PROFIL PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010
BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN MASYARAKAT PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
informasi kepada pihak terkait maupun para pengambil keputusan. Kritik dan saran untuk perbaikan buku ini dimasa datang sangat kami harapkan.
KATA PENGANTAR
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyusunan dan penulisan Profil Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DIY Tahun 2010 dapat disajikan sebagai sarana inventarisasi terhadap upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat maupun organisasi lain dalam Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak
Dra. Siti Munawaroh, Apt, M. Kes NIP. 19540807 198103 2 004
(PK2PA). Hasil dari inventarisasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam menyusun rencana pencegahan maupun penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Terwujudnya Profil Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DIY ini berkat kerjasama Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY dengan Institusi Pemerintah dan Lembaga Sosial Masyarakat di Kabupaten/Kota yang tergabung dalam Forum PK2PA. Untuk itu kami sampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya profil ini. Diharapkan buku Profil Perlindungan Perempuan dan Anak ini dapat bermanfaat sebagai referensi dan sekaligus
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………… DAFTAR ISI …………………………………………………. DAFTAR TABEL ……………………………………………. DAFTAR GAMBAR ………………………………………....
i iii v x
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……………………………………… 1.2. Permasalahan ……………………………………... 1.3. Maksud dan Tujuan ……………………………….. 1.4. Ruang lingkup ……………………………………… 1.5. Kerangka Pemikiran ……………………………….
1 6 10 11 12
BAB II. KONDISI WILAYAH PROVINSI DIY 2.1. Geografis ………………………………………………. 2.2. Kependudukan………………………………………… 2.2.1. Laju Pertumbuhan Penduduk ………………… 2.2.2. Persebaran dan Kepadatan ………………….. 2.2.3. Struktur Penduduk ……………………………..
14 17 17 22 25
BAB III. KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI PROV. DIY 3.1. Kondisi Umum …………………………………………. 27 3.2. Indeks Pembangunan Gender ………………………. 29 3.3. Indeks Pemberdayaan Gender ……………………… 38 3.4. Kondisi Pendidikan Anak ……………………………. 45 3.5. Kondisi Kesehatan …………………………………… 54
iii
BAB IV. PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI DIY …………………………… 59 4.1. Penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY …………………………….. 61 4.1.1. Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak …………………………. 65 4.1.2. Jenis Kekerasan ……………………………… 68 4.1.3. Wilayah Terjadinya Kasus ………………….. 72 4.1.4. Status Korban ………………………………… 73 4.1.5. Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan …………. 75 4.1.6. Wilayah Kejadian ……………………………. 78 4.2. Penanganan Kekerasan Terhadap Anak ………… 82 4.2.1. Kekerasan terhadap anak berdasarkan Jenis Kelamin dan pendidikan …………………… 85 4.2.2. Anak Berhadapan dengan Hukum ……….. 87 4.3. Pelaku Tindak Kekerasan …………………………… 88 4.3.1. Pelaku Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia 89 4.3.2. Pelaku Berdasarkan Pendidikan ………….. 90 4.3.3. Pelaku berdasarkan Status Perkawinan dan hubungan dengan korban ………………….. 91 4.4. Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak ………………………………………………. 93 4.4.1. Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan anak (FPK2PA) Provinsi DIY ……………………………………. 93 4.4.2. Sosialisasi untuk Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak ………….. 98 4.4.3. Produk Hukum dalam rangka Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan anak … 100 4.5. Upaya Pemberdayaan Perempuan Korban KDRT …. 104 BAB V. PENUTUP …………………………………………
106
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….
108
iv
DAFTAR TABEL Tabel.1.1 Tabel.1.2 Tabel.1.3 Tabel.2.1 Tabel.2.2
Proyeksi penganggur tahun 2008-2012 Provinsi DIY Jumlah Penganggur menurut kategori jenis kelamin di Provinsi.DIY Sebaran penduduk miskin di Provinsi DIY Tahun 2007-2009 Jumlah Penduduk menurut struktur umur dan jenis kelamin (1000), Tahun 2005 sd 2012 Persebaran penduduk menurut
Tabel.3.8
kabupaten/kota tahun 2005 sampai 2008 Kepadatan Penduduk untuk kabupaten kota di Provinsi DIY Jumlah penduduk pada tahun 2008 sesuai Jenis Kelamin Pencari kerja menurut Jenis Kelamin di Prov. DIY Pegawai Negeri Sipil di DIY menurut tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DIY Indeks Pembangunan Gender untuk Provinsi DIY, 2004-2008 Angka Harapan Hidup Prov.DIY 2004-2008 Angka Melek Huruf Prov. DIY 2004-2008 Rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi DIY 2004-2008............................... Upah pekerja Perempuan non pertanian
Tabel.3.9
Prov.DIY Tahun 2004 – 2007 .................... Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY ..
Tabel.2.3 Tabel.2.4 Tabel.3.1 Tabel.3.2 Tabel.3.3 Tabel.3.4 Tabel.3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7
v
6 8 9 18 23 24 26 27 28 31 31 32 34 36
Tabel.3.10 Prosentase Perempuan Sebagai Pekerja Profesional Provinsi DIY (2004-2008)........ Tabel.3.11 Perempuan dalam angkatan kerja 2004-2008
41
di Prov.DIY........................................ Upah Pekerja Perempuan non-pertanian Tahun 2004 – 2007. ................................... Jumlah penduduk usia sekolah di Provinsi DIY Tahun 2008. ........................................ Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia SD, SMP dan SMA..................................... Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan. ................................................. APK menurut Jenis Kelamin di Provinsi DIY. ... Angka Partisipasi Murni menurut jenjang pendidikan. ................................................. APM Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi DIY................................................ Angka Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan Tahun 2007............................... Jumlah kematian Bayi dan Balita di Provinsi
43
DIY............................................................... Tabel.3.21 Imunisasi Campak pada bayi di Provinsi DIY............................................................... Tabel.3.22 Jumlah Kematian ibu di provinsi DIY
56
Tabel.3.12 Tabel.3.13 Tabel.3.14 Tabel.3.15 Tabel.3.16 Tabel.3.17 Tabel.3.18 Tabel.3.19 Tabel.3.20
44 45 47 48 49 51 51 53
57 58
Tabel 4.1
38
Tindak Kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani FPK2PA Provinsi DIY ..
39
vi
66
Tabel 4.2
Tabel. 4.3 Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel .4.7 Tabel.4.8
Tabel.4.9
Jumlah Korban Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Kekerasan Jenis Kasus Kekerasan Yang ditangani dii P2TPA ”RDU” .................................................. Jumlah Korban yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Prov. DIY Januari sd Desember 2009 Berdasarkan Locus/Tempat Terjadinya Kekerasan ........................................................ Jumlah Korban Kekerasan yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan .. Jumlah Korban Kekerasan Kategori Dewasa yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan ....................................................... Pelaku KDRT Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Dengan Korban ............................... Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia .................................................................. Korban kekerasan terhadap perempuan dan anak berdasarkan pendidikan .........................
Tabel 4.10 Korban Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY berdasar pekerjaan ........ Tabel.4.11 Jumlah Korban yang telah Ditangani Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Kabupaten Asal Korban ...................................
vii
69 71
73
Tabel 4.12 Jumlah Korban yang telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Kecamatan Asal Korban ............. Tabel.4.13 Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ....................................
80
83
Tabel.4.14 Jumlah KTA yang ditangani RDU (2004-2009) . Tabel.4.15 Jumlah Kasus kerasan terhadap anak Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin .............. Tabel.4.16 Korban Kekerasan pada anak berdasarkan jenis kekerasan di Prov.DIY .............................
84
Tabel.4.17 Tindak Pidana yang dilakukan Anak ................ Tabel.4.18 Pelaku Kekerasan yang Ditangani Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... Tabel.4.19 Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia ..................................................................
88
86 87
73
74 75
76 76 77
79
Tabel.4.20 Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Pendidikan ....................................................... Tabel.4.21 Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Status Perkawinan ...................... Tabel.4.22 Jumlah Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Keluarga
viii
89
90
91
92
92
DAFTAR GAMBAR Tabel.4.23 Lembaga yang Memberikan LayananPenanganan Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak Di Provinsi DIY serta Peran Masing-Masing Lembaga....................... Tabel.4.24 Jenis Layanan yang diberikan Kepada Korban Kekerasan Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 .....................................................
Gambar 1.1 94 Gambar 1.2 Gambar.1.3
98
Gambar.2.1 Gambar.2.2 Gambar.2.3
Gambar.2.4
Gambar.2.5 Gambar.2.6 Gambar.2.7 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar.3.3 Gambar.4.1
Gambar. 4.2
ix
Prosentase kasus yang ditangani P2TPA “RDU“ selama tahun 2009 .......................... Penganggur menurut kategori jenis kelamin di Provinsi.DIY ............................................ Kerangka berpikir penyusunan profil Perlindungan perempuan dan anak ............ Batas wilayah Provinsi DIY ......................... Luas Wilayah Kabupaten/kota di DIY ......... Sebaran Jenis Tanah di Prov.DIY ...............
Bandingan struktur penduduk menurut usia antara Nasional dengan Provinsi DIY tahun 2010 .............................................................. Jumlah Penduduk di Provinsi DIY .............. Distribusi Penduduk (2005-2008) Provinsi DIY .............................................................. Kepadatan di Provinsi DIY tahun 2008 ....... Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY .... Persentase Perempuan sebagai Profesional (2004-2008) .............................. Angka Putus sekolah untuk SD,SMP dan SMU di Provinsi DIY .................................... Grafik Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang ditangani P2TPA”RDU” di Provinsi DIY ...................... Tindakan kekerasan KDRT sesuai Jenis Kelamin di prov.DIY Tahun 2009 .................
x
5 8 13 14 16 17
21 22 24 25 40 42 54
67 68
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memegang komitmennya sejak lama untuk mengusahakan dan memberikan perlindungan hak asasi manusia kepada setiap warga negaranya. Komitmen ini jelas diwujudkan dengan partisipasi aktif Indonesia dalam penyusunan berbagai konvensi internasional dan keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan-persetujuan Internasional dalam rangka memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia khususnya terhadap hak-hak perempuan dan anak. Konvensi Internasional yang telah disetujui oleh Indonesia tersebut antara lain konvensi pemberantasan perdagangan manusia dan eksploitasi prostitusi (1949), konvensi 100 ILO tentang persamaan pendapatan (1951), konvensi tentang hak politik perempuan (1952), konvensi tentang hak kewarganegaraan perempuan yang menikah (1957), deklarasi perlindungan perempuan dan anak dalam situasi darurat dan konflik bersenjata (1974), Beijing platform untuk melihat isu perkembangan perempuan dalam berbagai bidang (1995), dan konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984. Dalam tataran target pembangunan, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang menyepakati delapan point
1
tujuan untuk dicapai bersama yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs) yang meliputi: 1. penghapusan kemiskinan 2. pencapaian wajib belajar pendidikan dasar 3. peningkatan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan 4. mengurangi tingkat kematian anak 5. peningkatan kesehatan ibu 6. penanganan HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya 7. memastikan kelestarian lingkungan 8. pengembangan kemitraan untuk pembangunan berkelanjutan Jika dicermati tujuan yang terangkum dalam MDGs terbagi menjadi tiga bidang, yaitu bidang ekonomi, bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Pada bidang ekonomi antara lain meliputi pengentasan kemiskinan, dan pengembangan kemitraan, penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu target utama dari MDGs mempunyai sasaran yang harus dijalankan semua negara yang telah meratifikasinya, yaitu menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah satu dollar per hari, dan menurunkan penduduk yang menderita kelaparan. Bidang kedua, berkaitan dengan pendidikan dan keadilan gender, dimana terangkum dalam solusi untuk permasalahan pendidikan target yang ingin dicapai adalah menghilangkan ketimpangan gender pada tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan semua tingkat pada tahun 2015. Pada Bidang ketiga, merupakan sisi kesehatan meliputi penurunan angka kematian bayi, peningkatan kesehatan ibu,
2
dan penanganan HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya. Berhubungan dengan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan, hingga sekarang Perempuan dan anak merupakan pihak yang rentan untuk mengalami kekerasan. Data BPS tahun 2006 pada survei kekerasan bekerjasama
Januari sampai dengan Desember). Seperti biasanya, catatan tahunan ini merupakan kompilasi data dari lembaga mitra pengada layanan, berjumlah 269 lembaga yang memberikan responnya. Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) yang tercatat ditangani lembaga pengada layanan meningkat setiap tahun (tahun 2001 – 2008). Tahun 2009 peningkatan
dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat, angka kekerasan terhadap perempuan secara nasional mencapai 2,27 juta perempuan (3,07 persen). Berarti dari setiap 10.000 perempuan Indonesia, sekitar 307 perempuan mengalami tindak kekerasan. Sementara untuk anak, angkanya tidak jauh berbeda yaitu 3,02 persen atau secara angka nasional 2,29 juta anak. Ini berarti, setiap 10.000 anak Indonesia sekitar 302 anak pernah mengalami tindak kekerasan. Komisi Nasional Perempuan (Komnas) melaporkan bahwa kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), secara nasional mengalami peningkatan nyata dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang tercatat berjumlah 14.020 kasus. Angka ini terus meningkat pada tahun 2005 jumlah kasus KDRT mencapai 20.391 kasus, pada tahun 2006 naik menjadi 22.512 kasus. Jumlah kasus tersebut dihitung secara nasional dan ditangani oleh 258 lembaga di
jumlah KTP mencapai 143.586 kasus atau naik 263% dari jumlah KTP tahun lalu (54.425). (Komnas Perempuan, 2009). Jumlah kasus yang ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” (RDU) secara total meningkat dari tahun ke tahun. Dimulai tahun 2004 terdapat 14 kasus yang ditangani, tahun 2005 meningkat menjadi 109 kasus, tahun 2006 sebanyak 113 kasus, tahun 2007 sebanyak 118 kasus, tahun 2008 sebanyak 120 kasus, dan menurun pada tahun 113 kasus pada tahun 2009. dari 135 kasus yang ditangani pada tahun 2009, terbesar adalah kasus kekerasan terhadap isteri/KDRT (65,48%), dan 45 kasus (36,28%) merupakan kasus kekerasan terhadap anak. Sebaran kekerasan yang ditunjukkan oleh data jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut merupakan sebagian kecil dari sekian kasus yang belum tertangani, fenomena tersebut terkait dengan budaya yang
32 Provinsi di Indonesia. Kasus kekerasan terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 16.709 kasus setara dengan 74%, disusul dengan kekerasan di ranah komunitas sebanyak 5.240 kasus setara dengan 23%, dan 43 kasus ditemukan terjadi di ranah negara. Catatan tahunan 2010 ini merupakan kompilasi catatan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam tahun 2009 (periode
dipegang teguh oleh sebagian masyarakat, dimana kekerasan di rumah tangga dianggap sebagai kekurangan yang tidak perlu di expose, karena dianggap sebagai aib baik bagi diri korban maupun keluarga.
3
4
2% 4%
KTI/KDRT
4% 1%
KTA PERKOSAAN 33%
56%
KTD PELECEHAN
perempuan dan anak, beserta upaya pencegahan dan penanganan yang sudah dilaksanakan oleh pendamping dari Forum PK2PA. Penyusunan profil dalam jangka pendek menjadi sangat penting untuk disusun dan dikembangkan, sebagai basis data dan menjadi masukan dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
KDP
Gambar.1.1. Prosentase kasus yang ditangani P2TPA “RDU” selama Tahun 2009 Berdasarkan data kasus yang ditangani oleh P2TPA ”Rekso Dyah Utami” tampak bahwa penyebaran kasus tidak terjadi secara merata di semua wilayah di Provinsi DIY, artinya dimungkinkan terdapat kantong-kantong wilayah yang memiliki potensi kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tinggi disatu sisi lainnya terdapat wilayah yang potensi kekerasan terhadap perempuan dan anak rendah. Data kasus yang ditangani oleh P2TPA “RDU” merupakan gambaran kecil yang belum mampu mewakili keberadaan kasus kekerasan dalam masyarakat sosial, walaupun demikian keberadaan data tersebut akan menjadi informasi penting dalam menyusun regulasi penanganan kekerasan dalam rumah tangga, dan elemen kekerasan lainnya. Dalam
1.2. Permasalahan Pertumbuhan penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan angka yang cukup pesat. Pada tahun 2009 pertumbuhan penduduk DIY sebesar 0,96. Hal ini membawa dampak yang cukup beragam, mulai dari peluang kerja dan kesempatan kerja, dan perumahan/permukiman. Kesempatan kerja serta peluang kerja yang semakin sempit sehingga berakibat meningkatnya pengangguran di masyarakat. Tabel. 1.1. Proyeksi penganggur tahun 2008-2012 Provinsi DIY Kelompok Umur
rangka meyusun strategi perlindungan perempuan dan anak, yang valid dan rasional, dibutuhkan adanya profil yang secara nyata mendeskripsi kondisi situasional tindak kekerasan pada
5
2008
2009
2010
2011
2012
15 - 19
13.753
13.924
14.084
13.820
13.612
20 - 24
39.618
34.968
30.223
24.335
18.551
25 - 29
40.004
47.226
55.239
62.326
70.594
30 - 34
10.233
11.353
12.501
12.134
12.114
35 - 39
8.745
10.739
12.748
13.463
14.501
40 - 44
3.227
3.865
4.525
3.776
3.322
45 - 49
3.358
5.747
8.249
9.667
11.449
6
Kelompok Umur
2008
2009
2010
2011
2012
50 - 54
911
1.725
2.553
2.448
2.565
55 - 59
5.291
6.858
8.497
9.403
10.549
60 +
7.064
9.001
10.946
11.333
12.094
132.205 145.405 159.565 162.706
69.351
Jumlah
persebaran parsial penganggur terbesar terdapat di Kabupaten Sleman (30,778%), kota Yogyakarta (23,554%), dan terendah terdapat di Kabupaten Kulonprogo (8,341%). Tabel.1.2. Jumlah Penganggur menurut kategori jenis kelamin di Provinsi.DIY Kabupaten/Kota
Sumber : Disnakertrans Prov, DIY, 2009
Proyeksi penganggur berdasarkan kelompok umur tertinggi didominasi oleh umur produktif diatas 34 tahun, diikuti oleh kelompok usia 25-34 tahun sebanyak 37.277 jiwa (28,122%), terendah pada kelompok usia 15-19 tahun setara dengan lulusan SMA/SMK sebanyak 23.703 jiwa (17,882%). Jika ditinjau dari kelompok pendidikan, penganggur tertinggi pada tingkat SLTA (42%) sebagai tingkat produktif dalam angkatan kerja, dan diikuti kelompok pendidikan kelulusan dari Perguruan Tinggi (11%), kelemahan pemerintah dalam mempersiapkan kesempatan kerja kepada masyarakat, menjadi triger semakin parahnya tingkat pengangguran di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Apabila dilihat dari data pilah menurut kategori jenis kelamin untuk Provinsi DIY sebagaimana disajikan pada tabel. 1.2. Dari tabel menunjukkan jumlah penganggur secara keseluruhan sebesar 132.552 orang, dimana jumlah laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan sebesar 52,256 persen, dan perempuan sebesar 47,743 persen, kondisi ini menunjukkan secara riil bahwa pencari kerja laki-laki hampir disamai jumlahnya oleh perempuan, hal ini menunjukkan perempuan sudah terbuka untuk mencoba mandiri untuk mencari peluang kerja, setara dengan laki-laki. Dilihat dari
7
L
P
Jumlah
Kota Yogyakarta
16.915
14.307
31.222
Bantul
15.431
15.422
30.853
Kulon Progo
5.932
5.125
11.057
Gunungkidul
9.257
9.366
18.623
Sleman
21.732
19.065
40.797
Jumlah
69.267
63.285
132.552
Sumber ; Disnakertrans Prov.DIY, 2009
25000 20000 15000 10000 5000 0
KOTA YOGYAKAR
SLEMAN
BANTUL
KULONPRO GUNUNGKI GO DUL
laki-laki
16915
21732
15431
5932
9257
perempuan
14307
19065
15422
5125
9366
Gambar 1.2. Penganggur menurut kategori jenis kelamin di Provinsi.DIY Disisi lain masalah kemiskinan yang terjadi di tingkat masyarakat saat ini cukup signfikan sebagai salah satu faktor
8
munculnya KDRT maupun KTA. Data empirik besarnya kemiskinan di Provinsi DIY sampai tahun 2010 (PSE 05 dan PPLS 08), disajikan pada tabel.1.3. Tabel.1.3. Sebaran penduduk miskin di Provinsi DIY Tahun 2007-2009 KAB/KOTA
2007
2008
2009
Kota Yogyakarta
19.681
19.681
12.392
Bantul
64.386
64.386
49.157
Kulon Progo
42.345
42.360
33.280
Gunungkidul
95.722
95.694
81.232
Sleman
52.976
52.976
38.971
Jumlah
275.110
275.097
216.032
Sumber : BPS, 2007 dan BPS, 2009
Kekerasan dalam rumah tangga maupun kekerasan terhadap anak, merupakan akibat dari berbagai faktor, faktor lapangan, dari sekian faktor: sosial. budaya, dan ekonomi, menunjukkan faktor ekonomi sangat dominan, terjadi hampir pada masyarakat miskin yang tercatat pada data tahun 2010 sebesar 201.628 RTS. Dilihat dari data empirik sebagian besar Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang tercatat di Provinsi DIY di dominasi oleh KK laki-laki diatas 85% sedangkan untuk KK perempuan paling tinggi 15%, untuk KK perempuan merupakan orang tua perempuan dengan usia diatas 40 tahun. Dengan demikian permasalahan menjadi lebih mengerucut, penyebab terjadinya kekerasan dalam kehidupan rumah tangga termasuk didalamnya kekerasan
9
terhadap anak, merupakan muara dari faktor ekonomi, sosial, maupun faktor psikis. Pengenalan relasi antara faktor pendukung kesejahteraan masyarakat pada umumnya, secara umum menunjukkan masih besarnya bias kesempatan dan peluang antara laki-laki dan perempuan. Kondisi seperti ini menjadi salah satu pemicu terjadinya ketidakseimbangan relasi antara subyek laki-laki dan perempuan. Pendekatan komprehensif dan holistik untuk mengantisipasi terjadinya tindak kekerasan menjadi satu pemikiran untuk mempersiapkan satu basis data yang valid dan terpercaya dalam upaya tindak pencegahan dan penanganan pada korban kekerasan yang terjadi di Provinsi DIY. Dengan demikian permasalahan dirumuskan : 1. Sejauhmanakah karakteristik dari upaya pencegahan dan penanganan kasus berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak 2. Sejauhmanakah strategi upaya pencegahan dan penanganan kasus berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak 1.3. Maksud dan Tujuan Kegiatan ini dimaksudkan untuk sarana inventarisasi upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Provinsi DIY, maupun organisasi lain yang tergabung pada Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (PK2PA) sebagai upaya perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan. Hasil inventarisasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak terkait dalam menyusun rencana
10
pencegahan maupun penanganan perempuan dan anak berhadapan dengan kekerasan. Tujuan : 1. Menyusun suatu profil sebagai acuan tentang upaya perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan baik dalam pencegahan maupun penanganannya. 2. Mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan pihak lembaga, khususnya pemerintah Provinsi DIY, melalui Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat, dan lembaga lain yang tergabung dalam forum PK2PA di wilayah Provinsi DIY: meliputi produk hukum yang dihasilkan, upaya sosialisasi, serta upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
1.5. Kerangka Pemikiran Data kependudukan dengan elemen data terpilah mengenai indikator perempuan dan anak disusun sebagai data, yang dimanfaatkan sebagai basis data yang komprehensif dalam upaya perencanaan, implementasi, dan evaluasi merupakan profil upaya pencegahan serta penanganan mengenai perlindungan perempuan dan anak untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dukungan data primer dan data sekunder dari lembaga/institusi yang tergabung dalam Forum PK2PA provinsi DIY, dibutuhkan dalam kelengkapan profil perlindungan perempuan dan anak. Mengacu pada konsepsi berpikir, disusun diagram alir penyusunan acuan basis data perlindungan bagi perempuan dan anak.
1.4.
Ruang lingkup Profil ini berusaha menyajikan keadaan umum perlindungan perempuan dan anak yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya dari berbagai macam tindakan kekerasan. Bahasan dalam Profil ini meliputi gambaran geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kaitannya dengan demografi, geografi, ekonomi, sosial termasuk didalamnya pendidikan, dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) maupun Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang mempunyai sumbangan terhadap munculnya berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keadaan umum tersebut mencerminkan indikator internal maupun eksternal dari masalah perlindungan perempuan dan anak.
11
12
Dukungan Forum PK2PA
BAB II KONDISI WILAYAH PROVINSI DIY
Data terpilah Penanganan Korban
Penyusunan profil perlindungan perempuan dan anak
Data Teks untuk perempuan dan anak
Data Pendukung indikator Pembangunan Gender
Data BPS atau data penunjang lainnya
2.1. Geografis Provinsi DIY merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi di Indonesia. Provinsi DIY terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Batas wilayah Provinsi DIY sebelah selatan adalah Samudera Indonesia, bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut berbatasan dengan Jawa Tengah yaitu: bagian timur laut Kabupaten Klaten, sebelah tenggara Kabupaten Wonogiri, sebelah barat Kabupaten Purworejo, dan di sebelah barat laut Kabupaten Magelang. Gambaran wilayah Provinsi DIY dapat digambarkan sebagaimana disajikan pada gambar 2.1.
Gambar.1.3. Kerangka berpikir penyusunan profil perlindungan perempuan dan anak
Gambar.2.1. Batas wilayah Provinsi DIY
13
14
Provinsi DIY terdiri atas empat kabupaten dan satu kota dengan 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan yaitu : 1. Kabupaten Kulon Progo terdiri atas 12 kecamatan dan 88 kelurahan/desa; 2. Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan dan 75 kelurahan/desa;
574.82
32.5
586.27
506.85
3. Kabupaten Gunungkidul terdiri atas 18 kecamatan dan 144 kelurahan/desa; 4. Kabupaten Sleman terdiri atas 17 kecamatan dan 86 kelurahan/desa; 5. Kota Yogyakarta terdiri atas 14 kecamatan dan 45 kelurahan/desa.
1485.36
Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
sleman
Yogyakarta
Secara Astronomis Wilayah DIY terletak pada 7033’8012. LS dan 110000’ – 110050. Bujur Timur.
Gambar.2.2. Luas Wilayah Kabupaten/kota di DIY
Luas wilayah wilayah Provinsi DIY seluas 1.890.754 2 km , adapun Luas masing wilayah kabupaten/kota adalah sebagai berikut : 1. Kabupaten Kulon Progo dengan luas 586,27 km2, setara 18.4 persen; 2. Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2, setara 15.91 persen; 3. Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1485,36 km2, setara 46,63 persen;
Gambaran umum Topografi wilayah Provinsi DIY, terletak pada ketinggian antara 100-499 m dari permukaan laut, tercatat sebesar 65.65 persen ketinggian kurang dari 100 meter sebesar 28,84 persen, ketinggian antara 500-999 m sebesar 5.04 persen dan ketinggian diatas 1000 m sebesar 0.47 persen. Provinsi DIY secara umum memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 0-22.8 mm perhari yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Menurut data Badan Pertanahan Nasional (Bapeda Prov DIY, 2008)
4. Kabupaten Sleman, dengan luas 574,82 km2, setara 18,04 persen; 5. Kota Yogyakarta dengan luas 32,5 km2, setara 1,02 persen.
15
Dengan Jenis tanah secara umum sebagai berikut : 1. Jenis tanah Litosol seluas 33,05 persen 2. Jenis tanah Regosol seluas 27,09 persen 3. Jenis tanah Latosol seluas 12,38 persen 4. Jenis tanah Grumosol seluas 10,97 persen
16
5. Jenis tanah mediterania seluas 10,84 persen 6. Jenis tanah Aluvial seluas 3,19 persen 7. Jenis tanah Renzina seluas 2,47 persen
luas (persen)
11%
3%
2% 34%
11%
12% 27%
Litosol
Regosol
Latosol
Grumusol
Mediteran
Aluvial
Renzina
Gambar.2.3. Sebaran Jenis Tanah di Prov.DIY 2.2. Kependudukan Secara harfiah, data kependudukan terdiri atas kelahiran, kematian, migrasi, pertumbuhan, struktur dan distribusi penduduk di suatu wilayah pada suatu periode tertentu. Komponen kependudukan ini pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pembangunan daerah secara keseluruhan.
besarnya laju pertumbuhan penduduk dari suatu wilayah. Laju pertumbuhan penduduk itu merupakan suatu resultante dari pertambahan alamiah dan migrasi neto. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka laju pertumbuhan penduduk tentunya harus dikendalikan dengan cara mempengaruhi variabel-variabel yang menentukan laju pertambahan penduduk. Hal ini sangat penting, dimana semakin cepat laju pertumbuhan penduduk, maka semakin cepat pula penduduk tersebut menjadi dua kali lipat (doubling time). Jumlah penduduk di Provinsi DIY dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1971 tercatat 2,5 juta jiwa, dan pada tahun 1980 dan 1990 masing-masing meningkat menjadi 2,8 juta dan 2,9 juta jiwa dan pada tahun 2000 mencapai 3,1 juta jiwa. Dengan laju dari tahun 1971 ke tahun 1980 laju pertumbuhan sebesar 1,10 persen pertahun dari tahun 1980 ke tahun 1990 selama 10 tahun laju pertumbuhan sebesar 0,58 per tahun dan dari 1990 ke tahun 2000 laju pertumbuhan sebesar sebesar 0,72 pertahun. Sedangkan dari tahun 2000 menuju tahun 2007 akhir laju pertumbuhan per kabupaten disajikan pada tabel.2.1. Tabel.2.1. Jumlah Penduduk menurut struktur umur dan jenis kelamin (1000) Tahun 2005 sd 2012 Kelom pok umur
2.2.1. Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk merupakan suatu ukuran yang menggambarkan banyaknya penduduk yang menempati suatu wilayah dan sering diistilahkan dengan "size". cepat atau lambatnya suatu size bertambah ditentukan oleh
17
L
2006 P
L
2007 P
L
2008 P
L
P
0-4
104,0
99,5 106,6 100,3 108,2 100,9 108,9 103,6
4-9
100,6
95,8 101,3
10-14
2005
97,2 102,6
123,6 117,9 119,5 115,2 116,6
18
97,9 105,2
98,3
111 113,7 108,0
Kelom pok umur
2005 L
2006 P
L
2007 P
L
2008 P
L
P
2009 L
2010 P
L
2011 P
L
2012 P
L
P
15-19
141,7 133,7 140,9 133,1 141,1 130,9 136,6 128,6
40-44
121,9 130,2 123,8 131,1 124,8 131,9 126,0 132,5
20-24
192,5 171,1 186,1 165,1 179,4 159,9 173,7 155,6
45-49
114,2 121,6 115,9 123,6 117,8 125,5 118,8 127,5
25-29
191,7 167,9 193,1 169,0 197,0 171,0 199,9 173,0
50-54
96,5 103,4 101,3 107,5 103,1 111,6 107,5 114,3
30-34
139,5 1137,6 151,7 144,0 161,8 150,9 173,2 157,4
55-59
79,5
82,4
82,6
86,4
86,4
89,9
89,1
93,5
35-39
123,3 130,3 125,4 131,0 126,4 131,9 128,5 132,8
60-64
58,8
65,5
61,2
67,9
63,9
70,3
68,1
72,5
40-44
117,0 124,1 118,4 125,9 119,1 128,0 120,9 129,2
65-69
48,6
57,8
47,8
57,4
49,2
57,7
49,9
59,7
45-49
104,4 107,7 107,1 111,8 109,9 115,0 112,2 118,8
70-74
40,2
51,6
41,0
51,3
42,3
51,2
40,9
52,2
52,8
72,5
53,7
74,8
53,3
77,2
54,5
78,9
50-54
85,4
86,8
89,0
90,8
92,7
95,0
95,6
98,7
75+ Jumlah
55-59
66,0
71,3
68,7
73,9
71,4
76,1
75,5
79,3
60-64
57,3
64,4
56,5
63,9
56,3
65,0
57,1
64,7
65-69
51,1
60,1
50,6
59,7
50,2
59,0
48,9
58,7
70-74
38,8
49,0
40,5
49,8
40,9
51,1
40,5
51,2
75+
47,4
64,6
48,2
65,9
49,2
68,1
50,4
70,4
Jumlah .684,3 .681,2 .703,6 .696,6 .722,8 .711,7 .740,8 .727,7 Kelomp ok umur
Kelomp ok umur
2009 L
2010 P
L
2011 P
L
2012 P
L
P
0-4
109,6 103,9 111,3 103,9 112,5 105,3 113,0 106,4
4-9
106,5
99,7 108,1 100,1 108,4 101,4 110,0 101,6
10-14
109,7 105,0 106,6 100,9 107,0 100,4 106,6
15-19
131,2 125,3 124,9 122,1 124,7 120,0 123,6 117,7
20-24
167,7 151,4 160,9 148,1 157,4 143,8 154,1 140,5
25-29
204,1 174,6 208,1 176,5 199,1 171,1 190,5 165,5
30-34
184,2 162,3 192,0 167,2 197,3 171,4 202,1 173,6
35-39
132,4 134,8 138,5 138,1 147,6 143,1 158,1 148,9
19
99,7
1.759,9 1.742,0 1.777,7 1.756,9 1.794,8 1.771,8 1.812,9 1.785,0 Sumber : BPS Provinsi DIY,2009
Pertumbuhan penduduk pada tahun 2007 sebesar 0,99 persen relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2006 sebesar 1,011 persen, pertumbuhan 2008 sebesar 0,962 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya. Untuk Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta, memiliki laju pertumbuhan di atas angka provinsi yaitu 1,43 persen, 1,31 persen, dan 1,29 persen. Dengan luas wilayah 3.185,80 km2 kepadatan penduduk di Provinsi DIY tercatat 1089 jiwa/ km2. Kepadatan tertinggi di Kota Yogyakarta sebesar 14.059 jiwa/ km2, dan terendah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 462 jiwa/ km2, dilihat dari komposisi kelompok umur penduduk DIY didominasi kelompok umur dewasa yaitu umur 25-59 tahun sebesar 10,75 persen, kelompok umur 0-24 tahun tercatat sebesar 35,51 persen, kelompok umur 25-59 tahun 51,75
20
persen, dan lanjut usia umur 60 tahun ke atas sebesar 12,74 persen (BPS Prov DIY, 2009). Bagaimana kondisi penduduk pada tahun 2010 untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, jika dilihat dari konteks nasional, yang digambarkan seperti piramida sebagai berikut :
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
85+ 80-84 75-79 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
12.5
10
DI Yogyakarta
7.5
5
2.5
0 2.5 Persen
Jumlah Penduduk di Prov. DIY
Perempuan
Jumlah Penduduk
85+ 80-84 75-79 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
5
7.5
10
12.512.5
10
7.5
5
2.5
dan selanjutnya bergerak pada usia di atas 70 tahun jumlah perempuan relatif lebih besar dibandingkan laki-laki, hal ini memberikan indikasi bahwasanya harapan hidup perempuan relatif lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk Provinsi DIY.
0 2.5 Persen
1000000 900000 800000 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 5
7.5
10
12.5
bantul
kl.progo gn.kidul
Kabupaten/kota
Gambaran ini menunjukkan bahwasanya perempuan dan laki-laki dipilahkan dalam garis pemisah yang ditandai dengan pembagian persen di bagian bawah. Secara nasional pada usia paling rendah 0-4 tahun sampai diatas 70 tahun cenderung lebih besar laki-laki dibandingkan dengan perempuan, sehingga bentuknya mengerucut di bagian atas, selanjutnya untuk Provinsi DIY pada usia 0-4 tahun sampai 50-54 tahun menggelembung yang artinya keseimbangan antara laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang sama, 21
2009
yogyakarta sleman
Nasional
Gambar.2.4. Bandingan struktur penduduk menurut usia antara Nasional dengan Provinsi DIY tahun 2010 (proyeksi BPS, 2002)
2008
Gambar.2.5. Jumlah Penduduk di Provinsi DIY
2.2.2. Persebaran dan Kepadatan Persebaran penduduk di Provinsi DIY untuk 4 kabupaten dan satu kota, mendeskripsikan gambaran yang berimbang, kondisi tersebut merupakan indikasi akses antara kota dan desa, yang ada di Provinsi DIY relatif terjangkau dalam satuan 1 sampai 3 jam untuk jarak terjauh. Persebaran penduduk selama 4 tahun disajikan pada tabel 2.2.
22
Tabel.2.2 Persebaran penduduk menurut kabupaten/kota tahun 2005 sampai 2008 Kabupaten
2005
2006
2007
2008
Kota Yk
439.393
445.258
451.118
456.915
Bantul
871.203
884.086
896.994
909.812
Kulonprogo
373.770
374.142
374.445
374.783
Gunungkidul
681.554
683.443
685.210
686.772
Sleman
999.586
1.013.178
1.026.767
1.040.220
2005-2008
Yogyakarta 13%
masyarakat terdapat di Kabupaten Sleman, diikuti Bantul dan Gunungkidul, sedangkan terkecil distribusi adalah di Kota Yogyakarta, dengan memperhatikan pada data, deskripsi persebaran tersebut digambarkan secara grafis, sebagai gambar 2.6.
kulon progo Bantul 26%
Bantul Gunungkidul
Sleman 30%
Sleman Yogyakarta
Gunungkidul 20%
Sumber : BPS Provinsi DIY,2009
Dengan total luas kawasan Provinsi DIY sebesar 3.185,81 km2, Kabupaten Gunungkidul merupakan yang terluas yaitu 1.485,36 km2, atau 44,63 persen dari seluruh luasan DIY, sedangkan daerah dengan luas daerah paling kecil adalah Kota Yogyakarta seluas 32,50 km2 sekitar 1,02 persen dari luasan Provinsi DIY. Distribusi tertinggi
kulon progo 11%
Gambar.2.6. Distribusi Penduduk (2005-2008) Provinsi DIY
Memperhatikan pada persebaran penduduk yang paling tinggi dan paling rendah di Provinsi DIY, kepadatan menjadi satu indikator dari kemampuan wilayah untuk menyediakan kebutuhan primer bagi masyarakat, dari gambaran luas kawasan kabupaten terhadap jumlah penduduk diketahui kepadatan penduduk, secara umum digambarkan pada tabel.2.3. Tabel.2.3.Kepadatan Penduduk untuk kabupaten kota di Provinsi DIY Kabupaten
2005
2006
2007
2008
13.520
13.700
13.881
14.059
1.719
1.744
1.770
1.795
KP
638
638
639
639
GK
459
480
461
462
1.739
1.763
1.786
1.810
Kota Yk Bantul
Sleman
Sumber : BPS Provinsi DIY,2009.
23
24
DIY pada tahun 2008 (BPS. DIY, 2009) sebagaimana disajikan pada tabel. 2.4. kulon progo Bantul 3% 10%
Gunungkidul 2% Sleman 10%
Yogy akarta
Tabel.2.4. Jumlah penduduk pada tahun 2008 sesuai Jenis Kelamin
kulon progo Bantul Gunungkidul
Kabupaten/kota
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Sleman
Kota Yk
14.638
10.085
24.723
Yogyakarta
Bantul
8.695
7.729
16.424
Kulonprogo
6.058
5.135
11.193
Gunungkidul
8.813
5.682
14.495
Sleman
15.970
11.977
27.947
Jumlah
54.174
40.608
94.782
75%
Gambar.2.7. Kepadatan di Provinsi DIY tahun 2008
Kepadatan tertinggi berada di Kota Yogyakarta, hal ini menjadi wajar karena sebagai pusat kota atau ibu kota Provinsi perputaran dana, serta peluang kerja untuk sektor formal maupun informal sangat menjanjikan dengan kepadatan penduduk pada tahun 2007 sebesar 13.880,55 jiwa/km2, diikuti Sleman berjumlah 1.785,24 jiwa/km2, dan Bantul sebesar 1.769,74 jiwa/km2, sedangkan yang paling rendah terdapat di Kabupaten Gunungkidul sebesar 461,31 jiwa/km2, Sedangkan untuk tahun 2008 kepadatan tertinggi di Kota Yogyakarta sekitar 14059 jiwa/km2, dan terendah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 462 jiwa/km2
Sumber : BPS Prov.DIY,2009
Data kependudukan sesuai Jenis Kelamin untuk kabupaten/kota merupakan gambaran dari distribusi keberadaan penduduk dengan Jenis Kelamin tertentu, dari
2.2.3. Struktur Penduduk Struktur penduduk menurut kategori Jenis Kelamin, merupakan bentuk data pilah yang berfungsi dalam memberikan gambaran posisi gender. Persebaran penduduk menurut Jenis Kelamin dan menurut kabupaten/kota Provinsi
gambaran data tahun 2008 (BPS, Prov.DIY, 2009) menunjukkan secara umum penduduk di Provinsi DIY lebih banyak kaum pria dengan rasio perbandingan 0,7 dibanding 1, dimana penduduk laki-laki lebih tinggi 0,7 persen dibandingkan dengan penduduk perempuan. Hal tersebut dapat dikatakan signfikan jika melihat trend data 2002 sampai 2006 dimana pada tahun 2002 laki-laki berjumlah 41.614 jiwa dan perempuan berjumlah 53.726 jiwa, khusus untuk tahun 2002 relatif perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan lakilaki, dan mulai menurun pada tahun 2003 sampai tahun 2006.Untuk tahun 2006, data empirik untuk laki-laki berjumlah 49.868 jiwa dan perempuan sebanyak 35.085 jiwa.
25
26
BAB III KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI DIY 3.1. Kondisi Umum Gambaran kondisi perempuan dan anak dalam bab ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan perempuan dalam komunitas masyarakat. Dari Jumlah penduduk Provinsi DIY sebesar 3.468.502 jiwa (BPS, Provinsi DIY, 2009) perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan
Pencari kerja di Provinsi DIY, laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, rasio perbandingan sekitar 1: 0,9136 dengan memperhatikan rasio yang hampir setara, menunjukkan dimana kesetaraan dalam meraih pekerjaan laki-laki dan perempuan di Provinsi DIY hampir tercapai, peluang serta kesempatan kerja terbuka baik bagi laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan untuk meraih peluang karier juga nampak dari kesempatan menjadi pegawai negeri sipil, sebagaimana disajikan pada tabel.3.2. Tabel.3.2. Pegawai Negeri Sipil di DIY menurut tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
perempuan adalah 49,48 persen laki-laki, dan 50,52 persen. Perempuan secara kuantitas jelas menunjukkan jumlah lebih banyak sehingga secara potensi, perempuan memiliki potensi yang sangat besar. Dalam perkembangan saat ini potensi itu sudah mulai terlihat dengan munculnya perempuan dalam berbagai jabatan serta peran publik. Salah satu indikator untuk melihat hal tersebut misalnya dari perbandingan perempuan dan laki-laki dalam pencari kerja (Disnakertrans DIY, 2009) disajikan sebagai berikut : Tabel.3.1. Pencari kerja menurut Jenis Kelamin di Prov. DIY N0
Kab/Kota
Laki-laki
Perempuan Jumlah
1.
Kota Yk
16.915
14.307
31.222
2.
Bantul
15.431
15.422
30.853
3.
Kulonprogo
5.932
5.125
11.057
4.
Gunungkidul
9.257
9.366
18.623
5.
Sleman
21.732
19.065
40.797
Jumlah
69.267
63.285
132.552
Sumber: Disnakertrans Prov DIY 2009
Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
S3
3
2
5
S2
229
103
332
S1
1.363
1.077
2.440
SM
121
138
259
D3
213
187
400
D2/D1
168
284
452
SMA
2.067
952
3.019
SLTP
381
29
410
SD
275
15
290
Jumlah
4.820
2.787
7.607
Sumber : BKD Prov.DIY Oktober 2009
Rasio pegawai negeri sipil antara laki-laki dengan perempuan adalah 1:0,5, kondisi ini menggambarkan realitas dari tahun ke tahun sudah terjadi peningkatan pemberdayaan gender. Persentase lebih besar pada laki-laki baik secara menyeluruh ataupun parsial. Semakin rendah pendidikan
27
28
semakin sedikit perempuan yang terlibat didalamnya, sebagai contoh pada level pendidikan SD dan SMP tidak menarik bagi kaum perempuan untuk meraih peluang kerja, sebaliknya dengan meningkatnya tingkat pendidikan dimiliki perempuan rasa percaya diri semakin besar untuk bersaing dengan kaum laki-laki dalam berkompetisi meraih kesempatan kerja sebagai
dapat diterapkan untuk pengukuran obyek ataupun subyek di tingkat lapang. Indeks pembangunan Gender, merupakan indikasi dari peran gender dalam pembangunan sosial kemasyarakatan, dimana keikutsertaan gender dalam pembangunan sebagai gambaran pendugaan dimana
PNS. Memperhatikan fenomena tersebut menarik untuk dilihat lebih mendalam, dimana realistis di sisi positif perempuan semakin berkiprah dalam komunitas masyarakat dalam pemberdayaan maupun pembangunan gender, di sisi lain masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak yang belum tertangani. Dalam bagian ini akan digambarkan keadaan perempuan dan anak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan pada ukuran Indeks Pembangunan Gender dan Indikator-indikatornya, Indeks Pemberdayaan Gender dengan indikator-indikatornya dan Indeks Kesejahteraan anak berdasarkan indikator kesehatan dan pendidikan. 3.2. Indeks Pembangunan Gender Indeks merupakan bagian dari indikator dalam suatu variabel yang dihitung sebagai bentuk ukuran subyek ataupun obyek. Pengertian indikator sendiri adalah variabel yang
semakin banyaknya keterlibatan gender dalam pembangunan memberikan nilai positif bagi subyek gender tersebut secara indikatif. Untuk indikasi pembangunan gender, beberapa parameter yang dibutuhkan antara lain: Angka harapan hidup, Angka melek huruf, Rata-rata lama sekolah, dan Daya beli. Indeks pembangunan gender merupakan gambaran dari rasio perbandingan antara IPM secara keseluruhan, yang diukur dengan ketimpangan gender, selisih antara laki-laki dengan perempuan. Indeks Pembangunan Gender merupakan ukuran yang diterapkan untuk mengukur pembangunan gender, dimana secara implisit merupakan penilaian komposit dari peningkatan kapabilitas dasar perempuan yang menunjukkan status pencapaian pembangunan gender. Penilaian obyektif dari pencapaian pembangunan gender dirasiokan dengan IPM. Untuk Provinsi DIY pada tahun 2008 ini IPM Provinsi DIY mencapai 74,88. Gambaran dari tabel 3.3. menunjukkan kenaikan, dari
dapat dipergunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu (BPS, 2005). Indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan tetapi hanya memberikan indikasi atau petunjuk tentang keadaan keseluruhan sebagai pendugaan atau proxy. Indikator merupakan ukuran yang bersifat kuantitatif yang
72,90 pada tahun 2004 menjadi 74,88 pada tahun 2008, apabila dilihat perkabupaten/kota maka IPM tertinggi pada tahun 2008 adalah Kota Yogyakarta (78,14), diikuti Kabupaten Sleman (76,70), Kabupaten Bantul (72,78), Kabupaten Kulon Progo hampir sama dengan Kabupaten Bantul (72,76) dan terendah berada di Kabupaten Gunungkidul (70,0).
29
30
Tabel.3.3. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DIY Tahun
DIY
Kota
Bantul
KP
GK
Sleman
2004
72,90
77,40
71,50
70,90
68,90
75,10
2005
73,50
77,70
71,90
71,50
69,30
75,60
2006
73,70
77,81
71,97
72,01
69,44
76,20
2007
74,15
78,14
72,78
72,76
69,68
76,70
a. Angka harapan Hidup Angka harapan hidup (AHH) merupakan indikator sosial, yang cukup efektif untuk mengukur kondisi masyarakat dalam bidang kesehatan, semakin tinggi angka harapan hidup mengindikasikan tingkat layanan kesehatan seperti diharapkan, sebaliknya dengan AHH yang rendah,
2008
74,88
78,14
72,78
72,76
70,00
76,70
mencerminkan buruknya kualitas pembangunan kesehatan.
Sumber: KNPP & BPS, 2009
Tabel.3.5. Angka Harapan Hidup Prov.DIY 2004-2008 Adapun IPG merupakan penilaian obyektif Indeks Pembangunan Gender, diukur dengan cara jika simpangan dengan IPM rendah maka dinyatakan IPG sangat baik. Selanjutnya IPG untuk Provinsi DIY disajikan pada tabel. 3.4.
Kab Kota Yk
Bantul Tabel.3.4. Indeks Pembangunan Gender untuk Provinsi DIY, 2004-2008 Tahun
DIY
Kota
Bantul
KP
GK
Sleman
2004
69,60 75,70
67,00
51,90
60,10
72,70
2005
70,20 75,80
68,70
52,70
61,00
72,90
2006
70,30 76,10
70,30
65,10
62,90
72,90
2007
71,16 76,16
70,27
65,44
64,08
73,49
2008
71,50 77,05
71,20
66,13
64,69
73,73
Kulon progo
Sumber: KNPP & BPS, 2009
2004
2005
2006
2007
2008
L
71,00
71,00
71,20
71,20
71,43
P
74,9
75,0
75,0
75,2
75,22
L
68,90
69,0
69,0
69,0
69,21
P
72,80
73,00
73,00
73,00
73,12
L
70,70
71,20
71,30
71,50
71,97
P
74,60
75,20
75,20
75,50
75,71
Gunun gkidul
L
68,50
68,50
68,70
68,80
68,88
P
72,40
72,50
72,60
72,80
72,81
Sleman
L
70,80
70,80
71,60
72,20
72,63
P
74,70
74,80
75,70
76,1
76,33
L
70,70
71,00
71,10
71,20
71,27
P
74,60
75,00
75,00
75,10
75,06
DIY
Indeks Pembangunan Gender untuk Provinsi DIY
JK
Sumber: KNPP & BPS, 2009
secara rata-rata masih berada di bawah IPM yang menunjukkan masih adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. berikut akan dibahas satu persatu indikator-indikator Indeks pembangunan gender tersebut.
Angka Harapan Hidup (AHH) untuk Provinsi DIY selama tahun 2004 sampai 2008 mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan semakin baiknya tingkat kualitas kesehatan
31
32
manusia di Provinsi DIY, secara detil Angka Harapan Hidup di DIY disajikan pada Tabel.3.5. Angka Harapan Hidup paling tinggi di DIY pada tahun 2008 berada di Kabupaten Sleman yaitu 76,33 tahun untuk perempuan dan 72,63 untuk laki-laki, hal ini dimungkinkan karena ketersediaan fasilitas kesehatan yang besar di Sleman
Tabel 3.6. Angka Melek Huruf Prov. DIY 2004-2008 Kab Kota Yk Bantul
misalnya fasilitas kesehatan yang besar berada di Kabupaten Sleman : RSUP. Dr.Sardjito, Jogja International Hospital dan Puskesmas yang ada di semua Kecamatan. Angka Harapan Hidup terendah di DIY tahun 2008 terdapat di Gunungkidul sebesar 69,21 tahun bagi laki-laki dan 73,12 tahun bagi perempuan. Hal tersebut salah satunya disebabkan kondisi geografis Gunungkidul yang lebih sulit sehingga mempengaruhi cakupan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang disiapkan pemerintah. b. Angka Melek Huruf Merupakan indikator pendidikan selain rata-rata lama sekolah, angka melek huruf merupakan gambaran dari pembangunan bidang pendidikan, dalam implementasi perhitungannya didasarkan pada persentase penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Secara umum Angka Melek huruf di Provinsi DIY selama kurun waktu 5 tahun dapat dilihat pada tabel. 3.6.
33
Kulon progo
JK
2004
2005
2006
2007
2008
L
98,3
98,7
99,0
99,7
99,74
P
93,7
94,1
94,1
95,5
96,34
L
91,4
93,2
93,4
95,9
95,87
P
80,2
81,2
81,2
81,5
83,75
L
94,0
94,7
94,9
95,0
95,40
P
79,3
79,7
80,2
83,4
83,38
Gunung kidul
L
82,5
83,0
84,5
84,7
89,61
P
65,1
66,9
67,5
67,8
75,55
Sleman
L
94,1
94,9
95,1
96,9
96,95
P
85,5
86,3
86,8
87,2
87,18
L
91,9
92,5
92,7
94,3
94,46
P
79,9
81,2
81,6
82,2
84,64
DIY
Sumber: KNPP & BPS, 2009
Secara umum di Provinsi DIY Angka Melek Huruf cukup tinggi, pada tahun 2004 untuk 100 orang laki-laki yang ada di Provinsi DIY mampu membaca dan menulis sebanyak 91,9 persen, sebaliknya untuk perempuan setiap 100 orang yang mampu membaca dan menulis sebanyak 79,9 persen. Demikian pula kondisi ini meningkat dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat dengan adanya program BOS, PAUD maupun kejar paket A,B, C, sehingga secara formal maupun non formal masyarakat mampu mengikuti pendidikan. Sampai akhir tahun 2008 AMH laki-laki meningkat menjadi 94,46 persen dan perempuan 84.64 persen. Jika secara terpilah memperhatikan pada perempuan saja, maka AMH di setiap kabupaten/kota yang ada di
34
Provinsi DIY, menunjukkan adanya perbedaan, dari tabel 3.6. nampak bahwa untuk Kota Yogyakarta peringkat tertinggi, dimana AMH perempuan (2008) sebesar 96,34, diikuti Kabupaten Sleman sebesar 87,18, Kabupaten Bantul sebesar 83,75, Kabupaten Kulon Progo sebesar 83,38, dan terendah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 75,55. Walaupun secara
Tabel 3.7. Rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi DIY 2004-2008 Kab Kota Yk Bantul
umum AMH di kota/kabupaten dinyatakan baik, akan tetapi nampak bahwa Yogyakarta dan Sleman memiliki kemungkinan bagi setiap perempuan untuk menikmati fasilitas pendidikan yang disiapkan oleh pemerintah jauh lebih baik dan berkualitas. c. Rata-rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu indikator di bidang pendidikan yang sangat berguna untuk mengetahui tingkat pendidikan penduduk secara umum. Ratarata lama sekolah atau MYS (mean years schooling) adalah sebuah angka yang menunjukkan rata-rata lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai tingkat pendidikan terakhir. Selama beberapa tahun terakhir 2004-2008 rata-rata lama sekolah di Provinsi DIY mengalami kenaikan yang signifikan, pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 8,25 tahun yang meningkat pada tahun 2008 sebesar 8,745 tahun. Angka 8,745 menunjukkan rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi DIY setingkat SMP kelas 2 atau kelas 3. Gambaran secara nyata persebaran rata-rata lama sekolah di Provinsi DIY disajikan pada tabel.3.7.
35
Kulon progo Gunung kidul Sleman DIY
JK
2004
2005
2006
2007
2008
L
11,2
11,3
11,1
11,6
11,87
P
10,3
10,3
9,2
10,3
11,14
L
8,5
8,9
8,9
9,1
9,23
P
7,3
7,5
7,5
7,7
8,28
L
8,2
8,6
8,7
8,8
8,39
P
6,6
6,9
7,0
7,0
7,05
L
6,1
6,5
6,5
7,7
7,74
P
4,6
5,0
5,0
5,0
5,21
L
10,6
10,9
11,0
11,3
11,09
P
8,9
9,2
9,2
10,3
9,22
L
9,0
9,0
9,2
9,4
9,4
P
7,5
7,6
7,7
7,8
8,1
Sumber: KNPP & BPS, 2009
Dilihat secara parsial rata-rata lama sekolah untuk Provinsi DIY, untuk laki-laki pada tahun 2004 sebesar 9,0 tahun dan meningkat sebesar 0,4 pada tahun 2008 sehingga mencapai 9,4, secara numerikal terdapat kenaikan, tetapi kenyataan tetap sama setara dengan jenjang SMP kelas 3. Demikian pula untuk perempuan rata-rata lama sekolah pada tahun 2004 sebesar 7,5 dan meningkat nyata pada tahun 2008 menjadi 8,10 tahun, artinya pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah setara dengan SMP kelas 1, dan pada tahun 2008 menjadi setara dengan SMP kelas 2. Dilihat dengan unit kabupaten/kota, rata-rata lama sekolah tertinggi di Kota Yogyakarta, dimana rata-rata lama sekolah mencapai 11.5
36
tahun atau setara dengan SMU kelas 2, terdiri atas rata-rata lama sekolah untuk laki-laki sebesar 11,87 tahun dan perempuan sebesar 11,14 tahun. Sedangkan yang paling rendah terdapat di Kabupaten Gunungkidul, dimana rata-rata lama sekolah adalah 6.475 tahun setara dengan SD, terdiri atas atas rata-rata lama sekolah untuk laki-laki sebesar 7,74
Tabel.3.8. Upah pekerja Perempuan non pertanian Prov.DIY Tahun 2004 - 2007 Kab Kota Yk Bantul Kulonprogo Gunungkidul Sleman DIY
tahun setara SMP kelas 1 dan perempuan sebesar 5.21 tahun setara dengan SD kelas 5. d. Daya Beli Daya Beli merupakan kemampuan beli masyarakat terhadap produk konsumtif minimal kebutuhan primer bagi kebutuhan rumah tangga, jika dikaitkan dengan petani, maka dikenal adanya Nilai Tukar Petani atau NTP, merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani, yaitu dengan mengukur kemampuan tukar produk yang dihasilkan ataupun dijual oleh petani, dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani, baik untuk prose produksi, maupun untuk konsumsi rumah tangga. Dengan tingginya NTP dapat dipastikan tingkat kesejahteraan petani akan tinggi. Disisi lain dikenal masyarakat yang bekerja di luar sektor pertanian, dengan mengandalkan mata pencaharian di luar pertanian, diukur dengan cara yang sama yaitu kemampuan daya beli yang dipengaruhi pendapatan, dalam upaya memenuhi kebutuhan. Untuk Provinsi DIY pada tahun 2004-2007, distribusi untuk kabupaten/kota, disajikan pada tabel.3.8.
37
2004 446.4 418.1 162.9 304.3 552.4 439.4
2005 494.3 596.0 308.6 325.1 787.6 451.7
2006 688.9 735.7 704.3 558.2 847.8 755.4
2007 1092.1 960.9 710.3 785.0 1034.0 885.2
Sumber: KNPP & BPS, 2007
Sebaran dari data upah pekerja perempuan non pertanian untuk Provinsi DIY rata-rata sebesar Rp.885.200,00 untuk setiap bulan. Pendapatan atau upah perempuan tertinggi berada di Kota Yogyakarta sebesar Rp.1.092.100,00 per bulan diikuti Kabupaten Sleman sebesar Rp.1.034.000,00 per bulan dan paling rendah terdapat di Kabupaten Kulon Progo yaitu sebesar Rp.710.000,00 per bulan. 3.3. Indeks Pemberdayaan Gender Hal yang penting dari pemberdayaan gender adalah tercapainya kesetaraan gender dalam peran perempuan dan laki-laki. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), seperti halnya dengan IPG dihitung dengan disparitas, atau perbedaan ketimpangan dengan laki-laki. Elemen dasar untuk menghitung kesetaran pemberdayaan gender antara lain: ekonomi, politik dan pengambilan keputusan. Untuk Provinsi DIY besarnya masing-masing elemen dilihat sebagai berikut : a. Perempuan dalam Parlemen Banyaknya perempuan yang mampu masuk dalam wilayah publik yaitu bidang politik, diindikasikan dengan
38
banyaknya perempuan yang duduk dalam parlemen/wakil rakyat. Untuk Provinsi DIY dari tahun 1999-2009 diperlihatkan pada tabel 3.9. Tabel.3.9. Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY Periode
Periode
Periode
1999-2004
2004 - 2009
2009 - 2014
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kota Yk
1
2,7
7
20,0
7
17,5
Bantul
3
6,7
4
8,9
7
15,6
KulonProgo
2
5,6
3
8,6
5
12,5
GunungKidul
2
4,4
1
2,2
7
15,9
Sleman
2
4,4
5
11,1
8
16,0
Prov. DIY
5
9,1
7
12.7
12
21,8
DPRD
Kota Yogyakarta proporsi perempuan dalam parlemen menunjukkan tingkat yang paling tinggi di DIY dimana periode 2004-2009 mencapai 20% perempuan dalam parlemennya, namun pada periode 2009-2014 mengalami penurunan menjadi 17,5%. Di Kabupaten lain di DIY proporsi perempuan dalam parlemen pada periode 2009-2014 menunjukkan angka yang hampir setara yaitu sekitar 15% angka ini sudah meningkat dari periode sebelumnya yang hanya 10%. Proporsi perempuan di Parlemen ini diharapkan akan terus meningkat dengan sosialiasi dan usaha fasilitasi pemerintah terhadap perempuan khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat.
Sumber: KPUD Prov. DIY, 2009
Grafik Prosentase Perempuan Dalam Parlemen DIY Tahun 1999 sampai dengan 2009
Dari Tabel.3.9 di atas tampak bahwa keikutsertaan perempuan dalam perwakilan rakyat, dari tahun 1999 sampai 2004 sebanyak 9,09 persen dari seluruh anggota parlemen berasal dari perempuan, dan pada 2004-2009 mulai meningkat sebanyak 7 orang setara dengan 12,73 persen, terakhir rentang waktu tahun 2009-2014 sebanyak 12 orang setara dengan 21,82 persen. Walaupun belum memenuhi
25 21.82 20 20
15
39
16
15.86
15.56 12.73
12.5 11.11
10
9.09
8.9 6.67
target 30% namun peningkatan jumlah perempuan yang berada di parlemen khususnya di Provinsi DIY terus terjadi. Jika dilihat dari masing-masing kabupaten, tampak di masing-masing kabupaten/kota juga menunjukkan trend peningkatan yang cukup nyata dimana dimasing-masing DPRD kabupaten juga terjadi peningkatan proporsi perempuan yang masuk dalam parlemen. Pada Parlemen
17.5
5
8.57
1999 ‐ 2004 2004 ‐ 2009
5.56
4.44
2.7
4.44
2009 ‐ 2014*
2.22
0 Provinsi
Kota
Bantul
KP
GK
Sleman
Gambar 3.1. Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY
40
b. Perempuan dalam Ekonomi Didalam bidang ekonomi, diindikasikan dengan peran perempuan yang bekerja sebagai pekerja, pejabat tinggi, dan manajer. Untuk Provinsi DIY sebaran dari perempuan yang bekerja pada sektor perekonomian, baik sebagai manajer, pekerja, ataupun pengambil keputusan, disajikan pada
Grafik Prosentase Perempuan Sebagai Pekerja Profesional Tahun 2004 sd 2008 60 50 2004
40
2005
tabel.3.10
2006
30
2007
Tabel. 3.10. Prosentase Perempuan Sebagai Pekerja Profesional Provinsi DIY (2004-2008) Kabupaten
2004
2005
2006
2007
2008
Kota Yk
47,2
51,6
52,2
52,6
46,0
Bantul
47,1
49,1
49,7
48,8
42,85
Kulonprogo
47,2
38,0
39,5
40,5
44,33
Gunungkidul
37,2
38,0
39,5
40,5
44,33
Sleman
52,1
49,6
50,1
51,1
46,04
DIY
49,4
49,4
51,0
46,8
46,32
Sumber: KNPP & BPS, 2009
Peranan perempuan dalam bidang ekonomi di Provinsi DIY secara simultan menunjukkan kenaikan, dari tahun 2004 sampai tahun 2005 sebesar 3,17 persen, dan menurun pada tahun 2007 sampai tahun 2008, penurunan terkait dengan regulasi dalam bidang ekonomi di Indonesia, dengan dampak banyaknya sektor jasa industri yang pailit, berdampak pada menyempitnya kesempatan kerja. Dilihat secara parsial untuk kabupaten/kota, pada tahun 2008 paling tinggi terdapat di Kabupaten Kulon Progo (47,24), diikuti Kota Yogyakarta dan Sleman (46,04), Kabupaten Gunungkidul (44,39) dan terendah di Kabupaten Kulon Progo.
41
20
2008
10 0 DIY
KP
Bantul
GK
Sleman
Kota
Gambar 3.2. Persentase Perempuan sebagai Profesional (2004-2008) c. Perempuan dalam Angkatan Kerja Kemajuan sektor pendidikan di DIY membawa perubahan besar terhadap corak potensi tenaga kerja di DIY. Tenaga kerja yang dahulu di dominasi oleh laki-laki mulai diwarnai kehadiran perempuan di dalamnya. Perkembangan selama 5 tahun terakhir di Provinsi DIY, menujukkan trend tersebut ditunjukkan pada tabel. 3.11. Di Provinsi DIY perkembangan perempuan dalam angkatan kerja, menunjukkan posisi yang cukup menggembirakan, walaupun berfluktuatif, untuk tahun 2004 sebesar 44,1 persen, dan menurun pada dua tahun berikutnya di tahun 2005 dan 2006, pada tahun 2008 sebesar 43,78 persen. Walaupun angka ini belum menunjukkan angka
42
tenaga kerja perempuan di DIY yang sebenarnya karena banyaknya perempuan DIY yang bekerja di sektor informal yang sulit dalam pendataannya.
Tabel.3.12. Upah Pekerja Perempuan non-pertanian Tahun 2004 - 2007 Kab Kota Yk Bantul Kulonprogo Gunungkidul Sleman DIY
Tabel.3.11. Perempuan dalam angkatan kerja 2004-2008 di Prov.DIY Kabupaten
2004
2005
2006
2007
2008
Kota Yk
47,1
47,1
43,5
45,3
45,33
Bantul
42,1
40,1
41,4
43,9
42,08
Kulonprogo
42,7
41,5
39,4
38
45,69
Gunungkidul
46,7
44,4
46,1
40,7
42,78
Sleman
42,9
40,1
40,5
44,4
41,14
DIY
44,1
41,2
42,6
44,1
43,78
Sumber: KNPP & BPS, 2009
d. Upah Pekerja Perempuan Upah pekerja merupakan perolehan tingkat gaji ataupun upah kerja di luar bidang pertanian, merupakan upah dari sektor jasa ataupun industri. Keikutsertaan perempuan bekerja dalam bidang jasa dan industri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1998, dimana indikasi perempuan yang bekerja di sektor jasa, ataupun wanita yang memegang kendali mata pencaharian untuk keluarga (lihat: perempuan dari kotagede), kebanyakan akan menjadi pedagang di pasar Beringharjo. Dengan kemudahan untuk investasi masuk di Provinsi DIY, membuka kesempatan serta peluang kerja bagi perempuan di sektor jasa dan industri.. Perkembangan dari
2004 446.4 418.1 162.9 304.3 552.4 439.4
2005 494.3 596.0 308.6 325.1 787.6 451.7
43
2007 1092.1 960.9 710.3 785.0 1034.0 885.2
Sumber: KNPP & BPS, 2009
Dari tahun 2004 sampai 2007, perkembangan perempuan yang memperoleh upah dari sektor non pertanian meningkat hampir 200 persen, dengan memperhatikan secara parsial kabupaten nampak perkembangan pesat terjadi di Kabupaten Kulon Progo hampir 336 persen, diikuti Kabupaten Gunungkidul peningkatan sebesar 157 persen Kota Yogyakarta meningkat selama 4 tahun sebesar 144,62 persen, dan terendah peningkatan terjadi di Kabupaten Bantul sebesar 129,8 persen. Perkembangan pesat di Kabupaten Kulon Progo diorong oleh banyaknya peluang dan kesempatan kerja disektor jasa dan industri kerajinan home industri, di Kabupaten Sleman dengan berkembangnya industri pabrik lampu dan garment, dan untuk Kota Yogyakarta meningkat dengan dorongan banyaknya arus urban dari desa untuk bekerja di sektor informal, maupun pada jasa di industri maupun pertokoan.
tahun 2004-2008 perempuan yang bekerja dan memperoleh upah di luar sektor pertanian di Provinsi DIY disajikan pada tabel.3.12
2006 688.9 735.7 704.3 558.2 847.8 755.4
44
3.4. Kondisi Pendidikan Anak Sesuai dengan MDGs, khususnya berkaitan dengan pendidikan, yang tercantum pada tujuan ke 2 MDGs, yaitu mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, dengan target menjamin semua anak di manapun baik laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar
mempercepat pembangunan manusia, antara lain dilaksanakan melalui distribusi sarana dan prasarana pendidikan yang diusahakan merata, dan alokasi belanja publik yang memadai untuk kesehatan dan pendidikan. Penduduk usia sekolah di Provinsi DIY pada tahun 2008, sebanyak 582.468 orang dari total penduduk.
pada tahun 2015. Indikator yang sering dipergunakan untuk melihat kondisi pendidikan anak antara lain adalah Angka partisipasi murni, angka partisipasi kasar, dan angka putus sekolah. Berikut akan dibahas masing-masing indikator tersebut.
Penduduk pada usia sekolah terbagi atas tiga kelompok, kelompok umur 7-12 th setara dengan pendidikan SD sejumlah 281.518 orang, dari gambaran anak usia sekolah SD, sebaran tertinggi terdapat di Kabupaten Sleman sebesar 26,44 persen diikuti Kabupaten Bantul sebesar 24,93 persen, dan terkecil berada di Kota Yogyakarta yaitu 11,50 persen. Kelompok usia sekolah 13-15 th setara usia anak SMP, sebanyak 140.661 orang, sebaran tertinggi di Kabupaten Bantul sebesar 25,64 persen, diikuti Kabupaten Sleman sebesar 24,21, terendah terdapat di Kabupaten Kulon Progo 12,90 persen, dan kelompok usia 16-18 tahun setara pendidikan SMA, distribusi terbesar di Kabupaten Sleman 20,431 persen, diikuti Kabupaten Gunungkidul 21,33 persen, dan terendah 12,519 persen.
Tabel.3.13. Jumlah penduduk usia sekolah di Provinsi DIY Tahun 2008 Kabupaten/kota
Penduduk menurut usia sekolah
Jumlah
7-12 th
13-15 th
16-18 th
Kota Yk
32.386
19.544
31.055
82.985
Bantul
70.208
36.077
32.750
139.035
Kulonprogo
40.428
18.150
20.227
78.805
Gunungkidul
63.950
32.825
34.195
130.970
Sleman
74.456
34.065
42.062
150.673
Jumlah
281.518
140.661
160.289
582.468
Sumber: Dinas Pendidikan Prov.DIY,2009
Dsalah satu faktor penting dari hasil pembangunan yang sangat efektif bagi pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, dua elemen dasar tersebut menjadi fundamental faktor bagi manusia yang perlu dimiliki untuk meraih potensi. Berdasarkan pengalaman empiris untuk
45
a. Angka Partisipasi Sekolah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar pokok bagi masyarakat, salah satu cerminan dari kesejahteraan masyarakat adalah tingginya masyarakat yang mampu untuk melaksanakan pendidikan. Banyaknya anak yang dalam ukuran angka partisipasi sekolah, ditetapkan berdasarkan kabupaten/kota yang ada di Provinsi DIY, disajikan pada tabel.3.14.
46
Tabel.3.14. Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia SD, SMP dan SMA SD termasuk Kejar Paket A
SMP termasuk Kejar Paket B
SMA termasuk Kejar Paket C
Kota Yk
46.239
26.530
27.781
Bantul
69.101
33.352
26.515
Kulonprogo
37.523
19.177
14.414
Gunungkidul
62.181
30.366
Sleman
81.606
Jumlah
296.650
Kabupaten /kota
Tabel.3.15. Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan APK Ratarata SD termasuk
APK Ratarata SMP termasuk
APK ratarataSMA termasuk
kejar paket A
Kejar Paket B
Kejar Paket C
Kota Yk
140,25
136 ,93
131 ,23
20.318
Bantul
104 ,39
106 ,34
82 ,45
36.768
27.142
Kulonprogo
106 ,64
118 ,07
87 ,84
146.193
116.170
Gunungkidul
100 ,75
112 ,92
68 ,96
Sleman
116,43
114 ,43
75 ,72
Kabupaten/ Kota
Sumber :Dinas Pendidikan Provinsi DIY,2009.
Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009
Dari tabel.3.14. dapat dilihat bahwa untuk tingkatan SD Provinsi DIY memiliki APS cukup menggembirakan dengan total seluruh provinsi adalah 296.650, ini menunjukkan adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengikuti program pendidikan sembilan tahun. Begitu juga dengan tingkat SMP dan SMA. b. Angka Partisipasi Kasar Angka ini dipergunakan sebagai indikator mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK ini diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu pada
Angka Parisipasi Kasar pada tingkat SD, setara penduduk usia 7-15 tahun rata-rata kabupaten dan kota diatas angka 100%, artinya adalah jumlah murid SD di kabupaten-kabupaten tersebut melebihi jumlah penduduk usia antara 7-12 tahun, hal ini memberikan indikasi bahwa umur anak <7 tahun sudah di kelas SD, atau banyak siswa yang berasal dari luar daerah. Sehingga melihat trend APK di tingkat usia 7-12 tahun, yang berada diatas level 100, masyarakat mengetahui bahwa pendidikan pada tingkat dasar sangat penting, dengan biaya sekolah yang masih terjangkau, terlebih dengan adanya bantuan pemerintah (PAUD, BOS) menjadi lebih mudah. Demikian pula untuk SMP dengan nilai
waktu yang sama dan dinyatakan dalam persentase. Untuk memperoleh gambaran APK, untuk provinsi DIY diperoleh data disajikan pada tabel.3.15.
APK di atas 100, menunjukkan adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengikuti pendidikan SMP, sebaliknya
47
48
untuk jenjang pendidikan SMA agak tersendat APK sangat kurang ditunjukkan oleh level dibawah angka 100, ini memberikan indikasi: 1. Masyarakat tidak mampu untuk menutup biaya pendidikan yang bersaing 2. Asumsi positif adalah masih banyaknya anak > usia SMP
memberikan pendidikan tingkat SD terbuka dan menjadi kebutuhan peningkatan kualitas SDM, demikian pula untuk APK setingkat SD laki-laki maupun perempuan memiliki nilai diatas 100 persen, sebaliknya untuk APK ditingkatan SMA nilai APK dibawah 100, berarti ada masalah dengan biaya yang kurang terjangkau ataupun sebab sosial lain. Dilihat
duduk di SD atau juga anak usia SMA duduk di bangku SMP. Walaupun demikian secara trend untuk APK di tingkat umur SMP maupun SMA menunjukkan kenaikan, artinya secara umum masyarakat beranggapan dengan sadar bahwa persaingan ketat dimasa depan generasinya hanya dengan memiliki pendidikan yang semakin tinggi, akan mampu bersaing. Jika dilihat secara terpilah data APK yang ada di provinsi DIY menunjukkan deskripsi sebagaimana disajikan pada tabel 3.16.
secara generalis senyatanya APK pada tingkatan SD dan SMP walaupun baik, tetapi disebagian kabupaten masih belum optimal, justru yang paling lemah adalah APK di tingkat SMA hampir laki-laki ataupun perempuan yang ada di 4 kabupaten di luar Yogyakarta APK dibawah 100. Diperbandingkan secara umum APK laki-laki dengan perempuan cenderung laki-laki lebih banyak, hal ini menunjukkan masih terjadinya bias gender untuk meraih pendidikan pada tingkat SMA.
Tabel.3.16. APK menurut Jenis Kelamin di Provinsi DIY Kab/ Kota
APK SD L
P
APK SMP
APK SMA
L
L
P
P
Kota Yk
150,12 131,06 142,45
131,65
137,23 125,66
Bantul
112,74
106,21
106,47
83,96
80,98
KP
109,52 109,67 122,78
113,43
85,13
90,98
GK
106,38
95,23
118,86
107,11
72,59
65,39
Sleman
142,58
96,38
128,89
142,28
85,12
68,64
96,62
c. Angka Partsipasi Murni Berbeda dengan APK maupun APS maka APM ini lebih tepat untuk menggambarkan usia anak pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok usianya. APM, bila dibandingkan dengan APK, diantara keduanya walaupun secara general naik dan menunjukkan kenaikan significant, tetapi yang jelas pada APK, banyak orang tua menyekolahkan
Dilihat secara parsial untuk Kabupaten Kulonprogo APK untuk SD baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan nilai diatas 100 persen artinya keterbukaan masyarakat untuk
anaknya di bawah usia <7 tahun masuk di kelas SD. Sebaliknya pada APM meskipun jenjang pendidkan yang diduduki SD, SMP, ataupun SMA tetapi karena usianya berada di luar usia sekolah yang sudah ditentukan untuk masing-masing tingkat pendidkan, mereka ini tidak termasuk sebagai pembilang dalam penghitungan APM, inilah yang menjadikan APM < APK.
Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009
49
50
Tabel.3.17. Angka Partisipasi Murni menurut jenjang pendidikan Kab/Kota
SD/MI/A SMP/MTS/B SMA/SMK/MA/C
Kota Yk
121,55
98,03
95,92
Bantul
90,98
80,93
59,80
Kulonprogo
91,30
88,01
56,10
Gunungkidul
88,98
77,26
49,18
Sleman
99,98
88,64
50,28
Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009
APM secara umum di tingkat kabupaten/kota menunjukkan hal yang kurang, dimana rata-rata masih dibawah 100 persen, kondisi APM diatas 100 persen hanya di kota Yogyakarta, hal ini wajar karena pusat kegiatan pendidikan banyak terdapat di kota Yogyakarta dan Sleman. Jika dilihat secara terpilah data APM yang ada di Provinsi DIY menunjukkan deskripsi sebagaimana disajikan pada tabel 3.18. Tabel.3.18. APM Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi DIY Kab/ Kota
APM SD
APM SMP
APM SMA
L
L
L
P
P
P
Kota Yk
106,26 88,03 102,01 94,22
102,69
89,63
Bantul
97,97
84,47
81,11
80,74
63,20
56,48
KP
93,52
89,01
90,33
85,73
56,89
55,18
GK
93,77
84,29
80,87
73,72
54,85
43,61
Sleman
121,99 83,35
97,12
77,83
54,78
46,89
Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009
51
Dilihat secara parsial untuk seluruh kabupaten APM untuk SD baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan nilai dibawah 100 persen, demikian pula untuk APM setingkat SD, SMP, dan SMA untuk laki-laki maupun perempuan memiliki nilai dibawah 100 persen, jika dilihat perbandingan antara laki-laki dengan perempuan secara umum dapat dinyatakan APM lebih tinggi laki-laki dibandingkan perempuan, hal ini menunjukkan masih terjadinya bias gender untuk meraih pendidikan pada strata yang paling mendasar, hal ini menjadi perhatian pemerintah untuk mendorong dan mensosialisasi perbantuan dalam bidang pendidikan. d. Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah merupakan angka yang diperoleh dari suatu keadaan anak yang tidak mampu meneruskan pendidikan yang tersedia dengan usianya, dikarenakan beberapa hal, baik berupa faktor internal maupun eksternal. Untuk mengetahui pula seberapa kegagalan sistem pendidikan di suatu wilayah dengan melihat angka putus sekolah. Perhitungan dilaksanakan dengan cara jumlah penduduk pada usia sekolah (misal : SD) yang putus sekolah dengan jumlah usia yang sama dan bersekolah pada tingkatan yang sesuai (misal : SD). Untuk Provinsi DIY angka putus sekolah dapat dilihat pada tabel. 3.19. Angka Putus Sekolah pada tingkat SD banyak terjadi di daerah perdesaan tertinggi di Kabupaten Gunungkidul sebesar 87 siswa atau sekitar 37.82 persen, diikuti Kabupaten Bantul 62 siswa atau sekitar 26.95 persen, dan terendah di Kabupaten Kulon Progo sebesar 16 siswa setara dengan 6.95 persen. Dengan banyaknya angka putus sekolah pada tingkat
52
SD sesungguhnya sangat memprihatinkan, berarti pemikiran untuk tidak sekolah atau mengenyam pendidikan sudah mencukupi untuk mampu kerja, perlu diubah, karena dengan adanya program pendidikan yang menjadi prioritas pemerintah (BOS, PAUD dan Paket belajar), menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menangani pendidikan untuk
Pada tahun 2007/2008 besarnya APTS (angka putus sekolah) di DI Yogyakarta untuk SD sebesar 0,15, untuk SMP 1,66 dan SMU 1,74 persen. Jika dibedakan menurut daerah penyelenggaraan pendidikan, APTS terbesar di perdesaan, dimana untuk SD APTS sebesar 0,28 lebih besar dibandingkan APTS di perkotaan demikian pula untuk SMP
tingkat SD sampai SMU, walaupun demikian tidak semua program pemerintah berjalan dengan mulus, hal ini terbukti dengan tingginya angka putus sekolah pada tingkat SMP maupun SMU.
APTS sebesar 2,57 persen jauh diatas APTS di perkotaan dan untuk jenjang Smu APTS perdesaan sebesar 2,68 persen dua kali lipat lebih besar dari perkotaan yang memiliki APTS 1,30 persen.
Tabel.3.19. Angka Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan Tahun 2007
400
SD dan MI
335
350
Angka Putus Sekolah Kabupaten/kota
369
SMP dan MTs
SMU, SMK dan MA
290
300 250
267 SD dan MI
210
200
Kota Yk
33
60
155
Bantul
62
210
369
Kulon Progo
16
115
145
50
Gunungkidul
87
335
290
0
Sleman
41
71
267
Jumlah
230
791
1236
150 100
155
145 115
SMU ,SMK dan MA
87
71
62
60
41
33
16 Bantul
SMP dan MTs
Gunungkidul Kulon Progo
Sleman
Yogyakarta
Gambar.3.3. Angka Putus sekolah untuk SD,SMP dan SMU di Provinsi DIY
Sumber: Dinas Pendidikan Prov.DIY, 2008
Khusus untuk tingkat SMU dan sederajad, angka putus sekolah yang tertinggi adalah SMK. Dengan asumsi bahwasanya ketidak mampuan masyarakat (desa), untuk memenuhi biaya yang cukup tinggi. Menurut tingkat pendidikannya tampak bahwa semakin tinggi jenjang pendidikannya maka angka putus sekolah semakin besar.
3.5. Kondisi Kesehatan Untuk menciptakan kualitas kesehatan penduduk, pemerintah berupaya menyediakan sarana dan prasarana kesehatan, disertai tenaga kesehatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas. Upaya ini diarahkan agar tempat
53
54
layanan kesehatan mudah dikunjungi dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Pada tahun 2008 sarana kesehatan yang tersedia di Provinsi DIY sebanyak 53 unit rumah sakit, 47 unit rumah bersalin, 139 unit balai pengobatan, dan 118 unit puskesmas (Dinkes Prov.DIY, 2009). Upaya untuk perbaikan kesehatan masyarakat dapat
anak, dan di Yogyakarta 8 anak. Dilihat proporsi jumlah balita mati terhadap total balita pada tahun yang sama sebesar 0,018 persen. Dengan demikian dinyatakan kesehatan anak dilihat dari indikator jumlah kematian balita yang rendah, untuk Provinsi DIY adalah cukup baik.
dilaksanakan secara eksternal maupun internal, perbaikan secara eksternal dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak lain yang berkepentingan dengan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk perbaikan internal dilaksanakan oleh masyarakat ataupun keluarga, yaitu dengan melakukan kunjungan ketempat layanan kesehatan untuk berobat. Beberapa indikator penting untuk melihat keadaan perempuan dan anak dalam bidang kesehatan akan dibahas dibawah ini antara lain: kematian balita, kematian bayi, Persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak, dan kematian ibu.
Tabel.3.20 Jumlah kematian Bayi dan Balita di Provinsi DIY % Jumlah Lahir Lahir bayi mati mati mati
Jumlah Balita
Jumlah Balita mati
15
0
8
0.71
142
57,785
11
15
0
95
27,378
14
8,965
43
0
24
34,465
3
Sleman
11,843
51
0
54
75,283
0
Jumlah
43,724
195
0,71
330
194,911
36
Kab/ Kota
Lahir hidup
Kota Yk
4,872
0
0
Bantul
12,003
86
KP
6,041
GK
Sumber : Dinas kesehatan Provinsi DIY,2009
a. Kematian Bayi dan Balita Salah satu indikator untuk menilai kesehatan pada anak-anak adalah angka kematian Balita, dengan asupan gizi yang kurang baik menjadi salah satu penyebab menjadi meninggalnya bayi atau balita, disamping hal lain karena penyakit yang lambat penanganan, atau penyakit dalam kategori berat. Angka kematian bayi untuk Provinsi DIY tergolong rendah (yang dilaporkan) sebesar 17/1000 kelahiran hidup, lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sebesar 26/1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2009 jumlah balita yang mati sebesar 36 jiwa, tersebar di Kulonprogo 14 anak, di Bantul 11 anak, di Gunungkidul 3
55
Dilihat dari jumlah kematian bayi di Provinsi DIY tahun 2009 sebesar 330 bayi, dengan sebaran paling besar terdapat di Kabupaten Bantul (142 bayi), diikuti Kabupaten Kulonprogo, dan terendah di Kota Yogyakarta (15 bayi). b. Bayi Mendapatkan Imunisasi Campak Kesehatan pada anak di indikasi pula dengan tingkat imunisasi. Imunisasi yang diberikan BCG, DPT1+HB1, DPT3+HB3, Polio3, Campak, dan DO, indikator imunisasi mudah untuk dihitung mengingat sampai pada tingkat puskesmas, maupun rumah bersalin menyediakan fasilitas
56
untuk layanan tersebut. Khusus untuk imunisasi campak yang diberikan pada bayi pada tahun 2009 seluruh kabupaten yang ada di wilayah Provinsi DIY disajikan pada tabel.3.21. Tabel.3.21. Imunisasi Campak pada bayi di Provinsi DIY Kabupaten/Kota
Jumlah Bayi
Imunisasi Campak Jumlah
Persen
4,955
4,820
97.28
12,205
11,991
98.25
Kulonprogo
5,636
5,693
101.01
Gunungkidul
8,965
8,189
0
Sleman
11,745
11,949
101.74
Jumlah
43,506
42,642
98.01
Kota Yk Bantul
Sumber : Dinas Kesehatan Prov.DIY,2009
c. Kematian Ibu Kematian ibu merupakan indikator lain yang penting dalam mengenali tingkat kesehatan pada masyarakat, dengan diberlakukannya program kesehatan ibu dan anak oleh pemerintah dewasa ini angka kematian terjadi pada bayi ataupun ibu terus mengalami penurunan. Angka kematian ibu sendiri merupakan penjumlahan kematian ibu hamil, kematian ibu bersalin dan kematian ibu nifas. Untuk tahun 2009 angka kematian ibu DIY sebesar 104/100ribu lebih rendah dari angka nasional yag masih mencapai 226/100ribu. Adapun jumlah kematian ibu per kabupaten disajikan pada tabel 3.22 berikut. Dilihat dari tabel tersebut jumlah kematian ibu untuk Provinsi DIY pada tahun 2009 sebesar 48 orang, distribusi kematian ibu hamil sejumlah 7 orang paling banyak terjadi di
57
Kabupaten Bantul. Sedangkan angka kematian ibu bersalin berjumlah 33 orang. Kabupaten Bantul dan Kulonprogo menempati rangking teratas masing-masing 10 orang, selanjutnya angka kematian ibu nifas berjumlah 8 orang, tertinggi di Kabupaten Bantul sebanyak 4 orang, diikuti Kabupaten Sleman sebanyak 3 orang.
Tabel.3.22. Jumlah Kematian ibu di provinsi DIY Kabupaten/ Kota
Kematian ibu hamil
Kematian ibu bersalin
Kematian Jumlah ibu nifas
Kota Yk
0
3
1
4
Bantul
5
10
4
19
Kulonprogo
0
10
0
10
Gunungkidul
1
5
0
6
Sleman
1
5
3
9
Jumlah
7
33
8
48
Sumber : Dinas Kesehatan Prov.DIY,2009
Jumlah diatas berhubungan dengan cakupan kunjungan ibu hamil K1 di Provinsi DIY tahun 2009 yang paling besar di Kabupaten Sleman (113 persen), diikuti Kabupaten Bantul (109 persen), dan terendah di Kulonprogo sebesar 92 persen. Sedangkan target cakupan kunjungan ibu hamil pada pelayanan kesehatan (K4) untuk tahun 2009 bervariasi untuk Kabupaten Sleman mencapai 97,36 persen, Kabupaten Bantul 93,59 persen, terendah di Kabupaten Kulon Progo sebesar 74,20 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa pelayanan antenatal telah lengkap, sehingga dapat menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah.
58
BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI DIY Perlindungan perempuan merupakan upaya strategis untuk memberikan dukungan peningkatan kualitas hidup perempuan. Perlindungan dalam hal ini merupakan action program yang dilaksanakan pemerintah dalam melindungi perempuan dan anak khususnya dari tindak kekerasan. Hal ini sesuai dengan dasar hukum yang dipergunakan yaitu : Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undangundang tersebut digunakan sebagai payung hukum bagi pemerintah dan masyarakat untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan, melindungi korban, menindak pelaku dan dapat tetap menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang di atas, maka Pemerintah Provinsi DIY melalui Keputusan Gubernur
berfungsi sebagai tempat Pos pengaduan/konsultasi, pendampingan, advokasi, rujukan, shelter dan pasca shelter. Disamping melakukan upaya penanganan bagi korban kekerasan perempuan dan anak telah dilakukan juga upaya pencegahan melalui; a. Sosialisasi baik media cetak maupun elektronik. b. pendidikan dan latihan.. c. Pembekalan ketrampilan-ketrampilan. Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY sendiri sampai sekarang beranggotakan lebih dari 50 lembaga yang secara aktif melaksanakan kegiatan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY. Dalam konsep perlindungan dalam konteks kekerasan ini, ada tiga hal pokok yang dilakukan yaitu upaya penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, upaya pencegahan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan upaya pemberdayaan korban kekerasan perempuan dan anak. Berkaitan dengan tiga upaya tersebut maka dalam pembahasan mengenai profil perlindungan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY ini, perlindungan perempuan dan anak di jabarkan dalam tiga pokok bahasan yaitu: 1. Upaya penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. 2. Upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta 3. Upaya pemberdayaan korban kekerasan perempuan dan anak.
DIY Nomor 199 Tahun 2004 tentang Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan bagi Perempuan dan Anak (FPK2PA) di Provinsi DIY dan Keputusan Gubernur DIY Nomor 132/Kep/2005 tentang Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” yang
59
60
4.1.
Penanganan korban kekerasan perempuan dan anak di Provinsi DIY
terhadap
Berdasarkan data kasus kekerasan yang terlaporkan atau kasus yang telah ditangani lembaga terkait dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan meningkat. Komnas Perempuan (2006) melaporkan bahwa Kasus KDRT secara nasional mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang tercatat baru berjumlah 14.020 kasus. Angka ini terus meningkat pada tahun 2005 dimana jumlah kasus KDRT mencapai 20.391 dan terus mengalami kenaikan hingga 22.512 kasus pada tahun 2006. Jumlah kasus tersebut dihitung secara nasional dan ditangani oleh 258 lembaga di 32 Propinsi di Indonesia. Kasus terbanyak dari kasus-kasus KDRT tersebut adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (16.709 kasus, 74%), disusul dengan kekerasan di ranah komunitas (5.240 kasus, 23%) dan 43 kasus ditemukan terjadi di ranah negara. Berdasar pada laporan Komnas perempuan tahun 2006, Yogyakarta memang bukan daerah dengan angka kekerasan dalam rumah tangga tertinggi namun termasuk daerah dengan kasus KDRT yang tinggi (1.588 kasus) apabila dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki wilayah lebih luas seperti Jawa Barat (1.142 Kasus) atau Kalimantan (1.242 kasus). Data dari Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY juga menunjukkan trend yang sama dimana tahun 2007 kasus yang ditangani Forum PK2PA Provinsi DIY hanya 1.287 kasus, sedangkan tahun 2009 kasus KDRT mencapai 1.345 kasus. Sebagian besar korban kekerasan tersebut adalah
61
perempuan yang mencapai 93,1% dari keseluruhan kasus dan kekerasan terhadap anak yang mencapai 28,4% kasus (BPPM, 2009). Data penanganan kasus yang ada pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY juga menampakkan gejala yang sama, dimana jumlah kasus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” hanya 14 kasus, tahun 2005 meningkat 109 kasus, tahun 2006 sebanyak 113 kasus, tahun 2007 sebanyak 118 kasus, tahun 2008 sebanyak 120 kasus dan tahun 2009 mencapai 135 kasus. Dari 135 kasus yang ditangani di RDU tahun 2009 74 kasus (55%) diantaranya adalah kasus Kekerasan Terhadap Istri (KTI) dan 45 kasus (33%) merupakan kasus kekerasan terhadap anak (BPPM, 2009). Fakta diatas menunjukkan setidaknya dua hal, pertama bahwa kasus KDRT yang terlaporkan dan tertangani mengalami trend kenaikan dari tahun ke tahun. Kedua tampak bahwa perempuan dan anak masih menjadi dua fihak yang sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Data KDRT di atas diperkirakan hanyalah sebagian kecil saja dari jumlah kejadian yang sebenarnya sedangkan kasus yang masih tersembunyi masih sangat banyak jumlahnya. Hal tersebut berkaitan dengan banyaknya kasus kekerasan terutama yang terjadi di rumah tangga, disimpan, ditutupi dan tidak dilaporkan karena kejadian tersebut dianggap sebagai aib keluarga dan dapat pula menimbulkan aib pada diri korban.
62
Fenomena kasus KDRT tersebut bermakna bahwa tingginya angka kasus tersebut terjadi karena tingginya yang terungkap, yang berarti banyak masyarakat yang mulai berani untuk mengungkap kasus KDRT yang menimpanya atau yang menimpa orang di sekelilingnya. Hal tersebut merupakan indikator bahwa usaha sosialisasi yang dilakukan baik oleh
tersebut dituangkan dalam bentuk Surat Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 14 / MenPP/ Dep.V/X/2002 Nomor: 1329/MenKes/SKB/X/2002 Nomor: 75/HUK/2002 Nomor: POL.B/3048/X/2002 tentang Pelayanan
pemerintah maupun oleh lembaga masyarakat yang terkait telah menimbulkan efek positif. Disamping hal tersebut angka kasus yang semakin meningkat juga dapat menjadi indikator bahwa hasil kerja lembaga-lembaga terkait yang semakin giat untuk mendekati masyarakat dan memberikan bantuan serta pendampingan kepada masyarakat. Mengingat dampak Kasus KDRT kepada masyarakat dan keluarga khususnya, maka Negara dalam hal ini Pemerintah, perlu mengambil sikap dan langkah yang kongkrit untuk menghentikan serta melindungi perempuan dan anak sebagai korban kekerasan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara dalam hal ini pemerintah akan melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu maka Pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No.
Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan di atas, Pemerintah Provinsi DIY menetapkan Keputusan Gubernur DIY Nomor 199 Tahun 2004 tentang Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Provinsi DIY dan Keputusan Gubernur DIY Nomor 132/Kep/2005 tentang Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Provinsi DIY ”Rekso Dyah Utami” sebagai upaya untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Provinsi DIY Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) dalam aplikasinya merupakan koordinasi antar instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat yang diwakili oleh NGO (Non Government Organization). Tujuan dibentuknya Forum Penanganan Korban kekerasan Perempuan dan Anak Provinsi DIY (Forum PK2PA) adalah antara lain:
23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain tiga produk hukum tersebut, pada tahun 2002 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan telah mengambil inisiatif demi terselenggaranya pelayanan terpadu bagi korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA). Inisiatif
a. Menyatukan semua Instansi / Lembaga / Organisasi / Masyarakat yang tergabung dalam anggota Forum untuk menciptakan sinergi dalam kerangka kerja pelayanan penanganan terhadap korban kekerasan perempuan dan anak sesuai tupoksi masing–masing secara berjejaring dengan tetap menghormati visinya.
63
64
b. Menyediakan sarana pelayanan bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan berupa konsultasi, konseling, rujukan, shelter dan pasca shelter. c. Meningkatkan kepedulian dari berbagai organisasi dan Pemerintah untuk memberikan pelayanan yang “bersahabat” bagi perempuan dan anak korban
Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY dan kedua data penanganan kasus dari P2TPA ”RDU” yang merupakan anggota dari Forum PK2PA yang langsung dibawah BPPM Provinsi DIY.
kekerasan. d. Meningkatkan peran serta bagi pemangku kepentingan (stake holders) dalam menyelenggarakan pelayanan terpadu perempuan dan anak korban kekerasan. e. Meminimalisir terjadinya permasalahan korban kekerasan perempuan dan anak di Provinsi DIY. f. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya kualitas hidup perempuan dan anak korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Semua anggota Forum PK2PA mempunyai peran sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi masing-masing dalam upaya pencegahan dan pelayanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak serta dapat digunakan sebagai pintu masuk korban kekerasan yang memerlukan perlindungan.
dan anak yang ditangani FPK2PA Provinsi DIY
4.1.1. Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Data empirik kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dari tahun 2004 sampai dengan 2009 di Provinsi DIY menunjukkan adanya kenaikan. Sebagai perbandingan berikut disajikan data tentang penanganan kasus dari dua sumber. Pertama data penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh Forum Penanganan Kasus
65
Tabel 4.1. Tindak Kekerasan terhadap perempuan NO
TAHUN
JUMLAH
1
2004
332
2
2005
572
3
2006
1.116
4
2007
1.287
5
2008
594*
6
2009
1.345
Sumber : Laporan FPK2PA 2009
*Ket: hanya 17 lembaga dari keseluruhan anggota yang melaporkan kasus yang ditanganinya. Kasus yang tertangani Forum di atas menunjukkan peningkatan. Mulai tahun 2004 kasus yang ditangani Forum PK2PA Provinsi DIY terus mengalami peningkatan dan tahun 2009 kasus KDRT mencapai 1.345 kasus yang melibatkan perempuan dan anak. Demikian juga jumlah kasus yang ditangani oleh P2TPA “Rekso Dyah Utami” seperti halnya yang ditangani lewat FPK2PA mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” hanya 14 kasus, tahun 2005 meningkat
66
109 kasus, tahun 2006 sebanyak 113 kasus, tahun 2007 sebanyak 118 kasus, tahun 2008 sebanyak 120 kasus dan tahun 2009 mencapai 135 kasus. (BPPM, 2009)
Gambar.4.1. Grafik Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang ditangani P2TPA”RDU” di Provinsi DIY
Apabila dilihat dari klasifikasi jenis kelamin korban, dari 1.345 kasus yang ditangani oleh anggota Forum PK2PA nampak bahwa tindakan kekerasan yang ditangani, melibatkan tidak saja pada korban perempuan, akan tetapi juga korban laki-laki. Dari data empirik sebagaimana disajikan pada tabel 4.2.
Gambar. 4.2. Tindakan kekerasan KDRT sesuai Jenis Kelamin di Provinsi .DIY Tahun 2009
Sumber : Laporan FPK2PA 2009
Gambar.4.2. menunjukkan bahwa frekuensi relatif KDRT yang menjadi korban paling besar adalah perempuan, selama kurun tahun 2009 mayoritas korban adalah adalah perempuan sebanyak 1.171 kasus setara dengan 87% persen, dan sisanya adalah KDRT dengan laki-laki sebagai korbannya 174 kasus (12,9%). Perbandingan tersebut mengindikasikan bahwa KDRT banyak terjadi pada kaum perempuan dibandingkan dengan korban laki-laki. 4.1.2. Jenis Kekerasan Data tentang jenis kekerasan yang dilaporkan oleh FPK2PA Provinsi DIY menunjukkan bahwa jenis kekerasan
67
68
terbesar adalah kekerasan fisik sebanyak (26,1%). Disusul kemudian Kekerasan psikis (17,8%) dan kekerasan fisik disertai dengan kekerasan psikis yang juga cukup tinggi jumlahnya (17,3% dari 1.345 kasus yang terjadi). Disamping jenis kekerasan tersebut jenis kekerasan perkosaan juga cukup tinggi yaitu 182 kasus atau 13,8%. Tabel 4.2. Jumlah Korban Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Kekerasan Jenis Kekerasan
Jumlah
Percent
Kekerasan Fisik
351
26,1
Psikis
239
17,8
Fisik dan Psikis
233
17,3
Perkosaan
186
13,8
pelecehan
112
8,3
Pencabulan
115
8,6
75
5,6
7
0,5
27
2,0
1.345
100,0
Ekonomi/Penelantaran Trafficking Tidak terdata* Total
Sumber : Laporan FPK2PA 2009
*) Keterangan Tidak terdata karena dalam laporan anggota forum, kolom untuk data ini belum terisi.
melapor dan ditangani oleh P2TPA” RDU”, meningkat dengan tajam pada tahun 2009 menjadi 74 kasus KTI/KDRT yang ditangani. Tingkat ke dua kekerasan terhadap anak (KTA) dimana pada tahun 2004 sebesar 5 kasus yang ditangani, meningkat dengan tajam menjadi 45 kasus. Kasus perkosaan fluktuatif dari tahun 2004 dan tercatat pada tahun 2009 sebanyak 3 kasus yang ditangani oleh RDU. Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) pada tahun 2005 memiliki nilai tertinggi sebesar 17 kasus yang ditangani, dan mengalami penurunan sampai pada tahun 2009 sejumlah 6 kasus. Untuk kasus pelecehan seksual (PS) pada tahun 2005 mencapai frekuensi penanganan yang paling tinggi selama 5 tahun yaitu sebesar 17 kasus, dan menurun secara fluktuatif hingga pada tahun 2009 mencapai jumlah 6 kasus yang ditangani. Sedangkan KDP pada tahun 2005 tercatat 13 kasus yang ditangani, dan menurun secara nyata sampai pada tahun 2009 sejumlah 1 kasus. Bila dilihat secara vertikal dengan kategori tahun, nampak tahun 2005 mulai adanya kemauan dari pihak yang terkena tindakan kekerasan untuk melapor pada institusi dan ditangani oleh RDU, disini menunjukkan adanya kesadaran dari masyarakat perlunya perlindungan terhadap hak masyarakat khususnya perempuan dan anak. Kasus kekerasan yang ditangani oleh RDU dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini
Apabila dilihat dari jenis kekerasan yang ditangani di RDU, Kasus Kekerasan Terhadap Istri (KTI) dari tahun pengamatan 2004 sampai 2009 menunjukkan fenomena yang semakin meningkat pada tahun 2004 sebanyak 7 kasus yang
69
70
Tabel. 4.3. Jenis Kasus Kekerasan Yang ditangani Di P2TPA”RDU” No
Kategori kasus
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1
Kekerasan Terhadap isteri
2
Kekerasan terhadap Anak
5
20
21
22
29
45
3
Perkosaan
2
6
6
10
9
3
4
KTD
0
17
5
6
4
6
5
Pelecehan seksual
0
13
7
2
4
6
6
Kekerasan Dalam pacaran
0
13
4
6
6
1
Jumlah
14
109
113
118
120
135
7
40
70
72
68
74
Sumber : P2TPA ‘RDU”, 2009
Salah satu permasalahan yang muncul dari data jenis kekerasan adalah bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak didominasi oleh kekerasan yang melibatkan kekerasan fisik. Hal tersebut berimplikasi pada pentingnya lembaga kesehatan untuk memberikan pertolongan medis kepada korban dan perlunya sebuah sistem bantuan pembiayaan bagi korban, mengingat mayoritas korban adalah mereka yang mempunyai ekonomi menengah kebawah. Langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Provinsi DIY adalah dengan mengajak serta seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan di provinsi DIY untuk masuk dalam Forum
71
PK2PA melalui kerjasama tentang penatalaksanaan pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan kekerasan terhadap anak (KtA) juga dibuat melalui kesepakatan bersama antara pemerintah provinsi dengan Rumah sakit pemerintah maupun swasta di DIY. sehingga penanganan kasus kekerasan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat melalui kerjasama jejaring antar lembaga kesehatan. Berkaitan dengan pembiayaan langkah yang diambil yaitu memasukkan Bapeljamkesos kedalam Forum PK2PA yang kemudian melahirkan kebijakan adanya layanan kesehatan gratis bagi korban kekerasan. Dengan kerjasama tersebut penanganan terhadap korban yang membutuhkan layanan kesehatan menjadi lebih mudah dengan kemungkinan merujuk korban kekerasan kerumah sakit dengan tanpa dipungut biaya. 4.1.3. Wilayah Terjadinya Kasus Apabila dilihat berdasarkan locus atau tempat terjadinya kekerasan, terdapat indikasi bahwa permasalahan yang mendasari munculnya kekerasan terhadap perempuan dan anak berada dalam rumah tangga. Hal ini didukung oleh data bahwa 62,8% kasus kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA DIY terjadi dalam setting rumah tangga, hal ini dapat dilaihat sebagaimana tabel berikut ini.
72
Tabel 4.4. Jumlah Korban yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Prov. DIY Januari sd Desember 2009 Berdasarkan Locus/Tempat Terjadinya Kekerasan Locus
Jumlah
Rumah Tangga
Percent
844
62,8
45
3,3
Umum
356
26,5
Tak Terdata
100
7,4
1.345
100,0
Tempat Kerja
Total
Namun apabila dilakukan pemilahan dengan memisahkan korban yang dalam kategori usia anak maka akan nampak bahwa apabila dilihat dari status perkawinan korban, tampak korban yang berada dalam kategori dewasa kebanyakan adalah mereka yang telah menikah. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 4.6. Jumlah Korban Kekerasan Kategori Dewasa yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan
Sumber : Laporan FPK2PA 2009
Status 4.1.4. Status Korban Secara umum apabila dilihat dari status perkawinan korban tampak bahwa jumlah korban dengan status belum menikah sedikit lebih banyak dibandingkan dengan korban dengan status menikah dan bercerai. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Percent
Belum Menikah
189
22,1
Menikah
640
74,8
Cerai
27
3,2
Total
856
100,00
Sumber : Laporan FPK2PA 2009
Tabel 4.5. Jumlah Korban Kekerasan yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan Status
Jumlah
Percent
Belum Menikah
661
49,14
Menikah
655
48,70
Cerai
29
2,16
Total
1.345
100,00
Sumber : Laporan FPK2PA 2009
Jumlah
73
Kondisi di atas apabila dihubungkan dengan data tentang locus yang menyebutkan bahwa kekerasan terbanyak terjadi di rumah tangga maka dapat ditarik hubungan bahwa kekerasan terbanyak terjadi terhadap istri dalam setting rumah tangga. Hal ini menjadi relevan dan peting ketika kita melihat bahwa dari sampel pelaku terhadap kasus kekerasan di DIY tahun 2009 memperlihatkan bahwa pelaku terbesar justru keluarga sendiri (termasuk suami) yang mencapai 37,4 %. Sebagaimana disajikan pada tabel 4.7.
74
Fenomena di atas patut menjadi perhatian pengambil kebijakan bahwa ancaman kekerasan dalam rumah tangga masih besar dan harus mendapatkan perhatian yang serius.
Tabel.4.8. Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia Usia
Jumlah
Percent
5 - 18 Tahun
391
29,1
19 - 25 Tahun
234
17,4
25 - 55 Tahun
600
44,6
22
1,6
1.345.0
100,0
20
3,5
Keluarga
213
37,4
55 tahun keatas
Lain-lain
160
28,1
Total
Tidak Terdata
177
31,1
Total
570
100,0
4.1.5. Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan Jumlah korban tindakan kekerasan bervariatif dalam usia, pendidikan maupun pekerjaan, nampaknya tindakan kekerasan baik pada KDRT/KTI ataupun KTA tidak mengenal status. Berdasarkan usia korban kekerasan yang terjadi disajikan pada tabel.4.8. Data tentang usi korban tersebut menunjukkan bahwa ancaman kekerasan tak hanya mengancam kelompok usia dewasa. Anak-anak juga menjadi sasaran kekerasan yang potensial hal ini dapat dilihat dari jumlah korban yang masuk dalam kategori anak-anak (0-18 tahun) yang mencapai 489 korban (36,4%). Fenomena yang sama juga terjadi pada kelompok usia remaja (19-25 tahun) yang mencapai 234 kasus (17,4%). Apabila dilihat korban berdasar usia memang yang terbesar masih kategori dewasa dan usia produktif (1955 tahun) yang mencapai 834 kasus (62%).
7,3
Orangtua
Sumber: Laporan FPK2PA 2009
75
Percent
98
0 - 5 tahun
Tabel .4.7. Pelaku KDRT Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Dengan Korban Hubungan
Jumlah
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
Jika dilihat dari pendidikannya, korban kekerasan terhadap perempuan dan anak tampak tidak selalu didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. Mereka yang memiliki pendidikan tinggi juga tidak jarang terkena tindakan kekerasan KDRT/KTI. Untuk melihat lebih jauh rincian korban berdasarkan pendidikan, sebagaimana disajikan pada tabel.4.9. Tabel.4.9. Korban kekerasan terhadap perempuan dan anak berdasarkan pendidikan Pendidikan
Jumlah
Belum Sekolah/Tidak sekolah
71
5,3
SD
184
13,7
SMP
230
17,1
SMA
382
28,4
67
5,0
151
11,2
6
0,4
Diploma Sarjana (S1) Master (S2)
Percent
76
Pendidikan
Jumlah
Percent
SD Luar biasa
18
1,3
Tidak Terdata
236
17,6
1.345
100,0
Total
Sumber: Laporan FPK2PA 2009
Berdasarkan Pekerjaan Korban, yang tertangani selama tahun 2009 dapat disajikan pada tabel 4.10. Tabel 4.10.Korban Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY berdasar pekerjaan Pekerjaan
korban banyak berasal darinya. Tertinggi pada status pekerjaan wiraswasta (sektor informal) sebanyak 24,5 persen pekerjaan ini misalnya pedagang dipasar dan pedagang kecil, selanjutnya diikuti oleh perempuan dengan status pekerjaan pelajar 17,8 persen. Korban dalam kategori pelajar di dominasi oleh korban yang masih dalam usia anak, disusul oleh Ibu rumah tangga yag mencapai 15,5 persen.
Jumlah
Percent
Ibu Rumah Tangga
208
15,5
Pelajar
240
17,8
mahasiswa
52
3,9
4.1.6. Wilayah Kejadian
Tani
14
1,0
Buruh
60
4,5
TKW
2
0,1
328
24,5
PNS
24
1,8
Guru
14
1,0
8
0,5
PRT
15
1,1
Kasus yang terjadi paling banyak terdistribusi di Kabupaten Sleman hampir semua tindakan kekerasan terjadi, mulai dari KDRT/KTI, KTA, perkosaan, kehamilan tidak dikehendaki, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam pacaran. Secara komulatif, jumlah korban yang telah ditangani oleh PK2PA sebanyak 425 kasus (31.6 persen) terjadi di Kabupaten Sleman, diikuti kota Yogyakarta sebanyak 368 kasus (27,4 persen), Kabupaten Bantul 185
Karyawan swasta
22
1,6
Tidak Terdata
220
16,4
Tdk Bekerja
138
10,3
1.345
100,0
Wiraswasta
Dokter/Paramedis
Total
Sumber: Laporan FPK2PA 2009
Ditinjau dari tabel tentang pekerjaan korban di atas tampak bahwa korban kekerasan dalam rumahtangga dapat muncul dari segala jenis pekerjan. Hal ini terlihat dari munculnya korban dari pekerjaan-pekerjaan yag sebenarnya kerawanannya rendah misalnya guru, dan dokter/paramedis. Apabila dilihat dari jumlahnya memang ada pekerjaan yang
77
kasus (13,8 persen), Kabupaten Gunungkidul 146 kasus (10,8 persen), dan terendah Kulonprogo 109 kasus (8,1 persen). Berdasarkan Sebaran kasus yang sitangani tersebut tampak bahwa kasus KDRT yang tertangani paling banyak di daerah Sleman, Kota Yogyalarta dan di Bantul. Hal ini dapat bermakna dua hal yaitu bahwa memang potensi KDRT di
78
Daerah tersebut tinggi, atau apakah karena kesiapan lembaga penanganan kasus yang telah baik di daerah tersebut sehingga kasus yang ditangani lebih besar daripada yang ada di daerah kabupaten Kulonprogo dan Gunung Kidul.
Tabel 4.12. Jumlah Korban yang telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Kecamatan Asal Korban Kabupaten/Kota Kota Yogyakarta
Tabel.4.11. Jumlah Korban yang telah Ditangani Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Kabupaten Asal Korban Kabupaten
Jumlah
Percent
Mergangsan
42
13,73
Umbulharjo
28
9,15
Kraton
19
6,21
Tegalrejo
15
4,90
Gondomanan
13
4,25
Jumlah
Percent
Kota Yogyakarta
368
27,4
Danurejan
11
3,59
Bantul
185
13,8
Gedongtengen
9
2,94
Kulon Progo
109
8,1
Gondokusuman
8
2,61
Gunung Kidul
146
10,8
Jetis
8
2,61
Sleman
425
31,6
Kotagede
8
2,61
Luar DIY
66
4,9
Ngampilan
8
2,61
Tidak Terdata
46
3,4
Wirobrajan
8
2,61
1.345
100,0
Mantrijeron
7
2,29
Pakualaman
2
0,65
Tidak Terdata
120
39,22
Bantul
22
14,77
Kasihan
20
13,42
Sewon
19
12,75
Banguntapan
14
9,40
Imogiri
11
7,38
Sedayu
10
6,71
Jetis
8
5,37
Pleret
7
4,70
Kretek
6
4,03
Pandak
6
4,03
Jumlah
Sumber: Laporan FPK2PA 2009 Apabila dilihat pada sebaran kasus Kabupaten Sleman per kecamatan, banyaknya migrasi dari luar yang menetap untuk pendidikan, ataupun perkembangan permukiman menjadi daya dorong heterogenitas sosial yang terjadi, ketimpangan sosial dan ekonomi, disatu sisi dorongan kemajuan media, menjadi salah satu penyebab mengapa Sleman menempati menjadi daerah dengan jumlah KDRT terbesar.
Kecamatan
79
Kabupaten Bantul
80
Kabupaten/Kota
Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Gunungkidul
Kabupaten Sleman
Kecamatan
Jumlah
Percent
Dlingo
4
2,68
Piyungan
4
Pajangan
Jumlah
Percent
Godean
24
7,2
2,68
Gamping
21
6,3
2
1,34
Kalasan
15
4,5
Tidak Terdata
16
10,74
Seyegan
11
3,3
Wates
17
21,52
Berbah
10
3,0
Pengasih
5
6,33
Pakem
9
2,7
Galur
4
5,06
Tempel
8
2,4
Kokap
3
3,80
Cangkringan
5
1,5
Lendah
2
2,53
Moyudan
4
1,2
Nanggulan
2
2,53
Sleman
4
1,2
Panjatan
2
2,53
Ngemplak
3
0,9
Samigaluh
2
2,53
Turi
3
0,9
Sentolo
2
2,53
Prambanan
2
0,6
Tidak Terdata
40
50,63
Tidak Terdata
88
26,3
Wonosari
9
11,25
Playen
5
6,25
Ponjong
4
5
Paliyan
2
2,5
Karangmojo
1
1,25
Nglipar
1
1,25
Purwosari
1
1,25
Semanu
1
1,25
Semin
1
1,25
Tepus
1
1,25
Tidak Terdata
56
67,50
Depok
62
18,6
Mlati
35
10,5
Ngaglik
30
9,0
81
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Sumber: Laporan FPK2PA 2009
4.2. Penanganan Kekerasan Terhadap Anak Berdasarkan UU 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Negara melindungi hak anak untuk tumbuh kembang, walaupun demikian empirik lapangan bahkan sering terjadi tindak kekerasan KTA terhadap anak berasal dari lingkungan sosial terdekat
82
Apabila diklasifikasikan berdasarkan usia korban yang ditangani oleh FPK2PA Provinsi DIY kedalam korban dewasa dan anak-anak maka dari 1.345 korban yang ditangani, sebanyak 856 korban (63,6%) korban dewasa dan 489 (36,4%) Korban termasuk dalam kategori anak. Jumlah korban berdasarkan klasifikasi usia dan jenis kelamin dapat
berada dalam usia balita tersebut juga mengalami ancaman kekerasan. Apabila diamati lebih lanjut semakin tinggi kategori usia tampak bahwa korban lebih banyak berjenis kelamin perempuan yang menunjukkan bahwa kekerasan yang berbasis gender masih nampak jelas bahwa kekerasan yang
dilihat dalam tabel berikut ini.
terjadi adalah disebabkan oleh posisi perempuan dalam budaya. Hal ini juga nampak pada jenis kekerasannya dimana dalam kategori anak usia 14 tahun-18 tahun banyak terjadi kekerasan seksual, perkosaan dan pencabulan. Apabila diamati dari trend data kekerasan Terhadap Anak yang ditangani oleh RDU tampak bahwa dari tahun ke tahun kasus KDRT terhadap anak juga meningkat. Data terakhir kekerasan terhadap anak dan jenis kekerasan yang ditangani oleh RDU adalah sebagaimana tersaji dalam tabel. dibawah ini :
Tabel.4.13. Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Kategori Usia
Jenis Kelamin Perempuan
Laki-laki
Total
Jml
%
Jml
%
Jml
%
> 5 th
53
4.5%
45
25.9%
98
7,3
5 -18 th
304
26.0%
87
50.0%
391
29,1
19 -25 th
221
18.9%
13
7.5%
234
17,4
25 – 55 th
572
48.8%
28
16.1%
600
44,6
> 55 th
21
1.8%
1
.6%
22
1,6
Jumlah
1171
1.345
100,0
174
Tabel.4.14. Jumlah KTA yang ditangani RDU (2004-2009) Tahun
Jenis Kelamin Korban
Jml Kasus
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa korban memang masih didominasi oleh perempuan dewasa namun korban anak-anak baik laki-laki maupun perempuan juga besar jumlahnya. Berkaitan dengan korban dalam kategori anak-anak, anak-anak yang berusia balita (0-5 tahun) mencapai 7,3% dari 489 Kasus anak-anak selebihnya adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Ini menunjukan bahwa mereka yang
83
L
P
2004
5
1
4
2005
20
7
13
2006
21
11
10
2007
22
9
13
2008
29
17
12
2009
45
21
24
Sumber : Laporan P2TPA “RDU”,2009
84
Jumlah kasus yang ditangani oleh RDU sebagai indikasi terjadinya permasalahan dengan KTA selama 6 tahun tercatat jumlah kasus meningkat signifikan dari tahun dasar 2004 sampai 2005 meningkat sebesar 300 persen, terhadap tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 320 persen, dan terhadap tahun 2009 peningkatan sebesar 800 persen, meningkat hampir 8 kali lipat, hal ini menjadi cerminan positif, bagi kesadaran masyarakat untuk bersama menegakkan ketertiban dalam bermasyarakat dan ikut serta dalam perlindungan terhadap masyarakat (linmas). Dari persebaran jenis kelamin korban yang terjadi rata-rata terjadi pada perempuan lebih banyak, rasio terjadi pada tahun 2009 KTA yang menimpa anak laki-laki berjumlah 21 kasus sedangkan untuk anak perempuan lebih banyak sebesar 24 kasus.
Tabel.4.15. Jumlah Kasus kerasan terhadap anak Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Ketegori Usia
Perempuan Jumlah
< 5 Tahun
Laki-laki
%
Jumlah
%
53
14.8%
45
34.1%
5 sd 18 Tahun
304
85.2%
87
65.9%
Total
357
100.0%
132
100.0%
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
Ditinjau dari kategori jenis kekerasan yang terjadi, yang paling menonjol adalah pencabulan memiliki nilai sebesar 84 kasus setara dengan 27,6 persen. Diikuti
Apabila dilihat dari perbandingan jenis kelamin dalam kategori usia balita perbedaan antara jumlah kasus laki-laki dan perempuan tampak tidak ada perbedaan jumlah yang signifikan, namun ketika masuk dalam kategori usia diatas 5 tahun kasus kekerasan terhadap anak perempuan hampir tiga kali lebih tinggi dari pada kasus yang terjadi pada anak lakillaki, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
perkosaan sebesar 50 kasus (16,4 persen), kekerasan psikis 47 kasus (15,5 persen), kekerasan fisik 45 kasus (14,8 persen). Memperhatikan pada sebaran jenis kekerasan pada anak, nampaknya faktor perubahan sosial yang mengubah corak cara pandang masyarakat terhadap norma masyarakat yang ada cukup kuat pengaruhnya. Ini terlihat dari tingginya ancaman kekerasan seksual pada anak baik itu perkosaan, pelecehan maupun pencabulan yang terlihat pada banyaknya jenis kasus tersebut yang terjadi pada korban usia anak. Balita juga tampaknya tidak luput dari kekerasan. Ini terlihat dari jumlah Balita sebagai korban KDRT yang mencapai 98 kasus. Jenis kekerasan yang menimpa korban balita antara lain kekerasan psikis dan penelantaran yang kebanyakan disebabkan karena konflik orang tua dan kehamilan tidak dikehendaki.
4.2.1.
Kekerasan terhadap anak berdasarkan Jenis Kelamin dan pendidikan Berdasar pada catatan kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY nampak bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Provinsi DIY kasus yang ditangani mencapai 489 kasus. 98 diantaranya masuk dalam kategori Balita dan 391 kasus masuk dalam kategori usia 5 sampai dengan 18 tahun.
85
86
Gambaran jenis kekerasan ini memberikan peringatan bagi kita untuk segera mengambil langkah antisipasi perlindungan dengan memunculkan peraturan mapun melakukan program terkait dengan penguatan pemahaman masyarakat tentang norma masyarakat yang ada. Untuk korban kekerasan yang terjadi pada anak dengan kategori
Dalam catatan Polda maupun kejaksaan kasus yang terbesar adalah pencurian dan kasus asusila. Data empirik selama tahun 2009 sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 4.17. berhadapan dengan hukum menunjukkan bahwa tindakan pencurian yang dilakukan anak pada tahun 2008 sebanyak 122 kasus, diikuti tindakan asusila sebesar 9 kasus,
jenis kekerasan di Provinsi DIY disajikan pada tabel.4.16
penganiayaan sebanyak 4 kasus. Tabel.4.17. Tindak Pidana yang dilakukan Anak
Tabel.4.16. Korban Kekerasan pada anak berdasarkan jenis kekerasan di Prov.DIY Jenis Kekerasan
Jumlah
Percent
Polda DIY
Kejaksaan
Pengadila
2007
2008
2007
2008
2007
2008
Kekerasan Fisik
45
14,8
a. Pencurian
63
122
45
81
4
6
Psikis
47
15,5
b. Pembunuhan
1
0
0
0
0
0
Fisik dan Psikis
26
8,6
c. Asusila
15
9
8
8
0
1
Perkosaan
50
16,4
d. Narkoba
0
0
2
6
0
0
pelecehan
24
7,9
e. Penganiayaan
8
4
9
11
1
1
Pencabulan
84
27,6
Ekonomi
23
7,6
5
1,6
304
100,0
Tak Terdata Total
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
4.2.2
Anak Berhadapan dengan Hukum
Salah satu permasalahan perlindungan anak adalah perlindungan terhadap anak berhadapan dengan hukum. Berdasarkan penelusuran data anak berhadapan dengan hukum baik di Polda DIY, Kejaksanaan Tinggi DIY, serta Pengadilan Tinggi DIY, masih dapat ditemukan anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Kasus
87
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
4.3.
Pelaku Tindak Kekerasan
Pengertian pelaku tindak kekerasan, merupakan subyek yang melakukan tindakan kekerasan, memiliki dasar dorongan pribadi, perencanaan secara sadar, dan dukungan lingkungan, untuk melakukan kekerasan pada pihak lain. Pada bagian ini akan digambarkan karakteritik pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2009 berdasarkan catatan FKP2PA provinsi DIY yang meliputi halhal sebagai berikut : 1. Pelaku berdasarkan jenis kelamin dan usia 2. Pelaku berdasarkan pendidikan
88
3. Pelaku berdasarkan status perkawinan dan hubungan dengan korban
Tabel.4.19 . Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia
4.3.1. Pelaku Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Pelaku tindakan kekerasan dalam rumah tangga, secara umum asumsinya dilakukan oleh pihak yang lebih kuat
Usia (tahun)
apalagi kasus-kasus kekerasan fisik dan seksual. Walaupun kenyataan dilapangan pelaku tindak kekerasan tidak hanya pihak laki-laki, tetapi juga oleh perempuan. ini ditunjukkan oleh tabel 4.18.
25 keatas
Tabel.4.18. Pelaku Kekerasan yang Ditangani Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Kelamin JENIS KELAMIN
Jumlah
Percent
Perempuan
24
4,2
Laki-laki
546
95,8
Total
570
100,0
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
Data pelaku KDRT yang ditangani oleh FPK2PA menunjukkan bahwa pelaku KDRT masih didominasi oleh laki-laki yang mencapai 95,8% selebihnya perempuan dengan proporsi yang masih relatif kecil (4,2%). Dominannya laki-laki ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga masih berhubungan dengan kuatnya budaya patriarki yang meletakkan kekuasaaan pada laki-laki dan perempuan dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki.
89
Jumlah
Percent
< 17
44
7,72
18-24
88
15,44
390
68,42
48
8,42
570
100,00
Tak Terdata Total
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
Apabila dilihat dari segi usia pelaku (Tabel.4.19), maka usia pelaku paling banyak adalah pelaku berusia 25 tahun ke atas sebesar 68,42% yang bermakna bahwa kebanyakan pelaku dalam kategori dewasa, diikuti pelaku berusia 18-24 tahun sebesar 15,43 %, usia < 17 tahun sebesar 7.7 % . 4.3.2. Pelaku Berdasarkan Pendidikan Berdasarkan pendidikannya, pelaku KDRT terbanyak adalah mereka yang berpendidikan SMA. para lulusan SMA ini kebanyakan menempati posisi pelaksana dalam pekerjaannya. Lulusan SMA juga banyak yang menjadi tanggung dalam masyarakat dimana untuk melamar pekerjaan profesional tidak mencukupi tetapi untuk menjadi wiraswastawan ketrampilannya belum terasah sehingga banyak yang menganggur atau berpekerjaan tidak tetap. Posisi ini menjadikan kelompok ini kelompok yang sulit dalam ekonomi dan secara sosial sehingga sebagai akibatnya mereka rawan untuk berprilaku agresif.
90
Tabel.4.20 . Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Pendidikan Pendidikan
Jumlah
Percent
Belum Sekolah/Tidak sekolah
1
0.2
SD
26
SMP
Tabel.4.21. Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Status Perkawinan Jumlah
Percent
Belum Menikah
105
18,4
4.6
Menikah
290
50,9
59
10.4
Cerai
11
1,9
SMA
160
28.1
Tak terdata
164
28,8
Diploma
11
1.9
Total
570
100,0
Sarjana
45
7.9
S2
6
1.1
Tak Terdata
262
46
Total
570
100
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
4.3.3. Pelaku berdasarkan Status Perkawinan dan hubungan dengan korban
Status Perkawinan
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
Data yang mengarah pada KDRT banyak dilakukan keluarga termasuk didalamnya suami adalah oleh merupakan anggota keluarga didukung oleh data bahwa 37,4% pelaku yang ditangani merupakan anggota keluarga korban termasuk didalamnya suami dari korban. Tabel.4.22. Jumlah Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Keluarga
Berdasarkan status perkawinannya tampak bahwa kebanyakan pelaku adalah mereka yang telah menikah yang mencapai 50,9%. Hal ini mungkin hubungannya dengan kenyataan bahwa tempat kejadian (locus) KDRT terbesar terjadi di Rumah Tangga dan dilakukan oleh anggota keluarga khususnya oleh suami. Jumlah Pelaku kekerasan berdasarkan status perkawinan dapat dilihat pada Tabel 4.21. berikut ini.
Hubungan
Jumlah
Percent
Orangtua
20
3,5
Keluarga
213
37,4
Lain-lain
160
28,1
Tak Terdata
177
31,1
Total
570
100,0
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
91
92
Kenyataan di atas yang menjadikan salah satu hambatan dalam pengungkapan kasus-kasus KDRT. Hubungan keluarga antara korban dan pelaku menjadikan kasus KDRT sebagai aib keluarga yang tidak mudah dibuka kepada pihak luar. 4.4. Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak 4.4.1. Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan anak (FPK2PA) Provinsi DIY Langkah strategis untuk perlindungan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY, dilaksanakan dengan landasan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 tahun 2008 tentang Pembentukan dan Organisasi Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah dibentuk “Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM)” dengan ketugasan dan fungsi sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat..Pencegahan dimaksudkan untuk usaha agar bisa dihindari terjadinya tindak kekerasan pada diri perempuan dan anak, Selama tahun 2009 jumlah institusi yang menangani tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 52 institusi, dengan total kasus yang ditangani sebanyak 1.345 kasus dimana secara parsial disajikan pada tabel.4.23.
93
Tabel.4.23. Lembaga yang Memberikan Layanan Penanganan Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak Di Provinsi DIY serta Peran Masing-Masing Lembaga NO
Nama Instansi
Jenis Peran
1
Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Peran Hukum Provinsi DIY.
2
Kanwil Kementerian agama Provinsi Peran Sosial DIY.
3
Pengadilan Tinggi Agama Provinsi DIY
Peran Hukum
4
Dinas Kesehatan Provinsi DIY
Peran Medis
5
Dinas Sosial Provinsi DIY.
Peran Sosial
6
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Peran ekonomi Prov.DIY
7
Biro Hukum Setda Provinsi DIY
Peran Hukum
8
Badan Kesbanglimas Provinsi DIY.
Peran Hukum
9
Ketua Bapeda Provinsi DIY.
Peran sosial
10
Dinas Pendapatan Pengelolaan Peran sosial Keuangan dan Aset Daerah Provinsi DIY.
11
BPPM Provinsi DIY.
Peran pemberdayaan
12
Bapeljamkessos Provinsi DIY.
Peran Medis
13
PSKW Sidoarum Yogyakarta..
Peran Psikologis
14
PSAA Bimomartani Sleman.
Peran Psikologis
15
Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Peran Keluarga (LK3) Provinsi DIY Psikologis
94
NO
Nama Instansi
Jenis Peran
16
Rumah Sakit Grhasia Provinsi DIY.
17
Rumah Sakit Umum Provinsi DIY dr. Peran Medis Sardjito.
NO
Peran Medis
Nama Instansi Keluarga Bantul.
Berencana
Jenis Peran Kabupaten
34
Badan Pemberdayaan Masyarakat Peran Sosial Desa Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulon Progo.
18
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Peran Medis Yogyakarta.
19
Rumah Sakit Umum Daerah Peran Medis Panembahan Senopati Kabupaten Bantul.
35
Badan Pemberdayaan Masyarakat Peran Sosial Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Gunung Kidul.
20
Rumah Sakit Umum Kabupaten Kulon Progo.
Daerah Peran Medis
36
Bagian Kesra Sleman.
21
Rumah Sakit Umum Kabupaten Gunungkidul
Daerah Peran Medis
37
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Peran Hukum Yogyakarta.
22
Rumah Sakit Umum Kabupaten Sleman.
Daerah Peran Medis
38
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Peran Hukum Yogyakarta.
23
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Peran Medis
39
PKBI Yogyakarta
Peran Medis
24
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Peran Medis
40
LSPPA Yogyakarta.
Peran
25
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Peran Medis Yogyakarta
26
POLDA DIY.
Peran Hukum
27
POLTABES Kota Yogyakarta.
Peran Hukum
28
POLRES Bantul.
Peran Hukum
29
POLRES Sleman.
Peran Hukum
30
POLRES Gunungkidul.
Peran Hukum
31
POLRES Kulon Progo.
Peran Hukum
32
Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Peran Sosial Perempuan Kota Yogyakarta.
33
Badan
Kesejahteraan
Pemberdayaan
Keluarga Peran Sosial
Perempuan 95
dan
Setda
Kabupaten Peran Sosial
Psikologis 41
Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta
Peran Psikologis
42
Rifka Annisa Yogyakarta.
Peran Psikologis
43
Yasanti Yogyakarta.
Peran ekonomi
44
IWAPIYogyakarta.
Peran ekonomi
45
Tim Penggerak PKK Provinsi DIY
Peran ekonomi
46
SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta
Peran Sosial
47
BKKKS Provinsi DIY
Peran Sosial
48
Jogya TV
Peran Sosial
49
P2TPA
”Rekso
Dyah
96
Utami” Peran Sosial
NO
Nama Instansi
Jenis Peran
Yogyakarta. 50
Yayasan SAMIN Yogyakarta.
51
LBH Saraswati Yogyakarta
52
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Peran Sosial Raga Provinsi DIY.
68 kasus (5,1%), rehabilitasi 43 (3,2%) dan pendampingan psikologi sebanyak 38 kasus (17,7%).
Peran Hukum Tabel.4.24. Jenis Layanan yang diberikan Kepada Korban Kekerasan Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Layanan
Jumlah
Percent
Pendampingan Hukum
326
24,2
Lembaga–lembaga tersebut secara berjejaring memberikan berbagai jenis layanan terhadap korban
Konseling Umum
292
21,7
Layanan Kesehatan
210
15,2
Kekerasan dalam rumah tangga serta melakukan upayaupaya pencegahan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jenis layanan yang diberikan antara lain yang seperti yang disajikan pada tabel 4.24. yaitu antara lain : 1. Pendampingan Hukum 2. Konseling Umum 3. Layanan Kesehatan 4. Konseling kesehatan 5. Konseling Hukum 6. Shelter 7. Rehabilitasi, serta 8. Pendampingan Psikologi /Agama, Selama tahun 2009 tercatat 326 kasus (24,2%) yang ditangani dengan memberikan pendampingan hukum, 292 kasus (21,7%) yang diberikan konseling umum, 210 kasus (15,2%) yang diberikan layanan kesehatan, 94 kasus (7%)
Konseling kesehatan
94
7,0
Konseling Hukum
41
3,0
Shelter
68
5,1
Rehabilitasi
43
3,2
Pendampingan Psikologi /Agama
38
2,8
238
17,7
1345
100,00
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
diberikan konseling kesehatan, 41 kasus (3%) mendapatkan konseling hukum. Adapun korban yang dilayani di shelter ada
97
Tak Terdata Total
Sumber : Laporan FPK2PA,2009
4.4.2. Sosialisasi untuk Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Disamping upaya-upaya penanganan kasus KDRT sebagaimana yang telah dideskripsikan di atas, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Provinsi DIY bersama dengan anggota Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan anak (FPK2PA) Provinsi DIY juga secara bersama-sama menjalankan berbagai upaya berupa sosialisasi dan kegiatan lain dengan tujuan untuk upaya
98
pencegahan terjadinya KDRT di masyarakat. Upaya pencegahan yang telah dilaksanakan oleh BPPM secara langsung mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 antara lain: 1. Sosialisasi Undang-undang No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Sosialisasi ini terus dilakukan
2.
3.
4.
5.
dengan rata-rata 20 kali dalam satu tahun dengan sasaran tokoh masyarakat, maupun masyarakat secara umum. Sosialisasi ini dilakukan juga bersama dengan anggota forum yang lain, misalnya POLDA DIY, POLRES dan Rumah Sakit di DIY. Melakukan fasilitasi pengembangan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2) “Rekso Dyah Utami”. P2TP2 “RDU” ini mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan di DIY. Fasilitasi Telepon Sahabat Anak (TESA) 129 yaitu fasilitas telepon bebas pulsa untuk anak untuk dapat berkonsultasi tentang berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anak di DIY. Sosialisasi antisipasi kekerasan terhadap remaja yang dilaksanakan di lima kabupaten/kota. Sasaran sosialisasi ini dalah siswa SMP dan SMA di lima kabupaten/Kota di DIY. Pelatihan Bagi Pelatih (TOT) SDM Pelayanan dan Pendampingan korban KDRT yaitu sebuah pelatihan dengan sasaran mereka yang memiliki peran dalam masyarakat untuk memberikan informasi dan membantu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat. misalnya guru bimbingan konseling 99
6.
di sekolah-sekolah di DIY, unsur PKK, pamong desa/kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Gerakan Sayang Ibu, yaitu sosialisasi gerakan tentang pentingnya kesehatan Ibu dan anak berkaitan dengan kemialan, menyusui dan kesehatan perempuan secara umum.
7.
Kesehatan Reproduksi Remaja yaitu kegiatan Advokasi dan KIE tentang kesehatan reproduksi remaja dengan sasaran kepada organisasi remaja, LSM, Kader PKB di Provinsi DIY 8. Program peningkatan penanggulangan narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS 9. Pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan sasaran kepala desa / lurah di provinsi DIY Disamping upaya yang berupa sosialisasi BPPM juga melakukan berbagai upaya berupa penyusunan penyusunan materi sosialisasi berupa: 1. Direktori pelayanan terpadu korban kekerasan yang berisi Peran, profil & kontak person anggota forum, yang berfungsi panduan pada penanganan kasus. 2. Penyusunan berbagai materi sosialisasi termasuk leaflet dan buku panduan penanganan kasus. 4.4.3. Produk Hukum dalam rangka Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan anak Upaya penanganan dan pencegahan di atas juga dipadukan dengan berusaha menyusun produk hukum yang dapat memudahkan proses perlindungan terhadap perempuan dan anak.
100
Dalam Tataran nasional beberapa produk hukum yang dijadikan panduan dalam perlindungan perempuan dan anak antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the
And Cultural Right (Konvenan Internasional Tentang HakHak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, lambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civics and
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 95, Tambaha Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Political Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (Lembaran Negara Republik Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2008 Tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang; 11. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Indonesia Nomor 4720); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social
Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak Hak Anak) (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1990 Nomor 57); 12. Surat Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 14/MenPP/Dep.V/X/2002 Nomor:
101
102
1329/MenKes/SKB/X/2002 Nomor: 75/HUK/2002 Nomor: POL.B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak 13. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Peningkatan kualitas Hidup
3. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi DIY dan beberapa Rumah Sakit tentang Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Kekerasan Terhadap Anak di Rumah Sakit
Perempuan. 14. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Perempuan. 15. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. 16. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Data Terpilah Gender dan Anak
4.5.
Di Provinsi DIY sendiri beberapa produk hukum yang dijadikan panduan dalam perlindungan perempuan dan anak antara lain: 1. Keputusan Gubernur DIY Nomor 199 Tahun 2004 tentang Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan
Upaya Pemberdayaan Perempuan Korban KDRT
Sebagai upaya lain dalam perlindungan Perempuan dan anak dari Kekerasan adalah pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan anak korban KDRT. Berbagai upaya yang dilaksanakan oleh BPPM bersama dengan anggota Forum PK2PA Provinsi DIY antara lain: 1. Usaha Ekonomi Produktif untuk mantan korban KDRT. Dalam hal ini mantan korban KDRT yang terseleksi dari 5 kabupaten/Kota diberikan Pelatihan ketrampilan & kecakapan hidup dan bantuan peralatan (alat memasak, mesin jahit, alat produksi jamu gendong, sepeda, dll) yang dapat digunakan untuk memperbaiki tarap ekonominya. 2. Usaha ekonomi Produktif Perempuan Kepala Keluarga. Dalam hal ini Kepala Keluarga Perempuan diberi: Pelatihan ketrampilan & kecakapan hidup, Bantuan peralatan (alat memasak, mesin jahit, alat produksi jamu
Perempuan dan Anak Provinsi DIY 2. Keputusan Gubernur DIY Nomor 132/Kep/2005 tentang Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Provinsi DIY ”Rekso Dyah Utami” sebagai upaya untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Provinsi DIY
gendong, sepeda, dll) 3. UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera) Yaitu Program yang dibina oleh BKKBN, BPD AKU & BPPM yang memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok perempuan untuk melakukan Temu
103
104
Usaha, Pameran hasil karya perempuan di bidang pembangunan, serta pelatihan manajemen uppks. 4. SPP (Simpan Pinjam Kelompok Perempuan) Merupakan salah satu program PNPM Mandiri perdesaan yang berupa kegiatan pengelolaan dana simpan pinjam pedesaan oleh kaum perempuan. 5. P2WKSS (Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera) berupa pembinaan oleh lintas sektor, dengan peran aktif dari TP PKK, swasta & LSM. 10. Inisiasi Desa Prima (Perempuan Indonesia Maju Mandiri) dengan target terbentuknya Desa Prima Kelompok produktif perempuan di DIY.
BAB V PENUTUP Profil Perlindungan Perempuan dan anak, secara holistik berusaha menggambarkan dan mendeskripsikan kondisi serta situasi sosial dalam kehidupan perempuan dan anak melalui indikator IPM , IPG maupun IDG, demikian pula gambaran mengenai perempuan dan anak dari sisi usaha perlindungan terhadap Kekerasan, selanjutnya secara rinci disimpulkan sebagai berikut : 1. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembentukan character building bagi seluruh masyarakat Indonesia baik bagi laki-laki dan perempuan serta anak.
Namun dalam prosesnya
pembangunan tidak dinikmati secara sama oleh laki-laki dan perempuan. Akibatnya terjadi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. 2. Akibat ketimpangan dalam relasi gender muncullah kerawanan dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga dengan korban yang didominasi oleh perempuan dan anak sebagai fihak yang lemah dalam ketimpangan relasi gender tersebut. 3. Dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak terdapat tiga kegiatan yaitu pencegahan, penanganan dan pemberdayaan. 4. Dalam upaya perlindungan tersebut di DIY dibentuk Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan
105
106
anak (FPK2PA) yang mempunyai tugas untuk melakukan upaya
penanganan
maupun
pencegahan
DAFTAR PUSTAKA
terjadinya
kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY. 5. dalam upaya penanganan tercatat bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY yang ditangani oleh Forum Pk2PA selama tahun 2004 sampai 2009 terus mengalami kenaikan. Untuk tahun 2009 sebanyak 1345 kasus telah ditangani oleh Forum. 6. Jumlah anak yang menjadi korban kekerasan juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. 7. BPPM provinsi DIY bersama dengan lembaga lainnya dalam Forum PK2PA melaksanakan berbagai Upaya pencegahan melalui sosialisasi dan perumusan berbagai aturan hukum, serta melakukan usaha pemberdayaan perempuan khususnya para korban KDRT. Sebagai penutup Profil ini, semoga profil ini dapat menjadi panduan pengambilan kebijakan dan dapat bermanfaat untuk mendukung upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2002, Supas 2000, Yogyakarta Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2002. Pembangunan Manusia dan Kesetaraan gender Peta dan Disparitas Pencapaian antar Wilayah, Jakarta Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2009, Provinsi DIY dalam angka, Yogyakarta Badan Pemberdayaan Perempuan dan masyarakat, 2009, Laporan Kegiatan Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tidak diterbitkan, Yogyakarta Bapeda
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2008, Rencana Tata Ruang Daerah Provinsi DIY, Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2009, Profil Kesehatan Provinsi DIY. Yogyakarta Dinas Pendidikan Provinsi DIY, 2009, Profil Pendidikan Provinsi DIY, Yogyakarta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY, 2009. Profil Ketenagakerjaan. Yogyakarta. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan & BPS, 2007, Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2007 Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan & BPS, 2009, Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2009 Komnas Perempuan. 2009. diterbitkan
Laporan Tahunan. Tidak
KPUD Prov. DIY. 2009. Laporan Data Anggota Legislatif Perempuan. tdk diterbitkan..
107
108