Ratu dan Raja
“
Selamat ya..” Seorang yang kutaktahu namanya menyalamiku. Orang
itu
tersenyum
penuh
kebahagiaan seakan turut merasakan kabahagiaan yang ada di dadaku. Akupun menyalaminya dan tak lupa kulemparkan senyum termanisku kepadanya. Seorang asing itu adalah satu dari seribu orang yang datang untuk memberikan doa restu untukku, datang, makan dan tak lupa memasukan amplop berisi beberapa lembar uang ke tempat yang telah tersedia. Sementara aku berbusana sangat cantik dengan konsep bernuansa hijau serta mahkota emas bertahta di kepalaku. Disampingku berdiri sesosok pujangga memakai pakaian adat jawa yang juga bercorak
hijau
lengkap
dengan
blangkon
kepalanya dan keris yang terselip di pinggangnya.
1
di
Dibelakangku terdapat singgasana bercorak emas, tempat dudukku jika ku merasa lelah. Payung dengan gagang berbentuk naga ada di sebelah kanan kiriku seakan menaungi keberadaanku. Di depanku terdapat banyak bangku yang diduduki oleh para tamu yang datang silih berganti tanpa henti. Alunan musik ceriapun mengalun melengkapi. Semua yang hadir tertawa, semua yang ada bergembira. Mereka bersukacita menyambut “Ratu dan Raja Sehari.” Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah dalam hidupku. Orang-orang menyatakan bahwa aku telah memasuki gerbang kehidupan baru. Ya...Hari ini adalah hari pernikahanku dan saat ini aku sedang melaksanakan resepsi pernikahan dengan mengusung adat jawa. Dan hari ini adalah puncak dari semua prosesi panjang pesta pora adat istiadat yang ada di desaku. Pesta ini berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.
2
Selama satu minggu sudah rumahku dipenuhi dengan tetangga, sanak saudara dan handai taulan yang bersama-sama bahu membahu mempersiapkan kebutuhan untuk prosesi pernikahanku. Untuk hari ini aku telah bersiap semenjak pukul empat pagi menunggu rombongan penata rias yang akan menyulapku dan keluargaku menjadi manusia paling cantik dan ganteng di dunia ini. Perkenalkan namaku Yuralu, kebanyakan orang memanggilku Ayu. Entah karena tampangku yang memang ayu atau karena mereka kesulitan untuk menyingkat namaku. Tapi aku suka dengan nama panggilan yang diberikan untukku. Seorang pujangga yang ada di sebelahku adalah Romeo. Seorang pemuda yang selama ini hadir dalam hidupku di alam nyata maupun di alam mimpi. Setelah tiga tahun kami menjalani proses adaptasi akhirnya kami sepakat untuk mengikat janji suci di Tahun ini. 3
Melalui janji ini kusandarkan hidupku pada pundaknya jiwa dan raga. Kuitipkan kebahagiaanku padanya dunia akhirat. Mengapa aku memilih Romeo tuk menjadi pendamping hidupku, akupun tak tahu. Padahal dia adalah seorang yang tak mempunyai apaapa. Tidaklah berharta, tidak pula bertahta. Yang dia punya hanyalah cinta dan nyawa tentunya. Tetapi dengan cinta dan nyawa yang dia punya telah membuat hatiku luluh. Karena dia adalah seorang sosok penyayang. Tiga tahun menjalin hubungan dengannya aku merasa bahwa aku berada dalam naungan kenyamanan yang bisa membuat hidupku bahagia. Teringat jelas di benakku disaat malam kita bersama, disaksikan kerlip bintang di angkasa serta sinar purnama yang menerpa wajah kita berdua.
4
“Ayu, dengan modal nekat kuberanikan menyatakan ini padamu. Karena kutahu hatiku tak mungkin salah memiih.” Romeo berkata sambil memegangi tanganku. “Ngomong apa sih kamu Romeo?” Tanyaku penasaran. Romeo menatapku dalam-dalam genggaman tangannya terlepas dari jemariku. Dan dengan sigap diapun mengambil sesuatu dari sakunya, sebuah kotak merah. Perlahan dia buka kotak itu. Pantulan sinar rembulan membuat benda bundar kecil di dalam kotak itu berkilauan. Romeo pun menggenggam tanganku kembali. “Ayu, maukah kau menikah denganku?” Pertanyaan yang selama
ini
telah
aku
tunggu-tunggupun
meluncur dari mulutnya. Aku tak segera menjawab, kuhela nafas sejenak. Perasaan bahagia bercampur haru menyusup relung hatiku. 5
“Iya
Romeo, pasti
aku mau menikah
denganmu.” Setetes air mata mengiringi jawabanku. “Ayu walaupun aku bukanlah seorang yang berharta, tapi aku bersumpah demi jiwa di ragaku aku akan selalu berusaha tuk membuatmu bahagia. Mungkin aku tidak bisa memberimu limpahan harta, tapi kukan selalu memberimu limpahan kasih sayang tulus dari dalam hatiku.” Mata Romeo berbinar terang melebihi terang sinar rembulan. “Aku bersumpah bahwa aku kan membuatmu menjadi ratu dalam hidupku.” Tambahnya. Akupun
hanya
diam,
aku
hanya
bisa
mengangguk, tak sanggup untukku megeluarkan sepatah katapun. Karena akupun sejatinya merasakan cinta yang sama untuk Romeo. Dan aku percaya walapun dia saat ini bukanlah siapa-siapa . Tapi suatu saat nanti pasti Romeo mampu membuatku bahagia dengan usahanya bermodalkan cinta dan nyawa yang dia punya. 6
Tak lama setelah malam itu Romeopun datang seorang diri untuk menemui keluargaku. Duduk di sofa kecil ruang tamuku Bapak dan Ibuku, sementara duduk di hadapan mereka seorang pemuda dengan rona gugup tak terkira. Disebelah kiri pemuda itu duduklah aku. Romeo mengumpulkan segala keberaniannya untuk meminta restu orang tuaku menikahi diriku. Hal tersebut tidaklah mudah. Sejak semula bapak dan ibuku tidaklah merestui hubungan kita berdua. Alasannya adalah karena Romeo adalah pemuda tanpa harta. Bapak Ibuku khawatir jikalau aku menikah dengan Romeo maka hidupku akan sengsara. Orang tua mana yang tega melihat anaknya menderita, sengsara dan hidup serba kekurangan. Walaupun begitu tak menyurutkan sedikitpun tekad Romeo untuk bisa melamarku hari ini.
7
“Romeo, aku enggak yakin bahwa kita bisa bersatu, hubungan kita tidaklah mendapat restu bapak ibuku, kamu tahu itu kan?” Kataku disaat dia mengutarakan rencananya hendak meminta restu bapak ibuku. “Kamu enggak boleh pesimis Yu, cinta kita sangatlah besar melebihi besarnya dunia, rindu kita sangatlah luas melebihi luasnya samudra.” Romeo berusaha meyakinkanku disaat keyakinanku goyah. Dan saat ini hal itu benar-benar Romeo buktikan. “Pak, saya kesini mau melamar anak bapak.” Suara Romeo parau membuka pembicaraan. “Sudah punya apa kamu berani melamar anak saya?” Tegas suara bapak benar-benar merontokkan keyakinanku. Aku tahu sifat dan perasaan bapakku. Bukannya dia seorang yang keras tanpa hati. Tapi dia adalah seorang yang sangat penyayang terhadap keluarga yang berada di bawah naungannya. 8
Bahkan bapakku sangat menyayangi aku sebagai anaknya. Beliau tidak ingin amanah yang dititipkan oleh Sang Kuasa jatuh ke tangan orang yang salah setelah bertahun-tahun merawat, mendidik dan menjaganya. “Saya memang belum punya apa-apa pak.” Romeo menjawab lirih. Kepalanya tertunduk tak sanggup melawan tatapan bapakku yang tajam melebihi tajamnya pedang. “Membangun rumah tangga itu enggak mudah Romeo.” Ibuku menambahi. “Kamu harus mempunyai kestabilan ekonomi sebagai bekal kamu menafkahi anak isterimu kelak.” Imbuhnya. “Iya pak-bu, Romeo tahu bahwa syarat utama membangn rumah tangga adalah kestabilan ekonomi. Walaupun aku tahu keadaanku sangat jauh dari harapan bapak dan ibu.
9
Tapi Romeo berjanji bahwa Romeo akan menjaga putri bapak dan ibu dengan segala jiwa ragaku luar dalam.” Kali ini suara Romeo begitu dalam terdengar, dengan keyakinan lebih dari 100% akhirnya dia berani mengutarakan isi hatinya. “Ayu ini
anak kesayangan saya, saya
membesarkan Ayu dengan segala kasih sayang yang tak ada duanya di dunia ini.”Suara bapakku meninggi seakan menyiratkan isi hati yang menggebu. “Saya enggak mau dia jadi sengsara gara-gara menikah sama kamu .” Bapakku menambahi. “Bapak enggak usah khawatir, saya mungkin tidak bisa membuat Ayu menjadi kaya tetapi saya yakin saya bisa membuat Ayu bahagia.” Kata-kata yang pernah Romeo katakan padaku kini dikatakan kembali pada bapakku.
10