SISTEM DESALINASI AIR LAUT MENGGUNAKAN PRINSIP CAPACITIVE DEIONIZATION (CDI) BERBASIS KARBON AKTIF SEA WATER DESALINATION SYSTEM USING CARBON BASED CAPACITIVE DEOINIZATION (CDI) YOGI JANUARDI1, MEMORIA ROSI2*, I.P. HANDAYANI 1,2,3 1
Prodi S1 Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Telkom
[email protected],
[email protected] [email protected]
Abstrak Capacitive Deionization (CDI) merupakan salah satu metoda pemisahan garam dari air laut. Proses ini menggunakan dua elektroda karbon yang diberi beda potensial sehingga mampu mengikat ion-ion garam berdasarkan prinsip gaya coulomb. Dalam proses ini, debit air garam yang melewati sel CDI akan mempengaruhi efektivitas serapan ion. Untuk itu dibutuhkan instrument yang mampu mengatur kecepatan aliran air garam. Penelitian ini bertujuan untuk membuat instrument pengatur debit air dalam orde ml/menit dengan harga yang terjangkau. Instrument yang digunakan untuk mengatur debit air garam adalah pompa peristaltik DC yang dikonfigurasikan dengan mikrokontroler arduino mega, keypad 4x3 dan h-bridge driver motor. Instrument yang dibuat dapat mengatur debit air garam dari 0-30 ml/menit. Aliran garam dilewatkan melalui sel CDI yang terbuat dari Norit : Grafit : PVA dan sel CDI yang terbuat dari karbon tempurung kelapa : Grafit : PVA dengan komposisi 8: 1: 1 dan dibuat dengan ukuran 3 cm x 3 cm. Debit yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 ml/menit, 10 ml/menit, 15 ml/menit. Pengukuran konduktivitas air garam dilakukan menggunakan Lutron YK-22CT. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin besar debit air garam yang melewati sel CDI maka pengurangan kadar garam oleh sel CDI akan semakin kecil. Kata kunci :
Capacitive deionization, Norit, Karbon tempurung kelapa, Pompa Peristaltik DC
Abstract Capacitive deionization ( cdi ) is one of separation salt from sea water method. This process using two carbon electrodes who were potential difference order to be able to bind ions salt based on the principle of coulomb force. In this process, the flow of sea water through CDI cells affect effectiveness of ion absorption. Therefore, instrument needed to control the flow of sea water through CDI cells. This research was intended to make instrument that can control the flow of sea water at resolution of ml / minutes with an affordable price. Instrument used in this system contain DC peristaltic pump configured with mikrocontroler arduino mega , keypad 4x3 and h-bridge driver motor. This system can control the flow sea water at range 0-30 ml / minutes. The flow of sea water that passed through the CDI cells made of norit: graphite: pva and CDI cells made of carbon from the coconut shell : graphite: pva with the composition of 8: 1: 1 with dimension of 3 x 3 cm. Debits are used in this research was 5 ml / minute , 10 ml / minute , 15 ml / minute. Lutron yk-22ct use to measure the sea water’s conductivity. The result of this research showed that the faster flow of sea water that passed through CDI cells affect to decreasing absorption levels by CDI cells. Keyword : Capacitive deionization, Norit, Coconut shell, DC Peristaltic Pump *
Corresponding author
1.
Pendahuluan
Air bersih adalah salah satu kebutuhan pokok demi menjaga kelangsungan hidup manusia. Pada masa sekarang 97,5% bumi kita terdiri dari air, namun yang layak dikonsumsi hanya 2,5 % [1]. Ini menunjukan begitu besar jumlah air namun sedikit sekali air yang bisa digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Kelangkaan air bersih menyebabkan manusia mencari cara lain untuk mendapatkan air bersih, salah satunya dengan menggunakan desalinasi air laut. Parameter air bersih diantaranya adalah air tidak berasa asam, manis, pahit, atau asin. Rasa asin disebabkan oleh kadar garam yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan oleh asam organik maupun asam anorganik [2]. Air laut adalah salah satu sumber air yang melimpah, tetapi air laut tidak bisa langsung dikonsumsi. Air laut mengandung ion klor, natrium, belerang, magnesium, kalsium dan kalium, enam ion ini membentuk 99,28 % berat dari air laut [1]. Air laut mempunyai rasa asin karena mengandung garam NaCl sekitar 3%, sehingga tidak dapat digunakan secara langsung, untuk itu diperlukan proses desalinasi untuk mengurangi kadar garamnya [3]. Proses pengolahan air laut menjadi air tawar disebut dengan proses desalinasi. Desalinasi adalah proses pengurangan kadar garam yang ada pada air. Desalinasi dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu, Reverse Osmosis (RO), Elektrodialisis, Multi-Effect Distilation (MED), dan Multi-Stage Flash (MSF) serta Capacitive Deionization (CDI) [4]. Reverse osmosis merupakan suatu metode pembersihan melalui membran semipermeable dengan menerapkan konsep perbedaan konsentrasi. Elektrodialisis adalah proses dialisis dengan menggunakan bantuan medan listrik dalam bejana untuk mempercepat pembebasan ion dari kantung permeabel [5]. MSF adalah proses pengembunan uap air hasil pemanasan air laut dengan menggunakan tekanan yang semakin lama semakin rendah [6]. MED hampir sama dengan MSF tetapi proses pemanasannya dilakukan berulang-ulang [6]. CDI adalah proses desalinasi yang dilakukan berdasarkan prinsip kerja kapasitor. Kelebihan proses desalinasi menggunakan CDI adalah biayanya yang relatif murah, salinitasnya yang tinggi dan efisiensi dari elektrodanya [1]. Pada sistem ini elektroda yang digunakan berbahan dasar karbon aktif, elektroda ini digunakan sebagai media penyerap garam. Perkembangan desain gasket CDI yang paling banyak digunakan saat ini adalah flow by mode. Flow by mode adalah desain gasket dengan sistem aliran horizontal. Namun, desain seperti ini memerlukan biaya yang besar, karena memerlukan instrument pendukung yaitu water pump. Water pump berfungsi untuk mengatur debit fluida dalam orde ml/menit, alat ini memiliki harga relatif mahal. Berdasarkan uraian masalah diatas peneliti menawarkan sebuah solusi berupa pembuatan instrumentasi pengatur flow rate dalam orde ml/menit dengan biaya yang terjangkau dan konsumsi energi yang rendah. Pembuatan instrumentasi ini menggunakan DC peristaltic pump. Desain seperti ini memungkinkan untuk mengatur flow rate hingga orde ml/menit. Dengan mengaturan flow rate yang melewati sel CDI diharapkan dapat menentukan flow rate yang digunakan untuk mendapatkan hasil pengurangan kadar garam yang optimal. Pemilihan flow rate ini dilakukan guna memberikan waktu kontak lebih lama antara air laut dan elektroda karbon aktif yang digunakan. Selain itu pada penelitian ini juga dilakukan karakterisasi pengurangan kadar garam pada beda potensial tetap, hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengurangan kadar garam yang optimal. 2. 2.1.
Dasar Teori Capacitive Deionization
Capacitive deionization (CDI) adalah sebuah metode deionisasi air dengan menggunakan perbedaan potensial listrik pada kedua batang elektrodanya. Metode ini sudah dikembangkan sejak tahun 1960. Mekanisme kerja dari metode ini adalah dengan cara mengalirkan air laut melewati elektroda bermuatan, sesuai prinsip kapasitor yang menyerap ion secara elektrostatis pada permukaan elektroda bermuatan [1]. Beda potensial yang digunakan untuk mendapatkan kinerja yang optimum pada proses desalinasi menggunakan CDI adalah 0,8 V – 1,6 V [2]. Adapun efisiensi pengurangan kadar garam dapat dilihat pada Persamaan 1 [4] . Effisien pengurangan kadar garam =
(Ci −Co ) Ci
%
(1)
Dimana Ci dan Co adalah konduktivitas awal (konduktivitas air laut) dan konduktivitas cairan setelah mengalami proses desalinasi (mS).
2
2.2.
Proses Tranfer Ion
Mekanisme kerja dari CDI adalah jika air dengan kandung garam dialirkan diantara elektroda dengan beda potensial tertentu maka elektroda akan mengikat ion-ion yang berlawanan pada air tersebut. Elektroda negatif akan menarik ion bermuatan positif (kation) seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan Natrium (Na), sedangkan elektroda positif akan menarik ion negatif (anion) seperti klorida (Cl) dan nitrat (NO 3). Air yang sudah dialirkan pada sistem akan berkurang kandungan garamnya [1]. Skema sel CDI yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.a. Proses pengikatan ion positif dan negatif oleh elektroda-elektroda karbon aktif yang dialiri beda potensial listrik dapat dilihat pada Gambar 1.b serta proses yang terjadi saat beda potensial yang tadi dihentikan dapat dilihat pada Gambar 1.c.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. (a) Skema sel CDI, (b) Proses pengisian muatan, (c) Proses Pengosongan muatan Air laut yang masuk ke dalam sel CDI yang belum diberikan beda potensial bisa dilihat pada Gambar 1.a. Pada Gambar 1.a dapat terlihat bahwa ion-ion yang terkandung pada air laut masih tidak teratur dan saling mengikat satu sama lain. Sedangkan pada Gambar 1.b dapat dilihat bahwa ion-ion yang terkandung dalam air laut sudah diikat oleh elektroda karbon aktif yang diberikan beda potensial. Proses ini terjadi pada saat air laut dimasukkan ke dalam sel CDI yang telah diberikan beda potensial pada kedua elektroda yang terbuat dari karbon aktif. Ion-ion tersebut akan diserap oleh pori-pori yang terletak pada semua permukaan elektroda karbon aktifnya. 3. 3.1.
Hasil dan Pemabahasan Sistem Feed Water
Adapun alat yang digunakan dalam proses desalinasi secara keseluruhan ditampilkan oleh Gambar 2.a. yang terdiri dari tempat penampungan air sementara, Sel CDI, Gelas penampung hasil desalinasi, dan Sistem Feed water ditunjukan oleh angka 1-4 secara berurutan.
(a)
(b) Gambar 4.1. Set up alat yang dibuat
(a) Skema pengukuran secara keseluruhan, (b) Sistem Feed water tampak dalam
3
Sebelum melakukan pengujian seperti pada Gambar 2.a. Sistem Feed water yang dibuat, terdiri dari keypad, mikrokontroler Arduino mega, driver motor h-bridge, pompa peristaltik DC dan LCD yang ditunjukan oleh angka 5-9 secara berurutan pada Gambar 2.b, akan diuji terlebih dahulu. Pengujian ini dilakukan untuk memastikan apakah sistem feed water yang dibuat berfungsi dengan baik. Dari pengujian yang dilakukan sistem feed water yang dibuat mampu mengatur debit air garam dalam orde ml/menit dengan cukup stabil. Adapun data hasil pengujiannya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kestabilan debit Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa setelah dilakukan pengujian sebanyak 20 kali, debit yang dihasilkan cukup stabil. 3.2.
Pengujian sel CDI
Pada tahap ini dilakukan pembuatan elektroda dan pengujian pengaruh debit terhadap pengurangan kadar garam sel CDI. Adapaun elektroda yang dibuat dalam penelitian ini ada dua jenis elektroda yaitu elektroda karbon Norit dan karbon tempurung kelapa dengan aktivasi KOH. Keduanya dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 1 mm dan dibuat dengan komposisi Karbon (Norit atau tempurung kelapa) : Grafit : PVA dengan perbandingan 1,2 gr : 0,15 gr : 10 ml. Elektroda ini dibuat melalui tiga tahap. Tahap pertama, PVA dan Aquades diaduk dan dipanaskan pada suhu 70 oC sampai agak mengental. Pada saat yang sama campuran grafit dan karbon juga dipanasi dan diaduk. Setelah campurkan karbon dan grafit dengan PVA yang agak kental tadi, selanjutnya campuran tadi ditempelkan ke lempengan alumunium dengan ukuran 3 x 3 serta dipanaskan 12. Lempengan itu selanjutnya diberikan tekanan 3 ton selama 10 menit pada suhu 50 oC, hal ini dilakukan untuk membentuk struktur lebih padat. Adapun elektroda yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.a. Elektroda karbon yang telah dibuat (Gambar 4.a) selanjutnya disatukan dengan jarak antar elektroda diatur sebesar 4 mm (Gambar 4.b).
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Elektroda yang digunakan, (b) Dua elektroda yang diasembly
4
Elektroda yang telah dibuat selanjutnya akan diuji (Gambar 2.a) dengan memberikan tegangan sebesar 1,2 Volt dan dengan variasi debit 5 ml/menit, 10 ml/menit dan 15 ml/menit. Adapun hasil pengujiannya dapat dilihat pada Gambar 5.
(1) (2) Gambar 5. Pengurangan kadar garam dengan material aktif (1) Norit dan (2) Tempurung kelapa untuk debit (a) 5 ml/menit, (b) 10 ml/menit, (c) 15 ml/menit Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengurangan kadar garam tertinggi terjadi pada debit paling. Pada penelitian ini Norit diketahui mampu melakukan pengurangan kadar garam maksimum pada debit 5 ml/menit setelah 40 siklus sekitar 28 %, debit 10 ml/menit setelah 60 siklus sekitar 19 %, dan pada debit 15 ml/menit setelah 60 siklus sekitar 13 %. Setelah jumlah siklus maksimum, sel CDI menjadi jenuh dan kemampuannya menyerap kadar garam menurun. Sedangkan pengujian dengan menggunakan elektroda karbon tempurung kelapa dengan aktivasi KOH diketahui bahwa pengurangan kadar garam maksimal juga terjadi pada debit 5 ml/menit setelah 60 siklus yaitu sekitar 19,3%, sedangkan pada 10 ml/menit setelah 60 siklus sekitar 11,95 % dan pada 15 ml/menit setelah 40 siklus sekitar 7,95 %. Dari data yang didapat diketahui bahwa semakin kecil debit maka pengurangan kadar garam akan semakin besar. Hal itu dikarenakan semakin cepat debit yang diberikan maka waktu kontak antara larutan NaCl dengan elektroda karbon akan semakin kecil [7,8,9]. Secara umum pada penelitian ini pengurangan kadar garam oleh Norit lebih baik dibandingkan dengan karbon yang dibuat. Hal ini mungkin disebabkan oleh proses pembuatan yang tidak sempurna. Tetapi kekurangan karbon Norit adalah air hasil desalinasi akan cenderung berwarna hitam, hal ini disebabkan oleh elektroda karbon yang dibuat terbawa aliran air yang dimasukkan ke dalam sel CDI. Grafik pengurangan kadar garam oleh karbon tempurung kelapa terjadi bouncing seperti pada Gambar 5.1. Bouncing dalam hal ini adalah kenaikan nilai konduktivitas garam setelah melewati sel CDI dibandingkan nilai konduktivitas sebelumnya. Kemungkinan penyebab kenaikan itu adalah proses pencucian karbon aktif dengan aktivasi KOH yang tidak sempurna. Hal itu menyebabkan sampel terlihat berwarna abu dan kemampuan menyerap terbatas. Pada penelitian yang dilakukan Dwi Hany dkk. pembuatan karbon aktif menggunakan KOH dengan pencucian yang benar akan menghasilkan karbon yang berwarna hitam dan memiliki surface area 1657,1 m2. g-1 dan mampu mengurangi kadar garam hingga 41,8 % pada saat debit air 10 ml/menit [10]. Berdasarkan kedua percobaan diatas dapat dilihat bahwa semakin kecil debit maka pengurangan kadar garam yang dilakukan sel CDI akan semakin besar. Tetapi pada penelitian ini semakin kecil debit yang digunakan maka waktu untuk menempuh waktu satu percobaan akan semakin besar. Untuk debit 5 ml/menit waktu yang diperlukan untuk satu kali siklus sebesar 600 menit, untuk 10 ml/menit 300 menit dan 15 ml/menit sebesar 180 ml/menit. Berdasarkan hal itu walaupun debit 5 ml/menit menghasilkan pengurangan kadar garam yang besar tetapi tidak efektif secara waktu. Pada penelitiani ini dengan tegangan kerja 1,2 V didapatkan arus rata-rata yang terukur dari semua debit adalah sebesar 7 mA. Dengan menggunakan rumus energi listrik didapatkan semakin kecil debit yang digunakan maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk menjalankan sistem sel CDI demi mencapai pengurangan kadar garam yang maksimal. Adapun besar energi listrik yang diperlukan untuk debit 5 ml/menit 84 mWh, untuk 10 ml/menit sebesar 42 mWh dan 15 ml/menit sebesar 25,2 mWh. Berdasarkan pemikiran itu kami menyimpulkan bahwa 10 ml/menit adalah debit yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimal, hal ini dikarenakan pada debit 10 ml/menit efektifitas waktu lebih baik dibandingkan dengan debit 5 ml/menit.
5
Menurut analisis kami bila sistem ini digunakan untuk melakukan proses desalinasi dengan volume air laut sebesar 1 m3 maka, perkiraan energi listrik yang diperlukan untuk menjalankan sitem pada debit 5 ml/menit yaitu sebesar 1,68 kWh, untuk debit 10 ml/menit energi yang diperlukan yaitu sebesar 0,82 kWh dan untuk debit 15 ml/menit energi yang diperlukan yaitu sebesar 0,504 kWh. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohammed Mossad yang menyatakan bahwa semakin besar debit yang diberikan dalam sistem desalinasi dengan CDI maka konsumsi energinya kan semakin rendah [9]. Berdasarkan pemikiran itu kami menyimpulkan bahwa 10 ml/menit adalah debit yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimal, hal ini dikarenakan pada debit 10 ml/menit efektifitas waktu lebih baik dan konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan debit 5 ml/menit. Hasil pengurangan kadar garam pada debit 10 ml/menit yang didapat pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Carlos A. Rios Perez dkk. Pada penelitiannya Carlos A. Rios Perez menggunakan karbon dengan ukuran 2,54 x 25,4 cm (600 m2. g-1) dengan lempeng titanium sebagai elektrodanya, sistem yang digunakan dalam penelitian itu adalah flow by mode dengan menggunakan satu stack dengan variasi debit dari 0,05 – 50 ml/menit dan mendapatkan hasil pengurangan kadar garam pada 10 ml/menit dengan konduktivitas awal larutan 0,0712 mS/cm sekitar 10 % [9]. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dwi Hany dengan menggunakan debit 10 ml/menit dan konduktivitas awal sebesar 16 mS/cm. Penelitian mereka yang lakukan menggunakan sistem flow by mode dengan ukuran elektroda 9 cm2 serta menggunakan karbon tempurung kelapa dengan aktivasi KOH dengan surface area 1657,1 m2. g-1 sebagai bahan pebuatan elektroda karbonnya, mereka mendapatkan hasil pengurangan kadar garam sebesar 40 % [10]. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Dwi Hany, hasil yang didapat pada penelitian ini akan lebih kecil dari yang mereka dapat. Hal itu mungkin disebabkan oleh pencucian karbon tempurung kelapa yang tidak sempurna. Penelitian lain yang dilakukan oleh Junil Kang dkk dengan menggunakan debit 10 ml/menit dan konduktivitas awal sebesar 1,2 mS/cm. Penelitian mereka yang lakukan menggunakan sistem flow by mode dengan ukuran elektroda 3,14 cm2 serta menggunakan karbon MSP2O (2260 m2/g) sebagai bahan pebuatan elektroda karbonnya, mereka mendapatkan hasil pengurangan kadar garam yang lebih besar dari hasil penelitian ini yaitu sebesar 26 % [11]. Dari ketiga referensi perbandingan itu, didapatkan informasi bahwa dalam proses desalinasi air laut menggunakan prinsip CDI ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasilnya, sehingga dibutuhkan studi lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Adapun hal yang mungkin dapat mempengaruhi hasil pengurangan garam menggunakan prinsip CDI selain debit yang melewati sel CDI adalah jenis karbon yang digunakan, Surface area karbon itu sendiri dan ketelitian dalam proses pembuatan sel CDI. 4.
Simpulan
Dari data hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa alat dibuat mampu mengatur debit 0-30 ml/menit secara stabil. Sedangkan untuk penelitian pengaruh debit terhadap pengurangan kadar kadar garam pada sel CDI dengan bahan dasar Norit dan Karbon tempurung kelapa dengan aktifasi KOH, didapatkan data bahwa semakin kecil debit yang diberikan, maka akan semakin besar pengurangan kadar garamnya. Proses serapan garam paling efektif diperoleh saat debit 5 ml/menit. Norit mampu menyerap lebih baik dibandingkan karbon tempurung kelapa dengan aktivasi KOH yang telah di buat. Semakin kecil debit yang digunakan maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk menjalankan sistem. Daftar Pustaka : [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
[8]
S. Redjeki, Proses Desalinasi Dengan Membran, Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departen Pendidikan Nasional, 2007. “digilib.its.ac.id,” [Online]. Available: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-320631111201708-Chapter1.pdf. [Diakses 1 Desember 2014]. Linda Zou, “Capacitive Deionisation As A Useful Tool For Inland Brackish Water Desalination,” dalam IDA World Congress, Perth, Western Australia, 2011. Faisal A. AlMarzooqi, “Application Of Capacitive Deionisation in Water Desalination : A Review,” Elseiver, vol. 324, pp. 3-15, 2014. D. Sumardjo, Pengantar Kimia, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. R. Simat, “www.eolss.net,” [Online]. Available: http://www.eolss.net/SampleChapters/C07/E6-144-44-00.pdf. [Diakses 10 Desember 2014]. Carlos A. Rios Perez, “Macro Analysis of the Electro-Adsorption Process in Low Concentration NaCl Solution For Water Desalination Applications,” Journal of The Electrochemical Society, vol. 160, no. 3, pp. E13-E21, 2013. Mohamed Mossad, “Using capacitive deionization for inland brackish groundwater desalination in a remote location,” ELSEIVER, vol. 308, pp. 154-160, 2012.
6
[9]
[10] [11]
M. M. d. L. Zou, “A study of capacitive deionization performance under various operational conditions,” ELSEIVER, Vol. %1 dari %2213-214, pp. 491-497, 2012. D. H. E., “Desalinasi Air Laut Berbasis Teknologi Capacitive Deionization dengan Elektroda Karbon Nanopori,” 2016. Junil Kang, “Comparison Of Salt Adsorption Capacity and Energy Consumption Between Constant Current and Voltage Operation in Capacitive Deionization,” Elseiver, vol. 352, pp. 52-57, 2014.
7