UNIVERSITAS INDONESIA
RANCANG BANGUN SIMULASI SISTEM HYBRID TENAGA SURYA DAN TENAGA ANGIN SEBAGAI CATU DAYA BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) 3G
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
FITRIA YULINDA 0403030462
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK ELEKTRO DEPOK AGUSTUS 2009 1
ii
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
iii
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
iv
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
v
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Alloh yang telah memberi petunjuk kami kepada jalan ini. Kami tidak akan mendapatkan petunjuk ini seandainya Alloh tidak berkenan memberikannya kepada kami. Puji syukur ke hadirat Alloh Azza wa Jalla yang telah memberikan hidayah serta kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. seminat ini dapat terselesaikan atas bantuan serta dukungan banyak pihak. Pertama penulis mengucapkan terima kasih kepada: Prof. Dr. Ir. NR. Poespawati, M.T sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan, serta pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: (1) Kedua orang tua saya, Bapak Suardi dan Ibu Asniah serta kakakku, Yenny Rahmi, Muhammad Isarai, Yenny Rahayu, dan adik-adikku, Riska Aulia Fajri dan Suci Aulia Ramadhani, abang Yulkausar, keponakanku Maryam, Abdurrahman yang selalu memberikan doa serta dukungan selama penulisan skripsi ini. (2) Teman-teman Laboratorium Konversi Energi Listrik UI yang selalu memberikan semangat serta dukungan. (3) Teman-teman Elektro UI 2003 yang selalu memotivasi saya, khususnya Muhammad Insan dan Muhammad Syaifuddin yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. (4) Teman-teman elektro UI 2003 yaitu Muchlishah, Marni, Lestari Amirullah, Agustine, Hanni Riana, Susy Trilomorti, Natasha Alia, Anastasia yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan semangat Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
vi
(5) Nur Adi Nugroho dan Wienenanti Izwari yang selalu memberikan semangat tiada henti kepada penulis Akhir kata, saya berharap Alloh Azza wa Jalla berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Insya Alloh, penulisan skripsi ini dapat memberikan kontribusi bagi umat guna mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang terkait dengan catu daya alternatif untuk BTS.
Depok, 17 Juni 2009
Fitria Yulinda
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Fitria Yulinda
NPM
:
0403030462
Program Studi
:
Teknik Elektro
Fakultas
:
Teknik
Jenis karya
:
Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-eksklusif Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: RANCANG BANGUN SIMULASI SISTEM HYBRID TENAGA SURYA DAN TENAGA ANGIN SEBAGAI CATU DAYA BTS 3G
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan skripsi saya tetap mencantumkan saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 17 Juni 2009 Yang menyatakan
(Fitria Yulinda)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
viii
ABSTRAK Nama
:
Fitria Yulinda
Program Studi
:
Teknik Elektro
Judul
:
Rancang Bangun Simulasi Sistem Hybrid Tenaga Surya dan Tenaga Angin Sebagai Catu Daya BTS 3G
Penggunaan energi alternatif sebagai catu daya Base Transceiver Station (BTS) 3G dapat mengatasi permasalahan pasokan listrik PLN yang belum mencapai seluruh wilayah Indonesia. Penggunaan modul sel surya menjadi salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan sebagai catu daya BTS, sedangkan energi angin dapat digunakan ketika irradiansi matahari tidak dapat memenuhi kebutuhan beban. Nilai tegangan keluaran sel surya dan turbin angin yang tergantung keadaan lingkungan di sekitar pembangkit menyebabkan perlunya rangkaian untuk menjaga agar nilai masukan ke beban selalu konstan. Skripsi ini menggunakan rangkaian switching regulator dengan IC L4970 yang mempunyai nilai tegangan keluaran 15 volt. Pemilihan antara kedua energi alternatif ini menggunakan mikrokontroller ATMEGA16 dan dua buah relai. Simulasi sistem hybrid catu daya ini dapat menjamin suplai catu daya BTS selalu tersedia dengan nilai tegangan masukan yang konstan dengan lama waktu switching 2 ms.
Kata kunci : hybrid, catu daya BTS, tenaga surya, tenaga angin, mikrokontroler, switching regulator.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
ix
ABSTRAK Name
:
Fitria Yulinda
Study Program
:
Electrical Engineering
Title
:
Design Building Simulation Hybrid Solar and Wind Power Systems for Power Supply 3G BTS
Using of alternative energy source such as solar cell and wind power could over come problem about power supply from PLN for Base Tranceiver Station (BTS). Solar energy can be extracted from solar cell power generator for one of main alternative source in BTS. When the power of sunlight is not adequate to be converted into solar cell power, the wind power generator could become a secondary alternative source. The output of solar cell and wind turbine depend greatly on surrounding environment. This condition requires a certain circuits on the power generator to maintain a constant number on the load input. The circuits used in this project are switching regulator with IC L4970 with an output of 15 volt. The decision of choosing between two alternative energies are excecuted by ATMEGA16 microcontroller with two relays. This hybrid power system guarantees suplai catu daya is available with constant input number.
Keyword: hybrid, supply power BTS, solar cell power, wind power, microcontroller, switching regulator
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
vii
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1. PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Perumusan Masalah
1
1.3 Tujuan Penelitian
1
1.4 Batasan Masalah
2
1.5 Metodologi Penelitian
2
1.6 Sistematika Penulisan
2
2. DASAR TEORI 2.1 Arsitektur Jaringan GSM
4 4
2.1.1 Mobile Station (MS)
4
2.1.2 Switching System (SS)
4
2.1.3 Base Station System (BSS)
6
2.1.4 Base Transceiver Station (BTS)
8
2.2 Tenaga Surya
9
2.2.1 Potensi tenaga surya
9
2.2.2 Prinsip kerja sel surya
11
2.2.3 Komponen sistem tenaga surya 2.2.4 Parameter sel surya 2.3 Tenaga Angin
15 9
2.2.1 Potensi angin
9
2.2.2 Komponen pembangkit tenaga surya
11 Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
xi
2.2.3 Prinsip kerja pembangkit tenaga surya
15
3. PERANCANGAN SISTEM HYBRID CATU DAYA BTS 3G
19
3.1 Spesifikasi Kebutuhan Catu Daya BTS 3.2 Bagan Diagram Sistem Hybrid
22
3.2.1 Sel surya
22
3.2.2 Tenaga angin
24
3.2.3 Rangkaian switching regulator 3.2.4 Rangkaian pembagi tegangan 3.2.5 Rangkaian sistem minimum 3.2.6 Rangkaian switching sumber catu daya 4. ANALISIS
27 39
4.1 Analisis Perancangan sistem
39
4.2 Analisis Perancangan simulasi sistem
45
4.3 Analisa Rancang Bangun simulasi sistem
57
5. KESIMPULAN
59
DAFTAR REFERENSI
60
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Arsitektur Jaringan GSM
.... (3)
Gambar 2.2
Arsitektur catu daya BTS
.... (7)
Gambar 2.3
Kebutuhan daya untuk BTS
... (8)
Gambar 2.4
Penambahan unsur lain ke dalam semikonduktor
... (9)
Gambar 2.5
Semi konduktor jenis p dan n sebelum disambung
.... (10)
Gambar 2.6
Perpindahan elektron dan hole
... ( 11)
Gambar 2.7
Penyerapan cahaya matahari di solar cell
.... (12)
Gambar 2.8
Arus listrik dari solar cell
.. . (13)
Gambar 2.9
Perbedaan sel, modul dan array
… (13)
Gambar 2.10 Kurva arus listrik terhadap tegangan panel surya
.... (14)
Gambar 2.11 Kurva daya keluaran terhadap tegangan panel
.... (15)
Gambar 2.12 Komponen sistem tenaga angin
... (18)
Gambar 2.13 Horizontal Axis Wind Turbine
... (19)
Gambar 2.15 Vertical Axis Wind Turbine
.... (20)
Gambar 2.16 Prinsip kerja pembangkit tenaga angin
... (23)
Gambar 2.17 Kurva daya keluaran terhadap kecepatan angin
.... (24)
Gambar 3.1
Kebutuhan catu daya BTS
… (25)
Gambar 3.2
Blok diagram sistem hybrid catu daya BTS 3G
… (26)
Gambar 3.3
Blok diagram simulasi sistem hybrid catu daya BTS 3G
… (32)
Gambar 3.4
Tampak atas L4970
… (33)
Gambar 3.5
Rangkaian switching regulator
… (34)
Gambar 3.6
Pembagi tegangan
… (34)
Gambar 3.7
Rangkaian pembagi tegangan sumber daya sel surya dan angin
… (35)
Gambar 3.8
Rangkaian regulator mikrokontroler
… (35)
Gambar 3.9
Rangkaian sistem minimum
… (37)
Gambar 3.10 Rangkaian switching catu daya
… (38)
Gambar 4.1
Blok diagram sistem hybrid catu daya BTS 3G
… (44)
Gambar 4.2
Kurva Irradiansi terhadap waktu
.... (52)
Gambar 4.3
Kurva daya keluaran modul sel surya terhadap waktu
... (53)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
xiii
Gambar 4.4
Kurva kecepatan angin terhadap waktu
... (53)
Gambar 4.5
Kurva daya keluaran turbin angin terhadap waktu
....(54)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar Perangkat Simulasi Sistem Hybrid Catu Daya BTS 3G
....(61)
Delay Relai Sistem
…(62)
Pengolahan data Klimatologi Daerah Serpong tanggal 3 April 2009
…(66)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada er a s aat i ni ke butuhan ko munikasi s eluler s emakin meningkat. H al ini harus didukung tersedianya jaringan telekomunikasi yang memadai di seluruh daerah Indonesia. N amun kurang meratanya infrastruktur j aringan listrik da pat mengakibatkan ke kurangan p asokan listrik untuk media pe rantara ko munikasi seluler atau Base Transceiver Station (BTS). Hal ini sangat terasa terutama untuk daerah t erpencil yang sama sekali t idak mempunyai jaringan listrik. Penggunaan genset sebagai sumber energi BTS kurang efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan genset dan solar cukup mahal. Hal ini da pat d iatasi de ngan pe nggunaan e nergi alternatif, seperti t enaga surya d an t enaga a ngin. Penggunaan m odul s el surya menjadi salah s atu solusi yang da pat di pertimbangkan s ebagai catu daya B TS, s edangkan e nergi a ngin dapat digunakan ketika irradiansi matahari t idak da pat m emenuhi ke butuhan beban. Teknologi u ntuk menghasilkan listrik da ri a ngin d isebut de ngan Pembangkit Listrik Tenaga B ayu (PLTB). Teknologi i ni m engkonversi energi kinetik dari a ngin menjadi e nergi u ntuk memutar r otor da lam sebuah ge nerator, sehingga dihasilkan listrik yang bebas polusi. Penggunaan dua energi alternatif ini memerlukan pengaturan pensaklaran, sehingga pa sokan listrik u ntuk B TS da pat s elalu t ersedia. P engaturan ini a kan memilih secara ot omatis pe mbangkit listrik yang di gunakan. P rinsip ke rjanya apabila tenaga s urya tidak da pat m encukupi kebutuhan B TS, maka s ecara otomatis tenaga angin akan bekerja de ngan sendirinya. Namun jika kedua tenaga alternatif t idak dapat m emenuhi ke butuhan B TS maka beban a kan d isuplai o elh genset.
1
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
2
1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang d ibahas pa da skripsi ini a dalah rancang ba ngun simulasi pengaturan tenaga surya dan tenaga angin sebagai catu daya BTS 3G. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk merancang bangun simulasi sistem hybrid tenaga surya dan tenaga angin sebagai catu daya BTS 3G 1.4 Batasan Masalah Untuk mempersempit masalah dan mempermudah analisis, permasalahan dibatasi sebagai berikut : 1. Kebutuhan catu daya Base Transceiver Station (BTS) 3G 2. Penggunaan tenaga surya dan tenaga angin sesuai kebutuhan BTS 3. Perancangan simulasi sistem hybrid catu daya BTS 3G 4. Pengujian simulasi sistem hybrid catu daya BTS 3G 1.5 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan s tudi literatur m engenai catu daya BTS, t enaga s urya, t enaga angin dan switching regulator
1.6 Sistematika Penulisan Agar mempermudah pe mbahasan, pe nulisan d ibagi da lam beberapa bab. Bab s atu menguraikan latar be lakang masalah, pe rumusan masalah, t ujuan penulisan, pembatasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua membahas t entang catu daya B TS, t enaga s urya da n t enaga a ngin. Bab tiga membahas tentang perancangan sistem hybrid tenaga angin dan tenaga surya sebagai catu daya B TS. B ab e mpat merupakan analisis berdasarkan ha sil rancangan, sedangkan ba b l ima be risi penutup yang merupakan kesimpulan da ri skripsi ini. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
3
BAB II DASAR TEORI 2.1 BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) Secara u mum t erdapat e mpat ko mponen yang diperlukan u ntuk s uatu arsitektur jaringan GSM, yaitu mobile station (MS), Base Station System (BSS), Switching System (SS), dan Operation and Support System (OSS) ( lihat Gambar 2.1) Operation and Support System (OSS)
Authentication Centre (AUC)
Gateway Mobile Switching Centre (GMSC)
Data Transmission Interworking (DTI)
Home Location Register (HLR)
Interworking Location Register (ILR)
Mobile Switching Centre (MSC)
Transcoder Controller (TRC)
Base Station Controller (BSC)
Base Transceiver Station (BTS)
Mobile Station (MS)
Base Station System Equipment Identity Register (EIR)
Switching System
Gambar 2.1
Arsitektur Jaringan GSM [5]
2.1.1 Mobile Station (MS) Mobile Station (MS) ada lah pe rangkat terminal transceiver yang berada pada pe langgan. MS t erdiri dari Mobile Equipment (ME) atau t elpon selular da n Subscriber Identification Module (SIM). S IM a dalah smart card yang berisi seluruh informasi pe langgan da n beberapa feature dari G SM. K artu SIM ini terlindungi o leh mekanisme Personal Identity Number (PIN) yang dimiliki pelanggan. Air interface menghubungkan a ntara M S da n Base Station System (BSS).
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
4
2.1.2 Switching System (SS) Switching System (SS) adalah perangkat y ang m engatur fungsi switching dan databasis pelanggan. Sistem ini terdiri atas a. Gateway Mobile Switching Centre (GMSC) GMSC i ni m enghubungkan dua j aringan. Gateway sering d itempatkan pada MSC. MSC yang diset up akan disebut GMSC. b. Mobile Switching Centre (MSC) MSC b erfungsi mengontrol pa nggilan da ri da n menuju s istem t elepon maupun data yang lain. c. Data Transmission Interworking (DTI) DTI b erupa pe rangkat l unak da n pe rangkat ke ras yang menyediakan hubungan da ri berbagai jaringan u ntuk v ariasi ko munikasi d ata. DTI pelanggan da pat d igunakan sebagai alternatif jalur bicara da n da ta da lam satu panggilan yang sama. DTI juga sebagai modem untuk menyesuaikan kecepatan data. d. Authentication Centre (AUC) Unit A UC m enyediakan parameter autentikasi ya ng memeriksa i dentitas pemakai dan memastikan ke mantapan da ri s etiap panggilan. AUC melindungi operator jaringan dari penipuan di dunia seluler. e. Home Location Register (HLR) HLR adalah d atabase u ntuk menyimpan da n mengatur da ta pe langgan. Data y ang tersedia berupa da ta t etap, s tatus layanan, informasi lokasi, status a ktivasi pe langgan. Ketika pe langgan membeli nomor da ri sebuah operator seluler merka akan langsung terdaftar dalam HLR milik operator. HLR dapat pula digabungkan dengan MSC. f. Equipment Identity Register (EIR) EIR merupakan databasis yang berisi informasi tentang identitas perangkat MS yang mencegah pa nggilan da ri pe ncurian, ke tidakamanan, da n t idak berfungsinya MS. g. Interworking Location Register (ILR) Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
5
ILR adalah perangkat yang digunakan untuk sistem GSM 1900. ILR dapat membuat roaming antar sistem terjadi 2.1.3 Base Station System (BSS) Base S tation S ystem ( BSS) merupakan pe rangkat y ang menghubungkan MS dengan MSC. BSS terdiri dari tiga komponen yaitu : a. Transcoder Controller (TRC) TRC berfungsi u ntuk transkoding dan pe nyesuaian ke cepatan. Transkoding adalah pe ngkodean pe mbicaraan d ari B SC ke M SC at au mengkonversi informasi da ta da ri P CM coder (A/D converter) k e informasi bi cara dalam G SM coder. P enyesuaian ke cepatan melakukan konversi ke cepatan da ta at au suara da ri 64 Kbps yang keluar da ri M SC menjadi 16 K bps y ang m enuju B SC. Penyesuaian i ni sangat penting karena t anpa pe nyesuaian, maka link ke BSC menjadi 4 ka li k emampuan kecepatan da ta. K emampuan t ransmisi in i sangat m ahal dalam ja ringan. Dengan mengkonversi kecepatan ini memungkinkan menggunakan ¼ link transmisi da n p eralatan. D alam system G SM, T RC t erdiri da ri u nit-unit yang melakukan transkoding dan penyesuaian kecepatan. Perangkat keras ini d isebut Transcoder and Rate Adaption Units (TRAUs). S etiap BSC yang terhubung ke T RC da pat meminta u ntuk menggunakan salah s atu TRAUs u ntuk pa nggilan. T RC ini akan memonitor transmisi s epanjang waktu. Jika kesalahan terjadi da lam kanal bicara terdeteksi, maka TRAUs akan menghaluskan suara yang tertuju ke MSC. b. Base Station Controller (BSC) BSC b erfungsi m engontrol s emua hu bungan sistem r adio G SM. BSC m erupakan switch be rkapasitas be sar ya ng menyediakan f ungsi seperti handover MS, pe nyediaan ka nal r adio, da n ku mpulan beberapa konfigurasi sel. Beberapa BSC dapat dikontrol oleh setiap MSC. c. Base Transceiver Station (BTS) Base Station Transceiver merupakan pe rangkat G SM y ang berhubungan langsung dengan M S melalui air interface. B TS be rfungsi sebagai pengirim dan penerima sinyal ko munikasi dari dan dengan tujuan Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
6
antara M S da n jaringan, s ehingga da pat d ikatakan bahwa jika t idak a da BTS, maka komunikasi seluler tidak dapat terlaksana. 2.2 Base Station Transceiver (BTS) Bentuk f isik BTS b erupa menara yang mempunyai a ntena s ebagai transceiver. Ada dua jenis antena yaitu antena yang menghubungkan BTS dengan ME serta antena microwave yang menghubungkan BTS dengan BSC. Antena GSM bisa dualband bisa juga singleband. Untuk antena dualband, GSM900 da n G SM1800 B TS bi sa d ihubungkan ke a ntena ya ng sama. Pada singleband antena G SM900 lebih besar d ibandingkan a ntena G SM1800. P ita 900/1800 MHz m erupakan f rekuensi y ang dipancarkan oleh antena B TS y ang kemudian ditangkap oleh M E. Untuk saat i ni s ebagian b esar M E m enggunakan dualband, sehingga tidak bermasalah jika BTSnya masih berfrekuensi 900 MHz. Frekuensi mempengaruhi besarnya jangkauan yang diinginkan. Penentuan jarak a ntar B TS d ipengaruhi o leh ke padatan pe ngguna pa da da erah t ersebut da n jangkauan yang d iinginkan o leh B TS. K edua ha l t ersebut s aling bertentangan. Bila ing in mendapatkan ja ngkauan yang luas u ntuk s atu B TS, maka ju mlah pelanggan yang dapat dilayani pun akan berkurang. Pada sistem GSM t iapa BTS mempunyai a lokasi frekuensi t ersendiri yang biasa d isebut frequency assignment (FA). GSM menggunakan sistem time division multiple access (TDMA) sehingga tiap frekuensi d ibagi ke da lam 8 time slot. T iap time slot hanya bisa d igunakan oleh s atu pe langgan d alam s atu w aktu. P ada s etiap B TS bisa d ialokasikan beberapa F A. H al ini menyebabkan untuk da erah yang pa dat pe nduduk, maka vendor akan m embangun lebih banyak B TS, s edangkan u ntuk daerah yang sebaliknya vendor akan m embangun BTS dengan j arak y ang cukup b erjauhan sehingga jangkauan dapat luas. Antena ge lombang microwave mempunyai bentuk s eperti ge ndang. Gainnya berkisar 30-40 dB. Antena ini t ermasuk jenis high performance antena. Biasanya ada dua merek, yaitu Andrew da n R FS. C iri k has da ri a ntena high performance ini adalah bentuknya yang seperti gendang, dan terdapat penutupnya, yang disebut radome. F ungsi radome antara lain u ntuk melindungi ko mponen antena t sb, da ri p erubahan c uaca s ekitarnya. Antena ini menghubungkan a ntara Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
7
BTS de ngan BS C, s ehingga a ntar B TS tidak terhubung secara langsung tapi melalui BSC da n MSC. S etiap vendor memiliki protocol, sehingga t idak a kan terjadi hubungan antara BTS dengan BSC yang berbeda vendor. Perangkat yang t erdapat di da lam ruangan menara yaitu BTS, microwave indoor unit dan sistem rectifier. Rectifier ini berfungsi menyearahkan arus listrik yang diterima dari supply PLN ka rena input BTS b erupa t egangan searah. Ruangan mempunyai AC u ntuk menjaga s uhu d i da lam r uangan p ada s uhu optimum sehingga umur pakai peralatan dapat lebih lama. Pada G ambar 2.2 d iperlihatkan ko mponen yang t erdapat da lam sebuah BTS 3G dengan tiga sektoral frekuensi 2100 Mhz secara umum :
Baterai
Supply PLN 3 Phasa
AC Connection Unit (ACCU)
Power Supply Unit (PSU)
Baterai Fuse Unit (BFU)
Power Distribution Unit (PDU)
Digital Unit (DU)
Fan Control Unit (FCU)
Radio Unit (RU)
Filter Unit (FU)
Base Transeiver Station (BTS)
Gambar 2.2
Arsitektur catu daya Base Transceiver Station [5]
Catu daya pada BTS adalah tegangan searah dengan nilai tegangan -48V. suplai P LN t iga p hasa a kan d iubah menjadi tegangan s earah dengan ni lai tegangan 48V di bagian PSU. PSU memiliki rectifier. Setelah tegangan menjadi 48V, maka pe ndistribusian da ya d ilakukan o leh PDU. PDU ini menyuplai da ya untuk uni t d igital d an u nit r adio. U nit r adio ini menyuplai filter unit yang menyuplai ke butuhan a ntena. B aterai d igunakan s aat pa sokan listrik pa dam sehingga B TS t idak mengalami pe madaman. K etika baterai d igunakan maka Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
8
genset akan menyiapkan diri untuk menggantikan baterai. Baterai yang digunakan adalah 12 V sebanyak 4 buah. Baterai langsung terhubung ke PDU. Daya t otal yang d igunakan sebuah B TS a dalah 4800 w att. D engan nilai tegangan -48V dan nilai arus listrik 100A. Setiap bagian menghabiskan daya 960 watt. Dari Gambar 2.3 diperlihatkan kebutuhan daya pada BTS. -
CBU 20 A 960W
RU 20 A 960W
FCU 10A 480W
RU 20A 960W
RU 20A 960W
48 V
FCU 10A 480W
+
Gambar 2.3
Kebutuhan daya untuk BTS[5]
2.2 Tenaga Surya 2.2.1 Potensi Tenaga Surya Potensi t enaga surya d i du nia sangat besar. Energi yang d ikeluarkan o leh sinar matahari d iterima pe rmukaan bumi s ebesar 69% da ri t otal e nergi p ancaran bumi. Energi matahari yang diterima pe rmukaan bumi adalah 3 ×1024 joule pe r tahun. J umlah energi t ersebut a dalah 104 kali ko nsumsi e nergi d i seluruh du nia. Dengan menutup 0,1% permukaan bumi dengan sel surya yang memiliki efisiensi 10% telah mampu menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia., energi ini setara dengan 2 ×1017 watt.[7] Sebagai negara t ropis, I ndonesia mempunyai po tensi e nergi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di I ndonesia, r adiasi surya d i I ndonesia da pat d iklasifikasikan berturut-turut sebagai b erikut [9]: un tuk ka wasan ba rat da n t imur I ndonesia de ngan d istribusi penyinaran d i Kawasan B arat I ndonesia ( KBI) s ekitar 4, 5 kWh/ m 2 /hari d engan Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
9
variasi bulanan sekitar 10% ; da n d i Kawasan T imur I ndonesia ( KTI) s ekitar 5, 1 kWh/ m 2 /hari dengan va riasi bulanan sekitar 9% . D engan de mikian, pot ensi sel surya rata-rata Indonesia sekitar 4,8kWh / m 2 / hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. 2.2.2 Prinsip Kerja Sel Surya Sel surya tersusun atas dua jenis semikonduktor, yakni jenis n dan jenis p. Semikonduktor j enis n merupakan s emikonduktor y ang memiliki ke lebihan elektron, s ehingga ke lebihan muatan n egatif, s edangkan semikonduktor j enis p memiliki k elebihan hole karena ke lebihan muatan po sitif. Pengontrolan j enis semikonduktor da pat di lakukan de ngan cara menambahkan unsur lain ke d alam semikonduktor sebagaimana diilustrasikan pada Gambar2.4.
Gambar 2.4
Penambahan unsur lain ke dalam semikonduktor[10]
Pada awalnya, pembuatan dua jenis semikonduktor ini dimaksudkan untuk meningkatkan t ingkat k onduktifitas a tau tingkat ke mampuan daya hantar l istrik dan pa nas s emikonduktor a lami. Di da lam semikonduktor a lami ( semikonduktor intrinsik) elektron maupun hole memiliki ju mlah y ang sama. Kelebihan elektron atau hole dapat m eningkatkan daya ha ntar l istrik m aupun panas dari s ebuah semikoduktor. Jika semikonduktor i ntrinsik yang d imaksud ialah silikon ( Si), maka semikonduktor j enis p, bi asanya d ibuat de ngan menambahkan uns ur b oron ( B), aluminum (Al), gallium (Ga) atau indium (In) ke dalam Si. Unsur-unsur tambahan ini akan menambah jumlah hole. Sedangkan semikonduktor jenis n dibuat dengan Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
10
menambahkan nitrogen (N), fosfor (P) atau arsen (As) ke dalam Si. Penambahan unsur ini disebut dengan doping. Dua jenis s emikonduktor n dan p jika d isatukan a kan membentuk sambungan p-n atau dioda p-n (metallurgical junction) yang dapat dilihat pa da Gambar 2.5
Gambar 2.5
Semikonduktor jenis p dan n sebelum disambung[10]
Sesaat setelah dua jenis semikonduktor ini disambung, terjadi perpindahan elektron-elektron da ri s emikonduktor n
menuju
semikonduktor p, da n
perpindahan h ole dari s emikonduktor p m enuju s emikonduktor n. P erpindahan elektron maupun hole ini hanya sampai pada jarak tertentu dari batas sambungan awal. Elektron da ri s emikonduktor n bersatu de ngan hole pa da s emikonduktor p yang mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p a kan berkurang. Daerah ini a
khirnya be
rubah m
enjadi
lebih
bermuatan po
sitif.
Pada saat yang sama. hole dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang ada pada s emikonduktor n y ang mengakibatkan jumlah e lektron d i da erah ini berkurang. Daerah ini akhirnya lebih bermuatan positif. Daerah negatif da n po sitif ini d isebut de ngan d aerah d eplesi ( depletion region) d itandai de ngan huruf W. B aik e lektron maupun hole yang ada pa da daerah de plesi d isebut de ngan pe mbawa muatan minoritas ( minority charge carriers) karena ke beradaannya d i jenis semikonduktor yang berbeda. P erbedaan muatan po sitif da n negatif d i da erah deplesi akan m enyebabkan medan l istrik internal E dari sisi positif ke sisi negatif, yang me ncoba me narik kembali hole ke semikonduktor p dan e lektron ke s emikonduktor n. Me dan listrik ini c enderung berlawanan de ngan pe rpindahan h ole maupun e lektron pa da aw al t erjadinya daerah deplesi (lihat Gambar 2.6).
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
11
Gambar 2.6
Perpindahan elektron dan hole[4]
Medan listrik mengakibatkan sambungan p-n berada pada titik setimbang, yakni saat di m ana j umlah ho le ya ng berpindah dari semikonduktor p ke n dikompensasi d engan jumlah hole yang tertarik kembali k earah s emikonduktor p akibat medan l istrik E. B egitu pula de ngan jumlah e lektron yang be rpindah da ri semikonduktor n ke p, d ikompensasi dengan mengalirnya k embali elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik E. Dengan kata lain, medan listrik E mencegah s eluruh e lektron da n hole berpindah d ari s emikonduktor yang satu ke semikonduktor yang lain. Pada s ambungan p-n inilah pr oses ko nversi c ahaya matahari menjadi listrik t erjadi. Untuk ke perluan sel s urya, semikonduktor n berada pa da lapisan atas sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh lebih t ipis da ri semikonduktor p, s ehingga cahaya m atahari y ang jatuh ke permukaan s el surya da pat terus terserap da n m asuk ke da erah de plesi da n semikonduktor p. Ketika s ambungan s emikonduktor i ni t erkena cahaya matahari, maka elektron mendapat e nergi da ri ca haya matahari untuk melepaskan d irinya da ri semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini meninggalkan hole pada da erah yang d itinggalkan o leh elektron yang d isebut dengan fotogenerasi e lektron-hole (electron-hole photogeneration) ya kni, terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
12
Pada Gambar 2.7 diperlihatkan penyerapan matahari di sel surya.
Gambar 2.7
Penyerapan cahaya matahari di solar cell[10]
Cahaya matahari de ngan pa njang gelombang (λ) yang berbeda, m embuat fotogenerasi p ada sambungan p-n berada pa da ba gian s ambungan p-n yang berbeda pu la. S pektrum merah da ri c ahaya matahari yang memiliki pa njang gelombang lebih pa njang, mampu menembus da erah de plesi hingga t erserap d i semikonduktor p yang a khirnya menghasilkan pr oses fotogenerasi d i sana. Spektrum biru dengan panjang gelombang yang jauh lebih pendek hanya terserap di da erah s emikonduktor n. S elanjutnya, d ikarenakan pa da s ambungan p-n terdapat m edan listrik E, e lektron hasil fotogenerasi t ertarik ke ar ah semikonduktor n, begitu pula dengan hole yang tertarik ke arah semikonduktor p. Apabila rangkaian kabel dihubungkan ke dua bagian semikonduktor, maka elektron a kan mengalir melalui ka bel. J ika s ebuah lampu kecil d ihubungkan ke kabel, lampu t ersebut menyala d ikarenakan mendapat a rus listrik, d imana a rus listrik ini timbul akibat pergerakan elektron(lihat Gambar 2.8)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
13
Gambar 2.8
Arus listrik dari solar cell[10]
2.2.3 Komponen Sistem Tenaga Surya Sistem t enaga s urya t erdiri atas ar ray, rangkaian ko ntroler pe ngisian (charge controller), dan baterai. Array merupakan m odul y ang tersusun atas be berapa sel s urya y ang terpasang paralel maupun seri. Besarnya energi listrik yang dihasilkan s ebanding dengan luas permukaan panel surya(lihat Gambar 2.9)
Gambar 2.9
Perbedaan sel, modul dan array[3]
Rangkaian ko ntroler pe ngisian a ki berfungsi u ntuk t empat pe nyimpanan daya listrik s ebelum dialirkan ke beban. P engisian ini p erlu a gar nilai t egangan masukan pada beban sesuai dengan kebutuhan. Baterai d iperlukan sebagai t empat cada ngan e nergi k etika matahari t idak mampu memberikan energi foton ke sel surya. Untuk mencegah sel surya menjadi beban d an ba terai menjadi sumber t egangan, maka d ipasang sebuah al at yang mengatur pe nsaklaran da ri s el s urya. Ketika nilai t egangan ke luaran sel surya Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
14
lebih kecil dari nilai tegangan baterai maka hubungan antara sel surya dan baterai akan diputus. 2.2.4 Parameter sel surya a. Kurva I-V sel surya Kharakteristik dasar da ri pa nel sel s urya d iperlihatkan pa da Gambar 2.10.
Gambar 2.10
Kurva arus listrik terhadap tegangan panel surya [3]
Gambar 2.10 menunjukkan kurva nilai tegangan terhadap nilai arus listrik yang bervariasi. Berdasarkan hukum Ohm yaitu[3] : R=
V I
dimana
(2.1) R= Hambatan panel surya (Ω) V = Tegangan panel surya (volt) I = Arus listrik panel surya (ampere) Dari persamaan 2. 1 diperoleh ni lai tegangan listrik yang me ngalir
pada panel surya, yaitu[3] : (2.2)
V= I ⋅ R
Saat nilai h ambatan y ang kecil ma ka arus l istrik yang mengalir maksimum dan ni lai tegangan mendekati ni lai nol. K ondisi in i disebut Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
15
keadaan h ubung s ingkat da n nilai a rus listrik yang mengalir d isebut a rus hubung s ingkat ( short c ircuit c urrent). A rus listrik ini s ebanding de ngan jumlah s el surya yang terhubung paralel.Terlihat b ahwa nilai a rus hubung singkat s ebanding de ngan t ingkat irradiansi matahari. Pada G ambar 2. 10 terlihat semakin tinggi ni lai ir radiansi ma tahari ma ka ni lai arus l istrik pun semakin tinggi. Saat nilai h ambatan bertambah ma ka ni lai arus l istrik pu n a kan menurun hingga mendekati nol. Kondisi ini disebut keadaan hubung terbuka dan nilai t egangan pa nel s urya d isebut tegangan hubung terbuka ( open circuit voltage). Tegangan ini menunjukkan keluaran dari panel surya tanpa beban. d. Kurva P-V Gambar 2.11 menunjukkan kurva daya terhadap tegangan.
Gambar 2.11
Kurva daya keluaran terhadap tegangan panel surya [3]
Saat ni lai a rus listrik nol maka da ya yang d ihasilkan pa nel s urya adalah nol. Demikian juga s aat tegangan l istrik no l maka daya panel surya pun a kan nol. S aat ha mbatan be ban be rtambah mulai d ari hubung singkat maka nilai t egangan a kan bertambah hingga a khirnya ke adaan menjadi hubung terbuka. S epanjang kur va I -V ( lihat G ambar 2.10) a kan t erdapat nilai s aat panel surya m enghasilkan ni lai daya m aksimum. K ondisi in i disebut peak power point (PPP). Gambar 2.11 menunjukkan da ya ke luaran Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
16
panel s urya s aat ni lai a rus listrik da n t egangan d itunjukkan o leh G ambar 2.10. Terlihat b ahwa nilai P PP t erjadi s aat ni lai t egangan pa nel 80% da ri nilai t egangan h ubung buka, un tuk j angkauan lebar da ri t ingkat irradiansi matahari. P ada G ambar 2.10 ni lai ha mbatan bertambah s eperti ni lai irradiansi berkurang untuk mendapat daya keluaran maksimum dari panel. Efisiensi d ari k onversi energi s urya dari s el s urya dideskripsikan melalui persamaan[3] :
η=
Dayakeluaran x100% Dayamasukan
(2.3)
Tentunya dengan semakin be sar ni lai e fisiensi m aka s emakin tinggi daya keluaran sel surya yang kita dapat di bawah sinar matahari. 2.3 Tenaga Angin 2.2.1 Potensi Angin Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan t inggi ke tekanan rendah. perbedaan t ekanan ini ak ibat da ri r adiasi sinar matahari yang tidak merata sehingga menyebabkan pe rbedaan s uhu uda ra. Angin yang b ergerak memiliki energi k inetik. E nergi ini d ikonversi ke d alam b entuk e nergi listrik de ngan menggunakan t urbin a ngin yang akan memutar generator. Sehingga t urbin a ngin ini sering disebut sistem konversi energi angin (SKEA). Angin a dalah ud ara yang bergerak sementara uda ra juga memiliki ma ssa maka a ngin memiliki e nergi k inetik. Menurut f isika k lasik energi kinetik dari angin adalah[8] : E=
1 ⋅ m ⋅ v2 2
(2.4)
dimana : E = energi kinetik (joule) m = massa angin (kg) v = kecepatan angin(m/s)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
17
Pengaruh ke tinggian t erhadap ke cepatan a ngin da pat d itunjukkan o leh persamaan[3] : α
h v2 = v1 2 h1
(2.5)
dimana v1 = kecepatan angin saat ketinggian referensi h1 (m/s) v2 = kecepatan angin saat ketinggian h2 (m/s)
α = ko nstanta pe rmukaan t anah, un tuk daerah de ngan banyak pepohonan nilainya 0,25 dan untuk daerah pantai 0,1 Daya yang dimiliki oleh angin dapat ditunjukkan oleh persamaan [3]: Pangin =
1 ⋅ ρ ⋅ A ⋅ v3 2
(2.6)
dimana : P = daya angin (watt)
ρ = kerapatan udara ( kg / m3 ) A = luas sapuan blade rotor turbin ( m 2 ) Terlihat bahwa energi yang dimiliki o leh angin adalah fungsi pangkat tiga dari kecepatannya. Sementara kerapatan udara berkisar antara 0,9 (kg / m3 ) hingga 1,4 (kg / m3 ) . Persamaan 2.6 merupakan daya yang diperoleh saat keadaan ideal, dengan mengabaikan r ugi-rugi da ya da n e nergi a ngin dikonversi s eluruhnya menjadi energi listrik. N amun k enyataan d i lapangan tidak seperti itu. T erdapat faktor efisiensi mekanik t urbin a ngin dan ge nerator, m aka da ya yang da pat d iperoleh dari energi angin menjadi [3]: 1 Pturbin = η ⋅ ⋅ ρ ⋅ A ⋅ v 3 2
(2.7)
dimana : η = efisiensi sistem tenaga angin Secara t eoritik energi a ngin maksimum yang da pat ditangkap h anya sekitar 59, 3% d ari ka ndungan e nergi yang lewat. Angka 59, 3% di namakan batasan Betz.[5]
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
18
Berdasarkan r apat da ya ( power density) ya ng dibawa, a ngin dibedakan menjadi tujuh kelas seperti tertera pada Tabel 2.1[8]. Tabel 2.1
Kelas angin berdasarkan rapat daya[8]
2.2.2 Komponen Pembangkit Tenaga Angin Komponen pembangkit tenaga angin dapat dilihat pada Gambar 2.12
Gambar 2.12
Komponen sistem tenaga angin[4] Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
19
Sistem tenaga angin mempunyai tiga komponen utama, yaitu : a. Rotor Turbin Rotor turbin terdiri atas blade untuk menangkap energi angin menjadi energi g erak pada put arannya. H al yang pe rlu d iperhatikan a dalah d isain aerodinamis seefisien mungkin serta ketahanan dan berat blade. Terdapat dua jenis turbin angin, yaitu : a) Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) Turbin je nis HAWT me mpunyai s umbu putar turbin horizontal dengan t anah. T urbin jenis ini pa ling banyak d ikembangkan d i berbagai negara. Turbin ini ditunjukkan oleh Gambar 2.13
Gambar 2.13
Horizontal Axis Wind Turbine[4]
Turbin ini terdiri atas dua jenis, yaitu : (a) me sin upwind mempunyai r otor y ang berhadapan langsung de ngan angin. D esainnya t idak fleksibel da n memerlukan s istem yaw a gar r otor tetap berhadapan dengan angin. (b) mesin downwind mempunyai rotor yang diletakkan di belakang menara. Disain turbin l ebih f leksibel da n tidak m enggunakan sistem y aw. Namun kelemahannya angin harus melalui menara t erlebih da hulu sebelum sampai pada turbin sehingga menambah beban turbin.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
20
b) Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Turbin jenis V AWT m empunyai sumbu putar y ang v ertikal terhadap tanah memiliki s umbu put ar vertikal t erhadap t anah. Rotor t urbin berputar r elatif pelan ( di bawah 100 r pm) dan memerlukan t orsi a wal d ari luar me sin, sehingga jarang digunakan untuk turbin ko mersial. Keunggulan turbin angin sumbu vertikal adalah generator berada di tanah sehingga tidak membebani me nara dan tidak memerlukan sistem yaw untuk menyejajarkan rotor dengan arah angin. Turbin jenis ini diperlihatkan pada Gambar 2.14
Gambar 2.14
Vertical Axis Wind Turbine[4]
VAWT terdiri dari dua tipe, yaitu: (a) VAWT dorong VAWT je nis dorong mempunyai ni lai TSR<1 artinya l ebih b anyak bagian blade yang mengalami ga ya do rong, seperti pa da mangkuk anemometer da n Savonius. Kecepatan maksimum blade yang d ihasilkan hampir s ama de ngan k ecepatan a ngin. Ujung blade tidak pernah bergerak lebih cepat da ripada k ecepatan angin. Turbin jenis in i me miliki efisiensi daya yang rendah. (b) VAWT angkat VAWT je nis angkat mempunyai n ilai TSR>1 artinya lebih banyak bagian blade yang mengalami g aya an gkat, seperti pa da t urbin D arrius. Masing-masing blade memperlihatkan momen ga ya a ngkat maksimum hanya dua k ali setiap put aran da n da ya ke luarannya berbentuk s inusoida. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
21
Ukuran blade relatif besar da n t inggi, sehingga menimbulkan ge taran. Biasanya memakai dua atau tiga blade. Turbin je nis in i me nghasilkan le bih banyak keluaran dan memiliki efisien tinggi. Bahan blade yang dipilih harus me menuhi aspek fisis y ang meliputi kekuatan, e lastisitas, dan ke tahanan. D isain blade harus memperhatikan pu la kejadian mendadak s eperti ke mungkinan adanya a ngin taufan. B ahan blade yang biasa d ipilih umumnya r elatif r ingan dan m empunyai ketahanan ya ng bagus. Jumlah blade pada rotor turbin angin bervariasi, dan tidak ada tinjauan teoritis ya ng benar sebagai ko nsep t erbaik, t etapi lebih d itentukan o leh jenis penggunaannya, misalnya u ntuk pembangkit listrik a tau po mpa a ir, s erta kecepatan angin saat rotor mulai berputar. Ada beberapa konsep blade yaitu : a) satu blade Konsep satu blade turbin akan sulit untuk setimbang dan membutuhkan angin yang sangat kencang untuk menghasilkan gaya angkat putar. b) dua blade Konsep dua blade turbin lebih mudah setimbang namun kedudukannya mudah bergeser. D isain blade harus memiliki k elengkungan yang tajam u ntuk menangkap angin secara efektif, namun untuk kecepatan angin rendah (sekitar 3 m/s) putaran akan sulit dimulai c) tiga blade Konsep tiga blade lebih setimbang dan kelengkungan blade lebih halus untuk dapat menangkap energi angin secara efektif. Konsep ini paling sering dipakai pada turbin komersial. d) multi blade Konsep multi blade ini justru memiliki efisiensi r endah, t etapi dapat menghasilkan m omen gaya awal y ang cukup be sar untuk m ulai b erputar, cocok untuk ke cepatan a ngin r endah. B entuk blade yang tipis, ke cil, kelengkungan halus, da n ko nstruksi yang s olid. K onsep ini banyak d ijumpai pada t urbin angin u ntuk ke perluan memompa air, me nggiling bi ji-bijian, karena murah da n mampu bekerja p ada ke cepatan angin rendah s ehingga tower tidak perlu terlalu tinggi dan air dapat dipompa secara kontinu. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
22
b. Gearbox Gearbox berisi s istem roda gigi ya ng mengubah l aju r endah blade ( ± 100 r pm) menjadi laju put ar tinggi ( 〉 1500 r pm) yang a kan masuk ke generator. c. Generator Generator merupakan bagian yang mengkonversi energi kinetik menjadi energi l istrik. Konversi e nergi di b agian in i ha rus seefisien mu ngkin dalam menangani nilai masukan yang berubah-ubah dan ni lai keluaran yang sesuai kebutuhan. Komponen penunjang dari sebuah sistem tenaga angin, yaitu : a.
Menara Menara a ngin mendukung t urbin da n nacelle semacam r umah yang di dalamnya terdapat komponen penting seperti generator, batang penerus putaran, pengendali, gearbox. T inggi menara a ntara 20 -50 meter. Konstruksi m enara menggunakan baja da n beton y ang berbentuk pipa dan be rkisi-kisi. H al yang diperhatikan ada lah menghindari semua frekuensi r esonansi dari menara, r otor dan nacelle dari fluktuasi frekuensi angin.
b. Rem cepat Rem cepat berada d i po ros terdekat dengan generator. Fungsinya u ntuk membatasi laju putar di atas rating yang dapat merusak sistem generator. c. Rem lambat Rem lambat terdapat di depan gearbox dan dioperasikan secara manual. Fungsinya untuk menghentikan blade saat dilakukan perawatan. d. Sistem Yaw Sistem ini menjaga a gar p osisi blade tetap menghadap angin s ecara frontal sehingga blade dapat menangkap angin maksimum e. Pengontrol kecepatan Disain turbin mempunyai pengontrol sudut (pitch) pada blade. Pada saat kecepatan a ngin turun, blade bergerak memutar menghadap ar ah a ngin, t etapi pada saat kecepatan angin sangat besar maka bergerak memutar menjauhi arah angin. Hal ini dibuat agar disain turbin dapat menghasilkan daya yang optimal dan konstan. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
23
II.2.3 Prinsip Kerja Pembangkit Tenaga Angin Prinsip kerja pembangkit tenaga listrik dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15
Prinsip kerja pembangkit tenaga angin[4]
Blade bergerak karena a ngin yang mempunyai kecepatan. Blade berputar pada po rosnya. P utaran yang dihasilkan t idak terlalu cepat ka rena massa blade yang besar. L aju yang rendah ini d ilanjutkan o leh gearbox. Gearbox mengubah laju putar m enjadi lebih cepat s esuai de ngan ke butuhan ge nerator. G enerator kemudian mengubah energi gerak menjadi energi listrik yang dialirkan ke beban. Efisiensi turbin angin ditentukan o leh Cp dengan nilai maksimum 59,3%. Efisiensi t ransmisi gearbox Nb bisa mencapai 9 5% da n efisiensi ge nerator Ng hingga 80%.[9] Tiga jenis kecepatan angin yang perlu diperhitungkan yaitu kecepatan cutin speed, kecepatan r ating, da n ke cepatan cut-off . K ecepatan cut-in adalah besarnya ke cepatan a ngin ke tika t urbin mulai berputar. Kecepatan r ating adalah kecepatan s aat t urbin d apat bekerja o ptimal, sedangkan ke cepatan cut-off adalah kecepatan m aksimum y ang d iperbolehkan s ebelum t urbin mengalami ke rusakan. Pada G ambar 2.16 ditunjukkan hu bungan a ntara laju angin dengan da ya yang dihasilkan turbin.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
24
Gambar 2.16
Kurva daya keluaran terhadap kecepatan angin [4]
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
25
BAB III PERANCANGAN SISTEM HYBRID CATU DAYA BASE TRANSCEIVER STATION
3.1 Perancangan Catu Daya BTS 3G Dengan Sistem Hybrid Tenaga Surya dan Tenaga Angin 3.1.1 Spesifikasi kebutuhan beban BTS 3G BTS 3G mempunyai k ebutuhan da ya sebesar 4800 w att de ngan nilai tegangan searah -48V dan arus listrik 100A. Sumber catu daya berasal dari PLN, genset da n baterai sebagai cadangan. C atu daya PLN 3 P hasa a kan d iubah menjadi t egangan s earah de ngan nilai t egangan 48V d i bagian P SU. P SU memiliki rectifier. S etelah t egangan menjadi -48V, maka pe ndistribusian daya dilakukan oleh PDU. PDU menyuplai daya untuk unit digital dan unit radio. Unit radio i ni m enyuplai f ilter unit y ang m enyuplai kebutuhan antena. Baterai digunakan s aat pa sokan l istrik pa dam, sehingga B TS t idak mengalami pemadaman. Ketika baterai digunakan, maka ge nset akan menyiapkan d iri u ntuk menggantikan baterai. B aterai yang d igunakan adalah 12 V sebanyak 4 buah. Baterai langsung terhubung ke PDU. Kebutuhan daya sebuah BTS 3G ditunjukkan oleh Gambar 3.1 -
CBU 20 A 960W
RU 20 A 960W
FCU 10A 480W
RU 20A 960W
RU 20A 960W
48 V
FCU 10A 480W
+
Gambar 3.1
Kebutuhan daya untuk BTS[5]
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
26
3.1.2 Perancangan Catu Daya BTS 3G Catu da ya B TS 3G menggunakan e nergi a lternatif yaitu t enaga s urya da n tenaga an gin. P emilihan ke dua s umber e nergi ini berdasarkan po tensi d i lokasi pembangunan BTS. 1. Tenaga Surya Kebutuhan B TS s ebesar 4800 w att dapat di penuhi dengan m enggunakan modul sel surya dengan spesifikasi : a. Modul sel surya STPOO5S-12/Ob dengan Voc =21,40 V dan I sc =0,33 A N(series) =
48 = 2,07 ≈ 3 0,9 x 21, 40
N(paralel) =
4800 = 336,7 ≈ 337 48(33 x10−2 x0.9)
Hal ini berarti jumlah modul sel surya yang dibutuhkan adalah 1011 buah b. Modul sel surya KC130TM dengan Voc =21,90 V dan I sc =8,02 A N(series) =
48 = 2,03 ≈ 3 0,9 x 21,90
N(paralel) =
4800 = 13,85 ≈ 14 48(8, 02 x0,9)
Hal ini berarti modul sel surya yang dibutuhkan adalah 42 buah. 2. Tenaga Angin Kebutuhan B TS 3G sebesar 4800 w att da pat dipenuhi d engan lima b uah turbin angin 1000 watt tipe LWS-1000 dengan spesifikasi yaitu[11] : 1) Rated Power
: 1000 watt
2) Rated wind speed
: 6 m/s
3) Cut-in wind speed
: 2 m/s
4) Wind speed protection: voltage control 5) Diameter rotor
:4m
6) Rated output voltage : 220 V
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
27
3.1.3 Perancangan sistem hybrid catu daya BTS Sistem hybrid catu daya BTS dapat dilihat pada Gambar 3.2 Modul Sel Surya
BTS
Voltage Divider
Baterai
Regulator Linier
Mikrokontroller
Relai I
Switching Regulator
Relai II
Relai III
Voltage Divider Tenaga Angin
PLN
Rectifier
Driver Genset
Genset
Gambar 3.2
Sistem hybrid catu daya BTS 3G
Sistem hybrid catu daya terdiri a tas blok pe ngontrol yang a kan memilih penggunaan empat s umber cat u daya B TS. P ergantian p enggunaan cat u daya menggunakan relai. Relai I memilih antara s el s urya da n tenaga angin. R elai I I memilih antara ke luaran r elai I d an P LN, sedangkan relai I II memilih antara keluaran r elai I I dan genset. Rectifier dibutuhkan untuk menyearahkan t egangan keluaran PLN. 3.2 Perancangan Simulasi Sistem Hybrid Tenaga Surya dan Tenaga Angin sebagai Catu Daya BTS 3G 3.2.1 Spesifikasi Beban Beban yang d igunakan u ntuk s imulasi a dalah lampu de ngan t egangan 12 volt dan daya 5 watt. Tegangan masukan lampu adalah tegangan searah.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
28
3.2.2 Perancangan Simulasi Catu Daya BTS 3G 3.2.2.1 Modul sel surya Modul s el s urya y ang digunakan m empunyai s pesifikasi yang d itunjukkan pa da Tabel 3.1 Tabel 3.1
Data Kelistrikan modul sel surya STPOO5S-12/Ob
Parameter Kelistrikan
Nilai*
Daya puncak
5W
Tegangan puncak
16,80 V
Arus puncak
0,30 A
Tegangan hubung terbuka
21,40 V
Arus hubung singkat
0,33 A
* Standard Test Condition (STC): l evel i rradiansi 1000 W / m 2 , S pektrum AM 1.5 dan Temperatur sel surya 25 0C ‘mpp’ merupakan singkatan dari maximum power point Modul sel surya STPOO5S-12/Ob dipilih karena modul sel surya ini telah memenuhi ke butuhan da ya, t egangan da n arus b eban. Jumlah modul yang digunakan dua buah. 3.2.2 Tenaga Angin[2] Turbin angin yang digunakan a dalah turbin angin po ros v ertikal bersudu variabel yang d iletakkan d i Gedung Engineering Centre lantai 4 FTUI (lihat lampiran 2). Spesifikasi turbin angin yang digunakan yaitu : 1. Jenis sumbunya adalah vertikal 2. Tidak membutuhkan kecepatan angin yang tinggi 3. Mekanisme pemutar turbin angin tidak diperlukan untuk menangkap angin 4. Fabrikasi tidak rumit. Berikut penjelasan mengenai turbin angin yang digunakan : Profil sudu
: Khusus
Bahan sudu
: plat galvonil dan lembaran aluminium
Jumlah sudu
: 4 buah Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
29
Berat setiap sudu
: 4 kg
Tinggi setiap sudu
:1m
Lebar sudu
: 0,84 m
Diameter rotor
: 1 inchi
Diameter selubung
: 0,4 m
Diameter turbin
: 1,5 kg
Berat total
: 20 kg
Bahan rangka turbin
: stainless steel
Bahan pendukung
: carbon steel
Jenis bantalan rotor
: ball bearing
Bahan selubung
: fiberglass
Rancangan sudu 1. Membuat mal kurva penampang sudu 2. Membuat 12 buah rangka ( 3 buah untuk 1 sudu) 3. Tiga r angka d itempatkan di at as, t engah dan bawah lalu diselubungi dengan aluminium dan direkatkan dengan paku keeling 4. Membuat plat untuk tempat tumpuan poros putar Proses manufaktur Materialnya : 1. Pipa stainless steel diameter 2,5 inchi 2. Plat profil “U” dari stainless steel 3. Empat buah sudu 4. Dua buah ball bearing 5. Poros diameter 1 inchi dua buah 6. Dua tiang penopang dengan tinggi 1700 mm dari besi karbon 7. Empat b uah p lat pe nyangga de ngan pa njang 1000 m m da ri besi k arbon dengan profil “L” 8. Dua b uah duduka n bearing dari be si karbon de ngan be ntuk silinder berongga 9. Dua buah pondasi bagian bawah dari besi karbon dengan profil “L” 10. Delapan buah bushing dan pasangannya dari besi karbon Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
30
11. Lembaran fiberglass untuk selubung dan plat galvanis untuk rangka Manufaktur rangka 1. Memotong material p ipa stainless steel profil “U”, poros, tiang penopang, plat pe nyangga, bushing, po ndasi pr ofil “L” s esuai ukur an de ngan mesin gerinda potong dan dihaluskan 2. Membuat dudukan bearing dengan mesin cutting plasma Manufaktur rangka turbin angin 1. Pada p lat “U” bagian u jungnya d ibuat juring t erlebih da hulu a gar lebih mudah dilas pada profil lingkaran 2. Proses balancing pada bagian rangka agar memiliki ketinggian yang sama tegak lurus 3. Melakukan las titik sebelum las penuh 4. Membuat rangka turbin angin dengan menggunakan mesin las argon dan kawat las untuk stainless steel. Bagian yang dilas penuh adalah profil “U” dengan pipa stainless steel diameter 2,5 inchi 5. Las rumah bushing dengan las argon Manufaktur sudu 1. Membuat mal kurva sudu agar dapat dibentuk sudu sesuai ukuran 2. Membuat kur va s udu da ri mal de ngan menggunakan bahan da ri galvanis dengan ketebalan 0,5 mm 3. Membuat r angka da ri p lat galvanis dengan ke tebalan 0, 8 mm. Rangka diatur m engikuti pr ofil d ari kur va s udu. J umlah r angka yang d ibutuhkan dalam satu sudu adalah t iga. Kemudian lembaran a luminium sebagai penutup selubung untuk rangka direkatkan dengan paku keling. 4. Untuk bushing dilas dengan argon Proses manufaktur penopang 1. Dua b uah t iang pe nyangga bearing atas da n ba wah d isambung de ngan tiang penopang kanan dan kiri menggunakan paku baut M8 dan M6. 2. Pada b agian po ndasi d ilakukan pr oses pe ngelasan k emudian d igerinda agar hasilnya menjadi halus. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
31
Berdasarkan pe ngambilan da ta yang d ilakukan pa da t ahun 2006 d i G edung Engineering C entre lantai 4 F TUI d iperoleh u njuk k erja t urbin angin sebagai berikut : 1. Kecepatan angin terhadap putaran turbin angin Semakin cepat angin yang bertiup maka s emakin cepat put aran turbin angin. Hubungan ke cepatan a ngin (v) de ngan put aran turbin angin da pat diperlihatkan pada persamaan :
= ω 5, 2479v − 0, 6859
(3.1)
2. Putaran turbin angin terhadap torsi Semakin cepat putaran turbin angin maka torsi yang dihasilkan akan semakin besar. H ubungan put aran turbin angin ( ω ) de ngan t orsi ( Τ ) da pat diperlihatkan pada persamaan : = Τ 0, 0019ω 2 + 1, 0659ω + 1,9407
(3.2)
3. Putaran turbin angin terhadap daya Semakin c epat put aran angin maka s emakin besar pu la da ya yang d ihasilkan oleh turbin angin. Hubungan putaran turbin angin ( ω ) dengan daya (P) dapat diperlihatkan pada persamaan : P = 0, 0043ω 3 − 0, 0677ω 2 + 2, 6831ω − 10, 759
(3.3)
3.2.3 Perancangan simulasi sistem hybrid catu daya BTS Sistem hybrid catu daya mempunyai fitur-fitur sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap arus hubung singkat 2. Memberikan indikator keadaan sistem 3. Mengendalikan sistem secara otomatis melalui mikrokontroler 4. Switching regulator untuk menjaga ke stabilan keluaran d ari c atu da ya tenaga surya dan tenaga angin 5. Regulator linier untuk mengatur tegangan masukan sistem minimum 6. Voltage divider untuk menurunkan nilai t egangan s el surya da n t enaga angin yang akan dibandingkan oleh mikrokontroller 7. Relai sebagai saklar penyalaan catu daya ke beban
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
32
Rangkaian ini d irancang u ntuk da pat m engatur catu daya yang a kan diberikan ke beban. Rangkaian ini memiliki tiga buah masukan sumber daya yang akan diberikan, yaitu modul sel surya, t urbin angin d an genset, da n sumber d aya yang memenuhi kr iteria yang akan d ijadikan sumber da ya u ntuk menyalakan beban, dalam hal in i la mpu dengan spesifikasi 12V/5W. Blok diagram rangkaian dapat dilihat pada Gambar 3.3 Modul Sel Surya Voltage Divider
Baterai
Regulator Linier
Mikrokontroller
Relai I
Switching Regulator
Relai II
Voltage Divider Tenaga Angin*
Genset**
Gambar 3.3
Blok diagram perancangan simulasi sistem hybrid tenaga surya dan tenaga angin untuk BTS
Berikut i ni penjelasan m engenai bl ok d iagram sistem pa da G ambar 3.3 terbagi atas 8 bagian ut ama, yaitu : 1. Modul sel surya sebagai sumber catu daya 2. Tenaga angin sebagai sumber catu daya 3. Genset sebagai sumber catu daya 4. Switching regulator 5. Regulator tegangan meliput voltage divider dan regulator linier 6. Sistem minimum meliputi mikrokontroller 7. Switching sumber catu daya 8. Beban, yaitu lampu 12 V 5 watt
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
Lampu 5W/12V
33
Pada Gambar 3.3 tegangan keluaran modul sel surya dan turbin angin akan masuk ke da lam voltage divider sehingga m ikrokontroler dapat m embaca, membandingkan dan m emilih ni lai tegangan y ang a kan d igunakan u ntuk menyuplai beban. Setelah d ilakukan pe milihan sumber catu daya yang t erpakai, maka ni lai tegangan ini aka n d iatur ke da lam r angkaian regulator switching agar mendapatkan nilai yang konstan sebesar 12V Jika modul sel surya dan turbin angin tidak dapat memenuhi nilai tegangan 12 volt maka genset akan digunakan. 3.2.3 Rangkaian Switching Regulator Switching regulator yang dipilih, yaitu buck regulator, yang d igunakan untuk mengkonversi t egangan D C menjadi t egangan D C de ngan nilai po tensial yang lebih r endah da n po laritas yang sama. N ilai tegangan ke luaran yang d ipilih adalah 12 volt dan nilai tegangan masukan maksimum 40 volt. Gambar 3.4 berikut ini menunjukkan IC L4970 dilihat dari atas.
Gambar 3.4
Tampak atas L4970[Lampiran1]
Agar dapat mengatur tegangan masukan sel surya (Voc = 22,3 V dan Isc = 4,72 A ) menjadi t egangan ke luaran ( Vout = 1 2 V da n I out = 4A ) maka L 4970 mempunyai nilai R9 = 4,7 kΩ dan R7 = 6,2 kΩ (berdasarkan datasheet L4970) Pada Gambar 3.5 diperlihatkan rangkaian switching regulator
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
34
Gambar 3.5
Rangkaian switching regulator
3.2.4 Rangkaian Voltage Divider Rangkaian voltage divider bertujuan u ntuk menurunkan nilai t egangan keluaran dari sel surya dan tenaga angin. Sehingga nilai tegangan keduanya dapat dibandingkan o leh mikrokontroler tanpa m erusak mikrokontroler. Pembagi tegangan yang digunakan berjumlah dua buah(lihat Gambar 3.7)
Gambar 3.6
Pembagi tegangan
Nilai R1 = 1000 Ω dan R2 = 330 Ω
Vout= Vin ⋅ Vout =
R2 R1 + R2
330Ω .Vin 1000Ω + 330Ω
Vout = 0, 248Vin
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
35
Pada G ambar 3.7 ditunjukkan r angkaian pembagi t egangan sumber da ya modul sel surya dan turbin angin
Gambar 3.7 Rangkaian pembagi tegangan sumber daya modul surya dan turbin angin
3.2.5 Rangkaian regulator linier Regulator linier dirancang untuk m emberikan t egangan konstan pa da mikrokontroller s ebesar 5V . R angkaian r egulator linear yang menggunakan I C L7805 dapat dilihat pada Gambar 3.8
Gambar 3.8
Rangkaian regulator mikrokontroller
Rangkaian ini d iberikan t egangan masukan da ri baterai s ebesar 12V da n akan memberikan tegangan keluaran sebesar 5V, untuk diberikan sebagai sumber tegangan pada mikrokontroller. K eluaran pada I C ini d iberikan ka pasitor yang berguna u ntuk s tabilisasi t egangan ke luaran, s ehingga t egangan ke luaran lebih stabil. Dioda yang diberikan pada masukan IC L7805 merupakan pengaman, agar pada s aat t erjadi k esalahan pe masangan po laritas t egangan, I C L7805 tidak Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
36
mengalami ke rusakan, ka rena ar us t idak mengalir ak ibat d ioda b erada da lam posisi reverse bias. K eluaran da ri I C t ersebut d iberikan L ED s ebagai indikator bahwa rangkaian regulator linear bekerja.
3.2.6 Rangkaian Sistem Minimum Sistem m inimum in i me nggunakan A TMEGA16.
Masukan d ari
mikrokontroler ini berasal da ri ke luaran voltage divider modul s el s urya dan turbin a ngin. Masukannya melalui P ort.A0 da n Port.A1 yang m erupakan A DC. Keluaran da ri mikrokontroler akan mengatur r elai yaitu P ort.C0 da n Port.C7. Port.C0 akan memberi sinyal kepada transistor driver relai II, sedangkan Port.C7 akan memberikan sinyal kepada transistor driver relai I. Indikator sistem menggunakan tiga buah LED yaitu : 1. LED merah indikator sumber daya baterai melalui Port.B5 2. LED kuning indikator sumber daya turbin angin melalui Port.B6 3. LED hijau indikator sumber daya modul sel surya melalui Port.B7 Mikrokontroler membandingkan t egangan modul s el s urya da n t enaga angin dengan nilai 0 hingga 5. N ilai ini d iperoleh da ri hasil k eluaran voltage divider. K etika nilai yang terbaca ada lah ≥ 3 m aka mikrokontroler a kan mengganggap catu da ya memenuhi kebutuhan beban s ehingga ke luaran da ri mikon ke r elai I a dalah ‘1’. N amun jika nilai yang t erbaca a dalah < 3 b erarti tegangan sumber kurang dari 12 volt maka mikrokontroler akan membaca sebagai ‘0’. Rangkaian ini berfungsi untuk membaca ni lai tegangan sumber t enaga surya dan tenaga a ngin. Kemudian membandingkan k eduanya da n a khirnya memilih sumber t egangan yang sesuai de ngan ke butuhan beban. H asil pe rbandingan ini akan diberikan pengontrol ke relai I da n relai II. Rangkaian sistem minimum dapat dilihat pada Gambar 3.9
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
37
Gambar 3.9
Rangkaian sistem minimum
3.2.7 Rangkaian Switching Sumber Catu Daya Rangkaian switching sumber catu daya berguna s ebagai pe nsaklaran sumber t egangan yang a kan d ipakai beban. R angkaian in i me nggunakan relai. Relai mempunyai masukan pe ngontrol da ri mikrokontroler. M ikrokontroler memilih sumber daya yang nilai keluarannya sesuai dengan kebutuhan beban. Cara kerja rangkaian switching catu daya, yaitu(lihat Gambar 3.10): a. R elai I be rfungsi u ntuk memilih antara s umber tenaga s urya da n t enaga a ngin. Jika s alah s atu nilai sumber t ersebut s esuai de ngan ke butuhan maka r elai I a kan dalam keadaan on. b. Relai II mempunyai masukan dari relai I dan baterai. Ketika relai I dalam keadaan on maka r elai a kan langsung memilih keluaran da ri r elai I . D emikian pu la jika relai I dalam k eadaan off m aka ke luaran da ri r elai I I a dalah nilai t egangan da ri baterai.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
38
Sebuah r elay t ersusun at as ku mparan, pe gas, saklar ( terhubung pada pegas) dan 2 kontak elektronik, yaitu : 1. Normally close (NC) : saklar terhubung dengan kontak ini saat relay tidak aktif atau dapat dikatakan saklar dalam kondisi terbuka. 2. Normally open (NO) : saklar terhubung dengan kontak ini saat relay akt if atau dapat dikatakan saklar dalam kondisi tertutup. Relai da pat b ekerja ka rena ada medan magnet yang digunakan un tuk menggerakkan saklar. S aat kumparan d iberikan t egangan s ebesar t egangan ke rja relay maka akan t imbul medan magnet pada ku mparan karena adanya arus yang mengalir pa da lilitan ka wat. K umparan yang bersifat s ebagai e lektromagnet ini kemudian akan menarik saklar dari kontak NC ke kontak NO. Jika tegangan pada kumparan dimatikan m aka m edan magnet pa da k umparan a kan hilang s ehingga pegas akan menarik saklar ke kontak NC Rangkaian driver relai d ipicu oleh t egangan ke luaran dari mikrokontroler yaitu bernilai 1 d an 0.
Tegangan t ersebut m enggerakkan t ransistor y ang
dimanfaatkan s ebagai s aklar t ransistor y aitu t ransistor 2N 2219. S inyal ko ntrol yang berasal dari mikrokontroler mengkondisikan transistor pada kondisi saturasi atau cutoff-nya. B ila sinyal kontrol bernilai tinggi (1) maka nilai VBE > 0,7 volt, sehingga t ransistor saturasi. Resistor 1 kΩ berfungsi untuk membatasi arus yang mengalir pada basis transistor yaitu sebesar 5 mA. Pada ko ndisi sebaliknya maka transistor cutoff sehingga relay berada pada kondisi normalnya.
Gambar 3.10
Rangkaian switching catu daya
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
39
BAB IV ANALISIS SISTEM HYBRID CATU DAYA BTS 3G Analisis Perancangan Sistem Hybrid Catu Daya BTS 4.1.1 Modul Sel Surya Jumlah pemasangan modul s el surya t ergantung de ngan nilai Voc dan I sc . Berdasarkan pe rhitungan[6] d iperoleh bahwa modul s el s urya y ang diperlukan yaitu a. 1011 b uah modul sel s urya tipe STPOO5S-12/Ob de ngan Voc = 21,40 V da n I sc =0,33 A yaitu 3 modul tersusun seri dan 337 modul tersusun parallel b. 42 buah modul sel surya t ipe KC130TM dengan Voc =21,90 V dan I sc =8,02 A yaitu 3 modul tersusun seri dan 14 modul tersusun paralel. Pemasangan modul s el surya bisa d ilakukan d engan membangun t empat modul sel surya dekat menara BTS.
4.1.2 Turbin angin Turbin a ngin yang d igunakan yaitu lima buah t urbin a ngin 1000 w att. Kecepatan a ngin di I ndonesia yang rendah menyebabkan spesifikasi t urbin a ngin yang digunakan mempunyai rating yang kecil yaitu 6 m/s.
4.1.3 Analisis sistem hybrid catu daya BTS Sistem hybrid catu da ya B TS d itunjukkan o leh G ambar 4.1. Sistem catu daya BTS t erdiri da ri empat komponen yaitu modul s el surya, t urbin a ngin da n PLN serta genset. Sistem hybrid yang digunakan adalah offline atau keluaran dari modul sel surya dan turbin angin mencatu baterai sebelum dihubungkan ke beban. Hal ini untuk menjaga agar catu daya tetap terjamin kontiniu dan bernilai konstan
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
40
Modul Sel Surya BTS
Voltage Divider
Baterai
Regulator Linier
Relai I
Mikrokontroller
Switching Regulator
Relai II
Relai III
Voltage Divider Tenaga Angin
PLN
Rectifier
Driver Genset
Genset
Gambar 4.1
Sistem Hybrid Catu Daya BTS 3G
Pengontrol s istem hybrid akan membandingkan t egangan k eluaran s el surya d an t urbin a ngin. B lok p engontrol ini t erdiri atas voltage divider, mikrokontroler da n switching regulator. Voltage divider bertujuan u ntuk menurunkan ni lai tegangan m odul s el surya da n t urbin angin yang ke mudian dibandingkan oleh mikrokontroler. Catu daya ut ama yaitu modul sel surya. Hal ini karena irradiansi matahari untuk daerah Indonesia terutama pantai termasuk tinggi dan lebih stabil. Hal yang perlu d iperhatikan a dalah t ingkat e fisiensi modul harus t inggi sehingga luas daerah yang dipasang modul sel s urya da pat d iminimal. C atu da ya ke dua yaitu turbin angin. Kecepatan a ngin yang tinggi d i da erah pa ntai da pat d imanfaatkan untuk mengisi baterai sebagai cada ngan cat u daya BTS dan pengganti modul sel surya jika daya keluaran modul sel surya kurang dari 4800 watt. Baterai discharge oleh t urbin angin da n modul sel s urya. B aterai a kan t erhubung dengan r elai kemudian ke BTS. Ketika tegangan baterai tidak mencukupi maka rangkaian pengontrol akan mengaktifkan P LN u ntuk menyuplai B TS melalui r elai I. Kemudian ketika P LN padam maka genset akan digunakan mencatu BTS.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
41
Sistem hybrid ini a kan menjamin ke terlangsungan s uplai da ya B TS 3G dan penggunaannya lebih hemat karena menggunakan energi alternatif. Rangkaian s istem hybrid tidak m emerlukan rectifier karena t egangan keluaran da ri c atu da ya a dalah s earah da n beban membutuhkan t egangan s earah pula. Penggunaan t enaga s urya da n t enaga a ngin memungkinkan pe mbangunan BTS da pat di lakukan d i da erah yang memiliki p otensi t enaga s urya da n t enaga angin yang mencukupi kebutuhan BTS.
4.2 Perancangan Simulasi Sistem Hybrid Catu Daya BTS Simulasi sistem hy brid i ni m enggunakan tiga catu daya, y aitu m odul s el surya, turbin angin dan genset yang akan diganti dengan baterai.
4.2.1 Pengolahan data klimatologi BMKG wilayah Serpong tanggal 3 April 2009 Analisis di lakukan de ngan menggunakan da ta klimatologi b ulan April 2009 yang d iperoleh da ri B MKG u ntuk w ilayah Serpong. D ata yang d igunakan adalah tanggal 3 April 2009. Pengambilan data mengenai irradiansi matahari dan kecepatan angin dilakukan setiap satu menit. Dimulai dari pukul 00.00.04 hingga 23.59.04. P engolahan da ta s elama 1
hari ini un tuk mengetahui switching
penggunaan t iga s umber c atu da ya yaitu pa nel s urya, t urbin a ngin da n baterai. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3. 4.2.1.1 Modul sel surya Modul sel surya yang digunakan mempunyai daya keluaran sebesar 5 w att untuk irradiansi 1000
watt / m 2 , s edangkan nilai irradiansi t idak mencapai 100 0
watt / m 2 , maka digunakan dua buah modul yang tersusun secara parallel. Hal ini akan m enyebabkan m odul s el s urya S TPOO5S-12/Ob de ngan Voc = 21,40 V da n I sc =0,33 A akan mempunyai nilai tegangan keluaran dan daya sebesar :
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
42
Vout 0,9 xVoc
N(series) =
Vout = N ( series ) x0,9 xVoc Vout = 1x0,9 x 21, 40 Vout = 19, 26V
N(paralel) =
Pout Vout ( I sc x0,9)
Pout = N ( paralel ).Vout .I sc .0,9 Pout = 2 x19, 26 x0,33 x0,9 Pout = 11, 44 watt
Hal ini berarti sel surya yang digunakan memenuhi kebutuhan beban sebesar 5 watt/12 V 1. Efisiensi modul sel surya yang digunakan Modul sel s urya y ang digunakan m empunyai daya k eluaran s ebesar 11, 44 watt untuk irradiansi 1000 watt / m 2 . Luas modul s el surya adalah 0,126 m 2 . H al ini berarti nilai daya masukan untuk modul sel surya adalah : Pmasukan = 0,126 m 2 x 1000 watt / m 2 = 126 watt
nilai efisiensi modul sel surya yaitu :
η panel =
Pkeluaran x100% Pmasukan
η panel =
11, 4 watt x100% 126 watt
η panel = 9, 04% Maka diperoleh nilai efisiensi modul sel surya yang digunakan adalah 9,04%.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
43
2. Pengolahan data modul sel surya 1) Pada pukul 09.08.04 Irradiansi matahari tercatat 569,356 watt / m 2 . Hal ini berarti untuk luas 1 m 2 diperoleh daya sebesar 569,356 watt. Luas modul sel surya yang digunakan adalah 0,30m x 0,21 m atau 0,063 m 2 . Modul sel surya yang digunakan dua buah sehingga luas modul keseluruhan adalah 0,126 m 2 . Untuk irradiansi 569,356 watt / m 2 , modul sel surya dapat menyerap sebesar daya sebesar : Pmasukan = 0,126 m 2 x 569,356 watt / m 2 = 71,738 watt Untuk efisiensi modul sel surya sebesar 9,04% maka daya keluaran modul sel surya adalah Pkeluaran = 9, 04% x71, 738watt Pkeluaran = 6, 486 watt Hal ini berarti untuk pukul 09.08.04 irradiansi matahari sebesar 569,356 watt / m 2 dan modul sel surya dapat menghasilkan daya sebesar 6,486 watt. 2) Pada pukul 09.09.04 Irradiansi matahari tercatat 425,675 watt / m 2 . Hal ini berarti untuk luas 1 m 2 diperoleh daya sebesar 425,675 watt. Luas modul sel surya yang digunakan adalah 0,30m x 0,21 m atau 0,063 m 2 . Modul sel surya yang digunakan dua buah sehingga luas modul keseluruhan adalah 0,126 m 2 . Untuk irradiansi 425,675 watt / m 2 , modul sel surya dapat menyerap sebesar daya sebesar : Pmasukan = 0,126 m 2 x 425,675 watt / m 2 = 53,635 watt Untuk efisiensi panel surya sebesar 9,04% maka daya keluaran modul sel surya adalah Pkeluaran = 9, 04% x53, 635 watt Pkeluaran = 4,848 watt Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
44
Tabel 4.2 menunjukkan contoh pengolahan data panel surya untuk pukul 09:24:04 hingga pukul 09:43:04 Tabel 4.2 Daya keluaran panel surya
No
Waktu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
9:08:04 9:09:04 9:10:04 9:11:04 9:12:04 9:13:04 9:14:04 09:15:04 09:16:04 09:17:04 09:18:04 09:19:04 09:20:04 9:21:04 9:22:04 9:23:04 9:24:04 9:25:04 9:26:04 9:27:04
Irradiansi matahari ( watt / m 2 ) 569,356 425,675 531,475 443,223 411,431 359,202 364,673 405,238 463,247 544,584 600,941 601,457 565,744 754,325 803,767 812,128 801,496 777,446 771,563 566,157
Daya masukan (watt) 122,981 91,946 114,799 95,736 88,869 77,588 78,769 87,531 100,061 117,630 129,803 129,915 122,201 162,934 173,614 175,420 173,123 167,928 166,658 122,290
Daya keluaran (watt) 11,117 8,312 10,378 8,655 8,034 7,014 7,121 7,913 9,046 10,634 11,734 11,744 11,047 14,729 15,695 15,858 15,650 15,181 15,066 11,055
4.2.1.2. Pengolahan data daya keluaran turbin angin Turbin angin yang digunakan mempunyai khakteristik sebagai berikut : a. Persamaan putaran turbin angin terhadap kecepatan angin
= ω 5, 2479v − 0, 6859 b. Persamaan putaran turbin angin terhadap torsi = Τ 0, 0019ω 2 + 1, 0659ω + 1,9407 c. Persamaan putaran turbin angin terhadap daya keluaran turbin P = 0, 0043ω 3 − 0, 0677ω 2 + 2, 6831ω − 10, 759
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
45
1. Pengolahan data kecepatan angin 1) Pada pukul 09.08.04 Kecepatan angin tercatat sebesar 0,684 knot Kecepatan angin 0,684 knot diubah ke dalam SI menjadi 1,329 m/s. Ketinggian pengukuran adalah 4 m, sedangkan turbin angin diletakkan setinggi 21 m, maka kecepatan angin untuk ketinggian 21 m dapat diperoleh melalui persamaan 2.5
h v2 = v1 1 h2
0,25
21m v2 = 1,329m/s 4m
0.25
v2 = 2, 014 m/s Kecepatan angin 2,014 m/s akan menghasilkan putaran turbin sebesar :
ω (5, 2479v − 0, 6859) rpm = = ω (5, 2479 x 2, 014 − 0, 6859) rpm
ω = 9,882 rpm Maka daya keluaran turbin angin yaitu : P = 0, 0043ω 3 − 0, 0677ω 2 + 2, 6831ω − 10, 759
P = 0, 0043 ( 9,882 ) − 0, 0677 ( 9,882 ) + 2, 6831(9,882) − 10, 759 3
2
P = 13, 293 watt b. Pada waktu 09.25.04 Kecepatan angin tercatat sebesar 0,45 knot Kecepatan a ngin 0, 45 kn ot di ubah ke da lam SI m enjadi 0, 874 m/s. Ketinggian pe ngukuran a dalah 4 m, sedangkan turbin a ngin d iletakkan setinggi 21 m, maka ke cepatan a ngin u ntuk ke tinggian 21 m d apat diperoleh melalui persamaan 2.5 Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
46
h v2 = v1 1 h2
0,25
21m v2 = 0,874m/s 4m
0.25
v2 = 1,324 m/s
Kecepatan angin 1,324 m/s akan menghasilkan putaran turbin sebesar :
= ω (5, 2479v − 0, 6859) rpm = ω (5, 2479 x1,324 − 0, 6859) rpm
ω = 6, 263 rpm Maka daya keluaran turbin angin yaitu : P = 0, 0043ω 3 − 0, 0677ω 2 + 2, 6831ω − 10, 759
P = 0, 0043 ( 6, 263) − 0, 0677 ( 6, 263) + 2, 6831(6, 263) − 10, 759 3
2
P = 4, 445 watt
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
47
Tabel 4.3 menunjukkan contoh pengolahan data turbin angin untuk pukul 09:08:04 hingga pukul 09:27:04 Tabel 4.3 Daya keluaran turbin angin
1 09:08:04
0,684
Putaran Turbin Angin (rpm) 2,014 9,882
2 09:09:04
1,040
3,060
15,371
30,103
3 09:10:04
0,645
1,898
9,273
11,728
4 09:11:04
1,318
3,879
19,671
48,556
5 09:12:04
1,040
3,060
15,371
30,103
6 09:13:04
0,523
1,538
7,385
7,094
7 09:14:04
0,743
2,187
10,793
15,719
8 09:15:04
0,572
1,684
8,151
8,941
9 09:16:04
0,413
1,216
5,696
3,122
10 09:17:04
0,566
1,664
8,048
8,691
11 09:18:04
0,624
1,837
8,953
10,922
12 09:19:04
0,365
1,075
4,954
1,394
13 09:20:04
0,877
2,580
12,855
21,681
14 09:21:04
0,807
2,375
11,776
18,470
15 09:22:04
0,260
0,764
3,325
-2,427
16 09:23:04
0,721
2,121
10,443
14,774
17 09:24:04
1,190
3,501
17,687
39,310
18 09:25:04
0,450
1,324
6,263
4,445
19 09:26:04
0,597
1,756
8,531
9,872
20 09:27:04
0,507
1,698
8,223
9,117
No
Waktu
Kecepatan angin (knot)
Kecepatan angin (m/s)
Daya keluaran (watt) 13,293
4.2.2 Analisis simulasi sistem hybrid catu daya 4.2.2.1 Analisis pengolahan data untuk waktu 24 jam 1. Analisis irradiansi matahari terhadap waktu Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
48
Gambar 4.2 memperlihatkan nilai irradiansi matahari sepanjang 24 jam pada tanggal 3 April 2009. Irradiansi matahari terhadap waktu
Irradiansi matahari (watt/m2)
1200 1000 800 600 400 200 0 w aktu (s)
Gambar 4.2
Kurva irradiansi matahari terhadap waktu
Irradiansi matahari mulai mengalami k enaikan p ukul 05. 44.04 na mun nilainya t idak mencukupi u ntuk kebutuhan beban. N ilai e fisiensi modul sel surya 9,04% maka irradiansi minimum yang harus ada yaitu :
Irradiansimin imum =
5watt 9, 04% x0,126m 2
Irradiansimin imum = 438,96 watt / m 2 Nilai ir radiansi m inimum in i b aru diperoleh pukul 08:15:05, na mun belum stabil. I rradiansi baru stabil saat pukul 08:50:04. Nilai irradiansi yang m engalami kenaikan secara b ertahap i ni m enyebabkan tenaga surya dipilih menjadi prioritas utama sebagai catu daya. 2. Analisis daya keluaran modul surya Gambar 4.3 memperlihatkan daya keluaran modul sel surya sepanjang 24 jam pada tanggal 3 April 2009
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
49
Daya keluaran panel surya terhadap waktu
Daya keluaran(watt)
12 10 8 6 4 2 0 w aktu (s)
Gambar 4.3
Kurva daya keluaran modul sel surya terhadap waktu 24 jam
Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa nilai daya keluaran 5 watt diperoleh di siang hari dan nilainya relatif konstan di atas 5 watt. Hal ini berarti pagi hari dan malam hari catu daya tenaga surya tidak digunakan. 3. Analisis kecepatan angin terhadap waktu Gambar 4.4 memperlihatkan nilai kecepatan angin pada ketinggian 21 m sepanjang 24 jam pada tanggal 3 April 2009.
Kecepatan angin (m/s)
Kecepatan angin terhadap waktu 6 5 4 3 2 1 0 waktu (s)
Gambar 4.4
Kurva kecepatan angin terhadap waktu
Kecepatan a ngin ke naikan puku l 04. 57.04 na mun nilainya t idak mencukupi u ntuk ke butuhan be ban. K ecepatan a ngin bersifat fluktuatif sehingga t urbin a ngin menjadi pr ioritas ke dua s ebagai cat u daya. Terlihat bahwa ke cepatan angin di daerah serpong termasuk rendah, maka turbin a ngin ya ng sesuai ya itu t ipe poros vertikal. Pemilihan sudu variabel agar turbin lebih lentur dalam menangkap angin. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
50
4. Analisis daya keluaran turbin angin Gambar 4.5 memperlihatkan daya keluaran turbin angin sepanjang 24 jam pada tanggal 3 April 2009
Daya keluaran turbin angin (watt)
Daya keluaran turbin angin terhadap waktu 120 100 80 60 40 20 0 -20 waktu (s) Gambar 4.5
Kurva daya keluaran turbin angin terhadap waktu 24 jam
Pada G ambar 4.5 t erlihat bahwa nilai da ya ke luaran t urbin a ngin pun terjadi s iang h ari. Namun ketika m odul s el surya cukup m emenuhi kebutuhan beban maka da ya ke luaran t urbin angin d igunakan u ntuk mengisi baterai. Baterai ini dapat digunakan saat matahari telah tenggelam dan angin yang bertiup tidak mampu memutar turbin.
4.2.2.1 Analisis pengolahan data 1. Analisis pengolahan data modul sel surya Pada Tabel 4.2 terlihat b ahwa d aya t enaga surya yang dapat di peroleh cukup besar namun tingkat efisiensi m odul s el s urya y ang h anya 9 ,04% menyebabkan daya keluaran modul sel surya tergolong rendah. Nilai i rradiansi m atahari y ang tidak m encapai nilai 1000 watt / m 2 menyebabkan daya keluaran untuk satu modul t idak mencapai 5 w att, sedangkan
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
51
kebutuhan beban adalah 5 watt maka modul yang digunakan berjumlah dua buah dan disusun paralel. Berdasarkan pengolahan data maka potensi tenaga surya dapat digunakan untuk pengujian simulasi sistem hybrid catu daya. 2. Analisis pengolahan data turbin angin Berdasarkan T abel 4.3 t erlihat ba hwa kecepatan a ngin di da erah Serpong termasuk rendah n amun m encukupi untuk m enyuplai b eban. Nilai daya y ang minus menandakan bahwa t urbin a ngin bersifat s ebagai k ipas a ngin. U ntuk mengatasi hal ini maka turbin angin di-off dari sistem catu daya. 3. Analisis sistem hybrid catu daya Tabel 4.4 Perbandingan daya keluaran tenaga surya dan tenaga angin
Tenaga Surya
Tenaga Angin
1
Irradiansi Daya Kecepatan Daya Matahari Keluaran angin Keluaran (watt) (knot) (watt) ( watt / m 2 ) 9:08:04 569,356 6,485 0,684 13,293
Tenaga Surya
2
9:09:04
425,675
4,849
1,040
30,103
Tenaga Angin
3
9:10:04
531,475
6,054
0,645
11,728
Tenaga Surya
4
9:11:04
443,223
5,048
1,318
48,556
Tenaga Surya
5
9:12:04
411,431
4,686
1,040
30,103
Tenaga Angin
6
9:13:04
359,202
4,091
0,523
7,094
Tenaga Angin
7
9:14:04
364,673
4,154
0,743
15,719
Tenaga Angin
8
9:15:04
405,238
4,616
0,572
8,941
Tenaga Angin
9
9:16:04
463,247
5,277
0,413
3,122
Tenaga Surya
10
9:17:04
544,584
6,203
0,566
8,691
Tenaga Surya
11
9:18:04
600,941
6,845
0,624
10,922
Tenaga Surya
12
9:19:04
601,457
6,851
0,365
1,394
Tenaga Surya
13
9:20:04
565,744
6,444
0,877
21,681
Tenaga Surya
14
9:21:04
754,325
8,592
0,807
18,470
Tenaga Surya
15
9:22:04
803,767
9,155
0,260
-2,427
Tenaga Surya
No
Waktu
Keterangan
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
52
16
9:23:04
812,128
9,250
0,721
14,774
Tenaga Surya
17
9:24:04
801,496
9,129
1,190
39,310
Tenaga Surya
18
9:25:04
777,446
8,855
0,450
4,445
Tenaga Surya
19
9:26:04
771,563
8,788
0,597
9,872
Tenaga Surya
20
9:27:04
566,157
6,449
0,577
9,117
Tenaga Surya
Data yang dianalisis a dalah da ta da ri puku l 09.08.04 hi ngga puku l 09.27.04. Nilai ir radiansi yang berfluktuatif de ngan rentang nilai 359,202
watt / m 2 hingga 812, 128 watt / m 2 menyebabkan d iperlukan c atu da ya ke dua untuk m enyuplai be ban. Nilai irradiansimin imum untuk m enyuplai be ban y aitu 438,96 watt / m 2 . S aat ni lai irradiansi matahari ≥ 438,96 watt / m 2 maka panel surya a kan d igunakan s ebagai sumber cat u daya. N amun ke tika irradiansi matahari ≤ 438,96 watt / m 2 maka pa nel s urya aka n berada da lam ko ndisi off. Selanjutnya r angkaian ko ntroller a kan melihat ni lai da ya k eluaran d ari t urbin angin. Ketika daya keluaran turbin angin ≥ 5 watt maka turbin angin akan dipilih sebagai catu daya beban (lihat data ke-2 Tabel 4.4).
4.3 Rancang Bangun Simulasi Sistem Hybrid Catu Daya BTS Simulasi s istem hybrid ini menggunakan t iga catu da ya, yaitu modul s el surya, turbin angin dan genset. Untuk pengujian simulasi sistem hybrid digunakan catu daya P LN s ebagai ga nti t urbin a ngin. H al ini d ilakukan k arena kekuatan angin yang r endah da n t idak t ersedianya ge nerator y ang d apat menghasilkan tegangan 12 volt de ngan r pm yang r endah, s edangkan ge nset d igantikan de ngan baterai 12
volt. B aterai yang d igunakan s atu b uah u ntuk s uplai da ya
mikrokontroler dan suplai BTS. Rangkaian s istem hybrid telah d irealisasikan ke da lam r angkaian elektronika menggunakan PCB. Kemudian sistem diletakkan dalam sebuah kotak. Kotak tersebut mempunyai tiga pasang masukan untuk keluaran modul sel surya, PLN da n baterai. T erdapat pul a t iga buah lampu L ED s ebagai indikator s etiap catu daya. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
53
4.2.2 Pengujian sistem simulasi hybrid catu daya Pengujian sistem ini menggunakan : 1. Modul sel surya STPOO5S-12/Ob dua buah 2. Baterai 12 volt 1 buah 3. C atu da ya P LN s ebagai p engganti t urbin a ngin de ngan menggunakan a daptor sehingga tegangan keluaran 20 volt dan 6 volt. 4. Digital mu ltimeter H eles UX-838TR d igunakan u ntuk mengukur t egangan keluaran modul sel surya 5. Rangkaian switching regulator 6. Rangkaian sistem minimum ATMEGA16 7. Rangkaian regulator linier 8. Rangkaian switching sumber catu daya 9. Lampu 12V/5 watt Pengujian d ilakukan s aat cua ca b erfluaktif s ehingga da pat di lihat ke rja sistem yang dirancang dalam switching catu da ya. P engujian d ilakukan pa da tanggal 5 J uli 2009 pukul 12 .00 di G edung Engineering Centre. C uaca b ersifat fluaktif ka rena a da a wan yang menyebabkan t erkadang sinar m atahari tertutup oleh a wan sehingga a da ke mungkinan t egangan keluaran modul sel s urya t idak selalu memenuhi kebutuhan beban. Pengujian yang dilakukan meliputi : 1. Pemasangan catu daya baterai 12 volt 2. Pemasangan catu daya baterai, modul sel surya dan PLN tegangan 20 volt 3. Pemasangan catu daya baterai, modul sel surya dan PLN tegangan 6 volt 4.2.3 Analisis pengujian sistem simulasi hybrid catu daya Data pengukuran keluaran sel surya berkisar antara 4,6 volt hingga 19,45 volt. P erubahan nilai t egangan pa da multimeter b erlangsung cepa t na mun tidak terlalu berpengaruh pada s istem hybrid karena pe rubahan yang t erjadi t idak signifikan. Pergerakan a wan menutupi matahari berlangsung pelan s ehingga perubahan irradiansi matahari tidak terlalu besar. Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
54
Untuk analisis pengujian ha nya m enggunakan empat bua h data y ang menyebabkan lampu LED nyala bergantian 1. Data ke tika c atu da ya baterai d ipasang ke a lat s edangkan dua buah c atu lain tidak digunakan. Pengujian ini d ilakukan pe rtama ka li ka rena c atu da ya mikrokontoler diperoleh da ri baterai s edangkan s istem harus s elalu menyala. D alam pengujian in i la mpu LED me rah me nyala y ang be rarti ind ikator kalau beban disuplai oleh catu daya ke-3 yaitu baterai. Dalam kondisi ini relai I bersifat off sehingga m ikrokontroler me merintahkan r elai II un tuk menyambungkan baterai dengan beban. 2. Data ketika t iga buah cat u daya d ipasang ke alat da n nilai t egangan P LN 20 volt a. Multimeter mencatat keluaran modul sel surya 19,76 volt a)
Catu daya modul sel surya Tegangan keluaran modul sel surya sebesar 19,76 volt akan masuk ke dalam voltage divider, s ehingga k eluaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x19, 48V = 4.831 volt. Tegangan masukan pada Port.A0 adalah 4,831 volt
b)
Catu daya PLN 20 Volt Tegangan keluaran PLN sebesar 20 volt akan masuk ke dalam voltage divider, s ehingga k eluaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x 20V = 4,96 volt. Tegangan masukan pada Port.A1 adalah 4,831 volt Mikrokontroler akan mempunyai keluaran port.C7 bernilai 1, sehingga masukan t ransistor driver relai I adalah 1. H al ini a kan menyebabkan masukan t ransistor m emberikan ke luaran nilai 0 pa da r elai I , maka relai I akan mempunyai keluaran 1. Pada kondisi ini Port.C0 bernilai 0 sehingga masukan t ransistor driver II y aitu 0. H al ini a kan menyebabkan m asukan untuk mengontrol r elai II y aitu 0 s ehingga Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
55
relai II akan bernilai 1 sehingga menghubungkan beban de ngan relai I dan r elai I a kan menghubungkan beban de ngan modul sel s urya. Berarti pa da ke adaan ini catu daya yang digunakan ada lah modul sel surya da n da pat d ilihat bahwa l ampu i ndikator y ang menyala a dalah berwarna hijau. c)
Catu daya Baterai 12 V Penggunaan catu daya baterai hanya untuk menyuplai mikrokontroler.
b. Multimeter mencatat keluaran modul sel surya 5,46 volt a)
Catu daya modul sel surya Tegangan keluaran modul sel surya sebesar 19,76 volt akan masuk ke dalam voltage divider, s ehingga k eluaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x5, 46V = 1,35 volt. Tegangan masukan pada Port.A0 adalah 1,35 volt
b)
Catu daya PLN 20 Volt Tegangan keluaran PLN sebesar 20 volt akan masuk ke dalam voltage divider, s ehingga k eluaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x 20V = 4,96 volt. Tegangan masukan pada Port.A1 adalah 4,831 volt Mikrokontroler a kan mempunyai k eluaran P ort.C7 b ernilai 0, sehingga masukan t ransistor driver relai I ada lah 0. H al ini akan menyebabkan m asukan transistor memberikan s inyal kontrol ni lai 1 pada relai I, maka relai I akan mempunyai keluaran 0. Pada ko ndisi ini P ort.C0 b ernilai 0 ka rena nilai t egangan P LN mencukupi ke butuhan b eban, sehingga m asukan transistor driver II yaitu 0. Hal ini akan menyebabkan masukan untuk mengontrol relai II yaitu 0 s ehingga r elai I I a kan bernilai 1 sehingga menghubungkan beban de ngan r elai I da n r elai I a kan menghubungkan beban de ngan PLN. Berarti pada keadaan ini catu daya yang digunakan adalah PLN
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
56
dan d apat d ilihat b ahwa lampu indikator y ang menyala a dalah berwarna kuning. c)
Catu daya Baterai 12 V Penggunaan catu daya baterai hanya untuk menyuplai mikrokontroler.
3. Data ketika tiga buah catu daya dipasang ke alat dan nilai tegangan PLN 6 volt a. Multimeter mencatat keluaran modul sel surya 17,14 volt a)
Catu daya modul sel surya Tegangan keluaran modul sel surya sebesar 17,14 volt akan masuk ke dalam voltage divider, s ehingga k eluaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x17,14V = 4,25 volt. Tegangan masukan pada Port.A0 adalah 4,25volt
b)
Catu daya PLN 6 Volt Tegangan ke luaran PLN sebesar 6 volt akan masuk ke da lam voltage divider, s ehingga ke luaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x6V = 1,488 volt. Tegangan masukan pada Port.A1 adalah 1,488 volt Mikrokontroler a kan mempunyai k eluaran P ort.C7 bernilai 1, sehingga masukan t ransistor driver relai I ada lah 1. Hal i ni a kan menyebabkan masukan t ransistor m emberikan sinyal ko ntrol nilai 0 pada r elai I , maka r elai I akan mempunyai ke luaran 1. Hal in i b erarti relai I akan memilih modul sel surya sebagai catu daya Pada kondisi ini Port.C0 bernilai 0 karena relai I dalam kondisi on, sehingga masukan t ransistor driver II y aitu 0. H al ini a kan menyebabkan m asukan untuk mengontrol relai II y aitu 0 s ehingga relai II akan bernilai 1 sehingga menghubungkan beban de ngan relai I dan relai I a kan menghubungkan beban de ngan PLN. B erarti pa da keadaan i ni catu da ya yang d igunakan a dalah modul s el surya dan dapat di lihat b ahwa lampu indikator yang menyala a dalah b erwarna hijau.
c)
Catu daya Baterai 12 V Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
57
Penggunaan catu daya baterai hanya untuk menyuplai mikrokontroler. b. Multimeter mencatat keluaran modul sel surya 4,6 volt a)
Catu daya modul sel surya Tegangan k eluaran modul s el s urya sebesar 4, 6 volt a kan masuk ke dalam voltage divider, s ehingga k eluaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x 4, 6V = 1,14 volt. Tegangan masukan pada Port.A0 adalah 1,14 volt
b)
Catu daya PLN 6 Volt Tegangan ke luaran PLN sebesar 6 v olt akan masuk ke da lam voltage divider, s ehingga ke luaran voltage divider yaitu Vout = 0, 248 x6V = 1,488 volt. Tegangan masukan pada Port.A1 adalah 1,488 volt Pada kondisi ini P ort.C0 b ernilai 1 ka rena modul s el s urya da n PLN t idak memenuhi s yarat s ebagai ca tu daya b eban., s ehingga masukan t ransistor driver II y aitu 1. H al ini akan menyebabkan masukan u ntuk m engontrol r elai I I yaitu 1 sehingga r elai I I a kan bernilai 0 sehingga m enghubungkan b eban ba terai B erarti pada keadaan ini catu daya yang digunakan adalah baterai dan dapat dilihat bahwa lampu indikator yang menyala adalah berwarna merah.
c)
Catu daya Baterai 12 V Baterai 12
volt tidak dibaca o leh mikrokontroler ka rena nilai
tegangannya konstan. Berdasarkan pe ngujian t erlihat b ahwa s istem be kerja de ngan ba ik u ntuk membaca da n membandingkan t egangan catu da ya k emudian mengeluarkan sinyal u ntuk mengontrol r elai melalui drivernya. Waktu de lay yang d iperlukan oleh relay yaitu selama 2 ms (lihat pada lampiran 2)
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
58
BAB V KESIMPULAN 1. Perancangan sistem hybrid tenaga s urya d an t enaga angin u ntuk menyuplai BTS 3G m embutuhkan 42 b uah modul s el s urya tipe KC130TM de ngan Voc = 21,90 V da n I sc = 8,02 A dengan 3 modul t ersusun seri da n 14 modul tersusun paralel serta turbin angin tipe LWS-1000 sebanyak 5 buah. 2. Perancangan simulasi sistem hybrid menggunakan a. dua buah modul sel surya tipe STPOO5S-12/Ob dengan Voc =21,40 V dan I sc = 0,33 A a kan mempunyai nilai t egangan ke luaran da n da ya sebesar 19,26 V dan daya 11,44 watt b. turbin angin poros horizontal bersudu variabel. 3. Simulasi s istem hybrid tenaga surya dan tenaga angin sebagai catu daya BTS 3G mempunyai waktu delay switching sistem selama 2 ms.
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
59
DAFTAR REFERENSI [1]
Fateta, Energi Angin, IPB, Bogor, 2004
[2]
Harliman, Niko dan Supriyatna, Yanto.,Pembangkitan daya dengan menggunakan kincir angin poros vertikal bersudu variabel, skripsi, Departemen Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, 2006
[3]
Patel, Mukul R., Wind and Solar Power Systems, CRC Press,Boca Raton, 1999
[4]
Pikatan, Sugata, Resume Konversi Angin, Seminar, MIPA Universitas Surabaya, Surabaya, Maret 1999
[5]
Ridwan, Mochammad., System GSM, Jakarta, September 2007.
[6]
Sigh, Jasprit, Semiconductor Optoelectronics Physics and Technology, Mc. Graw.Hill, Inc., Singapura, 1995
[7]
Susandi, Armi., Potensi energi angin dan surya di Indonesia, Geografi ITB, Bandung, 2006
[8]
Tarigan, Elieser.,Karakteristik Angin, Seminar, MIPA Ubaya, Surabaya, 1999
[9]
Yuliarto, Brian., Sel surya untuk energi masa depan, Bandung, Juni 2008
[10]
www.scribd.com, Photovoltaic (PV) System Design.,Agustus 2008
[11]
http://pltb.blogspot.com/
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
60
Gambar perangkat simulasi sistem hybrid catu daya BTS 3G
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
61
Diagram Delay Relai Switching dari tenaga angin ke baterai
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
62
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
63
Switching dari tenaga surya ke baterai
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009
64
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Fitria Yulinda, FT UI, 2009