RETENSI FORMALIN DALAM IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PERLAKUAN KITOSAN DAN PENGUKUSAN
RAMAHTIKA LESTARI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul “Retensi Formalin dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Perlakuan Kitosan dan Pengukusan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016
Ramahtika Lestari C34120016
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
2
ABSTRAK RAMAHTIKA LESTARI. Retensi Formalin dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Perlakuan Kitosan dan Pengukusan. Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan PIPIH SUPTIJAH. Formalin mengandung kira-kira 37% gas formaldehida dalam air dan biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk menghindari terjadinya polimerisasi. Formalin merupakan bahan kimia yang dilarang untuk digunakan pada pangan. Perendaman ikan dalam larutan kitosan dan pengukusan merupakan metode yang dapat digunakan untuk menurunkan residu formaldehid. Analisis pengujian residu formaldehid yang digunakan yaitu menggunakan pereaksi Nash. Tujuan penelitian adalah menentukan simulasi konsentrasi formalin, kitosan dan waktu pengukusan, serta pengaruhnya dalam menurunkan kadar formalin pada ikan nila. Metode penelitian ini melakukan pengujian organoleptik pada ikan nila yang sudah direndam formalin selama 60 menit dengan konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Konsentrasi formalin yang dipilih untuk simulasi yaitu 8%. Hasil perlakuan perendaman larutan kitosan 0,5%, 1%, 1,5% selama 20 menit diperoleh konsentrasi terbaik kitosan 1% dengan penurunan residu formaldehid sebesar 71,89%. Perlakuan pengukusan selama 30 menit mampu menurunkan residu formaldehid sebesar 78,77%. Penurunan residu formaldehid tertinggi pada perlakuan kombinasi perendaman larutan kitosan 1% dan pengukusan selama 30 menit sebesar 98,33%. Kata kunci: formaldehid, ikan nila, kitosan, pengukusan, residu
ABSTRACT RAMAHTIKA LESTARI. Formalin retention on Tilapia (Oreochromis niloticus) which treated by Chitosan and steaming. Supervised by RUDDY SUWANDI and PIPIH SUPTIJAH. Formalin contains approximately 37% by weight of formaldehyde gas in water with 10-15 % methanol as a stabilizer to prevent polymerization. Formalin has been prohibited as a food additive. Soaking fish using chitosan and steaming process are methods that can be used to reduce formaldehyde residues on fish. Nash’s reagent was used as an indicator to detect the absorbance of formaldehyde. The aims of this research was to determine the formalin simulation, chitosan and steaming time, and the effect in reducing levels of formaldehyde on flesh of Tilapia. The research was observed using sensory evaluation on Tilapia which was soaked in 2%, 4%, 6%, 8%, 10% formalin solution for 60 minutes. Selected formaldehyde concentration was 8%. Then, the sample was soaked in of 0.5%, 1%, 1.5% chitosan solution for 20 minutes. For chitosan solution at a concentration of 1% is significantly reduced 71.89% indicating this as an efficient concentration for reduction of residual formaldehyde. The steaming treatment for 30 minutes could reduce formaldehyde residue of 78.77%. Reduction of residual formaldehyde with a combination of chitosan and steam 30 minutes is equal to 98.33%. Keywords: chitosan, formaldehyde, residues, steaming, tilapia
4
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
6
RETENSI FORMALIN DALAM IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PERLAKUAN KITOSAN DAN PENGUKUSAN
RAMAHTIKA LESTARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
8
10
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Retensi Formalin dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Perlakuan Kitosan dan Pengukusan” ini dapat diselesaikan. atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1 Bapak Dr Ir Ruddy Suwandi, MS MPhil selaku dosen pembimbing I atas segala bimbingan, motivasi dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2 Ibu Dr Dra Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, motivasi dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3 Ibu Dra Ella Salamah, MSi selaku dosen penguji atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 4 Bapak Dr Eng Uju, SPi MSi selaku komisi pendidikan terimakasih atas segala bimbingan dan arahannya. 5 Bapak Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6 Seluruh staf dosen dan TU THP, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis. 7 Ibu Ema, Mas Saeful, Mba Dila selaku laboran, terima kasih atas bantuan dan bimbingan selama proses penelitian. 8 Keluarga tercinta Bapak Mulyadi, Ibu Arsih, adik-adikku (Rosa Nur Pranita, Muhamad Ibnu Haidir, Latifa Azzahra) yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya serta membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. 9 Hasadera, Nadia, Rizsa, Desti dan Fauziyyah teman yang selalu menemani dan membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 10 Keluarga besar THP 49 dan adik-adik angkatan THP 50 dan THP 51 yang telah mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2016
Ramahtika Lestari
12
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ....................................................................................... Perumusan Masalah ................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... METODE PENELITIAN ............................................................................ Waktu dan Tempat ................................................................................ Bahan dan Alat ...................................................................................... Prosedur Penelitian ................................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. Hasil Organoleptik Penentuan Konsentrasi Formalin untuk Simulasi ... Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Residu Formaldehid .......................... KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... Kesimpulan ............................................................................................. Saran ....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN ................................................................................................ RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
ix ix ix 1 1 2 2 3 3 3 3 3 4 9 9 10 19 19 19 20 23 36
14
DAFTAR TABEL 1 Pengaruh formaldehid bagi kesehatan manusia....................................
19
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian ......................................................................... 2 Diagram alir pengujian kadar formaldehid ........................................... 3 Nilai uji organoleptik mata, insang, lendir, daging, bau, dan tekstur ikan nila yang diberi perlakuan formalin pada berbagai konsentrasi ... 4 Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap penurunan residu formaldehid Dalam daging ikan nila ......................................................................... 5 Reaksi antara protein dengan gugus formalin membentuk methylene 6 Reaksi hidrolisis senyawa methylene kembali menjadi protein dan formalin ................................................................................................ 7 (a) Struktur kimia formalin, (b) struktur kimia kitosan ........................ 8 Reaksi ikatan silang antara kitosan dengan formaldehid...................... 9 Pengaruh waktu pengukusan dan perendaman kitosan terhadap penurunan residu formaldehid dalam daging ikan nila ........................ 10 Persen residu formaldehid pada daging ikan nila, larutan kitosan 1%, air hasil pengukusan dan yang tidak terdeteksi .................................... 11 Struktur senyawa diacetyldihydrolutidine (DDL) ................................
4 7 9 11 12 13 14 14 15 16 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Dokumentasi penelitian ........................................................................ Lembar score sheet organoleptik ikan segar ........................................ Diagram alir pembuatan kurva standar formalin .................................. Kurva standar formalin ......................................................................... Contoh perhitungan .............................................................................. Data hasil uji statistik organoleptik ikan nila .......................................
25 26 30 31 32 33
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Formalin merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet yang tidak terdaftar dan dilarang untuk digunakan pada pangan (non food grade) sesuai dengan Permenkes RI Nomor 033 Tahun 2012. Menurut keterangan pers Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor KH.00.01.1.1241.002 tentang penyalahgunaan formalin untuk pengawet mie basah, tahu dan ikan dari hasil temuan Badan POM tahun 2006, menunjukkan 52,63% ikan yang dijual di wilayah Jakarta mengandung formalin (BPOM 2006). Republika (2014), melaporkan bahwa penyalahgunaan penggunaan formalin pada ikan yang dikonsumsi tahun 2012 sebanyak 7% dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 10%. Ikan merupakan bahan pangan yang memiliki sifat mudah mengalami kebusukan (high perishable food). Cara umum penanganan ikan adalah dengan penerapan rantai dingin (suhu rendah) menggunakan media pendingin yaitu es. Penggunaan es seperti es balok menurut Suryadi et al. (2010) dilakukan untuk mencegah kerusakan dan berfungsi sebagai pengawet pada ikan. Penggunaan es balok memiliki kekurangan yaitu dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga tidak praktis dan harganya relatif mahal. Kekurangan tersebut yang menyebabkan nelayan dan penjual yang curang menggunakan zat kimia berbahaya seperti formalin sebagai pengawet pengganti es balok. Kandungan formaldehid yang terdapat pada ikan laut adalah kandungan formaldehid total yang berasal dari formaldehid yang ditambahkan dan formaldehid alami. Pembentukan formaldehid alami berlangsung selama proses pembusukan ikan, semakin busuk ikan maka kandungan formaldehid pada ikan semakin tinggi. Secara alamiah formaldehid pada ikan terbentuk melalui reaksi TMAO (trimetilamin oksida) menjadi formaldehid secara enzimatik dengan hasil samping dimetilamin/DMA (Satelo et al. 1995). Kadar formaldehid alami yang terdapat dalam ikan air laut yaitu 20 ppm dan ikan air tawar yaitu 8,8 ppm (IPCS 1989). Menurut Hastuti (2010), sebagian nelayan dan penjual sudah mengetahui bahwa formalin berbahaya jika digunakan sebagai pengawet pada ikan, namun masih tetap digunakan dengan alasan harganya yang relatif murah dibandingkan pengawet yang tidak dilarang digunakan dan formalin memiliki kelebihan yaitu dapat mengawetkan ikan dalam jangka waktu yang lama. Formalin mengandung kira-kira 37% gas formaldehid dalam air dan biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk menghindari terjadinya polimerisasi Cahyadi (2008). Penggunaan formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia walaupun dengan dosis yang sedikit. Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP dan WHO yang mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter, sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh manusia dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari (Hastuti 2010). Menurut Cahyadi (2006), jika formaldehid terakumulasi dalam jumlah besar didalam tubuh akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga dapat menekan fungsi sel, menyebabkan kematian sel serta menyebabkan keracunan dan menyebabkan
2
kanker. Formalin dalam kadar yang sangat tinggi (>100 ppm) dapat menyebabkan kegagalan dalam sistem peredaran darah dan dapat mengakibatkan kematian (Saparinto dan Hidayati 2006). Penggunaan formalin yang cukup tinggi pada bahan pangan di pasaran, mendorong para peneliti untuk melakukan riset mengenai cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar formalin dalam bahan pangan. Penelitian yang dilakukan oleh Sukesi (2006), deformalinisasi (menurunkan kadar formalin) pada ikan asin dapat dilakukan dengan cara merendam ikan asin dalam 3 macam larutan, yaitu air, air garam dan air leri (air cucian beras) dengan perendaman ikan asin dalam air selama 60 menit mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25%, dengan air leri mencapai 66,03% dan air garam mampu menurunkan kadar formalin hingga 89,53%. Penelitian yang dilakukan oleh Teddy (2007), residu formalin pada bakso dapat diturunkan sebanyak 70,76% dengan pengolahan yaitu direndam dalam air panas selama 60 menit dan dilanjutkan dengan perebusan selama 10 menit. Penurunan kadar formaldehid pada bahan pangan selain menggunakan cara perendaman, dapat juga menggunakan bahan alami seperti penelitian yang dilakukan oleh Dwimayasanti et al. (2014), kadar formalin pada fillet ikan bandeng dapat diturunkan dengan menggunakan larutan daun kedondong yang mengandung saponin. Berdasarkan penelitian Teddy (2007), penurunan kadar formaldehid dapat dilakukan melalui pengolahan, dimana panas dapat mempercepat polimer formaldehid membebaskan formaldehid dari larutannya. Hal tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk menggunakan bahan alami seperti kitosan yang dapat mengikat zat toksik seperti formalin pada bahan pangan, karena kitosan menurut Hargono dan Sumantri (2008) mempunyai sifat sebagai pengkelat yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pengukusan terhadap penurunan kadar formalin pada ikan dengan menggunakan ikan nila yang masih segar, karena peneliti ingin mengetahui titik awal kandungan formalin pada ikan nila yang telah diberi perlakuan perendaman formalin pada berbagai konsentrasi. Kandungan formalin pada bahan pangan dapat diketahui melalui uji secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis formaldehid dalam penelitian ini menggunakan spektrofotometri UV-Vis menggunakan pereaksi Nash untuk analisis kuantitatif. Perumusan Masalah Ikan yang diperjualbelikan saat ini masih banyak yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawet yang tidak alami dan berbahaya bagi kesehatan manusia dengan konsentrasi yang tidak diketahui. Kadar formalin dapat diturunkan dengan merendam ikan dalam larutan kitosan, dikarenakan kitosan merupakan polimer alami yang memiliki kemampuan mengikat yang baik terhadap zat karsinogen. Penurunan kadar formalin dapat dilakukan melalui pengolahan dengan adanya panas seperti pengukusan. Sifat panas pada pengolahan dapat menurunkan kadar formalin pada bahan pangan, sehingga perlu ditelusuri kemampuan kitosan dan pengukusan dalam menurunkan kadar formalin pada ikan. Tujuan Penelitian Menentukan simulasi konsentrasi formalin, kitosan dan waktu pengukusan, serta pengaruhnya dalam menurunkan kadar formalin pada ikan nila.
3
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah penyediaan referensi mengenai jumlah konsentrasi kitosan dan waktu pengukusan dalam menurunkan kadar formalin pada ikan nila. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi kadar formalin pada ikan konsumsi dan sebagai upaya pencegahan konsumsi ikan berformalin yang kemungkinan memiliki kadar yang cukup tinggi. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah persiapan hewan uji, simulasi perendaman ikan nila dalam larutan formalin, pengujian organoleptik, perendaman ikan nila dalam larutan kitosan, pengukusan ikan nila, analisis kadar residu formaldehid pada (daging ikan nila, larutan kitosan, air hasil pengukusan), dan penulisan laporan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2016. Preparasi sampel, pengujian organoleptik dan pengujian kadar formaldehid dilaksanakan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan II, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Proses sentrifuse sampel dilakukan di Laboratorium Biokimia Terpadu, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila dengan berat 110-201 gr yang diperoleh dari kolam Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan dalam uji organoleptik yaitu score sheet organoleptik sesuai dengan SNI 01-2729.1.2006. Bahan lain yang digunakan yaitu formalin 40%, akuades, perekasi Nash yang terdiri dari (ammonium asetat, asam asetat glasial dan asetil aseton), kitosan serbuk, asam asetat 1,5%, trash bag, gas, sarung tangan, tisu, masker, dan alumunium foil. Alat yang digunakan antara lain alat bedah, timbangan digital CARIBA, timbangan analitik, toples ukuran 10 L, akuarium, aerator, gelas ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, batang pengaduk, sudip, pipet mikro, pipet volumetrik, bulb, corong, beaker glass, botol semprot, kompor listrik, termometer, kompor gas, alat kukus, pisau, talenan, nampan, SPECTRO UV-Vis RS spectrophotometer UV-2500, sentrifugator model J2-21 BECKMAN, alat tulis, pH meter, dan stopwatch. Dokumentasi bahan dan alat terdapat pada Lampiran 1.
4
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian terdiri dari dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan utama. Tahap penelitian pendahuluan terdiri dari persiapan hewan uji, pemilihan konsentrasi formalin untuk simulasi perendaman ikan, pembuatan pereaksi Nash dan larutan standar formalin, penentuan lama perendaman kitosan, dan penentuan waktu pengukusan. Tahap penelitian utama meliputi analisis kadar formaldehid pada daging ikan nila setelah perendaman dengan formalin dan setelah mengalami perlakuan serta analisis kadar formaldehid dalam larutan kitosan dan air hasil pengukusan. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Ikan nila Pematian, penimbangan, dan pengukuran ikan Penentuan konsentrasi formalin untuk simulasi perendaman ikan Pembuatan pereaksi Nash Pembuatan larutan standar formalin Penentuan lama perendaman kitosan Penentuan waktu pengukusan
Uji organoleptik
Konsentrasi formalin yang dipilih untuk simulasi
Perendaman ikan dalam larutan kitosan 0,5%,1%, dan 1,5%
Konsentrasi kitosan terbaik
Penyiangan Pengukusan selama 15 dan 30 menit pada suhu 95-100 οC Kombinasi perendaman kitosan terbaik dan pengukusan
Residu formaldehid
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Analisis kadar residu formaldehid
5
Persiapan Hewan Uji Ikan nila sebanyak 100 ekor dengan bobot 100-201 gr per ekor dipindahkan ke dalam akuarium yang berukuran 50 x 35 x 30 cm3 yang telah diisi air dan telah diberi aerasi. Pemilihan Konsentrasi Formalin untuk Simulasi Perendaman Ikan Formalin yang digunakan adalah formalin cair konsentrasi 40% diperoleh dari Laboratorium Biologi Makro I, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Simulasi perlakuan dan waktu perendaman formalin yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Sanger dan Montolalu (2008), yaitu pada konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% (v/v) selama 60 menit. Ikan direndam dalam toples berukuran 10 L, satu ikan dapat terendam dengan 500 mL larutan formalin. Perhitungan konsentrasi formalin dilakukan menggunakan rumus pengenceran yaitu V1 X M1 = V2 X M2. Pembuatan larutan formalin 2%, mencampurkan 25 mL formalin 40% dan 475 mL akuades atau dengan perbandingan (1:19), larutan formalin 4% (1:18), larutan formalin 6% (1:17), larutan formalin 8% (1:16), larutan formalin 10% (1:15). Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan hidup dan produk perikanan yang segar utuh. Pengujian organoleptik ini bersifat subyektif dan menggunakan uji skor (scoring test) untuk menentukan mutu berdasarkan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 9 sebagai nilai tertinggi dengan menggunakan lembar penilaian (score sheet) (BSN 2006). Kriteria analisis kesegaran ikan yaitu sebagai berikut: Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9 Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 5-6 Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara 1-3 Parameter yang diamati pada pengujian organoleptik pada ikan nila yang telah direndam formalin yaitu mata, insang, lendir, daging, bau dan tekstur dengan masing-masing perlakuan menggunakan 3 ikan dan 2 kali ulangan. Mengacu pada penelitian Pia (2008), pengujian organoleptik dilakukan terhadap ikan nila yang selama 12 jam ikan sudah berada pada fase post rigor. Pengujian organoleptik dilakukan setiap 3 jam sekali selama 12 jam oleh 30 panelis untuk menentukan konsentrasi formalin yang memiliki nilai organoleptik lebih tinggi daripada ikan nila segar selama pengamatan 12 jam. Lembar score sheet organoleptik yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Pembuatan Larutan Standar Formalin dan Pereaksi Nash Pembuatan larutan standar formalin akan menghasilkan kurva standar formalin yang digunakan sebagai penentu konsentrasi formalin dari nilai absorbansi yang diperoleh. Nilai absorbansi sampel harus berada dalam rentang standar agar hasil nilai X tidak negatif. Konsentrasi formaldehid dalam sampel ditentukan dengan menggunakan kurva standar pada persamaan Y = aX+b, dimana Y adalah absorbansi formaldehid dan X adalah konsentrasi formaldehid (mg/L). Pembuatan larutan standar diperoleh dari larutan stok formalin 100 ppm (0,25 mL formalin 40% dilarutkan dengan akuades hingga tanda tera pada labu ukur 1 L). Konsentrasi yang digunakan sebagai larutan standar yaitu 0,2; 0,4; 0,8; 1, 8, 16, 24, dan 30 ppm. Persamaan garis tesebut digunakan dalam mengkonversi absorbansi sampel yang dianalisis, sehingga diperoleh hasil kuantitatif formalin pada sampel ikan nila.
6
Larutan standar diperoleh dengan mencampurkan 2 mL formalin pada berbagai konsentrasi dengan 2 mL pereaksi Nash, kemudian dipanaskan selama 30 menit pada suhu 40±2 οC dan dibiarkan dingin selama 30 menit pada suhu kamar, lalu diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 412 nm. Pembuatan pereaksi Nash mengacu pada Nash (1953) yaitu dengan mencampurkan 15 gram ammonium asetat (NH4CH3COO), ditambah dengan 0,3 mL asam asetat glasial (CH3COOH) dan 0,2 mL asetil aseton, dilarutkan dengan akuades hingga tanda tera pada labu ukur 100 mL. Diagram alir pembuatan kurva standar formalin terdapat pada Lampiran 3. Hasil kurva standar formalin terdapat pada Lampiran 4. Penentuan Lama Perendaman Kitosan Penentuan lama perendaman ikan nila dalam larutan kitosan dilakukan pada selang waktu 10, 20 dan 30 menit. Lama perendaman ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Dwimayasanti et al. (2014) mengenai efektivitas larutan daun kedondong sebagai pereduksi kadar formalin pada fillet ikan bandeng. Penentuan Waktu Pengukusan Suhu pengukusan yang digunakan dalam mengukus ikan nila yang sudah disiangi yaitu pada selang suhu 95-100 οC. Waktu pengukusan dilihat dari hasil pengamatan dengan melihat tingkat kematangan ikan nila setiap 5 menit sekali selama 30 menit sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwandi (1990). Analisis Kadar Residu Formaldehid (Suryadi et al. 2010) Penelitian utama dilakukan dengan merendam ikan nila dalam toples yang berisi larutan formalin 8% selama 60 menit, dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan kitosan pada konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5% selama 20 menit. Larutan formalin yang digunakan yaitu 500 mL untuk satu ikan, yang terdiri dari 100 mL formalin 40% ditambah 400 mL akuades. Larutan kitosan 0,5%, 1% dan 1,5% berasal dari larutan stok kitosan 2% (b/v) yang diperoleh dari 2 gram kitosan serbuk, kemudian dilarutkan dengan 40 mL asam asetat 1,5% dan 60 mL akuades. Ikan nila yang sudah direndam dalam larutan formalin dan larutan kitosan kemudian disiangi dan dikukus. Suhu pengukusan yang digunakan yaitu pada rentang suhu 95-100 οC selama 15 menit untuk karakteristik ikan setengah matang dan 30 menit untuk ikan matang. Perlakuan lain yang digunakan yaitu mengkombinasikan antara perendaman larutan kitosan dan pengukusan. Ikan nila yang sudah direndam dalam larutan formalin dan larutan kitosan kemudian dikukus selama 15 dan 30 menit. Daging ikan nila yang digunakan untuk pengujian yaitu pada bagian punggung atau dibawah sirip dorsal, agar data yang dihasilkan homogen dan pada bagian tersebut memiliki jumlah daging yang cukup banyak dibandingkan pada bagian ekor dan perut. Daging ikan ditimbang sebanyak 2 gr, lalu dilarutkan dengan 20 mL akuades dan di sentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Filtrat hasil sentrifuse dipipet 4 mL, ditambah dengan 4 mL pereaksi Nash, kemudian dipanaskan dengan kompor listik selama 30 menit pada suhu 40±2 οC. Larutan yang mengalami penggumpalan atau larutan sampel tidak jernih, disentrifuse kembali dengan kecepatan 5.000 rpm selama 5 menit, lalu didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Sampel diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 412 nm. Diagram alir pengujian kadar formaldehid dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Pengujian kadar formaldehid pada larutan formalin dan larutan kitosan dilakukan setelah ikan nila selesai direndam, yaitu dengan memipet masing-masing larutan sebanyak 2 mL dan ditambah dengan 2 mL pereaksi Nash. Pengujian kadar formalin pada air hasil pengukusan dilakukan dengan melakukan sentrifuse pada air hasil pengukusan yang berwarna coklat dan terdapat sedikit minyak dengan kecepatan 5.000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan antara air kukus dan minyak, kemudian pipet 2 mL filtrat dan ditambah 2 mL pereaksi Nash. Larutan dipanaskan selama 30 menit pada suhu 40±2 οC, lalu didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Sampel larutan diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 412 nm. Ikan nila Preparasi Pengambilan daging ikan sebanyak 2 gram Penambahan akuades 20 mL Sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit Pengambilan filtrat 4 mL Penambahan pereaksi Nash 4 mL Pemanasan selama 30 menit pada suhu 40±2 οC Sentrifuse dengan kecepatan 5.000 rpm selama 5 menit Pendiaman selama 30 menit Pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang 412 nm
Residu formaldehid
Gambar 2 Diagram alir pengujian kadar formaldehid Analisis Data Data hasil uji organoleptik ikan nila yang sudah diberi perlakuan formalin diolah menggunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji Kruskal Wallis dengan rumus sebagai berikut (Daniel 1990):
8
12 Ri2 H= [ ∑ ] − 3(n + 1) n(n + 1) ni H′ =
H Pembagi
Pembagi = 1 −
∑T (n − 1)n(n + 1)
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan XLSTAT 2014. Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Multiple Pairwise Comparison (uji Dunn) dengan rumus sebagai berikut. 𝛼 𝑘(n + 1) )} √ |R̅i − R̅j | >< z {1 − ( 𝑘(𝑘 − 1) 6
Keterangan : n = jumlah data T = jumlah data yang sama Ri = jumlah ranking dalam contoh ke-i ni = jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i H = kriteria yang akan diuji H’ = H terkoreksi R̅i = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i R̅j = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j Z = peubah acak k = perlakuan Α = selang kepercayaan Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perendaman larutan kitosan dan pengukusan terhadap penurunan residu formaldehid dalam daging ikan yaitu menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan. Model matematis rancangan sebagai berikut (Steel dan Torie 1993): Yij = μ + τij + εij Keterangan : Yij μ τij εij
= nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j = nilai tengah atau rataan umum pengamatan = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i = galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j
Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 dan dilakukan uji ANOVA dengan Minitab 17. Apabila hasil perhitungan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan di uji lanjut dengan uji lanjut Tukey.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Hasil Organoleptik Penentuan Konsentrasi Formalin untuk Simulasi Konsentrasi formalin yang digunakan untuk simulasi perendaman ikan nila dalam penelitian ini yaitu 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Parameter yang diamati dalam uji organoleptik yaitu mata, insang, lendir permukaan badan, daging, bau, dan tekstur. Hasil pengamatan organoleptik ikan nila setelah direndam formalin pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 3. 10
Rata-rata milai organoleptik
9 8
aa a
bbb
d
cd b bc ab a
bc c abc ab abc ab a aabab b b
a a ab b b b
a abb ab b b
7 6 5 4 3 2 1 0 Mata
Insang 0%
Lendir
Daging
Parameter 2% 4% 6%
8%
Bau
Tekstur
10%
Gambar 3 Nilai uji organoleptik parameter mata, insang, lendir, daging, bau, dan tekstur ikan nila yang diberi perlakuan formalin pada berbagai konsentrasi Hasil uji statistik organoleptik menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi formalin memberi pengaruh yang nyata terhadap parameter mata, insang, lendir, bau (α<0,05), sedangkan perbedaan konsentrasi formalin tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap parameter daging dan tekstur (α>0,05). Hasil organoleptik parameter mata menunjukkan konsentrasi formalin 2% dan 4% tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan konsentrasi 6%, 8%, 10% berbeda nyata dengan kontrol. Hasil organoleptik parameter insang menunjukkan konsentrasi 2%, 4%, 8% dan 10% berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan konsentrasi 6% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil organoleptik parameter lendir dan daging menunjukkan konsentrasi formalin 2%, 4%, 6%, 8%, 10% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil organoleptik parameter bau menunjukkan konsentrasi formalin 2% dan 4% tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan konsentrasi formalin 6%, 8%, 10% berbeda nyata dengan kontrol. Hasil organoleptik parameter tekstur menunjukkan konsentrasi formalin 2% dan 6% tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan konsentrasi formalin 4%, 8%, 10% berbeda nyata dengan kontrol.
10
Hasil penelitian menunjukkan ikan nila yang direndam larutan formalin 8% memiliki nilai rata-rata yang tertinggi dibandingkan dengan kontrol pada parameter mata, daging dan bau, sehingga formalin 8% dipilih sebagai konsentrasi yang akan digunakan sebagai simulasi pada tahap berikutnya dan menjadi titik awal untuk melihat pengaruh perendaman larutan kitosan dan pengukusan terhadap penurunan kadar formalin pada ikan nila. Hasil organoleptik pada ikan nila yang direndam dalam formalin 8% selama 12 jam menunjukkan ikan masih dalam keadaan segar karena nilai organoleptik berada pada rentang nilai 7-8 untuk semua parameter kecuali insang. Data statistik uji organoleptik terdapat pada Lampiran 5. Nilai organoleptik menurut Nurjanah et al. (2004) dipengaruhi dengan adanya senyawa-senyawa volatil terutama yang menyebabkan bau sehingga megakibatkan skor menjadi rendah. Nilai organoleptik 5 merupakan ambang batas kesegaran ikan. Ikan segar memiliki ciri bola mata cerah dan menonjol serta korena jernih. Insang ikan segar berwarna merah cemerlang tanpa adanya lendir. Ikan yang masih segar memiliki lapisan lendir yang jernih, transparan dan mengkilat cerah. Kondisi daging ikan segar yaitu memiliki sayatan daging cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan di sepanjang tulang belakang, serta dinding perut utuh. Ikan yang segar memiliki bau yang segar dan spesifik jenis. Ikan segar memiliki tekstur daging yang padat dan elastis (BSN 2006). Hasil penelitian menunjukkan ikan nila yang direndam formalin tidak memiliki nilai parameter yang lebih bagus dari ikan nila kontrol, dikarenakan ikan berformalin menurut Saparinto dan Hidayati (2006) memiliki karakteristik mata dan insang yang sudah tidak bagus, hanya tekstur ikan yang kenyal. Ikan beformalin tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25 οC). Ikan segar yang direndam formalin memiliki ciri-ciri mata ikan merah, warna insang merah tua bukan merah segar dan tidak cemerlang, warna daging putih bersih dengan tekstur kaku atau kenyal, bau amis (spesifik ikan) berkurang, lendir pada kulit ikan hanya sedikit dan tercium bau seperti kaporit serta tidak dikerubungi lalat. Penelitian Utama Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Residu Formaldehid Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan konsentrasi formalin 8% yang telah dipilih dari hasil uji organoleptik, kemudian ikan nila direndam dalam larutan kitosan 0,5%, 1%, 1,5% selama 20 menit dan dilakukan pengujian kadar formaldehid pada daging ikan nila. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu spektrofotometri UV-Vis dengan menggunakan pereaksi Nash untuk analisis kuantitatif. Hasil analisis kuantitatif formaldehid menunjukkan persamaan grafik linier yaitu Y = 0,0367X + 0,0432 dengan nilai R yaitu 0,97 yang terdapat pada Lampiran 4. Daging ikan nila yang mengandung formaldehid tersebut mengalami penurunan residu formaldehid setelah diberi perlakuan perendaman dalam larutan kitosan. Residu formaldehid yang terdeteksi oleh spektrofotometri UV-Vis adalah formaldehid yang terdapat dalam filtrat sampel dan dapat berikatan dengan perekasi Nash yang mengalami perubahan warna menjadi kuning. Hasil analisis residu formaldehid pada ikan nila setelah perendaman dalam larutan kitosan pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 4.
11
7000
Residu formaldehid (ppm)
6000
5506,28a
5000 3636,56b
4000
2984,39b 3000 1547,87c
2000 1000 0 Sebelum perlakuan
0,5%
1%
1,5%
Perlakuan
Gambar 4 Pengaruh perendaman larutan kitosan terhadap penurunan residu formaldehid dalam daging ikan nila Ikan nila yang direndam dalam 500 mL larutan formalin 8% selama 60 menit menyerap formaldehid sebesar 81,56% dari konsentrasi awal (formalin 8%) yaitu 40.000 ppm, kemudian setelah digunakan untuk perendaman ikan, konsentrasinya menjadi 7.375 ppm. Konsentrasi formaldehid yang terdeteksi dalam daging ikan nila yaitu 5.506,28 ppm. Kadar formaldehid tersebut adalah formaldehid yang terdeteksi oleh spektrofotometri UV-Vis yang merupakan formaldehid bebas, sehingga saat sampel yang mengandung formalin dalam bentuk filtrat ditambah dengan pereaksi Nash, formaldehid yang bebas tersebut akan berikatan dengan pereaksi Nash. Kadar formaldehid yang tidak terdeteksi oleh spektrofotometri UVVis yaitu sebesar 27.118,72 ppm yang merupakan formaldehid dalam bentuk tidak bebas karena sudah berikatan dengan protein pada ikan selama perendaman berlangsung, sehingga tidak dapat berikatan dengan pereaksi Nash. Penyerapan formalin oleh daging ikan dan bahan pangan lainnya berbedabeda. Hal ini menunjukkan adanya reaksi antara protein dengan gugus formalin membentuk senyawa methylene (Purawisastra dan Sahara 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Sahara (2011), menunjukkan tahu yang direndam dalam larutan formalin 1% selama 1 jam memiliki kadar formalin sebesar 31,98% dan mengalami kenaikan setelah direndam selama 3 jam menjadi 33,33%, daging dada ayam yang direndam dalam larutan formalin 1% selama 1 jam memiliki kadar formalin 17,62% dan meningkat setelah perendaman 3 jam menjadi 18,94%. Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa methylene (-NCHOH), sehingga ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak dapat diuraikan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet dan protein dengan struktur senyawa methylene tidak dapat dicerna (Purawisastra dan Sahara 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2007), menunjukkan daging yang direndam dalam larutan formalin sebagai pengawet, bahwa formalin tersebut akan berikatan dengan protein
12
serta senyawa lain dan sisanya tetap dalam bentuk formalin bebas yang akan diserap ke dalam jaringan (daging), sehingga terlindungi dari udara luar dan sangat lambat terjadi penguapan. Reaksi antara protein dengan gugus formalin membentuk methylene dapat dilihat pada Gambar 5.
Asam amino
Formaldehid
Senyawa methylene
Gambar 5 Reaksi antara protein dengan gugus formalin membentuk methylene Sumber : Purawisastra dan Sahara (2011) Residu formaldehid yang terdapat pada ikan nila setelah perendaman dalam larutan formalin 8% yaitu sebesar 5.506,28 ppm. Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan setelah perlakuan perendaman dalam larutan kitosan pada konsentrasi 0,5% sebesar 3.636,56 ppm, pada larutan kitosan 1% sebesar 1.547,87 ppm dan larutan kitosan 1,5% sebesar 2.984,39 ppm. Penurunan residu formaldehid dalam daging ikan, membuktikan bahwa larutan kitosan memberikan pengaruh terhadap penurunan residu formaldehid karena kitosan mampu mengikat formaldehid dalam daging ikan. Perlakuan kitosan 0,5% mengikat formaldehid sebesar 33,96%, kitosan 1% mengikat formaldehid sebesar 71,89% dan kitosan 1,5% mengikat formaldehid sebesar 45,80%. Pengikatan formaldehid oleh kitosan menunjukkan persen penurunan residu formaldehid dalam daging ikan nila. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang direndam dengan formalin 8% dan diikuti dengan perendaman larutan kitosan 1% memiliki persen penurunan kadar formaldehid yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 71,89%. Dwimayasanti et al. (2014) melaporkan bahwa, daun kedondong yang merupakan bahan alami dapat mereduksi kadar formalin pada fillet ikan bandeng sebesar 67,77% pada konsentrasi perendaman larutan daun kedondong 6% selama 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan persen penurunan kadar formaldehid dengan larutan kitosan lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan larutan daun kedondong. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan kitosan memberi pengaruh yang nyata terhadap penurunan residu formaldehid (α<0,05). Penurunan residu formaldehid dengan larutan kitosan 0,5% dan 1,5% saling tidak berbeda nyata, namun perlakuan kitosan 1% berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Penurunan residu formaldehid dengan menggunakan larutan kitosan pada penelitian ini tidak menggunakan kontrol (perendaman dengan air). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan 1% merupakan konsentrasi kitosan yang efektif dalam menurunkan residu formaldehid. Data statistik hasil pengujian residu formaldehid terdapat pada Lampiran 6. Menurut IPCS, formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Apabila diasumsikan seseorang mengkonsumsi ikan berformalin yang sudah direndam dalam larutan kitosan 1%, kandungan formalin pada ikan tersebut yaitu 1.547,87 ppm, sehingga ikan nila tersebut belum aman untuk dikonsumsi karena kadar formaldehid dalam
13
daging ikan masih tinggi dan melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan penurunan residu formaldehid yang tertinggi tidak dengan konsentrasi kitosan yang tertinggi. Kitosan tersebut optimal mengikat formaldehid pada konsentrasi 1%. Hal ini sesuai dengan penelitian Murtini et al. (2008), penurunan logam Hg tertinggi dicapai dengan perendaman larutan (karboksimetil kitosan) KMK 0,5% selama 1 jam, sedangkan penurunan logam Pb tertinggi adalah perendaman dalam larutan KMK 1,5% selama 3 jam. Kenaikan residu formaldehid dalam daging ikan nila pada perlakuan kitosan 1,5% menunjukkan adanya penguraian kembali senyawa methylene menjadi protein dan formalin melalui reaksi hidrolisis (Purawisastra dan Sahara 2011). Kondisi asam pada larutan kitosan dapat mempercepat terjadinya reaksi hidrolisis. Derajat keasaman (pH) masing-masing larutan kitosan yaitu pH 6 untuk konsentrasi 0,5%, pH 3 untuk konsentrasi 1% dan pH 2,6 untuk konsentrasi 1,5%. Hal ini sejalan dengan penelitian Mahatmanti (2004), jumlah logam Zn(II)-EDTA yang dapat diserap oleh kitosan pada pH 2 sebesar 67,93 mg/g sedangkan pada pH 6 sebesar 74,86 mg/g. Perendaman ikan dalam larutan kitosan dengan berbagai konsentrasi menunjukkan tingkat keefektifan penyerapan formalin sebagai zat toksik berbedabeda, sehingga kemampuan kitosan mengikat formalin optimal pada konsentrasi kitosan 1%. Reaksi hidrolisis senyawa methylene kembali menjadi protein dan formalin dapat dilihat pada Gambar 6.
Senyawa methylene
Asam amino
Formaldehid
Gambar 6 Reaksi hidrolisis senyawa methylene kembali menjadi protein dan formalin Sumber : Purawisastra dan Sahara (2011) Kitosan menurut Saparinto dan Hidayati (2006), merupakan limbah atau produk samping dari pengolahan udang dan rajungan. Secara alami bahan ini dapat ditemukan pada dinding sel ragi, jamur dan kulit Crustacea (udang-udangan) seperti kepiting, udang dan lobster. Kitosan mempunyai 3 jenis gugus fungsi yaitu gugus amino, gugus hidroksi primer dan sekunder yang menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan kitosan berperan sebagai donor elektron (penyumbang elektron) (Pitriani 2010). Larutan formaldehid atau larutan formalin memiliki rumus molekul CH2O. Formalin merupakan larutan jernih tidak berwarna, berbau tajam, mengandung senyawa formaldehida sekitar 37% dalam air (Purawisastra dan Sahara 2011). Formalin menurut Djamhuri (2009), merupakan reduktor yang kuat, di udara mengalami oksidasi menjadi asam format dan mudah larut dalam air, alkohol, aseton, dan pelarut lainnya. Formaldehida pada suhu 150 οC mudah terdekomposisi menjadi metanol dan karbon monoksida. Nama lain untuk formalin yaitu formaldehida, metanal, metil aldehid, dan metilen oksida (WHO 2002). Struktur kimia formalin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 7.
14
(a)
(b)
Gambar 7 (a) Struktur kimia formalin, (b) struktur kimia kitosan Sumber : (a) WHO (2002), (b) Sadeghi et al. (2016) Penurunan residu formaldehid dalam perendaman larutan kitosan disebabkan adanya interaksi antara kitosan dan formaldehid membentuk ikatan silang. Menurut penelitian Sadeghi et al. (2016), mekanisme pembentukan ikatan silang antara kitosan dan formaldehid yaitu melalui mekanisme Schiff. Ikatan silang terbentuk karena adanya gugus amino dari kitosan dengan gugus aldehida dalam formaldehid. Pembentukan basis Schiff menurut Singh et al. (2006) terjadi setelah reaksi formaldehid dan kitosan. Basa schiff merupakan senyawa amina dengan karakteristik ikatan C=N yang dapat diperoleh melalui kondensasi kitosan dengan aldehida dan keton (Saputro dan Mahardiani 2009). Menurut Sadeghi et al. (2016), ikatan silang yang terjadi pada kitosan dan formaldehid termasuk dalam ikatan silang kimia, dimana pada saat ikatan silang berlangsung terjadi reaksi kimia dengan grup komplementer seperti aldehida, reaksi adisi dan reaksi kondensasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Xu et al. (2015), kitosan dapat dengan mudah mengalami crosslinking dengan aldehida. Secara khusus formaldehid dapat melindungi –NH2 dari protonasi, sehingga dapat menghindari terjadinya perpecahan reaksi dan meningkatkan stabilitas kitosan. Reaksi ikatan silang antara kitosan dengan formaldehid terdapat pada Gambar 8.
Gambar 8 Reaksi ikatan silang antara kitosan dengan formaldehid Sumber : Sadeghi et al. (2016)
15
Perlakuan lain untuk menurunkan residu formaldehid dalam daging ikan yaitu dengan pengukusan. Pengukusan ikan dilakukan selama 15 menit untuk karakteristik setengah matang dan 30 menit untuk karakteristik ikan matang pada selang suhu 95-100 οC. Kriteria ikan yang diolah dengan pengukusan menurut Suwandi (1990) yaitu pada kriteria kurang matang dengan waktu 15 menit, terdapat darah yang masih merah disepanjang tulang belakang bagian luar disertai tekstur daging yang masih basah, duri sulit dilepas dari daging, masih terdapat daging yang menempel pada tulang dan ekor terlepas ketika ikan diangkat. Kriteria ikan matang dengan waktu 30 menit yaitu tidak ada daging merah, daging mudah dilepaskan dari tulang, apabila bagian kepala ikan diangkat ada sebagian daging yang terlepas dari rangkanya. Hasil analisis residu formaldehid pada perlakuan pengukusan dapat dilihat pada Gambar 9. 7000
Residu formaldehid (ppm)
6000
5506,28a
5000 4000 3000 2000
1317,19b
1168,68b
1038,95b
1000 91,64c 0 Sebelum perlakuan
15 menit
30 menit
Kitosan dan kukus 15 menit
Kitosan dan kukus 30 menit
Perlakuan
Gambar 9 Pengaruh waktu pengukusan dan perendaman larutan kitosan 1% terhadap penurunan residu formaldehid dalam daging ikan nila Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah pengukusan selama 15 menit yaitu 1.317,19 ppm atau mengalami penurunan residu formaldehid sebesar 76,08%. Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah pengukusan selama 30 menit yaitu 1.166,68 ppm atau sebesar 78,77%. Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah perendaman dalam larutan kitosan 1% dan pengukusan selama 15 menit yaitu 1.038,95 ppm atau mengalami penurunan residu formaldehid sebesar 81,13%. Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah perendaman larutan kitosan 1% dan pengukusan selama 30 menit yaitu 91,64 ppm atau mengalami penurunan residu formaldehid sebesar 98,33%. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan terbaik dalam menurunkan kadar formaldehid dalam daging ikan nila yaitu pada perlakuan perendaman ikan dalam larutan kitosan 1% dan dilanjutkan dengan pengukusan selama 30 menit yang memiliki persen penurunan kadar formaldehid tertinggi yaitu sebesar 98,33%. Berdasarkan penelitian Teddy (2007), bakso yang ditambah formalin 150 ppm dan
16
diberi perlakuan perendaman bakso dalam air panas selama 60 menit dan dilanjutkan dengan perebusan selama 10 menit mampu menurunkan residu formaldehid sebesar 70,76%. Kadar formaldehid terendah dalam daging ikan nila dengan perlakuan kitosan dan pengukusan yaitu 91,64 ppm. Menurut IPCS, formalin yang boleh masuk ke tubuh manusia dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Hasil penelitian menunjukkan ikan berformalin yang direndam dalam larutan kitosan 1% dan dikukus selama 30 menit masih dibawah ambang batas aman, sehingga jika diasumsikan ada yang mengkonsumsi ikan nila dan diberi perlakuan tersebut hanya dapat mengkonsumsi maksimal 2 ikan per hari dengan berat antara 100-200 gr dan kandungan formaldehid yang terdapat pada 1 ikan tersebut sebesar 6,54 mg/kg untuk berat badan orang dewasa. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan pengukusan dan kombinasi perendaman larutan kitosan dengan pengukusan memberi pengaruh yang nyata terhadap penurunan residu formaldehid (α<0,05). Pengukusan selama 15 menit dan 30 menit serta kombinasi perendaman larutan kitosan 1% dan pengukusan 15 menit saling tidak berbeda nyata, namun perlakuan perendaman larutan kitosan 1% diikuti dengan pengukusan 30 menit berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Penurunan residu formaldehid terjadi setelah ikan nila diberi perlakuan pengukusan serta kombinasi perendaman kitosan 1% dan pengukusan. Residu formaldehid dalam daging ikan nila menjadi rendah dan mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan residu formaldehid dalam daging ikan nila tersebut membuktikan bahwa pengukusan mampu menurunkan kadar formaldehid karena adanya panas dan kitosan mampu mengikat formaldehid dalam daging ikan. Residu formaldehid tidak hanya terdeteksi dalam daging ikan nila, namun terdeteksi pada air hasil pengukusan, sehingga dapat diketahui persen kandungan formaldehid dalam daging ikan nila, larutan kitosan dan air hasil pengukusan. Persen residu formaldehid pada masing-masing sampel dapat dilihat pada Gambar 10.
Residu formaldehid (ppm)
120 100 80
26,83
24,47 52,85
60,55
60 49,25
54,30
40
28,28 37,78
20 23,92
21,23
18,87
Kukus 15 menit
Kukus 30 menit
Kitosan 1% dan kukus 15 menit
0
1,67 Kitosan 1% dan kukus 30 menit
Perlakuan Formaldehid yang tidak terdeteksi
Residu formaldehid dalam larutan kitosan 1%
Residu formaldehid dalam air hasil pengukusan
Residu formaldehid dalam daging ikan nila
Gambar 10 Persen residu formaldehid pada daging ikan nila, larutan kitosan 1%, air hasil pengukusan dan yang tidak terdeteksi
17
Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah pengukusan selama 15 menit yaitu 23,92%, residu formaldehid pada air hasil pengukusan sebesar 49,25% dan yang tidak terdeteksi sebesar 26,83%. Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah pengukusan selama 30 menit yaitu 21,23%, residu formaldehid pada air hasil pengukusan sebesar 54,30% dan yang tidak terdeteksi sebesar 24,47%. Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah perendaman dalam larutan kitosan 1% dan pengukusan selama 15 menit yaitu 18,87%, residu formaldehid yang terdapat dalam larutan kitosan sebesar 52,85% dan residu formaldehid dalam air hasil pengukusan yaitu 28,28%. Residu formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan nila setelah perendaman dalam larutan kitosan 1% dan pengukusan selama 30 menit yaitu 1,67%, residu formaldehid yang terdapat dalam larutan kitosan sebesar 60,55% dan residu formaldehid dalam air hasil pengukusan yaitu 37,78%. Kadar formaldehid yang terdapat pada air hasil pengukusan menunjukkan formaldehid yang terdapat dalam daging ikan dengan adanya proses pemanasan keluar bersama dengan air dan lemak. Air hasil pengukusan ikan nila berwarna coklat dan terdapat sedikit minyak, karena proses pengolahan dengan menggunakan prinsip pemanasan seperti pengukusan akan menyebabkan sebagian lemak meleleh keluar dari bagian-bagian daging ikan (Pratama et al. 2013). Perlakuan kombinasi antara perendaman ikan dalam larutan kitosan 1% dan pengukusan menunjukkan, formaldehid yang terdapat dalam daging ikan nila terlebih dahulu akan diserap oleh kitosan dan saat pengukusan akan keluar bersama dengan air dari daging ikan. Pengukusan mengeluarkan sisa formaldehid yang masih terdapat dalam daging ikan pada saat setelah perendaman dengan larutan kitosan, sehingga kadar formaldehid dalam daging ikan relatif rendah. Pemanasan merupakan pemberian energi panas dalam bentuk suhu lebih, dibiarkan merambat ke dalam jaringan bahan pangan sehingga perubahan yang diinginkan terjadi. Perlakuan dengan pemanasan terdiri dari proses merebus, mengukus, memblansir (dengan air panas atau uap panas), menggoreng, pasteurisasi, sterilisasi, memanggang, dan mengoven (Mudjajanto 1991). Pengukusan (steaming) merupakan salah satu metode pemasakan yang menggunakan panas yang dapat mempertahankan cita rasa alami dari bahan makanan dengan terjadinya perpindahan panas secara konveksi dari uap panas ke bahan makanan yang sedang dikukus (Sipayung et al. 2014). Pengukusan dapat memberi pengaruh pada struktur dan sifat-sifat fungsional protein dalam bahan. Perubahan tersebut salah satunya karena protein mengalami denaturasi yang disebabkan oleh terjadinya perubahan suhu selama pengukusan. Pengolahan panas dapat menyebabkan banyak perubahan pada protein, selain mengalami denaturasi juga mengalami reaksi-reaksi yang melibatkan asam amino, salah satunya adalah ikatan silang asam amino (Pratama et al. 2013). Menurut Hill dan Feigl (1984) dalam Jannah (2014), formaldehida adalah gas pada suhu kamar, segera malarut dalam air. Panas akan meningkatkan gerakan molekul dari partikel pelarut dan yang terlarut. Polimer formaldehid membebaskan formaldehida dari larutannya perlahan-lahan pada suhu kamar atau cepat pada suhu hangat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan, yaitu pada pengukusan selama 30 menit dengan suhu 95-100 οC, kandungan residu formaldehid pada ikan mengalami penurunan yang cukup tinggi. Mekanisme berkurangnya kandungan formaldehid pada ikan yaitu formaldehid bersifat polar
18
dan dapat larut dengan baik dalam air dikarenakan adanya elektron bebas pada oksigen, sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air. Pengukuran kadar formaldehid secara kuantitatif pada penelitian ini yaitu dengan metode spektrofotometri UV-Vis menggunakan pereaksi Nash, dimana larutan formalin dan sampel yang sebelumnya tidak berwarna, setelah bereaksi dengan peraksi Nash akan dihasilkan larutan berwarna kuning (terbentuk senyawa diacetyldihydrolutidine/DDL) yang stabil hingga 24 jam (Laksmiani et al. 2015). Menurut Suryadi et al. (2010), pereaksi Nash merupakan pereaksi warna yang paling baik untuk digunakan dalam analisis formalin secara kuantitatif dibandingkan dengan pereaksi asam kromatofat dan pereaksi Schryver. Menurut Nash (1953), ketika formaldehid ditambahkan ke dalam larutan asetil aseton dan garam ammonium, secara bertahap akan menimbulkan warna kuning karena sintesis diacetyldihydrolutidine (DDL). Struktur senyawa diacetyldihydrolutidine (DDL) dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Struktur senyawa diacetyldihydrolutidine (DDL) Sumber : Nash (1953) Daging ikan mempunyai nilai biologis yang tinggi, yaitu sebesar 90% yang merupakan perbandingan antara jumlah protein yang dapat diserap dengan jumlah protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Apabila daging ikan yang dimakan 100 gram, jumlah protein yang akan diserap oleh tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi, mencapai 20% dan tersusun atas sejumlah asam amino yang memiliki pola mendekati pola kebutuhan asam amino di dalam tubuh manusia. Protein ikan mengandung asam amino esensial maupun asam amino nonesensial (Adawyah 2011). Ikan memiliki kandungan protein yang tinggi dan cukup banyak dikonsumsi masyarakat, apabila terkandung formalin dengan kadar yang tinggi di dalam ikan tersebut maka akan menimbulkan keracunan dan membahayakan kesehatan. Menurut Cahyadi (2006), jika formaldehid terakumulasi dalam jumlah besar didalam tubuh akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel serta menyebabkan keracunan dan menyebabkan kanker. Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Keracunan formalin dapat menyebabkan iritasi lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel), dalam kadar yang sangat tinggi (>100 ppm) dapat menyebabkan kegagalan peredaran darah yang dapat mengakibatkan kematian (Saparinto dan Hidayati 2006). Formaldehid sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga biasa digunakan untuk mengawetkan hewan-hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai pengawet, formalin juga digunakan sebagai disinfektan, zat antiseptik
19
untuk membunuh mikroorganisme (Saparinto dan Hidayati 2006). Berbagai industri menggunakan formaldehid untuk produk tertentu seperti serat sintetik, cermin reflektor, perekat, penambal kebocoran, pelapisan permukaan barang, campuran karet sintetik dan semi sintetik dan lainnya (Djamhuri 2009). Pengaruh formaldehida bagi kesehatan manusia dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1 Pengaruh formaldehid bagi kesehatan manusia Pengaruh Bagi Kesehatan Tidak ada pengaruh Ambang batas bau Iritasi mata* Iritasi dan kesulitan pernapasan Kerusakan kronis paru-paru Pembengkakan dan peradangan pada paruparu Kematian
Konsentrasi Formaldehid (ppm) ≤0,05 0,05-1,00 0,01-2,00 0,10-25,00 5,00-30,00 50,00-100,00 >100,00
*iritasi pada 0,01 ppm terjadi karena percampuran formaldehid dan polutan lain Sumber : Manitoba Federation of Labour (2004)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Konsentrasi formalin yang dipilih dari hasil organoleptik untuk simulasi dalam penelitian yaitu formalin 8% dengan lama perendaman 60 menit. Perlakuan terbaik kitosan yaitu pada perendaman ikan nila dalam larutan kitosan 1% selama 20 menit yang mengalami penurunan residu formaldehid sebesar 71,89%. Perlakuan terbaik kombinasi kitosan dan pengukusan terdapat pada perendaman ikan nila dalam larutan kitosan 1% dan pengukusan selama 30 menit dengan penurunan residu formaldehid sebesar 98,33%. Kadar formaldehid yang terdapat dalam daging ikan nila setelah perendaman dalam larutan kitosan 1% cukup tinggi, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi karena melebihi ambang batas aman. Kadar formaldehid pada perlakuan kombinasi larutan kitosan 1% dan pengukusan selama 30 menit masih dalam ambang batas aman, jika diasumsikan ada yang mengkonsumsi ikan setelah perlakuan tersebut maka jumlah maksimal konsumsi yaitu dua ikan dengan kandungan formaldehid dalam satu ikan sebesar 6,54 mg/kg berat badan orang dewasa. Saran Perhitungan daya cerna protein pada ikan yang telah direndam formalin, karena protein yang telah berikatan dengan formaldehid akan sulit dicerna oleh enzim pencernaan. Saran lainnya yaitu pengolahan dapat dilakukan dengan perebusan untuk membandingkan hasil penurunan kadar formaldehid dengan pengukusan.
20
DAFTAR PUSTAKA Adawyah R. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Arifin Z. 2007. Stabilitas formalin dalam daging ayam selama penyimpanan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 588-592. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Keterangan Pers Badan Pengawas Obat dan Makanan. Nomor: KH.00.01.1.241.002 tentang Penyalahgunaan formalin untuk pengawet mie basah, tahu dan ikan. 7(1): 1-12. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Spesifikasi Ikan Segar. SNI 012729.1.2006. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Cahyadi W. 2006. Kajian dan Analisis Bahan Tambahan Pangan. Edisi Pertama. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Cahyadi W. 2008(a). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Daniel WW. 1990. Applied Nonparametric Statistics. Second Edition. United States of America (US): PWS-KENT. Djamhuri A. 2009. Racun dalam Makanan. Surabaya (ID): Airlangga University Press. Dwimayasanti R, Ma’ruf WF, Riyadi PH. 2014. Efektivitas larutan daun kedondong (Spondias sp.) sebagai pereduksi kadar formalin pada fillet ikan bandeng (Chanos chanos Forsk.) selama penyimpanan dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(2): 44-51. Hargono A dan Sumantri I. 2008. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang serta aplikasinya dalam mereduksi kolestrol lemak kambing. Jurnal UNDIP, Semarang. Hastuti S. 2010. Analisis kualitatif dan kuantitatif formaldehida pada ikan asin di Madura. AGROINTEK. 4(2): 132-137. [IPCS] International Programme on Chemical Safety. 1989. Environmental Health Criteria for Formaldehyde. http://www.inchem.org.htm. [2 September 2016]. Jannah M, Ma’ruf WF, Surti T. 2014. Efektivitas lengkuas (Alpinia galanga) sebagai pereduksi kadar formalin pada udang putih (Paneus merguiensis) selama penyimpanan dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(1): 70-79. Laksmiani NPL, Widjaja INK, Sonia. 2015. Stabilitas formalin terhadap pengaruh suhu dan lama pemanasan. E-Jurnal Universitas Udayana. Hal: 76-81. [MFL] Manitoba Federation of Labour Occupational Healthcare Inc. 2004. Formaldehyde. http://www.mflohc.mb.ca. [4 Juli 2015].
21
Mudjajanto ES. 1991. Pengaruh pengolahan pangan terhadap zat gizi. [skripsi]. Bogor (ID): Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Murtini JT, Kurniawan AD, Dewi EN. 2008. Pengaruh waktu perendaman dan konsentrasi karboksimetil kitosan untuk menurunkan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang hijau (Perna viridis Linn.). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 3(1): 37-44. Nash T. 1953. The colorimetric estimation of formaldehyde by means of the Hantzsch reaction. Biochem. 55: 416-421. Nurjanah, Setyaningsih I, Sukarno, Muldani M. 2004. Kemunduran mutu ikan nila merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 2(1): 37-43. [Permenkes RI] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pia S. 2008. Aplikasi minuman ringan berkarbonasi dalam menghambat laju kemunduran mutu ikan nila. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pitriani P. 2010. Sintesis dan aplikasi kitosan dari cangkang rajungan (Portunus pelagicus) sebagai penyerap ion besi (Fe) dan mangan (Mn) untuk pemurnian natrium silikat. [skripsi]. Jakarta (ID): Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Pratama RI, Rostini I, Awaluddin MY. 2013. Komposisi kandungan senyawa flavor ikan mas (Cyprinus carpio) segar dan hasil pengukusannya. Jurnal Akuatika. 4(1): 55-67. Purawisastra S dan Sahara E. 2011. Penyerapan formalin oleh beberapa jenis bahan makanan serta penghilangannya melalui perendaaman dalam air panas. PGM. 34(1): 63-74. Republika. 2014. Ikan berformalin marak di Jakarta. Republika.co.id [19 Juli 2016]. Sadeghi M, Hanifpour F, Taheri R, Javadian H, Ghasemi M. 2016. Comparison of using formaldehyde and carboxy methyl chitosan in preparation of Fe3O4 superparamagnetic nanoparticels-chitosan hydrogel network: sorption behavior toward bovine serum albumin. Process Safety and Environmental Protection. 102: 119-128. Sanger G dan Montolalu L. 2008. Metode pengurangan kadar formalin pada ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L). Warta WIPTEK. 32: 7-10. Saparinto C dan Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Saputro ANC dan Mahardiani L. 2009. Sintesis, karakterisasi dan aplikasi chitosan modified carboxymethyl (CS-MCM) sebagai agen perbaikan mutu kertas daur ulang. Laporan Penelitian. Surakarta (ID), Program Studi Pendidikan
22
Kimia, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Satelo CG, Pineiro C, Perez-Martin MI. 1995. Denaturation of fish protein during frozen storage : role of formaldehyde. Zeitschriff fur LebensmittelUntersuchung und-Forschung. 200: 14-23. Singh A, Narvi SS, Dutta PK, Pandey ND. 2006. External stimuli response on a novel chitosan hydrogel crosslinked with formaldehyde. Bulletin of Materials Science. 29(3): 233-238. Sipayung MY, Suparmi, Dahlia. 2014. Pengaruh suhu pengukusan terhadap sifat fisika kimia tepung ikan rucah. Laporan Hasil Penelitian, Universitas Riau. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Bambang Sumantri, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach. Sukesi. 2006. Upaya Deformalinisasi Dalam Makanan yang Telah Diawetkan dengan Formalin. http://www.ITS-Online.com. [30 September 2015]. Suryadi H, Kurniadi M, Melanie Y. 2010. Analisis formalin dalam sampel ikan dan udang segar dari pasar Muara Angke. Majalah Ilmu Kefarmasian. 7(3): 1631. Suwandi R. 1990. Pengaruh proses penggorengan dan pengukusan terhadap sifat fisiko kimia protein ikan mas (Cyprinus carpio L.). [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Teddy. 2007. Pengaruh konsentrasi formalin terhadap keawetan bakso dan cara pengolahan bakso terhadap residu formalinnya. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [WHO] World Health Organization. 2002. Formaldehyde. Concise International Chemical Assessment Document 40. Geneva. Xu L, Huang YA, Zhu OJ, Ye C. 2015. Chitosan in moleculary-imprinted polymers: current and future prospects. International Journal of Molecular Sciences. 16: 18329-18347.
23
LAMPIRAN
24
25
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian
Sentrifugator
Kitosan serbuk
Spektrofotometer UV-Vis
Ikan Nila segar
Larutan kitosan
Sampel kukus + Nash
Perendaman ikan dalam larutan formalin
Alat kukus
Ikan Nila kukus
27
26 Lembar score sheet organoleptik ikan segar (SNI 01-2729.1-2006) Nama Panelis : …………………………….. Tanggal: …………………. Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji. Spesifikasi Nilai K1N11 K1N21 K1N31 A Kenampakan 1 Mata Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih. Cerah, bola mata rata, kornea jernih. Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh. Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. Bola mata agak cekung, pupil keabu abuan, kornea agak keruh. Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh. Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning. 2 Insang Warna merah cemerlang, tanpa lendir. Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. Warna merah agak kusam, tanpa lendir. Merah agak kusam, sedikit lendir. Mulai ada perubahan warna, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir. Warna merah coklat, lendir tebal. Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal 3 Lendir Permukaan Badan Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah. Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna. Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan.
9 8 7
6 5 3 1
9 8 7 6 5 3 1
9 8 7
28 27 Lembar score sheet organoleptik ikan segar (lanjutan)
Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, kurang transparan Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh. Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning. Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 4 Daging (warna dan kenampakan) Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh. Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh. Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh. Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut agak lunak. Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak. Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak. 3 Bau
6 5 3 1
9
8
7
5
3
1
Bau sangat segar, spesifik jenis. Segar, spesifik jenis. Netral. Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam. Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk.
9 8 7 5
Bau busuk jelas.
1
3
29 28 Lembar score sheet organoleptik ikan segar (lanjutan) 4 Tekstur Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekai menyobek daging dari tulang belakang
Nilai 9
7
5
4
3
1
29 Lampiran 3 Diagram alir pembuatan kurva standar formalin Larutan stok formalin 100 ppm
Pengenceran larutan stok 100 ppm menjadi konsentrasi 0,2; 0,4; 0,8; 1, 8, 16, 24, 30 ppm
Pengambilan 2 mL larutan formalin dari masing-masing konsentrasi
Penambahan 2 mL pereaksi Nash
Pemanasan selama 30 menit pada suhu 40±2 οC
Pendiaman selama 30 menit Pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang 412 nm
Data
30 Lampiran 4 Tabel kurva standar formalin Konsentrasi (ppm) 0,2 0,4 0,8 1 8 16 24 30
Absorbansi 0,034 0,035 0,039 0,046 0,391 0,761 0,948 1,046
Kurva Standar Formalin 1,4 y = 0,0367x + 0,0432 R² = 0,9757
Nilai Absorbansi
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
5
10
15
20
Konsentrasi (ppm)
25
30
35
31 Lampiran 5 Contoh perhitungan a. Contoh perhitungan pembuatan larutan formalin pada berbagai konsentrasi 1. 2% = V1 x N1 = V2 x N2 500 x 2= V2 x 40 25 mL = V2
2. 4% = V1 x N1 = V2 x N2 500 x 4 = V2 x 40 50 mL = V2
b. Contoh perhitungan pembuatan larutan standar formalin Larutan standar diperoleh dari 0,25 mL formalin 40% dilarutkan dengan akuades hingga 1.000 mL 0,25 mL x 40% = 1000 mL x (X%) 10 = X% 1000 0,01% = X% Larutan standar 1 ppm :
1 mL x 0,01% = 100 mL x (X%) 0,01 = X% 100 0,0001% = X% X% = 0,0001% = 0,0001 0,0001
gram 100 mL
gram mg =1 (ppm) 100 mL L
c. Perhitungan kadar formalin dalam daging ikan Persamaan regresi linear Y = 0,0367X + 0,0342 Nilai Nilai X Volume total Absorbansi (mg/L) sentrifuse (mL) Ulangan 1 0,874 22,64 15,5 Ulangan 2 0,839 21,68 17,5 Rata-rata
Kadar formaldeid sampel =
X(
mg L
) . Volume sentrifuse (mL) Bobot sampel (gr) mg
=
Kadar formaldehid (ppm) 5.200,25 5.812,30 5.506,28
15,5
22,64 L x 4 mL 127 gr 2,14
= 5.200,25 ppm
32 Lampiran 6 (a) Data hasil uji statistik Hipotesis
: H0 = Tidak terdapat perbedaan diantara perlakuan H1 = Terdapat perbedaan diantara perlakuan
1. Parameter Mata K (nilai yang diamati) K (nilai kritis) db Nilai signifikan alpha
35,4477 11,0705 5 < 0,0001 0,05
Uji lanjut Dunn Mata Perlakuan Mata | K4 Mata | K2 Mata | K0 Mata | K6 Mata | K10 Mata | K8
Jumlah nilai variabel 150 150 150 150 150 150
Jumlah dari peringkat 58.167 59.176 63.501 73.024 74.272 77.308
Peringkat rata-rata 387,7800 394,5100 423,3400 486,8300 495,1500 515,3900
Pengelompokkan A A A B B B
2. Parameter Insang K (nilai yang diamati) K (nilai kritis) db Nilai signifikan alpha
38,6954 11,0705 5 < 0,0001 0,05
Uji lanjut Dunn Insang Perlakuan
Jumlah nilai variabel
Insang | K2 Insang | K4 Insang | K8 Insang | K10 Insang | K6 Insang | K0
150 150 150 150 150 150
Jumlah dari peringkat 54.019 61.087 69.592 69.626 71.977 79.147
Peringkat rata-rata 360,1300 407,2500 463,9500 464,1733 479,8500 527,6467
Pengelompokkan A A
B B B
C C C
D D
33 3.
Parameter Lendir K (nilai yang diamati) K (nilai kritis) db Nilai signifikan alpha
11,4699 11,0705 5 0,0428 0,05
Uji lanjut Dunn Lendir Perlakuan Lendir | K2 Lendir | K4 Lendir | K0 Lendir | K10 Lendir | K6 Lendir | K8
4.
Jumlah nilai variabel 150 150 150 150 150 150
Jumlah dari peringkat 61.932 64.751 65.652 66.440 73.144 73.530
Peringkat rata-rata 412,8833 431,6767 437,6800 442,9333 487,6267 490,2000
Pengelompokkan A A A A
B B B B
Parameter Daging
K (nilai yang diamati) K (nilai kritis) db Nilai signifikan alpha
8,0448 11,0705 5 0,1538 0,05
Uji lanjut Dunn Insang Perlakuan Daging | K2 Daging | K0 Daging | K4 Daging | K6 Daging | K10 Daging | K8
5.
Jumlah nilai variabel 150 150 150 150 150 150
Jumlah dari peringkat 62.466 64.824 65.755 68.071 71.475 72.857
Parameter Bau K (nilai yang diamati) K (nilai kritis) db Nilai signifikan alpha
17,2012 11,0705 5 0,0041 0,05
Peringkat rata-rata 416,4433 432,1633 438,3667 453,8100 476,5033 485,7133
Pengelompokkan A A A A
B B B B B
C C C C
34 Uji lanjut Dunn Bau Perlakuan Bau | K0 Bau | K2 Bau | K4 Bau | K10 Bau | K6 Bau | K8
Jumlah nilai variabel 150 150 150 150 150 150
Jumlah dari peringkat 59.256 62.308 66.602 71.418 72.719 73.146
Peringkat rata-rata 395,0400 415,3867 444,0133 476,1200 484,7967 487,6433
Pengelompokkan A A A
B B B B
6. Parameter Tekstur K (nilai yang diamati) K (nilai kritis) db Nilai signifikan alpha
10,5388 11,0705 5 0,0613 0,05
Uji lanjut Dunn Tekstur Perlakuan Tekstur | K0 Tekstur | K2 Tekstur | K6 Tekstur | K4 Tekstur | K8 Tekstur | K10
Jumlah nilai variabel 150 150 150 150 150 150
Jumlah dari peringkat 60.185 65.081 67.068 69.215 70.998 72.901
Kesimpulan Parameter Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
Kruskal-Wallis < 0,0001 < 0,0001 0,0428 0,1538 0,0041 0,0613
Peringkat rata-rata 401,2367 433,8733 447,1233 461,4367 473,3233 486,0067
Pengelompokkan A A A
B B B B B
35 Lampiran 6 (b) Hasil uji lanjut Tukey 1. Hasil uji lanjut Tukey pada sampel daging ikan nila dengan perlakuan perendaman dalam larutan kitosan 0,5%, 1%, 1,5% C1 1 2 3 4
N 2 2 2 2
Rata-rata 5.506,28 3.636,56 1.547,87 2.984,39
Pengelompokkan A B C B
2. Hasil uji lanjut Tukey pada perlakuan pengukusan dan kombinasi perendaman larutan kitosan dan pengukusan C1 1 2 3 4 5
N 2 2 2 2 2
Rata-rata 5.506,28 1.317,19 1.168,68 1.038,95 91,64
Pengelompokkan A B B B C
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 8 Oktober 1994. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mulyadi dan Ibu Arsih serta mempunyai tiga orang adik yang bernama Rosa Nur Pranita, Muhamad Ibnu Haidir dan Latifa Azzahra. Pendidikan formal penulis ditempuh di Bogor dimulai dari TK Tunas Sanggoro pada tahun 1999 sampai 2000. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SDN Babakan Dramaga 04 pada tahun 2000 sampai 2006. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMPN 1 Dramaga tahun 2006 sampai tahun 2009. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMA KORNITA dan tamat pada tahun 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) sebagai anggota Divisi Keilmuan pada tahun 2013-2014 dan anggota Divisi Soskemah pada tahun 2014-2015. Penulis aktif mengikuti lomba Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) di bidang Artikel Ilmiah (AI) sebagai anggota dan didanai oleh DIKTI dengan judul “Pengolahan Air Limbah Domestik Secara Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Cyperus sp Melalui Media Rawa Buatan pada Skala Laboratorium”. Penulis juga aktif megikutin lomba Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) sebagai ketua dengan judul “Pemanfaatan Limbah Industri Agar-agar Menjadi Produk Furniture”. Penulis merupakan penerima beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) pada tahun 2012-2016. Penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Penanganan dan Transportasi Biota Perairan pada tahun 2015, mata kuliah Fisiologi Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan pada tahun 2016 dan mata kuliah Teknologi Industri Tumbuhan Laut tahun 2016. Penulis melakukan praktik lapangan di CV. Raca Jaya Abadi, Bekasi dengan judul “Kelayakan Dasar pada Pengolahan Kerupuk Lele di CV. Raca Jaya Abadi, Bekasi, Jawa Barat”. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Retensi Formalin dalam Ikan Nila (Oreohromis niloticus) dengan Perlakuan Kitosan dan Pengukusan” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr Ir Ruddy Suwandi MS MPhil dan Dr Dra Pipih Suptijah MBA.