Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya Aida Russalam1 Abstrak Perjalanan yang sedemikian panjang dari Bahasa Arab telah menjadikan bahasa ini mempunyai karakter dan keistimewaan tersendiri yang berbeda, bahkan mungkin tidak dimiliki oleh bahasa-bahasa yang lain. Dengan keistimewaan itu menjadikan pembelajaran bahasa Arab juga teraplikasi dari banyak sudut pandang yang heterogen. Sebagian ada yang memandang bahasa Arab adalah bahasa agama atau bahasa Ibadah, sehingga pem belajaran bahasa Arab dimulai dengan pembelajaran membaca Al-Qur’an. Ada yang berpandangan belajar bahasa Arab adalah belajar bahasa ilmu pengetahuan Islam. pandangan ini juga tidak salah, karena memang ilmu-ilmu Islam mayoritas referensinya berbahasa Arab. Dan ada pula yang berpandangan bahwa belajar bahasa Arab adalah belajar berbahasa, pandangan ini lebih menitik beratkan pada bagaimana orang belajar bahasa Arab sebagai media komunikasi sehari-hari. Sudut pandang ini menimbulkan banyak bentuk kesulitan atau problematika dalam mempelajarinya baik dari bentuk problematika linguistic maupun problematika nonlinguistik. Mengungkap solusi dari beberapa problema ini maka diperlukan seorang guru bahasa Arab yang lebih profesional dalam menyampaikan materi atau memiliki strategi mengajar yang handal serta beberapa solusi lainnya. Keywords: Problematika, Pembelajaran Bahasa Arab, Solusi
A. Pendahuluan Belajar suatu bahasa, baik bahasa ibu atau bahasa nasional yang menjadi simbol kebangsaan, pada masa kanak-kanak merupakan proses yang mau tidak mau mesti berlangsung. Proses yang tidak dapat dihindari 1
Dosen Bahasa Arab pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yastis (Yayasan Tarbiyah Islamiyah) Padang
17
dan sebuah keniscayaan. Disebut bahasa Ibu karena bahasa ini dipakai oleh anak-anak saat ia berkomunikasi dengan ibunya ketika ia mulai belajar berbicara. Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan masyarakat yang berbahasa Arab akan menjadikan bahasa ibunya bahasa Arab. Jika anak itu dibesarkan di lingkungan yang berbahasa daerah tertentu maka anak tersebut akan menjadikan bahasa daerah tertentu itu menjadi bahasa ibunya. Bahasa nasional adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa resmi dalam negara atau bangsa tertentu. Mempelajari sebuah bahasa bukan hanya mempelajari bahasa berdasarkan kurikuler, melainkan juga harus belajar dari masyarakat sekitar (bahasa komunikasi yang berkembang) mulai dari yang terdekat, seperti ibu, bapak, nenek, adik dan teman sahabat bermain sehingga memasuki lembaga pendidikan formal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak didik Indonesia meskipun dia belum memasuki lembaga sekolah sudah memiliki pengalaman berbahasa yakni bahasa asing dan bahasa lokal (bahasa ibu). Seseorang yang mempelajari bahasa asing, seperti bahasa Arab di sekolah formal, madrasah, pesantren, akademi dan perguruan tinggi tergolong sebagai orang yang berkepandaian khusus. Setiap tahunnya, ribuan bahkan mungkin ratusan ribu orang yang bersemangat mempelajari bahasa Arab dengan motif dan tujuan yang berbeda-beda. Dari jumlah orang tersebut yang mencapai ribuan bahkan ratusan ribu yang mempunyai semangat mempelajari bahasa Arab itu yang berhasil baik yang mencapai tujuan yang diharapkannya hanya sekian persen saja (Philip, K. Hitti, 1970:43). Karena mereka yang mempelajari bahasa Arab tersebut sudah pasti memiliki pengalaman berbahasa komunikasi dengan bahasa ibu. Bahasa ibu inilah yang dipandang sebagai penghambat, meskipun sesungguhnya tidaklah demikian. Ketika seorang anak dalam proses belajarnya di sekolah harus mempelajari bahasa asing, sebenarnya dia menghadapi masalah yang sama, yaitu melalui tahap-tahap pengenalan, pendengaran dan pengucapan. Masalah-masalah atau problematika dalam sebuah pembelajaran sangatlah mungkin untuk seseorang yang sedang belajar bahasa asing seperti bahasa Arab. Masalah masalah yang dimaksud di sini adalah problematika linguistik dan problematika non linguistik.
18 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015
B. Pengertian Problematika Pembelajaran Bahasa Arab Kata Problematika berasal dari kata problem yang berarti masalah (Lukman Hakim, t.t: 295), maka problematika adalah sesuatu yang mengandung masalah (Team Pustaka Poenix, 2007:675), atau kesulitan yang dihadapi, penghalang tercapainya suatu tujuan atau hal-hal yang menimbulkan masalah yang belum bisa terpecahkan permasalahannya. Pembelajaran adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau sikap yang disebabkan oleh pengalaman. Pembelajaran adalah proses penyampaian ilmu dan pengetahuan dari seorang guru kepada murid dengan metode tertentu. Pembelajaran terdiri dari empat unsur yaitu guru, murid, materi dan metode (Muhammad ‘Ali Al Saman, 1983:12). Bahasa yaitu ungkapan yang digunakan oleh suatu bangsa untuk menyatakan maksud dan tujuan mereka (Al Husaini al Jurjani al Hanafiy, 2003:192). Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Aminuddin, 2011:28). Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Soejono Dardjowidjojo, 2003:16). Jadi problematika pembelajaran bahasa Arab adalah sesuatu yang terdapat permasalahan dalam proses pembelajaran bahasa Arab, baik permasalah itu berasal dari internal bahasa maupun dari eksternal bahasa Arab itu sendiri.
C. Karakteristik Bahasa Arab Bahasa Arab adalah suatu alat komunikasi. Sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Mu’in bahwa para ahli bahasa mengelompokkan bahasa-bahasa di dunia menjadi beberapa rumpun, Max Muller membaginya kepada tiga rumpun: yaitu Indo Eropa, Semit Hemit dan Turania. Bahasa Arab termasuk dalam rumpun bahasa Semit yang menjadi salah satu rumpun dari bahasa Semit Hemit atau dalam istilah lain Homo Semitic atau bahasa Arab Al-Hamiyah al-Samiyah. Dalam perkembangannya Bahasa Arab saat ini dapat dibedakan menjadi tiga kelompok pemakaian dan penggunaannya. 1. Bahasa Arab klasik adalah Bahasa al Quran dan bahasa yang dipakai oleh para pujangga dan penyair seperti al Mutanabby, Ibn Khaldun dan lain-lain. 2. Bahasa Arab sastra atau Bahasa Arab Resmi, adalah bahasa Aida Russalam 19
yang dipakai dalam surat kabar, radio, buku, acara-acara resmi kenegaraan, forum-forum ilmiah dan lain-lainnya. Bahasa ini hampir mirip dengan bahasa Arab klasik dan dianggap sebagai bahasa yang termasuk fusha. 3. Bahasa Arab tutur atau pergaulan (‘ammiyah) yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari orang Arab, dengan ragam dialek mereka masing-masing sesuai daerah dan lingkungan yang ditempati oleh masyarakat Arab. Perjalanan yang sedemikian panjang dari Bahasa Arab telah menjadikan bahasa ini mempunyai karakter dan keistimewaan tersendiri yang berbeda, bahkan mungkin tidak dimiliki oleh bahasa-bahasa yang lain di antaranya adalah sebagai berikut (Soejono Dardjowidjojo, 2003:16): 1. Bahasa Arab merupakan bahasa yang kaya, bisa jadi merupakan Bahasa yang terkaya di dunia bila dibandingkan dengan bahasabahasa yang ada, terutama yang berhubungan dengan persamaan kata atau sinonim (al-mufradat al-mutaradifah), contoh untuk sinonim atau padanan kata unta dalam Bahasa Arab terdapat 800 padanan kata, dan untuk kata yang bermakna anjing ada 100 padanan katanya. Bahasa Arab kaya akan sinonim (persamaan arti kata). Misal yang lain, al-Asad yang artinya singa, mempunyai sinonim yang banyak sekali. Di antaranya adalah Al-Laits, AlGhadanfar, As-Sabu’u, Ar-Ri’baal, Al-Hizbar, Adh-Dhargaam, Ad-Dhaigam, Al-Wardu, Al-Qaswar, dan lain sebagainya. Kemudian, tiap huruf dalam bahasa Arab mempunyai simbol, tanda, dan arti tersendiri. Contohnya adalah huruf ha’, dimana ia mengandung arti yang berkonotasi kepada sesuatu yang tajam dan panas, seperti Al-Hummaa (penyakit panas, demam), Al-Haraara (panas), Al-Hurr (yang bebas dan merdeka), Al-Hubb (kecintaan), Al-Hariiq (kebakaran), Al-Hiqd (kedengkian), Al-Hamiim (teman akrab), Al-Hamzhal (buah parai), Al-Hirriif (yang pedas), Al-Haraam (yang dilarang), Al-Hariir (kain sutera), Al-Hanaan (kasih sayang), Al-Haadd (yang tajam), Al-Haqq (kebenaran) dan lain-lain. Contoh lainnya adalah huruf kha’ mempunyai konotasi kepada segala sesuatu yang tidak disukai atau dihindari, seperti dalam kata; Al-Khauf (ketakutan), Al-Khizyu (kehinaan), Al-Khajal (malu), AlKhiyaanah (pengkhianatan), Al-Khalaa’ah (pencabulan), Al-Khinzir (babi), Al-Khizlaan (kekecewaan), dan lain sebagainya. 20 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 2. Adanya keberagaman cara pengambilan dan mempariasikan bentuk kata yang dikenal dengan Isytiqaq, yang dimaksud dengan isytiqaq adalah pengambilan sighot (bentuk kata) dari sighot yang lain, karena ada persamaan baik dari segi bentuk, maknanya maupun strukturnya dengan beberapa tambahan tertentu yang telah ditetapkan. Ada dua pendapat ulama mengenai isytiqoq ini, antara lain : 1) Ulama Bashrah; bahwa sumber isytiqoq adalah masdar. 2) Ulama Kufah; bahwa sumber isytiqaq adala kata kerja (fi`il). Selanjutnya, adanya sistem i’rab yaitu perubahan bunyi akhir suatu kata dalam kalimat yang disebabkan oleh perbedaan faktor (‘amil yang menyertainya, baik ’amil disebut itu jelas maupun diperkirakan dalam benak’, Perbedaaan tersebut dapat mempengaruhi makna’). Dikatakan juga bahwa ini merupakan ciri yang paling khusus hanya terdapat dalam Bahasa Arab dan tidak terdapat dalam bahasa yang lain. 3. Menjadi kekhasan Bahasa Arab yang lain adalah dikenal suatu ilmu sistem penyampaian kata-kata dalam ucapan atau kalimat yang diatur sedemikian rupa yang disebut dengan ilmu balaghah atau ilmu yang mempelajari gaya bahasa dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam bahasa Arab, khususnya Al-Qur`an, tegasnya ilmu balaghah ini merupakan ilmu kesustraan bahasa Arab. Dan tentu saja apa bila dikaji lagi secara mendalam akan masih banyak ditemui karakteristik yang lain terutama yang berkaitan dengan semantik (al-dalalah) atau sistem pemaknaan dan lain-lainnya. 4. Keelokan, kedalaman serta mutu bahasa yang tinggi. Sejak Bahasa Arab yang tertuang di dalam Al-Qur’an didengungkan hingga kini, semua pengamat baik Barat maupun orang muslim Arab menganggapnya sebagai bahasa yang memiliki standar ketinggian dan keelokan linguistik yang tertinggi, yang tiada taranya (the supreme of linguistic excellence and beauty).
D. Pentingnya Mempelajari Bahasa Arab Banyak alasan mengapa orang-orang non Arab mempelajari bahasa Arab, seperti yang disebutkan Thu’aimah, antara lain : 1. Motivasi agama, bahasa Arab adalah bahasa yang sangat penting Aida Russalam 21
2. 3.
4.
5. 6. 7. 8.
bagi kaum muslim (‘Ali al Hadid, t.t: 9), karena bahasa kitab suci kaum muslimin berbahasa Arab menjadikan bahasa Arab harus dipelajari sebagai alat untuk memahami ajaran agama yang bersumber dari kitab suci alquran. Ibnu Taimiyah berkata, “sudah maklum bahwa belajar dan mengajar bahasa Arab adalah fardhu kifayah”. Sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Khattab, “Sesungguhnya bahasa Arab itu bagian dari agama”, dan mengetahuinya adalah sebuah kewajiban. Sebab, memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits hukumnya wajib, dan hal itu tidak dapat dipahami kecuali dengan bahasa Arab. Orang non Arab akan merasa asing jika berkunjung ke jazirah Arabia yang biasanya menggunakan percakapan bahasa Arab baik ‘amiyyah maupun fushha jika tidak menguasai bahasa Arab. Banyak karya-karya para ulama klasik bahkan hingga yang berkembang dewasa ini menggunakan bahasa Arab dalam kajian-kajian tentang agama dan kehidupan keberagamaan kaum muslimin di dunia. Sehingga untuk menggali dan memahami hukum maupun ajaran-ajaran agama yang ada di buku-buku klasik maupun modern, mutlak menggunakan bahasa Arab (Rusydi Ahmad Thu’aimah dan Kamil al Naqah, 2006: 31-32). Dengan mengetahui bahasa Arab, dapat dijadikan perantara agar terhindar dari perkara syubhat dan bid’ah. As-Suyuti berkata “Sungguh aku telah mendapatkan orang-orang sebelum Syafi’i dan mereka memberi isyarat bahwa sebab terjadinya bid’ah adalah tidak mengetahui bahasa Arab”. Bahasa Arab adalah syiar Islam dan umat Islam. Kuatnya bahasa Arab adalah salah satu sebab kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Bahasa Arab adalah ikatan di kalangan kaum muslimin. Mengajarkan bahasa Arab adalah sarana untuk menyebarkan kebudayaan Islam.
E. Problematika Pembelajaran Bahasa Arab 1. Problematika Linguistik a) Tata Bunyi Sebenarnya, pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Tetapi, aspek tata bunyi sebagai dasar untuk mencapai kemahiran menyimak dan berbicara kurang mendapat perhatian dan fokus yang memadai. Ini terjadi karena 22 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 tujuan pembelajaran bahasa Arab hanya diarahkan pada satu arah, yakni agar pelajar mampu memahami bahasa tulisan yang terdapat dalam buku-buku (kitab-kitab) berbahasa Arab dan grametika terjemah, yaitu metode pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada kegiatan belajar pada penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa dan penerjemahan kata demi kata (harfiyah). Metode ilmiyah ini yang menjadi gambaran dan pengertian tentang bahasa Arab lebih bertumpu atas dasar metode ini sehingga gambaran yang muncul tidak lengkap dan utuh karena tidak mengandung tekanan bahwa bahasa pada dasarnya adalah berujar mengungkapkan sebuah ujaran. Akibat penerapan metode yang tidak holistik integratif, kemahiran menyimak dan berbicara merupakan titik kelemahan yang sangat fatal bagi pembelajaran bahasa Arab yang dilaksanakan di Indonesia. Secara jujur harus diakui bahwa di berbagai madrasah, pesantren, masjid dan bahkan rumah-rumah penduduk, pembelajaran Al-Quran diiringi oleh pengajaran tata bunyi bahasa Arab yang lazim disebut makharij al-huruf, sebuah istilah yang biasa dikenal dalam ilmu tajwid. Akan tetapi ilmu tajwid hanya menitikberatkan perhatiannya pada kepentingan kemahiran membaca Al-Quran, bukan untuk tujuan kemahiran perkembangan bahasa Arab. Padahal, tidak semua aturan tata bunyi dalam tajwid Al-Quran diberlakukan sama bagi penggunaan bahasa Arab (Departemen Agama, 1972:78). Akibat dari kurangnya perhatian terhadap pembelajaran bahasa Arab dengan bunyi atau suara banyak melakukan kesalahan dalam menulis ketika pelajaran didiktekan, baik pelajaran bahasa Arab atau pelajaran-pelajaran lain yang bersangkut-paut dengan bahasa Arab. b) Kosakata Saat ini sudah banyak kata dan istilah Arab yang diserap dan dimasukkan ke dalam kosakata bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Sebenarnya, semakin banyak kata-kata yang berasal dari kata-kata Arab yang kemudian menjadi perbendaharaan kata bahasa Indonnesia (bahasa ibu atau bahasa nasional Indonesia) (Mario Pei, 1971:31), semakin mudah untuk membina kosakata dan pengertiannya, serta melekatkannya ke dalam ingatan seseorang. Serapan istilah baru dan kosa kata baru sangat menguntungkan orang-orang yang mempelajari Aida Russalam 23
bahasa Arab di Indonesia dari pada di Amerika, Inggris dan negaranegara lainnya karena di Indonesia pelajar lebih cepat dan lebih banyak menghimpun perbendaharan kosakata baru. Langkah ini dapat dijadikan dasar bagi pengadaan seleksi kosakata baru dan pengaturan urutan penyajian materi-materi bahasa Arab. Selain keuntungan, perpindahan dan penyerapan kata-kata dari bahasa asing ke dalam bahasa pelajar juga ada kerugiannya, antara lain: 1) Terjadinya Pergeseran Arti. Seperti kata “kasidah” yang berasal dari kata qasidah. Kasidah dalam bahasa Arab mempunyai arti sekumpulan bait syair yang mempunyai wazan qafiyah. Dalam bahasa Indonesia, kasidah memiliki arti hanya lagu-lagu Arab atau irama padang pasir dengan kata-katanya yang puitis (berbentuk syair). 2) Lafadnya Berubah dari Bunyi Aslinya tapi Artinya Tetap. Contoh kata “berkat” dalam bahasa Indonesia, sedangkan bahasa Arab melafadkan barakah dan contoh lain adalah kata “kabar” dalam bahasa Indonesia, “khabar” dalam bahasa Arab. 3) Lafadnya Tetap tapi Maknanya Berbeda. Seperti kata “kalimat”, dalam bahasa Indonesia diartikan susunan kata-kata (jumlah), sedangkan dalam bahasa Arab mengartikannya sebagai kata-kata. Berkaitan dengan problematika kosakata tersebut perlu diketahui bahwa banyak segi-segi sharaf (morfologi) dalam bahasa Arab yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, semisal konjungsi (tashrif). c) Tata kalimat Dalam membaca teks bahasa Arab, para pelajar harus memahami artinya terlebih dahulu. Dengan begitu mereka akan bisa membacanya dengan benar. Hal ini tidak lepas dari pengetahuan tentang ilmu nahwu dalam bahasa Arab yakni untuk memberikan pemahaman bagaimana cara membaca yang benar sesuai kaidah-kaidah bahasa Arab yang berlaku. Sebenarnya ilmu nahwu tidak hanya berkaitan dengan I’rab dan bina, melainkan juga penyusunan kalimat, sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal-hal selain I’rab dan bina 24 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 seperti almuthabaqah (kesesuaian) dan almauqi’iyyah (tata urut kata). Kesesuaian seperti kesesuaian mubtada’ dan khabar, sifat dan maushuf, persesuaian dari segi jenis kelamin yakni mudzakar dan muannats, persesuaian dari segi jumlah yakni mufrad, mutsanna, dan jama’, dan segi ma’rifah dan nakirah. Adapun contohnya sebagai berikut :
التلميذ حاضر
: tunggal laki-laki
التلميذان حاضران
: dua laki-laki
التالميذ حاضرون
: jamak laki-laki
التلميذة حاضرة
: tunggal perempuan
التلميذتان حاضرتان
: dua perempuan
التلميذات حاضرات
: jamak perempuan
Contoh shifat (sifat) dan maushuf (yang disifati) :
”صغير ٌ “قلم ٌ هذا ”أشتري “قلما صغيرا ”اكتب الدرس بـ”قلم صغير الصغير” هناك “القلم ُ ”الصغير “القلم أشتري َ َ Sedangkan almauqi’iyyah seperti fi’il (kata kerja) harus terletak di depan atau mendahului fa’il (pelaku pekerjaan) dan khabar (prediket) haruslah terletak sesudah mubtada’ (subyek) kecuali apabila khabar itu zharaf (keterangan waktu/tempat) atau jar dan majrur, maka boleh mendahului mubtada’. Jadi tata kalimat bahasa Arab memang tidak mudah dipahami oleh pelajar bahasa non Arab, seperti yang ada di Indonesia, meskipun ia sudah menguasai gramatika bahasa Indonesia, ia tidak akan menemukan perbandingannya dalam bahasa Indonesia. Karena itu guru bahasa Arab harus menaruh dan memberi perhatian yang lebih banyak agar mereka dapat dengan mudah Aida Russalam 25
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pelajar ketika mempelajari bahasa Arab. d) Tulisan Tulisan bahasa Arab sangat berbeda dengan tulisan latin. Karena itu, tidak mengherankan jika duduk diperguruan tinggi seorang mahasiswa masih juga membuat kesalahan dalam penulisan Arab, baik tulisan mengenai pelajaran bahasa maupun ayat-ayat Al-Quran dan hadits, termasuk buku catatan dan karangan ilmiah. Sebenarnya pemahaman menulis Arab sesuai dengan kaidah imla’ harus sudah mulai diperkenalkan sejak usia dini, diajarkan pada tingkat dasar dan menengah serta dikuasai di tingkat atas. Tapi, fakta telah menunjukkan bahwa kesalahan penulisan huruf masih terbawa ke tingkat perguruan tinggi. Untuk mengubah kebiasaan yang salah sehingga mahasiswa mampu menulis tulisan Arab sangat berat, meskipun tidak dikatakan mustahil. Tulisan Arab yang berbeda sama sekali dengan tulisan latin, juga menjadi kendala tersendiri bagi pelajar bahasa Arab non Arab, khususnya di Indonesia. Tulisan latin di mulai dari kanan ke kiri, sedangkan tulisan Arab dimulai dari kiri ke kanan. Huruf latin hanya memiliki dua bentuk, yaitu huruf kapital dan huruf kecil, sedangkan huruf Arab mempunyai berbagai bentuk, yaitu bentuk berdiri sendiri, awal, tengah, dan akhir. Misalnya huruf ‘ain ( ) عbentuk berdiri sendirinya ع, bentuk awalnya ـــع., bentuk tengahnya ــعــ, dan bentuk akhirnya ع/ ع ـــــــ. Dengan sejumlah perbedaan tulisan yang ada antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia atau latin ini maka bagi para pelajar Indonesia tidak mudah menulis huruf-huruf Arab apalagi menuangkannya dalam karangan yang panjang dan memiliki nilai keindahan, kecuali para pelajar yang telah melalui proses belajar yang panjang dan teratur (Acep Hermawan, 2011:103- 105). 2. Problematika Non-Linguistik Di samping persoalan linguistik yang dihadapi oleh pelajar non Arab, persoalan non linguistik juga menjadi kendala keberhasilan pembelajaran yakni kondisi sosio-kultural bangsa arab dengan non Arab, dan pertimbangan bahan ajar. a) Faktor Sosio-Kultural 26 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 Problem yang mungkin muncul adalah bahwa ungkapanungkapan, istilah-istilah dan nama-nama benda yang tidak terapat dalam bahasa Indonesia tidak mudah dan tidak cepat dipahami oleh pelajar Inonesia yang sama sekali belum mengenal social dan budaya bangsa Arab. Contoh ungkapan :
الزبَا ُّ الس ْي ُل َّ �بَلَ َغ
Terjemah harfiahnya adalah “air bah telah mencapai tempat tinggi”, namun bukan itu yang dimaksud. Yang dimaksud adalah “sesuatu yang terlanjur tidak mungkin dapat diulang kembali”. Ungkapan seperti ini dapat dimaknai dalam bahasa Indonesia dengan istilah “nasi telah menjadi bubur”. Contoh lain peribahasa:
الرَماء تُ ْمالَءُ الْ َكنَائِن ِّ �قَْب َل
Terjemahan harfiahnya adalah “sebelum memanah penuhi dulu tempat anak panah”. Peribahasa ini dalam bahasa Indonesia sama maknanya dengan pribahasa “sedia payung sebelum hujan”. Peribahasa tersebut berkaitan dengan latar belakang sosio-kultural orang Arab dahulu adalah sering mengadakan perang, maka mereka mengatakan peribahasa seperti itu. Sedangkan bangsa kita sering mengalami musim hujan, maka kita menggunakan peribahasa itu (Acep Hermawan, 2011:105106). Implikasinya perlu diusahakan penyusunan materi pelajaran bahasa Arab yang mengandung hal-hal yang dapat memberikan gambaran sekitar sosiokultural bangsa Arab. Tentu saja materi tersebut harus berhubungan dengan praktek penggunaan bahasa Arab. Persoalan ini dipandang sangat penting karena wawasan dan pengetahuan sekitar sosiokultural jazirah Arab dapat mempercepat pemahaman pelajar bahasa Arab tentang makna dan pengertian berbagai ungkapan, istilah, dan nama-nama benda yang khas bagi bangsa Arab. Pengetahuan tersebut juga dapat membantu para pelajar bahasa Arab untuk menggunakan berbagai ungkapan, istilah, Aida Russalam 27
dan nama benda di atas dalam situasi yang tepat. b) Faktor Buku Ajar Penggunaan buku ajar dalam pembelajaran juga menjadi sesuatu yang urgen, karena peranannya di samping guru hingga saat ini masih menjadi instrument yang cukup menentukan keberhasilan pebelajaran. Buku ajar yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip penyajian materi bahasa Arab sebagai bahasa asing akan menjadi problem tersendiri dalam pencapaian tujuan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain seleksi, gradasi, dan korelasi. Seleksi maksudnya adalah bahwa buku ajar harus menunjukkan pemilihan materi yang memang diperlukan oleh pelajar di tingkat tertentu atau diprioritaskan untuk tingkat satuan pendidikan tertentu. Oleh sebab itu buku ajar yang baik adalah buku yang didasarkan pada kurikulum yang jelas, misalnya KTSP. Gradasi maksudnya adalah berjenjang, yaitu berjenjang dalam penyajian, mulai dari materi yang mudah sampai ke materi yang susah. Sedangkan korelasi maksudnya adalah bahwa setiap unit yang disajikan harus memiliki kaitan yang saling menguatkan menjadi paduan yang utuh. Pemberian gambaran sosio-kultural Arab dalam buku ajar perlu dilakukan karena dengan pemahaman aspek ini akan membantu para pelajar memahami penggunaan ungkapan , kalimat, kata, atau nama-nama benda yang memang berkaitan dengan sosi-kultural pemilik bahasa ini. Namun tidak berarti bahwa penyjian materi harus sama dengan sosio-kultural bangsa Arab. Karena pada hakikatnya buku bahasa Arab yang baik bagi pelajar Indonesia adalah yang system penyajiannya sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Buku-buku ajar yang banyak digunakan di Indonesia sebagian ditulis oleh orang Indonesia dan sebagian lagi ditulis oleh orang Arab asli. Sejumlah bahan ajar yang ditulis oleh para pakar bahasa Arab Indonesia adalah antara lain (Acep Hermawan, 2011: 107): 1) Durus al lughah al ‘arabiyah, karya Mahmud yunus, 28 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 terbitan hidakarya, Jakarta, cetakan 28 tahun 1980. 2) Al ‘arabiyyah di al namadzij, karya A.R. Partosentoso, dkk, terbitan bulan bintang Jakarta, cetakan I tahun 1976 dan cetakan terbaru tahun 2007. 3) Al ‘arabiyyah li thullab al-jami’ah, karya chatibul umam dkk. Terbitan darul ulum press Jakarta, cetakan I tahun 2003 dan cetakan terbaru tahun 2004. 4) Pelajaran bahasa Arab untuk madrasah aliyah, karya H.D. Hidayat, terbitan toha putra Semarang, mulai 1984 hingga cetakan terakhir 2007. Dan masih banyak buku yang lain. Sedangkan bahan ajar yang masuk dan diajarkan di Indonesia yang ditulis langsung oleh orang arab sendiri, antara lain : 1) Al ‘arabiyyah li al nasyi’in (1983) ditulis oleh Muhammad Ismail Shini diterbitkan atas kerja sama menteri pendidikan kerajaan arab Saudi dengan Universitas Riyadh. 2) Linguaphone (1991) oleh Fuad H. Majally dan diterbitkan oleh linguaphone institute limited London. 3) Al ‘arabiyyah baina yadaik (2003) oleh Abd Rahman bin Ibrahim al Fauzan dkk. Yang diterbitkan oleh al mu’assasat al waqaf al islami Riyadh. 4) Silsilah al’arabiyyah lighair al nathiqin biha, disunting oleh ‘Abd Allah Ibn Hamid al Hamid dan team yang diterbitkan oleh Jami’ah al Imam Muhammah Ibn al Su’ud al Islamiyyah Riyadh tahun 1414 H/1994 M. 5) Tareq (diakses dari halalco.com, tanggal 15 januari 2010). Selain bahan ajar bahasa Arab di atas, masih banyak lagi bahan ajar bahasa Arab yang lain yang masuk dan tersebar di Indonesia, namun paling tidak bahan-bahan ajar di atas merupakan bahan ajar yang banyak digunakan baik di sejumlah pondok pesantren dan perguruan tinggi di Indonesia. Aida Russalam 29
c) Faktor Lingkungan Sosial Belajar bahasa yang efektif adalah membawa pelajar ke dalam lingkungan bahasa yang dipelajari. Dengan lingkungan tersebut setiap pelajar akan “dipaksa” untuk menggunakan bahasa tersebut, sehingga perkembangan penggunaan bahasa yang dipelajarinya relative lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang tidak ada lingkungan bahasa. Hal ini karena lingkungan akan membuatnya terbiasa menggunakan suatu bahasa secara terus-menerus untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam hatinya. Fakta menunjukkan bahwa faktor lingkungan pergaulan umumnya menjadi masalah tersendiri dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. Pelajar bahasa Arab yang ada di daerah tertentu, cenderung menggunakan bahasa pergaulan yang ada di daerah itu. Kondisi ini akan menjadi transfer negative dalam belajar bahasa Arab, sebab antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia jelas berbeda, setidaknya pada sisi struktur. Beberapa lingkungan sosial yang memiliki intensitas pengaruh yang tinggi dalam belajar bahasa antara lain orang yang tinggal bersama tetangga, teman bekerja, teman belajar, teman seagama, media massa seperti : radio, televise, telepon, buku, majalah, koran, dan sebagainya. Menciptakan lingkungan bahasa dalam hal ini akan menjadi langkah tepat dalam pembelajaran bahasa Arab, setidaknya pada proses belajar mengajar di kelas (Acep Hermawan, 2011:110). Tidak ada tawaran yang lebih baik bagi sekolah kepada masyarakat kecuali partisipasi sekolah di dalam kegiatankegiatan masyarakat. Guru seharusnya melibatkan masyarakat dalam fungsi-fungsi sekolah. Oleh karena itu, arus dua arah harus diciptakan antara sekolah dengan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu hubungan timbal balik harus dilaksanakan dengan baik. Umumnya sekolah yang harus mengambil inisiatif dengan kegiatan prakarsa. Mengirimkan undangan formal untuk fungsi-fungsi sekolah tertentu kepada orangorang penting dalam masyarakat adalah salah satu cara agar harapan ini dapat terwujud. Situasi dengan penuh keakraban 30 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 antara sekolah dan masyarakat memungkinkan guru dengan bebas melakukan survei terhadap berbagai aktivitas yang dapat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan pembelajaran (D.N. Adjai Robinson, 1988:132). d) Faktor Siswa Karena faktor dari siswanya sendiri yang tidak punya motivasi yang kuat dan cara pandang mereka terhadap bahasa Arab yang dianggap sulit. Adapun solusinya adalah memberi motivasi kepada siswa agar siswa bisa bersemangat dalam belajar, seperti mewujudkan motivasi instrumental dan integratif. Motivasi instrumental adalah keinginan untuk memiliki kecapakan berbahasa Arab karena alasan faedah atau manfaat, seperti supaya mudah dapat pekerjaan, penghargaan sosial atau memperoleh keuntungan ekonomi lainnya. Motivasi integratif adalah adanya keinginan untuk memperoleh kecakapan bahasa asing supaya dapat berintegrasi dengan masyarakat pemakai bahasa Arab. Menghilangkan image bahasa Arab yang sulit agar tercipta motivasi dan semangat yang menggebu-gebu sehingga tujuan akhir dari mempejari bahasa Arab dapat tercapai, yang mana tujuan akhirnya adalah agar dapat menggunakan bahasa Arab baik lisan maupun tulisan dengan tepat, fasih, dan bebas untuk berkomunikasi dengan orang yang menggunakan bahasa Arab, dengan kata lain empat kemahiran telah dicapai, yaitu kemahiran menyimak atau istima’, kemahiran bercakap-cakap atau muhadatsah, kemahiran membaca atau qiro’ah, dan kemahiran menulis atau kitabah. e) Metode Ketidaktepatan dalam memilih metode atau metode yang ditawarkan tidak menarik sehingga menyebabkan siswa tidak bersemangat di dalam belajar. Solusi yang bisa dilakukan seorang guru adalah memilih metode yang tepat dalam proses pengajaran bahasa Arab, seperti menerapkan metode inovatif dalam pengajaran. Metode inovatif adalah metode yang membawa paham-paham baru, metode inovatif ini di antaranya: Aida Russalam 31
1) Suggestopedia Suggestopia sebagai aplikasi dari Suggestology, yaitu suatu penerapan dari sugesti kedalam ilmu mendidik. Metode ini dimaksudkan untuk membasmi suggesti dan pengaruh negatif yang tak disadari bersemai pada diri anak didik dan untuk memberantas perasaan takut yang menurut para ahli sangat menghambat proses belajar, seperti perasaan tidak mampu, perasaan takut salah, serta ketakutan akan sesuatu yang baru dan belum familiar. Metode ini mengandung enam unsur, yaitu: a) Authory, yaitu adanya semacam kepercayaan, guru dapat dipercaya kemampuannya, dari seorang guru membuat murid yakin dan percaya pada dirinya sendiri dan kalau hal itu tercipta maka rasa aman akan terpenuhi, dan kalau rasa aman terpenuhi, maka murid akan terpancing untuk berani berkomunikasi. b) Infantilasi, yaitu murid seakan-akan seperti anak kecil yang menerima authory dari guru, metode ini akan mengurangi rasa tertekan sehingga murid dapat belajar secara ilmiah, dan ilmu akan masuk tanpa disadari seperti apa yang dialami oleh anak kecil. c) Dual komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan non verbal yang berupa rangsangan semangat dari keadaan ruangan dan dari kepribadian seorang guru. d) Intonasi, guru menyajikan materi pelajaran dengan tiga intonasi berlainan, dari intonasi mirip orang berbisik dengan suara tenang dan lembut, intonasi yang normal biasa-biasa sampai kepada nada suara keras dramatis. e) Rhythm, yaitu pelajaran membaca dilakukan dengan irama, berhenti sejenak diantara kata-kata dan rasa yang disesuaikan dengan nafas dalam. f) Keadaan pseuda-passive. Pada unsur ini keadaan murid betul-betul rileks tetapi tidak tidur sambil mendengar irama music, pada saat-saat rileks inilah terjadi apa yang disebut “hypermnesia ” dimana daya ingat menjadi kuat. g) Counseling Learning Method (CLM) Adanya counseling diharapkan timbulnya minat murid untuk memperoleh pandangan-pandangan baru dan munculnya kesadaran pribadi yang dapat memberikan stimulasi terhadap perkembangannya, 32 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 dalam istilah ini murid disebut “client” dan guru disebut “counselor”. Tingkatan belajarnya adalah: a) Embryo stage, yaitu client bergantung penuh pada counselor. b) Self-assertion stage, yaitu client mulai mempunyai keberanian berbicara karena beberapa kata dan prasa mulai tersimpan di otak. c) Separate existence stage, yaitu timbul rasa ketidaktergantungan murid dengan sedikit kesalahan yang dibuatnya dimana langsung diperbaiki oleh counselor. d) Reversal stage, yaitu kebutuhan murid pada counselor hanya berupa idioms dan beberapa ekspresi serta tata bahasa yang pelik. e) Independent stage, yaitu ketidaktergantungan murid secara total dan ia bebas berkomunikasi dalam bahasa asing. 2) The Silent Way Metode ini dianggap cukup unik karena bukan hanya guru yang diminta diam 90 % dari alokasi waktu yang dipakai tetapi ada juga saat-saat tertentu dimana murid tidak diam tidak membaca, tidak menghayal, tidak juga menonton video tetapi mereka berkonsentrasi pada bahasa Arab yang baru saja didengar. Prinsip yang dipegang dalam metode ini adalah adanya respek terhadap kemampuan murid untuk mengerjakan masalah-masalah bahasa serta kemampuan untuk mengingat informasi tanpa adanya verbalisasi dan bantuan minimalpun dari guru. Siswa dibiarkan saja dahulu bersalah dalam berbahasa karena salah satu letak ketidaksempurnaan dari kebanyakan pengajaran adalah adanya tuntutan/paksaan untuk memperoleh kesempurnaan seketika. Inti dari The Silent Way ada tiga, yaitu: a) wach (perhatikan) b) give only what is needed (beri/ajarkan apa yang dibutuhkan saja) c) wait! (tunggu).
F. Kurikulum Tidak terlaksananya kurikulum dengan baik di sekolah. Melaksanakan kurikulum yang telah ditetapkan dengan baik, seperti melaksanakan kurikum formal, yang meliputi: 1. Tujuan pengajaran baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Aida Russalam 33
Tujuan pengajaran bahasa Arab sebagaimana tercantum dalam kurikulum ialah mendidik manusia Indonesia agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Tujuan khusus pengajaran bahasa Arab agar siswa memilki pengetahuan dan kecakapan berbahasa Arab dan mampu menggunakannya sebagai alat komunikasi. 2. Bahan pelajaran yang tersusun secara sistematis, yang akan disajikan kepada para siswa yang harus terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan alokasi waktu dalam kurikulum bahasa Arab. 3. Strategi belajar-mengajar dengan berbagai macam kegiatannya yang dalam kurikulum bahasa Arab telah ditentukan berbagai metode, sumber / sarana maupun waktu sebagai petunjuk kepada para guru dalam mengajar. 4. Sistem evaluasi untuk mengetahui sampai mana tujuan pengajaran telah tercapai. Seringkali guru memberikan pelajaran bahasa Arab bisa menepati waktu yang telah ditargetkan kurikulum tetapi setelah diadakan penilaian ternyata belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh guru. Sistem penilaian bisa dilakukan dengan tanya jawab atau pemberian tugas dan sebagainya.
G. Media dan Sarana Prasarana Keterbatasan media yang ada atau keterbatasan sekolah dalam menyediakan media pembelajaran. Adapun solusinya adalah menyediakan media pembelajaran yang memadai, karena penggunaan media dalam pembelajaran sangat penting sekali, karena media dapat menarik minat siswa, meningkatkan pengertian siswa, memberikan data yang kuat/ terpercaya, memadatkan informasi, dan memudahkan penafsiran data, dengan menggunakan media dapat mempermudah dan mengefektifitkan proses pembelajaran dan bisa membuat proses pembelajaran lebih menarik. 1. Guru Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi professional akan menerapkan “learning by doing” (pembelajaran dengan melakukan) untuk menggantikan 34 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015 cara mengajar di mana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan (Umi Machmudah & Abdul Wahab Risyidi, 2008:12). Oleh sebab itu guru bahasa Arab yang baik adalah mereka yang senantiasa mengajak para pelajar untuk menggunakan bahasa Arab ketika ia memberikan materi. Namun keahlian guru juga kadangkadang menjadi masalah tersendiri. Tidak jarang dijumpai guru bidang studi bahasa Arab diajarkan oleh yang bukan ahlinya, sehingga proses pembelajarannya pun berlangsung seadanya. Sebabnya memang beragam, terutama karena kurangnya tenaga pengajar yang ahli di bidang ini. Sebagai solusinya, guru bahasa Arab harus selalu meningkatkan kualitas keahliannya dengan banyak mengikuti pelatihan, seminar, diskusi, atau setidaknya banyak membaca bukubuku pendidikan kebahasaaraban. Guru perlu menekankan bahwa bahasa merupakan sarana berpikir. Keterampilan berbahasa siswa menjadi tolak ukur kemampuan berpikir siswa. Kreativitas siswa dalam berbahasa perlu diperhatikan oleh guru yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Pembelajaran bahasa Arab harus menyenangkan siswa, oleh karena itu minat, keingintahuan, dan gairah siswa perlu mendapatkan perhatian. Guru tidak perlu monoton dan tidak boleh kehabisan teknik pembelajaran bahasa Arab. Guru harus lebih dahulu memperhatikan apa yang diucapkan siswa sebelum memperhatikan bagaimana siswa mengungkapkan. 2. Waktu Belajar Dari segi waktu belajar bahasa Arab untuk siswa di sekolah relatif sangat sedikit, ada yang belajar cuma dua jam pelajaran setiap minggu, terkadang ada yang empat jam setiap minggunya. Dari segi waktu yang sangat sedikit rasanya sangat jauh harapan kita untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari pembelajaran bahasa Arab ini. Apalagi ini bahasa asing yang sangat komplet yang harus kita pelajari. Seharusnya waktu yang disediakan haruslah lebih banyak dari waktu yang tersedia sekarang sehingga pembelajaran bisa lebih maksimal dan hasil yang diharapkan bisa tercapai. 3. Sosial Politik Bahasa Arab sampai saat ini nampak belum didayagunakan secara optimal, ia baru dimanfaatkan dalam rangka pengiriman TKI Aida Russalam 35
ke berbagai Negara di Timur Tengah. Padahal dengan politik dan diplomasi yang menyeluruh, bahasa Arab dapat dipergunakan untuk membuka peluang-peluang baru yang lebih menguntungkan dalam bentuk kerja sama di bidang-bidang yang lebih strategis, seperti ekonomi dan pendidikan. Meski sebenarnya pendayagunaan bahasa Arab di bidang pendidikan sudah mulai mengalami perkembangan yang cukup berarti di Negara-negara Timur Tengah dan sebagian Afrika dengan menjamurnya kamus-kamus atau ensiklopedi berbahasa Arab dalam berbagai disiplin ilmu, namun sangat disayangkan karena kurangnya jalinan kerja sama di bidang tersebut, maka masyarakat Indonesia sendiri kurang begitu mengenal atau mendapat informasi mengenai hasil usaha tersebut. Kamus-kamus atau ensiklopedia itu kurang bahkan belum memasyarakat di kalangan mayoritas bangsa Indonesia sendiri (Radliyah Zaenuddin, 2005:26).
H. Penutup 1. Kesimpulan Problematika pembelajaran bahasa Arab adalah suatu kesulitan atau masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran bahasa Arab. Problematika di sini terbagi dua, pertama problematika linguistic dan kedua problematika non-linguistik. Adapun problematika linguistic adalah masalah yang berkaitan langsung dengan bahasa itu sendiri, antara lain tata bunyi, kosa kata, tata kalimat, dan tulisan. Sedangkan problematika non-linguistik adalah kesulitan yang dihadapi dalam proses pembelajaran bahasa Arab dari segi ekstrinsik bahasa, yaitu faktor sosial-kultural, buku ajar, lingkungan sosial, siswa, metode, kurikulum, media dan sarana prasara, guru, waktu belajar, dan faktor sosial politik. 2. Saran Demikianlah makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi pembaca. Pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
36 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya
Volume VI Nomor 1, Maret 2015
Referensi ‘Ali al Hadid, Musykilah Ta’lim al Lughah al ‘Arabiyyah Li Ghair al ‘Arab, Kairo : Dar al Katib al ‘Arabiy lil Thaba’ati wa Al Nasyr, T.T. Acep Hermawan, Metode Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011 Al Husaini al Jurjani al Hanafiy, al Ta’rifat, Beirut, Lebanon : Dar al Kutub al ‘Alamiyah, 2003 Aminuddin, Semantik, Pengantar Studi Tentang Makna, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011 D.N. Adjai Robinson, Asas-Asas Praktik Mengajar, Jakarta : Bhratara, 1988 Departemen Agama. Workshop Bahasa Arab dan Ilmu Tafsir, Bogor: Tugu, 1972 Lukman Hakim, Kamus Ilmiah Istilah Popular, Surabaya : Terbit Terang,t.t. Mario Pei, Kisah daripada Bahasa (terjemahan dari Nugroho Notosusanto). Jakarta: Bharata, 1971 Muhammad ‘Ali Al Saman, Al Taujih Fi Tadris al Lughah al ‘Arabiyyah, Kairo : Dar al Ma’arif, 1983 Philip, K. Hitti, Dunia Arab (terjemahan U. Hutugalung dan O.D.P Sihombing), Bandung: Sumur Bandung, 1970 Radliyah Zaenuddin, dkk, Metodologi & Stategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta : Pustaka Rihlah Group, 2005 Rusydi Ahmad Thu’aimah wa Kamil al Naqah, Ta’lim Al Lughah Ittishaliyyan baina al Manahij wa al Istiratijiyyat, Rabath : Mansyurar Al Munazzamah Al Islamiyyah Li Tarbiyah Wa Al ‘Ulum Wa Al Tsaqafiyah, Isisco, 1427 H / 2006 M Soejono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003 Team Pustaka Poenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pustaka Poenix, 2007 Umi Machmudah & Abdul Wahab Risyidi, ACTIVE LERNING, Yogyakarta : UIN Malang Press, 2008
Aida Russalam 37