REPLIK PARA PENGGUGAT ATAS JAWABAN TERGUGAT (MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP RI) Perkara Nomor: 145/G/2011/PTUN-JKT
ANTARA YAYASAN WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA (WALHI) …...PENGGUGAT I GERAKAN MASYARAKAT CINTA ALAM (GEMA ALAM)…………… PENGGUGAT II
MELAWAN
MENTERI NEGARA REPUBLIK INDONESIA …………………………… …... TERGUGAT PT. NEWMONT NUSA TENGGARA ……………………….… TERGUGAT II INTERVENSI
OBJEK SENGKETA
Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 92 Tahun 2011 tentang Izin Dumping Tailing di Dasar Laut PT. Newmont Nusa Tenggara Proyek Batu Hijau tanggal 5 Mei 2011
1
Jakarta, 8 November 2011
Kepada Yth: Majelis Hakim Perkara Nomor 145/G/2011/PTUN-JKT Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta di Jalan Sentra Primer Baru Timur, Pulogebang, Jakarta Timur
Dengan Hormat, Kami yang bertanda tangan di bawah ini: Andi Muttaqien, SH., Judianto Simanjuntak, SH., Iki Dulagin, SH., Sigop M. Tambunan, SH., dan Wahyu Wagiman, SH. Kesemuanya adalah Advokat yang tergabung dalam TIM ADVOKASI PULIHKAN INDONESIA, yang beralamat di Jalan Tegal Parang Utara No.14 Mampang Jakarta Selatan 12790; Telp (021) 79193364; Fax (021) 7941673 bertindak untuk dan atas nama Penggugat I dan Penggugat II (Para Penggugat), dengan ini hendak mengajukan Replik atas jawaban Tergugat tertanggal 19 September 2011, yakni sebagai berikut:
I. DALAM EKSEPSI A. Obyek Sengketa Memenuhi Kualifikasi Keputusan Tata Usaha Negara Yang Menimbulkan Akibat Hukum Bagi Para Penggugat 1. Bahwa tindakan Penggugat ini telah sesuai dengan Pasal 53 ayat (1) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dinyatakan bahwa “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan Tata Usaha Negara yang
2
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan Ganti Rugi dan/atau direhabilitasi”
2. Bahwa dalam jawabannya,
Tergugat mendalilkan pada halaman 5 poin 2
bahwa “…PARA PENGGUGAT tidak dapat membuktikan bahwa PARA PENGGUGAT adalah orang atau badan hukum perdata yang mengalami akibat hukum dari Obyek Sengketa…”. Kemudian dalam poin 3 Jawaban Tergugat, Tergugat mendalilkan bahwa dalam “...Pasal 53 ayat 1 UU PTUN menyaratkan adanya akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang dibuktikan dengan adanya kerugian langsung dan nyata nyata yang diderita sebagai akibat diterbitkannya suatu Obyek Sengketa;”. Kemudian dalam poin 4, Tergugat mendalilkan bahwa “…PARA PENGGUGAT tidak dapat menguraikan apalagi membuktikan bawa PARA PENGGUGAT mengalami kerugian akibat diterbitkannya Obyek Sengketa. Hal ini karena secara faktual memang PARA PENGGUGAT tidak pernah mengalami kerugian sampai hari ini akibat diterbitkannya Obyek Sengketa”;
3. Bahwa dengan diterbitkannya Objek Sengketa TUN yang memberikan izin kepada Tergugat II Intervensi untuk melakukan pembuangan tailing ke Laut Teluk Senunu, mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Sehingga perlu diperhatikan, kerugian yang dimaksud dalam hal ini bukanlah kerugian dalam arti materi sebagaimana dalam bayangan Tergugat.
4. Bahwa oleh karena kepentingan Para Penggugat sebagai organisasi Lingkungan Hidup dirugikan dengan diterbitkannya KTUN Objek Sengketa sesuai dengan pasal 53 ayat (1) UU PTUN, maka Gugatan ini diajukan kepada Tergugat, dimana gugatan ini merupakan hak gugat organisasi lingkungan hidup yang diatur dalam pasal 92 UUPPLH. Dalam ayat (1) pasal 92 UU a quo menyebutkan bahwa : ….”Dalam pengelolaan
rangka
pelaksanaan
lingkungan
hidup,
tanggung organisasi
jawab
perlindungan
lingkungan
hidup
dan
berhak 3
mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup ….” 5. Bahwa kerugian yang dialami Para Penggugat adalah berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan Para Penggugat yaitu dalam rangka pendidikan, pembinaan, pengelolaan, dan pelestarian lingkungan hidup ;
6. Bahwa Para Penggugat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat/Organisasi Non Pemerintah yang memiliki perhatian penuh terhadap masalah Lingkungan Hidup serta Hak Asasi Manusia dan tentunya mempunyai kepentingan terkait terbitnya KTUN Objek Sengketa, yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Izin Dumping Tailing di Dasar Laut PT. Newmont Nusa Tenggara Proyek Batu Hijau Tanggal 5 Mei 2011 ;
7. Bahwa tugas dan peranan Para Penggugat dalam melaksanakan kegiatankegiatan pendidikan dan pembinaan lingkungan dalam berbagai sektor, pendidikan hukum dan HAM, pembelaan masyarakat marginal yang menjadi korban
pembangunan
telah
secara
terus-menerus
dilakukan
dengan
mendayagunakan seluruh kemampuan lembaganya masing-masing ;
8. Bahwa dasar dan kepentingan hukum Para Penggugat dalam mengajukan Gugatan terhadap Tergugat karena menerbitkan KTUN Objek Sengketa dapat dibuktikan dari Akta Pendirian/Anggaran Dasar Para Penggugat yang menegaskan bahwa tujuan didirikannya
organisasi tersebut adalah untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup, sebagaimana disebut berikut ini:
Pada Pasal 5 angka 2 Anggaran Dasar Penggugat I, yaitu Yayasan WALHI dalam hal ini Pengugat I- menyebutkan bahwa maksud dan tujuan Yayasan adalah “Meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai pembina lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana”. 4
Pada pasal 5 Anggaran Dasar Penggugat II menyebutkan bahwa maksud dan tujuan lembaga, yaitu pada angka 2: “Mengadakan kegiatan di bidang sosial dan melakukan kegiatan advokasi lingkungan”. Kemudian angka 7 disebutkan: “Meningkatkan mutu atau kualitas lingkungan hidup”.
9. Bahwa kepentingan hukum Penggugat I dalam rangka pelestarian lingkungan hidup telah diakui pula dalam praktek pengadilan Tata Usaha Negara dimana Penggugat I menjadi pihak, yaitu: a. Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
Jakarta
Nomor.
Negara
Jakarta
Nomor.
088/G/1994/Piutang/PTUN.JKT b. Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
053/G/1995/Ij/PTUN.JKT c. Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
Semarang
No.04/G/2009/PTUN.SMG, Yayasan Walhi melawan Kepala Kantor Perijinan Terpadu Kabupaten Pati dalam kasus Semen Gresik 10. Bahwa berdasarkan uraian di atas, dengan terbitnya KTUN Objek Sengketa jelas mengakibatkan kerugian bagi Para Penggugat, karena KTUN Objek SENGKETA telah menghambat usaha-usaha yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan secara terus-menerus dalam rangka menjalankan tugas dan peranan
untuk pendidikan, pembinaan, dan
pelestarian
lingkungan
hidup/sumber daya alam berbagai sektor, pendidikan hukum dan HAM, pembelaan masyarakat marginal yang menjadi korban pembangunan di Indonesia yang selama ini telah dilakukan Para Penggugat. Secara khusus dalam hal ini bahwa dengan terbitnya KTUN Objek Sengketa akan menghambat Para Penggugat dalam upaya
melakukan pendidikan,
pembinaan, dan pelestarian lingkungan hidup di teluk Senunu, Nusa Tengara Barat;
5
11. Bahwa oleh karena itu, Majelis Hakim yang terhormat seharusnya menolak dan atau tidak menerima dalil Tergugat dan Tergugat II Intervensi, sebab dengan jelas dan terang telah nyata bahwa dengan terbitnya KTUN Objek Sengketa telah menimbulkan kerugian bagi Para Penggugat;
B. Obyek Sengketa Memenuhi Kualifikasi Keputusan TUN Di Bidang Lingkungan Hidup
1. Bahwa Tergugat dalam jawabannya menyatakan bahwa Objek Sengketa KTUN tidak memenuhi kualifikasi Keputusan TUN di bidang Lingkungan Hidup sebagaimana diatur Pasal 93 ayat (1) UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ;
2. Bahwa terhadap dalil ini, Para Penggugat menolaknya dan tetap berpegang pada alasan-alasan sebagaimana dalam Gugatan ;
3. Bahwa KTUN Objek Sengketa telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 UU No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu sebagai berikut : 1. Konkret, karena KTUN Objek Sengketa nyata-nyata dibuat oleh Tergugat, tidak abstrak tetapi berwujud tertentu dan dapat ditentukan apa yang harus dilakukan yaitu izin dumping tailing di laut oleh Tergugat II Intervensi; 2. Individual, bahwa KTUN Objek Sengketa ditujukan dan berlaku khusus bagi Tergugat II Intervensi untuk melakukan dumping tailing ke laut; 3. Final,
karena
KTUN
Objek
Sengketa
sudah
defenitif
dan
menimbulkan suatu akibat hukum dimana berdasarkan KTUN Objek Sengketa, Tergugat II Intervensi dapat melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan dumping tailing, 6
4. Bahwa UU PTUN telah secara tegas menyebutkan secara limitatif keputusan Tata Usaha Negara yang tidak termasuk menjadi objek gugatan Tata Usaha Negara. Hal ini diatur Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana diubah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu:
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini: a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan; d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.”
Berdasarkan dalil-dalil di atas maka KTUN Objek Sengketa bukanlah keputusan tata usaha negara yang tidak dapat digugat melalui pengadilan tata usaha negara;
7
5. Bahwa keberadaan Pasal 93 ayat (1) UU PPLH tidak dengan serta merta dapat mengesampingkan ketentuan dalam UU PTUN, dalam hal ini mengenai Objek Gugatan. Ketentuan dalam Pasal 93 UU PPLH adalah ketentuan tambahan mengenai bisa tidaknya seseorang melakukan gugatan terhadap tata usaha. Pasal tersebut berbunyi: “Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila: a. Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal; b. Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau; c. Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan”
6. Bahwa melihat bunyi pasal tersebut yang redaksinya diawali dengan kalimat “Setiap orang dapat mengajukan.....” ini menegaskan bahwasanya ketentuan ini dibuat memang bukan untuk membatasi Keputusan Tata Usaha Negara dalam bidang Lingkungan Hidup
bisa digugat melalui Pengadilan Tata
Usaha Negara, tetapi bermaksud memberikan tambahan ketentuan yang sudah ada di UU PTUN ;
7. Bahwa jika Pasal ini dipahami sebagai ketentuan pembatasan atas perkara lingkungan yang dapat digugat melalui PTUN hal itu sangat tidak tepat. Karena konsekuensinya adalah semua perundang-undangan sektoral, seperti perkebunan, pertambangan, dan lain-lain harus memilki beberapa pembatasan sebagaimana yang ada dalam UU PPLH ; 8. Bahwa selain itu pula, KTUN Objek Sengketa adalah Objek TUN yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga
8
dapat digugat hal ini sejalan dengan Pasal 38 UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dikutip demikian isinya: Pasal 38 : “Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha Negara”. 9. Bahwa Berdasarkan dalil-dalil di atas maka Obyek Sengketa adalah obyek KTUN yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara;
C. Gugatan Telah Lengkap dan Jelas Menunjukkan Kerugian Para Penggugat 1. Bahwa dalam jawabannya, Tergugat menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak jelas, tidak lengkap dan kabur (obscuur libel);
2. Bahwa alasan Tergugat adalah dikarenakan Para Penggugat tidak mampu menggunakan
dasar
hukum
yang
konsisten
dalam
Gugatan.
Ketidakkonsistenan ini, menurut Tergugat (Jawaban hal 7-8) ditunjukkan dengan bahwa dalam mendalilkan hak gugat organisasi, Para Penggugat menggunakan UU PPLH, namun dalam substansi objek sengketa, Para Penggugat menggunakan UU PTUN;
3. Bahwa atas jawaban Tergugat tersebut, Para Penggugat tidak sependapat dan membantahnya. Dalil yang digunakan Para Penggugat dalam Gugatan mengenai hak gugat organisasi memang telah diakui baik dalam UU PPLH maupun dalam UU PTUN. Hal ini sejalan dengan Putusan beberapa perkara dalam Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu: a. Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
Jakarta
Nomor.
Usaha
Negara
Jakarta
Nomor.
088/G/1994/Piutang/PTUN.JKT b. Putusan
Pengadilan
Tata
053/G/1995/Ij/PTUN.JKT
9
c. Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
Semarang
No.04/G/2009/PTUN.SMG, Yayasan Walhi melawan Kepala Kantor Perijinan Terpadu Kabupaten Pati dalam kasus Semen Gresik
4. Bahwa mengenai substansi Gugatan yang menurut Tergugat seharusnya Para Penggugat mengacu pada UU PPLH, yakni substansi yang ada dalam Pasal 93 UU PPLH adalah tidak benar. Karena ketentuan tersebut hanya merupakan perluasan dari Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dalam permasalahan Lingkungan Hidup, bukan pembatasan akan Keputusan TUN yang bisa digugat di Pengadilan TUN;
5. Bahwa ketentuan Pasal 93 ayat (1) UU PPLH berbunyi:
“(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila: a. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal; b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKLUPL; dan/atau c. badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.”
Bahwa melihat bunyi ketentuan Pasal tersebut, yakni “Setiap orang dapat mengajukan gugatan........” bisa dipahami bahwa ketentuan ini hanya memperluas kriteria objek Tata Usaha Negara yang sebelumnya sudah ada di UU PTUN. Oleh karenanya, dengan demikian ketentuan dalam Pasal 93 UU PPLH, tidaklah dapat mengesampingkan kriteria keputusan TUN yang telah diatur UU PTUN, yakni Pasal 1 angka 9 UU No. 51 tahun 2009 tentang 10
Perubahan Kedua Atas UU No, 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
6. Bahwa atas jawaban Tergugat di atas, kami Para Penggugat menolak dalil tersebut;
D. Eksepsi Diskualififikatoir (Disqualification Exceptie) Yang mencakup 2 (dua) hal, yakni : D.1. Penggugat I Diwakili oleh Yang Berhak
1.1. Bahwa dalil TERGUGAT yang pada intinya menyatakan bahwa “Gugatan Para Penggugat patut dinyatakan tidak dapat diterima karena Berry Nahdian Forqan dan Muhammad Teguh Surya tidak berwenang mewakili Penggugat I karena perubahan Anggaran Dasar Penggugat I belum di beritahukan kepada Menteri Hukum dan HAM RI”, adalah dalil yang amat keliru dan menyesatkan;
1.2. Bahwa tentang siapa yang berwenang mewakili PENGGUGAT I untuk bertindak di dalam dan/atau di luar pengadilan telah secara tegas disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) Anggaran Dasar PENGGUGAT I, dan berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut maka kewenangan yang diberikan kepada pengurus untuk bertindak baik di luar dan/atau di dalam pengadilan tidak ada hubungannya dengan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM RI;
1.3. Bahwa ketentuan dalam Pasal 21 ayat (2) jo. Pasal 33 UU No. 16 Tahun 2004 yang diubah terakhir kali dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, yang dimaksudkan dengan perubahan anggaran dasar adalah yang menyangkut perubahan tentang nama dan tujuan yayasan;
11
1.4. Bahwa adalah benar, berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) jo. Pasal 33 UU No. 16 Tahun 2004 yang diubah terakhir kali dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka dalam hal terjadi dalam anggaran dasar terkait dengan pergantian pengurus Yayasan, maka ada keharusan menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM, dan untuk di ketahui hal ini sudah dilakukan oleh notaris PENGGUGAT I;
1.5. Bahwa perubahan Anggaran Dasar Penggugat I tentang Perubahan Susunan Pembina, Pengurus, dan Pengawas, telah diberitahukan dan diterima oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan surat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: AHU-AH.01.08-426 tertanggal Jakarta, 11 Juli 2008 (surat terlampir).
D.2. Penggugat II Adalah Organisasi Lingkungan Hidup yang Berbentuk Badan Hukum sehingga memiliki Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
1.6. Bahwa Para Penggugat menolak dalil jawaban TERGUGAT yang pada intinya menyatakan bahwa “Penggugat II tidak berbentuk badan hukum perkumpulan sehingga meminta kepada majelis hakim agar gugatan perkara a quo tidak dapat diterima”;
1.7. Bahwa dalil TERGUGAT di atas menunjukan bahwa TERGUGAT telah tidak cermat
dalam membaca dan memeriksa dokumen legalitas
PENGGUGAT II serta telah pula mengikuti kekeliruan yang dilakukan oleh Kuasa Hukum Para Penggugat dalam mengidentifikasi bentuk badan hukum PENGGUGAT II; 1.8. Bahwa berdasarkan Anggaran Dasar PENGGUGAT II serta Bukti Tanda Terima Pemberitahuan Keberadaan Organisasi/Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan An. PENGGUGAT II yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur C.q. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan
12
Masyarakat, maka telah jelas bahwa bentuk badan hukum PENGGUGAT II adalah Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS);
1.9. Bahwa dengan dibuat dan disahkannya Anggaran Dasar serta diterbitkannya Pemberitahuan
Keberadaan
Organisasi/Pendaftaran
Organisasi
Kemasyarakatan An. PENGGUGAT II ke Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur, maka PENGGUGAT II telah sah menjadi subjek hukum dengan bentuk badan hukum Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan serta PP No. 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan; 1.10. Bahwa mengingat di dalam Pasal 5 Anggaran Dasar PENGGUGAT II telah secara tegas menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari organisasi ini adalah untuk meningkatkan mutu atau kwalitas lingkungan hidup, serta semenjak organisasi ini didirikan sampai dengan saat ini telah secara aktif dan terusmenerus melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana diamanatkan anggaran dasarnya, maka menjadi jelas bahwa organisasi ini telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 92 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
II.
DALAM POKOK PERKARA A. KTUN Objek Sengketa Bertentangan Dengan Peraturan PerundangUndangan Yang Berlaku
1. KTUN Objek Sengketa Bertentangan Dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan UNCLOS dan Turunannya 13
1. Bahwa pertimbangan Para Penggugat yang mendalilkan KTUN Objek Sengketa sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan UNCLOS bukan mengenai pelarangan Tailing oleh UNCLOS, melainkan UNCLOS mensyaratkan adanya tindakan Negara yang lebih mengutamakan
pencegahan,
pengurangan
dan
pengontrolan
pencemaran lingkungan laut dari segala sumber pencemaran dengan menerapkan
cara-cara
terbaik
yang
dapat
dijalankan
{best
practicable means} sesuai dengan kapabilitas Negara (Pasal 194 ayat 1). Ketiadaan pelarangan pembuangan Tailing di laut bukan berarti penerbitan KTUN Objek Sengketa dapat dibenarkan ;
2. Bahwa alasan penggugat menggunakan UNCLOS sebagai salah satu dalil dari gugatan ini tentang kewajiban Negara untuk mencegah, mengurangi, serta mengontrol pencemaran lingkungan laut. Dalam UNCLOS, juga diakui oleh tergugat dalam poin 6 – 9 di halaman 15 – 16 dari jawabannya ;
3. Bahwa sebagaimana yang didalilkan Para Penggugat sebelumnya dalam dalam gugatan, pada tingkat regional, telah dihasilkan pula beberapa konvensi atau protocol untuk mencegah terjadinya pencemaran laut karena kegiatan di darat. Konvensi atau protocol tersebut antara lain adalah 1974 Paris Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land-Based Sources, 1983 Quito Protocol for the Protection of the South-East Pacific against Pollution from Land-Based Sources, 1992 Protocol on Protection of the Black Sea Marine Environment Against Pollution from Land- Based Sources, 1996 Protocol for the Protection of the Mediterranean Sea Against Pollution from Land-Based Sources and Activities, dan 1999 Aruba Protocol concerning Pollution from Land-Based Sources and Activities to the Conventionfor the
14
Protection and Development of the Marine Environment of the Wider Caribbean Region.
4. Bahwa konvensi dan protokol tersebut di atas pada prinsipnya menyatakan:
1. Bahwa setiap negara memikul kewajiban untuk mengambil segala langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran di laut yang diakibatkan oleh dimasukannya ke media laut, secara langsung atau tidak langsung, bahan-bahan yang berbahaya (deleterious effects) bagi kesehatan manusia, bahan yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi makhluk hidup
dan
ekosistem laut, serta
bahan
yang dapat
mengganggu pemanfaatan laut (legitimate uses of the sea). 2. Bahwa negara memiliki kewajiban untuk menghapuskan (eliminate) pencemaran laut dari sumber pencemaran di darat yang diakibatkan oleh bahan-bahan, antara lain, senyawa organohalogen; merkuri dan senyawa merkuri; cadmium dan senyawa cadmium; bahan sintetik yang bersifat persisten; serta minyak dan hidrokarbon minyak yang bersifat persisten.
3. Bahwa negara memiliki kewajiban untuk secara progresif mengurangi kemungkinan terjadinya pencemaran laut dari sumber pencemar di darat yang diakibatkan oleh unsur/bahan dan senyawa, antara lain, zinc, selenium, timah (Tin), vanadium, tembaga (copper), arsenic, barium, cobalt, nikel (nickel), berilium (beryllium), thallium, krom (chromium), molybdenum, boron, tellurium, titanium, uranium, silver, sianida (Cyanides), dan timbal (lead).
15
5. Bahwa berdasarkan prinsip-prinsip tersebut diatas dengan demikian penerbitan KTUN Objek Sengketa tidak dapat dibenarkan karena tidak sesuai dan tidak sejalan dengan semangat perlindungan laut, bahkan lebih jauh pembuangan tailing yang dilakukan oleh Tergugat II Intervensi telah secara nyata menyebabkan pencemaran dan pengrusakan lingkungan laut di Teluk Senunu. Sebab unsur atau bahan dan senyawa yang dibuang oleh Tergugat II Intervensi adalah unsur-unsur yang dilarang untuk dibuang ke laut berdasarkan konvensi dan protokol diatas;
6. Bahwa dari penjabaran Para Penggugat di atas maka jawaban Tergugat yang menyatakan Tailing tidak dilarang oleh UNCLOS adalah kekeliruan dalam membaca atau menafisirkan gugatan. Oleh karena itu dalil Tergugat II Intervensi harus dikesampingkan;
2. KTUN Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas-Asas Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 2 UUPPLH Yaitu:Asas Tanggung Jawab Negara, Asas Kelestarian Dan Keberlanjutan, Asas Kehati-Hatian, Keanekaragaman Hayati, Asas Partisipatif, ; Asas Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Dan Asas Otonomi Daerah.
1. KTUN Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Tanggung Jawab Negara
a. Bahwa Para Penggugat dengan tegas mengatakan bahwa proses terbitnya KTUN Objek Sengketa tidak melaksanakan dan/atau mempertimbangkan
Asas
Tanggung
Jawab
Negara
dalam
penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sebab tidak ada jaminan dari negara bahwa kegiatan dumping tailing
16
di dasar laut oleh Tergugat II Intervensi tidak akan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
b. Bahwa FAKTANYA aktivitas pembuangan tailing (limbah tambang) di Teluk Senunu telah menimbulkan dampak negatif yaitu menimbulkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sehingga masyarakat di Teluk Senunu mengalami kerugian. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa fakta di bawah ini yaitu: 1. Berdasarkan survey Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada tahun 2006 lalu dan diperbaharui dengan wawancara lapangan pada tahun 2011 kepada sejumlah nelayan, bahwa masyarakat di sekitar Teluk Senunu, NTB dimana dumping tailing dilakukan selama ini mengeluhkan tangkapan ikan yang menurun akibat kualitas lingkungan laut memburuk ;
2. Bahwa berdasarkan Kuisioner Identifikasi Kondisi Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2011 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat (2011) disimpulkan bahwa terjadi penurunan produksi penangkapan ikan dari tahun 2005-2010 di wilayah desa pesisir Kabupaten Sumbawa Barat. Turunnya tangkapan ikan oleh nelayan adalah karena telah terjadi penurunan kualitas laut dan kerusakan lingkungan hidup di Teluk Senunu yang berakibat menurunnya daya dukung lingkungan terhadap peri kehidupan manusia dan mahluk hidup lain;
c. Bahwa hal lain yang membuktikan bahwa penempatan dan pembuangan limbah tailing Tergugat II Intervensi di perairan Teluk Senunu menimbulkan dampak negatif dapat dilihat dari surat yang 17
diajukan Bupati Sumbawa Barat kepada Tergugat yang diajukan sebelum terbitnya KTUN Objek Sengketa. Surat tersebut bernomor: 660/ 114 /BLH-KSB/IV/2011, tertanggal Taliwang, 27 April 2011. Hal: Pemberhentian Penempatan Tailing di Perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat. Surat Bupati Sumbawa Barat juga diajukan kepada Tergugat II Intervensi, Nomor: 660/ 114 /BLHKSB/IV/2011,
tertanggal
Taliwang,
27
April
2011.
Hal:
Pemberhentian Penempatan Tailing di Perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat. Surat a quo ditembuskan ke Tergugat II. Dalam surat tersebut, Bupati Sumbawa Barat menyatakan bahwa terkait penempatan dan pembuangan limbah tailing Tergugat II Intervensi di perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : a. Adanya aspirasi masyarakat Sumbawa Barat dan berbagai elemen
pemerhati
lingkungan
lainnya
yang
menolak
penempatan tailing PT. NNT di perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat ;
b. Bahwa penempatan tailing di perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat sangat merugikan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat ;
d. Bahwa dengan melihat dampak negatif sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam hal ini Para Penggugat mempertanyakan kajiankajian yang dilakukan Tergugat sebelum menerbitkan KTUN Objek Sengketa sebagaimana disebut dalam poin 6 dan 7 halaman 22 baik kajian peraturan perundang-undangan, kajian Audit Lingkungan Wajib untuk kegiatan PT. Newmont Nusa Tenggara Proyek Batu Hijau, dan lain-lain ;
18
e. Bahwa dengan demikian, dalil Tergugat dalam poin 5 halaman 22 tidak benar karena tidak terbukti bahwa Tergugat memenuhi ketentuan Pasal 2 huruf a UU PPLH yang menyatakan, “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum ;
f. Bahwa dalam hal ini para Penggugat menilai bahwa terbitnya KTUN Objek
Sengketa
merupakan
pengingkaran terhadap asas
pelanggaran,
pengabaian
dan
tanggung jawab negara dalam
penyelenggaraaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ;
g. Bahwa pelanggaran, pengabaian dan pengingkaran terhadap asas tanggung jawab negara merupakan pengabaian dan pelanggaran terhadap kewajiban pokok
pemerintah (in casu Tergugat) dalam
bidang Hak Asasi warga negara yaitu untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect), dan memenuhi (to fulfill) hak asasi warga negara, dalam hal ini adalah hak hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ; Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, menyatakan : ”….Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan
sehat
serta
berhak
mendapat
pelayanan
kesehatan…”
19
Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan: ”….Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat….”
2. KTUN Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Kelestarian dan Keberlanjutan a. Bahwa Tergugat dalam poin 10 halaman 23 menyatakan bahwa Tergugat telah memenuhi Asas Kelestarian dan Keberlanjutan dengan jalan mensyaratkan dilakukan Analisa mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan hasil AMDAL sebagaimana dimuat dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP41/MNELH/10/1996
Tentang
Persetujuan
Analisis
Dampak
Lingkungan dan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL-RKL) Pertambangan Tembaga-Emas di Batu Hijau dan Fasilitas Penunjang PT. Newmont Nusa Tenggara Proyek Batu Hijau, serta melakukan evaluasai serta mempertimbangkan kajian-kajian dari pakar sebelum menerbitkan Objek Sengketa ;
b. Bahwa dalil Tergugat tersebut harus ditolak dan atau tidak dapat diterima, sebab FAKTANYA aktivitas pembungan tailing (limbah tambang) di Teluk Senunu telah menimbulkan dampak negatif yaitu menimbulkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sehingga
masyarakat
di
Teluk
Senunu
mengalami
kerugian
sebagaimana disebutkan Kuisioner Identifikasi Kondisi Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2011 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat (2011);
c. Bahwa
berdasarkan
Kuisioner
Identifikasi
Kondisi
Perikanan
Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2011 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat (2011) disimpulkan bahwa terjadi penurunan produksi penangkapan ikan dari 20
tahun 2005-2010 di wilayah desa pesisir Kabupaten Sumbawa Barat. Turunnya tangkapan ikan oleh nelayan adalah karena telah terjadi penurunan kualitas laut dan kerusakan lingkungan hidup di Teluk Senunu yang berakibat menurunnya daya dukung lingkungan terhadap peri kehidupan manusia dan mahluk hidup lain;
d. Bahwa dampak negatif yang dalilkan Para Penggugat tersebut bukanlah asumsi khususnya penurunan tangkapan ikan akibat kualitas lingkungan sebagaimana didalilkan Tergugat dalam poin 12 halaman 23;
e. Bahwa oleh karena itu dalil Tergugat dalam poin 13 dan 14 halaman 24 dipertanyakan kebenarannya dan seharusnya diabaikan oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini karena fakta menunjukkan lain;
f. Bahwa dengan demikian keberadaan AMDAL dan RPL-RKL sebagai syarat penerbitan objek sengketa sebagamana disebut Tergugat dalam bagain 2 poin 11 halaman 23 dipertanyakan dan perlu diuji kebenarannya ;
g. Bahwa oleh karena itu Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo seharusnya menyatakan bahwa Tergugat telah melanggar pasal 2 huruf b UUPPLH, pasal 28H ayat (1) jo. Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ;
3. KTUN Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Kehati-Hatian
a. TERGUGAT menyatakan karena kondisi geografis pulau Sumbawa yang kecil, rawan gempa, maka pilihan dumping batuan sisa dari kegiatan produksi tambang ke dasar laut justru lebih sedikit resikonya ketimbang pembuangan batuan sisa dari kegiatan produksi tambang di 21
darat yang membutuhkan Dam buatan yang sangat tinggi dan beresiko bendungan dapat runtuh dan meluap (Over Toped) pada saat gempa bumi, serta keharusan merelokasi penduduk;. b. Bahwa Jawaban dalil tergugat ini keliru dan menyesatkan semua yang membaca Jawaban Tergugat. c. Bahwa aturan hukum yang mengatur tentang pengkategorian sebuah pulau kecil atau pulau yang tidak kecil sudah secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang ini menyebutkan : Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. d. Bahwa luas keseluruhan Pulau Sumbawa, yang menjadi lokasi kegiatan usaha tambang TERGUGAT II INTERVENSI, adalah seluas 15.414,45 km2 (lima belas ribu empat ratus empatbelas koma empuluh lima kilometer persegi).1 e. Bahwa dengan demikian, dalil tergugat yang menyatakan bahwa Pulau Sumbawa sebagai pulau kecil sehingga dilakukan pembuangan limbah tailing tambang ke laut adalah keliru dan menyesatkan. f. Bahwa dalil Tergugat selanjutnya yang menyatakan bahwa Pulau Sumbawa merupakan daerah yang rentan terhadap gempa bumi sehingga dipilih pembuangan limbah tailing ke laut adalah tidak tepat. Karena jajaran pulau Indonesia dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Sulawesi berada pada kawasan cincin api, pertemuan lempeng tektonik. Sehingga semua kawasan tersebut rentan gempa. Namun hal tersebut tidak menjadi dasar bagi pelaku kegiatan usaha pertambangan di tempat lain melakukan pembuangan limbah tailing ke laut.
1
http://www.ntbprov.go.id/tentang_sosekbud.php 22
g. Bahwa Sebaran wilayah rawan gempa dapat dilihat dari gambar dibawah ini,
Sumber: http://infografis.kompas.com/read/2011/09/20/170633/Ekspedisi.Cincin.Api.Kompas i. Bahwa daerah rentan gempa, juga terdapat diluar kawasan Indonesia namun seperti Selandia Baru, Jepang, Kanada, serta Amerika Serikat sebagaimana tampak didalam gambar dibawah ini. Namun di negara tersebut, tidak ada satupun bentuk kegiatan pembuangan limbah tailing tambang ke laut;
23
Sumber: http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/fire.html j. Bahwa Baku Mutu Parameter Kimia Tailing dalam Diktum Keempat Obyek Sengketa untuk beberapa jenis logam berat yang telah diteliti di laut nusantara masih lebih tinggi dibanding kadar yang terdapat secara alamiah di lautan Indonesia. Seperti, konsentrasi Arsen (As) ditetapkan dalam Obyek Sengketa sebesar 0,1 mg/L. Lebih tinggi dibanding kadar Arsen alamiah di laut kepulauan Indonesia, yakni 0.418 µg/L untuk As(V) atau sama dengan 0.000418 mg/L, atau lebih rendah 239 kali dibanding yang ditetapkan dalam Obyek Sengketa, dan 0,175 µg/L untuk As(III), atau sama dengan 0.000175 mg/L atau lebih rendah 571 kali dibanding yang ditetapkan dalam Obyek Sengketa. 2 2
Santosa, Wada dan Tanaka dalam Henke, Kevin R, Arsenic : Environmental Chemistry, Health Threats, and Waste Treatment, John Wiley & Sons Ltd, 2009, hal 118 24
k. Bahwa TERGUGAT mendalilkan pembuangan tailing pada kedalaman 125 meter di bawah, dimana tidak ada kehidupan phytoplankton di kedalaman ini adalah keliru dan menyesatkan. l. Bahwa Dalam buku Marine Science: An Ilustrated Guide to Science pada Bab tentang Major Subdivisions of The Marine Environment, ditampilkan bahwa mahluk hidup masih terdapat pada kedalaman lebih dari 125 meter, bahkan mahluk hidup laut masih terdapat hingga kedalaman 10.000 meter.
Sbr: Gordon Lee, Jasmie Stokes, ed, Marine Science: An Illustrated Guide to Science, Chelsea House, 2009, New York, hal 119
25
m. Bahwa Zona Mesopelagic, yang memiliki kedalaman antara 200 hingga 1000 meter dibawah permukaan laut, masih terdapat mahluk hidup laut, sebagaimana tampak dalam gambar dibawah ini.
Sbr: Gordon Lee, Jasmie Stokes, ed, Marine Science: An Illustrated Guide to Science, Chelsea House, 2009, New York, hal 121
Dengan demikian TERGUGAT dalam mengeluarkan Obyek Sengketa tidak memenuhi Asas Kehati-hatian.
n. Bahwa jawaban TERGUGAT menyatakan dumping tailing ke laut diperbolehkan hanya jika memperoleh ijin dari Menteri (vide Pasal 61 26
UUPPLH jo Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian dan/atau Pengrusakan Laut ) adalah keliru dan menyesatkan. Pasal 61 ayat (1) UUPPLH menyatakan:
Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan
dengan
izin
dari
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
o. Sementara itu Pasal 124 UU PPLH menyatakan:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
1997
tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
p. Terkait dengan Pasal 124 UU PPLH tersebut, Pasal 126 UU PPLH pada pokoknya mewajibkan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pelaksana paling lama 1 (satu) tahun setelah UU PPLH diberlakukan. Akan tetapi sampai detik ini Pemerintah sama sekali belum mengeluarkan peraturan pelaksana terbaru yang mengatur tentang dumping ke dasar laut yang terbaru yang sesuai kepada UU PPLH. Peraturan pelaksana dalam PP No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut yang mengatur dumping ke laut masih mengacu kepada UU 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah diganti. Padahal PP No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut bertentangan dengan UU PPLH. 27
q. Bahwa dengan demikian dalil tergugat adalah keliru dan menyesatkan.
r. Bahwa Penggugat dengan tegas menolak dalil Tergugat bahwa pembuangan tailing ke darat memiliki potensi dampak lingkungan lebih besar dibandingkan dengan pembuangan ke dasar laut. Hal ini ditegaskan Tergugat dalam poin 20 halaman 26-27 yang menyatakan bahwa di dalam dokumen KA-ANDAL, telah dipertimbangkan dua alternatif untuk penempatan batuan sisa dari kegiatan produksi tambang di Pulau Sumbawa. Alternatif yang dikaji adalah: 1. Penempatan di darat, yang mengharuskan dibangunnya 2 (dua) waduk penampungan tailing seluas 1900 ha, dan 2. Penempatan di dasar laut di Ngarai Senunu, sebelah selatan PulauSumbawa Kedua alternatif tersebut dikaji dalam AMDAL dan menunjukkan bahwa penempatan batuan sisa dari kegiatan produksi tambang di darat memiliki potensi dampak lingkungan lebih besar karena: 1. Letak pulau Sumbawa di zona resiko gempa bumi. 2. Adaya resiko bendungan pecah sementara curah hujan relative tinggi.
s. Bahwa Studi Analisis Dampak Terpadu Kegiatan Pertambangan Emas di Batu Hijau oleh Tergugat II Intervensi tidak pernah mengukur nilai atau biaya yang timbul dari hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan tangkapan ikan oleh nelayan, dan resiko kesehatan masyarakat. Andal Tergugat II Intervensi hanya menghitung biaya konstruksi fasilitas pembuangan tailing;
t. Bahwa oleh karena itu majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo sudah seharusnya menolak dan atau tidak menerima dalil Tergugat ;
28
4. KTUN Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Keanekaragaman Hayati a. Bahwa Teluk Senunu adalah wilayah perairan laut yang masuk ke dalam kawasan Kawasan Segitiga
Coral Triangle (Segitiga Terumbu Karang). Terumbu Karang ini kawasan terkaya akan
kehidupan laut diantara semua laut di Planet Bumi. Kawasan ini juga disebut sebagai “Amazon of the Seas (Kawasan Amazon di Laut)”, sebagai pusat kehidupan laut yang melimpah akan beragam jenis mahluk hidup. Di kawasan ini ditemukan lebih dari 75 % spesies terumbu karang yang telah dikenal di bumi, terdiri dari sekitar 600 spesies koral. Di dalam kawasan Segita Terumbu Karang terdapat 3000 jenis spesies ikan ;
b. Bahwa pembuangan tailing tambang ke Teluk Senunu akan merusak terumbu
karang,
menurunkan
jumlah
ikan,
dan
menurunkan
pendapatan nelayan yang tinggal di sekitar Teluk Senunu ;
c. Bahwa oleh karena itu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup yang memberikan izin pembuangan tailing di Teluk Senunu bertentangan dengan program penyelamatan terumbu karang di Teluk Senunu yang merupakan bagian dari kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle);
d. Bahwa oleh karena itu KTUN Objek Sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat, adalah bertentangan dengan asas keanekaragaman hayati;
5. KTUN Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Partisipatif a. Bahwa proses penerbitan KTUN Objek Sengketa melanggar asas partisipatif sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf k UU No. 32 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa : ….” Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap anggota masyarakat 29
didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung ….” ;
b. Bahwa pelanggaran terhadap asas partispatif ini adalah karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses penerbitan KTUN Objek Sengketa,
dengan
perkataan
lain
aspirasi
masyarakat
tidak
dipertimbangkan dalam proses penerbitan KTUN Objek Sengketa ;
c. Bahwa pengabaian Tergugat terhadap peran serta masyarakat dalam proses penerbitan KTUN Objek Sengketa diakui sendiri oleh Tergugat, yaitu dalam Surat Balasan terhadap somasi yang dikirimkan Penggugat I, Tergugat mengakui bahwa pihaknya tidak melakukan pengumuman atas proses penerbitan KTUN Obyek Sengketa. Tergugat menjawab bahwa hal tersebut dianggap tidak wajib (imperatif) karena masih mengacu pada dokumen kelayakan lingkungan yang lama (Kep.MenLH No.41/MENLH/10/1996) ;
d. Bahwa dengan demikian dalil Tergugat dalam poin 41 halaman 32 yang menyatakan bahwa Tergugat telah memberikan informasi melalui website Kementerian Lingkungan Hidup terkait dengan proses penerbitan Objek Sengketa hanyalah kamuflase dan alat pembenar Tergugat. Dan seandainyapun hal tersebut benar sebenarnya tidak cukup hal tersebut disampaikan melalui website Kementerian Lingkungan Hidup RI, sebab tidak semua masyarakat memmpunyai akses terhadap website Kementerian Lingkungan Hidup ;
e. Bahwa Tergugat seharusnya mendorong setiap anggota masyarakat agar berperan aktif dalam proses penerbitan KTUN Obyek Sengketa, tidak cukup hanya disampaikan melalui website Kementerian Lingkungan Hidup RI, melainkan harus ada jaminan terhadap akses 30
informasi, akses partisipasi dan akses untuk keadilan bagi setiap anggota masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan atau proses penerbitan obyek sengketa (vide : pasal 65 ayat (2) UU PPLH).
f. Bahwa dengan demikian dalil Tergugat yang menyatakan bahwa Tergugat mempertimbangkan aspirasi masyarakat tidak terbukti sebagaimana disebutkan dalam poin 44 halaman 33;
g. Bahwa dalam realitasnya Tergugat mengabaikan pendapat Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat berupa keberatan atas penerbitan KTUN Objek Sengketa seperti surat yang diajukan Bupati Sumbawa Barat kepada Tergugat yang diajukan sebelum terbitnya KTUN Objek Sengketa. Surat tersebut bernomor: 660/ 114 /BLH-KSB/IV/2011, tertanggal
Taliwang,
27
April
2011.
Hal:
Pemberhentian
Penempatan Tailing di Perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat. Surat Bupati Sumbawa Barat juga diajukan kepada Tergugat II Intervensi, Nomor:
660/ 114 /BLH-KSB/IV/2011,
tertanggal
2011.
Taliwang,
27
April
Hal:
Pemberhentian
Penempatan Tailing di Perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat. Surat a quo ditembuskan ke Tergugat II. Dalam surat tersebut, Bupati Sumbawa Barat menyatakan bahwa terkait penempatan dan pembuangan limbah tailing PT. Newmont Nusa Tenggara di perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Adanya aspirasi masyarakat Sumbawa Barat dan berbagai elemen
pemerhati
lingkungan
lainnya
yang
menolak
penempatan tailing PT. NNT di perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat ;
31
2. Bahwa penempatan tailing di perairan Teluk Senunu Kabupaten Sumbawa Barat sangat merugikan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat ;
h. Bahwa akan tetapi dalam realitasnya surat yang diajukan Bupati Kabupaten Sumbawa Barat baik kepada Tergugat dan Tergugat II Intervensi tidak direspon bahkan diabaikan oleh Tergugat ;
i. Bahwa dengan demikian terbukti bahwa Tergugat tidak melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat dalam proses penerbitan KTUN Objek Sengketa ;
j. Bahwa oleh karena itu itu majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo seharusnya menyatakan bahwa KTUN Objek Sengketa melanggar asas partispatif sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf k jo pasal 65 ayat 2 UU PPLH ;
6. KTUN Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas-Asas Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik. a. Bahwa
asas-asas
Tata
Kelola
Pemerintahan
Yang
Baik
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 2 huruf m menyatakan: Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan ;
b. Bahwa asas-asas ini sama dengan yang selama ini dikenal dalam hukum tata usaha negara sebagai asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB), yang secara khusus diuraikan Para Penggugat dalam penjelasan selanjutnya untuk menjawab jawaban Tergugat ; 32
7. KTUN Objek Sengketa Bertentangan dengan Asas Otonomi Daaerah a. Bahwa sebagaimana disebutkan dalam Gugatan Para Penggugat bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam mengurus dan mengatur mengenai pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di daerahnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 14 Jo. Pasal 21 jo Pasal 22 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 21, khususnya huruf a yang menyatakan bahwa : ….”dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya…”;
Pasal 22, khususnya pada huruf k yang menyatakan bahwa: ….”dalam
menyelenggarakan
otonomi
daerah,
daerah
mempunyai kewajiban melestarikan lingkungan hidup ….” ; Pasal 14 huruf j disebutkan bahwa: …..”Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/ kota meliputi diantaranya pengendalian lingkungan hidup ….” ;
b. Bahwa
jika
melihat
ketentuan
Undang-Undang
sebagaimana
disebutkan di atas, pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Kabupaten Sumbawa Barat mempunyai kewenangan dalam proses penerbitan KTUN Objek Sengketa, sebab pemberian izin dumping tailing bukan sepenuhnya kewenangan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI karena berskala daerah/ lokal, sebab lokasi operasi kegiatan tambang PT. Newmont Nusa Tenggara berada di Kecamatan Jereweh dan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, serta pembuangan tailing di lakukan ke laut sejauh 3,4 kilometer dari pantai, atau sama dengan 2,11 mil ;
33
c. Bahwa kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian izin tailing diatur dalam pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang menyebutkan bahwa ”Dumping sebagaimana disebutkan pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, Gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya” ;
d. Bahwa AKAN TETAPI, Tergugat mengabaikan bahwa adanya kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat dalam penerbitan KTUN Objek Sengketa ;
e. Bahwa oleh karena itu Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo seharusnya menolak dan atau tidak menerima dalil Tergugat dalam poin 58 halaman 36 yang menyatakan bahwa Tergugat tidak melanggar asas Otonomi Daerah ;
Bahwa dari argumentasi dan dalil yang telah diuraikan oleh Para Penggugat dapat disimpulkan bahwa KTUN Objek Sengketa bertentangan dengan Asas-Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UUPPLH yaitu:asas tanggung jawab negara (huruf a), asas kelestarian dan keberlanjutan (huruf b), asas kehati-hatian (huruf f), keanekaragaman hayati (huruf i), asas partisipatif (huruf k), ; asas tata kelola pemerintahan yang baik (huruf m); dan asas otonomi daerah (huruf n).
B. Objek
Sengketa
Tidak
Bertentangan
Dengan
Asas-Asas
Umum
Pemerintahan Yang Baik 1. Bahwa KTUN Obyek Sengketa bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU PTUN dan Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 ;
34
2. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 3 angka (3) UU No. 28 Tahun 1999, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Asas Kepentingan Umum” adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif. Berdasarkan pengertian tersebut unsur-unsur dari Asas Kepentingan Umum diantaranya adalah aspiratif, akomodatif dan selektif, sedangkan Tergugat dalam proses penerbitan Obyek Gugatan sama sekali tidak menghiraukan aspirasi dari Pemerintah Daerah Sumbawa Barat dan Masyarakat Sekitar, sehingga hal itu dengan sangat jelas telah bertentangan dengan Asas Kepentingan Umum ;
3. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 3 angka (5) UU No. 28 Tahun 1999, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Asas Proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara. Terkait dengan penjelasan tersebut di dalam Pasal 126 UU PPLH pada pokoknya menyatakan bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan peraturan pelaksana paling lama 1 (satu) tahun setelah UU PPLH diberlakukan, akan tetapi sampai detik ini Pemerintah sama sekali belum mengeluarkan peraturan pelaksana tentang dumping ke laut yang baru yang mengacu kepada UU PPLH. Peraturan pelaksana (PP No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut) yang mengatur dumping ke laut masih mengacu kepada UU 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Padahal PP No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut bertentangan dengan UU PPLH. Sehingga dengan mengacu pada ketentuan dan fakta tersebut tindakan Tergugat yang mengeluarkan KTUN Obyek Gugatan telah dengan sangat jelas bertentangan Asas Proporsionalitas, karena Tergugat
tidak menjalankan
kewajibannya sebagaimana telah diamanatkan oleh UU PPLH dan lebih mengutamakan hak nya yaitu mengeluarkan KTUN Obyek Gugatan;
4. Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas maka Para Penggugat menolak dengan tegas dalil Tergugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa KTUN 35
Obyek Sengketa tidak bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Sehingga mohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk menyatakan batal dan tidak sah KTUN Obyek Sengketa.
III.
DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN a. Bahwa Para penggugat dengan tegas menolak dalil Tergugat dalam poin 1 halaman 41 yang menyatakan bahwa alasan permohonan penundaan dan/atau menunda berlakunya (schorsing) Objek Sengketa tidak relevan dan hanya berdasarkan asumsi, tidak didukung uraian fakta dan kajian ilmiah, serta tidak memenuhi unsur sangat mendesak dan kerugian sebagaimana dipersyaratkan Pasal 67 ayat (4) UU PTUN ;
b. Bahwa Para Penggugat beranggapan bahwa penundaan pelaksanaan KTUN Objek Sengketa sangat perlu karena keadaan yang sangat mendesak, sebab dalam realitasnya aktivitas pembuangan tailing ke teluk Senunu mengakibatkan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan kepentingan Para Penggugat sebagai organisasi lingkungan hidup;
c. Bahwa hal ini dapat dibuktikan dari Pembuangan limbah sebanyak 120.000 ton per hari ke Teluk Senunu telah menyebabkan penurunan kualitas laut, dibuktikan dengan pengakuan warga nelayan setempat tentang penurunan tangkapan ikan yang mereka alami dan dari hasil survey yang dilakukan oleh DPRD Sumbawa Barat
tentang penurunan
tangkapan
ikan
masyarakat.
Agar
kerusakan
lingkungan laut ini tidak makin parah dengan pembuangan limbah tambang yang jumlah beratnya 22 kali lipat sampah harian kota Jakarta, maka kami minta majelis hakim untuk menunda/menangguhkan pelaksanaan OBYEK SENGKETA a quo sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ;
d. Bahwa pembuangan limbah tambang sebanyak 120.000 ton per hari ke laut pasti menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan ekosistem laut. Nelayan yang 36
berada di pantai sekitar tambang yang dikelola oleh Tergugat II Intervensi mengeluhkan penurunan jumlah tangkapan ikan. Kuisoner Indentifikasi Kondisi Perairan Laut Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2011 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat menunjukkan 63 orang nelayan mengakui penurunan jumlah tangkapan ikan pada rentang waktu 2005-2010;
e. Bahwa dalam kesimpulan Kuesioner Indentifikasi Kondisi Perairan Laut Kabupaten Sumbawa, yang dilakukan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternanakan Kabupaten Sumbawa Barat menyatakan: 1. Produksi penangkapan ikan nelayan dari Tahun 2005-2010 di Wilayah Desa pesisir Kabupaten Sumbawa Barat mengalami penurunan dari tahun ke tahun. 2. Jenis ikan yang tertangkap terdiri dari ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan jenis lainnya, tetap dalam jumlah yang sedikit. 3. Jenis ikan yang dominan tertangkap sebelum tahun 2005 adalah jenis ikan teri, tembang dan cumi-cumi tetapi sekarang kondisinya sudah sangat berkurang. 4. Jenis ikan yang dominan tertangkap dari tahun 2005-2010 adalah jenis ikan Lemuru dan ikan dasar lainnya tetapi jumlahnya sangat berkurang. 5. Biota lain yang tertanggkap sebelum Tahun 2005-2010 adalah cumicumi, udang, dan kerang-kerangan. 6. Biota lain yang tertangkap Tahun 2005-2010 adalah sudah sangat berkurang didapat (hampir musnah). 7. Produksi pembudidayaan di periaran laut tahun 2005-2010 mengalami penurunan dari tahun ke tahun. 8. Kondisi pembudidayaan di perairan laut kurang cocok karena kondisi perairan sudah menglami perubahan yang semakin memburuk. 9. Semua jenis komoditi tidak cocok untuk dibudidayakan karena kondisi perairan semakin memburuk.
37
10. Kondisi/
perkembangan
pembudidayaan
komoditi
perikanan
di
Kabupaten Sumbawa Barat semakin menurun kuantitas dan kualitas produksinya. f. Bahwa dari uraian di atas sudah selayaknya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menerima dan mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan KTUN Objek Sengketa ;
DALAM TUNTUTAN Bahwa berdasarkan hal-hal di atas, Para Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk berkenan kiranya memberikan putusan sebagai berikut:
Dalam Putusan Sela : Menetapkan bahwa Keputusan a quo yang dikeluarkan TERGUGAT ditangguhkan/ ditunda pelaksanaannya sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam Pokok Perkara: 1. Menerima dan mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya; 2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 92 Tahun 2011 tentang Izin Dumping Tailing di Dasar Laut PT. Newmont Nusa Tenggara Proyek Batu Hijau (PT. NNT); 3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 92 Tahun 2011 tentang Izin Dumping Tailing di Dasar Laut PT. Newmont Nusa Tenggara Proyek Batu Hijau (PT. NNT); 4. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (et aequo et bono).
38