RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..... TAHUN ......... TENTANG PENELITI DAN PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa untuk mewujudkan tujuan negara yakni melindungi segenap
bangsa
memajukan
dan
seluruh
kesejahteraan
tumpah
umum,
darah
serta
Indonesia,
mencerdaskan
kehidupan bangsa dan menyerasikan tata kehidupan manusia beserta kelestarian fungsi lingkungan hidupnya berdasarkan Pancasila
sebagaimana
diamanatkan
dalam
Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, maka penguasaan, pemanfaatan dan pemajuan ilmu pengetahuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pencapaian tujuan negara; b. bahwa
untuk
menumbuhkembangkan
penguasaan,
pemanfaatan dan pemajuan ilmu pengetahuan, serta untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas Penelitian yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global, perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu
penelitian
berkesinambungan;
secara
terencana
terarah
dan
c. bahwa Peneliti mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang Penelitian dan pemajuan ilmu pengetahuan, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang
tentang
Peneliti
dan
Penelitian
Ilmu
Pengetahuan;
Mengingat
:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 31 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENELITI DAN PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Peneliti adalah seseorang yang mempunyai tanggung jawab dalam penelitian ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang kepakaran dan kompetensi yang diakui oleh peraturan yang berlaku serta dibina oleh lembaga pembina peneliti di Indonesia.
2.
Penelitian Ilmu Pengetahuan yang selanjutnya disebut Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara
sistematis
untuk
memperoleh
informasi,
data
dan
keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian
kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di
bidang
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
serta
menarik
kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3.
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun,
dan
dikembangkan
secara
sistematis
dengan
menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu. 4.
Penyelenggara Penelitian adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, nonpemerintah atau masyarakat yang secara fungsional melakukan tugas dan fungsi dalam kegiatan Penelitian.
5.
Lembaga adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
6.
Masyarakat adalah perseorangan atau kelompok warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan dalam bidang penelitian.
7.
Pemerintah adalah pemerintah pusat.
8.
Pemerintah
daerah
adalah
pemerintah
provinsi,
pemerintah
kabupaten, atau pemerintah kota. 9.
Kode Etika Peneliti adalah kaidah moral bagi Peneliti dalam melaksanakan profesi sebagai Peneliti berkenaan dengan proses Penelitian.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 Undang-Undang ini dilaksanakan berdasarkan asas menjunjung tinggi etika, kebebasan ilmiah, kebenaran ilmiah, dan integritas ilmiah.
Pasal 3 Undang-Undang ini bertujuan: a. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; b. mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing bangsa dan negara; c. memberikan landasan dan kepastian hukum; d. mewujudkan keselamatan dan keamanan; dan e. melindungi negara dan warga negaranya dari dampak negatif yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan Penelitian.
BAB III PENELITI Bagian Kesatu Umum
Pasal 4 Peneliti terdiri dari: a. Peneliti
yang
Pemerintah,
terikat
dengan
pemerintah
penyelenggara
daerah,
perguruan
penelitian tinggi,
pada
maupun
lembaga swasta; dan b. Masyarakat.
Pasal 5 Peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian diwajibkan memiliki bidang kepakaran.
Pasal 6 Untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas peneliti, Lembaga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap peneliti.
Bagian Kedua Kedudukan, Tugas dan Fungsi Peneliti Pasal 7 (1) Peneliti mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
dan
diangkat
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan. (2) Pengakuan
kedudukan
peneliti
sebagai
tenaga
profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat peneliti. (3) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh Lembaga. (4) Perseorangan, organisasi, atau Penyelenggara Penelitian yang tanpa hak dilarang mengeluarkan Sertifikat Peneliti. (5) Ketentuan
mengenai
tata
cara
permohonan
dan
pemberian
Sertifikat Peneliti diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. Pasal 8 Kedudukan
peneliti
sebagai
tenaga
profesional
bertujuan
untuk
melaksanakan penelitian secara independen, bertanggung jawab, dan beretika.
Pasal 9 (1)
Peneliti bertugas: a. menyusun
program
rencana
kegiatan
penelitian
dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau pemikiran ilmiah; c. mengevaluasi hasil penelitian dan/atau pengembangan dan/atau pemikiran ilmiah; d. merumuskan konsep usulan kebijakan nasional berdasarkan hasil penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e. menyusun
Karya
Tulis
Ilmiah
hasil
penelitian
dan/atau
pengembangan iptek dan menerbitkannya; f. mengarahkan,
membimbing,
dan
membina
peneliti
dan
nonpeneliti dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; g. memupuk perkembangan kehidupan ilmiah pada taraf nasional dan internasional; h. menyebarluaskan hasil penelitian dan/atau pengembangan iptek sesuai
bidang
kepakarannya
dengan
memperhatikan
isu
nasional/internasional dan kebutuhan pasar; i. mengikuti secara aktif perkembangan ilmiah pada taraf nasional dan internasional; j. meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang berhubungan dengan tugas dan fungsi serta kepakarannya. (2)
Dalam melaksanakan tugasnya, Peneliti melakukan fungsi: a. mengembangkan ilmu pengetahuan; b. memperkuat kompetensi keilmuwan; c. mewujudkan kemandirian; d. meningkatkan kemampuan; e. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan f.
menumbuhkan
daya
saing
bangsa
dalam
mencapai
kesejahteraan masyarakat.
Bagian Ketiga Prinsip Profesionalitas Pasal 10 (1) Profesi
peneliti
merupakan
bidang
pekerjaan
khusus
yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu penelitian; c. memiliki kejujuran; d. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; dan f.
memiliki
tanggung
jawab
atas
pelaksanaan
tugas
keprofesionalan; (2) Pemberdayaan
profesi
peneliti
diselenggarakan
melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Bagian Keempat Hak dan Kewajiban Peneliti
Pasal 11 (1) Dalam
melaksanakan
tugas
keprofesionalan,
peneliti
yang
bernaung dibawah penyelenggara penelitian berhak: a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; e. memperoleh
dan
pembelajaran
memanfaatkan
untuk
sarana
menunjang
dan
prasarana
kelancaran
tugas
keprofesionalan; f. memperoleh kesempatan untuk mengakses informasi, sarana dan prasarana penelitian; g. memiliki
kesempatan
untuk
berperan
dalam
penentuan
kebijakan penelitian; h. membatasi akses pemberian informasi hasil penelitiannya yang berdasarkan
peraturan
informasi yang dikecualikan;
perundang-undangan
termasuk
i. memperoleh
kesempatan
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; j. memperoleh
pelatihan
dan
pengembangan
profesi
dalam
bidangnya; k. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; l. memperoleh
penghargaan
atas
prestasi
luar biasa
yang
bermanfaat bagi negara; dan/atau m. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; (2) Bagi
masyarakat
dalam
kegiatannya
sebagai
peneliti,
baik
perorangan atau berkelompok, yang tidak berada dalam naungan penyelenggara penelitian mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam huruf k, huruf l, dan huruf m; (3) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
hak
peneliti
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12 (1) Peneliti yang diangkat dalam jabatan peneliti yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah atau lembaga swasta diberi penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai peneliti yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Pasal 13 (1) Di samping penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah
atau
pemerintah
daerah
memberikan
tunjangan
kehormatan kepada profesor riset yang diangkat oleh penyelenggara penelitian Pemerintah atau pemerintah daerah jumlahnya setara 2 (dua) kali gaji pokok.
(2) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
tunjangan
kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14 (1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan
pendidikan,
asuransi
pendidikan,
beasiswa,
dan
penghargaan bagi peneliti, serta pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15 (1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, peneliti berkewajiban: a. menjunjung
tinggi
kebenaran
dan
etika
dalam
kegiatan
Penelitian; b. mengembangkan penelitian dan/atau teknologi sesuai dengan bidang kepakaran; c. meningkatkan kompetensi keilmuwan dengan mencari informasi perkembangan kekinian dalam ilmu pengetahuan dan/atau teknologi; d. menyampaikan informasi dan hasil penelitian melalui media yang sesuai kecuali informasi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk informasi yang dikecualikan; e. menaati semua ketentuan peraturan perundang-undangan; f.
melaksanakan tugas dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
g. memiliki integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, tindakan, dan ucapan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab profesi;
h. melakukan
penelitian
yang
berdampak
secara
langsung
maupun tidak langsung pada penyelesaian permasalahan yang ada di masyarakat, bangsa, dan negara. (2) Peneliti tidak mematuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. Teguran; b. Peringatan tertulis; c. Penurunan Jenjang; d. Pemberhentian dengan hormat; atau e. Pemberhentian dengan tidak hormat.
Bagian Kelima Pengangkatan dan Pemberhentian Pasal 16 Pengangkatan dan penempatan peneliti dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 17 (1) Peneliti yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan aparatur sipil negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan peneliti yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 (1) Syarat untuk dapat diangkat sebagai peneliti pada penyelenggara penelitian: a. cakap, jujur, dan memiliki integritas moral yang tinggi; b. pendidikan minimal Strata 1 (S1) yang dibuktikan dengan ijazah yang dikeluarkan oleh perpenelitian tinggi negeri atau swasta yang telah memperoleh akreditasi dari Kementerian yang berwenang; c. telah lulus pendidikan dan pelatihan teknis profesi peneliti;
d. memiliki jenjang fungsional yang diakui setara dengan peneliti; e. wajib memiliki bidang kepakaran dan kompetensi, yang meliputi pengetahuan dan kecakapan sesuai dengan jenjang jabatannya. (2) Pendidikan dan pelatihan teknis profesi peneliti diselenggarakan oleh Lembaga. (3) Persyaratan
untuk
dapat
diangkat
sebagai
Peneliti
pada
penyelenggara penelitian dan lingkup kompetensi berdasarkan jenjang jabatan peneliti lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Lembaga.
Pasal 19 (1) Peneliti pada Penyelenggara Penelitian dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai peneliti, karena: a. meninggal dunia; b. mencapai batas usia pensiun; c. atas permintaan sendiri; d. sakit
jasmani
dan/atau
rohani
sehingga
tidak
dapat
melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara peneliti dan penyelenggara penelitian. (2) Peneliti dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai peneliti, karena: a. melanggar sumpah dan janji jabatan; b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. (3) Pemberhentian peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Peneliti yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang
diberhentikan
dari
jabatan
sebagai
peneliti,
kecuali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Pasal 20 Pemberhentian peneliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dapat dilakukan setelah peneliti yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan.
Bagian Keenam Jenjang dan Kualifikasi Peneliti
Pasal 21 Jenjang Peneliti merupakan jabatan fungsional peneliti yang terdiri atas lima jenjang dengan standar kompetensi minimal, tanggung jawab dan persyaratan
lainnya
yang
ditentukan
oleh
peraturan
perundang-
undangan. Pasal 22 Jenjang Peneliti, terdiri dari: a. Peneliti Pertama; b. Peneliti Muda; c. Peneliti Madya; d. Peneliti Utama; dan e. Profesor Riset.
Pasal 23 Kualifikasi pengetahuan tiap jenjang Peneliti : 1. Peneliti Pertama harus pengetahuan tentang peraturan jabatan fungsional peneliti dan etika peneliti, konsep ilmu pengetahuan, Hak Kekayaan Intelektual, dan inisiasi penyusunan proposal, pengambilan dan pengolahan data hingga penulisan Karya Tulis Ilmiah.
2. Peneliti Muda, selain memiliki kualifikasi pengetahuan bagi Peneliti Pertama diperlukan tambahan pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan tentang desain riset dan penulisan proposal penelitian teknik kerjasama;
teknik komunikasi dan negosiasi yang baik;
memimpin kelompok dan mampu menulis abstrak makalah ilmiah dalam bahasa Inggris yang baik dan benar. 3. Peneliti Madya, selain memiliki kualifikasi pengetahuan bagi Peneliti Muda
diperlukan
tambahan
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kecakapan tentang kemampuan memotivasi diri sendiri dan orang lain terutama peneliti di bawah bimbingannya serta mampu menulis draft Karya Tulis Ilmiah internasional dalam bahasa Inggris. 4. Peneliti Utama, selain memiliki kualifikasi pengetahuan bagi Peneliti Madya diperlukan tambahan pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan tentang teknik penulisan buku; kebijakan/agenda riset
nasional
yang
akan
diterapkan
dalam
jangka
pendek,
menengah, dan panjang; kerjasama penelitian multi disiplin skala internasional dan mampu menulis Karya Tulis Ilmiah bereputasi internasional. 5. Profesor Riset, selain memiliki kualifikasi pengetahuan bagi Peneliti Utama diperlukan tambahan pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan
menjalin
hubungan/koneksi
ilmuwan skala internasional,
dengan
komunitas
stakeholders/industri/masyarakat
ilmiah baik dalam dan/atau luar negeri.
Bagian Ketujuh Jenjang Peneliti NonPemerintah atau Pemerintah Daerah
Pasal 24 (1) Peneliti
nonPemerintah
atau
pemerintah
daerah
dapat
dipersamakan jenjang penelitinya setelah melalui akreditasi peneliti yang dilakukan oleh penyelenggara penelitian Pemerintah. (2) Ketentuan akreditasi peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Kepala Lembaga.
Bagian Kedelapan Pembinaan dan Pengembangan Pasal 25 (1) Pembinaan dan pengembangan peneliti yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau swasta meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier. (2) Pembinaan dimaksud kompetensi
dan
pengembangan
pada
ayat
kepribadian,
(1)
profesi
meliputi
kompetensi
peneliti
sebagaimana
kompetensi
keilmuwan,
sosial,
kompetensi
dan
profesional. (3) Pembinaan
dan
pengembangan
profesi
peneliti
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional. (4) Pembinaan
dan
pengembangan
karier
peneliti
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Pasal 26 Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier peneliti yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Pasal 27 (1) Pemerintah
dan
mengembangkan
pemerintah kompetensi
daerah
wajib
membina
peneliti
Pemerintah
dan
dan/atau
pemerintah daerah. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian peneliti pada penyelenggara penelitian Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Pasal 28 (1) Beban kerja peneliti mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan penelitian, melaksanakan penelitian, menilai dan mengevaluasi hasil penelitian, membimbing dan melatih
peneliti jenjang di
bawahnya, serta melaksanakan tugas tambahan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang membidangi pendayagunaan aparatur negera, Peraturan Menteri yang membidangi administrasi kepegawaian negara dan/atau dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kesembilan Penghargaan
Pasal 29 (1) Peneliti yang berprestasi dan berdedikasi luar biasa berhak memperoleh penghargaan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau organisasi profesi.
Pasal 30 (1) Penghargaan diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain. (2) Penghargaan
kepada
peneliti
dilaksanakan
dalam
rangka
memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun Lembaga, hari teknologi nasional, dan/atau hari besar lain. (3) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
pemberian
penghargaan
sebagaimana dalam pasal 29 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesepuluh Kode Etika Peneliti Pasal 31 (1) Peneliti wajib mematuhi Kode Etika Peneliti. (2) Kode Etika Peneliti sebagaimana dimaksud ayat (1) dibuat dan ditetapkan oleh Lembaga. (3) Ketentuan mengenai Kode Etika Peneliti diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. Bagian Kesebelas Himpunan Peneliti
Pasal 32 (1) Peneliti membentuk himpunan profesi yang bersifat independen. (2) Himpunan profesi peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh Peneliti. (3) Himpunan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk
memajukan profesi, meningkatkan
kompetensi, karier,
wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada negara. (4) Peneliti wajib menjadi anggota himpunan profesi. (5) Pembentukan himpunan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (6) Himpunan
profesi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
mendapatkan dukungan dan arahan dari Lembaga. (7) Pemerintah
dan/atau
pemerintah
daerah
dapat
memfasilitasi
himpunan profesi peneliti dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi peneliti.
BAB IV PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN
Bagian Kesatu Penyelenggara Penelitian
Pasal 33 Penelitian dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta maupun Masyarakat. Pasal 34 Lembaga melakukan pembinaan terhadap Penyelenggara Penelitian, meliputi: a. pengaturan, yang terdiri dari penentuan norma, standar, pedoman, dan kriteria peneliti dan penyelenggaraan Penelitian. b. pengendalian, yang terdiri dari pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, dan sertifikasi.
Pasal 35 Kredibilitas
dan
kapasitas
Penyelenggara
Penelitian
dengan
memperhatikan: a. kemampuan dalam melaksanakan penelitian sesuai dengan kaidah ilmiah dan sesuai dengan tugas dan fungsi; b. menunjukkan kinerja yang baik dalam bentuk keluaran yang diakui; c. kualitas peneliti yang handal dan kuantitas peneliti yang memadai; d. sarana dan prasarana yang memadai; dan e. diakui dan teregistrasi.
Pasal 36 Penyelenggara Penelitian harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. tugas dan fungsinya adalah melakukan kegiatan penelitian; b. memiliki landasan hukum sendiri atau merupakan unit kerja dari organisasi yang memiliki landasan hukum yang telah ditetapkan;
c. memiliki kebijakan tertulis tentang ruang lingkup kegiatan penelitian ilmu pengetahuan; d. memiliki sumber daya (sarana dan prasarana, sumber daya manusia peneliti sesuai dengan ruang lingkup penelitiannya); e. memiliki akses terhadap informasi ilmiah yang cukup; dan f.
memiliki hasil penelitian ilmiah yang diakui.
Pasal 37 (1) Penyelenggara Penelitian yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 mendapat Sertifikasi Penyelenggara Penelitian. (2) Setiap
Penyelenggara
Penelitian
wajib
memiliki
Sertifikasi
Penyelenggara Penelitian. (3) Sertifikasi Penyelenggara Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Lembaga. (4) Perseorangan, organisasi, atau Penyelenggara Penelitian yang tanpa hak dilarang mengeluarkan Sertifikat Penyelenggara Penelitian. (5) Ketentuan
mengenai
tata
cara
permohonan
dan
pemberian
Sertifikasi Penyelenggara Penelitian diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedua Penelitian oleh Penyelenggara Penelitian Asing
Pasal 38 (1) Penyelenggara penelitian asing yang bukan berbadan hukum Indonesia
atau
bukan
berkewarganegaraan
Indonesia
dapat
menyelenggarakan penelitian di wilayah Indonesia. (2) Penyelenggaraan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin dari Pemerintah. (3) Ketentuan penyelenggaraan penelitian oleh asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 39 Peneliti asing yang melaksanakan penelitian di Indonesia berhak memperoleh perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 40 Pemerintah penyelenggara
menyediakan penelitian
insentif asing
dan/atau
dalam
bentuk
penghargaan perizinan,
bagi
fasilitas
dan/atau keringanan pajak. Pasal 41 Peneliti asing dalam melakukan penelitian di Indonesia berkewajiban: a. hasil penelitian harus memberi manfaat untuk negara Indonesia; b. proses atau kegiatan penelitian harus dilaksanakan di Indonesia; c. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. penyelenggara
penelitian
asing
harus
mempekerjakan
peneliti
Indonesia paling sedikit 50% dari jumlah peneliti asing dan mencantumkan nama mereka di dalam setiap keluaran yang dihasilkan dalam kegiatan penelitian bersama tersebut. e. melakukan transfer keahlian dan ilmu pengetahuan. f.
wajib simpan data primer hasil penelitian ilmu pengetahuan paling sedikit selama 5 (lima) tahun.
g. memberikan pembagian keuntungan secara proporsional sesuai dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. h. pemindahan atau pengalihan material lokal dalam bentuk fisik dan/atau digital harus dengan perjanjian pengalihan material (material transfer agreement).
Bagian Ketiga Pengalihan Material Pasal 42 (1) Pengalihan material merupakan proses pemindahan spesimen lokal Indonesia dari dan/atau ke luar wilayah Indonesia yang dilakukan untuk tujuan penelitian; (2) Yang termasuk material adalah sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, pengetahuan tradisional, dan produk turunannya. Pasal 43 Pengalihan
dan
komersialisasi
material
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan;
Pasal 44 Perjanjian pengalihan material, meliputi: a. hak publikasi atas informasi yang berkenaan dengan material; b. kepemilikan; c. pembagian tanggung jawab atas kemungkinan timbulnya material yang berbahaya; d. kepemilikan
atas
invensi-invensi
baru
yang
dihasilkan
dari
penggunaan material; e. pembagian keuntungan (benefit sharing) atas invensi-invensi baru yang dihasilkan dari penggunaan material.
Bagian Keempat Kerja Sama Penelitian
Pasal 45 Kerja sama penelitian dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian dan kemudahan akses penelitian.
dan mobilitas antar Penyelenggara
Pasal 46 Kerja sama penelitian ilmu pengetahuan harus memberi manfaat dan saling menguntungkan bagi para pihak.
Bagian Kelima Sumber Daya Penelitian
Pasal 47 Sumber daya penelitian terdiri dari Pembiayaan, Sarana dan prasarana. Pasal 48 Pembiayaan penelitian dapat bersumber dari negara, swasta, lembaga donor, swadaya masyarakat lokal maupun asing.
Pasal 49 (1) Pemerintah melaksanakan dan memajukan kegiatan penelitian dengan menyediakan anggaran belanja penelitian, sumber daya manusia, fasilitas, dan lingkungan yang kondusif (2) Pemerintah terhadap
melaksanakan lembaga
monitoring,
penyelenggara
evaluasi
kegiatan
dan
validasi
Penelitian
Ilmu
Pengetahuan. (3) Anggaran belanja penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar 1% dari PDB.
Pasal 50 Penyediaan sarana dan prasarana penelitian dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan/atau para pihak yang melakukan kerja sama.
Bagian Keenam Hasil Penelitian Pasal 51 (1) Hasil Penelitian dapat berupa karya tulis ilmiah, kajian kebijakan, hak kekayaan intelektual, produk, komunikasi pendek, publikasi ilmiah, monografi, dan lain-lain; (2) Hasil penelitian yang berupa karya tulis ilmiah
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan oleh Lembaga. Pasal 52 (1) Peneliti wajib mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya kecuali dinyatakan bersifat rahasia. (2) Publikasi ilmiah harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Lembaga.
Pasal 53 Peneliti dan/atau Penyelenggara penelitian Ilmu Pengetahuan wajib melakukan diseminasi hasil penelitiannya, kecuali hasil penelitian yang bersifat rahasia.
Bagian Ketujuh Hak Kekayaan Intelektual Hasil Penelitian
Pasal 54 (1) Hak atas kekayaan intelektual hasil penelitian dilindungi oleh hukum. (2) Perlindungan
hak atas
kekayaan
intelektual hasil penelitian
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Hak Kepemilikan Hasil Penelitian Pasal 55 (1) Hak
kepemilikan
atas
hasil
penelitian
yang
dibiayai
oleh
penyandang dana menjadi hak milik penyandang dana. (2) Hak
kepemilikan
atas
hasil
penelitian
yang
dibiayai
oleh
Pemerintah, pemerintah daerah atau swasta menjadi hak milik Pemerintah, pemerintah daerah atau swasta . Pasal 56 Hak kepemilikan atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dapat dikecualikan apabila ditentukan lain oleh pihak-pihak yang memperjanjikan dengan perjanjian tertulis.
BAB V KETENTUAN PIDANA
Pasal 57 Perseorangan, organisasi, atau Penyelenggara Penelitian yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dan/atau Pasal 37 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58 Orang, organisasi atau Penyelenggara Penelitian yang belum mempunyai Sertifikat baik Peneliti maupun Penyelenggara Penelitian, sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap dapat melakukan Penelitian dan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu ) tahun harus menyesuaikan dengan Undang-Undang ini.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59 Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal ...... ................ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ...... ................ 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR ....
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENELITI DAN PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN
I.
UMUM Seperti diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan nasional negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, penelitian ilmu pengetahuan merupakan faktor yang sangat menentukan, khususnya di era milenium saat ini, diyakini penelitian ilmu pengetahuan merupakan modal utama untuk meningkatkan peradaban suatu bangsa. Meski tidak secara eksplisit masalah penelitian ilmu pengetahuan tercantum dalam UUD 1945, di era milenium dewasa ini penelitian ilmu pengetahuan
merupakan
bagian
utama
dalam
mendukung
perekonomian nasional berbasis daya saing yang bersumber dari kompetensi dan inovasi ilmu pengetahuan. Penelitian ilmu pengetahuan juga menjadi komponen utama dari sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Oleh karena itu, penelitian ilmu pengetahuan menjadi landasan utama dalam peningkatan daya saing bangsa melalui kegiatan dan luarannya, serta peningkatan kompetensi sumber daya manusia Indonesia melalui pelakunya yaitu para peneliti. Meskipun pemerintah telah memiliki peraturan tentang kumpulan pakar yang memberikan arahan tentang ilmu pengetahuan seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1990 tentang Akademi Ilmu
Pengetahuan
Indonesia
dan
mengenai
sistem
kelembagaan
penelitian seperti yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Namun demikian, produk hukum itu lebih mengatur terhadap kumpulan pakar dan sistem kelembagaan penelitian yang terlibat didalamnya, bukan mengatur dan bahkan tidak menyebut sama sekali keberadaan dan pentingnya Peneliti penggerak
utama
Penelitian
Ilmu
Pengetahuan.
sebagai
Padahal
untuk
menciptakan diskoveri, invensi, dan inovasi dalam segala bidang ilmu pengetahuan
(sosial
dan
kemanusiaan,
alam,
kebumian,
hayati,
keteknikan dan pengukuran) diperlukan cakupan yang lebih luas yang mengatur tentang Peneliti dan Penelitian Ilmu Pengetahuan. Ketertinggalan
peneliti
Indonesia
dalam
penguasaan
ilmu
pengetahuan melalui penelitian ilmu pengetahuan perlu pemecahan yang
mendasar.
Indonesia
pengetahuan oleh peneliti
harus
memandang
penguasaan
ilmu
sebagai aset kesejahteraan (welfare asset)
dan sebagai investasi bukan merupakan pos pengeluaran. Optimisme perubahan cara pandang itu dipercaya akan mendukung pencapaian target Indonesia sebagai salah satu negara maju dalam kelompok 5 negara besar dengan pendapatan perkapita US$ 18.000 pada tahun 2030, yang didukung oleh jumlah peneliti berpendidikan S3 sebanyak 60.000 orang (dari total peneliti yang diharapkan sebanyak 200.000 dari total penduduk Indonesia) dan belanja litbang 1% PDB. Untuk mencapai posisi terhormat ini secara kuantitatif Indonesia memerlukan langkah terobosan dengan cara membuat pelipatan jumlah peneliti maupun intensitas
kegiatan
memberlakukan
penelitian
Undang-Undang
ilmu Peneliti
pengetahuan, dan
Penelitian
dengan Ilmu
Pengetahuan. Di lain sisi, saat ini Indonesia belum memiliki regulasi yang mencakup profesi peneliti serta kegiatan penelitian ilmu pengetahuan. Penguatan dan pengaturan profesi peneliti, serta tata kelola penelitian ilmu pengetahuan mutlak diperlukan untuk mendorong, meningkatkan serta menjamin keberlangsungan proses pencarian kebaruan ilmu pengetahuan yang menjadi dasar munculnya beragam inovasi untuk kemajuan kehidupan sosial dan ekonomi bangsa ke depan.
Belum
berfungsinya
secara
optimal
peran
peneliti
dan
hasil
penelitian ilmu pengetahuan dalam proses pembangunan ekonomi bangsa Indonesia, lebih disebabkan karena dua hal. Pertama, karena rendahnya kualitas dan kuantitas peneliti beserta hasil penelitian ilmu pengetahuan. Kedua, karena belum adanya kekuatan hukum yang memayungi seluruh mekanisme penyelenggaraan kegiatan penelitian ilmu pengetahuan maupun peneliti yang dapat diacu. Atas dasar pemikiran inilah, maka diperlukan adanya Rancangan Undang-Undang tentang Peneliti dan Penelitian Ilmu Pengetahuan. II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...