Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
NOSTALGIA SPACE - COLONIAL RESTAURANT BRAGA, BANDUNG Nama: Anita Carolina NIM 17308038
Dosen Pembimbing : Drs.Prabu Wardono ,M.Ds, Ph.D.
Program Studi Sarjana Interior Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Email:
[email protected] , Hp: 085221209892
Keywords: Nostalgia; Heritage; Colonial Restaurant
Abstrak Dalam perjalanan sejarahnya, kota Bandung mewariskan sejumlah bangunan yang bernilai historis ,sebagai salah satu bukti dari eksistensi dan kejayaan kota pada masa lampau yang kita sebut sebagai bangunan heritage. Akan tetapi bangunan-bangunan heritage telah banyak dirobohkan dan berubah menjadi factory outlet ataupun bisnis usaha lainnya. Untuk itu perlu ada sarana atau fasilitas yang dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat tentang bangunan-bangunan heritage / bangunan cagar budaya ini. Diantaranya dengan membuat fasilitas restoran nostalgia kolonial yang memfasilitasi masyarakat agar dapat bernostalgia sekaligus menikmati keindahan bangunan heritage. Dalam proses desain, penulis menemukan kendala dalam menyelaraskan unsur-unsur nostalgia, gaya kolonial, dan bangunan heritage ke dalam fasilitas restoran ini. Misalnya dalam pembagian era kolonial pada ruang-ruang interior restoran. Untuk itu penulis telah melakukan studi literature dan studi lapangan terhadap restoran nostalgia sejenis.
Abstract In the course of its history, the city of Bandung, bequeath a number of buildings of historical value, as one proof of existence and the prosperity of the city in the past which refer to as heritage building. But the heritage buildings have been torn down and turned into m any factory outlet business or other businesses. For it is necessary to have the means or facilities to foster public awareness of heritage buildings / buildings of this heritage.. The existence of historic buildings in the city of Bandung in large quantities, resulting in Bandung City called “Museum Architecture of the Colonial buildings” of the community that understands the value of historical and architectural value of the old building. In other words, a historic building in Bandung is “archives” architecture old building aesthetically high-value to be protected and preserved. In the design process, the authors found difficulties in aligning the elements of nostalgia, colonial style, and heritage building into a restaurant facility. For example, in the division of the colonial era to the interior spaces of the restaurant. The authors have conducted a study of literature and field studies of the kind of nostalgia restaurant.
1. Pendahuluan Kolonialisme di Indonesia dimulai pada tahun 1808, dimana saat itu VOC yang bangkrut digantikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Herman Willem Daendels yang menjadi gubernur jenderalnya mengubah posisi ibukota Bandung yang mulanya di Krapyak (Bandung Selatan) menjadi Bandung Kota (Bandung Tengah). Daendels yang melihat potensi Bandung mulai mengembangkan Bandung menjadi kota kolonial. Seperti kota kolonial pada umumnya, Bandung dipisahkan antara daerah pemukiman penduduk asli dengan pemukiman kolonial. Daerah pemukiman kolonial dipenuhi dengan bangunan arsitektur untuk kegiatan pemerintahan, militer,
Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
sekolah, tempat ibadah, serta bangunan untuk kegiatan hiburan seperti kafe, restoran, bar,dll. Bekas daerah pemukiman kolonial ini yang menjadi potensi wisata Bandung pada masa sekarang. Bangunan-bangunan kolonial bergaya art-deco dalam jumlah yang besar merupakan potensi wisata heritage bagi mereka yang ingin mengenang masa lalu kota Bandung atau bernostalgia kembali tentang kota Bandung di zaman Belanda dulu. Namun pada kenyataannya sekarang, telah banyak bangunan-bangunan heritage yang dibongkar untuk mendirikan pemukiman penduduk atau membangun bangunan yang lebih menguntungkan secara komersial dengan gaya arsitektur yang lebih modern dan kontemporer. Contohnya saja jalan R.E Martadinata yang dulunya dipenuhi oleh bangunanbangunan kolonial bergaya art-noveau dan art-deco kini telah banyak digantikan oleh bangunan-bangunan factory outlet, mal, restoran, dan bangunan usaha komersial lainnya yang bentuk bangunannya beragam dan dibuat seunik mungkin untuk menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Akibatnya, sisa-sisa peninggalan sejarah kolonial pun terlantarkan dan kurang dilestarikan meskipun telah ada undang-undang pemerintah untuk pelestarian dan penjagaan bangunan heritage namun pada pelaksanaannya masih ada saja bangunan heritage yang dirobohkan. Oleh karena itu dibutuhkan investor yang melihat potensi warisan budaya kolonialisme ini untuk bisa dijual sekaligus merawatnya. Usaha yang paling tepat dalam hal ini adalah nostalgia space dalam bentuk restoran kolonial dimana masyarakat pecinta bangunan kuno dan bangunan kolonial, masyarakat pecinta barang-barang berbau nostalgia zaman Belanda, serta masyarakat yang ingin bernostalgia lewat masakan Belanda yang ada di Indonesia pada zaman kolonial, atau masyarakat yang ingin tahu atau mengenal tentang makanan dan budaya kolonial pada zamannya dapat berkumpul dan makan dalam suasana nostalgia kolonial zaman Belanda sambil mengenang kembali romantika masa lalu dan sambil menikmati arsitektur bangunan heritage restoran. Melalui Nostalgia Space – Colonial Restaurant ini, diharapkan terciptanya pelestarian budaya kolonial yang dapat menjual sekaligus merawat warisan budaya dan sejarah kolonial.
Indikasi Masalah •
Kurangnya sarana untuk masyarakat yang ingin menikmati maupun mengenal romantisme zaman dulu.
•
Kurangnya sarana restoran untuk masyarakat yang mencari makanan Belanda tempo dulu secara antusias dalam rangka mengenang masa lalu.
•
Kurangnya sarana untuk mendukung komunitas pecinta hal-hal bersifat heritage dan jadul atau tempo dulu yang ingin melestarikan warisan budaya zaman kolonial.
•
Kurangnya apresiasi masyarakat Bandung , khususnya anak muda, terhadap sejarah, bangunan cagar budaya (heritage) , serta budaya masa lalu yang terlihat dari vandalisme yang dilakukan terhadap bangunan heritage.
•
Restoran tematik sejenis yang ada di Bandung kurang dioptimalkan dalam segi interior dan fasilitas restorannya.
•
Penggunaan bangunan heritage sebagai tempat usaha restoran dengan optimalisasi fungsi restoran tanpa mengurangi nilai-nilai heritage bangunan yang digunakan.
2. Proses Studi Kreatif Sebutan Indis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasa Indonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan Pemerintah Belanda di Timur Jauh, dan karena itu sering disebut juga Nederlandsch Oost Indie. Menurut Denys Lombard, sejarah terbentuknya budaya Indis karena didorong oleh kekuasaan Hindia Belanda yang berkehendak menjalankan pemerintahan dengan menyesuaikan diri pada kondisi budaya masyarakat di wilayah kolonialnya. Dengan datangnya perubahan zaman dan hapusnya kolonialisme, maka berakhirlah pula kejayaan budaya feodal termasuk perkembangan arsitektur Indis. Dalam periode kemerdekaan, bangsa Indonesia menganggap arsitektur
Jurnal Tingkaat Sarjana bidang Senirupa dan D Desain
Indis I sebagai m monumen dan n simbol budayya priayi yang tidak bisa laggi dipertahankaan dan dijadikan kebanggaann, maka m kehancuurannya tidak perlu diratapi. Arsitektur A Inddis mencapai puncaknya padaa akhir abad kek 19. Seiringg dengan perkeembangan kotaa yang modernn, lambat laun gaaya Indis diting ggalkan dan beerubah menjadii bangunan-banngunan baru (nnieuwe bouwen n) yang bergayya art-deco sebaggai gaya internaasional. Penggunaan P kkata Indis untuuk gaya banguunan seiring dengan d semakkin populernyaa. istilah Indis pada berbagaai macam m instituusi seperti Partaai Indische Boond atau Indische Veeneging. Arsitektur Inndis merupakan n asimilasi ataau campuran dari unsur-unsur budaya b Barat teerutama Belandda dengan budaaya Indonesia khususnya k darii Jawa. Dari D segi polittis, pengertian arsitektur Indiis juga dimakssud untuk mem mbedakan denggan bangunan tradisional t yanng lebih dahulu teelah eksis, bah hkan oleh Pem merintah Belandda bentuk banngunan Indis diikukuhkan sebbagai gaya yanng harus h ditaati, sebagai s simbol kekuasaan, staatus sosial, dann kebesaran pennguasa saat ituu. Tinjauan Daeerah/Lokasi Jalan J Braga m merupakan sebuuah jalan raya utama u yang terrletak di kota Bandung, B Indoonesia. Di sisi kanan k kiri Jalaan Braga B terdapaat kompleks pertokoan p yangg memiliki arrsitektur dan tata t kota yangg tetap memp pertahankan cirri arsitektur lamaa pada masa Hiindia Belanda. Tata letak perrtokoan tersebuut mengikuti m model yang ada di Eropa sesuaai dengan perkem mbangan kota Bandung padaa masa itu (19920-1940-an) sebagai s kota mode m yang cukkup termasyhuur seperti halnya kota Paris padda saat itu. Tinjauan Restoran Sejenis//Restoran Nosstalgik (surveyy lapangan) Di D Kota Banduung terdapat beberapa b restorran yang daya tarik utama restorannya adallah dengan meenjual kenangaan nostalgia. n Bebberapa diantaraanya telah ada sejak zaman kolonial k Belandda dan masih ttetap berdiri hiingga sekarangg. Daya D tarik noostalgia yang dijual oleh masing-masing m g restoran inii berbeda-bedaa dan menu hidangan yanng ditawarkan jugga berbeda-beeda jenisnya namun n semuannya berhasil menimbulkan m k kenangan nostaalgia konsumeen yang y sedang m menikmati hidaangan restoran--restoran tersebbut. Salah satuunya adalah resstoran Braga Permai P / Maisoon Bogerijen. B
Gambarr 1. Restoran Bragga Permai dulu dann sekarang
Maison M Bogeriijen merupakan n sebuah restoran dengan pem milik bernamaa L. van Bogeriijen. Restoran ini dibuka padda tahun t 1918 dann berlokasi di hook sisi timuur Simpang Braagaweg (Bahassa Belanda: Jallan Braga-red) kemudian padda tahun t 1923, restoran ini pind dah ke tengah-ttengah Bragaw weg, di lokasi Braga B Permai saaat ini. Pada P masa pem merintahan koolonial Belandaa, Braga Perm mai atau Maisoon Bogerijen merupakan m salaah satu restoraan paling p elite di Bandung. Resstoran ini konoon mendapat piagam p restu laangsung dari R Ratu Belanda. Bahkan, B Maisoon Bogerijen B merrupakan satu-satunya restoraan yang menyaajikan hidangaan istimewa khhas kerajaan seeperti Koningiin Emma E Tart daan Wilhelmina Taart. Maisonn Bogerijen jugga memiliki menu m paling lenngkap ala Belaanda. Mulai darri menu m utama, es e krim, pangannan manis, sertta aneka roti.
Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
Pada tahun 60-an Maison Bogerijen direnovasi agar tidak ketinggalan zaman dan pengaruh dari anti-kolonial yang digembar-gemborkan pemerintah. Pengelola mengubah total bangunan yang bergaya Eropa tradisional Maison Bogerijen menjadi gaya modern. Tinjauan Bangunan Cagar Budaya Warisan Kolonial Belanda/ Heritage Berdasarkan undang-undang tentang Bangunan Cagar Budaya, yang sesuai dengan prospek proyek yang saya usulkan ialah bangunan cagar budaya golongan B(Madya) atau C(Pratama) dimana dalam upaya revitalisasi, bangunan dapat berubah fungsi dan tata ruang atau interiornya asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan. Tinjauan Teori Restoran Berdasarkan hasil dari analisa tinjauan teori restoran ,kesimpulan jenis atau bentuk prospek restoran yang sesuai dengan bentuk nostalgia restoran adalah klasifikasi restoran Two Diamond (relaxed family fare) yang memungkinkan pengunjung restoran menikmati santapan dalam kondisi relaks sehingga lebih mudah untuk merangsang memori nostalgia. Sistem table service menggunakan American service atau quick service yang menyajikan makanan yang telah ditata terlebih dahulu di dapur sehingga penyajiannya lebih cepat. Tinjauan Perilaku Konsumen Berdasarkan segmentasi yang mengkategorikan konsumen menurut berbagai aspek, terlihat bahwa prospek proyek nostalgia space – colonial restaurant ini harus menentukan target konsumennya sehingga terdapat fokus yang jelas dalam menentukan strategi pemasaran restoran. Dalam hal ini konsep interior dan fasilitas yang disediakan restoran untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya.
3. Analisis Setelah melakukan tinjauan literatur mengenai persoalan potensi peninggalan lingkungan bangunan-bangunan kolonial Belanda, serta kaitannya dengan lingkungan nostalgia dan banyaknya peminat akan makanan Belanda, maka diperlukan keberadaan sebuah fasilitas yang tidak hanya dapat mewadahi kebutuhan masyarakat untuk makan namun juga bisa menjadi sarana untuk bernostalgia serta mewadahi kebutuhan komunitas seaspirasi untuk berkumpul bersosialisasi ,mengembangkan pemikiran masyarakat akan perlindungan terhadap warisan budaya, serta membantu mempertahankan warisan budaya dan potensi budaya kolonial yaitu bangunan heritage. Sehingga ditetapkan bahwa fasilitas tersebut adalah Nostalgia Space – Colonial Restaurant. Nostalgia space – Colonial Restaurant merupakan suatu sarana kuliner dimana ‘masa lalu’ menjadi elemen yang sangat penting, mulai dari arsitektur bangunan dan interior ruang dibuat kembali ke zaman kolonial, menu makanan yang disediakan adalah menu-menu tradisional Belanda yang popular di Indonesia pada masa lalu, para pelayan restoran memakai pakaian tren tempo dulu ala Belanda serta berbahasa Belanda campur Indonesia (bilingual) dalam melayani para tamu. Sebagai penunjang suasana makan sambil bernostalgia, diputar alunan musik pop Belanda yang telah dipilih berdasarkan kepopuleran dan suasana noltalgia yang diciptakan lagu tersebut. Peran bau-bauan seperti kopi dan aroma buku jadul juga menstimuli memori nostalgia konsumen dan menjadi peran yang cukup penting dalam ruang nostalgia ini. Semua faktor-faktor inilah yang akan membentuk Nostalgia Space dalam bentuk restoran Kolonial yang juga akan menciptakan pengalaman baru dalam menikmati wisata kuliner. Peminat terhadap ruang nostalgia – restoran kolonial tersebut beranjak mulai dari wisatawan mancanegara terutama dari Belanda, wisatawan lokal, pengamat budaya, arsitek yang menyukai keindahan bangunan kolonial, budayawan, kolektor, sastrawan, mahasiwa, bussinessman, masyarakat luas dan sebagainya. Keseluruhan pihak tersebut memiliki latar belakang dan maksud yang berbeda-beda dari ketertarikannya pada restoran ini.
Jurnal Tingkaat Sarjana bidang Senirupa dan D Desain
Konsep K hubunngan antar ruanng dengan sejaarah kolonialism me Belanda diisusun berdasarrkan periode atau a era awal hingga h akhir masa penndudukan Belaanda yang dikaaitkan dengan transportasi. t Ruuang dalam resstoran dibagi-b bagi menurut buudaya transportasi t yaang telah dikembangkan padda waktu itu serta s keadaan lingkungan maasyarakat Indoonesia saat ituu yang telah t terkena pengaruh p budayya Belanda.
Gaambar 2. Suasana arsitektur koloniaal yang akan diteraapkan pada interiorr restoran.
Peran P warna saangat mendukuung dalam mennggugah psikoologi manusia sehingga perluu dipertimbanggkan penggunaannya dalam interiorr bangunan. Konsep K warna pada perancaangan fasilitass ini adalah w warna-warna yang y secara beersifat nostalgia n menndominasi resttoran. Alasannnya, warna-waarna nostalgia menguatkan fokus persepssi pengunjung pada nuansa n nostalggia yang ditamppilkan restorann.
Gambar 3. Imagge warna-warna noostalgia
Penggunaan P w warna-warna acccent pada ruanng yang mengacu pada teori warna ‘Brewsster’ dimana teerdapat warna panas dan dingin, unntuk menghasiilkan ruang yaang harmonis maka m digunakaan warna–warnna yang dapatt menimbulkann efek hangat h sedangg pada ambiennce ruang. Unttuk itu warna accent yang diterapkan d padda perancangann ruang Interiior ini berupa b paduann warna dingin berupa abu-abbu dan putih, deengan warna hangat h seperti merah,coklat,da m an orange. yang Berdasarkan B t tema perancan ngan yang telaah dijelaskan diatas serta teeori bentuk tersebut maka bentuk-bentuk b digunakan perancangan fasillitas ini adalah permainan benntuk-bentuk siimetris dan dinnamis yang terccipta dari perpaduan garis kotak, horizontal h , serrta garis melenngkung, dengaan referensi gaya kolonial yang y cenderun ng formal dan tidak banyak b ornameen. Didesain D berdaasarkan pembaagian era kolonnial, contohnyya pada area koomersial atau area toko-toko o, terlihat perpaduan arsitektur gayaa kolonial dalam m interior banggunan.
Jurnal Tingkaat Sarjana bidang Senirupa dan D Desain
G Gambar 4. Konsep bentuk pada ruang interior
Pada P era kolonnial, kolom-koolom bangunann didesain denggan gaya art deeco. Untuk meemunculkan im mage kolonial dalam d interior restoraan, kolom-koloom interior banngunan dibentuuk kembali sesuuai dengan gayya arsitektur artt deco.
Gambar 5. Kolom-kolom arsitektur a kolonial bergaya art deco
Konsep K materiial sejalan denggan dua tujuann yang ingin dicapai melalui penggunaan p m material, yakni tujuan t fungsi ppraktis untuk u menduku kung sirkulasi yang y cukup tingggi serta menddukung tema peerancangan dann citra restorann kolonial. Untuk U itu, konsep yang diaangkat untuk penggunaan p m material adalahh penggunaan material yang g memiliki kaarakter kontemporer k serta eksploraasi dalam pennggunaannya dalam d ruangann. Selain itu setiap materiial yang digunnakan setidaknya harrus memiliki beeberapa persyaaratan teknis seeperti dibawah ini: •
Memiiliki durabilitass yang tinggi
•
Tahann terhadap bennturan, goresan, dan sirkulasi yang padat
•
Tidakk beracun atau mengeluarkan racun
•
Peraw watan relatif mu udah dan muraah.
•
Serta tidak mudah teerbakar.
Jurnal Tingkaat Sarjana bidang Senirupa dan D Desain
Pada P pemilihaan material diteerapkan perpadduan material alami a seperti kayu, k batu bataa,concrete, denngan material bbuatan seperti ubin, keeramik, serta HPL. H Material M alamii:
Gambaar 6. Image materiial kayu, concrete,, dan batu bata
Material M buataan:
Gam mbar 7. Image matterial ubin, keramiik, dan HPL
Dengan D perpadduan semua eleemen pendukunng memori nosstalgic, diharappkan tercapainyya visi dan missi dari fasilitas Nostalgia N Spacce – Colonial Restaurant. R
4. Kesimpu ulan dan Sarran Kesimpulan K Pelestarian P baangunan-bangu unan heritage peninggalan p z zaman koloniaal Belanda di Bandung dapaat terlaksana ketika k masyarakat m meenyadari pentin ngnya keberaddaan bangunann-bangunan terssebut. Salah saatu caranya addalah dengan adanya fasilitas Nostaalgia Space – Colonial Resstaurant yang membantu maasyarakat untuuk merasakan suasana keindahan bangunan b heriitage di masa kolonial sam mbil menikmati hiburan massyarakat tempoo dulu lengkaap dengan citaa rasa masakan m khas Belanda-Indonesia. Tentunyya dalam peranncangan fasilittas publik ini diperlukan d pem mahaman menddalam tentang t budayaa-budaya yang g diperkenalkann Belanda saat mereka menjaj ajah Indonesia serta landasan teori-teori lainn yang berhubungan b ddengan arsitekktur dan interiior kolonial seerta art-deco. D Dengan berdaasar pada landasan teori-teorri dan survey lapangaan inilah, masaalah-masalah desain d dapat terratasi dan fasiliitas Nostalgia Space – Colon nial Restaurant dapat terimplementa t asikan dengan sebagaimana s m mestinya. Saran Dalam D penyelesaian desain yang baik, terrkadang tidak hanya berdasaar dengan tem ma desain yangg disukai saja tetapi mbangkan isu-isu atau masalaah-masalah sossial dan lingkunngan yang terk kait dengan prooblem sangat perlu juuga mempertim desain yang diikerjakan. Denngan adanya peenyelesaian daari isu-isu terseebut, akan mennjadi nilai tambbah bagi desaiin kita sekaligus menjjadi desain yanng memberikann solusi terhadaap masalah-maasalah sosial.
Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Pra TAProgram Studi Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Pra TA ini disupervisi oleh Drs. Prabu Wardono, M.Ds, Ph.D.
Daftar Pustaka Solomon, M.R. (2007). Consumer behavior: Buying, having, and being (7th ed.). Upper Saddle
River, NJ: Prentice Hall.
Boym, Svetlana (2001): The Future of Nostalgia, New York: Basic Books. Goffman E. 1963. Behavior in Public Places: Notes on the Social Organization of Gatherings New York: The Free Press. Iwabuchi, Koichi (2002): “Nostalgia for a (Different) Asian Modernity: Media Consumption of “Asia” in Japan”, Position: East Asian cultures critique, 10:3, 547-573. Huyssen, Andreas (2000): “Present Pasts: Media, Politics, Amnesia”, Public Culture, 12:1, 21–38. Hutchean, Linda (1997): “Irony, Nostalgia, and the Postmodern”, Paper presented at the Modern Language Association conference, San Francisco: Available on the webpage: Doğan, Ayşegül (2003): “Geleneksel Feshane şenlikleri başlıyor (Traditional Feshane festival has begun)”, Zaman, Turkuaz Sunday edition, 26 October, www.zaman.com.tr [cited 14 January 2005]. http://www.library.utoronto.ca/utel/criticism/hutchinp.html [cited 28 August 2005].