JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Rancang Bangun Sistem Deteksi Embrio Pada Telur Menggunakan Webcam M.Arif Khabibulloh, Ir. Apriani Kusumawardhani, M.Sc, Detak Yan Pratama,ST,MSc Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Telur unggas secara umum dapat dibedakan dalam 3 kondisi yaitu telur ada embrio, Telur (bagus) tidak Berembrio, serta Telur rusak. Ketiga kondisi telur ini dapat dikenali dengan pengolahan citra. Tresholding merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengenali kondisi sebuah telur. Tresholding dapat dimanfaatkan untuk memisahkan objek dalam telur dengan latar belakang dengan cara menentukan nilai ambangnya. Pada perancangan alat ini untuk dapat melihat citra didalam telur maka telur harus disinari dengan sebuah cahaya laser pada satu sisi dan sisi lainya webcam sebagai sensor untuk menangkap citra yang dibentuk. Citra yang telah didapat dapat diolah dengan program egg detection dengan nilai treshold 50 kemudian nantinya dihitung jumlah piksel dari citra yang terbentuk. Setelah dilakukan percobaan terhadap 54 data didapatkan 1 kesalahan pembacaan sehigga errornya 1,8% dan tingkat keberhasilan alat 98,2% Kata Kunci— Telur, Tresholding, Citra ,Piksel .
I. PENDAHULUAN Mensortir adalah salah satu kegiatan penting yang dilakukan oleh peternak dalam proses penetasan telur. Hal ini dilakukan untuk memisahkan telur berdasarkan kondisinya. Secara umum kondisi telur dapat digolongkan menjadi tiga yaitu kondisi telur didalamnya terdapat embrio, tidak terdapat embrio, dan rusak. Pengelompokan ketiga kondisi telur ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam memisahkan antara telur yang dapat ditetaskan (telur terdapat embrio), telur tidak dapat ditetaskan (telur rusak) dan telur bagus yang dapat dikonsumsi (tidak terdapat embrio). Telur memiliki embrio karena terjadinya pembuahan didalam telur tersebut. Sedangkan untuk telur yang bagus, didalam telur tidak terjadi pembuahan sehingga tidak dimungkinkan terdapat embrio. Dan untuk telur yang rusak, kebanyakan merupakan telur yang kondisi awalnya baik dan memilki embrio kemudian karena faktor suhu yang berubah ubah ataupun tidak sesuai dengan kondisi suhu pengeraman, hal ini menyebabkan telur mengalami kerusakan dan emrio yang mengalami kematian. Kerusakan telur ini banyak terjadi pada telur yang ditetaskan tanpa dilakukan pengaturan suhu atau penetasan tradisional. Dalam perkembangannya, telah ditemukan sebuah solusi untuk mengatasi faktor suhu yang berubah ubah, yaitu dengan cara membuat mesin tetas yang dapat mengotrol suhu sesuai dengan kondisi normal penentasan telur. Tetapi peternak masih memiliki kesuliatn lain, yaitu masalah pensortiran telur selama proses penentasan tersebut. Pada kenyatannya,
pensortiran yang dilakukan banyak menggunakan dengan cara manual, yaitu dengan memanfaatkan sumber cahaya seperti lampu untuk dapat melihat isi didalam telur. Hal ini dirasa kurang menguntungkan bagi penetasan telur unggas skala besar karena banyak terjadi kesalahan dalam pensortiran, hal ini karena masing masing orang yang melakukan pensortiran memiliki kemampuan yang berbeda beda sehigga mengakibatkan banyaknya kesalahan. Semakin banyak kesalahan proses pensortiran akan membuat kerugian yang semakin besar, sehingga diperlukan sebuah alat yang mampu untuk melakukan pensortiran telur yang dapat membantu para peternak dalammensortir telur selama masa penetasan. Sebelumnya telah dilakukan penelitian untuk mengatasi hal pensortiran ini dengan pengolahan citra. Prinsip dasar yang digunakan adalah menggunakan tresholding dan histogram untuk mengetahui tingkat keabuan dari telur tersebut sehingga didapatkan perbedaan ringkat keabuan anatara telur yang fertil dan infertil (Nopriadi, 2008). Selain itu dapat dilakukan inspeksi kecacatan telur menggunakan mesin visi. Mesin visi yang dibuat menggunakan image processing sebagai pengolahan datanya (Omid, 2010). Berdasar pada jurnal diatas maka dimungkinkan untuk melakukan sortir telur menggunakan pengolahan citra. Untuk itu pada tugas akhir ini memilki tujuan untuk membuat sebuah alat yang dapat deteksi embrio pada telur menggunakan image processing dengan metode tresholding dan menggunakan sensor webcam. Selain itu dalam tugas akhir ini menggunakan laser sebagai sumber cahaya. II. URAIAN PENELITIAN Bab ini berisi tentang metodologi yang akan dilaksanakan dalam penelitian. Langkah – langkahnya sebagai berikut; A. Peralatan dan Bahan Peralatan yang dibutuhkan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Laser. Laser dalam hal ini berfungsi sebagai sumber cahaya untuk menyinari telur. Laser yang digunakan He-Ne dengan daya 10mW dan λ 633nm. Webcam Webcam sebagai salah satu alat optik yang berfungsi sebagai pengambil gambar. Webcam yang digunakan adalah A4tech838G dengan resolusi 0,3 Megapiksel dengan plug usb 2.0 ke komputer dengan kemampuan otomatical focus.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Komputer Komputer yang digunakan adalah dell intel core i3-2100 CPU 3.1GHz system 32-bit Operating System.
2 Pada perancangan diatas diketahui bahwa kotak ini memiliki tinggi 16cm, panjang 20 cm dan lebar 17 cm. Sedangkan untuk tinggi dari laser dan webcam dalam hal ini sama yaitu 5 cm.
Adapun jalannya penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini Mulai
Studi Literatur
Tidak
Perancangan Alat & software Pedeteksi Embrio Telur
Pembuatan Alat & software Pendeteksi Embrio Telur
Pengujian Dengan Variasi Kondisi Telur
Sistem Bekerja
Iya
Pengambilan Data
Analisa Data & Pembahasan
Penyusuna Laporan
Selesai
Gamabr 2.1 flowchat rancangan program B. Perancangan Alat dan Program Alat Alat yang digunakan dalam hal ini adalah kotak deteksi yaitu kotak yang berfungsi sebagai tempat pendeteksi kondisi telur.
Gambar 2.3 posisi penempatan laser, telur dan webcam Posisi laser dan webcam diatur dalam satu arah garis lurus. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengambilan citra dari image yang terbentuk setelah telur disinari oleh laser. Karena pencahayaan yang digunakan tungga maka posisi satu arah lusu ini diperlukan agar objek telur yang tertangkap tepat ditengah dan tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan gambar. Program Perancangan program dalam hal ini berupa rancangan diagram alir secara umum untuk pembuatan program tersebur. Mulai dari pengambilan gambar. Pengambilan gambar ini merupakan proses awal untuk memulai pengolah citra. Selanjutnya pengaturan skala atau ukuran citra, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengolaha citra jika citra yang diolah memiliki skala yang besar maka proses akan berjalan lama.Selanjutnya adalah proses koversi citra RGB ke Gray hal ini dilakukan agar memudahkan dalam pengolahan citra dengan metode trsholding. Kemudian setelah hanya terdapat satu warna (gray) maka dapat dilakukan proses pengubahan derajat keabuan menjadi warna biner dalam hal ini 0 (warna hitam), dan 1 (warna putih). Ini dilakukan untuk memisahkan objek dari latar belakangnya. Seterlah objek terpisahkan dari latar belakangnya, maka dapat dilanjutkan dengan penghitungan piksel dari objek tersebut. Dari sini dapat ditentukan kondisi telur tersebut. Seperti gambar C. Pembuatan alat dan program Alat
Gambar 2.4 Alat yang dibuat
Gambar 2.2 Rancangan alat ruang deteksi
Alat yang dibuat ini sesui dengan rancangan semula gambar 2.2 yaitu berupa kotak deteksi yang berfungsi untuk tempak pendeteksi telur. Dengan cara memasukkan telur pada bagian tengah kotak dan berada pada bagian tengan antara laser dengan webcam. Warna merah menjadi background bagian
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 dalam hal ini dilakukan karena menyesuaikan dengan warna dali sinar laser. Jika sinar berwarna merah dan backgroun berwarna merah maka objek yang tertangkap oleh webcam ini akan berwarna hitam karena banyak menyerap cahaya dari laser. Hal ini akan memudahkan dalam proses tresholding karena hanya terdapat dua warna yaitu merah dan hitam. Program Program yang dibuat dalam hal ini memiliki diagram alir seperti dibawah ini
3
Tabel 2.1 tresholding dengan berbagai variasi nilai Urutan
0 - 20
0 - 30
0 - 40
0 - 50
0 - 60
2a
0
11
3806
15268
29454
3a
0
1729
5036
10013
24020
5b
0
162
10326
18779
25097
12a
0
0
1604
15072
32088
12a
0
0
1604
15072
32088
19a
6
5027
18944
27486
36748
20a
536
2778
6372
10885
15734
30b
0
0
1755
9766
17271
34a
0
0
0
11
119
35c
0
0
1
597
3048
Pada tabel 2.1 diketahu bahwa tresholding dilakukan pada 20,30,40,50 dan 60. Hal ini bertujuan untuk mengetahui nilai piksel pada objek yang sama. Setelah dilakukan pada kondisi telur yang berbeda maka diketahu bahwa jumlah piksel tertinggi dari telur yang tidak terdapat embrio adalah 597 mendekati 600 sehingga ditetapkan untuk penentuan pada programnya menjadi 600 dan nilai tertinggi dari telur yang rusak adalah 9766 sehingga ditetapkan nilai pada program menjadi 10000 dan selebihnya adalah kondisi telur yang ada embrionya. Metode Tresholding sendiri memiliki persamaan seperti:
(1) Dari persamaan diatas diketahui bahwa sebuah titik g(x,y) akan bernilai 1 (warna putih ) jika memiliki nilai treshold lebih besar dari yang ditetapkan. Dan titik g(x,y) akan bernilai 0 jika nilai treshold nya kurang dari sama dengan nilai tresholding yang ditetapkan. Gambar 2.5 Diagram alir program yang dibuat Dari diagram alir diatas sesuai dengan cancangan awal hanya terdapat sedikit perbedaan yaitu pada bagian penentuan kondisi telur berdasarkan jumlah pikselnya. Jumlah piksel dalam penentuannya didasarkan pada percobaan dengan berbagai kondisi telur dengan rentang nilai treshold yang berbeda. Seperti tabel dibawah.
Gambar 2.6 Proses Tresholding Dari gambar 2.6 diatas diketahui bahwa bagian tengah objek telur berwarna hitam, hal ini dikarenakan ketika dilakukan tresholding titik pada bagian tengan gambar memiliki nilai kurang dari sama dengan nilai treshold yang ditetapkan sehingga warna diubah menjadi hitam.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4 objek tersebut dapat dihitung jumlah pikselnya dan dibedakan kondisi telurnya.
III. PETUNJUK TAMBAHAN Pada bab ini berisi tentang hasil data yang diperoleh dan pembahasan mengenai data yang didaparkan tersebut.
Gambar 2.7 Tampilan program egg detection Dari tampilan program diatas dapat dilihat bahwa tresholding yang digunakan adalah 50 hal ini dilakukan setelah melakukan berbagai percobaan berdasarkan nilai tresholding yang berbeda dan diketahui hasilnya. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa pada treshilding 50 citra yang terbetuk memiliki perbedaan tampilan antra satu kondisi dengan kondisi yang lain hal ini juga berpengaruh terhadap jumlah piksel dari citra yang dapat dihitung sehingga dari perbedaan jumlah piksel ini dapat ditentukan konsisi telur tersebut.
Gambar 3.1 Proses penentuan kondisi telur dengan egg detection Pada gambar diatas diketahui bahwa telur yang memiliki embrio ketika dilakukan tresholding dengan nilai 50 memiliki memiliki daerah hitam yang luas. Hal ini dikarenakan pada telur yang memiliki embrio beberapa bagian telur berkembang meneyebabkan bertambahnya kepadatan dari bagian tersebut hal ini yang menyebabkan telur yang memiliki embrio memiliki nilai derajat keabuan yang lebih kecil mendekati hitam. Tabel 3.1 Data hasil identifikasi kondisi telur
telur Gambar 2.8. Telur dengan kondisi terdapat embrio
81a 81b 81c 81d 81e
Gambar 2.9 Telur dengan kondisi tidak terdapat embrio
81f
82a 82b 82c Gamabr 2.10 Telur dengan kondisi rusak Ketiga gambar diatas adalah berbagai kondisi telur yang nantinya akan diolah dengan menggunakan metode tresholding dan dihasilkan seperti objek disampingnya. Dari
82d 82e
kondisi
hasil
ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio
ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio
ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio
ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio ada embrio
pixel 17256 18266 28632 22097
telur umum 8 hari
25064 15024
15892 14598 23045 28971 20189
telur umur 8 hari
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
82f
ada embrio
ada embrio
18114
83a
rusak
rusak
2048
83b
rusak
rusak
8920
83c
rusak
rusak
6017
83d
rusak
rusak
6253
83e
rusak
rusak
2158
83f
rusak
bagus
588
telur umur 8 hari
5 posisi telur yang berbeda beda dari sehingga menyebabkan perbedaaan dalam penyerapan cahaya laser. Perbedaan ini menyebabkan image telur yang terbentuk antara telur satu dan lainnya tidak sama sehingga, ketika dilakukan tresholding (050) pada image telur tersebut maka image dengan rentang nilai keabuan (0-50) akan diubah menjadi hitam sedangkan diatasnya akan diubah menjadi putih. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan image yang terbentuk dan menyebabkan jumlah piksel warna hitam berkurang.
Gambar 3.3 Telur Rusak
86a
bagus
bagus
16
86b
bagus
bagus
14
86c
bagus
bagus
488
86d
bagus
bagus
108
86e
bagus
bagus
202
86f
bagus
bagus
2
telur umur 8 hari
Tabel diatas merupakan tabel hasil identifikasi kondisi telur menggunakan alat yang telah dibuat. Jumlah data yang diambil 54 buah data dengan analisa berdasarkan kondisi telur seperti dibawah ini. Analisa data dilakaukan berdasarkan kondisi telur tersebut. Dari hasil pengambilan data diketahui bahwa untuk telur pada kondisi terdapat embrio sebanyak 18 kali pengambilan data tidak didapatkan kesalahan identifikasi sehingga diketahui bahwa error dari egg detection ini untuk mengidentifikasi telur yang terdapat embrionya 0%. Sedangkan prosentase
keberhasilan dari egg detection ini 100%.
Untuk mendeteksi telur yang tidak terdapat embrio atau Bagus maka egg detection dapat melakukannya tanpa terjadi kesalahan dengan tingkat keberhasilan 100% dari 24 data yang ada. Hal ini dapat terjadi karena telur yang bagus dan tidak memiliki embrio didalamnya, menyebabkan sinar laser yang diarahkan ketelur banyak yang dilewarkan hal ini karena tidak adanya objek yang memiliki kerapatan yang lebih untuk menyerap sinar sehingga ketika dilakukan proses tresholding jumlah piksel kecil dan cenderung tidak mengalami perubahan walaupun posisi diubah ubah.
Gambar 3.4 Prosentase Keberhasilan Egg Detection Pada Telur bagus Tabel 3.2 Prosentase hasil pendeteksian menggunakan egg detection TEL UR
JUML AH
BERHA SIL
GAG AL
PROSENT ASE %
Telur ada Embri o
18
18
0
0
Gambar 3.2 Prosentase keberhasilan Egg Detection pada kondisi telur ada embrio
Telur Rusak
12
11
1
8,33
Sedangkan untuk kondisi telur yang rusak dilakukan pengambilan data sebanyak 12 data, dan didapatkan hasil 11 data teridentifikasi dengan benar dan 1 data salah dalam mengidentifikasi sehingga dapat diketahui bahwa error dari egg detection untuk telur dalam kondisi rusak 8,3% seperti pada gambar 3.3 dibawah. Kesalahan ini dapat terjadi karena
Telur Bagus
24
24
0
0
Total
54
53
1
1,88
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
Dari tabel diatas diketahui bahwa dapat dilakukan Perhitungan tingkat error atau kesalahan dari egg detection dalam mengambil data konsidi telur. Dari 54 data yang diambil didapatkan hasil bahwa egg detection memiliki kesalahan deteksi 1 data dan memiki keberhasilan mendeteksi 53 data. Dari sini dapat dibuat prosentase dan didaptkan hasil error dari egg detection 1,88% dan keberhasilan 98.12%. Error didapatkan pada kondisi telur rusak dengan prosentase 8,3% error. Hal ini terjadi karena telur yang rusak tersebut memiliki rentang nilai piksel antara nilai yang tedapat embrio dengan telur yang tidak ada embrionya (bagus ) dan perubahan posisi yang dilakukan pada telur telur tersebut mengakibatkan perubahan intensitas yang diterima oleh embrio maupun bagian telur yang rusak hal ini menyebabkan ada bagian telur yang ada embrio maupun yang rusak mendapatkan intensitas yang berbeda sehingga jika bagian tersebut mendapat sinar yang banyak maka mengakibatkan objek terlihat lebih jelas dan jika tidak mendapatkan sinar yang cukup maka objek lebih gelap hal ini mengakibatkan nilai piksel dari telur yang ada embrionya kurang dari batas yang telah ditetapkan (kurang dari 10000 piksel) dan telur dalam kondisi rusak nilai pikselnya lebih dari batas yang ditetapkan.(lebih besar dari 10000 piksel).
IV. KESIMPULAN DAN RINGKASAN Berdasarkan hasil pengujian telur bebek menggunakan egg detection dapat diambil beberapa kesimpulkan. Dapat dirancang sebuah alat yang dapat mengenali kondisi telur terdapat embrio, tidak terdapat embrio (bagus), dan telur yang rusak dengan memanfaatkan tresholding dan penghitungan jumlah piksel dari objek yang terbentuk. Pada Pengambilan data mmenggunakan egg detection pada kondisi telur yang memiliki embrio didapatkan error 0% dan keberhasilan 100 %. Pada pengambilan data dengan egg detection pada kondisi telur rusak didapatkan error 8,3% dan tingkat keberhasilan 91,7%. Pada pengambilan data menggunakan egg detection pada kondisi telur bagus didapatkan error 0% dengan tingkat keberhasilan 100% Sedangkan dari semua pengambilan data dengan berbagai kondisi telur didapatkan error 1,8% dan tingkat keberhasilan 98%.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ir. Apriani Kusumawardhani, M.Sc dan bapak M.Sc, Detak Yan Pratama,ST,MSc atas bimbingan yang telah diberikan hingga penelitian berjudul “Rancang bangun sistem deteksi embrio pada telur menggunakan webcam ” ini bisa diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Irwansyah, ST, atas bantuan yang diberikan dalam perancangan perangkat lunak Tugas Akhir ini. Dan juga kepada pak bibit selaku
6 pemilik petetasan telur bebek dikediri yang telah memberikan informasi dan hal hal yang saya butuhkan terkain dengan kebutuhan akan berbagai kondisi telru yang digunakan dalam tugas akhit ini.Serta semua pihak yang telah mendukung dalam teselesainya tugas akhir ini.
DAFTAR PUSTAKA Faridah, nopriadi. 2008. “Aplikasi Mesin Visi Dalam Pendeteksi Fertilitas Telu”.Jurusan Teknik FisikaUGM. Mahmoud omid. 2010. “Grading and quality inspection of defect Egg Using machine vision)”. University of Teheran-iran. USDA.2010. “ Egg-Grading”. United States Department of Agriculture: USA Williem M, steen.2010. “ Laser material process”.University of michigan. Arthur Guenther,Leno S.Pedrotti.2003. Fundamentals of Photonics .University of Cental Florida Orlando:Florida. Ramakrishnan Narendran,2008. “Study of CMOS Camera”. Auburn University: USA Lan.T Young .1998. Fundamental of image processing. Zuid: Delft University of Technology Rafael C. gonzales.dk .2006 Digital Image processing using matlab. Tennesee:University of Tennesee.