PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal. 01- 05
ISSN : 2337-8204
Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy1), Muh. Ishak Jumarang1), dan Andi Ihwan1)
1Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia Email :
[email protected] Abstrak Telah dilakukan kajian tentang pengaruh El Nino and Southern Oscillation (ENSO) dan Dipole Mode (DM) terhadap elevasi muka air laut di Selat Karimata. Penentuan ENSO menggunakan data Southern Oscillation Index (SOI) dari tahun 1980 s.d 2010 sedangkan untuk DM menggunakan data Dipole Mode Indeks (DMI) dari tahun 1980 s.d 2009. Data prediksi pasang surut diperoleh dengan menggunakan ORITIDE. Selanjutnya membandingkan elevasi rata-rata muka air laut pada kondisi El Nino dan Dipole Mode positif dengan kondisi Normal. Hasil penelitian menunjukkan pada kejadian ENSO elevasi muka air laut tertinggi terjadi pada kejadian El Nino tahun 1997 bulan September sebesar 1,224 × 10 2 meter . Pada kondisi Dipole Mode elevasi rata-rata muka air laut tertinggi terjadi pada kondisi Dipole Mode positif tahun 1998 bulan Maret sebesar 1,711 × 10 2 meter. Pengaruh El Nino dan DM (+) tidak signifikan terhadap perubahan elevasi muka air laut di Selat Karimata, ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) pada kejadian El Nino berkisar pada 0,07 s.d 0,29, sedangkan nilai koefisien korelasi (r) pada kejadian DM (+) bekisar 0,46 s.d 0,59. Kata kunci :Selat Karimata, ENSO, Dipole Mode, elevasi muka air laut 1. Pendahuluan Perubahan iklim global yang terjadi saat ini sebagai implikasi dari pemanasan global yang mengakibatkan ketidakstabilan atmosfir di lapisan bawah yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global yang terjadi dapat berdampak pada kenaikan suhu pada permukaan bumi dan mengakibatkan pencairan gletser yang mempengaruhi terjadinya peningkatan elevasi permukaan air laut. Gejala penyimpangan iklim, yang dikenal dengan El Nino dan La Nina terjadi di Samudra Pasifik tepatnya berada di Pasifik Barat dan Pasifik Timur. Fenomena El Nino secara umum akan menyebabkan curah hujan di wilayah Indonesia berkurang. Sedangkan pada fenomena La Nina menyebabkan meningkatnya curah hujan. Begitu juga pada fenomena Dipole Mode yang mirip dengan fenomena ENSO yang terjadi karena penyimpangan suhu permukaan laut di Samudra Hindia. Fenomena tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan iklim yang tidak menentu yang dapat berdampak pada perekonomian di wilayah-wilayah yang terkena dampak dari kejadian ENSO maupun Dipole Mode. Gejala kejadian fenomena ini tidak mudah terdeteksi secara dini karena fenomena alam tersebut merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan berbagai faktor alam. Studi ini bertujuan untuk mengetahui elevasi muka air laut di Selat Karimata pada tahun kejadian El
Nino dan DM (+). Manfaat dari hasil penelitian sebagai informasi kegiatan di pelabuhan, transformasi laut dan pembangunan dari daerah pesisir pantai tentang elevasi yang terjadi pada saat kejadian El Nino dan DM (+) di Selat Karimata. 2. Landasan Teori Pasang surut adalah proses naik turunnya muka air laut yang dibangkitkan adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air laut di bumi (Hutabarat, 1985). Pasang surut dibeberapa lokasi berbeda karena dipengaruhi oleh tofografi dasar laut, lebar selat dan bentuk teluk. Pasang surut di berbagai daerah perairan Indonesia dibedakan dalam empat tipe yaitu (Wyrtki, 1961): a. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) b. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tideprevailing semi diurnal) d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tideprevailing diurnal) ENSO merupakan anomali iklim yang terjadi di Samudra Pasifik. Gejala kejadian El Nino adalah meningkatnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik Ekuator bagia Timur dan
1
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal. 01- 05 Tengah secara berkala dengan selang waktu tertentu dan terjadi dan meningkatnya perbedaan tekanan udara antara Darwin dan Tahiti. Gejala Kejadian La Nina dicirikan mendinginnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian Timur dan Tengah, sehingga tekanan udara yang ada disekitar daerah Ekuator Pasifik menyebabkan pembentukan awan yang menimbulkan hujan yang lebat di daerah sekitarnya (Philander, 1990). Dipole Mode merupakan suatu fenomena terjadinya penyimpangan suhu permukaan air laut di Samudra Hindia khususnya di sebelah selatan Hindia yang diiringi dengan menurunnya suhu permukaan di perairan Indonesia di wilayah pantai Barat Sumatera. DM (+) terjadi saat pantai Barat Sumatera bertekanan tinggi, sedangkan di bagian Timur pantai Benua Afrika bertekanan rendah sehingga terjadi aliran udara dari bagian Barat Sumatera ke bagian Timur Afrika yang mengakibatkan pembentukkan awan-awan konvektif di wilayah Afrika dan menghasilkan curah hujan di atas normal. Kejadian DM (-) di wilayah Barat Sumatera mengalami peningkatan curah hujan dan wilayah Timur Afrika mengalami kekeringan. Hal ini terjadi akibat tingginya tekanan di wilayah Afrika bagian Timur dan tekanan rendah di bagian Barat Indonesia (Saji, dkk, 1999). ORITIDE – (Ocean Research Instute Tide Model) adalah perangkat lunak atau software yang dapat digunakan untuk memprediksi ketinggian pasang surut di permukaan bumi. Software ini dikembangkan oleh Ocean Research Instute, University of Tokyo yang bekerja sama dengan National Astpronomical Observatory. Software ini menggunakan komponen utama pada pasang surut yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1 dan Q1 dalam menghitung prediksi ketinggian pasang surut di suatu titik (Matsumoto, dkk, 1995). 3. Metodologi Metode penelitian meliputi studi literatur pengumpulan data SOI pada tahun 1980 s.d 2010 yang diperoleh dari webside www.bom.gov.au dan data DMI pada tahun 1980 s.d 2009 yang diperoleh dari webside http://www.jamstec.go.jp. Prediksi pasang surut
ISSN : 2337-8204 pada tahun kejadian El Nino dan Dipole Mode positif dengan menggunakan software ORITIDE yang diunduh melalui ftp://ftp.space.dtu.dk/. Analisi data dilakukan untuk mendapatkan data tahun kejadian El Nino dan Dipole Mode positif dilakukan analisis elevasi pasang surut di empat titik pengamatan di Selat Karimata. 4. Hasil dan Pembahasan Elevasi muka air laut dilakukan pada empat titik pengamatan di Selat Karimata membentang dari utara ke selatan. Daerah kajian yaitu pada Titik satu 108,5828° BT 0,4921° LS, Titik dua 108,5594° BT 1.392° LS, Titik tiga 108,7682° BT 2,2168° LS dan Titik empat 109,6026° BT 3,0416° LS. Data pasang surut diolah untuk menghasilkan elevasi rata-rata muka air laut perbulan dan pola pasang surut yang terjadi setiap tahun kejadian yang diamati di Selat Karimata. pengolahan data dilakukan pada kejadian El Nino tahun 1985-1986, 1991 dan 2007 sedangkan pada kejadian Dipole Mode Positif pada tahun 1994, 2001 dan 1998. Kejadian El Nino pada tahun 1982-1983 elevasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober di Titik 1 yaitu 0,770 10 m, sedangkan elevasi terendah terjadi bulan Desember Titik 2 yaitu 0,798 10 m (Gambar 1.a). Kejadian El Nino pada tahun 1997 elevasi tertinggi terjadi pada bulan September di Titik 1 yaitu 1,224 10 m, sedangkan elevasi terendah terjadi bulan Desember Titik 2 yaitu -0,194 10 m (Gambar 1.b). Kejadian El Nino pada tahun 2010 elevasi tertinggi terjadi pada bulan Maret di Titik 3 yaitu 0,971 10 m, sedangkan elevasi terendah Terjadi pada Titik 1 bulan Januari yaitu 0,604 10 2 m (Gambar 1.c). Tahun kejadian El Nino di bulan yang sama yaitu bulan September dan Oktober mempunyai elevasi tertinggi di Titik 1, hal ini diduga adanya monsun barat (Oktober-April). Dimana Benua Asia tekanan udara menjadi bertambah tinggi, berbeda dengan tekanan udara di Benua Australia yang semakin rendah, sehingga angin akan berhembus dari barat menuju arah tenggara, sehingga pola arus permukaan perairan Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju laut Jawa yang melewati Selat Karimata.
2
Elevasi rata-rata muka air laut (cm)
Elevasi rata-rata muka air laut (cm)
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal. 01- 05
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1
ISSN : 2337-8204
(a)
TITIK 1 TITIK2 TITIK 3 TITIK 4
Bulan
1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 -0,2 -0,4
(b) TITIK 1 TITIK2 TITIK 3 TITIK 4
Bulan
Elevasi rata-rata muka air laut (cm)
1,5
(c)
1 TITIK 1
0,5
TITIK2 0 JANUARI
FEBRUARI
-0,5 -1
MARET
TITIK 3 TITIK 4
Bulan
Gambar 1 Elevasi rata-rata muka air laut pada kejadian El Nino (a) Tahun 1982 s.d 1983, (b) Tahun 1997, dan (c) Tahun 2010 Pada tiga tahun kejadian El Nino diperoleh nilai koefisien korelasi (r) terhadap beda elevasi rata-rata muka air laut pada tahun normal dan tahun kejadian El Nino pada masing-masing titik yang berbeda, dari Titik 1 sampai Titik empat
yaitu 0,07, 0,14, 0,2 dan 0,29. Dari nilai korelasi yang diperoleh pada empat titik pengamatan menunjukan bahwa kejadian El Nino tidak besar pengaruhnya terhadap perubahan elevasi ratarata muka air laut di Selat Karimata.
3
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal. 01- 05
ISSN : 2337-8204
Elevasi rata-rata muka air laut (cm)
1,5
(a)
1 TITIK 1
0,5
TITIK 2 0
TITIK 3 TITIK 4
-0,5 -1
Bulan
Elevasi rata-rata muka air laut (cm)
0,8
(b)
0,6 0,4
TITIK 1
0,2
TITIK 2
0 -0,2
APRIL
MEI
-0,4
TITIK 3 TITIK 4
-0,6 -0,8
Elevasi rata-rata muka air laut (cm)
JUNI
Bulan
2
(c) 1,5 TITIK 1
1
TITIK 2 TITIK 3
0,5
TITIK 4
0 JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
Bulan
Gambar 2 Elevasi rata-rata muka air laut pada kejadian Dipole Mode Positif (a) Tahun 1994, (b) Tahun 2001, dan (c) Tahun 1998 Pada Kejadian DM (+) tahun 1994 elevasi tertinggi terjadi pada Titik 2 bulan Maret yaitu 1,382 10 2 m, sedangkan elevasi terendah terjadi pada bulan Juni di Titik 2 yaitu 0,519 10 2 m (Gambar 2.a). Kejadian DM (+) pada tahun 2001 elevasi tertinggi terjadi pada bulan April di Titik 1 yaitu 0,573 10 2 m,
sedangkan elevasi terendahnya terjadi di bulan Juni Titik 1 yaitu -0,731 10 2 m (Gambar 2.b). Kejadian DM (+) pada tahun 1998 elevasi tertinggi terjadi pada bulan Maret di Titik 2 yaitu 1,711 10 2 m, sedangkan elevasi terendahnya terjadi di bulan Januari Titik 1 yaitu 0,391 10 2 m (Gambar 2.c).
4
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal. 01- 05 Tahun kejadian DM (+) di bulan yang sama yaitu bulan Maret mempunyai elevasi yang tinggi di Titik 2, hal ini disebabkan oleh menumpuknya massa air di Selat Karimata akibat dari tekanan tinggi di Samudra Hindia yang di sebabkan oleh monsun barat sehingga massa air yang berada di Samudra Hindia akan mendorong massa air laut ke arah Barat Samudra Hindia sehingga elevasi rendah, sedangkan di Selat Karimata akan terjadi penumpukan massa air yang didorong oleh angin yang menyebabkan elevasi tinggi. Pada tiga kejadian DM (+) diperoleh nilai koefisien korelasi (r) terhadap beda elevasi ratarata muka air laut pada tahun normal dan tahun kejadian DM (+) pada masing-masing titik yang berbeda, dari titik 1 sampai titik empat yaitu 0,59, 0,55, 0,51 dan 0,46. Dari nilai koefisien korelasi yang diperoleh pada empat titik pengamatan, bahwa Kejadian DM (+) tidak besar pengaruhnya terhadap elevasi rata-rata muka air laut di Selat Karimata.
ISSN : 2337-8204 Philander, S. G. H., 1990, El Nino, La Nina and the Sounthem Oscillation, Academic Press, Inc, New York. Saji, N. H., B. N. Gaswami, P. H. Vinayachandran dan T. Yagamata, 1999, A Dipole Mode in the Tropical Indian Ocean, Nature, 401:360-363 Wyrkti, K., 1961, Physical Oseanography of South East Oceanography, The University of California, La Tolla, California.
5. Kesimpulan Hasil dari nilai korelasi yang diperoleh kejadian El Nino dan Dipole Mode positif tidak terlalu tampak pengaruhnya terhadap perubahan elevasi rata-rata muka air laut di Selat Karimata. Elevasi rata-rata muka air laut tertinggi pada kejadian El Nino terjadi pada Titik 1 terjadi pada tahun 1997 bulan September yaitu 1,22 × 10 2 m dan elevasi rata-rata muka air laur terendah terjadi pada tahun 1982-1983 bulan Desember di Titik 2 yaitu −0,798 × 10 2 m. Elevasi rata-rata muka air laut tertinggi pada kejadian Dipole Mode positif terjadi pada tahun 1998 bulan Maret di Titik 1 yaitu 1,711 × 10 2 m dan Dipole mode positif muka air laur terendah terjadi pada tahun 2001 bulan Juni di Titik 1 yaitu −0,731 × 10 2 m. Daftar Pustaka BoM,
2012, Southern Oscillation Index, www.bom.gov.au, diunduh pada tanggal 28 November 2012 Hutabarat. S dan Evans, S. M, 1985, Pengantar Oseanografi, UI – Press, Jakarta Jamstec, 2012, Dipole Mode Index (DMI), http://www.jamstec.go.jp/frcgc /research /d1/iod/HTML/Dipole%20Mode%20In dex.html, diunduh pada tanggal 19 Januari 2013 Matsumoto, K., Ooe, M., Sato, T dan Segawa, J, 1996, Harmonic Analysis of Data from Crossover Points, A Collection of Global Ocean Tide Models CD ROM, distributed by JPL, PO. DAAC and CSR.
5