Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
RANCANGAN PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG DI AREA TIMBUNAN Q03 SITE LATI Muhammad Sonny Abfertiawan (1), Firman Gunawan(2) , Ria Irene Vince (1), dan Rudy Sayoga Gautama (1), (1) Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung (2)AMD Superintendent, PT. Berau Coal
Abstrak Disposal Q03 merupakan area penimbunan overburden Pit East yang berada di sub-catchment A9 Sungai Ukud. Simulasi melalui pendekatan catchment area menunjukan bahwa sub-catchment A9 memiliki beban keasaman yang tinggi. Perancangan sistem penyaliran di Disposal Q03 bertujuan untuk melakukan pengelolaan aliran air permukaan atau limpasan sehingga aliran air dapat terkontrol dengan baik. Hal ini dapat mengurangi dampak erosi yang dapat menggerus material disposal yang dapat menyebabkan interaksi material sulfida, air dan oksigen. Sistem penyaliran akan diintegrasikan dengan sistem pengolahan air asam tambang yakni menggunakan limestone channel. Disain sistem penyaliran terintegrasi ini dapat mengurangi dampak timbulnya air asam tambang di area disposal. Upaya pengelolaan AAT di Disposal Q3 merupakan bagian dari upaya pengembangan pengelolaan AAT melalui pendekatan catchment area. Pendekatan catchment area dapat memperlihatkan pengaruh setiap sub-catchment area terhadap aliran sungai. Pendekatan ini diharapkan dapat diintegrasikan kedalam proses perencanaan penambangan. Karakteristik catchment area merupakan pertimbangan yang penting dalam perencanaan penambangan terutama dalam penentuan lokasi dan disain penimbunan batuan penutup. Kata kunci: aat, timbunan, sistem penyaliran
1. Pendahuluan Pemanfaatan batubara sebagai sumber kebutuhan energi nasional Indonesia akan semakin meningkat hingga 30% dari total persentase sumber energi di tahun 2025 (Dewan Energi Nasional, 2006). Laju produksi batubara nasional mencapai 310 juta pada tahun 2010 dan diprediksi akan meningkat menjadi 340 juta ton pada tahun 2011. Permasalahan air asam tambang merupakan isu utama yang sering muncul dari kegiatan pertambangan. Pemerintah dalam regulasi yang telah dikeluarkan yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 memberikan kewajiban kepada pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk menerapkan kaidah teknik penambangan yang baik serta mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan (Pasal 95, a dan e). Permasalahan air asam tambang masih terjadi di banyak pertambangan batubara, sebagai contoh nilai pH air yang rendah di kolam bekas pit penambangan (Coal Pit Lake) di Kalimantan Selatan (Rahmawati & Gautama, 2010; Saputri & Gautama, 2010) dan nilai pH yang rendah di Sungai Ukud yang terkontaminasi oleh air asam tambang di Site Lati, Kalimantan Timur (Abfertiawan, 2010). Sungai Ukud merupakan sungai yang mengalir di Site Lati yang terindikasi terkontaminasi oleh air asam tambang dari kegiatan penambangan aktif dan daerah penimbunan. Nilai pH Sungai Ukud berada pada kisaran 3-4,5. Daerah tangkapan Sungai Ukud terdiri dari 48.6% daerah terganggu (pit dan timbunan) and 51.4% daerah asli. Pencegahan melalui enkapsulasi dengan memanfaatkan material tidak berpotensi membentuk asam (Non Acid Forming / NAF) sulit dilakukan dikarenakan
13
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
keterbatasan material tersebut. Secara umum persentase volume litologi NAF yang menyusun Site Lati adalah 30% dan persentase volume overburden litologi PAF adalah 70% dari total overburden.
Gambar 1 Konsep Dasar Pendekatan Catchment Area
2. Konsep Pendekatan Catchment Area Pertambangan batubara permukaan (surface coal mining) secara umum meliputi kegiatan penggalian dan penimbunan batuan penutup (overburden) baik out pit dump maupun in pit dump. Pit penambangan merupakan daerah yang tidak dapat dihindari dari potensi pembentukan AAT yang berasal batuan pada dinding pit. Sehingga upaya yang dapat dilakukan hanyalah dengan melakukan pengolahan. Air yang masuk kedalam pit penambangan dikumpulkan dalam kolam di lantai tambang (pit sump). Air tersebut lalu dipompakan keluar dari pit untuk dilakukan proses pengolahan. Selain dari pit penambangan, area disposal batuan penutup juga berpotensi untuk membentuk AAT terutama disposal yang belum final. Disposal yang telah final juga berpotensi dapat membentuk air asam tambang jika proses pengelolaan batuan penutup yakni pemisahan material PAF dan NAF tidak dilakukan. Pembentukan AAT dari area penambangan, baik pit maupun disposal, jika tidak dilakukan upaya pengelolaan dan pengolahan akan mengalir menuju aliran sungai. Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas aliran sungai. Kualitas aliran sungai di hulu sangat dipengaruhi oleh kualitas aliran dari setiap aliran di sub-catchment melalui proses pencampuran dan atau dilusi. Ini adalah dasar dari konsep pengelolaan AAT melalui pendekatan catchment area. Dengan memahami potensi pembentukan AAT, maka proses dan resiko di setiap site atau sub-catchment area dapat
14
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
disimulasikan dan langkah-langkah yang tepat dan biaya yang efektif untuk mengendalikan AAT dapat dilakukan. Lihat Gambar 1.
3. Pengelolaan AAT di Sub-catchment A9 – Disposal Q03 Disposal Q03 terletak di salah satu bagian dari sub-catchment Sungai Ukud yakni sub-catchmnet A9 (Gambar 2) dengan luas area 188,79 Ha yang merupakan area penimbunan dari penambangan Pit East. Luas area terganggu mencapai 90% luas total atau 169,94 Ha. Daerah tangkapan ini memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan air asam tambang dengan debit aliran limpasan yang besar masuk ke dalam badan air Sungai Ukud.
Catchment Ukud Site Lati PT. Berau Coal
A1
Keterangan:
A9
A4
Batas DAS
A5
Sungai Ukud Titik Pengambilan Sample
A7
A2
Ketinggian Tinggi : 140
A10 Rendah : -40
A8 A6
Sumber: Data Topografi per Mei 2010, PT. Berau Coal
Laboratorium Lingkungan Teknik Pertambangan ITB
Gambar 2. Catchment Sungai Ukud dan Titik Pengambilan Sampel Geokimia Batuan Pengambilan sampel batuan dilakukan untuk mengetahui distribusi karakteristik batuan melalui uji statik. Terdapay 27 titikm sampel yang tersebar di area timbunan serta badan Sungai Ukud. Hasil uji statik sampel bagian atas pada daerah timbunan menunjukan 11 sampel dikategorikan sebagai PAF, 1 sampel merupakan material NAF, 2 sampel dikategorikan uncertain dengan kecenderungan PAF, dan 1 sampel lainnya dikategorikan uncertain dengan kecenderungan NAF. Sedangkan dari hasil uji statik pada 4 sampel bagian bawah yang dipilih disimpulkan bahwa 2 sampel merupakan material PAF, 1 sampel merupakan material NAF, dan 1 sampel lainnya uncertain dengan kecenderungan NAF. Karakteristik geokimia dari hasil uji statik pada sampel bagian atas dan bagian bawah pada titik pengambilan sampel yang sama tidak selalu menghasilkan hasil yang sama. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa persebaran material pada area timbunan maupun badan sungai yang berada pada subcatcment A9 ini tersebar secara tidak merata dan sebagian besar lapisan tanah penutupnya merupakan material PAF yang berpotensi menghasilkan air asam.
15
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
Area timbunan Q3 dibagi menjadi 13 segmen berdasarkan analisis subcatchment, topografi, serta arah aliran air limpasan. Kemiringan area timbunan Q3 dianalisis berdasarkan pembagian masingmasing segmen yang telah ditentukan. Kemiringan total rata-rata timbunan adalah sekitar 18%. Kondisi kemiringan pada seluruh segmen tidak sama, beberapa segmen kemiringan timbunan di bawah 10%, namun pada beberapa segmen lainya kemiringan total timbunan di atas 30%. Kemiringan total timbunan seharusnya tidak lebih dari 15% untuk mencegah terjadinya longsor atau pun erosi yang dapat menggerus lapisan tanah untuk reklamasi maupun enkapsulasi.
4. Dasar Perencanaan Sistem Penyaliran Terintegrasi Penampang saluran yang akan dirancang adalah berbentuk trapesium dengan asumsi bahwa penampang dengan bentuk ini memiliki luas penampang basah yang realif lebih besar serta pembuatan yang relatif lebih sederhana dibanding bentuk saluran lainnya. Material yang menjadi pembentuk saluran adalah material setempat sehingga tidak memerlukan banyak material tambahan. Harga koefisien manning untuk material saluran diasumsikan sebesar 0.025. Saluran dirancang memiliki freeboard sebesar 0.15 m. Ukuran ini diharapkan dapat menanggulangi kemungkinan terjadinya debit limpasan yang melebihi debit rencana yang telah dihitung. Grade saluran didisain sebesar 1%-3%, namun akan disesuaikan berdasarkan elevasi pada tinjauan peta topografi serta kecepatan maksimum yang diperbolehkan untuk meminimalisasi terjadinya erosi. Nilai debit rencana dihitung dengan menggunakan metode rasional berdasarkan intensitas hujan harian rencana sebesar 105,97 mm. Persamaan yang digunakan dalam perencanaan dimensi saluran sistem penyaliran yakni : Q =
1 2 / 3 1/ 2 R S A n
Sifat – sifat penampang trapesium: 𝜃 = 600 z = R=
1 3
h
;B=2
z 2 + 1 − z ; A = [B + zh]h ;
A . P
Dimana : Q = Debit Limpasan Rencana ; R = Jari-jari Hidraulik ; R= Jari-jari Hidraulik ; B = Lebar Saluran Dasar ; A = Luas Penampang ; h = Tinggi Saluran Basah ; fb = Free Board ; H = Tinggi Saluran ; L = Lebar Saluran P = Keliling Basah Saluran
5. Perencanaan Sistem Penyaliran Terintegrasi Dalam perancangan, area disposal Q03 dibagi menjadi 4 segmen utama dan 13 sub-segmen berdasarkan analisa pola aliran sehingga dapat ditentukan volume tangkapan air setiap segmen dan sub-segmen (Lihat Tabel 1 dan Gambar 3). Segmentasi ini bertujuan untuk membagi area pada disposal sehingga diperoleh debit aliran tiap segmen untuk mendisain dimensi saluran. Hasil perhitungan lengkap debit dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4.
16
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
Gambar 3. Pembagian Segmen dan Pola Aliran di Disposal Q03 Tabel 1. Pembagian Segmen Pada Area Penelitian Areal UP-A1 UP-A2 UP-B MD-A MD-B1 MD-B2 BT-A BT-B1 BT-B2 SD-A SD-B SD-C Kaki Disposal TOTAL
Luas 2
(m ) 34.946,2208 41.517,0644 21.847,3569 3.926,6333 7.733,1321 33.451,5684 9.994,2368 16.709,1839 12.660,0216 55.366,8645 121.032,6677 102.805,0821 48.798,8897 510.788,9222
Ha 3,49 4,15 2,18 0,39 0,77 3,35 1,00 1,67 1,27 5,54 12,10 10,28 4,88 51,08
17
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
UP-B Q = 0.18 m3/s
UP-A1 Q = 0.29 m3/s
Saluran 1
Saluran 2
MD-B1 Q = 0.06 m3/s
MD-A Q = 0.03 m3/s
Saluran 2
Saluran 1
Drop Structure B
Saluran 1
Drop Structure A
MD-B2 Q = 0.27m3/s
UP-A2 Q = 0.34 m3/s
Saluran 2
Q = 0.51 m3/s BT-B2 Q = 0.10 m3/s
BT-A Q = 0.08 m3/s
BT-B1 Q = 0.14 m3/s
Saluran 3 SD-B Q = 0.99m3/s
Q = 1.49 m3/s
SD-C Q = 0.45 m3/s
SD-A Q = 0.45 m3/s
SD-D Q = 0.84 m3/s
Saluran 5 Q = 2.28 m3/s Saluran 4
Kolam Penampung Q = 4.22
Q = 1.94 m3/s Saluran 4
m3/s
WMP 5
Gambar 4. Arah Aliran Air pada Timbunan
Tabel 2. Rekapitulasi Perhitungan Seluruh Dimensi Saluran Terbuka Area Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 DS A DS B
Q m3/s 0,40 0,32 0,97 2,65 0,98 0,60 1,69
R m 0,17 0,17 0,27 0,46 0,27 0,22 0,37
B m 0,61 0,61 0,96 1,65 0,96 0,78 1,30
A m2 0,28 0,28 0,70 2,09 0,70 0,47 1,30
h m 0,35 0,35 0,55 0,95 0,55 0,45 0,75
fb m 0,11 0,11 0,17 0,29 0,17 0,14 0,23
H m 0,46 0,46 0,72 1,24 0,72 0,59 0,98
L m 1,01 1,01 1,59 2,75 1,59 1,30 2,17
P m 1,66 1,66 2,61 4,50 2,61 2,13 3,56
V m/s 1,19 0,96 1,19 1,09 1,20 1,10 1,11
Dimensi Saluran Hasil kajian menghasilkan disain lima saluran terbuka yakni saluran 1 (panjang 800 m, lebar 0,61 m, tinggi 0,46 m), saluran 2 (panjang 580 m, lebar 0,61 m, tinggi, 0,46 m), saluran 3 (panjang 700 m, lebar 0,96 m, tinggi, 0,72 m), saluran 4 (panjang 580 m, lebar 1,65 m, tinggi, 1,24 m), saluran 5
18
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
(panjang 580 m, lebar 0,96 m, tinggi 0,72 m). Selain itu direncanakan terdapat dua buah drop structure dengan dimensi: drop structure 1 (panjang 120 m, lebar 0,78 m, tinggi 0,59 m) drop structure 2 (panjang 180 m, lebar 1,30 m, tinggi, 0,98m). m3. Hasil perhitungan lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 5. Rancangan Sistem Penyaliran Dibutuhkan dua lokasi untuk pembuatan culvert. Pada inlet culvert 2 akan dibuat kolam penampung yang mampu menampung air dengan volume 5.667 m3 sedangkan pada outlet culvert 2 akan dibuat kolam penampung yang mampu menampung air dengan volume 9.076,88. Rancangan sistem penyaliran dapat dilihat pada Gambar 5. Sistem Limestone Channel pada Saluran Limestone channel akan dibuat pada lokasi setelah outlet culvert 2. Perancangan konseptual sistem limestone channel dilakukan berdasarkan hasil kajian simulasi reaksi geokimia. Limestone channel didisain dengan mengasumsikan penggunaan kapur CaCO3 (persen calcite 50%), asumsi waktu tinggal (td) sebesar 1 jam, debit aliran 2,65 m3/detik, dan kemiringan saluran 2%. Hasil kajian konseptual diperoleh bahwa limestonne channel harus dibangun dengan panjang saluran sebesar 415 meter, lebar saluran 3 meter, kedalaman aliran 0,38 meter, dan kedalaman saluran 1 meter.
19
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
6. Diskusi Sungai Ukud merupakan aliran sungai di Site Lati yang terkontaminasi oleh AAT yang berasal dari pit penambangan aktif dan daerah disposal overburden. Hal ini mendorong untuk dilakukannya upaya-upaya perbaikan peningkatan kualitas aliran Sungai Ukud. Pengelolaan AAT melalui pendekatan catchment area adalah upaya yang saat ini sedang dikembangkan. Dalam metode pendekatan ini, berbagai alternatif simulasi telah dilakukan untuk melihat perilaku peningkatan kualitas aliran Sungai Ukud dengan tujuan untuk menentukan langka-langkah mitigasi yang tepat, efektif dan efisien. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sub-catchment A9 adalah salah satu sub-catchment yang memiliki beban keasaman tertinggi dibandingkan sub-catchment lainnya. Oleh karena itu, subcatchment A9 menjadi prioritas dalam penanganan AAT di Sungai Ukud. Disposal Q03 merupakan bagian dari sub-catchment A9. Sistem penyaliran yang terintegrasi dengan sistem pengolahan pasif dilakukan untuk mengurangi beban keasaman sebelum masuk ke badan Sungai Ukud. Prinsip perancangan sistem penyaliran yakni melakukan pengelolaan aliran air untuk mengurangi erosi dan kontak terhadap material sulfida serta melakukan pengolahan AAT di hilir rancangan penyaliran.
7. Kesimpulan Dispoal Q03 yang menjadi bagian dari sub-catchment A9 menjadi prioritas untuk ditangani karena memiliki beban keasaman yang tinggi. Perancangan sistem penyaliran terintegrasi diharapkan dapat meminimalkan dampak erosi, kontakterhadap material sulfida, mengolah dan meningkatkan kualitas aliran air sebelum masuk ke Sunga Ukud. Pengelolaan sub-catchment A9 melalui Disposal Q03 merupakan bagian dari pengembangan metode pengelolaan air asam tambang melalui pendekatan catchment area. Pendekatan ini juga diharapkan dapat diintegrasikan pada saat perencanaan penambangan. Karakteristik catchment area menjadi pertimbangan yang penting dalam penentuan disain penambangan terutama dalam penentuan area penimbunan untuk mengurangi resiko pembentukan AAT.
8. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada PT. Berau Coal atas dukungan penuh dalam melaksanakan penelitian ini.
9. Referensi Abfertiawan M.S., Acid Mine Drainage Management Using Catchment Area Approach, Thesis, June 2010, Bandung (in Bahasa Indonesia) Kurniawan, Anang. 2011. Tugas Akhir. Analisis Peningkatan Kualitas Air Limpasan Pada Disposal Dengan Menggunakan PHREEQC Geochemical Modelling. Bandung, Indonesia: Program Studi Teknik Pertambangan ITB. Lee Ji-Eun & Kim Yeongkyoo, A quantitative estimation of the factors affecting pH changes using simple geochemical data from acid mine drainage, Environment Geology 55:65–75, SpringerVerlag 2008
20
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4 Bandung, 7-8 Februari 2012
Rahmawati, A.F. & Gautama, R.S., Back Analysis of Water Quality Forming in Pit Lakes of Coal Mine in Indonesia, Proceedings of International Symposium on Earth Science and Technology, December 7-8, 2010, Kyushu University, Fukuoka, Japan, pp. 241-246 Saputri, E.K.E. & Gautama, R.S., Prediction of Water Chemistry in Pit Lakes of Coal Mining, Indonesia, Proceedings of International Symposium on Earth Science and Technology, December 7-8, 2010, Kyushu University, Fukuoka, Japan, pp. 235-240 Vince, Irene Ria. 2011. Rancangan Sistem Penyaliran di Area Timbunan Q3 Site Lati PT. Berau Coal, Provinsi Kalimantan Timur. Bandung, Indonesia: Program Studi Teknik Pertambangan ITB.
21