RANCANG BANGUN KOLEKTOR PELAT DATAR ENERGI SURYA UNTUK SISTEM PENGERINGAN PASCA PANEN Yazmendra Rosa (1) (1)
Laboratorium Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Padang ABSTRACT
Solar energy can be exploited directly and indirectly. Technology convert energy required to change radiations solar become other form energy. One of conversion of energy is in form of heat able to be used for the process of draining of agricultural production. Process draining represents important activity during after crops to increase the quality of agricultural product. Solar collector flat plate and temporary heat storage has been studied in this experiment. Paraffin, as phase change material (PCM) is used as a working object in storage system. Storage system and solar collector isolated by glass wool, so heat transfer to surroundings could be minimizes. Storage capacity PCM is 2525 kJ by melting time is 3 hours and 8 minutes in temperature melting. Experimental data acquisition research shows that it’s have the same average temperature distribution. This collector could increase the air temperature in the room of dryer (Tmax= 69 oC, Taverage= 61.5oC). The average efficiency from solar collector storage system is about 44,7% and efficiency theory is 50,5%. So based on this experiment, storage PCM solar collector system can be used as heat storage by increased source heat air and restore on it, and can be used again after heat air source decreased. Dimensions solar collector flat plate and temporary heat storage system are1000mm x 1000mm x 200mm and 5 copper pipes by diameter 15 mm for paraffin storage Keywords: solar collector, drying, phase change material (PCM) & enhanced heat transfer 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempahrempah, salah satu komoditinya adalah kulit manis. Sumatera Barat sebagai daerah penghasil kulit manis terbesar di Indonesia., tetapi sangat disayangkan para petani masih menjemur hasil kulit manisnya secara langsung dibawah sinar matahari dan udara terbuka. Kualitas kulit manis adalah suatu contoh komoditi yang dipengaruhi pada proses pengeringan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas kulit manis yaitu: kebersihan meliputi kandungan debu, kotoran binatang, benda asing, kadar air, kadar abu dan kadar pasir serta cuaca. Untuk menanggulangi masalah pengeringan pasca panen (contoh; kulit manis), maka dapat dimanfaatkan energi surya, dimana Indonesia terletak pada daerah khatulistiwa yang mempunyai iklim tropik dan radiasi surya hampir sepanjang tahun. Pemanfaatan sumber energi ini secara lebih baik membantu peningkatan kualitasnya untuk di ekspor ke mancanegara dan dapat menaikan harga jual. Bahan yang akan dikeringkan membutuhkan udara panas dengan kelembaban yang rendah, sehingga proses pengeringan dapat berlangsung. Udara panas hasil kolektor surya dipengaruhi oleh kondisi radiasi
matahari yang mengenai kolektor tersebut. Pada waktu tertentu radiasi matahari terhalang oleh awan, atau benda lain (hujan) sehingga menyebabkan penurunan temperatur udara yang keluar dari kolektor. Kolektor tidak dapat menghasilkan udara panas bila radiasi surya sudah tidak ada lagi atau mulai berkurang. Pada penelitian kolektor energi surya permasalahan pada saat matahari tertutup beberapa saat mengakibatkan temperatur pengeringan tidak tercapai sehingga akan mengakibatkan bahan yang dikeringkan (kulit manis menjadi rusak). Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti mencoba merancang bangun alat penyimpan panas di dalam sistem kolektor surya untuk dimanfaatkan dalam pengeringan bahan yang mempunyai temperatur pengeringan sekitar 40oC. Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu input dalam pengembangan teknologi pengeringan yang berkualitas. Kulit manis pada umumnya sudah dapat dipanen pada saat kulitnya sudah mulai cukup tebal yang tergantung pada tingkat pertumbuhannya. Pemanenan dilakukan dengan cara menguliti pohon kulit manis dan ranting-ranting yang cukup besar dengan pisau atau ani-ani (tuai). Kulit manis akan tumbuh kembali dan selanjutnya dapat diambil kulitnya kembali.
Rancang Bangun Kolektor Pelat Datar Energi Surya untuk Sistem Pengeringan Pasca Panen (Yazmendra Rosa)
Tanaman ini juga dapat dipanen secara berkelanjutan tergantung pada perawatan yang kita lakukan, bisa berumur puluhan tahun dan tetap bisa menghasilkan kulit dengan baik Berdasarkan pengalaman petani, pengulitan dilakukan pada pagi hari, agar dapat selanjutnya dikeringkan. Temperatur pengeringan agar kulit manis ini tidak merusak kualitasnya berkisar antara 40oC sampai dengan 80oC. 1.2. Tujuan dan Manfaat
Tko
Qu
Tkin
... (2)
m cp 2.1.1 Kolektor Surya Kolektor surya adalah sistem pengumpul radiasi surya yang dikonversikan dalam bentuk panas oleh absorber. Panjang gelombang radiasi surya yang dapat diserap adalah 0,29 sampai 2,5 m.
Penelitian bertujuan untuk memanfaatkan energi surya yang lebih baik dengan menggunakan kolektor pelat datar untuk memanaskan udara. Udara bertemperatur tinggi yang dihasilkan oleh kolektor, dapat dioptimasi bertemperatur konstan selama pengeringan berlangsung (digunakan) dengan menggunakan bahan penyimpan energi kalor laten (paraffin).
Komponen kolektor pelat datar adalah :
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah perubahan sikap petani terhadap proses pengeringan bahan (contoh kulit manis) dengan memanfaatkan energi surya yang lebih baik, yang selama ini masih memanfaatkan cara-cara tradisional, dan dapat menjamin pengeringan produk yang dihasilkan bermutu dan berkualitas.
1.
Absorber dari bahan yang berwarna hitam untuk memaksimalkan penyerapan radiasi surya.
2.
Penutup berupa bahan transparan, mempunyai transmisi yang besar untuk gelombang pendek dan menghalangi perpindahan panas konveksi dan radiasi.
3.
Isolasi untuk menghindari kehilangan panas ke lingkungan.
4.
Rangka yang kokoh, mudah dibentuk dan tahan lama. Eglob
Ereff
1.4 Batasan Masalah Perencanaan, pembuatan dan pengujian kolektor pelat datar surya. Fluida pembawa energi adalah udara dengan massa jenis konstan dan Intensitas surya diangap tetap 900W/m2. Perencanaan pemanas surya berskala kecil untuk tahap penelitian. Pada situasi ini diasumsikan beberapa hal seperti kecepatan udara lingkungan, penyebaran intensitas radiasi pada permukaan absorber merata dan laju aliran massa udara tetap
Tout
QL
Gambar 1 Keseimbangan energi pada kolektor
Persamaan keseimbangan energi pada kolektor:
Qa Qu Ql Qs
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pengering Energi Surya Pengering surya adalah suatu sistem pengering yang memanfaatkan energi surya. Sistem pengering surya terdiri dari dua bagian utama yaitu kolektor surya dan ruang pengering. Kolektor surya adalah suatu alat yang dapat mengumpulkan atau menyerap radiasi surya dan mengkonversikan menjadi panas. Besarnya panas dari kolektor yang akan dimanfaatkan dalam sistem ruang pengering dapat ditentukan dari persamaan:
Qu m c p T
Tin
... (1)
maka temperatur udara untuk pengering dapat dihitung dengan persamaan:
... (3)
Prinsip kerja kolektor adalah pelat absorber menyerap radiasi surya yang jatuh ke permukaan dan dikonversikan dalam bentuk panas, sehingga temperatur pelat tersebut menjadi naik. Panas dipindahkan ke fluida kerja yang mengalir pada pelat absorber. Perpindahan panas akan terjadi secara konduksi, konveksi dan radiasi. 2.1.2 Proses Pengeringan Proses pengeringan terjadi dalam ruang pengering dengan mengalirkan udara bertemperatur tinggi yang keluar dari kolektor kepermukaan material yang akan dikeringkan (kulit manis). Kandungan air dari material akan menguap dan terbawa oleh aliran udara keluar. Proses penguapan yang berlangsung secara kontinue menyebabkan material akan semakin kering. Untuk menghitung besarnya laju perpindahan panas selama proses pengeringan atau penguapan, dapat 69
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 4, No. 2, Desember 2007
ditinjau dari suatu permukaan basah yang dilewati oleh aliran udara panas seperti pada “Gambar (2)”.
m
a
ISSN 1829-8958
2 3 Proses pengeringan produk atau proses pendinginan dan pelembaban udara pengering secara adiabatik.
a, ta, Ps,a
Jenuh
i, ti, Ps,i
3
dA 1
2
Gambar 2 Permukaan basah dialiri udara
tdb
Jika udara panas mengalir melewati suatu permukaan basah, maka akan terjadi perpindahan kalor sensibel dan kalor laten secara bersamaan, dimana perpindahan kalor sensibel (qs) terjadi bila terdapat perbedaan suhu antara udara (ta), dan perpindahan kalor laten (ql) terjadi bila terdapat perbedaan tekanan parsial uap air di udara (Ps,a) dengan tekanan di air (Ps,i) yang disertai oleh perpindahan massa uap air. Besarnya laju perpindahan panas yang terjadi dapat ditentukan dari persamaan berikut:
Laju perpindahan kalor sensibel :
q s h c . dA.( t a t i )
Laju perpindahan kalor laten:
q l h D . dA.(i a ). h fg
... (4)
... (5)
Laju perpindahan kalor total:
q t q s q l q t h c . dA.( t a t i ) h D . dA.(i a ). h fg ... (6) dengan menyederhanakan persamaan sebelumnya, laju perpindahan kalor total selama proses penguapan atau pengeringan dapat ditentukan dengan persamaan:
q t
h c . dA.( h i h a ) C pm
... (8)
h c . dA massa air yang menguap, kg. C pm
Pernyataan selama proses pengeringan “Gambar (3)” adalah:
Energi surya adalah sumber energi yang terdapat dialam, dimana tidak bersifat polutif, tidak habis dan gratis. Energi ini tersedia dalam jumlah yang besar dan bersifat kontinue bagi kehidupan makhluk di bumi. Untuk memanfaatkan energi surya diperlukan pengetahuan dan teknologi yang tinggi agar dapat efisiensi yang lebih baik serta ekonomis. 2.2.1 Radiasi Surya Radiasi surya yang diterima oleh permukaan bumi tergantung pada hal-hal berikut:
Posisi surya
Lokasi permukaan.
Hari dalam tahun.
Keadaan cuaca dan kemiringan permukaan.
Besarnya radiasi langsung yang diterima dari matahari yaitu:[1]
I DN
A B ( ) sin
... (9)
dengan,
dengan:
m
2.2 Energi Surya
... (7)
Jika besarnya massa air yang menguap diketahui, maka: q t m.( h i h a )
Gambar 3. Diagram psikrometrik proses sistem pengering
1 2 Proses pemanasan udara yang terjadi dalam kolektor surya pada kelembaban mutlak konstan.
A = iradiasi nyata surya, W/m2. B = koefisien pemandangan atmosfir, tak berdimensi. Radiasi yang diterima langsung dari surya disebut radiasi langsung, sedangkan yang diterima setelah melewati rintangan disebut dengan radiasi diffusi. Intensitas radiasi surya total pada sebuah kolektor adalah:[11]
I io I DN cos I DS I r
... (10)
dimana Iio, IDN, IDS dan Ir berturut-turut adalah total radiasi matahari pada suatu permukaan, komponen radiasi langsung , radiasi diffusi dan radiasi
70
Rancang Bangun Kolektor Pelat Datar Energi Surya untuk Sistem Pengeringan Pasca Panen (Yazmendra Rosa)
gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan lain. Semua variabel dalam satuan W/m2.
Dengan mengetahui deklinasi matahari maka posisi orbit bumi dapat ditentukan.
Harga dari komponen radiasi diffusi[1],
The American Epherimes and Naval Almanac merumuskan:[2]
I DS C I DN Fss
... (11)
dimana C dan Fss adalah masing-masing angka perbandingan antara radiasi surya difussi dengan radiasi surya langsung yang jatuh pada permukaan horizontal dan faktor sudut antara permukaan dan langit, harga C dapat dilihat pada lampiran D Untuk mencari harga Fss dirumuskan:[1]
Fss
1 cos 2 2
1.
2.
3.
material
akan
I , absorb
I ,ref I ,tot
Koefisien Transmissivitas adalah ratio antara kemampuan suatu material untuk meneruskan radiasi matahari yang terjadi dengan total yang terjadi,
Polar axis
Gambar 4 Deklinasi matahari
Pada “Gambar (4)” dapat ditentukan sudut jam siang matahari: Cos s tan .tan ... (14) Untuk matahari terbit berharga positif dan terbenam berharag negatif. 2.2.4 Sudut Insiden Surya
I ,tot
Surya
Equatorial plane
Koefisien Reflektivitas adalah ratio antara radiasi yang dipantulkan dengan radiasi yang terjadi.,
... (13)
... (12)
Absorbsivitas yaitu kemampuan suatu material untuk menyerap beberapa bagian dari total radiasi yang terjadi pada permukaan material,
360 ( 284 n)) 365
Collector site at latitude
dimana 2 adalah sudut kemiringan permukaan terhadap bidang datar di bumi. Dalam perhitungan biasanya komponen Ir bukanlah komponen utama. Radiasi yang mengenai suatu mengalami tiga proses yaitu :
23,45 Sin (
I ,trans I ,tot
2.2.2 Geometri Surya Gerakan dan posisi surya sangat menentukan besarnya energi yang dapat diterima oleh kolektor. Untuk mengamati posisi surya terhadap bumi dapat di gambarkan dalam dua sudut :
Sudut Zenit yaitu sudut yang diukur dari sumbu vertikal dengan bidang sinar datang matahari.
Sudut Azimuth yaitu sudut antara sumbu horizontal dengan proyeksi sinar datang matahari arah selatan posisi pengamatan.
2.2.3 Deklinasi Matahari Deklinasi matahari adalah sudut yang terbentuk antara sinar datang matahari dengan garis tegak lurus terhadap sumbu polar dalam bidang matahari.
Sudut Insiden Surya adalah hubungan antara luas sebuah kolektor dengan radiasi langsung dari surya ditentukan oleh besar sudut antara sinar datang dengan vektor garis normal dari permukaan kolektor. Cos sin (sin cos s cos sin s cos ) ...(15) cos (cos cos sin sin s cos cos sin s sin sin )
2.3 Perpindahan Panas Perpindahan panas merupakan proses transfer energi dalam sistem. Energi dalam sistem berbentuk energi mikroskopik yang berhubungan dengan struktur molekul sistem dan tingkat aktifitas molekular, sedangkan bentuk energi lainnya dari suatu sistem adalah energi mikroskopik yang berhubungan dengan gerak dan pengaruh efek luar sistem seperti grafitasi, magnet, listrik dan tegangan permukaan. Proses perpindahan panas berkaitan dengan hukum termodinamika. Jika terjadi proses perubahan energi dalam atau perpindahan panas, hukum pertama termodinamika menyatakan bahwa panas yang diberikan suatu benda haruslah sama dengan yang diterima oleh benda lain (prinsip kekekalan energi). Hukum kedua termodinamika menyatakan proses perpindahan panas terjadi dari sistem panas ke sistem yang lebih dingin. Terdapat tiga proses perpindahan panas yaitu; konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi terjadi pada bahan padat dan fluida diam, serta memerlukan media perantara. Perpindahan panas radiasi dapat 71
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 4, No. 2, Desember 2007
ISSN 1829-8958
terjadi diruang hampa, tanpa adanya perpindahan material. Konveksi terjadi pada fluida yang bergerak dan dapat dikatakan sebagai proses konduksi dengan fluidanya bergerak. Dengan demikian konduksi dan radiasi merupakan dasar proses perpindahan panas.
Laju perpindahan panas secara konveksi antara suatu permukaan fluida dengan fluida lain dinyatakan oleh hubungan matematis sebagai berikut:
Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui benda penghubung yang diam (tidak dalam mengalir). Besar kecil perpindahan panas ditentukan oleh karakteristik zat dan benda yang dilalui panas pada waktu perpindahan dari satu benda ke benda lain.
Parameter hkv adalah merupakan fungsi dari bentuk geometris tempat panas mengalir dan sifat fisik zat yang mengalir.
Perpindahan panas secara konduksi dapat dituliskan secara matematis:
dt Qkd k A ( ) dx
... (16)
Perpindahan panas secara konduksi ini terjadi pada proses pengembunan (terkondensasinya) uap melalui pipa yang mempuyai ketebalan x. Panas berpindah dari suatu bagian yang bertemperatur tinggi ke temperatur rendah akibat dari pengkondensasian uap. Bahan yang mempunyai konduktifitas termal yang tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktifitas termal rendah disebut isolator. Nilai angka konduktifitas termal menunjukan beberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Radiasi adalah proses perpindahan panas dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah dimana tidak diperlukan zat atau benda penghubung, serta panas memancar dengan cara radiasi gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas secara radiasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu; 1.
Luas permukaan benda yang bertemperatur, yang akan menentukan besar kecil jumlah pancaran yang akan dapat dilepaskan.
2.
Sifat permukaan yang berhubungan dengan kemudahan memancarkan atau menyerap panas.
3.
Kedudukan masing-masing permukaan satu terhadap yang lain akan menentukan besar fraksi pancaran yang dapat diterima oleh permukaan lain.
Persamaan dasar untuk radiasi benda hitam (yang diangap ideal) adalah:
Qr . A.T 4
... (17)
Konveksi merupakan proses perpindahan panas dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui benda penghubung, dimana benda penghubung tersebut haruslah memiliki sifat fluida (konduktivitas termal, kalor spesifik dan densitas).
Q h . A. ( T T ) kv kv h c
... (18)
Jika suatu pelat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradien densitas di dekat pelat itu, peristiwa ini dinamakan konveksi alamiah (natural convection) atau konveksi bebas (free convection), untuk konveksi paksa (forced convection) terjadi apabila udara itu dihembuskan pada pelat dengan fan. Jenis konveksi yang terjadi juga ditentukan oleh parameter Gr Re 2 . Jika besar Gr Re2 <<1 yang terjadi adalah konveksi paksa, untuk Gr Re2 >> 1 yang terjadi adalah konveksi bebas. Ketika harga Gr Re 2 1 , yang terjadi adalah konveksi gabungan bebas dan paksa [2]. Fenomena pendidihan dan pengembunan juga termasuk dalam kelompok masalah perpindahan kalor konveksi. Korelasi yang sering digunakan dalam menentukan koefisien perpindahan panas konveksi (hc) yaitu : Bilangan Reynold, Re .V . D .C p Bilangan Prandtl, Pr k hc . D Bilangan Nusselt, Nu k
... (19) ... (20) ... (21)
Dimana masaa jenis fluida, V kecepatan aliran fluida, D adalah diameter pipa, serta Cp dengan k adalah panas jenis fluida dan konduktivitas termal bahan. Bilamana angin berhembus di atas permukaan yang dipanaskan seperti kolektor, maka harga koefisien perpindahan panas akan dipengaruhi kecepatan angin, geometri permukaan dan faktor penempatan pada struktur. Tetapi yang lebih dominan disini adalah faktor kecepatan udara. ASHRAE Fundamentals Volume memberikan hubungan harga koifisien panas untuk beberapa variasi permukaan: h = 5,50 + 2,70 V h = 10,21 + 4,57 V h = 11,35 + 11,68 V
untuk kaca untuk batu bata untuk kapur plaster
Adam’s menyarankan koifisien perpindahan panas konveksi ,h , merupakan fungsi dari kecepatan angin, yang dirumuskan : 72
Rancang Bangun Kolektor Pelat Datar Energi Surya untuk Sistem Pengeringan Pasca Panen (Yazmendra Rosa)
5 m/s 5 V 30 m/s
h = 5,7 + 3,8 V untuk kecepatan angin,V h = 9,05 V
0,78
untuk kecepatan angin,
Dengan kondisi tekanan 1 atmosfir dan temperatur udara 21o C. 2.4 Pencairan dan Pembekuan. Proses pencairan (melting) atau dekomposisi (decomposition) adalah proses penghancuran struktur kristal suatu material/zat. Besarnya energi yang dibutuhkan untuk proses penghancuran disebut energi fusi/panas fusi. Energinya dinamakan panas laten yang berfungsi sebagai penyimpan panas. Sedangkan pembekuan (solidification) adalah proses penyatuan atau pengikatan kembali kristal-kristal yang telah hancur sehingga menjadi padat (solid), kedua proses ini dapat terjadi secara Sensibel.
Pada fasa cair (liquid)
divkl Tl l c pl
Tl t
T Tm … (25)
Untuk material murni (pure material) pada saat T = Tm adalah permulaan terjadinya proses pencairan. Penyelesaian yang paling sederhana adalah bentuk dari lapisan padat dari cairan yang terjadi pada temperatur perubahan fasa di mana kapasitas panas dalam solidnya diabaikan, contohnya pada es-air pada 0oC dapat dilihat “Gambar (5)”.
Q
d
padat
cairan
Jumlah panas yang dibutuhkan untuk mengubah material dari satu fasa ke fasa lainnya adalah
Qc mam hm
T0
… (22) Tm
dimana m = massa PCM am = fraksi yang melebur
Gambar 5 Proses solidification untuk kapasitas panas diabaikan
hm = panas laten persatuan massa Panas laten atau energi termal dapat disimpan melalui perubahan tingkat keadaan (perubahan fasa). Perubahan tersebut dapat terjadi dari padat–gas atau cair–gas dan yang lazim adalah padat–cair. Secara praktis energi yang tersimpan juga melibatkan kontribusi kapasitas panas sensibel yang diberikan dengan persamaan [1,7]: Tm
T2
Ti
Tm
Q mam hm mc p dT mc p dT
… (23)
Batas dari padat pada waktu t mempunyai ketebalan (t). Situasi ini dijelaskan dalam persamaan batas padat per satuan luas yaitu [1]:
hm
dimana Tm = temperatur melting Ti = temperatur awal (Initial) T2 = temperatur akhir (final)
… (26)
Suatu benda padat semi-infinite isotermal dan titik temperatur pencairan Tm yang mempunyai temperatur permukaan To, dalam pengaruh konveksi maka tebal lapisan air terhadap waktu mempunyai hubungan[1] :
m am hm c ps Tm Ti c pl T2 Tm
d k To Tm dt
kt t 2 T0 Tm hm
1
2
… (27)
dimana; = densitas k = konduktifitas panas cairan hm = Panas laten (melting)
_
c ps = panas spesifik rata-rata antara Ti dan Tm (solid)
persamaan valid untuk,
c p To Tm hm 1
_
c pl = panas spesifik rata-rata antara Tm dan T2 (liquid)
Persamaan kesetimbangan panas selama berlangsungnya perubahan fasa dapat dinyatakan dengan: Pada fasa padat (solid)
divk s Ts s c ps
Ts t
T Tm … (24)
cp = panas spesifik cairan Untuk pembekuan (solidification) dari kolam cairan yang tidak bergerak yang dikemukakan dengan persamaan di atas, di mana T0 – Tm diganti dengan Tm – T0 karena cairan yang dijenuhkan pada Tm dan temperatur permukaan direndahkan T0. Pada penyelesaian adalah ketebalan lapisan padat/cair dan k, c dan adalah sifat-sifat dari lapisan padat/cair. 73
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 4, No. 2, Desember 2007
Tabel 1 Material Berubah Fasa (Phase Change Materials)
[2]
ISSN 1829-8958
Luas permukaan kolektor dan bentuk absorber. Intensitas radiasi matahari maksimum. Laju aliran massa udara Kecepatan udara lingkungan. Isolasi dan mutu pembuatan kolektor. 3.3 Perancangan Kolektor Pelat Datar 3.3.1 Perancangan Pelat Absorber
Beberapa criteria yang harus dipenuhi oleh PCM adalah: densitas penyimpan energi dan konduktifitas termal tinggi, dapat menyimpan energi dalam waktu lama, memiliki volume ekspansi yang rendah, titik lebur sesuai, panas fusi / panas laten cukup tinggi, proses peleburan kongruen, tidak beracun atau mudah terbakar dan murah harganya.
Pelat absorber berfungsi untuk menyerap radiasi surya dan mengkonversikan menjadi panas. Energi dialirkan melalui fluida kerja udara secara konveksi. Dengan mengacu fungsi absorber maka dipilih sifat bahan antara lain: Absorbsivitas tinggi () Emisifitas panas rendah () Kapasitas panas kecil (Cp). Konduktifitas besar (k)
3. METODOLOGI
Refleksi rendah ()
3.1 Pendahuluan
Tahan panas dan tahan korosi
Kolektor surya adalah alat untuk mengkonversikan energi surya ke dalam energi panas. Pada absorber, radiasi surya di serap, kemudian di lalui fluida kerja udara sebagai pembawa energi panas menuju ruang pengering.
Kaku dan mudah dibentuk
Perencanaan kolektor yang akan dibahas meliputi pelat absorber, penutup transparan, isolasi, saluran udara, rangka kolektor dan penyimpan energi. Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan yaitu: ekonomis, produktifitas tinggi, mudah pembuatan, kuat dan mudah dioperasikan. 3.2 Dasar Idealisasi dan Data Perencanaan
Ada dipasaran Bahan-bahan yang biasa dipakai untuk pelat pengumpul yaitu: aluminium, tembaga, kuningan, dan baja. Dalam perancangan ini digunakan aluminium sesuai pertimbangan di atas. Luas kolektor diperoleh dari beban panas yang diterima dari ruang pengering kulit manis. Efisiensi kolektor awal diasumsikan 65 %, sehingga didapat luas kolektor yang dibutuhkan untuk beban panas pada ruang pengering adalah
Qu
646,5W 1,1 m 2 E glob . 900W / m 2 0,65
Parameter yang merupakan dasar dari perancangan kolektor untuk sistem pengering surya adalah:
Ak
1. Kondisi udara masuk ke kolektor, Tkin = 33 oC = 306 K
Ak 1,0 m 2
3. Laju aliran massa udara, m = 0,02 kg/s
Aluminium yang digunakan mempunyai ketebalan 0,3 mm. Permukaannya dilakukan pelapisan dengan cat semprot hitam kusam (Pylox Black Flat Paint 109A), agar jangan terjadi refleksi dan mempunyai absorsivitas maksimum.
4. Intensitas radiasi matahari, Eglob. = 900 watt/m2
3.3.2 Perancangan Kaca Penutup.
Pada kolektor terjadi kehilangan panas, baik yang terjadi pada bagian atas, bawah maupun samping kolektor yang dipengaruhi oleh kecepatan angin yang mengalir pada lingkungan kolektor. Intensitas surya diasumsikan tetap setiap saat dan radiasi surya yang sampai pada permukaan pelat absorber merata serta keseimbangan energi dalam keadaan stasioner (U=0).
Kaca penutup berfungsi untuk meneruskan radiasi surya berupa gelombang pendek dan mencegah panas yang keluar dari kolektor ke lingkungan pada bagian atas. Berdasarkan fungsi ini maka kaca penutup harus mempunyai sifat:
2. Kondisi udara keluar dari kolektor, Tkout= 65 oC = 338 K (temperatur pengeringan)
Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur dan efisiensi kolektor adalah:
Transmisivitas tinggi () Absorsivitas rendah () Refleksivitas rendah () Tahan panas 74
Rancang Bangun Kolektor Pelat Datar Energi Surya untuk Sistem Pengeringan Pasca Panen (Yazmendra Rosa)
Ada dipasaran dan kuat Hubungan radiasi yang terjadi pada kaca dapat dilihat pada pada “Gambar (6)”:
Eglob
Gambar 6 Radiasi yang terjadi pada kaca
Dengan pertimbangan sifat di atas, maka digunakan kaca bening dengan ketebalan 5mm. Transmisivitas kaca, = 0,85, refleksi = 0,09 dan absorsivitas =0,06, maka diperoleh panas yang dapat melalui kaca adalah:
Q . E glob 0,85 . 900 Watt / m2 765 Watt / m2 3.3.3 Perancangan Isolasi. Isolasi berfungsi untuk memperkecil panas yang hilang dari kolektor ke lingkungan pada bagian belakang dan samping kolektor. Pada isolasi terjadi perpindahan panas secara konduksi sehingga kehilangan panas dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan. Isolasi yang digunakan adalah: Konduktifitas termal bahan (k) kecil. Mudah dibentuk dan praktis harga murah dan ada dipasaran Tahan lama.
- Panas pengisian - Kerugian penyimpanan - Proses pengambilan kembali. - Pengaruh lingkungan rendah. - Alat tahan lama. -Mudah dalam pembuatan dan penyimpanan. Dengan melihat pertimbangan di atas, dengan temperatur pengeringan dipenuhi maka digunakan kalor laten yaitu parafin 3.3.5 Perancangan Saluran Udara Saluran udara berfungsi untuk mengalirkan fluida pembawa energi pada absorber, sehingga pada fluida dan absorber terjadi perpindahan konveksi. Untuk meningkatkan perpindahan konveksi, maka perlu diperhatikan: Luas permukaan kontak harus besar. Kontak fluida dengan absorber lama. Aliran fluida turbulen. Pada kolektor, udara mengalir dalam kanal aliran persegi dengan diameter hidrolik (Dh) dan bilangan Reynolds (Re) ialah :
Dh
4. A
... (28)
Re
V . Dh
... (29)
Bilangan Reynolds didapat besar dari 104, berarti aliran udara dalam kolektor adalah turbulen.
Bahan yang biasa digunakan untuk isolasi yaitu: gelas wol, silika aerogel, serbuk gergaji, kapuk, asbes semen, dan gabus. Berdasarkan sifat di atas maka digunakan gabus yang mempunyai konduktifitas termal, k = 0,048 W/m 0 C, dengan ketebalan 4 cm.
Dengan memperhatikan pertimbangan tersebut maka dipilih saluran yang mengalir di atas dan di bawah absorber, agar luas kontak permukaan besar serta diberi sekat-sekat untuk memperlama kontak fluida dengan absorber.
3.3.4 Perancangan Penyimpan Energi
3.3.6 Pemilihan Fan
Sistem penyimpan energi adalah siatem yang berfungsi untuk memberikan energi tambahan jika energi berkurang dari yang dibutuhkan dalam ruang pengering. Penyimpan energi disuplai dari energi surya pada waktu kelebihan dari yang dibutuhkan. Energi ini dibutuhkan jika radiasi surya tidak konstan, agar temperatur ruang pengering tetap.
Fan berfungsi untuk mengalirkan fluida pembawa energi sesuai dengan perancangan. Dipilih fan aksial , DC 12 Volt, dengan menvariasikan tegangan listrik untuk mendapat kecepatan aliran dan laju
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada waktu memilih, merencanakan dan mengoperasikan sistem penyimpan energi adalah: Kapasitas panas besar Berapa kerapatan, penyimpanan energi, kJ/m3. Ekonomis dan murah Memperhitungkan efisiensi termal.
aliran massa yang dikehendaki. ( m = 0,02kg/s). 3.4 Keseimbangan Energi Pada Kolektor Suatu sistem dianalisa dengan keseimbangan energi, dimana keseimbangan energi selalu tetap. Persamaan keseimbangan energi adalah: Qa = Qu + Ql ... (30) dengan, Qa = laju radiasi surya yang dapat diserap oleh pelat absorber. 75
Jurnal Teknik Mesin
Qu Ql
Vol. 4, No. 2, Desember 2007
ISSN 1829-8958
= Laju perpindahan panas dari pelat absorber ke fluida udara (energi yang berguna).
Persamaan transmittance absorptance product ialah:
= Laju kehilangan energi dari kolektor ke lingkungan.
d
Pada keadaan stedi tidak ada penambahan energi dalam (U=0) 3.4.1 Laju Aliran Energi yang digunakan (Qu) Besar panas yang dapat dimanfaatkan dari absorber oleh fluida kerja udara, dipengaruhi oleh laju aliran, peningkatan suhu dan panas jenis dari fluida kerja. Keadaan ini dinyatakan dalam persamaan:
Qu =
m Cp (Tout - Tin)
F ' ( ) E
... (31a)
T ~) ... (31c)
Qu Ak Fr ( ) E glob k eff (Tin T ~) ... (31b) Qu Ak
glob
k eff ( Tr
dengan, Fr = Faktor transpor panas kolektor, (0,5 - 0,8) [6] F’ = Faktor efisiensi kolektor, (0,8 - 0,9) [9]. Kondisi fluida kerja dalam kolektor antara temperatur keluar dan temperatur masuk, maka diasumsikan temperatur rata-rata (Tr) =49 oC = 322K. Pada keadaan udara T = 49 oC , diperoleh Cp=1,0102 kJ/kg oC [2]. Berdasarkan ”Persamaan (31a)”, didapat:
* = .
1 .
N
n0
. ... (32) 1 1 . d
Besar harga transmisivitas () dan refleksivitas () dari suatu kaca penutup dipengaruhi oleh sudut jatuh, dari radiasi surya. Sudut jatuh, radiasi surya ke kaca penutup diasumsikan pada sudut nol derajat (tegak lurus kolektor). Harga = 0,85 dan harga d = 0,09 dan harga absorpsivitas dari pelat absorber = 0,95[2]. Persamaan panas yang dapat diserap oleh kolektor, Qa menjadi:
Qa E glob . Aa . .
... (33)
Dengan mengunakan ”Persamaan (33)” di dapat: Qa 1m 2 (0,87 0,95).900W / m 2 743,85 Watt.
3.4.3 Rugi-rugi Panas Pada Kolektor. Panas yang hilang dari kolektor ke lingkungan dipengaruhi oleh koefisien perpindahan panas total, luas pelat absorber dan beda temperatur absorber dengan lingkungan. Panas yang hilang dari kolektor ke lingkungan terjadi pada tiga sisi kolektor yaitu: bagian bawah, samping dan atas kolektor. Jumlah total rugi panas secara ke seluruhan ke lingkungan adalah:
Qu 0,02 . 1,0102 . 32 0,64653 kW (Qu dari
QL = F’ UL Ak (Tr - T~)
... (34)
beban pengeringan)
QL = Fr UL Ak (Tin - T~)
... (35)
3.4.2 Laju Energi yang Diserap (Qa).
- Rugi Panas Melalui Belakang.
Kemampuan sistem kolektor untuk menerima radiasi surya menjadi panas dipengaruhi oleh harga transmisivitas (), kaca penutup dan harga absorpsivitas (), dari pelat absorber.
Panas yang hilang pada bagian belakang dipengaruhi oleh lapisan isolasi berupa luas, konduktifitas dan ketebalan isolasi. Lapisan yang digunakan dapat dilihat pada “Gambar (8)”
Pengaruh transmisivitas () dan absorpsivitas () bahan disebut dengan transmittance-absorptance product (). Proses radiasi yang sampai ke kolektor dapat dilihat pada ”Gambar (7)” d ialah harga refleksifitas dari kaca penutup.
Ta R1
R2
Ta gabus pelat baja seng
triplek h
triplek
R3
Tb~
Kaca
(1-)2d (1-) (1-)2d2 (1-)d
R4
R5 Tb~
d
(1-) d
(1-)2 d2
Gambar 7 Radiasi matahari yang jatuh pada sistem kolektor
Gambar 8 Bahan isolasi bagian belakang kolektor
76
Rancang Bangun Kolektor Pelat Datar Energi Surya untuk Sistem Pengeringan Pasca Panen (Yazmendra Rosa)
Koefisien perpindahan panas keseluruhan melalui bagian bawah adalah:[5]
Ub
Ab 1 (T T ) . . a b ~ ... (36) t t t t 1 Ak 1 2 3 4 (Ta T~ ) k1 k 2 k3 k4 hb
dengan, Ab = luas permukaan bagian belakang, 1000 mm2. Ak = luas kolektor, 1000 mm2. t1 = tebal triplek, 3 mm. t2 = tebal gabus, 40 mm. t3 = tebal triplek, 4 mm. t4 = tebal pelat baja dilapisi seng, 0,3 mm. k1,k3 = konduktifitas triplek, 0,166 W/moC. k2 = konduktifitas gabus, 0,048 W/moC. k4 = konduktifitas pelat baja dilapisi seng, 54 W/moC. h = koefisien konveksi bagian bawah kolektor = 5,7 + 3,8 (v)=5,7 + 3,8 (1,5)= 11,4 W/m2 oC. Tb~ = Temperatur belakang kolektor ,oC. T~ = Temperatur lingkungan, oC Kehilangan panas bagian bawah ”Persamaan (36)” Ub
1 1 .1 1 1 0,003 0,04 0,004 0,0003 0,166 0,048 0,166 54 11,4
1,03818 W / m 2 o C
dengan, = luas samping kolektor, 200 mm2. = luas kolektor, 1000 mm2. = tebal pelat aluminium, 0,3 mm. = tebal gabus, 20 mm. = tebal kayu, 40 mm. = tebal pelat baja dilapisi seng, 0,3 mm. = konduktifitas alumanium, 204 W/moC. k2 = konduktifitas gabus, 0,048 W/moC. k3 = konduktifitas kayu, 0,055 W/moC. k4 = konduktifitas pelat baja dilapisi seng, 54 W/moC. h = koefisien konveksi bagian bawah kolektor = 5,7 + 3,8 (v)= 5,7 + 3,8 (1,5) = 11,4 W/m2 oC Ts~ = Temperatur samping kolektor ,oC. As Ak t1 t2 t3 t4 k1
Kehilangan panas bagian samping. ”Persamaan (37)”, didapat: Us
1,2317 W / m2 o C
- Rugi Panas Melalui Bagian Atas. Pada bagian atas terjadi perpindahan panas konduksi, konveksi dan radiasi seperti terlihat pada “Gambar (10)” Koefisien perpindahan panas total melalui bagian atas kolektor dapat dirumuskan: [5]
- Rugi Panas melalui samping.
Af Rc . Rr Uf Rk Ak Rc Rr
Pada “Gambar (9)” dapat dilihat bahwa bagian samping dipengaruhi oleh gabus, rangka kayu dan pelat baja dilapisi seng, serta konveksi ke lingkungan.
pelat aluminium kayu
Rk =
t k kaca
t
= tebal kaca
k
= konduktifitas kaca, 0,78 W/moC.
Rc = tahanan termal konveksi dari tutup ke lingkungan.
Ta
.Ts~
Rc pelat baja seng gabus
Ta
R1
R2
R3
Ts~
R4
Ta T f ~ ... (38) Ta T ~
Rk = tahanan termal konduksi kaca.
As 1 (T Ts ~ ) ... (37) . . a t t t t 1 Ak 1 2 3 4 (Ta T~ ) k1 k2 k3 k4 hs
h
1
dengan,
Koefisien perpindahan menyeluruh bagian samping:[5]
Us
1 1 . 0 , 0003 0 , 02 0 ,04 0,0003 1 0,2 204 0,048 0,055 54 11,4
R5
1 hf
hf = 5,5 + 2,7 (v) = koefisien konveksi termal pada permukaan kaca. v = kecepatan udara disekitar kolektor = 1,5 m/s.
Gambar 9 Bahan isolasi bagian samping kolektor
77
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 4, No. 2, Desember 2007
ISSN 1829-8958
Rr = tahanan termal radiasi antara penutup ke lingkungan.
dapat di manfaatkan (Qu). Energi yang di terima oleh kolektor yaitu:
1 . .( Tk T ~ 2 ).( T2 T ~)
Qin E glob . Ak
Rr
2
maka efisiensi teoritis kolektor adalah:
T~
F '. E glob . Ak . U L Ak (Tr T ~)
... (40a)
E glob . Ak
Tf ~ h~ kaca
Rr
Rc
Ta Rk h~
Ta
Fr . E glob . Ak . U L Ak (Tin T ~)
m. C p . T Q u Qin E glob . Ak
dengan, = konstanta boltzman, 5,67 x 10-8 W/m.K = emisivitas kaca, 0,9.
Rk
0,005 0,006410256 0,78
Rc
1 0,104712 9 ,55
1 Rr 0,16275937 5,67 x108 x 0,9 ( 319 2 3032 ) . ( 319 303)
Uf
1 6,0081 W / m2 o C 9,55 x 0,16275937 0,006410256 9 ,55 0,16275937
... (41a)
Qa QL E glob . Ak
... (41b)
Dengan mengunakan ”Persamaan (40a)”, di dapat:
T2 = temperatur kaca, K. Berdasarkan ”Persamaan (34)”, diperoleh rugi panas melalui bagian atas adalah:
... (40b)
Sedangkan efisiensi aktual kolektor dapat ditulis:
Tb~
Gambar 10 Bahan isolasi bagian atas kolektor
E glob . Ak
th
F ' Ak .E glob. .U L .Ak .(Tr T ~)
E glob . Ak
0,505
th 50,5% 3.5 Hasil Pembuatan sistem Kolektor. Sistem penyimpan panas energi matahari telah dibuat yang terdiri dari komponen utama yaitu kolektor pelat datar dan penyimpan energi (paraffin). Pembuatan alat telah dilakukan seperti terlihat pada “Gambar (11)”. Ukuran kolektor pelat datar mempunyai dimensi 1000 mm x 1000 mm x 300 mm.
- Total Rugi-rugi Panas Pada Kolektor
Qtotal Fr . Ak (U f U b U s ).(Tin T ~) ... (39a) Qtotal F '. Ak (U f U b U s ).(Tr T ~) ... (39b)
Dengan mengunakan ”Persamaan (39b)” di dapat: Qtot F ' (U f 4U s U b ) Ak (Tr T ~) 0,85 ( 6,0081 4 x 1,2317 1,03818 ) 1 ( 49 33 ) 162,84 Watt .
3.4.4 Efisiensi Termal Kolektor. Efisiensi kolektor ditentukan oleh besarnya panas yang diterima kolektor (Qin) terhadap panas yang
(a)
(b)
Gambar 11 Kolektor pelat datar energi surya dengan penyimpan PCM (Paraffin)(a&b)
”Gambar (11)” merupakan alat kolektor pelat datar energi surya yang berfungsi menyerap radiasi surya dan mengkoversikannya ke energi panas yang akan dipindahkan ke fluida udara yang mengalir di atas absorber (penyerap radiasi surya). Bahan PCM yang terdapat di dalam tembaga yang terpasang langsung
78
Rancang Bangun Kolektor Pelat Datar Energi Surya untuk Sistem Pengeringan Pasca Panen (Yazmendra Rosa)
pada pelat absorber akan menjadi panas saat radiasi surya ada.
7. Ulangi prosedur 6, dengan selang waktu 5 menit selama satu hari. 8. Lakukan pengujian untuk laju aliran massa yang lain dengan memvariasikan tegangan fan pada hari berikutnya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 100 90
(b)
Gambar 12 Pengisian bahan paraffin pada tembaga
80 Temperatur ( o C)
(a)
70 60 50 40 30 20 10 15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Temperatur Data A quis is i ( o C) Naik
Turun
Rata-rata
Linear (Turun)
Linear (Naik)
Linear (Rata-rata)
Gambar 14 Grafik Perbandingan Temperatur Data Akuisisi dengan Termometer Kaca (turun/naik) Gambar 13 Pelat absorber dan PCM yang diberikan sekatsekat
”Gambar (13)” sistem absorber yang mempunyai tembaga yang berisi paraffin yang terpasang di atas pelat aluminium yang diberikan sekat-sekat pembatas untuk memperlama kontak udara yang mengalir di atas pelat ini, agar diperoleh temperatur udara yang cukup panas yang kemudian dialirkan ke dalam ruangan pengeringan. Kapasitas PCM 0,1 kg dengan luas tempat penyimpan dari tembaga 0,000102 m3 3.6 Prosedur Pengujian. Pada pengujian dilakukan pelaksanaan kerja sebagai berikut: 1. Pengujian dilakukan dari jam 08.00 WIB sampai jam 17.00 WIB
Pada “Gambar (14) perbandingan alat ukur temperatur data akusisi dengan termometer kaca yang diperoleh hubungan persamaan naik dan turun pengukuran yaitu Pers. Naik = y = 1.043x - 2.118, R2 = 0.9687 dan Pers. Turun = y = 0.9239x + 2.5623, R2 = 0.9425 serta persamaan rata rata antara naik dan turun diperoleh y = 0.9835x + 0.2221. Histerisis alat ukur akan makin melebar pada saat temperatur makin tinggi (Temperatur > 50oC). “Tabel (2)” mengemukakan hasil pengujian densitas dari bahan penyimpan paraffin yang mengalami perubahan pada kondisi fasa cair dan fasa padat yaitu pada fasa padat 910 kg/m3 dan pada fasa cair 746 kg/m3. Pada saat mencair paraffin akan mengalami pembesaran volume sebesar 22,1 % dari kondisi fasa padat. Paraffin yang digunakan adalah yang terdapat dipasaran.
2. Periksa dan pasang alat ukur solarimeter di atas kolektor. 3. Periksa dan isi resevoar air temperatur bola basah. 4. Pasang dan berikan acuan termokopel es pada termos adiabatik. 5. Hidupkan fan 6. Catat parameter yang didapat: - Intensitas radiasi matahari (mv) - Temperatur lingkungan, temperatur bola basah dan temperatur bola kering udara masuk serta keluar kolektor. - Temperatur kolektor yaitu temperatur kaca, temperatur absorber, temperatur bagian belakang dan bagian samping serta temperatur bahan parafin.
(a)
(b)
Gambar 15 Bahan PCM (Lilin yang ada dipasaran)
Dalam grafik intensitas, temperatur terhadap waktu pada setiap pengujian dapat dibahas bahwa: jika intensitas naik, maka temperatur absorber akan naik sampai mencapai temperatur maksimum 80 oC, pada data pengujian. Dengan naiknya temperatur absorber, mengakibatkan perpindahan konveksi dari absorber ke udara makin tinggi. Intensitas maksimum terjadi pada jam 11.00 WIB sampai dengan 13.00 WIB dimana posisi matahari mendekati tegak lurus kolektor.
- Laju aliran massa udara. 79
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 4, No. 2, Desember 2007
ISSN 1829-8958
Tabel 2 Sifat-sifat Bahan Penyimpan PCM (Paraffin) ASHRAE Fundamentals (Chapter 36)
Pengujian fasa padat Fasa Padat NO
1 2 3 4 5
Berat (gr)
Volume (ml)
Berat (kg)
Volume (m )
22.0 42.0 35.0 28.0 20.0
24.0 49.0 38.0 31.0 21.0
0.022 0.042 0.035 0.028 0.020
0.000024 0.000049 0.000038 0.000031 0.000021
Density 3 (kg/m ) 917 857 921 903 952
0.0294
0.0000326
910
Rata-rata
3
Material Description
Paraffin
Specific Heat
Density
J/(kg.K)
kg/m
1670**
749**
Thermal Conductivity
3
W/(m.K)
0.24*
Ket. * Perry, R.H. Chemical engineers' handbook, 2nd ed., 1941, 5th ed., 1973. McGraw-Hill, New York ** Lane, G. ed. 1986. Solar heat storage : Latent heat materials, VollTechnology, CRC Press, Chicago.
Pengujian fasa cair Fasa Cair Volume (ml) 30.0 58.5 47.5 38.0 28.0
Berat (kg) 0.023 0.044 0.036 0.028 0.020
Rata-rata
Solar Energy Principles of Thermal Collection and Storage (Cp. 7)
0.000030 0.000059 0.000048 0.000038 0.000028
Density 3 (kg/m ) 767 752 758 737 714
0.0000404
746
3
Volume (m )
0.0302
Temperatur keluar kolektor yang dihasilkan dari jam 09.00 WIB sampai 16.00 WIB di atas temperatur pengeringan bahan (kulit manis), keadaan ini dipengaruhi oleh tambahan panas dari penyimpan energi. Temperatur keluar kolektor mendekati konstan dengan dibantu panas dari penyimpan energi, pada waktu intensitas tertutup oleh awan beberapa saat. 700
Paraffin wax P116E
Heat of fusion
Melting point o
C
kJ/kg
42 - 50
209
Organic material:
Ref. Sukhatme. S.P., Solar Energy Principles of Thermal Collection and Storage, McGraw-Hill, New Delhi, 2001
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0 8:24
90
9:36
10:48
12:00
13:12
80
600
Waktu (WIB)
500 60 400
50
300
40 30
200
Temperatur (oC)
70 Intensitas (w/m2)
Subtance
14:24
15:36
16:48
Kelembaban Relatif (%)
1 2 3 4 5
Berat (gr) 23.0 44.0 36.0 28.0 20.0
Temperatur (oC)
NO
0 18:00
Tkin Tdb Tkout / Tpin Tdb Kelembaban Relatif f1 Kelembaban Relatif f2
Gambar 18 Grafik temperatur dan kelembaban relatif terhadap waktu
20 100 0 8:24
10
9:36
10:48
12:00
13:12
14:24
15:36
Waktu (WIB)
16:48
0 18:00
Intensitas (w/m2) Tkin Tdb Tkout / Tpin Tdb Temperatur Kolektor (oC) Tk1 Temperatur Kolektor (oC) Tk2 Temperatur Kolektor (oC) Tk3
Ket. Tk1 = Temperatur Cov er Tk2 = Temperatur Absorber Tk3 = Temperatur Storage Energi
700
70
600
60
500
50
400
40
300
30
200
20
100
10
0 8:24
9:36
10:48
12:00
13:12
Waktu (WIB)
14:24
15:36
16:48
Efisiensi (%)
Intensitas (Watt/m2)
Gambar 16 Grafik Intensitas, temperatur terhadap waktu.
0 18:00
Intensitas (w /m2) Ef isiensi (%)
Gambar 17 Grafik Intensitas, efisiensi terhadap waktu
Gambar 19 Grafik Temperatur, Intensitas Terhadap Waktu
Pada grafik temperatur dan kelembaban relatif terhadap waktu dapat dibahas bahwa dengan naiknya temperatur keluar dari kolektor maka kelembaban relatif menjadi turun dari 75 % sampai 10 %. Peristiwa turunnya kelembaban relatif akan mempercepat proses pengeringan di dalam ruang pengering.
80
Rancang Bangun Kolektor Pelat Datar Energi Surya untuk Sistem Pengeringan Pasca Panen (Yazmendra Rosa)
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1.
Energi surya yang selama ini dimanfaatkan dengan pemakaian langsung untuk pengeringan dapat dimanfaatkan lebih baik dengan menggunakan alat pengeringan energi surya, yang mempunyai energi panas yang tersimpan pada saat intensitas tinggi dan dipakai kembali pada waktu intensitas kurang.
2.
Kolektor ini mampu menaikan temperatur untuk ruang pengering (Tmaks= 69 oC, Trata= 61.5oC) dengan lama pengeringan kulit manis 3 hari pada keadaan cukup cerah. Proses ini lebih baik dibandingkan pengering alamiah dari segi kualitas dan kwantitas yang didapat.
3.
Efisiensi teoritis kolektor 50,5 % dan efisiensi hasil pengujian 44,7 %.
4.
Kelembaban relatif yang dihasilkan dari kolektor turun dari in = 75 % menjadi min = 11 %, (Rata-rata = 19,24 %)
5.
Sistem penyimpan panas kolektor surya yang diuji ini akan dapat secara langsung sebagai penyimpan bahan pengeringan setelah dikeringkan, agar bahan yang dikeringkan contohnya kulit manis tidak lembab lagi, dengn jalan memperbesar kapasitas penyimpannya.
Gambar 21 Grafik kadar air kulit manis terhadap waktu pengeringan
6.
Pada “Gambar (19) & (20)” hasil pengujian tersebut belum terjadi pencairan penyimpan (parafin) karena temperaturnya masih dibawah temperatur pencairan. Kondisi pengujian ini dilakukan pada musim hujan sehingga energi radiasi yang dapat disimpan belum maksimal karena kurangnya intensitas surya tetapi temperatur keluaran kolektor masih di atas temperatur pengeringan kulit manis (>40oC)
Kapasitas penyimpan parafin pada sistem alat penyimpan panas sementara ini adalah 2525 kJ. Dengan lama pencairan pada saat temperatur bahan sama dengan temperatur pencairannya adalah 3 jam 8 menit.
7.
Dimensi alat penyimpan energi panas adalah 5 buah pipa tembaga ukuran panjang 1000mm dengan diameter 15 mm dan dimensi kolektor pelat datar adalah 1000mm x 1000mm x 200mm.
Gambar 20 Grafik Temperatur, Intensitas Terhadap Waktu 57 52
Kadar Air Bahan (%) Rak 1 Kadar Air Bahan (%) Rak 2 Kadar Air Bahan (%) Rak 3
47
Kadar Air Bahan (%) Rak 4 Kadar Air Bahan (%) Rak 5
Kadar Air (%)
42 37 32 27 22 17 12 0
2
4
6
8
10
12
14
Waktu (Jam )
Pada data hasil pengujian, rugi panas yang besar terjadi pada bagian atas kolektor karena tidak adanya isolasi dan dipengaruhi oleh kecepatan udara lingkungan. Sedangkan rugi panas mendekati nol pada bagian bawah kolektor karena temperatur lingkungan lebih besar dari temperatur bawah kolektor. Pada pengujian pengeringan bahan kulit manis dengan menggunakan ruang pengering yang dialiri udara panas dari kolektor pelat datar ”Gambar (21)” diperoleh lama pengeringan 2 hari ( 12 jam ) dengan perbandingan pengeringan secara langsung 3 sampai 4 hari Kadar air kulit manis yang dianjurkan kecil dari 13% dicapai dan menghasilkan kualitas kulit manis tipe A
5.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan pemisahan penyimpan energi dari kolektor, dengan tujuan meningkatkan pemanfaatan panas yang disimpan. PUSTAKA 1.
Stoecker, Wilbert F., & Jerols, W. Jones, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Erlangga, Jakarta, 1992.
2.
Sukhatme, Solar Energi: Principles of Thermal Collection and Storage, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi, India, 2001
3.
Rosa. Yazmendra, Hanif & Zulhendri, Optimasi Udara Panas Keluaran Kolektor Surya, 81
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 4, No. 2, Desember 2007
ISSN 1829-8958
Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.1 Politeknik Negeri Padang, 2004 4.
Rosa. Yazmendra, Maimuzar & Nasrullah, Rancang Bangun Pengering Gambir dengan Memanfaatkan Energi Surya, Jurnal Teknik Mesin, Vol.3 No.1 Politeknik Negeri Padang, 2006.
5.
A. Bejan, G. Tsatsaronis dan M. Moran, Thermal Design and Optimization, John Wiley & Sons, New York, 1996.
6.
Zainuddin, Dahnil, Solar Teknik 1 & 2, Universitas Andalas, Padang, 1990.
7.
George A. Lane, Ph.D, Solar Heat Storage: Latent Heat Materials, CRC Press, Inc., Florida, 2000.
8.
A. Saito dan H. Hong, Experimental Study on Heat Transfer Enhancement in Latent Thermal Energi Storage with Direct Contact Melting, Departement of Mechanical Engineering & Science, Tokyo Institute of Technology, Japan, Int, J. Heat Mass Transfer.
9.
C. P. Arora, Refrigeration and Air Conditioning, McGraw-Hill, Singapore, 2000.
10. ASHRAE, Fundamentals Handbook,. 1997.
82