TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KEPEMILIKAN AMUNISI SENJATA API OLEH WARGA SIPIL (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 7/PID.SUS/2011/PN.SKA) Oleh : Eka Al Akbar (13100040) Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRACT For civilians who have or keep firearms or explosives without permission from the head of the Indonesian National Police, is an act that is against the law. This is because civilians who possess or store firearms or explosives can be used for crimes such as robbery and even commit criminal acts of terrorism. This study aims to assess the legal reasoning of judges in decisions on criminal acts ammunition possession of firearms by civilians in Surakarta District Court No. 7/PID.SUS/2011/ PN.Ska. Kind of normative juridical research, the nature of descriptive research is research that describes the Surakarta District Court in ruling No. 7/PID.SUS/ 2011/PN.SKA associated with theories of positive law governing the storage of ammunition without authority or illegally, this study is a research library. Source of data used in the form of primary legal materials, secondary law, and tertiary legal materials. The collection of data taken with the research literature and study documents in Surakarta District Court Decision Number: 7 / PID.SUS / 2011 / PN.Ska. Methods of data analysis using descriptive analysis. Results of research on the basis of legal considerations in the Surakarta District Court judge ruled against criminal acts without the right to store ammunition of firearms by the defendant Muhammad Bahrunna'im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisha in Decision No. 7 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, are: (1) The demands of the Public Prosecutor, (2) existence of the indictment, (3) The pembuktiaan based on the evidence, and (4) The defense of the defendant. The defendant has been proven to have violated Article 1 (1) of Emergency Law of the Republic of Indonesia Number 12 Year 1951 concerning the Crime Without Saving Ammunition Firearms Rights. In this case the defendant was sentenced to 2 (two) years and 6 (six) months imprisonment. The decision handed down already meet the objectives of the law, namely fairness, usefulness and legal certainty. The verdict was the fairest punishment for the defendant according to the laws in force in order the defendant to justice, given the defendant has dependents, still easy, and behave in the trial. Keywords: Crime of ammunition possession of firearms by civilians and the decision No.7/PID.SUS/2011/PN.SKA.
1
A. PENDAHULUAN Perkembangan zaman pada saat ini mengalami kemajuan pertumbuhan yang sangat pesat, tidak hanya didunia teknik industri dan perdagangan tetapi juga dalam dunia hukum. Secara statistikal, kuantitas tindak kriminal di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, salah satunya kejahatan dengan menggunakan senjata api. Bagi warga sipil yang memiliki atau menyimpan senjata api atau bahan peledak tanpa mendapat izin dari kepala Kepolisian Republik Indonesia, merupakan suatu tindakan yang melawan hukum. Hal ini dikarenakan warga sipil yang memiliki atau menyimpan senjata api atau bahan peledak bisa digunakan untuk kejahatan, seperti perampokan bahkan melakukan tindak pidana terorisme. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban manusia serta merupakan sebuah ancaman serius terhadap kemanusiaan dan peradaban manusia serta sebuah ancaman serius terhadap keutuhan dan kedaulatan suatu negara. Terorisme pada saat ini bukan saja merupakan suatu kejahatan lokal atau nasional tetapi sudah merupakan kejahatan internasional, banyak menimbulkan ancaman atau bahaya terhadap keamanan, perdamaian dan sangat merugikan kesejahteraan masyarakat dan bangsa.1 Oleh karenanya, Negara menetapkan aturan tentang kepemilikan senjata api ataupun bahan peledak, dan undang-undang tentang Tindak Pidana Terorisme yakni Undang-Undang No. 15 Tahun 2003. Secara normatif, Indonesia sebenarnya termasuk negara yang cukup ketat menerapkan aturan kepemilikan senjata api untuk kalangan sipil. Ada sejumlah dasar hukum yang mengatur mengenai hal ini, mulai dari level undang-undang yakni Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Ordonnantiettijdelije Bijzondere Straf Bepalingen (STBL. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 tentang Dewan Pertahanan Negara Menetapkan Peraturan tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api dan Perpu No. 20 Tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang Diberikan Menurut Perundang-undangan Mengenai Senjata Api. Selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian, seperti SK Kapolri No. Skep/244/II/1999 dan SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata NonOrganik. Senjata api dan bahan peledak diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang Menyatakan: 1
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Definisi_terorisme&oldid=5609532. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2016
2
“Barang siapa tanpa hak memasukan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan, atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai, persediaan
padanya
atau
mempunyai
dalam
miliknya,
menyimpan,
mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan diri dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau bahan peledak, di hukum dengan hukuman mati atau hukuma penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”. Contoh kasus tindak pidana yang telah diperiksa dan diputus Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang pada akhirnya dijatuhkan putusan dengan nomor: 7/PID.SUS/2011/PN.Ska. dengan terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo yang mengakui menyimpan sejumlah amunisi senjata api di dalam rumahnya yang berada di kampung Metrodanan RT 002 RW 003 Kelurahan Pasar Kliwon Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta, yang didapat dari temannya yang bernama Purnama Putra (belum tertangkap dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang). Terdakwa oleh Penuntut Umum diduga telah melakukan tindak pidana Kepemilikan Amunisi Senjata Api yang kemudian terdakwa didakwa dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Drt. 1951. Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah: “Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana kepemilikan amunisi senjata api oleh warga sipil dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 7/PID.SUS/2011/PN.Ska?
B. LANDASAN TEORI Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Penyimpanan Amunisi Senjata Api Pengertian amunisi yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010, dijelskan bahwa amunisi adalah suatu rangkaian komponen dan bahan kimia yang dapat menimbulkan api maupun ledakan. Menurut Bambang Semedi, menjelaskan pengertian amunisi sebagai berikut: “Amunisi adalah alat apa saja yang dibuat atau dimaksudkan untuk digunakan dalam senjata api sebagai proyektil atau yang berisi bahan yang mudah terbakar yang dibuat atau dimaksudkan untuk menghasilkan perkembangan gas di dalam senjata api untuk meluncurkan proyektil.”2 Dalam makalah yang ditulis Emma Zaidar, dijelaskan pengertian amunisi sebagai berikut: 2
Bambang Semedi. 2011, Modul Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan, Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, hal. 26.
3
Amunisi adalah suatu benda yang mempunyai bentuk dan sifat balistik tertentu yang dapat diisi dengan bahan peledak atau mesiu dan dapat ditembakan atau dilontarkan dengan senjata maupun dengan alat lain dengan maksud ditujukan kepada suatu sasaran tertentu untuk merusak atau membinasakan.3 Amunisi terdiri dari berbagai bagian, menurut Emma Zaidar dalam makalahnya, amunisi pada umumnya dapat dibagikan menjadi dua bagian, yaitu: a. Berdasarkan struktur Pembagian amunisi amunisi berdasarkan struktur dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1) Pelor (Bullet) 2) Kelongsong (Cartrdge Case) 3) Isian dorong (Propelan) 4) Penggalak (Primer) b. Berdasarkan caliber Pembagian amunisi berdasarkan kalibernya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Amunisi ringan (MURI). Muri ini dipakai pada senjata yang mempunyai diameter lubang laras maksimum 12,7 mm; 2) Amunisi berat (MURAT). Murat ini dipakai pada senjata yang mempunyai diameter lubang laras diatas 12,7 mm.4 Beberapa peraturan di Indonesia yang mengatur mengenai amunisi, sebagai berikut: a. Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang mengubah ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen (STLB. 1984 Nomor 17). b. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 tentang Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api. c. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer Diluar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. d. Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/ Panglima Angkatan RI No. KEP.27/XII/1997 tanggal 28 Desember 1997 tentang Tuntutan Kebijakan Untuk Meningkatkan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api. e. SK Kapolri No. Skep/244/II/1999 dan SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik. Tindak pidana memiliki atau menyimpan amunisi secara illegal diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, dengan diancam
3
Emma Zaidar. 2003, “Nitrogliserin Dapat Digunakan Sebagai Bahan Peledak”, Makalah. Fakultas Matematika dan IPA Universitas Sumatra Utara, Medan, hal. 3. 4 Emma Zaidar, Op.Cit. hal. 3.
4
hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951. Unsur-unsur tindak pidana memiliki amunisi tanpa ijin, menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 12 Tahun 1952, sebagai berikut : 1) Unsur “Barang Siapa”. Unsur barang siapa mengacu pada subyek hukum yaitu orang atau disebut sebagai pelaku dan suatu tindak pidana dan terhadap orang tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan pidana yang dilakukan. Setiap manusia mempunyai kemampuan bertanggung jawab, kecuali secara tegas undang-undang menyatakan lain. 2) Unsur tanpa hak memasukan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Tinjauan Umum tentang Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Hakim hanya dapat menjatuhkan putusan pidana apabila ada kesalahan terdakwa, yang dibuktikan di sidang pengadilan. Kesalahan terdakwa tentunya sebagaimana yang termaktub dalam dakwaan penuntut umum. Terdakwa bukan begitu saja dapat dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, tetapi harus didukung oleh alat bukti minimum yang sah. Alat bukti minimum itu harus dapat meyakinkan Hakim akan kesalahan terdakwa. Setelah itu, barulah pidana dapat dijatuhkan. Hal itu sesuai dengan rumusan Pasal 183 KUHAP yang menegaskan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam hal itu, undang-undang menghendaki adanya minimum alat bukti yaitu dua alat bukti yang dapat meyakinkan Hakim akan kesalahan terdakwa dan tindak pidana yang dilakukannya. Maksud sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah tersebut adalah minimal dua alat bukti yang sah menurut KUHAP. Pasal 184 ayat (1) KUHAP, menyebut alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam prakteknya, Penuntut Umum maupun Hakim, faktor-faktor yang dikemukakan dalam tuntutan dan penjatuhan pidana adalah dua hal pokok yaitu hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Faktor-faktor yang meringankan, antara lain: terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, berlaku sopan, dan mengakui perbuatannya. Faktor-faktor yang 5
memberatkan antara lain: memberi keterangan yang berbelit-belit, tidak mengakui perbuatannya, meresahkan masyarakat, merugikan Negara, dan sebagainya. 1. Hal yang Meringankan Pengurangan hukuman berdasarkan ketentuan Kitab Undan-Undang-Undang Hukum Pidana adalah sebagai berikut: a. Dalam hal umur yang masih muda (incapacity or infacy), berdasarkan Pasal 47 ayat (1) KUH Pidana yang berbunyi sebagai berikut: “Jika Hakim menghukum anak yang bersalah itu, maka maksimum hukuman pokok bagi tindak pidana itu, dikurangi sepertiga.” Khusus bagi tindak pidana yang dilakukan oleh anak, diatur dalam UndangUndang Sistem Peradilan Anak yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. b. Dalam hal percobaan melakukan kejahatan, berdasarkan Pasal 53 ayat (2) KUH Pidana yang berbunyi sebagai berikut: “Maksimum hukuman pokok yang ditentukan atas kejahatan itu dikurangi sepertiganya dalam hal percobaan.” c. Dalam hal membantu melakukan kejahatan, berdasarkan Pasal 57 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: “Maksimum hukuman pokok yang ditentukan atas kejahatan itu, dikurangi sepertiga bagi pembantu.”5 2. Hal yang Memberatkan Penambahan hukuman berdasarkan Undang-Undang ditentukan sebagai berikut : a. Pasal 65 KUH Pidana : (1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana; (2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana-pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, akan tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiganya. b. Pasal 66 KUH Pidana yang berbunyi: (1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
5
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 113..
6
(2) Dalam hal ini pidana denda dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.” 3. Recidive Recidive ialah seseorang / beberapa orang yang telah selesai di hukum, kemudian ia mengulangi tindak pidana lagi. Recidive terjadi apabila seseorang atau beberapa orang yang belum lewat 5 tahun dari ia selesai menjalani hukuman ia melakukan tindak pidana lagi.6 Recidive terjadi dalam hal seseorang yang melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), kemudian melakukan tindak pidana lagi. Sama seperti dalam concursus relais, dalam recidive terjadi beberapa tindak pidana. Namun dalam recidive telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Recidive merupakan alasan yang dapat memperberat pemidanaan. Sebagai contoh, seperti yang diatur dalam Pasal 12 KUHP bahwa karena alasan recidive pidana penjara boleh diputuskan sampai 20 tahun, walaupun secara umum pidana penjara maksimum dijatuhkan selama 15 tahun. Recidive tidak diatur secara umum dalam Buku I "Aturan Umum", namun diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam Buku III. Dengan demikian, KUHP Indonesia saat ini menganut sistem recidive khusus,artinya pemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan jenis tindak pidana tertentu saja dan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu. Terdapat 14 jenis pelanggaran di dalam Buku II KUHP yang apabila diulangi dapat merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu : Pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, dan 549. Adapun yang menjadi syarat-syarat recidive pelanggaran adalah sebagai berikut: a. Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terdahulu. b. Harus sudah ada putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap untuk pelanggaran terdahulu. c. Tenggang waktu pengulangannya baru lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang berkekuatan tetap. 6
Abdul Muqtadir Al-Haq, Belajar Hukum Indonesia, http://pembelajaranhukumindonesia.blogspot.co.id, Diakses, 11 Desember 2016.
7
d. Belum lewat 1 tahun untuk pelanggaran pasal 489, 492, 495, 536, 540, 541, 544, 545, dan 549. e. Belum lewat 2 tahun untuk pelanggaran pasal 501, 512, 516, 517, dan 530 Menurut Abdul Muqtadir Al-Haq, teori Recidive terdiri atas recidive umum, recidive tengah, dan recidive khusus.7 a. Recidive Umum Menurut teori recidive umum seseorang belum lewat 5 tahun dari ia selesai menjalani hukuman tetapi ia melakukan tindak pidana lagi (tindak pidana apa saja). b. Recidive Tengah Teori recidive tengah membagi 3 kelompok tindak pidana seperti yang diatur dalam Pasal 486, 487, 488 KUHP, diantaranya : 1) Tindak pidana yang mencari untung dengan tidak halal / perbuatan – perbuatan negatif yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan tipu daya muslihat. Contoh: pencurian,penipuan, dan penggelapan (Pasal 486). 2) Perbuatan-perbuatan kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap jiwa manusia / badan manusia. Contoh: pembunuhan, penganiayaan,dsb. (Pasal 487). 3) Sejumlah kejahatan–kejahatan yang terdiri atas berbagai kejahatan yang pada hakikatnya sama sifatnya mengandung suatu penghinaan (Pasal 488). Jadi menurut recidive tengah yang melakukan tindak pidana pengulangannya itu dalam satu golongan, dan KUHP menganut recidive ini. c. Recidive Khusus Menurut teori recidive khusus ialah apabila ia keluar dari menjalani hukuman belum lewat dari 5 tahun ia melakukan tindak pidana lagi yang pasalnya sama. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Yuridis normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor : 7/PID.SUS/2011/PN.SKA. Karena termasuk penelitian yuridis normatif, maka hanya mengedepankan data sekunder. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan tentang Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 7/PID.SUS/2011/PN.SKA, dikaitkan
7
Ibid.
8
dengan teori-teori hukum positif yang mengatur tentang penyimpanan amunisi tanpa hak atau secara ilegal, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang yang diperoleh dari bahan pustaka, yang meliputi: 1. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari : a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska.; b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer berupa literatur atau pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 3. Bahan Hukum Tersier bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensklipodia. Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum.8 Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen pada Putusan Perkara Nomor: 7/PID.SUS/2011/PN.Ska. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian,9 dengan menggunakan pendekatan analitis dengan tujuan melihat suatu fenomena kasus yang telah diputus oleh pengadilan dengan cara melihat analisis yang
8
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 160. 9 Ibid.
9
dilakukan oleh ahli hukum yang dapat digunakan oleh hakim dalam pertimbangan putusannya.10
D. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Hakim
Pengadilan
Negeri
Surakarta
yang
memutus
perkara
No.
7/PID.SUS/2011/PN.Ska tentang perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi senjata api, melalu berbagai pertimbangan. Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusannya adalah sebagai berikut: 1.
Adanya tuntutan dari Penuntut Umum tertanggal 10 Mei 2011 No. Reg Perkara RbM-03/SKRTA/Ep.2/01/2012 yang dibacakan dalam persidangan. Penuntut Umum menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta memutuskan: a. Menyatakan Terdakwa MUHAMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO Alias ABU RAYYAN Alias ABU AISYAH bersalah melakukan Tindak Pidana “MENYIMPAN AMUNISI” sebagaimana di atur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat RI No. 12 Tahun 1951. b. Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa dengan Pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi selama masa penangkapan dan masa penahanan yang telah di jalani Terdakwa. c. Barang bukti berupa : 1) 1 (satu) lembar KTP NIK 33.7203.060983.0005, atas nama MUHAMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO; 2) 1 (satu) lembar SIM A Nomor 830914480383 atas nama MUHAMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO; 3) 1 (satu) lembar SIM C Nomor 830914410014 atas nama MUHAMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO; Masing-masing dikembalikan kepada Terdakwa. 4) 28 (dua puluh delapan) kotak kertas warna merah jambu berisi 533 (lima ratus tiga puluh tiga) butir peluru senjata api laras panjang; 5) 32 (tiga puluh dua) butir peluru senjata api caliber 9 mm; 6) 1 (satu) buah sarung senjata warna hitam; 7) 1 (satu) buah tas ransel warna hitam dan abu-abu merk The North Face. Dirampas untuk dimusnahkan.
10
Ibid,. hlm. 187.
10
d. Menetapkan agar Terdakwa membayar ongkos perkara sebesar Rp.5000,- (lima ribu rupiah). Atas dasar tuntutan tersebut, Terdakwa dan Team Penasehat Hukum Terdakwa mengajukan pembelaan (pledoi) secara tertulis, yang intinya memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan Terdakwa MUHAMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
yang
didakwakan
tersebut,
memulihkan
hak-hak
Terdakwa
dan
membebankan biaya perkara kepada Negara. Pembelaan dari Terdakwa dan Team Penasehat Hukum Terdakwa ditanggapi oleh Penuntut Umum yang pokoknya tetap pada tuntutannya. Tuntutan tersebut dipelajari oleh para Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dengan baik dan seksama, karena tuntutan dari Penuntut Umum tersebut dijadikan salah satu pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa MUHAMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO, dengan tujuan agar putusan yang dijatuhkan nantinya memberikan keadilan, terutama bagi Terdakwa. 2. Adanya surat dakwaan tanggal 19 Januari 2011 Nomor REG. PERK: PDM – 03/SKRTA/Ep.2/01/2011 yang isinya sebagai berikut: Bahwa
ia
Terdakwa
MUHAMMAD
BAHRUNNA’IM
ANGGIH
TAMTOMO alias ABU RAYYAN alias ABU AISYAH pada hari Rabu tanggal 10 Nopember 2010 sekitar pukul 05.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu pada bulan Nopember tahun 2010 bertempat di Metrodranan Rt. 002 Rw. 003 Kelurahan Pasar Kliwon Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta atau setidaktidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, yang dilakukan Terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut : a. Bahwa pada tanggal 7 Nopember 2010 RULLI JUANDA, SH bersama RIFO WIJAYANTO, dan MARYUDI SALEMPANG petugas Kepolisian dari Mabes Polri menerima informasi bahwa ada seseorang yang bernama NAIM yang tinggal 11
di daerah Metrodranan, Pasar Kliwon, Surakarta memiliki sejumlah amunisi dan seseorang yang bernama NAIM tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan jaringan pelaku teror. Lalu petugas Kepolisian tersebut memastikan informasi yang terima tersebut dengan mengadakan penyelidikan di lapangan; b. Kemudian pada tangga l9 Nopember 2010 berdasarkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan petugas Kepolisian tersebut melakukan pembuntutan terhadap sasaran yakni terdakwa MUHAMMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO alias ABU RAYYAN alias ABU AISYAH, dan sekitar pukul 12.00 WIB bertempat di Jalan Mayor Sunaryo, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta tepatnya di depan Beteng Trade Center, petugas Kepolisian tersebut menghentikan Terdakwa yang saat itu mengendarai sepeda motor; c. Bahwaa selanjutanya petugas Kepolisian memberitahukan kepada Terdakwa mengenai identitas diri yang berasal dari petugas Kepolisian dengan menunjukkan surat tugas lalu petugas Kepolisian bertanya kepada Terdakwa mengenai identitas diri Terdakwa dan Terdakwa memberikan KTP atas nama MUHAMMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO, lalu petugas Kepolisian mengadakan interograsi
dan
Terdakwa
MUHAMMAD
BAHRUNNA’IM
ANGGIH
TAMTOMO menerangkan bahwa benar di rumahnya yang beralamat di Jalan Metrodranan RT. 002 / RW 003, Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta telah di simpan sejumlah amunisi peluru yang diperoleh Terdakwa dari seseorang yang bernama PURNAMA PUTRA alias IPUNG alias UUS alias TIKUS alias USMAN alias USAMAH (belum tertangkap dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang /DPO); d. Bahwa atas pengakuan dari Tersangka tersebut, dimana situasi pada saat itu sedang hujan sangat deras dan di sekitar lokasi rumah Terdakwa yang terletak di Metrodranan RT 002 RW 003 Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta tepat di samping kali besar dalam kondisi banjir mencapai 80 (delapan puluh ) cm, akhirnya petugas Kepolisian memutuskan untuk menunggu sampai hujan reda dan air surut; e. Bahwa pada keesokan harinya tanggal 10 Nopember 2010 sekitar pukul 05.00 WIB barulah petugas Kepolisian dapat melakukan penggeledahan setelah hujan berhenti dan banjir mulai surut. Kemudian petugas Kepolisian mencari Ketua RT setempat yaitu Sdr. MULYADI dan dengan di saksikan Ketua RT Metrodranan 12
RT 002 RW 003 Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta Sdr. MULYADI dan Terdakwa serta petugas Kepolisian mengadakan penggeledahan terhadap rumah Terdakwa; f. Bahwa ketika dilakukan penggeledahan, Terdakwa menunjuk sebuah ruangan yang berada di bagian belakang rumah yang merupakan garasi. Setelah sampai di dalam ruangan tersebut Terdakwa mengambil 1 (satu) tas ransel hitam yang kemudian dihadapan petugas Kepolisian dan Ketua RT yaitu Sdr. MULYADI, Terdakwa membuka tas ransel hitam tersebut dan di dalamnya terdapat 1 (satu) buah kardus yang terbuat dari karton. Setelah kardus disobek permukaan atasnya, terdapat 1 (satu) plastik putih yang berisi sejumlah peluru dan holdster (sarung) senjata serta kotak-kotak kecil berwarna merah muda yang setelah dibuka isinya adalah amunisi peluru berukuran panjang; g. Bahwa kemudian Terdakwa dengan di saksikan oleh petugas Kepolisian dan Ketua RT yaitu Sdr. MULYADI mengadakan penghitungan terhadap amunisi peluru tersebut dan berjumlah 28 (dua puluh delapan) kotak kertas warna merah jambu berisi 533 (lima ratus tiga puluh tiga) butir peluru senjata api laras panjang dan 1 kantong plastik putih yang di dalamnya terdapat 32 (tiga puluh dua) butir peluru senjata api kali ber 9 mm dan 1 (satu ) buah sarung senjata warna hitam; h. Bahwa ketika barang-barang hasil penggeledahan oleh petugas Kepolisian di rumah Terdakwa tersebut diakui merupakan barang titipan yang di titipkan kepada Terdakwa sekitar tahun 2005 oleh orang yang bernama PURNAMA PUTRA alias IPUNG alias UUS alias TIKUS alias USMAN alias USAMAH (belum tertangkap dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang/DPO). i. Bahwa Terdakwa tidak memiliki wewenang ataupun ijin dari pihak yang berwenang atas kepemilikan atau menyimpan 28 (dua puluh delapan) kotak kertas warna merah jambu berisi 533 (lima ratus tiga puluh tiga) butir peluru senjata api laras panjang, 1 kantong plastik putih yang di dalamnya terdapat 32 (tiga puluh dua) butir peluru senjata api kaliber 9 mm, dan 1 (satu) buah sarung senjata warna hitam,
dan Terdakwa juga mengetahui bahwa menerima,
menyimpan,
menyembunyikan amunisi peluru adalah perbuatan yang melanggar hukum yang berlaku di Indonesia serta tidak memiliki keterkaitan dengan pekerjaannya seharihari;
13
j. Berdasarkan Berita
Acara Pemeriksaan Laboratoris
Kriminalistik Pusat
Laboratorium Bareskrim Polri Nomor: 2925/BSI/2010 tanggal 16 Desember 2010, berkesimpulan berdasarkan hasil pemeriksaan dari data/ file Unit Senjata Api Forensik Puslabfor maka pemeriksa berpendapat bahwa: 1) 32 (tiga puluh dua ) butir peluru Bukti PB1 s/d PB32 yang di sebut pada Bab I Sub 1 adalah terdiri dari 16 (enam belas) butir peluru tajam caliber 9 mm (Round Nose ) dan 16 (enam belas ) butir peluru tajam (Hollow point) caliber 9 mm, masih aktif dan merupakan peluru senjata api berkaliber 9 mm; 2) 533 (lima ratus tiga puluh tiga) butir peluru Bukti PB33 s/d PB565 yang tersebut pada Bab I Sub 2 adalah peluru tajam Full Metal Jacketed (Pointed) kaliber 7,62 x 39 mm, masih aktif dan merupakan peluru senjata api laras panjang AK-47 dan SKS kaliber 7,62 mm. 3. Terdakwa dihadapkan Penuntut Umum ke persidangan karena didakwakan dengan dakwaan tunggal, yaitu melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, dengan unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur Barang Siapa Unsur ini menyangkut keterangan dari para saksi, keterangan Terdakwa sendiri di depan persidangan dan pemeriksaan identitas Terdakwa pada sidang pertama sebagaimana termaktub dalam Berita Acara Sidang, ternyata identitas Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan Penuntut Umum adalah sama dengan identitas Terdakwa yang diajukan di depan persidangan, maka jelaslah bahwa pengertian “barang siapa” yang dimaksudkan perkara ini adalah Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah, sehingga Majelis berpendirian unsur “barang siapa” telah terbukti secara sah menurut hukum. b. Unsur “tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan,
mempergunakan,
atau
mengeluarkan
dari
Indonesia senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.
14
Perbuatan yang dilarang dalam unsur kedua ini bersifat alternatif, artinya perbuatan pelaku/ Terdakwa tidak harus memenuhi semua perbuatan yang di larang, melainkan cukup salah satu atau lebih perbuatan yang di larang saja yang terpenuhi, maka keseluruhan unsur kedua ini dianggap telah terpenuhi dari perbuatan Terdakwa. 4. Adanya pembuktian di persidangan melalui keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang diajukan dalam persidangan. Terdakwa dapat dikenakan pidana apabila memiliki paling sedikit dua alat bukti yang sah. Seperti dalam Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Hakim Pengadilan Negeri Surkarta yang memutuskan perkara dengan Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah dalam putusan No. 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska telah memeriksa alat-alat bukti yang sah yang diajukan di persidangan, terdiri dari: a. Keterangan saksi Keterangan saksi diperoleh dari saksi Mulyadi, Maryudi Salempang, Ali Mubarak Saleh Nahdi, Irham Ali, dan Rifo Wijayanto yang dihadirkan di persidangan untuk didengar keterangannya dikaitkan dengan syarat keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah. b. Keterangan ahli Keterangan ahli diperoleh dari AKBP Maruli Simanjuntak sebagai Kanit Senjata Api Puslabfor Bareskrim Polri, yang dihadirkan di persidangan untuk didengar keterangannya dikaitkan dengan syarat keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah. c. Keterangan Terdakwa Terdakwa memberikan keterangan mengenai tindak pidana yang dilakukannya. Keterangan dari Terdakwa merupakan hal yang paling penting untuk dapat diketahui tindak pidana apa yang telah dilakukannya. Keterangan Terdakwa akan menentukan nasibnya nanti apabila dalam memberikan keterangan berbelit-belit akan merugikan dirinya sendiri. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa yaitu 15
hukum penjara selama 2 tahun 6 bulan, menurut penulis sudah sesuai, mengingat hukuman penjara yang dijatuhkan masih di bawah tuntuan Jaksa Penuntut Umum yaitu selama 5 (lima) tahun dikurangi selama masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa. Selain itu Majelis Hakim juga mempertimbangkan kalau Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, masih muda dan bersikap sopan di persidangan. Lebih lanjut menurut pendapat penulis, bila melihat dari putusan No. 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska yang menjadi pertimbangan Hakim, yaitu: Kesalahan dari pelaku, hal pertama yang menjadi pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan adalah melihat unsur kesalahan dari pelaku apakah telah memenuhi semua unsur dari pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 340 KUHAP dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Drt No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak dalam hal ini kesalahan pelaku terbukti memenuhi unsur pasal tersebut berdasarkan pembuktian yang diperoleh dipersidangan dengan mendengarkan keterangan dari terdakwa, saksisaksi yang melihat kejadian tersebut. Keterangan dari saksi-saksi dalam persidangan telah bersesuaian. Selain itu juga diketemukan adanya barang bukti yang ada dalam persidangan. Dalam hal ini Hakim telah didukung oleh dua alat bukti yang sah sebagaimana diterapkan dalam Pasal 183 jo Pasal Pasal 185 KUHAP. Dalam menjatuhkan pidana, Hakim didukung dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan Hakim. Dasar hukum pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi senjata api oleh Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah dalam Putusan No. 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska, karena : (1) Adanya tuntutan dari Penuntut Umum; (2) Adanya surat dakwaan; (3) Adanya pembuktiaan berdasarkan alat bukti; dan (4) Adanya pembelaan dari Terdakwa. Dalam proses persidangan telah ditemukan fakta-fakta hukum yang terungkap dan terdapat proses pembuktian dengan semua alat bukti dan barang bukti yang berkaitan tindak pidana tersebut. Dari proses tersebut Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah telah terbukti melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi Senjata Api, karena Terdakwa telah memenuhi 16
salah satu unsur yang ada dalam rumusan Pasal 1 (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 yaitu “tanpa hak”. Terdakwa sendiri juga mengakui kalau barang bukti yang menjadi obyek perkara adalah titipan dari seseorang. Terdapat hal-hal yang meringankan maupun memberatkan Terdakwa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa. Dalam kasus ini Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah dijatuhi pidana 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan penjara. Putusan yang dijatuhkan tersebut sudah memenuhi tujuan hukum, yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. Putusan tersebut merupakan hukuman seadil-adilnya bagi Terdakwa menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku agar Terdakwa mendapatkan keadilan. Mengingat Terdakwa Muhamamd Bahrunna’im Anggih Tamtomo hanya menyimpankan amunisi dari seseorang yang bernama Purnama Putra alias Ipung alias Uus alias Tikus alias Usman alias Usamah. Dalam arti Terdakwa tidak menyalahgunakan amunisi yang disimpannya tersebut untuk tindakan-tindakan yang dianggap melawan hukum. Nilai kegunaan yang tercermin dari putusan No. 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska tersebut adalah dengan maksud memberikan efek jera kepada Terdakwa. Dengan dijatuhkannya hukuman 2 tahun 6 bulan penjara kepada Terdakwa, dirasa sudah bisa memberikan efek jera terhadap Terdakwa, agar dikemudian hari tidak lagi berani melakukan perbuatan yang melawan hukum, yakni menyimpan amunisi senjata api, baik itu hanya sebagai titipan orang lain untuk disimpan maupun menerima pemberian dari seseorang. Selain itu juga memberikan peringatan kepada masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara nilai kepastian hukum dari putusan No. 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska, ditunjukkan dengan menjatuhkan sanksi terhadap setiap pelanggaran peraturan perundang-undangan, khususnya pelanggaran terhadap Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 sehingga menunjukkan adanya kepastian, peraturan mana yang dilanggar dan sanksi apa yang akan dijatuhkan.
E. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab IV, dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar hukum pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta 17
dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi senjata api oleh Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah dalam Putusan No. 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska, adalah : 1. Adanya tuntutan dari Penuntut Umum 2. Adanya surat dakwaan 3. Adanya pembuktiaan berdasarkan alat bukti 4. Adanya pembelaan dari Terdakwa Dalam proses persidangan telah ditemukan fakta-fakta hukum yang terungkap dan terdapat proses pembuktian dengan semua alat bukti dan barang bukti yang berkaitan tindak pidana tersebut. Dari proses tersebut Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah telah terbukti melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi Senjata Api, karena Terdakwa telah memenuhi salah satu unsur yang ada dalam rumusan Pasal 1 (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 yaitu “tanpa hak”. Terdapat hal-hal yang meringankan maupun memberatkan Terdakwa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa. Dalam kasus ini Terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah dijatuhi pidana 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan penjara. Putusan yang dijatuhkan tersebut sudah memenuhi tujuan hukum, yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. Putusan tersebut merupakan hukuman seadil-adilnya bagi Terdakwa menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku agar Terdakwa mendapatkan keadilan.
Mengingat Terdakwa Muhamamd
Bahrunna’im Anggih Tamtomo, dalam kasus ini Terdakwa hanya menyimpankan amunisi dari seseorang yang bernama Purnama Putra alias Ipung alias Uus alias Tikus alias Usman alias Usamah. Dalam arti Terdakwa tidak menyalahgunakan amunisi yang disimpannya tersebut untuk tindakan-tindakan yang dianggap melawan hukum. Nilai kegunaan yang tercermin dari putusan tersebut adalah dengan maksud memberikan efek jera kepada Terdakwa. Dengan dijatuhkannya hukuman 2 tahun 6 bulan penjara kepada Terdakwa, dirasa sudah bisa memberikan efek jera terhadap Terdakwa, agar dikemudian hari tidak lagi melakukan perbuatan yang melawan hukum. Selain itu juga memberikan peringatan kepada masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara nilai kepastian hukum dari putusan No. 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska, ditunjukkan dengan menjatuhkan sanksi terhadap setiap 18
pelanggaran peraturan perundang-undangan, khususnya pelanggaran terhadap UndangUndang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 sehingga menunjukkan adanya kepastian, peraturan mana yang dilanggar dan sanksi apa yang akan dijatuhkan. Saran 1.
Hakim dalam menjatuhkan putusan hendaknya mempertimbangkan sifat yuridis, non yuridis, dan sosiologis dengan jelas dan menjalankan proses persidangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Dalam hal menjatuhkan sanksi pidana, seorang Hakim tidak boleh mendasarkan emosi atau bersifat kejam atau mengakibatkan penderitaan tanpa batas.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muqtadir Al-Haq, Belajar Hukum Indonesia, http://pembelajaranhukumindonesia.blogspot.co.id, Diakses, 11 Desember 2016. Bambang Semedi. 2011, Modul Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan, Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Emma Zaidar. 2003, “Nitrogliserin Dapat Digunakan Sebagai Bahan Peledak”, Makalah. Fakultas Matematika dan IPA Universitas Sumatra Utara, Medan. Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika. Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1976 tentang Senjata Api. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Lingkungan Kementrian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Putusan Perkara Nomor 7/PID.SUS/2011/PN.Ska. Perpu No. 20 Tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang Diberikan Menurut Perundang-undangan Mengenai Senjata Api. Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Ordonnantiettijdelije Bijzondere Straf Bepalingen. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/01/110118_senjataapi.shtml diakses 27 September 2016 pukul 09:45 WIB.
20