PedomanPenyusunanRPI JM ( Renc a naPr ogr a mI nv es t a s i J a ngk aMenenga h)
Bi da ngCi pt aKa r y a
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota merupakan dokumen rencana dan program pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya dalam periode lima tahun, yang dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun oleh masyarakat/swasta, yang mengacu pada rencana tata ruang, untuk menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat yang berkualitas dan mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang berkelanjutan. RPIJM telah diinisiasi sejak tahun 2005 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya No. Pr. 02.03-Dc/496 tanggal 9 Desember 2005 tentang Penyusunan Program Investasi Jangka Menengah Pembangunan PU Bidang Cipta Karya (Infrastruktur Permukiman) Kabupaten/Kota. Sampai dengan akhir tahun 2012, telah tersusun RPIJM sebanyak 489 dokumen, yaitu sebanyak 99 % kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki RPIJM. Secara kuantitas, RPIJM yang disusun telah cukup banyak, namun secara kualitas masih membutuhkan penyempurnaan. Buku pedoman ini merupakan penyempurnaan dari buku pedoman sebelumnya, dengan memasukkan isu dan lingkungan strategis terbaru, baik di lingkungan internal Cipta Karya maupun dari lingkungan eksternal secara umum. Melalui buku pedoman ini, diharapkan penyempurnaan RPIJM dapat dilakukan dengan baik dalam rangka peningkatan pembangunan Bidang Cipta Karya di Daerah.
Jakarta, Desember 2012
Budi Yuwono Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum
i
ii
KATA PENGANTAR DIREKTUR BINA PROGRAM
Pada era desentralisasi saat ini, Pemerintah Daerah perlu meningkatkan komitmennya dalam pengembangan infrastruktur bidang Cipta Karya. Sesuai dengan tugasnya, Direktorat Jenderal Cipta Karya memfasilitasi pemerintah kabupaten/kota serta provinsi untuk menyiapkan perencanaan program bidang Cipta Karya secara terpadu melalui Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) bidang Cipta Karya. RPIJM bidang Cipta Karya menjadi acuan bagi pemrograman dan penganggaran pembangunan bidang Cipta Karya, sekaligus sebagai rencana tindak bagi pemerintah kabupaten/kota serta provinsi untuk membangun infrastruktur bidang Cipta Karya secara terpadu, efisien, dan efektif. Keterpaduan ini meliputi keterpaduan sektor (pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, dan pengembangan penyehatan lingkungan permukiman), serta keterpaduan pendanaan. RPIJM bidang Cipta Karya juga berfungsi untuk mengakomodasikan kebutuhan infrastruktur permukiman di daerah serta menjawab isu strategis terkini. Mengingat fungsinya yang penting, RPIJM bidang Cipta Karya perlu disiapkan oleh setiap pemerintah kabupaten/kota bersama pemerintah provinsi dengan kualitas yang baik. Untuk itu, buku pedoman ini dibuat sebagai acuan pemerintah kabupaten/kota serta pemerintah provinsi untuk menyusun RPIJM bidang Cipta Karya di daerah masing-masing. Diharapkan melalui penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya yang berkualitas, maka akan terwujud infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan yang layak, produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Jakarta, Desember 2012
Antonius Budiono Direktur Bina Program Direktorat Jenderal Cipta Karya iii
iv
DAFTAR ISI PEDOMAN PENYUSUNAN RPIJM
Sambutan Direktur Jenderal Cipta Karya .......................................................... i Kata Pengantar Direktur Bina Program ............................................................. iii Daftar Isi ............................................................................................................... v Daftar Gambar ..................................................................................................... xi Daftar Tabel ......................................................................................................... xiii
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2
Pengertian dan Kedudukan RPIJM ................................................. 2
1.3
Maksud dan Tujuan ....................................................................... 5
1.4
Acuan Peraturan dan Perundangan................................................ 6
1.5
Prinsip Penyusunan RPIJM ........................................................... 9
1.6
Muatan Dokumen RPIJM ............................................................... 10
BAB II MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENILAIAN RPIJM......................... 13 2.1
Hubungan Kerja Penyusunan RPIJM ............................................. 13 2.1.1 Unit Pelaksana di Pusat dan Daerah ..................................... 13 2.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab Satgas Randal Pusat, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota. ........... 14
2.2
Langkah Penyusunan RPIJM ......................................................... 19
2.3
Penilaian Kelayakan RPIJM............................................................ 22
BAB III PROFIL KABUPATEN/KOTA ................................................................. 29 3.1
Gambaran Geografi dan Administratif Wilayah ............................... 29
3.2
Gambaran Demografi ..................................................................... 29
3.3
Gambaran Topografi....................................................................... 29
3.4
Gambaran Geohidrologi ................................................................. 29 v
3.5
Gambaran Geologi ......................................................................... 30
3.6
Gambaran Klimatologi .................................................................... 30
3.7
Kondisi Sosial dan Ekonomi .......................................................... 30
BAB IV KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA 31 4.1
Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ................. 31
4.2
Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ............................................................................ 32
4.3
Arahan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD) ............. 32
4.4
Arahan Rencana Induk Sistem PAM Kabupaten/Kota (RISPAM) ... 32
4.5
Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK) .............................................. 33
4.6
Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) ............. 34
4.7
Arahan Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaaan (SPPIP) Kabupaten/Kota ............................................ 34
4.8
Arahan Pengembangan Kawasan (RPKPP) ................................... 35
4.9
Integrasi Strategi Pembangunan Kab/Kota dan Sektor ................... 35 4.9.1 Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota ............................. 35 4.9.2 Strategi Pembangunan Kawasan ........................................ 36
BAB V ASPEK TEKNIS PER SEKTOR .............................................................. 37 5.1
Pengembangan Permukiman ....................................................... 37 5.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............................. 37 5.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan .................................................................... 42 5.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman ............... 46 5.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman ........................................................................ 48 5.1.5 Usulan Program dan Kegiatan ............................................ 52
vi
5.2
Penataan Bangunan dan Lingkungan ......................................... 54 5.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............................. 54 5.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan .................................................................... 58 5.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan .. 64 5.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL .......... 67 5.2.5 Usulan Program dan Kegiatan ............................................ 71
5.3
Sistem Penyediaan Air Minum ..................................................... 74 5.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............................. 74 5.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan .................................................................... 76 5.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum ............. 85 5.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM ..................................... 89 5.3.5 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM........ 93
5.4 Penyehatan Lingkungan Permukiman ........................................... 97 5.4.1
Air Limbah ........................................................................... 97 5.4.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............... 97 5.4.1.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan ...................................................... 98 5.4.1.3 Analisis Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah.......... 105 5.4.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah ............................................................. 107
5.4.2 Persampahan ...................................................................... 110 5.4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............... 110 5.4.2.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan ............................................................. 112 5.4.2.3 Analisis Kebutuhan Persampahan ......................... 123 vii
5.4.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Persampahan ........................................................ 125
5.4.3 Drainase.............................................................................. 128 5.4.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan .............. 128 5.4.3.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan ...................................................... 130 5.4.3.3 Analisis Kebutuhan Drainase ................................. 136 5.4.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Drainase ................................................................ 137
5.4.4 Usulan Program dan Kegiatan serta Pembiayaan Proyek ... 139 5.4.4.1 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Sanitasi.................................................................. 139 5.4.4.2 Usulan Pembiayaan Pengembangan Sanitasi ....... 140
BAB VI ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL .................................................... 143 6.1
Aspek Lingkungan .......................................................................... 143 6.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ......................... 145 6.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH ........................................... 156
6.2
Aspek Sosial ................................................................................... 162 6.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya ........................................................................ 165 6.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya ......................................................................... 167 6.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya ............................................................ 169
BAB VII ASPEK PEMBIAYAAN ......................................................................... 171 7.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidan Cipta Karya ......................... 171 viii
7.2 Profil APBD Kabupaten/Kota .......................................................... 175 7.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya ........................ 177 7.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun ................................ 177 7.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBD dalam 5 Tahun ................................ 178 7.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 tahun .................................................. 180 7.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta ....................................................... 181 7.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya .............................................................................................. 182 7.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan ....................................... 182 7.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah 5 tahun ke depan ................................................................ 185 7.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya 5 tahun ke depan ............................................. 185 7.5. Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya ................................................ 185 7.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah ............................. 186 7.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya ............ 186 BAB VIII ASPEK KELEMBAGAAN KABUPATEN/KOTA ................................... 187 8.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya ..................... 187 8.2 Kondisi Kelembagaan Saat Ini ........................................................ 193 8.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya ....................... 193 8.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya ..................... 194 8.2.3 Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya . 195 8.3 Analisis Kelembagaan .................................................................... 196 8.3.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya ....................... 196 ix
8.3.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya ..................... 197 8.3.3 Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya ......................................................................... 197 8.3.4 Analisis SWOT Kelembagaan ............................................. 198 8.4 Rencana Pengembangan Kelembagaan ........................................ 200 8.4.1 Rencana Pengembangan Keorganisasian .......................... 200 8.4.2 Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan ........................ 200 8.4.3 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) .... 201 BAB IX
MATRIKS RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA ....................................................................... 203 9.1 Matriks Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota ........................ 203 9.2 Matriks Keterpaduan Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota ... 205
Daftar Peristilahan Dan Singkatan ..................................................................... 207
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kedudukan RPIJM dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya .............................................................. 4 Gambar 1.2 Keterkaitan RTRW, SPPIP, RPIJM dan KSPD......................................... 5 Gambar 2.1 Keterkaitan Organisasi Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota .................. 14 Gambar 2.2 Contoh SK Bupati/Walikota Pembentukan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota ....................................................................................... 18 Gambar 2.3 Langkah Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota Bidang Cipta Karya ....................................................................................................... 20 Gambar 2.4 Skema Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota ........................................... 21 Gambar 5.1 Alur Program Pengembangan Permukiman ............................................ 49 Gambar 5.2 Lingkup Tugas PBL ................................................................................. 57 Gambar 5.3 Pembagian Kewenangan Pengembangan SPAM .................................... 92 Gambar 5.4 Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat/On-Site dan Komunal ............. 108 Gambar 5.5 Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala kota) ................. 110 Gambar 5.6 Sistem Pengelolaan Sampah ................................................................... 128 Gambar 5.7 Sistem Drainase Perkotaan ..................................................................... 138 Gambar 7.1 Contoh Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD ....................................................................................................... 177 Gambar 7.2 Contoh Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD ................... 179 Gambar 8.1 Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota ........................................... 188 Gambar 8.2 Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 dan Cipta Karya ....................................................................................................... 191
xi
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Indikator Penilaian RPIJM ........................................................................... 23
Tabel 4.1
Matriks Strategi Pembangunan Kabupaten Kota......................................... 36
Tabel 4.2
Matriks Strategi Pembangunan Kawasan Prioritas...................................... 36
Tabel 5.1
Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota/Kabupaten .......................................................................................... 43
Tabel 5.2
Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman .................... 43
Tabel 5.3
Data Kawasan Kumuh di Kabupaten/Kota X Tahun Y................................. 44
Tabel 5.4
Data Kondisi RSH di Kabupaten/Kota X Tahun Y ....................................... 44
Tabel 5.5
Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten/Kota X ............................................ 44
Tabel 5.6
Data Program Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y ..................................... 44
Tabel 5.7
Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y ................... 44
Tabel 5.8
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota .......................................................................................... 46
Tabel 5.9
Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 tahun ............................................................................................. 47
Tabel 5.10
Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun .................. 47
Tabel 5.11
Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten/Kota .......................................................................................... 52
Tabel 5.12
Contoh Usulan Pembiayaan Proyek ........................................................... 52
Tabel 5.13
Usulan
Program
dan
Kegiatan
Pengembangan
Permukiman
Kabupaten/Kota .......................................................................................... 53 Tabel 5.14
Isu Strategis sektor PBL di Kab/Kota .......................................................... 60
Tabel 5.15
Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan ......................................................................... 61
Tabel 5.16
Penataan Lingkungan Permukiman ............................................................ 61
Tabel 5.17
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara ......................... 61 xiii
Tabel 5.18
Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan ................ 62
Tabel 5.19
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan ................................................................................................. 63
Tabel 5.20
SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan ..................................... 66
Tabel 5.21
Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan ........................... 67
Tabel 5.22
Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten/Kota ............................................... 72
Tabel 5.23
Contoh Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten/Kota ..................... 78
Tabel 5.24
Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan.............................................................................................. 81
Tabel 5.25
Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Teknis.... 81
Tabel 5.26
Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan ................................................................................................ 81
Tabel 5.27
Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat ........................................................................................ 82
Tabel 5.28
Contoh Analisa Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan ............ 82
Tabel 5.29
Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Teknis ....................... 83
Tabel 5.30
Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan ............. 84
Tabel 5.31
Contoh Analisa Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat ................................................................................................. 84
Tabel 5.32
Contoh Analisis Kebutuhan ......................................................................... 86
Tabel 5.33
Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM ............................................... 88
Tabel 5.34
Lingkup Penyusunan RISPAM .................................................................... 90
Tabel 5.35
Skema Kebijakan Pendananaan Pengembangan SPAM ............................ 92
Tabel 5.36
Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM ......... 95
Tabel 5.37
Kapasitas Pelayanan Eksisting ................................................................... 100 xiv
Tabel 5.38
Cakupan Pelayanan Sistem Onsite............................................................. 100
Tabel 5.39
Cakupan Pelayanan air limbah komunitas berbasis masyarakat ................. 101
Tabel 5.40
Cakupan Pelayanan air limbah Sistem Off-site ........................................... 101
Tabel 5.41
Parameter Teknis Wilayah .......................................................................... 101
Tabel 5.42
Contoh Permasalahan Pengelolaan Air Limbah Yang Dihadapi .................. 103
Tabel 5.43
Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010 ..................................................................................... 105
Tabel 5.44
Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah....................... 106
Tabel 5.45
Contoh Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini ................... 114
Tabel 5.46
Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan............................ 115
Tabel 5.47
Contoh Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Dihadapi............. 121
Tabel 5.48
Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010 ..................................................................................... 122
Tabel 5.49
Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah....................... 123
Tabel 5.50
Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase ................................... 132
Tabel 5.51
Contoh Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase Yang Dihadapi ... 134
Tabel 5.52
Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010 ............................................................................... 135
Tabel 5.53
Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah....................... 136
Tabel 5.54
Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan PLP Kabupaten/Kota .......................................................................................... 141
Tabel 6.1
Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya .............. 146
Tabel 6.2
Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya ............................................ 147
Tabel 6.3
Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
..................................................................................................... 148
Tabel 6.4
Contoh Tabel Identifikasi KRP .................................................................... 149
Tabel 6.5
Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah ....................................................................................................... 150
Tabel 6.6
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP ............................................... 151 xv
Tabel 6.7
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS ................ 152
Tabel 6.8
Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL ................................................... 153
Tabel 6.9
Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL .............................................. 156
Tabel 6.10
Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL .... 158
Tabel 6.11
Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya ................................................................................................. 162
Tabel 6.12
Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota/Kabupaten .......... 165
Tabel 6.13
Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten X ........................................ 167
Tabel 6.14
Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang membutuhkan Konsultasi, Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta Permukiman Kembali....................................................................................................... 169
Tabel 6.15
Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya ............................................................. 170
Tabel 7.1
Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir .................... 175
Tabel 7.2
Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir ............................ 176
Tabel 7.3
Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir .................... 176
Tabel 7.4
Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir ........ 178
Tabel 7.5
Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten/Kota ... dalam 5 Tahun Terakhir .............................................................................. 178
Tabel 7.6
Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir .............................................................................. 179
Tabel 7.7
Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir .......................................... 180
Tabel 7.8
Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir.............. 181
Tabel 7.9
Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan ............................... 183
Tabel 7.10
Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan ......................................................................................................... 185
Tabel 8.1
Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya ............................................. 194
Tabel 8.2
Inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya ........................................................ 195
Tabel 8.3
Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya .......................... 196 xvi
Tabel 8.4
Contoh Matriks Kebutuhan Sumber Daya Manusia ..................................... 198
Tabel 8.5
Matriks Analisis SWOT Kelembagaan......................................................... 199
Tabel 8.6
Pelatihan Bidang Cipta Karya ..................................................................... 201
Tabel 9.1
Matriks Analisis SWOT Kelembagaan......................................................... 204
Tabel 9.2
Pelatihan Bidang Cipta Karya ..................................................................... 205
xvii
xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Untuk mewujudkan bangsa yang mandiri, adil, dan makmur seperti yang dicita-citakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, salah satu caranya adalah dengan mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan melalui perwujudan permukiman tanpa kumuh. Untuk menunjang lingkungan permukiman di tanah air, perlu dibangun prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien. Di samping itu, RPJPN juga mengamanatkan bahwa pembangunan bidang air minum dan sanitasi diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat serta untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditekankan kembali dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang menyatakan bahwa salah satu arahan kebijakan dalam bidang pengembangan perumahan permukiman adalah meningkatkan aksesibiltas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai. Arahan dalam RPJPN dan RPJMN terkait pembangunan infrastruktur permukiman merupakan amanat yang harus diemban bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dijelaskan dalam PP 38 Tahun 2007 bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berperan sebagai pelaksana pembangunan infrastruktur fisik bidang Cipta Karya, sedangkan Pemerintah Pusat bertindak sebagai pengatur, pembina, dan pengawas pembangunan infrastruktur permukiman di Indonesia. Hal ini sesuai kebijakan desentralisasi yang dilakukan di Indonesia saat ini, dimana pemerintah daerah dituntut untuk lebih berperan aktif dalam melayani dan mensejahterakan masyarakat. Agar dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat, pemerintah daerah perlu merencanakan pembangunan infrastruktur permukiman secara terpadu dengan mendayagunakan sumber daya secara optimal, efisien, dan efektif sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, dalam mengemban tugasnya sebagai perumus dan pelaksana kebijakan dan standar teknis bidang Cipta Karya, mengambil inisiatif untuk mendukung pemerintah kabupaten/kota dalam menyiapkan perencanaan program khusus bidang Cipta Karya yang diberi nama Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) bidang Cipta Karya. RPIJM ini dikembangkan sebagai upaya Ditjen Cipta Karya dalam 1
melaksanakan pembangunan infrastruktur permukiman secara merata di seluruh wilayah tanah air dengan cara yang lebih terpadu, efisien dan efektif sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. RPIJM mulai dirintis sejak tahun 2005 berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya No. Pr. 02.03-Dc/496 perihal Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya. Sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran tersebut, Ditjen Cipta Karya juga telah menyusun Buku Pedoman Penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya sebagai panduan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun RPIJM. RPIJM merupakan dasar pemrograman dan penganggaran di lingkungan Ditjen Cipta Karya. Mengingat fungsinya yang cukup penting, maka RPIJM sudah sepatutnya memiliki kualitas yang baik serta disiapkan secara rasional, inklusif, dan terpadu. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kualitas RPIJM perlu dilakukan penyempurnaan Pedoman Penyusunan RPIJM. Dalam pedoman RPIJM yang baru, substansi dokumen akan ditajamkan sesuai dengan kebijakan baru dan perubahan pengaturan terkait bidang Cipta Karya. Selain itu, penyusunan dokumen RPIJM perlu mempertimbangkan kemampuan keuangan, kelembagaan daerah, serta dampak pembangunan infrastruktur permukiman terhadap lingkungan dan kondisi sosial setempat. Dengan adanya Pedoman RPIJM yang baru, diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menggerakkan semua sumber daya secara optimal dalam memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur permukiman, sekaligus mendukung upaya percepatan pencapai sasaran nasional pembangunan bidang Cipta Karya. 1.2
Pengertian dan Kedudukan RPIJM
Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya atau disingkat sebagai RPIJM Cipta Karya adalah dokumen rencana dan program pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya dalam periode lima tahun, yang dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun oleh masyarakat/swasta, yang mengacu pada rencana tata ruang, untuk menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat yang berkualitas dan mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang berkelanjutan. Dokumen ini disusun pada tingkat Kabupaten/Kota dan bersifat multi sektoral, multi stakeholder, dan multi pendanaan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan multi sektor adalah RPIJM meliputi sektor-sektor di lingkungan Ditjen Cipta Karya yaitu Pengembangan Air Minum, Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Pengembangan Permukiman, dan Penataan Bangunan dan Lingkungan. Adapun maksud dari multi stakeholder adalah para pemangku kepentingan yang terkait turut 2
dilibatkan dalam proses penyusunan dan implementasi RPIJM sesuai kewenangan dan peranannya masing-masing. Stakeholder yang terkait dalam RPIJM meliputi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, masyarakat dan dunia usaha. Sedangkan maksud dari multi-pendanaan adalah sumber pembiayaan infrastruktur permukiman dalam RPIJM tidak hanya berasal dari pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta dunia usaha dan masyarakat. RPIJM disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan difasilitasi oleh Ditjen Cipta Karya dan Pemerintah Provinsi. Sebagai dokumen teknis, RPIJM sudah harus menampung aspirasi pemangku kepentingan lokal dan aspirasi masyarakat. Dalam penyusunannya, RPIJM harus ditekankan pada proses partisipasi melalui dialog dengan seluruh pemangku kepentingan sehingga dapat diterima oleh semua pihak sebagai acuan pembangunan infrastruktur bersama. Dengan demikian, maka pembangunan infrastruktur permukiman bisa ditangani atau dibiayai secara bersamasama oleh para pemangku kepentingan. RPIJM tidak dimaksudkan untuk menggantikan fungsi RPJMD ataupun Renstra SKPD, namun RPIJM merupakan dokumen teknis operasional pembangunan bidang Cipta Karya yang berisikan rencana investasi sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah. RPIJM disusun dengan mengacu pada kebijakan spasial dan sektoral, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kebijakan spasial meliputi RTRWN, RTRW Provinsi, dan RTRW Kabupaten/Kota. Sedangkan kebijakan sektoral terdiri dari RPJMN, RPJMD Provinsi, dan RPJMD Kabupaten/Kota. Disamping itu, RPIJM juga mengacu pada Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional serta Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah. Adapun, skema kedudukan RPIJM dalam sistem perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya dapat dilihat pada gambar 1.1.
3
Gambar 1.1 Kedudukan RPIJM dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Sesuai dengan skema di atas, integrasi dan sinkronisasi setiap strategi sektor sangat penting, termasuk antara Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Dokumen sektoral ini terintegrasi dalam Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) yang memberikan arahan pembangunan infrastruktur skala kota/kabupaten. Selanjutnya, SPPIP ini akan diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) dengan skala kawasan. RPIJM perlu mempertimbangkan dokumen-dokumen teknis ini sehingga perencanaan pembangunan infrastruktur permukiman menjadi lebih terarah dan terpadu. Keterkaitan substansi antara dokumen teknis dipaparkan pada gambar 1.2. RPIJM yang telah disusun kemudian akan dituangkan ke dalam rencana program tahunan berupa Memorandum Program yang merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota terkait rencana kegiatan di suatu Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 5 tahun.
4
Sumber : Dit. Bina Program DJCK, 2012
Gambar 1.2 Keterkaitan RTRW, SPPIP, RPIJM dan KSPD
1.3
Maksud dan Tujuan
Maksud RPIJM yaitu untuk mewujudkan kemandirian kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman yang berkelanjutan, menciptakan kualitas kehidupan masyarakat yang sejahtera selaras dengan tujuan pembangunan nasional. Sedangkan tujuan RPIJM adalah sebagai dokumen yang dijadikan acuan dalam perencanaan program dan anggaran serta pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang berasal dari berbagai sumber pendanaan, baik APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun sumber pendanaan lainnya. RPIJM memuat rencana program dan investasi dalam jangka waktu lima tahun yang mencakup sektor-sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya, yaitu Pengembangan Permukiman, Penataan Bangunan dan Lingkungan, Sistem Penyediaan Air Minum, dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (air limbah permukiman, persampahan, dan drainase). 5
1.4
Acuan Peraturan dan Perundangan
Perangkat peraturan perundangan yang dijadikan acuan dalam penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya, adalah sebagai berikut: Undang – Undang (UU) • UU No. 02 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; • UU No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; • UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun; • UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; • UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah; • UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; • UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal; • UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang; • UU No. 07 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air; • UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; • UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah; • UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; • UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan; • UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Peraturan Pemerintah (PP) • PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga • PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah; • PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; • PP No. 34 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan; • PP No. 07 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; • PP No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air; • PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; • PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; • PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah;
6
• PP No. 2 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; • PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah; • PP No. 5 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan; • PP No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan SPAM; • PP No. 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG (Undang Undang Bangunan Gedung); • PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; • PP No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan Penerapan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan Presiden (Perpres) • Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; • Perpres No. 05 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014; • Perpres No. 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; • Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025; • Perpres No. 56 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; • Perpres No. 65 Tahun 2011 Tentang Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; • Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia; • Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum • Permen PU No. 14/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian PU yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri; • Permen PU No. 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014; • Permen PU No. 12/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan SPAM; 7
• Permen PU No. 14/PRT/M/2010 Tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; • Permen PU No. 15/PRT/M/2010 Tentang Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur; • Permen PU No. 16/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung; • Permen PU No. 01/PRT/M/2009 Tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Bukan Jaringan Perpipaan; • Permen PU No. 10/PRT/M/2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang PU yang Wajib Dilengkapi Dengan UKL dan UPL; • Permen PU No. 16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP); • Permen PU No. 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; • Permen PU No. 18/PRT/M/2007 Tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum; • Permen PU No. 20/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM); • Permen PU No. 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP); • Permen PU No. 494/PRT/M/2005 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP Kota). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) • Permen LH No. 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL; • Permen LH No. 09 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum KLHS; • Permen LH No. 13 Tahun 2010 Tentang UKL – UPL dan SPPLH; • Permen LH No. 14 Tahun 2010 Tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan Tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) • Permendagri No. 57 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Perkotaan; • Permendagri No. 33 Tahun 2008 Tentang Pedoman Hubungan Kerja Organisasi Perangkat Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; • Permendagri No. 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah; 8
• Permendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang direvisi menjadi Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Peraturan Kementerian Lainnya • Peraturan Menteri Bappenas No 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan KPS dalam Pembangunan Infrastruktur; • Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum; • Keputusan Menteri PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004 Tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. 1.5
Prinsip Penyusunan RPIJM
Prinsip dasar RPIJM secara sederhana adalah: 1. Multi Tahun, yang diwujudkan dalam kerangka waktu 5 (lima) tahun untuk rencana investasi yang disusun. 2. Multi Sektor, yaitu mencakup sektor/bidang pengembangan kawasan permukiman, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pelayanan persampahan, pengembangan sistem pelayanan air limbah, pengembangan sistem pematusan kota/drainase, peningkatan kualitas kawasan kumuh dan peremajaan permukiman, penanganan kawasan kumuh, pengembangan kawasan dan ruang terbuka hijau, serta penanggulangan kebakaran dan penataan bangunan gedung. 3. Multi Sumber Pendanaan, yaitu memadukan sumber pendanaan pemerintah, sumber pendanaan swasta, dan masyarakat. Sumber pendanaan pemerintah dapat terdiri dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, sedangkan dana swasta dapat berupa Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dan Coorporate Social Responsibility (CSR). Masyarakat pun dapat berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat, misalnya dalam bentuk barang dan jasa. 4. Multi Stakeholder, yaitu melibatkan Masyarakat, Pemerintah, dan Swasta sebagai pelaku pembangunan dalam proses penyusunan RPIJM maupun pada saat pelaksanaan program. 5. Partisipatif, yaitu memperhatikan kebutuhan dan kemampuan daerah (kabupaten/kota dan provinsi) sesuai karakteristik setempat (bottom-up). Diharapkan dengan 5 prinsip dasar tersebut, dapat diwujudkan pembangunan yang efektif dan efisien, serta mendorong kemandirian daerah yang untuk menyusun 9
program yang layak dan handal sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. RPIJM ini juga bersifat dinamis, dimana setiap tahunnya diperlukan review terhadap program-program pembangunan yang tercantum di dalam dokumen RPIJM, sehingga dihasilkan rencana pembangunan infrastruktur yang mutakhir sesuai perkembangan kebutuhan daerah. 1.6
Muatan Dokumen RPIJM
Secara substansi muatan RPIJM Kabupaten/Kota terdiri 8 (delapan) bab yaitu: Bab 1
Pendahuluan Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan RPIJM, dasar hukum penyusunan RPIJM, dan mekanisme penyusunan RPIJM.
Bab 2
Profil Kabupaten/Kota Pada bab ini berisikan penjelasan profil umum Kabupaten/Kota seperti batas administrasi wilayah, demografi, geografi, topografi, geohidrologi, geologi, klimatologi, serta kondisi sosial dan ekonomi wilayah.
Bab 3
Keterpaduan Strategi Pengembangan Kabupaten/Kota Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai kebijakan dan strategi dokumen rencana seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD), Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem PAM (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), dan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP), serta penjelasan mengenai Keterpaduan Strategi dan Rencana Pembangunan pada skala Kabupaten/Kota maupun kawasan.
Bab 4
Aspek Teknis Per Sektor Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai rencana program investasi infrastruktur Bidang Cipta Karya seperti rencana pengembangan permukiman, rencana penataan bangunan dan lingkungan (PBL), rencana pengembangan sistem penyediaan air minum, dan rencana penyehatan lingkungan permukiman (PLP). Pada setiap sektor dijelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan, dan tantangan daerah; analisis kebutuhan; serta usulan program dan pembiayaan masing – masing sektor. 10
Bab 5
Aspek Lingkungan dan Sosial Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai gambaran umum dan kondisi eksisting lingkungan, analisis perlindungan lingkungan dan sosial seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), AMDAL, UKL – UPL, dan SPPLH, serta perlindungan sosial pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.
Bab 6
Aspek Pembiayaan Bab ini berisikan penjelasan mengenai Profil APBD Kabupaten/Kota, profil investasi dan proyeksi investasi dalam pembangunan Bidang Cipta Karya, serta strategi peningkatan investasi bidang Cipta Karya.
Bab 7
Aspek Kelembagaan Kabupaten/Kota Bab ini berisikan penjelasan mengenai aspek kelembagaan Cipta Karya di daerah yang fokus kepada aspek keorganisasian, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusia. Dari ketiga aspek tersebut dijelaskan kondisi eksisting, analisis permasalahan dan rencana pengembangannya.
Bab 8
Matriks Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya Pada bab ini berisikan matriks program investasi RPIJM Kabupaten/Kota dan matriks keterpaduan program investasi RPIJM Kabupaten/Kota.
11
12
BAB II MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENILAIAN RPIJM 2.1
Hubungan Kerja Penyusunan RPIJM
2.1.1 Unit Pelaksana di Pusat dan Daerah Penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya kabupaten/kota pada dasarnya melibatkan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya, bertindak sebagai pembina. Sedangkan, pemerintah provinsi berperan sebagai fasilitator, dan pemerintah kabupaten/kota merupakan penyusun dari dokumen RPIJM. Di dalam mekanisme penyusunanan RPIJM Cipta Karya terdapat unit pelaksanaan di Pusat dan Daerah. Pada tingkat pusat dibentuk Satgas RPIJM/Randal yang terdiri dari pejabat yang mewakili Direktorat Bina Program, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Tata Bangunan dan Lingkungan, Direktortat Pengembangan Air Minum, Direktorat Pengembangan PLP, dan Sekretariat Ditjen Cipta Karya. Dalam Direktorat Bina Program Cipta Karya juga terdapat Koordinator Wilayah (Korwil) yang terdiri dari Kasubdit Program dan Anggaran (Korwil Sumatera), Kasubdit Evaluasi Kinerja (Korwil Jawa), Kasubdit Kerjasama Luar Negeri (Korwil Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara), Kasubdit Data dan Informasi (Korwil Sulawesi), serta Kasubdit Kebijakan dan Strategi (Korwil Maluku dan Papua), sesuai dengan SK Dirjen Cipta Karya No. 25/KPTS/DC/2012. Pada tingkat provinsi, dibentuk satgas RPIJM yang berfungsi memfasilitasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyusunan RPIJM. Satgas Provinsi dapat dibentuk melalui SK Gubernur/Sekda. Adapun anggotanya terdiri dari unsur Bappeda, Dinas PU/CK/Permukiman, BPLHD, Dispenda, SKPD terkait pembangunan Cipta Karya, dan Satker-Satker Cipta Karya Provinsi. Sementara di tingkat kabupaten/kota, dibentuk satgas RPIJM Kabupaten/Kota yang bertugas menyusun RPIJM. Satgas dibentuk dengan SK Bupati/Walikota dengan anggota terdiri dari unsur Bappeda, Dinas PU/CK/Permukiman, BPLHD, Dispenda, SKPD terkait pembangunan Cipta Karya, dan PDAM. Adapun keterkaitan organisasi dalam penyusun RPIJM tercermin pada gambar 2.1.
13
Sumber : Dit. Bina Program, DJCK 2012
Gambar 2.1 Keterkaitan Organisasi Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota
2.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab Satgas Randal Pusat, Satgas RPIJM Provinsi dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota Setiap tingkatan Satgas RPIJM/Randal mempunyai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing yang diatur dalam SK Dirjen Cipta Karya No. 25/KPTS/DC/2012. Berdasarkan SK tersebut, Satgas Randal Pusat bersama Korwil berperan sebagai Pembina dengan melakukan fungsi pengaturan, pembinaan dan pengawasan dalam penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota. Satgas Randal Pusat memiliki tugas dan tanggung jawabnya yaitu: 1. Tim Pengarah a. Menentukan arah kebijakan pelaksanaan pendampingan dan fasilitasi dalam perencanaan program pengendalian pelaksanaan program di Bidang Cipta Karya; dan b. Memberikan dukungan dalam perencanaan program Bidang Cipta Karya antara Kabupaten/Kota, Provinsi, serta mitra kerjasama lainnya baik di dalam dan di luar Kementerian PU.
14
2. Kepala Satuan Tugas a. Melaksanakan rencana program pendampingan perencanaan dan pengendalian program Bidang Cipta Karya; b. Melaksanakan pembinaan kepada daerah terkait perencanaan program Bidang Cipta Karya; c. Melaksanakan pembinaan kepada daerah terkait pengendalian dan pelaksanaan program Bidang Cipta Karya;dan d. Melakukan peningkatan kelembagaan dan kemampuan sumber daya manusia Randal Provinsi untuk meningkatkan dan memperkuat tugas perencanaan dan pengendalian program di Bidang Cipta Karya. 3. Koordinator Wilayah a. Melaksanakan rencana aksi fasilitasi dan pendampingan bagi Kabupaten/Kota melalui Pemerintah Provinsi untuk meningkatkan kualitas perencanaan Program Bidang Cipta Karya; b. Memantau pelaksanaan perencanaan dan pengendalian program Bidang Cipta Karya di daerah, khususnya sampai dengan tataran Provinsi, dan tidak tertutup kemungkinan bagi Kabupaten/Kota; c. Memantau kualitas/kelayakan dan sinkronisasi muatan substansi dokumen perencanaan program Bidang Cipta Karya yaitu RPIJM, Memorandum Program, SPPIP, SSK, RISPAM, dan RTBL; d. Mendampingi penyusunan pemuktahiran Pedoman Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah Kabupaten/Kota; e. Bersama Pemerintah Provinsi menjaring dan mensinkronisasikan usulan program Bidang Cipta Karya tahun 2013 yang terpadu dengan berbagai sumber pendanaan dan berbasiskan pada RPIJM Kabupaten/Kota; f. Penajaman dan sosialisasi kualitas muatan substansi RPIJM Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Kabupaten/Kota; g. Bersama dengan Pemerintah Provinsi mendampingi Kabupaten/Kota dalam menyiapkan program Cipta Karya yang potensial dibiayai melalui alternatif sumber pembiayaan Cipta Karya seperti CSR, PHLN, dll; h. Memonitoring dan mengevaluasi terhadap penyempurnaan/pemuktahiran dokumen – dokumen perencanaan program Bidang Cipta Karya yang telah disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota; i. Membina dan mendampingi Provinsi dalam mengevaluasi tahunan dari pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang Cipta Karya; dan j. Membina dan mendampingi Satuan Kerja Perencanaan dan Pengendalian Program Infrastruktur Permukiman di tingkat pusat.
15
4. Sekretariat a. Melaksanakan tugas harian dan operasional dari Satuan Tugas Perencanaan dan Pengendalian; b. Mengumpulkan data dan informasi terkait dengan perencanaan dan pengendalian program Bidang Cipta Karya; c. Menyusun dan mengelola sistem knowledge management yang mampu memberi wadah pembelajaran bagi seluruh stakeholder Randal; d. Memfasilitasi koordinasi antara Randal Pusat dengan Randal Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota; e. Memfasilitasi dan membina Satuan Tugas Randal Provinsi untuk penyelesaian permasalahan terkait proses pelaksanaan penyiapan perencanaan program dan pengendalian pelaksanaan program Cipta Karya; f. Memfasilitasi pelaksanaan pendampingan perencanaan dan pengendalian Bidang Cipta Karya kepada Randal Provinsi dan termasuk kepada Pemerintah Kabupaten/Kota; g. Memberi dukungan teknis, administrasi dan logistik pada Kepala Satuan Tugas dan Koordinator Wilayah; h. Menyiapkan sumber data (kearsipan) dari pelaksanaan kegiatan perencanaan dan pengendalian pelaksanaan program dari tahun yang sedang berjalan atau yang sudah terlaksana; dan i. Memberi masukan dan evaluasi hasil dari pelaksanaan perencanaan dan pengendalian program bidang Cipta Karya kepada Kepala Satuan Kerja Randal Pusat dan Koordinator Wilayah. Satgas RPIJM/Randal pada tingkat Provinsi memiliki peran dalam melakukan pendampingan penyusunan RPIJM yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota di wilayahnya. Satgas ini terdiri dari 3 tim yaitu tim pengarah, tim pelaksana, dan tim sekretariat. Adapun tugas dari masing – masing tim tersebut yaitu: 1. Tim Pengarah a. Memberikan arahan kebijakan untuk kegiatan Pendampingan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya Daerah Kota/Kabupaten/Propinsi; b. Memberikan dukungan dalam kaitan dengan hubungan dengan pimpinan instansi mitra kerjasama di dalam dan di Propinsi; c. Memberikan dukungan dalam kaitan hubungan pada daerah Kota/Kabupaten,dan Propinsi; dan d. Menetapkan kebijakan program dan anggaran APBN yang layak mendukung RPIJM Daerah Kota/Kabupaten dan Propinsi. 16
2. Tim Pelaksana a. Melaksanakan tugas pendampingan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten; b. Melaksanakan tugas pembangunan kelembagaan dan sumber daya manusia di tingkat Kota dan Kabupaten, dengan pemberdayaan Satgas RPIJM di tingkat Kota dan Kabupaten; c. Melaksanakan tugas evaluasi atas usulan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten yang akan dihasilkan dari proses pendampingan ini; d. Melaksanakan evaluasi guna perbaikan dan penyempurnaan terus menerus pendampingan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten. 3. Tim Sekretariat a. Melaksanakan tugas untuk memberi dukungan teknis, administrasi, dan logistik pada Tim Pengarah dan Tim Pelaksana; b. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen untuk pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPIJM Kota/Kabupaten; dan c. Melaksanakan tugas lain yang diinstruksikan oleh Tim Pengarah dan Pelaksana. Peran Satgas RPIJM/Randal Kabupaten/Kota pada dasarnya adalah sebagai perumus dokumen RPIJM. Pembentukan Satgas Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota ini ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota. Sebagaimana halnya Satgas provinsi, Satgas tingkat Kabupaten/Kota terdiri dari 3 tim yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, yaitu: 1. Pengarah a. Memberikan arahan kebijakan kegiatan Pendampingan Penyusunan RPIJM Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya Daerah Kabupaten/Kota; b. Memberikan dukungan dalam kaitan dengan hubungan dengan pimpinan instansi terkait mitra kerjasama; dan c. Memberikan dukungan dalam kaitan hubungan pada Daerah Kabupaten/Kota. 2. Pelaksana a. Melaksanakan tugas pendampingan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota; b. Melaksanakan tugas pembangunan kelembagaan dan sumber daya manusia tingkat Kabupaten/Kota; c. Menyusun RPIJM Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya ; d. Melaksanakan tugas evaluasi atas usulan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota yang akan dihasilkan dari proses pendampingan; e. Melaksanakan evaluasi guna perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus Pendampingan RPIJM Kabupaten/Kota. 17
3. Sekretariat a. Memberi dukungan teknis administrasi, dan logistik pada Satgas Pengarah dan Pelaksana; b. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen untuk pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota; dan c. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh pengarah dan pelaksana.
Gambar 2.2 Contoh SK Bupati/Walikota Pembentukan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota
18
Dalam dokumen RPIJM yang disusun oleh pemerintah kabupaten/kota harus dilampirkan SK Bupati/Walikota yang menjadi dasar pembentukan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota. Adapun contoh dari SK tersebut adalah seperti gambar 2.2. 2.2
Langkah Penyusunan RPIJM
Dalam penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota harus mengacu pada dokumen perencanaan spasial yang dituangkan dalam RTRW serta perencanaan pembangunan yang dijabarkan dalam RPJMD. Di samping itu, RPIJM juga mengacu pada dokumen perencanaan teknis bidang Cipta Karya seperti dokumen RPKPP, RI-SPAM, SSK, RTBL, dan dokumen Strategi yang lain yang terkait dengan pengembangan wilayah. Keseluruhan rencana teknis ini, terintegrasi dan tersinkronisasi dalam Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP). SPPIP ini memberikan arahan strategi makro pembangunan infrastruktur permukiman, sedangkan RPIJM merupakan penjabaran program dari strategi tersebut. Setelah memahami arahan yang ada dalam dokumen kebijakan dan rencana, dilakukan analisis teknis untuk menghasilkan rencana program dan investasi di setiap sektor. Proses analisis teknis ini diawali identifikasi isu strategis yang dapat berpengaruh terhadap penyediaan infrastruktur permukiman, kondisi eksisting infrastruktur permukiman, permasalahan yang menghambat, serta tantangan ke depan. Setelah itu, dilakukan analisis kebutuhan infrastruktur permukiman disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Dari analisis tersebut akan muncul programprogram pembangunan sektoral yang perlu dilakukan di kabupaten/kota tersebut. Apabila readiness criteria sudah terpenuhi, maka program-program sektoral yang telah teridentifikasi tersebut dapat dikembangkan menjadi usulan program dan kegiatan dalam bentuk rencana program dan investasi sektoral. Selain melihat rencana investasi dari masing-masing sektor dalam penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota diperlukan suatu analisis terhadap keuangan daerah, kelembagaan serta perlindungan terhadap lingkungan dan sosial. Analisis keuangan daerah dimaksudkan untuk melihat kapasitas keuangan daerah dan sumber-sumber pendanaan keuangan daerah dalam investasi pembangunan jangka menengah. Sedangkan aspek kelembagaan menganalisis keorganisasian, tata laksana, dan sumber daya manusia dalam implementasi RPIJM, dan analisis perlindungan lingkungan dan sosial dimaksudkan untuk melindungi lingkungan dan sosial seperti diperlukannya KLHS, AMDAL, atau konsultasi masyarakat.
19
Adapun langkah-langkah penyusunan dokumen RPIJM Kabupaten/Kota terlihat pada Gambar 2.3. O U
No
Aktivitas
Satgas RPIJM Kab/Kota
Satgas RPIJM Provinsi
J
U
/ O
GC
Satgas RPIJM Pusat Direktorat Bina Program Direktorat Direktorat Bagian Direktorat Direktorat Satker Penataan Pengembangan Koordinator Hukum Perencanaan Pengembangan Bangunan Penyehatan Pengembangan Wilayah (Setditjen CK) Permukiman Air Minum dan dan Lingkungan (Korwil) Pengendalian Lingkungan Permukiman
1 Review Outline Dokumen RPIJM
Persyaratan/ Kelengkapan
Semua aspek sesuai dengan Buku Pedoman Penyusunan RPIJM
Waktu
1 minggu
Draft Outline Dokumen RPIJM
2 Check Terhadap Buku
Pedoman RPIJM
Output
T Y
3 Review Strategi/Skenario
Sesuai dengan RTRW Nasional, Provinsi dan Kab/Kota Sesuai dengan dokumen Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP)
Pengembangan Wilayah 4 Review Strategi/Skenario
Pengembangan Sektor/Bidang PU-CK
1 minggu
1 minggu
Draft Strategi/Skenario Pengembangan Wilayah dan Sektor Bidang PUCK
5 Check Terhadap Dokumen
SPPIP T Y
Sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)
6 Review Rencana Program
Investasi Pengembangan Permukiman
2 minggu
Draft Rencana Program Investasi berdasarkan dokumen SPPIP
7 Check Terhadap Dokumen
RPKPP
T Y
8 Review Rencana Program
Sesuai dengan dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan 9 Check Terhadap Dokumen RTBL
2 minggu
Draft Rencana Program Investasi berdasarkan dokumen RTBL
T Y
10 Review Rencana Program
Sesuai dengan dokumen Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan Masterplan Drainase
Investasi Penyehatan Lingkungan Permukiman
2 minggu
Draft Rencana Program Investasi berdasarkan dokumen SSK dan Masterplan Drainase
11 Check Terhadap Dokumen SSK
dan Masterplan Drainase T Y
12 Review Rencana Program
Sesuai dengan Rencana Induk Sistem (RIS) Air Minum
Investasi Sistem Penyediaan Air Minum 13 Check Terhadap RIS Air Minum
2 minggu
Draft Rencana Program Investasi berdasarkan dokumen RIS Air Minum
T Y
14 Review Aspek Sosial dan
Sesuai dengan dokumen Amdal Daerah
Lingkungan
2 minggu
Draft Rencana Aspek Sosial dan Lingkungan
16 Check Terhadap Dokumen
Perencanaan yang ada
T Y
17 Review Penetapan Prioritas
3 minggu
Program Investasi Draft Memorandum Program
18 Review Memorandum Program 19 Sinkronisasi, Optimasi dan
Skala Prioritas
T Y
20 Review Aspek Legalisasi
4 minggu
Dokumen RPIJM Kab/Kota berdasarkan review tahunan
Sumber: Subdit Jakstra DJCK
Gambar 2.3 Langkah Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota Bidang Cipta Karya
20
Ket.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada dasarnya RPIJM dirumuskan oleh Satgas tingkat Kabupaten/Kota, untuk kemudian direview oleh Satgas tingkat provinsi dan pusat. Adapun, skema koordinasi dalam RPIJM dapat terlihat pada gambar dibawah ini. SATGAS KAB/KOTA Penyusunan Dokumen RPIJM Berdasarkan Kebutuhan dan Kondisi Lokal
SATGAS ` PROVINSI
SATGAS PUSAT
Penilaian
Penilaian Dokumen RPIJM Hasil Review Provinsi + Masukan Program Sektor (Nasional) Masukan Sektoral: Bangkim PBL Air Minum PLP
Kelengkapan Dokumen RPIJM + Masukan dari Provinsi
Garis Koordinasi, Masukan dan Perbaikan
Sumber : Dit. Bina Program, DJCK
Gambar 2.4 Skema Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota
Adapun alur kegiatan penyusunan RPIJM yang dilakukan pada setiap tingkatan Satgas adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Draft I RPIJM (tingkat Satgas Kabupaten/Kota) Penyusunan RPIJM di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kondisi lokal, termasuk mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, dalam perumusan Draft I RPIJM ini perlu mengundang tokoh masyarakat setempat, dunia usaha dan organisasi berbasis komunitas. 2. Penyusunan Draft II RPIJM (tingkat Satgas Provinsi) Di tingkat provinsi, satgas provinsi akan melakukan penilaian kelengkapan dokumen RPIJM dan memberikan masukan terutama terkait dengan keterpaduan infrastruktur permukiman berskala regional. Pembahasan Draft II ini perlu mengikutsertakan unsur akademisi, asosiasi profesi, dan pemerintah kabupaten/ kota yang berbatasan. 3. Penyusunan Draft Final RPIJM (tingkat Satgas Pusat) Satgas pusat melakukan penilaian kelayakan terhadap draft yang disusun pemerintah kabupaten/kota. Setelah melakukan review, maka akan dilakukan pembahasan yang melibatkan direktorat sektor di lingkungan Ditjen Cipta Karya
21
4.
2.3
untuk memadukan program dan investasi dalam RPIJM dengan upaya pencapaian sasaran nasional. Penyusunan RPIJM (tingkat Satgas Kabupaten/Kota) Setelah direvisi, maka Satgas Kabupaten/Kota melakukan finalisasi dan legalisasi dokumen RPIJM setelah mendapat persetujuan Bupati/Walikota. Penilaian Kelayakan RPIJM
Kelayakan suatu dokumen RPIJM perlu dinilai untuk meningkatkan kualitas substansi dokumen RPIJM kabupaten/kota. Penilaian kelayakan tersebut menggunakan metode skoring, dimana masing – masing kriteria kelayakan telah ditetapkan bobot/nilainya. Indikator Penilaian Dokumen RPIJM dinilai dari beberapa kriteria yaitu: 1. Kelengkapan Dokumen Penilaian kelengkapan dokumen dilihat dari legalisasi dokumen RPIJM oleh Bupati/Walikota, dan outline dokumen yang sesuai dengan buku pedoman penyusunan RPIJM. 2. Keterpaduan Strategi Pengembangan Kota dan Kawasan Penilaian terhadap kelayakan rencana dilihat dari keterpaduan strategi yang tertuang pada dokumen pendukung RPIJM seperti RTRW, RPJMD, KSPD, SPPIP serta dokumen sektoral lainnya. 3. Kelayakan Program Penilaian terhadap kelayakan program dalam rencana program investasi sektor pengembangan permukiman, rencana program investasi sektor PBL, rencana program investasi sektor PLP, rencana program investasi sektor SPAM. 4. Kelayakan Lingkungan dan Sosial Penilaian terkait aspek perlindungan sosial dan lingkungan dalam pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya. 5. Kelayakan Pendanaan Penilaian kelayakan dan kesesuaian anggaran untuk program / kegiatan RPIJM serta pemanfaatan multi sumber pendanaan. 6. Kelayakan Kelembagaan Penilaian kelayakan kelembagaan dilihat dari kesiapan kelembagaan untuk menyusun dan mengelola implementasi RPIJM di daerah. 7. Matriks Program Penilaian kelayakan kegiatan dilihat dari penetapan prioritas program dan matriks program yang tertuang dalam RPIJM. Adapun indikator penilaian kelayakan dokumen RPIJM Kabupaten/Kota beserta nilai maksimal dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini. 22
Tabel 2.1 Indikator Penilaian RPIJM KRITERIA
No
INDIKATOR PENILAIAN
Nilai Max
KELENGKAPAN DOKUMEN (13) A
B
LEGALISASI
OUTLINE DOKUMEN
1
Persetujuan Bupati/Walikota
2.00
2
Persetujuan dari Kadis PU Provinsi
2.00
1
Pendahuluan
1.00
2
Profil Kabupaten/Kota
1.00
3
Keterpaduan Strategi Pengembangan Kab./Kota
1.00
4
Aspek Teknis Per Sektor (AM, PLP, Bangkim, PBL)
1.00
5
Perlindungan Lingkungan dan Sosial
1.00
6
Aspek Pembiayaan
1.00
7
Aspek Kelembagaan
1.00
8
Matriks Rencana Program dan Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya
2.00
KELAYAKAN RENCANA (14)
C
1
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota
2.00
2
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
2.00
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
2.00
Rencana Induk Sistem PAM Kabupaten/Kota (RISPAM)
2.00
Strategi Sanitasi Kota (SSK)
2.00
3 KETERPADUAN 4 STRATEGI PENGEMBANGAN 5 KOTA DAN KAWASAN 6 7
Strategi Pengembangan Permukiman Perkotaaan (SPPIP) Kabupaten/Kota
dan
Infrastruktur
Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)
2.00 2.00
KELAYAKAN PROGRAM (42)
D
RENCANA PROGRAM INVESTASI SEKTOR PENGEMBANGA N PERMUKIMAN
1 2 3 4 1
E
RENCANA PROGRAM INVESTASI SEKTOR PBL
2 3 4
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor Pengembangan Permukiman Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Analisis Kebutuhan Sektor PBL Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan
23
1.00 2.00 2.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00
KRITERIA
No 1
F
RENCANA PROGRAM INVESTASI SEKTOR PLP
2
3
4
G
RENCANA PROGRAM INVESTASI SEKTOR SPAM
1 2 3 4
H
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
1 2
INDIKATOR PENILAIAN
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan (Air Limbah, Persampahan, Drainase) Analisis Kebutuhan Sektor Pengembangan PLP (Air Limbah, Persampahan, Drainase) Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor Pengembangan PLP (Air Limbah, Persampahan, Drainase) Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan Sektor Pengembangan PLP (Air Limbah, Persampahan, Drainase) Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Analisis Kebutuhan Sektor Sistem Penyediaan Air Minum Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor Sistem Penyediaan Air Minum Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan KELAYAKAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (6) Analisis Perlindungan Lingkungan (KLHS, Amdal, UKL-UPL dan SPPLH) Analisis Perlindungan Sosial KELAYAKAN PENDANAAN
I
ASPEK PEMBIAYAAN
Nilai Max 3.00 6.00
6.00
6.00 1.00 2.00 2.00 2.00
3.00 3.00
(10)
1
Profil Perkembangan APBD Kabupaten/Kota
2.00
2
Profil Perkembangan Investasi Bidang Cipta Karya (APBN, APBD Prov, APBD Kab./Kota, Swasta, Masyarakat)
2.00
3
Proyeksi Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
3.00
4
Strategi peningkatan Investasi bidang Cipta Karya
3.00
KELAYAKAN KELEMBAGAAN (9)
J
ASPEK KELEMBAGAAN
1
Kondisi Eksisting (organisasi, tata-laksana, dan SDM)
3.00
2
Analisis Permasalahan (organisasi, tata-laksana, dan SDM)
3.00
3
Rencana Pengembangan Kelembagaan
3.00
MATRIKS PROGRAM (6)
L
1 MATRIKS RENCANA 2 PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR 3
Durasi Perencanaan Jangka Menengah 5 tahun Pengelompokkan Usulan Kegiatan Beserta Outputnya Sesuai Renstra DJCK Telah memuat informasi sumber pembiayaan yang berasal dari APBN, APBD, Masyarakat dan Swasta
2.00 2.00 2.00
Setelah dilakukan penilaian terhadap kelayakan dokumen RPIJM berdasarkan langkah-langkah diatas, maka didapatkan hasil penilaian dokumen RPIJM berupa jumlah nilai yang dihitung berdasarkan skoring dari masing – masing indikator 24
penilaian. Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui kualitas suatu dokumen RPIJM. Kualitas suatu dokumen RPIJM dapat dilihat berdasarkan status hasil penilaiannya, dimana dokumen RPIJM yang memiliki nilai 0 – 50 revisi besar, 51 – 80 revisi kecil, dan 81 – 100 revisi penyempurnaan. Dalam melakukan revisi dokumen RPIJM Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh RPIJM Kabupaten/kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satgas RPIJM Pusat terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan review/revisi dokumen RPIJM Bidang Cipta Karya. Pembagaian tugas Satgas RPIJM Kabupaten/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi serta Satgas RPIJM pusat dalam proses review/revisi dokumen RPIJM Kabupaten/Kota yaitu: 1. Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi; 2. Pembahasan Progress Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi, Satgas RPIJM Pusat yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari Korwil dan Satker Perencanaan dan Pengendalian, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, dan Direktorat Pengembangan Air Minum. Pembahasan progress dokumen RPIJM Kab/Kota ini dilakukan secara berkala; 3. Finalisasi Dokumen RPIJM Kab/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi; 4. Evaluasi Penilaian Dokumen RPIJM Kab/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Pusat yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari Korwil dan Satker Perencanaan dan Pengendalian, Dorektorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, dan Direktorat Pengembangan Air Minum; dan 5. Revisi Final Dokumen RPIJM Kab/Kota yang dilakukan oleh Satgas RPIJM Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi. Dalam kegiatan penilaian dokumen RPIJM peran Satgas Provinsi yaitu: • Memberikan masukan dan arahan pada kegiatan mereview outline dokumen RPIJM terhadap buku pedoman RPIJM dimana semua aspek sesuai dengan buku pedoman penyusunan; • Review strategi / skenario pengembangan wilayah dengan melihat dokumen SPPIP; 25
• • • • • • •
Mengkaji dokumen SPPIP dan RPKPP serta mengkaji rencana program investasi pengembangan permukiman; Mengkaji dokumen RTBL dengan melihat kesesuaian rencana program investasi penataan bangunan dan lingkungan yang ada pada dokumen RPIJM Kab/Kota; Mengkaji dokumen SSK dan Masterplan Drainase lalu mereview rencana program investasi penyehatan lingkungan permukiman; Mengkaji RI-SPAM lalu mereview rencana program investasi sistem penyediaan air minum; Mengkaji dokumen perencanaan yang ada untuk mereview aspek sosial dan lingkungan; Melakukan sinkronisasi, optimalisasi dan skala prioritas untuk mereview terhadap penetapan prioritas program investasi; serta Berkoordinasi dengan Satgas RPIJM Pusat dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota untuk aspek legalisasi.
Untuk Satgas RPIJM Pusat yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari Koordinasi Wilayah (Korwil), Satker Perencanaan dan Pengendalian, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Pengembangan Air Minum, dan Setditjen CK, kegiatan yang dilakukan dalam review RPIJM adalah: • Mengkaji strategi pengembangan Bidang Cipta Karya untuk memberikan masukan terhadap review strategi/ skenario pengembangan wilayah terhadap kesesuaian dengan RTRW Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dengan dokumen strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan (SPPIP); • Satker Perencanaan dan Pengendalian berkoordinasi dengan Direktorat Pengembangan Permukiman pada kegiatan review terhadap rencana program investasi pengembangan permukiman terhadap kesesuaian dengan dokumen rencana pembangunan kawasan permukiman prioritas (RPKPP); • Satker Perencanaan dan Pengendaliaan berkoordinasi dengan Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk mengecek dokumen RTBL dan mereview rencana program investasi penataan bangunan dan lingkungan terhadap kesesuaian dengan dokumen RTBL; • Satker Perencanaan dan Pengendalian berkoordinasi dengan Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman untuk mengecek kesesuaian dokumen SSK dan Masterplan Drainase dan mereview rencana program investasi penyehatan lingkungan permukiman;
26
•
•
•
Satker Perencanaan dan Pengendaliaan berkoordinasi dengan Direktorat Pengembangan Air Minum untuk mengecek kesesuaian terhadap RI-SPAM dan mereview Rencana Program Investasi Air Minum; Satker Perencanaan dan Pengendalian dan semua komponen yang termasuk dalam Satgas RPIJM Pusat berkoordinasi dengan Satgas Provinsi dalam kegiatan sinkronisasi, optimalisasi dan skala prioritas untuk penetapan prioritas program investasi; dan Direktorat Bina Program yang terdiri dari Koordinator Wilayah dan Satker Perencanaan dan Pengendalian beserta Bagian Hukum (Setditjen CK) berkoordinasi dengan Satgas Provinsi dalam aspek legalisasi RPIJM.
27
28
BAB III PROFIL KABUPATEN/KOTA Profil Kabupaten/Kota menggambarkan kondisi daerah dari berbagai aspek. Dari profil Kabupaten/Kota tersebut diharapkan dapat tercermin kondisi daerah terkait dengan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Profil Kabupaten/Kota terdiri dari gambaran kondisi geografis dan administratif wilayah, gambaran mengenai demografi, gambaran mengenai topografi wilayah, gambaran mengenai geohidrologi, gambaran mengenai geologi, gambaran mengenai klimatologi, dan gambaran mengenai kondisi sosial dan ekonomi. 3.1
Gambaran Geografis dan Administratif Wilayah
Gambaran geografis yaitu menjabarkan posisi geografis daerah yang ditandai dengan koordinat wilayah kabupaten/kota. Sedangkan, gambaran mengenai administrasi wilayah menjabarkan luas wilayah kabupaten/kota, batas-batas wilayah kabupaten/ kota, jumlah kecamatan dan kelurahan, serta peta wilayah Kabupaten/Kota dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota). 3.2
Gambaran Demografi
Gambaran demografi wilayah kabupaten/kota berisikan penjelasan dan tabel mengenai kependudukan yang terdiri dari jumlah penduduk secara keseluruhan, jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk miskin, laju pertumbuhan penduduk, dan persebaran penduduk. 3.3
Gambaran Topografi
Gambaran topografi menjabarkan mengenai kondisi ketinggian dan kontur wilayah kabupaten/kota. Selain berisikan penjelasan, juga didukung oleh peta ketinggian dan kontur wilayah dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota). 3.4
Gambaran Geohidrologi
Gambaran mengenai geohidrologi menjabarkan penggunaan air tanah, dan wilayah DAS secara deskriptif dengan didukung oleh peta-peta seperti wilayah sungai/DAS dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota).
29
3.5
Gambaran Geologi
Gambaran geologi menjabarkan jenis tanah serta penjelasan mengenai daerah rawan bencana yang ada di wilayah kabupaten/kota. Pada gambaran geologi tidak hanya dijelaskan secara deskriptif tetapi juga didukung oleh peta jenis tanah, dan peta rawan bencana dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota). 3.6
Gambaran Klimatologi
Gambaran klimatologi menjabarkan mengenai iklim wilayah Kabupaten/Kota, curah hujan, temperatur serta peta rawan air, baik dalam bentuk narasi dan tabel. 3.7
Kondisi Sosial Dan Ekonomi
Menjabarkan kondisi-kondisi sosial yang menonjol seperti adat istiadat masyarakat Kabupaten/Kota sedangkan gambaran ekonomi menjabarkan data dan informasi kondisi ekonomi daerah. Kondisi perekonomian daerah mencakup kondisi perkembangan PDRB, laju tingkat investasi (ICOR), laju inflasi daerah, dan potensi ekonomi (pertanian, pertambangan, industri, perdagangan dan jasa, pariwisata).
30
BAB IV KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA 4.1
Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten/kota berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang meliputi perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota, pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Sebagai acuan dalam penataan ruang, pemerintah kabupaten/kota menyusun RTRW Kabupaten/Kota untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kabupaten/kota maupun dengan wilayah sekitarnya. RTRW Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai: a. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); b. acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kabupaten/kota; c. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kabupaten/kota; d. acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten/kota yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; e. pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang; f. dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan g. acuan dalam administrasi pertanahan. RTRW Kabupaten/Kota merupakan acuan spasial dalam pembangunan kabupaten/ kota. RPIJM sesuai kedudukannya perlu mengacu pada RTRW yang telah disusun pemerintah kabupaten/kota. Dalam hal ini RPIJM perlu mengutip intisari dari muatan RTRW yang meliputi: • tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah; • rencana struktur ruang (sistem jaringan prasarana bidang Cipta Karya); • rencana pola ruang wilayah; dan • penetapan kawasan strategis kabupaten/kota.
31
4.2
Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Penyusunan RPJMD dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam undang-undang tersebut, RPJM Daerah dinyatakan sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Penyusunan RPIJM tentu perlu mengacu pada rencana pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJMD agar pembangunan sektor Cipta Karya dapat terpadu dengan pembangunan bidang lainnya. Oleh karena itu, ringkasan dari RPJMD perlu dikutip dalam RPIJM seperti visi, misi serta arahan kebijakan bidang Cipta Karya di daerah. 4.3
Arahan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD)
Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD) adalah dokumen perencanaan perkotaan jangka panjang di tingkat kabupaten/kota yang digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan perkotaan. KSPD ini merupakan penjabaran dari Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN) dan memiliki fungsi sebagai: a. Memberikan acuan bagi pembangunan kota dan kawasan perkotaan; b. Mengatur fungsi kota dan penataan ruang kota untuk pembangunan berkelanjutan; c. Menjadi dasar dalam sinkronisasi regulasi dan kebijakan terkait pembangunan perkotaan; dan d. Menjadi instrumen perencanaan yang menjadi acuan SKPD terkait dalam pelaksanaan program dan kegiatan terkait pembangunan perkotaan. Kebijakan dan strategi pengembangan kota yang telah dirumuskan dalam KSPD perlu dikutip dan dijadikan acuan dalam penyusunan RPIJM sehingga infrastruktur permukiman dapat bersinergi untuk menunjang pertumbuhan kota. 4.4
Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM)
Berdasarkan Permen PU No. 18 Tahun 2007, Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan 32
dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya. RI-SPAM dapat berupa RI-SPAM dalam satu wilayah administrasi maupun lintas kabupaten/kota/provinsi. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan prasarana dan sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan dalam rangka perlindungan dan pelestarian air. Di dalam RI-SPAM, hal yang perlu dikutip pada bagian ini untuk dijadikan arahan pengembangan kebijakan dan strategi pengembangan SPAM adalah bagian Rencana Pengembangan SPAM yang terdiri dari: a. Kebijakan, Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah; b. Rencana Sistem Pelayanan; c. Rencana Pengembangan SPAM; dan d. Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum. 4.5
Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK)
Strategi Sanitasi Kota adalah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi suatu Kota/Kabupaten, yang berisi potret kondisi sanitasi kota saat ini, rencana strategi dan rencana tindak pembangunan sanitasi jangka menengah. SSK disusun oleh Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota didukung fasilitasi dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Dalam menyusun SSK, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota berpedoman pada prinsip: a. Berdasarkan data aktual (Buku Putih Sanitasi); b. Berskala kota dan lintas sektor (air limbah, drainase, persampahan); c. Disusun sendiri oleh kota dan untuk kota; dan d. Menggabungkan pendekatan ‘top down’ dengan ‘bottom up’. SSK dijadikan acuan dalam penyusunan RPIJM terutama untuk sektor Penyehatan Lingkungan dan Permukiman. Dalam SSK beberapa hal yang perlu dikutip pada bagian ini adalah: a. Kerangka kerja pembangunan sanitasi yang meliputi: Visi dan Misi b. Tujuan, Sasaran dan Strategi Sektor Sanitasi, yang meliputi: - Sub Sektor Air Limbah Domestik; - Sub Sektor Persampahan; - Sub Sektor Drainase Lingkungan; dan - Aspek Higiene/Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
33
4.6
Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi: a. Program Bangunan dan Lingkungan; b. Rencana Umum dan Panduan Rancangan; c. Rencana Investasi; d. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan. RTBL dapat berupa rencana aksi/kegiatan komunitas, rencana penataan lingkungan, atau panduan rancang kota. Muatan RTBL yang perlu dikutip dan diacu dalam RPIJM yaitu Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan yang meliputi: a. Visi Pembangunan; b. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan; c. Konsep Komponen Perancangan Kawasan; dan d. Blok-blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya. 4.7
Arahan Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaaan (SPPIP) Kabupaten/Kota
Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan merupakan suatu dokumen strategi operasional dalam pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan yang sinergi dengan arah pengembangan kota, sehingga dapat menjadi acuan yang jelas bagi penerapan program-program pembangunan infrastruktur Cipta Karya. SPPIP memuat arahan kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur permukiman makro pada skala kabupaten/kota yang berbasis pada rencana tata ruang (RTRW) dan rencana pembangunan (RPJMD). SPPIP memiliki beberapa fungsi, yaitu: a. sebagai acuan bagi implementasi program-program pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan, sehingga dapat terintegrasi dengan program-program pembangunan lainnya yang telah ada; b. Sebagai dokumen induk dari semua dokumen perencanaan program sektoral bidang Cipta Karya di daerah; 34
c. d. e.
Sebagai salah satu acuan bagi penyusunan RPIJM; Sebagai sarana untuk integrasi semua kebijakan dan strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan yang tertuang di berbagai dokumen; dan Sebagai dokumen acuan bagi penyusunan kebijakan yang terkait dengan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan.
Dalam SPPIP, yang perlu dikutip dan dijadikan acuan penyusunan RPIJM adalah: a. Visi dan Misi bidang Permukiman dan Infrastruktur; b. Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Kabupaten/Kota; dan c. Penetapan kawasan permukiman prioritas. 4.8
Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)
Dari SPPIP yang telah disusun kemudian diturunkan ke dalam suatu rencana operasional berupa Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP), dimana keduanya tetap mengacu pada strategi pengembangan kota yang sudah ada. RPKPP merupakan rencana aksi program strategis untuk penanganan permasalahan permukiman dan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya pada kawasan prioritas di perkotaan. Dalam konteks pengembangan kota, RPKPP merupakan rencana terpadu bidang permukiman dan infrastuktur bidang Cipta Karya pada lingkup wilayah perencanaan berupa kawasan dengan kedalaman rencana teknis yang dituangkan dalam peta 1:5000 atau 1:1000. RPKPP disamping berfungsi sebagai alat operasionalisasi dalam penanganan kawasan permukiman prioritas juga berfungsi sebagai masukan dalam penyusunan RPIJM. Oleh karena itu, dalam hal ini RPIJM perlu mengutip matriks rencana aksi program serta peta pengembangan kawasan dalam RPKPP yang didetailkan pada program tahunan. 4.9
Integrasi Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota dan Sektor
4.9.1 Strategi Pembangunan Kabupaten / Kota Berdasarkan dokumen rencana yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat disusun matriks strategi pembangunan pada skala kabupaten/kota yang meliputi: a. RTRW Kabupaten/Kota sebagai acuan arahan spasial; b. RPJMD Kabupaten/Kota sebagai acuan arahan pembangunan; c. KSPD sebagai acuan arahan pembangunan multi-sektor; d. SPPIP sebagai acuan arahan pengembangan permukiman; e. RI-SPAM sebagai arahan pengembangan air minum; dan f. SSK sebagai arahan pengembangan sektor sanitasi. 35
Isi dari dokumen rencana tersebut dirangkum dalam tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Matriks Strategi Pembangunan Kabupaten Kota
Dokumen Rencana Kabupaten/Kota RTRW RPJMD KSPD SPPIP RI-SPAM SSK
Visi
Misi
Kebijakan
Strategi
4.9.2 Strategi Pembangunan Kawasan Beberapa dokumen perencanaan seperti RTBL dan RPKPP memiliki lingkup yang lebih kecil, yaitu berskala kawasan. Dokumen tersebut disusun untuk memberikan arahan pembangunan lingkungan permukiman di suatu kawasan prioritas. Oleh sebab itu, perlu dianalisis keterpaduan dokumen perencanaan kawasan yang ada di kabupaten/kota berdasarkan fungsi kawasan dan arahan pengembangan termasuk Kawasan Strategis Kabupaten yang diidentifikasi dalam RTRW. Keterpaduan tersebut dijabarkan dalam tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Matriks Strategi Pembangunan Kawasan Prioritas
Dokumen Rencana Kawasan KSK RTRW Kota/Kabupaten RTBL RTBL kawasan .... RTBL kawasan .... dst RPKPP RPKPP kawasan ... RPKPP kawasan ... dst
Fungsi Kawasan
36
Arahan Pengembangan
BAB V ASPEK TEKNIS PER SEKTOR Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan. 5.1
Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal. 5.1.1
Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan Kebijakan Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya. 37
2.
3.
4.
5.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f). Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut: A. Tugas 1. Pemerintah Pusat a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman. b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba. c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman. d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman. e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional. 2.
Pemerintah Provinsi a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional. 38
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota. c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman. d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman. e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota. f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR. h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi. 3.
Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi. b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman. d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota. f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman. h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba. 39
B. Wewenang 1. Pemerintah Pusat a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman. b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman. c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman. d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional. e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman. f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional. g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman. h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. 2.
Pemerintah Provinsi a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi. g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi. 40
h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. 3.
Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR. f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota. g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Lingkup Kegiatan Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah: a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; 41
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat. 5.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah: • Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. • Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan. • Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI. • Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan. • Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin. • Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh. • Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun. • Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman. • Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman. Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isuisu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Penjabaran isu-isu strategis
42
lokal ini dapat difokuskan untuk terkait pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan kumuh di perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis di setiap kabupaten/kotanya. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun SPPIP dapat mengadopsi rumusan isu-isu strategis di dalam SPPIP ke dalam isian tabel 5.1. Tabel 5.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota/Kabupaten No. Isu Strategis Keterangan
b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya. Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman. Tabel 5.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati/ peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan NO. Bupati/Peraturan lainnya Keterangan No. Peraturan Perihal Tahun
43
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir. Perkotaan NO
Tabel 5.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten/Kota X Tahun Y Lokasi Kawasan Luas Jumlah Rumah Jumlah Rumah Jumlah Kumuh Kawasan Permanen Semi Permanan Penduduk
1 2 3…
NO
Lokasi RSH
Tabel 5.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten/Kota X Tahun Jumlah Pengelola Kondisi Pembangunan Penghuni
Prasarana CK yang Ada
1 2 3…
No
Lokasi Rusunawa
Tabel 5.5 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten/Kota X Tahun Terhuni Jumlah Pengelola Kondisi Pembangunan / Tidak Penghuni
Prasarana CK yang Ada
1 2 3…
Perdesaan Tabel 5.6 Data Program Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y No
Program/Kegiatan
Lokasi
Satuan
Status
1 2 3… *Data yang dibutuhkan adalah data yang masih berlangsung hingga lima tahun ke belakang
Tabel 5.7 Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y No
Infrastruktur Terbangun
Lokasi
1 2 3… 44
Satuan
Kondisi
c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya: 1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas. 2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan. 3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial. Tantangan pengembangan permukiman diantaranya: 1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman. 3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian ProgramProgram Pro Rakyat (Direktif Presiden) 4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah 5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. 6. Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum secara nasional. Namun sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun SPPIP dapat mengadopsi rumusan permasalahan dan tantangan di dalam SPPIP ke dalam isian tabel 5.8.
45
Tabel 5.8 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota X Aspek Pengembangan Permasalahan Tantangan Alternatif No Permukiman yang Dihadapi Pengembangan Solusi 1
2
3
4
5
Aspek Teknis 1) 2) Aspek Kelembagaan 1) 2) Aspek Pembiayaan 1) 2) Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta 1) 2) Aspek Lingkungan Permukiman 1) 2)
5.1.4 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman. Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman dapat diuraikan pada tabel berikut. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun SPPIP dapat mengadopsi rumusan analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah yang telah tertuang di dalam SPPIP untuk lima tahun pertama ke dalam isian tabel 5.9. 46
Tabel 5.9 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun No. 1.
URAIAN Jumlah Penduduk
Tahun I
Unit
Tahun III Lokasi
Tahun IV
Tahun V
Ket.
Jiwa
Kepadatan Penduduk
Jiwa/Km
2
Jiwa/Km
2
Jiwa/Km
2
3.
Proyeksi Persebaran Penduduk Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin Sasaran Penurunan Kawasan Kumuh Kebutuhan Rusunawa
4.
Kebutuhan RSH
5.
Kebutuhan Pengembangan Permukiman Baru
2.
Tahun II
Ha TB unit Kawasan
Tabel 5.10 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
URAIAN
Unit
Jumlah Penduduk
Jiwa
Tahun I
Kepadatan Penduduk
Jiwa/Km
2
Proyeksi Persebaran Penduduk Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin Desa Potensial untuk Agropolitan Desa Potensial untuk Minapolitan Kawasan Rawan Bencana Kawasan Perbatasan
Jiwa/Km
2
Jiwa/Km
2
Kawasan Permukiman Pulau-Pulau Kecil Desa Kategori Miskin
Kws
Kawasan dengan Komoditas Unggulan
Desa Desa Kws Kws
Desa Kws
47
Tahun II
Tahun III Lokasi
Tahun IV
Tahun V
Ket.
5.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari: 1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH. Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari: 1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil, 2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM. Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh • Infrastruktur permukiman RSH • Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan • Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan) • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana • Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil • Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) • Infrastruktur perdesaan PPIP • Infrastruktur perdesaan RIS PNPM Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 5.1.
48
Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012
Gambar 5.1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut. 1. Umum • Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas. • Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. • Kesiapan lahan (sudah tersedia). • Sudah tersedia DED. • Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK) • Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi. • Ada unit pelaksana kegiatan. • Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
49
2.
Khusus Rusunawa • Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA • Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh • Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya • Ada calon penghuni RIS PNPM • Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra. • Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. • Tingkat kemiskinan desa >25%. • Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM. PPIP • Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI • Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya • Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik • Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW • Berbasis pengembangan wilayah • Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan • Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
50
1. Vitalitas Non Ekonomi a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota. b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya. c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk. 2. Vitalitas Ekonomi Kawasan a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis. b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya. c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh. 3. Status Kepemilikan Tanah a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada. 4. Keadaan Prasarana dan Sarana a. Kondisi Jalan b. Drainase c. Air bersih d. Air limbah 5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya. b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
51
5.1.5 Usulan Program dan Kegiatan a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima. Setelah memperhatikan kriteria kesiapan maka dapat dirumuskan usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman kabupaten/kota yang disusun berdasarkan prioritasnya seperti tabel 5.11. Tabel 5.11 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten/Kota Biaya No Kegiatan Volume Satuan Lokasi (Rp) 1 2 3..
b. Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman Adapun untuk usulan pembiayaan dapat dijabarkan usulan pembiayaan baik dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, maupun dari masyarakat dan swasta, sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah kabupaten/kota. Tabel 5.12 Contoh Usulan Pembiayaan Proyek NO
KEGIATAN
APBN (Rp x Juta)
APBD Prov (Rp x Juta)
APBD Kab/kota (Rp x Juta)
Masyarakat (Rp X Juta)
Swasta (Rp x Juta)
CSR (Rp x Juta)
TOTAL (Rp x Juta)
1 2 3…
Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan ke dalam tabel 5.13.
52
Tabel 5.13 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota OUTPUT SUMBER DANA N INDIKATOR LOKA SATU APBD VOL APBN APBD MASYA SWAS O OUTPUT SI AN KAB PROV RAKAT TA /KOTA RINCIAN MURNI PHLN KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN 1 1.a 1.b … 2 2.a 2.b … 3 … TOTAL
TAHUN CSR
1
2
3
4
5
53
5.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan 5.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain: 1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). 2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah: a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, 54
keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah. 3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan. 4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati. 5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010) Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, 55
penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat. Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2.
56
Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012
Gambar 5.2 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman • Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); • Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan; • Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung • Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan; • Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; • Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihan teknis. 57
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan • Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; • Paket dan Replikasi. 5.2.2
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota. Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya. Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 58
dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat. Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1) Penataan Lingkungan Permukiman a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL; b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan; c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal; e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal; f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan. 2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara. 3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia; b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
59
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan. Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat menggambarkan isu strategis sektor PBL di dalam RPIJM dengan acuan seperti tabel 5.14.
No. 1. 2. 3.
Tabel 5.14 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten/Kota Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL di Kab/Kota Penataan Lingkungan Permukiman a. b. dst Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah a. Negara b. dst Pemberdayaan Komunitas dalam a. Penanggulangan Kemiskinan b. dst
B. Kondisi Eksisting Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama. Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi eksisting di daerah masing-masing, yang mencakup kondisi terkait peraturan daerah, kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan. Untuk data kondisi eksisting terkait dengan Peraturan Daerah yang telah disusun mencakup Raperda dan Perda Bangunan Gedung, Perda RTBL, Perda RISPK, SK
60
Bupati/Walikota, Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota, yang terkait sektor PBL. Informasi tersebut dapat dirangkum dalam tabel seperti tabel 5.15. Tabel 5.15 Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati/Peraturan lainnya No. Ket. No Tahun Tentang
Untuk kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman setiap Kab/Kota menggambarkan kondisi eksistingnya dengan acuan seperti tabel 5.16.
dapat
Tabel 5.16 Penataan Lingkungan Permukiman N o.
Kab/ Kota/ Kaw asan
Kawasan Tradisional / Bersejarah
RTH Dukungan Infrastruktur Cipta Karya
Luas RTH
Lokasi RTH
Penanganan Kebakaran
Pemenuhan SPM % Luas RTH
Keter sedia an IMB
% IMB
Keterse diaan HSBGN
% HSB GN
Instansi Pemadam Kebakaran
Prasarana & Sarana Kebakaran
Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kabupaten/ Kota dapat digambarkan kondisi eksistingnya seperti tabel 5.17. Tabel 5.17 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara No.
Kawasan
1.
..........
2.
dst
Jumlah Bangunan Gedung berdasarkan fungsi Fungsi Hunian : .....................unit Fungsi Keagamaan : ............. unit Fungsi Usaha : ...................... unit Fungsi Sosial Budaya : .......... unit Fungsi Khusus : ..................... unit
Status Kepemilikan
Kondisi Bangunan
Ketersediaan Utilitas BG
Untuk kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan setiap Kab/Kota dapat menggambarkan kondisi eksistingnya dengan acuan seperti tabel 5.18.
61
No.
Tabel 5.18 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Kab/Kota Kegiatan PNPM Kegiatan lainnya Mandiri
C. Permasalahan dan Tantangan Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain: Penataan Lingkungan Permukiman: • Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran; • Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman; • Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage; • Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara: • Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; • Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia; • Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); • Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana; • Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian; • Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan; • Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan; • Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; • Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik. 62
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau: • Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga. Kapasitas Kelembagaan Daerah: • Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan; • Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi; • Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan. Di dalam RPIJM hendaknya diggambarkan hasil identifikasi permasalahan dan tantangan sektor PBL yang ada di setiap kabupaten/kota sesuai dengan karakteristik masing-masing dengan acuan seperti tabel 5.19. Tabel 5.19 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan No I. 1
2
3
4
5
II. 1 2 3 4 5
Aspek Penataan Bangunan dan Permasalahan Tantangan Lingkungan yang dihadapi Pengembangan Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Aspek Teknis 1) 2) Aspek Kelembagaan 1) 2) Aspek Pembiayaan 1) 2) Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta 1) 2) Aspek Lingkungan Permukiman 1) 2) Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Aspek Teknis Aspek Kelembagaan Aspek Pembiayaan Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta Aspek Lingkungan Permukiman
63
Alternatif Solusi
No III. 1 2 3 4 5
Aspek Penataan Bangunan dan Lingkungan
Permasalahan yang dihadapi
Tantangan Pengembangan
Alternatif Solusi
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Aspek Teknis Aspek Kelembagaan Aspek Pembiayaan Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta Aspek Lingkungan Permukiman
5.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Sub.Bab 5.2.1. Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. - RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi: • Program Bangunan dan Lingkungan; • Rencana Umum dan Panduan Rancangan; • Rencana Investasi; • Ketentuan Pengendalian Rencana; • Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
64
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya. RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda. - Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah: 1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah; 2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat; 3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan; 4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat. - Standar Pelayanan Minimal (SPM) Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan 65
Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 5.20, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan. Tabel 5.20 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan No VI.
VIII.
Jenis Pelayanan Dasar Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penataan Ruang
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik
Standar Pelayanan Minimal Indikator Nilai 15. Terlayaninya 100 % masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota. 16. Tersedianya 100% pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara di kabupaten/kota. 23. Tersedianya 25% luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/ kawasan perkotaan.
Waktu Pencapaian 2014
2014
2014
Keterangan Dinas yang membidangi Perijinan (IMB). Dinas yang membidangi Pekerjaan Umum. Dinas/SKPD yang membidangi Penataan Ruang.
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi: 1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan); 2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan. Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung. c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program
66
pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat. Bagi setiap Kabupaten/Kota disarankan dapat mengidentifikasi kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk jangka waktu 5 tahun ke depan dengan mengacu pada program dan capaian Renstra Nasional dan RPJMD, sebagaimana tergambarkan pada tabel 5.21. Tabel 5.21 Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan No I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. III. 1. 2.
Uraian
Kebutuhan Tahun Tahun Tahun II III IV
Satuan
Tahun I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Ruang Terbuka Hijau (RTH) M2 Ruang Terbuka M2 PSD unit PS Lingkungan unit HSBGN laporan Pelatihan Teknis Tenaga laporan Pendata HSBGN lainnya Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Bangunan Fungsi Hunian unit Bangunan Fungsi Keagamaan unit Bangunan Fungsi Usaha unit Bangunan Fungsi Sosial unit Budaya Bangunan Fungsi Khusus unit Bintek Pembangunan Gedung laporan Negara lainnya Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan P2KP lainnya
Tahun V
Ket
5.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman; b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan. 67
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun. Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: -
Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus: • Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung; • Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.
-
Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas: • Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan; • Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya; • Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
-
Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi : • Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan; • Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana; • Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district); • Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota; • Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; 68
• • -
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED. Kriteria Umum: • Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau; • Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha); • Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan: • Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; • Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; • Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota; • Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau: • Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik); • Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang); • Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
69
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah: • Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten); • Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis; • Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. -
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK): • Ada Perda Bangunan Gedung; • Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang; • Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi • Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
-
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah: • Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman TradisionalBersejarah; • Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya; • Ada DDUB; • Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran; • Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
-
Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran: • Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota); • Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD); • Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun; • Ada lahan yg disediakan Pemda; 70
• • -
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: • Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan; • Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara); • Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun); • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
5.2.5
Usulan Program dan Kegiatan PBL
Untuk usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan pada Kabupaten/Kota akan dirangkum dalam tabel 5.22.
71
Tabel 5.22 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten/Kota N O
OUTPUT INDIKATOR OUTPUT RINCIAN
LOK ASI
VOL
SATUAN
APBN MURNI PLN
APBD PROV
SUMBER DANA APBD KAB/ MASYA KOTA RAKAT
KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENYELENGGARAAN DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN TERMASUKPENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA 1
2
3
72 4
LAYANAN PERKANTORAN Jumlah Bulan Layanan Perkantoran 1.a Penyelenggaraan operasional & pemeliharaan perkantoran PERATURAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN Jumlah NSPK Bid Penataan Bangunan dan Lingkungan 2.a Penyusunan NSPK, Legalisasi Draft NSPK PEMBINAAN PELAKSANAAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA Jumlah Laporan Pembinaan Penyelenggaraan Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan 3.a Bantek dan Pendampingan penyusunan Ranperda BG 3.b Fasilitasi penyusunan RTBL 3.c Fasilitasi penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) 3.d Fasilitasi penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan 3.e Fasilitasi Rencana Tindak Sistem Ruang Terbuka Hijau (RTH) 3.f Fasilitasi penyusunan Rencana Tindak Pengembangan Kawasan Permukiman Tradisional Bersejarah 3.g Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Penataan Bangunan dan Lingkungan PENGAWASAN PELAKSANAAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA
Bln/Thn
NSPK
Laporan Laporan Laporan Laporan
Laporan Laporan
Laporan
SWAS TA
CSR
1
2
TAHUN 3 4
5
K E T
N O
5
6
73 7
OUTPUT INDIKATOR OUTPUT RINCIAN Jumlah Laporan Pengawasan Penyelenggaraan Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan 4.a Pemeriksaan keandalan bangunan gedung BANGUNAN GEDUNG DAN FASILITASNYA Pengembangan Bangunan Gedung Negara/Bersejarah 5.a Pengembangan Bangunan Gedung Negara dan Bersejarah SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN Jumlah kawasan yang Tertata Bangunan dan Lingkungannya 6.a Pengembangan Sarana dan Prasarana untuk Proteksi kebakaran 6.b Pengembangan Sarana dan Prasarana untuk Aksesibilitas BG 6.c Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan 6.d Sarana dan Prasarana Ruang Terbuka Hijau 6.e Sarana dan Prasarana pada Pemukiman Tradisional dan Bersejarah 6.f Pengembangan Sarana dan Prasarana untuk Proteksi kebakaran 6.g Pengembangan PIP2B KESWADAYAAN/PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (P2KP) Jumlah Kel/Desa yang Mendapatkan Pendampingan Pemberdayaan Sosial (P2KP/PNPM) 7.a Pendampingan Pemberdayaan Sosial (P2KP/PNPM) TOTAL
LOK ASI
VOL
SATUAN
Laporan
Gedung
Kab/Kota
Kab/Kota Kawasan Kab/Kota Kawasan
Kab/Kota
Provinsi
Kel/desa
APBN MURNI PLN
APBD PROV
SUMBER DANA APBD KAB/ MASYA KOTA RAKAT
SWAS TA
CSR
1
2
TAHUN 3 4
5
K E T
5.3 5.3.1
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM. Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain: i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan. iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan 74
v)
untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005. Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup: • Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum; • Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; • Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum; • Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
75
5.3.2
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan SPAM Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah: 1. Peningkatan Akses Aman Air Minum 2. Pengembangan Pendanaan 3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan 4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum 6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat 7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional. B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah: i. Aspek Teknis Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang terdapat di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air baku yang digunakan, serta kondisi pelanggan, sistem pengolahan air, dan jam pelayanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga dimunculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari) untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan ii. Aspek Pendanaan Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air, prosentase besaran tunggakan rekening. Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air serta struktur pelanggan. 76
iii. Kelembagaan Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah: 1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan; 2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM; 3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan 4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM. iv.
Peraturan Perundangan Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur PDAM dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten serta permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan tersebut.
v.
Peran Serta Masyarakat Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.
Kondisi eksisting Pengembangan SPAM sebagaimana diuraikan di atas dapat ditampilkan dalam tabel 5.23 berikut ini.
77
Tabel 5.23 Contoh Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten/Kota.........
Daerah Pelayanan Sistem Jaringan 1. Perkotaan a. MBR b. IKK c. ... dst 2. Perdesaan 78
a. Desa Rawan Air b. Tertinggal c. … dst Total (1+2)
WP
Luas WP
Jmlh Pddk WP
Tingkat Pelayanan Jmlh Pddk Terlayani
% Pddk
% Wilayah
Sumber Air Lokasi
Debit
Ket.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM i. Permasalahan Pengembangan SPAM Pada bagian ini, perlu dijabarkan digambarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun beberapa permasalahan pengembangan SPAM pada tingkat nasional antara lain: 1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan. c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah. d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal. e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai. f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi. g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman. 2) Pendanaan a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan. b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri. c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah. 3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM. b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM). c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah. 4) Air Baku a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas. b) Kualitas sumber air baku semakin menurun. 79
c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi. d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna. 5) Peran Masyarakat a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah. b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah. c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi permasalahan yang ada di kabupaten/kota masing-masing sebagaimana digambarkan seperti tabel 5.24 sampai dengan tabel 5.31 berikut ini.
80
No. A. 1. 2. 3.
No.
81
B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
No. C.
Tabel 5.24 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan Tindakan Permasalahan Yang Aspek Pengelolaan Air Minum Dihadapi Yang Sudah Dilakukan Yang Sedang Dilakukan Kelembagaan/Perundangan Organisasi SPAM Tata Laksana (SOP, Koordinasi, dll) SDM Tabel 5.25 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Teknis Tindakan Permasalahan Yang Aspek Pengelolaan Air Minum Dihadapi Yang Sudah Dilakukan Yang Sedang Dilakukan Teknis Operasional: Sumber Air Baku Bangunan Intake IPA Reservoir dan Pompa Distribusi Jaringan Transmisi Jaringan Distribusi Sambungan Rumah Meter Pelanggan Tabel 5.26 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan Tindakan Permasalahan Yang Aspek Pengelolaan Air Minum Dihadapi Yang Sudah Dilakukan Yang Sedang Dilakukan Pembiayaan: - Sumber-sumber pembiayaan - Tarif Retribusi - Mekanisme penarikan retribusi - Realisasi penerimaan retribusi
No. D.
Tabel 5.27 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat Tindakan Permasalahan Yang Aspek Pengelolaan Air Minum Dihadapi Yang Sudah Dilakukan Yang Sedang Dilakukan Peran serta Masyarakat - Penyuluhan - Kemampuan membayar retribusi - Kemauan berpartisipasi Tabel 5.28 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan Alternatif-1
Alternatif-2
Alternatif-3
No.
Parameter Yang Diperbandingkan
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
82
A. 1. 2. 3.
Kelembagaan Organisasi SPAM Tata Laksana (SOP, Koordinasi, dll) SDM
Keterangan: Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan. Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan. Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
Tabel 5.29 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Teknis Alternatif-1
Alternatif-2
Alternatif-3
No.
Parameter Yang Diperbandingkan
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
B. a) 1. 2. 3.
Teknis Operasional: Pembangunan baru: Sumber Air Baku Bangunan Intake IPA Reservoir dan Pompa Distribusi Jaringan Transmisi Jaringan Distribusi Sambungan Rumah Meter Pelanggan Rehabilitasi dan Peningkatan Kapasitas: Sumber Air Baku Bangunan Intake IPA Reservoir dan Pompa Distribusi Jaringan Transmisi Jaringan Distribusi Sambungan Rumah Meter Pelanggan Operasi dan Pemeliharaan
4. 5. 6. 7. 8. 83
b) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. c)
Keterangan:
-
Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan. Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan. Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
Tabel 5.30 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan Alternatif-1
Alternatif-2
Alternatif-3
No.
Parameter Yang Diperbandingkan
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
C.
Pembiayaan: - Sumber pembiayaan - Tarif Retribusi
Keterangan:
- Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan. - Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan. - Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
Tabel 5.31 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat No. 84
(1)
D.
Parameter Yang Diperbandingkan
Teknis
(2)
(3)
Alternatif-1 Manfaat (4)
Biaya
Teknis
Alternatif-2 Manfaat
Biaya
Teknis
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Alternatif-3 Manfaat
Peran serta Masyarakat - Penyuluhan - Kemampuan membayar retribusi - Kemauan berpartisipasi
Keterangan: Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan. Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan. Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
(10)
Biaya (11)
ii. Tantangan Pengembangan SPAM Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke depan, agar dapat digambarkan, misalnya : 1) Tantangan Internal: a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan. b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM. c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan. d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan. e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan. 2) Tantangan Eksternal a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan. c) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan. d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif. 5.3.3
Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk 85
terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan arahan dibawah ini. A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktorfaktor yang mempengaruhi sistem penyediaan air minum. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini sudah harus diuraikan penetapan kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari komponen penyediaan air minum baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati. Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis diantaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand survey), analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel seperti dicontohkan 5.32 berikut ini.
No.
Uraian
Tabel 5.32 Contoh Analisis Kebutuhan Kebutuhan Kondisi Tahun Tahun Tahun Tahun Eksisting I
1.
Sistem Perpipaan (PDAM) a.
Kebocoran (%)
b.
Cakupan Pelayanan Penduduk (%)
c.
Kebutuhan air (liter/org/hari)
2.
Sistem Bukan Perpipaan a.
Kebocoran (%)
b.
Cakupan Pelayanan Penduduk (%)
c.
Kebutuhan air (liter/org/hari)
3.
4.
Sistem Perpipaan Non PDAM a.
Kebocoran (%)
b.
Cakupan Pelayanan Penduduk (%)
c.
Kebutuhan air (liter/org/hari) Kebocoran Total
86
II
III
IV
Tahun V
KET.
No. 5.
Uraian
Kondisi Eksisting
Kebutuhan Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun V
KET.
Jumlah Pelanggan a.
Proporsi Sambungan Langsung
b. c.
Proporsi Sambungan Umum Jumlah Sambungan Langsung
d.
Jumlah Sambungan Umum Unit Konsumsi
a. b.
Sambungan Langsung, SL Sambungan Umum, SU
c.
Non Domestic Kebutuhan Air
a. b. c.
Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan Air Non Domestik Sub Total Kebutuhan Air Kebutuhan Air Rata-Rata (Qr) Kebutuhan Air Maksimum (Qmax) Peak Hour Factor (Faktor Jam Puncak)
6.
7.
8. 9. 10.
B. Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK tahun 2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Setiap kabupaten/kota perlu menggambarkan realisasi dan target pengembangan sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan tabel 5.33 dibawah ini.
87
Tabel 5.33 Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kebutuhan No.
OUTPUT
1
Layanan Perkantoran
2
Peraturan Pengembangan Sistem Air Minum
3
4 5
6.
SATUAN
Laporan Pembinaan Pelaksanaan Pengembangan SPAM a. RISPAM b. NSPK SPAM Laporan Pengawasan Pelaksanaan Pengembangan SPAM Percontohan Re-Use dan Daur Ulang Air Minum a. Kampanye hemat air b. Aktivitas reuse & daur ulang air Penyelenggaraan SPAM terfasilitasi a. PDAM yang memperoleh pembinaan b. Pengelola air minum non PDAM yang memperoleh pembinaan c. Laporan pra-studi kelayakan KPS d. PDAM terfasilitasi untuk mendapatkan pinjaman Bank e. Studi Alternatif Pembiayaan
7.
SPAM Regional
8.
SPAM Di kawasan MBR
9.
SPAM di Ibu kota Kecamatan (IKK)
10.
SPAM Perdesaan a. PS Air Minum Perdesaan b. Pro Rakyat PDT
11.
SPAM Kawasan Khusus a. Kawasan pulau terluar, perbatasan, terpencil b. Kawasan pemekaran, KAPET c. Pelabuhan perikanan dan Pro Rakyat KKP i. Pelabuhan perikanan ii. Pro Rakyat KKP
88
Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun V
5.3.4
Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
5.3.4.1 Program-Program Pengembangan SPAM Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat sebagai berikut: A. Program SPAM IKK Kriteria Program SPAM IKK adalah: Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama) Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik) Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah: Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik) Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM C. Program Perdesaan Pola Pamsimas Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah: Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama) Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik) Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM D. Program Desa Rawan Air/Terpencil Kriteria Program SPAM IKK adalah: Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit) Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM 89
Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; 2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air; 3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM; 4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat; 5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM. Tabel 5.34 Lingkup Penyusunan RISPAM Kegiatan
Wilayah Administrasi Kab/Kota
Wilayah Pelayanan Satu Wilayah
Lintas Kab./Kota
Penyusun
Pemda
Penyelenggara di Kab./Kota
Penyelenggara Regional
Acuan
RTRW
RTRW & RISPAM Kab./Kota
RTRW & RISPAM Kab./Kota Terkait
Penetapan
Bupati/ Walikota
Bupati/ Walikota
Gubernur setelah berkonsultasi dengan Bupati/Walikota Terkait.
Konsultasi Publik
Pemda
Penyelenggara dengan Fasilitasi dari Pemda
Penyelenggara dengan fasilitasi dari Pemda terkait dan Gubernur
Pelaksanaan Penyusunan
Penyedia Jasa/ Sendiri
Penyedia Jasa/ Sendiri
Penyedia Jasa/ Sendiri
5.3.4.2.
Lintas Provinsi
Penyelenggara Regional RTRW Provinsi, RTRW & RISPAM Kab./Kota Terkait Menteri setelah berkonsultasi dengan Gubernur dan Bupati/Walikota Terkait. Penyelenggara dengan fasilitasi dari Pemda terkait, Gubernur, dan menteri. Penyedia Jasa/ Sendiri
Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)
Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut: 1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM. 2. Tersedia dokumen RPIJM 3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya – Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm – Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm; 90
Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/det ik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm; Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007 pasal 21) Ada indikator kinerja untuk monitoring – Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik – Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD) Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas. –
4. 5.
6. 7. 8. 9.
5.3.4.3. Skema Kebijakan Pendanaaan A. Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM Adapun skema kebijakan pendanaan pengembangan SPAM adalah tergambar dalam tabel 5.35 Tabel 5.35 Skema Kebijakan Pendananaan Pengembangan SPAM Kegiatan SPAM
Air Baku
Unit Produksi
Transmisi dan Distribusi (SR dan HU)
KOTA
APBN
APBD, PDAM, KPS, (APBN)
APBN, PDAM, KPS, APBN (MBR)
IKK
APBN
APBN
APBN (s.d. Hidran Umum)
Desa Rawan Air
APBN
APBN
APBN (s.d. Hidran Umum)
Desa dengan air baku mudah (Pamsimas)
APBN
APBN, APBD, Masyarakat
PAMSIMAS (APBN : 70%, APBD : 10%, dan Masyarakat : 20%.
Catatan: • Semua sistem yang sudah ada (sudah jadi) di kelola oleh Pemda/PDAM/Masyarakat; • Keikutsertaan Pemda/PDAM/Masyarakat dalam proses pembangunan adalah keharusan; • HU = Hidran Umum; • SR = Sambungan rumah; • MBR = Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
91
Gambar 5.3 Pembagian Kewenangan Pengembangan SPAM
B. Pendekatan Pembiayaan APBN 1) Non Cost-Recovery • Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK, kawasan perbatasan/ pulau terdepan; • Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasankawasan tertinggal (kawasan kumuh, kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran; • Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan • pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK. 2) Cost recovery • Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber Daya Air; dan • Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS. C. Alternatif Pola Pembiayaan • Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan Pemda untuk program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan
92
•
•
•
•
•
5.3.5.
oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi; Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar); Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial melalui pihak ke tiga (kontraktor/supplier) dan dibayar dengan angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian; Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi praFS dan kesiapan pemerintah daerah; Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB; CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
A. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan SPAM disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas program seperti pada RPJM. Penyusunan tersebut memperhatikan kebutuhan air minum berkaitan dengan pengembangan atau pembangunan sektor dan kawasan unggulan. Dengan demikian usulan sudah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pembangunan ekonomi. Usulan program yang diajukan perlu dievaluasi kesesuaiannya dengan hasil analisis dan identifikasi yang telah dilakukan. Selain itu, perlu juga dicek keterpaduan dengan sektor-sektor lainnya. Usulan program harus dapat mencerminkan besaran dan prioritas program, dan manfaatnya ditinjau dari segi fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik
93
antar kegiatan dan pendanaannya.Penjabaran program-program tersebut disesuaikan dengan struktur tatanan program RPJMN yang diwujudkan dalam paket-paket kegiatan/program. B. Pembiayaan Proyek Pengembangan SPAM Pembiayaan proyek perlu disusun berdasarkan klasifikasi tanggung jawab masingmasing Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat, Swasta dan Masyarakat. Jika ada indikasi program pengembangan SPAM yang melibatkan swasta perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk menentukan kelayakannya. Untuk program yang memerlukan analisis kelayakan keuangan, hasil analisis harus dilampirkan dan merupakan bagian dari kajian pembiayaan dan keuangan. Pembiayaan kegiatan pengembangan SPAM sebagaimana diusulkan dapat berasal dari dana Pemerintahan Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, dan bantuan Pemerintah Pusat. Bantuan Pemerintah Pusat dapat berbentuk proyek biasa (pemerataan dalam pemenuhan prasarana sarana dasar), bantuan stimulan, dan bantuan proyek khusus (menurut pengembangan kawasan). Adapun jenis bantuan disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya.
94
Tabel 5.36 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM OUTPUT N O
SUMBER DANA
INDIKATOR OUTPUT
LOK VOL SATUAN ASI
RINCIAN 1
1
2
3
95 4
5
6
2
3
4
5
6
7
APBN MU PLN RNI 8
9
APBD MASY APBD SWAS KAB/ ARAK PROV TA KOTA AT 10
11
12
KET .
TAHUN
13
CS R 14
1
2
3
4
5
15
16
17
18
19
20
KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENGEMBANGAN SUMBER PEMBIAYAAN DAN POLA INVESTASI, DAN PENYELENGGARAAN SERTA PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM LAYANAN PERKANTORAN Jumlah Bulan Layanan Perkantoran xxx …… Bln/Thn PERATURAN PENGEMBANGAN SISTEM AIR MINUM Jumlah NSPK Nasional Bid ……… xxx …… NSPK LAPORAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SPAM Jumlah Laporan Pembinaan Penyelenggaraan ………… xxx …… Laporan LAPORAN PENGAWASAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SPAM Jumlah Laporan Pengawasan Penyelenggaraan Bidang …… 4.a Pengawasan dan pengendalian Laporan PERCONTOHAN RE-USE DAN DAUR ULANG AIR MINUM Jumlah Kawasan Yang Ditangani ….. 5.a Kampanye hemat air Kawasan 5.b Aktivitas reuse dan daur ulang air Kawasan PENYELENGGARAAN SPAM TERFASILITASI Jumlah PDAM yang Terlayani …… 6.a PDAM yang memperoleh Laporan pembinaan 6.b. Pengelola air minum non PDAM Laporan yang memperoleh pembinaan 6.c. Laporan pra-studi kelayakan KPS Laporan 6.d. PDAM terfasilitasi untuk Laporan mendapatkan pinjaman Bank
OUTPUT N O
SUMBER DANA LOK VOL SATUAN ASI
INDIKATOR OUTPUT RINCIAN
1
7
8
9
2
3
4
5
6.e. Studi Alternatif Pembiayaan SPAM REGIONAL Jumlah Kab/kota yang Terlayani …………
6
7
Laporan Region
SPAM DI KAWASAN MBR Jumlah Kawasan Yang Terlayani
Kawasan
SPAM DI IBU KOTA KECAMATAN (IKK) Jumlah IKK yang Terlayani ……
Kawasan
6.b.
10
96 11
Pengelola air minum non PDAM yang memperoleh pembinaan SPAM PERDESAAN Jumlah desa yang Terlayani …… 10.a PS Air Minum Perdesaan 10.b Pro Rakyat PDT SPAM KAWASAN KHUSUS Jumlah Kawasan yang Terlayani …… 11.a Kawasan pulau terluar, perbatasan, terpencil 11.b Kawasan pemekaran, KAPET 11.c.
Pelabuhan perikanan Rakyat KKP TOTAL
dan
Pro
Desa Desa
Kawasan Kawasan Kawasan
APBN MU PLN RNI 8
9
APBD MASY APBD SWAS KAB/ ARAK PROV TA KOTA AT 10
11
12
KET .
TAHUN
13
CS R 14
1
2
3
4
5
15
16
17
18
19
20
5.4
Penyehatan Lingkungan Permukiman
Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan; b. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; c. pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan; d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan e. pelaksanaan tata usaha direktorat. 5.4.1.
Air Limbah
5.4.1.1
Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air Limbah
A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektorsektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. 2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
97
3.
4.
5.
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).
B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan. Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumah-rumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). 5.4.1.2
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Air Limbah Permukiman
A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen 98
RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, SPPIP, SSK dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai dengan karakteristik di masing-masing Kabupaten/Kota. Tujuan dari bagian ini adalah: • Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah di Kabupaten/Kota; • tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait. Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia antara lain: 1. Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar mencapai 90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007) tetapi sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah dengan sistem terpusat baru mencapai 2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam KSNP Air Limbah). 2. Peran Masyarakat Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum diberdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman berbasis masyarakat. 3. Peraturan perundang-undangan Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hukum dan belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang dibutuhkan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM pelayanan air limbah. 4. Kelembagaan Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah. 5. Pendanaan Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah.
99
Setiap Kabupaten/Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masingmasing. Isu strategis dalam pengembangan air limbah menjadi dasar dalam pengembangan infrastrukturair limbah dan akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang lebih berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional. B. Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah Permukiman Setiap Kab/Kota wajib menyajikan gambaran secara umum kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah yang ada saat ini di Kabupaten/Kota masing-masing baik pada aspek teknis maupun pada aspek non teknis pendukung. Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan air limbah yang telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini: a. Aspek teknis Berisi hal-hal yang berkaitan dengan prasarana dan sarana air limbah yang mencakup: 1. Sistem prasarana dan sarana air limbah (sistem setempat/on-site, sistem terpusat/off-site); 2. jumlah, masalah, dan kondisi prasarana dan sarana air limbah; 3. tingkat pelayanan prasarana dan sarana air limbah. Kondisi eksisiting pengembangan air limbah secara teknis dapat ditampilkan sebagaimana dicontohkan pada tabel-tabel berikut:
Prasarana dan Sarana Truk Tinja IPLT IPAL Dst.
Tabel 5.37 Kapasitas Pelayanan Eksisting Sistem Lembaga Jumlah Kapasitas Pengolahan Pengelola 3 …….. unit ………..m
Keterangan Kondisi
Tabel 5.38 Cakupan Pelayanan Sistem Onsite Jumlah PS Sanitasi sistem Onsite No.
Kecamatan
Pengumpulan Jamban Keluarga
MCK
Pengolahan Lainnya
1. 2. dst
100
Septik tank
Cubluk
Lainnya
Tabel 5.39 Cakupan Pelayanan Air Limbah Komunitas Berbasis Masyarakat Sistem Lokasi/ Dibangun Cakupan MCK IPAL No. Kondisi Tempat Tahun Pelayanan ++ Komunal 1. 2.
No.
Tabel 5.40 Cakupan Pelayanan air limbah Sistem Off-site Dibangun Nama IPAL Sistem Kondisi Tahun
1. 2. Tabel 5.41 Parameter Teknis Wilayah No. Uraian Besaran Karakteristik Fisik Kota 1. Jumlah Penduduk ………….. Jiwa Tingkat Kepadatan - Sangat Tinggi (>400 jiwa/hektar) - Tinggi (300-400 …………. Ha jiwa/hektar) - Sedang (200-300 …………. Ha jiwa/hektar) - Rendah (<200 …………. Ha jiwa/hektar) 2. Tipe Bangunan Rumah Tangga - Permanen …….%KK atau unit - Semi Permanen …….%KK atau unit - Tidak Permanen …….%KK atau unit 3. Badan Air - Nama Sungai - Peruntukan - Tidak Permanen - Debit ……….Liter/detik - kualitas ……….BOD Mg/liter ……….COD Mg/liter
101
Keterangan
b. Pendanaan Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana air limbah seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, pengurasan tanki septik, retribusi air limbah sistem komunal dan tempat-tempat umum, serta anggaran Pemda (APBD) untuk pengelolaan air limbah permukiman. c. Kelembagaan Menguraikan organisasi pengelolaan air limbah yang mencakup bentuk organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, dan sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan kemampuan organisasi pengelola air limbah saat ini. d. Peraturan Perundangan Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan air limbah permukiman yang dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait tentang Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola air limbah, retribusi, dll (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur). e. Peran Serta Swasta dan Masyarakat Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan air limbah serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Kota/Kabupaten yang meliputi kesediaan masyarakat membayar retribusi, penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan air limbah, perilaku masyarakat dalam BAB, kegiatan-kegiatan apa yang telah dilakukan dalam mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan kampanye dan edukasi terkait pengelolaan air limbah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana air limbah serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada. C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah i. Identifikasi Permasalahan Air Limbah Setiap Kab/Kota wajib menguraikan besaran masalah yang dihadapi di Kab./Kota masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameter-parameter teknis yang ada di kawasan tersebut.
102
Hasil dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan informasi permasalahan teknis dan non teknis pada sub sektor air limbah. Hasil identifikasi permasalahan dituangkan dalam bentuk Tabel seperti pada tabel 5.42 Tabel 5.42 Contoh Permasalahan Pengelolaan Air Limbah Yang Dihadapi Aspek Non-Teknis No. A.
Permasalahan Yang Dihadapi
Aspek Pengelolaan Air Limbah
Tindakan Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Kelembagaan: Bentuk Organisasi Tata Laksana (Tupoksi, SOP,dll) Kualitas dan Kuantitas SDM Perundangan terkait sektor air limbah (Perda, Pergub, Perwali,dst) Pembiayaan: Sumber-sumber pembiayaan (APBD Prov/Kabkota/swasta/masyarakat/dll) Retribusi Peran serta Masyarakat dan swasta
B. C.
D.
Aspek Teknis No. E. 1.
2.
Aspek Pengelolaan Air Limbah
Permasalahan Yang Dihadapi
Teknis Operasional: Sistem On-Site Sanitation: - MCK - Jamban keluarga/cubluk/septik tank - Septik tank komunal - PS sanitasi berbasis masyarakat - Truk tinja - IPLT Sistem Off Site Sanitation: - Sambungan rumah - Sistem jaringan pengumpul - Sistem sanitasi berbasis masyarakat - IPAL
103
Tindakan Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Permasalahan Pembangunan Sektor Air Limbah di Indonesia, secara umum adalah: (1) Belum optimalnya penanganan air limbah (2) Tercemarnya badan air khususnya air baku oleh limbah (3) Belum optimalnya manajemen air limbah: a. Belum optimalnya perencanaan; b. belum memadainya penyelenggaraan air limbah. ii.
Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah Setiap Kab/Kota wajib menguraikan tantangan dan peluang sesuai karakteristik Kab/Kota masing-masing terkait pembangunan sektor air limbah. Tantangan Sektor Air Limbah meliputi tantangan internal dan tantangan eksternal. Tantangan internal berhubungan dengan cakupan pelayanan air limbah, kejadian penyakit karena buruknya pengelolaan air limbah, perlindungan sumber air baku, kualitas kelembagaan, penggalian sumber dana serta pembagian porsi dana APBN dan APBD. Sedangkan tantangan eksternal berkaitan dengan target RPJMN bebas pembuangan tinja secara terbuka di tahun 2014 dan Target MDGs 7c terlayaninya 50% masyarakat yang belum mendapatkan akses air limbah sampai tahun 2015. Selain itu, Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan didalam dokumen RPIJM yang merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan pengelolaan Air Limbah. Target pelayanan dasar bidang Air Limbah sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum dapat dilihat melalui tabel 5.43.
104
Tabel 5.43 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010 Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan Minimal Nilai
Batas Waktu Pencapaian
Tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai.
60%
2014
Dinas yg membidangi PU
Tersedianya sistem air limbah skala komunitas/ kawasan/kota
5%
2014
Dinas yg membidangi PU
Indikator Penyehatan Lingkungan Permukiman (Sanitasi Lingkungan dan Persampahan)
Air Limbah Permukiman
Ket
Peluang dalam pengelolaan air limbah adalah telah diaturnya kewajiban penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan dan perlindungan sumber air baku dalam tataran undang-undang sampai dengan peraturan daerah. Peraturan perundangan juga telah mengatur keterpaduan penanganan air limbah dengan pengembangan sistem penyediaan air minum. Peluang yang lain adalah adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam penyelenggaraan air limbah permukiman. 5.4.1.3 Analisis Kebutuhan Air Limbah A. Analisis Kebutuhan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Air Limbah adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan air limbah kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan air limbah secara teknis dan non teknis baik sistem setempat individual, komunal maupun terpusat skala kota, serta memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati. Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah analisis sistem pengelolaan air limbah (on site dan off site), analisis jaringan perpipan air limbah untuk sistem terpusat, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel 5.44 berikut ini.
105
Tabel 5.44 Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah Aspek Non Teknis No. A
B
C
D
Kondisi Eksisting
Uraian
Tahun I
Kebutuhan Tahun Tahun Tahun II III IV
Tahun V
Ket.
Tahun I
Kebutuhan Tahun Tahun Tahun II III IV
Tahun V
Ket.
Peraturan terkait sektor air limbah - Ketersediaan Peraturan bidang Air Limbah (Perda, Pergub, Perwali,dst) Kelembagaan - Bentuk Organisasi - Ketersediaan tata laksana (Tupoksi, SOP, dll) - Kualitas dan kuantitas SDM Pembiayaan - Sumber pembiayaan (APBD Prov/ Kab/kota/swasta/masyarakat/dll) - Tarif Retribusi - Realisasi penarikan retribusi (%terhadap target) Peran swasta dan masyarakat (Sudah ada/belum ada/ bentuk kontribusi, dll) Aspek Teknis
No. A.
Uraian Sistem setempat (on site) - Ketersediaan dan kondisi IPLT - Kapasitas IPLT - Tingkat cakupan Pelayanan IPLT - Ketersediaan dan kondisi Truk tinja - Biaya O&P - Kualitas efluen IPLT (BOD dan COD) - Ketersediaan Sistem pengolahan air limbah skala kecil/kawasan/ komunitas
Kondisi Eksisting
(ada/tidak, baik/rusak) 3 ……….M (% dari target) (….unit, baik/rusak) ……….Mg/liter ……….Mg/liter (…….unit, baik/rusak)
106
No. B.
Uraian Sistem Terpusat (off site) - Ketersediaan dan kondisi IPAL - Kapasitas IPAL - Tingkat cakupan Pelayanan IPAL - Biaya O&P - Kualitas efluen IPAL (BOD dan COD)
Kondisi Eksisting
Tahun I
Kebutuhan Tahun Tahun Tahun II III IV
Tahun V
(ada/tidak, baik/rusak) 3 ……….M (% dari target) ……….Mg/liter ……….Mg/liter
5.4.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah A. Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (on-site) dan Komunal Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem setempat dan komunal Kriteria Lokasi Kawasan rawan sanitasi (padat, kumuh, dan miskin) di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan Sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas); kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat. Lingkup Kegiatan: Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat; pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching; pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana air limbah (septic tank komunal, MCK++, IPAL komunal); TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat; pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan RSH; membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan; sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat dan pengelolaan Septic Tank; produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
107
Ket.
Kriteria Kesiapan: Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan); sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang (non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft dokumen RKM untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ; sudah ada MoU antara Pengembang dan pemerintah kab./kota (IPAL RSH); sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana yang dibangun; pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan.
Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat (onsite) dan Komunal Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat (on-site) dan Komunal dipaparkan pada gambar 5.4
Sumber: Direktorat Pengembangan PLP
Gambar 5.4 Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat/On-Site dan Komunal
108
Gambar 5.4 menunjukan pembagian peran antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota dalam pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah sistem setempat (on-site). Peran pemerintah pusat adalah membantu pendanaan fasilitator dan konstruksi PS air limbah skala kawasan, serta membangun IPLT. Pemerintah daerah mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi. B. Pembangunan Prasarana Air Limbah Terpusat (off-site) Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem terpusat (off-site) skala kota adalah: Kriteria Lokasi: Kota yang telah mempunyai infrastruktur air limbah sistem terpusat (sewerage system) seperti Medan, Parapat, Batam, Cirebon, Manado, Tangerang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Balikpapan dan Banjarmasin; kota yang telah menyusun Master Plan Air Limbah serta DED untuk tahun pertama, yang terdiri dari 8 kota yaitu Bandar Lampung, Batam, Bogor, Cimahi, Palembang, Makassar, Surabaya dan Pekanbaru; sasaran kota (pusat kota) besar/metropolitan dengan penduduk > 1 juta jiwa. Lingkup Kegiatan: Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan; pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama sekunder (secondary main trunk sewer) yaitu pengembangan jaringan perpipaan untuk mendukung perluasan kemampuan pelayanannya dalam rangka pemanfaatan kapasitas idle; TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator IPAL; sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPAL; produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya). Kriteria Kesiapan: Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan), dan lahan disediakan oleh Pemda (±6000 m²); terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang; sudah ada institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun; pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk pembangunan pipa lateral & sambungan rumah dan biaya operasi dan pemeliharaan. 109
Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan Air Limbah Sistem Terpusat Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan Air Limbah Sistem Terpusat (off-site) dipaparkan dalam gambar 5.5.
Sumber: Direktorat Pengembangan PLP
Gambar 5.5 Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala kota)
Dalam pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat, pemerintah pusat memiliki peran melakukan pembangunan IPAL dan mengembangkan jaringan pipa sewer sampai dengan pipa lateral. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan pembangunan sambungan rumah. 5.4.2
Persampahan
5.4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Persampahan A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Persampahan Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
110
2.
3.
4.
5.
Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut: - Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; - Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; - Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; - Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan - Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi: a. kebijakan dan strategi pengelolaan sampah; b. penyelenggaraan pengelolaan sampah; c. kompensasi; d. pengembangan dan penerapan teknologi; e. sistem informasi; f. peran masyarakat; dan g. pembinaan. 111
6.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.
B. Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu: a) Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja); b) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll; c) Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana, bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan. Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya. 5.4.2.2
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Persampahan
A. Isu Strategis Pengembangan Persampahan Untuk merumuskan isu strategis ini, perlu dilakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, MDGs, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, Dokumen SPPIP, Rencana Induk Persampahan dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota. Berikut adalah isu-isu strategis dan permasalahan dalam pengelolaan persampahan di Indonesia antara lain: 112
1.
2.
3.
4.
5.
Kapasitas Pengelolaan Sampah Kapasitas pengelolaan sampah erat kaitannya dengan: a. Makin besarnya timbulan sampah berupa peningkatan laju timbulan sampah perkotaan antara 2-4% per tahun. Dengan bertambahnya penduduk, pertumbuhan industri dan peningkatan konsumsi masyarakat dibarengi peningkatan laju timbulan sampah. b. Rendahnya kualitas dan tingkat pengelolaan persampahan. Rendahnya kualitas pengelolaan persampahan terutama pengelolaan TPA memicu berbagai protes masyarakat. Di sisi lain rendahnya tingkat pengelolaan sampah mengakibatkan masyarakat yang tidak mendapat layanan membuang sampah sembarangan atau membakar sampah di tempat terbuka. c. Keterbatasan Lahan TPA Keterbatasan lahan TPA merupakan masalah terutama di kota-kota besar dan kota metropolitan. Fenomena keterbatasan lahan TPA memunculkan kebutuhan pengelolaan TPA Regional namun banyak terkendala dengan banyak faktor kepentingan dan rigiditas otonomi daerah. Kemampuan Kelembagaan Masih terjadinya fungsi ganda lembaga pengelola sampah sebagai regulator sekaligus operator pengelolaan serta belum memadainya SDM (secara kualitas dan kuantitas) menjadi masalah dalam pelayanan persampahan. Kemampuan Pembiayaan Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan sampah. Selain itu adalah rendahnya dana penarikan retribusi pelayanan sampah sehingga biaya pengelolaan sampah menjadi beban APBD. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas penanganan sampah. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah dan belum dikembangkan secara sistematis potensi masyarakat dalam melakukan sebagian sistem pengelolaan sampah, serta rendahnya minat pihak swasta berinvestasi di bidang persampahan karena belum adanya iklim kondusif membuat pengelolaan sampah sulit untuk ditingkatkan. Peraturan perundangan dan Lemahnya Penegakan Hukum Lemahnya penegakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah dan kurangnya pendidikan masyarakat dengan PHBS sejak dini juga menjadi kendala dalam penanganan sampah.
113
Setiap kabupaten/kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masingmasing karena isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencanan Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). B. Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan persampahan yang telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini: a. Aspek teknis Menguraikan sistem pengelolaan persampahan aspek teknis saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat (individu/komunal), pemerintah/dinas dan swasta, meliputi hal-hal berikut: 1) Teknik Operasional pengelolaan persampahan: - Sumber sampah yang dihasilkan dan ditangani (m3/hari); - Jumlah sampah terkumpul, terangkut dan terolah sd TPA (m3/hari); - Cakupan pelayanan (ha). 2) Daerah Pelayanan dan Kondisi Spesifiknya (fisik dan sosial); 3) Upaya pengurangan sampah di sumber melalui kegiatan 3R (reduce, reuse, recycle); 4) Kapasitas kerja dan efisiensi pemanfaatan; 5) Dampak negatif yang terjadi akibat sistem pengelolaan persampahan yang ada; 6) Pola Penanganan (Pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, pembuangan akhir); 7) Rentang tanggung jawab instansi terkait dalam teknik operasional. Kondisi eksisting pengembangan persampahan sebagaimana diuraikan di atas dapat ditampilkan dalam tabel-tabel berikut ini: Tabel 5.45 Contoh Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini No. Uraian Volume Ket. 1. Cakupan pelayanan ………. % 3 2. Perkiraan timbulan sampah ………...M /hari 3. Timbulan sampah yang terangkut: 3 ………...M /hari Permukiman 3 ………...M /hari Non Permukiman 3 ………...M /hari Total 3 4. Kapasitas Pelayanan TPA ………...M /hari
114
Tabel 5.46 Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan Sistem Pengelolaan/ Sub Sistem
Prasarana dan Sarana
115
DIKELOLA OLEH MASYARAKAT 1. Pewadahan. a. Bin/Tong Sampah 2.Pengumpulan a. Gerobak sampah b. Becak sampah c. Lainnya 3.Penampungan a. Transfer depo Sementara b. Container c. lainnya 4.Pengangkutan a. Dump Truck b. Arm Roll Truck 5. Pengolahan a. Pengomposan b. Daur ulang DIKELOLA OLEH PEMERINTAH 1. Pewadahan. a. Bin/Tong Sampah 2. Pengumpulan a. Gerobak sampah b. Becak sampah c. Lainnya 3. Penampung- a. Transfer depo an Sementara b. Container c. lainnya 4. a. Dump Truck Pengangkutan b. Arm Roll Truck 5. Pengolahan a. Pengomposan b. Daur ulang
Kapasitas Satuan per unit
Juml ah
Lokasi Layanan
Pengadaan Tahun
Sumber Dana
Jumlah Biaya
Kon disi
Ket.
Sistem Pengelolaan/ Sub Sistem
Prasarana dan Sarana
Kapasitas Satuan per unit
Juml ah
Lokasi Layanan
116
Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Nama dan Lokasi TPA: A. TPA……………….Lokasi ……………..(sistem yang digunakan………………….) B. TPA……………….Lokasi…………..(sistem yang digunakan………………….) 6. TPA ………… 1. Pembuangan Akhir a. Alat berat b. Luas area TPA 2. Pengendalian pencemaran di TPA a. Lapisan kedap air b. Perpipaan pengumpul lindi c. Instalasi pengolahan lindi d. Buffer zone e. Perpipaan gas metan f. Sumur monitoring g. Drainase air hujan 3. Sarana penunjang a. Jalan masuk b. Kantor c. Pos jaga d. Bengkel, garasi, cuci kendaraan e. Jembatan timbang
Pengadaan Tahun
Sumber Dana
Jumlah Biaya
Kon disi
Ket.
Sistem Pengelolaan/ Sub Sistem
Prasarana dan Sarana
Kapasitas Satuan per unit
Juml ah
Lokasi Layanan
117
DIKELOLA OLEH SWASTA 1. Pewadahan. a. Bin/TongSampah 2. Pengumpulan a. Gerobak sampah b. Becak sampah c. Lainnya 3.Penampungan a. Transfer depo Sementara b. Container c. lainnya 4.Pengangkutan a. Dump Truck b. Arm Roll Truck 5. Pengolahan a. Pengomposan b. Daur ulang Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Nama dan lokasi TPA: A. TPA……………….Lokasi…………(sistem yang digunakan………………….) B. TPA……………….Lokasi…………(sistem yang digunakan………………….) C. Dst. 6. TPA ………… 1. Pembuangan Akhir a. Alat berat b. Luas area TPA 2. Pengendalian pencemaran di TPA a. Lapisan kedap air b. Perpipaan pengumpul lindi c. Instalasi pengolahan lindi d. Buffer zone
Pengadaan Tahun
Sumber Dana
Jumlah Biaya
Kon disi
Ket.
Sistem Pengelolaan/ Sub Sistem
Prasarana dan Sarana
118
e. Perpipaan gas metan f. Sumur monitoring g. Drainase air hujan 3. Sarana penunjang a. Jalan masuk b. Kantor c. Pos jaga d. Bengkel, garasi, cuci kendaraan e. Jembatan timbang
Kapasitas Satuan per unit
Juml ah
Lokasi Layanan
Pengadaan Tahun
Sumber Dana
Jumlah Biaya
Kon disi
Ket.
b.
c.
d.
Pendanaan Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, retribusi persampahan serta anggaran pemerintah kota/kabupaten untuk pengelolaan persampahan. Dalam aspek pendanaan perlu juga diuraikan tentang; 1) Sumber Pendapatan (Pemda, Retribusi); 2) Struktur biaya operasional; o Pengumpulan dan penyampuran; o Penampungan sementara; o Pengangkutan; o Pembuangan akhir. 3) Struktur tarif retribusi; o Kondisi dan kemampuan daerah; o Kemampuan masyarakat; o Institusi yang mengelola retribusi. Kelembagaan Menguraikan organisasi pengelolaan persampahan yang mencakup bentuk organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, serta kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan kemampuan organisasi pengelola persampahan saat ini. Termasuk juga informasi tentang: 1) Pelaksanaan penanganan sampah skala sumber, kawasan, kota/kabupaten dan regional; 2) pemisahan fungsi regulator dan operator pengelolaan persampahan Kabupaten/Kota. Peraturan Perundangan Menguraikan peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini yang terkait dengan pengelolaan persampahan (tingkat propinsi dan kabupaten/kota), diantaranya: 1) Peraturan perundangan tentang kebersihan; 2) Peraturan perundangan tentang Pembentukan badan pengelola persampahan skala kota/kabupaten; 3) Peraturan perundangan tentang retribusi (struktur tarif, prosedur dan kewajiban pelanggan); 4) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala regional dengan pemerintah kota/kabupaten lain; 5) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala kawasan dengan badan usaha swasta;
119
e.
6) Peraturan perundangan tentang peran serta masyarakat. Dalam aspek peraturan perundangan perlu juga diuraikan tentang Kesesuaian peraturan dan kondisi lapangan serta pelaksanaan peraturan yang ada Peran Serta Masyarakat Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Kota/Kabupaten yang meliputi kesediaan masyarakat membayar retribusi, penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan persampahan, perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah (apakah sudah melakukan 3R), kegiatan-kegiatan apa yang telah dilakukan dalam mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan kampanye dan edukasi terkait pengelolaan persampahan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada.
B. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Persampahan i. Identifikasi Permasalahan Persampahan Setiap Kab/Kota wajib menguraikan besaran masalah yang dihadapi di Kab./Kota masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameterparameter teknis yang ada di kawasan tersebut. Hasil dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan data-data permasalahan pada sub sektor persampahan. Hasil identifikasi permasalahan dituangkan dalam bentuk tabel identifikasi permasalahan seperti yang dicontohkan pada tabel 5.47.
120
Tabel 5.47 Contoh Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Dihadapi Aspek Non Teknis No. A.
B.
C. D.
Permasalah Yang Dihadapi
Aspek Pengelolaan Persampahan
Tindakan Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Kelembagaan: Bentuk Organisasi Pengelola Tata Laksana (Tupoksi, SOP, Dll) Kuantitas dan Kualitas SDM Pembiayaan: - Sumber-sumber pembiayaan (APBD Prov/Kab,kota/swasta/masyarakat/dll) - Retribusi Perundangan: (Perda, Pergub, Perwali,dst) Peran serta Masyarakat dan swasta
Aspek Teknis No. E.
Aspek Pengelolaan Persampahan
Permasalah Yang Dihadapi
Tindakan Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Teknis Operasional: 1. Dokumen perencanaan (MP, FS, DED) 2. Pewadahan 3. Pengumpulan 4. Penampungan Sementara 5. Pengangkutan 6. Pengolahan 3R 7. Pengelolaan Akhir di TPA 8. Pengendalian pencemaran di TPA 9. Sarana penunjang TPA
Permasalahan Pembangunan Sektor Persampahan di Indonesia, secara umum adalah: (1) Makin tingginya timbulan sampah (jumlah penduduk makin tinggi, jumlah sampah per kapita meningkat); (2) Belum optimalnya manajemen persampahan:
121
a. Belum optimalnya sistem perencanaan (rencana sampai dengan monitoring dan evaluasi); b. Belum memadainya pengelolaan layanan perencanaan persampahan (kapasitas, pendanaan dan asset manajemen); c. Belum memadainya penanganan sampah. ii.
Tantangan Pengembangan Persampahan Setiap Kabupaten/Kota perlu menguraikan tantangan dan peluang sesuai karakteristik masing-masing daerah terkait pembangunan sektor persampahan. Tantangan dalam sektor persampahanan meliputi peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kelembagaan, penggalian sumber dana dari pihak swasta, peningkatan kondisi dan kualitas TPA melalui peningkatan komitmen stakeholder kota/kabupaten dalam hal alokasi pembiayaan dan inovasi teknologi pengolahan sampah, peningkatan pelaksanaan program 3R, serta peningkatan upaya penegakan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah. Tantangan lainnya adalah dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimum. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen PU No.14/PRT/M/2010 yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan didalam dokumen RPIJM yang merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan pengelolaan Persampahan. Target pelayanan dasar bidang Persampahan sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum dapat dilihat melalui tabel 5.48. Tabel 5.48 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010 Standar Pelayanan Minimal Waktu Ket Pencapaian Jenis Pelayanan Dasar Indikator Nilai
Penyehatan Lingkungan Permukiman (Sanitasi Lingkungan & Persampahan)
Pengelolaan sampah
Tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan.
20%
2014
Dinas yg membidangi PU
Tersedianya sistem penanganan sampah di perkotaan.
70%
2014
Dinas yg membidangi PU
122
5.4.2.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan A. Analisis Kebutuhan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Persampahan adalah uraian faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan persampahan kota, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini Kabupaten/Kota harus menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan persampahan yang meliputi aspek teknis operasional (sejak dari sumber sampai dengan pengolahan akhir sampah), aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek peraturan perundangan dan aspek peran serta masyarakat, serta memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati. Analisis yang terkait dengan kebutuhan persampahan adalah analisis sistem pengelolaan persampahan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel 5.49 berikut ini: Tabel 5.49 Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah Aspek non teknis Kebutuhan Kondisi No. Uraian Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Eksisting I
A
B
C
D
Peraturan terkait Persampahan - Ketersediaan Peraturan bidang Persampahan (Perda, Pergub, Perwali,dst) Kelembagaan - Bentuk Organisasi - Ketersediaan tata laksana (Tupoksi, SOP, dll) - Kualitas dan kuantitas SDM Pembiayaan - Sumber pembiayaan (APBDProv/ Kab/kota, swasta/masyarakat/dll) - Tarif Retribusi - Realisasi penarikan retribusi (%terhadap target) Peran swasta dan masyarakat (Sudah ada, blm ada, bentuk kontribusi, dll)
123
II
III
IV
V
Ket.
Aspek teknis No.
1. 2.
Uraian
Kebutuhan
Kondisi Eksisting
Tahun I
Teknis Operasional Perencanaan (dokumen MP, FS, DED) Prasarana dan sarana Pewadahan a. Bin/Tong Sampah Pengumpulan a. Gerobak sampah b. Becak sampah c. Lainnya Penampungan Sementara a. Transfer depo b. Container c. lainnya Pengangkutan a. Dump Truck b. Arm Roll Truck c. Lainnya Pengolahan a. Pengomposan b. Daur ulang c. Lainnya TPA 1. Pemerosesan Akhir a. Alat berat (excavator, dll) b. Lahan TPA 2. Fasilitas umum a. Jalan masuk b. Air bersih c. Kantor 3. Pengendalian pencemaran di TPA a. Lapisan kedap air b. Perpipaan pengumpul lindi c. Instalasi pengolahan lindi
(unit,kondisi) (unit,kondisi)
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
..........ha (baik,rusak, aspal,tanah, dll) (tersedia/tidak) (ada/tidak, kondisi)
124
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun V
Ket.
No.
Uraian
Kebutuhan
Kondisi Eksisting
Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun V
d. Buffer zone e. Perpipaan gas metan f. Sumur monitoring g. Drainase air hujan 4. Sarana penunjang a. Jalan operasi b. Pos jaga c. Bengkel, garasi, tempat cuci kendaraan d. Jembatan timbang e. Tanah penutup
5.4.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem Persampahan A.
Pembangunan Prasarana TPA Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) Lingkup Kegiatan : - Peningkatan Kinerja TPA Pembuatan tanggul keliling TPA, jalan operasional, perbaikan saluran gas dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan bawah yang kedap sesuai persyaratan sanitary landfill; Pengadaan alat berat setelah TPA selesai dibangun dan pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan TPA secara sanitary landfill; Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling TPA, pembangunan pos pengendali, sumur pemantau, jembatan timbang, kantor operasional oleh pemerintah kab./kota ; Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk pengolahan sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah (melalui MoU Pemda dan Dit. PPLP); TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate (IPL); Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL; Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
125
Ket.
- Pengembangan TPA Regional Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk pengelolaan TPA bersama secara regional; Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta yang bersedia menyediakan lahan sebagai lokasi TPA regional; Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada Provinsi, selanjutnya Pemerintah Provinsi membentuk unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional; Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional. - Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada Rehabilitasi Prasarana Sarana; Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada; Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan. - Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan Sistem Modul Persampahan: Pengadaan dan penambahan peralatan; Pembangunan Prasarana dan sarana; Pilot Project TPA. - Piranti Lunak Peningkatan kelembagaan; Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta; Penyiapan hukum dan kelembagaan. Kriteria Kesiapan Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas adalah: (1) Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; (2) Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk prasarana yang direncanakan; (3) Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED; (4) Adanya kesiapan lahan; (5) Adanya kesiapan institusi pengelola. B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 3R Lokasi: Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan berbasis masyarakat; Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.
126
Lingkup Kegiatan: Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola), penyusunan rencana kegiatan; Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat komposting; Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat difungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan; TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM dan pemberdayaan masyarakat; Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R; Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya). Kriteria Kesiapan: Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan); Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah yang ada di dalam kawasan; Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban sampah yang akan diangkut ke TPA; Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri; Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan dipaparkan pada gambar 5.6 berikut.
127
Sumber: Direktorat Pengembangan PLP
Gambar 5.6 Sistem Pengelolaan Sampah Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyai peran membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang diperlukan, revitalisasi TPA menjadi semi sanitary/control landfill; pilot pembangunan TPA kota dengan sistem semi sanitary/control landfill dan pilot pembangunan STA antara. Dalam pembangunan TPST 3R pemerintah pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R serta penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan program pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyiapan lahan, biaya operasi dan pemeliharaan, penyiapan transportasi dari sumber ke TPA, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi. 5.4.3.
Drainase
5.4.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Drainase A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang sistem pengelolaan drainase, antara lain:
128
1.
2.
3.
4.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.
B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat. Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation
129
(investigasi), Design (perencanaan), Operation (Operasi) dan Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai sistem drainase kepada pihak yang terlibat baik pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan. 5.4.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Drainase A. Isu Strategis Pengembangan Drainase Kab/Kota wajib melakukan rumusan isu strategis pengembangan Drainse di daerah Kabupaten/Kota yang sedang berkembang dan membutuhkan penanganan. Dalam melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, Dokumen SPPIP, Rencana Induk Drainase dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan Drainase di Kabupaten/Kota. Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaan di Indonesia antara lain: 1. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman (“grey water”). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat. 2. Pengendalian debit puncak Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampunganpenampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi di atap-atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan, yang selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap. 3. Kelengkapan perangkat peraturan Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase permukiman di daerah adalah:
130
•
4.
5.
6.
Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan basah dan penggunaan daerah resapan air (wet land), termasuk sanksi yang diterapkan. • Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, kedalaman, posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing. • Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. • Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan dalam peraturan daerah. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase, kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun penutupan saluran drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai bangunan, kolam ikan dll. Kemampuan Pembiayaan Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari segi pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaan. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan. Penanganan Drainase Belum Terpadu Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya pertial di wilayah yang dikembangkannya saja.
Setiap Kab./Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masing-masing. Isu strategis dalam pengembangan drainase perkotaan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang lebih berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
131
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase Kondisi umum pembangunan Drainase di Indonesia dapat diuraikan secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Proporsi rumah tangga yang telah terlayani saluran drainase dengan kondisi berfungsi baik/mengalir lancar mencapai 52,83% b. Proporsi rumah tangga dengan kondisi saluran drainase mengalir lambat atau tergenang mencapai 14,49% c. Proporsi rumah tangga yang tidak memiliki saluran drainase 32,68%. Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan drainase yang telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini: a. Aspek teknis Menguraikan dan melampirkan peta yang berisi kondisi jaringan drainase kota, baik kondisi fisik, kapasitas saluran dan fungsinya. Diuraikan juga sejauh mana sistem jaringan yang ada berfungsi dalam mengatasi masalah genangan/banjir yang terjadi. Perlu juga digambarkan mengenai daerah dan tingkat pelayanan sistem drainase yang ada dilihat dari cakupan daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air hujan, serta perlu di jelaskan daerah rawan genangan di Kota/Kabupaten masing-masing. Pada aspek teknis ini perlu ditampilkan: 1. Gambar peta genangan Kabupaten/Kota. 2. Gambar peta jaringan sistem drainase (klasifikasi sistem drainase primer dan sekunder termasuk jaringan jalan kota). Kondisi eksisiting pengembangan drainase sebagaimana diuraikan di atas dapat ditampilkan dalam tabel 5.50 sebagaimana dicontohkan berikut ini: Tabel 5.50 Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase No.
Nama Jalan/Lokasi Saluran
1. 2. 3.
Saluran A Saluran B Saluran C
Panjang (m)
Dimensi Tinggi (m)
Lebar (m)
Luas Catchment Area (Ha)
Sumber: (diiisi menurut sumber data yang didapat)
132
Konstruksi Saluran
Pengadaan
Kondisi Tahun
Sumber Dana
Jumlah Biaya
Ket.
b. Pendanaan Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase perkotaan seperti pembiayaan pembangunan serta anggaran Pemda (APBD) untuk O&P sarana prasarana yang ada. c. Kelembagaan Menguraikan organisasi pengelolaan drainase perkotaan yang mencakup bentuk organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, dan sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan kemampuan organisasi pengelola drainase perkotaan saat ini. d. Peraturan Perundangan Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan yang dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait tentang Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola, perundangan misalnya kejadian untuk tidak bermukim di bantaran sungai atau saluran drainase, masalah pertanahan di perkotaan yang relatif rumit, dll (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur). e. Peran Serta Masyarakat dan swasta Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dari kegiatan pembangunan sistem drainase perkotaan. Bagian ini menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan yang meliputi kesediaan masyarakat peduli dan menjaga aliran drainase, penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan, kegiatan-kegiatan apa yang telah dilakukan dalam mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan kampanye dan edukasi terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana drainase serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada. C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Drainase i. Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan Setiap Kab/Kota perlu menguraikan permasalahan yang dihadapi masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameterparameter teknis yang ada di kawasan tersebut.
133
Dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan data-data permasalahan teknis dan non teknis pada sub sektor drainase. Permasalahan Pembangunan Sektor Drainase di Indonesia secara umum adalah: - Kapasitas sistem drainase tidak sesuai dengan kondisi saat ini; - Belum memadainya penyelenggaraan sistem drainase. Hasil identifikasi permasalahan permasalahan seperti tabel 5.51:
dituangkan
dalam
bentuk
Tabel
Identifikasi
Tabel 5.51 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase Yang Dihadapi Aspek Non-Teknis Tindakan Permasalahan No. Aspek Pengelolaan Drainase Yang Yang Sudah Yang Sedang Dihadapi Dilakukan Dilakukan A. Kelembagaan: - Bentuk Organisasi - Tata Laksana (Tupoksi, SOP,dll) - Kualitas dan Kuantitas SDM B. Perundangan terkait sektor drainase (Perda, Pergub, Perwali,dst) C. Pembiayaan: - Sumber-sumber pembiayaan (APBD Prov/Kab,kota/swasta/masyarakat/dll) D.
Peran serta Masyarakat dan swasta Aspek Teknis
No.
1. 2.
Aspek Pengelolaan Sistem Drainase
Permasalahan Yang Dihadapi
Teknis Operasional PS: Aspek Perencanaan (Master Plan, FS, DED) A. Saluran • Primer • Sekunder • Tersier B. Turap C. Bangunan pelengkap (gorong-gorong, pintu air, pompa, talang, dst) D. Waduk,kolam retensi, sumur resapan
134
Tindakan Yang Sudah Yang Sedang Dilakukan Dilakukan
ii.
Tantangan Pengembangan Drainase Setiap Kab/Kota wajib menguraikan tantangan sesuai karakteristik Kab/Kota masing-masing terkait pembangunan sektor drainase. Tantangan yang dihadapi secara umum di Indonesia adalah mencegah penurunan kualitas lingkungan permukiman di perkotaan, optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi prasarana dan sarana drainase yang sudah terbangun, peningkatan dan pengembangan sistem yang ada, pembangunan baru secara efektif dan efisien yang menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah dan menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat serta meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah. Tantangan lainnya adalah adanya Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan didalam dokumen RPIJM yang merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan pengelolaan Drainase. Target pelayanan dasar bidang Drainase sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum dapat dilihat melalui tabel 5.52 dibawah ini.
No
Tabel 5.52 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010 Standar Pelayanan Minimal Batas Waktu Jenis Pelayanan Dasar Indikator Nilai Pencapaian Penyehatan Lingkungan Permukiman (Sanitasi Lingkungan dan Persampahan)
Drainase
Tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun
135
50%
2014
Ket Dinas yg membidangi PU
5.4.3.3 Analisis Kebutuhan Drainase A. Analisis Kebutuhan Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem drainase kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan drainase, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Analisis yang terkait dengan kebutuhan drainase adalah analisis Bidang Teknis maupun non teknis yang mencakup kelembagaan, pembiayaan, peraturan dan peran serta masyarakat dan swasta. Analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel 5.53 berikut ini. Tabel 5.53 Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah Aspek Non Teknis No. A
B
C
D
Uraian
Kondisi Eksisting
Peraturan terkait sektor drainase - Ketersediaan Peraturan bidang Drainase (Perda, Pergub, Perwali,dst) Kelembagaan - Bentuk Organisasi - Ketersediaan tata laksana (Tupoksi, SOP, dll) - Kualitas dan kuantitas SDM Pembiayaan - Sumber pembiayaan (APBDProv/Kab,kota/swasta/ masyarakat/dll) Peran swasta dan masyarakat (Sudah ada, blm ada, bentuk kontribusi, dll)
136
Kebutuhan Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun V
Ket.
Aspek Teknis No.
1. 2.
Uraian
Kondisi Eksisting
Kebutuhan Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun V
Teknis Operasional PS Aspek Perencanaan (Master Plan, FS, DED) A. Saluran • Primer • Sekunder • Tersier B. Turap C. Bangunan pelengkap (goronggorong, pintu air, pompa, talang, dst) D. Waduk, kolam retensi, sumur resapan
5.4.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem Drainase A. Pembangunan Prasarana Drainase Kriteria kegiatan infrastruktur drainase perkotaan Kriteria Lokasi : Kota-kota yang sudah memiliki Master Plan Drainase Perkotaan dan DED untuk tahun pertama; Kawasan-kawasan permukiman dan strategis di perkotaan (Metropolitan/Kota Besar) yang rawan genangan. Lingkup Kegiatan : Pembangunan saluran drainase primer (macro drain), pembangunan kolam retensi, dan bangunan pelengkap utama lainnya (pompa, saringan sampah, dsb); Pembangunan saluran drainase sekunder dan tersier (micro drain) oleh pemerintah kab.kota; Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM pengelolaan saluran drainase termasuk kegiatan pembersihan sampah di sekitar saluran drainase; Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat; Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
137
Ket.
Kriteria Kesiapan : Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP; Dilaksanakan dalam rangka pengurangan lokasi genangan di perkotaan; Terintegrasi antara makro drain dan mikro drain, serta dengan sistem pengendali banjir; Terdapat institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun; Tidak ada permasalahan lahan (lahan sudah dibebaskan, milik Pemkot/kab); Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan; Pemerintah Kabupaten/Kota akan melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat.
Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Drainase Perkotaan Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Drainase Perkotaan dipaparkan pada gambar 5.7 berikut.
Sumber: Direktorat Pengembangan PLP
Gambar 5.7 Sistem Drainase Perkotaan
Dalam pembangunan sistem drainase perkotaan, pemerintah pusat mempunyai peran dengan mengembangkan sistem yang terintegrasi dengan sistem makro, serta memfasilitasi pilot drainase mandiri. Sedangkan, pemerintah kabupaten kota berperan dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi 138
5.4.4 Usulan Program Dan Kegiatan 5.4.4.1 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Sanitasi Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan Sanitasi disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas program seperti pada RPJM. Penyusunan usulan program tersebut memperhatikan kebutuhan RPP berkaitan dengan pengembangan atau pembangunan sektor dan kawasan unggulan. Dengan demikian usulan sudah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pembangunan ekonomi. Usulan program yang diajukan sesuai dengan hasil analisis dan identifikasi yang telah dilakukan. Selain itu, perlu juga diperhatikan keterpaduan dengan sektor-sektor lainnya. Usulan program harus dapat mencerminkan besaran dan prioritas program, dan manfaatnya ditinjau dari segi fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik antar kegiatan dan pendanaannya. Penjabaran program-program tersebut disesuaikan dengan struktur tatanan program RPJMN yang diwujudkan dalam paket-paket proyek/program. Program yang dicakup dalam Pengelolaan Air Limbah meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini: 1. Pembangunan pengelolaan air limbah setempat dan pembangunan Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT); 2. Pembangunan sistem perpipaan air limbah sederhana komunitas berbasis masyarakat (khusus bagi kawasan kumuh dan padat); 3. Pembangunan pengelolaan air limbah sistem terpusat (IPAL); 4. Operasi dan pemeliharaan; 5. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan air limbah; 6. Penyuluhan meningkatkan pemahaman pentingnya sanitasi dan pemeliharaan sarana yang telah dibangun. 7. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED. Program yang dicakup dalam Pengelolaan Persampahan meliputi kegiatan berikut ini: 1. Pembangunan prasarana dan sarana TPA sampah; 2. Pembangunan prasarana dan sarana TPST 3R; 3. Operasi dan pemeliharaan; 4. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan persampahan; 5. Penyuluhan meningkatkan pemahaman pentingnya sanitasi dan 3R; 6. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED.
139
Program yang dicakup dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini: 1. Pelaksanaan rehabilitasi saluran yang ada; 2. Pembangunan saluran yang baru; 3. Operasi dan pemeliharaan; 4. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan drainase; 5. Penyuluhan dan pengelolaan dan pemeliharaan bangunan drainase bagi Pemerintahan Kabupaten/Kota dan masyarakat; 6. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED. 5.4.4.2 Pembiayaan Proyek Pengembangan Sanitasi Pembiayaan proyek perlu disusun berdasarkan klasifikasi tanggung jawab masingmasing Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat, Swasta dan masyarakat. Jika ada indikasi program pengelolaan sanitasi (air limbah, persampahan dan drainase) yang melibatkan swasta perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk menentukan kelayakannya. Untuk program yang memerlukan analisis kelayakan keuangan, hasil analisis harus dilampirkan dan merupakan bagian dari kajian pembiayaan dan keuangan. Pembiayaan kegiatan pengelolaan sanitasi sebagaimana diusulkan dapat berasal dari dana Pemerintahan Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, dan bantuan Pemerintah Pusat. Bantuan Pemerintah Pusat dapat berbentuk proyek biasa (pemerataan dalam pemenuhan prasarana sarana dasar), bantuan stimulan, bantuan proyek khusus (menurut pengembangan kawasan). Macam bantuan disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya. Format pembiayaan kegiatan drainase disesuaikan dengan arahan bidang keuangan, secara garis besar terdiri dari tabel program belanja (expenditures programme), tabel financing plan, dan tabel memorandum proyek seperti pada tabel 5.54.
140
Tabel 5.54 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan PLP Kabupaten/Kota
141
OUTPUT SUMBER DANA TAHUN KET. INDIKATOR CSR NO LOKASIVOLUME SATUAN APBN 1 2 3 4 5 APBD APBD SWASTA/ OUTPUT PROV KAB/KOTA MASYARAKAT RINCIAN MURNI PLN (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENYELENGGARAAN SANITASI LINGKUNGAN (AIR LIMBAH, DRAINASE) SERTA PENGEMBANGAN SUMBER PEMBIAYAAN DAN POLA INVESTASI PERSAMPAHAN 1 Layanan Perkantoran Jumlah bulan Bln/tahun layanan Perkantoran xxx 2 Peraturan Pengembangan PLP Jumlah NSPK NSPK Nasional Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman xxx 3 Laporan Pembinaan Pelaksanaan PLP Jumlah Laporan Laporan Pembinaan Penyelenggaraan Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman xxx 4 Laporan Pengawasan Pelaksanaan PLP Jumlah Laporan Laporan Pengawasan Penyelenggaraan Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman 4.a 4.b
OUTPUT INDIKATOR NO LOKASIVOLUME SATUAN OUTPUT RINCIAN (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 5 Infrastruktur Air Limbah Jumlah Kawasan Kawasan yang Terlayani Infrastruktur Air Limbah Dengan Sistem Off-Site dan Sistem On-Site 5.a 5.b 6 Infrastruktur Drainase Perkotaan Jumlah Kawasan Kab/Kota yang Terlayani Infrastruktur Drainase Perkotaan
142
7
8
Infrastruktur Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Jumlah Kab/Kota Kab/Kota yang Telayani Infrastruktur Stasiun Antara Dan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 7.a 7.b Infrastruktur Tempat Pengolah Sampah Terpadu/ 3R Jumlah Kawasan Kawasan yang Telayani Infrastruktur Tempat Pengolah Sampah Terpadu/3R 8.a TOTAL
APBN MURNI (8)
PLN (9)
SUMBER DANA CSR APBD APBD SWASTA/ PROV KAB/KOTA MASYARAKAT (10)
(11)
(12)
(13)
TAHUN
KET.
1
2
3
4
5
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
BAB VI ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. 6.1 Aspek Lingkungan Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: 1.
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)” 2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang” 3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014: “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim” 4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan 143
5.
Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: 1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional. b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS. d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon. g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah. h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal. 2. Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi. b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. g. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota. b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. 144
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. e. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 6.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena: 1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur. 2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan. Tahapan Pelaksanaan KLHS Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. 145
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 6.1. Tabel 6. 1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
Penilaian Kesimpulan: Uraian (Signifikan/ Pertimbangan* Tidak Signifikan)
No. Kriteria Penapisan
1. 2.
3.
4. 5.
6.
7.
Perubahan Iklim Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM. Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut: 146
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut: a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah: 1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS; 2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik; 4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS. Tabel 6.2 Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Pembuat keputusan
Contoh Lembaga
a. Bupati/Walikota b. DPRD Penyusun kebijakan, rencana Dinas PU-Cipta Karya dan/atau program Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya b. BPLHD Masyarakat yang memiliki a. Perguruan tinggi atau lembaga informasi dan/atau keahlian penelitian lainnya (perorangan/tokoh/ kelompok) b. Asosiasi profesi c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup e. Perorangan/tokoh f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan, petani dll) 147
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan: 1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut; 2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan 3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tabel 6.3 Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Lingkungan Hidup Permukiman Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal Contoh: pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Ekonomi Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir Sosial Isu 5: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh
Penjelasan Singkat* Kota ... mempunyai sumber air baku dari sungai ... yang sudah tercemar
*) meliputi deskripsi lokasi, penyebab, intensitas dan sebaran dampak
148
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP) Tabel 6.4 Contoh Tabel Identifikasi KRP No. 1.
2.
3.
4.
Komponen kebijakan, rencana / program
Kegiatan
Lokasi (Kelurahan)
Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst Penataan Bangunan dan Lingkungan 1). 2). Dst Pengembangan Air Minum 1). 2). Dst Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1). 2). Dst
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
149
Tabel 6.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
No.
Komponen kebijakan, rencana dan/atau program*
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-Aspek Pembangunan Berkelanjutan** Bobot Lingkungan Bobot Bobot Sosial Total Hidup Permukiman Ekonomi Bobot Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: *** Isu 1: … Isu 2: … … … … …
1.
Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst 2. Penataan Bangunan dan Lingkungan . 1). 2). Dst 3. Pengembangan Air minum 1). 2). Dst 4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1). 2). Dst Ket: *) Program sesuai dengan Renstra Cipta Karya **) ditentukan melalui argumen/logika sederhana melalui diskusi antar pemangku kepentingan, dengan melihat data dan kondisi eksisting seperti peta, data angka, dll. ***) pembobotan ditentukan dari nilai -3 sd. +3, yang menunjukkan besaran pengaruh keterkaitan yang merugikan (-) maupun menguntungkan atau bernilai positif (+). Bobot dengan nilai negatif merupakan prioritas untuk ditentukan alternatif penyempurnaan KRPnya.
150
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan, rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan kebijakan, rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain: a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program. c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program. d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program. Tabel 6.6
No. 1.
2.
3.
4.
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst Penataan Bangunan dan Lingkungan 1). 2). Dst Pengembangan Air minum 1). 2). Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1) 2) 151
Alternatif Penyempurnaan KRP
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS Tabel 6.7 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. 1. 2. 3. 4.
Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Pengembangan Air minum Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPIJM. KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencanaprogram. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 6.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan Amdal.
152
Deskripsi a)Rujukan Peraturan Perundangan
b)Pengertian Umum
153
c) Kewajiban pelaksanaan d)Keterkaitan studi lingkungan dengan: e)Mekanisme pelaksanaan
Tabel 6.8 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan KLHS bidang PU wajib UKL UPL iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta) i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan RPIM ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di sebagai penyusun AMDAL suatu wilayah; ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis. rencana, dan/atau program; dan iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada yang mengintegrasikan prinsip pembangunan Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan berkelanjutan. kewenangannya.
Deskripsi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
f) Muatan Studi Lingkungan
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isuisu strategis terkait pembangunan berkelanjutan iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program
Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
h)Outcome
i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i) Pendanaan
APBD Kabupaten/Kota
154
g)Output
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan i. Kerangka acuan; ii. Andal; dan iii. RKL-RPL. Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKLRPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan. Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan. i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL.
i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL) didanai oleh pemrakarsa, ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa. iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota
Deskripsi j) Partisipasi Masyarakat
155
k) Atribut Lainnya: a. Posisi b. Pendekatan c. Fokus analisis d. Dampak kumulatif e. Titik berat telaahan f. Alternatif g. Kedalaman h. Deskripsi proses i. Fokus pengendali an dampak j. Institusi Penilai Sumber:
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Masyarakat yang dilibatkan adalah: i. Yang terkena dampak; ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL
Hulu siklus pengambilan keputusan
Akhir sklus pengambilan keputusan
Cenderung pro aktif Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan Peringatan dini atas adanya dampak komulatif
Cenderung bersifat reaktif Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan Banyak alternatif Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi dan kerangka umum Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL
-
Amat terbatas
Alternatif terbatas jumlahnya Sempit, dalam dan rinci Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir Menangani gejala kerusakan lingkungan
hasil analisa Triarko Nurlambang dalam KLHS Penyeberangan Selat Sunda; Identifikasi Awal
6.1.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu: 1. Proyek wajib AMDAL 2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL 3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut: Tabel 6.9 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. A.
Jenis Kegiatan Skala/Besaran Persampahan: a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg sistem Control landfill/sanitary landfill: - luas kawasan TPA, atau > 10 ha - Kapasitas Total > 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut: - luas landfill, atau semua - Kapasitas Total kapasitas/besaran c. Pembangunan transfer station: - Kapasitas > 500 ton/hari d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: - Kapasitas > 500 ton/hari e. Pengolahan dengan insinerator: - Kapasitas semua kapasitas f. Composting Plant: - Kapasitas > 500 ton/hari g. Transportasi sampah dengan kereta api: - Kapasitas > 500 ton/hari 156
No. B.
C.
D.
E.
Jenis Kegiatan Pembangunan Perumahan/Permukiman: a. Kota metropolitan, luas b. Kota besar, luas c. Kota sedang dan kecil, luas d. keperluan settlement transmigrasi Air Limbah Domestik a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang: - Luas, atau - Kapasitasnya b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya: - Luas, atau - Kapasitasnya c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah: - Luas layanan, atau - Debit air limbah Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman a. Kota besar/metropolitan, panjang: b. Kota sedang, panjang: Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi - Luas layanan b. Pembangunan jaringan transmisi - panjang Sumber:
Skala/Besaran > 25 ha > 50 ha > 100 ha > 2.000 ha
> 2 ha > 11 m3/hari
> 3 ha > 2,4 ton/hari > 500 ha > 16.000 m3/hari
> 5 km > 10 km
> 500 ha > 10 km
Permen LH 5/2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 6.10
157
Tabel 6.10 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK i.
ii.
a. Persampahan
iii. iv. v. vi. i.
b. Air Limbah Domestik/ Permukiman
ii.
iii.
i. c. Drainase Permukaan Perkotaan
ii.
i. d. Air Minum
ii.
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang: • Luas kawasan, atau < 10 Ha • Kapasitas total < 10.000 ton TPA daerah pasang surut • Luas landfill, atau < 5 Ha • Kapasitas total < 5.000 ton Pembangunan Transfer Station • Kapasitas < 1.000 ton/hari Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu • Kapasitas < 500 ton Pembangunan Incenerator • Kapasitas < 500 ton/hari Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos • Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang • Luas < 2 ha • Atau kapasitas < 11 m3/hari Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) • Luas < 3 ha • Atau bahan organik < 2,4 ton/hari Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/offsite sanitation system) diperkotaan/permukiman • Luas < 500 ha • Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari Pembangunan saluran primer dan sekunder • Panjang < 5 km Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman • Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha Pembangunan jaringan distribusi: • luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha Pembangunan jaringan pipa transmisi • Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km 158
Sektor Teknis CK
e. Pembangunan Gedung
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya • Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km • Pedesaan, Panjang : iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit) • Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps • Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap • Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps v. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk kebutuhan: • Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps • Kegiatan lain dengan tujuan komersil: 1,0 lps - < 50 lps i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
159
Sektor Teknis CK
f.
Pengembangan kawasan permukiman baru
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja; • Jumlah hunian: < 500 unit rumah; • Luas kawasan: < 10 ha
160
Sektor Teknis CK
g. Peningkatan Kualitas Permukiman
h. Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan Sumber :
Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri KTM eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan); • Jumlah hunian: < 500 unit rumah; • Luas kawasan: < 10 ha iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun) • Jumlah hunian: < 500 unit rumah; • Luas kawasan: < 10 ha i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk; • Luas kawasan: < 10 ha ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil; • Luas kawasan: < 10 ha iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP) • Luas kawasan: < 10 ha i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun • Luas kawasan: < 5 ha
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKLUPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
161
Tabel 6.11 Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya
No. 1.
2.
3.
4.
Komponen Kegiatan
Lokasi
Amdal
UKL/UPL
SPPLH
Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst Penataan Bangunan dan Lingkungan 1). 2). Dst Pengembangan Air minum 1). 2). Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1) 2) Keterangan: Beri tanda centang (v) dalam kolom Amdal, UKL-UPL atau SPPLH
6.2 Aspek Sosial Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
162
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut: 1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender. 2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum: Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. 3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014: Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan. 4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. 5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah: 163
1. Pemerintah Pusat: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi. c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat. d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya. 2. Pemerintah Provinsi: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota. c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi. d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota. d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
164
6.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Kemiskinan Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya, seperti tertuang pada tabel 6.12berikut. Tabel 6.12 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota/Kabupaten No.
Lokasi
1.
Kawasan ... Kelurahan … Kecamatan …..
2.
Dst. ..
Jumlah Penduduk Miskin Jml Penduduk: … Jml KK: …
Kondisi Umum Mata Pencaharian secara umum: … Kondisi lingkungan: … Kondisi hunian umum: … Status kepemilikan hunian secara umum:…
Permasal ahan
Bentuk Penanganan yang Sudah Dilakukan Program / Kegiatan:… Tahun:…. Bentuk Penanganan: ….
Kebutuhan Penangan an
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu: 1. 2. 3.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 165
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Pengarusutamaan Gender Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.
166
Tabel 6.13 Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten
No.
Program / Kegiatan
Loka si
Tahu n
Bentuk Keterlibat an/ Akses
1 a
Pemberdayaan Masyarakat PNPM Perkotaan
b
PISEW
c
PAMSIMAS
d
PPIP
e.
RIS PNPM
f.
SANIMAS
2 a
Non Pemberdayaan Masyarakat Penyusuna n RTBL
b.
Dll.
Tingkat Partisipasi Perempuan (jumlah)
Kontrol Pangambilan Keputusan oleh Perempuan
Manfa at
Permasalahan yang Perlu Diantisipasi di Masa Datang
6.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
167
1. Konsultasi masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan. 2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini. 3. Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
168
No.
1.
2.
3.
4.
Tabel 6.14 Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang membutuhkan Konsultasi, Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta Permukiman Kembali Tahap I Tahap II Arahan Lokasi Komponen Pemindahan Program dan Penduduk / Permukiman Sebelum Setelah Konsultasi Kegiatan Pemberian Kembali Pemindahan Pemindahan Kompensasi Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst Penataan Bangunan dan Lingkungan 1). 2). Dst Pengembangan Air minum 1). 2). Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1) 2)
Keterangan: Untuk kolom konsultasi, pemindahan penduduk dan permukiman kembali diberi tanda centang (v) apabila telah dilaksanakan. *) Informasi Kegiatan Mencakup Lokasi
6.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
169
Tabel 6.15 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Jumlah Program/ Tahun Penduduk No. Sektor Lokasi Keterangan Kegiatan Pelaksanaan yang memanfaatkan 1. Pengembangan Permukiman 2.
3.
4.
Penataan Bangunan dan Lingkungan Pengembangan Air Minum Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
170
BAB VII ASPEK PEMBIAYAAN Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya, b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya. 7.1
Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain: 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang 171
2.
3.
4.
5.
menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman; 172
d.
6.
7.
8.
tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari: a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah. b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut: a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan: Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; Tingkat kerawanan air minum. b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk 173
9.
program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis: kerawanan sanitasi; cakupan pelayanan sanitasi. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM meliputi: 1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi. 2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional. 3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota. 4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR). 5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat. 6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.
174
7.2
Profil APBD Kabupaten/Kota
Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung. b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah. c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran. Tabel 7.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5 PENDAPATAN DAERAH Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-Lain PAD Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Hibah Dana Darurat DBH Pajak dari Pemda Lainnya Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus Bantuan Keuangan Provinsi/ Pemda Lain Pendapatan Lainnya Total Pendapatan Keterangan: % persentase komponen pendapatan terhadap total pendapatan daerah
175
Tabel 7.2 Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 BELANJA DAERAH Rp % Rp % Rp % Rp % Belanja Tidak Langsung
Tahun - 5 Rp
%
Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Bantuan Pemda lain Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal Total Belanja Keterangan: % persentase komponen belanja terhadap total belanja daerah Tabel 7.3 Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5 PEMBIAYAAN DAERAH Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Penerimaan Pembiayaan Penggunaan SiLPA Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pinjaman Piutang Daerah Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Pembayaran Pokok Pinjaman Pemberian Pinjaman Daerah Keterangan: % persentase komponen pembiayaan terhadap total pembiayaan
176
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
10 18 2
18 5
10
40
22
20
8
10
Persentase Belanja daerah (%)
Persentase Penapatan daerah (%)
Pos-pos pendapatan dan belanja perlu diolah ke dalam bentuk grafik proporsi untuk melihat perkembangan proporsi sumber penerimaan dan pengeluaran selama lima tahun terakhir berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintah (PP No. 71 Tahun 2010) seperti gambar 7.1. Apabila ada kenaikan atau penurunan komponen pendapatan dan belanja yang signifikan atau terkait dengan bidang Cipta Karya, perlu dianalisis secara deskriptif dan ditulis penjelasan rincinya.
30
35
50
45
30
32
40
35
40
Tahun-1
Tahun-2
Tahun-3
Tahun-4
Tahun-5
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
5 5
11 4
20
17 3
17 8
20 30 35
20 10
25
70
65
50
40
45
Tahun-1
Tahun-2
Tahun-3
Tahun-4
Tahun-5
PAD
Transfer Pusat
Belanja Operasi
Belanja Modal
Transfer Provinsi
Pendapatan Lain yang Sah
Belanja Tak Terduga
Transfer ke Desa
Gambar 7.1 Contoh Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD
7.3
Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta. 7.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
177
Tabel 7.4 Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Sektor Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Pengembangan Air Minum Pengembangan PLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan & Lingkungan Total
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya. Tabel 7.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir
Jenis DAK Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun – 4 Tahun -5 DAK Air Minum DAK Sanitasi 7.3.2
Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan 178
pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Perlu disusun tabel proporsi berdasarkan sektor-sektor Cipta Karya yang ada. Tabel 7.6 Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun - 1
Sektor
Alokasi
% APBD
Tahun - 2 Alokasi
% APBD
Tahun – 3 Alokasi
% APBD
Tahun - 4 Alokasi
% APBD
Tahun - 5 Alokasi
Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya Total Belanja APBD Setelah didapatkan proporsi pendanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya maka dapat dihasilkan grafik seperti gambar 7.2. Belanja daerah
0.1 0.2
Belanja lainnya PAM
8.2
0.7
PPLP 0.3
Bangkim PBL
0.1
Gambar 7.2 Contoh Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD
179
% APBD
Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. Oleh sebab itu, perkembangan besaran DDUB dalam 3-5 tahun terakhir perlu diketahui untuk melihat komitmen pemerintah daerah. Perkembangan DDUB dapat dijabarkan dalam tabel 7.7. Tabel 7.7 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor
Tahun - 1
Tahun - 2
Tahun – 3
Tahun - 4
Tahun - 5
Alokasi APBN
Alokasi APBN
Alokasi APBN
Alokasi APBN
Alokasi APBN
DD UB
DD UB
DD UB
DD UB
DD UB
Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total 7.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya. Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPPSPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit. 180
Di samping itu, pada bagian ini dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan oleh perusahaan daerah yang ada di kabupaten/kota dalam 3-5 tahun terakhir. 7.3.4
Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta dalam 5 Tahun Terakhir
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Di beberapa daerah, skema pembiayaan alternatif ini sudah banyak dilakukan untuk menunjang pembangunan Cipta Karya di daerah. Informasi kegiatan-kegiatan eksisting perlu dipahami untuk melihat potensi pembiayaan dari dunia usaha di daerah tersebut. Tabel 7.8 Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir Komponen Nilai Skema Kegiatan Tahun Satuan Volume KPS (Rp) Pembiayaan* Pengembangan Air Minum -… -… Pengembangan PPLP -… -… Pengembangan Permukiman -… -… Penataan Bangunan dan Lingkungan -… -… *) dapat dipilih bentuk KPS berupa BOT/Konsesi/lainnya 181
Ket.
7.4
Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta. 7.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut sebagai berikut: 1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
2.
Y0 = Nilai tahun ini Y-1 = Nilai 1 tahun sebelumnya Y-2 = Nilai 2 tahun sebelumnya Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos pendapatan yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH), dan Lain-lain pendapatan yang sah. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi geometris sebagai berikut:
Keterangan:
3.
Yn = Nilai pada tahun n r = % pertumbuhan Y0 = Nilai pada tahun ini n = tahun ke n (1-5) Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya. 182
Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total pendapatan. Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta Karya terhadap APBD sama dengan eksisting (Tabel 7.6) maka dapat diketahui proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan. Adapun hasil dari proses perhitungan tersebut, disajikan dalam tabel 7.9. Tabel 7.9 Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan
Y-2
Y-1
Y0
Persentase Pertumbuha n
xxx
xxx
xxx
%
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
% % % % % %
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Realisasi Komponen APBD Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan DAU DBH DAK - DAK Air Minum - DAK SAnitasi Lain Lain Pendapatan yang Sah Total APBD
Proyeksi Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR). Net Public Saving Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:
183
Net Public Saving = Total Penerimaan daerah - Belanja Wajib NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah) - Belanja mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku. - Kewajiban daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran kegiatan lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku. Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio) Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman. d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah. Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Oleh karena itu, DSCR dalam 3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RPIJM dengan rumus sebagai berikut:
184
PAD DBH
= Pendapatan Asli Daerah = Dana Bagi Hasil
DAU = Dana Alokasi Umum DBHDR = DBH Dana Reboisasi
7.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk business plan. Informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPIJM. 7.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta. Daftar proyek potensial tersebut disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari program tersebut. Rencana kerjasama pemerintah dan swasta bidang Cipta Karya terangkum dalam tabel di bawah ini. Tabel 7.10 Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan Biaya Kegiatan Kelayakan Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan Keterangan (Rp) Finansial IRR = ...
Keterangan IRR: Internal Rate of Return
7.5
Analisis Tingkat Ketersediaan Dana dan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta 185
dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber. 7.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut: a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya. b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhtungan pada bagian 7.4.1 c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis pada bagian 7.4.2 d. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta berdasarkan bagian 7.4.3. 7.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain: 1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi; 2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran; 3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah; 4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya; 5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada; 6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional.
186
BAB VIII ASPEK KELEMBAGAAN Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan. 8.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten/kota. 1.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
187
2.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota. PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi “(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”. Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
3.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi. Bupati/ Walikota
DPRD
Sekretaris Daerah
Dinas
Lembaga/ Badan Sumber: PP 41/2007
Gambar 8.1 Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota 188
4.
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.
5.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :
189
1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8. 9.
Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi; Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda; Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat; Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government; Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi; Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU); Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.
190
Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada gambar 8.2 berikut ini.
POLA PIKIR PENYUSUNAN REFORMASI BIROKRASI PU 2010-2014 RPJPN 2002-2025 UU 17/2007
RENSTRA PU 2010-14 PERMEN PU 2/2010
RPJMN 2010-2014 PP 5/2010
IKU PU 2010-14 PERMEN PU 3/2010
GDRB 2010-2025 PERPRES 81/2010
SASARAN & INDIKATOR KEBERHASILAN RB 2014
RMRB 2010-2014 PERMENPAN 20/2010
9 PROGRAM & 27 KEGIATAN RB
RMRBPU-2010-14
9 PROGRAM RB
EVALUASI KINERJA ORGANISASI PERMENPAN 19/2008
CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN RB SD 2010
9 PEDOMAN PELAKSANAN RB
1. Manajemen perubahan 2. Penataan peraturan per-U-Uan 3. Penguatan & penataan org. 4. Penataan tata laksana 5. Penataan sistem manajemen SDM aparatur 6. Penguatan pengawasan 7. Penguatan akuntabilitas 8. Peningkatan pelayanan publik 9. Monitoring, evaluasi & pelaporan
3 SASARAN KEBERHASILAN REFORMASI BIROKRASI 1. Birokrasi bersih & bebas KKN 2. Peningkatan kualitas pelayanan 3. Peningkatan kapasitas & akuntabilitas kinerja birokrasi
QUICK WINS Dit.Bina Program : RPIJM Dit.Air Minum : PAMSIMAS Dit.PLP : SANIMAS Dit. Bangkim : SPPIP Dit. PBL : P2KP
Sumber: Road Map Reformasi Birokrasi
Gambar 8.2 Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 Cipta Karya
6.
Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna 191
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Keciptakaryaan. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang Cipta Karya. 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang kePU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM. Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota. 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali. 9.
Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan 192
perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah. 10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan. Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang/sub bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan. 8.2
Kondisi Kelembagaan Saat Ini
Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya. 8.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya Penataan dan penguatan organisasi merupakan Program ke-3 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi. Keorganisasian yang dimaksud dalam pedoman ini adalah struktur, tugas, dan fungsi pemerintah daerah yang menangani bidang Cipta Karya. Untuk mengetahui kondisi dari keorganisasian bidang cipta karya, informasi yang perlu disajikan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Peraturan Daerah yang menjadi dasar penetapan Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota. 2. Gambaran struktur organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota saat ini. 193
3. Gambaran struktur organisasi instansi yang menangani urusan bidang Cipta Karya saat ini. 4. Penjelasan tentang tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya dalam Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota. 8.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja. Secara internal, keorganisasian urusan pemerintah bidang keciptakaryaan, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan keciptakaryaan, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah. Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut tupoksi dari masing-masing instansi pemerintah bidang keciptakaryaan. Dengan mengacu pada tabel berikut, dapat dicantumkan penjabaran peran masingmasing instansi dalam pembangunan bidang Cipta Karya. Tabel 8.1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya No.
Instansi
1.
Bappeda
2.
Dinas PU
3. 4. 5.
Dinas …………… Dinas …………… Dinas ……………
Peran Instansi dalam Pembangunan Bidang CK
194
Unit / Bagian yang Menangani Pembangunan Bidang CK
Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya. Dengan mengisi tabel berikut bisa dicantumkan inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya di daerah. Tabel 8.2 Inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya
No.
Nama SOP
Instansi yang Terlibat
Tugas dan Fungsi Instansi dalam SOP
Pengembangan Permukiman 1 dst Penataan Bangunan dan Lingkungan 1 dst Pengembangan Air Minum 1 dst Pengembangan PLP 1 dst SOP Non-Teknis 1 dst 8.2.3
Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya
Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya, yang dapat dilakukan dengan mengisi tabel berikut mengenai komposisi pegawai dalam unit kerja bidang Cipta Karya
.
195
Tabel 8.3 Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya
Unit Kerja
Golongan
Dinas PU
Gol I : ... orang Gol II: ... orang Gol III: ... orang Gol IV: ,,, orang
Jenis Kelamin Pria : ... orang Wanita : ... orang
Latar Belakang Pendidikan < SMA : ... orang SMA : ... orang D3 : ... orang S1 : ... orang S2 : ... orang S3 : ... orang
Jabatan Fungsional Jafung TBP: ... orang Jafung TPL: .. dst.
Bappeda Dinas … Dinas … Dst. Dapat dilampirkan juga tambahan informasi data kepegawaian lainnya bila tersedia. 8.3
Analisis Kelembagaan
Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya. 8.3.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya Tujuan analisis keorganisasian adalah untuk mengetahui permasalahan keorganisasian bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Analisis deskriptif dapat mengacu pada pertanyaan di bawah ini: 1. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku? 2. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi? 3. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi? 4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam keorganisasian perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya? Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan melakukan diskusi antar anggota Tim RPIJM.
196
8.3.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis ini beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapat jawaban adalah sebagai berikut: 1. Apakah Perda penetapan Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota telah menguraikan tupoksi dari masing-masing dinas/unit kerja yang ada? 2. Bagaimana mekanisme hubungan kerja didalam dan antar instansi terkait bidang cipta karya yang terjadi selama ini? 3. Apakah keorganisasian bidang cipta karya yang ada sudah mengikuti ketentuan dalam PP 41 tahun 2007? Juga perlu dicermati apakah semua sektor bidang cipta karya yaitu bidang air minum, pengembangan permukiman, penyehatan lingkungan permukiman, dan penataan bangunan dan lingkungan sudah tercantum dalam keorganisasian yang dibentuk? 4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam ketatalaksanaan perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya? 5. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi ketatalaksanaan perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya? 8.3.3
Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya
Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis SDM, beberapa pertanyaan kunci yang dapat dijawab adalah sebagai berikut : 1. Apakah SDM yang tersedia sudah memenuhi kebutuhan baik dari segi jumlah maupun kualitas dalam perangkat daerah, khususnya di bidang Cipta Karya? 2. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam manajemen SDM perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya? 3. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDM organisasi, khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
197
Tabel 8.4 Contoh Matriks Kebutuhan Sumber Daya Manusia
No. 1.
Instansi Bappeda
Tingkat Pendidikan SMA/Sederajat
Jumlah Pegawai yang Ada ………..orang
Jumlah Pegawai yang Diperlukan ………..orang
……….. orang ……….. orang ……….. orang
……….. orang ……….. orang ……….. orang
S3
……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang
……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang
SMA/Sederajat
………..orang
………..orang
……….. orang ……….. orang ……….. orang
……….. orang ……….. orang ……….. orang
……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang
……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang ……….. orang
Diploma - D3 Teknik - D3 Sekretaris - dst S1/Sederajat - S1 Teknik - S1 Ekonomi - dst S2 2.
Dinas PU
Diploma - D3 Teknik - D3 Sekretaris - dst S1/Sederajat - S1 Teknik - S1 Ekonomi - dst S2 S3 3. 4. 8.3.4
Dinas …………… Dinas …………… Analisis SWOT Kelembagaan
Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang 198
mencegah keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T). Berdasarkan informasi yang disusun dari pertanyaan serta analisis tentang keorganisasian, tata laksana dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab sebelumnya, selanjutnya dapat dirumuskan Matriks Analisis SWOT Kelembagaan. Perumusan strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan kelembagaan. Tabel 8.5 Matriks Analisis SWOT Kelembagaan
Faktor External Faktor Internal KEKUATAN (S) a. b. c. KELEMAHAN (W) a. b. c.
PELUANG (O) a. b. c. Strategi SO (Kuadran 1)
ANCAMAN (T) a. b. c. Strategi ST (Kuadran 2)
Strategi WO (Kuadran 3)
Strategi WT (Kuadran 4)
Berdasarkan tabel SWOT di atas, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Menginventarisasi faktor-faktor dari metode SWOT yaitu kekuatan (internal), kelemahan (internal), peluang (eksternal) dan ancaman (eksternal) kelembagaan organisasi perangkat kerja daerah, khususnya terkait dengan bidang Cipta Karya. b. Melakukan perumusan strategi berdasarkan kolaborasi dari faktor-faktor analisis SWOT, yaitu sebagai berikut. - Mengembangkan strategi SO (kuadran I), yaitu strategi agar kekuatan yang dimiliki organisasi mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada - Mengembangkan strategi ST (kuadran II), yaitu dengan kekuatan yang dimiliki organisasi, dapat dirumuskan strategi untuk mengurangi dampak dari pengaruh eksternal yang mempengaruhi kinerja organisasi.
199
- Mengembangkan strategi WO (kuadran III), yaitu memperbaiki kelemahankelemahan organisasi yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada. - Mengembangkan strategi WT (kuadran IV). Untuk strategi ini maka diperlukan upaya yang sangat besar karena selain memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada, juga harus melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir ancamanancaman yang berpotensi untuk melemahkan kinerja dari organisasi. 8.4
Rencana Pengembangan Kelembagaan
Bagian ini menguraikan rencana dan usulan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya. Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tata laksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan kelembagaan di daerah. 8.4.1 Rencana Pengembangan Keorganisasian Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan struktur organisasi dan tupoksinya. Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan struktural dan fungsional di lingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya. 8.4.2 Rencana Pengembangan Tata Laksana Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana, pengembangan standar dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya di bidang Cipta Karya.
200
8.4.3
Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang keciptakaryaan, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel 8.6
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Tabel 8.6 Pelatihan Bidang Cipta Karya Jenis Pelatihan Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Keciptakaryaan Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai Diklat Pejabat Inti Satker (PIS) Diklat Jabatan Fungsional
201
202
BAB IX MATRIKS RENCANA PROGRAM DAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA Program investasi Kabupaten/Kota yang merupakan rekapitulasi dari dokumen RPIJM yang telah disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Kabupaten/Kota dari aspek teknis, aspek lingkungan dan sosial, aspek pendanaan, maupun aspek kelembagaan. Selain itu, rencana program investasi harus dilengkapi dengan kesepakatan pendanaan yang diwujudkan melalui persetujuan dan tanda tangan dari Bupati/Walikota selaku kepala daerah. Matriks program dan investasi bidang Cipta Karya disusun berdasarkan prioritas menurut kebutuhan Kabupaten/Kota untuk memenuhi sasaran dan rencana pembangunan Kabupaten/Kota. Setiap daerah diharapkan mempunyai prioritas yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayahnya, sebagai contoh suatu Kabupaten/Kota memprioritaskan program investasi air minum di tahun-tahun awal jangka menengah karena Kabupaten/Kota tersebut mempunyai pertimbangan bahwa sebagian besar penduduknya tinggal di daerah rawan air. Hal ini tentu saja tidak sama dengan daerah lain, disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing. Dokumen rencana program investasi yang merupakan rekapitulasi dan intisari dari RPIJM Kabupaten/Kota. Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat menyampaikan rencana program dalam sebuah ringkasan rencana investasi dan sumber pembiayaan yang merupakan bagian sinkronisasi dan prioritas program di Kabupaten/Kota. 9.1
Matriks Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota
Berdasarkan tabel usulan program dan kegiatan pada setiap aspek teknis, maka dapat disusun sebuah tabel ringkas rencana program dan investasi bidang Cipta Karya. Rencana ini harus menjabarkan skenario pengembangan kota dan pengembangan sektor bidang Cipta karya, usulan kebutuhan investasi yang disusun dengan berbasis demand ataupun target pencapaian sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan daerah, mekanisme pendanaan atau pembiayaan, skala prioritas penanganan, dan rencana pelaksanaan program investasi.
203
Tabel 9.1 Format Matriks Program dan Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya Provinsi : Kabupaten/Kota : Sumber Pembiayaan (Rp) No.
Uraian Kegiatan
Pengembangan Air Minum
Pengembangan PLP 204 Pengembangan Permukiman
Penataan Bangunan dan Lingkungan
Detail Lokasi
Volume
Satuan
Tahun
APBN Rupiah Murni
PHLN
DAK
APBD Provinsi
APBD Kab/Kota
Perusahaan Daerah
Swasta/ Masyarakat
CSR
9.2
Matriks Keterpaduan Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota
Sebagai rangkuman dari tabel 9.1, maka dapat disusun tabel berikut untuk memperlihatkan ringkasan program investasi RPIJM setiap tahunnya. Oleh karena itu, akan terbentuk 5 tabel matriks keterpaduan program tahunan sesuai jangka waktu RPIJM. Tabel 9.2 Format Ringkasan Matriks RPIJM Bidang Cipta Karya : : :
Provinsi Kabupaten/Kota Tahun
Sumber Pembiayaan (Rp)
No
Sektor
APBN Rupiah Murni
1
Pengembangan Air Minum
2
Pengembangan PLP
3
Pengembangan Permukiman
4
Penataan Bangunan & Lingkungan
PHLN
APBD Prov.
APBD Kab/ Kota
TOTAL
205
Perusahaan Daerah
Swasta
Masyarakat
CSR
Ket
206
DAFTAR PERISTILAHAN DAN SINGKATAN 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
Upaya pengurangan sampah dari sumbernya dengan cara mengurangi timbulan sampah, menggunakan kembali barang yang bisa digunakan, dan mendaur ulang sampah menjadi barang yang layak pakai.
Air baku
Air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum
Air limbah permukiman
Air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Air minum
Air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum langsung
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup)
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan
Analisis Jabatan
Proses, metode dan teknik untuk mendapatkan data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan
Analisis SWOT
Metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu pembangunan
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan melalui Undang-Undang
Belanja Daerah
Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
Black water
Air limbah yang berasal dari WC atau tinja manusia
207
BUMD
Badan usaha yang pendirianya diprakarsai oleh pemerintah daerah dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan yang dibentuk khusus sebagai penyelenggara
BUMN
Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang dibentuk khusus sebagai penyelenggara
CSR (Corporate Social Responsibility)
Tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada
DAK (Dana Alokasi Khusus)
Dana Alokasi Khusus / dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuaidengan prioritas nasional
DED
Detailed Engineering Design
DDUB (Dana Daerah Untuk Urusan Bersama)
Dana yang bersumber dari APBD yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan bersama Pemerintah dan pemerintah daerah
Drainase perkotaan
Drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat.
DSCR (Debt Service Cost Ratio)
Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah
Grey Water
Air limbah yang berasal dari sisa mandi, masak, dan cuci
HSBGN
Harga Standar Bangunan Gedung Negara
IMB
Izin Mendirikan Bangunan
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak atau tanah yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL.
IPL (Instalasi Pengolahan Leacheate)
Instalasi pengolahan yang berada di TPA dan dirancang untuk mengolah air lindi/leacheate agar aman bagi lingkungan ketika dibuang ke lingkungan.
208
IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja)
Instalasi pengolahan air limbah yang dirancang untuk hanya menerima dan mengolah lumpur tinja yang diangkut oleh truk tinja atau gerobak tinja.
Kebijakan
Arah/tindakan yang diambil Pemerintah untuk mencapai tujuan
Kegiatan
Bagian dari program yang dilaksanakan
KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program
Konsultasi Publik
Proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta)
Penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui perjanjian kerjasama atau pemberian izin pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha
KSPD
Kebijakan Strategi Pembangunan Daerah
NPS (Net Public Saving)
Sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat yang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah untuk pembangunan
Organisasi
Kesatuan yang dikoordinasikan secara sadar dengan batasan yang relatif dapat diidentifikasi, dan bekerja terus menerus untuk mencapai tujuan bersama.
P2KP
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Penerimaan yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
PBL
Penataan Bangunan dan Lingkungan
Pembiayaan Daerah
Semua penerimaan daerah yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran daerah yang akan diterima kembali
Pemerintah daerah Gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Pendapatan Daerah
Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
209
Perda BG
Peraturan Daerah Bangunan Gedung
Permukiman
Bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Permukiman kumuh
Permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Perubahan iklim
Berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan
PIP2B
Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan
PNPM
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Program
Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan instasi pemerintah
PSD
Prasarana Sarana Dasar
PUG Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi (Pengarusutamaan satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran, Gender) pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan Readiness Criteria
Kriteria Kesiapan
Reformasi Birokrasi
Upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur
RI-SPAM
Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum
RISPK
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RSH (Rumah Sehat Sederhana)
Rumah yang dibangun dengan standar bahan bangunan dan konstruksi sederhana namun tetap dengan kualifikasi layak huni dan sehat ditempati untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakat kelas menengah ke bawah
210
RPKPP
Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas
RSPK
Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran (untuk Propinsi selain DKI Jakarta)
RTBL
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
RTH (Ruang Terbuka Hijau)
Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
RTH Privat
Ruang Terbuka Hijau yang disediakan oleh Swasta/ Pribadi
RTH Publik
Ruang Terbuka Hijau yang disediakan oleh Pemerintah dan dimiliki masyarakat publik
RTRW
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rumah susun
Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
Saluran Drainase primer
Saluran yang menerima masukan dari saluran sekunder. Saluran ini relatif besar dan terletak paling hilir. Aliran dari drainase primer langsung disalurkan ke badan air.
Saluran Drainase Sekunder
Saluran yang menerima masukan dari saluran tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
Sampah B3
Sampah yang bermuatan Bahan Beracun Berbahaya yang dalam penanganannya perlu penanganan khusus.
Sanitasi sistem setempat (on-site)
Sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual
Sanitasi sistem terpusat (offsite)
Sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumahrumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Satgas RPIJM
Satuan Tugas Penyusun Rencana Program Investasi Jangka Menengah
211
SNVT (Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu)
Satuan kerja yang melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kementerian yang dilaksanakan sendiri dan tidak dilaksanakan oleh Satker Tetap Pusat dan Satker UPT Pusat
SOP (Standar Operasi Prosedur)
Serangkaian petunjuk tertulis yang dibakukan mengenai proses penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintah Daerah
SPM (Standar Pelayanan Minimal)
Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal
SPPIP
Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan
SSK
Strategi Sanitasi Kota
Strategi
Langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi
Tangki septik
Bangunan pengolah dan pengurai kotoran tinja manusia cara setempat (onsite) dengan menggunakan bantuan bakteri. Tangki ini dibuat kedap air sehingga air dalam tangki septik tidak dapat meresap ke dalam tanah dan akan mengalir keluar melalui saluran yang disediakan.
Tangki septik komunal
Bangunan tangki septic yang digunakan secara bersama-sama oleh 2 atau lebih KK
Tata Laksana
Sekumpulan aktivitas kerja terstruktur dan saling terkait yang menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan
TPA (tempat pemrosesan akhir)
Tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan disekitarnya.
TPA Regional
Tempat pemrosesan akhir sampah yang digunakan oleh lebih dari 1 kab/kota secara bersama-sama.
TPS 3R
Tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang sampah skala kawasan.
UKL- UPL (Upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan)
Pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraanusaha dan/atau kegiatan
212