PRODUKSI Spirulina UNTUK PENURUNAN TINGKAT CEMARAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DALAM FOTOBIOREAKTOR KONTINYU SKRIPSI
SHINTA PERMATASARI F34070042
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PRODUCTION OF Spirulina FOR DECREASING POLLUTION LEVEL OF PALM OIL MILL EFFLUENT IN CONTINOUS PHOTOBIOREACTOR Shinta Permatasari Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University. IPB Darmaga Campus.
ABSTRACT Spirulina platensis could be grown on Palm Oil Mill Effluent (POME) to produce algal biomass and to reduce pollution level of the effluent. The objective of this research was to determine the growth rate of S. platensis and the reduction rate of pollution level of POME on semi-continuous photobioreactor. Preliminary research was conducted by growing S. platensis on POME media with various concentration, namely 25%, 50%, 75%, and 90% POME by batch system. Results of the preliminary research could be used to obtain the optimum growth period as a reference for the main research. The main research on the growth of S. platensis was conducted on photobioreactor that adjusted with their feeding rate of media containing a mixtime of POME and synthetic media at optimum concentration. Feeding rate was set up at 1 drop/ 5 sec. (dilution rate of 0.03 hr -1), 1 drop/ 10 sec. (dilution rate of 0.015 hr -1), and 1 drop/ 15 sec. (dilution rate of 0.01 hr -1). The main research was conducted with 1.2 liter-capacity photobioreactor with POME media at optimum concentration after optimum growth. For optimum dilution rate, the experiment was scaled up eight times using 10-liter-capacity photobioreactor. The parameter observed was Total Dissolved Solid (TDS), Fixed Dissolved Solid (FDS), Volatile Dissolved Solid as approximate value of Total Carbon (TC), Optical Density (OD) at λ 480 nm (OD 480 nm), Dissolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD), and Chemical Oxygen Demand (COD). The research results showed that optimum growth of S. platensis that has been acclimatized on POME was two weeks with 90% POME media and 10% synthetic media. Dilution rate of 0.015 hr -1 on photobioreactor is the optimum dilution rate for growth of S. platensis as well as for decreasing polution level of POME. The research result of the eight-times scale up photobioreactor using flow rate of 8 drops/ 10 sec. showed that the growth of S. platensis was relatively constant as reflected by the OD value of the suspension culture and the concentration of cellular biomass. At the optimum condition, production of S. platensis biomass was 0,267 g/L and pollution level was decrease 24%. The rate of outflow also resulted the constant decrease of polution level based on TC, TDS, DO, BOD, and COD parameters., so that the continuous photobioreactor was running well. [Keywords: Spirulina platensis, Palm Oil Mill Effluent, continuous photobioreactor, effluent treatment]
SHINTA PERMATASARI. F34070042. Produksi Spirulina untuk Penurunan Tingkat Cemaran Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dalam Fotobioreaktor Kontinyu. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu dan Suharyanto. 2011
RINGKASAN Spirulina platensis adalah sianobakteri atau mikroalga (ganggang mikro) hijau biru yang mampu tumbuh pada berbagai tingkat keasaman (pH 8-11) dengan kandungan senyawa karbonat dan bikarbonat yang tinggi dan dengan pasokan unsur nitrogen. Pertumbuhan S. platensis sangat tergantung pada intensitas cahaya. Oleh sebab itu penggunaan fotobioreaktor akan sangat membantu laju pertumbuhannya. Bahan-bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga ini terdapat melimpah dalam limbah cair perkebunan yang selama ini belum dimanfaatkan secara memadai, salah satunya adalah Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Pembiakkan S. platensis dalam medium yang murah, seperti LCPKS dengan mengoptimalkan pertumbuhan maupun kandungan bahan aktif biomassa selnya, dapat dihasilkan bahan aktif bernilai ekonomis tinggi dan penting untuk kesehatan dengan biaya yang murah. Di sisi lain, pemanfaatan LCPKS akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah ini, yaitu menurunkan kadar bahan organik limbah, meningkatkan kelarutan oksigen serta membantu menciptakan sistem produksi bersih. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur laju dilusi optimum untuk pertumbuhan S. platensis dan laju penurunan tingkat cemaran LCPKS pada fotobioreaktor kontinyu. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menumbuhkan S. platensis pada medium LCPKS 25%, 50%, 75%, dan 90% dengan sistem batch. Hasil penelitian pendahuluan ini dapat digunakan untuk menentukan waktu optimum pertumbuhan sebagai acuan untuk melakukan penelitian utama. Penelitian pertumbuhan S. platensis pada fotobioreaktor dirancang dengan variasi laju alir umpan berupa LCPKS yang dicampur media sintetik pada konsentrasi optimum. Variasi laju alir pengumpanan diatur pada variasi 1 tetes/ 5 detik (laju dilusi 0,03 jam-1), 1 tetes/ 10 detik (laju dilusi 0,015 jam -1), dan 1 tetes/ 15 detik (laju dilusi 0,01 jam-1). Penelitian utama ini dilakukan dengan fotobioreaktor berkapasitas 1,2 L pada medium LCPKS dengan konsentrasi optimum setelah mencapai pertumbuhan optimum. Pada laju alir optimum, skala percobaan diperbesar delapan kali menggunakan fotobioreaktor berkapasitas 10 L. Parameter yang diamati selama penelitian adalah Total Dissolved Solid (TDS), Fixed Dissolved Solid (FDS), Volatile Dissolved Solid sebagai pendekatan nilai of Total Carbon (TC), Optical Density pada λ 480 nm (OD 480 nm), Dissolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD), dan Chemical Oxygen Demand (COD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan optimum S. platensis adalah selama dua minggu dengan medium LCPKS 90% dan media sintetik 10%. Fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,015 jam-1 merupakan laju alir umpan yang optimum untuk pertumbuhan S. platensis serta menghasilkan penurunan tingkat cemaran LCPKS yang optimum. Hasil penelitian dengan perbesaran skala delapan kali menggunakan laju alir 8 tetes/ 10 detik menunjukkan bahwa pertumbuhan S. platensis relatif konstan. Hal ini tercermin dari nilai OD suspensi kultur pada 480 nm dan konsentrasi biomassa selnya. Produksi biomassa sel rata-rata sebesar 0,267 g/L dan kadar
cemaran limbah rata-rata menurun sebesar 24%. Laju alir keluar (outflow) juga menghasilkan kadar cemaran limbah yang konstan berdasarkan parameter TC, TDS, DO, BOD, dan COD. sehingga sistem dari fotobioreaktor kontinyu ini telah berjalan dengan baik.
PRODUKSI Spirulina UNTUK PENURUNAN TINGKAT CEMARAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DALAM FOTOBIOREAKTOR KONTINYU SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh SHINTA PERMATASARI F34070042
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi: Produksi Spirulina untuk Penurunan Tingkat Cemaran Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dalam Fotobioreaktor Kontinyu Nama: Shinta Permatasari NIM: F34070042
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof.Dr.Ir. Khaswar Syamsu,Msc.St) NIP. 196308171988031003
(Ir. Suharyanto, MS) NIP. 110400190
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indastri) NIP. 1966210091989032001
Tanggal lulus: 9 Agustus 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Produksi Spirulina untuk Penurunan Tingkat Cemaran Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dalam Fotobioreaktor Kontinyu adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
Shinta Permatasari F34070042
BIODATA PENULIS Shinta Permatasari. Lahir di Bandung, 26 September 1989 dari ayah Tri Panji dan ibu Nelti Yetti, sebagai putri pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 2006, penulis meraih Juara I Lomba Karya Ilmiah tingkat SMA se Jabodetabek yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi columnist majalah Mind Himalogin pada tahun 2008-2009 dan menjadi pengurus Himalogin pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2010, penulis mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI. Dua karyanya di bidang penelitian dan kewirausahaan berhasil lolos dan didanai. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di PT. Natural Food Success, Bekasi, Jawa Barat.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Produksi Spirulina untuk Penurunan Tingkat Cemaran Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dalam Fotobioreaktor Kontinyu dilaksanakan di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia sejak bulan Maret sampai Juni 2011. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyelesaian tulisan ini banyak pihak yang memberi bantuan bimbingan dan dorongan kepada penulis. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, Msc.St sebagai dosen pembimbing utama.
2.
Ir. Suharyanto, MS sebagai dosen pembimbing kedua.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Agroindustri.
Bogor, Agustus 2011
Shinta Permatasari
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii DAFTAR TABEL ................................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... viii I.
II.
PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1 1.2.
Latar Belakang............................................................................................................... 1
1.3.
Tujuan Penelitian........................................................................................................... 1
1.4.
Ruang Lingkup............................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................... 2 2.1. Spirulina platensis........................................................................................................... 2 2.2. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS).................................................................... 3 2.3. Fotobioreaktor.................................................................................................................. 5 2.4. Tinjauan Beberapa Parameter.......................................................................................... 6
III. BAHAN DAN METODE........................................................................................................ 9 3.1. Alat dan Bahan.............................................................................................................. 9 3.1.1.
Alat..................................................................................................................... 9
3.1.2. Bahan................................................................................................................... 9 3.2. Metode Penelitian........................................................................................................... 9 3.2.1.
Pembuatan media sintetik............................................................................... 9
3.2.2.
Kondisi kultur................................................................................................ 10
3.2.3.
Penelitian pendahuluan (sistem batch).......................................................... 10
3.2.4.
Penelitian utama (sistem kontinyu).............................................................. 10
3.2.5.
Penelitian sistem kontinyu skala 10L........................................................... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................. 14 4.1. Penelitian Pendahuluan (sistem batch)......................................................................... 14 4.2. Penelitian Utama (sistem kontinyu)............................................................................. 20
4.3 Penelitian Sistem Kontinyu Skala 10 L......................................................................... 25 V. SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................... 28 5.1. Simpulan........................................................................................................................ 28 5.2. Saran.............................................................................................................................. 28 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 29 LAMPIRAN........................................................................................................................... 32
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik limbah cair dari kegiatan industri kelapa sawit....................................... 4 Tabel 2. Komposisi media sintetik untuk pertumbuhan S. platensis......................................... 10 Tabel 3. Nilai laju pertumbuhan maksimum (μ maks) dan rasio penggunaan substrat ((So-S)/S) S. platensis pada berbagai konsentrasi LCPKS.......................................................... 15 Tabel 4. Nilai TC, DO, BOD dan COD LCPKS yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) fotobioreaktor skala 10 L............................................................................................. 27
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Fotobioreaktor kapasitas 3L dengan variasi konsentrasi LCPKS........................... 14 Gambar 2a. Produksi biomassa S. platensis, kenaikan OD 480 nm, dan nilai Total Organic Carbon
selama
waktu
inkubasi
pada
(1)
LCPKS
25%,
(2)
LCPKS
50%........................................................................................................................ 16 Gambar 2b. Produksi biomassa S. platensis, kenaikan OD 480 nm, dan nilai Total Organic Carbon
selama
waktu
inkubasi
pada
(1)
LCPKS
75%,
(2)
LCPKS
90%........................................................................................................................ 17 Gambar 3a. Perubahan nilai padatan terlarut terikat/FDS dan total padatan selamapertumbuhan
S.platensis
pada
(1)
LCPKS
25%,
terlarut/TDS (2)
LCPKS
50%........................................................................................................................ 18 Gambar 3b. Perubahan nilai padatan terlarut terikat/FDS dan total padatan terlarut/TDS selama pertumbuhan
S.platensis
pada
(1)
LCPKS
75%,
(2)
LCPKS
90%........................................................................................................................ 20 Gambar 4. Rancangan fotobioreaktor kontinyu kapasitas 1,2 L dengan variasi laju alir......... 21 Gambar 5. Produksi biomassa S. platensis dengan variasi laju dilusi pada LCPKS 90%......... 22 Gambar 6. Kenaikan OD 480 nm dengan variasi laju dilusi pada LCPKS 90%....................... 22 Gambar 7. Nilai Total Organic Carbon dengan variasi laju dilusi pada LCPKS 90%............. 22 Gambar 8. Nilai BOD selama pertumbuhan S.platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi....................................................................................................................... 23 Gambar 9. Nilai COD selama pertumbuhan S.platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi....................................................................................................................... 23 Gambar 10. Nilai DO selama pertumbuhan S.platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi....................................................................................................................... 23 Gambar 11. Nilai FDS selama pertumbuhan S.platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi....................................................................................................................... 24 Gambar 12. Nilai TDS selama pertumbuhan S.platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi....................................................................................................................... 25 Gambar 13. Hasil pengamatan setelah hari ke Sembilan........................................................... 25 Gambar 14. (a) Rancangan fotobioreaktor kontinyu kapasitas 10 L, (b) Fotobioreaktor kontinyu berkapasitas 10 L yang telah ditumbuhi S. platensis, (c) Arah aliran umpan medium LCPKS 90% di dalam fotobioreaktor kontinyu....................................... 26 Gambar 15. Produksi biomassa S. platensis dan kenaikan OD 480 nm pada LCPKS 90% dengan laju dilusi 0,015 jam-1................................................................................ 27
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram alir tahapan penelitian............................................................................. 32 Lampiran 2. Data hasil penelitian.............................................................................................. 33 Lampiran 3. Kurva standar korelasi antara OD dan biomassa pada LCPKS: (1) 25%, (2) 50%, (3) 75%, (4) 90%.................................................................................................... 35 Lampiran 4. Dokumentasi.......................................................................................................... 36 Lampiran 5. Spirulina platensis strain lokal (INK)................................................................... 37
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spirulina platensis adalah sianobakteri atau mikroalga (ganggang mikro) hijau biru yang diperkirakan telah ada di planet bumi sejak 3,5 milyar tahun yang lalu. Mikroalga ini mampu tumbuh pada berbagai tingkat salinitas (Richmond dalam Borowitzka & Borowitzka, 1987), pH sangat basa (pH 8-11) dengan kandungan senyawa karbonat dan bikarbonat yang tinggi (Aiba & Ogawa, 1977), dan dengan pasokan unsur nitrogen (Mateles & Tanennbaum, 1968). Pertumbuhan S. platensis sangat tergantung pada intensitas cahaya. Oleh sebab itu penggunaan fotobioreaktor akan sangat membantu laju pertumbuhannya. Selama ini banyak bahan aktif farmasetikal dan kosmetika yang masih diimpor dengan harga yang tinggi dan langsung dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar Amerika Serikat, sehingga banyak devisa yang hilang. Dengan memproduksi sendiri menggunakan bahan baku yang murah seperti limbah perkebunan, biaya produksi dapat ditekan dan devisa negara dapat diselamatkan. Limbah cair lateks pekat telah diteliti dapat digunakan sebagai media tumbuh S. platensis (Tri-Panji, Suharyanto & Y.Awey, 1994; Tri-Panji , Suharyanto, E. Rakyan & Hasim, 1995; Tri-Panji , S.S Ahmadi & E. Tjahjadarmawan1996). Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) juga dapat digunakan sebagai media tumbuh S. platensis. Pembiakkan S. platensis dalam medium yang murah, seperti limbah perkebunan, dan dengan mengoptimalkan pertumbuhan maupun kandungan bahan aktif biomassa selnya, akan dapat menghasilkan bahan aktif bernilai tinggi dan penting untuk kesehatan dengan biaya yang murah. Di sisi lain, pemanfaatan limbah perkebunan akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah, serta membantu menciptakan sistem produksi bersih.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui laju pertumbuhan S. platensis, laju penurunan tingkat cemaran LCPKS, laju dilusi optimum serta stabilitas pertumbuhan pada fotobioreaktor kontinyu skala 10 L.
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah pembiakan Spirulina dalam media LCPKS pada sistem batch, pada sistem kontinyu dengan skala 1,2 L dan uji stabilitas sistem skala 10 L, serta pengamatan penurunan BOD, COD, dan total carbon (TC) LCPKS selama pertumbuhan S. platensis pada fotobioreaktor secara batch dan fotobioreaktor kontinyu dengan variasi laju alir.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spirulina platensis Mikroalga S. platensis merupakan salah satu spesies Spirulina. Spesies lain Spirulina adalah S. maxima atau S. geitleri dan S. fusiformis. Mikroalga ini merupakan mikroorganisme multiseluler, di bawah mikroskop terlihat sebagai filamen-filamen berwarna hijau biru yang terbentuk dari sel-sel bersilinder dengan diameter 1-2 µm, tidak bercabang dan berstruktur trichoma helix. Filamen-filamen bersifat mortal, melayang-layang sepanjang aksisnya dan tidak memiliki heterosit. Ukuran selnya relatif besar, yaitu 110 µm sehingga mudah dalam memanennya dengan menggunakan kertas saring. Mikroalga ini termasuk dalam kelas Cyanophyceae, dimana mikroalga dalam kelas ini merupakan mikroorganisne yang digolongkan sebagai protista yang dapat melakukan fotosintesis dengan menghasilkan oksigen. S. platensis memiliki massa tanaman berwarna hijau cerah trichoma hijau-biru sedikit mengkerut pada dinding selnya membentuk spiral yang teratur. Belokan spiral lebar 26-36 µm dan jaraknya 43-57 µm, ujung trichoma tidak atau hampir diruncingkan dan sel-sel ujung berbentuk bulat, dimana sel-sel trihoma memiliki lebar 6-8 µm dan panjang 2-6 µm (Richmond, 1987). Van Eykelenburg (1977) dalam Arlyza (2003) menyatakan bahwa dinding sel S. platensis memiliki empat lapisan, dinding sel melintang dari mikroalga hijau-biru ini terdiri dari peptidoglikan, yang membentuk lapisan koheren. Sifat fisik dan kimia dari peptidoglikan berperan dalam membentuk pergerakan S. platensis, misalnya meluncur, berputar, bergoyang, serta meregang dan mengkerutnya helix. Bentuk organisme secara keseluruhan dan kemampuannya melakukan perubahan morfologis berkaitan dengan sifat-sifat fisik matrik dinding sel. Spirulina platensis adalah mikroalga yang mampu tumbuh dalam berbagai kondisi pertumbuhan. dapat ditemukan di perairan dengan berbagai tingkat salinitas dengan pH basa, biasanya berkisar 8-11. Kondisi pH basa ini memberikan keuntungan dari sisi budidaya, karena relatif tidak mudah terkontaminasi oleh mikroalga yang lain, yang pada umumnya hidup pada pH yang lebih rendah atau lebih asam. Meskipun sianobakteri ini termasuk mikroba fotoototrof, mikroba ini mampu tumbuh secara miksotrof dan heterotrof (Aiba & Ogawa, 1977; Marquez et al., 1993). Pada kedua kondisi pertumbuhan terakhir ini, S. platensis tumbuh dengan memanfaatkan gula sebagai sumber karbon (Marquez et al., 1995), dan hidrolisat protein sebagai sumber karbon dan nitrogen (Singh et al., 1995). Bahan-bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga ini terdapat melimpah dalam limbah cair pengolahan karet, antara lain berupa limbah cair pengolahan lateks pekat dan sit, yang selama ini belum dimanfaatkan secara memadai. Limbah lain yang berpotensi untuk digunakan sebagai media tumbuh S. platensis adalah Limbah Cair Pengolahan Kelapa Sawit (LCPKS). Spirulina platensis banyak digunakan sebagai makanan fungsional dan penghasil berbagai bahan aktif penting bagi kesehatan (Arad, 1988), antara lain asam lemak takjenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acids/ PUFA) yaitu asam linoleat (LA) dan γ-linolenat (GLA) (Cohen et al., 1987). LA dan GLA berguna untuk pengobatan hiperkolesterolemia (Ishikawa et al., 1989), sindroma prahaid (Horrobin, 1983), eksema atopik (Biagi et al., 1988) dan antitrombotik (Suzuki, 1991). Beberapa bahan aktif lain juga diproduksi secara intraseluler seperti senyawa karotenoid, asam nikotinat, riboflavin (vit B2), thiamin (vit B1), sianokobalamin (vit B12), dan pigmen (Richmond dalam Borowitzka & Borowitzka, 1987). Pemanfaatan mikroalga S. platensis sebagai makanan kesehatan sudah banyak dilakukan. Selain mudah dicerna, mikroalga ini mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tubuh, seperti protein 55-72%, lipid 5-8%, karbohidrat 16-20%, asam lemak tidak jenuh, vitamin-vitamin, mineral,
asam amino, dan beberapa jenis pigmen yang sangat bermanfaat. Pada beberapa negara tertentu seperti Spanyol, Switzerland, Australia, Jepang, dan Amerika, mikroalga ini telah dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan bubuk keringnya dijadikan sebagai makanan kesehatan yang dipasarkan (Henrikson, 1989; Weil, 2000 di dalam Arlyza, 2003). S. platensis berkembang biak secara aseksual dengan cara membelah diri. Menurut Cifferi (1983) di dalam Diharmi (2001), siklus reproduksi mikroalga ini berlangsung melalui pembentukan hormogonium yang dimulai ketika salah satu atau beberapa sel yang terdapat di tengah-tengah trichoma mengalami kematian dan membentuk badan yang disebut cakram pemisah berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang disebut nikrida tersebut akan putus dengan segera, kemudian trichoma terfragmentasi menjadi koloni sel yang terdiri atas 2-4 sel yang disebut hormogonium dan memisahkan diri dari filamen induk untuk menjadi trichoma baru. Hormogonium memperbanyak sel dengan pembelahan pada sel terminal. Tahap akhir proses pendewasaan sel ditandai terbentuknya granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi hijau kebiruan. S. platensis mengalami berbagai fase dalam pertumbuhannya yang terdiri dari fase lag, dimana pada fase ini populasi yang baru ditransfer mengalami penurunan tingkat metabolisme karena inokulum berasal dari fase stasioner dan fase-fase kematian. Fase lag ini berlangsung tergantung pada umur inokulum. Jika inokulum berasal dari fase logaritma maka tidak akan terjadi fase lag (Fogg & Thake, 1987 di dalam Diharmi, 2001). Supaya tidak terjadi penurunan kurva karena proses adaptasi sel pada fase lag, maka dalam perubahan kultur baru inokulum harus berasal dari starter pada kondisi fase logaritma (Vonshak,1985 di dalam Diharmi, 2001). Percepatan pertumbuhan dan perbandingan konsentrasi komponen biokimia pada fase logaritma menjadi konstan. Hal ini disebabkan terjadinya doubling time atau generation time yang disebut waktu G, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel sebanyak dua kali lipat dari waktu sebelumnya. Waktu G adalah pedoman waktu untuk pengambilan sampel sehingga dalam pengambilan sampel dilakukan pada waktu yang telah diketahui (Fogg & Thake, 1987 di dalam Diharmi, 2001). Fase deklanasi terjadi dengan berakhirnya fase logaritma dengan tidak ada pertumbuhan. Hal ini terjadi karena kekurangan nutrisi (nitrogen dan fosfat), menurunnya konsentrasi CO2, atau O2 dan kenaikan pH medium. Berkurangnya intensitas cahaya disebabkan karena terjadinya pembentukan bayangan dari sel itu sendiri (self-shading) atau autoinhibitation, yaitu kemampuan menghasilkan senyawa penghambat pertumbuhan sel itu sendiri (Richmond, 1987). Kemampuan ini tidak terdapat pada S. platensis, hanya pada mikroalga jenis Nostoc punctiforme, dan Chorella vulgaris (Fogg & Thake, 1987 di dalam Diharmi, 2001). Fase stasioner merupakan akhir dari produksi biomassa menjadi konstan. Pada fase ini konsentrasi maksimum biomassa tercapai sedangkan konsentrasi parameter lain menjadi menurun atau meningkat. Fase yang terakhir adalah fase kematian yang ditandai dengan terjadinya penurunan produksi biomassa karena kematian dan sel lisis (Vonshak,1985 di dalam Diharmi, 2001). Menurut Richmond (1987), faktor pembatas dalam mengkultivasi S. platensis karena komposisi nutrisi yang bervariasi dalam medium tumbuhnya. Faktor utama dalam medium tersebut sangat tergantung dari hara nitrogen dan fosfat serta faktor eksternal pertumbuhan seperti cahaya dan temperatur. Pengocokan dan pengadukan diperlukan agar penyebaran ketiga faktor tersebut merata. Aerasi juga sangat berguna untuk mentransfer CO2 + udara ke dalam medium.
2.2. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO) menghasilkan biomassa produk samping yang jumlahnya sangat besar. Tahun 2004 volume produk samping sawit sebesar 12.365 juta ton Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), 10.215 juta ton cangkang dan serat,
dan 32.257 – 37.633 juta ton limbah cair (Palm Oil Mill Effluent /POME). Jumlah ini akan terus meningkat dengan meningkatnya produksi TBS Indonesia. Produksi TBS Indonesia di tahun 2004 mencapai 53.762 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64.000 juta ton. (Mahajoeno, 2007) Limbah dari industri kelapa sawit meliputi limbah padat, cair dan gas. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), ampas, batok/cangkang serta lumpur dari kolam pengolah limbah cair merupakan bentuk limbah padat. Limbah cair berasal dari pemisahan antara air dan minyak yang terkandung dalam mesokarp buah melalui proses sentrifugasi, sedangkan limbah gas dihasilkan dari penguraian bahan organik yang terkandung dalam buangan cair, serta dari gas hasil pembakaran bahan bakar pada ketel uap boiler dan incinerator. Sebagian limbah padat dibakar pada incinerator yang menghasilkan panas, dimanfaatkan sebagai energi pembangkit uap, abu yang dihasilkan dijadikan pupuk dan dicampur dengan buangan cair di dalam kolam. Limbah cair industri kelapa sawit memiliki kadar air 95%, dengan 4,5% padatan dalam bentuk terlarut/ tersuspensi, 0.5-1% sisa minyak dan lemak emulsi (Tabel 1). Selama proses pengolahan limbah akan terjadi pelepasan asam lemak bebas. Limbah cair industri kelapa sawit juga memiliki temperatur yang tinggi, 60-80oC, yang berasal dari proses kondensasi (Harry, 1999). Nilai pH yang mencapai 4,3 menunjukkan bahwa limbah tersebut mengandung asam mineral atau asam organik. Selain itu, mengingat gas CO2 dihasilkan oleh penguraian zat organik oleh mikroorganisme, maka setelah berdifusi dengan air akan terbentuk asam karbonat yang bersifat asam.
Tabel 1. Karakteristik limbah cair dari kegiatan industri kelapa sawit (Harry, 1999)
Parameter
mg/L, kecuali pH
Baku mutu maks (mg/L)
Beban pencemaran maks (ppm)
pH TS
4.1 46.185
6-9
-
TSS
21170
250
0.63
COD
34720
350
0.88
BOD Minyak dan lemak
21280 3100
100 25
0.25 0.0631
13
50
0,125
NH4- N
Kapasitas air buangan menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (1992 - 1993) volume air berkisar 1.0-1.3 m3 /ton tandan buah segar atau 2-3 ton air buangan /ton minyak (Tobing et al., 2003). Dalam produksi, industri memproses 30 ton tandan buah segar per jam sehingga kapasitas air buangan operasional maksimal 20/jam/hari dan menghasilkan limbah cair 600 – 700 m3/hari (Harry, 1999). Kandungan zat organik yang cukup tinggi di beberapa kolam air limbah berasal dari (Harry, 1999) : 1. Air limbah kondensasi tahap sterilisasi (15% jumlah limbah cair) dan penjernihan (75% jumlah limbah cair). Hidrokson yang digunakan untuk memidahkan daging dalam batok merupakan sumber utama air limbah (10% jumlah limbah cair).
2. Sterilisasi tandan buah menghasilkan kondensat kukus dan air cucian. Air cucian dihasilkan dari pemerasan minyak biji/serat pada tahap pencucian daging buah. 3. Air panas digunakan untuk mencuci ayakan getar, sebelum tangki penjernih minyak. Air yang dipisahkan dari minyak dan dari lumpur tangki penjernih merupakan sumber utama minyak, padatan tersuspensi dan bahan organik lain. LCPKS bersifat nontoksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak (Ahmad et al., 2004). Perbandingan BOD dan COD yang tinggi, yaitu 0.6 menunjukkan bahwa limbah industri kelapa sawit bersifat biodegrable dan cukup baik diolah secara biologi. Phang (1990) melaporkan bahwa LCPKS dapat digunakan untuk budidaya mikroalga S. platensis. Dengan memanfaatkan LCPKS untuk budidaya mikroalga, maka akan terjadi penguraian limbah (reduce) sekaligus pemanfaatan biomassa S. platensis yang dihasilkan untuk pakan ternak (reuse). Air bersih yang diperoleh dapat digunakan kembali untuk proses produksi (reuse & recycle). Mikroalga ini telah berhasil dibudidayakan pada beberapa jenis limbah lain, seperti limbah pengolahan singkong dan limbah lateks pekat (Tri-Panji et al., 1994; 1995; 2007). Mikroalga yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti suplemen pakan dan bahkan pangan setelah melalui uji keamanan pangan, serta sebagai sumber bahan aktif farmasetikal (TriPanji & Achmadi, 2000). Di samping itu, kadar bahan organik limbah akan berkurang dan kelarutan oksigen akan meningkat. Produksi biomassa S. platensis dan laju penurunan cemaran LCPKS mungkin dapat ditingkatkan melalui penggunaan fotobioreaktor yang akan diteliti pada percobaan ini. Pemanfaatan LCPKS sebagai media tumbuh S. platensis akan memiliki manfaat ganda sebagai sarana untuk produksi S. platensis dan pengolahan LCPKS. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siew-Moi (1987) menunjukkan bahwa S. platensis dapat tumbuh dalam LCPKS yang diolah secara anaerob. Biomassa mikroalga yang diperoleh mencapai 33,8 g berat kering/ m2 per hari dengan waktu pertumbuhan lima hari. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan ini menjadi lebih baik dan dapat digunakan kembali (didaur ulang) untuk keperluan di pabrik. Penentuan tingkat penerimaan mikroalga S. platensis sebagai makanan atau bahan-bahan pangan diperlukan beberapa prosedur penentuan keberadaan racun. Menurut Wahyudin dan Indastri (1991), penggunaan protein sel tunggal seperti S. platensis sebagai makanan dan sumber protein pada hasil akhir perlu diperhatikan faktor-faktor berikut: 1) Daya larut, 2) Tidak berwarna atau berbau, 3) Tidak beracun, 4) Kandungan asam nukleatnya rendah, 5) Kandungan bakteri sedikit, 6) Mempunyai nilai biologis tinggi, dan 7) Mempunyai manfaat yang baik.
2.3. Fotobioreaktor Fotobioreaktor merupakan bioreaktor yang digunakan untuk kultivasi mikroorganisme fotosintetik. Komponen utama yang membedakan kinerja fotobioreaktor adalah adanya sistem pencahayaan buatan dengan intensitas tertentu. Berdasarkan letak sumber cahaya relatif terhadap tabung reaktor, fotobioreaktor dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fotobioreaktor dengan sistem pencahayaan dari luar tabung (external illumination) dan fotobioreaktor dengan sistem pencahayaan dari dalam tabung (internal illumination). Fotobioreaktor yang digunakan untuk pembiakan S. platensis adalah fotobioreaktor dengan sistem pencahayaan dari luar (external illumination). Fotobioreaktor digunakan untuk memberikan asupan energi cahaya yang efektif dalam menumbuhkan kultur S. platensis. Pada budidaya mikroalga, energi sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis. Gas CO2 yang diserap dalam klorofil diolah bersama air menjadi karbohidrat yang
dibutuhkan tanaman, serta oksigen yang dilepas ke udara. Keunggulan dari kultur mikroalga yang dilakukan dalam fotobioreaktor adalah kondisi steril dapat dipertahankan sehingga tingkat kontaminasi rendah, produksi terkontrol, desain dapat disesuaikan dengan kebutuhan industri, serta tidak memerlukan lahan yang luas. Fotobioreaktor merupakan sistem tertutup yang dapat mencegah penguapan air dan CO2 serta lebih mudah diamati dan dikontrol. Beberapa model fotobioreaktor telah diteliti, diawali sejak tahun 1950an oleh Davis dan kawan-kawan (1953) di Carnegie Institution di Washington. Fotobioreaktor tersebut berkapasitas satu liter, 65% nya dalam bentuk tabung gelas maupun plastik dan sisanya berupa ruang pengendapan. Kelemahan penggunaan tabung plastik sebagai bejana fotobioreaktor adalah ketidakstabilan tabung plastik terhadap panas dan cahaya matahari. Tabung plastik mudah rusak akibat foto degradasi, sehingga diperlukan proses sirkulasi untuk mendinginkan kultur. Akibatnya, biaya produksi untuk sistem tertutup tersebut lebih tinggi dibandingkan cara kultur konvensional. Sistem pendinginan kultur merupakan proses yang memakan biaya cukup besar. Penghilangan secara keseluruhan sistem pendinginan ini akan mengurangi investasi hingga 50%, sehingga biaya produksi alga akan sama dengan sistem terbuka (Fischer, 1956). Fotobioreaktor juga dikembangkan oleh Gudin dan Chaumont (1983) untuk kultur Porphyridium. Menggunakan bahan tabung polietilen berdiameter 64 mm sepanjang 1.500 m. Fotobioreaktor juga dikembangkan untuk kultur S. platensis oleh Florenzano dan kawan-kawan di Centro di Studio dei Microorganismi Autotrofi di Florence, Italia, menggunakan tabung mika/ plexiglass (Torzillo et al., 1986). Penelitian lebih baru (Richmond dalam Borowitzka. & Borowitzka, 1987) tentang bioreaktor tabung untuk kultur Spirulina telah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Mikroalga, Israel. Bioreaktor berbentuk tabung ini terdiri dari (a) pompa aerasi gelembung udara/air-lift, (b) pemisah gas, (c) tabung tembus cahaya yang dipasang paralel dan dihubungkan dengan penghubung satu sama lainnya. Reaktor berbentuk pipa dari bahan polikarbonat berdiameter luar 3,2 cm dan diameter internal 3,0 cm. Disain bioreaktor ini memiliki keunggulan dibandingkan bioreaktor berbentuk tabung yang dihubungkan dengan pipa U, karena dengan disain tersebut tidak banyak kehilangan tekanan, sehingga lebih mudah dikembangkan ke skala industri. Selain fotobioreaktor yang disusun mendatar, ada pula fotobioreaktor yang dibuat dalam bentuk kumparan (biocoil) terbuat dari tabung PVC berdiameter internal 3 cm, yang diletakkan pada landasan yang mudah dipindahkan. Secara umum, faktor yang mempengaruhi kinerja fotobioreaktor adalah (1) diameter tabung, (2) panjang tabung reaktor, (3) pencampuran kultur, dan (4) perlengkapan sirkulasi. (Richmond dalam Borowitzka & Borowitzka, 1987).
2.4. Tinjauan Beberapa Parameter Parameter yang digunakan dalam mengamati penurunan tingkat cemaran limbah kelapa sawit ini adalah oksigen terlarut (dissolved oxygen atau DO), kebutuhan oksigen biokimia (biological oxygen demand atau BOD), kebutuhan oksigen kimia (chemical oxygen demand atau COD), dan karbon organik total (total carbon atau TC). Nilai dari keempat parameter ini diharapkan dapat menurun sehingga tingkat cemaran LCPKS juga dapat menurun. Adanya oksigen terlarut sangat penting untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung kepada cukupnya kadar oksigen terlarut. Menurut rekomendasi EPA (Environmental Protection Agency), kadar oksigen terlarut bagi biota air minimum adalah 5 mg/L (Krenkel, 1974). Oksigen terlarut yang terdapat di dalam air berasal dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan air. Kelarutan oksigen di
dalam air tergantung pada keadaan fisika (suhu air, tekanan barometrik udara atau ketinggian tempat), keadaan kimia (kadar mineral) dan aktivitas biokimia di dalam air. Analisa oksigen terlarut merupakan suatu test kunci di dalam aktivitas kontrol pencemaran dan proses perlakuan air limbah. Terdapat dua metode pengujian DO yang biasa dipakai, yaitu metode Winkler atau metode Iodometri dan metode Elektrometri menggunakan membran. Metode pengujian DO yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode Winkler atau metode Iodometri. Metode ini didasarkan pada sifat mengoksidasi (oxydating property) dari oksigen terlarut. Oksigen dalam sampel mengoksidasi ion Mn++ dalam suasana alkalis sehingga terjadi endapan MnO2. Dengan pengasaman dan dengan adanya ion iodida, mangan teroksidasi ini diubah menjadi Mn++ kembali yang disertai pembebasan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan sebanding dengan kandungan oksigen terlarut dalam sampel. Penentuan banyaknya iodium yang dibebaskan dapat dilakukan dengan indikator titrasi menggunakan tiosufat standar dengan indikator larutan amilum. Ketelitian yang dapat dicapai dengan cara ini ± 50 µg/L. Reaksi: 2 Mn2+ + 4 OH- + O2 Æ 2MnO2 + 2H2O MnO2 + 2I- + 2H2O Æ Mn2+ + 4 OH- + I2 I2 + 2 S2O3- Æ 2I- + S4O6Hasil penentuan dengan metode iodometri dipengaruhi oleh bahan pengoksidasi atau pereduksi yang ada dalam sampel. Bahan pengoksidasi tertentu dapat membebaskan iodioum dari iodida (interferensi negatif). Beberapa modifikasi terhadap metoda iodometri yang dilakukan untuk memperkecil pengaruh bahan tersebut antara lain: modifikasi azida, modifikasi permanganate, modifikasi flokulasi alum, dan modifikasi flokulasi tembaga (II) sulfat-asam format. Modifikasi azida dapat secara efektif menghilangkan pengaruh nitrit yang paling sering ada dalam air buangan yang diperlakukan secara biologi dan dalam sampel BOD yang diinkubasi. Jika sampel mengandung ion feri 5 mg/L atau lebih, sebelumnya perlu ditambahkan kalium flourida pada modifikasi azida, atau dengan menggunakan asam fosfat 90% untuk pengasaman sebagai pengganti asam sulfat, tetapi prosedur ini belum diuji untuk sampel yang mengandung Fe (III) di atas 20 mg/L. Modifikasi permanganat dilakukan untuk sampel yang mengandung ion fero. Jika sampel mengandung ion fero 5 mg atau lebih perlu ditambahkan kalim flourida sesudah penambahan permanganat. Modifikasi flokulasi alum digunakan untuk sampel yang mengandung padatan tersuspensi yang mengganggu, sedangkan modifikasi flokulasi kupri sulfat-asam sulfamat digunakan untuk sampel yang mengandung campuran lumpur teraktivasi. Kebutuhan oksigen biologis (BOD) adalah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik. Nilai BOD menunjukkan besarnya beban pencemaran oleh buangan yang dinyatakan dengan parameter kebutuhan oksigen yang akan dikonsumsi oleh bakteri bila beban pencemaran tersebut memasuki sungai. Penentuan nilai BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen dengan bantuan bakteri aerobik. Hasil oksidasi berupa karbon dioksida, air, dan ammonia. Reaksi tersebut berlangsung sempurna dalam waktu yang cukup lama (± 20 hari). Untuk keperluan praktis, inkubasi hanya dilakukan selama lima hari pada suhu 200C. Agar reaksi oksidasi berlangsung dengan baik, diperlukan oksigen dalam jumlah yang cukup serta bakteri pengurai. Oleh sebab itu, pada perhitungan nilai BOD dinyatakan oksigen terlarut minimum setelah inkubasi selama
lima hari (DO5 minimum) adalah 1 mg/L dan penurunan oksigen terlarut selama lima hari (DO0-DO5) adalah 40-70% dari oksigen terlarut mula-mula (DO0). Sampel untuk analisa BOD dapat mengalami degradasi selama penanganan dan penyimpanan. Sampel yang telah disimpan akan mengalami penurunan nilai BOD. Besarnya penurunan nilai BOD ini tergantung pada banyaknya bahan organik (suplai makanan) dan jenis organisme (polulasi biologi). Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah jumlah ekivalen oksigen yang diperlukan untuk oksidasi bahan organik dalam sampel yang dapat dioksidasi oleh oksidator kuat (K2Cr2O7). COD merupakan salah satu parameter penting yang dapat diukur dengan cepat untuk mengontrol tingkat pencemaran air limbah. Tanpa penggunaan katalis, metode ini tidak mencakup pengukuran tingkat pencemaran oleh bahan-bahan organik seperti hidrokarbon aromatik, hidrokarbon rantai lurus, dan piridin. Selain menggunakan katalisator Ag2SO4 untuk mempermudah reaksi oksidasi, juga digunakan merkuri sulfat untuk mengikat klorida yang dapat mengganggu katalisator. Meskipun senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen teroksidasi pada analisa ini, akan tetapi ammonia bebas tidak dapat teroksidasi. Sedangkan pada analisa BOD, ammonia juga ikut teroksidasi meskipun membutuhkan waktu yang lama. Untuk limbah tertentu yang mengandung zat beracun, hanya metode ini dan penentuan karbon organik total yang dapat mengukur beban pencemaran oleh bahan organik. Untuk air limbah yang hanya mengandung bahan organik makanan bakteri dan tidak mengandung bahan beracun, metode COD dapat digunakan untuk memperkirakan BOD karbon. Metode COD dapat digunakan untuk analisa air limbah dengan nilai COD di atas 50 mg/L, sedangkan pada metode BOD diperlukan pengenceran. Akan tetapi metode COD kurang teliti untuk air limbah dengan nilai COD di bawah 10 mg/L. Analisa COD memerlukan cukup banyak pekerjaan dan keterampilan. Oleh sebab itu ada beberapa peneliti yang melakukan modifikasi terhadap metode standard. Karbon yang terkandung di dalam air ada dalam bentuk bahan organik dan karbon anorganik yang dianalisis berdasarkan kandungan senyawa karbon total (selanjutnya disebut total carbon/TC). Analisis TC dilakukan dengan pendekatan analisis total padatan terlarut (Total Dissolved Solid/TDS) dikurangi dengan padatan terlarut sisa pijar atau padatan terlarut terikat (Fixed Disssolved Solid/FDS).
III. BAHAN DAN METODE 3.1.
Alat dan Bahan
3.2.6. Alat Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini antara lain bioreaktor batch dan kontinyu, aerator. Adapun alat yang digunakan untuk analisis BOD dan COD adalah botol BOD/COD dan perangkat destruksi. Alat yang digunakan untuk analisis DO adalah DO meter. Untuk analisis total padatan digunakan oven, dan cawan porselen, sedangkan untuk melihat kurva pertumbuhan digunakan spektrofotometer. Pemanenan biomassa dilakukan menggunakan kertas saring.
3.2.7.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur S. platensis koleksi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan LCPKS yang diperoleh dari Kebun Kertajaya PT Perkebunan Nusantara VIII, Banten. Nutrisi tambahan untuk kultur S. platensis adalah NaHCO3, NaCO3, K2HPO4, KNO3, MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, CaCl2, NaCl, EDTA, H3BO3, MnSO4.7H2O, CuSO4.5H2O, ZnSO4.7H2O, Na2MoO4, CoCl.6H2O. Reagen analisis terdiri dari buffer fosfat pH 7, HCl, HgSO4, H2SO4 pekat, K2Cr2O7, larutan MnSO4, larutan alkali-iodida-azida, indikator amilum 0,5%, larutan stok tio 0,1 N, larutan standard tio 0,025 N, larutan kalium fluorida, larutan magnesium sulfat, larutan feri klorida, larutan asam atau basa 1 N, larutan natrium sulfit 0,025 N, larutan kalsium klorida indikator ferolin, titran standard fero amonium sulfat 0,1 N.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pembuatan media sintetik Komposisi media sintetik untuk media tumbuh S. platensis adalah sesuai dengan komposisi menurut Aiba & Ogawa (1977) (Tabel 1). Media sintetik terdiri dari senyawa makronutrien dan mikronutrien. Senyawa mikronutrien dibuat sebanyak 100 mL sebagai larutan stok. Media sintetik dibuat sebanyak 1 liter, dengan penambahan senyawa mikronutrien ke dalam media sintetik sebanyak 2 mL/L. Media yang dibuat, dilarutkan dalam air dan ditepatkan pH-nya menjadi 8,3 dengan menambah larutan HCl 1:1.
Tabel 2. Komposisi media sintetik untuk pertumbuhan S. platensis (Aiba & Ogawa 1977) No 1 2 3 4 5 6 7. 8. 9.
Makronutrien NaHCO3 Na2CO3 K2HPO4 KNO3 NaCl MgSO4.7H2O CaCl2 FeSO4.7H2O EDTA
Komposisi Media Pertumbuhan Komposisi (g/L) Mikronutrien 13,6 H3BO3 4 MnSO4.7H2O 0,5 ZnSO4.7H2O 1 NaMoO4.2H2O 1 CuSO4.5H2O 0,2 CoCl.6H2O 0,03 0,01 0,08
Komposisi (g/L) 2,86 1,55 0,22 0,03 0,079 0,01
3.3.2. Kondisi kultur S. platensis dapat tumbuh optimum pada suhu ruang, sedangkan suhu minimumnya antara 18200C dan maksimum 400C. Cahaya buatan untuk mensuplai energi pada kultur yang dipelihara di laboratorium didapatkan dari lampu tube light (TL) 20 W. Kondisi pH dijaga pada kisaran 8-11.
3.3.3. Penelitian pendahuluan (sistem batch) Penelitian pendahuluan dilakukan dengan penumbuhan S. platensis pada medium LCPKS 25% dan 75% media sintetik, LCPKS 50% dan 50% media sintetik, LCPKS 75% dan 25% media sintetik, serta LCPKS 90% dan 10% media sintetik dengan sistem batch. LCPKS ini terlebih dahulu diaerasi hingga berubah dari limbah yang berwarna hitam pekat menjadi coklat tua dan lebih encer. LCPKS kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk menghindari kontaminasi dari benda asing maupun makhluk hidup lain yang dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan mikroalga ini. S. platensis ditumbuhkan pada suatu bejana atau toples kaca dengan volume 3 L dan diaerasi. Inokulum S. platensis ditambahkan sebanyak 10% dari volume medium pertumbuhan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi medium LCPKS dan waktu yang optimum untuk menumbuhkan S. platensis. Hasil penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian utama. Parameter-parameter yang diamati pada penelitian ini adalah nilai densitas optik (OD) pada λ 480 nm, biomassa kering (g/L), dan nilai total carbon/ TC (ppm). Hasil pengamatan ini digunakan pula untuk menghitung laju pertumbuhan (μ) berdasarkan rumus: μ = 1/X (dX/dt)
X= konsentrasi biomassa t = waktu pertumbuhan
3.3.4. Penelitian utama (sistem kontinyu) Waktu pertumbuhan dan konsentrasi medium LCPKS yang optimum pada sistem batch digunakan untuk penggunaan waktu dan medium optimum pertumbuhan pada sistem kontinyu. Pada sistem kontinyu dipilih laju dilusi optimum agar diperoleh laju pertumbuhan maksimum S. platensis dan sekaligus laju penurunan maksimum tingkat cemaran limbah. Percobaan ini dilakukan pada fotobioreaktor berkapasitas 1,2 L. Variasi laju alir pengumpanan diatur pada variasi 1 tetes/ 5 detik
(laju dilusi 0,03 jam-1), 1 tetes/ 10 detik (laju dilusi 0,015 jam -1), dan 1 tetes/ 15 detik (laju dilusi 0,01 jam-1). Laju tersebut dipilih berdasarkan perhitungan sebagai berikut: y Pertumbuhan sistem batch membutuhkan waktu dua minggu. Dengan laju alir 1 tetes/detik membutuhkan fotobioreaktor dengan kapasitas 1 tetes/detik x 0,05 mL/tetes x 14 hari x 24 jam/hari x 3600 detik/jam = 60.480 mL (=60,48 liter). y Kapasitas fotobioreaktor terbesar yang tersedia 10 liter, sehingga laju alir diperkirakan 1 tetes/ 6 detik y Untuk fotobioreaktor 1,2 L, laju alir seharusnya 1 tetes/50 detik y Laju dilusi (D) = flow rate/volume (jam-1) Jika kultur S. platensis dapat tumbuh baik, OD pada panjang gelombang 480 nm akan terlihat meningkat, DO meningkat, sementara BOD, COD, dan total padatan terlarut menurun. Kondisi optimum dipilih berdasarkan peningkatan OD pada panjang gelombang 480 nm dan DO tertinggi dan penurunan BOD, COD, dan padatan terlarut paling besar. Penelitian variasi laju alir ini dilakukan hingga mendapatkan nilai BOD, COD, dan OD yang relatif konstan. Berikut adalah cara penentuan masing-masing parameter tersebut (American Public Health Association, 1976; Direktorat Pengendalian Masalah Air, 1981, Mc. Coy, 1969).
Penentuan DO Penentuan DO dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu dengan penggunaan DO meter atau dengan metode Winkler. Prosedur penentuan DO dengan metode Winkler adalah sebagai berikut: 1. Ke dalam contoh di dalam botol DO 300 mL ditambahkan 2 mL larutan MnSO4 2. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan alkali-iodida-azida. Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan cara membolak balikkan botol beberapa kali. Gumpalan dibiarkan mengendap. 3. Bila proses pengendapan telah sempurna, bagian larutan yang jernih dikeluarkan dari botol sebanyak ± 100 mL. 4. Larutan jernih ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat, dialirkan melalui dinding bagian dalam dari leher botol, dan segera ditutup kembali. 5. Botol digoyangkan dengan hati-hati sampai semua endapan larut. 6. Iodium yang dihasilkan dari reaksi tersebut, kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat standard 0,025 N, sampai larutan berubah menjadi kuning muda. 7. Larutan ditambahkan indikator kanji 1-2 mL (timbul warna biru), dan titrasi dengan tiosulfat dilanjutkan sampai warna biru hilang pertama kali. 8. Bila diinginkan ketelitian yang tinggi, bagian larutan jernih yang dikeluarkan dari botol DO (langkah 3) ditambah beberapa tetes H2SO4 pekat dan dititrasi dengan larutan standard tiosulfat, kemudian hasil titrasi iodium dari botol DO. DO mg/L =
L
Penentuan BOD Penentuan BOD juga dapat dilakukan dengan DO meter atau dengan metode Winkler. Penentuan BOD dengan metode Winkler sama seperti metode penentuan DO dengan metode Winkler. Dengan hati-hati dimasukkan contoh air ke dalan dua botol inkubasi, dihindarkan masuknya udara ke dalam botol (timbulnya gelembung udara), kemudian salah satu dari botol tersebut diperiksa oksigen
terlarutnya (DO0), dan satu lagi diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, baru kemudian ditetapkan oksigen terlarutnya (DO5). BOD mg/L =
DO
DO
DO0= nilai DO sampel sebelum diinkubasi DO5= nilai DO sampel setelah diinkubasi (5 hari, 200 C) p= desimal faktor pengenceran
Penentuan COD Jika COD lebih dari 50 mg/L, contoh air 50 mL atau contoh yang telah diencerkan menjadi 50 mL dituangkan ke dalam bejana refluks kapasitas 500 mL. Ditambahkan 1 g HgSO4, batu didih dan 5 mL reagen H2SO4 pekat yang dituangkan dengan hati-hati dan diaduk untuk melarutkan HgSO4. Selama mencampur, bejana didinginkan untuk mencegah penguapan. K2Cr2O7 0,25 N ditambahkan pula sebanyak 25 mL. Kondensor dihubungkan dengan air pendingin. Sisa H2SO4 sebanyak 70 mL ditambahkan melalui kondensor. Campuran direfluks selama 2 jam, kemudian didinginkan dan kondensor dibilas dengan air suling. Campuran tersebut diencerkan kurang lebih dua kali dengan air suling, dan didinginkan sampai temperatur ruangan. Kelebihan bikromat dititrasi dengan larutan standard fero amonium sulfat dengan indikator feroin (2-3 tetes), sampai terjadi perubahan warna dari biru hijau menjadi merah coklat. Blangko (air suling dikerjakan dengan cara yang sama dengan prosedur tersebut di atas. Penggunaan katalisator 1 g HgSO4 di dalam 50 mL contoh air berlaku untuk kadar klorida sampai 2000 mg/L. Apabila volume contoh diperkecil, dipertahankan perbandingan HgSO4:Cl = 10:1. Penentuan COD yang nilainya rendah dilakukan dengan cara seperti di atas, tetapi dengan larutan standard bikromat dan titran fero amonium sulfat yang lebih encer (bikromat 0,025 N dan fero 0,01 N). COD mg/L =
N
a = ml ferro ammonium sulfat untuk blanko b= ml fero ammonium sulfat untuk contoh N = normalitas fero ammonium sulfat
Penetapan Total Dissolved Solid (TDS) Cawan porselin dicuci bersih lalu bilas dengan air suling kemudian dipanaskan selama ±1 jam dalam oven pada suhu 103-105 oC. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin menggunakan neraca analitik. Kemudian panaskan lagi dalam oven pada suhu 103-105 oC selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin sampai diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin kosong. Sampel air limbah yang ditampung dalam botol sampel dipipet menggunakan pipet tetes sebanyak 2 gram b/v kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin. Setelah itu dikeringkan di dalam oven selama pada suhu 103-105 oC selama 2 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin sampai diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin+endapan. Nilai TDS diperoleh dari perbandingan antara bobot cawan porselin+endapan dikurangi cawan porselin kosong dengan jumlah sampel.
TDS ppm =
Penetapan Fixed Disolved Solid (FDS) Cawan porselin yang berisi sampel dari hasil perhitungan TDS kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550 oC selama 3 jam. Kemudian cawan porselin dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin yang berisi endapan kering sampai diperoleh bobot konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin+endapan. Nilai FDS diperoleh dari perbandingan antara bobot cawan porselin+endapan dikurangi cawan porselin kosong dengan jumlah sampel. FDS ppm =
Penetapan berat biomassa kering Kertas saring Whatman No.42 disimpan di dalam cawan petri kemudian dipanaskan selama ±1 jam dalam oven pada suhu 103-105 oC. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan petri+kertas saring menggunakan neraca analitik hingga diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan petri+kertas saring kosong. Sampel air limbah yang ditampung dalam botol sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman No.42. Setelah tersaring residu yang terdapat dalam kertas saring dengan cawan petri dipanaskan selama 1 jam hingga bobot konstan dalam oven pada suhu 103-105 oC. Kemudian cawan petri+kertas saring yang berisi residu dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu bobot cawan petri+kertas saring berisi residu ditimbang bobotnya menggunakan neraca analitik sampai diperoleh bobot konstan. Biomassa kering =
Pembuatan kurva laju pertumbuhan Laju pertumbuhan S. platensis dapat dilihat menggunakan spektrofotometri Spectronic dengan panjang gelombang 480 nm.
3.2.5 Penelitian sistem kontinyu skala 10L Penelitian dengan sistem kontinyu skala 10L dilakukan dengan acuan hasil penelitian pendahuluan dan penelitian utama skala 1,2L. Parameter-parameter yang diamati adalah produksi biomassa, nilai OD, nilai BOD, DO, dan COD.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan (sistem batch) Spirulina platensis merupakan mikroalga yang mampu tumbuh dengan memanfaatkan gula sebagai sumber karbon dan hidrolisat protein sebagai sumber karbon dan nitrogen (Marquez et al., 1993; 1995; Singh et al., 1995). Walaupun LCPKS telah mengandung senyawa makronutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan S. platensis, pada media pertumbuhan tetap ditambahkan medium sintetik karena mikroalga ini juga membutuhkan senyawa mikronutrien yang mungkin tidak dikandung oleh LCPKS. Percobaan sebelumnya yang dilakukan oleh Tri-Panji et al. (2010) menunjukkan bahwa S. platensis sukar tumbuh dengan baik pada LCPKS 100% tanpa tambahan mikronutrien dan memerlukan waktu aklimatisasi lebih dari tiga bulan untuk tumbuh, mungkin karena kekurangan mikronutrien. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu dan konsentrasi medium yang optimum untuk pertumbuhan S. platensis.
Gambar 1. Fotobioreaktor kapasitas 3L dengan variasi konsentrasi LCPKS Selama masa inkubasi pada sistem batch (Gambar 1), produksi biomassa S. platensis terus meningkat. Dari data produksi biomassa, fase logaritmik (fase log) dicapai pada periode pertumbuhan 14 hingga 21 hari. Laju pertumbuhan maksimum (µ maks) pada LCPKS 25% mencapai 0,264/hari (Tabel 2). Penurunan OD 480 nm dari hari ke-21 ke hari ke-25 menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroalga ini telah mencapai maksimum pada hari ke-21 (Gambar 2a). Selama periode tersebut, nilai Total Carbon (TC) turun yang menunjukkan bahwa senyawaan karbon yang sebagian di antaranya berasal dari bahan organik LCPKS dikonsumsi oleh S. platensis. Hal ini dimungkinkan mengingat mikroalga ini mampu tumbuh baik dalam media organik, anorganik maupun campuran keduanya (Marquez et al., 1993) Spirulina platensis masih tumbuh pada periode 21-25 hari. Hal ini mungkin disebabkan S. platensis tumbuh menggunakan bahan-bahan anorganik yang berasal dari media sintetik mengingat media pertumbuhan ini menggunakan 75% media anorganik sintetik dan hanya 25% media organik LCPKS. Menurut Marquez et al. (1995), S. platensis mampu tumbuh dalam media miksotropik (mixotropihic), yaitu menggunakan sumber karbon campuran organik dan anorganik. Dengan demikian meskipun mungkin kandungan bahan organik menurun, pertumbuhannya menggunakan sumber karbon anorganik lebih dominan, sesuai dengan dominasi karbon anorganik dalam media campuran yang digunakan. Kandungan karbon anorganik selama pertumbuhan tidak dianalisis, tetapi
yang dianalisis adalah total karbon. Senyawa karbon anorganik yang digunakan pada awal pertumbuhan sebanyak 75% dari 13,6 g/L atau sebanyak 10,2 g/L. S. platensis yang ditumbuhkan pada medium LCPKS 25% memiliki waktu pertumbuhan yang cukup lama hingga mencapai optimum, yaitu 21 hari. Terlebih lagi, penambahan medium sintetik yang jauh lebih banyak dibandingkan LCPKS akan memperbanyak kandungan bahan anorganik berupa senyawa karbonat dan bikarbonat yang tidak diharapkan, karena pada sistem kontinyu yang nantinya akan diterapkan berdasarkan kondisi sistem batch, outflow media tumbuh pada sistem kontinyu diharapkan sudah memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan tidak mengandung bahan media sintetik yang ditambahkan pada media pembiakan S. platensis. Tabel 3. Nilai laju pertumbuhan maksimum (μ maks) dan rasio penggunaan substrat ((So-S)/S) S. platensis pada berbagai konsentrasi LCPKS
Konsentrasi LCPKS (%)
μ maks
(So-S)/So
25
0.133
0.520
50
0.244
0.313
75
0.203
0.562
90
0.233
0.167
Dari data pada Tabel 3 terlihat bahwa laju pertumbuhan maksimum tertinggi dicapai pada penggunan substrat LCPKS 50% yaitu 0,244, sedangkan rasio penggunaan substrat tertinggi dicapai pada penggunaan substrat LCPKS 75%. Dengan pertimbangan penggunaan LCPKS paling banyak tetapi S. platensis masih dapat tumbuh baik, selanjutnya pembiakan S. platensis pada sistem kontinyu dilakukan pada LCPKS 90%. Penggunaan media tumbuh dengan konsentrasi LCPKS yang setinggi mungkin berarti penghilangan bahan organik yang merupakan polutan dalam limbah ini juga akan mencapai nilai tertinggi. Pengamatan nilai TC pada kultur S. platensis dalam media LCPKS 75% dan 90% menunjukkan bahwa nilai TC menurun dengan cepat dari hari ketujuh pada media LCPKS 75% dan mulai hari ketiga pada media LCPKS 90%. Hal ini sejalan dengan laju pertumbuhan S. platensis yang pada masing-masing media tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa S. platensis yang sudah teraklimatisasi dalam LCPKS sangat potensial untuk dibiakkan dalam media limbah ini untuk produksi biomassa dan sekaligus untuk menurunkan kadar polutan limbah ini. Nilai biomassa kering ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan nilai OD, berbeda dengan pertumbuhan dengan menggunakan media sintetik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya koloid berwarna cokelat dari LCPKS. Koloid ini tidak dapat dihilangkan melalui penyaringan menggunakan kertas saring. Nilai biomasssa kering tertinggi terdapat pada S. platensis yang ditumbuhkan pada medium LCPKS 75% mencapai sekitar 6 g/L (Gambar 2b). Nilai TC pada medium LCPKS 25% yang ditumbuhi S. platensis mengalami penurunan hingga hari terakhir pengamatan yaitu hari ke-25, namun penurunan paling tajam terjadi pada periode hari ke7 hingga hari ke-11. Meskipun nilai OD 480 nm terlihat menurun pada periode dari hari ke -21 sampai hari ke-25, konsentrasi biomassa sel tetap terlihat naik. Penurunan nilai OD ini mungkin disebabkan sebagian sel-sel S. platensis membentuk gumpalan-gumpalan yang menyebabkan penurunan kekeruhan. Pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode mulai dari hari ke-14. Hal ini mungkin disebabkan pertumbuhan pada media LCPKS 25% merupakan percobaan pertama penumbuhan S.
(1)
10.000
3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000
TC
8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 7
11
14
18
21
Biomassa dan OD 480 nm
platensis pada media LCPKS dari inokulum yang dibiakkan pada media sintetik, sehingga kemungkinan S. platensis masih beradaptasi pada media ini. Dari kultur LCPKS 25% inilah diambil S. platensis yang sudah teraklimatisasi untuk penelitian pertumbuhan S. platensis sistem batch pada media dengan konsentrasi LCPKS 50%, 75%, dan 90%.
25
Waktu Inkubasi (Hari)
Biomassa dan TC
(2)
Biomassa (g/l)
OD 480 nm
4.500
0.900
4.000
0.800
3.500
0.700
3.000
0.600
2.500
0.500
2.000
0.400
1.500
0.300
1.000
0.200
0.500
0.100
0.000
0.000 3
7
11
14
Waktu Inkubasi (Hari) Biomassa (g/l) TC (000 ppm)
18
OD 480 nm
TC (000 ppm)
21 OD 480 nm
Gambar 2a. Produksi biomassa S. platensis, kenaikan OD 480 nm, dan nilai Total Carbon selama waktu inkubasi pada (1) LCPKS 25%, (2) LCPKS 50% Fluktuasi nilai TC terjadi pada medium LCPKS 50% dan medium LCPKS 75% yang ditumbuhi S. platensis. Fluktuasi nilai TC pada awal pertumbuhan S. platensis terjadi karena adaptasi mikroalga ini terhadap lingkungannya, sedangkan kenaikan nilai TC pada fase log S. platensis disebabkan matinya mikroalga tersebut dan sel yang telah mati terhitung sebagai TC.
(1) 0.900
7.000
0.800
6.000
0.600
4.000
0.500
3.000
0.400 0.300
2.000
OD 480 nm
Biomassa dan TC
0.700 5.000
0.200 1.000
0.100 0.000
0.000 3
7
11
14
18
Waktu Inkubasi (Hari) Biomassa (g/l) TC (000 ppm)
21 OD 480 nm
1.200
4.500 4.000
1.000
Biomassa dan TC
3.500
0.800
3.000 2.500
0.600
2.000
0.400
1.500 1.000
OD 480 nm
(2)
0.200
0.500 0.000
0.000 3
6
9
Waktu Inkubasi (Hari) Biomassa (g/l) TC (000 ppm)
13 OD 480 nm
Gambar 2b. Produksi biomassa S. platensis, kenaikan OD 480 nm, dan nilai Total Carbon selama waktu inkubasi pada (1) LCPKS 75%, (2) LCPKS 90% Nilai TC pada medium LCPKS 90% mengalami penurunan yang konstan. Hal ini karena bahan organik yang terkandung dalam LCPKS terkonsumsi maksimal oleh S. platensis. Kandungan bahan organik pada media LCPKS 90% paling tinggi dibandingkan pada media LCPKS 25%, 50%, dan 75%. Pada ketiga media terakhir ini, S. platensis lebih banyak mengkonsumsi bahan anorganik dari media sintetik dibandingkan pada media LCPKS 90%. Sesuai dengan parameter-parameter tersebut maka medium LCPKS 90% dipilih sebagai medium yang optimum untuk pertumbuhan S. platensis.
(1) 12.000
FDS dan TDS
10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 7
11
14
18
21
25
Waktu Inkubasi (Hari) TDS (000 ppm) FDS (000 ppm) 10.000
(2)
9.000
FDS dan TDS
8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 3
7
11
14
18
21
Waktu Inkubasi (Hari) TDS (000 ppm) FDS (000 ppm) Gambar 3a. Perubahan nilai padatan terlarut terikat/FDS dan total padatan terlarut/TDS selama pertumbuhan S.platensis pada (1) LCPKS 25%, (2) LCPKS 50% ( Nilai Fixed Dissolved Solid (FDS) dan Total Dissolved Solid (TDS) tampak berfluktuasi selama fase pertumbuhan yang mungkin disebabkan oleh dinamika pertumbuhan S. platensis. Penurunan nilai TDS yang tajam terjadi pada periode 18-21 hari dan kenaikan pada periode 21-25 hari (Gambar 3a). Dinamika ini sejalan dengan kenaikan OD 480 nm pada periode 18-21 hari dan penurunan pada periode 21-25 hari. Nilai FDS merupakan kandungan bahan sisa pijar (550 oC) yang berkorelasi dengan banyaknya bahan anorganik (Tri-Panji, 1988), sedangkan nilai TDS merupakan kandungan bahan total (organik dan anorganik) sisa penguapan pada suhu 105oC. Jadi nilai FDS
berkaitan dengan kandungan garam-garam dalam media tumbuh, sedangkan TDS merupakan jumlah kandungan garam anorganik dengan bahan organik. Data FDS dan TDS selama pertumbuhan S. platensis pada media LCPKS 50% menunjukkan pola yang serupa dengan data FDS dan TDS pada media LCPKS 25% , namun titik terendah dicapai pada periode yang berbeda, yaitu 18 hari untuk LCPKS 50% dan 21 hari untuk LCPKS 25%. Data FDS dan TDS pada kultur S. platensis dalam LCPKS 75% menunjukkan bahwa TDS terendah dicapai pada kisaran 14 hari yang menunjukkan bahwa kadar polutan terendah dicapai pada periode tersebut (Gambar 3b). Hal ini sejalan dengan kondisi pertumbuhan maksimum S. platensis pada media tersebut yang mencapai waktu optimum 14 hari (Gambar 2b). Demikian pula pada kultur S. platensis pada LCPKS 90%. Data FDS dan TDS menunjukkan bahwa nilai terendah polutan pada media tersebut tercapai pada periode 9 hari yang mendekati periode pertumbuhan optimum S. platensis yang mencapai optimum pada periode 6 hari (Gambar 3b). Selisih TDS dan FDS merupakan konsentrasi senyawa karbon total terlarut (TC). Dengan demikian laju konsumsi senyawa karbon lebih mudah terlihat pada penurunan nilai TC (Gambar 2a dan 2b). Pada Gambar 2a dan 2b terlihat bahwa nilai TC pada LCPKS 75% sudah mencapai 1000 ppm pada 14 hari yang merupakan TC minimum pada media ini. Pada LCPKS 90%, nilai TC telah mencapai periode yang hampir sama yaitu 13 hari. Hasil dari penelitian pendahuluan ini dapat diketahui bahwa waktu optimum pertumbuhan S. platensis adalah dua minggu dengan medium LCPKS 90%. Setelah mengetahui waktu optimum pertumbuhan S. platensis, kemudian dirancang fotobioreaktor dengan laju alir umpan (LCPKS) tertentu. Rancangan sistem pertumbuhan S. platensis pada sistem kontinyu mengacu pada pertumbuhan sistem batch. Pertumbuhan pada sistem batch membutuhkan waktu dua minggu. Dengan laju alir 1 tetes/detik membutuhkan fotobioreaktor yang kapasitasnya dapat dihitung sebagai berikut: •
y
y
Dengan laju alir 1 tetes/detik dan hasil pengukuran menunjukkan bahwa 1 mL = 20 tetes (1 tetes = 0,05 mL), maka total volume media yang mengalir selama dua minggu (14 hari) sebanyak 1 tetes/ detik x 0,05 mL/tetes x 14 hari x 24 jam/hari x 3600 detik/jam = 60.480 mL (=60,48 liter). Untuk fotobioreaktor 1,2 L, laju alir seharusnya 1,2 L/60,48 L tetes/detik = 1 tetes/50 detik, tetapi pada percobaan awal dengan laju alir 1 tetes/20 detik aliran terhenti dan dapat mengalir pada laju alir minimum 1 tetes/15 detik Kapasitas fotobioreaktor terbesar yang tersedia 10 liter, sehingga laju alir diperkirakan 1 tetes/ 6 detik.
(1) 10.000 9.000 8.000 FDS dan TDS
7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 3
7
11
14
18
21
Waktu Inkubasi (Hari) TDS (000 ppm) FDS (000 ppm) (2)
10.000 9.000 8.000 FDS dan TDS
7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 3
6
9
13
Waktu Inkubasi (Hari) TDS (000 ppm) FDS (000 ppm) Gambar 3b.
Perubahan nilai padatan terlarut terikat/FDS dan total padatan terlarut/TDS selama pertumbuhan S.platensis pada (1) LCPKS 75%, (2) LCPKS 90%
4.2. Penelitian Utama (sistem kontinyu) Laju alir pada fotobioreaktor kapasitas 1,2 L ini pada awalnya dibuat tiga variasi, yaitu 1 tetes/ 10 detik (laju dilusi 0,015 jam-1), 1 tetes/ 15 detik (laju dilusi 0,01 jam-1), dan 1 tetes/ 20 detik (laju dilusi 0,0075 jam-1). Setelah proses ini dijalankan, ternyata umpan dengan laju 1 tetes/ 20 detik (laju dilusi 0,0075 jam-1) mendapat kendala aliran melalui selang infus yang sering mampat serta laju
penguapan lebih l tinggi dibandingkan d laju penambaahan substrat efektif. Oleh karena itu, variasi v laju -1 -1 alir diatur menjadi m 1 tetess/5 detik (laju dilusi 0,03 jaam ), 1 tetes/110 detik (laju dilusi 0,015 jam ), dan 1 tetes/15 deetik (laju dilussi 0,01 jam-1) (Gambar 4). Dari hasil penelitiaan ini didapattkan bahwa nilai OD tertingggi adalah fotoobioreaktor deengan laju dilusi 0,01 jam j -1 yaitu 0,6604, sedangkaan laju dilusi terendah terdaapat pada fotoobioreaktor deengan laju dilusi 0,03 jam-1 yaitu 0,2250 (Gambar 6). Dari persaamaan pertum mbuhan pada sistem kontiny yu dX/dt = (µ-D)X dimana m µ adalahh laju pertumbbuhan, D adallah laju dilusii, dan dX/dt aadalah pertum mbuhan sel (pertambahaan sel per satuuan waktu), maka m jika perttumbuhan (terrcermin dari nnilai OD) turu un, berarti dX/dt berniilai negatif attau µ
D (Scragg, 1991). Nilaii OD terlalu rendah menandakan bahw wa laju dilusi pada sistem tersebut terlaalu tinggi, wash out. Hal sehingga menyebabkan m H ini beraarti laju diluusi pada sisttem ini meleebihi laju pertumbuhannnya (µ). Nilai OD terlaluu tinggi menan ndakan bahwaa laju dilusi teerlalu rendah,, sehingga pertumbuhann S. platensiss hanya menggandalkan sissa nutrisi pada media yangg tersedia pad da bejana. Pertumbuhan a ini lama keelamaan akan menurun settelah konsumssi nutrisi olehh S. platensis melebihi nutrisi yang tersedia.
mb 4. Rancanngan fotobioreeaktor kontiny yu kapasitas 1,,2 L dengan vvariasi laju alirr Gambar Nilaii OD secara umum u berkorrelasi dengan konsentrasi biomassa, b nam mun tidak paada semua nilai OD. Di D samping ituu, korelasi OD D dengan kon nsentrasi biom massa pada koonsentrasi LCP PKS yang berbeda juga memiliki niilai yang berbbeda. Hal ini disebabkan paada konsentraasi LCPKS yaang makin besar, latar belakang (bbackground) warna cokelaat LCPKS makin m pekat sehingga maakin besar pengaruhnyaa terhadap pem mbacaan nilaii OD. Nilaii biomassa keering tertingggi terdapat pada fotobioreaaktor dengan laju dilusi 0,,015 jam-1 yaitu sebesaar 0,104 g/L, sedangkan nilai biomasssa kering terrendah terdappat pada fotob bioreaktor dengan laju dilusi 0,03 jaam-1 yaitu 0,0090 g/L. Nilai biomassa yanng tinggi mennandakan mik kroalga S. platensis tum mbuh dengann baik karena laju dilusi op ptimum. Nilai biomassa yanng rendah meenandakan pertumbuhann S. platensis kurang baik karena k laju dillusi terlalu tinnggi (Gambar 5).
0.105
Biomassa (g/L)
0.100 0.095 0.090 0.085 0.080 0.01/jam
0.015/jam
0.03/jam
Gambar 5. Produksi biomassa S. platensis dengan variasi laju dilusi pada LCPKS 90% 0.700
OD 480 nm
0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0.01/jam
0.015/jam
0.03/jam
Gambar 6. Kenaikan OD 480 nm dengan variasi laju dilusi pada LCPKS 90%
1.400
TC (000 ppm)
1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 0.01/jam
0.015/jam
0.03/jam
Gambar 7. Nilai Total Carbon dengan variasi laju dilusi pada LCPKS 90%
3.800
BOD (10 ppm)
3.700 3.600 3.500 3.400 3.300 0.01/jam
0.015/jam
0.03/jam
Gambar 8. Nilai BOD selama pertumbuhan S. platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi
6.000 COD (10 ppm)
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 0.01/jam
0.015/jam
0.03/jam
Gambar 9. Nilai COD selama pertumbuhan S. platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi
4.050
DO (ppm)
4.000 3.950 3.900 3.850 3.800 0.01/jam
0.015/jam
0.03/jam
Gambar 10. Nilai DO selama pertumbuhan S. platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi
Nilai TC terendah terdapat pada sistem fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,03 jam-1 yaitu 1000 ppm, sedangkan nilai TC tertinggi terdapat pada sistem fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,01 jam-1 yaitu sebesar 1326 ppm. Nilai TC yang rendah menandakan S. platensis dapat mengkonsumsi karbon organik dengan optimum, sedangkan nilai TC yang tinggi menandakan bahwa mikroalga ini belum maksimal dalam mengkonsumsi karbon organik yang terdapat pada medium LCPKS (Gambar 7). Nilai BOD dan COD menunjukkan besarnya beban pencemaran oleh buangan yang dinyatakan dengan parameter kebutuhan oksigen yang akan dikonsumsi oleh bakteri bila beban pencemaran tersebut memasuki sungai (Krenkel, 1974). Nilai BOD dan COD terendah terdapat pada fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,015 jam-1 yaitu sebesar 3,445 ppm dan 3,567 ppm, sedangkan nilai BOD dan COD tertinggi terdapat pada fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,01 jam-1 yaitu sebesar 3,686 ppm dan 5,027 ppm (Gambar 8 dan 9). Perubahan nutrisi pada sistem kontinyu menyebabkan dilusi. Laju dilusi (D) yang semakin besar menandakan penambahan nutrisi berupa bahan organik semakin banyak, yang mengakibatkan sisa bahan organik dalam media semakin banyak, sehingga TC, BOD, dan COD meningkat. Nilai DO menandakan adanya oksigen terlarut yang terdapat di dalam air sebagai hasil dari proses fotosintesis. Dari hasil pengujian ini didapatkan bahwa nilai DO tertinggi terdapat pada fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,01 jam-1 sebesar 3,995 ppm, sedangkan nilai DO terendah terdapat pada fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,015 jam-1 yaitu 3,887 ppm (Gambar 10). Nilai oksigen terlarut yang tinggi menandakan bahwa kandungan bahan organik terlarut makin rendah serta kandungan sel S.platensis hidup semakin besar. Hal ini disebabkan S.platensis adalah mikroba fotosintetik yang menghasilkan oksigen selama proses fotosintesis (Cifferi, 1983). Dengan demikian makin tinggi konsentrasi biomassa sel, akan semakin tinggi konsentrasi oksigen, selama sel tetap tumbuh. Jika laju dilusi tinggi, penambahan bahan organik juga tinggi, yang akan menyebabkan oksigen terlarut (DO) akan turun (American Public Health Association, 1976). Data ini sejalan dengan nilai Fixed Dissolved Solid (FDS) dan Total Dissolved Solid (TDS) yang menunjukkan bahwa nilai FDS dan TDS terendah terdapat pada laju dilusi 0,015 jam-1 yaitu sebesar 5808 ppm dam 6830 ppm (Gambar 11 dan 12). FDS dan TDS merupakan material terlarut yang berturut-turut berasal dari bahan anorganik dan campuran total organik dan anorganik (American Public Health Association, 1976). Dari hasil pengujian beberapa parameter tersebut dapat disimpulkan bahwa fotobioreaktor dengan laju dilusi 0,015 jam-1 merupakan laju alir umpan yang optimum untuk pertumbuhan S. platensis serta menghasilkan penurunan tingkat cemaran LCPKS yang maksimum.
FDS (000 ppm)
8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 0.01/jam
0.015/jam
0.03/jam
Gambar 11. Nilai FDS selama pertumbuhan S. platensis pada LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi
TDS (000 ppm) TDS (000 ppm)
6.850 6.800 6.750 6.700 6.650 6.600 0.01/jam
0.0 015/jam
0.03/jam
Gaambar 12. N Nilai TDS selam ma pertumbuh han S. platensis pada LCPK KS 90% dengaan variasi laju diluusi
Gambar 133. Hasil pengam matan pertum mbuhan S. plattensis setelah hhari ke sembillan
4.3 Peneliitian Sistem m Kontinyu u Skala 10 L Hasil dari penelitian penddahuluan dan penelitian utaama ini dijadiikan sebagai aacuan untuk melakukan percobaan dalam d fotobiorreaktor kontinnyu dengan kaapasitas 10 L (Gambar 14). Karena fotob bioreaktor yang digunakan a pada saaat penelitian pendahuluan berkapasitas 1,2 L (seperrdelapan kali kapasitas fotobioreakttor untuk peneelitian utama),, maka laju aliir umpan yangg digunakan juuga disesuaikan dengan kapasitas fotobioreaktor o u untuk penelitiian utama. Laaju alir optim mum yang diguunakan pada penelitian pendahuluann, dikalikan delapan d menjaadi 8 tetes/ 10 0 detik, sedanngkan laju dilusi sama dengan pada fotobioreakttor kapasitas 1,2 1 L dengan laju l alir umpaan optimum, yaitu 0,015 jam m-1.
(a)
(b)
(c)
Gambar 14. (a) Rancangan fotobioreaktor kontinyu kapasitas 10 L, (b) Fotobioreaktor kontinyu berkapasitas 10 L yang telah ditumbuhi S. platensis, (c) Arah aliran umpan medium LCPKS 90% di dalam fotobioreaktor kontinyu
OD dan Biomassa
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
1
2
3
8
9
Waktu Inkubasi (Hari) OD 480 nm Biomassa (g/l) Gambar 15. Produksi biomassa S. platensis dan kenaikan OD 480 nm pada LCPKS 90% dengan laju dilusi 0,015 jam-1
Nilai OD pada awalnya menurun sampai pengamatan hari ketiga, tetapi nilai biomassa sel kering mengalami fluktuasi. Kondisi tersebut terjadi karena S. platensis sedang beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Pada hari ketiga, nilai OD dan nilai biomassa cenderung konstan karena mikroalga ini telah beradaptasi dengan lingkungannnya (Gambar 15). Tabel 4. Nilai TC, DO, BOD dan COD LCPKS yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) fotobioreaktor skala 10 L
Parameter TC (ppm) DO (ppm) BOD (ppm) COD (ppm)
Inflow 1.605±15 4,220±0,05 25,13±0,25 40,77±0,40
Outflow 1.219±12 4,109±0,05 18,94±0,20 40,99±0,40
Peningkatan/ penurunan (%) 24,1 2,6 24,6 5,0
Baku Mutu Limbah Cair *) ‐ ‐ 100 200
*) Direktorat Pengendalian Masalah Air (1981) Selain nilai TC dan BOD, secara umum peningkatan atau penurunan nilai parameter pada Tabel 3 relatif kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa laju dilusi menghasilkan kondisi yang mendekati steady state. Nilai TC dan nilai BOD mengalami penurunan yaitu sebesar 386 ppm dan 6,19 ppm, sedangkan nilai DO dan COD tidak mengalami penurunan yang signifikan (Tabel 3). Nilai BOD dan COD yang keluar pada sistem ini telah di bawah baku mutu lingkungan sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Penurunan tingkat pencemaran LCPKS, laju pertumbuhan, dan konsentrasi biomassa S. platensis relatif konstan, yang mengindikasikan bahwa sistem fotobioreaktor kontinyu ini telah berjalan dengan baik.
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Pertumbuhan maksimum S. platensis adalah dua minggu dengan medium LCPKS 90% dan media sintetik 10% dengan µ maks 0,233. Laju alir 1 tetes/ 10 detik atau laju dilusi 0,015 jam-1 ke dalam fotobioreaktor merupakan laju alir umpan yang optimum untuk pertumbuhan S. platensis serta menghasilkan penurunan tingkat cemaran LCPKS yang maksimum. Nilai TC dan nilai BOD mengalami penurunan berturut-turut dari 1.605 menjadi 1.219 ppm dan dari 2.513 menjadi 1.894 ppm atau berturut-turut sebesar 386 ppm dan 619 ppm, sedangkan nilai DO dan COD tidak mengalami penurunan yang signifikan. Pertumbuhan terlihat stabil dilihat dari konsentrasi biomassa yang menunjukkan nilai yang konstan pada sekitar 0,25 g/L dan nilai OD sekitar 0,5 mulai dari hari ketiga. Hasil penelitian dengan perbesaran skala delapan kali menggunakan laju dilusi 0,015 jam-1 menunjukkan bahwa pertumbuhan S. platensis relatif konstan. Laju alir keluar (outflow) menghasilkan kadar cemaran limbah yang konstan berdasarkan parameter TC, TDS, DO, BOD, dan COD, sehingga sistem dari fotobioreaktor kontinyu ini telah berjalan dengan baik.
5.2. Saran Penelitian ini sangat prospektif untuk dikembangkan dalam skala besar (komersial). Namun, percobaan secara pilot perlu terlebih dahulu dilakukan untuk memperoleh data kinerja fotobioreaktor yang mendekati kondisi skala komersial.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad AL, S Bhatia, N. Ibrahim & S. Sumathi. 2004. Adsorption of residual oil from palm oil mill effluent using rubber. http://www.scielo.br/pdf/bjce/v22n3/25933.pdf. [2 Februari 2011] Aiba S. & T. Ogawa. 1977. Assesment of growth yield of a blue green algae Spirulina platensis in axenic and continuous culture. J. Gen. Microbiol. 102:179-182. American Public Health Association. 1976. Standard Methods for Examination of Water and Waste Water, 14th ed. Washington.1193p. Arad S. 1988. Production of biochemicals from red microalgae. Congress Proceedings of Aquaculture International Congress and Exposition, September 6, 9, 1988. British Columbia Pavilion Coporation, Vancouver, Canada. Biagi PL, A Bordoni, M. Masi, G. Ricci, C. Fanelli, A. Patrizi & F. Ceccolini. 1988. Evening primrose oil (Efamol) in the treatment of children with atopic eczema. Drug Exptl. Clin. Res. 4: 291-297. Cifferi O. 1983. Spirulina, The edible microorganism. Microbiology Review. No.43, 51-57. Cohen Z, A. Vonshak & A. Richmond. 1987. Fatty acid composition of Spirulina strain grown under various environmental conditions. Phytochem. 26:2255-2258. Davis EA., et al. 1953. Laboratory experiments on Chlorella culture at the Carnegie Institution of Washington, Departement of Plant Biology. In: Vonshak, A.. 1997. Spirulina platensis (Arthrospira). London: Taylor & Francis Publishers. Diharmi A. 2001. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikroalga Spirulina platensis Strain Lokal (INK) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Direktorat Pengendalian Masalah Air.1981. Pedoman Pengamatan Kualitas Air. Direktorat Jendral Pengairan. Bandung: Departemen Pekerjaan Umum. 903pp. Fischer AW. 1956. Engineering for algae culture. Proc. World Symposium on Applied Solar Energy, In: Vonshak, A. 1997. Spirulina platensis (Arthrospira). London: Taylor & Francis Publishers. Fogg GE, and B. Thake. 1987. Algae Cultures and. 2 nd ed. The University of Winconsin Press. Winconsin In: Diharmi A. 2001. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikroalga Spirulina platensis Strain Lokal (INK) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Gudin C. & D. Chaumont. 1983. Solar biotechnology study and development of turbular solar receptors for controlledproduction of photosynthetic cellular biomass for methane production and specific exocellular biomass. In: Vonshak, A.. 1997. Spirulina platensis (Arthrospira). London: Taylor & Francis Publishers. Harry S. 1999. Disain instalasi pengolahan limbah cair industri minyak kelapa sawit, [tugas akhir]. Bandung: Teknik Lingkungan ITB. Henrikson R. 2000. Earth food Spirulina. Essential Fatty Acids And Phytonutrients. Ronore Enterprise, Inc. California.
Horrobin DF. 1983. The role of essential fatty acids and prostaglandins in the premenstrual syndrome. J. Reprod. Med. 28:465-468. Ishikawa T, Y. Fujiyama, C. Igarashi, M. Morino, N. Fada, A. Kagami, T. Sakamoto, N. Nagano & H. Nakamura. 1989. Clinical features of familial hypercholesterolemia. Atherosclerosis 75: 95. Krenkel PA. 1974. Source and classification of water pollutants. Industrial Pollution. New York: Van Nostrand Reinhold Company. 197-219. Mahajoeno E. 2007. Energi Alternatif Pengganti BBM: Potensi Limbah Biomassa Sawit sebagai Sumber Energi Terbarukan. Lokakarya Bioenergi, UNS, Surakarta. 15 hlm Marquez FJ, N. Nishio, & S. Nagai. 1995. Enhancement of biomass and pigment production during growth of Spirulina platensis in mixotrophic culture. J. Chem. Tech. Biotechnol. 62: 159-164. Marquez FJ, K. Sasaki, T. Kakizono, N. Nishio & S. Nagai. 1993. Growth characteristic of Spirulina platensis in mixotrophic and heterotrophic condition. J. Ferment. Bioeng. 76(5): 408-410. Mateles RI & SR. Tanennbaum 1968. Single Cell Proteins. MIT Press, Massachussetts. Mc. Coy JW. 1969. Chemical Analysis of Industrial Water. New York: Chemical Publishing Company. Phang SM. 1990. Algal production from agro-industrial and agricultural wastes in Malaysia. Ambio. 19, 415 – 418. Richmond A. 1987. Spirulina. In: Borowitzka, M.A. & L.J. Borowitzka. 1988. (Ed). Microalgae Biotecnology, Cambridge University Press, England, p. 85-122. Scragg AH. 1991. Bioreactor in Biotechnology- A Practical Approach. New Yok: Ellis Horwood, 330 ppm. Siew-Moi P. 1987. Agroindustrial wastewater reclamation in Peninsular Malaysia, Arch Hydrobiol, 28,77. Singh G, Kotharri, R.M, Sharma, R.K & Ramamurthy, V. 1995. Enhencement of Spirulina platensis productivity by a protein hidrolysate. Appl. Biochem. Biotech. 50: 285-290. Suzuki O. 1991. Recent trends of oleochemicals by biotechnology. In: PORIM International Palm Oil Conference - Chemistry and Technology. Malaysia, 221-230. Tobing PL, L. Erningpraja, D. Siahaan, P. Guritno & Darnoko (2003). Pengelolaan limbah PKS. Di dalam: Buana, L., D. Siahaan & S. Adiputra (2003). Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya.Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Kampung Baru, Medan. 5-28. Torzillo G, et al. 1986. Production of Spirulina boomass in closed photobioreactors, Biomass,11, 61. In: Avigad Vonshak. 1997. Spirulina platensis (Arthrospira). Taylor & Francis Publishers. Tri-Panji & S.S. Achmadi. 2000. Growth of Spirulina platensis on Media Containing Latex Concentrate Effluent and Its Potential Use for Ornamental Fish Feed, Proceeding International Symposium on Marine Biotechnology, Jakarta, Indonesia, 23-31 May 2000, 10p. Tri-Panji. 2007. Proposal pemanfaatan limbah lateks pekat untuk produksi biogas dan bioondustri menuju produksi bersih. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. 25 hlm.
Tri-Panji, S.S. Achmadi. dan E. Tjahjadarmawan, 1996. Produksi asam gamma linolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat. Menara Perkebunan, 64 (1). 34-44. Tri-Panji, Suharyanto & Y. Away. 1994. Produksi protein sel tunggal menggunakan limbah lateks pekat. Menara Perkebunan 62 (2): 36-40. Tri-Panji, Suharyanto, E. Rakayan & Hasim. 1995. Penggunaan serum lateks skim sebagai media produksi protein sel tunggal oleh Spirulina platensis. Menara Perkebunan. 63 (3): 114-122. Tri-Panji, T. Aminingsih & Y. Mayangsari. 2010. Produksi asam lemak tak jenuh majemuk dari Spirulina platensis yang dibiakkan dalam limbah cair pabrik kelapa sawit. Ekologia 10 (2): 27-34. Van Eykelenburg, C.,1977. On the morphology and ultrastructure of the cell wall of Spirulina platensis. Antonie Van Leenwenboek, 43,89-99. In: Arlyza, I. S. 2003. Isolasi dan karakterisasi fikosianin dari mikroalga Spirulina platensis yang ditumbuhkan dalam media limbah lateks pekat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Vonshak, A. 1985. Microalgae. Laboratory Growth Techniques and Outdoor Biomass production di dalam J. Combs et al. (ed). Tehniquesa in Bioproducty and Photosynthesis. Pergamon Press. Oxford. New York. Toronto Sidney.Franfurt In: Diharmi, A. 2001. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikroalga Spirulina platensis Strain Lokal (INK) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Wahyudin & N.S. Indastri. 1991. Limbah Organik untuk Bahan Baku Industri Pangan. Bogor: Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Weil A. 2000. Green food Spirulina, Blue-green algae and Chorella (take from Internet: Wellnes Web) In: Arlyza, I. S. 2003. Isolasi dan karakterisasi fikosianin dari mikroalga Spirulina platensis yang ditumbuhkan dalam media limbah lateks pekat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir tahapan penelitian
Mulai
Optimasi pertumbuhan Spirulina platensis dalam media LCKPS secara batch
Pengukuran pertumbuhan Spirulina (nilai A480 nm) dan penurunan tingkat pencemaran LCPKS ( kenaikan Dissolved Oxigen/DO, penurunan kadar BOD, COD, dan TC )
Penentuan waktu dan medium optimum pertumbuhan Spirulina platensis dan penurunan tingkat pencemaran limbah LCPKS Perhitungan proyeksi laju dilusi optimum teoritis LCPKS pada sistem kontinyu, t opt = volume LCPKS dalam bak dibagi waktu optimum pertumbuhan skala batch
Penentuan laju dilusi optimum LCPKS pada sistem kontinyu dengan cara menguji pertumbuhan Spirulina dan penurunan tingkat pencemaran LCPKS pada nilai laju dilusi sekitar nilai optimum teoretis
Selesai
Lampiran 2. Data hasil penelitian LCPKS 25% Hari
0
7
11
14
18
21
25
Parameter:
OD 480 nm TDS (000 ppm)
0,214
TC (000 ppm)
FDS (000 ppm)
Biomassa (g/L)
0,610
1,075
1,346
1,506
1,858
1,386
9,430
9,826
10,643
11,360
7,128
9,158
8,192
5,173
4,802
4,242
3,713
3,514
1,238
4,653
5,841
7,118
3,416
5,643
0,417
0,587
0,718
1,188
1,980
2,970
LCPKS 50% Hari
0
3
7
11
14
18
21
OD 480 nm
0,207
0,472
0,414
0,771
0,808
0,637
0,603
TDS (000 ppm)
9,400
8,118
7,202
9,256
6,361
5,990
6,608
4,260
4,700
1,730
1,908
Parameter:
FDS (000 ppm)
5,900
5,296
5,544
6,584
4,524
TC (000 ppm)
3,500
Biomassa (g/L)
2,822
1,658
2,673
1,837
0,594
1,485
1,089
4,059
0,396
0,198
3
7
11
14
18
21
LCPKS 75% Hari
0
Parameter:
OD 480 nm
0,272
0,420
0,553
0,631
0,695
0,750
0,828
TDS (000 ppm)
3,475
7,252
9,430
9,430
4,133
8,093
8,960
FDS (000 ppm)
0,100
TC (000 ppm)
Biomassa (g/L)
4,678
6,039
7,524
3,298
3,375
6,458
2,574
3,391
1,906
0,835
7,149
1,636
1,811
1,386
0,198
2,277
5,841
0,495
1,485
LCPKS 90% Hari
0
3
6
9
13
OD 480 nm
0,393
0,435
0,301
0,447
1,016
TDS (000 ppm)
8,100
8,860
7,672
6,534
7,920
4,800
5,890
5,198
4,653
6,831
3,300
2,970
2,475
1,881
1,089
1,700
1,188
3,960
2,376
2,079
Parameter:
FDS (000 ppm)
TC (000 ppm)
Biomassa (g/L)
LCPKS 90% dengan variasi laju dilusi Dilusi
0.03 jam‐1
0.015 jam‐1
0.01 jam‐1
Parameter: OD 480 nm
0,250
0,476
0,604
TDS (000 ppm)
6,683
6,830
6,781
5,683
5,808
7,535
1,000
1,022
1,326
Biomassa (g/L)
0,090
0,104
0,101
DO (ppm)
3,966
3,887
3,995
BOD (10 ppm)
3,555
3,445
3,686
COD (10 ppm)
3,729
3,567
5,027
FDS (000 ppm)
TC (000 ppm)
LCPKS 90% dengan laju dilusi 0,015 jam-1 Hari Parameter:
0
1
2
3
8
9
OD 480 nm
0,783
0,698
0,576
0,453
0,478
0,446
Biomassa (g/L)
0,114
0,515
0,280
0,218
0,249
0,223
LCPKS 90% dengan laju dilusi 0,015 jam-1 Parameter
Inflow
Outflow
TC (000 ppm)
1,605
1,219
DO (ppm)
4,220
4,109
BOD (10 ppm)
2,513
1,894
COD (10 ppm)
4,077
4,099
Lampiran 3. Kurva standar korelasi antara OD dan biomassa pada LCPKS: (1) 25%, (2) 50%, (3) 75%, (4) 90%
OD 480 nm
1)
2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 0.000
1.000
3.000
2.000
4.000
5.000
6.000
2.500
3.000
Biomassa (g/L)
OD 480 nm
2)
12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
Biomassa (g/L)
3) OD 480 nm
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 0.000
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
Biomassa (g/L)
OD 480 nm
4)
1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 0.000
1.000
2.000
3.000
4.000
Biomassa (g/L)
5.000
6.000
7.000
Lampiran 44. Dokumentaasi
Biomaassa S. platenssis setelah dipaanen
Biomassa S. platensis yang y telah dikeeringkan
y keluar daari fotobioreakktor kontinyu kkapasitas 10 L Sisstem penampuungan aliran yang
Lampiran 5. Spirulina platensis strain lokal (INK) (Diharmi, 2001)