PROCEEDING
Seni Rupa & Desain Dalam Transformasi Budaya Indonesia
•
Daftar Is;
r
~ Daftar Isi KATA PENGANTAR iii
Dekan Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha
I Gai Suhardja.,Ph.D v vii
Ketua Art Culture Technology I Dr.dr. Felix Kasim, M.Kes Ketua Komunitas Arsitektur Vernakular K.B.I Sejarah dan Teori Arsitektur
ix
I Purnama
Salura
Kepala Program Pascasarjana Arsitektur dan Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan] Yuswadi Saliya
PEMBICARA I Keindahan Rumah Tinggal Bali I Dr. Ir.Tjokorda Oka AA Sukawati,M.Si. 7
Industri Budaya Vs Budaya Industri
I Nyoman
Nuarta
I Prof. Primadi Tabrani
II
Wacana Transformasi Seni Rupa Indonesia
19 35
Trend Desain dalam Transformasi Budaya I Solichin Gunawan, HDII Wacana Transformasi Budaya I Dr.dr. Felix Kasim, M.Kes
45
Desain Interior sebagai fenomena interaksi
I Dr. Ahadiat
Joedawinata
CALL FOR PAPER 61
Pasuruan dan Arsitektur Etnik China Akhir Abad 19 dan Awal Abad ke 20
75
I Handinoto
ArsitekturVernakular
di Jakarta dan Sekitarnya
I Hendro Prabowo,
Agung wahyudi, Hendro Prabowo,Agus Supraman. 81
Krobongan, Ruang Sakral Rumah Tradisional Jawa:Makna, Fungsi, dan
107
Karakteristik Streetscape
Perkembangannya
I YusitaKusumarini, Tri Noviyanto
I Yulindiani Iskandar.
Puji Utomo.
Kawasan Pecinan, Cirebon, Jawa Barat
Daftar Isi
129
Arsitektur Suku Talang Mamak Kajian Morpologi dan Bentuk
147
"Dari Perahu ke Arsitektur" Konsep Dasar Perwujudan Arsitektur Vernakular Sabu I Siprianus W. Goetha.
167
Gendered Spaces pad a Arsitektur Vernakular Indonesia
183
Jentrifikasi Seni dan Budaya Dilema desain
199
Implikasi Konsep Ruang Heterotopia
Pelestarian Nilai- nilai Budaya I Arief Sabaruddin.
I Sri PujiAstuti, MT
I Hartanto
Budiyuwono.
pada Arsitektur Gereja Karya
Magunwijaya, sebagai akibatAdaptasi Budaya Lokal, Studi Kasus: Gereja 213
Maria Asumpta, Klaten-Jawa Tengah I Krismanto Kusbiantoro. Simbol, hermeunatik, iconography mural pada bangunan kelenteng xietian gong (awal pembangunan 1896 sheng di miao) Bandung.] Sugiri Kustedja.
237
Integrasi Budaya pada Wujud Arsitektur dan Pola Tata Ruang Rumah
251
Teritorialitas rumah tinggal: tempat perempuan, ruang suatu gender
Tinggal Khas Semarang
I Sudarwanto Budi.
studi kasus: arsitektur Tradisional Madura 273
Alkulturasi dalam keragaman Arsitektur Rumah Nias
I Anindhita 293
N.Sunarto
Model Rumah Apung Fabrikasi Inovasi Perancangan Arsitektur Waterfront
untuk Daerah Kritis Banjir dan Gempa pada Kasus
Pesisir di Indonesia 313
I Farida Mukti.
I Karyadi Kusliansjah.
Komplek Makam Asta Tinggi sebagai bukti Kekayaan budaya Madura. Lintu Tulisyantoro
331
Membaca Rumah Jawa dan Rumah Pekerja Batik dikampung Laweyan Surakarta
I Mohamad Muqoffa, Happy Ratna Santosa.
Kata Pengantar
Kata Pengantar Dekan Fakultas Seni Rupa & Desain Masyarakat dunia seolah tak lagi terhalang oleh [arak, karena kemajuan yang telah dicapai umat manusia dalam era inforrnasi, kebersamaan bangsabangsa sepertinya bisa dilakukan oleh fasilitas teknologi canggih abad kini. Namun apa yang terjadi pad a negara-negara dan bangsa-bangsa? bukankah tuntutan kerukunan
hidup bersama
Sementara
masyarakat berdaulat berupaya menuju nilai-nilal kemandirian yang
masih merupakan
utopia diseluruh bagian dunia?
indivldualis, pad a kenyataan kebudayaan lain masyarakatnya justru dominan dengan keyakinan nilai-nilai kolektifitas. Rupanya kondisi pertumbuhan berkecenderungan
kepada kemandirian
rnaterialis yang
individu dan profesi pad a masyarakat
industri maju memang rnernecahkan kebersamaan. Indonesia dengan peninggalan bangunan bersejarah •yang menampakan jejaknya pad a artefak bangunan arsitektur dari berbagai elemen estetik masa lalu, mesti menjadi nilai yang berharga bagi masyarakat sekarang. Maka penelitianarsitektur
vernacular yang memang lebih banyak ada di wilayah
Asia karena penduduk dengan budaya yang khas Tlmur, lestarinya unsur lokalitas tradisi turun temurun penyesuaian pad a alam, sungguh menarik bagi mereka yang berkiprah dalam wacana senirupa da.n desain dan melahirkan inisiatif untuk kontribusi pada perkembangan kelanjutannya. Hal diatas merupakan kebersarnaanyang bernilai positif antara dua institusi • yaitu Fakultas Senirupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha dengan Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan. untuk kreatifitas interaksi institusi yang meletakan dasar kultural bagi kehidupan kampus, sumbangsih bagi masyarakat untuk ilmu pengetahuan berdasarkan kolaborasi penelitian bermutu yang dilakukan lintas Universitas. Clifford Geertz menandaskan bahwa transformasi
budaya akan menghasilkan
involusi budaya. yang didalamnya terjadi dualisme yakni feodal dan modern.
Senirupa tradisional Indonesia pad a artefak budaya adalah kekayaan NKRI yang amat berharga untuk diteliti masyarakat postmodern. Masyarakat dengan estetika gaya hidup yang dipengaruhi globalisasi ekonomi, politik, social budaya hybrid fenomenal dan berakibat pad a istilah gerhana budaya, kehilangan nilai-nilai dan tersamar oleh bayangan tanpa identitas. Pada perspektif mikro Herbert Blumer mengatakan manusia berelasi dengan sesamanya maupun dengan benda-benda dalam rangka membagi makna. Hal ini tentu dapat menggambarkan bahwa artefak budaya, peninggalan arsitektur; dan karya senirupa sanggup merefleksikan kedalaman simbolik makna cultural. Secara khusus bagi para pembelajar. pemerhati kesenian maupun kebudayaan. karena ketika kenyataan nilai-nilai bisa diungkap dari karya suatu rnasa, bermetafora
pada proses
pembaharuan dan kesadaran sosial yang mungkin berpeluang menjadi tumpuan transformasional. Maka penelitian arsitektur vernacular merupakan langkah bersama yang membuka atmosfir tridarma menuju jalinan htibungan intensif institusi bagi transformasi budaya yang dimulai dari kehidupan kampus kepada kawasan yang lebih luas Semoga kerjasama ini memberi nilai apresiasi yang bermakna budaya menuju Indonesia maju dan bermasadepan cerah. Proficiat
Gai Suhardja, PhD Dekan Fakultas Senirupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha
Kata Pengantar
Kata Pengantar Ketua Art Culture & Technology
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan YME, saya memberikan penghargaan yang tinggi atas diterbitkannya
apresiasi dan
buku Seni rupa dsan disain dalam
transformasi budaya Indonesia. Buku ini menjawab tantangan antara trend, kebutuhan dan wacana serta materi seminar nasional yang berjudul sama yang diadakan oleh FSRD Maranatha yaitu kajian tentang budaya Indonesia dan peranannya dalam berbagai sudut pandang yang berhubungan dengan seni rupa dilengkapi dengan studi kasus mengenai penerapan budaya di dalam suatu disain masa kini. Kebudayaan adalah merupakan
kompleks
keseluruhan
dari ilmu pengetahuan,
keyakinan moral, hukum adat istiadat dan semua kemampuan lain dan kebiasaan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Oleh karenanya dengan terbitnya buku ini dapat menjadi pemicu untuk semakin terintegrasinya unsur kebudayaan yang meliputi bahasa, mitos, religi, dan seni yang terangkai dalam kemajemukan yang satu jua sebagai bagian dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tuhan beserta kita bersama. Pembantu Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Maranatha Bandung Dr. Felix Kasim,dr, M.Kes.
Kata Pengantar Ketua Komunitas Arsitektur Vernakular Sejarah dan Teori Arsitektur
K.B.I
Pada kesempatan ini, Komunitas ArsitekturVernakular Bidang IImu STEFA UNPAR bekerjasama
[KAV]. Kelompok
dengan Universitas
MARANATHA
berupaya membuat suatu rangkaian kegiatan simposium yang terdiri dari presentasi penelitian tentang pertemuan arsitektur di beberapa kota pantai utara Pulau [awa, lomba penulisan makalah dan foto, undangan penulisan makalah serta kegiatan presentasinya.
Upaya penelitian
bersama
serta
ini merupakan
langkah
awal baik yang seyogyanya
MARANATHA
kerjasama
dengan
Universitas dapat
dikembangkan dan diteruskan pad a masa mendatang. Kumpulan tulisan penelitian (proceeding) yang anda baca ini merupakan makalah terpilih dari sejumlah makalah yang masuk dari undangan penulisan makalah (call for paper) setelah melalui proses seleksi yangcukup
ketat oleh para
reviewer. Kami berharap kumpulan tulisan ini cukup layak untuk dijadikan referensi atau materi
awal untuk
melakukan
penelitian
lebih lanjut. Semoga isu-isu
'arsitektural di dalamnya dapat mengilhami pembaca. Pada kesempatan ini ijinkan saya mengucapkan terimakasih pada seluruh pihak yang telah rela bersusah payah untuk mewujudkan semua ini.
Selamat Membaca.
Punama Salura
Koordinator KAV
Kata Pengantar Kepala Program Pascasarjana Arsitektur dan Jurusan Arsitektur Univ.Katolik Parahyangan Untuk kesekian kalinya akan diselenggarakan seminar tentang arsitektur vernacular. Gejala ini memperlihatkan betapa tajuk vernacular menduduki tempat yang istimewa di antara para pemikir dan pemerhati arsitektur. Rupa-rupanya, berkat pumpunannya pada proses produksi/pembangunan-Iah
yang
pertama-tama telah membangkitkan minat dan perhatian pada gejala-gejala vernakularitas dalam budaya.Analisis neo-Marxian terhadap gejala budaya yang mulai populer pasca Perang Dunia II itu membias pula pad a ranah arsitektur. Para eksponen pembaharu yang tergabung dalam lingkaran ClAM, misalnya, banting stir dengan membuka pintu kepada suara-suara lokal (kontekstual, atau regionalismel-kritis
mulai dari Mumford/1952, Giedeon/1954
sampai ke
Framptonl I987, dan banyak lagi ), sesudah dengan semangat yang berkobarkobar memperkenalkan konsep arsitektur modern pad a dasawarsa 1920-30. Masih segar dalam ingatan mereka bahwa ekspresi-Iokal yang disebut ornamen
.
itu telah dikaitkan dengan moralitas-baru (y.i.ornament is crime-nya Joseph Loos). Corbu, kalau boleh menokohkannya (single out) telah melihat kemampuan teknologi dengan jujur dan menungganginya dengan jujur juga. Dari tunggangan itu pulalah digariskannya patokan-patokan
kerja seorang arsitek
modern is. Para pembaharu merasa terpanggil untuk senantiasa membangun, semacam semangat keberpihakan dari sisi profesi arsitektur.Aksi-sepihak pentolan modern is ini-yang
dipelopori Le Corbusier itu-bahkan
para
dinamakan
aksi yang heroic oleh para sejarahwan. Barangkali, sekarang orang boleh mengatakan bahwa kekaguman Corbu (yang jujur itu) terhadap teknologi-mesin itu, sebagai kepolosan yang menimbulkan mimpi buruk. Corbu (termasuk Howard Roark-nya Ayn Rand itu!), barangkali, sangat boleh jadi, akan kecele-bule (disillusioned) kalau sempat menyaksikan perkembangan dewasa ini.
Paradoks peradaban manusia yang baru bangkit hanya sesudah mengalami penderitaan itu, terjadi lagi. Banting stir-nya ClAM pun, misalnya, setidak-tidaknya secara historis, dapat dipandang sebagai "kebangkitannya kernbali" peradaban manusia "berkat" PO II yang telah meluluh-Iantakkan lahir-batin Eropa. Pustaka sejarah juga melaporkan perihal ulah sepuluh arsitek dari New York-Team
Ten atau sering disebut juga dengan Team X-yang
mencanangkan apa yang kemudian dikenal dengan perancangan partisipatoris. Sosiologi arsitektur pun lahir (seperti juga dilakukan oleh nyaris semua disiplin ilmu lainnya, yakni dengan mulai mencantumkan prefiks "sosiologi" di depannya) di tengah pembangunan besar-besaran dalam rangka menanggulangi kebutuhan permukiman dunia sesudah PO II. Oengan semangat seperti itu, sekitar dua dasawarsa kemudian, angin mulai bertiup ke arah tuntutan akan . relevansi, akan semangat penerapan, penyertaan kembali keberadaan/eksistensi
tubuh (a.l. dari aesthetics
ditambah
dengan somaesthetics), yang dalam ranah arsitektur ditandai dengan berkembangnya minat dan perhatian ke arah gejala rnaterialitas (tektonik), arsitektur-konkrit
(meniru gejala puisi-konkrit), yang akhirnya bermuara ke berbagai
gejala kehidupan sehari-hari. Oari sudut pandang ini, penjelajahan pemahaman arsitektur vernakular memang gayut adanya. Sejalan dengan penjelajahan akan gejala-gejala semacam itu, muncul juga keinginan untuk mengangkat desain sebagai disiplin berpikir tersendiri (ditulis dengan kata "berpikir" untuk menghindari kerancuan dengan "keilmuan" yang dikenal sebagai padanan "sains"), yang landasan berpikirnya adalah upaya, rekayasa, pragma, untuk memperoleh (mencapai) titik-titik keseimbangan (adaptasi dalam arti seluas-Iuasnya) di tengah alam dan lingkungan hidupnya (habitat), yakni kegiatan berpikir yang konkrit, yang designerly, seperti yang digagas oleh Nigel Cross.
Sesungguhnya perhatian orang pad a arsitektur vernakular di dunia Barat bolehlah dikatakan belum lama, Dapat diamati, misalnya, bahwa buku Bernard Rudofski yang berjudul Architecture
without Architect yang
menggegerkan itu baru terbit tahun 1964, sebagai bagian dari pameran foto yang diselenggarakan oleh MoMA di New York. Oi sebut menggegerkan, karena pad a masa puncak modernisme, papa ran vernacular Rudofski itu sungguhsungguh mengagetkan. Geometri yang nyaris sempurna, misalnya muncul juga di Peru, sementara logika sederhana melandasi perujudan bangunan sakral di Afrika. Bentuk-bentuk yang mengagumkan itu lahir bukan dari tangan
Kala Penganlar
disebut arsitek, melainkan hasil dari tangan-tangan pekerja orang kebanyakan. Oi situ tergambar dengan jelas betapa arsitektur vernakular merupakan fenamena komunal, bahwa arsitektur itu merupakan karya kolektif, yang dalam bahasa modern dinyatakan juga sebagai political art, oleh keterlibatan berbagai sector atau bagian komunitas melalui kelembagaan politiknya masing-masing. Oari kacamata modern is, sesungguhnya munculnya arus vernakular bukan juga suatu yang aneh atau suatu anomali yang tidak terduga. Modernis senantiasa memandang kebebasan berekspresi itu penting, sehingga kehadiran arsitektur vernakular dipandang sebagai pembukaan khazanah ungkapan baru, yang sebelumnya tertimbun di balik jubah tradisi atau kecurigaan (prejudice) kultural (seperti orientalisme).Apalagi, dalam dunia seni visual, terjadi pula semacam revolusi, ketika para penjelajah abad XVIII dan XIX membawa pulang benda-benda koleksi dari pelos ok yang dinamakan dunia primitif. Bersamaan dengan semangat pencerahan, dengan gerakan humanisme yang emansipatoris, dengan merosotnya feodalisme dan naiknya demokratisasi, ekspresi menduduki posisi yang tidak pernah dicapai sebelumnya (dalam psikologi, misalnya, muncul gagasan identitas dari Ericson/Laing, atau aktualisasi-diri dari Maslow yang semuanya berdiri pad a asas ekspresi). Oi sini, pada titik ini, kehadiran buku Robert Ventury (1966) Complexity and Contradiction
in Architecture, merupakan pengabsahan terbuka terhadap apa pun yang sudah ada di tengah
masyarakat. Cara pan dang baru yang dicanangkan Venturi itu, sebenarnya merupakan manipulasi berpikir masyarakat demokratis: mengapa tidak? Oia menerobos
rambu-rambu metafisik modernis dengan menghapus paradigma biner
atau dikotomi. Semenjak itu, seperti tsunami, tumpah ruahlah informasi vernakular; sampai-sampai menimbulkan demam romantisisme yang gawat (y.i.tradisi demi tradisi) di dalam ranah arsitektur. Namun, demam ini pun tidak berdiri sendiri, sebab cipratan, spin offs, dari industri perang Amerika yang dalam sekejap bermetamorfosa pertumbuhan
menjadi industri komoditas/konsumerisme
pada dasawarsa SO-60-an, memancing
pariwisata yang sekaligus menggandeng juga industri hiburan, entertainment.
Industri hiburan ini
pulalah yang sebagian besar melahap eksotikisme yang dihasilkan oleh romantisisme vernacular. Oemam obsesif akan pesona pedesaan/pastoral
ini ditangkap para pengembang dengan cepat. Sempurnalah daur perputarannya, satu
memuaskan lainnya sampai melompati batas-batasnya: arsitektur pun berubah menjadi komoditas
Sedang puncak masa jaya kepustakaan vernakular, sejauh ini, ditandai dengan terbitnya ensiklopedia arsitektur vernacular yang disunting oleh Paul Oliver (1997), lebih dari dua ribu tiga ratus halaman terbagi ke dalam dua bagian terdiri dari tiga jilid. Bagian Pertama, jilid satu, berisi teori dan prinsip-prinsip, Bagian Dua terdiri dari jilid dua dan tiga yang berisi kasus-kasus di seluruh dunia. Upaya raksasa yang melibat sekitar 700 ratus pakar ini merupakan kumpulan catatan yang sangat berharga. Namun, takurung dikritik juga sebagai catatan perspektif Barat, dari pemilihan obyek hingga cara pelaporannya. Rupanya, sebagaimana makna yang terkandung di dalam kata vernakular itu sendiri, arsitektur-vernakular
pertama-
tama merupakan sesuatu yang dimaknai sebagai langgam yang mengungkapkan kehidupan sehari-hari suatu komunitas umum (bukan kalangan elit, bukan pula penguasa/kraton).Tradisi atau bersumber
pada bidang etnografi/antropologi.
pencatatan semacam itu berada dalam
Penerapannya pada ranah arsitektur
yang lazimnya dimaknai
sebagai landasan pengembangan arsitekturnya, niscaya akan membutuhkan dukungan teoritik dan pemahaman kearsitekturan
yang memadai.
Lebih daripada itu adalah perkembangan mutakhir kajian etnografi itu sendiri. Pemikiran regionalisme-kritis dalam arsitektur seperti yang digagas oleh Kenneth Frampton, misalnya, dengan jelas justru ingin membedakan diri dari apa yang umumnya dikenal sebagai arsitektur vernakular, yakni arsitektur sehari-hari yang hidup dalam suatu komunitas. Dengan begitu, semua penulisan arsitektur vernakular, tampaknya membutuhkan definisi atau batasan pengertian yang jelas. Lepas dari kritik dan berbagai bentuk ketidak puasan akan penanganan perkara apa pun di sekitar isu vernakularitas arsitektural itu-dari
perangkat peristilihan (Ieksikon) hingga ke metodologi, penafsirannya, dan
penerapan untuk pengembangan arsitekturnya-tajuk apa gerangan? Pertanyaan pasca-modern
arsitektur vernakular selama ini ternyata terus berkibar.Ada
ini semakin sering dilontarkan orang.Apalagi dengan masalah demografis
(misalnya, dari sisi kuantitatif dan kualitatif; dari sisi dinamika pergerakannya hingga ke perilaku atau pola konsumsinya; dari sisi gender; dari sisi martabat dan/atau keadilan poleksosbud) dan kelangkaan sumberdaya/energi (dari yang tak-terbarukan,
hingga yang terbarukan, hemat, dan ramah lingkungan) yang dewasa ini mulai rnencekarn,
arsitektur vernakular merupakan sumber pengetahuan yang diyakini memiliki khasanah kearifan bertalian dengan isu bagaimana mengelola lingkungan hidup (habitat). Pertanyaan pasca-modern lainnya adalah, tentu saja, bagaimana sebaiknya memperlakukan arsitektur vernakular itu? (Atas dasar apa?) Sebagai modal/aset sosial/kultural? Sebagai
Kata Pengantar
in-iikator
di
habitus? Apa -qlah kit?
.zrperan 'Jah diduga-apa
co you think you are?).A~
va,
raja
puia sumbangan dunia pendidik=
ar Barang-,
_,Jldil
garnoaran mutaxmr; state of the '-" _,hiruk piL:uknyapembicaraan tentang arsitc
,- vernakuia..
Semoga seminar ini berhasil menemukan puncak segala puncak gunung es arsitektur vernakular da. menjabarkannya sampai tuntas, sekaligus sebagai pertanggungjawaban moral kelembagaan. Selamat berseminar. Yuswadi Saliya
Pasca Sarjana Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan
Agung Wahyudi , Wahyu Prakoso, Agus Suparman, Hendro Prabowo
Arsitektur Vernakular di Jakarta dan Sekitarnya Agung Wahyudi , Wahyu Prakoso Agus Suparman , Hendro Prabowo
Agung Wahyudi,
Wahyu Prakoso, Agus Suparman,
Hendro Prabowo
ABSTRAK Orang Betawi sebagai penduduk asli kota Jakarta, diyakini oleh banyak ahli merupakan perpaduan dari beberapa kelompok etnis yang tinggal bersama-sama selama beberapa abad seperti Sunda,Jawa,Arab, Bali, Bugis, Sumbawa,Ambon, Cina dan Melayu.Oleh karena itu, beberapa produk budayanya termasuk arsitektur juga mencerminkan perpaduan tersebut. Sejak menjadi ibukota, laju pembangunan di kota Jakarta telah membuat orang Betawi tercerabut dari kelompoknya sehingga mempersulit komunikasi di antara mereka. Orang Betawi menjadi semakin terdesak dan tergusur.Akibatnya ribuan orang Betawi pindah dan bercerai berai ke pinggiran kota. Menurut Saidi (1996), orang Betawi telah berusaha untukmemelihara eksistensi budayanya. Namun, pendukung kebudayaan Betawi di Jakarta kian hari kian menipis. Pada dekade I970an, pemerintah berinisiatif untuk membuat konservasi budaya kampung Betawi di wila Condet. Namun pembangunan yang spekulatif ini justru telah meminggirkan orang Betawi Pinggir di Conder dengan dibukanya wilayah ini. Pada dekade I990anjumlah orang Betawi di Condet yang diperkirakan tinggal 30% merupakan jumlah yang optimistis. Belajar dari pengalaman ini, pada dekade 2000an pemerintah rnengernbangkan lagi konservasi budaya di Setu Babakan. Dalam upaya ini, arsitektur vernakular baru dibangun untuk menggantikan bangunan tua, disertai dengan konservasi terhadap pertanian, seni dan makanan untuk menarik wisatawan. Di wilayah pesisir, orang Betawi Pesisir "bertemu" dengan orang Cina dan Bugis. Pertemuan ini telah menghasilkan arsitektur vernakular bergaya Cina pedesaan di wilayah Teluk Naga, Tangerang dan Bugis nelayan di wilayah Kamal Muara,Jakarta Utara. Sementara di wilayah selatan, orang Betawi Udik "berternu" dengan orang Sunda yang menghasilkan arsitektur vernakular rumah panggung di wilayah Kranggan, Bekasi. Makalah ini merupakan kajian terhadap arsitektur vernakular di lima wilayah Jakarta dan sekitarnya yang meliputi Teluk Naga, Kamal Muara, Condet, Setu Babakan, dan Kranggan. Beberapa aspek kajian antara lain adalah spasial, aksesibilitas, tampak bangunan, dan ornamen bangunan. Kata Kunci : arsitektur vernakular, Betawi,Jakarta.
Agung Wahyudi,Jurusan
Arsitektur;
Universitas
Gunadarma,JI.
Margonda
Raya 100 Depok, Telp. 021-78881112,
Fax.(021 )78881133
,
Universitas
Gunadarma,JI.
Margonda
Raya 100 Depok,Telp.
021-78881112,
Fax.(021 )78881133, emli
Universitas
Gunadarma.JI.
Margonda
Raya 100 Depok.Telp.
021-78881112,
Fax.(021 )78881133, emai
email:
[email protected] Wahyu Prakosa,Jurusan
Arsitektur,
:
[email protected]. Agus Suparman.jurusan
Arsltektur,
[email protected] Hendro
Prabowo. Jurusan Arsitektur;
email:
[email protected]
Universitas
Gunadarma.
JI. Margonda
Raya 100 Depok, Telp. 021-78881
I 12. Fax. (02 I)78881133
Agung Wahyudi , Wahyu Prakoso, Agus Suparman
, Hendro Prabowo
LORANG BETAWI 01 JAKARTA DAN SEKITARNYA Beberapa ahli yakin bahwa orang Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dariperpaduanberbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Ambon,Arab, Bali, Banda, Bugis,Bima, Bali, Buton, Flores, Jawa, Melayu, Sunda, dan Sumbawa.Antropolog Universitas Indonesia, DrYasmine Zaki Shahab MA menaksir, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraanini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castles.Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, dimana dikategorisasikan berdasarkan kelompoketnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golonganetnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi. Selain itu, hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moors, orang Jawa dan Sunda,orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambondan Banda, dan orang Melayu. Pengakuan terhadapadanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnisdan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yanglebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun1923,saat Moh. Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawimendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru padawaktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakansebuah golongan, yakni golongan orang Betawi. Beberapapengamat dan peneliti etnis Betawi yang yakin denganhipotesis Castles di atas, seperti
Tabel1. Keadaan PendudukJakarta Eurq:>eC¥1sand partEurq:>eC¥1s Chinese Marqikers Arabs Moors Javanese ~neluding Sundanesel South Sui awesi g-oups Balinese Arnbonese and Bandanese Mala,'s Slaves
Tahun 1615 dan 1815 1615
1815
2.750
2.028
2.747 5.362
11.854
-
318 119 4.139
6.339 -
981 -
611 13.278 32.068
-
4.139 7.720 82 3.155 14.249 47.227
Sumber: Caste (dalam Siswantai, XlOO)
Koentjaraningrat (1975),Amri Marzali (1983), Probonegoro (1987), Supardi Suparlan (1990), Shahab (1994), dan MonaLohanda (1996) (Siswantari, 2000). Namun ada yang tidak sependapat dengan Castles yaitu Ridwan Saidi, seorangtokoh Betawi. Menurut Saidi (dalam Siswantari, 2000) asal-usul masyarakat Betawi lebih ditekankan pada teori Bern Nothofer tentang bahasa Melayu dialek Jakarta. Bahasa tersebut berasal dari rumpun Melayu Polinesia yang titik persebarannya berasal dari Kalimantan Barat. Nothofer (dalam Siswantari, 2000) berpendapat bahwa sekitar abad X dibekas kekuasaan Tarumanegara terjadi migrasi penduduk Melayu asal Kalimantan Barat ke Jakarta, melalui Bangka danPalembang. Migran asal Melayu ini berakulturasi dengan penduduk asli yang berasal dari Jawa, lalu menghasilkan generasiyang disebut Melayu Jawa. Pada abad Xv. mereka telah memluk agama Islam dan mendapat sebutan Selam
Agung Wahyudi •Wahyu Prakoso, Agus Suparrnan , Hendro Prabowo
orang Cina yang sulit mengucapkan Islam. Orang Melayu Jawa inilah yang merupakan cikal-bakal orang Betawi. Diperjelas oleh Saidi (1994) bahwa kerajaan Hindu Tarumanegara diperkirakan berlokasi di tepi kali Citarum (kini perbatasan Jakarta dengan Karawang) yang membentang sayap kekuasaannya sampai ke kawasan Bogor (prasasti Ciaruteun) dan Marunda (prasasti Tugu di Kampung Batu 'Iurnbuh, kini Kramat Tunggak). Mereka yang kemudian .disebut sebagai orang Betawi berasal dari rakyat kerajaan Tarurnanegara. Shahab (2000) menggolongkan orang Betawi berdasarkan tempat tinggalnya terdiri dari: Betawi Tengah, Betawi Pinggi Betawi Udik, dan Betawi Pesisir. I. Betawi Tengah, mendiami wilayah sekitar Gambir; Menteng. Senen, kemayoran. Sawah Besar; dan Taman Sari. 2. Betawi Pinggir. mendiami wilayah sekitar Pasar Rebo, Pasar Minggu. Pulo Gadung.jatinegara, Kebayoran, dan Mampang Prapatan. 3. Betawi Udik, mendiami kawasan sekitar Cengkareng.Tangerang. Batu Cepero Cileduk, Ciputat, Sawangan, Cimanggis. Pondok Gede, Bekasi, Kebon [eruk, Kebayoran Lama. Cilandak, Kramat [ati, dan Cakung 4. Betawi Pesislr, mendiami wilayah sekitarTeluk Naga, Mauk.Japad.Tanjung Prick, Marunda, Kalapa, dan Kepulauan Seribu. Selanjutnya. Betawi Udik rnerniliki dua tipe: I. Mereka yang dipengaruhi kebudayaan Cina, tinggal di bagian utara dan 'barat Jakarta. serta Tangerang 2. Mereka yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Sunda, tinggal di sebelah timur dan selatan Jakarta. Bekasi serta Bogor. Dari segi dialek, mereka dikenal dengan sebutan Betawi Ora. yang memiliki ciri akhir kata yang berhuruf"a" menjadi "ah", misalnya "saya' menjadi "sayah" Penelitian ini mengambil lima wilayah yang meliputi Teluk Naga. Kamal Muara. Conder, Setu Babakan, dan Kranggan. Dengan demikian.Teluk Naga selain tergolong Betawi Pesisir terdapat pula Betawi Udik yang dipengaruhi kebudayaan Cina, yakni orang Cina Beteng di sebelah barat kampung.Arsitektur Cina Beteng .inilah yang menjadi sasaran kajian. Kamal Muara merupakan perkampungan campuran antara orang Betawi Pesisir dengan orang Bugis di Jakarta Utara. Condet dan setu Babakan adalah Betawi Udik. Sementara Kranggan adalah wilayah dimana terdapat orang Sunda dan Betawi Ora.
-...
Agung Wahyudi , Wahyu Prakoso, Agus Suparman , Hendro Prabowo
I.TELUK NAGA Orang Cina Benteng pada umumnya adalah petani dan tinggal bersama dengan orang Sunda dan Betawi di wilayahpesisir Teluk Naga. Komunitas ini berlokasi di antara dua kampung yaitu "Desa Lemo" dan "Desa Muara".' DesaLemo mayoritas penduduknya adalah Sunda dan desa Muara adalah mayoritas Betawi. Rumah orang Cina Beteng pad a umumnya adalah satu unit hunian tunggal dan berada di depan sawah/ladang.Orientasi bangunan utama pad a jalan dan saling berhadapan dengan bangunan lainnya. Pola ini serupa dengankampung di Indonesia pada umumnya. Pola spasial rumah orang Cina Beteng ini uniknya adalahterdapat halaman yang cukup luas, baik di depan maupundi belakang rumah. Pada bagian depan umumnya digunakanuntuk aktivitas pengeringan hasil pertanian dan padabagian teras digunakan aktivitas penghuni. Sementara padabagian belakang, terdapat teras bagian belakang, kandang,dan kamar mandilWC di luar. Bahanbangunan yang digunakan pad a umumnya adalah bahan-bahan lokal seperti batu bata, kayu dan bambu. Batu batadigunakan sebagai lantai teras, kayu digunakan untuk , dindingdan konstruksi atap. Rumah Orang Cina Beteng Sementara bambu digunakan sebagai dinding untuk gudang. Pada fasade bangunan,ornamen-ornamen khas Cina juga disajikan, namun warna-warna yang digunakan pada umumnya mengikuti warna bahan bangunan.
Denah Rumah Orang Cina Beteng
Agung Wahyudi , Wahyu Prakoso, Agus Suparman
, Hendro Prabowo
DAFTAR PUSTAKA Budiati,Tina [2002]. Pelestarian Budaya dan Pertanian Betawi Di Daerah Condet. Dalam Kees Grijns dan Peter J.M.Nas.Jakarta Batavia. Esai Sosio-Kultural. KITLV-Jakarta& Banana,Jakarta Hasan, Raziq, Prabowo, Hendro & Said, Mashadi. [2002]. Perubahan Bentuk dan Fungsl padaArsitekturTradisional Bugis di Kawasan Pesisir Kamal Muara, Jakarta Utara, Simposium Internasional: building research and the sustainability of the built environment in the tropic. Kerjasama Universitas Tarumagara dan Oxford Brookes University, UK. Prabowo, Hendro, Wahyudi,Agung, Suparman,Agus. & Prakoso, Wahyu. [2005]. Local Government Initiative on Setll Babakan: Modern or Vernacular Architecture? Seminar Urban Heritage. Departemen Arsitektur Universitas Trisakti,Jakarta. Prabowo, Hendro,Wahyudi,Agung, Suparman, Agus. & Prakoso, Wahyu, [2006]. Buginese Water Settlement and Their Livelihood in Jakarta Coastal Area. Prosiding Senvar ke-7:Water Friendly Architecture. Departernen Arsitektur Universitas Hasanudin, Makassar. Prabowo, Hendro. [199S].Acculturation Strategy of The Betawi in Conder, Balekambang, South Jakarta, International Congress International Council of Psychologist. International Concil ot"Psychology, Kuta Bali. Prabowo, Hendro. [I 99S]. Perubahan Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Condet Balekambang Sebagai Akibat pari Pengembangan Cagar Budaya di Kawasan Condet. Jurnal IImiah Penelitian Psikologi. I (3), IS-27. Prabowo, Hendro. [2000].Acculturation Strategies and Ethnic Identity:The Host and Guest Culture in Urban Village of Jakarta. XVI Congress of the International Association for Cross-Cultural Psychology "Unity in Diversity: Enhancing A PeacefullWorld", IACCp, Yogyakarta. Prabowo, Hensdro, Wahyudi,Agung, & Suparman,Agus. [2006].The Existence of Chinese Vernacular Settlement in Between Sundanese and Betawinese Culture inTeluk Naga,Tangerang. Seminar Vernacular Settlement, Universitas Petra Surabaya, 2-3 Maret 2006. Prinantyo,Adi. [2007]. Gagal di Conder, Setu Babakan Diincar. http://condet-betawi.blogspot.com/. Diakses 16 September 200S. Rosalina, M. Puteri. [2007]. Menjadi Asing di Rumah Sendiri. http://condet-betawi.blogspot.com/. Diakses 16 September 200S.. Said, Mashadi & Prabowo, Hendro. [2003].Acculturation of the Buginese with the Betavian at Kamal Muara North Jakarta Coastal Area. International Workshop "The Bugis Diaspora And Islamic Dissemination InThe 20th Century Malay-Indonesian Archipelago". lAIN Alaudin, Makassar. Saidi,Ridwan. [1994]. Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta. LSIP,Jakarta. Shahab,Yasmin. [2000].Aristocratic Betawi:A Challenge to outsiders' Perception. Dalam Kees Grijns dan Peter j.M. Nas.jakarta-Batava Socio-Cultural Essays.KITLVPress, Leiden. Siswantari. [2000]. Kedudukan dan Peran Belakang Betawi dalam Pemerintahan serta Masyarakat [akarta. Tesis. Program Studi IImu sejarah Bidang IImu Budaya Program Pasca Sarjana UI, Depok. Syafwandi,Waluyo, H. & Muttaqin, Z. [1996]. National Integration:A Cultural Approach. Ministry of Education and Culture,Jakarta. Papanek,Victor [1995]., The Green Imperative. Ecology and Ethics in Design and Architecture,Thames and Hudson,. pp.113-13S Yudistira, Cokorda. [2006]. Penghormatan Warga Kranggan kepada Bumi dan Langit.http://www2.kompas.com/kompascetakl0606/261teropong/2762I 5S.htm. Diakses 16 September 20