www.hukumonline.com/pusatdata
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR …..... TAHUN .... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, perlu adanya kondisi yang dapat mendorong masyarakat melakukan kegiatan perekonomian yang efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. bahwa untuk mendukung kegiatan perekonomian yang efektif dan efisien diperlukan adanya transaksi keuangan yang lancar dan aman yang sejalan dengan kebijakan nasional nontunai dan strategi nasional keuangan inklusif; c. bahwa penggunaan transaksi keuangan nontunai bermanfaat untuk mengurangi risiko masyarakat dalam bertransaksi, mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap uang kartal, serta mendukung program pencegahan dan pemberantasan tindak pidana; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Transaksi Uang Kartal adalah kegiatan penarikan, pencairan, pembelian, pembayaran, pemberian, penjualan, dan kegiatan lainnya yang menggunakan Uang Kartal. 2. Uang Kartal adalah alat pembayaran yang terdiri atas uang kertas dan uang logam baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing.
1 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
3. 4. 5.
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat PJK adalah Setiap Orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan, baik secara formal maupun nonformal.
Pasal 2 Pembatasan Transaksi Uang Kartal dilaksanakan berdasarkan asas: a. kepentingan umum; b. perlindungan masyarakat; c. efektif dan efisien; dan d. manfaat. BAB II BATASAN NILAI DAN PENGECUALIAN TRANSAKSI UANG KARTAL Bagian Kesatu Batasan Nilai
(1) (2)
(3) (4)
(1) (2) (3)
(1)
Pasal 3 Setiap Orang dapat melakukan Transaksi Uang Kartal dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu. Setiap Orang dilarang melakukan Transaksi Uang Kartal dengan nilai di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu baik dalam 1 (satu) kali maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Transaksi dengan nilai di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan secara nontunai. Perubahan batasan nilai Transaksi Uang Kartal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah [Peraturan Kepala PPATK setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia]. Pasal 4 Transaksi secara nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan melalui PJK yang menyelenggarakan jasa pembayaran. Disetujui, 15 Mei 2017 PJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bank; b. penyelenggara pos; c. penyelenggara alat pembayaran dengan menggunakan kartu; d. penyelenggara transfer dana; dan e. PJK lain yang menyelenggarakan jasa pembayaran. Pasal 5 Setiap Orang wajib menolak Transaksi Uang Kartal yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
2 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
(2)
(1) (2)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif. Pasal 6 Pejabat umum wajib menolak pembuatan akta yang memuat Transaksi Uang Kartal yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). Pejabat umum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7 Perjanjian yang memuat Transaksi Uang Kartal yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), perjanjian tersebut dinyatakan Batal Demi Hukum. Pasal 8 Penetapan konversi mata uang asing ke dalam mata uang rupiah yang terkait ketentuan pembatasan Transaksi Uang Kartal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 menggunakan nilai kurs tengah Bank Indonesia pada saat terjadinya transaksi. Bagian Kedua Pengecualian Transaksi Uang Kartal
(1)
(2)
(1)
(2)
Pasal 9 Transaksi Uang Kartal yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) meliputi transaksi: a. yang dilakukan oleh PJK dengan pemerintah dan bank sentral; b. antar PJK dalam rangka kegiatan usaha masing-masing; c. untuk penarikan tunai dari bank dalam rangka pembayaran gaji, tunjangan, dan upah; d. untuk pembayaran pajak dan kewajiban lain kepada negara; e. untuk melaksanakan putusan pengadilan; f. untuk kegiatan pengolahan uang; g. untuk biaya pengobatan; h. untuk penanggulangan bencana alam; i. untuk pelaksanaan penegakan hukum; j. untuk penempatan atau penyetoran ke PJK; k. untuk penyerahan uang kertas asing karena penjualan dan pembelian mata uang asing; dan l. yang dilakukan di daerah yang belum tersedia PJK atau sudah tersedia PJK namun belum memiliki infrastruktur sistem pembayaran yang memadai. Perubahan Transaksi Uang Kartal yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. [ditetapkan dengan Peraturan Kepala PPATK setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia] Pasal 10 PJK wajib meminta informasi mengenai identitas diri, sumber dana, tujuan transaksi, dan dokumen pendukung dari Setiap Orang yang melakukan Transaksi Uang Kartal yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. PJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengetahui bahwa Setiap Orang yang melakukan Transaksi Uang Kartal yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 bertindak untuk diri sendiri atau untuk dan atas nama orang lain.
3 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
(3) (4)
(1)
(2) (3) (4)
(1) (2) (3)
(1) (2) (3)
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan informasi yang benar yang diminta oleh PJK. Ketentuan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Dalam hal Setiap Orang tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan informasi yang benar yang diminta oleh PJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau PJK meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh Setiap Orang, PJK wajib: a. menolak Transaksi Uang Kartal tersebut; dan b. melaporkan Transaksi Uang Kartal tersebut kepada PPATK sebagai transaksi keuangan mencurigakan. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sesegera mungkin paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak PJK mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Tata cara penyampaian laporan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. PJK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif. Pasal 12 Setiap Orang yang mengetahui adanya Transaksi Uang Kartal yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (2) wajib untuk melaporkan pelanggaran tersebut kepada PPATK. Laporan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara lisan dan/atau tertulis. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala PPATK. Pasal 13 PJK wajib membuat dan menyimpan daftar Transaksi Uang Kartal yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Daftar Transaksi Uang Kartal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2). PJK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif. BAB III PENGAWASAN
(1) (2)
Pasal 14 Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang ini untuk PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran dilakukan oleh Bank Indonesia. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menetapkan regulasi; b. melakukan pemeriksaan terhadap PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran; c. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif terhadap PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini; dan d. memberikan penghargaan dan/atau insentif kepada PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran untuk mendorong kepatuhan penggunaan transaksi nontunai. Pasal 15
4 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
(1) (2)
(3)
Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang ini untuk pihak di luar PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan oleh PPATK. Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPATK berwenang: a. menetapkan regulasi; b. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus terhadap pihak di luar PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran; c. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif bagi pihak di luar PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini; d. menetapkan dan mengadministrasikan daftar orang tercela; dan e. memberikan penghargaan dan/atau insentif kepada Setiap Orang untuk mendorong kepatuhan penggunaan transaksi nontunai. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), PPATK berwenang: a. melakukan audit kepatuhan dan audit khusus terhadap PJK yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia; dan b. merekomendasikan pemberian penghargaan dan/atau insentif kepada PJK yang menyelenggarakan sistem pembayaran untuk mendorong kepatuhan penggunaan transaksi nontunai.
Pasal 16 Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15, Bank Indonesia dan PPATK wajib berkoordinasi, bersinergi, dan bekerja sama. Pasal 17 Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap Bank Indonesia dan PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan. BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN
(1)
(2)
Pasal 18 Untuk mendukung implementasi pembatasan Transaksi Uang Kartal, setiap pembawaan uang kertas asing dalam jumlah tertentu ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia harus mendapat izin dari Bank Indonesia. Ketentuan mengenai izin pembawaan uang kertas asing dalam jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia setelah berkoordinasi dengan instansi terkait. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
(1)
(2)
Pasal 19 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, perjanjian yang memuat ketentuan mengenai penyelesaian pembayaran Transaksi Uang Kartal dengan jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang telah dibuat sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sampai dengan jangka waktu pelaksanaan perjanjian berakhir. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila terdapat perpanjangan jangka waktu perjanjian.
5 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1946 tentang Kewajiban Menyimpan Uang dalam Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal ……. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. JOKO WIDODO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal ……. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
6 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ......... TAHUN .... TENTANG PEMBATASAN TRAKSAKSI UANG KARTAL I.
UMUM Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pedoman dalam hidup berbangsa dan bernegara, mengamanatkan bahwa tujuan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencapaian tujuan negara tersebut dilakukan dengan pembangunan berkelanjutan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan memerlukan kondisi yang mendukung aktivitas produktif masyarakat yang salah satunya diwujudkan dengan mendorong pejabat dan masyarakat melakukan kegiatan ekonomi yang efisien dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam melakukan transaksi, khusunya di bidang keuangan. Oleh karena itu, perlu adanya transaksi keuangan dilakukan secara cepat, tepat dan dapat tercatat dalam sistem keuangan. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang perbankan sangat mendukung hal tersebut. Transaksi tunai yang selama ini dilakukan oleh sebagian besar masyarakat cenderung sangat riskan dari kemungkinan sebagai korban tindak kriminal karena membawa uang dalam jumlah besar. Transaksi tunai juga menyebabkan tingginya biaya pencetakan mata uang dan cenderung dapat disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana sebagai sarana pencucian uang. Transaksi pada dasarnya adalah suatu kegiatan privat yang diatur melalui hukum perdata, kegiatan transaksi baik tunai maupun nontunai adalah kegiatan yang dilandasi oleh hak-hak keperdataan seseorang menyangkut dengan benda (uang) yang merupakan hak milik (eigendom) dari orang yang menguasainya. Kegiatan transaksi memang merupakan hak privat setiap warga negara, namun dalam rangka untuk membentuk masyarakat yang lebih aman dan sejahtera bebas dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur tata cara pelaksanaan transaksi. Hak warga negara untuk melakukan transaksi tidak dilanggar oleh negara, melainkan negara memberikan suatu aturan, suatu sarana untuk melakukan transaksi dengan syarat-syarat tertentu demi terciptanya lalu lintas keuangan yang bersih, jujur, dan beritikad baik berdasarkan perjanjian yang sah. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan perekonomian yang cukup baik. Pembatasan transaksi tunai dan non tunai masih relatif seimbang, sehingga upaya mengarahkan keseimbangan menjadi transaksi melalui sistem perbankan harus dilakukan secara hatihati agar tidak menimbulkan resistensi masyarakat. Terungkapnya beberapa kasus korupsi dan terorisme yang dibiayai dari pihak dalam maupun luar negeri, menimbulkan kecurigaan bahwa kasus tersebut dilakukan dengan transaksi tunai dan tidak melalui sistem keuangan sehingga transaksi tersebut sulit terlacak. Oleh karena itu, pembatasan transaksi tunai dalam jumlah tertentu diharapkan dapat mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana dalam bertransaksi. Di samping itu, terdapat manfaat lain yang diperoleh pemerintah jika menerapkan ketentuan mengenai pembatasan transaksi tunai antara lain: a. adanya penghematan dalam jumlah uang yang harus dicetak; b. penghematan bahan baku uang; c. penghematan biaya penyimpanan (fisik) uang di Bank Indonesia; d. dapat mengurangi peredaran uang palsu; dan e. mendidik dan mendorong masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan dalam bertransaksi. Telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang telah disusun terkait dengan pembatasan transaksi penggunaan uang tunai namun belum ada Undang-Undang yang khusus mengatur tentang pembatasan transaksi penggunaan Uang Kartal. Beberapa peraturan perundangundangan tersebut, antara lain, sebagai berikut:
7 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
a.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi UndangUndang; c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar; d. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. e. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara; f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; g. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan; h. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; i. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara; j. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; k. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; l. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; m. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana; n. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang; dan o. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan pertimbangan di atas perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. II.
PASAL DEMI ASAL Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah suatu asas yang mendahulukan kepentingan masyarakat dibandingkan dengan kepentingan individu, kelompok, atau golongan tertentu. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas perlindungan masyarakat” adalah asas yang memberikan perlindungan kepada masyarakat dari kemungkinan dipergunakannya Uang Kartal sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas efektif dan efisien” adalah asas yang mendorong penggunaan transaksi keuangan secara nontunai dan menjadikan transaksi keuangan lebih sederhana, cepat, murah, tepat guna, dan berdaya guna. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah asas yang memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
8 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “PJK lain” misalnya penyelenggara jasa sistem pembayaran yang memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menyediakan layanan teknologi finansial guna pemindahan dana dan/atau pembayaran dari sumber dana manapun. Pasal 5 Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong masyarakat dengan mengubah perilaku dan pola pikir terhadap transaksi penggunaan Uang Kartal menjadi sistem transaksi secara nontunai. Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pejabat umum” adalah notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan pejabat lelang. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan”, misalnya Undang-Undang mengenai Jabatan Notaris dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 7 Ketentuan ini didasarkan pada Pasal 1320, Pasal 1335, dan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b
9 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “gaji, tunjangan dan upah” termasuk bonus, honorarium, remunerasi, dan insentif yang diberikan secara resmi. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Ketentuan ini dimaksudkan bahwa dalam transaksi penjualan dan pembelian mata uang asing, penyerahan uang rupiah tidak dikecualikan dari kewajiban dilakukan secara nontunai jika nilainya lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Huruf l Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” misalnya, Undang-Undang mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturan pelaksanaannya, serta peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. Pasal 11 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “transaksi keuangan mencurigakan” misalnya ditandai dengan:
10 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
a. b.
penolakan untuk mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa oleh Setiap Orang yang melakukan Transaksi Uang Kartal dengan PJK; atau PJK meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh orang yang melakukan Transaksi Uang Kartal.
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” misalnya, Undang-Undang mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Yang dimaksud dengan “berkoordinasi, bersinergi, dan bekerja sama” antara lain, dilakukan dalam penyusunan regulasi, tukar menukar data dan informasi hasil pemeriksaan/audit, dan audit bersama (joint audit). Pasal 17 Yang dimaksud dengan “kerahasiaan”, antara lain rahasia bank atau rahasia nonbank. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain PPATK dan Kementerian Keuangan. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas.
11 / 12
www.hukumonline.com/pusatdata
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …….
12 / 12