POLA PENDIDIKAN BAGI ANAK-ANAK PENYANDANG CACAT MENTAL (Studi di SLB Dharma Bakti Kelurahan Beringin Raya, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung) Oleh Martha Anas*), Endry Fatimaningsih**) *)
Alumni program sarjana Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung **) Staf Pengajar Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung
ABSTRACT
The purpose of this research is to explain the pattern of education for children with mental disabilities in an unusual school, SLB Dharma Dharma Bakti Pertiwi, Beringin Raya, Kemiling Sub-district, Bandar Lampung. This study is qualitative research. The techniques of collecting data are interview and documentation, while the technique of data analysis is qualitative analysis. The conclusions of this study are: (1) The pattern of inclusive education implemented is regular or general education for children with special needs using a school-based curriculum or KTSP. The strategies used in the approach to the students are: students are considered as friends, being patient and individual. Instructional media used are textbooks, pictures and props as well as tools and materials for skill practice; (2) The special pattern of education for SLB students are general subjects by providing general subjects with verbal and nonverbal language or giving examples and demonstrations. Skill education and self fostering are given in order that the students will have special skills to take care of themselves and not depend on others. Education of language speaking skills is carried out empathically and by giving motivation to the students to follow the learning activities well, to be able to communicate with friends, teachers, parents and people around him; (3) The level of absorption of the material with the students of SLB Dharma Dharma Bakti Pertiwi is adapted to the students’ ability. If the students do not understand and comprehend the material presented, the teacher will repeat until the students know and understand. Key word: Education pattern, children, mental disabilities
PENDAHULUAN Tidak ada satu anak manusia yang diciptakan sama yang satu dengan lainnya. Tidak ada satu anak manusia tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satu anak manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau memiliki kecacatan. Demikian juga tidak akan ada seorang Ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Dengan demikian maka sejak kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya. 110
Pola Pendidikan Bagi Anak-Anak Penyandang Cacat Mental
Konsekuensi logis bila ABK akan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan. Salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terutama anak cacat mental adalah SLB Dharma Bakti Kelurahan Langkapura Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung, di mana sekolah sebagai salah satu agen sosialisasi diharapkan dapat membina dan mendidik anak-anak yang mengalami kecacatan mental ini untuk dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan sesamanya.Oleh karena sangat menarik untuk diteliti mengapa SLB Dharma Bakti Kelurahan Langkapura Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung masih menjadi pilihan para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus terutama anak cacat mental untuk disekolahkan di SLB tersebut.
KAJIAN PUSTAKA Pendidikan Luar Biasa Pendidikan luar biasa adalah suatu program pendidikan yang diselenggarakan khusus untuk para penyandang kelainan atau bagi peserta didik yang termasuk dalam kelompok luar biasa baik yang mengalami penyimpangan ke atas dalam arti kurang, agar mereka dapat berkembang secara maksimal (http://slb.co.id). Menurut Sapariyadi (1982), pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang secara sengaja direncanakan untuk anak-anak berkelainan. Mereka dengan sengaja dipisahkan dengan anak-anak normal, kemudian dipersatukan diantara mereka sesuai dengan taraf dan jenis kelainannya untuk diberi pendidikan khusus. Sekolah Luar Biasa Sekolah Luar Biasa merupakan salah satu jenis sekolah yang bertanggungjawab melaksanakan pendidikan bagi anak-anak yang menderita kelainan. Adapun Tujuan dari penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa adalah : a. Mensukseskan pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan meningkatkan program perluasan kesempatan belajar yang berpedoman pada azas pemerataan b. Mewujudkan iklim masyarakat belajar bagi kalangan orang tua, anak dan masyarakat c. Meningkatkan kepedulian dan partisipasi orang tua dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan luar biasa (PLB) d. Meningkatkan usaha peningkatan mutu PLB melalui pengadaan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas guru, kurikulum, wawasan ilmu pengetahuan dan agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kelembagaan maksimal (http://slb.co.id). Beberapa sasaran dari penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa antara lain : a. Tertampungnya anak berkebutuhan khusus usia sekolah pada lembaga PLB dan pendidikan umum yang ada b. Tersedianya sarana prasarana, sumber dan bahan belajar serta tenaga kependidikan yang bermutu dan memadai c. Tersedianya beasiswa bagi anak berkebutuhan khusus yang berprestasi dan kurang mampu dalam rangka mensukseskan wajib belajar sembilan tahun
Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2: 110-121
111
d. Terwujudnya peran serta dan kerjasama antara sekolah dan masyarakat dunia usaha maupun industri e. Terciptanya iklim belajar yang mendukung terwujudnya masyarakat belajar dalam rangka pemerataan kesempatan belajar, khususnya bagi anak berkebutuhan khsusus maksimal (http://slb.co.id). Pola Pendidikan Pola adalah standarisasi, pengulangan, organisasi atau arah dari perilaku (Soekanto, 1993). Lebih lanjut, pola dapat diartikan sebagai suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah mantap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa pengertian pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang diterima seseorang dan dipakai sebagai pedoman sebagaimana diterimanya dari masyarakat sekelilingnya (Depdikbud, 1989). Selain itu pola juga dapat diartikan sebagai standarisasi pengulangan organisasi atau arah dari suatu perilaku. Pola Pendidikan Sekolah Luar Biasa Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Begitu pula orang-orang yang menderita cacat atau kelainan juga mendapatkan perlindungan hak yaitu Pendidikan Luar Biasa (PLB) melalui Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan sekolah yang berbeda dengan sekolah-sekolah umum apabila dilihat dari siswanya yang merupakan anak-anak yang menderita kelainan atau mengalami cacat fisik, sehingga dalam kegiatan proses belajar mengajar dan juga kurikulumnya akan berbeda dengan sekolah umum. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2012: 3) tentang Kurikulum Sekolah dikemukakan bahwa Sekolah Luar Biasa (SLB) dibedakan menjadi 3 jenis yaitu : a. Sekolah Luar Biasa A diperuntukkan bagi anak-anak tunanetra yaitu anak-anak yang tidak dapat melihat karena indra penglihatannya mengalami kerusakan. b. Sekolah Luar Biasa B diperuntukkan bagi anak-anak tunarungu yaitu anak-anak yang tidak dapat mendengar karena indera penglihatannya mengalami kerusakan. c. Sekolah Luar Biasa C diperuntukkan bagi anak-anak tunagrahita yaitu anak-anak yang mengalami cacat pikiran dan lemah daya tangkap (idiot). d. Sekolah Luar Biasa D diperuntukkan bagi anak-anak tunadaksa e. Sekolah Luar Biasa E diperuntukkan bagi anak-anak tunalaras f. Sekolah Luar Biasa G diperuntukkan bagi anak-anak mengalami cacat ganda. Anak Luar Biasa Amin (1992) menyatakan bahwa anak luar biasa adalah anak-anak yang menyimpang dari anak-anak normal (rata-rata dalam segi fisik, mental), emosi (sifat sosialnya atau penyimpangan ganda sedemikian rupa sehingga memerlukan layanan pendidikan luar biasa), sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Istilah luar biasa tidak membeda-bedakan anak, tetapi anak yang dimaksud dalam kelompok ini memerlukan penanganan dan pelayanan secara khusus dalam pendidikannya agar mereka memperoleh kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal sebagaimana 112
Pola Pendidikan Bagi Anak-Anak Penyandang Cacat Mental
anak-anak pada umumnya. Pada hakekatnya anak normal dengan anak luar biasa mempunyai keinginan-keinginan perlindungan, rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta kasih, makan minum, serta ingin memperoleh kesempatan pendidikan dan kebebasan untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya. Anak Cacat Mental Cacat mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Anak-anak yang menderita cacat mental mengalami keterlambatan permanen dan menyeluruh di dalam banyak aspek perkembangan mereka sebab intelegensi mereka rusak. Seberapa tinggi intelegensia mereka biasanya dinyatakan di dalam bentuk Intelligence Quotient (IQ). IQ normal berkisar antara 80 sampai 120. Anak-anak cacat mental memiliki IQ dibawah 70. Sekitar 2.5 persen anak-anak mengalami semacam cacat mental. Mereka yang IQ-nya antara 50 dan 70 dikatakan menderita cacat mental ringan, sedangkan yang di bawah 50 dikatakan menderita cacat mental parah. Faktor-faktor Penyebab Anak Cacat Mental Faktor-faktor penyebab anak menderita cacat mental antara lain : a. Peristiwa kelahiran, di negara sedang berkembang, penyebab cacat mental yang utama adalah kerusakan pada otak saat kelahiran. Kehamilan yang tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak tepat, bantuan persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak mengakibatkan kerusakan pada otak anak. b. Infeksi, anak menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis, encephalitistu berkulosis, dan lain-lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan otak akibat penyakit-penyakit tersebut menderita deficit neorologik dan cacat mental c. Malnutrisi berat, kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu partumbuhan dan fungsi susunan syaraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi pada kelompok ekonomi lemah. d. Kekurangan yodium, kekurangan yodium dapat mempengaruhi perkembangan mental anak, termasuk salah satu penyebab cacat mental. Untuk mengenal anak cacat mental secara dini, beberapa gejala ini dapat dijadikan indikator. e. Terlambat memberi reaksi, gejala-gejala ini dapat diamati pada saat minggu-minggu pertama kehidupan anak. Antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak tertawa atau digelitik. Anak tidak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat jika dirangsang dengan gerakan tangan kita. Bagi anak yang sehat, bola matanya akan mengikuti gerakan tangan kita. Bagi anak yang sehat, bola matanya akan mengikuti gerakan tangan tersebut kekiri atau kekanan. Begitu juga terhadap bunyi-bunyian, anak yang sehat akan tersentak, terkejut, membesarkan bola mata, dan berusaha mencari suara tersebut. Sebaliknya anak cacat mental akan terlambat bereaksi terhadap bunyi-bunyian, seolaholah tergantung pendengarannya. Anak cacat mental juga lambat mengunyah makanan, sehingga ia seringkali mengalami gangguan. f. Memandang tangannya sendiri, bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring sering memperhatikan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini masih terlihat walaupun usianya sudah lebih tua dari 20 minggu. g. Memasukkan benda ke mulut, kegiatan memasukkan benda ke dalam mulut merupakan aktifitas yang khas untuk anak usia 6-12 bulan. Anak cacat mental masih suka Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2: 110-121
113
memasukkan benda atau mainan ke dalam mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2 atau 3 tahun. h. Kurang perhatian dan kurang konsentrasi, anak cacat mental kurang memperhatikan lingkungan sekitar. Perhatiannya terhadap mainan hanya berlangsung singkat saja. Malahan seringkali tidak mengacuhkan kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia kurang tertarik dan tidak berusaha untuk mengambilnya. Pola Pendidikan Terhadap Anak Cacat Mental Dalam pembahasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa agen sosialisasi terdapat beberapa macam yaitu keluarga, teman pergaulan, sekolah, lingkungan kerja, media massa dan agen-agen lain, maka respon agen sosialisasi terhadap keberadaan anak-anak cacat mental juga berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi si mana agen sosialisasi tersebut berada. Di dalam penelitian ini agen sosialisasi akan difokuskan pada agen sosialisasi sekolah sebagai lembaga pendidikan. Dalam pembahasan, teori respon tidak terlepas dari pembahasan proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M. Caffe (dalam Suryabrata, 1987), respon pola pendidikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Kognitif, yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak. 2. Afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap, dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu. 3. Konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan perilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong ke dalam tipe penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi Kelurahan Beringin Raya Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pendidikan Inklusif (Umum) Kurikulum Yang Digunakan Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan 114
Pola Pendidikan Bagi Anak-Anak Penyandang Cacat Mental
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk meningkatkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Kurikulum yang digunakan juga harus sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa khususnya bagi anak berkebutuhan khusus dalam hal ini adalah siswa tunagrahita. Kurikulum yang diterapkan dalam proses pembelajaran adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP merupakan strategi untuk pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktik dan berprestasi. Namun dalam perenapannya belum dapat terlaksana secara efektif karena guru tidak menyesuaikan KTSP secara menyeluruh. Pemahaman Tentang Konsep Mengajar Selain penerapan kurikulum yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya di SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi juga memiliki permasalahan dalam proses pembelajaran terutama mengenai kemampuan guru di dalam pemahaman tentang konsep mengajar, sehingga guru kurang optimal di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Mengajar tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa melainkan berusaha membuat suatu situasi yang memungkinkan siswa untuk belajar. Sebagai seorang guru SLB, khususnya bagi siswa tunagrahita tidak hanya sekedar mengajar dan mendidik tetapi lebih bersifat melatih dan mereka juga harus memahami tentang konsep mengajar itu sendiri. Hal ini disebabkan siswa tunagrahita tidak dapat menerima materi hanya dengan diajar secara umum yaitu dengan menyampaikan materi di depan kelas, akan tetapi guru juga harus membimbing dan melatih satu persatu agar siswa dapat menguasai materi dan kemampuan yang diajarkan. Mengajar bukan hanya sekedar mentransfer ilmu yang dimiliki oleh guru kepada siswanya, namun memberikan sesuatu pada siswa dari belum tahu menjadi tahu. Pemahaman Tentang Pendidikan Inklusif Pemahaman guru dan informan pada SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi merupakan pembelajaran khusus yang diberikan kepada siswa yang berkebutuhan khusus yang dilakukan dengan kurikulum yang disusun sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama temanteman seusianya. Semua anak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan begitu pula anak tunagrahita dan anak berkebutuhan khusus lainnya. Mata Pelajaran Yang Disampaikan Pada Siswa Tunagrahita Pola pendidikan umum misalnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Agama diberikan kepada siswa tunagrahita seperti juga sama dengan anak-anak normal lainnya, ada perbedaan sedikit yakni lebih kepada cara verbal, strategi dan metode serta alat bantu agar lebih mudah bagi siswa tunagrahita menangkap materi. Mata pelajaran yang disampaikan oleh setiap guru berbeda-beda tergantung pada kelas-kelas dan disesuaikan dengan kondisi siswanya, misalnya untuk pola pendidikan umum yang diberikan dan diajarkan kepada siswa tunagrahita meliputi mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, pendidikan agama dan mata pelajaran umum lainnya seperti yang diajarkan pada anak-anak normal lainnya. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2: 110-121
115
Media Pembelajaran Yang Digunakan dalam Penyampaian Materi Bagi Siswa Tunagrahita Media pembelajaran merupakan bahan, alat dan teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dengan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berhasil guna. Menurut hasil wawancara dengan Ani diperoleh hasil bahwa bentuk media pembelajaran yang digunakan di dalam proses pembelajaran di sekolah. Media pembelajaran yang digunakan antara lain adalah buku-buku pelajaran dan gambar-gambar, alat-alat salon, perlengkapan menari, perlengkapan memasak, kain-kain dan perlengkapan lain untuk tata busana. Media yang tersedia di sekolah belum memadai sehingga siswa masih harus membawa peralatan belajar dari rumah masing-masing yaitu berupa peralatan belajar. Sedangkan media pembelajaran untuk keahlian sudah tersedia di sekolah. Masalah Yang Dihadapi dalam Proses Mengajar Pola pendidikan pada anak tunagrahita ada masalah-masalah dasar karena keterbatasan-keterbatasan antara lain keterbatasan manusia, keterbatasan alat/ sarana yaitu keterbatasan fasilitas pembelajaran yang tersedia, keterbatasan sumberdaya manusia yaitu siswanya, gurunya dan orang tuanya. Di dalam proses pembelajaran seringkali muncul masalah baik yang berasal dari guru misalnya guru sulit untuk menyesuaikan diri dengan siswa maupun dari diri siswa yang sulit memahami pelajaran. Guru sering merasa jenuh dalam mengajar siswa tunagrahita yang pada akhirnya guru sulit menyesuaikan diri. Faktorfaktor yang muncul kebanyakan berasal dari siswa itu sendiri karena keterbatasan mereka dan tidak adanya pengertian dan perhatian orang tua. Masalah lain yang muncul adalah terjadinya komunikasi yang tidak lancar antara guru dengan siswa. Masalah dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi memang selalu menjadi masalah dalam proses pembelajaran bagi siswa tunagrahita. Ukuran Yang Digunakan Untuk Mengukur Keberhasilan dalam Mengajar Keberhasilan pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Setiap guru memiliki standar pengukuran tersendiri untuk mengukur sejauhmana siswa dikatakan berhasil dalam mengikuti pelajaran. Siswa dapat dinyatakan lulus apabila dapat mengerjakan tes ujian dengan nilai yang baik. Pola Pendidikan Khusus Pola pendidikan khusus adalah pola pendidikan yang di dalam proses belajar mengajarnya ada suatu hal yang berbeda dengan proses belajar mengajar di sekolah formal. Dikarenakan jika masih terdapat siswa tunagrahita yang belum dapat menguasai materi yang diberikan, maka guru akan memisahkan siswa tersebut dari teman-temannya yang kemudian akan diberikan penjelasan materi yang belum dapat dimengerti oleh siswa sampai akhirnya siswa paham dan mengerti. Seluruh mata pelajaran juga tidak terlepas dari peran guru dalam memberikan demonstrasi atau contoh. Pendidikan Mata Pelajaran Umum Di dalam proses pembelajaran mata pelajaran umum ada strategi khusus yang diterapkan oleh guru, di dalam kelas guru memberikan materi menggunakan pesan verbal 116
Pola Pendidikan Bagi Anak-Anak Penyandang Cacat Mental
dan nonverbal yang diajarkan secara berkesinambungan dari jenjang SDLB B, SMPLB B dan SMALB B. Guru SLB dalam proses pembelajaran dominan menggunakan bahasa verbal dan non verbal dengan tujuan agar siswa mampu berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Pendidikan Mata Pelajaran Keahlian dan Bina Diri Strategi yang paling efektif dalam penerapan pola pendidikan keahlian adalah dengan strategi demonstrasi atau memberikan contoh yaitu praktek langsung menggunakan alat-alat dan media yang tersedia misalnya salon, perlengkapan menari, memasak, menjahit dan sebagainya. Guru menjelaskan secara langsung nama alat dan gunanya sehingga mereka juga mampu untuk langsung mempraktekannya. Dari hasil praktek tersebut minimal siswa dapat menerapkan untuk mengurus dan membina dirinya sendiri sebelum terjun langsung ke dunia kerja. Pendidikan Pengembangan Ketrampilan Pola pendidikan pengembangan ketrampilan ini wajib diikuti oleh siswa SLB untuk melatih perkembangan ketrampilan siswa dalam berbahasa dan berbicara, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia dalam mengadakan hubungan dengan sesamanya. Hal ini berarti apabila memiliki bahasa yang sama, maka mereka akan dapat saling bertukar pikiran mengenai segala sesuatu yang dialami secara konkret yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari maupun abstrak yang tidak dilakukan sehari-hari akan tetapi telah diajarkan oleh guru. Tanpa mengenal bahasa yang digunakan suatu masyarakat, kita akan sulit mengambil bagian dalam kehidupan sosial mereka. Tingkat Penyerapan Materi Cara Penyampaian Materi Kepada Siswa Setiap guru memiliki cara dalam menyampaikan materi kepada siswanya. Cara yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, kerja kelompok, pemberian tugas dan latihan. Proses pembelajaran di SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi berbeda dengan proses pembelajaran pada sekolah lainnya karena siswa SLB memiliki keterbatasan dalam hal berkomunikasi dan kesulitan untuk mendengar. Oleh karena itu cara yang tepat adalah dengan demonstrasi atau memberikan contoh. Metode demonstrasi pada pelajaran keahlian akan lebih efektif. Selain itu cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pada setiap jenjang pendidikannya berbeda-beda. Untuk siswa pada jenjang sekolah dasar tidak dapat dijelaskan dengan metode ceramah, namun harus dituliskan satu persatu dan dicontohkan pada buku siswa masing-masing. Faktor-faktor Yang Berpengaruh dalam Proses Penyerahan Materi Penyampaian materi kepada siswa SLB adalah hal yang sangat sulit dan diperlukan kesabaran dan keuletan para guru, karena tidak semua siswa dengan mudah dapat menyerap materi yang disampaikan oleh para guru. Hal ini disebabkan oleh siswa itu sendiri. Oleh karena itu cara yang diterapkan guru adalah dengan mengulang dan mengajarkan kembali kepada siswa materi yang belum dikuasainya. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi tingkat daya serap siswa adalah mereka jarang masuk ke sekolah, sehingga mereka tidak mengetahui materi yang telah disampaikan Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2: 110-121
117
pada saat mereka tidak masing sekolah. Faktor lain adalah siswa sering keluar kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Tanggapan Siswa Terhadap Materi Yang Disampaikan Tanggapan atau respon siswa terhadap materi yang disampaikan dapat menjadi suatu ukuran bagi keberhasilan guru dalam proses pembelajaran. Apabila tanggapan siswa cukup baik maka guru dikatakan berhasil dalam memberikan materi. Guru memberikan soal-soal dan latihan sebagai ukuran keberhasilan mengajarnya. Jika soal-soal dikerjakan dengan baik maka respon mereka terhadap materi yang diberikan cukup baik. Namun jika mereka belum mampu mengerjakan soal dengan baik maka respon mereka kurang baik. Paparan Hasil Penelitian (Observasi) Berdasarkan hasil observasi di SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi, kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 08.00 WIB untuk seluruh jenjang pendidikan dan pulang pukul 10.00 WIB untuk siswa SDLB serta pukul 12.15 WIB untuk siswa SMPLB dan SMALB. Kurikulum yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah kurikulum khusus yang dirancang untuk peserta didik yang memiliki keterbatasan fisik dengan bobot persentase 60% ketrampilan dan 40% materi umum. Kurikulum tersebut dirancang dengan maksud agar siswa dapat memiliki ketrampilan khusus sehingga dapat hidup lebih mandiri. Di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, guru mengajar menggunakan strategi dengan bahasa verbal dan nonverbal dan demonstrasi atau memberikan contoh. Metode yang digunakan adalah metode isyarat, metode pemberian tugas, metode ketrampilan dan latihan. Jumlah siswa setiap kelasnya tidak lebih dari 15 siswa. Materi yang diajarkan kepada siswa disesuaikan dengan kondisi mereka karena siswa memiliki mood yang berbeda, sehingga apabila ada siswa asyik bermain sendiri ataupun keluar masuk kelas maka guru tidak dapat melarangnya. Jika siswa cepat memahami dan mengerti tentang materi yang diajarkan maka guru dapat melanjutkan ke materi pelajaran selanjutnya. Namun jika siswa sulit untuk memahami materi pelajaran, maka materi tersebut akan terus menerus diulang sampai siswa memahaminya. Siswa pada SDLB B yaitu tingkat Sekolah Dasar dan siswa SMPLB B yaitu tingkat Sekolah Menengah Pertama masih sulit memahami pesan atau informasi yang hanya disampaikan melalui pesan verbal atau menggunakan lambang kata-kata atau bahasa sebagai medianya, baik secara lisan maupun tulisan. Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk menjelaskan baik secara verbal maupun non verbal. Namun dalam proses pembelajaran guru sering menggunakan bahasa atau pesan verbal dan mengurangi sedikit demi sedikit penggunaan bahasa nonverbal atau bahasa isyarat. Hal ini bertujuan untuk membiasakan siswa berkomunikasi secara verbal, sehingga siswa akan lebih mudah bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakat biasa lainnya. Selain itu juga digunakan ekspresi wajah, kontak mata dan gerak isyarat sebagai pendukung penggunaan bahasa verbal. Guru dalam proses pembelajaran membiasakan para siswa untuk memadukan antara bahasa verbal dan nonverbal sehingga lebih mudah dipahami. Guru memberikan materi, informasi dan pesan melalui tatap muka langsung dengan siswa dan berpengaruh terhadap sikap siswa tersebut. Selain itu guru juga menggunakan metode demonstrasi atau memberikan contoh. Demonstrasi merupakan hal yang penting bagi proses pembelajaran pada siswa SLB karena akan memudahkan siswa yang memiliki keterbatasan dalam hal 118
Pola Pendidikan Bagi Anak-Anak Penyandang Cacat Mental
berkomunikasi untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Demonstrasi selalu digunakan pada setiap mata pelajaran. Guru langsung mempraktekkan di depan kelas tentang materi yang dibahas dan siswa pun memperhatikan. Selain itu guru juga harus menunjukkan empati kepada siswa, karena dengan empati ini guru akan mampu memahami peranan siswanya ketika proses pembelajaran berlangsung. Empati menciptakan kesabaran pada diri seorang guru. Seorang guru yang memiliki empati yang tinggi pada siswanya biasanya akan dijadikan guru favorit sebagai tempat mencurahkan isi hati dan keluh kesah oleh siswanya, karena empati tersebut menciptakan kepercayaan siswa terhadap guru. Jika siswa sudah memiliki kepercayaan terhadap seorang guru maka dengan mudah guru tersebut memberikan motivasi yang baik dalam menumbuhkan keinginan pada diri siswa untuk maju dan giat belajar. Cara yang dilakukan dalam memotivasi siswa yaitu melalui komunikasi formal yang dilakukan dalam proses pembelajaran dan komunikasi informal seperti dalam kegiatan sehari-hari siswa di luar proses pembelajaran. Motivasi yang diberikan diharapkan mampu membuat siswa lebih semangat dalam belajar dan berani serta percaya diri dalam bersosialisasi dengan baik terhadap masyarakat. Proses pembelajaran tidak akan berjalan secara efektif jika tidak didukung dengan fasilitas yang baik pula. Fasilitas yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas cukup memadai. Fasilitas di dalam kelas sudah cukup memadai misalnya papan tulis, spidol, meja, kursi, alat hitung (simpoa), buku-buku bergambar dan puzzle bangunan. Fasilitas yang digunakan dalam olah raga juga cukup memadai seperti bola volley dan bola futsal. Tenaga pengajar pada seluruh jenjang pendidikan pada SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi memiliki dasar pendidikan khusus yaitu pendidikan khusus guru untuk sekolah luar biasa. Guru pada SLB ini memiliki kemampuan berbahasa isyarat sebagai salah satu media penyampai pesan. Selain itu sebagian besar guru SLB memiliki ketrampilan khusus karena terdapat beberapa ketrampilan yang dikembangkan di SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi yaitu : 1. Tata boga 2. Tata busana 3. Batik 4. Salon 5. Kerajinan tangan 6. Rekayasa 7. Sablon 8. Peternakan ayam dan perikanan Pendidikan ketrampilan tersebut juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang sangat memadai misalnya peralatan salon seperti alat make up, kaca, alat penata rambut, gambar, alat memasak, mesin jahit dan sebagainya. Para guru memiliki strategi khusus dalam menerapkan pola pendidikan bagi siswa sehingga antara guru satu dengan yang lain memiliki strategi yang berbeda karena kondisi siswa yang mereka didik berbeda-beda. Hal yang terpenting adalah seorang guru harus lebih mendekatkan diri pada siswa layaknya seorang teman, agar siswa merasa nyaman dan senang untuk belajar. Selain kegiatan intrakurikuler, SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi juga memiliki kegiatan ekstrakurikuler antara lain : 1. Drumband 2. Olah raga Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2: 110-121
119
3. Kesenian 4. Pramuka 5. Kerohanian Kegiatan ketrampilan dan ekstrakurikuler ini dirancang sedemikian rupa dengan maksud agar peserta didik dapat memiliki ketrampilan khusus sehingga dapat hidup lebih mandiri. Hasilnya terdapat siswa yang memiliki prestasi dan ketrampilan yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Di dalam pelaksanaan proses pembelajaran di SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi terdapat faktor penghambat dan pendukung di dalam pelaksanaannya yaitu : 1. Faktor penghambat dalam proses pembelajaran Faktor penghambat dalam pelaksanaan proses pembelajaran baik di sekolah formal biasa maupun pada SLB adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu keterbatasan fisik dan mentalnya sehingga siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna pesan verbal dan nonverbal yang disampaikan oleh guru sehingga siswa mengalami masalah dalam belajar, kemampuan mengingat yang kurang baik yang terjadi pada beberapa siswa. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa adalah berkaitan dengan sumberdaya manusia guru yang berpengalaman dan berkemampuan dalam menangani siswa yang memiliki kekurangan serta sarana dan prasarana pendukung kegiatan pembelajaran yang masih kurang memadai. 2. Faktor pendukung dalam proses pembelajaran Faktor pendukung dalam proses pembelajaran yaitu dukungan dari siswa, guru, orang tua dan masyarakat sehingga guru harus dapat memaksimalkan faktor pendukung tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
KESIMPULAN Uraian pembahasan diatas telah mengambarkan pola pendidikan untuk bagi anak penyandang cacat mental, beberapa kesimpulan yang didapat yakni: 1. Pola pendidikan inklusif yang diterapkan adalah pendidikan regular atau umum bagi anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan kurikulum berbasis sekolah yaitu KTSP. Strategi yang digunakan dengan pendekatan pada siswa yaitu menganggap siswa sebagai teman, bersifat sabar dan bersifat individual. Media pembelajaran yang digunakan adalah buku mata pelajaran, gambar-gambar dan alat peraga serta alat dan bahan praktek untuk keahlian. 2. Pola pendidikan khusus bagi siswa SLB adalah pendidikan mata pelajaran umum dengan memberikan mata pelajaran umum menggunakan bahasa verbal dan nonverbal serta demonstrasi atau pemberian contoh. Pendidikan keahlian dan bina diri diberikan agar siswa memiliki keahlian khusus untuk dapat mengurus dirinya sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Pendidikan kemampuan ketrampilan berbahasa dan berbicara dilakukan dengan empati dan memberikan motivasi kepada siswa agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik, dapat berkomunikasi dengan teman, guru, orang tua dan orang-orang disekitarnya. 3. Tingkat penyerapan materi siswa pada SLB Dharma Bakti Dharma Pertiwi disesuaikan dengan kemampuan siswanya, apabila siswa belum mengerti dan memahami materi yang disampaikan, maka guru akan mengulang kembali sampai siswa tersebut tahu dan mengerti. 120
Pola Pendidikan Bagi Anak-Anak Penyandang Cacat Mental
DAFTAR PUSTAKA Amin, Muhammad, 1995. Ortopedagogik anak tunagrahita. Alumni. Bandung. Depdikbud. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud. Jakarta. http://slb.co.id diakses tanggal 11 Januari 2013 artikel tentang pendidikan luar biasa. Semaryadi, 1982, Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapatkan Pendidikan, Balai Pustaka, Jakarta. Soekanto, Soejono. 1993. Sosiologi, suatu pengantar. CV Rajawali. Jakarta. Suryabrata, Sumadi. 1987. Pengukuran dalam psikologi kepribadian. Rajawali Pers. Jakarta. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2: 110-121
121