unik, dan konsumen mungkin tak memperhitungkan lagi keunikan masingmasing. Sehingga perang harga di produk cat pun tidak bisa dihindari, seperti halnya produk komoditas lain. Untuk menghindari perang harga itu, dapur cat pun di ciptakan, yang memberikan pengalaman (experience) unik bagi konsumennya. Di Ralston “De Verfkeuken”, konsumen dapat membuat pilihan cat menurut seleranya. Dapur cat ini menyediakan mesin yang memungkinkan konsumen membuat cat serta jasa konsultasi bagi konsumen. Dengan melakukan hal ini, Rajawali Hiyoto tidak mengikuti pemain lain yang hanya berfokus pada harga, tetapi menawarkan pengalaman dan solusi kepada konsumen.
8|Page
PENUTUP Experiential Marketing adalah teknik pemasaran yang menjembatani konsumen dengan merek produk perusahaan. Di masa kini pemasar sebaiknya mulai mencari apa yang sebenarnya menjadi keinginan konsumen. karena perusahaan bukanlah pemain tunggal di pasar. Tingkat persaingan yang makin ketat membuat konsumen makin memiliki pilihan dalam memilih produk yang sesuai dengannya. Produk/merek yang berhasil dipasar adalah yang berhasil menciptakan emosional melalui pengalaman pada konsumennya sehingga menghasilkan loyalitas konsumen dalam menggunakan produk/merek. Pendekatan experiential dalam meluncurkan merek dinilai lebih efektif dan relevan dibandingkan dengan apa yang dapat ditawarkan iklan media massa. Karena dalam experiential marketing, kita perlu menciptakan persepsi konsumen yang meliputi sense, feel, think, act dan relate.
Suatu merek kini harus dapat menyentuh kelima unsur ini. Konsumen mesti bisa
merasakan, memikirkan dan bertindak sesuai harapannya. Bahkan jika memungkinkan, tercipta rasa memiliki terhadap suatu merek, sehingga akhirnya hal ini menjadi diferensiasi bagi merek tersebut. Ini dapat membuat konsumen (pengguna) menjadi loyalis, dan kemudian menjadi advocate. Lebih lagi, nilai merek bukan lagi hanya tergantung pada diferensiasi produknya (functional benefit), tapi juga diferensiasi dalam emosionalnya (emotional benefit).
9|Page
Review Jurnal PENGARUH PENGETAHUAN PRODUK, NILAI, DAN KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN MOBIL TOYOTA Sri Kussujaniatun Fakultas Ekonomi UPN Veteran Yogyakarta e-mail:
[email protected] Bisma Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 5, No. 1 April 2011 Hal. 29 - 39
PENDAHULUAN Beberapa perusahaan mendasarkan model bisnis dimana pelanggan ditempatkan di atas dan avokasi pelanggan telah menjadi strategi mereka dan juga keunggulan kompetitif. Perusahaan yang terpusat pada pelanggan berusaha menciptakan kepuasan pelanggan yang tinggi tetapi itu bukan tujuan akhir, Jika perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menurunkan harga dan meningkatkan pelayanannya. Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa konsumen yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja mobil dan harapan – harapannya sebelum membeli mobil tersebut. Konsumen tentu mengharap dan harapannya lebih tinggi sebelum membeli mobil, agar keinginannya terpenuhi. Fenomena di lapangan, sebagian konsumen kecewa dengan pelayanan sebagian dealer/showroom, dalam pengiriman mobil sering tidak tepat waktu, antar karyawan sering memberikan informasi yang berbeda. Purna jual mobil sangat menjadi perhatian bagi konsumen. Harganya tidak dratis turun, ada beberapa
merek
mobil
tertentu mengalami dratis penurunan harga. Merek Toyota bagi
konsumen merupakan mobil yang purna jualnya masih stabil. Merek Toyota sudah populer dalam masyarakat tidak diragukan lagi baik kualitas maupun harganya masih terjangkau bagi mayoritas konsumen.
10 | P a g e
Karena ketidakjujuran dari beberapa karyawan showroom/dealer ada beberapa mobil yang spare part atau asesoris yang tidak original membuat konsumen kecewa. Efek dari kepuasan terjadi setelah pembelian dilakukan sampai kepada periode kepemilikan produk dan dapat digunakan, sebagai pertimbangan pada pembelian berikutnya. Konsep
pemasaran modern
pemasar
harus menempatkan
pelanggan
di
atas
atau
mengutamakan pelanggan. Dengan kemunculan teknologi digital seperti internet, konsumen yang semakin pandai dewasa ini mengharapkan perusahaan melakukan lebih banyak hal dari pada sekedar berhubungan dengan mereka, lebih sekedar memuaskan mereka, dan bahkan lebih dari sekedar menyenangkan mereka. Mereka berharap perusahaan mendengar mereka. Dalam salah satu kategori menyatakan puas,
barang konsumen terkenal
akhirnya berganti merek.
Sebuah
44% dari pelanggan
yang
penelitian menunjukan bahwa 75%
pembeli Toyota sangat puas dan sekitar 75% dan mereka merencanakan untuk membeli Toyota lagi (Kotler, 1997:200). Produsen
mobil
Toyota
menunjukan
sudah
berhasil
memberikan
kepuasan
pada
konsumennya. Faktor-faktor yang menyebabkan konsumen puas tentu banyak sekali yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu system pengiriman produk, performace produk/jasa, citra, hubungan harga-nilai, kinerja/prestasi karyawan dan persaingan. Berkaitan dengan kepuasan, terutama untuk produk tertentu, pelanggan menginginkan nilai tambah dari produk tersebut, pelanggan semakin cerdas mereka menginginkan nilai tambah (value
added).
Nilai
yang
dipersepsikan
pelanggan
adalah selisih
antara
penilaian
pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu Penelitian ini mencoba memandang dari berbagai variabel terutama pengetahuan konsumen tentang produk mobil Toyota, manfaat yang diterima setelah membeli Toyota dan kualitas mobil Toyota.
11 | P a g e
Pengetahuan Produk (Product Knowledge) Pengetahuan produk diperlukan sebagai dasar suksesnya suatu produk, biasanya melalui penggunaan /keterlibatan pada suatu produk. Pengetahuan konsumen tentang suatu produk yang diharapkan dapat mempengaruhi kepuasan secara positif, sebab suatu pengetahuan akan membuat tentang produk akan lebih realistis. Efek pengetahuan positif apabila: 1. Penggunaan pengetahuan
diperlukan
sebagai
dasar
suksesnya
suatu
produk, biasanya melalui
penggunaan/keterlibatan pada suatu produk Betty & Smith (1987, dalam Sambandam & Lord, 1995); dan 2. Pengetahuan produk menyiratkan suatu struktur memori di dalam benak konsumen. Pengetahuan produk mencakup: a) Kesadaran akan kategori dan merek produk didalam kategori produk; b) Terminologi produk; c) Atribut/ciri produk; dan d) Kepercayaan tentang kategori produk secara umum. Informasi ini diperoleh melalui analisis kesadaran konsumen dan citra dari merek yang tersedia. Salah satu aspek pengetahuan produk adalah harga (Engel, et al, 1996:188).
Nilai yang Dipersepsikan (Perceived Value) Memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen adalah inti dari pemasaran. Sasaran dari setiap bisnis adalah mengantarkan nilai pelanggan untuk menghasilkan laba. Dalam persaingan yang tajam atau ketat, dengan semakin banyaknya pembeli rasional yang dihadapkan bermacam pilihan, perusahaan hanya dapat merahih kemenangan dengan melakukan proses pegantaran nilai yang bagus serta memilih, menyediakan dan mengkomunikasikan nilai yang unggul. Urutan penciptaan dan pengantar nilai dapat dibagi menjadi tiga fase. Pertama, memilih nilai yaitu rumus segmentasi, penentuan nilai. Kedua, menyediakan nilai yaitu pemasar harus menentukan fitur produk tertentu, harga dan distribusi. Tugas dalam fase ketiga adalah mengkomunikasikan nilai dengan mendayagunakan tenaga penjual, promosi penjual, iklan dan sarana komunikasi. Menurut Zeithaml, (1988), perceived value adalah penilaian keseluruhan oleh pelanggan atas kegunaan sebuah produk berdasarkan pada persepsi apa yang diterima dan apa yang 12 | P a g e
diberikan. nilai adalah kualitas yang didapat oleh pelanggan atas harga yang dibayarnya, dan nilai adalah apa yang didapat atas apa yang diberikan. Value menunjukkan pilihan (trade–off) antara biaya dan manfaat dan muncul dari kualitas dan harga (Nguyen and Blanc, 1998). Satu-satunya nilai yang dapat diciptakan perusahaan anda adalah nilai yang berasal dari pelanggan; itu adalah semua nilai yang anda miliki sekarang dan nilai yang anda miliki di masa depan. Suatu bisnis disebut sukses jika berhasil mendapatkan, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan (Kotler, 2000:99).
Customer value (nilai bagi pelanggan) Perbedaan diantara nilai yang dinikmati pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan biaya untuk memiliki produk tersebut. Kepuasan pelanggan sejauh mana anggapan kinerja produk memenuhi harapan pembeli bila kinerja produk lebih rendah ketimbang harapan pelanggan pembelinya tidak puas bila prestasi sesuai atau melebihi harapan pembeliannya merasa puas atau amat gembira.
Kualitas Persepsian (Perceived Quality) Terdapat hubungan
erat
antara kualitas
produk,
layanan,
kepuasan
pelanggan
dan
profitabilitas perusahaan (Kotler, 1997:127). Semakin tinggi kualitas, tingkat kualitas menyebabkan semakin tinggi kepuasan pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta biaya yang yang lebih rendah (Kotler, 1997:131).
Kepuasan (Satisfaction) Beberapa perusahaan didirikan dengan model bisnis di mana pelanggan ditempatkan di atas, dan advokasi pelanggan telah menjadi strategi mereka, dan juga unggul kompetitif mereka. Dengan kemunculan teknologi digital seperti internet, konsumen yang semakin pandai dewasa ini mengharapkan perusahaan melakukan lebih banyak hal dari pada sekedar berhubungan 13 | P a g e
dengan mereka, lebih sekedar memuaskan mereka, dan bahkan lebih dari sekedar menyenangkan mereka. Mereka berharap perusahaan mendengar mereka (Kotler, 2000:201)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesis pertama adalah pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan, dan kualitas yang dipersepsikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Makna nilai R sebesar
0,557 adalah terdapat hubungan positif
pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan dan kualitas yang dipersepsikan terhadap kepuasan konsumen. Adapun nilai R2 sebesar 0,311 artinya bahwa sumbangan pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan, dan kualitas yang dipersepsikan dapat menjelaskan tentang kepuasan sebesar 0,311. Sisanya sebesar 0,689 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak bisa dijelaskan oleh model. Tingkat signifikan F sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 artinya bahwa nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan secara bersama berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, kecuali pengetahuan produk. Oleh karena pengetahuan produk yang terkait dengan kesadaran merek, terminologi produk dan atribut produk hal yang wajar saja tidak signifikan pada mobil Toyota. Semua masyarakat mengetahui bahwa mobil Toyota sudah dikenal, secara sadar konsumen sudah mengakui keberadaan mobil Toyota. Pengujian hipotesis kedua adalah nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, kecuali pengetahuan produk. Koefisien regresi pengetahuan produk sebesar 0,082 artinya pengetahuan produk
berpengaruh
positif
terhadap kepuasan
konsumen
pada mobil
yang dibeli
sebelumnya. Bila dilihat tingkat signifikan koefisien regresinya menunjukan 0,457 lebih besar dari α (= 0,05), maka hipotesis H0 diterima atau hipotesis penelitian tidak terbukti. Artinya pengetahuan produk yang terkait dengan kesadaran kategori merek, terminologi produk dan atribut produk maka konsumen cenderung semakin puas, menganggap mobil sebelumnya handal, nyaman, terpercaya, tenaga penjual profesional dan penjualan mobil stabil.
14 | P a g e
Koefisien regresi nilai yang dipersepsikan sebesar 0,509 artinya nilai yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen pada mobil yang dibeli sebelumnya. Bila dilihat tingkat signifikan koefisien regresinya menunjukkan 0,000 lebih kecil dari α (= 0,05), maka hipotesis H0 ditolak atau hipotesis penelitian terbukti. Artinya nilai yang dipersepsikan yang terkait dengan harga mobil terjangkau harga dan kualitas sesuai dan perawatan mobil perawatannya mudah maka
konsumen
cenderung
semakin puas
menganggap
mobil
sebelumnya handal, nyaman, terpercaya, tenaga penjual profesional dan penjualan mobil stabil. Koefisien regresi
kualitas yang dipersepsikan sebesar 0,299 artinya kualitas yang
dipersepsikan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen pada mobil yang dibeli sebelumnya. Bila dilihat tingkat signifikan koefisien regresinya menunjukkan 0,007 lebih kecil dari α (= 0,05), maka hipotesis H0 ditolak atau hipotesis penelitian terbukti. Artinya kualitas yang dipersepsikan yang terkait dengan harga mobil terjangkau harga dan kualitas sesuai dan perawatan mobil perawatannya mudah maka konsumen cenderung semakin puas menganggap mobil sebelumnya handal, nyaman, terpercaya, tenaga penjual profesional dan penjualan mobil stabil. Kaitan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kecuali pengetahuan produk tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, sedangkan pada penelitian Sambadam & Kenneth (1995) pengetahuan produk berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Hasil ini berbeda dengan penelitian Sambadam & Kenneth (1995). Tentu ada beberapa penyebabnya akan yang dituangkan dalam keterbatasan penelitian.
Pada
hal faktor yang mempengaruhi kepuasan tidak hanya pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan mempengaruhi
dan
kualitas
kepuasan
yang
konsumen
dipersepsikan yaitu
sistem
tetapi
banyak
pengiriman
faktor produk,
lain
yang
performance
produk/jasa, citra, hubungan harga-nilai, kinerja/prestasi karyawan dan persaingan. Melihat sisanya sebesar 0,689 berarti banyak variabel lain yang dapat diteli lebih lanjut.
15 | P a g e
KESIMPULAN Berdasarkan uraian dalam pembahasan hasil penelitian maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah: 1. Nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan
secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kepuasan pelanggan.
Kecuali
pengetahuan produk tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; 2. Pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, kecuali pengetahuan produk.
SARAN Hasil penelitian menunjukan pengujian nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kecuali pengetahuan produk tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.
Produsen Toyota perlu membangun
persepsi nilai yang dilakukan pelanggan yaitu dengan membangun persepsi nilai konsumen bahwa Toyota adalah mobil yang memberikan manfaat bagi konsumen dapat memenuhi keinginan konsumen terkait dengan harga terjangkau, kualitas sesuai dengan harga dan biaya perawatan Toyota mudah dan murah, sehingga konsumen akan puas. Selain itu, penelitian ini juga memiliki keterbatasan, diantaranya: 1. Bahwa
hasil
penelitian ini tidak begitu baik untuk menggeneralisasi kepuasan pelaggan untuk semua produk mobil; 2. Meneliti variabel lain selain pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan, dan kualitas yang dipersepsikan; 3. Jumlah sampel penelitian perlu diperbesar; 4. Perlu mengadakan penelitian untuk merek yang lain seperti Honda, Daihatsu, Suzuki, dan lain-lain.
16 | P a g e
Review Jurnal FILOSOFIMANAJEMEN PEMASARAN: KONSEP PELANGGAN
Drs. Arrizal, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
I. Konsep Pelanggan : Janny C. Hoekstra (1999) Perkembangan terbaru teori pemasaran dan praktek pemasaran diformulasikan dalam paradigma pemasaran baru (new marketing paradigm). Paradigma pemasaran baru ini terdiri dari tiga elemen, yaitu konsep pelanggan (customer concept), aktivitas pemasaran baru (new marketing activities), dan bidang pemasaran baru (new marketing domain)(Hoekstra et al,1999 : 43-76).
Konsep pelanggan (customer concept). Konsep pelanggan merupakan inti (core) paradigma pemasaran baru. Konsep pelanggan adalah konsep pemasaran" baru (the customer concept is the new marketing concept). Konsep pelanggan menegaskan bahwa perusahaan harus menciptakan hubungan pelanggan sasaran individual terpilih (selected individual target customer) bernilai pelanggan superior (superior customer values) untuk mendapatkan " laba jangka panjang melalui kepuasan pelanggan, kepuasan partner, dan kepuasan pegawai (Hoekstra et al, 1999 :43-76).
Aktivitas pemasaran baru (new marketing activities). Aktivitas pemasaran baru (keputusan manajemen pemasaran
baru)
merupakan
aplikasi konsep
pelanggan.
Adopsi
konsep
pemasaran menciptakan sembilan keputusan manajemen pemasaran baru (aktivitas pemasaran baru) (new marketing activities) terdiri dari keputusan visi, tujuan, strategi, struktur organisasi, budaya, sistem informasi, instrumen pemasaran, proses bisnis, dan manajemen sumberdaya manusia. Instrumen pemasaran terdiri dari
17 | P a g e
produk, harga, distribusi, dan pelayanan pelanggan (customer service). Secara umum, aktivitas pemasaran baru berfokus pada manajemen pelanggan (managing customer) dengan menciptakan keseimbangan alokasi dana investasi memuaskan pelanggan lama dan menarik pelanggan baru (Hoekstra etal, 1999 : 43-76).
Bidang pemasaran baru (new marketing domain). Konsep pelanggan menciptakan bidang pemasaran baru sebagai konsep sentral (central concept) dalam perilaku perusahaan. Konsep pelanggan menetapkan pelanggan sebagai peran utama (pivotal role) dalam orientasi pemasaran. Bidang pemasaran baru merupakan tempat konsep pelanggan dan aktivitas pemasaran baru diaplikasikan (Hoekstra etal, 1999 : 43-76).
II. Konsep Pelanggan : Philip Kotler (2003) Konsep
pelanggan
{customer concept) berdiri di atas empat pilar, yaitu pelanggan
individual, kebutuhan ; pelanggan
dan
nilai
pelanggan, pemasaran satu-lawan-satu terpadu
dan rantai nilai, dan pertumbuhan profitabilitas
melalui
menangkap
pangsa pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan.
Pelanggan
individual
(individual customer).
Pemasaran mikro tingkat paling tinggi mengarah pada pemasaran pelanggan individual (individual customer marketing), pemasaran segmen satu, pemasaran satu-lawan-satu, atau pemasaran sesuai pesanan (Don Peppers dan Martha Rogers, 1993 dalam Kotler, 2003 : 282).
Kebutuhan pelanggan (customer needs). Perusahaan harus memahami kebutuhan pelanggan individual. Perusahaan harus berfokus untuk menemukan dan memproduksi produk yang merefleksikan solusi pelanggan
(customer
solution)
secara ekonomis
(customer
cost), menyenangkan
(convenience), dan dapat berkomunikasi efektif (communication). Perusahaan memenuhi solusi pelanggan dengan produk. Produk terdiri dari lima level produk, yaitu manfaat inti, produk dasar, produk yang diharapkan, produk yang ditingkatkan, dan prroduk potensial. 18 | P a g e
Level produk paling dasar yang akan memenuhi solusi pelanggan adalah manfaat inti (core benefit) produk, yaitu manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. Contohnya, seorang tamu hotel sesungguhnya membeli "-istirahat dan tidur". Pemasar harus memandang dirinya sendiri sebagal pemberi manfaat dan pemberi solusi (Kotler, 2003 : 407 - 409).
Nilai pelanggan (customer values). Peter Druker dalam Philip Kotler (2003 : 60- 61) mengatakan bahwa tugas pertama perusahaan adalah "menciptakan pelanggan". Bagaimanakah pelanggan memilih produk ?. Jawabannya, para pelanggan akan membeli produk yang menawarkan pemberian nilai pelanggan (customer delivered value) yang paling tinggi. Nilai pelanggan (customer delivered value) adalah selisih antara nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total; Nilai pelanggan total (total cutomer value) adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk tertentu. Biaya pelanggan total (total customer cost) adalah sekumpulan biaya yang diharapkan oleh pelanggan yang dibayarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk.
Pemasaran satu-lawan-satu terpadu {one-to-one marketing integration) Bila semua departemen suatu perusahaari
bekerja
sama
untuk melayani
kebutuhan
pelanggan individual maka akan tercipta pemasaran satu-lawan-satu terpadu (one-to-one marketing integration). Pemasaran satu-lawan-satu terpadu dapat terjadi pada dua level. Pertama, berbagai fungsi pemasaran harus bekerja sama. Semua fungsi pemasaran harus dikoordinasikan berdasarkan sudut pandang pelanggan individual. Kedua,
pemasaran
harus
merangkul departemen-departemen
lain
yang harus
juga
"memikirkan; pelanggan individual". Untuk mendorong kerja tim di antara . semua departemen, perusahaan melaksanakan pemasaran internal dan pemasaran eksternal. Pemasaran eksternal adalah pemasaran yang diarahkan kepada pelanggan individual di luar perusahaan. Pemasaran internal adalah tugas memperkerjakan, melatih, dan memotivasi karyawan yang mampu dan ingin melayani pelanggan individual dengan baik. Memang, pemasaran internal harus mendahului pemasaran eksternal (Kotler, 2003 : 17-27).
19 | P a g e
Rantai nilai (value chain). Perusahaan harus menawarkan produk yang dapat memberikan nilai pelanggan (customer delivered value). Bagaimanakah menciptakan nilai pelanggan (cutomer delivered value) ?. Jawabannya, Michael E. Porter (1985) dalam Kotler (2003 : 70-71) mengusulkan rantai nilai (value chain) sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menciptakan nilai pelanggan (customer delivered value). Rantai nilai (value chain) mengidentifikasi sembilan kegiatan strategis urttuk menciptakan nilai pelanggan {customer delivered value), yaitu lima kegiatan utama dan empat kegiatan pendukung. Kegiatan utama mencenninkan urutan dari membawa bahan mentah kepada perusahaan (inbound logistics), mengkonversikan bahan mentah menjadi produk jadi (operations), mengirim produk jadi (outbound logistics), memasarkan produk jadi (marketing and sales), dan melayani pelanggan individual (service). Kegiatan penunjang terdiri dari perolehan sumberdaya (bahan baku), pengembangan teknologi, manajemen sumberdaya manusia, dan prasarana perusahaan. Kegiatan penunjang dikerjakan oleh departemen-departemen khusus tertentu.
Pertumbuhan profitablitas (profitable growth). Tujuan akhir konsep pelanggan adalah membantu perusahaan mencapai pertumbuhan profitabilitas. Bagaimanakah perusahaan mencapai pertumbuhan profitabilitas ?. Jawabannya, perusahaan
mencapai
pertumbuhan profitabilitas
melalui
menangkap pangsa pelanggan
(capturing customer share), kesetiaan pelanggan (customer loyalty), dan nilai seumur hidup pelanggan (customer life time value) (Kotler, 2003 : 26).
III.
Konsep Pelanggan : Komentar
Konsep pelanggan merupakan salah satu filosofi (visi) manajer pemasaran.
Berapakah
filosofi (visi) manajer pemasaran ?. Jawabannya, ada enam filosofi (visi) manajer pemasaran yaitu konsep produksi, konsep produk, konsep
penjualan,
konsep
pemasaran, konsep
pemasaran masyarakat, dan konsep pelanggan. Pada zaman sekarang, perusahaan jarang menggunakan konsep produksi, konsep produk, dan konsep penjualan. Pada zaman sekarang banyak perusahaan beralih dari konsep pemasaran kepada konsep pelanggan (Kotler, 2003 : 17-27 ; Hoekstra, 1999 : 43-76). 20 | P a g e
Apakah
perbedaan
konsep pelanggan,
konsep
penjualan
dan konsep
pemasaran
?.
Jawabannya, perbedaan konsep pelanggan, konsep penjualan dan konsep pemasaran terletak pada empat pilar, yaitu titik awal (starting point), fokus (focus), sarana (means), dan hasil (ends). Pertama, titik awal (starting point). Konsep penjualan dimulai dari pabrik (factory). Konsep pemasaran dimulai dari pasar sasaran (target market). Konsep pelanggan dimulai dari pelanggan individual (individual customer). Kedua, fokus (focus). Konsep penjualan berfokus pada produk yang ada (products). Kensep pemasaran berfokus pada kebutuhan pelanggan (customer needs). Konsep pelanggan berfokus pada kebutuhan pelanggan (customer needs) dan nilai pelanggan (customer values). Ketiga, sarana (means). Konsep penjualan menuntut penjualan dan promosi untuk menghasilkan volume penjualan (sales volume). Konsep pemasaran menuntut koordinasi semua aktivitas pemasaran (pemasaran terintegrasi
/
integrated
marketing) untuk menghasilkan kepuasan pelanggan (customer
satisfaction). Konsep pelanggan menuntut koordinasi pemasaran satu-lawan-satu (one-to-one marketing integration) dan rantai nilai (value chain) untuk menghasilkan pangsa pelanggan (customer share), kesetiaan pelanggan (customer loyalty), dan nilai seumur hidup pelanggan (customer lifetime value). Keempat, konsep penjualan menghasilkan laba (profits) melalui volume penjualan (sales
Konsep
volume).
pemasaran menghasilkan laba (profits) melalui kepuasan pelanggan (customer
satisfaction): , Konsep pelanggan menghasilkan laba melalui menangkap pangsa pelanggan (capturing customer share), kesetiaan pelanggan (customer loyalty), dan nilai seumur hidup pelanggan (customer lifetime valued). Pemikiran Janny C. Hoekstra (1999 : 43-76) dan Philip Kotler (2003 : 17-27) sudah me'nciptakan filosofi manajemen pemasaran (konsep pelanggan)
yang mengatakan
bahwa,
"manajer
perlu menangkap
pangsa
pelanggan,
menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan untuk meningkatkan
profitabilitas” Menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan
pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan selama-lamanya sepanjang zaman akan tetap menjadi perhatian utama para manajer perusahaan. Menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan mendapat perhatian utama para manajer perusahaan karena satu alasan. 21 | P a g e
Alasannya adalah karena para manajer perusahaan bekerja mendapatkan laba (profitabilitas) melalui
menangkap
pangsa pelanggan,
menciptakan
kepuasan pelanggan, kesetiaan
pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan. Oleh karena itu, apabila manajer perusahaan tidak mampu menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan,
kesetiaan pelanggan, dan nilai
seumur hidup pelanggan untuk
mendapatkan laba (profitabilitas), Maka manajer perusahaan itu dinilai sebagai seorang manajer yang gagal. Sebaliknya, apabila manajer perusahaan mampu menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan untuk mendapatkan laba (profitabilitas), maka manajer perusahaan itu dinilai sebagai seorang manajer yang sukses. Dengan demikian perlunya manajer perusahaan menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan hendaknya diterima sebagai kenyataan hidup manajer.
Konsep pelanggan sangat baik digunakan dan dipedomani manajer pemasaran era milenium baru (era abad 21) dalam mengambil keputusan manajemen pemasaran untuk menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas. Manajemen pemasaran memasuki era abad 21 harus berpedoman teguh pada filosofi manajemen pemasaran (konsep pelanggan). Fenomena menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas bakal menjadi tantangan sentral (central challenge) bagi manajer pemasaran era abad 21. Instrumen pemasaran (marketing mix) paling baru terdiri dari produk, harga, distribusi, dan promosi dalam era abad 21 tidak bakal dapat diterapkan secara efektif untuk menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas, dan bakal mudah menyesatkan manajer pemasaran era abad 21 tanpa berpedoman teguh pada filosofi manajemen pemasaran (konsep pelanggan), yaitu filosofi yang memberikan pedoman bagi manajer pemasaran era abad 21 dalam mengambil keputusan manajemen pemasaran untuk menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas.
22 | P a g e
Konsep pemasaran mendapat kritik yang menyatakan bahwa konsep pelanggan tidak dapat digunakan oleh setiap perusahaan. Konsep pelanggan membutuhkan investasi besar yang bisa tidak layak dalam investasi pengumpulan informasi, hardware, software. Konsep pelanggan cocok pada perusahaan yang memiliki banyak informasi pelanggan individual, mempunyai banyak item produk, mempunyai produk sesuai pesanan, dan mempunyai produk bernilai tinggi. Konsep pelanggan sering digunakan oleh pengecer jasa (hotel, bank, maskapai penerbangan) dan pemasar bisnis-ke-bisnis. Konsep pelanggan jarang digunakan oleh perusahaan barang kemasan konsumen dan pengecer barang kemasan konsumen (Kotler, 2003 : 26 dan 620 - 631).
23 | P a g e