eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2017, 5 (1) 239-248 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
REAKSI INDONESIA TERHADAP KEBIJAKAN AUSTRALIA’S MARITIME IDENTIFICATION SYSTEM (AMIS) TAHUN 2005 Yuna Perdana Fajar Ramadhan 1 Nim. 0902045112 Abstract This study aimed to explain Australia's Maritime Policy Influence Identification System (AMIS) on Indonesia-Australia Security Cooperation. This type of research is Eksplanatory where this research aims to explain how AMIS policies can give effect to the Indonesia-Australia Security Cooperation. The type of data used is secondary data sourced from books, magazines, newspapers and various other electronic media (internet). The data collection technique used is the study of literature. The results showed that the policy of the Australian government in Australia's Maritime Identification System (AMIS) only aim in securing the maritime regions of Australia. A considerable distance in the policy AMIS is 1000 miles which according to Indonesia is a violation of the jurisdiction of Australia's early enforcement action in protecting the national security of the circulation of weapons of mass destruction, smuggling and terrorism. Keywords: Australia’s Maritime Identification System Policy (AMIS), Security Cooperation Indonesia-Australia Pendahuluan kebijakan pemerintahan Australia dalam Australia’s Maritime Identification System (AMIS) hanya bertujuan dalam pengamanan daerah maritim Australia. untuk menjelaskan Reaksi Indonesia terhadap Kebijakan Australia’s Maritime Identification System (AMIS) pada tahun 2005. Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, metode penelitian menggunakan deskriptif pada jenis penelitian, jenis data menggunakan library reasearch dan menggunakan teknik analisis kualitatif. Isu penyelundupan manusia , senjata pemusnah massal dan terorisme merupakan persoalan keamanan maritim yang harus dihadapi negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pengawasan maritim tidak hanya penting untuk menghadapi berbagai ancaman keamanan maritim, tetapi juga untuk menghindari kemungkinan terjadinya insiden yang saling berkaitan.
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 239-248
Pada masa pemerintahan John Howard terdapat suatu kebijakan baru tentang informasi wilayah maritime Australia yang di kenal dengan namaAustralia’s Maritime Identification Zone (AMIZ) pada 15 Desember 2004 melalui pernyataannya “strengthening Australia’s Offshore Maritime Security”. Di dalam AMIZ diberlakukan jangkauan sejauh 1000 mil laut (1850 KM) dari pelabuhan- pelabuhan Australia, oleh karenanya setiap kapal yang berlayar dan berada dalam jangkauan AMIZ harus memberikan informasi mengenai identitas kapal, awak kapal, kargo, lokasi dan pelabuhan tujuan di Australia. Kemudian pada Februari 2005 Australia mengubah AMIZ menjadi AMIS (Australia’s Maritime Identification System) karena mendapat banyak protes dari negara- negara tetangganya, akan tetapi penggunaan istilah “system” tersebut tidaklah merubah apa yang telah dirumuskan oleh AMIZ, Australia tetap menerapkan AMIS dalam jangkauan 1000 mil laut. John Howard mengatakan bahwa inti dari kebijakan AMIS adalah sebagai “terror surveillance/ interception zone”. sehingga, kebijakan pertahan matirim Australia ditekankan pada intelligent, surveillance, dan comman and control.Secara spesifik AMIS adalah sebuah sistem yang bertujuan untuk mendeteksi adanya imigran gelap dan teroris yang mengganggu keamanan dalam negeri Australia serta juga mencegah gangguan atas eksploitasi minyak lepas pantai Australia yang terdapat di Celah Timor. Reaksi yang muncul akibat Australia memutuskan untuk meluaskan jarak pengamanan 1000 mil dari garis pantai. Jarak yang di tentukan tersebut jauh berbeda dengan jarak yang telah disepakati secara internasional yaitu 200 mil sebagai batas nasional suatu negara. AMIS dirancang untuk melengkapi peraturan yang sudah ada dalam International Shipping and Port security (ISPS), dimana kapal yang akan berlabuh harus memberikan informasi tujuan mereka dalam 48 jam, termasuk perlengkapan kapal, informasi kru dan pelabuhan yang akan dituju. Kebijakan AMIS menempatkan Australia harus memperkuat zona maritime sebagai pelindung utama dari berbagai ancaman, khususnya terhadap jalur-jalur laut yang berpotensi menjadi lalu lintas peredaran senjata pemusnah massal di kawasan terdekat Australia.2 Pada tahun 1982, 159 negara termasuk uni eropa meratifikasi UNCLOS yang memiliki kewenangan suatu negara akan laut. Disebutkan bahwa sebuah negara pantai (coastal state) berhak atas laut territorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil laut, zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil dan landas kontinen (dasar laut) sejauh 350 mil laut atau lebih. Lebar masing-masing zona ini diukur dari garis pangkal (baselines) yang dalam keadaan biasa merupakan garis pantai saat air surut terendah. Sesuai ZEE setiap negara yang memiliki pantai hanya dapat mengeksplorasi sejauh 200 mil. Indonesia dan Australia memiliki perbatasan pada wilayah perairan, dimana jarak dari selatan Indonesia menuju Australia tidak lebih dari 130 mil. Dilihat dari jarak perbatasan antara Indonesia dan Australia maka sistem identifikasi yang dimiliki oleh Australia seharusnya hanya mencapai 50-65 mil dari garis pantai Australia.
“Natalie Klien, Joanna Mossop, Donal R. Rothwel (ed), Maritime security : International Law and Policy Perspective From Australia and New Zealand, (Routledge,2010), hlm.42 2
240
Reaksi Indonesia Terhadap Kebijakan AMIS (Yuna Perdana Fajar R)
Indonesia dan Australia saling berbagi perbatasan maritime di samudera hindia antara wilayah seberang laut Australia dari perairan selatan pulau jawa di Indonesia, termasuk perbatasan maritime di pulau Christmas. Adapun pulau milik Australia lain yang cukup dekat dengan wilayah Indonesia, yakni Pulau Pasir (Ashmore Reef) di Laut Timor. Jarak dari Pulau Rote (Provinsi NTT/Indonesia) adalah 80 mil laut (148,16 Km), sedangkan ke wilayah Australia Utara (North Queensland) adalah 400 mil laut (740,8 Km).3 Dalam jarak jangkau AMIS tersebut Indonesia merupakan negara yang paling terkena dampak akibat jarak yang cukup jauh dimana mencakup dua pertiga luas Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan respon dari Indonesia akibat jarak yang melewati dalam perjanjian hukum laut internasional. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Dilema security Makna dari dilema keamanan ini adalah ketika satu negara meningkatkan kapabilitas militer yang demi tujuan keamanannya dengan mengurangi tingkat keamanan negara lainnya. Ketika suatu negara mengalami perasaan takut atau terancam, maka negara tersebut akan meningkatkan kapabilitas militer untuk melindungi kepentingan nasional. Apabila suatu negara tidak mampu meningkatkan kapabilitas militernya, dalam situasi dilema keamanan negara dimungkinkan untuk melakukan kerjasama. 4 Dalam situasi dilemma keamanan suatu negara dapat membuat pilihan dalam berinteraksi, yaitu pertama, suatu Negara yang merasa takut atau terancam, maka akan menimbulkan tindakan aksi-reaksi antar negara, yang dapat menghilangkan makna kerjasama yang tidak akan dapat ditopang oleh rasa percaya dan pemahaman individu terhadap kepentingan bersama yang tidak dapat diakomodasi secara bersama-sama. Kedua, situasi anarki memaksa negara untuk mencari kekuasaan di luar batas nasional dan memaksakan nilai-nilai ideologi yang dianut untuk melalui tindakan intervensi untuk menyebarkan pengaruhnya kepada negara lain. Ketiga, penyebaran pengaruh oleh negara-negara yang memiliki kepentingan terhadap negara-negara yang lebih lemah lainnya memaksa beberapa negara untuk saling berhadapan dalam perebutan pengaruh/menciptakan daerah penyangga demi kepentingan geopolitik. Berdasarkan pilihan-pilihan tersebut, suatu negara harus memperhatikan strategi yang akan digunakan dalam situasi dilemma keamanan.5 Pada umumnya instrumen militer dapat digunakan untuk melakukan penyerangan yang bertujuan defensif. Sulit bagi setiap negara untuk membedakan antara negaranegara lain dalam mengambil tindakan untuk membela diri mereka sendiri dan tindakan mereka dalam meningkatkan kemampuan mereka yang bertujuan agresi. Oleh sebab itulah, diperlukan adanya penyesuaian yang dilihat oleh beberapa negara lain sebagai kemungkinan ancaman, bahkan suatu sistem di mana semua negara 3
Profil kepulauan , dapat diakses http://nttprov.go.id/ntt/profil-kepulauan/ Robert Jervis, “Cooperation under the Security Dilemma”, World Politics, Vol 30, No. 2 (January 1978), The Johns Hopkins University Press, hal 214 5 Barry Buzan and Eric Herring, The Arms Dynamic in World Politics (Colorado, London: Lynne Reinner Publishers, 1998), hal. 83. 4
241
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 239-248
hanya mencari pertahanan mereka sendiri, sehingga menghasilkan akumulasi kompetitif kekuatan militer.6 Menurut kaum neorealis, dilema keamanan muncul dari 4 faktor penting antari lain: (1) kemampuan militer yang bersifat merusak; (2) sifat dan implikasi dari sistem internasional yang anarki; (3) adanya politik indentitas dan faktor kepentingan; dan (4) adanya rasa ancaman. Ancaman (threat) didefisnisikan sebgaia segala bentuk upaya faktor lain yang dapat memebrikan dampak bagi keamanan nasional. Sehingga sistem anarki dimana semua unit yang ada di dalam sistem internaisional harus mengakumulasi kekuatan Negara untuk nantinya digunakan sebagai proyeksi kekuatan pertahanan serta penangkalan (deterrence).7 Apabila defensif memiliki keuntungan dan kekuatan status quo mempunyai persyaratan keamanan subyektif yang layak, negara-negara status quo mungkin bisa menghindari terjadinya perlombaan senjata. Kedua, melakukan penyerangan atau membela pengaruh pada stabilitas jangka pendek. Ketika ofensif memberikan keuntungan, maka negara-negara yang memiliki powerakan bereaksi dan berpengaruh terhadap tensi di dunia internasional, sehingga berpeluang terjadinya perang. Negara yang berinisiatif untuk melakukan pre-emption dan the reciprocal fear of surprise attack demi meningkatkan keamanannya dengan mengancam atau bahkan menyerang negara lain.8 Konsep Keamanan Nasional Dalam berbagai literatur Studi Keamanan, masalah pendefinisian konsep keamanan menjadi salah satu topik perdebatan yang hangat, setidaknya sampai berakhirnya Perang Dingin. Dalam hal ini, perdebatan akademik mengenai konsep keamanan ini berkisar seputar dua aliran besar, yakni antara definisi strategis (strategic definition) dan definisi non-strategis ekonomi (economic non-strategic definition). Definisi yang pertama umumnya menempatkan keamanan sebagai nilai abstrak, terfokus pada upaya mempertahankan independensi dan kedaulatan negara, dan umumnya berdimensi militer. Sementara, definisi kedua terfokus pada penjagaan terhadap sumber-sumber ekonomi dan aspek non-militer dari fungsi negara.9 Keamanan nasional adalah bagian dari kepentingan nasional yang tak dapat dipisahkan. Bahkan tujuan politik luar negeri untuk mempertahankan kepentingan nasional berkaitan dengan upaya mempertahankan keamanan nasional. Makna keamanan (security) bukan sekedar kondisi “aman tenteram” tetapi keselamatan atau kelangsungan hidup bangsa dan negara. Jelasnya national security atau keamanan nasional menurut buku International Relations: A Political Dictionary,10 bermakna: 6
Robert Jervis, “Cooperation under the Security Dilemma”, World Politics, Vol 30, No. 2 (January 1978), The Johns Hopkins University Press, hal 186-187 7 Butfoy, A (1997). Offence-Defence Theory and the security dolemma: The problem with marginalizing the context, Contemporary Security, hal 45 8 Barry Buzan and Eric Herring, The Arms Dynamic in World Politics (Colorado, London: Lynne Reinner Publishers, 1998), hal.88 9 Abdul-Monem M. Al-Mashat,National Security in the Third World, Boulder, Co1.: Westview Press, 1985, hlm. 19. 10 Lawrence Ziring, International Relation: A Political Dictionary, 1995, hlm. 205.
242
Reaksi Indonesia Terhadap Kebijakan AMIS (Yuna Perdana Fajar R)
“Pengalokasian sumber-sumber untuk produksi, implementasi, dan pelaksanaan atas apa yang disebut sebagai fasilitas koersif yang digunakan suatu negara dalam mencapai kepentingannya”. Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh mantan Menteri Pertahanan AS, Harold Brown, yang menggambarkan Keamanan Nasional sebagai: Kemampuan untuk menjaga integritas fisik dan wilayah negara, untuk mempertahankan hubungan ekonomi dengan seluruh dunia dengan persyaratan yang layak untuk melindungi alam, lembaga oleh gangguan dariluar, dan untuk mengontrol perbatasannya. Di dalam konsep ini, terdapat tiga kepentingan inti yang secara mendasar bisa mendapatkan ancaman dari luar, yaitu: Pertamaadalah Physical Security atau keamanan fisik dari masyarakat suatu negara dan hak milik pribadi mereka; yang Kedua adalah Rules and institution yang dilaksanakan suatu masyarakat negara, khususnya konstitusi dan aturan formal lainnya; Ketiga adalah Prosperity yaitu sumber modal, barang mentah, sistem keuangan dan lain-lain. Barry Buzan mendefinisikan lima sektor utama yang dicakup dalam pengertian keamanan, yakni: (1) The Military Security yang mencakup dua tingkat pengelolaan kapabilitas persenjataan negara baik secara ofensif maupun defensif dan persepsi negara terhadap intensitas satu dengan yang lainnya; (2) The Political Security yang menaruh perhatian pada stabilitas organisasi negara, sistem ideologi dan ideologi yang member legitimasi kepada pemerintahan; (3) The Economic Security yang mencakup pada akses terhadap sumberdaya, keuangan dan pasar yang untuk menopang tingkat kesejahteraan dan kekuatan negara yang akseptabel; (4) Societal Security yang mencakup kelangsungan pola tradisi dari bahasa, budaya, agama, identitas nasional dan adat termasuk di dalamnya kondisi evolusi yang bisa diterima; dan (5) Environmental Security yang menaruh perhatian pada pemeliharaan lingkungan baik secara lokal maupun global sebagai sebuah dukungan penting terhadap sistem tempat kehidupan manusia bergantung. Dan masing-masing sektor tidak berdiri sendiri melainkan memiliki ikatan kuat satu sama lain.11 Pada saat ini, keamanan tidak lagi sebatas menjadikan negara sebagai objek yang harus dijaga tetapi juga harus menjaga dan melindungi rasa aman bangsanya. Dengan demikian keamanan harus ditempatkan sebagai barang public (public goods) yang berhak dinikmati oleh setiap warga baik individu, kelompok, maupun sebagai bangsa dengan menempatkan kewajiban negara untuk mengatur dan mengelolanya. Dengan kata lain, pemerintah berada di antara dinamika internal dan eksternal dari sistem. Ini merupakan tugas pemerintah sebagai bagian dari fungsinya untuk menemukan cara merekonsiliasi kedua kekuatan ini. Tidak ada lembaga lain yang mempunyai kekuasaan untuk tugas ini. Setiap negara tentu ingin memiliki keamanan nasional yang stabil, jauh dari ancaman militer, gangguan dalam negeri (fungsi negara) dan gangguan ekonomi.
11
Konsepsi dan Operasional Keamanan Nasional, dapat dilihat pada http://idu.ac.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=12&Itemid=309
243
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 239-248
Hasil Penelitian Reaksi yang diberikan Pemerintah Indonesia terhadap kebijakan maritim Australia yang terwujud dalam konsep AMIS merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia. Ketika AMIS diumumkan pertama kali oleh kantor Perdana Menteri Australia pada 15 Desember 2004, timbul reaksi penolakan yang sangat kuat dari kalangan Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono, bahwa Indonesia akan menggunakan kekuatan maritim jika Australia tetap menerapkan AMIS. Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda, juga menambahkan bahwa yang tidak bisa diterima dari AMIS adalah pencampur adukan dua yurisdiksi demi kepentingan mereka sendiri. Kemudian Ketua Komisi 1 DPR RI, Theo Sambuaga, juga mengatakan bahwasanya AMIS ini akan dapatmemprovokasi Indonesia dan jugadapat dijadikan pijakan untuk serangan militer ke Indonesia. Protes tersebut dilatar belakangi oleh beberapa hal yang dinilai dapat mengancam kepentingan nasional Indonesia, salah satunya adalah karena konsep AMIS ini sebagaimana yang dijelaskan oleh John Howard adalah untukterror survailance/ interception zone(pengawasan terhadap ancaman/ wilayah penangkapan). Hal tersebut dapat diartikan bahwa AMIS akan melakukan pengawasan terhadap kawasan tersebut, selain itu AMIS juga akan melakukan penangkapan terhadap kapal-kapal yang dinilai akan mengancam Australia. AMIS dalam penerapannya memiliki jangkauan pengamanan sejauh 1000 mil atau (1850 Km). ketika zona tersebut di terapkan, maka akan menhangkau dua per tuga wilayah Indonesia, yaitu laut Halmahera, Sulawesi dan pulau Jawa. Dakam hal ini, Indonesia memiliki kedaulatan penuh terhadap wilayah-wilayah tersebut. Potensi pelanggaran kedaulatan tersebutlah yang memunculkan reaksi penolakan dari beberapa kalangan pemerintah Indonesia terhadap AMIS.Selain itu, reaksi dari beberapa negara terhadap AMIS juga turut memberikan kesan bahwa AMIS merupakan kebijakan strategis yang dianggap membahayakan, ofensif, dan merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan negaranegara di sekitar Australia. Memperkuat Penjagaan Daerah Perbatasan Indonesia - Australia Patroli pertahanan maritim Kedaulatan negara menunjukkan integritas dan martabat suatu bangsa dan harus dijaga keutuhannya. Negara tidak mampu menjaga kedaulatan setiap jengkal wilayahnya, termasuk daerah perbatasan menggambarkan lemahnya keutuhan dan kedaulatan negara tersebut. Kedaulatan negara menurut pengertian dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 yaitu kedaulatan di tangan rakyat dengan berdasarkan kepada kelima butir Pancasila. Kedaulatan NKRI yang dijabarkan dalam suatu konsep Wawasan Nusantara merupakan suatu konsep kesatuan wilayah yang mencakup darat, laut (termasuk dasar laut dan daratan di bawahnya) dan udara. Kedaulatan tersebut juga meliputi penguasaan dan kewenangan atas pengelolaan SDA dan pengaturan alur laut ALKI. Sejak diakuinya konsep Wawasan Nusantara oleh dunia internasional dalam Konvensi Laut PBB tahun 1982 (yang telah berlaku sejak 16 Nopember 1994) telah memperluas kewenangan Indonesia tidak saja terhadap wilayah kedaulatan-nya atas perairan Nusantara dan Laut Wilayah yang mengelilinginya, tetapi juga hak-hak di luar perairan Nusantara dan di dasar laut serta
244
Reaksi Indonesia Terhadap Kebijakan AMIS (Yuna Perdana Fajar R)
tanah di bawahnya di landas kontinen Indonesia (Zona Ekonomi Ekslusif) sejauh 200 mil. Mengingat kompleksnya permasalahan yang terjadi di daerah perbatasan, maka untuk melaksanakan kebijakan tersebut, disusun beberapa strategi pengamanan daerah perbatasan guna penegakan kedaulatan negara dalam rangka pertahanan negara yaitu : a. Mewujudkan pengamanan daerah perbatasan negara yang meliputi pengamanan terhadap SDA, kejahatan transnasional (penyelundupan senjata, narkotika dan masuknya teroris) serta konflik antar etnis. b. Menjamin tetap tegaknya dan utuhnya wilayah kedaulatan negara. Hal ini mengandung arti bahwa ancaman terhadap suatu wilayah di daerah perbatasan merupakan ancaman terhadap kedaulatan NKRI. c. Mewujudkan terselenggaranya pertahananan negara di daerah perbatasan. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2002 bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional. Berdasarkan kebijakan dan strategi yang telah disusun bagi pengembangan pengamanan daerah perbatasan guna penegakan kedaulatan negara dalam rangka pertahanan negara dapatdilakukan upaya-upaya sebagai berikut : a. Pengamanan daerah perbatasan (pengamanan terhadap SDA, kejahatan transnasional dan konflik antar etnis) b. Menjamin tetap tegaknya dan utuhnya wilayah kedaulatan negara c. Mewujudkan terselenggaranya Pertahanan negara di daerah perbatasan Peningkatan Pertahanan maritim Indonesia 1. Peningkatan anggaran militer Pembangunan pertahanan negara merupakan upaya menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer dan non militer. Dengan mengacu pada RPJMN 2004—2009, kebijakan pembangunan pertahanan negara mengarah kepada peningkatan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui pemeliharaan alat utama sistem senjata (alutsista), penggantian dan pengembangan alutsista yang sudah tidak layak pakai, pengembangan secara bertahap dukungan pertahanan, peningkatan kesejahteraan prajurit, serta peningkatan peran industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Untuk mencapai pembentukan kekuatan pokok minimum (minimun essential force), pemenuhan kebutuhan alutsista Dephan/TNI diupayakan sejalan dengan komitmen pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan industri strategis nasional dengan memanfaatkan sebesar-besarnya kemampuan industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista Dephan/TNI. Langkah tersebut juga merupakan upaya untuk mengurangi ketergantunganalutsista Dephan/TNI terhadap produksi industri militer luar negeri yang rawan terhadap embargo. Sampai saat ini, kemampuan pertahanan negara telah mengalami kemajuan yang ditunjukkan dengan proksi indikator meningkatnya kesiapan alutsista dan terselenggaranya latihan gabungan TNI sesuai dengan rencana. Namun, secara keseluruhan, pembangunan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan yang masih
245
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 239-248
terbatas di bawah standar tingkat kemampuan penangkalan bila dihadapkan dengan tugas, jumlah penduduk, dan luas wilayah beserta kekayaan yang terkandung di dalamnya yang harus dijaga integritas dan keutuhan wilayah yurisdiksinya. Komitmen Pemerintah dalam meningkatkan kemampuan industri strategis nasional, pemenuhan kebutuhan alutsista Dephan/TNI dilaksanakan dengan memanfaatkan sebesarbesarnya kemampuan industri pertahanan nasional. Langkah tersebut juga merupakan upaya untuk mengatasi ketergantungan alutsista TNI yang selama ini dipasok dari luar negeri yang rawan terhadap embargo. Sumber anggaran yang digunakan, selain rupiah murni yang disiapkan dalam APBN, juga seoptimal mungkin melibatkan dukungan dari perbankan di dalam negeri. Untuk mendukung pemberdayaan industri pertahanan nasional, saat ini pemerintah sedang menyusun peraturan mengenaiskema pembiayaan dalam negeri. Apabila pada tahun ini peraturan tersebut sudah dapat ditetapkan, diharapkan mulai tahun 2009 skema pinjaman dalam negeri tersebut dapat berlaku efektif. Selain itu, Pemerintah juga sedang merumuskan rencana jalan keluar (road map) industri pertahanan nasional untuk mewujudkan kemandirian alutsista TNI. Dalam hal kemandirian industri pertahanan nasional, dilakukan peningkatan pengembangan riset dan teknologi industri militer secara terpadu di antara badan usaha milik negara industri strategis (BUMNIS), lembaga pemerintah dan nonpemerintah, serta membangun kerja sama industri strategis dengan negara sahabat. 2. Penambahan alutsista militer Meningkatnya kemampuan pertahanan negara ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kesiapan alutsista, dan terselenggaranya latihan gabungan TNI sesuai dengan rencana. Namun, secara keseluruhan pembangunan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan yang masih di bawah standar tingkat kemampuan penangkalan. Pemantapan kekuatan TNI dilakukan melalui pengembangan kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur, satuan pendukung, dan pelaksanaan latihan perseorangan hingga latihan gabungan TNI guna meningkatkan profesionalisme personel TNI. Terpeliharanya kesiapan alutsista TNI ditempuh melalui efisiensi penggunaan anggaran dan meningkatkan kemandirian dengan memanfaatkan produksi dalam negeri. Peningkatan kekuatan TNI AL diprioritaskan untuk kesiapan operasional kapal tempur dan kapal angkut, pesawat terbang dan ranpur Marinir yang diintegrasikan ke dalam Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Sampai saat ini, kekuatan matra laut mencapai tingkat kesiapan rata-rata 46,27%, yang meliputi 143 unit kapal perang (KRI) dengan tingkat kesiapan 61,53%, 312 unit Kapal Angkatan Laut (KAL) dengan tingkat kesiapan 24,35%, 410 unit kendaraan tempur Marinir berbagai jenis dengan tingkat kesiapan 38.29%, dan 64 unit pesawat terbang dengan tingkat kesiapan 60,93 %. Pada tahun 2006 Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan peran industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Namun, upaya tersebut belum dapat dilaksanakan terkait dengan belum ditetapkannya
246
Reaksi Indonesia Terhadap Kebijakan AMIS (Yuna Perdana Fajar R)
peraturan perundang-undangan yang mengatur kebijakan pinjaman pemerintah yang bersumber dari dalam negeri melalui pengalihan sebagian pinjaman luar negeri berupa kredit ekspor ke pinjaman dalam negeri. Apabila peraturan tersebut sudah ditetapkan, ke depan diharapkanpemanfaatan industri pertahanan nasional semakin mengambil perandalam pemenuhan alutsista TNI. Peningkatan pemberdayaan industri strategis dalam negeri yang ditunjukkan pula dengan rencana pengadaan 150 panser produksi PT Pindad dalam pemenuhan kebutuhan alutsista TNI direncanakan selesai pada tahun 2009. Demikian pula, pengadaan alutisista TNI produksi PT PAL, PT DI, PT LEN, dan PT Dahana di antaranya kapal patroli, helikopter, senapan ringan dan munisi kaliber kecil meningkat. Selain itu, diselenggarakannya lndo Defence Expo dan Round Table Discussion, program korvet nasional, pembuatan prototype Rantis, rompi tahan peluru dan Hovercraft, serta penelitian dan pengembangan pertahanan bekerja sama dengan pelaku industri strategis dalam negeri, perguruan tinggi, dan lembaga terkait lainnya. Kesimpulan Australia adalah negara yang berdekatan dengan negara-negara Asia Tenggara, sehingga memiliki kedekatan bilateral yang cukup besar di pasifik dan meningkatkan peran Australia menjadi negara pemberi bantuan terhadap negara di pasifik selatan. Isu penyelundupan manusia hanya salah satu dari berbagai persoalan keamanan maritim yang harus dihadapi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Pada masa pemerintahan John Howard terdapat suatu kebijakan baru tentang informasi wilayah maritime Australia yang di kenal dengan namaAustralia’s Maritime Identification System (AMIS) pada tahun 2004 melalui pernyataannya “strengthening Australia’s Offshore Maritime Security”. AMIS adalah suatu impelementasi dari Program Missile Amerika (Standard Missile-3 /SM-3) karena keikutsertaan Australia dalam program tersebut. Secara spesifik AMIS adalah sebuah sistem yang bertujuan untuk mendeteksi adanya imigran gelap, penyelundupan senjata dan teroris yang mengganggu keamanan dalam negeri Australia serta juga mencegah gangguan atas eksploitasi minyak lepas pantai Australia. Indonesia harus merespon dengan menerapkan kebijakan dan strategi untuk mecegah intervensi Australia di wilayah perbatasan matirim Indonesia. Langkah-langkah yang diambil pemerintah Indonesia yaitu dengan pengembangan dan pembaruan alutsista pertahanan. Disamping hal tersebut juga Indonesia menerapkan strategi dimana patroli pada garis perbatasan yang harus dilakukan secara terorganisir dan membangun pos-pos , pangakalan serta hellypad agar proses pengamanan dapat berjalan sesuai yang telah direncanakan. Daftar Pustaka Buku Abdul-Monem M. Al-Mashat,National Security in the Third World, Boulder, Co1.: Westview Press, 1985, hlm. 19 Abubakar Eby. Hara, 2011, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri dari Realisme sampai Konstrutivisme Bandung, Nuansa
247
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 5, Nomor 1, 2017: 239-248
Barry Buzan and Eric Herring, The Arms Dynamic in World Politics (Colorado, London: LynneReinner Publishers, 1998), hal.88 Butfoy, A (1997). Offence-Defence Theory and the security dolemma: The problem with marginalizing the context, Contemporary Security, hal 45 Jill Stean & Llyod Pettiford,2009, Hubungan Internasional; Perspektif dan tema, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Kearens, Heggy. Kebijakan Luar Negeri Australia Terhadap Indonesia : Kebijakan Kontra-Terorisme Pasca Serangan. Bom Bali 1 (2002-2008). Universitas Indonesia. 2012 Lawrence Ziring, International Relation: A Political Dictionary, 1995, hlm. 205. Morgenthau, Hans J, 2010. Politik Antar Bangsa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Natalie Klien, Joanna Mossop, Donal R. Rothwel (ed), Maritime security : International Law and Policy Perspective From Australia and New Zealand, (Routledge,2010), hlm.42 Robert Jackson dan Georg Sorensen,2007, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 99; terjemahan dari Jackson and Sorensen, hal.67 T. May Rudy, Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Bandung: Refika Aditama, 2001,hlm. 47 Umar.S.Bakry,1999, Pengantar University Press,hal.64 Internet Arah Politik Luar Negeri www.pdfchaser.com
hubungan
Australia
internasional,
Masa
Kini,
Jakarta,
dapat
Jayabaya
dilihat
pada,
Defense Annual Report 2003-2004, Commowealth of Australia, 2003.Hal. 175.dapat dilihat pada, http://etan.org/et2000c/august/1-5/02aust.htm Jurnal Kajian Lemhannas RI. Edisi 14. Desember 2001, dapat dilihat pada, http://www.lemhannas.go.id-portal-images-stories-humas-jurnaljurnal_hankam.pdf Konsepsi dan Operasional Keamanan Nasional, dapat dilihat pada http://idu.ac.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=12 &Itemid=309 Profil kepulauan, dapat dilihat pada, http://nttprov.go.id/ntt/profil-kepulauan/
248