POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS DAN BIOGAS POTENTIAL OF ORGANIC WASTE FROM TRADITIONAL MARKETS IN BANDAR LAMPUNG AS RAW MATERIALS OF COMPOST AND BIOGAS PRODUCTION Harun Al Rasyid1), Udin Hasanudin1) dan Regia Rakhdiatmoko2) 1
) Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung ) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung Alamat : Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Email :
[email protected] 2
ABSTRACT The objectives of this research are to know the potential of organic waste in traditional market in Bandar Lampung that can be used as raw materials of composting, to know the quality of compost that was produced, and the biogas production from composting. This research was done by two steps, (1) measurement the weight and volume of organic waste and (2) compost and biogas production. The data obtained were analyzed by descriptive method that were shown on table and graph. The results showed that the potential of organic waste from five traditional markets in Bandar Lampung are 10.277 ton/day total weight and 43.378 m3/day total volume. The characteristics of compost which was produced are temperature 29.75oC, water content 89.41%, pH 5.31, C/N ratio 6.90, N-total 1.79%, phosphor (P) 1.05% and calium (K) 1.15%. The cumulative biogas production from 60 kgs organic waste during 28 days was 55.00 L with composition consist of N2 80.603%, CH4 5.520% and CO2 13.877%. The organic waste from five traditional markets in Bandar Lampung has potential to produce 6.166 ton of compost and 9,420.58 L of biogas. Keywords: anaerobic, biogas, compost, organic waste.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah organik pada pasar tradisional di Bandar Lampung yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos dan mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan, serta potensi biogas yang dihasilkan selama pengomposan. Penelitian yang dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pengukuran berat dan volume limbah organik dan tahap pembuatan kompos. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi limbah organik dengan lima sampel pasar pada pasar tradisional di Bandar Lampung yang diambil mempunyai berat rata-rata total sebesar 10,277 ton/hari dan volume rata-rata total sebesar 43,378 m3/hari. Kandungan kompos yang dihasilkan dengan karakteristik suhu 29,75oC, kadar air 89,41%, pH 5,31, C/N rasio 6,90, N-total 1,79%, fosfor (P) 1,05%, dan kalium (K) 1,15%. Produksi biogas kumulatif yang dihasilkan dari 60 kg bahan baku limbah organik pasar selama 28 hari pengamatan sebanyak 55,00 liter dengan komposisi kandungan N2 sebesar 80,603%, CH4 sebesar 5,520%, dan CO2 sebesar 13,877%.
1
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01
Potensi limbah organik pada lima sampel pasar tradisional di Bandar Lampung sebesar 10,277 ton/hari apabila dimanfaatkan dalam pembuatan kompos dengan menggunakan metode anaerobik akan menghasilkan 6,166 ton kompos dan 9.420,58 liter biogas. Kata kunci : anaerobik, biogas, kompos, limbah organik pasar. sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan
PENDAHULUAN
pada proses pengomposan secara anaerobik Sampah masih merupakan masalah bagi
lebih
masyarakat karena perbandingan antara
menimbulkan
jumlah sampah yang dihasilkan dengan
pengomposan
sampah
yang diolah
Pengomposan
Sampah
merupakan
tidak
seimbang.
limbah
rumit
dan
biasanya
bau
lebih
dibandingkan
secara
aerobik.
secara
anaerobik
yang
memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
mempunyai banyak dampak pada manusia
membutuhkan udara dalam mendegradasi
antara lain kesehatan, dan lingkungan.
bahan
Salah satu sampah atau limbah yang
dijadikan
banyak terdapat di sekitar kota adalah
fermentasi anaerobik untuk menghasilkan
sampah pasar.
biogas.
organik.
Limbah
bahan
baku
pasar untuk
dapat proses
Proses pengomposan limbah
organik
pasar
menggunakan
metode
Sampah pasar merupakan sumber bahan
anaerobik dapat memberikan keuntungan
organik yang dapat didaur ulang menjadi
yang lebih selain menghasilkan kompos
pupuk kompos. Tingginya penggunaan
juga
kompos oleh petani menjadikan sampah
Keuntungan lain yang didapatkan dengan
pasar mempunyai peluang sebagai bahan
menggunakan metode anaerobik selain
dasar pembuatan kompos.
mendapatkan kompos dan biogas juga
Teknologi
dapat
menghasilkan
pengomposan sampah sangat beragam, baik
memiliki
secara aerobik maupun anaerobik, dengan
diharapkan
atau
ketergantungan
tanpa
aktivator
pengomposan.
nilai
tambah
biogas.
yaitu
dapat
mengurangi
masyarakat
penggunaan
digunakan karena mudah dan murah untuk
jumlahnya terbatas dan harganya yang
dilakukan,
membutuhkan
cukup
terlalu
sulit.
mengurangi pencemaran lingkungan dan
dilakukan
menciptakan kondisi pasar tradisional yang
kontrol
proses
Dekomposisi
tidak yang bahan
mahal,
atau
terhadap
Pengomposan secara aerobik paling banyak
serta
BBM
biogas
teknologi
BBG
ini
yang
dapat
oleh mikroorganisme di dalam bahan itu
2
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02
bersih, sehat, dan nyaman, serta mengatasi
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
kelangkaan pupuk.
terdiri dari peralatan lapangan seperti bioreaktor
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui limbah
gas
flowmeter
(Sinagawa Model W-NK-0.58), termometer
Tujuan Penelitian
potensi
anaerobik,
organik
dari
pasar
tradisional di Bandar Lampung yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos dan mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan, serta potensi biogas yang
+ Rh meter otomatis (Sanfix TH-308), dan alat-alat untuk analisis seperti timbangan analitik,
pH
meter
HM-20P,
Gas
Chromatography (GC-2014AT), tanur, dan oven. Bahan utama yang digunakan adalah limbah organik yang didapatkan dari lima pasar tradisional di Bandar Lampung.
dihasilkan selama pengomposan.
Metode Penelitian
METODOLOGI
Penelitian yang dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pertama pengukuran
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisional
yang
terdapat
di
Bandar
Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar Koga, dan Pasar Tugu, serta analisis dilakukan di Laboratorium
Ilmu
Agroteknologi
Tanah
Fakultas
Jurusan Pertanian,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, dan Laboratorium Agroindustri
Pengelolaan Jurusan
Teknologi
Limbah Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April 2014 sampai September 2014.
kuantitatif sampel yang dilakukan dengan pengukuran berat dan volume limbah organik yang terdapat pada Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar Koga, dan Pasar Tugu dengan tiga kali ulangan pada masing-masing pasar. Tahap
kedua
pembuatan
kompos
menggunakan 60 kg limbah organik serta dilakukan pengukuran terhadap biogas yang
dihasilkan
selama
proses
pengomposan, dan dilanjutkan dengan analisis kandungan yang terdapat pada kompos yang dihasilkan.
Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif yang Alat dan Bahan
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Metode penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
3
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02
Pasar tradisional Bandar Lampung
Limbah organik
Pengambilan sampel
Pengukuran sampel
(60 kg)
(berat dan volume)
Proses pengomposan
Analisis kandungan kompos
(biogas) Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
penelitian menunjukkan bahwa potensi
HASIL DAN PEMBAHASAN
volume limbah organik secara keseluruhan Pengukuran Berat dan Volume Limbah
yang didapatkan berdasarkan lima sampel
Organik
pasar yang diambil sebesar 43,378 m3/hari.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
potensi jumlah berat limbah organik yang didapatkan secara keseluruhan dari sampel lima pasar tradisional Bandar Lampung sebesar 10,277 ton/hari. Pengukuran jumlah limbah organik pasar yang dilakukan selain terhadap pengukuran berat dilakukan juga perhitungan
terhadap
volume
organik yang terdapat pada pasar.
4
limbah Hasil
Berdasarkan data berat dan volume yang didapatkan, jumlah berat dan volume limbah
organik
masing-masing
pasar
bervariasi bergantung pada jenis sampah yang terdapat di dalam tempat pembuangan sementara
pada
masing-masing
pasar.
Hasil pengukuran berat dan volume limbah organik pada masing-masing pasar dapat dilihat pada Gambar 2.
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01
20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000
17.556
8.902
Berat (ton/hari) 6.087
6.493
4.565
Volume (m3/hari)
4.341
Pasar Pasir Gintung
1.944
1.411
1.318
1.039
Pasar Tugu
Pasar Kangkung
Pasar Tamin
Pasar Koga
Gambar 2. Berat dan volume limbah organik yang dihasilkan di lima pasar tradisional kota Bandar Lampung
Limbah organik pada pasar tradisional di
yang dapat digunakan sebagai pupuk
Bandar Lampung memiliki potensi jumlah
organik cair (POC).
yang banyak dan dapat diterapkan dalam pembuatan
kompos
sehingga
dapat
Pengomposan Limbah Organik Analisis
mengurangi pencemaran lingkungan akibat
Karakteristik
sampah.
Kompos
Potensi limbah organik yang
banyak tersebut apabila diterapkan dengan menggunakan
metode
pengomposan
anaerobik memiliki keuntungan yang lebih karena selain mendapatkan kompos juga akan mendapatkan biogas yang dapat digunakan sebagai pengganti BBM atau BBG. Selain itu juga akan dihasilkan lindi
Analisis
Limbah
terhadap
Organik
karakteristik
dan
limbah
organik dan kompos yang dilakukan, yaitu analisis kadar air, analisis Total Solid (TS), dan analisis Total Volatile Solid (TVS). Data
analisis
karakteristik
kandungan
limbah organik dan kompos dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data karakteristik limbah organik dan kompos
Analisa Kadar air Total Solid (TS) Total Volatile (TVS)
Solid
Satuan
Sampel Limbah Organik
Sampel Kompos
% %
92,00 8,43
89,41 10,60
%
7,52
5,70
Sumber : Data Primer (2014)
5
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02
Berdasarkan data di atas, analisis terhadap
nilai padatan volatil menunjukkan proses
kadar air pada bahan baku limbah organik
degradasi yang semakin besar terjadi pada
sebelum dan sesudah pengomposan terjadi
bioreaktor (El Haq, 2010).
penurunan.
Penurunan kadar air yang
terjadi selama proses pengomposan sebesar
Pengukuran Suhu
2,59%. Penurunan kadar Total Volatile Solid (TVS) yang terjadi pada limbah organik
selama
proses
pengomposan
sebesar 1,82%. Penurunan kadar padatan volatil
menunjukkan
adanya
proses
degradasi di dalam bioreaktor anaerobik. Terjadinya penurunan kadar padatan volatil pada bioreaktor juga menunjukkan bahwa materi organik yang terkandung selama proses pengomposan mengalami penurunan yang progresif. Semakin besar penurunan
Suhu
merupakan
parameter
lingkungan yang penting bagi proses degradasi secara anaerobik.
Proses ini
merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu. Namun, pada proses pembuatan kompos secara anaerobik perlu tambahan
panas
dari
luar
supaya
temperatur sebesar 30ºC (Sumekto, 2006). Perubahan suhu yang terjadi berkisar antara 29,22oC sampai 30,22oC dan dapat dilihat pada Gambar 3.
Suhu (oC)
30.50 30.00 29.50 29.00 28.50 28.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Hari ke-
Gambar 3. Grafik perubahan suhu
Suhu
tertinggi
pengomposan
yang
30,22oC,
selama
diharapkan selama proses pengomposan
menunjukkan bahwa proses pengomposan
pada umumnya. Proses pengomposan yang
masih berlangsung pada suhu mesofilik.
berlangsung pada suhu mesofilik tersebut
Bakteri yang terdapat pada bioreaktor
menyebabkan proses penguraian terhadap
dalam
bahan organik menjadi semakin lama.
mesofilik
ini
hal
mencapai suhu termofilik seperti yang
ini
kondisi
yaitu
terjadi
masih
mengalami fase pertumbuhan dan belum
6
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01
anaerobik
Pengukuran Kelembaban
memang
membutuhkan
Perubahan kelembaban yang terjadi
kelembaban yang tinggi yaitu 50-65%.
selama proses pengomposan berkisar antara
Kelembaban yang tinggi pada proses
56,67%
anaerobik
sampai
kelembaban
yang
76,17%. terjadi
Perubahan
diperlukan
bakteri
untuk
dipengaruhi
membentuk senyawa-senyawa gas dan
karakteristik bahan baku sayur dan buah
beraneka macam asam organik sehingga
yang memiliki persentase kadar air sebesar
pengendapan kompos akan lebih cepat.
92% sehingga kadar air pada kompos yang
Perubahan kelembaban yang terjadi dapat
dihasilkan juga masih besar.
dilihat pada Gambar 4.
Menurut
Yuwono (2005), kondisi pengomposan
Volume Gas (L)
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Hari ke-
Biogas hasil pengomposan yang didapatkan
Shimadzu dan didapatkan data komposisi
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
biogas yang dihasilkan selama proses
Gas Chromatography (GC-2014AT) merek
pengomposan
seperti
pada
Tabel
2.
Tabel 2. Data komposisi biogas
Kandungan Gas N2 CH4 CO2
Satuan
Limbah Organik + Sludge
Limbah Organik + Kotoran Sapi
% % %
80,603 5,520 13,877
88,060 3,290 8,480
Sumber : Data Primer (2014); Natalia dan Panca (2013)
7
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02
Komposisi
CH4
pada
biogas
yang
dihasilkan selama proses pengomposan sebesar 5,520%.
terbaik yaitu dengan komposisi CH4 3,29%, N2 88,06%, dan CO2 8,48%.
Rendahnya kandungan
CH4 pada biogas yang dihasilkan karena
Analisis Kualitas Kompos
kondisi bioreaktor yang belum divakumkan
Analisis terhadap kandungan kompos yang
terlebih dahulu sehingga masih terdapat
dilakukan meliputi analisis C/N rasio, total
udara yang berada di dalam bioreaktor yang
karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P) dalam
menyebabkan kadar N2 dan CO2 lebih
P2O5, dan kalium (K) dalam K2O. Secara
tinggi.
umum
Hal
ini
sesuai
berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
penelitian yang dilakukan Natalia dan
kandungan yang terdapat pada kompos
Panca
yang dihasilkan dan dibandingkan dengan
(2013),
komposisi
biogas
dari
pencampuran limbah organik pasar dengan
ketentuan
SNI
19-7030-2004
tentang
starter kotoran sapi didapatkan kandungan
spesifikasi kompos dapat dilhat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan data hasil penelitian dengan SNI
Parameter
Satuan
Kadar air pH C-organik N-total Fosfor (P2O5) Kalium (K2O) C/N rasio
% % % % %
Sampel Kompos 89,41 5,31 12,36 1,79 1,05 1,15 6,90
SNI 19-7030-2004 Min Maks 50 6,80 7,49 9,80 32 0,40 0,10 0,20 * 10 20
Keterangan : *Nilainya lebih besar dari minimum
Kadar air kompos yang dihasilkan pada
dengan kondisi ideal yang digunakan untuk
kompos yang dihasilkan yaitu sebesar
proses
89,41% dan masih belum sesuai dengan
anaerobik kelembaban yang dibutuhkan
standar SNI 19-7030-2004 yaitu maksimal
untuk proses pengomposan adalah 50-65%
50%.
baku
(Yuwono, 2005). Menurut Simamora dan
mempengaruhi kadar air pada kompos yang
Salundik (2006), pengomposan anaerobik
dihasilkan.
akan
Karakteristik
bahan
Kadar air bahan baku yang
pengomposan.
menghasilkan
Pada
lumpur
proses
yang
digunakan sangat besar yaitu sebesar 92%.
mengandung bagian padatan dan cairan.
Kadar air bahan baku yang digunakan
Bagian padatan ini yang disebut kompos,
dalam penelitian ini masih belum sesuai
namun karena kadar air yang dihasilkan
8
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01
masih tinggi sebelum digunakan harus
perbandingan antara nilai C : N masih
dikeringkan terlebih dahulu. Lumpur atau
belum sesuai dengan standar SNI 19-7030-
kompos yang dihasilkan berwarna hitam
2004 yaitu 10-20. Fluktuasi yang terjadi
kecoklatan. Apabila dikeringkan warnanya
dipengaruhi oleh jenis bahan organik yang
hitam agak abu-abu meyerupai abu rokok,
digunakan
berstruktur remah, dan memiliki daya serap
tumpukan dimana mikroorganisme dapat
air yang tinggi. Kompos anaerob ini dapat
tumbuh dan berkembang pesat.
diberikan pada tanaman dalam kondisi
tersebut sudah menjadi kompos apabila
basah atau kering (Yuwono, 2005).
C/N rasio sudah mencapai lebih kecil dari 20.
Kandungan
pH
dari
kompos
dan
kondisi
ideal
dalam
Bahan
Semakin besar kecepatan penurunan
yang
C/N rasio, maka semakin singkat waktu
dihasilkan sudah termasuk dalam kondisi
yang diperlukan untuk mencapai C/N rasio
asam yaitu 5,31.
lebih kecil dari 20 yang disebut sebagai
pH kompos yang
dihasilkan masih dapat digunakan pada
waktu
pengomposan
(Yuwono,
2005).
tanah secara langsung. Apabila pH kompos
Semakin tingginya C/N rasio maka akan
yang dihasilkan terlalu asam tidak dapat
semakin lama proses pengomposan yang
digunakan secara langsung karena akan
dilakukan.
membuat jasad renik mati.
Apabila pH
terlalu
menghambat
Kecilnya data C/N rasio kompos hasil
pertumbuhan tanaman dan mikroorganisme
penelitian yang didapatkan akibat proses
tanah (Hardjowigeno, 1991 dalam Soetopo,
pendegradasian
2006).
dilakukan dengan C/N rasio bahan baku
basa
dapat
pH kompos yang didapatkan
yang
antara 6,80-7,49. Kelembaban yang terlalu
penambahan
tinggi
memiliki nilai C/N rasio rendah juga yaitu
menyebabkan
kurang
yaitu lumpur
12
pengomposan
seharusnya mendekati pH netral yaitu
juga
rendah
saat
serta (sludge)
adanya yang
tercapainya suhu optimal sehingga kerja
7,15.
mikroorganisme
dalam penelitian ini masih belum sesuai
tidak
optimal
dan
membuat pH menjadi kondisi asam.
C/N rasio bahan yang digunakan
dengan kondisi ideal yang digunakan untuk proses pengomposan.
Menurut Rynk
C/N rasio pada kompos yang dihasilkan
(1992), kondisi C/N rasio ideal yang dapat
yaitu sebesar 6,90. Nilai C-organik dan N-
digunakan untuk bahan baku pengomposan
total yang dihasilkan apabila dilihat dari
adalah 20:1
9
sampai 35:1.
Sedangkan
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02
menurut Toharisman (1991), C/N rasio
pada penelitian ini terbilang cukup tinggi
yang efektif untuk proses pengomposan
sehingga sangat baik bagi pertumbuhan
berkisar antara 30:1 hingga 40:1. C/N rasio
tanaman.
sayuran sebagai limbah organik apabila seharusnya
dapat
langsung
digunakan
menjadi pupuk karena dapat terdegradasi secara alami tanpa harus dilakukan proses pengomposan, pengeringan
namun terlebih
perlu
dilakukan
dahulu
untuk
mengurangi kadar air yang terkandung di dalam sayuran.
Secara umum jika C/N
rasio terlalu tinggi maka aktivitas biologi mikroorganisme
akan
berkurang
dan
timbunan sampah akan membusuk secara perlahan karena keterbatasan nitrogen (N). Akibatnya akan dibutuhkan waktu yang lama untuk tercapainya proses pematangan kompos tersebut (Polprasert, 1989).
Potensi Pemanfaatan Limbah Organik dalam Proses Pengomposan Pengomposan anaerobik yang dilakukan selama
28
sebanyak
hari 60
dengan kg
bahan
sampah
baku
organik
mendapatkan kompos sebanyak 36 kg yang artinya mengalami penyusutan sebesar 40% dari
bahan
pengomposan.
baku Jumlah
awal
sebelum
berat
limbah
organik yang didapatkan pada lima sampel pasar tradisional di Bandar Lampung dengan rata-rata sebesar 10,277 ton/hari apabila diaplikasikan dalam pembuatan kompos dengan asumsi penurunan yang sama sebesar 40% dalam pembuatan
Fosfor (P) dan kalium (K) merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan fosfor (P) yang terdapat pada sampel kompos pada penelitian ini adalah 1,05% yang jauh lebih baik dibandingkan standar SNI 19-7030-2004 yaitu dengan jumlah minimal 0,10%. Kandungan kalium (K) pada kompos yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 1,15% yang juga jauh lebih baik dibandingkan standar SNI 19-7030-2004 yaitu dengan jumlah minimal 0,20%. Fosfor dan kalium yang didapatkan dari kompos yang dihasilkan
10
kompos maka akan mendapatkan sebanyak 6,166 ton kompos. Menggunakan metode pengomposan menghasilkan menghasilkan
anaerobik kompos biogas.
selain
juga
dapat
Biogas
yang
didapatkan pada penelitian ini adalah 55,00 liter.
Apabila diterapkan pada limbah
organik yang didapatkan pada lima sampel pasar tradisional di Bandar Lampung akan didapatkan biogas sebesar 9.420,58 liter. Selain itu, terdapat lindi yang dihasilkan selama proses pengomposan yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pupuk
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02
organik cair (POC). Limbah organik pada
sebagai
pasar tradisional di Bandar Lampung
dilakukannya press terhadap bahan baku
memiliki potensi yang baik apabila dapat
untuk
diterapkan
terkandung di dalam bahan. Neraca massa
dalam
pembuatan
kompos
pembuatan
mengurangi
kompos
kadar
proses
lingkungan sekaligus dapat meningkatkan
menggunakan
pendapatan karena penggunaan kompos
anaerobik dengan bahan baku limbah
dan biogas yang dihasilkan dari proses
organik yang didapatkan dari lima sampel
pengolahan limbah secara anaerobik. Akan
pasar tradisional di Bandar Lampung dapat
tetapi
dilihat
dilakukan
pengelolaan
yang
yang
sehingga dapat mengurangi pencemaran
sebelum
pengomposan
air
perlu
metode
pada
dilakukan
pengomposan
Gambar
6
terhadap bahan baku limbah organik pasar
Sludge (lumpur) 10 L ≈ 10 kg total
Air 28,375 kg
Limbah Organik 60 kg
PROSES
Kompos 36 kg (KA = 89,41%)
(KA = 92%) Air lindi (POC) 30 L ≈ 30 kg total
Biogas
Kompos 7,625 kg
55 L ≈ ±4 kg (KA = 50%)
Gambar 6. Neraca massa proses pengomposan anaerobic KESIMPULAN DAN SARAN
karakteristik suhu 29,75oC, kadar air
Kesimpulan
89,41%, pH 5,31, C/N rasio 6,90, N-total
Potensi limbah organik pada pasar
1,79%, fosfor (P) 1,05%, dan kalium (K)
tradisional di Bandar Lampung dengan
1,15%. Produksi biogas kumulatif yang
lima
dihasilkan sebanyak 55,00 liter dengan
sampel
pasar
yang
diambil
mempunyai berat rata-rata total sebesar
komposisi
10,277 ton/hari dan volume rata-rata total
80,603%, CH4 sebesar 5,520%, dan CO2
3
Kandungan
sebesar 13,877%. Potensi limbah organik
dengan
pada lima sampel pasar tradisional di
sebesar 43,378 m /hari. kompos
11
yang
dihasilkan
kandungan
N2
sebesar
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02
Bandar Lampung sebesar 10,277 ton/hari apabila dimanfaatkan dalam pembuatan kompos dengan menggunakan metode anaerobik
selama
28
hari
akan
menghasilkan 6,166 ton kompos dan 520,02 liter CH4, serta dihasilkan air lindi yang dapat digunakan sebagai pupuk organik cair (POC).
Saran Perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan limbah organik pasar sesuai dengan
kondisi
ideal
bahan
baku
pembuatan kompos untuk mendapatkan kualitas kompos terbaik. pengontrolan
terhadap
Perlu adanya kondisi
dan
biogas
terbaik.
Perlu
dilakukannya penelitian lanjutan terhadap lindi yang dihasilkan untuk digunakan sebagai bahan pupuk organik cair (POC). DAFTAR PUSTAKA El Haq, P.S. 2010. Tugas Akhir: Potensi Lumpur Tinja Manusia sebagai Penghasil Biogas. Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP-ITS. Surabaya. Natalia, M. dan Panca N. 2013. Pengolahan Sampah Organik (Sayur-
12
Polprasert, C., 1989. Organic Waste Recycling. Environmental Engineering Divisi on Asia Institute of Technology. Thailand. Rynk, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service Pub. No. 52. Cooperating Extension Service. Ithaca, N.Y: 186pp. A classic in on-farm compsoting. Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.
proses
pengomposan yang dapat menghasilkan kompos
sayuran) Pasar Tugu Menjadi Biogas dengan Menggunakan Starter Kotoran Sapi dan Pengaruh Penambahan Urea secara Anaerobik pada Reaktor Batch. Skripsi. Fakultas Teknik Unila. Bandar Lampung.
Soetopo, R. dan Sri Purwati. 2006. Pengaruh Kompos dari Limbah Lumpur IPAL Industri Kertas Terhadap Tanaman dan Air Perkolat Tanah. Berita Selulosa. Vol. 41. No. 1. Hal 21-29. Balai Besar Pulp dan Kertas. Bandung. Sumekto, R. 2006. Pupuk Pupuk Organik. PT. Intan Sejati. Klaten. Toharisman, A. 1991. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula. Berita 4: 66-69. Yuwono, D. 2005. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02