LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL POLIMER/KOMPOSIT (2016)
1
Fajar Adi Prasetya, Muhammad Bahtiyar Firdaus, Paulindra M. Pangaribuan, Qory Maghfiroh, Ferdiansyah Iqbal Rafandi, Standley Meylan Laia, Ilham Ramadhan Putra, Muthia Egi Rahmasitta dan Fabian Danandjaya Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
PROSES MANUFAKTUR MATERIAL
KOMPOSIT (Fiber Reinforced Composite)
Abstrak— Dunia teknik merupakan salah satu bidang yang menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Terobosan – terobosan baru senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil yang dapat bermanfaat bagi umat manusia. Penggunaan material yang diaplikasikan sebagai komponen pada suatu struktur menuntut adanya peningkatan sifat mekanis yang tinggi. Para rekayasawan pun selalu melakukan berbagai kajian riset untuk merekayasa material baru yang memiliki sifat mekanis lebih baik, seperti komposit. Komposit berpenguat serat merupakan jenis komposit yang paling banyak dikembangkan. Pada praktikum ini komposit serat EGlass/Polyester telah difabrikasi. Variabel yang digunakan dalam praktikum ini adalah panjang serat dan fraksi volume fiber dengan arah orientasi fiber semuanya pada bidang vertikal. Metode yang digunakan dalam pembuatan komposit ini menggunakan metode handlayup dengan ukuran spesimen sesuai standard ASTM D638 type 1. Dari hasil pengujian tarik didapatkan bahwa spesimen dengan fraksi volume fiber 6 % dan panjang serat 5 cm, kekuatan tariknya adalah 68.25 MPa dan regangan sebesar 9.33 %. Setelah dibandingkan dengan variabel lain didapatkan kesimbulan bahwa semakin tinggi fraksi volume fiber pada komposit dan semakin panjang fiber yang digunakan, maka akan meningkatkan sifat mekanik dari komposit. Kata Kunci— Komposit serat, E-Glass, Unsaturated Polyester, Sifat Mekanik.
I PENDAHULUAN Komposit dari bahan serat (fibrous composite) terus diteliti dan dikembangkan guna menjadi bahan alternatif pengganti bahan logam, hal ini disebabkan sifat dari bahan komposit serat yang kuat dan mempunyai massa yang lebih ringan dibandingkan dengan logam. Dalam penelitian ini, susunan komposit serat terdiri dari serat dan matriks sebagai bahan pengikatnya. Adapun pengertian dari komposit merupakan perpaduan dari dua material atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda menjadi suatu material yang baru dan memiliki propertis lebih baik dari keduanya. Bahan komposit telah dipergunakan dalam industri pesawat terbang, otomotif, maupun untuk perabot rumah tangga. Penggunaan komposit diberbagai bidang tidak terlepas dari sifat-sifat unggul yang memiliki komposit ringan, kuat, kaku, serta tahan terhadap korosi[1]. Salah satu bagian dari komposit adalah filler. Pada praktikum ini filler yang digunakan adalah fiber/serat. Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat
yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum[2] . Syarat dari fiber yang digunakan adalah mempunyai diameter yang lebih kecil dari diameter bulknya (matriksnya) namun harus lebih kuat dari bulknya, serta harus mempunyai tensile strength yang tinggi II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Komposit Komposit didefinisikan sebagai suatu material yang terdiri dari dua komponen atau lebih yang memiliki sifat atau struktur yang berbeda yang dicampur secara fisik menjadi satu membentuk ikatan mekanik yang dengan struktur homogen secara makroskopik dan heterogen secara mikroskopik[3] . Material campuran tersebut akan menghasilkan material yang baru yang memiliki sifat unggul dari material pembentuknya Komposit adalah material yang terdiri dari beberapa komponen berbeda yang menunjukkan proporsi dari sifat kedua komponen sehingga kombinasi tersebut dapat menghasilkan sifat yang lebih baik dari pembentuknya. Komposit terdiri dari matriks yang bersifat kontinyu dan mengelilingi komponen lain, sedangkan yang lainnya adalah komponen yang tersebar atau filler. Kebanyakan material komposit dibuat untuk meningkatkan karakteristik mekaniknya dan fisik, seperti kekakuan, ketangguhan, ambient, kekuatan pada temperature tinggi, insulasi listrik, ketahanan fatik, ketahanan korosi, berat, ketahanan gesek, tampilan, konduktivitas thermal, dan sebagainya. Sifat dari komposit merupakan fungsi dari sifat komponen pembentuknya, jumlahnya, dan geometri dari filler. Adapun klasifikasi berdasarkan filler dari komposit adalah sebagai berikut[4] : a
Filler partikel merupakan komposit yang mengandung bahan penguat berbentuk partikel atau serbuk. Partikel sebagai bahan penguat sangat menentukan sifat mekanik dari komposit karena meneruskan beban yang didistribusikan oleh matrik. Ukuran, bentuk, dan material partikel adalah faktorfaktor yang mempengaruhi sifat mekanik dari komposit partikel. [Andri Sulian, 2008]. Perbedaan mendasar antara large-particle dengan dispersionstrengthened adalah berdasarkan pada mekanisme
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL POLIMER/KOMPOSIT (2016)
b
c
penguatan. Untuk large-particle digunakan untuk mengindikasikan ineraksi antara partikel dan matriks tidak dapat dilakukan pada level atomic atau molekular, sehingga mekanisme penguatan sangat tergantung pada ikatan antara matriks dan partikel. Sedangkan untuk komposit dispersionstrengthened, partikel lebih dan 100 nm). Interaksi partikel dan matriks yang menyebabkan mekanisme penguatan berlangsung pada level atomik atau molekular. Mekanisme penguatan mirip seperti precipitation hardening. Filler fiber adalah jenis komposit dimana reinforcement atau penguat yang digunakan dalam bentuk serat atau fiber. Serat kontinyu tergantung tergantung kepada perilaku tegangan regangan pada dari fase matriks dan fiber, fraksi volume dari matriks dan fiber, serta arah pembebanan sehingga bersifat anisotropik. Serat diskontinyu dan teratur memiliki nilai penguatan yang lebih rendah dari pada serat kontinu dan teratur tetapi paling banyak diaplikasikan. Serat diskontinyu dan tidak teratur memiliki keuntungan dalam hal distribusi kekuatan, karena bersifat isotropik sehingga nilai kekuatannya tidak bergantung pada arah pengukuran, ke arah manapun sama saja. Nilai kekuatan tariknya selalu lebih rendah daripada yang tersusun teratur. Filler struktural dibentuk oleh reinforce- reinforce yang memiliki bentuk lembaran-lembaran. Berdasarkan struktur, komposit dapat dibagi menjadi dua yaitu struktur laminate dan struktur sandwich. Struktur laminate merupakan gabungan dari dua atau lebih lamina (satu lembar komposit dengan arah serat tertentu) yang membentuk elemen struktur secara integral pada komposit. Proses pembentukan lamina ini menjadi laminate dinamakan proses laminai. Struktur sandwich merupakan komposit yang tersusun dari 3 lapisan yang terdiri dari flat composite (metal sheet)/ face sheet sebagai kulit permukaan (skin) yang kaku serta material inti (core) di bagian tengahnya (berada di antaranya) yang tebal.
Selain itu, ada beberapa klasifikasi lain berdasarkan proses pembentuknya. Dibagi menjadi 2 yaitu alami dan sintetik. Komposit alami merupakan komposit yang sudah secara langsung terbentuk secara alami, tanpa campur tangan manusia, contoh: otot, tulang. Sedangkan komposit sintetik adalah komposit yang dibuat oleh manusia dengan menggabungkan dua atau lebih material yang berbeda, contoh: concrete, carbon fiber. II.2 Matriks Matriks merupakan fasa yang memberikan bentuk pada struktur komposit dengan cara mengikat penguat atau serat bersama-sama. Matriks merupakan kontituen penyusun komposit yang berperan sebagai pengikat atau penyangga yang menjaga kedudukan antar fasa penguat[5] . Karakteristik yang harus dimiliki matriks umunya adalah ulet, kekuatan dan rigiditas rendah apabila dibandingkan penguat. Matriks harus mampu membeku pada temperatur dan tekanan yang wajar[6]. Bahan matriks yang umum digunakan pada komposit adalah matriks logam, matriks polimer, dan matriks keramik.
2
II.2.1 Polymer Matrix Composites (PMC) Komposit matriks logam (Metal Matrix Composite) merupakan komposit dengan matriks berupa logam, seperti contoh aluminium, magnesium, dan titanium. Logam digunakan untuk meningkatkan atau menurunkan sifat untuk kebutuhan desain. Contohnya, kekakuan dan kekuatan logam dapat meningkat dan koefisien termal yang tinggi dan konduktivitas listrik dan panas dapat berkurang, dengan penambahan serat tertentu, misalnya silikon karbida. Kelebihan komposit matriks logam adalah memiliki spesifik kekuatan dan modulus yang lebih tinggi dengan menguatkan logam yang densitasnya rendah dan koefisien muai panas yang rendah. Apabila dibandingkan dengan Komposit matriks polimer, kelebihannya adalah sifat elastis yang lebih tinggi, temperatur kerja yang lebih tinggi, tidak sesnsitif pada uap, konduktivitas listrik dan termal yang lebih tinggi, ketahanan gesekan, lelah, dan cacat yang lebih baik. (Sulistijono, 2012). Polimer matriks komposit terdiri atas resin sebagai matriks dan fiber atau particulate sebagai filler nya. Keunggulan PMC : 1 Biaya pembuatan lebih rendah 2 Dapat dibuat dengan produksi massal 3 Ketangguhan baik Kekurangan dari PMC adalah ketahanannya terhadap temperatur, karena polimer akan mudah terdegradasi dengan adanya kenaikan temperatur. Contoh PMC: Glass-Fiber Reinforced Polymer Composite, Aramid Refinforced Composite, Carbonfiber Reinforced Polymer Composite. II.3 Reinforcement Salah satu bagian utama dari komposit adalah reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Komposit dengan ukuran dan bentuk penguat homogen akan memiliki sifat yang berbeda dengan komposit yang memiliki penguat dengan ukuran, bentuk dan distribusi yang beragam meskipun dibentuk dar bahan dan fraksi volume yang sama. Komposit dengan penguat yang homogen baik bentuk, kuran dan distribusinya akan memberikan sifat isotripic, sebaliknya bila penguatnya beragam baik bentuk, susunan, arah orientasi dan ukurannya seperti komposit berpenguat serat (fiber) yang arah orientasinya diatur, maka akan memberikan sifat anisotropic pada komposit. Mekanisme penguatan komposit tergantung sekali pada geometri penguatnya, sehingga dalam mengklasifikasikan material komposit juga berbasis pada geometri penguatnya. Geometri material penguat dibedakan atas partikel dan serat (fiber). Komposit yang memiliki penguat jenis partikel disebut Komposit berpenguat partikel (Particulate Composite). Komposit yang memiliki penguat serat disebut Komposit berpenguat serat (fiber komposit). Sedang penggabungan dari lapisan/lamina yang terbuat dari komposit partikel dengan komposit serat atay kombinasi keduanya disebut Komposit Laminat[7].
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL POLIMER/KOMPOSIT (2016) Adanya dua penyusun komposit atau lebih menimbulkan beberapa daerah dan istilah penyebutannya; Matrik (penyusun dengan fraksi volume terbesar), Penguat (Penahan beban utama), Interphase (pelekat antar dua penyusun), interface (permukaan phase yang berbatasan dengan phase lain)[6] Secara strukturmikro material komposit tidak merubah material pembentuknya (dalam orde kristalin) tetapi secara keseluruhan material komposit berbeda dengan material pembentuknya karena terjadi ikatan antar permukaan antara matriks dan filler. Syarat terbentuknya komposit: adanya ikatan permukaan antara matriks dan filler. Ikatan antar permukaan ini terjadi karena adanya gaya adhesi dan kohesi[8]. Dalam material komposit gaya adhesi-kohesi terjadi melalui 3 cara utama: 1 Interlocking antar permukaan → ikatan yang terjadi karena kekasaran bentuk permukaan partikel. 2 Gaya elektrostatis → ikatan yang terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara atom yang bermuatan (ion). 3 Gaya vanderwalls → ikatan yang terjadi karena adanya pengutupan antar partikel. Kualitas ikatan antara matriks dan filler dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain: 1 Ukuran partikel 2 Rapat jenis bahan yang digunakan 3 Fraksi volume material 4 Komposisi material 5 Bentuk partikel 6 Kecepatan dan waktu pencampuran 7 Penekanan (kompaksi) 8 Pemanasan (sintering) II.4 Unsaturated Polyester Menurut Austin (1984), keunggulan polyester sebagai salah satu bahan plastik antara lain ketangguhan, ketahanan terhadap air dan korosi, kemudahan untuk difabrikasi, jumlah warna yang banyak, harga yang relatif murah. Unsaturated Polyester sendiri merupakan resin termasuk kelompok thermoset polymers dan biasanya digunakan secara umum dalam bidang otomotif, kelautan, kimia dan kelistrikan. Unsaturated Polyester banyak digunakan dalam produk-produk komposit karena biaya relatif rendah, mempunyai sifat-sifat mekanik yang baik, mempunyai daya tahan terhadap lingkungan yang baik dan mempunyai viskositas rendah pada temperatur ruang. Resin Polyester digunakan dalam keadaan basah “wet resin” dan dapat dibuat untuk keperluan komposit dalam berbagai bentuk, berupa hand lay-up, spray lay-up, resin transfer moulding dan resin infusion. (Hartomo,1992) Polyester dikenal karena daya adhesinya yang sangat baik, daya tahan panas yang cukup tinggi, serta mempunyai sifat mekanik dan sifat isolasi listrik yang baik. Polyester telah dipergunakan secara umum oleh masyarakat pada bidang otomotif dan industri. Harga polyester yang relatif murah dengan daya adhesi yang baik menjadi alasan bagi masyarakat untuk menggunakannya sebagaipenguat serat (fiber reinforcement) pada fiberglass atau sebagai bagian dari komposit. Resin polyster merupukan jenis material polimer thermosetting. Matriks ini dapat menghasilkan
3
keserasian antara matrik dengan serat melalui mengontrol faktor jenis dan jumlah komponen, katalis, waktu dan suhu. Sifatnya yang tahan dengan creep, sangat memadai sebagai perekat struktur berbeban berat, tahan dengan radiasi serta tahan dengan kondisi suhu yang tinggi (Hartomo,1992) II.5 Fiber Glass Glass fiber adalah serat yang terbuat dari silika (SiO2), dengan tambahan oksida dari kalsium, boron, natrium, besi, dan aluminium. Sifat Glass Fiber[9] Density cukup rendah (sekitar 2,55 g/cc) Tensile strengthnya cukup tinggi (sekitar 1,8 GPa) Biasanya stiffnessnya rendah (70 GPa) Stabilitas dimensinya baik Resisten terhadap panas dan dingin Tahan korosi Komposisi umum adalah 50-60% SiO2 dan paduan lain yaitu Al, Ca, Mg, Na, dan lain-lain. Jenis jenis glass fiber: E-Glass, adalah yang paling lazim dari glass fiber, biaya produksinya rendah, dan mudah di produksi. Memiliki sifat ketahanan listrik (electrical insulating properties) yang baik, sehingga sering diaplikasikan sebagai insulasi listrik. Terdapat 2 tipe E-Glass, yaitu dengan Boron dan Tanpa Boron. Hal ini berkaitan dengan adanya emisi boron yang berbahaya bagi lingkungan. Kekuatan E-Glass tanpa boron 5% lebih tinggi dan ketahanan korosinya 7x lebih tinggi pada H2SO4 daripada E-Glass yang menggunakan boron. Kelebihan glass fiber Harganya murah dan proses pembuatannya mudah Tahan terhadap korosi dan temperatur tinggi Tidak mudah terbakar (inflammable) Peredam suara yang baik Kekurangan glass fiber Getas Ketahanan abrasi rendah II.6 Rule of mixture Material komposit bisa di beri gaya (kompresi maupun Tension) dengan cara isostrain (searah serat) dan Isostress (tegak lurus dengan serat). II.5.1 Isostrain Beban yang dikenakan pada komposit (Pc) terbagi menjadi 2 fase, yaitu menjadi Pc = Pf + Pm, dan baik itu regangan fiber ataupun regangan matrix nya sama dengan regangan komposit, εc = εf = εm (ini adalah kondisi isostrain). sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa stress = load/area, maka[10] :
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL POLIMER/KOMPOSIT (2016)
4 Vv
II.5.2 Isostress Model isostress menyatakan bahwa, σc = σf = σm. total perpanjangan dari model adalah jumlah dari perpanjangan 2 komponen (fiber dan matrix) :
Sifat-sifat komposit pada umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya : jenis, bentuk geometris, struktur, rasio perbandingan, daya lekat, orientasi bahan penguat dan bahan penyusun, serta proses pembuatan. Jumlah dari massa fiber dan matriks disebut total massa komposit, dapat dituliskan dengan persamaan : mc = mm + mf1+ mf2 ρc.vc = ρm.vm + ρf1.vf2 + ρf1.vf2 sehingga didapatkan massa jenis dari komposit : ρc= (ρm.vm + ρf1.vf2 + ρf1.vf2) / vc jika di rubah kedalam fraksi massa, maka persamaannya menjadi : ρc= 1 / ( mf1/ρf1+ mf2/ρf2 + mm/ρm) dimana : mc : massa komposit (gr) ρc : massa jenis komposit (gr/cm3) vc : volume komposit (cm3) mf1 : massa fiber 1 (gr) ρf1 : massa jenis fiber 1 (gr/cm3) vf1 : volume fiber 1 (cm3) mf2 : massa fiber 2 (gr) ρf2 : massa jenis fiber 2 (gr/cm3) vf2 : volume fiber 2 (cm3) mm : massa matriks (gr) ρm : massa jenis matriks (gr/cm3) vm : volume matriks (cm3) Untuk mempermudah perhitungan dari fraksi volum ataupun fraksi beratnya dapat dituliskan dengan persamaan : Mf1 + Mf2 + Mm = 1 Vf + Vm + Vv = 1 dimana : Mf1 : fraksi massa fiber 1 Mf2 : fraksi massa fiber 2 Mm : fraksi massa matriks Vf1 : fraksi massa fiber 1 Vf2 : fraksi massa fiber 2 Vm : fraksi massa matriks
: fraksi massa void
II.7 Metode Hand Lay-Up Dalam metode Hand lay-up process Sebelum memulai proses laminating yang sebenarnya , permukaan cetakan harus bersih dan siap dengan mold-release agent yang cocok, yang harus benar-benar curing sebelum gel coat yang dikatalisasi diterapkan. Gel coat yang telah dikatalisasi biasanya diterapkan setelah curing. Gel coat adalah resin berpigmen atau tanpa pigmen yang biasanya diterapkan sebagai lapisan 400-700 um luar pertama. Ini tidak hanya menyediakan permukaan berkualitas, tetapi juga berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap pelapukan dan paparan lainnya, melindungi laminat terakhir yang diperkuat dari serangan lingkungan langsung dan konsekuen degradasi yang tidak diinginkan dari sifat laminasi. Jenis yang direkomendasikan dan jumlah peroksida organik (biasanya 1.5-2 % berat dari yang baik metil etil keton peroksida) harus ditambahkan ke gel coat reaccelerated sebelum digunakan. Namun, seringkali dilakukan preaccelerate oleh pemasok. (Finn Roger Andressen, 2001) Dalam proses hand lay-up murni, gel coat juga diterapkan dengan tangan, menggunakan sikat lembut yang cocok. Waktu curing biasanya beberapa jam pada suhu kamar, setelah penerapan resin dan bala bantuan dapat mulai. Jenis curing dan jumlah sistem curing yang cocok harus ditambahkan ke resin sebelum memulai operasi laminating yang sebenarnya. (Finn Roger Andressen, 2001) Proses Hand Lay Up[11] : Persiapan Mold : Mold mempunyai bentuk yang sama dengan produk yang diinginkan. Mold bisa berupa plaster of Paris (hasil pemanasan gypsum pada temperatur 1500C), kayu, ataupun logam.
1.
2.
Penempatan Release Film. Release film adalah material yang tipis yang diletakkan diatas mold, agar produk bisa dengan mudah dikeluarkan dari mold. Untuk bentuk flat sederhana biasanya digunakan film tipis dari polyester (Mylar), dan untuk bentuk yang kompleks menggunakan lapisan lilin dan poly vinyl alcohol (PVA)
3.
Penempatan Gel Coat: Gel coat diletakkan diatas lapisan release film. Gel coat adalah berupa lapisan tipis resin dengan ketebalan sekitar 5 mm. Fungsi penambahan gel coat ini adalah untuk menghasilkan polesan terakhir yang bagus, baik dalam hal warna dan tingkat mengkilatnya produk. Selain itu juga berfungsi untuk menyembunyikan pola dari serat dan merupakan lapisan pelindung yang mencegah terjadinya kontak antara serat dengan air atau bahan kimia. Contoh gel coat adalah resin jenis polyester, epoxies, phenolic, furanes, silicones, dan polyamide
4.
Penempatan Fiber dan Resin. Pada saat gel coat mulai curing, maka fiber (bisa berupa chopped strand mat (CSM) atau kain (woven), dituang dengan resin dan diratakan dengan kuas roll, kemudian dilapiskan di atas molding
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL POLIMER/KOMPOSIT (2016) 5.
Lamination: Laminate (fiber yang dilapisi resin), kemudian dilapiskan satu persatu diatas molding sehingga membentuk laminasi sampai ketebalan yang diinginkan. Setiap kali melapiskan laminate, harus di ratakan dengan tangan atau kuas roll agar tidak ada gelembung udara yang terjebak, yang bisa mengakibatkan cacat.
6.
Curing dan Pelepasan. Setelah ketebalan lapisan yang diinginkan tercapai, maka selanjutnya terjadi proses curing. Biasanya memakan waktu 5-10 hari. Produk bisa dilepaskan dari mold setelah proses curing selesai. III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Pada praktikum kali ini bahan yang digunakan adalah E-Glass fiber dalam bentuk woven/anyam, resin polyester serta katalis. Adapun fraksi volume dari glass fiber yang digunakan adalah sebesar 6 %. Sehingga pada fabrikasi spesimen dibutuhkan massa glass fiber sebesar .... gram dan resin polyester sebanyak ..... gram
Volume Fiber= FraksiVolume × Volume total 3 Volume Fiber=0.06× 20 cm Volume Fiber=1.2 cm 3 Massa Fiber=Volume × Densitas 3 3 Massa Fiber=1.2 cm ×2.54 gr /cm Massa Fiber =3.048 gram Volume ¿ Fraksi Volume ×Volume total Volume ¿ 0.94 ×20 cm 3 3 Volume ¿ 18.8 cm
Variabel
Massa¿ Volume × Densitas 3 3 Massa¿ 18.8 cm × 1.13 gr /cm Massa¿ 21.244 gram Tabel 3.1 Sifat fisik dari E-Glass dan Unsaturated Polyester Resin Material E – Glass Fiber Unsaturated Polyester
Sifat Fisik
Unit
Kekuatan Tarik
2050 MPa 2.54 gr/cm3 30 MPa 1.13 gr/cm3
Densitas Kekuatan Tarik Densitas
5
fabrikasi komposit E-Glass/Polyester dimulai dengan proses persiapan fiber. Woven glass fiber diseleksi hingga seluruh fiber memiliki panjang 5 cm. Kemudian fiber ditimbang hingga mencapai 3.048 gram. Lalu fiber dimasukkan ke dalam rongga cetakan dengan arah orientasi vertikal, yang kemudian dicampur dengan campuran resin polyester dan katalis sebesesar 21.244 gram. Kemudian spesimen dibiarkan curing selama satu hari. Setelah spesimen sudah benar – benar kering, spesimen dapat dikarakterisasi sifat mekaniknya dengan pengujian tensile. Hasil dari pengujian tensile akan didapatkan kurva stress-strain, yang kemudian selanjutnya akan dianalisa dengan hasil kurva stressstrain variabel lain. 3.4 Standar Pengujian Standard pengujian yang digunakan pada praktikum ini adalah ASTM D638 type 1.
Gambar 3.1 Dimensi spesimen berdasarkan ASTM D638 Type 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Pengujian Mekanik Tabel 1. Hasil Pengujian Tensile dari Komposit EGlass/Polyester dengan Beberapa Parameter Parameter Tensile Strength %V Panjang Fiber Arah Fiber (Mpa) Fiber (cm) 6 5 Vertikal 68.25 12 2.5 Vertikal 50.31 6 2.5 Vertikal 60.02
Grafik Hasil Pengujian Tarik Komposit E-Glass/Polyester 80 60 40 20 0
68.25 60.02 50.31 2.5 8.179.33
3.2 Alat Alat yang digunakan selama proses praktikum diantaranya adalah cetakan kayu dengan volume spesimen sebesar 20 cm3, kuas, neraca elektronik Mettler Toledo dan Universal Tensile Testing Machine. 3.3 Prosedur Kerja Metode pembuatan komposit ini menggunakan metode handlayup dimana fiber dan resin dilapiskan di atas atau rongga bagian mold, lamina demi lamina. Proses
Variabel C
Variabel E
Variabel F
Gambar 1. Grafik Hasil Pengujian Tarik Komposit EGlass/Polyester Perhitungan Kekuatan Tarik Teoritis untuk Variabel F
Re
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL POLIMER/KOMPOSIT (2016)
Lower σkomposit
=
=
σ¿ %V ¿ ¿ V Fiber +¿ σ fiber ¿
(
0.06 0.94 + 2050 30
pembebanan longitudinal. Hal ini menyebabkan fiber memiliki peran yang dominan dalam penentuan kekuatan dan kekakuan. Ketika beban diterapkan secara paralel terhadap fiber, serat menjadi lebih kuat dan lebih kaku daripada pembebanan secara transversal atau tegak lurus terhadap fiber [15].
-1
)
6
Perhitungan Error : -1
= 31.885 MPa
¿ V ¿ σ ¿ Upper σkomposit = ( V Fiber ×σ Fiber ) +¿ = ( 0.06 ×2050 ) +(0.94 ×30) = 151.2 Mpa Sifat material komposit sangat bergantung pada material penguatnya yakni reinforced materialnya, salah satunya adalah kekuatan tarik. Kekuatan tarik dari material komposit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah material penyusunnya, metode pembuatannya, kondisi dan preparasi dari spesimen dan juga fraksi dari reinforcementnya. Pada praktikum ini, dibandingkan 3 variabel hasil pengujian tarik dari komposit E-Glass/Polyster. Pada tabel 1 dan Gambar 1 dapat dilihat hasil sifat mekanik komposit dengan fraksi volume dan panjang fiber yang berbeda – beda. Dapat kita lihat bahwa dengan semakin tinggi fraksi volume dan panjang fiber, maka semakin tinggi pula kekuatan tarik dan regangannya. Setelah diperkuat dengan menggunakan E-Glass fiber, sifat mekanik dari komposit meningkat secara signifikan, hal ini disebabkan karena fiber akan menahan pembebanan maksimum yang diberikan sehingga menyebabkan kenaikan kekuatan tarik dari komposit. Kekuatan tarik akan meningkat seiring dengan penambahan persentase fiber, dimana fiber akan terdistribusi pada seluruh area resin polyester[12]. Kekuatan dari komposit juga bergantung pada arah atau orientasi dari reinforcement yang digunakan. Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut[13]. Material dapat diklasifikasikan menjadi material isotropik atau anisotropik. Material isotropik memiliki sifat yang sama dalam segala arah, dan pembebanan normal hanya menghasilkan regangan normal. Sebaliknya, material anisotropik memiliki sifat yang berbeda pada setiap arah. Tidak ada kesimetrisan dan beban normal mengasilkan baik regangan normal maupun regangan geser. Material seperti logam dan polimer secara normal diperlakukan sebagai material isotropik, sedangkan komposit diperlakukan sebagai anisotropik. Nilai modulus elastisitas untuk komposit dengan reinforce fiber sangat dipengaruhi oleh sudut dari fiber di dalam komposit yang mana berubah dengan arah pembebanan[14]. Pada praktikum ini, fiber dalam komposit disusun secara vertikal yang mana pada saat pengujian tarik, spesimen diberikan beban secara paralel dengan arah susunan fiber. Pembebanan yang dilakukan ini disebut dengan
V Teori −V erksperimen ×100 V Teori 151.2−68.25 Error= ×100 151.2 Error=54.86 Error=
Dari hasil praktikum ini didapatkan error sebesar 54.86 persen. Error ini dapat terjadi diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya tidak seragamnya ukuran panjang fiber, tidak meratanya peletakan fiber pada matrix poliester, dan kurang telitinya saat penimbangan massa. V KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut : 1 Kekuatan tarik dan regangan dari Komposit EGlass/Polyester dengan fraksi volume sebesar 6 % dan panjang fiber 5 cm adalah 68.25 MPa dan 9.33 % 2 Fraksi volume fiber, Panjang fiber dan orientasi fiber adalah faktor – faktor yang dapat mempengaruhi sifat mekanik dari komposit serat. DAFTAR PUSTAKA [1] Hermansyah, Harry. 2010. Pengaruh Orientasi Serat Pada Komposit Resin Polyester/Serat Daun Nanas Terhadap Kekuatan Tarik. Skripsi ITP Padang. [2] Fahmi, Hendriwan. 2014. Pengaruh Variasi Komposisi Komposit Epoxy/Serat Glass dam Serat Daun Nanas terhadap Ketangguhan. Jurnal Teknik Mesin Vol.4, No.2. Hal 84 – 89. [3] Sulistijono. 2013. Mekanika Material Komposit. Surabaya: ITS Press. [4] Mohammed, Layth. Ansari, M. N. M.. Pua, Grace. 2015. A Review on Natural Fiber Reinforced Polymer Composite and Its Applications. International Journal of Polymer Science Volume 2015. [5] Saravanan, C. 2015. Effect of Particulate Reinforced Aluminium Metal Matrix Composite –A Review. Mechanics and Mechanical Engineering Vol. 19, No. 1. Hal 23 – 30. [6] Chawla, Kriskan K. 2012. Composite Materials: Science and Engineering. New York: SpringerVerlag. [7] Marlin, Dody. Sugiyanto. Zulhanif. 2013. Perilaku Creep pada Komposit Polyester Yukalac 157 BQTN-EX dengan Filler Serat Gelas. JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 1. [8] Chung, Deborah D.L. 2010. Composite Materials: Science and Engineering. London: SpringerVerlag.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL POLIMER/KOMPOSIT (2016) [9] Sathishkumar, TP. 2014. Glass Fiber-Reinforced Polymer Composites – a Review. Journal of Reinforced Plastics and Composites vol. 33 no. 13. Hal. 1258-1275. [10] ASM International. 2000. A Two Dimensional Ruleof-Mixtures Micromechanics Model for Woven Fabric Composites. Volume 22, Issue 2. [11] M. Elkington, D. Bloom, C. Ward, A. Chatzimichali & K. Potter. 2015. Hand layup: understanding the manual process, Advanced Manufacturing: Polymer & Composites Science, 1:3. Hal. 138151. [12] A Al-Jeebory, A., Al-Mosawi, A.I. and S.A. Abdullah. 2009. Effect of Percentage of Fibers Reinforcement on Thermal and Mechanical Properties for Polymeric Composite Material. The Iraqi Journal for mechanical and materials Engineering, Special Issue , 1st conference of
7
engineering college, Babylon University ,IRAQ. Hal. 70-82. [13] Fahmi, Hendriwan, Hermansyah, Harry. 2011. Pengaruh Orientasi Serat pada Komposit Resin Polyester/Serat Daun Nenas terhadap Kekuatan Tarik, Jurnal Teknik Mesin Vol.1, No. 1, Institut Teknologi Padang. Hal. 46-52. [14] Al-Rawi, Salah S. 2009. Fibers Direction Effect on Tensile Elasticity of Epoxy Composites Using Computer Modeling, Journal of University of Anbar for pure science : Vol.3: NO.3, University of Anbar College of Computer. [15] Campbell, F.C. 2010. Chapter 1 of Structural Composite Materials, ASM International, 2-7.