Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
RESPON FISIOLOGIS DOMBA LOKAL JANTAN PADA RENTANG BOBOT HIDUP YANG LEBAR AKIBAT PENGANGKUTAN DARI DATARAN TINGGI KE DATARAN RENDAH (Physiological Responses of Male Local Sheep at Wide Range Liveweight after Transported from Up-Land to Low-Land Area) ENDANG PURBOWATI dan AGUNG PURNOMOADI Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRACT Eighteen male Local sheep weighed at range 7.5−35.6 kg were used in this study. These sheep were provided based on six group liveweight which each group containing three sheep, named 5-10 (averaged 7.7 kg), 11−15 (11.4 kg), 16−20 (16.4 kg), 21−25 (23.1 kg), 26−30 (27.1 kg), and 31−35 (34.0 kg). Before transportation, sheep were fasted for 12 hours. Sheep were transported from up-land with ambient temperature 24oC at 0900 to low-land area with ambient temperature 35oC at 1100. Time needed for transportation was 2 hours. Transportation car was provided shade to avoid the sheep from direct sun radiation. The results after transported were agreed with other previous reported, such as liveweight loss ranged at 0.2–0.8 kg (equal with 1.5–3.2% liveweight), rectal temperature increasing ranged at 0.3–1.0oC, heart rate increasing ranged at 13.7–45 pulse/minute, respiration rate increasing ranged at 21.0–53.3 breaths/minute, blood glucose increased at range of 19.2–33.9 mg/dL, but there was a different result on hematocrite which was found decreased at range of 0.3–6%, and blood urea N changed at range -3.5–15.1 mg/dL. The loss of liveweight after transportation tend to be higher at bigger liveweight followed equation Y = 0.02LW + 0.068 (R = 0.721). With that equation, the loss of liveweight could be calculated to be 0.27 kg of each 10 kg LW during 2 hours transportation from up-land (cool) to low-land (hot) area. Key Words: Physiological Responses, Liveweight Loss, Transportation, Sheep ABSTRAK Delapan belas ekor domba lokal jantan dengan kisaran bobot hidup 7,5–35,6 kg, digunakan dalam penelitian ini. Domba tersebut diperoleh dari pemilihan berdasar 6 kelompok bobot hidup yang masing masing terdiri dari 3 domba, yakni 5–10 (rata2 = 7,7 kg), 11-15 (rata2 = 11,4 kg), 16–20 (rata2 = 16,4 kg), 21–25 (rata2 = 23,1 kg), 26–30 (rata2 = 27,1 kg), dan 31–35 (rata2 = 34,0 kg). Sebelum diangkut, domba dipuasakan selama 12 jam. Domba diangkut dari dataran tinggi dengan suhu 24oC pada jam 09.00 dan sampai di dataran rendah dengan suhu 35oC pada jam 11.00. Waktu tempuh pengangkutan sekitar 2 jam. Mobil pengangkut diberi penutup sehingga domba terhindar dari panas langsung matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa phenomena yang terjadi setelah pengangkutan tidak berbeda dengan berbagai laporan terdahulu, yakni kehilangan bobot hidup yang berkisar antara 0,2–0,8 kg (setara dengan 1,5–3,2% BH), peningkatan suhu rektal antara 0,3–1,0oC, denyut nadi antara 13,7–45 kali/menit, frekuensi nafas 21,0–53,3 kali/menit, peningkatan kadar glukosa darah 19,8–33,9 mg/dL, akan tetapi sedikit perbedaan terjadi pada hematokrit yang menurun dengan kisaran 0,3–6,0%, dan kadar urea N darah berubah bervariasi dari -3,5–15,1 mg/dL. Besar kehilangan bobot hidup akibat pengangkutan ini cenderung semakin besar pada bobot hidup yang lebih besar, dengan persamaan linear y = 0,02BH + 0,068 (R = 0,721). Dengan persamaan tersebut, dapat diperhitungkan bahwa untuk setiap 10 kg BH, domba akan kehilangan sekitar 0,27 kg pada 2 jam pengangkutan dari daerah tinggi (dingin) ke daerah rendah (panas). Kata Kunci: Respon Fisiologis, Kehilangan Bobot hidup, Transportasi, Domba
539
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENDAHULUAN Transportasi merupakan salah satu faktor penting pendukung usaha peternakan. Faktor ini dapat menyebabkan penyusutan bobot hidup dan beberapa perubahan fisiologis ternak. Penyusutan bobot hidup (BH) secara ekonomis sangat merugikan bagi pembeli, bila transaksi pembelian dilakukan pada tempat asal domba (sebelum transportasi). Demikian pula dengan beberapa perubahan respons fisiologis. Stress yang mungkin terjadi selama transportasi akan menentukan waktu pemulihan hingga ternak layak dipotong, dan selama waktu ini maka diperlukan tambahan biaya pemeliharaan. Bagi ternak yang diperuntukkan sebagai bakalan, pemulihan dari stress tersebut juga mempengaruhi kemampuan mengkonsumsi pakan (MOSS, 1982). Beberapa faktor diketahui berpengaruh pada respon ternak terhadap transportasi, diantaranya adalah bobot hidup dan temperatur lingkungan selama pengangkutan (ALLYN dan EJORKA, 1956). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terjadi penyusutan bobot hidup sebesar 1,0–1,2 kg (setara dengan 7,1–8,2%) pada pengangkutan 8 jam transportasi (PURNOMOADI et al., 2003), sedangkan pemulihan pola konsumsinya tercapai pada hari 6–8 dari saat pengangkutan (RIANTO et al., 2003). Dari hasil penelitian tersebut di atas, maka penting dikaji pengaruh bobot hidup terhadap besarnya respon ternak akibat transportasi. Bersamaan dengan pengaruh bobot hidup ini, pengangkutan dilakukan dari dataran tinggi dengan temperatur yang rendah menuju dataran rendah yang bertemperatur lebih panas. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 18 ekor domba lokal jantan dengan kisaran bobot hidup 7,5– 35,6 kg. Domba tersebut terdiri dari 6 kelompok bobot hidup yang masing masing terdiri dari 3 ekor domba, yakni 5–10 (rata2 = 7,7 kg), 11–15 (rata2 = 11,4 kg), 16–20 (rata2 = 16,4 kg), 21–25 (rata2 = 23,1 kg), 26–30 (rata2 = 27,1 kg), dan 31–35 (rata2 = 34,0 kg). Sampai dengan ditransportasikan, domba mendapat pakan hijauan dengan pemberian ad libitum. Sebelum diangkut, domba dipuasakan selama 12 jam. Domba diangkut dari dataran
540
tinggi pada jam 09.00 dengan suhu lingkungan rata rata 24oC menuju dataran lebih rendah dan tiba pada jam 11.00 dengan suhu lingkungan rata rata 35oC. Waktu tempuh pengangkutan adalah sekitar 2 jam. Mobil pengangkut diberi penutup sehingga domba terhindar dari panas langsung matahari. Selama pengangkutan domba tidak disediakan pakan dan air minum. Parameter yang diamati adalah penyusutan bobot hidup setelah pengangkutan yang diperoleh dengan mengurangkan bobot badan saat tiba dengan bobot hidup saat berangkat. Sampel darah diambil saat akan berangkat dari dataran tinggi dan saat tiba di dataran rendah sebanyak 10 cc pada vena jugularis dengan menggunakan steril disposable needle, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah diberi EDTA untuk mencegah koagulasi. Parameter perubahan kondisi darah yang diamati meliputi hematokrit, urea dan glukosa darah. Respon fisiologis akibat transportasi juga diamati pada frekuensi pernafasan, denyut nadi dan temperatur rektal. Analisis nilai hematokrit dilakukan dengan menggunakan metode mikrohematokrit. Prosedur pengukuran nilai hematokrit dilakukan dengan memasukkan darah yang telah diberi antikoagulan kedalam kapiler hematokrit sekitar tiga perempat. Salah satu ujung kapiler hematokrit ditutup dengan dempul dan kemudian tabung kapiler dimasukkan kedalam alat mikrosentrifuse dengan bagian yang disumbat mengarah keluar. Tabung kapiler disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 16.000 rpm. Setelah terpisah antara plasma dengan sel darah merah, kemudian kadar hematokrit dibaca dengan menggunakan tabel Microhematocrit reader. Prosedur analisis urea darah ini adalah sebagai berikut: 3 buah tabung “cuvet” disediakan untuk mengukur absorban. Tabung (1) diisi 10 µl plasma, kemudian ditambah 1.000 µl R1A (buffer dan urease). Tabung (2) diisi 10 µl larutan standar urea (50 mg/dl), kemudian ditambah 1.000 µl R1A. Tabung (3) diisi 1.000 µ l R1A sebagai larutan blangko. Ketiga tabung tersebut di tambah dengan 1.000 µl aquades kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit. Setelah diinkubasi, ketiga tabung tersebut ditambah 1.000 µl R3 (reagen hipoklorit dan hydroxide), kemudian diinkubasi lagi selama 5 menit pada suhu
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
37°C. Absorban ketiga tabung tersebut diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan sinar Hg dan panjang gelombang 580 nm. Konsentrasi urea darah dapat dianalisis dengan rumus sebagai berikut: Konsentrasi urea darah =
A (Absorban) sample X 50 mg/dl A (Absorbant) standard
Prosedur analisis kadar glukosa darah dilakukan dengan metode randox, menggunakan alat spektrofotometer dengan merk Clincon 4010 pada panjang gelombang 500 nm. Prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut: pertama-tama dilakukan pemisahan darah dan plasmanya menggunakan sentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 3.000 rpm, lalu disiapkan 3 tabung reaksi, dengan ketentuan tabung (1) diisi 1.000 µl R1 (reagen fosfat buffer) + 10 µl plasma darah; tabung (2) diisi 1.000 µl R1 + 10 µl larutan standar dan tabung (3) diisi 1.000 µl R1 tanpa penambahan zat lain (sebagai blangko), kemudian ditambah dengan 1.000 µl aquades dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C. Pengukuran absorban dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan sinar Hg dan panjang gelombang 500 nm. Konsentrasi glukosa darah dapat dianalisis dengan rumus sebagai berikut: Konsentrasi glukosa darah = A (Absorbant) sample X 100 mg/dl A (Absorbant) standard
Analisis data dilakukan dengan perhitungan statistik sederhana dan menarik hubungan
linier antara bobot hidup dengan beberapa parameter pengamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusutan BH dan perubahan fisiologis domba lokal akibat transportasi dari dataran tinggi ke dataran rendah ditampilkan pada Tabel 1. Kisaran penyusutan BH adalah 0,2– 0,8 kg atau dalam persentase terhadap BH awal adalah 1,5–3,2%. Antara sebelum dan setelah transportasi, terjadi peningkatan denyut nadi yang berkisar antara 13,7–45,0 kali per menit (16–88%), peningkatan frekuensi nafas sekitar 21,0–53,3 kali per menit (28,5–105,3%). Sementara itu, pada komponen darah terjadi penurunan pada hematokrit (Hct) antara 0,3– 6,0%, peningkatan kadar glukosa antara 19,2– 33,9 mg/dL, sedangkan pada urea N darah bervariasi antara penurunan hingga 3,5 mg/dL dan peningkatan hingga 15,1 mg/dL. Respon domba terhadap transportasi dalam penelitian ini sejalan dengan yang selama ini dilaporkan, akan tetapi terdapat sedikit perbedaan pada hematokrit yang menurun. Kadar hematokrit darah mencerminkan jumlah erytrocitnya (MAWATI et al., 2004). Perubahan persentase Hct hanya dapat terjadi karena perubahan hemoglobin (Hb), erytrocit atau hilangnya kandungan air (RIMAYANTI et al., 1994). Mengingat pembentukan Hb dan erytrocit memerlukan waktu yang lama (kisaran minggu), maka penyebab paling kuat penurunan Hct adalah perubahan kandungan air dalam darah. Kondisi transportasi yang tidak menyediakan air minum bagi ternak mengarah pada satu kemungkinan yaitu
Tabel 1. Respon domba lokal terhadap transportasi dari dataran tinggi ke dataran rendah Perubahan Kisaran BH
BH rata rata, kg BH, kg
5−10 kg
7,7
-0,2
11−15 kg
11,4
16−20 kg
16,4
21−25 kg
Nadi, kali/ Nafas, kali/ Temp. menit menit rektal, oC
Hct, %
Glukosa darah, mg/dL
Urea N darah, mg/dL
25,8
-1,4
23,7
45,3
0,7
-4,0
-0,3
13,7
25,7
1,0
-6,0
33,9
1,2
-0,4
36,3
53,3
0,3
-0,3
25,6
-0,2
23,1
-0,7
45,0
46,0
0,7
-2,0
19,6
0,4
26−30 kg
27,1
-0,4
36,3
21,0
0,5
-2,0
19,2
-3,5
31−35 kg
34,0
-0,8
29,0
13,7
0,4
-2,0
22,3
15,1
541
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
hilangnya air dan meningkatnya Hct. Akan tetapi, data yang ada menunjukkan bahwa prosentase Hct justru menurun, yang berarti ada peningkatan kandungan air. Kondisi ini mendasari dugaan pada kemungkinan bertambahnya air dari air metabolik, yang berarti pula telah terjadi pembongkaran cadangan energi dalam tubuh. Perombakan energi ini sejalan dengan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah dan juga penurunan urea N darah. Hubungan antara BH domba dengan perubahan BH dan beberapa parameter
fisiologis tersebut di atas dihitung dan ditampilkan pada Gambar 1, sedangkan persamaan linier dan determinasinya ditampilkan pada Tabel 2. Hasil menunjukkan ada hubungan linier antara besar penyusutan BH dengan BH awal yang besar (R2 = 0,721), denyut nadi (R2 =0,229), temperatur rektal (R2 = 0,242) dan dengan frekuensi nafas (R2 = 0,281). Hubungan BH pengangkutan dengan komponen darah juga diperoleh positif dengan Hct (R2 = 0,147), dengan glukosa (R2 = 0,465) dan dengan urea N (R2 = 0,351) darah.
Perubahan BH, suhu, d. nadi, f. nafas, Hct, glukosa & urea darah
60
Linear (Glukosa) 50
Linear (Nadi) 40
Linear (Nafas)
30
Linear (Suhu)
20
Linear (Hct) Linear (Urea)
10
Linear (BB) 0 0
10
20
30
40
-10 Bobot hidup awal
Gambar 1. Hubungan antara bobot hidup dengan besar penyusutan BH, frekuensi nafas, denyut nadi, temperatur rektal, Hematokrit, glukosa dan urea N darah
Tabel 2. Persamaan linier antara BH awal pengangkutan dengan penyusutan BH dan respon fisiologisnya Hubungan BH (X) dengan Y Penyusutan BH, kg
Persamaan Y= - 0,02 X - 0,0682
Frekuensi nafas, kali per menit
Y= -0,7902 X + 51,932
Denyut nadi, kali per menit
Y= 0,5223 X + 19,914
Temperature rektal, oC
Y= -0,0123 X + 0,8619
Hematocrit, %
Y= 0,0776 X – 4,5987
Glukosa, mg/dL
Y= -0,3732 X + 31,845
Urea N, mg/dL
Y= 0,3966 X - 5,9782
542
R2 0,721 0,281 0,229 0,242 0,147 0,465 0,351
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Dari persamaan pada Tabel 2, dapat dihitung bahwa terjadi penyusutan sebesar 268 g untuk setiap 10 kg BH domba yang diangkut dari dataran tinggi ke dataran rendah pada 2 jam pertama. Glukosa dan urea N darah mempunyai hubungan yang kurang kuat dengan BH selama pengangkutan dikarenakan dua komponen tersebut lebih dipengaruhi oleh ketersediaan pakan. Glukosa darah berasal dari beberapa sumber, antara lain: dari karbohidrat makanan, dari senyawa glikogenik melalui glikoneogenesis, dan dari glikogen hati oleh glikogenesis (HARPER et al., 1979). Peningkatan konsentrasi urea N darah sebanding dengan ketersediaan protein ransum (KELLY, 1984). Pada ternak ruminansia, dikenal adanya sistem penjaga kadar glukosa dalam darah melalui proses glikolisis, glikogenesis dan lain sebagainya, sehingga konsentrasi glukosa darah relatif konstan. Menurut ARORA (1989) kadar glukosa darah pada ruminansia dipertahankan melalui sintesa endogenous untuk keperluan fungsi-fungsi esensial jaringan tubuh. Konsentrasi glukosa darah dikontrol oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh pulau Langerhans dari pancreas, dan setiap pertambahan glukosa darah akan merangsang pelepasan insulin 30−60 detik (HARPER et al., 1979). Pada kadar urea N dalam darah yang mempunyai hubungan tidak kuat dengan BH selama pengangkutan lebih dikarenakan urea N dalam darah merupakan jalur pembuangan amonia rumen yang tidak termanfaatkan untuk mensintesa mikroba yang telah diubah menjadi urea di hati. KESIMPULAN Pengangkutan domba lokal jantan dari dataran tinggi ke dataran rendah berakibat kehilangan bobot hidup antara 1,5–3,2%, peningkatan suhu rektal antara 0,3–1,0oC, denyut nadi antara 13,7–45 kali/menit, frekuensi nafas 21,0–53,3 kali/menit, peningkatan kadar glukosa darah 19,2–33,9 mg/dL, dan penurunan hematokrit antara 0,3– 6,0%, serta perubahan kadar urea N darah yang bervariasi dari -3,5–15,1 mg/dL. Besarnya kehilangan bobot hidup akibat pengangkutan ini cenderung semakin besar pada bobot hidup
yang lebih besar, dengan persamaan linear y = 0,02BH + 0,068 (R = 0,721). Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diperhitungkan bahwa untuk setiap 10 kg BH, domba akan kehilangan BH sekitar 0,27 kg pada 2 jam pengangkutan dari dataran tinggi (dingin) ke dataran rendah (panas). UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada (1) Agus Wahyu dan Andre Lisnawan serta kawan-kawan atas bantuannya selama penelitian ini; (2) Rekan-rekan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong yang telah memberikan dukungan sepenuhnya pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ALLYN, D.A. and K. EJORKA. 1956. Livestock Marketing. McGraw-Hill Book Company, Inc., New York. ARORA, S.P. 1989. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh: RETNO MURWANI. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HARPER, H.A., V.W. REDWEll dan P.A. MAYES. 1979. Review of Phisiological Chemistry. 17th edition. Lauge Publication. Los Altos, California. KELLY, W.R. 1984. Veterinary Clinical Diagnosa. 3rd Ed. Bailiere Tindall, London. MAWATI, S., WARSINO dan A. PURNOMOADI. 2004. Pengaruh pemberian zat “phytogenic” pada berbagai tingkat terhadap kadar hematokrit, kadar urea darah dan kadar glukosa darah pada domba lokal jantan. J. Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition: 115−120. MOSS, R. 1982. Transport of animal intended for breeding production and slaughter. Ministry of Agriculture, Fisheries and Food. Martinus Nijhoff Publisher. London. PURNOMOADI, A., T. WIYONO, W.S. DILAGA and E. RIANTO. 2003. Pattern of body weight loss after 4 and 8 hours transportation in local sheep. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29–30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 300−302.
543
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
RIANTO, E., D. SUBIYANTORO, SULARNO dan A. PURNOMOADI. 2003. Konsumsi pakan dan air minum domba ekor tipis jantan setelah 4 dan 8 jam pengangkutan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29–30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 146–149.
RIMAYANTI, B. RETNO, U. BUDI, S.W. RETNO, dan U. BUDI. 1994. Kadar Hemoglobin dan Packed Cell Volume dalam kasus kawin berulang (repeat breeder) pada sapi perah. Media Kedokteran Hewan, 10(2): 21−27.
DISKUSI Pertanyaan: Seandainya domba yang diangkut bukan untuk dipotong, tapi untuk dipergunakan sebagai domba bibit/bakalan, maka manajemen khusus apa yang diperlukan dan adakah perlakuan pakan tertentu yang perlu diberikan agar kondisi dapat pulih? Jawaban: Kalau ternak dipergunakan untuk bakalan maka tidak diperlukan perlakuan khusus. Dengan sistem pemeliharaan normal maka kondisi akan pulih dalam periode 6−10 hari. Hal yang perlu di perhatikan selama perjalanan adalah agar ternak tidak cedera.
544