POLA KOMUNIKASI IBU SINGLE PARENT DAN KONSEP DIRI REMAJA (Studi Deskriptif-Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Antarpribadi Ibu Single Parent dalam Pembentukan Konsep Diri Remaja di Kota Surakarta)
Defeca Marchantya Sofiah
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Ideally, a family consists of a father, a mother, and children. In some cases, there are families which are not as ideal as expected, due to the cause of high intensity of divorcement. Based on statistical data from Religion Judge of Surakarta the number of divorcement case increases up to 10% each year in Surakarta. In 2012, there are 4.765 women divorced from their husbands, and 20.730 women being widowed. This fact shows a great amount of single parents’ women. In family-hood, losing one of the members, in this case father - as the leader of family, creates Interpersonal communication problems, especially the teenagers who are still on the process of self-concept-building. This research applies descriptive-Qualitative method to describe and analyze the interpersonal communication patterns of a single-parent-mother in her teenage children’s self concept building. Samples are taken from singleparent-family caused by divorce and either passed away fathers, which are accomplished the requirements of sampling criteria. To analyze the major problem, done by using interactive analizing process to finally find the conclusion of the situation based on interview and observation. As the result, intensive, warm, opened, full of moral value completed with the real practices of communication done by mother and children builds a positive self-concept of teenager. like accepting themselves wisely, respecting others, becoming a forgiver, patient, and confident even though they came from incomplete formation of a family. In reverse, if single-parent-mothers cretaed bad, rarely, closed, and full of negative things like anger and hatred interpersonal communication with their children, or even give bad examples in the family activities, the teenager will feel insecure, closed, bad tempered, and frequently cause troubles at school, and have negative self-concept. Keywords: Interpersonal Communication, Single Parent, Self-concept 1
Pendahuluan Keluarga bahagia merupakan impian setiap orang. Keluarga idealnya adalah keluarga utuh yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Setiap anggota keluarga pun memiliki peran mereka masing-masing. Peran ibu di dalam keluarga adalah sebagai tenaga pendidik dan memastikan kebutuhan anak tercukupi secara lahir dan batin (pendidikan moral, etika, gizi seimbang, dll). Sedangkan ayah berperan untuk mencari nafkah, sebagai pelindung ibu dan anak, memberi contoh kepemimpinan, membuat anak menjadi individu yang disiplin dan mandiri, mengajarkan anak bersosialisasi di lingkungannya dan mengajarkan berpikir rasional - logis adalah salah satu peranan ayah dalam keluarga. Namun kadangkala keluarga terpaksa menjadi tidak ideal karena suatu dan lain hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pernikahan atau yang dapat diasumsikan menyatukan dua sifat, dua kepribadian yaitu laki-laki dan perempuan tentu saja tidak mudah dan akan menghadapi banyak cobaan. Ketidakcocokan yang ditemui setelah menikah akan menyebabkan konflik yang tidak sedikit berujung pada perceraian. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Surakarta, kasus perceraian di Kota Surakarta meningkat hingga 10% setiap tahunnya. Pada tahun 2012, sebanyak 4.765 jiwa (1,67%) perempuan bercerai dengan suaminya sedangkan yang menjadi janda berjumlah 20.730 jiwa atau 7,43%1. Angka ini menunjukkan tinggi nya jumlah single parent di Kota Surakarta. Kehilangan salah satu anggota keluarga dalam hal ini ayah menjadi suatu kepincangan dalam keluarga. Keluarga dengan orang tua tunggal akan berpengaruh pada proses komunikasi di dalam keluarga itu sendiri. Dengan tidak adanya sosok ayah maka secara otomatis seorang ibu juga akan menjalankan peran ayah dalam keluarga single parent. Kepincangan komunikasi yang didapat anak dari keluarga single parent ditengarai akan memberikan perbedaan untuk anak remaja dalam membentuk konsep dirinya. Konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga yaitu orang tua yang merupakan kontak sosial yang paling awal dan paling kuat dialami oleh individu. Sehingga orang tua 1
www.dispendukcapil.surakarta.go.id, tgl 20 Mei 2014, pkl 7:40
2
menjadi
sangat
kuat
pengaruhnya
terhadap
anak
karena
apa
yang
dikomunikasikan oleh orang tua pada anak, akan cepat ditanggap oleh anak daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya. Penelitian ini menitik beratkan pada proses komunikasi yang membentuk suatu pola antara ibu single parent dengan anak remajanya. Dimulai dari komunikator yaitu ibu single parent memberikan pesan-pesan berupa masukan, ungkapan kekecewaan, teguran, pujian, ataupun bahasa non-verbal seperti gerakan kepala, dan contoh perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang akan diterima anak remaja sebagai komunikan. Penelitian ini juga meneliti efek yang timbulkan dari komunikasi antarpribadi ibu single parent dengan anak remajanya. Efek yang diteliti dikhususkan pada bidang konsep diri yang kerapkali menjadi permasalahan dalam keluarga ibu single parent, terlebih yang memiliki anak remaja. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini mengambil judul “Pola Komunikasi Ibu Single Parent dan Konsep Diri Remaja: Studi Deskriptif Kualitatif Tentang
Komunikasi
Antarpribadi Ibu
Single Parent
dalam
Pembentukan Konsep Diri Remaja.
Perumusan Masalah a.
Bagaimana pola komunikasi antarpribadi ibu single parent
dalam
pembentukan konsep diri remaja di Kota Surakarta? b.
Bagaimana konsep diri remaja yang terbentuk dalam keluarga ibu single parent di Kota Surakarta?
Tujuan a.
Mendeskripsikan pola komunikasi antarpribadi ibu single parent dalam pembentukan konsep diri remaja di Kota Surakarta.
b.
Menganalisis konsep diri remaja yang terbentuk dalam keluarga ibu single parent di Kota Surakarta.
3
Tinjauan Pustaka a. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi menurut Devito merupakan pengiriman pesanpesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek atau umpan balik yang langsung 2. Sedangkan menurut Wiryanto, Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang 3. Definisi lain tentang komunikasi interpersonal, yaitu suatu proses komunikasi yang bersetting pada objek-objek sosial untuk mengetahui pemaknaan suatu stimulus --dalam hal ini: informasi / pesan4. Berdasarkan pengertian tersebut, paling tidak ada 5 hal tertentu yang perlu diperhatikan dalam mencermati definisi Komunikasi antarpribadi yakni : (1) Komunikasi dilakukan oleh dua orang atau lebih. Misalnya dialog antara dua orang; (2) Menggunakan media tertentu, misalnya telepon, telepon seluler, atau bertatap muka; (3) Bahasa yang digunakan biasanya bersifat informal (tidak baku) , kadang-kadang menggunakan bahasa daerah, bahasa pergaulan atau bahasa campuran; (4) Tujuan yang ingin dicapai dapat bersifat personal atau pribadi bila komunikasi terjadi dalam suatu masyarakat, dan untuk pelaksanaan tugas pekerjaan bila komunikasi terjadi dalam suatu organisasi. Di dalam suatu masyarakat, komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi antara seseorang dengan orang lain dalam suatu masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat pribadi; (5) Terjadi proses pertukaran makna antar orang yang saling berkomunikasi. Yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik dan akhirnya terjadi kesamaan pemahaman antara orang yang berkomunikasi. Dalam penelitian ini, komunikasi antarpribadi berarti proses penyampaian pesan dari ibu single parent kepada anak remajanya baik berupa kata-kata seperti pujian, teguran, ungkapan kekecewaan, nasehat, masukan, dan berupa bahasa non-verbal seperti gerakan kepala, gerakan mata, maupun mimik 2
Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hal. 12 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Grasindo, Jakarta, 2004, hal. 32 4 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, Hal. 79 3
4
muka dan dapat menimbulkan efek kepada anak remaja berupa pembentukan konsep diri.
b. Hubungan Antarpribadi (Interpersonal Relationship) Seperti yang dikatakan Rakhmat 5, Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan oleh Ruesch dan Bateson pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Waulawick, Beavin, dan Jackson dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication. Mereka melahirkan istilah baru untuk menunjukkan aspek hubungan dari komunikasi ini atau metakomunikasi. Mereka menulis, “every communication has a content and a relationship aspect such that the latter classifies the former and is therefore metacommunication”. Pada fenomena ibu single parent dan konsep diri anak remaja, teori hubungan interpersonal yang digunakan adalah model peranan atau Role Model dari Goleman dan Hammen seperti yang ditulis oleh Rakhmat 6. Peran dalam kehidupan sehari-hari dilihat layaknya panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan “naskah” yang telah dibuat masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang dengan baik apabila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan (role expectation) dan tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan peranan (role skills), dan terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan. Ibu single parent diharapkan mampu memenuhi ekspektasi peran yaitu peran ganda antara mengurus rumah dan anak-anak, juga mencari nafkah bagi keluarga. Ketrampilan peranan yang harus dimiliki oleh ibu single parent antara lain adalah menjadi pemimpin dan pelindung di dalam keluarga. Tentu saja hal itu yang di harapkan oleh anak-anaknya. Hubungan interpersonal berlangsung
5 6
Ibid, Hal. 117 Ibid, Hal 118-121
5
melewati tiga tahap yaitu: pembentukan hubungan, peneguhan hubungan, dan terjadinya konflik dalam hubungan.
c.
Single Parent Menurut Dwiyani7, ibu single parent adalah ibu yang mengasuh anakanaknya sendirian tanpa didampingi oleh suami atau pasangan hidup yang disebabkan oleh perceraian, kematian pasangan hidup, terpisah tempat tinggal, kehamilan diluar pernikahan dan memutuskan untuk mengadopsi anak dan diasuh sendiri tanpa proses pernikahan. Sedangkan Anderson mengartikan single parent sebagai ibu yang memilih untuk hidup sendiri tanpa pendamping dikarenakan perpisahan atau perceraian.
d. Konsep Diri Menurut Burns8, konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak. Seperti yang dikemukakan
7
www.informasilive.blogspot.com tgl 11 Mar 2014 pkl 13:41 Dalam Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, Hal. 7 8
6
Hurlock9, Hurlock memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya.konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Sedangkan menurut William D. Brooks10 ,pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Sedangkan Centi11 mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan. Konsep diri yang dibahas dalam penelitian ini antara lain agama, jenis kelamin, integritas (kejujuran, kedisiplinan, kemandirian, sopan santun), karakter (pemarah/ penyabar, penyayang/ pembenci, pendendam/ pemaaf, percaya diri/ minder), dan cara remaja menyikapi status dan masa depan mereka.
e.
Remaja Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik 12. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Erikson di dalam Buku Psikologi Perkembangan milik Hurlock13 menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan
9
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi 5, Erlangga, Jakarta, 1990, Hal. 58 Jalaluddin Rakhmat, op. Cit, Hal. 105 11 J. Paul Centi, Mengapa Rendah Diri?, Yogyakarta, Kanisius, 1993, Hal. 9 12 Elizabeth B. Hurlock, op. Cit, Hal. 101 13 Ibid, Hal 102 10
7
kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
Metodologi Penelitian
ini
menggunakan
metode
deskriptif
kualitatif
untuk
mendeskripsikan dan menganalisis pola komunikasi antarpribadi ibu single parent dalam pembentukan konsep diri remaja. Sample yang diambil sebanyak lima pasang (ibu-anak) dari keluarga single parent baik karena perceraian maupun kematian suami dan potensial untuk dijadikan sampel penelitian yang diambil dengan teknik snow ball sampling. Instrumen yang digunakan yaitu dengan interview guide yang dijadikan sebagai pedoman wawancara mendalam dan observasi langsung di lapangan. Teknik analisis interaktif digunakan untuk menganalisis data agar dapat mendapatkan kesimpulan setelah mereduksi dan menyajikan data sesuai hasil penelitian berdasarkan wawancara dan observasi.
Sajian data dan Analisis data a.
Pola komunikasi ibu single parent Dalam hal komunikasi tidak banyak dijumpai banyak masalah dalam hal menyikapi status single parent baik pada diri ibu maupun anak. Mereka sudah mulai terbiasa atas ketidakhadiran ayah sebagai kepala keluarga di dalam kehidupan sehari-hari. Dari lima orang narasumber yaitu ibu single parent yang memiliki anak remaja, tiga diantaranya telah melakukan komunikasi antarpribadi yang intensif, terbuka, dan sarat akan nilai dan norma kehidupan positif serta diikuti dengan contoh yang riil. Sedangkan dua orang lainnya berkomunikasi dengan tertutup, jarang, bahkan seringkali ibu single parent mengajarkan nilai-nilai negatif seperti rasa dendam, amarah, dan bahkan memberikan contoh negatif kepada anak mereka. 8
Ketika anak remaja diminta untuk mengerjakan sesuatu tanpa ada contoh riil, anak cenderung tidak mengerti bagaimana untuk melakukan hal tersebut. Terlebih jika anak tidak diberi pengertian yang jelas akan makna beribadah, maka pesan yang ingin disampaikan dalam komunikasi antarpribadi antara ibu single parent dengan anak tidak diterima dan dimengerti anak dengan baik. Orangtua dalam keluarga bertanggungjawab berkomunikasi sedemikian rupa sehingga dapat bertindak sebagai model atau contoh mengenai komunikasi yang baik bagi para anggota keluarga yang lebih muda, dalam hal ini anak-anak. Orangtua bertindak sebagai model peran apakah mereka suka dan tidak suka14. Contoh yang sering dilihat oleh anak-anak akan menjadikan anak lebih mudah meniru karena mereka paham betul bagaimana cara melakukannya. Dan anak-anak menjadi mengerti apa maksud kata terimakasih tersebut dan menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Keterbukaan dalam komunikasi antarpribadi yang terjalin di keluarga menimbulkan kenyamanan dan rasa kesamaan sehingga satu sama lain merasa dekat. Sugiyo 15 mengatakan bahwa dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Pada hubungan keluarga, sangat mudah untuk mendapatkan rasa empati dari anggota keluarga yang satu sama lain, terlebih hubungan ibuanak. Satu tanggung jawab utama yang dimiliki para anggota keluarga terhadap satu sama lain adalah berbicara dengan yang lain, meliputi unsurunsur komunikasi verbal dan nonverbal, dengan cara-cara yang akan berkontribusi bagi pengembangan konsep diri yang kuat bagi semua anggota keluarga, terutama anak-anak muda. Komunikasi antarpribadi seperti pemberian nasehat, contoh, tauladan kepada anak merupakan cara orang tua untuk mentransformasi nilai-nilai yang ada dalam kehidupan. Pemberian nasehat beserta contoh memang sangat efektif dalam pembentukan konsep diri anak. Pesan yang disampaikan melalui komunikasi antarpribadi dalam bentuk nasehat yang diikuti dengan 14
Muhammad Budyatna dan Leila Mona G. 2011. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana. Hal: 171 15 Sugiyo, Komunikasi Antarpribadi, UNNES Press, Semarang, 2005, Hal. 6
9
contoh riil memudahkan anak mengerti bagaimana melakukan sesuatu. Merupakan tanggung jawab orangtua untuk mensosialisasikan kepada anakanak, mengajarkan mereka bagaimana mengelola konflik dalam kehidupan. Pemberian teguran secara langsung merupakan komunikasi antarpribadi yang verbal atau dengan kata-kata. Teguran langsung memang memberikan pengaruh atau effect, namun tidak harus segera dan nyata. Komunikasi antarpribadi dalam bentuk pujian menjadikan anak seorang yang percaya diri karena dengan pujian anak merasa apa yang sudah selesai dikerjakannya memiliki hasil yang memuaskan dan sempurna. Kepercayaan diri memang tidak timbul begitu saja, dengan pujian yang sesuai porsinya maka percaya diri akan tumbuh seiring peningkatan kemampuannya yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh D.H. Demo 16 menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat dan atau diubah oleh komunikasi dari para anggota keluarga. Konsep diri para anggota keluarga dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pernyataan pujian, pernyataan sambutan dan dukungan, dan pernyataan kasih. Sedangkan Calhoun dan Acocella 17 berpendapat bahwa konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga yaitu orang tua yang merupakan kontak sosial yang paling awal dan paling kuat dialami oleh individu. Sehingga orang tua menjadi sangat kuat pengaruhnya terhadap anak karena apa yang dikomunikasikan oleh orang tua pada anak, akan cepat ditanggap oleh anak daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya.
b. Konsep diri remaja Menjadi anak dari ibu single parent merupakan hal yang tidak diinginkan oleh kelima remaja yang diteliti baik yang menjadi anak single parent karena perceraian maupun kematian. Keadaan tanpa ayah yang mereka hadapi sebenarnya perihal yang mereka rasa tidak mengenakkan. Namun mau tidak
16
M Budyatna dan Leila Mona G, op. cit.,, Hal. 169 J. F. Calhoun dan J. R. Acocella, Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, IKIP Semarang Press, Semarang, 1990 17
10
mau status tersebut harus mereka hadapi karena mereka tidak bisa lari kenyataan. Pasca perceraian atau kematian ayah, anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh ibu mereka sebagai orang tua satusatunya di dalam keluarga. Dan hal itu pula yang menjadikan anak remaja memiliki sifat dan sikap yang berbeda-beda. Perbedaan sikap remaja dari ibu single parent ini membuktikan bahwa konsep diri seseorang adalah berbedabeda. Pengaruh komunikasi antarpribadi ibu dan anak berpengaruh sangat besar untuk pembentukan konsep diri. Konsep diri remaja terbentuk karena adanya orang lain sebagai tauladan yaitu dalam hal ini ibu single parent yang kita yakini dapat memberikan contoh. Apabila orang tersebut berlaku positif, maka konsep diri yang terbentuk dalam diri kita akan positif, begitu pula sebaliknya. Tiga remaja yang menjadi narasumber penelitian memiliki konsep diri positif, sedangkan dua lainnya memiliki konsep diri yang negatif. Hal ini tak lepas dari peran ibu mereka yang menjadi tauladan mereka. Sifat terbuka yang dimiliki seorang remaja adalah imbas dari sikap ibu yang sering meminta anak untuk menceritakan pengalamannya, memberikan masukan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi anak. Konsep diri positif seperti menghargai orang lain sebenarnya juga dapat berkembang dengan pujian atau ucapan terimakasih yang diberikan dari orang lain kepada anak remaja sehingga ia mengerti arti dari menghargai orang lain. Masalah finansial memang manjadi masalah utama pasca ayah yang notabene menjadi pencari nafkah. Anak dari ibu single parent menyikapi status mereka dengan santai, enjoy, dan berbesar hati. Konsep diri positif dimiliki kelima remaja yang diteliti. Mereka memiliki keyakinan pada kemampuan untuk mengatasi persoalan. Persoalan dalam hal ini adalah masalah-masalah yang timbul dalam keluarga tanpa keberadaan ayah. Merasa setara dengan orang lain, tidak tinggi maupun rendah, walaupun keadaanya berbeda, latar belakang keluarga, kemampuan tertentu merupakan karakteristik dari konsep diri positif yang dimiliki oleh remaja single parent. Pengertian yang diberikan ibu kepada anak bahwa mereka tidak berbeda 11
dengan anak-anak lainnya menjadikan mereka yakin bahwa memang tidak ada yang berbeda dengan mereka. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Untuk meningkatkan harga diri, anak diberi kesempatan untuk sukses, beri penguatan/ pujian bila anak sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk pertahanan diri untuk hal-hal yang menganggu persepsinya. Harga diri sangat mengancam pada masa pubertas karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan karena banyak keputusan yang harus di buat menyangkut dirinya sendiri. Masih banyak masyarakat yang masih menganggap tabu dan terkesan merendahkan anak dari keluarga single parent. Tapi bagi anak remaja dari ibu single parent, harga diri mereka adalah sejajar dengan remaja atau anak-anak lain dari keluarga yang utuh. Rasa hormat dan menghargai usaha ibu mereka lah yang membuat mereka tidak mengijinkan siapapun merendahkan diri mereka. Setiap anak-anak pasti memiliki cita-cita dan harapan untuk masa depan. Tidak terkecuali dengan anak remaja dari ibu single parent. Bahkan dapat dikatakan bahwa anak single parent memiliki harapan yang lebih besar daripada anak-anak dari keluarga utuh lainnya terutama di dalam masalah keluarga. Hal ini dikarenakan karena mereka telah melihat dan merasakan bahwa keluarga yang tidak utuh adalah suatu pengalaman hidup yang tidak enak. Dari hal tersebut mereka belajar untuk tidak mengulangi kesalahan dan memperbaiki keadaan agar hidup mereka bisa lebih bahagia dari pada ibu mereka –bagi mereka yang keluarganya bercerai.
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis hasil yang telah dijabarkan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Kepincangan komunikasi yang dialami oleh keluarga selaput kosong/single parent di Kota Surakarta berimbas pada diri anak remaja yang memiliki emosi yang masih labil dan masih dalam tahap pembentukan konsep diri. 12
Pengaruh ibu dalam pembentukan konsep diri anak sebenarnya lebih dominan daripada ayah, baik dalam keluarga tidak utuh maupun keluarga utuh. Mengingat tugas pokok seorang ibu adalah mendidik anak-anaknya di rumah
dan
tugas
pokok
ayah
sebagai
pencari
nafkah.
Namun
ketidakberadaan suami mengakibatkan banyak masalah yang dihadapi oleh ibu single parent sehingga berpengaruh juga terhadap keseharian keluarga dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara ibu dengan anakanaknya. b. Pola komunikasi yang dilakukan oleh ibu single parent di Kota Surakarta menentukan bagaimana konsep diri anak remaja mereka terbentuk. Keyakinan anak remaja akan siapa diri mereka dan hal-hal yang mereka yakini serta apa yang mereka lihat dan mereka pelajari dari ibu mereka sangat mempengaruhi konsep diri anak remaja. Anak cenderung mencontoh apa yang dilakukan oleh ibu mereka karena mereka hanya memiliki satu orang tua yaitu ibu yang dijadikan sebagai panutan dan tauladan. c. Komunikasi yang intensif, hangat, terbuka, dan sarat akan norma dan nilai kehidupan yang disertai dengan contoh riil (pola komunikasi konsensual) yang dilakukan antara ibu single parent dan anak di Kota Surakarta, membentuk konsep diri positif anak remaja dan terlihat dari tingkah laku keseharian anak remaja seperti menerima diri sendiri dengan bijaksana, menghargai orang lain, pemaaf, sabar, dan tidak mider walaupun mereka berasal dari keluarga yang tidak utuh. d. Dan sebaliknya, di Kota Surakarta apabila ibu single parent menjalin komunikasi antarpribadi dengan anak secara tidak baik, jarang, tertutup, sarat muatan negatif seperti kemarahan, kebencian dan bahkan memberikan contoh yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga (pola komunikasi laissez-faire) maka anak remaja dari ibu single parent menjadi anak yang tidak menyukai dirinya sendiri, minder, tertutup, pemarah, sering membuat masalah di sekolah, dan memiliki konsep diri yang negatif lainnya.
13
Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti antara lain: a. Dari hasil penelitian di Kota Surakarta, ibu single parent yang melakukan komunikasi dengan terang-terangan menunjukkan rasa kebencian dan kemarahan , menjadikan konsep diri yang terbentuk pada diri anak menjadi pembenci dan pendendam pula. Maka dari itu, komunikasi yang dilakukan ibu single parent harus dilakukan secara intensif, terbuka, sabar, penuh ajaran-ajaran positif seperti menghargai orang lain, memberi maaf dan memaafkan, dan menyayangi satu sama lain. Pola tersebut sebaiknya dilakukan sejak anak berada di usia dini. Dengan demikian pada saat remaja, anak akan lebih mudah dalam membentuk konsep diri mereka karena kebiasaan-kebiasaan mereka sedari kecil akan mengikuti mereka saat beranjak remaja samapai dewasa. b. Ketika ibu single parent memberikan nasehat kepada anak untuk tidak menjadi seorang pendendam sedangkan apa yang dilakukan oleh ibu single parent dalam kesehariannya menunjukkan bahwa ia adalah seorang pendendam, maka anak remaja akan lebih memilih untuk menjadi pendemdam seperti yang dicontohkan oleh ibunya tanpa memperdulikan nasehat ibu. Pemberian nasehat atau masukan oleh ibu single parent haruslah sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh ibu dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai terjadi kemunafikan yang dilakukan ibu single parent. Dimana apa yang dilakukan oleh ibu single parent sebagai contoh keseharian bertolak belakang dengan apa yang dinasehatkan kepada anakanaknya. Kemudian anak-anak cenderung lebih mengikuti apa yang dia lihat daripada apa yang ia dengar. Ia akan melakukan sepertia apa yang dicontohkan ibunya dari pada ia menjalankan nasehat ibunya. Dan hal ini membuat anak merasa bimbang dan bingung tentang apa yang seharusnya ia lakukan. Kebingungan yang dihadapi anak remaja serta merta membuat ia tidak mudah dalam menerima dirinya sendiri dan membuat ia menjadi tidak percaya diri dalam menggambil langkah atau sebuah keputusan. 14
c. Ketika ibu single parent memberi pembelajaran atau nasehat, atau contoh dengan muatan negatif seperti berkelahi, membalas apa yang sudah temanteman lakukan seperti memukul dan mengejek, maka anak remaja secara sadar akan membalas memukul temannya atau mengejek temannya. Maka dari itu, anak remaja dari keluarga yang tidak utuh –ibu sebagai orang tua tunggal, sebaiknya tidak serta merta menelan mentah-mentah pembelajaran, contoh, atau nasehat negatif yang diberikan oleh ibu kepada dirinya. Pertimbangan norma-norma, adat istiadat, dan penghargaan terhadap lingkungan sosial seharusnya menjadi tolak ukur anak remaja dalam berbuat sesuatu. Apa yang dianggap tidak baik oleh masyarakat dan mayoritas kehidupan sosial, maka jangan dilakukan. Jika dianggap baik oleh masyarakat sosial, maka lakukanlah. d. Penelitian ini sebatas untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi antarpribadi ibu single parent dalam pembentukan konsep diri remaja dan bagaimana konsep diri remaja yang terbentuk. Diharapkan adanya penelitian baru tentang tema yang sama atau lanjutan yang lebih mendalam berkenaan dengan tema penelitian ini agar para ibu single parent, anak remaja, maupun kalangan akademisi dapat mengetahui, mempelajari, dan menjadikan penelitian-penelitian tersebut sebagai bahan acuan dalam ranah komunikasi antarpribadi dan konsep diri.
Daftar Pustaka Budyatna, M & Leila Mona G. (2011). Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana Calhoun, J. F & Acocella, J. R. (1990). Psikologi Tentang Penyesuaian dan. Hubungan Kemanusiaan. Semarang: Ikip Samarang Pers Centi, J Paul. (1993). Mengapa Rendah Diri?. Yogyakarta: Kanisius Hurlock, EB. (1990). Psikologi Perkembangan Edisi 5. Jakarta: Erlangga Liliweri, Alo. (1991). Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti Mulyana, Deddy. (2000). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung:Remaja Rosdakarya Rakhmat, Jalaluddin. (2012). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya 15
http://informasilive.blogspot.com/2013/05/pengertian-single-mother.html, diunduh 11 mar 2014, 13:41 http://dispendukcapil.surakarta.go.id/index.php/profilpenduduk/tahun-2012/90kuantitaspenduduk/98-komposisipendudukmenurutkarakteristiksosial, diunduh 20 Mei 2014, 7:40
16