PRAKIRAAN HARGA EKSPOR METE INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN Forecasting of The Indonesia Cashew Export Prices using Artificial Neural Networks Method Chandra Indrawanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.
ABSTRACT Forecasting of Indonesian cashew export price has been conducted using artificial neural networks. The best forecasting was found by using one hidden layer with seven neuron and activation function bipolar sigmoid in hidden layer and binary sigmoid in output layer. The result show that the price of the Indonesian cashew export will still low in 2008 and 2009. This will lead to low price of cashew product in farm gate level and at the end lowering the income of cashew farmers. Key words : Cashew, Export prices, Forecasting, Artificial neural networks
Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008
1071
PENDAHULUAN Mete merupakan tanaman yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Hal ini karena tanaman mete dapat ditanam di lahan kritis sehingga persaingan lahan dengan komoditas lain menjadi kecil. Tanaman mete juga dapat berfungsi sebagai tanaman konservasi. Selain itu, mete merupakan komoditas ekspor, sehingga pasar mete cukup luas dan tidak terbatas pada pasar domestik. Pada tahun 1986 luas areal tanaman mete Indonesia sekitar 224.415 ha yang kemudian bertambah menjadi sekitar 581.271 ha pada tahun 2005 (Ditjenbun, 2006). Perkembangan luas areal yang cukup pesat mendorong peningkatan produksi mete dari sekitar 22.000 ton gelondong tahun 1986 menjadi sekitar 120.000 ton gelondong tahun 2005 (Ditjenbun, 2006). Sekitar 49% produksi mete Indonesia diekspor, sedangkan sisanya (51%) untuk memenuhi kebutuhan domestik. Besarnya persentase produksi mete yang diekspor menyebabkan harga ekspor akan sangat mempengaruhi harga domestik yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan petani mete. Dengan demikian prakiraan harga ekspor mete, dapat membantu pengambilan kebijakan pencegahan dini jika akan terjadi penurunan harga secara drastis. Prakiraan harga ekspor mete dapat dilakukan dengan memakai data deret waktu harga ekspor mete. Prakiraan tersebut dilakukan berdasarkan sifat perilaku kejadian pada masa lalu. Dengan kata lain pada metode prakiraan ini perilaku kejadian masa lalu dianggap akan tetap terjadi di masa depan. Sebagai contoh, apa bila perilaku kejadian di masa lalu didominasi oleh pengaruh trend yang meningkat maka diharapkan di masa datang pengaruh tersebut tetap ada. Contoh lain, jika di masa lalu perilaku kejadian dipengaruhi oleh suatu sifat cyclical, maka di masa depan sifat cyclical masih akan mempengaruhi sifat kejadian variabel tersebut. Dengan demikian jika perilaku sistematik ini terjadi maka kita dapat membangun suatu prakiraan data deret waktu dengan meniru perilaku kejadian masa lalu. Salah satu metode untuk memprakirakan harga di masa datang dengan memakai data deret waktu adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST). Metode ini sudah banyak digunakan diantaranya untuk memprakirakan harga minyak sawit (Salya, 2006), memprakirakan keuntungan saham (Zhang, et al. 2004) dan memprakirakan kebutuhan energi (McMenamin dan Monforte, 1998). Metode JST ini banyak dipakai karena dapat digunakan untuk berbagai macam data deret waktu dan relatif lebih mudah digunakan dibanding metode lain. Metode prakiraan lain seperti metode pemulusan hanya dapat digunakan untuk data deret waktu yang bersifat deterministik, sedangkan metode ARIMA relatif sukar diterapkan karena penentuan 1072
Prakiraan Harga Ekspor Mete Indonesia
ordo autoregresif, ordo rata-rata bergerak dan penentuan sifat kestationeran datanya yang rumit. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan metode jaringan syaraf tiruan dalam memprakirakan harga ekspor mete Indonesia dengan memakai data deret waktu harga ekspor mete. METODOLOGI Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data deret waktu harga ekspor gelondong mete Indonesia antara tahun 1982 sampai tahun 2005 dari FAO (2008) dan Ditjenbun (2006). Metode Analisis Metode jaringan syaraf tiruan (JST) memiliki karakteristik yang menyerupai jaringan syaraf biologi dalam memproses informasi (Marimin, 2005). JST dapat menyimpan pengetahuan pola kejadian di masa lampau melalui proses pelatihan yang kemudian pengetahuan tersebut digunakan untuk memprakirakan kejadian yang akan terjadi dimasa akan datang. Tiga hal yang sangat menentukan keandalan sebuah JST adalah pola rangkaian neuron-neuron dalam jaringan yang disebut dengan arsitektur jaringan, algoritma untuk menentukan bobot penghubung yang disebut dengan algoritma pelatihan, dan persamaan fungsi untuk mengolah masukan yang akan diterima oleh neuron yang disebut dengan fungsi aktivasi (Fausett, 1994). Arsitektur jaringan yang sederhana adalah jaringan layar tunggal yang menghubungkan langsung neuron-neuron pada layar input dengan neuron-neuron pada layar output. Sedangkan arsitektur jaringan yang lebih kompleks terdiri dari layar input, beberapa layar tersembunyi dan layar output. Arsitektur seperti ini disebut juga jaringan layar jamak (Rumelhart, et al. 1986). Jaringan layar jamak lebih sering digunakan karena dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks dibandingkan jaringan layar tunggal, meskipun proses pelatihannya lebih komplek dan lebih lama (Haykin, 1999). Perancangan arsitektur JST juga sangat tergantung dari masalah yang akan diselesaikan. Jika jumlah masukan berdimensi besar atau jumlah keluaran yang diinginkan banyak, maka diperlukan neuron yang banyak pada layar tersembunyi atau diperlukan beberapa layar tersembunyi (Siang, 2005). Bentuk jaringan layar jamak dengan n masukan, satu layar tersembunyi dengan tiga neuron dan i keluaran dapat dilihat pada Gambar 1. Besaran yij dan wij pada Gambar 1 adalah Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008
1073
bobot hubungan antara masukan ke-i dengan neuron layar keluaran kej, dan bobot hubungan antara neuron layar tersembunyi ke-j dengan keluaran ke-k. Bobot-bobot ini saling independen dan selama proses pembelajaran bobot-bobot tersebut akan dimodifikasi untuk mendapatkan keakuratan hasil. Penelitian ini menggunakan arsitektur jaringan layar jamak yang terdiri dari layar input, satu layar tersembunyi dan layar output. X1
v11 vi1
vm1
Z1 W11 Wi1 Y1
v1i
W1ii vii
Xi
Zj Wii
vmi
Yk
V1n
W1m vin
Xn
Zm vmn
Wim
Gambar 1. Arsitektur Jaringan Layar Jamak.
Algoritma pelatihan adalah algoritma yang diterapkan kepada JST untuk mempelajari pola kejadian di masa lampau melalui data historis yang ada. Dengan pelatihan ini pengetahuan yang terdapat pada data historis dapat diserap oleh JST dan direpresentasikan pada nilai-nilai bobot hubungan antar layar. Ada dua macam algoritma pelatihan yaitu pelatihan dengan supervisi dan pelatihan tanpa supervisi. Pada pelatihan dengan supervisi terdapat target keluaran yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh nilai-nilai bobot hubungan yang diinginkan. Selama dalam proses pelatihan, keluaran yang dihasilkan akan dibandingkan dengan target keluaran dan perbedaan yang ada digunakan sebagai alat koreksi nilai-nilai bobot hubungan. Salah satu bentuk algoritma pelatihan ini adalah algoritma propagasi balik (backpropagation). Sedangkan pada proses pelatihan tanpa supervisi, tidak ada target keluaran yang akan mengarahkan perubahan nilai-nilai bobot. Perubahan nilai-nilai bobot hubungan dilakukan berdasarkan parameter tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut. Adapun penelitian ini menggunakan algoritma pelatihan dengan supervisi yaitu algoritma propagasi balik. 1074
Prakiraan Harga Ekspor Mete Indonesia
Fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam JST adalah fungsi identitas (purelin), fungsi binary sigmoid atau disebut juga logistik sigmoid, dan fungsi bipolar sigmoid atau disebut juga fungsi hyperbolic tangent. Fungsi aktivasi binary sigmoid dan bipolar sigmoid sering digunakan dalam propagasi balik. Fungsi aktivasi binary sigmoid memiliki rentang data (0,1) sedangkan untuk fungsi aktivasi bipolar sigmoid memiliki rentang data (-1,1). Dengan demikian data deret waktu yang ada harus ditransformasikan terlebih dahulu pada rentang data tersebut. Penelitian ini menggunakan sembilan kombinasi fungsi aktivasi untuk layar tersembunyi dan layar output yaitu : binary sigmoid dan binary sigmoid, binary sigmoid dan bipolar sigmoid, binary sigmoid dan purelin, bipolar sigmoid dan bipolar sigmoid, bipolar sigmoid dan binary sigmoid, bipolar sigmoid dan purelin, purelin dan purelin, purelin dan binary sigmoid, serta purelin dan bipolar sigmoid. Dua rentang data yaitu (0,1) dan (-1,1) dicobakan pada setiap kombinasi fungsi aktivasi. Algoritma pelatihan propagasi balik dengan arsitektur jaringan layar jamak dengan satu layar tersembunyi adalah sebagai berikut : 1. Tentukan matrik masukan (x) dan matrik target keluaran (T). 2. Inisialisasi, yaitu menentukan bentuk jaringan termasuk jumlah layar dan jumlah neuron di tiap layar, dan menetapkan nilai-nilai awal bobot hubungan (wij) dan laju kecepatan pelatihan (lr). 3. Pelatihan jaringan. Perhitungan maju: Keluaran dari layar tersembunyi jika memakai aktivasi binary sigmoid: 1 A1 = ……………………………….. (1) 1 + e – Σ xi wij Keluaran hasil jaringan jika aktivasi layar keluaran memakai bipolar sigmoid: A2 =
1 1 + e – Σ A1i wij
……………………………….. (2)
Galat (E) dan rata-rata kuadrat galat (MSe) didefinisikan sebagai berikut: E = T – A2
……………………….……….. (3)
MSe = Σ E2 / n
……………………….……….. (4)
Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008
1075
Perhitungan Balik : dw2 = dw2 + (lr x (A2 x (1-A2) x E) x A1) …………….. (5) w2 = w2 + dw2 ……………..…………………………….. (6) dw1 = dw1 + (lr x (A1 x (1-A1) x (w2 x D2)) x P) ……... (7) w1 = w1 + dw1 …………………...……………………….. (8) Keterangan: A1 = keluaran hasil proses pada layar tersembunyi A2 = keluaran hasil proses pada layar keluaran dw2= besar perubahan bobot pada layar keluaran w2 = bobot baru pada layar keluaran sebagai hasil koreksi dw1= besar perubahan bobot pada layar tersembunyi w1 = bobot baru pada layar tersembunyi sebagai hasil koreksi 4. Setiap satu siklus langkah pelatihan yaitu sampai langkah ketiga disebut sebagai satu epoch. Langkah pelatihan ini diulang berkalikali sampai mencapai jumlah epoch yang telah ditentukan atau sampai tercapai nilai MSe yang diinginkan. 5. Hasil akhir pembelajaran jaringan adalah didapatkannya nilai-nilai bobot hubungan wij yang kemudian disimpan untuk melakukan pengujian dan untuk melakukan prakiraan. Penelitian ini menggunakan 70% data untuk pelatihan dan 30% data untuk testing atau uji keandalan jaringan hasil pelatihan sebelum digunakan untuk melakukan prakiraan harga. Kombinasi 70% dan 30% ini juga digunakan oleh Salya (2006) untuk memprakirakan harga minyak goreng kelapa sawit. Jumlah neuron dalam layar tersembunyi dicoba dengan 7 neuron, 12 neuron, 17 neuron dan 22 neuron. Hal ini sesuai dengan formula yang dibuat oleh Skapura (1996) tentang jumlah minimal neuron dalam layar tersembunyi yaitu : nh = ½ (ni+no) + √ ndt …..………………………….. (9) Dimana : Nh = jumlah neuron minimal dalam layar tersembunyi ni = jumlah neuron dalam layar input no = jumlah neuron dalam layar output ndt = jumlah data untuk proses pelatihan Dengan menggunakan sembilan kombinasi fungsi aktivasi, dua macam rentang data dan empat macam jumlah neuron dalam layar tersembunyi, didapat 72 macam hasil prakiraan harga dengan metode 1076
Prakiraan Harga Ekspor Mete Indonesia
JST. Hasil prakiraan dianggap baik jika memiliki Mse (mean square error) yang kecil dan r (korelasi) yang tinggi antara hasil pelatihan dengan data aktual yang digunakan untuk pelatihan dan antara hasil testing dengan data aktual yang digunakan untuk pelatihan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 72 macam hasil prakiraan harga dengan metode JST didapat prakiraan dengan menggunakan rentang data (0,1), jumlah neuron dalam layar tersembunyi 7 dengan fungsi aktivasi pada layar tersembunyi bipolar sigmoid dan pada layar output binary sigmoid memiliki nilai MSe yang rendah dan r yang tinggi pada hasil pelatihan maupun hasil testing (Tabel 1 dan 2). Dengan kombinasi tersebut didapat nilai MSe hasil pelatihan sebesar 0,03 dengan nilai r sebesar 0,99, sedangkan nilai MSe hasil testing sebesar 0,03 dengan nilai r sebesar 0,94. Tabel 1. Nilai MSe dan korelasi (r) pada berbagai kombinasi fungsi aktivasi dan jumlah neuron dalam layar tersembunyi dengan rentang data (0,1). Fungsi Aktivasi Layar
Layar
sembunyi Output
7 Neuron Pelatihan mse
r
12 Neuron
Testing mse
r
Pelatihan mse
r
17 Neuron
Testing mse
r
Pelatihan mse
r
22 Neuron
Testing Pelatihan mse
r
mse
r
Testing mse
r
Bin. Sig. Bin. Sig. 0.03 0.99 0.06 -0.63 0.03 0.99 0.07 -0.42 0.03 0.99 0.04 0.41 0.04 0.99 0.07 0.32 Bin. Sig. Pureliln 0.05 0.98 0.06 1.00 0.05 0.98 0.13 -0.94 0.05 0.99 0.36 -0.80 0.05 0.98 0.12 -0.85 Purelin
Bin. Sig. 0.20 0.62 0.28 0.91 0.20 0.62 0.28 0.91 0.20 0.62 0.28 0.91 0.20 0.62 0.28 0.91
Bip. Sig. Bip. Sig. 0.01 0.97 0.92 -0.66 0.03 1.00 0.66 0.44 0.06 0.98 0.92 -0.68 0.05 0.99 0.25 -0.97 Bip. Sig. Pureliln 0.04 0.99 0.61 -0.94 0.03 0.99 0.20 -0.77 0.03 0.99 0.30 -0.47 0.03 0.99 0.31 0.55 Purelin
Bip. Sig. 0.22 0.53 0.16 0.79 0.22 0.53 0.16 0.79 0.22 0.53 0.16 0.79 0.22 0.53 0.16 0.79
Bin. Sig. Bip. Sig. 0.10 0.93 0.78 -0.97 0.07 0.97 0.37 -0.96 0.06 0.97 0.23 -0.98 0.06 0.98 0.22 -0.13 Bip. Sig. Bin. Sig. 0.04 0.99 0.06 0.91 0.04 0.99 0.05 0.89 0.03 0.99 0.03 0.86 0.04 0.99 0.07 -0.07 Purelin
Purelin 0.22 0.53 0.16 0.74 0.22 0.53 0.16 0.74 0.22 0.53 0.16 0.74 0.22 0.53 0.16 0.74
Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008
1077
Tabel 2. Nilai MSe dan korelasi (r) pada berbagai kombinasi fungsi aktivasi dan jumlah neuron dalam layar tersembunyi dengan rentang data (-1,1). Fungsi Aktivasi Layar
Layar
sembunyi
Output
Bin. Sig.
Bin. Sig.
7 Neuron Pelatihan mse
r
12 Neuron
Testing mse
Pelatihan
r
mse
r
17 Neuron
Testing mse
r
Pelatihan mse
22 Neuron
Testing
r
mse
Pelatihan
r
mse
r
Testing mse
r
0.76 0.48 0.89 -0.51 0.76 0.10 0.89 0.07 0.76 0.50 0.89 -0.37 0.76 0.48 0.89 -0.49
Bin. Sig.
Pureliln
0.04 1.00 0.11 0.02 0.08 0.99 0.35 -0.96 0.07 0.99 0.34 -0.71 0.05 0.99 0.26 -0.97
Purelin
Bin. Sig.
0.76 -0.12 0.89 0.85 0.76 0.48 0.89 0.29 0.76 -0.14 0.89 0.60 0.76 -0.11 0.89 0.62
Bip. Sig.
Bip. Sig.
0.03 1.00 0.12 -0.50 0.03 1.00 0.92 0.72 0.07 0.99 0.14 0.18 0.07 0.99 0.14 0.56
Bip. Sig.
Pureliln
0.03 1.00 1.01 0.70 0.07 0.99 0.17 -0.81 0.06 0.99 0.39 -0.70 0.03 1.00 0.53 -0.80
Purelin
Bip. Sig.
0.42 0.61 0.33 0.88 0.41 0.62 0.56 0.91 0.41 0.62 0.55 0.91 0.41 0.62 0.55 0.91
Bin. Sig.
Bip. Sig.
0.07 0.99 0.12 0.97 0.08 0.99 0.14 0.84 0.11 0.98 0.14 0.58 0.07 0.99 0.13 0.52
Bip. Sig.
Bin. Sig.
0.76 -0.14 0.89 -0.45 0.76 -0.10 0.89 -0.23 0.73 0.94 1.48 0.04 0.76 -0.07 0.89 -0.33
Purelin
Purelin
0.44 0.53 0.33 0.74 0.44 0.53 0.33 0.74 0.44 0.53 0.33 0.74 0.44 0.53 0.33 0.74
Kombinasi fungsi aktivasi, jumlah neuron pada layar tersembunyi dan rentang data terpilih di atas menghasilkan bobot pada jaringan antara layar input dengan layar tersembunyi serta antara layar tersembunyi dengan layar ouput seperti dalam Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Bobot jaringan antara layar input dengan layar tersembunyi Layar Input
Layar Tersembunyi
X1
X2
X3
X4
X5
Bias
-4.6824
1.5515
0.6628
5.7946
5.8878
-2.0816
Z2
0.2770
-1.3866
2.6564
0.2554
-6.4923
1.0019
Z3
-1.2456
0.9431
4.1468
1.1897
1.6636
-1.6255
Z4
0.5974
-1.3115
-2.5399
-1.8267
2.6754
2.4302
Z1
Z5
3.1359
0.0050
-0.2075
2.5094
-2.0548
0.3461
Z6
-0.3944
-2.3728
0.4023
3.9876
1.4850
-2.5134
Z7
2.7878
-0.4288
-0.6898
-0.5044
-1.9628
4.7711
Tabel 4. Bobot jaringan antara layar tersembunyi dengan layar output Layar Output Y
Layar Tersembunyi Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Bias
5.8394
-3.1444
-4.1527
-1.8405
1.4087
-4.0360
-2.2240
-0.8406
Dengan menggunakan bobot yang didapat pada jaringan arsitektur JST di atas, didapat prakiraan harga ekspor mete Indonesia hingga tahun 2009 seperti terlihat pada Gambar 2.
1078
Prakiraan Harga Ekspor Mete Indonesia
US$/ton
4000 3000 2000 1000
19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08
0
Tahun Aktual
Training dan Testing
Prakiraan
Gambar 2. Prakiraan harga ekspor mete Indonesia.
Hasil prakiraan menunjukkan harga ekspor mete Indonesia hingga tahun 2009 masih belum menunjukkan kenaikan. Hal ini kemungkinan disebabkan produksi gelondong mete dunia dan ekspor gelondong mete dunia akan masih mengalami peningkatan. Dalam sepuluh tahun terakhir, produksi dan ekspor gelondong mete dunia meningkat sebesar 7,5% dan 9,8% per tahun. Tahun 2008 ini harga ekspor mete diprakirakan sekitar US$ 647 per ton dan di tahun 2009 sekitar US$ 630 per ton. Dengan tingkat harga tersebut dan bagian harga yang diterima petani dari harga ekspor sebesar 79,40% (Indrawanto, 2001), harga yang diterima petani untuk produksi gelondong metenya akan sekitar Rp.4.700,- per kg. Hal ini berarti, dengan produktivitas pertanaman mete sebesar 285 kg per ha (Ditjenbun, 2006), hasil yang diterima petani dari setiap usaha tani metenya hanya sekitar Rp.1.339.500,- per ha per tahun. Dengan kondisi rata-rata kepemilikan lahan mete per petani sekitar 0,3 ha di kabupaten Wonogiri hingga 1,5 ha di kabupaten Buton (Indrawanto, 2002), pendapatan keluarga tani mete dari pertanaman metenya hanya berkisar antara Rp.401.850,- – Rp.2.009.250,- per tahun. Jumlah tersebut tentunya jauh lebih rendah dari kebutuhan hidup per KK, sehingga mete belum dapat dijadikan andalan sebagai penghasilan utama keluarga. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani mete adalah peningkatan kinerja usaha tani mete untuk meningkatkan pendapatan petani dari lahan metenya, serta pengembangan diversifikasi produk mete agar ada nilai tambah produk mete yang dapat dinikmati petani. Peningkatan kinerja usaha tani mete dapat dilakukan dengan diversifikasi usahatani mete dengan penanaman tanaman sela, Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008
1079
rehabilitasi dan peremajaan perkebunan mete. Penanaman tanaman semusim sebagai tanaman sela pada perkebunan mete yang belum menghasilkan dapat memberi petani tambahan pendapatan dari perkebunan metenya. Beberapa tanaman semusim seperti jagung, padi dan kacang tanah banyak dipakai sebagai tanaman sela di perkebunan mete di NTB dan NTT (Indrawanto, 1996). Karena iklimnya yang kering, tanaman sela ini hanya dapat ditanam sekali setahun pada musim hujan. 1. 2. 3.
Buah semu
Selai (jam), pasta buah Buah kalengan dalam sirup Manisan buah, acar, asinan
1. 2. 3. 4.
Sari buah
Sari buah keruh dan jernih. Anggur, jelly Cuka makan (vinegar) Nata de cashew 1. 2.
Ampas sisa perasan
Pakan ternak Pupuk (kompos)
Kacang mete 1.
Gelondong CNSL Kulit biji
Ampas
3. 4.
Bahan cat, pernis, resin, pelumas Bahan kanvas rem, minyak rem. Bahan insektisida, fungisida.♣ Sampai dengan 200 jenis
1. 2.
Bahan bakar Partikel board
2.
Bahan obat penyakit kulit, luka bakar♦ Daun/pucuk Lalapan Kayu
Batang
1. 2.
Kulit batang
1. Lem kertas 2. Anti rayap♦
Getah (gum)
Akar ♦
Bahan industri penyamak kulit Bahan obat kumur (sariawan)
Mengandung khasiat pencahar
Sumber : Heyne 1987♦ ; Said 2000; Iskandar 2002 ♣
Gambar 3. Potensi pohon dan buah jambu mete sebagai bahan baku berbagai industri.
Upaya rehabilitasi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan mete yang telah ada, melalui penjarangan tanaman pada perkebunan dengan jarak tanam rapat, top working tanaman dengan potensi produksi yang rendah, serta penerapan teknologi budidaya anjuran termasuk pemupukan dan pemangkasan serta pengendalian 1080
Prakiraan Harga Ekspor Mete Indonesia
hama dan penyakit. Pemupukan dan pemangkasan sangat berpengaruh terhadap produktivitas pohon mete. Pemupukan 600 g NPK (1:1:2)/pohon/tahun disertai dengan pemangkasan cabang ekstensif dan ranting-ranting di dalam tajuk pada pohon lokal berumur 4 tahun di NTB dapat meningatkan produksi dari 2,80 kg/pohon menjad 4,70 kg/pohon (Zaubin et al., 2000). Pemberian NPK (1:1:2) sebanyak 1 kg/pohon/tahun pada pohon lokal berumur 8 tahun di NTB menghasilkan produksi optimal yaitu 8,9 kg/pohon/tahun atau sekitar 1780 kg/ha (Daras et al., 2002). Diversifikasi produk mete dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk mete sehingga petani memperoleh tambahan pendapatan. Hampir semua bagian tanaman mete berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku industri, baik itu gelondong mete yang dapat menghasilkan kernel atau kacang mete serta kulit gelondong yang dapat dijadikan CNSL dan bahan bakar atau bahan baku partikel board; buah semu, daun, batang dan akarnya juga dapat dijadikan bahan baku industri (Gambar 3). Pada saat ini sekitar 36% produk mete Indonesia di-ekspor dalam bentuk gelondong. Hal ini mengakibatkan nilai tambah yang seharusnya bisa didapat dari usaha pengacipan gelondong menjadi kernel dan nilai tambah dari pemanfaatan kulit gelondong mete untuk pembuatan CNSL menjadi hilang. Untuk itu perlu ditingkatkan industri pengacipan. Salah satu bentuk industri pengacipan yang sesuai untuk kondisi mete yang ada saat ini dan dapat langsung meningkatkan pendapatan keluarga tani mete adalah industri rumah tangga pengacipan disentra-sentra produksi mete. KESIMPULAN Harga ekspor mete dapat diperkirakan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Hasil prakiraan menunjukkan harga ekspor mete Indonesia hingga tahun 2009 masih rendah, sekitar US$ 647 per ton pada tahun 2008 dan US$ 630 per ton pada tahun 2009. Rendahnya harga ekspor ini akan berdampak pada tingkat harga yang diterima petani mete yang berakibat pula pada rendahnya pendapatan petani mete. Pemilihan arsitektur jaringan yang baik, algoritma pelatihan yang tepat dan fungsi aktivasi yang sesuai dapat membuat metode jaringan syaraf tiruan memberikan hasil prakiraan harga ekspor mete Indonesia yang baik dengan MSe yang rendah. Hal ini dilakukan dengan mencoba berbagai kombinasi fungsi aktivasi pada layar tersembunyi dan layar output serta jumlah neuron pada setiap layar agar didapat kombinasi terbaik dari JST. Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008
1081
DAFTAR PUSTAKA Ditjenbun, 2006. Statistik Perkebunan: Mete. Direktorat Jendral Perkebunan. Jakarta. 63 p. FAO, 2008. www.FAO.org Fausett, L., 1994. Fundamental of Neural Networks. Prentice Hall. New ersey. Haykin, S. 1999. Neural Network, a Comprehensive Foundation. Prentice Hall. New Jersey. 355 P. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. II. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. Penerbit : Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. h. 1223 – 1225. Indrawanto, C. 1996. Final Report: Eastern Islands Smallholder Cashew Development Project (EISCDP – IFAD). Ditjenbun, Jakarta. 23 pp. Indrawanto, C. 2001. Efisiensi Pemasaran dan Kelembagaan Mete. Laporan Teknis Penelitian. Balittro, Bogor. p. 27-35. Indrawanto, C. 2002. Regional Report: Buton Regency. Study on Smallholder Tree Crops Production and Poverty Alleviation – Asem Grant TF 024891. Bogor. 37 pp. Iskandar, M. 2002. Prospek CNSL (Cashew Nut Shell Liquid) sebagai bahan baku industri insektisida nabati. Hasil-hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Mendukung Otonomi Daerah; dalam : Perkembangan Teknlogi Tanaman Rempah dan Obat XIV (2) : 35 – 42. Marimin, 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Ed.2. IPB Press. Bogor. 187 P. Mc Menamin, J.S., dan F. A. Monforte., 1998. Short Term Energy Forecasting with Neural Network. The Energy Journal. vol 19 no. 4. ABI/INFORM Research, New York. P. 21-29. Rumelhart, D.E, G.E. Hinton dan J.L. Mc Cleland. Parallel Distributed Processing. The MIT Press, 1988. 345 P. Said, E.G. 2000. Menguak Potensi Pengembangan Industri Hilir Perkebunan Indonesia. Makalah seminar sehari kebijakan industri hilir perkebunan, Jakarta. 14 September 2000. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Bogor. Salya, D. H., 2006. Rekayasa Model Sistem Deteksi Dini Perniagaan Minyak Goreng Kelapa Sawit. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB – Bogor. 245 P. 1082
Prakiraan Harga Ekspor Mete Indonesia
Siang, J. J., 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Penerbit Andi. Yogyakarta. 198 P. Skapura, D. M. 1996. Building Neural Network. ACM Press. New York. 315 P. Zhang, W., Q. Cao, dan M.J. Schniederjans. 2004. Neural Network Earning Per Share Forecasting Models: A Comparative Analysis of Alternative Methods. Decision Sciences Vol 35 No. 2. ABI/INFORM Research, New York. P. 35-43.
Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008
1083