RANCANG BANGUN SISTEM IRIGASI PIPA OTOMATIS LAHAN SAWAH BERBASIS TENAGA SURYA
SUDIRMAN SIRAIT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015 Sudirman Sirait NIM F451130011
RINGKASAN SUDIRMAN SIRAIT. Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya. Dibimbing oleh Satyanto K. Saptomo dan M. Yanuar J. Purwanto. Kondisi sumberdaya air yang terbatas dan telah mengalami gangguan akibat perubahan iklim serta adanya degradasi lingkungan menyebabkan kebutuhan air untuk kepentingan pertanian semakin kompetitif. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air tanaman. Masalah kekurangan atau kelebihan air akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum. Mengatasi masalah kekurangan air untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi diperlukan penerapan teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien, sehingga penggunaan air irigasi per satuan berat produk budidaya pertanian yang dihasilkan semakin kecil. Salah satu teknik pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien adalah menjaga tinggi muka air di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan. Untuk itu, sistem irigasi pipa yang memanfaatkan teknologi otomatis berbasis tenaga surya menjadi satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi irigasi pipa otomatis dengan acuan kendali tinggi muka air di lahan sawah untuk pengaturan rotasi kran air elektris Valworx 561086 sebesar 90 dan melakukan pengujian pada jaringan irigasi sistem perpipaan di lahan sawah. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan sistem kontrol otomatis untuk menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dan perancangan sistem perpipaan untuk jaringan irigasi otomatis di lahan sawah. Teknologi irigasi otomatis dapat digunakan untuk mempermudah pengaturan tinggi muka air di lahan sawah, meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisiensi tenaga kerja. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan IPB Desa Cikarawang Dramaga Bogor. Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu analisis sistem, perancangan sistem kontrol otomatis dan jaringan irigasi sistem perpipaan, pengujian dan percobaan lapang, serta analisis hasil percobaan lapang. Nilai tinggi muka air di lahan sawah diatur antara 0 cm dan 5 cm sebagai setpoint bawah dan atas untuk acuan dalam menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086. Rancangan jaringan irigasi sistem perpipaan dilakukan pada lahan sawah berukuran 52 x 17 m, dan sistem irigasi gravitasi dengan beda tinggi elevasi dari reservoir ke lahan sebesar 50 cm. Pipa utama berdiameter 6 inchi mengalirkan air ke pipa manifold berdiameter 3 inchi yang merupakan outlet irigasi. Pada pipa manifold dilengkapi dengan kran air elektris Valworx 561086 yang dikendalikan dengan sistem kontrol otomatis. Pada percobaan lapang dilakukan pengujian dan implementasi sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi perpipaan di lahan sawah selama 7 hari secara kontinyu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kontrol otomatis dapat mengontrol sistem aktuasi kran air elektris dengan menggunakan mikrokontroler pada setpoint yang diinginkan. Sistem mikrokontroler membatasi durasi waktu untuk pengaturan buka – tutup kran air elektris selama 300 detik dengan rotasi
90 yang dapat menghemat penggunaan daya baterai sebesar 22.2 Watt. Sistem kontrol otomatis sepenuhnya didukung oleh energi surya yang terdiri dari panel surya, charge controller dan baterai, dan dapat beroperasi 24 jam tanpa pengawasan oleh operator. Rata-rata waktu buka katup irigasi adalah 80.67 menit dengan debit rata-rata sebesar 0.29 m3/menit. Total aplikasi irigasi yang diberikan selama percobaan setara dengan 37.54 cm. Rata-rata durasi waktu untuk penurunan tinggi muka air (water level) dari tinggi puncak sampai ke permukaan tanah adalah 112.36 menit. Sistem irigasi otomatis dapat mengoperasikan kran irigasi berdasarkan informasi water level di lahan sawah. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi pipa lahan sawah dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisien tenaga kerja. Kata kunci: Irigasi otomatis, irigasi pipa, sawah, setpoint, tinggi muka air
SUMMARY SUDIRMAN SIRAIT. Design of Automatic Pipe Irrigation System in Paddy Field Based on Solar Power. Supervised by Satyanto K. Saptomo dan M. Yanuar J. Purwanto. The limited water resources and the disturbance caused by climate change and environmental degradation led to the increasing of water need for agricultural purposes. This condition can cause an imbalance between supply and demand of water requirement to plants. The problem of shortage or excess water will cause the plants can not grow and produce in the optimum condition. Overcoming the problem of water shortage to increase the productivity and efficiency of irrigation water use is required for irrigation management technology implementation effective and efficient, so that the use of irrigation water per unit weight agricultural cultivation resulting product is getting smaller. One of the technology to make effective and efficient irrigation is by maintaining the water levels in the paddy field, as desired. Therefore, the design of automatic pipe irrigation system in paddy field based on solar power can become an alternative to increasing the productivity and efficiency of irrigation water use in paddy fields. The aims of this research are to design an automatic pipe irrigation system for paddy field which is powered by using solar power with water level in the paddy fields as reference for controlling electrical valve Valworx 561086 and conduct testing on pipe irrigation system network in paddy fields. This study focused on the development of the automatic control system to operate electrical valve Valworx 561086 using Arduino Uno microcontroller ATmega328P and the design of automatic pipe irrigation system in paddy field using solar power. Automatic irrigation technology can be used to ease the water level control in the paddy field, improving the efficiency of irrigation water and labor. This research was carried in paddy fields at Cikarawang Village, Dramaga, Bogor. This study is divided into several stages, which are system analysis, design of automatic control system and irrigation piping system, testing and field trials, and analysis of field trials results. Water level at the field was set at a range of 0 to 5 cm, as a setpoint. The design of pipe irrigation system network was implemented at actual paddy fields of 52 x 17 m, and using gravitational irrigation with difference of elevation from the reservoir to the land is 50 cm. The main line with a diameter of 6 inches using for flowing the water into the manifold pipe with diameter of 3 inches as the irrigation outlet. The manifold pipe fitted with electrical valve that controlled by an automatic control system. In the field experiment, testing and implementation of automatic control system on the pipe irrigation network has been conducted continuously in paddy field for 7 days. The results showed that the automatic control system can control 90 rotation of electrical valve Valworx 561086 using Arduino Uno microcontroller ATmega328P in the setpoint. The system was designed to manage irrigation water automatically based on water level sensor to attain the setpoint level which can be set according to user requirement. Microcontroller system limits the duration of time for setting the open close electrical valve Valworx 561086 for 300 seconds with a rotation of 90° that can reduce battery consumption of 22.2 Watt. The system was operated by solar energy, which consists of solar panel, charge
controller, battery, and operate for 24 hours a day, unattended by operators. Average irrigation valve open 80.67 minutes with an average discharge of 0.29 m3/minutes. Total irrigation water use during the trial is equivalent to 37.54 cm. The average time in water level decrease from the high peaks to the ground level was 112.36 minutes. Automatic irrigation system can operate irrigation valve based on water level information in paddy fields. This indicates that the application of the automatic control system on pipe irrigation network can improve the productivity and efficiency of irrigation water use and labour. Keywords: Automatic irrigation, paddy field, pipe irrigation, setpoint, water level
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN SISTEM IRIGASI PIPA OTOMATIS LAHAN SAWAH BERBASIS TENAGA SURYA
SUDIRMAN SIRAIT
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji pada Ujian Tesis:
Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT
Judul Tesis
: Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya Nama : Sudirman Sirait NIM : F451130011 Program Studi : Teknik Sipil dan Lingkungan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi Ketua
Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 24 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah Irigasi Pipa Otomatis, dengan judul Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi dan Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS selaku pembimbing, Bapak Dr. Roh Santoso Budi Waspodo, MT selaku penguji luar komisi, dan Bapak Dr. Chusnul Arif, STP, MSi selaku moderator ujian tesis yang telah banyak memberi saran untuk penyempurnaan penulisan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ayah, ibu, istri, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada temanteman mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil dan Lingkungan khususnya angkatan 2013 yang telah banyak memberikan motivasi dan membantu selama penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan irigasi di Indonesia.
Bogor, Agustus 2015 Sudirman Sirait
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Pipa Otomatis Kebutuhan Air Irigasi Analisis Hidrolik Irigasi Pipa Sistem Kontrol
3 3 4 6 10
3 METODE Bahan Alat Prosedur Penelitian
12 12 13 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Analisis Hidrolik Jaringan Irigasi Pipa Kalibrasi Sensor Sistem Irigasi Otomatis Berbasis Tenaga Surya Pengujian dan Kinerja Sistem Irigasi Otomatis Bertenaga Surya
21 21 22 23 25 27
5 SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
30 30 31
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
34
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Koefisien Hazen-William Nilai Kc sebagai fungsi dari Koefisien Kb sebagai fungsi R/D Format keluaran data hasil percobaan Sifat fisik tanah lahan percobaan Hasil analisis hidrolik pipa pada jaringan irigasi Analisis konsumsi daya sistem kontrol otomatis
7 9 9 19 21 23 26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pengecilan penampang pipa secara mendadak Pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur Perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur Belokan pipa (a) secara berangsur-angsur, dan (b) secara mendadak Sensor water level PN-12110215TC-12 Sensor kelembaban tanah VH 400 Aduino Uno Relay (saklar magnetis) Rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12 Skema rangkaian hardware sistem kontrol otomatis irigasi pipa Diagram alir sistem kendali otomatis Lokasi penelitian otomatisasi irigasi pipa berbasis tenaga surya Lay-out jaringan irigasi pipa dengan memanfaatkan teknologi otomatis Diagram alir perancangan jaringan irigasi pipa Tata letak sensor di lahan sawah Diagram alir penelitian Kurva kalibrasi (a) sensor water level 1, dan (b) sensor water level 2 Kurva dan persamaan kalibrasi sensor soil moisture Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction Hasil percobaan irigasi otomatis di lahan sawah Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi otomatis Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi konvensional
8 8 9 9 10 10 11 12 14 15 16 17 17 18 19 20 24 24 25 28 29 30
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Lahan percobaan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya Solar panel untuk menangkap energi matahari sebagai sumberdaya listrik Pipa utama pada sistem irigasi pipa otomatis di lahan sawah Pemasangan valve elektris pada jaringan irigasi Sistem kontrol otomatis dan proses kalibrasi sensor
34 34 35 35 36
6 Panel sistem kendali yang terdiri dari mikrokontroler, saklar magnetis, baterai dan charge controller 7 Tata letak sensor water level dan sensor soil moisture di lahan sawah 8 Valve elektris yang dilengkapi dengan by pass valve manual untuk kondisi dimana sistem mengalami kegagalan
36 37 37
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Irigasi merupakan penambahan air secara buatan untuk mengatasi kekurangan kadar air tanah. Hal ini disebabkan air tanah yang tersedia akan terus berkurang karena diserap oleh tanaman dan hilang akibat perkolasi apabila tidak terjadi hujan atau penambahan air tanah. Disisi lain kondisi sumberdaya air yang terbatas dan telah mengalami gangguan akibat perubahan iklim serta adanya degradasi lingkungan menyebabkan kebutuhan air untuk kepentingan pertanian semakin kompetitif. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air tanaman. Masalah kekurangan atau kelebihan air akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum. Mengatasi masalah kekurangan air untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi diperlukan penerapan teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien, sehingga penggunaan air irigasi per satuan berat produk budidaya pertanian yang dihasilkan semakin kecil. Menurut Molden et al. (2007), water productivity untuk tanaman padi adalah 0.15 – 1.6 kg/m3, gandum 0.2 – 1.2 kg/m3, jagung 0.30 – 2.00 kg/m3, dan sayuran sebesar 3 – 20 kg/m3. Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi hasil tanaman pertanian. Perubahan iklim global dan perubahan pola hujan yang terjadi menyebabkan cuaca sulit di prediksi sehingga menimbulkan ketidakpastian ketersediaan air. Oleh sebab itu perlu dicari teknologi otomatis yang dapat meningkatkan efisiensi pemberian air irigasi. Salah satu teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien adalah menjaga tinggi muka air di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan. Pengaturan tinggi muka air di lahan sawah tidak mungkin jika dilakukan dengan cara manual dan sistem buka – tutup pintu air yang selama ini banyak dipakai (Hardjoamidjojo dan Setiawan 2001; Tusi 2010). Pengaturan tinggi muka air dipengaruhi langsung oleh hujan dan kondisi iklim mikro serta proses evapotranspirasi yang bervariatif dengan jenis tanaman dan waktu. Oleh karena itu, desain sistem irigasi dengan memanfaatkan teknologi otomatisasi menjadi satu alternatif yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah. Penggunaan sistem kontrol otomatis di bidang irigasi memiliki dampak yang besar pada peningkatan sistem irigasi dan efisiensi penggunaan sumber daya air serta dapat menjaga permukaan air di lahan pada level tertentu sesuai kebutuhan tanaman (Lozano et al. 2010; Sudha et al. 2011; Romero et al. 2012; Saptomo et al. 2013; Coates et al. 2013; Sánchez-Molina et al. 2015; VeraRepullo et al. 2015). Tetapi jika daya baterai yang digunakan untuk menjalankan alat kontrol masih kurang memadai karena tanpa supply listrik maka sistem kontrol hanya dapat dipakai untuk satu kontrol saja dan tidak mampu dioperasikan 24 jam secara kontinyu (Saptomo et al. 2012). Berbagai ujicoba dan penelitian telah dilakukan untuk menemukan teknologi pengelolaan air di sektor pertanian khususnya lahan sawah. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah otomatisasi irigasi sistem perpipaan. Dalam penelitian ini dikembangkan rancangan otomatisasi irigasi pipa lahan sawah bertenaga surya dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P, dengan acuan kendali
2 tinggi muka air (water level) di lahan sawah untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah serta dapat mendukung keberlanjutan pengembangan pertanian dalam peningkatan produksi hasil pertanian di Indonesia.
Perumusan Masalah Pengelolaan air sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan produksi hasil pertanian. Tanaman budidaya pertanian membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap fase pertumbuhannya. Variasi kebutuhan air tergantung juga pada varietas tanaman dan sistem pengelolaan lahan pertanian. Teknik pengelolaan air perlu secara spesifik dikembangkan sesuai dengan sistem produksi tanaman pertanian dan pola tanamnya. Salah satu cara untuk penyediaan kebutuhan air oleh tanaman adalah sistem irigasi. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi berbagai faktor seperti iklim mikro, kondisi tanah, koefisien tanaman, pola tanam, debit air irigasi, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi, dan lain-lain. Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari kinerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi bahwa sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Perancangan sistem irigasi dan sistem penyaluran yang tidak tepat akan meningkatkan kehilangan air baik di saluran maupun di petak sawah. Disisi lain pemberian air irigasi yang tidak tepat dan tanpa adanya ukuran yang sesuai kebutuhan tanaman dapat menyebabkan terjadinya pembusukan akar akibat kelebihan air. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman serta rendahnya efisiensi dan produktivitas air irigasi. Pemberian air irigasi secara berlebihan akan menyebabkan banyaknya air yang terbuang sehingga terjadi inefisiensi di lapangan. Air yang berlebihan atau kurang akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berbuah secara optimum. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pemberian air irigasi yang lebih efisien. Peningkatan efisiensi dan produktivitas air irigasi dapat dilakukan dengan cara pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah dengan sistem otomatis. Pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah dipengaruhi langsung oleh hujan dan kondisi iklim mikro serta proses evapotranspirasi yang bervariatif dengan jenis tanaman dan waktu. Oleh karena itu, mendesain jaringan irigasi yang tepat dan dilengkapi dengan teknologi otomatis menjadi satu alternatif yang dapat mengurangi tingkat kehilangan air serta dapat mengendalikan tinggi muka air (water level) sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Berdasarkan fenomena tersebut diatas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana menentukan model rancangan jaringan irigasi pipa lahan sawah yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas air irigasi berdasarkan kebutuhan air pada tanaman ? 2) Bagaimana penanganan pengelolaan air irigasi sehingga dapat meningkatkan efisiensi air irigasi dan mengatasi kekurangan air pada musim kemarau serta kelebihan air pada musim hujan di lahan sawah dengan sistem kontrol otomatis berbasis tenaga surya ?
3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknologi irigasi pipa otomatis bertenaga surya dengan acuan kendali tinggi muka air (water level) di lahan sawah untuk pengaturan rotasi kran air elektris Valworx 561086 sebesar 90 dan melakukan pengujian pada jaringan irigasi sistem perpipaan di lahan sawah.
Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini adalah teknologi irigasi pipa otomatis dapat digunakan untuk mempermudah pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah, meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisiensi tenaga kerja.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pengembangan sistem kontrol otomatis untuk menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dan perancangan sistem perpipaan untuk jaringan irigasi otomatis di lahan sawah bertenaga surya.
2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Pipa Otomatis Irigasi didefinisikan sebagai pemberian air kedalam tanah untuk pertumbuhan tanaman (Prastowo 2010; Triatmodjo 2013). Penyediaan air irigasi ditujukan untuk mendukung produktivitas lahan dalam rangka meningkatkan produksi pertanian yang maksimal dengan tetap memperhatikan kepentingan lainnya. Irigasi permukaan (surface irrigation) merupakan cara aplikasi irigasi yang paling banyak digunakan. Irigasi permukaan lebih cocok diterapkan pada lahan yang relatif seragam dan datar (slope < 2%) serta tanah dengan kapasitas infiltrasi rendah sampai sedang. Salah satu cara pemberian air irigasi adalah dengan menggunakan pipa-pipa yang dipasang di bawah permukaan tanah. Pipa yang digunakan adalah pipa berpori atau pipa yang diberi lubang-lubang kecil tertentu, kedalaman letak pipa diatur sesuai jenis tanah dan jenis tanaman. Demikian pula jarak pipa disesuaikan dengan keperluan bagi masing-masing tempat. Kehilangan air pada sistem pendistribusian berbeda tergantung pada metode distribusi dan pemberian air. Kehilangan air pada sistem distribusi saluran terbuka yang salurannya tidak dilapisi diperkirakan sebesar 40%. Pada sistem irigasi pipa, kehilangan air berkisar 10% untuk sistem irigasi mikro lokal dan irigasi tetes (drip irrigation) sedangkan pada sistem irigasi sprinkler sampai 30%. Upaya peningkatan efisiensi pemakaian air dapat dilakukan antara lain dengan merubah sistem penyaluran atau sistem pemberian air yang didukung oleh pemilihan jenis tanaman, masa tanam serta manajemen yang tepat. Salah satu
4 faktor yang sangat menentukan dalam mendesain suatu jaringan irigasi adalah kebutuhan air tanaman, besarnya infiltrasi dan besarnya evapotranspirasi (Raghuwanshi dan Wallender 1999). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman bisa terhambat atau terganggu karena kebutuhan air pada tanaman tidak tercukupi atau keberadaan air tanah yang berlebihan. Produksi hasil pertanian akan menurun jika tanaman mengalami cekaman air (water stress) (Nikolidakis et al. 2015). Menurut Purwanto dan Badrudin (1999); Winarbawa (2000); Adams et al. (2011), bahwa berkurangnya kelembaban tanah dan kekurangan air bagi tanaman untuk melangsungkan proses evapotranspirasi akan menghambat pertumbuhannya serta dapat mengakibatkan kekeringan bahkan kematian tanaman. Salah satu cara penyediaan kebutuhan air oleh tanaman untuk meningkatkan produksi hasil pertanian adalah sistem irigasi. Siebert dan Doll (2010) memperkirakan bahwa rata-rata hasil produksi tanaman biji-bijian dengan sistem irigasi adalah 4.4 ton/ha, sedangkan dengan sistem tadah hujan sebesar 2.7 ton/ha. Sebesar 42% dari hasil produksi tanaman biji-bijian pada umumnya berasal dari lahan irigasi dan tanpa sistem irigasi hasil produksi akan menurun sebesar 20%. Sistem irigasi yang dilengkapi dengan sistem kontrol otomatis dapat menjaga tinggi muka air (water level) di lahan pada level tertentu. Pengaturan muka air (water level) di lahan sawah dengan kontrol otomatis merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga kondisi kelembaban tanah sebagai media tumbuh tanaman agar tidak sampai mengalami kekeringan dan kelebihan air serta cukup bagi lahan untuk terhindar dari kekeringan (Saptomo et al. 2004; Arif et al. 2009). Pengaturan water level antara -10 cm sampai 2 cm pada irigasi permukaan dapat menjaga kelembaban tanah di lahan sawah berada pada kondisi pF dibawah 2 yang berarti tanah berada pada kondisi jenuh atau macak-macak dan tidak kekurangan air (Saptomo et al. 2012). Menurut Saptomo et al. (2013), bahwa pengkondisian lengas tanah volumetrik diantara 38.5% dan 28.7% sebagai acuan untuk mengoperasikan solenoid valve pada irigasi curah dapat mencegah kekurangan air dan sekaligus menghindari perkolasi.
Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi di lahan sawah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu penyiapan lahan (pengolahan tanah), penggunaan konsumtif (kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman), perkolasi dan rembesan, penggantian lapisan air, curah hujan efektif, serta efisiensi irigasi (Prastowo 2010). Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/ha. Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor evaporasi dan transpirasi yang kemudian dihitung sebagai evapotranspirasi. Analisis kesetimbangan air dilakukan untuk melihat kuantitas dari masing-masing komponen kesetimbangan air dilahan sawah. Menurut Hardjoamidjojo dan Setiawan (2001), bahwa peningkatan kekurangan air dan penggunaan lahan dapat mengubah keseimbangan air dan kesehatan ekologi suatu lahan pertanian. Analisis kesetimbangan air untuk irigasi genangan khususnya lahan sawah dilakukan berdasarkan Persamaan (1). Irr + Re = ETc + P + Ro + dS
(1)
5 keterangan: Irr : irigasi (mm/hari) Re : hujan efektif (mm/hari) ETc : evapotranspirasi (mm/hari) P : perkolasi (mm/hari) Ro : limpasan (mm/hari) dS : perubahan simpanan air di lahan (mm/hari). Besarnya evapotranspirasi dapat dihitung dengan metode empiris, seperti metode Radiasi, Penman-Monteith, Blaney-Criddle, dan panci evapotranspirasi (Prastowo 2010 diacu dalam Raes et al. 1989). Persamaan perhitungan evapotranspirasi potensial (ETo) dengan menggunakan metode Penman-Monteith yang dimodifikasi sebagai berikut: o
n
1-
u
–
(2)
keterangan: ETo : evapotranspirasi potensial (mm/hari) W : faktor yang mempengaruhi penyinaran matahari c : faktor koreksi (penyesuaian kondisi cuaca akibat siang dan malam) (1-W) : faktor berat sebagai pengaruh angin dan kelembaban Rn : radiasi penyinaran matahari (mm/hari) f(u) : faktor yang tergantung dari kecepatan angin / fungsi relatif angin ea : tekanan uap jenuh (mbar) ed : tekanan uap nyata (mbar) (ea-ed) : perbedaan tekanan uap air/ perbedaan tekanan uap jenuh rata-rata dengan tekanan uap rata-rata yang sesungguhnya dan dinyatakan dalam mbar pada temperatur rata-rata. Kebutuhan air konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan, intensitas dan lama penyinaran. Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan memasukkan faktor-faktor tanaman (kc). Persamaan (3) digunakan untuk menghitung kebutuhan air konsumtif tanaman menurut Doorenbos dan Pruitt (1977) adalah sebagai berikut (Prastowo 2010; Triatmodjo 2013): ETc = ETo Kc keterangan: ETc : kebutuhan air konsumtif (mm/hari) ETo : evapotranspirasi potensial (mm/hari) Kc : koefisien tanaman.
(3)
6 Kebutuhan air konsumtif dipengaruhi oleh jenis dan umur tanaman (fase pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Nilai kebutuhan air konsumtif untuk perubahan-perubahan fase pertumbuhan tanaman tersebut merupakan nilai koefisien faktor tanaman (kc). Nilai koefisien pertumbuhan tanaman (kc) tergantung jenis tanaman dan periode pertumbuhan tanaman yang ditanam, untuk tanaman jenis yang sama juga berbeda menurut varietasnya (Prastowo 2010). Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah, dan sifat tanah umumnya tergantung pada kegiatan pemanfaatan lahan atau pengolahan tanah. Pada tanah bertekstur lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1 3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang bertekstur lempung lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi. Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air ditetapkan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi 1986, KP-01. Besar kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah 50 mm/bulan (atau 3.3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi (Triatmodjo 2013).
Analisis Hidrolik Irigasi Pipa Sistem irigasi perpipaan yang terdiri dari pipa utama, pipa monifold, pipa lateral dan valve line dapat meningkatan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah serta dapat mengurangi tingkat kehilangan air akibat evaporasi, infiltrasi, perkolasi, run off maupun seepage. Pipa adalah saluran tertutup dan biasanya berpenampang lingkaran yang digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh. Analisis hidrolik jaringan pipa dapat dilakukan untuk menentukan rancangan jaringan irigasi perpipaan, debit aliran dan head loss. Persamaan aliran yang paling dasar adalah persamaan kesinambungan (continuity) yang berkaitan dengan aliran air Q pada suatu penampang melintang, kecepatan aliran v dan luas A dari dua penampang yang berbeda (Triatmodjo 2013; Kodoatie 2005): Q Av
(4)
keterangan: Q : debit aliran (m3/d) A : luas penampang saluran (m2) v : kecepatan aliran (m/s). Persamaan kontinuitas dapat digunakan untuk menghitung nilai debit aliran pada jaringan irigasi. Menurut Sulistiono (2013), bahwa irigasi dengan penyaluran tertutup menggunakan pipa sangat memungkinkan terjadinya sedimentasi di dalam pipa. Faktor kecepatan aliran di dalam pipa sangat berpengaruh terhadap laju sedimentasi yang terjadi, karena semakin rendah kecepatan aliran di dalam pipa maka semakin tinggi laju sedimentasi yang terjadi di dalam pipa. Kecepatan aliran dalam pipa ditentukan dengan menggunakan persamaan Hazen-William berikut (Triatmodjo 2013):
7 v = 0,354 CH I 0,54 D 0,63
(5)
keterangan: v : kecepatan (m/s) CH : koefisien Hazen-William I : kemiringan garis tenaga hf/L D : diameter pipa (m). Pada persamaan Hazen-William, nilai CH tergantung pada kekasaran pipa seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Koefisien Hazen-William Nilai CH 140 130 120 110 100 95 60 80 (Sumber: Triatmodjo 2013)
Jenis pipa Pipa sangat halus Pipa halus, semen, besi tuang baru Pipa baja dilas baru Pipa baja dikeling baru Ppa besi tuang tua Pipa baja dikeling tua Pipa tua
Kecepatan aliran pada jaringan pipa dipengaruhi oleh kehilangan energi (head loss) aliran dalam pipa. Jika kehilangan energi semakin besar maka kecepatan aliran akan berkurang dan jika kehilangan energi semakin kecil maka kecepatan aliran akan bertambah. Kehilangan energi (head loss) aliran melalui pipa adalah penjumlahan dari perubahan energi mekanik internal. Head loss dibagi 2 yaitu head loss major dan head loss minor. Head loss major adalah head loss yang terjadi akibat gesekan pada dinding pipa atau bentuk penampang lainnya, sedangkan head loss minor adalah head loss yang diakibatkan oleh adanya perubahan penampang pipa, sambungan, belokan, dan accessories pipa lainnya. Head loss major pada pipa dapat ditentukan dengan persamaan Darcy-Weisbach (Maryono 2003; Munson 2003; Kodoatie 2005; Triatmodjo 2013) berikut:
hf f
L v2 D 2g
(6)
keterangan: hf : kehilangan energi (m) f : faktor gesek L : panjang pipa (m) D : diameter pipa (m) v : kecepatan aliran (m/s) g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2). Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa juga dapat disebabkan oleh pengecilan penampang yang mendadak (Gambar 1), tetapi kehilangan energi (head loss) aliran pada pengecilan penampang pipa dapat
8 dikurangi dengan membuat pengecilan penampang secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 1 Pengecilan penampang pipa secara mendadak
Gambar 2 Pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa yang disebabkan oleh pengecilan penampang secara berangsur-angsur dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Triatmodjo 2013):
v 2 he Kc 2 (7) 2g keterangan: he : kehilangan energi akibat pengecilan berangsur-angsur (m) Kc : koefisien he, tergantung pada sudut transisi dan perbandingan luas penampang A2/A1 v2 : kecepatan aliran pada penampang 2 (m/s) g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2). Perbesaran penampang pipa secara mendadak mengakibatkan terjadinya kenaikan tekanan dari p1 menjadi p2 dan kecepatan turun dari v1 menjadi v2, pada tempat di sekitar perbesaran penampang (1) akan terjadi olakan dan aliran akan normal kembali mulai dari penampang (2). Hal ini dapat menyebabkan kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa. Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa yang disebabkan oleh perbesaran penampang pipa dapat dikurangi dengan membuat perbesaran penampang secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan pada Gambar 3, nilai kehilangan energi (head loss) aliran ditentukan dengan Persamaan (8) dan nilai Kc sebagai fungsi dari sudut ditunjukkan pada Tabel 2 (Triatmodjo 2013):
v v 2 he Ke 1 2 2g
(8)
9 keterangan: he : kehilangan energi akibat perbesaran berangsur-angsur (m) Kc : koefisien he, nilai Kc tergantung pada sudut v2 : kecepatan aliran pada penampang 2 (m/s) g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2).
Gambar 3 Perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur Tabel 2 Nilai Kc sebagai fungsi dari
10 0.078
Kc
20 0.31
30 0.49
40 0.60
50 0.67
60 0.72
75 0.72
(Sumber: Triatmodjo 2013) Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa terjadi pula pada belokan pipa. Kehilangan energi yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut belokan pipa. Pada sudut belokan 90o dan dengan belokan berangsur-angsur seperti ditunjukkan pada Gambar 4a, maka kehilangan energi tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokan dan diameter pipa. Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D ditunjukkan pada Tabel 3. Secara matematis besarnya head loss yang terjadi pada belokan pipa dapat ditulis sebagai berikut:
v2 hb K b 2g
(9)
Tabel 3 Koefisien Kb sebagai fungsi R/D R/D Kb
1 0.35
2 0.19
4 0.17
6 0.22
10 0.32
16 0.38
20 0.42
(Sumber: Triatmodjo 2013)
(a)
(b)
Gambar 4 Belokan pipa (a) secara berangsur-angsur, dan (b) secara mendadak
10 Sistem Kontrol Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Sistem kontrol otomatis terdiri atas elemen pengukuran (sensor), eleman kendali (actuator), dan pengendali (controller). Elemen pengukuran (sensor) memberikan umpan balik (feedback) ke sistem kendali berupa kondisi aktual dari proses yang dikendalikan. Sensor adalah alat untuk mendeteksi/mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar, kimia, menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan secara elektronik berfungsi mengubah besaran fisik (misalnya: temperatur, gaya, kecepatan putaran) menjadi besaran listrik yang proposional (Septiawan 2010). Gambar 5 memperlihatkan sensor yang digunakan untuk mengukur tinggi muka air di lahan sawah.
Gambar 5 Sensor water level PN-12110215TC-12 (Sumber: http://www.milonetech.com/) Sistem kontrol otomatis dilengkapi dengan elemen sensor untuk mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah. Sensor yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah adalah Vegetronix VH400 (Sudha et al. 2011). Gambar 6 memperlihatkan sensor yang digunakan untuk mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah.
Gambar 6 Sensor kelembaban tanah VH 400 (Sumber: http://www.vegetronix.com/)
11 Elemen kendali (actuator) memiliki aktuator, sirkuit pengatur daya, dan catu daya tersendiri dan berfungsi untuk aktualisasi perintah yang diberikan oleh pengendali. Pengendali memiliki unit pemroses yang dilengkapi dengan memori dan sirkuit pembanding setpoint dengan nilai yang terbaca oleh sensor. Pada sistem kendali otomatis, mikrokontroler merupakan salah satu elemen pengendali. Mikrokontroler adalah sebuah sistem komputer fungsional dalam sebuah chip. Pada mikrokontroler terdapat sebuah inti prosesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Mikrokontroler merupakan suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis maupun dihapus dengan cara khusus, yaitu cara kerja mikrokontroler. Mikrokontroler digunakan dalam produk dan alat yang dikendalikan secara otomatis serta menjadikan proses pembuatan pada sebuah perangkat digital menjadi lebih mudah dan ekonomis. Salah satu jenis mikrokontroler yang dapat digunakan untuk sistem kendali otomatis adalah Arduino Uno ATMega328P. Skema Arduino Uno ATMega328P disajikan pada Gambar 7 dengan spesifikasi sebagai berikut (www.arduino.cc): 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)
Operating voltage 5V Rekomendasi input voltage 7 12V Batas input voltage 6 20V Memiliki 14 buah digital input/output Memiliki 6 buah Analog Input DC current setiap I/O Pin sebesar 40 mA DC current untuk 3.3V sebesar 50 mA Flash memory 32 KB SRAM 2 KB EEPROM 1 KB
Gambar 7 Aduino Uno (Sumber: http://www.arduino.cc.) Relay adalah saklar mekanik yang dikendalikan atau dikontrol secara elektronik (elektro magnetik). Saklar pada relay menyebabkan perubahan posisi OFF ke ON pada saat diberikan energi elektro magnetik pada armatur relay tersebut. Saklar atau kontaktor relay dikendalikan menggunakan tegangan listrik yang diberikan ke induktor pembangkit magnet untuk menarik armatur tuas saklar
12 atau kontaktor relay. Relay dibutuhkan dalam rangkaian elektronika sebagai eksekutor sekaligus interface antara beban dan sistem kendali elektronik yang berbeda sistem power supplynya. Secara fisik antara saklar atau kontaktor dengan elektromagnet relay terpisah sehingga antara beban dan sistem kontrol juga terpisah. Relay elektromekanik terdiri dari 2 bagian utama yakni saklar mekanik dan sistem pembangkit elektromagnetik (induktor inti besi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Relay menggunakan prinsip elektromagnetik untuk menggerakkan kontak saklar sehingga dengan arus listrik yang kecil (low power) dapat menghantarkan listrik yang bertegangan lebih tinggi.
Gambar 8 Relay (saklar magnetis) (Sumber: http://teknikelektronika.com)
3 METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 – Mei 2015 di Laboratorium Wageningan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan sebagai tempat perancangan dan pangujian sistem kontrol otomatis. Perancangan dan pengujian sistem irigasi pipa otomatis dilakukan di lahan percobaan IPB Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor. Penentuan karakteristik tanah dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Tanah Terpadu, Balai Penelitian Tanah, Cimanggu Bogor. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berupa data iklim selama percobaan lapang yaitu curah hujan harian, temperatur harian, dan penguapan.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk perancangan jaringan irigasi pipa dan perancangan sistem kontrol otomatis. Adapun bahan yang digunakan untuk perancangan jaringan irigasi pipa adalah pipa diameter 3 inchi dan 6 inchi, kran air manual 3 inchi dan 4 inchi, sock drat luar 3 inchi dan 4 inchi, VS 43 dan 63, solatip, dan lem pipa. Bahan yang digunakan untuk perancangan sistem kontrol otomatis adalah mikrokontroler Arduino Uno
13 ATMega328P, sensor water level eTape Continuous Fluid Level Sensor PN12110215TC-12, sensor soil moisture Vegetronix VH400, kotak panel, micro SD, RTC modul, baterai 12V, relay 12V dan 5V, panel surya, solar charge controller, terminal barrier, kran air elektris Valworx 561086 diameter 4 inchi, dan kabel.
Alat Alat yang digunakan untuk perancangan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya adalah peralatan perbengkelan pertanian, komputer, software Microsoft Excel yang digunakan untuk pembuatan dan simulasi program kontrol otomatis, penggaris, GPS, stopwatch, Theodolite, meteran, dan multimeter.
Prosedur Penelitian Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu analisis sistem, perancangan sistem kontrol otomatis dan jaringan irigasi sistem perpipaan, pengujian dan percobaan lapang, serta analisis hasil percobaan lapang. Analisis Sistem Pada tahap ini dilakukan analisis yang mencakup segala kebutuhan dalam membangun sistem teknologi otomatis irigasi pipa dengan mengidentifikasi masalah yang meliputi model rancangan dan sistem hidrolik jaringan pipa pada jaringan irigasi, rangkaian hardware sistem kontrol otomatis, sensor water level untuk mengukur tinggi muka air di lahan percobaan, sensor soil moisture untuk mendeteksi tingkat kelengasan tanah di lahan percobaan, solar charge contoller dan baterai serta perangkat elektronika sebagai pendukung sistem kontrol irigasi pipa otomatis di lahan sawah dengan pemanfaatan energi surya. Perancangan Sistem Kontrol Otomatis Tahap perancangan sistem kontrol otomatis yang dilakukan adalah perancangan software dan perancangan hardware. Pada tahap perancangan software dilakukan pembuatan dan penyesuaian program untuk melakukan serangkaian pengujian sistem otomatis. Penulisan program kendali ditulis di halaman Arduino Uno. Bahasa pemograman didasarkan pada bahasa pemograman C/C++. Pada tahap perancangan hardware terdiri atas sensor water level, sensor soil moisture, mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P, kran air elektris Valworx 561086, baterai 12 volt, relay, panel surya dan solar charge controller, terminal barrier, modul real time clock (RTC) dan micro SD. Sensor water level yang digunakan yaitu eTape Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12. Dimana sensor ini memiliki spesifikasi sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5)
Panjang sensor Panjang sensor aktif Lebar sensor Sensor output Resistance gradient
: 14.2 (361 mm) : 12.4 (315 mm) : 1.0 (25.4 mm) : 400 – 2000Ω ±20% : 150Ω /in hi 60Ω/cm)
14 6) 7) 8) 9) 10)
Resolusi Actuation depth Tahanan referensi (Rref) Ketahanan suhu Daya
: < 0.01 (0.25 mm) : Nominal 1 (25.4 mm) : 2000Ω, ±20% : 15°F – 150°F (-9°C – 65°C) : 0.5 Watts (VMax = 10 V)
Sensor water level memiliki empat pin yang memiliki fungsi masingmasing. Pin 1 merupakan Vin, pin 2 merupakan ground dan Vout merupakan penggabungan pin 3 dan pin 4. Sensor water level yang digunakan yaitu eTape Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12. Sensor water level yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 2 buah yang digunakan untuk kontrol dan monitoring tinggi muka air di lahan percobaan. Setiap kaki pada sensor dihubungkan dengan mikrokontroler, dimana kaki Vin dihubungkan ke port 5 V, kaki ground dihubungkan ke port ground dan kaki Vout dihubungkan ke port analog serial A1 dan A2 pada mikrokontroler. Gambar 9 memperlihatkan skema rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12. Vout = I x Rsense
Gambar 9 Rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12 Sensor soil moisture memiliki tiga pin yaitu bare, red, black. Pin bare sebagai ground, pin red sebagai Vin (3.3V – 20VDC) dan pin black sebagai output sensor (0 – 3V). Rangkaian sensor soil moisture hampir sama dengan rangkaian sensor water level. Setiap kaki pada sensor dihubungkan dengan mikrokontroler, dimana kaki Vin dihubungka ke port 5V, kaki ground dihubungkan pada port ground dan kaki Vout dihubungkan pada port analog serial A0 pada mikrokontroler. Sensor soil moisture yang digunakan yaitu Vegetronix VH400 dengan spesifikasi sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Konsumsi daya Tegangan suplai Daya ke output stabil Output impedance Ketahanan suhu Akurasi pada 25°C Output
: < 7mA : 3.3V – 20 VDC : 400 ms : 10K ohms : -40°C – 85°C : 2% : 0 – 3V
Sensor water level dan sensor soil moisture berkomunikasi dengan komputer melalui USB Serial Port. Komputer berfungsi sebagai antar muka pengguna untuk memonitor dari hasil pembacaan sensor, waktu dan aktivitas
15 sistem kendali irigasi, serta untuk mengubah setting pengendalian yang diinginkan. Pada serial monitor akan ditampilkan nilai dari sensor water level dan sensor soil moisture, sehingga dapat mengetahui dan mengamati nilai level muka air di lahan percobaan. Komponen mikrokontroler ATMega328P yang berfungsi sebagai pengolah keseluruhan data input analog sensor water level dan sensor soil moisture, sehingga didapatkan nilai level muka air dan kadar air tanah pada lahan percobaan. Pada blok mikrokontroler juga dipasang micro SD modul dan real time clock sehingga dapat merekam data hasil pembacaaan sensor yang disertai dengan waktu pengukuran. Micro SD modul dan real time clock dipasang pada port 3 volt, port ground, port digital 10, port digital 11, port digital 12, dan port digital 13 yang terdapat pada mikrokontroler. Pada blok mikrokontroler terdapat beberapa rangkaian, antara lain relay sebagai saklar otomatis untuk menghidupkan atau mematikan sistem, terminal barrier, panel surya dan solar charge controller sebagai pendukung sistem dengan pemanfaatan tenaga surya, baterai 12 volt sebagai sumber tegangan listrik yang akan dialirkan melalui relay untuk menggerakkan sistem motor kran air elektris yang berfungsi sebagai buka – tutup aliran air yang akan mengalir ke jaringan irigasi (outlet irigasi). Gambar 10 memperlihatkan skema rangkaian hardware pada sistem irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya. Kran air elektris yang digunakan pada penelitian ini adalah Valworx 561086 yang berdiameter 4 inchi dengan spesifikasi sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Tegangan kerja Konsumsi daya Ketahanan suhu Cycle time Berat Max run torque
: 12 – 24 AC/DC : 2.1A @12VDC, 1.20A @24VDC, 0.9A @24VC : -4 – 158°F (-20 – 70°C) : 35 sec / 90° : 6.6 lbs (3 kg) : 752 in lbs (85Nm)
Gambar 10 Skema rangkaian hardware sistem kontrol otomatis irigasi pipa
16 Sensor water level dan sensor soil moisture diletakkan di salah satu titik pada lahan percobaan. Data yang diperoleh dari hasil pembacaan sensor tersebut digunakan sebagai masukan kontrol kemudian diolah oleh mikrokontroler, sehingga dihasilkan keluaran. Sistem mikrokontroler ini yang akan memantau level muka air lahan sawah dari waktu ke waktu dan mengolahnya, kemudian memberikan perintah pada motor kran air elektris Valworx 561086 untuk buka – tutup yang berfungsi mengalirkan air ke jaringan irigasi melalui sistem perpipaan sampai ke lahan. Nilai setpoint level muka air lahan percobaan ditentukan pada ketinggian 0 5 cm. Ketika level muka air dilahan percobaan berada di bawah 0 cm, maka mikrokontroler akan memberikan sinyal untuk mengaktifkan relay yang akan mengaktifkan motor kran elektris untuk buka. Demikian juga sebaliknya ketika level muka air dilahan percobaan berada di atas 5 cm, maka mikrokontroler akan memberikan sinyal untuk mengaktifkan relay dan menggerakkan motor kran elektris untuk tutup. Sistem pengaturan air akan menjadi lebih akurat karena proses kendali dilakukan dengan sistem komputer dan tinggi level muka air tidak hanya dapat dipantau tetapi juga dapat diukur. Gambar 11 menunjukkan bagan alir rancangan sistem kendali otomatis irigasi pipa di lahan sawah bertenaga surya. Start Setpoint atas, Setpoint bawah
Sensor Valve Open
Sensor ≥ setpoint atas
Yes
Valve Close
Analog to Digital Converter
No
Sensor ≤ setpoint bawah
Stop
Gambar 11 Diagram alir sistem kendali otomatis Pemasangan Sistem Kontrol Otomatis pada Jaringan Irigasi Perpipaan Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem irigasi pipa otomatis lahan sawah berbasis tenaga surya yang akan diterapkan pada lahan produksi di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian terletak pada koordinat 1064345.56 BT dan 6330.20 LS dengan luas lahan 0.116 ha.
17 Gambar 12 memperlihatkan lokasi penelitian rancang bangun sistem irigasi pipa otomatis lahan sawah berbasis tenaga surya.
Gambar 12 Lokasi penelitian otomatisasi irigasi pipa berbasis tenaga surya Rancangan jaringan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya dilakukan pada lahan sawah berukuran 52 x 17 m dengan menggunakan sistem perpipaan, dan sistem irigasi gravitasi dengan beda elevasi dari reservoir ke lahan sebesar 50 cm seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Pada rancangan jaringan irigasi pipa terdapat 2 tipe perpipaan, yaitu pipa utama dan pipa manifold. Pipa utama berdiameter 6 inchi mengalirkan air ke pipa manifold berdiameter 3 inchi yang merupakan outlet irigasi. Pada pipa manifold dilengkapi dengan kran air elektris Valworx 561086 yang dikendalikan dengan sistem kontrol otomatis berdasarkan setpoint tinggi muka air di lahan sawah. Perancangan jaringan irigasi pipa ditentukan berdasarkan analisis hidrolika aliran dalam pipa seperti ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 13 Lay-out jaringan irigasi pipa dengan memanfaatkan teknologi otomatis
18
Start
Mengidentifikasi model rancangan jaringan irigasi pipa otomatis
Membuat skema lay out, menetapkan luas sub-unit dan blok irigasi
Perhitungan rancangan hidrolik sub-unit irigasi (panjang dan diameter pipa utama, panjang dan diameter pipa manifold)
Analisis debit Analisis kecepatan aliran Analisis head loss aliran
No
Modifikasi lay out Ubah diameter pipa
Yes
Finalisasi lay out (optimalisasi)
Pipa tersedia di lapangan/pasaran
No
Yes
Selesai Gambar 14 Diagram alir perancangan jaringan irigasi pipa Tinggi muka air di lahan percobaan sebagai acuan kendali pengaturan Valworx 561086 di deteksi menggunakan sensor water level yang diletakkan di bagian tengah sawah dengan setpoint bawah 0 cm dan setpoint atas 5 cm dari permukaan tanah. Tingkat kelengasan tanah lahan percobaan di deteksi oleh
19 sensor soil moisture yang di tanam pada lahan percobaan dengan kedalaman antara 5 – 10 cm (Gambar 15) (Cardenas-Lailhacar dan Dukes 2010).
Gambar 15 Tata letak sensor di lahan sawah Pengujian dan Percobaan Lapang Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap sistem kontrol otomatis. Pada antar muka serial port akan ditampilkan nilai dari sensor water level dan sensor soil moisture, sehingga dapat mengetahui dan mengamati nilainya. Selanjutnya dilakukan pengaturan penggunaan sistem kontrol dengan memasukkan nilai setpoint sebagai acuan untuk memberikan perintah pada motor kran air elektris Valworx 561086. Pada percobaan lapang dilakukan implementasi dan pengujian hasil rancangan sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi perpipaan di lahan sawah aktual skala lapang sesuai dengan rancangan pada Gambar 13 selama 7 hari secara kontinyu. Keluaran data yang diperoleh adalah tinggi muka air di lahan sawah, kelembaban tanah, dan status valve. Tabel 4 menunjukkan format data yang disimpan dalam SD card. Tabel 4 Format keluaran data hasil percobaan No
Date
Time
WL_1
WL_2
vwc
Status Status Proses power valve valve
1
21/05/2015 17:38:45
-0,12
-0,14
39,13
Open
Open Proses
Power Valve Off
2
22/05/2015 15:39:40
3,36
2,97
45,38
Idem
Power Valve Off
-
3
23/05/2015 15:51:40
5,13
4,89
51,95
Close
Close Proses
Power Valve Off
Analisis Hasil Percobaan Berdasarkan data yang diperoleh dan perlakuan-perlakuan yang dilakukan, maka akan dilakukan analisis hasil percobaan. Analisis ini dilakukan agar data hasil pengujian dapat digunakan dan dijadikan rujukan untuk penyempurnaan sistem lebih lanjut. Data yang diambil merupakan data pembacaan sensor water
20 level, data pembacaan sensor soil moisture, status valve, process valve, dan status power valve terhadap interval waktu pengukuran setiap 10 menit. Perubahan tinggi muka air pada lahan sawah dan kadar air tanah dapat dilihat dari kedua sensor tersebut. Data pembacaan sensor terekam pada memori yang telah terpasang di dalam sistem mikrokontroler. Analisis data hasil percobaan yang diperoleh dapat menggambarkan kurva kinerja sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi perpipaan berbasis tenaga surya dengan setpoint yang diinginkan. Pada rancangan irigasi pipa otomatis akan dilakukan analisis akumulasi komponen kesetimbangan air dan persentasenya yang dihitung untuk masa percobaan irigasi otomatis di lahan sawah. Komponen kesetimbangan air pada percobaan irigasi otomatis yang dianalisis adalah volume irigasi, total aplikasi irigasi, curah hujan harian, evapotranspirasi, run off, perkolasi, dan perubahan simpanan air di lahan sawah (perubahan muka air di atas tanah dan perubahan kelembaban tanah). Gambar 16 menunjukkan diagram penelitian.
Start
Analisis Sistem
Perancangan
Sistem kontrol otomatis
Jaringan irigasi pipa
Pengujian dan simulasi
Analisis hidrolik pipa
Implementasi dan Percobaan Lapang
Analisis Hasil Percobaan
Selesai Gambar 16 Diagram alir penelitian
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Menurut Hanafiah (2005), bahwa tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air, ketersediaan air di dalama tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air (perkolasi). Secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisiensi dalam pemakaian air irigasi. Pada dasarnya tanah sebagai media tumbuh mempunyai empat fungsi yaitu: 1) tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran yang mempunyai dua peranan utama, penyokong tegak tumbuhnya trubus (bagian atas) dan sebagai zat-zat yang dibutuhkan tanaman, 2) penyedia kebutuhan primer tanaman untuk melaksanakan aktivitas metabolisme, baik selama pertumbuhan maupun untuk berproduksi, meliputi air, udara dan unsurunsur hara, 3) penyedia kebutuhan sekunder tanaman yang berfungsi dalam menunjang aktivitasnya supaya berlangsung secara optimum, 4) habitat biota tanah yang berdampak positif karena terlibat secara langsung maupun tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama penyakit tanaman. Analisis sifat fisik tanah lahan percobaan dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Tanah Terpadu, Balai Penelitian Tanah, Cimanggu, Bogor. Tabel 5 menunjukkan sifat fisika tanah di lahan percobaan. Tabel 5 Sifat fisik tanah lahan percobaan Sifat fisika tanah Tekstur Pasir Debu Liat Bulk density Particle density Ruang pori total Kadar air pF1 pF2 pF2.54 pF4.2 Pori drainase Cepat Lambat Air tersedia Permeabilitas
Unit
Besaran
% % % g/cc g/cc % volume
8 36 56 1.06 2.54 58.1
% volume % volume % volume % volume
56.2 50.0 45.5 30.7
% volume % volume % volume cm/jam
8.1 4.5 14.8 0.12
Tanah pada lahan percobaan secara umum memiliki tekstur liat, sehingga menyebabkan kapasitas menahan air (water holding capasity) yang relatif tinggi karena memiliki ruang pori halus yang lebih banyak. Tingkat permeabilitas pada lahan sawah percobaan termasuk katagori lambat yaitu 0.12 cm/jam (Asdak 2010;
22 Arsyad 2010), hal ini dapat mengurangi terjadinya pemborosan air oleh laju infiltrasi dan perkolasi. Permeabilitas tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, alur-alur pembajakan, akar tumbuhan, lubang-lubang cacing atau keaktifan jenis makhluk yang terdapat di dalam tanah. Menjaga permeabiltas tanah pertanian yang baik untuk sesuatu jenis tanaman akan menjamin peningkatan hasil produksi tanaman. Pemberian air irigasi diharapkan dapat mengisi air tanah pada kondisi pF (retensi lengas tanah) antara 2 sampai dengan 2.54 (kapasitas lapang). Pada kondisi kapasitas lapang keadaan tanah cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar-akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama semakin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen) yaitu pada kondisi pF 4.2. Pengaturan water level antara 0 cm sampai 5 cm pada irigasi pipa otomatis dilahan sawah dapat menjaga kelembaban tanah berada pada kondisi pF dibawah 2 yang berarti tanah berada pada kondisi jenuh atau macak-macak dan tidak kekurangan air. Pengaturan water level antara 0 cm sampai 5 cm juga diharapkan dapat menjaga genangan untuk pengisian air tanah di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan, serta dapat menghindari tanaman dari kondisi pF 4.2 (titik layu permanen) yang berarti bahwa tanaman tidak akan mengalami kondisi cekaman air (water stress) dan tanaman dapat tumbuh serta berproduksi secara optimum.
Analisis Hidrolik Jaringan Irigasi Pipa Pada jaringan irigasi sistem perpipaan, pipa merupakan komponen yang paling utama. Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung satu sama lain secara hidrolis, sehingga apabila di satu pipa mengalami perubahan debit aliran maka akan terjadi perubahan penyebaran aliran ke pipa-pipa yang lain. Pipa berfungsi untuk mengalirkan air irigasi dari suatu titik simpul ke titik simpul yang lain. Aliran dalam pipa timbul karena terjadi perbedaan tekanan pada dua tempat, yang disebabkan adanya perbedaan elevasi muka air di reservoir dan lahan sawah sebesar 50 cm. Tekanan penggerak air pada irigasi pipa adalah gaya gravitasi sehingga air yang ada pada reservoir akan mengalir ke sawah searah dengan gaya gravitasi. Air yang terdapat di dalam pipa akan mengalir dari penampang yang memiliki tinggi energi lebih besar menuju penampang yang memiliki tinggi energi lebih kecil. Analisis hidrolik jaringan perpipaan dilakukan untuk menentukan perancangan irigasi yang tepat. Jarak outlet jaringan irigasi adalah 13 m dengan diameter pipa utama 0.15 m menghasilkan debit 0.012 m3/detik. Jumlah debit yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air di reservoir karena pemberian air irigasi menggunakan sistem gaya gravitasi. Debit air yang mengalir pada penampang pipa adalah luas penampang pipa dikalikan dengan kecepatan aliran dan ditentukan dalam satuan volume air per satuan waktu. Debit air yang masuk kedalam pipa mempunyai kecepatan aliran yang berbeda-beda tergantung dari diameter pipanya. Pengaruh ini dapat di deteksi dari segi perubahan tekanan yang ada di pipa. Dalam suatu sistem jaringan air yang keluar dari node
23 dikendalikan oleh sebuah valve yang menghubungkan antara satu bagian jaringan dengan bagian lainnya. Tabel 6 memperlihatkan hasil analisis hidrolik perpipaan pada irigasi otomatis berbasis tenaga surya di lahan sawah. Tabel 6 Hasil analisis hidrolik pipa pada jaringan irigasi Parameter hidrolik pipa L1 L2 D1 D2 z1 z2 I hf tot v1 v2 Q1
Besaran 13 3 0.15 0.08 0.20 0.30 0.0038 0.12 0.69 0.45 0.012
Unit m m m m m m m m/s m/s m3/d
Keterangan panjang pipa utama panjang pipa manifold diameter pipa utama diameter pipa manifold elevasi inlet irigasi elevasi outlet irigasi hf/L total head loss pada jaringan irigasi kecepatan aliran pada L1 kecepatan aliran pada L2 debit tersedia
Hasil perhitungan bahwa kehilangan energi (head loss) major pada pipa utama adalah 0.037 m lebih besar dari kehilangan energi (head loss) major pada pipa manifold yaitu 0.0072 m. Hal ini disebabkan karena pengaruh perbedaan panjang pipa, luas penampang pipa dan kecepatan aliran pada masing-masing pipa. Semakin besar panjang pipa maka akan semakin besar head loss aliran dalam pipa tersebut (faktor gesekan). Total kehilangan energi (head loss) pada pipa utama adalah 0.087 m yang terdiri dari kehilangan energi (head loss) akibat pengecilan dan perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur, valve, dan belokan pipa 90. Pada pipa manifold total kehilangan energi (head loss) adalah 0.028 m yang terdiri pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur, perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur, valve, dan belokan pipa 90.
Kalibrasi Sensor Kalibrasi sensor water level dilakukan dengan pengukuran tinggi muka air pada berbagai tingkat level muka air. Data yang diperoleh digunakan untuk membentuk persamaan linier, untuk memperoleh hubungan nilai tinggi muka air dan data analog digital converter dari sensor sebagai persamaan kalibrasi. Hasil kalibrasi sensor water level 1 dan sensor water level 2 menunjukkan hubungan yang sangat linier dengan koefisien determinasi sensor water level 1 adalah 0.9609 dan sensor water level 2 adalah 0.9777. Persamaan linier kalibrasi tersebut akan digunakan untuk mengkonversi nilai bacaan sensor berupa data analog digital converter tinggi muka air aktual di lahan sawah. Perbedaan koefisien determinasi dari kedua sensor water level disebabkan karena perbedaan sensivitas dan casing dari masing-masing sensor.
24 Sensor water level bekerja dengan basis tekanan hidrostatis dari cairan yang diberikan kepada sensor. Tekanan hidrostatis yang diberikan cairan ke sensor menyebabkan perubahan resistansi listrik yang besarnya tergantung oleh jarak dari titik atas sensor ke permukaan cairan. Semakin kecil tinggi permukaan air, maka jarak titik atas sensor ke titik permukaan cairan akan semakin kecil dan tekanan hidrostatis dari cairan tersebut juga semakin kecil. Hal ini menyebabkan ketika ketinggian cairan tinggi, output voltase yang ditampilkan pada serial monitor menghasilkan nilai yang kecil. Semakin besar tinggi permukaan air, maka jarak titik atas sensor ke titik permukaan cairan akan semakin besar dan tekanan hidrostatis dari cairan tersebut juga semakin besar. Hal ini menyebabkan ketika ketinggian cairan rendah, output voltase yang ditampilkan pada serial monitor menghasilkan nilai yang tinggi. Gambar 17 menunjukkan kurva kalibrasi sensor water level eTape Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12. 25
25 20
y = -0.1189x + 61.543 2 R = 0.9609
Water Level (cm)
Water Level (cm)
20 15 10 5 0
y = -0.1014x + 52.636 R2 = 0.9777
15 10 5 0
300
350
400
450
500
550
300
Nilai ADC sensor_1
350
400
450
500
550
Nilai ADC sensor _2
(a)
(b)
Gambar 17 Kurva kalibrasi (a) sensor water level 1, dan (b) sensor water level 2 Kalibrasi sensor soil moisture dilakukan dengan mengkonversi keluaran data besaran tegangan listrik (volt). Perubahan kelembaban adalah sebanding dengan jumlah tegangan yang mengalir melalui tanah (Harishankar et al. 2014; Shiraz dan Yogesha 2014). Hal ini menyebabkan ketika kelembaban meningkat maka output voltase yang ditampilkan pada serial monitor menghasilkan nilai yang tinggi. Persamaan kalibrasi sensor soil moisture terdiri dari 4 fase tegangan. Gambar 18 menunjukkan persamaan kalibrasi sensor Vegetronix VH 400. 2,5
Sensor Persamaan Output (Volt) 0 – 1.1 V VWC = 10 V 1
VWC vs Sensor Output
Sensor Output (volt)
2,0 1,5 1,0
1.1 – 1.3 V
VWC = 25 V 17.5
0,5
1.3 – 1.82 V
VWC = 48.08 V 47.5
0,0
1.82 – 2.2 V
VWC = 26.32 V 7.89
0
10
20
30
40
50
60
VWC (% volume)
Gambar 18 Kurva dan persamaan kalibrasi sensor soil moisture
25 Sistem Irigasi Otomatis Berbasis Tenaga Surya Sistem kontrol dioperasikan dengan pemanfaatan energi matahari yang telah dirubah ke tegangan DC melalui solar charge controller dan melakukan pengisian otomatis, jadi alat ini dapat diterapkan pada tempat yang tidak terdapat aliran listrik dan mampu dioperasikan 24 jam secara kontinyu (Ingale dan Kasat 2012). Tenaga surya dapat memberikan daya yang cukup untuk menggerakkan sistem dan dapat mengatasi masalah kebutuhan listrik (Uddin et al. 2012). Penggunaan tenaga surya juga dapat mengurangi konsumsi energi lebih dari 35% sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan petani (Alam dan Naseem 2014). Sel surya pada dasarnya adalah suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Konversi ini didasarkan pada fenomena efek Photovoltaic. Sinar matahari terdiri dari foton dengan tingkat energi yang berbeda tergantung spektrum dari mana sinar berasal. Ketika sinar matahari menyentuh permukaan bahan Photovoltaic, maka akan menyemburkan elektron yang menghasilkan tegangan listrik. Fenomena ini dikenal sebagai efek Photovoltaic. Sel surya dapat mengkonversi sekitar 30% dari energi radiasi matahari menjadi listrik. Sistem kerja sel surya menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipen mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipep mempunyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur atomnya. Peran dari p-n junction adalah membentuk medan listrik sehingga elektron dan hole bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Elektron dan hole timbul ketika sinar matahari menyentuh sel surya. Elektron-elektron dan hole-hole yang timbul di sekitar p-n junction bergerak berturut-turut ke arah lapisan n dan ke arah lapisan p. Sehingga pada saat elektron-elektron dan hole-hole itu melintasi p-n junction, timbul beda potensial pada kedua ujung sel surya. Jika pada kedua ujung sel surya diberi beban maka timbul arus listrik yang mengalir melalui beban. Gambar 19 menunjukkan ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction.
Gambar 19 Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction (Sumber: sun-nrg.org) Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan DC sebesar 0.5 sampai 1 volt, dan arus short-circuit dalam skala milliampere per cm2.
26 Satu modul surya biasanya terdiri dari 28 – 36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan DC sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran standar (Air Mass 1.5). Pada saat sinar matahari cukup terik, maka sel surya menghasilkan 20 – 23V / 1.9 – 2.4 A (38 – 50 Watt) atau sekitar 350 Watt/hari. Bahan dan cara kerja yang aman terhadap lingkungan menjadikan sel surya sebagai salah satu hasil teknologi pembangkit listrik yang efisien bagi sumber energi alternatif. Analisis konsumsi daya yang digunakan oleh sistem kontrol otomatis ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Analisis konsumsi daya sistem kontrol otomatis Uraian Daya Ouput Sensor water level 1 Sensor water level 2 Sensor soil moisture Arduino Uni ATMega 328P RTC dan Micro SD Relay 5V Relay 12V Kran air elektris Valworx 561086 Daya Input Solar panel Baterai Lama daya tahan baterai tanpa suplai dari solar panel (Jam) Faktor dieffisiensi baterai (Jam) Lama daya tahan baterai efektif tanpa suplai dari solar panel (Jam)
Konsumsi Daya Tanpa sistem Aplikasi sistem kontrol (watt) kontrol (watt) 0.5 0.5 0.02 1.08 0.008 0.54 0.90 25.2
0.5 0.5 0.02 1.08 0.008 0.09 0.15 4.2
50 540
50 540
19
82
3
3
16
79
Hasil analisis menunjukkan bahwa tanpa penggunaan sistem kontrol otomatis dan tanpa pemanfaatan energi matahari, maka baterai dengan kapasitas 12VDC – 45Ah memiliki daya tahan terhadap beban selama 16 jam. Hal ini menyebabkan sistem tidak dapat dioperasikan selama 24 jam secara kontinyu. Tanpa penggunaan sistem kontrol otomatis, motor kran air elektris dan relay mengkonsumsi daya secara kontinyu dan merupakan konsumsi daya paling besar dibandingkan rangkaian yang lain yaitu sebesar 25.2 Watt. Total konsumsi daya yang dibutuhkan untuk pengoperasian sistem tanpa kontrol adalah 28.8 Watt. Mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dapat diaktifkan melalui koneksi USB atau dengan catu daya eksternal. Daya eksternal (non-USB) berasal dari baterai dan dihubungkan dengan menancapkan plug jack ukuran 2.1 mm ke konektor power. Konsumsi daya yang dibutuhkan untuk board Arduino Uno adalah 7 sampai dengan 12 Volt, jika diberi daya kurang dari 7 Volt kemungkinan pin 5 Volt Arduino Uno dapat beroperasi tetapi tidak stabil. Jika diberi daya lebih dari 12 Volt, maka regulator tegangan akan panas dan dapat merusak board Arduino Uno.
27 RTC dapat dioperasikan pada tegangan 3.3 sampai dengan 5 Volt, dan Vcc merupakan sumber tegangan utama. Jika sumber tegangan terhubung dengan baik, maka pengaksesan data dan pembacaan data dapat dilakukan dengan baik. Ketika tegangan 5 Volt diberikan dalam batas yang normal, data dapat ditulis atau dibaca. Ketika Vcc dibawah 3.3 Volt, maka proses baca dan tulis tidak dapat dilakukan. Akan tetapi, proses pewaktu (time keeping) tetap dilakukan oleh RTC tanpa dipengaruhi oleh tegangan masukan yang rendah. Saat Vcc turun dibawah 3 volt, catu daya untuk RAM dan pewaktu dipindahkan ke internal lithium baterai yang terdapat pada RTC. Pemanfaatan energi matahari dengan solar panel yang memiliki kapasitas suplai daya ke baterai sebesar 50 Watt dapat mendukung sistem kontrol otomatis dioperasikan selama 24 jam secara kontinyu. Mikrokontroler membatasi durasi waktu untuk proses buka – tutup kran air elektris selama 300 detik untuk rotasi 90, sehingga dapat menambah daya tahan baterai terhadap beban selama 79 jam dan menghemat penggunaan daya baterai sebesar 22.2 Watt. Konsumsi daya oleh motor kran air elektris untuk proses buka – tutup selama 10 menit dengan sistem kontrol adalah 4.2 Watt, jumlah konsumsi daya tersebut lebih kecil dari pada tanpa sistem kontrol otomatis. Pemanfaatan sistem kontrol otomatis juga dapat menghemat konsumsi daya oleh relay 5 Volt dan 12 Volt sebesar 1.2 Watt, hal ini disebabkan karena relay hanya konsumsi daya ketika mengaktifkan motor kran air elektris untuk proses buka – tutup selama 10 menit.
Pengujian dan Kinerja Sistem Irigasi Otomatis Bertenaga Surya Ujicoba dan penelitian irigasi otomatis berbasis tenaga surya telah dilakukan dengan simulasi komputer untuk mengoperasikan pompa irigasi berdasarkan kelembaban tanah sebagai acuan kendali (Dursun dan Ozden 2012; Ingale dan Kasat 2012). Model simulasi ini diimplementasikan pada skala laboratorium dan lahan kering untuk bidang pertanian ukuran medium. Pengembangan mode komunikasi antar instrument dikembangkan untuk mengatasi kendala jarak di lahan pertanian yang luas, dengan memanfaatkan teknologi sistem nirkabel (Uddin et al. 2012; Nagahage dan Dilrukshi 2012; Yalla et al. 2013; Dhanne et al. 2014; Bansal et al. 2014; Alam dan Naseem 2014). Sistem kontrol otomatis dioperasikan dengan menggunakan teknik Modul GSM dan teknologi ZigBee Modul, sehingga petani dapat mengontrol ON/OFF motor pompa irigasi dengan menggunakan ponsel bahkan dari jauh. Aktuator dari sistem irigasi umumnya hanya mengoperasikan pompa irigasi l m 2 posisi y itu “buk ” n “tutup”, n sist m kontrol iimpl m nt sik n pada bidang pertanian skala laboratorium serta dilahan kering berukuran medium. Oleh karena itu sistem kontrol otomatis bertenaga surya dibangun untuk pengaturan buka – tutup sistem rotasi kran elektris Valworx 561086 menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P, dengan acuan kendali water level dan diimplementasi pada irigasi pipa skala lapang di lahan sawah aktual (lahan basah). Data tinggi muka air (water level) dan kelembaban tanah diperoleh dari hasil uji rancangan sistem irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya di lahan sawah yang dilakukan selama 7 hari secara kontinyu. Pada Gambar 20 memperlihatkan kinerja sistem kontrol dalam menjaga tinggi muka air di lahan
28 sawah dan pengoperasian kran air elektris Valworx 561086 sesuai dengan batas rentang setpoint yang telah ditentukan. Sumbu x pada kurva menunjukkan waktu pengambilan data dan sumbu y ordinat primer di sebelah kiri gambar menunjukkan perubahan tinggi muka air (cm). Sumbu y ordinat sekunder disebelah kanan gambar menunjukkan tingkat kelengasan tanah (% volume). Hasil percobaan menunjukkan tinggi muka air berfluktuasi di setiap hari, namun sistem kontrol otomatis dapat mengontrol sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P pada setpoint yang diinginkan. Sistem kontrol mengatur waktu untuk proses buka – tutup kran air elektris Valworx 561086 selama 300 detik untuk rotasi 90. Ketika proses buka – tutup selesai, motor kran air elektris dalam kondisi stand by dan terputus dengan tegangan dari baterai, sehingga dapat menghemat penggunaan daya baterai. Sistem kontrol dioperasikan dengan pemanfaatan energi matahari yang telah dirubah ke tegangan DC melalui solar charge controller, jadi alat ini dapat diterapkan pada tempat yang tidak terdapat aliran listrik dan mampu dioperasikan 24 jam secara kontinyu. WL_2
setpoint bawah
setpoint atas
periode irigasi
VWC
10,0
60,0
8,0
48,0
6,0
36,0
4,0
24,0
2,0
12,0
0,0
0,0
-2,0 21/05/2015 22/05/2015 23/05/2015 24/05/2015 25/05/2015 26/05/2015 27/05/2015
vwc (% volume)
Tinggi Muka Air (cm)
WL_1
-12,0
Waktu Pengamatan
Gambar 20 Hasil percobaan irigasi otomatis di lahan sawah Pada Gambar 20 juga dapat dilihat adanya tinggi muka air di lahan sawah melewati batas setpoint atas, hal ini terjadi karena faktor hujan dan rembesan dari lahan sekitar yang menyebabkan suplai air yang masuk ke lahan secara berlebihan dengan durasi waktu tertentu. Rata-rata waktu buka katup irigasi adalah 80.67 menit dengan debit rata-rata sebesar 0.29 m3/menit. Total aplikasi irigasi yang diberikan selama percobaan setara dengan 37.54 cm. Rata-rata durasi waktu untuk penurunan tinggi muka air (water level) dari tinggi puncak sampai ke permukaan tanah adalah 112.36 menit. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk penurunan dan kenaikan tinggi muka air di lahan sawah mengalami perbedaan, hal ini terjadi karena faktor pengisian air tanah, drainase, hujan, dan faktor cuaca di lokasi pengujian seperti temperatur udara dan lama penyinaran yang mempengaruhi laju penguapan. Hasil percobaan juga memperlihatkan bahwa pada saat level muka air di lahan sawah meningkat maka kadar air tanah juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai vwc pada sensor soil moisture. Nilai vwc merupakan hasil dari perambatan kapiler dari titik atas sensor ke permukaan cairan. Sensor soil moisture menggunakan dua probe yang terbuat dari tembaga untuk melewatkan
29 arus yang melalui tanah dan kemudian membaca resistansi untuk mendapatkan tingkat kelembaban, lebih banyak air (basah) membuat tanah menghantarkan listrik lebih mudah (resistansi berkurang), sedangkan tanah kering (tidak basah) sangat sukar untuk menghantarkan listrik (resistansi meningkat). Ketika proses pengisian air tanah ke pori-pori tanah maka tanah dalam keadaan jenuh, atau dalam proses menuju jenuh sehingga nilai vwc meningkat. Hasil percobaan menunjukan bahwa kadar air tanah maksimum sebesar 54.96% dan kadar air tanah minimum 39.13%. Pada Gambar 21 menunjukkan akumulasi komponen kesetimbangan air dan persentasenya yang dihitung untuk masa percobaan irigasi otomatis di lahan sawah. Dimana ET adalah evapotranspirasi, RO adalah limpasan, P adalah perkolasi, dan dS adalah perubahan simpanan air di lahan. Selama percobaan jika tidak terjadi suplai air dari hujan yang melewati batas setpoint atas, maka irigasi beroperasi secara otomatis sesuai batas setpoint yang telah ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama ada suplai air yang cukup dari hujan, sistem irigasi tidak akan beroperasi dengan adanya informasi ketinggian air di lahan sawah yang berada dalam batas setpoint yang diizinkan sehingga dapat menjaga lahan dari penggunaan air irigasi yang berlebihan. Nilai evaporasi yang besar disebabkan lokasi percobaan yang tidak ternaung dari radiasi matahari dan temperatur yang relatif tinggi karena musim kemarau. Irr
ET
RO+P
dS
Re
8,0 7,0 6,0
cm of water
5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 -1,0 -2,0 21/05/2015
22/05/2015
23/05/2015
24/05/2015
25/05/2015
26/05/2015
27/05/2015
Waktu Pengamatan
Gambar 21 Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi otomatis Total evaporasi selama percobaan adalah 33.3 mm, dengan demikian terdapat selisih air irigasi sebesar 34.21 cm yang digunakan untuk perubahan simpanan air di lahan, perkolasi, dan limpasan. Total run off dan perkolasi selama percobaan pada sistem irigasi otomatis yaitu sebesar 31.05 cm. Nilai limpasan dan perkolasi yang besar disebabkan karena seepage pada canal sawah dan sistem drainase konvensional. Sistem irigasi otomatis baik genangan maupun irigasi mikro yang bekerja secara otomatis terbukti dapat menjaga suplai air ke lahan sesuai dengan kebutuhan (Saptomo et al. 2012). Akan tetapi untuk meningkatkan akseptibilitas teknologi irigasi otomatis, maka penggunaan open source prototyping system yang cukup mudah dan murah dapat digunakan. Penggunaan sistem irigasi otomatis dapat mengoptimalkan penggunaan air dengan mengurangi pemborosan air irigasi 50% dari pada irigasi konvensional serta efisiensi tenaga kerja (Nagahage dan Dilrukshi 2012; Harishankar et al. 2014), serta sistem irigasi
30 otomatis dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan produktivitas air, yaitu berat produk yang dihasilkan per liter air yang digunakan (Molden et al. 2007). Gambar 22 menunjukkan akumulasi komponen kesetimbangan air dan persentasenya yang dihitung untuk masa percobaan irigasi konvensional di lahan sawah. Irr
Re
ET
dS
RO + P
18,00 16,00
cm of water
14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 21/05/2015
22/05/2015
23/05/2015
24/05/2015
25/05/2015
26/05/2015
27/05/2015
Waktu Pengamatan
Gambar 22 Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi konvensional Hasil analisis pada irigasi konvensional menunjukkan bahwa terjadi pemborosan air oleh run off dan perkolasi, hal ini terjadi karena pemberian air irigasi tetap terjadi walaupun ada suplai air yang cukup dari hujan. Sistem irigasi konvensional beroperasi dengan durasi waktu tertentu secara kontinyu dan total irigasi yang diberikan setara dengan 37.05 cm. Total run off dan perkolasi lebih besar dari pada sistem irigasi otomatis yaitu sebesar 42.82 cm. Pemberian air irigasi secara konvensional dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan air di lahan sawah sehingga tanaman tidak dapat tumbuh secara optimum.
5 SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil percobaan menunjukkan bahwa sistem kontrol otomatis dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dapat berfungsi dengan baik dalam menyediakan air di lahan sesuai dengan yang diinginkan. Sistem kontrol otomatis dapat mengatur rotasi kran elektris Valworx 561086 sebesar 90 dengan acuan tinggi muka air di lahan sawah sebagai setpoint yang ditentukan. Mikrokontroler membatasi durasi waktu untuk pengaturan proses buka – tutup kran air elektris Valworx 561086 sebesar 300 detik, sehingga mampu menghemat konsumsi daya sebesar 22.2 Watt. Rata-rata waktu pengoperasian irigasi adalah 80.67 menit dengan debit rata-rata sebesar 0.29 m3/menit. Total aplikasi irigasi yang diberikan selama percobaan setara dengan 37.54 cm, hal ini dapat mencukupi kebutuhan air di lahan untuk evapotranspirasi sebesar 3.33 cm, limpasan, perkolasi, dan pengisian air tanah sebesar 34.21 cm.
31 Sistem kontrol otomatis berbasis tenaga surya mampu dioperasikan 24 jam secara kontinyu, mampu mengatasi kebutuhan energi listrik, cukup murah dan memberi kemudahan sistem irigasi bagi petani. Sistem irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya juga dapat mengurangi pemborosan air irigasi, meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisien tenaga kerja.
Saran Pada penelitian selanjutnya sensor water level dan soil moisture yang digunakan perlu dilengkapi dengan wireless sehingga jarak pengiriman data ke mikrokotroler dapat terjangkau di lahan yang lebih luas. Selain itu diperlukan pengembangan algoritme yang lebih baik lagi untuk mengontrol sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan sudut rotasi buka – tutup yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan tinggi muka air di lahan.
DAFTAR PUSTAKA Adams Henry D, Luce C.H, Breshears D.D, Allen C.D, Weiler M, Hale V.C, Smith A.M.S, Huxman T.E. 2011. Ecohydrological consequences of drought-and infestationtriggered tree die-off: insights and hypotheses. Ecohydrol. 5 : 145 159. doi:10.1002/eco.233. Alam N, Naseem A. 2014. Solar powered auto irrigation system. Sci. Int. (Lahore). 26 (4) : 1515 – 1517. ISSN: 1013 – 5316. Arif C, Saptomo S.K, Setiawan B.I, Iskandar M.A. 2009. Simulasi komputer penerapan teknik kendali fuzzy sederhana untuk pengaturan muka air tanah di lahan padi SRI. Jurnal Irigasi. 4 (2) : 131 144. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Ed. II. Bogor (ID): IPB Press. Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Bansal M, Bhatia T, Srivastava S, Gupta S, Goyal T. 2014. Automatic Solar Powered Water Pumping Using Zigbee Technology. International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering (IJETAE). 4 (4) : 812 – 816. ISSN: 2250 – 2459. ISO: 9001:2008. Cardenas-Lailhacar B, Dukes M.D. 2010. Precision of soil moisture sensor irrigation controllers under field conditions. Agricultural Water Management. 97 : 666 – 672. doi:10.1016/j.agwat.2009.12.009. Coates R.W, Delwiche M.J, Broad A, Holler M. 2013. Wireless sensor network with irrigation valve control. Computers and Electronics in Agriculture. 96 : 13 – 22. doi:10.1016/j.compag.2013.04.013. Dhanne B.S, Kedare S, Dhanne S.S. 2014. Modern solar powered irrigation sysytem by using arm. International Journal of Research in Engineering and Technology. eISSN: 2319-1163. pISSN: 2321-7308. 3 (3) : 20 – 25 Dursun M, Ozden S. 2012. Application of solar powered automatic water pumping in Turkey. International Journal of Computer and Electrical
32 Engineering. 4 (2) : 161 – 164. April 2012. Hanafiah A.K. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Hardjoamidjojo S, Setiawan BI. 2001. Pengembangan dan pengelolaan air di lahan basah. Buletin Keteknikan Pertanian. 15 (1) : 40 47. Harishankar S, R. Sathish Kumar, Sudharsan K.P, U. Vignesh, T. Viveknath. 2014. Solar powered smart irrigation system. Advance in Electronic and Electric Engineering. 4 (4) : 341 – 346. ISSN: 2231 – 1297. Ingale H, Kasat N.N. 2012. Automated solar based agriculture pumping. International Journal of Advanced Research in Computer Science and Software Engineering. 2 (11): 407–410. November 2012. ISSN: 2277 128X. Kodoatie Robert J. 2005. Hidrolika Terapan : Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa. Yogyakarta (ID): CV. Andi Offset. Lozano D, Arranja C, Rijo M, Mateos L. 2010. Simulation of automatic control of an irrigation canal. Agricultural Water Management. 97 : 91 100. doi:10.1016/j.agwat.2009.08.016. Maryono A. 2003. Hidrolika Terapan. Jakarta (ID): PT. Pradnya Paramita. Molden D, T. Oweis, P. Steduto, J.W. Kijne, M.A. Hanjra, P.S. Bindraban. 2007. Pathways for increasing agricultural water productivity. In: Molden, D. (ed). Water for Food, Water for Life: A Comprehensive Assessment of Water Management in Agriculture. London: Earthscan and Colombo: International Water Management Institute. Munson R. Bruce. 2003. Mekanika Fluida. Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Nagahage I.S.P., E.A.A. Dilrukshi. 2012. Solar powered automated irrigation system. ACEPS, 2012 : 259 – 265. Nikolidakis S.A, Kandris D, Vergados D.D, Douligeris C. 2015. Energy efficient automated control of irrigation in agriculture by using wireless sensor networks. Computers and Electronics in Agriculture. 113 : 154 – 163. doi:/10.1016/j.compag.2015.02.004. Prastowo. 2010. Irigasi Tetes : Teori dan Aplikasi. Bogor (ID): IPB Press. Purwanto M.Y.J, Badrudin U. 1999. Fluktuasi kelembaban tanah pada budidaya gogorancah. Buletin Keteknikan Pertanian. 13 (1) : 1 8. Raghuwanshi N.S, Wallender W.W. 1999. Forecasting and optimizing furrow irrigation management decision variables. Jurnal Irrigation Science. 19: 16. om ro , Muri l J L, G r i I, Mu˜noz l P ˜n D 2012 s r h on automatic irrigation control: State of the art and recent results. Agricultural Water Management. 114 : 59 66. doi:10.1016/j.agwat.2012.06.026. Sánchez-Molina J.A, Rodriguez F, Guzman J.L, Ramírez-Arias J.A. 2015. Water content virtual sensor for tomatoes in coconut coir substratefor irrigation control design. Agricultural Water Management. 151 : 114 – 125. doi:10.1016/j.agwat.2014.09.013. Saptomo S.K, Chadirin Y, Setiawan B.I, Sofiyuddin H.A. 2012. Peningkatan efisiensi air irigasi dengan introduksi sistem otomatis pada sistem irigasi di lahan produksi pangan. Bandung (ID): Pertemuan Ilmiah Tahunan 29 Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia. 19 – 12 Oktober 2012 :407-417. Saptomo S.K, Isnaini R, Setiawan B.I. 2013. Irigasi curah otomatis berbasis sistem pengendali mikro. Jurnal Irigasi. 8 (2) : 115 125.
33 Saptomo S.K, Setiawan B.I, Nakano Y. 2004. Water regulation in tidal agriculture using wetland water level control simulator. The CIGR. Journal of Scientific Research and Development. Manuscript LW 03 001. Septiawan F. 2010. Pengertian sensor [internet]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [diunduh 2014 Nop 18]. Tersedia pada: http://farisseptiawan.blogspot.com/2010/03/pengertian-sensor.html. Shiraz Pasha B.R, B. Yogesha. 2014. Microcontroller based automated irrigation system. The International Journal Of Engineering And Science (IJES). 3 (7) : 6 – 9. ISSN (e): 2319 – 1813. ISSN (p): 2319 – 1805. Siebert, Doll, 2010. Quantifying blue and green virtual water contents in global crop production as well as potential production losses without irrigation. Journal of Hydrology. 384 (3 – 4) : 198 – 217. Sudha M.N, Valarmathi M.L, Babu AS. 2011. Energy efficient data transmission in automatic irrigation system using wireless sensor networks. Computers – 221. and Electronics in Agriculture. 78 : 215 doi:10.1016/j.compag.2011.07.009. Sulistiono P. 2013. Analisis karakteristik aliran dalam boks bagi pada sistem irigasi perpipaan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Triatmodjo B. 2013. Hidraulika II. Cetakan ke-9. Yogyakarta (ID): Beta Offset. Triatmodjo B. 2013. Hidrologi Terapan. Cetakan ke-3. Yogyakarta (ID): Beta Offset. Tusi A. 2010. Rancang bangun otomatisasi irigasi (desain pintu air dan simulasi sistem kendali level muka air sawah) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Uddin J, Reza, S.M.T. Newaz Q, Uddin J, Islam T, Kim J.M. 2012. Automated irrigation system using solar power. Electrical & Computer Engineering (ICECE). 2012 7th International Conference, 20 – 22 December, 2012, Dhaka, Bangladesh. doi:10.1109/ICECE.2012.6471527. Vera-Repullo J.A, Ruiz-P ˜n lv r L, Jimén z-Buendía M, Rosillo J.J. MolinaMartínez J.M. 2015. Software for the automatic control of irrigation usingweighing-drainage lysimeters. Agricultural Water Management. 151 : 4 – 12. doi:10.1016/j.agwat.2014.10.021. Winarbawa S. 2000. Pengaruh kadar air tanah terhadap pertumbuhan dan produksi dua tipe kapolaga sabrang. Buletin Agronomi. 28 (1) : 1 – 8. Yalla S.P, Ramesh B, Ramesh A. 2013. Autonomous solar powered irrigation system. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA). 3 (1) : 60 – 65. ISSN: 2248 – 9622.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lahan percobaan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya
Lampiran 2 Solar panel untuk menangkap energi matahari sebagai sumber daya listrik
35
Lampiran 3 Pipa utama pada sistem irigasi pipa otomatis di lahan sawah
Lampiran 4 Pemasangan valve elektris pada jaringan irigasi
36
Lampiran 5 Sistem kontrol otomatis dan proses kalibrasi sensor
Lampiran 6 Panel sistem kendali yang terdiri dari mikrokontroler, saklar magnetis, baterai dan charge controller
37
Lampiran 7 Tata letak sensor water level dan sensor soil moisture di lahan sawah
Lampiran 8 Valve elektris yang dilengkapi dengan by pass valve manual untuk kondisi dimana sistem mengalami kegagalan
38
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Keude Aron Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 15 Maret 1985 sebagai anak bungsu dari pasangan Rasyidin Sirait dan Anison. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2015. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Tahun Anggaran 2013, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis bekerja sebagai Dosen Tetap pada Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar Meulaboh, Aceh Barat sejak tahun 2010 dan aktif mengajar pada Program Studi Agroteknologi. Selama mengikuti program S-2, penulis menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Hidrologi Teknik program S-1 Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB pada tahun akademik 2014/2015. Pada November 2014, penulis mendapatkan Sertifikat Ahli Manajemen Air Minum yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum. Sebuah karya ilmiah berjudul Sistem Irigasi Sawah Otomatis Bertenaga Surya terpilih sebagai 107 Inovasi Indonesia pada tahun 2015. Artikel lain berjudul Rancang Bangun Sistem Otomatisasi Irigasi Pipa Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya akan diterbitkan pada Jurnal Irigasi pada tahun 2015. Artikel ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-2 penulis.