QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggungjawab, terutama untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah yang berkesinambungan, Pemerintah Kabupaten Bireuen memerlukan dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah; b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf i UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta dalam upaya untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak sarang burung walet
maka
dipandang
perlu
ditinjau
kembali
Qanun
Kabupaten Bireuen Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pajak Pengelolaan, Pengusahaan dan Pemanfaatan Sarang Burung Walet sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 32 Tahun 2004, guna ditetapkan Qanun yang baru; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Qanun Kabupaten Bireuen tentang Pajak Sarang Burung Walet.
2 Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konservasi
Perserikatan
Keanekaragaman
Hayati
Bangsa-bangsa (Lembaran
Negara
Mengenai Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684); 4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686); 5. Undang-Undang
Nomor
48
Tahun
1999
tentang
Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Simeulue sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3897); 6. Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
2004
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara
Pemerintah
Pusat
dan
Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Undang-Undang
Nomor
11
Tahun
2006
tentang
Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 11. Peraturan Pembinaan
Pemerintah dan
Nomor
Pengawasan
20
Tahun Atas
2001
tentang
Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah; 12. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03).
4 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN BIREUEN dan BUPATI BIREUEN MEMUTUSKAN : Menetapkan :
QANUN KABUPATEN BIREUEN TENTANG PAJAK BURUNG WALET.
SARANG
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Bireuen. 2. Pemerintah Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Kabupaten
adalah
yang
selanjutnya
disebut
Penyelenggara Pemerintahan
Daerah Kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten. 3. Pemerintahan
Kabupaten
adalah
Penyelenggaraan
urusan
Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten sesuai dengan fungsi masing-masing. 4. Bupati adalah Bupati Bireuen. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten yang selanjutnya disebut DPRK adalah Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen. 6. Perangkat
Daerah
Kabupaten
yang
selanjutnya
disebut
Perangkat Kabupaten adalah Unsur Pembantu Bupati dalam penyelenggaraan
Pemerintah
Kabupaten
yang
terdiri
dari
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRK, Dinas-dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bireuen.
5 7. Badan adalah Suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Badan Usaha lainnya. 8. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah konstribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 9. Pajak
sarang
burung
walet
adalah
pajak
atas
kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. 10. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. 11. Pengelola Burung Walet adalah Rangkaian Pembinaan Habitat dan Pengendalian Populasi Burung Walet di Habitat Alami dan Luar Habitat Alami. 12. Pengusahaan
Burung
Walet
adalah
bentuk
kegiatan
penangkaran, budidaya dan pengambilan Sarang Burung Walet. 13. Lokasi adalah suatu kawasan/tempat tertentu dimana terdapat Sarang Burung Walet baik pada Habitat Alami maupun diluar habitat alami. 14. Kota adalah Kawasan Ibu Kota Kabupaten dan Ibu Kota Kecamatan. 15. Wajib Pajak adalah Orang atau Badan yang menurut Qanun ini ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. 16. Masa Pajak adalah Jangka waktu yang dihitung sejak panen sarang burung walet dalam 1 (satu) tahun takwin.
6 17. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah selanjutnya disingkat SPTPD adalah
surat
yang
digunakan
oleh
Wajib
Pajak
untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang telah ditentukan oleh Kepala Daerah. 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah selanjutnya dapat disingkat SKPD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang. 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar selanjutnya dapat disingkat SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit, jumlah kekurangan
pembayaran
pokok
pajak,
besarnya
sanksi
administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. 20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, selanjutnya dapat disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 21. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SSPD
adalah
surat
yang
digunakan
Wajib
Pajak
untuk
melakukan pembayaran atau pemotongan pajak yang terutang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 22. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. 23. Pemeriksaan
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
mencari,
mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
7 24. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Pajak Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Pajak Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2 (1) Dengan nama Pajak Sarang Burung Walet dipungut Pajak Pengelolaan, Pengusahaan dan Pemanfaatan Sarang Burung Walet. (2) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung walet. (3) Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. (4) Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 3 (1) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet. (2) Besarnya tarif pajak terutang menurut hasil panen ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh) persen dari harga dasar.
8 (3) Besarnya penentuan harga dasar ditetapkan menurut harga pasar sarang Burung Walet pada saat panen. (4) Penentuan harga dasar nilai jual sarang burung walet ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK Pasal 4 (1) Wilayah Pemungutan Pajak adalah Wilayah Kabupaten Bireuen. (2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 5 Masa Pajak adalah tenggang waktu yang dihitung setiap kali panen sarang burung walet dalam 1 (satu) tahun. Pasal 6 Pajak terutang terjadi pada setiap kali panen sarang burung walet. Pasal 7 (1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD. (2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. (3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.
9 (4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati. BAB VI TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 8 (1) Bupati menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah). (2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar
2%
(dua
persen)
sebulan
ditagih
dengan
menerbitkan STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah). Pasal 9 (1) Wajib
pajak
yang
membayar
sendiri
SPTPD
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhatikan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang. (2) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan : a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN). (3) Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
Kurang
Bayar
(SKPDKB);
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan: a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil keterangan lain Pajak yang terutang, tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
10
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak; c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak; (4) Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
Kurang
Bayar
Tambahan
(SKPDKBT); sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar
100
%
(seratus
persen)
dari
jumlah
kekurangan pajak tersebut. (5) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan.
11 (7) Penambahan
jumlah
pajak
yang
terutang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 10 (1) Pembayaran
Pajak
dilakukan
melalui
Bendahara
Penerima/penyetor atau kepada petugas yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD dan selanjutnya menyetor ke kas daerah dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 x 24 jam. (2) Apabila
pembayaran
pajak
dilakukan
ditempat
lain
yang
ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya
1x24
jam
atau
dalam
waktu
yang
ditentukan oleh Bupati. (3) Pembayaran
pajak
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilakukan dengan menggunakan STPD. Pasal 11 (1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. (3) Angsuran Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pajak yang belum atau kurang dibayar.
12 (4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan dengan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pajak yang belum atau kurang dibayar. (5) Persyaratan pembayaran
untuk serta
dapat tata
cara
mengangsur pembayaran
dan
menunda
angsuran
dan
penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan oleh Bupati. BAB VIII TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 12 (1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang. (3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu. Pasal 13 (1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Perintah atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak harus dibayar dan ditagih dengan Surat Paksa. (2) Pejabat menerbitkan Surat Pajak Segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.
13
Pasal 14 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat
segera
menerbitkan
Surat
Perintah
Melaksanakan
Penyitaan. Pasal 15 Setelah melakukan penyitaan, Wajib Pajak tidak juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 16 Setelah kantor Lelang Negara Menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pasal 17 Bentuk,
jenis
dan
isi
formulir
yang
dipergunakan
untuk
pelaksanaan penagihan Pajak Daerah ditetapkan oleh Bupati. BAB IX PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 18 (1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana diatur pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
14 BAB X TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 19 (1) Bupati karena jabatan atau Permohonan Wajib Pajak dapat : a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah; b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan Pajak yang tidak benar; c. Mengurangkan
atau menghapuskan
sanksi
administrasi
berupa bunga dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana di maksud pada
ayat (1) harus disampaikan
secara tertulis oleh Wajib
Pajak kepada Bupati, atau pejabat yang ditunjuk selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas. (3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu 21 (dua puluh satu)
hari
atau
paling
lama
3
(tiga)
permohonan sebagaimana dimaksud pada
bulan
sejak surat
ayat (2) diterima,
sudah harus memberikan keputusan. (4) Apabila
setelah
lewat
waktu
3
(tiga)
bulan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
15
BAB XI KEBERATAN DAN BANDING Pasal 20 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB); c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); d. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB); e. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN). (2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
itu
tidak
dapat
dipenuhi
karena
keadaan
diluar
kekuasaannya. (3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) Pasal, Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada pasal ini, tidak menunda kewaijban membayar pajak.
ayat (1)
16 Pasal 21 (1) Wajib
Pajak
dapat
mengajukan
banding
kepada
Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. (2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 22 Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan ditambah dengan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 23 (1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk
secara
tertulis
dengan
menyebutkan
sekurang-
kurangnya : a. Nama dan Alamat Wajib Pajak; b. Masa Pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas. (2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan
pembayaran
pajak
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, harus memberikan keputusan.
17 (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran
pajak
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 24 Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XIII KADALUWARSA Pasal 25 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
18
(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini tertangguh apabila : a. Diterbitkan surat Teguran dan Surat Paksa atau; b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XIV PENYIDIKAN Pasal 26 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi kewenangan khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan
tindak pidana dibidang
Perpajakan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
adalah : a. Menerima,
mencari
dan
mengumpulkan
serta
meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan benar; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan
perpajakan daerah;
dengan
tindak
pidana
dibidang
19 d. Memeriksa
buku-buku,
catatan-catatan
dan
dokumen-
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah; g. Menyuruh ruangan
berhenti, atau
melarang
tempat
pada
seseorang saat
meninggalkan
pemeriksaan
sedang
berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah; i.
Memanggil
orang
untuk
didengar
keterangannya
dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j.
Menghentikan Penyidikan; dan
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak
pidana
dibidang
perpajakan
daerah
menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pada pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyelidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undangan Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 27 (1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan
20 paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Pelanggaran. Pasal 28 Tindak pidana dalam Qanun ini tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Pada saat Qanun ini mulai berlaku, maka Qanun Kabupaten Bireuen
Nomor
2
Tahun
2003
tentang
Pajak
Pengelolaan,
Pengusahaan dan Pemanfaatan Sarang Burung Walet sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 32 Tahun 2004 dicabut dan semua Peraturan yang bertentangan dengan Qanun ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
21 Pasal 30 Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini, sepanjang mengenai ketentuan
pelaksanaannya
akan
diatur
lebih
lanjut
dengan
Peraturan Bupati. Pasal 31 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun
ini
dengan
penempatannya
dalam
Lembaran
Daerah
Kabupaten Bireuen. Disahkan di Bireuen pada tanggal 30 Desember 2010 BUPATI BIREUEN, ttd NURDIN ABDUL RAHMAN
Diundangkan di Bireuen pada tanggal 31 Desember 2010 SEKRETARIS DAERAH, ttd Ir. NASRULLAH MUHAMMAD, M.Si,MT Pembina Utama Madya Nip. 19570629 198703 1 001 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010 NOMOR 11
22 PENJELASAN ATAS QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET
I. PENJELASAN UMUM : 1. Untuk mewujudkan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah memberikan kewenangan dan kemandirian kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri termasuk dalam hal penggalian sumber Pendapatan Asli Daerah. 2. Untuk kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat secara berkesinambungan dan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna harus didukung oleh pendanaan yang mencukupi dari sumber Pendapatan Asli Daerah. Salah satu sumber yang dapat digali untuk keperluan tersebut adalah dari pemungutan Pajak Sarang Burung Walet.
Demi
ketertiban
dan
kepastian
hukum
dipandang
perlu
menetapkan Qanun Kabupaten Bireuen tentang Pajak Sarang Burung Walet. II. PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4
23
Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas
24 Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas
25 asal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN NOMOR 30