RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. . . TAHUN. . . TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak memajukan, memperjuangkan dan memperoleh kesempatan yang sama dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara dan karenanya patut mendapatkan penghargaan atas jasa-jasa yang telah didarmabaktikan bagi kejayaan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa penghar gaan atas jasa-jasa diberikan oleh negara dalam bentuk gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan untuk menumbuhkan kebanggaan dan sikap keteladanan dalam berbangsa dan bernegara; c. bahwa pengaturan tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan;
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 15 Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
2
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang atas perjuangan, pengabdian, dan dharma bakti yang luar biasa kepada bangsa dan negara. 2. Tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara. 3. Tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang dan/atau kesatuan/organisasi atas dharma bakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara. 4. Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau warga negara Republik Indonesia yang semasa hidupnya telah melakukan tindakan kepahlawanan demi membela bangsa dan negara dan tidak pernah tercela sehingga menyebabkan cacatnya nilai perjuangan yang dilakukannya. 5. Medali adalah tanda jasa berbentuk lingkaran yang diberikan kepada seseorang atas jasa dan prestasi yang luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan bangsa dan negara . 6. Bintang adalah tanda kehormatan tertinggi berbentuk bintang yang diberikan kepada seseorang atas dharma bakti dan kesetiaan luar biasa terhadap bangsa dan negara. 7. Satyalancana adalah tanda kehormatan di bawah bintang berbentuk persegi lima yang diberikan kepada seseorang atas dharma bakti dan kesetiaan terhadap bangsa dan negara. 8. Samkaryanugraha adalah tanda kehormatan berbentuk ular-ular dan patra yang diberikan kepada kesatuan/organisasi atas dharma bakti dan kesetiaan terhadap bangsa dan negara. 9. Pengusul adalah setiap orang, lembaga kemasyarakatan, dan/atau instansi yang mengajukan usulan berkaitan dengan pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. 10. Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah dewan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. 11. Presiden adalah Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 12. Menteri adalah menteri yang membidangi kesekretariatan negara.
3
13. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
BAB II ASAS DAN TUJUAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Gelar,Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan berdasarkan asas : a. kebangsaan; b. keteladanan; c. kehati-hatian; d. obyektivitas; e. keterbukaan; f. kesetaraan; g. keadilan; dan h. timbal balik. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan dengan tujuan: a. menumbuhkan semangat kepahlawanan dan patriotisme setiap orang demi kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara; b. menghargai jasa setiap orang, kesatuan atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara; dan c. menumbuhkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara. BAB III JENIS-JENIS GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Bagian Kesatu
4
Gelar Pasal 4 (1) Gelar berupa pahlawan nasional. (2) Pemberian Gelar dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan. Bagian Kedua Tanda Jasa Pasal 5 (1) Tanda Jasa berupa medali. (2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Medali Kepeloporan; b. Medali Kejayaan; dan c. Medali Perdamaian. (3) Medali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki derajat sama. Bagian Ketiga Tanda Kehormatan Pasal 6 (1) Tanda Kehormatan berupa: a. Bintang; b. Satyalancana; dan c. Samkaryanugraha. (2) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan kepada perseorangan. (3) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan kepada organisasi dan/atau kesatuan. Pasal 7 (1) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas Bintang sipil dan Bintang militer. (2) Tanda Kehormatan Bintang sipil terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia; b. Bintang Mahaputera; c. Bintang Parama Dharma; dan d. Bintang Bhayangkar a. (3) Tanda Kehormatan Bintang militer terdiri atas: a. Bintang Dharma; b. Bintang Kartika Eka Pakci; c. Bintang Jalasena; dan d. Bintang Swa Bhuwana Paksa.
5
(4) Derajat Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut: a. Bintang Republik Indonesia sebagai bintang kehormatan yang tertinggi di antara tanda-tanda kehormatan; b. Bintang Mahaputera adalah bintang tertinggi sesudah Bintang Republik Indonesia; c. Bintang Parama Dharma dan Bintang Dharma adalah bintang yang memiliki derajat yang sama dan setingkat di bawah Bintang Mahaputera; d. Bintang Bhayangkar a, Bintang Kartika Eka Pakci, Bintang Jalasena, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa adalah bintang yang memiliki derajat sama dan setingkat di bawah Bintang Parama Dharma dan Bintang Dharma. Pasal 8 (1) Tanda Kehormatan Satyalancana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri atas Tanda Kehormatan Satyalancana sipil dan Tanda Kehormatan Satyalancana militer. (2) Tanda Kehormatan Satyalancana sipil terdiri atas: a. Satyalancana Karya Satya; dan b. Satyalancana Jana Utama. (3) Tanda Kehormatan Satyalancana militer berupa Satyalancana Kesetiaan. (4) Satyalancana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki derajat sama. Pasal 9 (1) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri atas Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sipil dan Tanda Kehormatan Samkaryanugraha militer. (2) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sipil terdiri atas: a. Parasamya Purnakarya Nugraha; b. Nugraha Sakanti. (3) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha militer namanya tetap Samkaryanugraha. (4) Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki derajat sama. Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran, dan tata cara pemakaian Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB IV DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 11
6
(1) Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam memberikan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. (2) Dewan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibukota negara. Pasal 12 (1) Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota yang berasal dari unsur: a. akademisi sebanyak 2 (dua) orang; b. berlatar belakang militer sebanyak 2 (dua) orang; dan c. tokoh masyarakat yang pernah mendapatkan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebanyak 3 (tiga) orang. (2) Calon anggota Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri. (3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua sekaligus merangkap sebagai anggota. (4) Anggota Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (5) Dewan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. (6) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai masa tugas 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa tugas.
Pasal 13 Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan: a. warga negara Indonesia ; b. sehat jasmani dan rohani; c. memiliki integritas moral dan keteladanan; d. berkelakuan baik; e. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih; f. berusia sekurang-kurangnya 50 tahun dan setinggi-tingginya 60 tahun; g. berpendidikan serendah-rendahnya S1;dan h. mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pasal 14 Tugas dan kewajiban Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan meliputi: a. meneliti, membahas, dan memverifikasi usulan pemberian dan pencabutan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan;
7
b. mengajukan usulan dan pertimbangan tentang pemberian dan pencabutan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; dan c. merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan membina kepahlawanan . Pasal 15 (1) Pelaksanaan tugas Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan di daerah dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai tugas pembantuan. (2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menerima dan mengajukan usulan pemberian dan pencabut an Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; b. melaksanakan dan membina kepahlawanan di daerah; dan c. mengelola dan memelihara taman makam pahlawan di daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 16 Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasal 17 (1) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibantu oleh sebuah Sekretariat. (2) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah koordinasi Sekretariat Negara. (3) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang pejabat dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat oleh Menteri. (4) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup paling sedikit tiga bagian. Pasal 18 Presiden dapat memberhentikan ketua, wakil ketua dan anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebelum masa jabatannya berakhir karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri secara tertulis; c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; dan d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. BAB V TATA CARA PENGAJUAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMAT AN
8
Bagian Kesatu Syarat-Syarat Memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Pasal 19 Untuk memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus memenuhi syarat: a. umum; dan b. khusus. Pasal 20 Syarat umum sebagai mana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a terdiri atas: a. warga negara Republik Indonesia; b. memiliki integritas moral dan keteladanan; c. berjasa terhadap masyarakat, bangsa dan negara; d. berkelakuan baik; dan e. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Pasal 21 Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Gelar terdiri atas: a. telah gugur atau meninggal dunia; b. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; c. tidak pernah menyerah pada lawan atau musuh dalam perjuangan; d. pengabdi an dan perjuangan yang dilakukan berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; e. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; f. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; g. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau h. perjuangan yang dilakukannya mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional. Pasal 22 (1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Medali Kepeloporan terdiri atas:
9
a. berjasa luar biasa dalam merintis, mengembangkan, dan memajukan pendidikan, perekonomian, sosial, seni, budaya, agama, hukum, kesehatan, pertanian, kelautan, dan/atau lingkungan; b. berjasa luar biasa dalam penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau c. berjasa luar biasa menciptakan karya besar dalam bidang pembangunan. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Medali Kejayaan adalah berjasa luar biasa dalam mengharumkan nama bangsa dan negara dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, olahraga, seni, budaya, dan/atau agama. (3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Medali Perdamaian adalah berjasa luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan perdamaian, demokrasi, persahabatan, dan kemanusiaan. Pasal 23 (1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Republik Indonesia terdiri atas: a. setia dan berjasa luar biasa terhadap nusa dan bangsa dalam satu bidang atau beberapa bidang; dan b. berjasa luar biasa bagi keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan negara. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Mahaputera terdiri atas: a. berjasa luar biasa pada bidang tertentu di luar bidang militer yang bermanfaat bagi keselamatan, kemajuan, dan kesejahteraan negara; dan b. memiliki kesetiaan terhadap nusa dan bangsa. (3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Parama Dharma terdiri atas: a. berjasa besar dalam suatu bidang atau peristiwa atau hal-hal tertentu yang dilakukan dengan keikhlasan pengorbanan yang sebesar-besarnya, menunaikan tugas yang melampaui kewajiban dengan rasa tanggung jawab yang besar, memperlihatkan keberanian dan ketabahan luar biasa dalam suatu peristiwa atau hal-hal penting untuk keselamatan dan kesejahteraan negara; b. berjasa besar dalam meningkatkan, memajukan, dan/atau membina satu atau beberapa bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, hukum, olahraga, agama, seni, dan kebudayaan;dan/atau c. berjasa besar dalam meningkatkan, memajukan, dan melestarikan pertanian, peternakan, kehutanan, dan kelautan secara terus-menerus melebihi tugas dan kewajibannya. (4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Bhayangkar a terdiri atas: a. anggota kepolisian yang di bidang tugas kepolisian menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa-jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan kepolisian. b. senantiasa menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hukum negara;dan
10
c. setia dan tidak pernah mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia. (5) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Dharma terdiri atas: a. anggota TNI yang menyumbangkan jasa bakti melebihi panggilan tugas dan kewajiban sehingga memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan TNI dan negara; b. warga negara Indonesia yang bukan anggota TNI atas jasa-jasa luar biasa yang disumbangkannya khusus untuk kemajuan dan pembangunan TNI Republik Indonesia;dan c. warga negara asing yang berjasa dalam bidang pembangunan TNI. (6) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Kartika Eka Pakci terdiri atas: a. anggota TNI Angkatan Darat yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan , dan jasa-jasa luar biasa melebihi panggilan tugas tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat; dan b. setia dan tidak pernah mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia. (7) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Jalasena terdiri atas: a. anggota TNI Angkatan Laut yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa-jasa luar biasa melebihi panggilan tugas tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut;dan b. setia dan tidak pernah mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia. (8) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Bintang Swa Bhuwana Paksa terdiri atas: a. anggota TNI Angkatan Udara yang dibidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa-jasa luar biasa melebihi panggilan tugas tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Udara;dan b. setia dan tidak pernah mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 24 (1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Satyalancana Karya Satya terdiri atas; a. pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, keteladanan, kejujuran, dan kedisiplinan; dan b. telah mengabdi selama 10 tahun, 20 tahun, atau 30 tahun penuh dengan tidak terputus-putus. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Satyalancana Jana Utama terdiri atas; a. anggota kepolisian negara, yang dalam waktu sekurang-kurangnya sewindu dengan penuh kewaspadaan telah berdarma bakti bagi kepentingan pelaksanaan tugas pekerjaannya sehingga menjadi teladan yang dapat memajukan dan memelihara sifat-sifat kepolisian yang sejati;dan
11
b. warga negara Indonesia bukan anggota kepolisian yang menjalankan tugas luhur kepolisian dan aktif membina usaha-usaha kepolisian menuju kesempurnaan. (3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Satyalancana Kesetiaan terdiri atas: a. anggota TNI yang telah melakukan tugas dinas ketentaraan selama 8 tahun, 16 tahun, atau 24 tahun penuh dengan tidak terputus-putus;dan b. setia dengan bekerja bersungguh-sungguh. Pasal 25 (1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Parasamya Purnakaryanugraha adalah organisasi masyarakat atau pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota yang menunjukan karya tertinggi pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Nugraha Sakanti adalah satuan di lingkungan kepolisian yang telah berjasa. (3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b untuk Samkaryanugraha adalah satuan-satuan di lingkungan TNI yang telah berjasa dalam suatu operasi militer dan pembangunan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup negara dan bangsa. Bagian Kedua Tata Cara Pengajuan Pasal 26 (1) Usul pemberian gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan ditujukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perorangan, lembaga negara, departemen, dan lembaga pemerintah non-departemen. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan riwayat hidup, riwayat perjuangan, jasa serta tugas negara yang dilakukan calon penerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Bagian Ketiga Tata Cara Verifikasi Pasal 27 (1) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
12
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti dan mengkaji keabsahan dan kelayakan calon Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Bagian Keempat Tata Cara Pemberian Pasal 28 (1) Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan diberikan dengan Keputusan Presiden. (2) Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hari-hari besar nasional atau pada hari ulang tahun masing-masing lembaga negara, departemen, dan lembaga pemerintah non-departemen. (3) Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disematkan oleh Presiden dan/atau pejabat yang ditunjuk. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyematan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 29 (1) Setiap penerima gelar, tanda jasa, dan/atau tanda kehormatan berhak atas perlakuan khusus dari negara. (2) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. pengangkat an atau kenaikan pangkat secara anumerta; b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer; c. pemakaman atas biaya negara; d. pemakaman di Taman Makam Pahlawan; dan/atau e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala. (3) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diberikan kepada penerima tanda kehormatan: a. Gelar; b. Bintang Republik Indonesia; dan c. Bintang Mahaputera. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
13
Bagian Kedua Kewajiban Pasal 30 Penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan berkewajiban: a. menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan;dan b. menjaga nama baik diri dan jasa-jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara. BAB VII PENCABUTAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 31 Presiden berhak mencabut Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan apabila penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b dan huruf d. Pasal 32 (1) Pencabutan Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan dapat diusulkan oleh perorangan, lembaga negara, departemen, dan lembaga pemerintah nondepartemen. (2) Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan disertai alasan dan bukti-bukti pencabutan. (3) Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteliti, dibahas, dan diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dengan mempertimbangkan keterangan dari penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencabutan Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. BAB VIII GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DARI NEGARA LAIN Pasal 33 (1) Warga Negara Indonesia dapat menerima gelar, tanda jasa, dan/atau tanda kehormatan dari negara lain.
14
(2) Penerimaan gelar, tanda jasa, dan/atau tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan kepada Presiden. BAB IX TANDA JASA DAN TANDA KEHORMAT AN BAGI WARGA NEGARA ASING Pasal 34 (1) Tanda Kehormatan dan/atau Tanda Jasa tertentu dapat diberikan kepada warga negara asing. (2) Warga negara asing yang menerima Tanda Kehormatan dan Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjasa besar pada bangsa dan negara Indonesia. (3) Tanda Kehormatan dan Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia; b. Bintang Mahaputera; c. Bintang Parama Dharma; d. Bintang Bhayangkar a; e. Bintang Dharma; f. Bintang Kartika Eka Pakci; g. Bintang Jalasena; h. Bintang Swa Bhuwana Paksa; i. Medali Kepeloporan; j. Medali Kejayaan; dan/atau k. Medali Perdamaian. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 (1) Setiap Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan sebelum Undang-Undang ini tetap berlaku. (2) Sebelum ketentuan mengenai bentuk, ukuran, tata cara pemakaian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan diatur berdasarkan Undang-undang ini ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 36
15
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka: 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1954 tentang Tanda Kehormatan Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 85); 2. Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1650) sebagaimana diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1959 tentang penetapan Undang-Undang Darurat No.6 Tahun 1958 tentang perubahan dan tambahan Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 153), sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1806); 3. Undang-Undang Nomor 70 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 2 Tahun 1958 tentang Tanda-tanda Penghargaan untuk Anggota Angkatan Perang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 41) sebagai Undangundang (Memori Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1657); 4. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tanda-tanda Kehormatan (Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789); 5. Undang-Undang Nomor 5 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia (Tambahan Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 1790); 6. Undang-Undang Nomor 6 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera (Tambahan Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 1791); 7. Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1958 tentang Penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya Sebagaimana Termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1949 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1807); sebagaimana diberlakukan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No. 1 tahun 1964 (Lembaran Negara tahun 1964 No. 1) tentang perubahan dan tambahan Undang-undang No. 21 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 65) tentang Penetapan menjadi Undang-undang, Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 154) tentang penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1949, menjadi Undang-undang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2667); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959, tentang penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Garuda (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 19), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1811); 9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Penetapan semua Undangundang Darurat dan semua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang sudah ada sebelum tanggal 1 Januari 1961 menjadi Undang-undang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124); 10. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1961 tentang Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkar a (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2290);
16
11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jasa (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2575); 12. Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2636); 13. Undang-Undang Nomor 33 Prps 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2685); 14. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jalasena (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2866); 15. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1968 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 No. 49, Tambahan Lembaran Negara No. 2858) tanda kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci menjadi Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2876); 16. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Swa Bhuwana Paksa (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2878); 17. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2900); 18. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1971 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 1971 tentang Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma menjadi Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2979); 19. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perubahan dan Tambahan Ketentuan Mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan yang Berbentuk Bintang dan tentang Urutan Derajat/Tingkat Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang Berbentuk Bintang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2990); dan 20. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1980 tentang Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3173); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 37 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal …
17
PRESIDEN REPUBLIK INDONESI A,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN . . . NOMOR . . .
18
PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. . . TAHUN. . . TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN I. Umum Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah bentuk penghargaan terhadap orang-orang yang dinilai berjasa terhadap negara. Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah simbol pengakuan negara terhadap jasa orang-orang yang telah mendarma-baktikan hidupnya dan memberikan karya terbaiknya terhadap bangsa dan negara. Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan itu sekaligus merupakan pengakuan dan penghayat an terhadap momentum sejarah, peristiwa ataupun kejadiankejadian penting dalam sejarah hidup berbangsa dan bernegara. Simbol Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menjadi bukti kebesaran sebuah bangsa, sekaligus cermin cita-cita perjuangan hidup bernegara. Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan merupakan penghargaan terhadap setiap warga negara yang mendarmabaktikan dan berjasa dalam mengembangkan, memajukan, memperjuangkan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara demi kejayaan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan oleh negara untuk menumbuhkan kebanggaan, keteladanan, sikap kepahlawanan, dan patriotisme di dalam masyarakat. Perubahan Pasal 15 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas mengamanatkan pembentukan UndangUndang yang mengatur kewenangan Presiden dalam memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan. Perubahan pasal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan agar Presiden dalam memberikan berbagai gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan kepada siapapun (baik warga negara, warga asing, kesatuan, organisasi maupun lembaga) berdasarkan pertimbangan yang obyektif berdasarkan Undang-Undang yang dalam konstitusi kita merupakan dasar hukum kedua setelah UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Praktek pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan oleh Presiden saat ini berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan (2) dan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Drt. Nomor 4 Tahun 1959 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum mengenai Tanda-Tanda Kehormatan (Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789), serta dalam pemberian gelar berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan, Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2685). Praktek pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan selama ini secara detail berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1954 tentang Tanda Kehormatan Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia
19
(Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 85); Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1650) jo.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1959, tentang penetapan Undang-Undang Darurat No.6 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 153), sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1806); Undang-Undang Nomor 70 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1958 tentang Tanda-tanda Penghargaan untuk Anggota Angkatan Perang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 41), sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1657); Undang-Undang Nomor 5 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia (Tambahan Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 1790); Undang-Undang Nomor 6 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera (Tambahan Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 1791); Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1958 tentang Penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagaimana Termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1949 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1807); sebagaimana diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1964 (Lembaran Negara tahun 1964 No. 1) tentang perubahan dan tambahan Undang-undang No. 21 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 65) tentang Penetapan menjadi Undang-undang, Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 154) tentang penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1949, menjadi Undang-undang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2667); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959, tentang penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Garuda (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 19), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1811); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Penetapan semua Undang-undang Darurat dan semua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang sudah ada sebelum tanggal 1 Januari 1961 menjadi Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1961 tentang Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2290); Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jasa (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2575); Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2636); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jalasena (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2866); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1968 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1968
20
(Lembaran Negara Tahun 1968 No. 49, Tambahan Lembaran Negara No. 2858) Tanda Kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci menjadi UndangUndang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2876); Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Swa Bhuwana Paksa (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2878); Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2900); Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1971 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 1971 tentang Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma menjadi Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2979); Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perubahan dan Tambahan Ketentuan Mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan yang Berbentuk Bintang dan tentang Urutan Derajat/Tingkat Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang Berbentuk Bintang (Tambahan Lembaran Negara Nomor 2990); UndangUndang Nomor 10 Tahun 1980 tentang Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3173); Kewenangan untuk memberikan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan itu dijalankan dengan mekanisme konsultasi. Mekanisme yang dimaksud oleh Undang-Undang tersebut adalah bahwa dalam pelaksanaan kekuasaan ini, Presiden diharuskan untuk meminta pertimbangan dari Dewan Menteri dan Dewan Tanda-Tanda Kehormatan lebih dulu sebelum memberikan tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya. Istilah Dewan Menteri dalam Undang-Undang tersebut ditujukan untuk kabinet pemerintahan yang pada masa itu Negara Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer dan secara yuridis berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Apabila diperhatikan lebih lanjut, Undang-Undang Drt. No. 4 Tahun 1959 memberikan kewenangan yang besar kepada Dewan Menteri dan Dewan Tanda-Tanda Kehormatan, di mana pelaksanaan kekuasaan ini tertutup dan terpusat. Setiap warga negara berhak mendapatkan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan sebagai penghargaan negara atas jasa-jasa yang telah didarmabaktikan bagi kejayaan dan tegaknya Negara Republik Indonesia. Pemberian tanda jasa oleh negara dilakukan secara seksama, sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan sikap keteladanan dalam masyarakat. Selama ini ketentuan yang berkaitan dengan pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan terdapat dalam beberapa Peraturan PerundangUndangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia. Untuk menjaga tata tertib dan persamaan dalam cara pemberian dan pemakaian macam-macam gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, serta untuk mewujudkan berbagai tujuan tersebut di atas, maka pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan perlu diatur dalam Undang-Undang yang mewujudkan asas kebangsaan, keteladanan, kehatihatian, obyektif, keterbukaan, kesetaraan, dan keadilan. Ruang lingkup pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah gelar Gelar, Tanda Jasa, dan
21
Tanda Kehormatan yang diberikan melalui Keputusan Presiden kepada warga negara Indonesia atau warga negara asing yang berasal dari sipil, kepolisian maupun militer. Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tersebut dapat berupa Gelar Pahlawan Nasional, Tanda Kehormatan Bintang, Satyalancana, dan Samkaryanugraha, dan/atau Medali. Pengajuan usulan memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ditujukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan merupakan lembaga yang bersifat independen, keanggotaannya diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan meneliti, membahas, dan memverifikasi usulan pemberian dan pencabutan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; mengajukan usulan dan pertimbangan tentang pemberian dan pencabutan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; dan melaporkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada Presiden. Dalam pelaksanaan tugasnya, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibantu oleh Sekretariat. Dengan adanya Undang-Undang yang mengatur pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan oleh Presiden, maka diharapkan pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan tersebut berjalan secara transparan, obyektif, dan dapat dipertanggungjawabkan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan ‘’kebangsaan ’’ adalah bahwa pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan ‘’keteladanan’’ adalah bahwa pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan dilakukan dengan pertimbangan atas integritas moral dan suri tauladan orang yang berhak menerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan terhadap masyarakat. Huruf c Yang dimaksud dengan ‘’kehati-hatian’’ bahwa dalam proses pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan dilakukan dengan kecermatan dan ketelitian kepada orang yang berhak dan memenuhi persyaratan. Huruf d Yang dimaksud dengan ‘’obyektivitas’’ adalah pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan harus didasarkan pada
22
Huruf
Huruf
Huruf
Huruf
pertimbangan yang rasional, murni, tidak memihak, selektif, dan akuntabel. e Yang dimaksud dengan ‘’keterbukaan’’ adalah pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan harus dilakukan secara transparan, terbuka dan dapat dikontrol secara bebas oleh masyarakat luas. f Yang dimaksud dengan ‘’kesetaraan’’ adalah perlakuan yang sama dan sederarajat terhadap siapapun untuk dapat menerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan sesuai syarat-syarat yang telah ditetapkan menurut Undang-Undang maupun Peraturan Perundang-undangan. g Yang dimaksud dengan ‘’keadilan’’ adalah dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. h Yang dimaksud dengan ‘’timbal balik’’ adalah pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan dapat diberikan sebagai ungkapan yang setimpal atau balas jasa menyangkut pemberian penghargaan dengan negara lain.
Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Gelar kepahlawan yang diberikan oleh negara yang mencakup semua jenis gelar pahlawan yang pernah diberikan sebelumnya, seperti; Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan Revolusi, Pahlawan Ampera, dan gelar pahlawan lainnya yang pernah diberikan oleh negara. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud ‘’Medali Kepeloporan’’ adalah tanda jasa yang diadakan untuk memberikan penghargaan atas jasajasa seseorang yang berprestasi dan berjasa luar biasa
23
dalam merintis dan mempelopori kemajuan berbagai bidang kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Huruf b Yang dimaksud ‘’Medali Kejayaan’’ adalah tanda jasa yang diadakan untuk memberikan penghargaan atas jasa-jasa seseorang yang berprestasi dan berjasa luar biasa dalam mengharumkan bangsa dan negara. Huruf c Yang dimaksud ‘’Medali Perdamaian’’ adalah tanda jasa yang diadakan untuk memberikan penghargaan atas jasajasa seseorang yang berprestasi dan berjasa luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan perdamaian yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “Bintang Republik Indonesia” adalah tanda kehormatan tertinggi di antara tanda-tanda kehormatan yang diadakan dengan tujuan untuk memberi kehormatan istimewa kepada seseorang yang berjasa sangat luar biasa guna keutuhan, kelangsungan dan kejayaan negara. Huruf b Yang dimaksud dengan “Bintang Mahaputera” adalah bintang sipil tertinggi sesudah Bintang Republik Indonesia yang diadakan dengan tujuan memberi kehormatan tinggi kepada seseorang yang berjasa luar biasa terhadap nusa dan bangsa di suatu bidang tertentu di luar bidang militer. Huruf c Yang dimaksud dengan “Bintang Parama Dharma” adalah bintang sipil yang derajatnya setingkat di bawah Bintang Mahaputera yang diadakan untuk menghargai dan menghormati budi daya warga negara Republik Indonesia yang melebihi tuntutan kewajibanya dan berjasa besar dalam suatu bidang atau hal tertentu bagi kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara Republik Indonesia.
24
Huruf d Yang dimaksud dengan “Bintang Bhayangkar a” adalah bintang yang diberikan kepada anggota Polri atau sipil yang di bidang tugas-tugas kepolisian menunjukan kemampuannya, kebijaksanaan dan jasa-jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan kepolisian, dan tetap setia serta tidak pernah mengkhianati Republik Indonesia. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan “Bintang Dharma” adalah bintang militer yang dianugerahkan kepada anggota TNI/militer atau sipil yang menyumbangkan jasa bakti yang melebihi panggilan tugasnya sehingga memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan TNI dan negara. Huruf b Yang dimaksud dengan “Bintang Kartika Eka Pakci” adalah bintang yang diberikan kepada anggota TNI Angkatan Darat atau sipil yang di bidang tugas-tugas kemiliteran menunjukan kemampuanya, kebijaksanaan dan jasa-jasa luar biasa melelebihi panggilan tugas tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat, dan tetap setia serta tidak pernah mengkhianati Republik Indonesia. Huruf c Yang dimaksud dengan ‘’Bintang Jalasena’’ adalah bintang yang diberikan kepada anggota TNI Angkatan Laut atau sipil yang di bidang tugas-tugas kemiliteran menunjukan kemampuanya, kebijaksanaan dan jasa-jasa luar biasa melelebihi panggilan tugas tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut, dan tetap setia serta tidak pernah mengkhianati Republik Indonesia. Huruf d Yang dimaksud dengan “Bintang Swa Bhuwana Paksa” adalah bintang yang diberikan kepada anggota TNI Angkatan Udara atau sipil yang di bidang tugas-tugas kemiliteran menunjukan kemampuanya, kebijaksanaan dan jasa-jasa luar biasa melelebihi panggilan tugas tanpa merugikan tugas pokok yang disumbangkan khusus untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Udara, dan tetap setia serta tidak pernah mengkhianati Republik Indonesia. Ayat (4)
25
Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “Satyalancana Karya Satya” adalah penghargaan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berjasa besar dalam menjalankan tugas kenegaraan dalam periode waktu tertentu. Huruf b Yang dimaksud dengan “Satyalancana Jana Utama” adalah penghargaan kepada anggota kepolisian yang telah memberikan darma baktinya yang besar kepada nusa dan bangsa dalam periode tertentu. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “Satyalancana Kesetiaan” adalah tanda penghargaan bagi anggota TNI untuk masa pengabdi an dalam suatu periode waktu tertentu. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “Parasamya Purnakarya Nugraha” adalah penghargaan yang diberikan kepada organisasi masyarakat/organisasi pemerintah Kabupaten/Kota atau Provinsi yang menunjukan karya tertinggi pelaksanaan pembangunan lima tahun dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Huruf b Yang dimaksud dengan “Nugraha Sakanti” adalah penghargaan yang diberikan kepada kesatuan di lingkungan polri yang telah berjasa. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “Samkaryanugraha” adalah penghargaan yang diberikan kepada kesatuan-kesatuan di lingkungan TNI yang
26
telah berjasa dalam suatu operasi militer dan pembangunan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup negara dan bangsa. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “akademisi” adalah pakar sejarah, hukum atau ilmu sosial lain yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c
27
Ruang lingkup tugas merencanakan, mengatur, dan melaksanakan pembinaan kepahlawanan baik di tingkat pusat maupun daerah. Huruf d Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ‘’tugas pembantuan’’ adalah penugasan dari Pemerintah kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan tugas tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ‘’paling sedikit tiga bagian adalah’’ bagian Gelar, bagian Tanda Jasa, dan bagian Tanda Kehormatan. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23
28
Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “meneliti dan mengkaji keabsahan dan kelayakan calon penerima tanda jasa” adalah bahwa data riwayat hidup, riwayat perjuangan, jasa serta tugas negara yang dilakukan calon penerima tanda jasa harus dicrosscheck, baik dengan calon penerima tanda jasa maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas.
29
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...