Maulidevi, Rekayasa Sistem Kogntif Berbasis Multi-Agen 1
REKAYASA SISTEM KOGNITIF BERBASIS MULTI-AGEN: PENDEKATAN PENALARAN BERBASIS KASUS Nur Ulfa Maulidevi(1), dkk
Abstract: Cognitive system modeling first introduced by psychology researchers. Unfortunately, the model has not been sufficient in supporting computer based problem solving. For that reason, artificial intelligence tries to propose a computational model of cognitive system. The main purpose of the computational model is to support human in solving complex problems, especially problems that involve large number of data, uncompleted data, and problem solving that requires systematic approach as human does. This research proposes an engineering of such multiagent based cognitive system, which employs case based reasoning as imitation of human reasoning to maintain the knowledge base. Keywords: Cognitive System, Engineering, Multiagent, Case-based Reasoning, Knowledge
Rekayasa Sistem Kognitif atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Cognitive System
kognitif. Makalah ini mengusulkan suatu rekayasa untuk sistem dengan kemampuan kognitif.
Engineering, memiliki dua pendekatan yang ber-
Dasar dari sistem kognitif adalah hasil penelitian
beda. Pendekatan pertama adalah bagaimana
dalam bidang psikologi kognitif. Terdapat empat besar
membuat sebuah aplikasi perangkat lunak (software)
pendekatan untuk memahami cognitive psychology,
dengan memanfaatkan ilmu kognitif pada setiap tahap
namun untuk penelitian ini pendekatan yang digu-
rekayasanya (Kushwana, 2006a, 2006b; Roth, 2002),
nakan adalah pendekatan dari cognitive science,
sehingga sistem yang dibuat dapat digunakan dengan
yang memanfaatkan model komputasi untuk me-
interaksi yang memudahkan pengguna dan tujuan
mahami proses kognisi manusia (Eyesenck, 2003).
dibangunnya sistem tersebut dapat dicapai dengan
Dalam psikologi kognitif modern, makna psikologi
optimal. Pendekatan ke dua adalah bagaimana
kognitif adalah mencari analogi untuk memahami
melakukan proses rekayasa untuk suatu sistem
cara kerja otak.
kognitif, yaitu sistem yang memiliki kemampuan
Analogi yang paling mendekati cara kerja otak
kognitif. Pendekatan ke dua belum banyak dibahas
adalah (Eyesenck, 2003; Parkin, 2000) memandang
dalam penelitian dengan topik rekayasa sistem
otak sebagai suatu sistem pemroses informasi
Nur Ulfa Maulidevi, Program Studi Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Insitut Teknologi Bandung Jaka Sembiring, Program Studi Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Insitut Teknologi Bandung (3) Hana Wijaya, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran Bandung (4) Adang Suwandi Ahmad, Program Studi Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Insitut Teknologi Bandung (1)
(2)
2 GEMATIKA JURNAL MANAJEMEN INFORMATIKA, VOLUME 9 NOMOR 1, DESEMBER 2007
(information processing system). Dalam analogi ini
yang terlibat dalam siklus kognisi adalah (Konar,
dikenal dua istilah yang penting yaitu coding dan
2000):
channel capacity (Parkin, 2000). Coding artinya
a. Tanggapan (Sensing)
adalah simbol-simbol dari stimulus, dan channel
Status ini mengacu pada penerimaan, transformasi
capacity diartikan sebagai kapasitas ruang. Kapasitas
sinyal, pre-processing dan ekstrasi fitur dari
ini penting karena manusia menerima informasi dalam
informasi yang diterima.
jumlah atau ruang yang terbatas. Proses yang terjadi
b. Akuisisi
dalam otak manusia dengan analogi ini dapat dilihat
Status ini melakukan pembandingan antara respon
pada Gambar 1. Dengan pemikiran bahwa cara kerja
pada Short Term Memory (STM) dengan infor-
otak manusia adalah suatu sistem pemroses infor-
masi yang sudah tersimpan pada Long Term
masi, maka psikologi kognitif memiliki banyak
Memory (LTM). Informasi, yang nantinya disebut
kesamaan dengan cara kerja komputer. Proses yang
dengan pengetahuan, yang tersimpan pada LTM
diacu di sini adalah proses antara munculnya stimuli
dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan
hingga menghasilkan suatu respon.
pembelajaran yang dilakukan oleh manusia. c. Persepsi Status ini melakukan proses representasi penge-
Input
Coding menjadi sekumpulan simbol
Disimpan atau dimanipulasi
Dibangkitkan untuk menghasilkan respon
Gambar 1 Proses Berpikir Manusia
Dipertegas dalam (Konar, 2000), kognisi diartikan sebagai kemampuan dari aktivitas mental yang
tahuan sedemikian sehingga saat diperlukan, otak dapat dengan cepat mengakses informasi atau pengetahuan yang diinginkan dari LTM. Model komputasi yang banyak digunakan untuk status ini adalah semantic net. d. Perencanaan (planning)
berhubungan dengan abstraksi informasi dari skenario
Status ini menentukan langkah-langkah yang
dunia nyata (real world), representasinya, serta pe-
perlu dilakukan dari tahap awal hingga mencapai
nyimpanannya dalam memori untuk kemudian dapat
tujuan yang diinginkan. Status ini juga mencari
diambil dari memori secara otomatis. Hal yang pen-
pengetahuan yang sesuai dengan persoalan yang
ting di sini adalah persepsi, sebagai suatu bentuk
ingin diselesaikan berdasarkan masukan dari
informasi/pengetahuan dalam level rendah yang
lingkungan. Status ini hanya menentukan langkah-
ditangkap dari lingkungan. Berhubungan dengan otak
langkah, namun tidak sampai pada eksekusi dari
manusia, media input adalah sensor manusia yaitu
langkah-langkah tersebut.
panca indra, untuk kemudian memerlukan integrasi
e. Aksi
dari memori untuk memahami dan menalarkan sesuai
Berdasarkan urutan langkah-langkah yang
konteks dunia nyata.
diberikan pada status sebelumnya, status ini
Dalam melakukan proses kognisi, terdapat
melakukan eksekusi sesuai dengan jadwal yang
status-status (states), di mana tiap status adalah
ditentukan. Status ini memanfaatkan supervised
kemampuan otak yang dikatakan ’cerdas’. Sub proses
learning karena berusaha memperbaiki aksi
Maulidevi, Rekayasa Sistem Kogntif Berbasis Multi-Agen 3
berikutnya sesuai dengan rangsangan input dan
tersebut merupakan suatu tiruan sistem pemrosesan
juga respon dari lingkungan.
informasi yang didalamnya terdapat tanggung jawab
Keterhubungan dari kelima status mental tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
untuk melakukan penangkapan informasi dari lingkungan (persepsi), pembelajaran, penalaran, pembuatan keputusan, komunikasi, dan melakukan aksi. Dengan model yang sedang berkembang saat ini, persoalan yang muncul adalah bagaimana memodelkan rekayasa suatu sistem kognitif berbasis multiagen, sehingga pengetahuan dapat berkembang dan dapat bersifat reaktif terhadap persepsi yang ditangkap dari lingkungan. Artinya, sistem dapat menyelesaikan persoalan secara sistematis sebagaimana manusia menyelesaikan persoalan. Pengetahuan menjadi kunci dalam sistem kognitif, termasuk
Gambar 2 Status Mental dan Keterhubungan pada Proses Kognisi (Konar, 2000)
di dalamnya adalah bagaimana pengetahuan dapat berkembang sesuai dengan persepsi lingkungan.
Salah satu perkembangan dalam Distributed
Tujuan penelitian ini adalah mengusulkan suatu
Artificial Intelligence adalah sistem multiagen.
bentuk rekayasa sistem kognitif, yaitu rekayasa untuk
Kumpulan agen cerdas, bekerja sama mengorga-
sistem yang mampu mengorganisasikan dirinya
nisasikan diri sendiri untuk mencapai tujuan sistem.
sendiri dalam rangka mengembangkan pengeta-
Karakteristik dari sistem multiagen adalah: (1) agen
huannya, dengan penekanan pada penalaran berbasis
memiliki keterbatasan informasi dan kemampuan
kasus. Pengetahuan tersebut pada proses selanjutnya
dalam menyelesaikan suatu persoalan; (2) tidak ada
dijadikan acuan dalam penyelesaian persoalan dan
kontrol global dalam sistem tersebut; (3) data bersifat
pengambilan keputusan.
desentralisasi; dan (4) komputasi bersifat asinkronous. Berdasarkan karakteristik tersebut, sistem multiagen
METODE
sesuai digunakan untuk persoalan yang cukup kom-
Kaitan yang sangat erat antara disiplin psikologi
plek, sehingga pemanfaatan agen tunggal akan
dengan kecerdasan tiruan (Haugeland,1997; Konar,
meningkatkan resiko keterbatasan sumberdaya.
2000; Satchl, 2006), membuat pemodelan komputasi
Adanya kegagalan satu bagian akan berakibat fatal
untuk cara kerja otak banyak dilakukan dalam di-
pada seluruh sistem. Keunggulan lain dalam peman-
siplin kecerdasan tiruan. Berdasarkan kelima status
faatan sistem multiagen adalah dalam hal efisiensi
mental tersebut, pendekatan dari kecerdasan tiruan
komputasi, reliabilitas, ekstensibilitas, ketangguhan,
untuk membuat model komputasi dari sistem kognitif
responsif, fleksibel, dan kemudahan dalam perawatan
dibuat.
(Sycara, 1998; Weiss, 1999). Salah satu sistem yang
Dalam kecerdasan tiruan, ketiga tahap awal
cukup komplek adalah sistem kognitif, karena sistem
yaitu sensing, acquisition, dan perception umumnya
4 GEMATIKA JURNAL MANAJEMEN INFORMATIKA, VOLUME 9 NOMOR 1, DESEMBER 2007
tergabung sebagai satu tahapan awal yang menerima
hasil identifikasi tersebut digunakan untuk melakukan
rangsangan/input/persepsi dari lingkungan. Namun,
modifikasi terhadap solusi kasus yang ditemukan.
status perception dalam kecerdasan tiruan terbagi
Persoalan yang dihadapi dan hasil modifikasi solusi-
menjadi dua bagian besar. Sebagian awal termasuk
nya kemudian ditambahkan pada basis kasus setelah
dalam pemrosesan rangsangan/input dari lingkungan
divalidasi (retain). Oleh karena itu, proses CBR
dan dikenal dengan istilah perception, dan sebagian
sering juga disebut dengan “4 re-”. Pendekatan inilah
lain adalah proses untuk merepresentasikan input
yang dimanfaatkan dalam mengelola basis penge-
tersebut dalam suatu pengetahuan yang tersimpan
tahuan untuk sistem kognitif berbasis multiagen.
pada basis pengetahuan (LTM). Pengetahuan
Hasil penelitian dari pakar bidang psikologi
tersebut dapat berubah sejalan dengan waktu karena
dimanfaatkan untuk membuat model komputasi siklus
manusia atau sistem pada kecerdasan tiruan mela-
kognisi pada kecerdasan tiruan (Haugeland,1997;
kukan pembelajaran secara terus menerus.
Mitchell, 1997; Konar, 2000, 2005; Russel, 2003), dan
Tahapan selanjutnya adalah pemanfaatan
diimplementasikan pada intelligent agent (agen
pengetahuan yang ada untuk menyelesaian suatu
cerdas). Penelitian ini tidak melihat model proses
persoalan. Dengan melakukan penalaran (rea-
secara rinci dalam suatu sistem kognitif, namun lebih
soning) dapat ditentukan pengetahuan mana yang
pada suatu sistem secara utuh, dan bagaimana ta-
dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan, dan
hapan rekayasa suatu sistem kognitif.
berdasarkan pengetahuan tersebut ditentukan satu atau urutan aksi untuk menyelesaikan persoalan.
Dalam sistem kognitif, proses kognisi manusia dilakukan secara paralel dan terdistribusi. Artinya,
Salah satu model komputasi untuk meniru
banyak hal yang dilakukan otak manusia saat
penalaran manusia adalah penalaran berbasis kasus
dihadapkan pada suatu persoalan, dan manusia
(Pal, 2004) atau dikenal juga dengan istilah Case-
mampu melakukan beberapa tasks dalam otak secara
Based Reasoning (CBR). Proses yang terjadi pada
paralel untuk kemudian disatukan kembali dalam
CBR adalah sebagai berikut. Persoalan diberikan
rangka menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
kepada CBR, kemudian case-based reasoner
Artinya, perlu adanya kumpulan agen yang masing-
mencari kasus-kasus yang ada pada basis kasus untuk
masing melaksanakan suatu tasks untuk kemudian
menemukan kasus yang memiliki kemiripan dengan
dikomunikasikan hasil pengerjaan task tersebut, dan
persoalan yang sedang dihadapi (retrieve). Jika kasus
hal tersebut digunakan dalam rangka mencapai tujuan
yang ditemukan sama persis dengan persoalan yang
utama atau penyelesaian persoalan yang dihadapi
sedang dihadapi, maka reasoner akan mengem-
(Koning, 2003).
balikan solusi dari kasus tersebut sebagai jawaban
Berdasarkan analogi tersebut, penelitian ini
dari persoalan (reuse). Jika kasus yang ditemukan
berusaha mengajukan model rekayasa sistem kognitif
tidak sama persis, maka proses adaptasi berlangsung
yang tidak lagi bersifat stand-alone system, tapi
(revise). Proses adaptasi dilakukan dengan
merupakan persoalan komplek, sehingga memerlukan
mengidentifikasikan perbedaan dari kasus yang
pendekatan penyelesaian untuk sistem yang komplek.
ditemukan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian
Oleh karena itu, proses rekayasa yang diusulkan
Maulidevi, Rekayasa Sistem Kogntif Berbasis Multi-Agen 5
memang terbatas pada suatu sistem yang dapat
kebutuhan dapat dilakukan on the fly saat rekayasa
direpresentasikan sebagai suatu sistem kognitif dan
sistem kognitif akan dilakukan, baik secara formal
didalamnya memanfaatkan status kognisi seperti
mengikuti metodologi tertentu ataupun secara non
halnya manusia dalam menyelesaikan suatu per-
formal. Satu hal yang penting dan harus dilakukan
soalan.
dalam rangka keberhasilan proses rekayasa adalah,
Pada saat berbicara mengenai rekayasa, dalam
analisis kebutuhan tersebut harus dituliskan dalam
hal ini adalah rekayasa perangkat lunak, maka
suatu dokumen agar dapat diacu ulang. Jika terjadi
terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan dalam
perubahan maka perubahan dan versi terakhir doku-
membangun suatu perangkat lunak. Dua hal tersebut
men kebutuhan tersebut juga didokumentasikan.
adalah modeling language dan software process (Luck, 2004). Modeling language adalah deskripsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
dari model yang memberikan definisi elemen-elemen
Usulan Rekayasa Sistem Kognitif
yang ada pada model lengkap dengan sintaks tertentu
Metode dalam pengembangan aplikasi berbasis
dan makna semantiknya. Sedangkan software
agen, memiliki dua sudut pandang. Ke dua sudut
process mendefinisikan aktivitas pembangunan,
pandang tersebut harus dilakukan dalam tahap
keterhubungan antar aktivitas, serta cara-cara akti-
rekayasa perangkat lunak berbasis agen. Ke dua
vitas yang ada dalam proses dilakukan.
sudut pandang tersebut adalah sudut pandang
Tiga tahapan utama dalam proses rekayasa
eksternal dan sudut pandang internal. Sudut pandang
perangkat lunak adalah analisis, desain, dan imple-
eksternal adalah sudut pandang di luar agen dalam
mentasi (Luck, 2004). Dalam makalah ini akan
sistem yang akan dibangun. Dalam sistem multiagen
diusulkan suatu software process untuk sistem
sudut pandang ini melakukan tahapan rekayasa
kognitif berbasis sistem multiagen, dengan fokus pada
terhadap agen yang akan dibentuk mencakup tujuan,
ke tiga tahap tersebut yaitu analisis, desain, dan imple-
tanggung jawab, layanan (services) yang diberikan
mentasi.
oleh tiap agen dalam sistem, informasi yang diperlukan
Dalam setiap rekayasa perangkat lunak tentu
serta disimpan oleh tiap agen, serta interaksi yang
saja diperlukan analisis kebutuhan dari sistem yang
dilakukan dengan agen lain dalam sistem tersebut.
akan dibangun. Dalam pendekatan rekayasa sistem
Sudut pandang internal adalah sudut pandang yang
kognitif ini, analisis kebutuhan telah diperoleh se-
melihat dalam diri tiap agen, elemen apa saja yang
belum rekayasa sistem kognitif dilakukan. Proses
diperlukan mencakup tingkat keyakinan, tujuan, serta
mendapatkan kebutuhan ini di luar cakupan rekayasa
perencanaan dalam mencapai tujuan agen tersebut.
sistem kognitif, sehingga rekayasa sistem kognitif dapat menjadi bagian dari suatu rekayasa sistem yang
Analisis
lebih besar. Kebutuhan yang telah didefinisikan
Dalam tahap analisis terdapat dua sudut pandang
sebelumnya akan menjadi masukan utama dalam
yang digunakan, dan masing-masing sudut pandang
rekayasa sistem kognitif, karena dari sini dapat
berupa suatu siklus yang dapat berulang untuk
ditentukan tujuan (goals) dari sistem kognitif. Analisis
perbaikan analisis sistem.
6 GEMATIKA JURNAL MANAJEMEN INFORMATIKA, VOLUME 9 NOMOR 1, DESEMBER 2007
Sudut Pandang Eksternal
Dalam Sudut Pandang Eksternal, proses rekayasa yang terdapat di dalamnya adalah:
Identifikasi Interaksi antar Peran Berdasarkan Layanan yang Diberikan
Setelah setiap peran didefinisikan, maka ditentukan interaksi antar peran dalam sistem kognitif.
Penentuan Tujuan dari Sistem Kognitif secara Keseluruhan
Penentuan tujuan dari sistem kognitif tidak terlepas dari hasil analisis kebutuhan yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penentuan tujuan perlu ada tingkatan atau hirarki. Hirarki tersebut dimulai dari penentuan tujuan utama sistem, untuk kemudian diturunkan menjadi tujuan spesifik yang harus dicapai, hingga ke tingkat yang cukup rinci yang dapat diselesaikan oleh suatu agen. Tujuan dari suatu level dapat menjadi prasyarat dari pencapaian tujuan di level yang lain. Penentuan Peran (dikaitkan dengan status kognisi) Dalam Rangka Mencapai Tujuan Sistem Kognitif
Dari tujuan yang telah didefinisikan di tahap awal, ditentukan peran yang perlu ada dalam sistem kognitif, terkait dengan status kognisi yang telah dipaparkan pada bagian pertama. Namun dalam penentuan peran ini, pemetaan peran dan status kognisi tidak harus berupa pemetaan satu ke satu. Mungkin saja dalam suatu peran meliputi beberapa
Dalam tahap ini juga perlu didefinisikan bahwa interaksi antar tahap tertentu akan mencapai goal pada level tertentu. Dalam setiap interaksi yang didefinisikan, perlu juga ada ketentuan bentuk interaksi, misal bahasa untuk interaksi dan bagaimana format pesan untuk komunikasi yang akan dilakukan. Pada saat ini, analisis dari sudut pandang internal agen mulai dapat dilakukan. Dalam interaksi ini juga perlu didefinisikan ontologi untuk komunikasi, terutama ketika diperlukan penambahan agen nantinya saat implementasi oleh provider yang berbeda dari pengembang awal. Dalam tahap ini, analisis terhadap kebutuhan fault-tolerance juga perlu didefinisikan. Salah satu keunggulan kognisi manusia adalah mampu mencari alternatif atau celah saat proses penyelesaian persoalan mengalami hambatan karena satu atau beberapa hal tidak sesuai dengan situasi pada umumnya. Faulttolerance di sini dapat memanfaatkan penalaran
status kognisi.
berbasis kasus, tentunya analisis mengenai
Identifikasi Layanan atau Fungsi yang ada pada setiap
sejalan dengan analisis mengenai ontologi komu-
Peran
Setelah peran yang perlu ada pada sistem kognitif didefinisikan, maka fungsionalitas dan layanan tiap peran tersebut perlu diturunkan. Sebagai contoh, untuk peran yang mencakup status planning, fungsi untuk mengambil status awal dan status akhir yang diinginkan harus ada. Setelah itu fungsi untuk membangkitkan steps dalam rangka membentuk plan juga perlu ada.
pembentukan basis kasus juga perlu dilakukan, nikasi. Kasus yang pernah ditemui untuk domain tersebut perlu dimasukkan dalam basis kasus bersama dengan solusinya. Saat sistem nanti menemui persoalan baru, maka dengan selforganized sistem mampu memberikan solusi untuk persoalan tersebut. Perlu diingat bahwa analisis basis kasus nantinya tidak akan diterapkan pada sistem kognitif secara global, namun dibuat untuk tiap-tiap agen.
Maulidevi, Rekayasa Sistem Kogntif Berbasis Multi-Agen 7
Perbaikan Struktur Agen/ Peran dalam Sistem Kognitif
komunikasi yang menunjukkan status ini agar agen
Setelah interaksi antar peran telah didefinisikan,
lain yang berhubungan dapat melakukan aktivitas
struktur hirarki dari agen dapat diperbaiki, terutama
dalam rangka mencapai tujuan sistem.
karena analisis dari sudut pandang internal juga telah dilakukan setelah tahap Identifikasi Interaksi antar
Penentuan Proses Pencapaian Tujuan
Peran Berdasarkan Layanan yang Diberikan. Jika
Setelah initial state dan goal didefinisikan pada
ditemui adanya beberapa peran dengan sejumlah
langkah Penentuan Goal dari Agen Tunggal maka
fungsi atau layanan yang sama, maka dapat dibentuk
langkah selanjutnya adalah menentukan proses yang
peran baru, dan peran yang telah ada didefinisikan
harus dilakukan oleh agen dari initial state hingga
dengan lebih spesifik serta memanfaatkan layanan
mencapai goal. Dalam proses mencapai goal agen,
dari peran yang lebih umum. Peran ini yang nantinya
maka agen mungkin perlu melakukan komuni-
diimplementasikan sebagai kelas-kelas agen.
kasi dengan agen lain selama proses pencapaian tujuan.
Sudut Pandang Internal
Sedangkan dari sudut pandang internal, proses rekayasa untuk tahap analisis yang dilakukan terdiri atas:
Penentuan Perilaku dari tiap Agen yang Terlihat oleh Agen Lain dalam Sistem
Sifat alami dari sistem multiagen adalah adanya informasi yang bersifat terdistribusi. Oleh karena itu,
Penentuan Goal dari Agen Tunggal
tidak semua informasi atau pengetahuan yang dimiliki
Setelah tahap analisis tahap Identifikasi Layanan
suatu agen akan juga tersimpan di agen lain. Karena
atau Fungsi yang ada pada setiap Peran telah
tidak semua informasi di dalam agen diketahui oleh
dilakukan, maka tujuan setiap agen perlu didefinisikan.
agen lain, maka perlu adanya suatu analisis dari sudut
Artinya, sesuai dengan perannya, setiap agen harus
pandang internal agen untuk mendefinisikan infor-
mencapai suatu status agar tujuan sistem secara
masi apa yang akan tampak oleh agen lain dalam
keseluruhan, dan aktivitas agen tersebut tidak boleh
sistem kognitif. Informasi tersebut dapat berupa
menjadi penghambat dari tercapainya tujuan sistem.
layanan yang dapat diberikan oleh agen, serta event
Agar dapat diketahui aktivitas apa yang harus
yang dapat memicu aktif nya agen tersebut atau
dilakukan oleh agen dalam rangka mencapai goal,
event yang dapat memicu aktifnya agen yang lain.
maka initial mental state dari agen dan event yang
Informasi lain yang cukup penting adalah apabila
dapat mengaktifkan agen juga harus didefinisikan di
terdapat kegagalan pada agen, maka event apa yang
sini. Artinya, agen akan mulai melakukan aktivitas
akan dibangkitkan sehingga sistem mengetahui
saat dipicu adanya suatu event yang terjadi. Sedang-
adanya kegagalan untuk kemudian agen-agen meng-
kan initial state berguna untuk menentukan aktivitas
organisasikan diri sendiri dalam menyelesaikan
yang harus dilakukan agen dalam rangka mencapai
kegagalan agar tujuan sistem tetap dapat tercapai.
goal. Saat agen telah mencapai goal, tentunya harus
Hal ini sangat terkait dengan hasil analisis terhadap
didefinisikan suatu event atau dalam bentuk protokol
kebutuhan fault tolerance pada tahap Identifikasi
8 GEMATIKA JURNAL MANAJEMEN INFORMATIKA, VOLUME 9 NOMOR 1, DESEMBER 2007
Interaksi antar Peran Berdasarkan Layanan yang
Pembangunan Knowledge Sharing serta Representasi
Diberikan. Analisis pada tahap ini dapat dilakukan
Pengetahuan yang Digunakan pada Sistem
secara paralel dengan analisis untuk interaksi antar
Knowledge Sharing dimanfaatkan karena
peran, karena perilaku agen yang terlihat oleh agen
sistem kognitif selalu memanfaatkan pengetahuan
lain juga menentukan komunikasi antar agen tersebut.
dan menghasilkan pengetahuan hasil pembelajaran.
Setelah analisis perilaku yang tampak oleh agen
Bagian ini sebenarnya tidak terlepas prosesnya
lain dilakukan, maka tahap desain dilakukan. Pada
dengan desain pada tahap. Pembangunan Basis
prakteknya, langkah-langkah rekayasa pada tahap
Pengetahuan Lokal Dalam proses self-organized,
analisis dapat berulang kembali jika pada suatu
basis kasus lokal digunakan secara bersama (know-
langkah dihasilkan analisis yang ternyata harus
ledge sharing) antar agen, untuk menyelesaikan
melakukan perubahan pada hasil langkah sebelumnya.
persoalan. Penjelasan lebih rinci mengenai keterkaitan knowledge sharing dengan basis kasus tiap
Desain
Dalam tahap desain juga terdapat dua sudut
agen dijelaskan pada tahap. Pembangunan Basis Pengetahuan Lokal
pandang yang digunakan, yaitu sudut pandang eksternal dan sudut pandang internal. Penomoran pada tahap ini melanjutkan pada tahap sebelumnya
Sudut Pandang Internal
Sudut pandang internal pada tahap desain terdiri
agar jelas urutan antara tahap analisis dan desain.
atas langkah-langkah sebagai berikut.
Sudut Pandang Eksternal
Pembentukan Struktur di Dalam tiap Kelas Agen
Sudut pandang eksternal pada tahap desain terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut.
Struktur dari tiap kelas agen didefinisikan pada langkah ini. Struktur ini meliputi atribut dari agen yang dapat berupa pengetahuan atau informasi yang
Pembentukan Kelas-kelas Agen
diperlukan dan dihasilkan oleh agen; method dalam
Pada tahap ini, kelas agen didefinisikan berda-
agen yang mencakup fungsi-fungsi (tasks) yang
sarkan hasil langkah Perbaikan struktur agen/ peran
dilakukan oleh kelas agen tersebut; serta layanan atau
dalam sistem kognitif diagram keterhubungan antar
informasi apa saja yang ditampilkan untuk agen lain
agen akan terbentuk, dan interaksi antar kelas pun
dalam rangka interaksi. Tentu saja definisi di sini harus
didefinisikan dalam bentuk pertukaran pesan yang
sesuai dengan desain interaksi baik berupa know-
harus dilakukan antar agen. Di sinilah desain komu-
ledge sharing atau pertukaran pesan dengan protokol
nikasi antar agen, terutama bagian sintaks harus dide-
komunikasi tertentu.
finisikan sesuai dengan semantik hasil dari tahap analisis. Dengan adanya kelas-kelas agen serta keterhu-
Pembangunan Basis Pengetahuan Lokal
bungannya, akan terbentuk arsitektur sistem kognitif
Karena penelitian ini berfokus pada peman-
dengan gambaran proses-proses yang terjadi di
faatan proses penalaran manusia, maka basis
dalamnya.
pengetahuan yang digunakan adalah basis kasus, di
Maulidevi, Rekayasa Sistem Kogntif Berbasis Multi-Agen 9
mana isinya terdiri atas pasangan kasus dan solusi.
kasus agen yang bersangkutan. Karena terdapat
Dalam tahap ini dijelaskan juga keterkaitan antar basis
lebih dari satu basis kasus, maka perlu didefinisi-
kasus dalam upaya knowledge sharing antar agen
kan aksi global sebagai vektor-vektor dari aksi
di sistem kognitif.
individual (tiap agen). Status yang dicatat pada
Basis kasus pada tiap agen terdiri atas bagian
suatu proses yang melibatkan lebih dari agen adalah
kasus dan bagian solusi. Representasinya tergantung
status global, dan reward yang didefinisikan adalah
pada model konseptual yang digunakan dan kasus
reward global sebagai konsekuensi dari diguna-
yang digunakan untuk implementasi pada komputer.
kannya status global. Agen-agen dalam sistem
Salah satu contoh yang sederhana adalah dengan
berkolaborasi untuk menggabungkan aksi mereka
representasi status dan atribut untuk bagian kasus.
dalam menyelesaikan suatu persoalan melalui
Sedangkan bagian solusi direpresentasikan dengan
sekumpulan aksi yang direpresentasikan dalam format
ruang status, ruang aksi, fungsi probabilitas transisi
suatu vektor. Fungsi reward menghubungkan vektor
status, dan fungsi reward. Fungsi reward diadaptasi
aksi tersebut dengan transisi untuk status global
dari metode unsupervised learning. Metode ini
berikutnya. Tujuan yang ingin dicapai adalah mencari
dipilih karena pada penelitian ini diinginkan agen-
vektor aksi yang memaksimumkan reward yang
agen dalam sistem dapat belajar sendiri tanpa membu-
diperoleh. Solusi yang ditemukan akan digunakan
tuhkan suatu ’supervisor’, agar self-organized
untuk memutakhirkan indeks dari basis kasus tiap
tampak pada sistem kognitif yang dibangun. Fungsi
agen.
reward berupa pemetaan terhadap reward yang
Fase adaptasi berlangsung jika terdapat kasus
diperoleh, jika dilakukan suatu aksi pada status
baru yang harus ditambahkan pada basis kasus. Jika
tertentu. Fungsi inilah yang nantinya berperan
basis kasus kosong, maka kasus baru tersebut
untuk menentukan aksi atau kasus apa yang
otomatis ditambahkan pada basis kasus. Jika basis
dipilih untuk menyelesaikan persoalan. Fungsi
kasus tidak kosong, maka perlu dilakukan suatu
ini juga dimanfaatkan saat perawatan basis
proses untuk memeriksa apakah kasus tersebut
kasus.
perlu ditambahkan sebagai kasus baru pada basis
Organisasi pengindeksan basis kasus untuk
kasus yang sudah ada. Pada tahap ini dilakukan
proses retrieval berdasarkan pada kesamaan kasus.
kembali pengukuran kesamaan kasus baru dengan
Pengukuran kesamaan ini dilakukan dengan teknik
kasus yang sudah ada pada basis kasus. Pengukuran
nearest neighbor. Indeks basis kasus akan berubah
ini melibatkan suatu angka ambang batas, yang
saat proses modifikasi terhadap basis kasus terjadi.
dijadikan patokan dalam penambahan kasus baru.
Fungsi reward digunakan di sini untuk menjaga
Kasus baru ditambahkan jika ukuran basis kasus
kemutakhiran indeks basis kasus.
masih di bawah batas besarnya ukuran basis kasus,
Dalam sistem kognitif yang diusulkan, tidak
dan pengukuran kesamaan masih berada di ba-
terdapat basis kasus global, sehingga pemutakhiran
wah ambang batas. Jika kasus baru ditambah-
basis kasus terjadi pada masing-masing agen.
kan, maka proses perawatan basis kasus perlu
Pengetahuan baru pun ditambahkan pada basis
dilakukan.
10 GEMATIKA JURNAL MANAJEMEN INFORMATIKA, VOLUME 9 NOMOR 1, DESEMBER 2007
Proses perawatan terdiri atas dua tipe, yaitu
kungan pemrograman apapun yang mendukung
tipe kuantitatif dan kualitatif. Perawatan kuantitatif,
pemrograman berbasis agen. Oleh karena itu, jika
memastikan jika kinerja sistem secara keseluruhan
suatu bagian diimplementasikan pada lingkungan
masih sesuai dengan yang diharapkan. Jika terdapat
Windows dan bagian lain diimplementasikan pada
kasus baru yang ditambahkan, proses pemutakhiran
lingkungan Linux, keduanya dapat berinteraksi
bisa dilakukan apabila hal tersebut tidak menambah
selama mengikuti desain komunikasi yang telah
waktu belajar bagi sistem. Bagian solusi dari tetangga
didefinisikan. Hal ini dapat dilakukan jika pe-
terdekat kasus baru pada basis kasus harus diini-
ngembang sistem memanfaatkan suatu middleware
sialisasi kembali karena sudah tidak valid.
yang mendukung interoperabilitas antar sistem
Perawatan basis kasus yang kedua adalah
operasi. Telah banyak tersedia kakas pemrograman
perawatan kualitatif. Perawatan kualitatif melakukan
yang memanfaatkan middleware dan menyediakan
evaluasi solusi berdasarkan kemanfaatannya untuk
transparansi bagi pengembang sehingga memu-
kasus baru. Salah satu pendekatan untuk menilai
dahkan tahap implementasi.
kemanfaatan adalah dengan mencoba setiap ga-
Keterhubungan antara ketiga tahap rekayasa
bungan vektor aksi minimal satu kali pada tiap kasus
yaitu analisis, desain, dan implementasi dapat dilihat
di basis kasus. Hal ini dapat dipandang sebagai proses
pada Gambar 3. Pada gambar tersebut penomoran
pelatihan bagi solusi kasus tersebut.
sesuai dengan penomoran langkah yang telah
Dengan melakukan dua perawatan tersebut,
dijelaskan sebelumnya pada makalah ini.
maka basis kasus diharapkan selalu mutakhir dan dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi sistem dengan kinerja yang tetap terjaga dengan baik.
SIMPULAN
Sistem kognitif sebagai suatu pendekatan penyelesaian persoalan yang mengambil analogi dari
Sama seperti pada tahap analisis, tahap desain
proses kognisi manusia makin berkembang dewasa
juga berupa siklus berulang sehingga suatu langkah
ini. Usulan pemanfaatan aspek kognitif makin diminati
dapat diperbaiki jika ternyata pada langkah berikutnya
dari berbagai disiplin ilmu dalam ranah ilmu komputer
dihasilkan suatu desain yang memerlukan penyesuaian
antara lain rekayasa perangkat lunak, kecerdasan
kembali terhadap langkah sebelumnya. Namun
tiruan, serta sistem terdistribusi.
sangat diharapkan pada proses rekayasa sistem
Usulan rekayasa sistem kognitif ini hanya
kognitif ini, saat tahap desain dilakukan, tahap analisis
mencakup software process dan tidak membahas
sudah stabil sehingga tidak banyak perubahan yang
modeling language sebagai bagian dari suatu
dilakukan jika memang ada.
metodologi rekayasa. Pertimbangan yang melandasinya adalah sudah banyak tersedia modeling
Implementasi
language untuk rekayasa sistem yang berbasiskan
Pada tahap ini hasil desain diimplementasikan.
agen. Karena bagian terkecil suatu sistem multiagen
Seharusnya pada tahap ini hasil analisis dan desain
adalah agen, maka notasi atau modeling language
dapat diimplementasikan dalam bahasa atau ling-
untuk agen dapat dimanfaatkan dalam sistem
Maulidevi, Rekayasa Sistem Kogntif Berbasis Multi-Agen 11
multiagen. Satu hal yang menjadi penting saat mela-
berkembang di institusi pendidikan maupun institusi
kukan rekayasa berbasis multiagen adalah aspek
lain berbasis pengetahuan. Salah satu contohnya
komunikasi serta pemrosesan pengetahuan sebagai
adalah Collaborative Knowledge Building (CKB),
sarana agar agen dalam sistem mampu mengorga-
sebuah bentuk sistem kognitif yang berupaya
nisasikan dirinya sendiri dalam rangka mencapai
membangun suatu pengetahuan dari komunitas agen
tujuan sistem seperti yang terlihat pada Gambar 3.
dengan latar belakang pengetahuan masing-masing.
Salah satu pendekatan pemrosesan pengetahuan
Review beberapa model untuk CKB dapat dilihat di
adalah dengan memanfaatkan penalaran berbasis
(Maulidevi, 2006). Sedangkan pemanfaatan CKB
kasus, sebagai suatu teknik penalaran dari bidang
sendiri bervariasi mulai dari dunia hiburan, industri
kecerdasan tiruan yang memiliki kemiripan dengan
pabrikan, institusi layanan jasa, insitusi pendidikan
proses penalaran manusia.
hingga institusi pemerintahan. Oleh karena itu,
Penelitian selanjutnya yang dilakukan adalah
diharapkan usulan ini memberikan dampak positif
memanfaatkan rekayasa sistem kognitif untuk
untuk pendekatan pemanfaatan sistem kognitif dalam
mengembangkan suatu sistem kognitif yang banyak
rangka mendukung aktivitas manusia yang memanfaatkan teknologi komputasi.
Keb utuha n sistem
INTERNAL
1.1 . Penentuan Tu juan
2.1 . Penentuan Tujuan Tiap Agen
1.2 . Penentuan Peran
2.2 . Penentuan Proses
1.3 . Id entifikasi Layan an
2.3 . Penentuan Perilaku
ANALISIS
EKSTERNAL
1.4 . Id entifikasi Interaksi an tar peran
1.5 . Perba ika n Struktur peran / age n
4.1. Pemben tukan Struktur dalam Age n
3.2. Pemben tukan Kno wledge Sharing
4.2. Pemben tukan Basis Pengetahuan Lokal
DESAIN
3.1. Pemben tukan kelas-kelas A gen
IMP LE ME NTAS I
Gambar 3 Daur Rekayasa Sistem Kognitif
RUJUKAN Eyesenck, MW. 2003. Principles of Cognitive Psychology, 2nd edition. East Sussex UK: Psychology Press Ltd. Haugeland, J, ed. 1997. Mind Design II: Phylosophy, Psychology, Artificial Intelligence. Cambridge: MIT Press. Konar, A. 2000. Artificial Intelligence and Soft Computing: Behavioral and Cognitive Modeling of Human Brain. Florida: CRC Press LCC. Konar, A, and Jain, L. 2005. Cognitive Engineering: A Distributed Approach to Machine Intelligence. London: Springer-Verlag Limited. Koning, JL, and Ling, CX. 2003. Cognitive Agent and Multiagent Interactions, Journal of Cognitive System Research, vol. 4 pp. 167-168. Elsevier Science B.V. Kushwana, DK, Singh, RK, and Misra, AK. 2006a. Cognitive Web Based Software Development Process: Towards a more Reliable Approach, ACM SIGSOFT Software Engineering Notes, Vol. 31 Nb. 4. Kushwana, D.S., and Misra, A.K. 2006b. Cognitive Complexity Metrics and Its Impact on Software Reliability Based on Cognitive Software Development Model, ACM SIGSOFT Software Engineering Notes, Vol. 31 Nb. 2. Luck, M, Ashri, R., and D’Inverno, M. 2004. Agent-Based Software Development. Norwood, Artech House Inc.
12 GEMATIKA JURNAL MANAJEMEN INFORMATIKA, VOLUME 9 NOMOR 1, DESEMBER 2007
Mitchell, TM. 1997. Machine Learning. McGraw-Hill. Maulidevi, NU, and Ahmad, AS. 2006. A Review on SharedPlan Model for Collaborative Knowledge Building, Proceeding of International Symposium on Communication and Information Technologies, IEEE CNF DOI: 10.1109/ISCIT.2006.339837, pp. 731 – 736, Thailand. Pal, SK, and SCK, Chiu. 2004. Foundations of Soft CaseBased Reasoning. John Wiley & Sons, Inc. Parkin, AJ. 2000. Essential Cognitive Psychology. East Sussex UK: Psychology Press Ltd. Roth, EM, Patterson, ES, and Mumaw, RJ. 2002. Cognitive Engineering: Issues in User-Centered System Design. To appear in: Roth, E. M., Patterson, E.S. & Mumaw, R. J. Cognitive Engineering: Issues in
User-Centered System Design. In J. J. Marciniak (Ed.), Encyclopedia of Software Engineering, 2nd Edition. New York: Wiley-Interscience, John Wiley & Sons Russel, S, and Norvig, P. 2003. Artificial Intelligence: A Modern Approach. New Jersey: Prentice Hall. Stachl, G. 2006. Group Cognition: Computer Support for Building Collaborative Knowledge, Cambridge: MIT Press. Sycara, K. 1998. Multiagent Systems. Article in AI Magazine Summer 1998, American Association for Artificial Intelligence. Weiss, G . 1999. Multiagent Systems: A Modern Approach to Distributed Artificial Intelligence. Cambridge: MIT Press.